0368: Budi Rahardjo dkk.
PG-270
STUDI PERSEPSI PETANI TERHADAP MESIN PANEN STRIPPER HARVESTERDI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN Budi Raharjo1,3, Yanter Hutapea1, Hasbi2,3, dan Rudy Soehendi1 1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No. 83 KM 6, Puntikayu Palembang 30153 Telp. 0711-410155; Fax. 0711-411845; HP. 08163282812 E-mail:
[email protected] 2. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya Jl. Palembang-Prabumulih Km 32. Indralaya 30662 3. Pusat Unggulan Riset Pengembangan Lahan Sub-Optimal (PUR-PLSO) Jl. Padang Selasa No. 524 Bukit Besar Palembang 30139 Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Kurangnya tenaga kerja pertanian di lahan pasang surut terutama jika dikaitkan dengan pertanaman serempak, menuntut diperlukannya pengembangan alat dan mesin pertanian. Hal ini merupakan pilihan yang mendesak terutama jika dikaitkan dengan upaya untuk meningkatkan indeks pertanaman padi dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam dalam satu tahun. Penelitian menggunakan mesin panen padi untuk mempercepat kegiatan panen dilaksanakan mulai bulan Pebruari s/d Nopember 2012 di lahan pasang surut Desa Telangsari Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Unjuk kerja mesin dilakukan di dua lokasi yaitu lahan bertipe luapan A dan B. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi petani terhadap kinerja mesin panen padi model stripper harvester. Wawancara dilakukan terhadap petani, operator mesin dan pemilik bengkel alsintan berkenaan dengan respon dan persepsi mereka terhadap kinerja mesin panen tersebut. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan nilai persentase. Hasil kajian menunjukkan bahwa mesin panen stripper harvester ST 600 dan SG 800 dipandang mudah dioperasikan oleh masing-masing 73,33% dan 86,66% responden. Bengkel setempat dapat dengan mudah mengembangkan kedua alat tersebut dinyatakan oleh 86,6 % responden. Mesin panen SG 800 dijawab oleh 80% responden lebih cepat dibanding regu panen. Namun hanya 53,33% responden yang menjawab mesin ST 600 lebih cepat dari regu panen. Sebanyak 80% responden meyakini mesin tersebut mampu menekan biaya panen. Kata kunci: Mesin panen, padi, persepsi petani, lahan pasang surut.
I. PENDAHULUAN Kabupaten Banyuasin saat ini memasok 23% kebutuhan beras Sumatera Selatan. Areal persawahan yang sudah dimanfaatkan seluas 153.000 ha lebih, mampu menghasilkan 545.000 ton GKP (gabah kering panen) atau setara dengan 291.000 ton beras (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Banyuasin, 2007). Dengan tingkat kepemilikan lahan 1-2 ha/ jiwa dan kekurangan tenaga kerja menyebabkan terjadinya penundaan panen dan pasca panen. Kondisi ini menyebabkan tingkat kehilangan hasil yang cukup tinggi serta kualitas gabah di tingkat petani masih rendah yang tercermin dari kadar air yang masih tinggi. Sistem dan cara panen yang saat ini dilakukan oleh petani di lahan pasang surut adalah dengan sistem bawon yang dilakukan oleh regu panen secara bergantian (giliran)
dari satu pemilik ke pemilik sawah lainnya seperti sistem arisan. Setiap petani anggota kelompok tani mempunyai kewajiban untuk terlibat dalam regu panen dan apabila tidak memungkinkan secara langsung dapat menunjuk seorang wakil dengan segala konsekuensi ditanggung oleh petani yang berhalangan. Kondisi di atas lebih memperjelas bahwa telah terjadi kekurangan tenaga kerja panen di lahan pasang surut Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten Banyuasin, selain fenomena banyaknya tenaga kerja panen yang didatangkan dari luar desa atau luar kecamatan dan bahkan dari Pulau Jawa setiap musim panen tiba. Untuk itu, dengan mengadaptasikan alsintan panen model stripper harvester" diharapkan dapat mengatasi kelangkaan tenaga kerja, mempersingkat waktu dan menekan kehilangan panen. Tata letak persawahan pasang
