STUDI PESTISIDA BOTANI KULIT JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA SWINGLE) TERHADAP 2 JENIS BELALANG
Oleh:
MURSIAH NIM. 100 500 026
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
STUDI PESTISIDA BOTANI KULIT JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA SWINGLE) TERHADAP 2 JENIS BELALANG
Oleh :
MURSIAH NIM. 100 500 026
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
STUDI PESTISIDA BOTANI KULIT JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA SWINGLE) TERHADAP 2 JENIS BELALANG
Oleh :
MURSIAH NIM. 100 500 026
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: STUDI PESTISIDA BOTANI KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifoia swingle) TERHADAP 2 JENIS BELALANG
Nama
: Mursiah
NIM
: 100 500 026
Program Studi
: Manajemen Hutan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing
Ir. M. Nasir Balfas. MP NIP. 196112201988031002
Penguji I,
Penguji II,
Ir. M. Masrudy. MP Dwinita Aquastini,S.Hut.MP NIP. 196008051988031003 NIP. 197002141997032002
Menyetujui, Ketua Program Studi Manajemen Hutan
Ir. M. Fadjeri, MP NIP. 196108121988031003
Lulus ujian tanggal............................
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. Hasanudin, MP NIP. 196308051989031005
ABSTRAK
MURSIAH, Studi Pestisida Botani Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia swingle) Terhadap 2 Jenis Belalang. (di bawah bimbingan M. NASIR BALFAS). Penelitian ini dilatar belakangi bahwa untuk menghindari kerugian akibat adanya serangan belalang masyarakat menggunakan pestisida kimia untuk mencegah agar tidak ada lagi belalang perusak daun tanaman tetapi pestisida kimia memiliki keburukan terhadap lingkungan untuk itu penggunaan pestisida botani sangat berperan besar disini karena tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan kulit jeruk nipis(Citrus aurantifolia Swingle)sebagai pestisida botani yang dapat digunakan untuk pencegahan belalang perusak daun dan juga memanfaatkan limbah atau mendaur ulang kulit jeruk nipis menjadi pestisida botani, serta mengetahui berapa lama belalang akan bertahan jika disemprot dengan pestisida botani tersebut. Dalam metode penelitian ini dibuat 4 sampel dengan menggunakan media toples, dimana masing–masing toples terdapat daun sengon yang masih muda dan 5 ekor belalang kemudian disemprot dengan pestisida botani kulit jeruk nipis dengan konsentrasi 2,75%, 5,55% dan 9,96%. Setiap toples dilakukan penyemprotan 4 kali dengan interval waktu 3 jam dan pada toples Iv sebagai control. Dari hasil penelitian diketahui pada toples I dengan konsetrasi 2,75% persentase kematian 20% karena dari awal penelitian sampai akhir penelitian hanya 1 ekor belalang yang mati, pestisida ini dapat digunakan tetapi memerlukan waktu yang relatif lama, pada toples II dengan konsetrasi 5,55% persentase kematian 40% yaitu 2 ekor belalang, dan pada toples III dengan konsentrasi 9,96% belalang yang mati 3 ekor persentase kematian 60%. Pestisida ini dapat digunakan untuk mematikan belalang karena pestisida ini mengandung bahan aktif sebagai racun perut dan masuk kepercenaan tubuh belalang dan diserap oleh dinding usus kemudian beredar bersama darah yang menggangu metabolisme tubuh belalang sehingga akan kekurangan energi untuk aktifitas hidupnya yang akan mengakibatkan belalang itu kejang–kejang dan akhirnya belalang mati. Pada toples IV tidak ada yang mati karena sebagai kontrol. Kata Kunci: Pestisida Botani.
RIWAYAT HIDUP
Mursiah, lahir pada tanggal 8 September 1989 di Gunung Sari, Kabupaten Kutai Kartanegara. Merupakan anak ketiga dari 4(empat) bersaudara dari pasangan Bapak Nanang dan Ibu Ainun. Memulai pendidikan dasar pada tahun 1995 di SD Negeri 007 Gunung Sari lulus pada tahun 2001.
Dan
melanjutkan sekolah ke MTS Sabilal Muhtadin Samarinda, lulus pada tahun 2005. Kemudian pada tahun itu juga melanjutkan lagi ke SMA Negeri 8 Samarinda dan lulus pada tahun 2008. Dan pada tahun yang sama menikah dengan seseorang laki-laki yang bernama Aulia Lutfi Balfas pada tahun 2009 dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Praditya Pasha Witama Balfas. Pendidikan tinggi di tempuh pada tahun 2010 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mengambil Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Manajemen Hutan. Pada Tanggal 11 Maret sampai 10 Mei 2013 mengikuti Program PKL (Praktek Kerja Lapang) di UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas berkat Rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Penulis menyadari banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak dalam penyelesaian Karya Ilmiah ini, oleh karenanya dalam kesempatan ini Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Suami, Anak dan beserta Keluarga yang telah banyak memberikan bantuan baik berupa moril maupun material demi keberhasilan penulis Karya Ilmiah untuk menyelesaikan pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 2. Bapak Ir. M. Nasir Balfas, MP, selaku Dosen Pembimbing karya ilmiah 3. Bapak Ir. M. Masrudy. MP selaku dosen penguji I 4. Ibu Dwinita Aquastini, S.Hut. MP selaku penguji II 5. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP, selaku Ketua Program Studi Manajemen Hutan. 6. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 7. Bapak Ir. Wartomo MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 8. Ibu Asmahwaty A.Md dan Teman-teman yang banyak memberikan bantuan baik material maupun spiritual hingga terselesaikan laporan ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan, untuk itu saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk perbaikan sangat diharapkan dan Penulis juga berharap semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca. MURSIAH
Kampus Sei Keledang, Agustus 2013
DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar ....................................................................................................... i Daftar Isi .................................................................................................................. ii Daftar Gambar ..................................................................................................... iii Daftar Tabel ..........................................................................................................iv Daftar Lampiran ....................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................1 B..... Tujuan Penelitian ...............................................................................3 C. .... Hasil Penelitian yang diharapkan .....................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjaun Umum Tentang Jeruk Nipis ...................................................4 B..... Tinjauan Umum Tentang Pestisida Botani .........................................6 C. Tinjauan umum Tentang Belalang .....................................................9 BAB III METODE PENELITIAN A. B. C. D.
Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................16 Alat dan Bahan Penelitian ..............................................................16 Prosedur Penelitian ........................................................................17 Analisi Data ....................................................................................19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. B.
