ANALISA PRODUKSI PADI BERKADAR BESI DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN R. Purnamayani dan Subowo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta Jl.Samarinda Paal V, telp/fax.0741-40413 email :
[email protected] ABSTRACT One of the problems of tidal lowlands is the high of Fe content which caused toxicity on paddy. However, this problem could become a potential opportunity to increase the quality and added value of agricultural product, by using Fe tolerant or Fe accumulator plants. Paddy which has high level of Fe is very important to help people with Fe deficiency and they depended on rice for their food. The aim of this study is to get information about the Fe content on tidal lowlands paddy of Banyuasin District, South Sumatra. This study is conducted at Telang Karya Village, Muara Telang Sub District, Banyuasin District, from December 2006 until Maret 2007. Two varieties (Punggur, Mendawak) and three clones paddy (BP.146D-KN-62-PN-1-4, BP.138E-KN-36-2-2 and IR 65600-2) were planted on 100 m2 plot. The data were collected on Fe content of rice and rice production. The result showed that Fe content are 13,42 ppm (Punggur); 0.74 ppm (Mendawak); 2,75 ppm (BP.146D-KN-62-PN-1-4); 8,22 ppm (BP.138E-KN-36-2-2) and 3,98 ppm (IR 65600-2-2.) Even though Punggur production was the lowest (3,5 t/ha), but it has the highest Fe content, so the selling price can be increase and also it can help the anemia problem on that community. Keywords : Fe, tidal lowland, Banyuasin, Punggur, Mendawak. PENDAHULUAN Lahan pasang surut di Sumatera Selatan yang berpotensi sebagai lahan pertanian sekitar 961.000 hektar. Dari luasan tersebut telah direklamasi untuk wilayah kabupaten Banyuasin seluas 359.250 hektar dan dimanfaatkan untuk daerah transmigrasi seluas 276.514 hektar dengan ditempati oleh 73.500 KK (Ananto et al., 2000). Potensi tersebut sangat prospektif mendukung pembangunan pertanian untuk ketahanan pangan. Terlebih lagi pada saat ini telah banyak teknologi-teknologi yang telah dihasilkan untuk meningkatkan sumberdaya lahan pasang surut tersebut. Pada umumnya tanah-tanah di lahan rawa pasang surut sangat miskin unsur hara tersedia, mempunyai tingkat kemasaman tanah tinggi dan tingkat genangan air yang memerlukan penanganan yang cukup serius dengan pembuatan jaringan irigasi dengan kontruksi yang tepat (WidjajaAdhi et al,. 1992). Namun yang menjadi masalah selanjutnya adalah nilai jual hasil pertanian lahan rawa masih belum sepadan dengan investasi yang ditanamkan. Hal ini disebabkan penanganan pasca panen sulit, sehingga kualitas beras pasang surut umumnya berwarna kuning (batik) dan mudah pecah. Hasil penelitian Sutrisno et al. (2004) dan Ananto et al. (1999) juga menunjukkan bahwa mutu beras pasang surut di Sumsel dengan teknologi
1
petani mempunyai mutu rendah (warna, butir pecah dan kapur) dan rendemennya juga sangat rendah yaitu berturut-turut 21,49 %-46,27% dan 49%-63%. Selain itu, biaya produksi mahal
karena biaya angkut transportasi masuk dan keluar wilayah mahal.
Akibatnya kegiatan usahatani padi sawah dengan orientasi pendapatan tidak tercapai. Salah satu peluang untuk meningkatkan pendapatan petani pasang surut adalah menghasilkan produk pertanian pangan fungsional dengan berbasis deposit mineral yang ada di tanah pasang surut, seperti Fe, Se, dll. Besi (Fe) merupakan salah satu mineral antioksidan yang selama ini banyak dianggap kurang menguntungkan bagi kegiatan usahatani, namun dipihak lain bangsa Indonesia banyak mengalami gangguan kesehatan anemia akibat defisiensi Fe. Di negara berkembang, masih banyak masyarakat yang menderita kekurangan zat besi seperti ibu hamil dan anak-anak, tidak hanya di pedesaan tetapi juga di perkotaan.