0368: Budi Rahardjo dkk. surut eks transmigrasi yang mendukung, serta tipe luapan dan genangan yang sesuai diharapkan mempercepat pengembangan alsin panen tersebut. Prototype awal mesin panen stripper harvester telah dikembangkan oleh International Rice Research Institute (IRRI) sejak tahun 1990-an. Terdapat 2 (dua) type yang dikembangkan yaitu Stripper Gathered SG-800 dan Stripper Tresher ST-600 (IRRI, 1997). Namun yang berkembang sampai saat ini dibeberapa negara hanya tipe SG-800 yang menjadi cikal bakal pengembangan mini combine harvester, dan di Indonesia sendiri mesin panen ini hanya berkembang di Sulawesi Selatan. Mesin ini sangat potensial dalam penghematan tenaga panen dibidang metoda panen secara mekanis. Mesin ini dirancang khusus untuk dapat dioperasikan di lahan sempit di mana “combine harvester” tidak dapat beroperasi. Mesin panen padi tipe sisir bekerja memanen padi dengan cara menyisir tegakan tanaman padi, mengambil butiran padi dari malainya dan meninggalkan tegakan jerami di lapangan. Diadopsinya suatu inovasi diharapkan akan menyebar ke petani lain atau calon adopter. Ada tiga hal yang diperlukan bagi calon adopter dalam kaitannya dengan proses adopsi inovasi (Soekartawi, 2005) yaitu: 1) adanya pihak lain yang telah mengadopsi, 2) adanya proses adopsi yang berjalan sistematis sehingga dapat diikuti oleh calon adopter dan 3) adanya hasil adopsi yang menguntungkan. Banyak inovasi yang sudah ditemukan termasuk teknologi di bidang alat dan mesin pertanian yang digunakan untuk melakukan pasca panen padi. Berbagai inovasi yang ditemukan dapat membantu petani untuk meningkatkan hasil pertanian. Temuan- temuan tersebut untuk dapat diimplementasikan dengan baik, membutuhkan bimbingan para penyuluh. Hasil kajian menunjukkan bahwa diperlukan waktu sekitar dua tahun sebelum teknologi tersebut diketahui oleh 50 persen Penyuluh Pertanian, dan enam tahun sebelum 80 persen penyuluh tersebut mendengarnya (Mundy, 2000). Keberhasilan kegiatan diseminasi dapat dilihat dari berbagai indikator, antara lain adanya perubahan persepsi dan peningkatan apresiasi sasaran terhadap teknologi yang didiseminasikan, diwujudkan dalam bentuk adopsi teknologi. Kenyataan masih rendahnya adopsi oleh petani, diduga terkait dengan adanya kendala yang mempengaruhi sosial dan budaya masyarakat (Suharyon dan Hendayana, 2005). Semakin mudah teknologi baru untuk dipraktekkan, maka semakin cepat pula proses adopsi inovasi dilakukan petani. Oleh karena itu, agar proses adopsi berjalan cepat, maka penyajian inovasi harus lebih sederhana. Dengan demikian kompleksitas suatu inovasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap percepatan adopsi inovasi. Hal ini disebabkan karena adopsi inovasi menyangkut proses pengambilan keputusan, di mana dalam
PG-271 proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya (Soekartawi, 2005). Pengkajian tentang diseminasi telah dilakukan oleh BBP2TP (Jamal et al., 2007) menunjukkan bahwa sumber informasi teknologi yang digunakan petani dari BPTP baru sekitar 44,64%. Kegiatan adaptasi alsin panen model stripper harvester diharapkan akan memperkuat sistem inovasi teknologi nasional dengan menyampaikan teknologi yang telah dihasilkan oleh lembaga riset kepada pengguna teknologi. Proses adopsi ini secara bersamaan merupakan kegiatan evaluasi terhadap kinerja teknis, ekonomis dan sosial alsintan panen tersebut. Monitoring yang diiringi dengan verifikasi teknologi ini akan memberkan umpan balik untuk kemungkinan perbaikan dan modifikasi. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi petani terhadap kinerja mesin panen padi model stripper harvester. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan untuk melakukan modifikasi atau mempertimbangkan mesin yang bagaimana yang sebaiknya digunakan di lahan pasang surut.
II. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Pebruari s/d Nopember 2012 yang berlokasi di lahan pasang surut Desa Telangsari Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Unjuk kerja mesin dilakukan di dua lokasi yaitu lahan bertipe luapan A dan B. Bahan dan Alat Peralatan yang digunakan meliputi; (1) Stripper harvester tipe ST 600, (2) Stripper harvester tipe SG 800, (3) Power thresher buatan lokal dengan penggerak mesin bensin 12 PK, (4) Arit, (5) Terpal jemur, (6) Karung, (7) Stopwatch, (8) Meteran, (9) Tali plastk, dan (10) Alat-alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi; (1) Padi siap panen, (2) Bahan bakar bensin, dan (3) Minyak pelumas. Pada saat unjuk kerja mesin ini, petani menyaksikan bagaimana pengoperasian alat dan hasil yang diperoleh baik dari SG 800 maupun ST 600. Metode difusi yang digunakan adalah metode difusi langsung dengan melibatkan petani sebagai pengguna alsin, operator alsin yang akan mengoperasikan alat dan pemilik bengkel yang diharapkan dapat memodifikasi dan sekaligus memfabrikasi dari berbagai prototype alsin panen yang diadaptasikan. Di masing-masing lokasi yaitu tipe luapan A dan B dilakukan sebanyak tiga kali operasi. Mesin yang digunakan ini akan dibandingkan dengan cara panen yang dilakukan oleh petani. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap pengoperasian mesin panen stripper harvester, maka dilakukan wawancara terhadap petani, operator mesin dan pemilik bengkel alsintan yang berkenaan dengan respon dan
0368: Budi Rahardjo dkk.
PG-272 persepsi mereka terhadap kinerja mesin panen tersebut. Data yang dikumpulkan meliputi: kemudahan mengoperasikan, kemudahan mendapatkan suku cadang, hasil yang diperoleh dari kerja mesin, kemungkinan untuk pengembangan mesin dan minat petani terhadap mesin tersebut. Data yang diperoleh dianalisis secara deskrptif dengan menampilkan nilai persentase.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Mesin panen yang diperkenalkan sampai saat ini baru dipraktekkan secara terbatas oleh beberapa petani kooperator saja. Namun dari aplikasi alat yang disaksikan oleh beberapa petani dilakukan upaya untuk menarik bagaimana persepsi petani dengan aplikasi alat panen ST 600 dan SG 800 tersebut. Stripper Gatherer type SG 800 adalah mesin untuk melakukan panen padi dengan cara menyisir tegakan tanaman padi yang siap panen, mengambil butiran padi dari malainya dan meninggalkan tegakan jerami di lapangan. Di belakang komponen drum rotor penyisir padi terdapat boks penampung hasil (container) yang mudah dipasang kembali (Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, 2008). Adapun Stripper Thresher type ST 600 prinsipnya sama-sama menyisir seperti SG 800, namun setelah disisir gabah tersebut dirontokkan menggunakan thresher yang ada dalam mesin tersebut sehingga gabah yang dihasilkan Tabel 1. Hasil survei persepsi petani terhadap pengurangan biaya produksi pertanian Penggunaan alat mengurangi biaya produksi (%) Mengurangi biaya produksi Meningkatkan biaya produksi Tidak menjawab Sumber: Data primer diolah
ST 600 80,00 13.33 6.66
B. Persepsi petani terhadap kinerja mesin Untuk kecepatan panen, maka mesin panen SG 800 dijawab oleh 80% responden lebih cepat dibanding regu panen. Namun menyangsikan untuk alat ST 600 karena hanya 53,33% responden yang menjawab alat ini mampu panen lebih cepat dibanding regu panen. Bahkan 13,33 % menjawab mesin ini (ST600) lebih lambat panennya dibanding regu panen. Kehilangan hasil panen untuk penggunaan stripper harvester tipe ST 600 oleh 53,33% responden dijawab sedikit jika dibanding regu panen, namun ada juga yang menjawab hasil panen jika menggunakan stripper harvester tipe ST 600 ini lebih banyak dibanding regu panen (20% responden). Sedangkan alat SG 800 dijawab oleh 26,66 % responden kehilangan hasilnya sedikit dibanding jika menggunakan regu panen, namun sebanyak 53,33% responden belum mengetahui apakah hasil yang diperoleh jika menggunakan mesin ini (SG 800) hasil panennya lebih banyak, sedikit atau sama saja dengan kehilangan hasil jika menggunakan regu panen. Dengan kinerja mesin panen tersebut (ST 600) sebanyak 53,33% responden menyatakan meminati; 20% menyatakan sangat diminati; 20% menyatakan cukup diminati dan ada 6,66% menyatakan sulit untuk diminati. Sedangkan untuk mesin panen tipe SG 800 sebanyak 53,33% responden menyatakan berminat terhadap alat tersebut; 13,33% sangat berminat demikian juga dengan yang cukup berminat dan 13,33% menyatakan sulit diminatinya alat tersebut dan sebanyak 6,66% yang tidak menjawab.