Hasil ...............................................................................................21 Pembahasan ..................................................................................24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. B.
Kesimpulan .....................................................................................29 Saran ..............................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................31 LAMPIRAN .......................................................................................................32
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Persiapan Kulit Jeruk Nipis……………………………………………………35
2.
Persiapan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis ………. ……………………………….35
3.
Penyemprotan Belalang dengan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis ……………… 36
4.
Belalang yang Mati Setelah Disemprot Ekstrak Kulit Jeruk Nipis ........... 36
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
A. Persentase Belalang yang Mati pada Saat Penyemprotan ……………21 B. Keadaan Tingkah Laku Serta Gejala yang Ditimbulkan Belalang pada Saat Penyemprotan dengan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis …………………23
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Perhitungan Persentase Belalang yang Mati ……………………………32 2. Perhitungan Konsentrasi yang Dipergunakan …………………………..33
1
BAB I PENDAHULUAN Hutan merupakan salah satu sumber kekeayaan alam Indonesia yang wajib kita lestarikan. Kegiatan pengelolaan hutan di Indonesia masih banyak mengalami kendala-kendala dalam upaya pelestarian hutan. Kendala-kendala yang masih kerap kali dihadapi berupa penyedian bibit dan pemeliharaan tanaman yang merupakan salah satu faktor terpenting dan kesadaran manusia betapa pentingnya hutan untuk kehidupan dan masa depan anak-anak bangsa Indonesia. Pengelolaan dan pembudidayaan berbagai jenis tanaman perlu adanya perlindungan dan pencegahan dari segala gangguan yang dapat mengakibatkan kualitas dan kuantitas tanaman itu sendiri. Adapun bentuk dari gangguan itu tersebut adalah salah satunya berupa serangan hama penyakit yang dapat terjadi pada biji yang masih berada diatas pohon, buah yang berada digudang, benih yang dalam proses pengangkutan atau sudah berbentuk tanaman dipersemaian dan juga tanaman sudah berada dilapangan tempat penanaman. Untuk menghindari atau menekan kerugian akibat adanya serangan organisme penggangu seperti belalang pada buah, biji, benih dan tanaman perlu ada perlindungan dengan cara pengendalian organisme pengganggu tersebut. Usaha yang sering dilakukan dalam mencegahan belalang perusak daun tanaman tersebut, sering kali dilakukan dengan cara menggunakan pestisida kimia yang tentunya mempunyai kebaikan dan kekurangan apabila mengunakan pestisida kimia. Kebaikan menggunakan pestisida kimia akan mengakibatkan tanaman akan terhindar atau dilindungi dari serangan belalang sedangkan kekurangan menggunaan pestisida kimia akan berdampak pada lingkungan.
2
Karena pestisida kimia mengandung bahan aktif. Maka penggunaan pestisida kimia perlu ditinjau kembali dengan menggunakan alternatif yang lain, dengan menggunakan pestisida yang ramah lingkungan atau yang alami (Nasir 2004). Kenyataan dilapangan bahwa masyarakat belum dapat melepaskan diri dari pestisida. Pestisida masih diperlukan dan masih merupakan mitra kerja bagi masyarakat walaupun harganya relatif mahal.
Akibatnya banyak ditemukan
dilapangan beredar pestisida palsu bahkan mereka membuat sendiri dari campuran air, minyak tanah atau solar dan sabun bahkan sebagian dari masyarakat membuat dari berbagai macam tanaman beracun (Sudarmo 1991). Untuk
menghadapi
berbagai
macam
permasalahan-permasalahan,
pemerintahan bersama masyarakat harus mampu membuat terobosan-terobosan dengan berbagi alternatif yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan dengan tidak melupakan kepedulian terhadap lingkungan.
Suatu aternatif
pengendali hama penyakit yang murah, praktis, memanfaatkan limbah atau mendaur ulang dan aman terhadap lingkungan sangat diperlukan oleh negara berkembang seperti Indonesia (Sudarmo 1991). Di Indonesia sebenarnya terdapat banyak jenis tumbuhan penghasil pestisida. Namun pemanfaatnya belum dilakukan dengan maksimal. Salah satu pestisida yang digunakan untuk membasmi hama tersebut dengan kemungkinan tidak menimbulkan dampak negatif bagi tanaman dan lingkungan yaitu dengan menggunakan pestisida botani yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kulit jeruk nipis. Beragam serangan hama tanaman seperti holtikultur dapat diatas dengan ramuan pestisida botani kulit jeruk nipis (C.aurantifolia Swingle) karena cara membuatnya mudah dengan biaya murah hasilnya memuaskan teruji dilapangan.
Dari berbagai pertimbangan diatas maka penulis tertarik untuk
3
mengadakan uji coba terhadap pestisida botani kulit jeruk nipis khususnya terhadap belalang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan kulit jeruk nipis (C.aurantifolia Swingle) sebagai pestisida botani yang dapat digunakan untuk pencegahan belalang perusak daun dan juga memanfaatkan limbah atau mendaur ulang kulit jeruk nipis menjadi pestisida botani, serta mengetahui berapa lama belalang akan bertahan jika disemprot dengan pestisida botani tersebut. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang manfaat penggunaan kulit jerut nipis (C.aurantifolia Swingle) sebagai pestisida alami untuk pencegah dan pemberatasan serangga perusak daun tanaman dan khususnya untuk tanaman di bidang kehutanan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia swingle) Tumbuhan perdu dengan batang berkayu ulet dan keras pada permukaan batang jeruk nipis terdapat duri dengan panjang lebih 1-4 cm dan batang berwarna coklat berbentuk silinder, percabangan dikotom arah tumbuh batang tegak lurus dan arah tumbuh cabang condong ke atas (Anonim 2013). Klasifikasi Jeruk Nipis sebagai berikut: Kerajaan
: Plantae
Divisi
:Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Famili
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus aurantifolia swingle
1. Syarat tumbuh Jenis jeruk ini tidak menentukan persyaratan tumbuh yang khusus sebab jenis jeruk ini dapat tumbuh pada daerah dataran rendah hingga ketinggian 800 M diatas permukaan laut dengan pH tanah 5,5-6 (Sunarjono, 1989) 2. Asal usul Jeruk nipis adalah asli berasal dari Indonesia, yang tersebar diseluruh wilayah kepulauan Indonesia, terutama di pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi. Jenis jeruk nipis ini sekarang sudah banyak dikembangkan di daerah Mojokerto, yakni di desa Berkoh serta bibitnya didatangkan dari Muangthai (Sunarjono, 1989).