Widmeen dalam Rahmat dan Herliwati (2004), manusia
membutuhkan besi dalam tubuhnya sebanyak 12-300 mg yang terkandung dalam makanan. Pada beberapa lokasi di Sumatera Selatan, kadar Fe berkisar 6,24 – 33,15 ppm (Rahmat
dan Herliwati.
2004). Upaya ini dapat dijadikan peluang untuk
memproduksi beras berbesi tinggi (iron rice), sehingga mampu meningkatkan kualitas produk pertanian dan nilai jual. Ratmini et al. (2005), menyatakan bahwa di Kabupaten Banyuasin, wilayah Delta Saleh dan Telang I (Muara Telang) kadar Fe berkisar 300-400 ppm. Fe tersedia tertinggi di Delta Saleh adalah 572 ppm yaitu di Desa Saleh Agung dan Delta Telang I mencapai 1139 ppm di Telang Jalur 8 Jembatan 6 (Desa Telang Karya). Sementara di Delta Telang II
konsentrasi kelarutan besi sebagian besar berkisar 100-200 ppm. Namun dari
pengamatan visual pertumbuhan tanaman padi di lokasi survai dengan kondisi kelarutan besi tersedia tersebut tidak menunjukkan adanya tingkat keracunan dan tanaman padi masih dapat berproduksi. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan di lahan pasang surut di Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan yang memiliki kadar Fe tanah yang tinggi. Diharapkan dengan tingginya kadar Fe dalam tanah, akan dapat diserap oleh tanaman akumulator Fe sehingga dalam beras akan terakumulasi Fe yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan pemanfaatan sumber daya mineral (Fe) melalui pengembangan produk pertanian yang mempunyai kandungan Fe tinggi akan dapat meningkatkan kualitas dan daya saing beras yang dihasilkan. Petani pasang surut akan mendapatkan kompensasi harga yang lebih baik dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani. Seperti dikemukakan Suismono et al. (2000), bahwa peningkatan pendapatan petani diupayakan tidak hanya penyedia makanan pokok tetapi juga sebagai penyedia suplemen bagi kesehatan manusia.
Karena itu penelitian dilakukan pada beberapa
varietas padi pasang surut untuk mengetahui kadar Fe.
2
BAHAN DAN METODE Pengkajian ini dilaksanakan di Desa Telang Karya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, pada bulan Desember 2006 sampai Maret 2007.
Sebelum
penelitian, dilakukan analisis beberapa sifat kimia tanah yang sampelnya diambil dari petak lokasi pengkajian. Pendekatan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan varietas/galur padi toleran Fe sebagai perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan petani sebagai ulangan. Total luasan yang digunakan 0,5 ha. Varietas dan galur sebagai berikut: Punggur, Mendawak, BP.146D-KN-62-PN-1-4, BP.138E-KN-36-22, IR 65600-2-2.
Komponen teknologi yang digunakan yaitu: pengolahan tanah
sempurna, jarak tanam 25 x 25 cm yang ditanam secara ’tanam pindah’, pemupukan urea 200 kg/ha dilakukan 3 kali pemberian, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha, pengelolaan air dengan tata air mikro dan pengendalian hama yang diterapkan adalah pengendalian hama terpadu (PHT). Data yang diambil adalah kadar Fe dalam beras dan produksi padi. Contoh gabah diambil pada 5 titik dalam petakan, kemudian digabung untuk digiling dengan penggilingan single pass. Beras dari ulangan 1, 2 dan 3 digabung untuk dianalisis kadar Fe dengan menggunakan metode destruksi. Selain itu diambil pula beras dari varietas yang biasa digunakan petani yaitu Ciherang. Padi yang dihasilkan dalam petakan seluas 100 m2 ditimbang dan dikonversi ke dalam satuan hektar. Data kandungan Fe dalam beras sosoh 1 kali ditampilkan dalam bentuk grafik. Sedangkan data produksi dianalisis sidik ragam kemudian diuji lanjut dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai hasil identifikasi sebaran Fe dalam tanah lahan rawa pasang surut di Kabupaten Banyuasin, pengkajian varietas padi pasang surut dilaksanakan di Kecamatan Muara Telang.