SG 800
C. Persepsi petani terhadap biaya yang dikeluarkan
80,00 13.33 6,66
Diyakini juga bahwa dengan menggunakan mesin panen ini baik tipe ST 600 maupun SG 800, alat-alat tersebut mampu mengurangi biaya panen yang dijawab oleh 80% responden, namun ada sebanyak 6,66% tidak menjawab.
lebih bersih dibanding menggunakan SG 800. Pada SG 800 gabah yang dihasilkan masih tercampur dengan sisa tanaman, tetapi hasil ini dapat dengan cepat dibersihkan menggunakan power thresher. A. Persepsi petani terhadap kemudahan menjalankan dan perbaikan mesin Mesin panen stripper harvester ST 600 dan SG 800 dipandang mudah dioperasikan oleh masing-masing 73,33% dan 86,66% responden. Hal ini disebabkan karena memang mudah untuk dioperasikan seperti layaknya mengoperasikan traktor tangan. Secara teknis, maka bengkel setempat dapat dengan mudah mengembangkannya yang dijawab oleh 86,6 % responden untuk masing-masing alat tersebut.
D.Persepsi petani terhadap kemudahan pengembangan mesin Dari segi pembiayaan untuk mengakses mesin tersebut (ST 600), maka kelompok lebih besar diyakini untuk mengaksesnya dibanding gapoktan maupun perorangan. Sedangkan untuk mesin panen tipe SG 800 sebanyak 80% responden menjawab bahwa mesin tersebut mudah dikembangkan dari segi pembiayaan baik secara kelompok maupun secara perorangan. Dari segi perawatan alat, maka baik untuk alat ST 600 maupun SG 800, tetap kelompok tani yang diyakini lebih mudah mengembangkan alat tersebut dibanding gapoktan maupun perorangan
0368: Budi Rahardjo dkk.
PG-273
Tabel 2. Hasil survei persepsi petani terhadap kemudahan pengembangan oleh gapoktan dan perorangan dari segi pembiayaan ST 600
SG 800
Sangat Mudah Mudah Sulit Cukup Sulit Tidak Jawab Kemudahan dikembangkan poktan dari segi pembiayaan (%)
20,00 40,00 20,00 20,00
13.33
Sangat Mudah Mudah Sulit Cukup Sulit Tidak Jawab Kemudahan dikembangkan perorangan dari segi pembiayaan Sangat Mudah Mudah Sulit
6,66 53.33 20,00
Uraian Kemudahan dikembangkan gapoktan dari segi pembiayaan (%)
Cukup Sulit Tidak Jawab Sumber: Data primer diolah
60,00 13.33 13.33
80,00
20,00
6,66 13,33
20,00 46.66 13,33 -
80,00 6.66
20,00
13.33
E. Manfaat Penggunaan Mesin Seperti penggunaan alat dan mesin pertanian pada umumnya, yang ditujukan untuk meringankan pekerjaan petani, maka dengan menggunakan mesin panen yang diperkenalkan ini diyakini akan meringankan pekerjaan petani. Sebanyak 60% responden menyatakan mesin panen tipe ST 600 ini dapat meringankan pekerjaan buruh tani dan 53,33 % responden menyatakan SG 800 dapat meringankan pekerjaan buruh tani. Dengan demikian memang keberadaan alat ini disukai petani, yang ditunjukkan dengan 40% responden menyatakan sangat menyukai keberadaan alat ST 600 dan 26,66% menyukainya, sedangkan untuk alat SG 800 sebanyak 46,66% responden menyukainya dan 13,33% cukup menyukai. Dikaitkan dengan peningkatan indeks pertanaman untuk mendukung peningkatan produksi padi, maka kedua alat ini memang dapat mempercepat panen. Sebanyak 13,33% responden menyatakan alat ST 600 begitu juga alat
