Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner2000
PEMANFAATAN CASSAPRO (SINGKONG FERMENTASI) DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG PERIODE STARTER HusmAwI dan MIRNAmi
Fakullas Peternakan, Universitas Andalas Padang
ABSTRAK Suatu penelitian dilakukan untuk mempelajari pemanfaatan cassapro dalam ransum ayam kampung periode awal pemeliharaan. Penelitian menggunakan 120 ekor kutuk ayam kampung yang diletakkan dalam 20 unit kandang secara acak dimana 5 unit kandang diberikan satu ransum percobaan. Perlakuan yang diberikan adalah 4 level cassapro (0, 10, 20, dan 30%) dalam ransum . Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian cassapro sampai 30% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penampilan ayam kampung. Pemberian 10% cassapro memperlihatkan penampilan paling baik dengan income over feed cost lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Kata kunci: Penampilan, ayam kampung, cassapro PENDAHULUAN Ayam kampung saat ini masih merupakan komoditas temak penting bagi masyarakat terutama yang bermukim di pedesaan . Selain adaptif terhadap lingkungan ayam kampung sangat strategis untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dan meningkatkan pendapatan petani. Sumbangan ayam kampung terhadap produksi daging ayam cukup besar yaitu 250.000 ton pertahun atau 33,46% dari total produksi daging ayam. Sedangkan produksi telur mencapai 96.000 ton per tahun atau 31,34% dari total produksi telur ayam dalam negeri (ANONIMOUs, 1996) . Kendala utama dalam usaha budidaya ayam kampung adalah produktivitasnya yang rendah, terlihat dari laju pertumbuhannya larnbat, produksi telur rendah dan tingkat kematian yang tinggi, mencapai 68% sampai umur 6 minggu. Adanya perubahan pola pemeliharaan dapat memperbaiki produktivitas ayam kampung baik berupa pertumbuhan maupun telur serta dapat menekan angka kematian hingga 8,33% (PRAsETYO, 1989; NATAAMIJAYA, 1994; Husmmm, 1994) . Ditinjau dari aspek ekonomis, pelaksanaannya perlu diperhitungkan karena ketergantungan ternak terhadap input produksi terbesar yaitu ransum tidak dapat dielakkan . Biaya ransum merupakan komponen terbesar yaitu mencapai 60-70% dari biaya produksi . Menurut W1ZNA (1992) efisiensi penggunaan pakan pada ayam kampung hanya 54% untuk periode pertumbuhan, lebih rendah dibandingkan efisiensi penggunaan pakan ayam Sentul yaitu 57,83% (WIDJAsTuTi, 1996), atau ayam ras petelur (61%) dan ayam broiler (67%) (SCOTT et al., 1982) . Kenyataan ini menyebabkan perlu pemilihan bahan makanan penyusun ransum yang dapat memenuhi kandungan zat-zat makanan yang dibutuhkan ayam untuk menghasilkan pertumbuhan yang cepat tetapi juga murah harganya. Singkong merupakan salah satu bahan pangan yang murah dan banyak didapati di seluruh Indonesia, namun kandungan proteinnya sangat rendah (2%) sehingga kurang dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak terutama unggas . Melalui fermentasi kandungan nutriennya dapat ditingkatkan (DARMA et al., 1994; KOMPIANG et al., 1993; 1994) . Menurut HUTAGALUNG (1977) dan KOMPIANG et al. (1994) bahan makanan yang berasal sel tunggal juga mengandung asam nukleat 284
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
yang dindingnya mengandung polisakarida yang tidak bisa dicema oleh unggas . Keberadaan zat ini merupakan faktor penghambat pemanfaatan singkong fermentasi dalam ransum ayam kampung. Untuk itu perlu pengkajian biologis tentang pemanfaatan singkong fermentasi dalam ransum ayam kampung periode pertumbuhan. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan 120 ekur kutuk (doc) ayam kampung yang dipelihara dalam 20 unit kandang kawat. Ayam dibagi secara acak menjadi 4 kelumpok perlakuan, masing-masing terdiri dari 30 ekur ayam yang akan ditempatkan dalam 5 kandang yang dijadikan sebagai ulangan . Ransum perlakuan penelitian ini disusun dengan bahan makanan terdiri dari jagung kuning, bungkil kedele, dedak halus, bungkil kelapa, tepung ikan, tepung tulang, premik A, minyak kelapa dan ubi kayu fermentasi (cassapro) dengan proporsi dalam ransum sesuai dengan perlakuan yang diberikan . Singkong fermentasi dibuat menggunakan kapang Aspergilus niger dengan prosedur yang diumikan oleh KOMPIANG et al. (1993). Semua ransum disusun isokalori (ME 2900 kkaUkg) dan iso protein 17% . Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 6 ekur ayam. Perlakuan yang diberikan adalah 4 level pemanfaatan ubi kayu fermentasi (cassapro) dalam ranstun, yaitu: Perlakuan A. Pemberian 0% cassapro dalam ransum Perlakuan B. Pemberian 10% cassapro dalam ransum Perlakuan C. Pemberian 20% cassapro dalam ransum Perlakuan D. Pemberian 30% cassapro dalam ransum Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum, bobot badan, konversi ransum, dan income overfeed cost. Data dianalisis ragam sesuai dengan pola rancangan yang digunakan . Bila diperoleh pengaruh nyata dilakukan uji lanjut DMRT menurut STEEL, dan TORRIE (1989). Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan dan energi metabolisme ubi kayu fermentasi (cassapro) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Ca (°/9) P(%) Energi metabolisme (kkal/kg) Keterangan: Dihitung berdasarkan NRC (1984)