5
3. Botani Menurut Sunarjono (1996), cabang relatif perdu jika ketinggian diatur hanya sekitar 1-1,5 cm, tetapi garis tengah tajuk dapat mencapai 5 m. a.
Mempunyai banyak cabang dan ranting pada tajuk pohon sehingga dapat menghasilkan buah yang cukup banyak.
b.
Rasa buah masam, sedap dan tahan lama jika disimpan.
4. Sifat-sifatnya a.
Jenis jeruk nipis mudah dan cepat diperbanyak dengan menggunakan okulasi. Batang pokok yang baik untuk okulasi adalah jenis jeruk RL/JE.
b.
Rasa dan aroma buah sangat tergantung dari keadaan tanah yang ditanami.
c.
Pembungaan tidak terpengaruh oleh keadaan cuaca.
5. Keistimewaannya Menurut Sunarjono (1996), jeruk nipis mempunyai keistimewaan sebagai berikut: a. Hasil silangan antara jeruk nipis biasa dengan jeruk lemon dapat menghasilkan jeruk nipis tanpa biji. b. Tahan terhadap serangan (penyakit CVPD) c. Relatif genjah, sebab pada umur 3-8 bulan sudah berbuah, berat buah hampir 2 kali lipat dari jeruk nipis biasa. d. Setiap bibit okulasi muda, buahnya dapat mencapai 30-40 buah pada permulaan berbuah. 6. Kandungan jeruk nipis Jeruk nipis mengandung unsur–unsur senyawa kimia seperti asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), damar, minyak atsiri, glikosida, asam sitrun,
6
lemak kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin B1 dan vitamin C selain itu juga mengandung senyawa saponin dan flavonoid (Anonim, 2013). B. Tinjauan Tentang Pestisida Botani Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama, kata pestisida berasal dari kata pest,yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh jadi secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama. Pestisida sebenarnya sudah lama digunakan sebagai pembunuh hama dan sebagai perlindungan tanaman, pada tahun 1200 sebelum masehi manusia telah menggunakan ekstrak tanaman ataupun pengasapan untuk melindungi tananaman (Sudarmo 1991). 1. Pestisida botani Secara umum , pestisida Botani dapat diartikan suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan atau alam. Pestisida botani relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karenanya terbuat dari bahan alami atau dari tumbuhan maka jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan hewan ternak karena residunya mudah hilang. Pestisida botani bersifat pukul dan lari yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu setelah hama terbunuh maka residunya akan cepat menghilang dialam. Dengan demikian tanama akan terbebas dari residu pestisida dan aman. Penggunaan pestisida botani bukan maksud untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan pestisida sintetis tetapi hanya merupakan salah satu cara alternatif dengan tujuan agar penggunaan tidak hanya
7
tergantung kepada pestisida sintetis. Tujuan lain agar penggunaan pestisida sintetis
dapat
diminimalkan
sehingga
kerusakan
lingkungan
yang
diakibatkannya pun diharapkan dapat berkurang. Secara evolusi, tumbuhan telah mengembangkan bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap pengganggunya. Tumbuhan mengandung banyak bahan kimia yang merupakan produksi metabolisme sekunder dan dapat digunakan oleh tumbuhan sebagai alat pertahanan dari serangan organism pengganggu.
Tumbuhan sebenarnya kaya akan bahan bioaktif
walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolism sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tumbuhan dapat melampaui 400.000. lebih dari 2.400 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 235 family dilaporkan mengandung bahan pestisida. Oleh karena itu apabila kita dapat mengolah tumbuhan sebagai pestisida maka akan sangat membantu masyarakat kita untuk mengembangkan pengendalian yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya yang terdapat disekitarnya (Kardinan 2000). Menurut (Sudarmo 1991), dalam peraturan pemerintah no 7 tahun 1973 yang disebut sebagai pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk : 1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian. 2. Memberantas rerumputan. 3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan. 4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman dan bagian tanaman.
8
5. Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan peliharaan dan ternak. 6. Memberantas atau mencegah hama-hama air. 7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunkan rumah tangga. 8. Memberantas
atau
mencegah
binatang-binatang
yang
dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi dengan menggunkan tanaman, air dan tanah. Menurut (Soemirat, 2005). Pestisida dapat digolongkan menjadi 3 dilihat dari cara kerja pestisida dalam membunuh serangga yaitu: a. Racun perut ialah mempunya daya membunuh setelah sasaran memakan pestisida, pestisida yang termasuk golongan yang pada umum digunakan untuk membasmi serangga yang mengunyah, menggigit dan penjilat daya membunuhnya melalui perut. b. Racun kontak ialah membunuh setelah tubuh jasad terkena pestisida, organisme tersebut terkena pestisida secara langsung atau bersinggunga dengan residu yang terdapat dipermukaan yang terkena pestisida. c. Racun gas ialah mempunyai daya membunuh setelah jasad terkena uap atau gas, jenis racun ini digunakan terbatas pada ruangan–ruangan tertutup. Menurut Sudarmo (1992), pestisida digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Dalam penggunaanya pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah-masalah dan cepat menurunkan populasi
9
hama hingga meluasnya serangan dapat dicegah, mudah dan praktis di gunakan dan relatif mudah didapat. 2. Beberapa jenis pestisida botani. (Kardinan 2000), di Indonesia sebenarnya banyak tumbuhan penghasil pestisida Botani yang dikelompokan berdasarkan sifatnya dan kemampuan dalam mengendalikan organisme penganggu tmbuhan. Beberapa tumbuhan yang dapat menghasil pestisida botani diantaranya dibagi menjadi beberapa kelompok: a. Insektisida adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendalian hama. b. atraktan dan Pemikat adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendalian hama lalat buah dari Bactrocera dorsalis. c. rodentisida Botani adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama yang menggalkan panen, seperti babi dan tikus. d. moluskisida botani adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama tanaman dari golongan moluska salah satu jenisnya adalah keong mas atau siput murbei. C. Tinjauan Tentang Belalang 1. Deskripsi belalang Belalang adalah serangga herbivore yang terkenal sebagai hama dengan kemampuan melompat mumpuni (dapat mencapai jarak hingga 20 kali panjang tubuhnya). Pada umumnya belalang berwarna hijau atau kuning, belalang terkait erat secara biologi dengan kecoa dan jangkrik dan masuk
10
dalam kelompok serangga orthoptera. Saat ini terdapat lebih dari 20.000 spesies belalang (Rahayu 2004). Klasifikasi belalang sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phlum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Orthoptera
Suborder
: Caelifera
Common Name
: Grasshopper
Scientific Name
: Melanoplus differentialis
2. Morfologi dan anatomi belalang. Tubuh belalang terdiri dari 3 bagian utama yaitu kepala, dada dan perut. Belalang juga memiliki 6 kaki bersendi, 2 sayap, dan 2 antena serta kaki belalang yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan kaki depan yang pendek digunakan untuk berjalan, meskipun belalang tidak memiliki telinga belalang dapat mendengar karena alat pendengar belalang disebut tympanum dan terletak pada perut dekat sayap. Tympanum berbentuk menyerupai disk bulat besar yang terdiri beberapa prosesor dan saraf yang digunakan untuk mematau getaran di udara secara fungsional mirip dengan gendang telinga manusia. Belalang juga mempunya 5 mata dan belalang termasuk dalam kelompok hewan yang berkerangka luar seperti kepiting dan lobster. Belalang betina dewasa berukuran lebih besar daripada belalang jantan dewasa, yaitu 58-71mm sedangkan belalang jantan 49-63mm dengan berat tubuh sekitar 2-3gram (Rahayu 2004).