Hasil analisa kimia tanah pada lokasi tersebut umumnya memiliki tingkat
kesuburan tanah tergolong tinggi (Tabel 1).
Hal ini disebabkan lokasi kegiatan
merupakan lahan sawah dengan dua kali musim tanam per tahun, bahkan ada yang tiga kali per tahun. Setiap musim tanam dilakukan pengolahan tanah dan penambahan pupuk anorganik (Urea, SP-36, dan KCl). Pengolahan tanah yang sempurna menyebabkan bahan organik pada lapisan olah melapuk dan melepaskan hara yang dikandung di dalamnya, sehingga kandungan bahan organik tanah rendah. Sedangkan pemupukan menyebabkan pengkayaan kandungan unsur nitrogen, fosfor dan kalium, karena lahan rawa pasang surut datar dan tidak terjadi pencucian yang intensif. Akan tetapi karena lahan tersebut tidak diberikan kapur dan di daerah bukan berbahan induk kapur, maka kandungan kalsium dan magnesium tanah rendah.
3
Tabel 1. Karakteristik kimia tanah lahan pasang surut di Desa Telang Karya Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin Jenis Analisa Nilai Kriteria*) pH H2O 4,6 Masam pH KCl 3,9 Nitrogen total (%) 0,50 Sedang C-organik (%) 1,69 Rendah P potensial (mg/100g) 79 Sangat tinggi K potensial (mg/100g) 171 Sangat tinggi P tersedia (ppm) 37,87 Sangat tinggi -1 Kapasitas Tukar Kation (cmol.kg ) 25,82 Tinggi Ca (cmol.kg-1) 0,09 Sangat rendah Mg (cmol.kg-1) 0,69 Rendah Na (cmol.kg-1) 1,24 Sangat tinggi K (cmol.kg-1) 0,40 Sedang Fe total (ppm) 8692 Mn total (ppm) 32 Cu total (ppm) 5,2 Zn total (ppm) 17 Se total (ppm) 12,4 *) Keterangan : Berdasarkan PPT (1983)
Kadar total unsur besi (Fe) bernilai tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil survei oleh Ratmini et al. (2005), yang menyatakan bahwa lahan sawah pasang surut di Kecamatan Muara Telang memiliki kadar Fe paling tinggi dibandingkan wilayah lainnya di Kabupaten Banyuasin.
Pada tanaman, Fe berfungsi sebagai transport elektron, merupakan
komponen protein feredoksin, terlibat dalam sintesa protein dan perkembangan meristimatik ujung akar. Jika kekurangan Fe, pada tanaman akan terjadi klorosis pada tulang daun muda dan pada kahat berat, klorosis akan menyebar pada daun tua. Sedangkan keracunan Fe akan menyebabkan daun kecoklatan dengan titik-titik coklat pada daun (Anonymous, 2000). Hasil analisis kadar Fe dalam beras yang digiling dengan penggilingan single pass pada varietas/galur yang dikaji disajikan pada Gambar 1. Varietas Punggur memiliki kadar Fe tertinggi yaitu 13,42 ppm. Rata-rata kadar Fe pada varietas padi adalah 7,4 ppm, sedangkan pada galur yang dikaji memiliki rata-rata kadar Fe yang lebih rendah yaitu 4,9 ppm. Hasil penelitian Indrasari (2006), menyebutkan bahwa kadar Fe pada varietas Punggur pecah kulit yang ditanam di lahan sawah Jawa Barat, yaitu 9,9 ppm. Diduga, kadar Fe varietas Punggur yang ditanam di lahan pasang surut lebih tinggi karena kadar Fe yang tersedia dalam tanah sangat tinggi, sehingga dapat diserap oleh padi dalam jumlah yang lebih besar.
