Seminar NasionalPeternakan dan Veteri,ter 1999
PENGARUH DUA PERIODE STARTER DAN PROTEIN RANSUM YANG BERBEDA PADA PERTUMBUHAN AYAM SILANGAN (PELUNG X KAMPUNG) SoFJAN ISKANDAR, HETI RESNAWATI, DESMAYATI ZAINUDDIN,
dan BENI GUNAWAN
Balai Penelitian Temak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002
ABSTRAK Percobaan ini menguji periode starter yang paling tepat serta tingkat protein ransum yang optimum . Sebanyak 720 ekor anak ayam silangan (Fl) Pelting x Kampung, dipisahkan antara jantan clan betina . Perlakuan dua formula ransum mengandung protein kasar 15% dxn 19% dengan kandungan energi yang sama (2900 kkal NE/kg), dan dua periode starter 0-4 minggu (Sl) clan 0-6 minggu (S2) dxn masing-masing dilanjutkan dengan periode finisher sampai dengan umur 12 minggu membentuk suatu kombinasi perlakuan PRI = S15-F19, PR2= S19-1715 dan PR3 = S19-F19 dalam rancangan 3 perlakuan ransum x 2 periode starter x 2 jenis kelamin dengan 6 ulangan setiap perlakuan . Sepuluh anak ayam dipelihara secara intensif dalam setiap kandang, yang terbuat dari kawat berukuran 30 cm x 35 cm x 40 cm. Ransum clan air minum diberikan secara ad libitum . Hasil percobaan menunjukkan bahwa bobot hidup ayam dengan PRI (976 g) tidak berbeda dengan pemberian PR3 (1018 g), tetapi lebili tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan PR2 (867 g). Sementara pada S2, PR3 (1064 g) lebih tinggi (P<0,05) dari PR2 dan PRI (964 dxn 939 g). Efisiensi ransum (FCR) ayam dengan PRI (3,31) tidak berbeda dari FCR ayam dengan PR3 (3,22) Ayxm jantan lebili besar (992 g) dari betina (951 g), tetapi FCR tidak berbeda. Disarankan untuk memberikan pola PRI= S15 %-F19% dengan masa starter 0-4 minggu pada upaya penggemukan ayam silangan Pelting x Kampung. Kata kunci :
Ayam Pelting, Kampung, perturubullan,
starter, protein
PENDAHULUAN Analisa potensi suatu komoditas secara menyelunlh baik dari aspek biologis Inaupun ekonomis sangat penting untuk mengambil suatu keputusan usahatani . ISKANDAR et a/. (1998a) melaporkan bahwa ayam silangan Pelting x Kampung (F3), yang juga dikembangkan masyarakat pedesaan di Sukabumi (NATAAMIDJAJA et al., 1993), dengan haraan intensif nienunjukkan bobot 844 g umur 12 minggu,yang relatif lebili cepat dibandingkan ayam kampung yang llanya mencapai 700 g dengan kebutuhan ransum lebili dari 4 kg setiap kenaikan 1 kg bobot badan. Dilaporkan oleh ISKANDAR et al. (1998b) bahwa ayam silangan (Fl) Pelting x Kampung hasil inseminasi buatan, dengan pemeliharaan intensif masa starter 0-4 minggu, dapat mencapai bobot badan 1116 g dengan konversi ransum 3,21 . Pemberian protein ransum optinuun pada saat itu adalah 19% pada masa starter 0-6 minggil diikuti dengan 19% pxda masa finisher 7-12 minggu . Penentuan lama masa starter clan masa fnisher yang diikuti dengan pemberian zat gizi yang tepat, sangat dibutuhkan untuk efisiensi ransum clan berdampak tampilan biologis yang baik. Variasi pertumbuhan diantara individu ternak mengisyaratkan, adanya suatu mekanisme kompensasi pada ayam ras pedaging (SUMMERS clan LEESON, 1991), yang memberikan peluang menekan input produksi, tanpa mengurangi bobot pada saat dipasarkan (market weight). 325
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1999