11
3. Reproduksi belalang Menurut (Rahayu 2004), organ reproduksi belalang jantan disebut dengan aedeagus, selama proses reproduksi belalang jantan akan memasukan spermatophore ke dalam ovipositor belalng betina. Sperma memasuki sel telur melalui saluran halus yang disebut microples dan setelah telur dibuahi belalang betina akan menanamkan telur sekitar 1-2 inci di dalam tanah menggunakan ovipositor pada ujung perutnya. Belalang betina akan bertelur setiap interval 3-4 hari hingga semua telur dikeluarkan, belalang betina dapat meletakkan hingga ratusan butir selama masa bertelur. Selain didalam tanah belalang juga dapat meletak telur mereka pada tanaman (batang, daun, atau bunga) telur belalang akan tetapa tersimpan didalam tanah hingga berbulang-bulan lamanya dan akan menetas saat musim panas, pada induk belalang tiduk mengurus anak mereka setelah menetas. Telur belalng menetas menjadi nimfa dengan tampilan belalang dewas versi mini tanpa sayap dan organ reproduksi. Nimfa belalang yang baru menetas biasanya berwarna putih namun setelah terekspos sinar matahari warna khas meraka akan muncul, setelah masa pertumbuhan nimfa belalang akan mengalami ganti kulit berkali-kali (sekitar 4-6 kali) hingga menjadi belalang dewasa dengan tambahan sayap fungsional dan masa hidup belalang sebagai nimfa adalah 25-40. Nimfa belalang akan berhenti menjalani proses ganti kulit setelah memiliki sayap, yang berarti nimfa sudah menjadi imago, setelah melawati tahap nimfa, dibutuhkan 14 hari bagi mereka untuk menjadi dewasa secara seksual dan setelah itu hidup mereka hanya tersisa 2-3 minggu, dimana sisa waktu itu digunakan untuk reproduksi dan meletakkan telur mereka. Total masa
12
hidup belalang setelah menetas dalah 2 bulan (1 bulan sebaga nimfa 1dan 1 bulan sebagai belalang dewasa), itupun jika mereka selamat dari serangga predator. Setelah telur yang mereka hasilkan menetas daur hidup belalang yang singkat akan berulang. 4. Metamorfosis belalang. Belalang adalah hewan yang mengalami metamorfosis tidak sempurna atau yang biasa dikenal dengan sebutan hemimetabola. Metamorfosis tidak sempurna ialah metamorfosis yang hanya memiliki 3 tahap, yaitu telur, nimfa dan imago(dewasa). Dimana tampilan fisik antar nimfa dan imago tidaklah jauh berbeda, sedangkan metamorfosis sempurna atau yang biasa dikenal dengan sebutan holometabola melewati tahapan-tahapan pertumbuhan selayaknya, dimulai dari telur, larva, pupa, hingga dewasa.
Contohnya
hewan yang bisa mengalami metamorfosis secara sempurna adalah kupukupu dan katak. (Rahayu 2004). Belalang hama yang sering di temukan di persemaian atau tanaman muda, belalang adalah insect pemakan daun atau bagian-bagian tanaman yang masih muda, hama belalang biasanya tidak berlangsung lama tetapi serangga timbul secara periode (Natawiria, 1981). 5. Deskripsi belalang rumput (Lubber grasshopper) Pada dasarnya tubuh belalang dibedakan menjadi 3 kelompok segmen, yaitu kepala(caput), dada(thorak) dan perut (abdomen). Belalng memiliki eksoskeleton berupa kutikula yang terdiri atas zat kitin dan terbagi menjadi segmen-segmen dan juga berfungsi melindungi organ-organ dalam (Anonim 2011).
13
Klasifikasi belalang Rumput atau Lubber grasshopper. Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Orthoptera
Family
: Lubberae
Genus
: Lubber
Spesies
: Lubber grasshopper
Anonim (2011), belalang rumput (Lubber grasshopper) pada dasarnya memiliki pencernaan meliputi usus depan, usus tengah dan usus belakang. Sistem organ yang dimiliki sama seperti yang dimiliki hewan tingkat tinggi, otot yang dimiliki tergolong otot lurik bersifat sangat lunak dan lembut tetapi cukup kuat.
Organ sistem sirkulasi berupa pembuluh tunggal yang
diselubungi sinus pankardil dan terletak di tengah-tengah sepajang tubuh dalam rongga abdomen. Sistem respirasi terdiri atas susunan pipa-pipa udara atau trakea yang bercabang-cabang membentuk anyaman yang membawa udara keseluruh bagian tubuh dan otak terletak didaerah kepala bagian dorsal yang terdiri atas 3 pasang ganglion. Pada dasarnya kepala tersusun atas 6 segmen yang berfungsi dan pada kedua sisi kepala terdapat mata majemuk berwarna hitam serta mata majemuk dilindungi oleh bagian transparan dari kutikula yaitu cornea, yang terbagi menjadi potongan besar berbentuk segi enam yang disebut facet. Selain mata terdapat sepasang antena yang panjang dan sering bergerak-gerak, antena belalang berbentuk benang dan tersusun sejumlah segmen serta pada antena terdapat rambut-rambut sensorik yang kemungkinan berfungsi sebagai indera penciuman.
14
6. Deskripsi belalng kuning (Dissosteira carolina) Anonim (2008), belalang kuning (Dissosteira carolina) ini memiliki antena yang hampir selalu pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek.