23,37 3,84 2,65 0,19 0,51 3846.76'
HASIL DAN PEMBAHASAN Penampilan ayam kampung sampai umur 7 minggu dengan pemberian beberapa level ubi kayu fermentasi dalam ransum disajikan pada Tabel 2 . 285
Seminar Nasionat Peternakan dan Veteriner 2000
Tabef 2. Pensmpilan syam Kampung dengan pemberian ubi kayu fermentasi Peubah Konsumsi ransum (gram/ekor/7 mg) Pertambahan BB (gmm/ekor/7 mg)
00/0 1882,34'
Bobot badan (g/e)
403,70' 454,38'
Income Over Feed Cost (Rupiah)
6028,17
Konversi ransum
2,81 0
Level eassapro 100/0 200/o
1152,88'
300/o
390,62'
1081,86° 334,73'
996,26`
6088,60
3,23' 5423,13
4,14' 3955,33
448,23' 2,97°0
392,61'
Ketersugan : Nilai dengan superskrip berbeda pads baris yang sane maiunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
242,20` 289,570
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian cassapro atau ubi kayu fennentasi sampai 30% dalam ransum ayam kampung periode awal pemelihaman, sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi konsumsi ransum. Dari uji lanjut DMRT diketahui bahwa ayam diberi cassapro sampai 10% msmpu mengkonsumsi dalam jumlah yang sama dengan tanpa pemberian cassapro. Tetapi pemberian cassapro yang lebih tinggi yaitu 20 dan 30% dalam rawum menyebabkan jumlah ransum yang dikonsumsi sangat nyata lebih rendah. Pada penelitian ini, konsumsi ransum pada umur 2 minggo belum menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) dengan pemberian cassapro sampai 30% dslam ransum . Pemberian cassapro 20 dan 30% dslam ransum mulai pada umur 3 minggo sarnpai akhir penelitian, nyata (P<0,05) menyebabkan konsumsi ransum menurun. Menurunnya konsumsi ransum ayam kampung dengan meningkatnya jumlah pemberian cassapro disebabkan bentuk ranswm yang lebih halus (jumlah butiran menjadi lebih sedikit). Menurut WAHIU (1992) semakin besar umur ayam yang dipelihara maka ayam cenderung lebih menyukai ransum berbentuk butiran. Hasil analisis ragam juga memperlihatkan bahwa pemberian cassapro sampai level 30% dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan dan bobot badan umur 7 minggo. Dari uji DMRT diketahui bahwa pemberian cassapro sampai 10% dslam ransum dapat menghasilkan pertambahan bobot badan dan bobot ayam kampung umur 7 minggo sama dengan ayam yang mengkonsumsi ransum tanap substitusi cassapro. Pertambahan bobot badan ayam kampung yang diberi cassapro sampai 20% dalam ransumnya hingga umur 3 minggo belum menunjukkan perbedaan pertambahan bobot badan, namun pada umur 4 minggo bobot badan yang diperoleh pada ayam yang mengkonsumsi ransum dengan 20 dan 30% cassapro menunjukkan pertambahan bobot badan yang sangat nyata (P<0,01) lebih rendah dibandingkan pemberian 10% atsu tanpa pemberian cassapro. Pertambahan bobot badan merupakan cerminan dari pertumbuhan yang diperoleh dari kualitas dan kuantitas ransum yang dikonsumsi ayam, terutsma pada periode awal pemelihaman dan periode pertumbuhan . Menurut Trrus yang disitir SOEHARSONO (1976) makanan yang dikonsumsi ayam merupakan fungsi dari pertumbuhan dimana semakin banyak konsumsi ransum maka pertumbuhan yang dihasilkanpun semakin baik. Pada penelitian ini, lcbih rendahnya pertambahan bobot badan yang diperoleh ayam dengan meningkatnya substitusi cassapro (perlakuan C dan D) discbabkan konsumsi ransum yang juga nyata lebih sedikit . Hal lain yang menyebabkan rendahnya pertambahan bobot badan akibat pemberian cassapro yang lebih banyak adalah ketidakseimbangan nutrisi ransum. Menurut SCOTT et al. (1982) faktor nutrisi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan yang tercermin dari pertambahan bobot badan 296
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