Tabel 3. Hasil survei persepsi petani terhadap kemudahan pengembangan oleh gapoktan dan perorangan dari segi perawatan ST 600 SG 800 Uraian Kemudahan dikembangkan gapoktan dari segi perawatan (%) sangat mudah 6.66 80,00 Mudah 60,00 6.66 Sulit 6.66 cukup sulit 13.33 tidak menjawab 26.66 Kemudahan dikembangkan poktan dari segi perawatan (%) sangat mudah 80,00 80,00 Mudah Sulit cukup sulit tidak menjawab Kemudahan dikembangkan perorangan dari segi perawatan (%) sangat mudah Mudah Sulit kukup sulit tidak menjawab Sumber: Data primer diolah
6.66 13.33
6.66 13.33
6.66 60,00 6.66 26.66
73.33 6.66 6.66 13.33
SG 800 sangat penting untuk digunakan dalam mempercepat panen untuk meningkatkan indeks pertanaman dan sebanyak 40% responden menyatakan mesin panen tipe ST 600 penting untuk digunakan dalam upaya peningkatan indek pertanaman dan jawaban serupa dijawab oleh 53,33% responden untuk mesin panen tipe SG 800. A. Persepsi petani terhadap kemudahan menjalankan dan perbaikan mesin Kompleksitas terhadap suatu inovasi juga mencerminkan mudah tidaknya adopsi teknologi tersebut oleh pengguna. Kemudahan yang sudah dijawab oleh petani tersebut mengindikasikan mudahnya untuk pengembangan alat ini. Hal ini juga ditunjang oleh pernyataan responden yang menyatakan bahwa bengkel setempat yang sudah ada juga mampu untuk memperbaikinya karena suku cadang kedua alat tersebut dapat dengan mudah dicari, jika tidak
PG-280 terdapat di lokasi setempat, maka peralatannya dapat diperoleh di Palembang. Bagaimanapun tersedianya sumber daya manusia yang mampu untuk menjalankan dan memperbaiki mesin yang diujicobakan tentunya akan mendorong keyakinan petani bahwa mengembangkan alat tersebut tidaklah sia-sia. Karena hasil penelitian Hendayana ( 2011) menunjukkan bahwa faktor rasa kuatir mengalami kegagalan juga merupakan kendala petani untuk mengadopsi suatu inovasi. B. Persepsi petani terhadap kinerja mesin Kesangsian petani terhadap kecepatan kerja masin ST 600 menunjukkan bahwa praktek atau unjuk kerja mesin tersebut perlu dilakukan berkali-kali dihadapan petani. Kesangsian petani terhadap kinerja suatu inovasi memang mempengaruhi waktu mereka untuk ambil keputusan memilih atau menolak suatu inovasi. Adanya kesangsian petani terhadap kinerja alat juga tercermin dari adanya petani yang tidak mampu menjawab lebih banyak atau sedikit hasil panen yang hilang jika menggunakan mesin tersebut (SG 800). Oleh karena itu perlu diberikan informasi yang tepat kepada petani tentang kinerja alat tersebut melalui pengulangan dalam unjuk kerja alat. Hasil kajian Hendayana (2011) menyatakan bahwa setelah petani memperoleh informasi, sebagian besar petani (73%) langsung menerapkan teknologi tersebut. Sisanya masih memerlukan informasi tambahan sebelum mencoba, hal itu dilakukan petani untuk menambah keyakinan. Umumnya mereka mencari tambahan informasi kepada sesama teman yang telah terlebih dahulu menerapkannya dan berikutnya adalah kepada penyuluh setempat. Tidak ada petani yang tidak melakukan apa-apa setelah mengetahui teknologi tersebut terbukti dapat meningkatkan produksi usahatani. Ada juga yang memerlukan waktu antara satu sampai tiga tahun sejak mengetahui informasi teknologi hingga menerapkannya dan ada juga yang butuh waktu lebih dari 3 tahun hingga