Suara yang ditimbulkan dari belalang ini biasanya dihasilkan
dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan dan abdomen disebut (stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat dan belalang ini umumnya bersayap walaupun sayapnya kadang tidak dapat digunakan untuk terbang pada belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan. Klasifikasi belalang kuning atau Dissosteira Carolina (Anonim 2008). Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Orthoptera
Family
: Acrididae
Genus
: Dissosteira
Spesies
: Dissosteira Carolina
Belalang kuning ini memiliki 3 bagian yaitu kepala, dada, dan perut. Dada terdiri dari 3 segmen yang masing-masing mempunyai sepasang kaki, sebagian besar dari belalang kuning jika dewasa juga mempunya sayap satu atau dua pasang sayap pada dada. Pada pertukaran gas dilakukan dengan suatu sistem pipa trakea yang menembus di setiap bagian tubuh.
Anggota tubuh yang
bersegmen, bercakar dan berpasangan tidak hanya dipergunakan untuk lokomosi tetapi juga digunakan untuk pencernaan makanan.
15
Kepala merupakan bagian depan dari tubuh belalang dan berfungsi untuk mengumpulkan makanan, manipulasi dan menerima rangsangan dari otak (perpaduan syaraf).
Stuktur kerangka kepala yang mengalami sklerotisasi
disebut sklerit, sklerit ini dipisahkan satu sama lain oleh sutura yang tampak sebagai alat kutikua pada kepala yang mengalami penonjolan kearah dalam dan membentuk rangka kepala bagian dalan yang disebut tentorium. Pada kepala terdapat dua organ dua yang menerima rangsang yang tanpak jelas yaitu mata tunggal dan mata majemuk. Sepasang antena terdapat pada salah satu ruas kepala di atas mulut yang dapat digerak-gerakkan. Antena merupaka alat penting yang berfungsi sebagai alat perasa dan alat pencium, pada ruas pertama antena yang disebut skapus melekat pada kepala sedangkan pada ruas ke dua disebut pedisel dan ruas-ruas berikutnya secara keseluruhan disebut flagelum.
16
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1.
Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di sekitar areal persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan di Laboratorium Konservasi.
2.
Waktu penelitian Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 1 bulan sejak tanggal 12 mei sampai dengan tanggal
12 juni 2013, adapun yang dilakukan
meliputi kegiatan orientasi lapangan, persiapan alat dan bahan, pengolahan data dan penyusunan data. B. Alat dan Bahan Penelitian 1.
Alat penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Toples plastik, digunakan untuk tempat serangga b. Blender, digunakan untuk menghaluskan kulit jeruk nipis. c. Timbangan, digunakan untuk menimbang kulit jeruk nipis d. Saringan plastik, digunakan untuk menyaring kulit jeruk nipis. e. Gelas ukur , digunakan untuk mengukur ekstrak kulit jeruk nipis f. Hand sprayer, digunakan untuk menyemprot serangga . g. Pisau, digunakan untuk mengupas kulit jeruk nipis. h. Sendok, digunakan untuk mengaduk i. Pinset, digunakan untuk mengambil kulit jeruk nipis j. Kain kassa, digunakan untuk menutup toples.
17
k. Karet gelang, digunakan untuk mengeratkan kain kassa agar tidak terbuka. l. Corong, digunakan untuk memasukan cairan ke dalam hand sprayer. m. Kamera, digunakan untuk dokumentasi. n. Kalkulator, digunakan untuk menghitung. o. Alat tulis, digunakan tulis menulis data. 2.
Bahan penelitian Bahan yang di gunakan dalam penelitian : a. Kulit jeruk nipis sebanyak 100 gram b. Serangga sebanyak 20 ekor c. Daun sengon untuk pakan serangga d. Air untuk campuran larutan ekstrak kulit jeruk nipis e. Tissu untuk membersihkan alat yang dicuci. C. Prosedur Penelitian Adapun prosedur dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai
berikut: 1.
Persiapan toples plastik Toples yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples plastik yang berdiameter 13 cm dengan tinggi toples 14 cm. Toples yang digunakan sebanyak 4 buah toples dan masing toples ditutup kain kassa.
2.
Persiapan serangga Serangga yang digunakan dalam penelitian ini ialah belalang dari jenis Luber grasshopper dan Dissosteira carolina. Dalam penelitian ini belalang digunakan sebanyak 20 ekor dan masing–masing percobaan menggunakan 5 ekor belalang.
18
3.
Pembuatan ekstrak kulit jeruk nipis Jeruk Nipis dibersihkan kemudian kulit jeruk nipis dipisahkan dari daging jeruk setelah itu kulit jeruk nipis ditimbang sebesar 100 gram. Kemudian kulit jeruk nipis + air 500ml diblender sampai halus setelah itu disaring sehingga mendapatkan ekstrak kulit jeruk nipis sebanyak + 300 ml. Kemudian ekstrak kulit jeruk nipis dibagi sesuai dengan ketentuan sebagai berikut : a. 50 ml ekstrak kulit jeruk nipis ditambahn air sebanyak 100 ml untuk mendapat pestisida botani kulit jeruk nipis dengan konsentrasi 2,75% b. 100 ml ekstrak kulit jeruk nipis ditambah air sebanyak 100 ml untuk mendapatkan pestisida botani kulit jeruk nipis dengan konsentrasi 5,55%. c. 150 ml ekstrak kulit jeruk nipis ditambah air sebanyak 100 ml untuk mendapatkan pestisida botani kulit jeruk nipis dengan konsentrasi 9,96% Pada perhitungan konsentrasi ekstrak kulit jeruk nipis yang digunakan di atas untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran nomor 32.
4.
Perlakuan terhadap serangga belalang Belalang yang telah dipersiapkan selanjutnya dimasukan ke dalam toples plastik yang sudah dipersiapkan.
Di dalam toples plastik terlebih
dahulu diberi daun sengon sebagai pakannya selanjutnya belalang yang ada di dalam toples di semprotkan dengan ekstrak kulit jeruk nipis sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan dengan interval waktu setiap 3 jam dilakukan penyemprotan 4 kali. Satu toples sebagai kontrol pada toples IV
19
dimasukan juga belalang sebanyak 5 ekor yang terlebih dahulu telah diberikan pakan daun sengon 5.