MATERI DAN METODE Matcri Sebanyak 360 ekor an,* ayam jantan dan 360 ekor anak ayam betina hasil persilangan ayam Pelung jantan dengan ayam betina Kampung . Persilangan dilakukan secara inseminasi buatan dan ditetaskan sendiri di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi. Kemudian anak-anak ayam yang menetas dialokasikan dalam 72 kandang kawat, yang masing-masing berukuran 35 cm x 40 cm x 30 cm, berisi 10 ekor jantan atau betina . Kandang-kandang kawat tersebut ditempatkan dalam bangunan tertutup, namun cukup ventilasi dengan alat penyedot udara yang ditempatkan di atas atap bangunan, dan jeruji ventilasi diatas lantai sepanjang didinding bagian bawah kandang. Kandang-kandang kawat tersebut dilengkapi dengan tempat air minum sepanjang dinding belakang, diisi dengan air yang mengalir tents menerus . Sampai anak ayam benimur 4 mtnggu tempat minum masih menggunakan botol plastik yang ditempatkan masing-masing satu setiap kandang dengan tempat pakan berupa baki kecil ukuran 25 cm x 25 cm yang dilengkapi dengan penutup permukaan ransum, yang terbuat dari kawat keranjang . Setelah itu tempat ransum diganti dengan tempat ransum yang khusus berukuran 30 cm x 10 cm x 10 cm, digantungkan di depan luar kandang. Setiap tempat ransum dilengkapi dengan penutup permukaan pakan, terbuat dari kawat keranjang. Pemberian penutup permukaan ransum ini dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh kaisan paruh ayam membuang pakan pada saat makan . Ransum clan air minum diberikan ad libitum, dengan frekuensi 2 kali setiap hari pagi jam 8.00-9.00 clan sore jam 14.0015.00. Maksud dari pemberian pakan dua kali dalam satu hari adalah untuk menjaga agar tempat pakan tidak terlalu penuh, dijaga untuk tidak melebihi permukaan dalam 1/3 ttnggi dari dasar tempat . Hal ini perlu dilakukan tenitama untuk menghindari pemborosan terkais-kais oleh paruh ayam. Prosedur pemeliharaan selanjutnya dilakukan sesuai dengan prosedur baku pemeliharaan secara intensif. Ransum disusun dari bahan pakan lokal ditambah dengan bungkil kacang kedele (Tabel 1) clan kandungan nutrient dihitung berdasarkan data publikasi (NRC, 1984) clan hasil anallsa di laboratorium kimia Balitnak Ciawi Untuk pencegahan kesehatan, obat antikoksidiosis (Embacoc) diberikan dengan dosis mengikuti petunjuk kemasan, campuran vitamin (Avistress) diberikan selama 3 haii bertunit-turnt, unuir i - 3 haii. Vaksin ND (New Castle Desease) KILL diberikan pada umur 3 haii kecnudian diulang lagi pada umur 6 mtnggu dengan jenis life virus, yang diteteskan dikedua bola mata ayam. Metoda Ransum diberikan mengikuti pola sebagai berikut : 1) PR1 (Pola Ransum 1) ransum Formula 1, (etengandung 15% protein) diberikan pada masa starter (0-4 minggu S 1 atau 0-6 minggu S2), dilanjutkan dengan ransum Formula 2 (etengandung 19% protein) diberikan umur finisher (5-12 minggu atau 7-12 minggu) ; 2) PR2 (Pola Ransum 2) ransum Formula 2 (19% protein), diberikan pada masa starter (SI, 0-4 mtnggu ; S2, 0-6 nunggu) clan dilanjutkan dengan pemberian ransum Formula 1 (15% protein); 3) PR3 (Pola Ransum 3) dtberi ransum Formula 2 (19% protein) sejak awal sampai umur 12 mtnggu . Kode perlakuan tersebut di atas adalah PR1= S15-F19, PR2=S19F15 clan PR3= S19-F19 . Peubah yang diamati adalah bobot badan, konsumsi pakan dan konversi ransum yang diukur mingguan, dan mortalitas. Dianalisa sidik ragam mengikuti rancangan acak leugkap pola faktorial 3 ransum x 2 masa starter x jenis kelamin dengan masing-masing 6 ulangan per pelakuau . Nilai rata-rata perlakuan 326
Seminar Nosional Peternakan clan Veteriner 1999
kemudian dibandingkan dengan nienggitnakan uji jarak dari Duncan (STEEL clan TORIE, 1981) pada tingkat beda nyata 5%. Tabel 1.