akhirnya memutuskan untuk mengadopsi teknologi yang diterapkan. Setelah menerapkan teknologi tersebut, sebagian besar petani (73%) melakukan perbandingan hasil yang diperoleh dengan hasil sebelumnya, dan hasil perbandingan menunjukkan bahwa teknologi baru tersebut mampu memberikan peningkatan hasil dan produktivitas usahataninya. C. Persepsi petani terhadap biaya yang dikeluarkan Gambaran positif dari petani dengan adanya keyakinan bahwa baik mesin panen ST 600 maupun SG 800 mampu mengurangi biaya produksi, meskipun masih ada 13,33 % petani menyatakan justru meningkatkan biaya produksi dan 6,66% tidak menjawab. Lagi-lagi ini
0368: Budi Rahardjo dkk. mendorong perlunya dilakukan pembuktian ulang untuk menyakinkan petani bahwa penggunaan mesin ini dapat mengurangi biaya produksi. Berkurangnya biaya produksi juga menjadi penyebab semakin efisiensinya suatu usaha meskipun nilai produksinya tidak berubah. Semakin efisiennya suatu usaha tentunya akibat penggunaan suatu inovasi tentunya akan mendorong diadopsinya teknologi tersebut oleh pengguna. Hal ini dibuktikan oleh kajian Hendayana (2011) di mana pada petani yang cukup modal, setelah mencoba menerapkan inovasi dan memberi bukti peningkatan hasil, umumnya mereka menerapkan dalam skala luas, namun ada juga petani (6,67%) yang berhenti menerapkannya karena tidak cocok, sehingga kembali menerapkan teknologi sebelumnya. D. Persepsi petani terhadap kemudahan pengembangan mesin Keyakinan petani akan kemampuan kelompok petani yang lebih mampu untuk mengembangkan alat tersebut baik dari segi pembiayaan maupun dari segi perawatannya, menunjukkan bahwa sebenarnya keberadaan gapoktan masih belum banyak berperan dalam penyediaan pembiayaan dan perawatannya. Petani masih merasa lebih yakin kepada kemampuan kelompok dan perorangan. Hal ini memang sebagai koreksi dalam pengembangan kelembagaan yang ada. Lebih yakinnya petani terhadap peran kelompok dibanding gapoktan juga mengindikasikan bahwa belum jelasnya apa sebenarnya fungsi dari pembentukan gapoktan tersebut. Jelas diakui bahwa keberadaan kelompok tani jauh lebih tua dibanding gabungannya, namun pembentukan gapoktan bukannya tanpa maksud. Beberapa kasus memang sudah menunjukkan bahwa gapoktan yang ada dibentuk secara dadakan, karena adanya program berbantuan, yang mensyaratkan harus adanya gabungan kelompok. Ini sering menjadi titik lemah keberadaan gapoktan tersebut. Petani lebih merasa memiliki kelompoknya dibanding gapoktannya. Persepsi petani yang ditunjukkan dengan lebih yakinnya mereka akan kemampuan kelompok dibanding kemampuan gabungannya dalam pengembangan alat tersebut merupakan masukan bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kelompok-kelompok yang memang terbukti lebih mampu berkembang dibanding gabungannya. E. Manfaat Penggunaan Mesin Peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman pangan untuk mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan merupakan salah satu program Kementerian Pertanian. Untuk mencapai tujuan program tersebut maka pemanfaat lahan pasang surut merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena potensi lahannya sudah tersedia.