Lebih lanjut menurut referensi Insdrasari et al.
(2002), kadar Fe akan lebih tinggi pada beras pecah kulit, karena proses penyosohan gabah akan menurunkan kadar besi pada beras sebesar 63%. Sebagai perbandingan, salah satu padi kaya Fe yang dilepas di Filipina, yang merupakan hasil persilangan varietas unggul nasionalnya berpotensi hasil tinggi dengan varietas Maligaya Special 13,
4
menghasilkan beras dengan kadar Fe 22 ppm pada beras pecah kulit. Menurut SNI, kadar Fe maksimal yang diperbolehkan adalah 25 ppm (Sofyan, 2003).
16
16
13.42
14
14
12
12 8.18
Fe (ppm)
Fe (ppm)
10 8 6 4
10 6 4
0.74
2 0
8.22
8 3.98 2.75
2 0
Ciherang
Punggur
Varietas
Mendaw ak
BP.146D-KN-62- BP.138E-KN-36- IR 65600-2-2 PN-1-4 2-2 Galur
Gambar 1. Hasil analisis kandungan Fe dalam beras yang digiling dengan penggilingan single pass pada varietas/galur Ternyata varietas Ciherang, yang umum ditanam oleh petani setempat memiliki kadar Fe yang lebih tinggi daripada varietas/galur yang dianjurkan Balai Besar Litbang Padi, kecuali terhadap galur BP.138E-KN-36-2-2. Akan tetapi, dari pengamatan secara visual, ada sekitar 5% hamparan Ciherang yang menunjukkan gejala keracunan Fe. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Ciherang kurang toleran terhadap tingginya kadar Fe dalam tanah. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2006), varietas Ciherang yang ditanam di beberapa daerah di Jawa Barat berkisar 2,3 – 3,5 ppm. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, diduga kadar Fe varietas Ciherang yang ditanam di lahan pasang surut lebih tinggi karena kadar Fe yang tersedia dalam tanah sangat tinggi, sehingga dapat diserap oleh padi dalam jumlah yang lebih besar. Ketersediaan unsur Fe dipengaruhi oleh potensial redoks yaitu kondisi reduksi oksidasi di dalam tanah. Proses oksidasi biasanya terjadi pada tanah berdrainase baik, sedangkan proses reduksi terjadi pada kondisi terdapat kelebihan air.
Fe diserap
tanaman dalam bentuk Fe2+, yang akan meningkat dalam keadaan reduksi. Menurut Van Breeman dalam Tan (1994), penggenangan akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga Fe tersebut dapat diserap oleh tanaman. Selain penggenangan, hal yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kondisi Fe dalam tanah adalah penambahan bahan organik. Tujuan penambahan bahan organik tersebut sama dengan tujuan penggenangan, yaitu untuk menciptakan keadaan reduksi di dalam tanah sehingga Fe menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman. Dalam Tan (1994), dikatakan bahwa bahan organik segar akan menambah kondisi reduksi. Selain melakukan analisis kandungan Fe dalam beras sosoh 1 kali juga dihitung data produksi beberapa varietas dan galur yang diuji. Hasil analisis menunjukkan bahwa
5