Koinposisi dan kandungan zat gizi ransum percobaan
Bahan pakan Jagung,(%) Dedak padi halos, (%) Tepung singkong, (%) Minyak saytir, (%) Bungkil kedele, (%) Tepung ikan, (%) Bungkil kelapa, (%) Garam dapur, (%) Top mix, (%) ti Total Kandungan zat gizi Energi matabolis, (kkal MEIkg) Protein kasar,( %) Kalsium, (%) Pospor, (%) Lisin, (%) Metionin, (%) Keterangan : 't
Fonnula 1
Fonnula 2
51
43,3
3
1,5
15,5
25
12,8 3
10 4
4
5,5
0,5
0,5
1011
100
8
8
0,2
11,2
2900
2903
15,08
19,19
0,4
0,55
0,25
0,38
I
0,71
I,l
1,16
Setiap 1 kg Topmix mengandung 1.200 .000 iu vitA, 200.000 iu vit.D, 800 iu vit.B, 500 mg vit.B2, 50 mg vitB6, 1.200 mg vit. B12, 200 vit.K, 2500 mg vit.C, 600 mg Ca-d-phantotlienate, 4000 mg niacin, 1000 mg choline-chloride, 3000 mg lysin, 12 .000 mg Mn, 2000 mg Fe, 10 .000 Zn, 20 mg I, 400 mg Cu, 21 .000 Zn-bacitracin, 1000 mg santoquin (antioxidant)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertunibuhan . Interaksi yang nyata (P<0,05) antar perlakuan ransum dengan masa starter pada bobot badan clan pertambahan bobot badan (Tabel 2) (Ilustrasi 1) dituniukkan hubungan antara kedua faktor tersebut di atas. Perlakuan masa starter 0-4 minggtt, kelompok ayani dengan penibcrian ransum 3 (PR3) menunjukkan bobot tertinggi diikuti oleh kelompok ayam dengan PR1 dan kelompok ayam dengan PR2 . Dengan masa starter 0-6 minggu kelompok ayani pada PR3 ntasili nienuttiukkan superioritasnya (1064 g), nalnttn kelompok ayam dengan PR2 sedikit lebili tinggi (964 g) dari kelompok ayam dengan PR1 (939 g). Dari indikasi ini terlihat baliwa selain ransuni S19 %-F19%, dengan S15%-F19% cocok untuk diaplikasikan pada penggeniukan ayani silangan Pelung x Kampung dengan masa starter 0-4 minggtt . Sebaliknya dengan ransum S19%-F15%,, respon pada masa starter 0-6 minggu, sedikit lebili tinggi dari respon terhadap ransum S 15%-F 19%, (P>0,05) . Kenyat,tan ini menjelaskan masa starter terbaik adalah PRI 0-4 ininggit clan tidak 0-6 minggu, seperti yang dilaporkan ISKANDAR et al. (I998b) .
327
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
Tabel 2.