0368: Budi Rahardjo dkk. Untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja di agroekosistem pasang surut, solusi yang dapat diberikan adalah dengan menggunakan mesin panen ini. Responden meyakini mesin ini dapat meringankan pekerjaan buruh panen. Kondisi yang cukup memperihatinkan selama ini, tidak sedikit padi yang rusak akibat keterlambatan panen. Keterlambatan panen ini akibat tidak proporionalnya ketersediaan tenaga pemanen dibandingkan dengan demikian luasnya padi yang segera harus dipanen. Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi beras nasional dapat dilakukan dengan menerapkan penanaman padi dua kali dalam dua belas bulan atau IP padi 200. untuk mengejar jadwal tanam maka keberadaan mesin panen ini perlu untuk menjadi bahan pertimbangan. Kemampuannya kerjanya yang diyakini petani lebih cepat dibanding regu panen merupakan petunjuk bahwa dengan mesin panen ini maka pekerjaan dalam usahatani padi akan dapat diselesaikan lebih cepat. Salah satu faktor pendorong untuk menerapkan teknologi dalam skala luas bagi petani adalah adanya keinginan petani tersebut untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi (Hendayana, 2011). Peluang peningkatan pendapatan petani tentunya terbuka luas dengan menerapkan IP padi 200 ini. Salah satu faktor penunjangnya adalah penggunaan mesin panen yang dapat mempercepat proses produksi.
IV. KESIMPULAN Mesin Panen Stripper Harvester prospektif dikembangkan berdasarkan pernyataan petani yang berminat terhadap penggunaan alsin panen yang diintroduksikan. Salah satu hal yang menarik bagi petani adalah kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaan alat serta penekanan biaya saat panen. Di samping itu petani juga optimis alsin ini dapat dikembangkan oleh bengkel setempat. Perlunya melakukan demonstrasi mesin pada kelompok tani lain di agroekosistem pasang surut untuk meningkatkan keyakinan petani terhadap kehandalan mesin dan mempermudah pengembangannya.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kementrian Riset dan Teknologi melalui Program Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional Tahun Anggaran 2012 Kontrak no. Nomor: 06/M/Kp/I/2012 Tanggal: 6 Januari 2012
DAFTAR PUSTAKA [1] Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Banyuasin. 2007. Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Banyuasin. Pangkalan Balai.
PG-281 [2] Hanafi, 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Disarikan dari karya E. Roger dan F.F Shoemaker. Communication of Inovations. Penerbit Usaha Nasional, Surabaya. [3] Hendayana, R. 2011. Disain Model Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Unggulan Badan Litbang Pertanian. Seminar Nasional Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Pertanian Mendukung Program Strategis Kementerian Pertanian. Penyunting: Hendayana, R. M. Arifin. S. Bustaman, D. M. Arsyad, E. Jamal, A. Djauhari, M. Mardiharini, I, W. Arsanti. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. [4] International Rice Research Institute. 1997. Operator’s Manual Stripper Harvester SG 800-MK.2. Agricultural Engineering Division and Training Center. International Rice Research Institute Los Banos, Laguna, Philippines. [5] Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 1997. Laporan Hasil Penelitian Kajian Aspek-aspek Sosial (Kelembagaan, Ketenagakerjaan dan Transfer Teknologi) untuk Pengembangan Pertanian Dalam PELITA VII. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. [6] Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, 2008. Mesin Stripper IRRI SG 800. Bank Pengetahuan Padi Indonesia. Volume 1, Nomor 2. [7] Rogers, E.M. dan F. Shoemaker. 1971. Communications of Innovations. A Cross Cultural Approach 2-nd. The Free Press. Mc.Millan Company. New York. [8] Soekartawi, 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. [9] Suharyon dan R. Hendayana, 2005. Kinerja Diseminasi Teknologi Usahatani Sayuran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Dataran Tinggi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi, Jambi 23-24 November 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. [10] Sulistiadji, K dan Handaka. 2006. Evaluasi Teknis dan Ekonomis Mesin Panen Padi Tipe Sisir (Stripper) merk Candue. Jurnal Enjineering Pertanian. IV (2) Oktober 2006. p.72-82. [11] Sulistiadji, K, Rosmeika dan A. Gunanto. 2008. Evaluasi Kinerja Mesin Panen Padi Lahan Pasang Surut. Jurnal Enjineering Pertanian. VI (1) April 2008. p.13-22. [12] Mundy P. 2000. Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru. PAATP, Bogor. [13] Jamal, E. S. Mardianto, A. Murtiningsih, J. Hardi, 2007. Kajian Dampak Kegiatan Diseminasi Inovasi Luaran BPTP (Seminar Proposal) Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.