yang dicapai oleh ayam. Pada penelitian ini, meskipun ransum disusun dengan kandungan protein dan energi metabolis yang sama ternyata kualitas ransum tidak sama. Meningkatnya cassapro dalam ransum menyebabkan jumlah jagung dan bungkil kedele dalam ransum berkurang akibat substitusi cassapro dalam ransum . Meskipun cassapro merarut KomPIANG et al. (1994) merupakan sumber lisin yang lebih baik dibandingkan jagung dan bungkil kedele tetapi cassapro mempunyai kandungan asam amino metionine yang lebih rendah dibandingkan jagung . Hal ini menyebabkan kandungan asam amino ransum tidak seimbang lagi. Sedangkan lisin dan metionine merupakan asam amino essensial yang sangat penting dalam pertumbuhan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan KOMPIANG (1994) bahwa pemanfaatan cassapro dalam ransum ayam pedaging hanya 10% sedangkan al. et pemberian sampai 20% menyebabkan pertumbuhan ayam lebih lambat . Seperti terlihat pada Tabel 3, pemanfaatan cassapro dalam ransum ayam kampung sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi konversi ransum ayam kampung. Dari uji DMRT diketahui bahwa substitusi cassapro sampai 10% dalam ransum menghasilkan konversi sama baiknya dengan ransum tanpa cassapro tetapi pemberian 20 dan 30% menyebabkan konversi nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian cassapro . Meningkatnya jumlah pemberian cassapro dalam ransum menyebabkan pertumbuhan yang dihasilkan lebih rendah, seiring dengan konsumsi ransum yang menurun pula. Menurut KOMPIANG et al. (1994), selain mengandung UGF (unidentified growth factor) produk fermentasi seperti cassapro juga mengandung anti nutrisi yang diperkirakan adalah asam nukleat . Asam nukleat ini tidak dapat dicerna dan dapat memacu gerak peristaltik, sehingga akan mengurangi ketersediaan nutrisi dari pakan akibat tidak sempat diserap . Pada penelitian ini terlihat, meningkatnya cassapro dalam ransum menyebabkan efisiensi penggunaan ransum tidak maksimal dimana sebagian dari nutrisi pakan terbuang bersama feses yang tercermin dari konversi ransum yang sangat nyata memburuk. Pemberian cassapro sebanyak 10% dalam ransum dapat menghasilkan income overfeed cost yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian atau pemberian cassapro 20 dan 30%. Pemberian cassapro dapat menurunkan jumlah pemakaian jagung yang harganya lebih mahal dibandingkan harga ubi kayu serta bungkil kedele yang ketersediaannya tidak terjamin disamping harganya juga mahal, sehingga pemanfaatan cassapro dalam ransum dapat menurunkan harga pakan. Pemberian cassapro sebanyak 10% dapat menghasilkan kinerja ayam kampung sama baiknya dengan tanpa pemberian cassapro. Dengan harga yang lebih murah maka akan diperoleh income overfeed cost yang lebih besar atau lebih menguntungkan. Pemberian cassapro lebih banyak memang menyebabkan harga pakan lebih murah tetapi karena konversinya lebih jelek menyebabkan income feed cost yang diperoleh lebih kecil atau kurang menguntungkan dibandingkan ayam yang mengkonsumsi ransum tanpa cassapro dalam ransumnya. KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemanfaatan cassapro sampai 10% dalam ransum ayam kampung sampai umur 7 minggu tidak mempengaruhi kinerja ayam kampung, sedangkan pemberian 20 dan 30% dalam ransum akan menurunkan kinerja ayam kampung .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000 Disarankan untuk melakukan penelitian Iebih lanjut tentang penambahan asam amino sintetis pada level pemberian cassapro yang lebih tinggi dalam ransum ayam kampung periode starter atau ransum diberikan dalam bentuk pelet. DAFTAR PUSTAKA T. PURWADARIA, T. HARYATI, A. SNuRAT, and R. DHARSANA . 1994. Upgrading the nutritional value of cassava leaves through fungal biotechnology. Report to ANBAPH . BPT. Bogor.
DARMA, J.,
1994. Pengaruh Pembatasan Pemberian Ransum pada Ayam Kampung Periode Kutuk Terhadap Penampilan Ayam Kampung. Tesis. Pascasarjana Univ . Andalas Padang.
HusmAirn .
R.I . and P.H. TAN. 1978. Utilization of nutritionally improved cassava by nutrient suplementation and microbial enrichment in poultry and pigs. Proc . 4th Symp . Inter. Root Crops. p. 255.
HurAGALuNG,
I. P. J. DARMA, T. PURWADARuk, A. SNURAT, dan SUPwyATI K. 1994. Protein enrichment: Studi cassava enrichment melalui proses biologi untuk ternak monogastrik. ARMP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BPT, Bogor.
KOMPIANG,
A. G. 1994 . Ayam buras (Gallus domesticus) . Bunga Rampai Hasil Penelitian Temak Unggas dan Ruminansia Kecil. BPT Puslitbangnak Balitbang Pertanian Bogor.
NATAAMUAYA,
1989. Keragaan ayam buras dipelihara dengan sistem pemisahan anak di pedesaan. Proc . Seminar Unggas Lokal. Semarang.
PRASETYO.
M. L., M.C . NEscHEiK and R.J . Associates Ithaca, New York.
SCOTT,
WAHJU,
YOUNG.
1982. Nutrition of Chicken. 3rd Ed. Publ . M.C . Scott and
J. 1992 . Ilmu Nutrisi Unggas . UGM Press. Yogyakarta.