Bobot badan, pertainbalian bobot, konsutnsi ransum dan konversi penggunaan ranstun ayarn silangan Pelting x Kampung yang diberi ransum berbeda protein pada masa starter berbeda sarnpai dengan umur 12 minggu
Perlakuan Rata-rata populasi
Bobot badan (gram/ekor)
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
Konsumsi Ransum (gr/ekor)
Konversi Ransum
999
971
(8)
(8)
3249 (7)
3,37
5,42
(8)
(52)
Koefisien vaariasi, (%)
Pola Ransum (R) PR1 : 3,31 S15-1719 ~~ 986 958 3168
7
PR2 : S19-1 15 PR3 : S19-F19
943
621
Mortalitas (%)
6
4,17' 6,67'
1069
915 1041
3247,b 3333'
3,22 b
982
954
3226'
1017
989
3272'
3,40'
4,44'
3,33'
6,39'
1020' 992' b Betina 979 951 Interaksi
3342'
3,39'
3155'
3,35'
6,39' 4,44'
tn
tn
tn
tn tn
tn
tn
tn
tn
Masa Starter (S) S1, 0-4 minggu S2,0-6 minggu Jenis Kelantin (K) Jantan
6
RxS
*3)
*
RxK
tn
tn
RxSxK
tn
tn
Keterangan
PR= Pola Ransum, S15-F19 = Masa starter (04 minggu dan 0-6 minggu) dengan atau 7-12 minggu) dengan 19 % protein. Superskrip yang santa berbeda dalam kolont menunjukkan beda nyata (P<0,05) * = P<0,05 ; tn = tidak nyata (P>0,05)
3,67'
15 %
5,42'
protein. finisher (5-12 minggu
1100 PR3
1050 -
10 -a14
oG~.1 , 0
1000 -
900 850
Illustrasi 1.
328
PR2 PR1
950
R2 0-4 Masa
0-6 "starter" (min ggu)
Respon bobot badan terltadap pola ransum (PR) dengan masa starter (S) pada ayam silangan (F 1) Pelting x Kampung pada umur 12 minggu
':eit!uiarNasionalPeternakandan I eterine 1999
Variasi bobot badan ayam-ayam percobaan ternyata cukup kecil, dengan koefisien variasi hanya mencapai 8%. Perhitungan bobot badan tidak dilakukan per individu ayam, tetapi mentpakan rata-rata dari kelompok 5-10 ekor dalam setiap ulatigan perlakuan . Kombinasi protein ransum 15 % pada masa starter 0-4 minggu yang diikuti dengan protein ransum 19% umtuk masa finisher 5-12 minggu, metnberikan pertumbuhan yang relatif lebilt baik dibandingkan dengan pemberian ransum berprotein 19% masa starter, yang diikuti dengan ransum berprotein 15% pada masa finisher. LEESON dan SUMMERS (1991), diilltattti oleh konsep kompensasi pertumbuhan (compensatory growth) pada ternak besar (AUCKLAND dan MORRIS, 1971), teijadi pula pada ayam ras pedaging yang dipelihara hanya 6 minggu, inenunjukkan efisiensi penggunaan ransum untttk pertumbuhan . Konsep LEESON dan SUMMERS (1991) menduga dengan variasi laju pertumbuhan antar individu ayam, yang mempunyai percepatan pertumbuhan lambat pada awal-awal yang kemudian meningkat pada akhir pemeliharaan. Bobot ayam jantan silangan Pelting x Kampung pada umur 12 ntinggti (1020 g) lebih berat (P<0,05) dari ayam betina (979 g). Implikasi adalah bahwa para produser dapat ntentisaltkan atau memilih jantan dari betinanya untuk lebilt cepat dipasarkan . Namun terliliat perbedaan yang tidak begitu mencolok antara bobot ayam jantan dan betina pada unntr 12 minggu, mengindikasikan bahwa dalain upaya pelaksanaan penggentttkan ayam silangan Pelting x Kampung penteliltaraan jantan dan yang betina dapat dilakukan bersanta-santa santpai tunur potong 12 minggu . Konsumsi ransum. Konsumsi ransutu santpai dengan unnir 12 iuinggii untuk kelompok ayam dengan perlakuan PR1 (3168 g) lebilt rendalt (P<0,05) dari kelompok ayam dengan perlakuan PR3 (3333 g). Ka'tan dengan konsep kompensasi pertuntbultan (LEESON dan SUMMERS, 1991), mengenntkakan bahwa pentanfaatan kompensasi pertutnbultan ini sangat berpenganth pada peningkatan efisiensi penggttnaan pakan. Ini tidak berarti bahwa pemberian protein ransum 15% menyebabkan rendahnya bobot badan