Pemberian pestisida botani kulit jeruk nipis a. Percobaan I dilakukan pada jam 12.45 wita dan berakhir pada jam 24.45 wita: Toples I dengan konsentrasi 2,75% dengan percobaan sebanyak 5 ekor belalang, pemberian ekstrak pertama dengan cara menyemprotkan langsung ketubuh belalang. Penyemprotan ini dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval waktu penyemprotan 3 jam sekali. b. Percobaan II dilakukan pada jam 12.45 wita dan berakhir pada jam 24.45 wita: Toples
II dengan konsentrasi 5,55% dengan percobaan
sebanyak 5 ekor belalang, pemberian ekstrak pertama dengan cara menyemprotkan langsung ketubuh belalang.
Penyemprotan ini
dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval waktu penyemprotan 3 jam sekali. c. Percobaan III dilakukan pada jam 12.45 wita dan berakhir pada jam 24.45 wita: Toples
III dengan konsentrasi 9,96% dengan percobaan
sebanyak 5 ekor belalang, pemberian ekstrak pertama dengan cara menyemprotkan langsung ketubuh belalang. Penyemprotan ini dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval waktu penyemprotan 3 jam sekali. d. Percobaan IV
: Toples IV yaitu dengan percobaan belalang sebanyak
5 ekor dan tidak dilakukan penyemprotan karena pada toples ke IV digunakan sebagai kontrol. D. Analisa Data
1.
Mengamati tingkah laku yang dialami belalang dan dijelaskan berdasarkan kenampakan yang terjadi pada tubuh dan gejala dari belalang.
20
2.
Menghitung berapa lama belalang bertahan hingga belalang tersebut mati
3.
Jumlah belalang yang mati dihitung dalam persen dengan menggunakan rumus Loetsch et al (1973) dalam Nasir (1998), yaitu :
P=
? ?
?
100 %
Keterangan P : Persentase Serangga yang Mati A : Jumlah Serangga yang Mati N : Jumlah Serangga Seluruhnya
21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Persentase belalang yang mati Berdasarkan hasil penelitian pada toples percobaan diperoleh hasil perhitungan persentase belalang yang mati akibat ekstrak kulit jeruk nipis pada masing–masing toples. Hasil perhitungan persentase belalang yang mati pada penyemprotan ini dari jam 12.45 dan berakhir pada jam 24.45 dapat di lihat pada tabel 1 dibawah ini dengan Percobaan penyemprotan 1,2,3 dan 4 dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 1. Persentase Belalang yang Mati pada Saat Penyemprotan Jumlah Serangga No. Toples I II III IV
Konsentrasi (%) 2,75 5,55 9,96 (Kontrol)
Penyemprotan I 5 5 5 5
II
III
5 5 4 5
5 4 3 5
IV 4 3 2 5
Persentase Belalang yang Mati (%) 20 40 60 0
Keterangan : a. Percobaan I
:
menggunakan
konsentrasi
2,75%
dilakukan
penyemprotan dari jam 12,45 wita dan berakhir pada jam 24,45 wita belalang sudah tidak dapat bertahan hidup serta aktifitas belalang dalam memakan pakanya sudah mulai terhambat sehingga pada konsentrasi kulit jeruk nipis ini sudah dapat digunakan sebagai pestisida tetapi memelukan waktu yang relatif lama dengan persentase kematian 20%. b. Percobaan II : Pada konsentrasi 5,55% dilakukan penyemprotan dari jam 12,45 wita dan berakhir pada jam 24,45 wita belalang sudah tidak
22
dapat beraktifitas memakan pakannya dan tidak dapat bertahan hidup lagi dengan persentase kematian 40% c. Percobaan III : Pada konsentrasi 9,96% dilakukan penyemprotan dari jam 12,45 wita dan berakhir pada jam 24,45 wita belalang juga sudah tidak dapat bertahan hidup tetapi dari hasil perbandingan dari percobaan I, percobaan II dan percobaan III lebih cepat dalam pemberantasan hama belalang dengan persentase kematian 60% sehingga lebih baik digunakan dalam pemberantasan dan pencegahan hama belalang. d. Percobaan IV : Pada toples ke IV ini, belalang masih tetap bisa bertahan hidup seperti semula, karena pada percobaan ini digunakan sebagai kontrolan, sehingga persentase kematian belalang sebesar 0%. 2. Tingkah laku belalang Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, tingkah laku belalang yang disemprot dengan menggunakan ekstrak kulit jeruk nipis pada interval waktu penyemprotan 3 jam dengan 4 kali penyemprotan
yang memiliki
konsentrasi yang berbeda untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Keadaan Tingkah Laku Serta Gejala yang Ditimbulkan Belalang pada Saat Penyemprotan dengan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis. Toples
Konsentrasi
Percobaan
(%)
I
2,75%
Gejala
Pada penyemprotan pertama belalang masih bisa melakukan aktifitas memakan daun sengon pada penyemprotan kedua dan ketiga belalang tidak lagi memakan daun sengon dan belalang bergelantungan diatas tutup toples setelah Penyemprotan keempat belalang ada yang mati sebanyak 1 ekor belalang.
23
5,55%
II
9,96%
III
Pada penyemprotan pertama dan kedua belalang sangatlah lincah dan meloncat-loncat diatas permukaan toples setelah dilakukan penyemprotan ketiga tidak berlangsung lama belalang mati begitu juga pada penyemprotan keempat menimbulkan kematian belalang sebanyak 2 ekor.
Pada penyemprotan pertama aktivitas belalang sangatlah lincah dan begelantungan diatas toples pada penyeprotan kedua, ketiga dan keempat belalang sudah tidak beraktivitas dan kondisi belalang sudah sangat lemah belalang yang awalnya bergelantungan diatas tutup toples satu persatu jatuh kedasar toples dan terdapat sebanyak 3 ekor belalang yang mati.
B. Pembahasan 1.
Persentase belalang yang mati Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan persentase belalang yang mati setelah disemprot pestisida botani kulit jeruk nipis.