minggttan selama masa starter . Pada masa starter kecepatan pertumbuhan bobot badan yang iningguan terhadap bobot badan di awal 'minggu ntenunjukkan bahwa pada tninggtt pertanta hanya sekitar 30%, kemudian meningkat menjadi 63% untuk yang jantan dan 70% untuk yang betina pada nunggtt kedua, kemudian ntenunin masing-masing menjadi sekitar 50% pada ntinggti keetupat dan ntenunin mencapai sekitar lianya 17% pada minggu ke-12 (Ilustrasi 2). Data ini menunjukkan adanya tnekanistne kompensasi pertuirtbuhan pada masa finisher dengan pemberian protein ransum 19%. ISKANDAR et al. (1998b) memberikan kombinasi ransum 15% masa starter diikuti dengan 17% protein masa finisher tidak ntentinjukkan pertumbuhan ayam sebaik yang diberi ransum dengan 19% pada masa fnisher. Konversi ransum . Sebagaituana dikenutkakan tnengenai konsuntsi ransum, konversi ransum juga tnetnperliltatkan kelompok ayam PR1 ntentpunyai nilai konversi ransum (3,31) sedikit lebilt tinggi (P>0,05) dari kelompok ayam pada PR3 (3,22). Nilai konversi ransum tuttuk kelompok ayam pada PR2 (3,67) lebilt tinggi (P>0,05) dari kedua kelompok lainnya . Dari respon ini terliltat bahwa ada kenutngkinan tingkat protein ranstint 15% pada masa starter 0-6 ininggtt diikuti dengan ransum yang berprotein 19% untuk masa finisher 7-12 ntinggmt, ntenipakan kombinasi yang optinutni sesuai kebutultan, setnentara kombinasi pemberian S19% - F19'Y(, diduga terlalu berlebilt, dan kombinasi S19%-F15% boleli jadi kurang ntentenuhi kebutultan. Indikasi di atas sedikit berbeda dengan S[NURAT (1999), yang ntenyarankan 15-17% protein kasar dengan energi metabolik 2600 kkal/kg untttk pemeliharaan ayam buras 0-12 minggu .
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1999
Blustrasi 2.
Pertambahan bobot badan mingguan per bobot awal minggu yang bersangkutan ayam silangan (F1) Pelting x Kampung
Nilai konversi ransum untuk percobaan ini relatif rendah (rata-rata populasi 3,37) jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh ISKANDAR et at. (1998a) pada ayam silangan (F3) Pelung x Kampung, yang mencapai sekitar 4,20 dan ayam Kampung x Kampung, yang mencapai 4,79. Perbedaan yang cukup mencolok, kemungkinan disebabkan oleh pemukaan penutup dari kawat keranjang yang diletakan di atas permukaan ransum mengurangi ransum tumpah akibat terkais-kais paruh pada waktu makan. Disamping itu pemberian diupayakan tidak terlalu penuh, (1/3 dari dasar tempat ransum) . Mortalitas. Tingkat mortalitas relatif rendah (5,42%), karena standar pemeliharaan ayam ras pedaging, mortalitas maksimum yang tidak menigikan adalah pada tingkat 5% (NORTH, 1978) . Pengaruh semua faktor perlakuan terhadap mortalitas secara statistik tidak nyata. LuBIS (1992) melaporkan bahwa pada ayam ras pedaging, yang mempunyai tingkat kebutuhan protein minimal 19%, yang diberi ransum mengandung protein 17%, tidak mempengaruhi mortalitas. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian protein ransum minimal 15% pada ayam lokal tidak mempengaruhi mortalitas dan masih dalam tingkat yang aman. KESIMPULAN Percobaan ini menegaskan bahwa kebutuhan protein ransum untuk penggemukan ayam silangan (F1) Pelung x Kampung 15% pada masa starter (0-4 minggu) diikuti dengan 19% pada masa finisher (5-12 minggu) dengan energi 2900 kkal ME/kg, memperlihatkan mekanisme kompensasi pertumbulian (compensatory growth) . Bobot badan optimal sampai . dengan 12 minggu dalam pengelolaan ayam jenis ini dapat dicampur dengan memelihara betina dan jantan bersama-sama.
33 0
Seminar National Peternakan don Veteriner 1999
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bagian Proyek Penelitian Ternak, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor, yang telah memberikan dana penelitian yang menladai . Kepada Tutang Setiawan, Tati Setiawati, Mamuroh dan Popi Hadiani, (mallasiswa tingkat akhir Universitas Haji Juanda, Cixwi, Bogor) kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan fisik selama percobaan berlangsung. Kepada Bapak Elo, Ibu Hajah Farida dan staf teknisi (7hicken ('ornplex, kami ucapkan terima kasih atas segala bantuan terselenggaranya percobaan ini. Khusus kepada Bapak Endang Wahyu dan Bapak Adang kami mengucapkan terima kasih atas kesabarannya dalam melaksanakan inseminasi buatan dan penetasan. Kepada Ibti In Sumarni, staf BLPP Cixwi kami mengucapkan terima kasih atas bantuan Inelaksatlakan sexing . Kepada Bapak M.E .Yusnandar kami mengucapkan terima kasih atas bantuan analisa statistiknya . DAFTAR PUSTAKA y growth in turkeys: Etlect of undenultrition on AUCKLAND, J.N . and T.R. Moms . 1971 . Compensator subsequent protein requirements. British Poultry Science, 12:41-48
ISKANDAR, S., D. ZAINUDDIN, S. SASTRODIIiARDI0, T. SARTIKA, P. SETIADI, dan T. SIJSANTI . 1998a. Respon pertumbuhan ayam kampting dan ayam silangan pelting terhadap ransom berbeda kandungan peotein. Jumal Ilmu Ternak dan Veteriner. 3:1-14 ISKANDAR, S., H. RESNAWATI, D. ZAINUDDIN, Y.C . RAHARDIO, dan B. GuNAWAN. 1998b. Perforllance Pelting x Kamptutg crossbred (Pelting cross) meat type of chickens as influenced by dietary protein. The International Seminar on Tropical Animal Production, Yogyakarta . LEESON, S. and J.D . SUIvIIvIERS . 1991 . Feedin g programs for broilers and broiler breeders In : Commercial Poultry Nutrition. S. LEESON and J.D . SUMvERS (Eds .) University Books, Guelph Ontario. Lums, A.H. 1992 . Respon Ayam Broiler Terhadap Penunman Protein Dalam Ransom Berdasarkan Efisiensi Penggunaan Protein dan Suplementasi Asam Amino Metionin dan Lisin . Thesis . Program Pasca Sarjana IPB. NORTH, M.O . 1978 . The Commercial ( .'hick-en Production Manual 2nd Ed . The Avi Publishing Company, hie. Wesport, Comlecticut, California, USA. NRC. 1984 . Nutrient Requirements for Poultry. National Research Council, Washington, D.C . PLAVNIK, I. and S. HURWITZ. 1985 . The performance of broiler chicks during and following a severe restriction at an early age. Poultry Science. 64 :348-355 . SINURAT, A.P ., 1999 . Penggunaan ballan-ballan pakan lokal dalam pembuatan ransom ayam buras. Wartazoa . 1 :12-20 . STEEL,
R.G.D . dan J.H . ToRRIE . 1981 . Prinsip dan Prosedur Statistidzt. PT . Gramedia Pustaka Utaina, Jakarta.