Pada toples 1
dengan konsentrasi 2,75% pada penyemprotan pertama belalang tidak ada yang mati begitu juga pada penyemprotan yang kedua dan ketiga belalang tidak ada yang mati kemudian dilakukan penyemprotan yang keempat belalang mengalami kematian berjumlah 1 ekor belalang dengan persentase kematian sebesar 20%, hal ini menunjukan bahwa pestisida kulit jeruk nipis dapat menghalangi belalang untuk memakan daun sengon yang masih muda tetapi untuk mematikan belalang memerlukan waktu relatif lama. Kemudian
pada
toples
2
dengan
konsentrasi
5,55%
pada
penyemprotan pertama dan kedua tidak ada belalang yang mati tetapi sudah mengurangi
aktifitasnya
untuk
memakan
daun
sengon,
setelah
penyemprotan yang ketiga dan keempat belalang mengalami kematian yang
24
berjumlah 2 ekor belalang dan persentase kematian sebesar 40%. Sedangkan pada belalang yang lain masih tetap hidup tetapi tidak lagi memakan daun sengon lagi yang masih muda, hal ini menunjukan bahwa dengan konsentrasi 5,55% dapat digunakan sebagai pemberantas hama belalang persentase yang sedang serta dapat menghalangi aktifitas belalang untuk memakan daun sengon. Pada toples 3 dilakukan penyemprotan pestisida kulit jeruk nipis dengan konsentrasi 9,96% menunjukan pengaruh yang besar terhadap belalang pada penyemprotan pertama belalang tidak ada yang mati tetapi mengurangi aktifitas memakan daun sengon kemudian pada penyemprotan yang kedua belalang mengalami kematian berjumlah 1 ekor kemudian pada penyemprotan yang ketiga dan keempat belalang mengalami kematian berjumlah 2 ekor belalang dan jumlah persentase kematian belalang sebesar 60%. Hal ini menunjukan bahwa pestisida kulit jeruk nipis pada konsentrasi 9,96% dapat digunakan sebagai pestisida alami untuk pemberantasan dan pencegahan hama belalang karena mengandung bahan aktif sebagai racun perut masuk kepencernaan tubuh belalang dan diserap oleh dinding usus kemudian beredar bersama darah yang akan menggangu metabolisme tubuh belalang sehingga akan kekurangan energi untuk aktivitas hidupnya yang akan mengakibatkan belalang itu kejang-kejang dan akhirnya mati. Menurut (Robinson, 1995) yang menyebutkan bahwa kulit jeruk nipis mengandung senyawa limonoid merupakan teranorriterpen yang berfungsi sebagai racun dalam perut serangga atau belalang jika ekstrak kulit jeruk nipis disemprotkan ke belalang akan mengakibatkan pencernaan belalang rusak.
25
Sedangkan pada toples IV belalang tidak mengalami kematian sehingga persentase kematian belalang sebesar 0% dan 100% belalang masih hidup dan masih beraktifitas seperti biasa memakan daun sengon. Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa belalang yang disemprotkan
ekstrak kulit jeruk nipis dengan konsentrasi 9,96%
hingga akhir penelitian belalang yang mati sebanyak 3 ekor atau persentase kematian sebesar 60%. Hal ini menunjukan kemungkinan karena takaran atau jumlah dosisi yang digunakan sudah memenuh syarat untuk pembasmi belalang, hal ini didukung oleh Djojosumarto (2000), menyatakan bahwa organisme pengganggu tanaman hanya dapat dikendalikan bila terpapar bahan aktif pestisida dalam jumlah yang cukup mengendalikan atau mematikan. 2.
Tingkah laku belalang Pada Tabel 2 menunjukan hasil penelitian setelah belalang dimasukan ke dalam toples dan dilakukan penyemprotan sebanyak 4 kali dalam interval waktu 3 jam.
Tingkah laku ataupun gejala pada saat dilakukan
penyemprotan dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda pada toples 1 yang dilakukan penyemprotan dengan konsentrasi 2,75% pada jam 12.45 wita dimulai penyemprotan dan diakhir pada jam 24.45 wita, pada konsentrasi ini dilakukan penyemprotan sebanyak 4 kali hanya 1 ekor belalang yang mati pada penyemprotan terakhir jam 24.25 wita (11 jam 40 menit setelah disemprot) belalang yang lain tidak mau memakan daun sengon dan gerakan belalang sangatlah lincah dan menurun aktifitas memakan daun sengon tidak sama seperti sebelum disemprot.
26
Pada toples 2 yang dilakukan penyemprotan dengan konsentrasi yang berbeda dengan toples 1 yaitu dengan konsentrasi 5,55% yaitu gerakan belalang sudah tidak sama seperti konsentrasi 2,75% gerakan belalang sangat agresif dan meloncat-loncat diatas permukaan toples beberapa belalang gerakannya sangat pelan dan bahkan ada belalang yang mengalami kematian yaitu pada penyemprotan ke 3 dan 4 belalang mengalami kematian sebanyak 2 ekor belalang, pada penyemprotan ketiga 1 ekor belalang yang mati pada jam 20.35 wita (7 jam 50 menit setelah disemprot) dan pada penyemprotan yang keempat 1 ekor belalang yang mati pada jam 22.45 wita (10 jam setelah disemprot). Toples 3 penyemprotan dimulai pada jam 12.45 wita tidak ada yang mati tetapi pada penyemprotan pertama belalang sangatlah lincah dan belalang bergelantungan di langit–langit toples, kemungkinan pada tubuh belalang sudah terkena cairan atau ekstrak kulit jeruk nipis dengan konsentrasi 9,96%. Pada penyemprotan yang ke 2 tidak sama pada penyemprotan yang pertama pada penyemprotan ini belalang sudah tidak banyak bergerak sudah pelan dan 1 ekor belalang mengalami kematian pada jam 17.45 wita (5 jam setelah disemprot) dan juga pada penyemprotan yang ke 3 yang dilakukan pada jam 18.45 wita belalang tidak banyak pergerakan bahkan tubuh belalang lemah dan bahkan ada belalang yang jatuh mengalami kematian 1 ekor belalang pada jam 20.45 wita (8 jam setelah disemprot)
dan pada penyemprotan terakhir atau penyemprotan
yang ke 4 yang dilakukan pada jam 21.45 wita, 1 ekor belalang mengalami kematian pada jam 24.45 wita (12 jam setelah disemprot) dan berakhir
27
penyeprotan pada jam 24.45 wita. Pada toples IV yang tanpa dilakukan penyemprotan bisa bertahan hidup sampai akhir penelitian. Menurut Nurwandi (2000), belalang yang mati dapat disebabkan karena belalang tersebut memakan daun anakan dan belalang juga mengalami stress. Belalang–belalang yang tidak mati selama waktu penelitian dapat dikarenakan kurang kandungan bahan aktif yang terkandung didalam kulit jeruk nipis. Berdasarkan pengamatan terhadap persentase kematian dan daya tahan tubuh belalang, ternyata belalang menunjukan hasil yang kecil pada konsentrasi 2,75% persentase kematian belalang 20% dengan daya tahan 11 jam 40 menit, pada konsentrasi 5,55% persentase kematian belalang 40% dengan daya tahan 7 jam 50 menit dan pada konsentrasi 9,96% persentase kematian belalang 60% dengan daya tahan 5 jam, sedangkan konsentrasi yang digunakan tergolong tinggi. Sehingga dapat disimpulkan digunakan kurang tepat,
bahwa kemungkinan metode yang
baik dalam penyemprotan terhadap belalang
maupun perlakuan terhadap kulit jeruk nipis sebagai pestisidanya. Selain itu waktu pengamatan yang terlalu singkat dapat menjadi sebab belum berpengaruhnya pestisida botani tersebut terhadap belalang. Menurut Kardinan (2000), reaksi pestisida botani lebih lambat daripada pestisida sintetis hal ini dikarenakan sifatnya yang mudah terurai di alam sehingga memerlukan pengaplikasian yang lebih sering. Kardinan (2000), mengemukan bahwa suatu ramuan pestisida nabati yang berhasil baik atau bersifat efektif di suatu tempat belum tentu berhasil dengan baik pula ditempat lainnya karena ramuan pestisida nabati bersifat
28
spesifik (khusus lokal). Salah satu penyebabnya adalah pada tumbuhan yang sama,
tetapi jika tumbuhan diliingkungan yang berbeda maka
kandungan bahan aktifnya pun
dapat berbeda pula.
konsentrasi yang digunakan akan berbeda pula.
Oleh karenanya
29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di persemaian dan Labolatorium Konservasi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pestisida botani kulit jeruk nipis dapat digunakan sebagai pestisida alami untuk memberantas serangga belalang dengan konsentrasi 5,55% dan konsentarasi 9,96%. 2. Pestisida botani kulit jeruk nipis dengan konsentrasi 2,75% dapat digunakan untuk menurunkan daya fisik belalang dan menurunkan aktifitas belalang. 3. Serangga belalang setelah disemprotkan dengan ekstrak kulit jeruk nipis mengalami gejala-gejala yang sangat lincah, belalang meloncat kesana kemari dan belalang tersebut bergelantungan di atas langit-langit toples sehinga belalang perlahan–lahan satu persatu jatuh dari toples. . 4. Pada pembuatan pestisida dengan ekstrak sangat menentukan dalam pemberantasan belalang sehingga semakain tinggi dosis ekstrak yang digunakan semakin cepat belalang mati. B. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelian ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan percobaan terhadap tanaman lain untuk dijadikan pestisida alternatif dalam pembasmian serangga perusak daun. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode dan konsentrasi yang lebih rendah atau yang lebih tinggi sehingga dapat benar-
30
benar diketahui pengaruh pestisida botani kulit jeruk nipis terhadap serangga perusak daun. 3. Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap serangga yang berbeda pada pembuatan pestisida botani kulit jeruk nipis.
31
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Belalang Kuning (Dissosteira carolina). http: // pelangi-selly. Blogspot. Com. Anonim. 2011. Belalang Rumput (Lubber grasshopper). http:// Kancanedewe. Blogspot. Com Anonim. 2013. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia swingle). http:ccrcfarmasiugm. Wordpress. Com. ( 6 Juni 2013 ). Djojosumarto. 2000. Teknik Aplikasi Pertanian. Penerbit Kanisius. Kardinan, A. 2000. Pestisida Nabati. Ramuan dan Aplikasi. Penerbit Swardaya. Jakarta. Natawiria. D. 1981. Teknik Pengenalan Hama Hutan. Tanaman Industri Departemen Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Hutan, Bogor. Nasir. 1998. Proposal Penelitian Tentang Pestisida Botani. Samarinda Nasir, M. 2004. Studi Penggunaan Ekstrak Kecubung (Datura Patula) Sebagai Pestisida Alami Dalam Pemberantasan Serangga Perusak Daun. Samarinda Nurwandi, Y. A. 2000. Studi Tentang Pemanfaatan Insektisida Alami Daun Tembakau (Nicotiana tabacum L) Terhadap Hama Daun Anakan Acacia mangium willd. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda.. Rahayu, T. 2004. Sistematika Hewan Invertebrata. Surakarta. Robinson, Trevor, 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Padmawinata. Bandung.
Kosasih
Soemirat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius Yogyakarta. Sudarmo, S. 1992. Pestisida Untuk Tanaman. Penebit Kanisius Yogyakarta. Sunarjono, H. 1989. Pengenalan Jenis Tanaman Buah-Buahan dan Bercocok Tanaman Buah-Buahan Penting Indonesia. Sinar Baru, Bandung. Sunarjono, H. 1996. Pengembangan Tanaman Buah Melalui Zona Agroekologi” Dalam: Trubus Nomor 324 Th. XXVII, November, Jakarta.
32
LAMPIRAN 1 Perhitungan Persentase Belalang yang Mati : a. Persentase belalang yang mati pada konsentrasi 2,75% ! "
#100 % = 20 %
b. Persentase belalang yang mati pada konsentrasi 5,55 % % "
#100 % = 40 %
c. Persentase belalang yang mati pada konsentrasi 9,96 % & "
#100 % = 60 %
33
LAMPIRAN 2
Perhitungan konsentrasi yang dipergunakan
Diketahui: a. Berat Jumlah Kulit Jeruk Nipis
= 100 gram
b. Jumlah Air yang digunakan
= 300 ml
c. Konsentrasi Perbandingan 1
= 50 ml
d. Konsentrasi Perbandingan 2
= 100 ml : 100 ml
e. Konsentrasi Perbandingan 3
= 150 ml : 100 ml
Ditanya : a. Jumlah Konsentrasi awal ……………………...? b. Jumlah Konsentrasi Ekstrak …………………..? c. Jumlah Konsentrasi Ekstrak + Air …………….?
Jawab : a. Konsentrasi Awal
!'' #100 Ka = &''
%= 33,33 %
b. Konsentrasi Ekstrak -
50 ml ekstrak =
-
&&,&&% !/(
= 5,55%
100 ml ekstrak
: 100 ml
34
=
-
&&,&&% !/&
= 11,11 %
150 ml ekstrak =
&&,&&% !/%
= 16,66 %
c. Konsentrasi ekstrak+air
-
5,55 %
=
"' !"'
X
-
11,11%
= X
-
16,66 %
= X
=
",""% ) "' !"'
!'' %''
=
#
#
!!,!!% ) !'' %''
!"' %"'
=
= 2,75 %
= 5,55 %
#
!(,((% ) !"' %"'
= 9,96 %
35
Gambar 1: Persiapan kulit Jeruk Nipis
Gambar 2 : Persiapan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis
36
Gambar 3 : Penyemprotan Belalang dengan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis
Gambar 4 : Belalang yang Mati Setelah Disemprot Ekstrak Kulit Jeruk Nipis