varietas berpengaruh nyata dalam produksi padi per hektar (Tabel 2). Hasil terbaik diperoleh pada galur BP.138E-KN-36-2-2 yaitu 8,12 ton/ha (Tabel 3). Produksi ini sangat tinggi karena umumnya produksi yang dihasilkan di lokasi pengkajian berkisar 4-5 ton/ha. Varietas Ciherang pun memiliki produksi yang baik yaitu berkisar 6-7 ton/ha. Sedangkan Varietas Punggur memiliki kemampuan produksi terkecil yaitu 3.5 ton/ha. Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam terhadap produksi padi pasang surut di Desa Telang Karya, Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin Sumsel. Sumber Keragaman db JK KT F hit F tabel 5% 1% tn Kelompok/Ulangan 2 0.7 0.35 1.38 4.10 7.56 Varietas 5 108.49 21.70 85.43** 3.33 5.64 Galat 10 2.54 0.254 Total 17 111.725 Keterangan : tn = tidak nyata, ** = sangat nyata Pemanfaatan sumber daya mineral terutama Fe melalui pengembangan produk pertanian yang mempunyai kadar Fe tinggi akan dapat meningkatkan daya saing bagi hasil pertanian pasang surut, sehingga diharapkan mendapatkan kompensasi harga yang lebih baik dan meningkatkan pendapatan. Dengan tingginya kadar Fe pada Punggur, maka varietas ini memiliki nilai tambah gizi sehingga dapat memiliki harga jual yang lebih baik. Saat ini harga beras di lokasi pengkajian kurang lebih Rp. 4.200. Dengan kadar Fe 13,42 ppm, beras varietas Punggur dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu, walaupun produksinya rendah akan tetapi pendapatan yang diperoleh akan lebih tinggi karena mutu dan gizi beras meningkat. Tabel 3.
Hasil rerata produksi padi pasang surut di Desa Telang Karya, Kecamatan Muara Telang Kabupaten Banyuasin Sumsel.
Nama Varietas/Galur
Produksi Taraf Uji (ton/ha) Taraf Uji 5% 1% Punggur 3.50 a a Mendawak 5.83 c c BP.146D-KN-62-PN-1-4 4.71 b bc BP.138E-KN-36-2-2 8.12 d d IR 65600-2-2 4.61 b ab Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom sama menunjukkan tidak ada beda nyata menurut uji BNT Menurut IRRI Knowledge Bank yang disadur Syam (2007), pada saat ini beras sosoh yang umumnya dikonsumsi masyarakat dewasa ini hanya mengandung 2 ppm Fe. Oleh karena itu, diharapkan perbaikan kandungan mikronutrisi antioksidan Fe pada varietas yang dihasilkan pada lahan pasang surut ini, selain dapat mendukung ketahanan pangan, juga dapat membantu peningkatan pendapatan petani setempat, sekaligus membantu permasalahan kesehatan di masyakarat terutama anemia. 6
KESIMPULAN DAN SARAN Di antara tanaman padi yang diuji varietas Punggur memiliki kandungan Fe dalam beras sosoh 1 kali (single passed) tertinggi dibandingkan dengan varietas/galur lain yang ditanam (13,42 ppm) tetapi memiliki produktivitasnya paling rendah dibandingkan dengan varietas/galur lain (3,50 ton/ha). Tngginya kadar Fe pada beras Punggur diharapkan meningkatkan harga jual serta dapat membantu menyelesaikan permasalahan kesehatan kekurangan Fe pada masyarakat. Saran yang diajukan adalah penelitian penanganan cara penyosohan dan pengolahan beras fungsional agar bahan mineral target tidak rusak atau hilang perlu dilakukan serta lebih lanjut, sehingga nilai fungsi antioksidan Fe dalam beras dapat memberikan manfaat bagi kesehatan yang mengkonsumsi serta petani pasang surut dapat meningkatkan nilai jual dan pendapatan masyarakat. Selain itu perlu sosialisasi nilai tambah kandungan Fe dal.am beras agar masyarakat mau membeli dengan harga yang lebih tinggi UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. I.G.M Subiksa dari Balai Besar Sumber Daya Lahan Badan Litbang Pertanian, Dr. Aan Darajat dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, yang telah banyak memberi informasi dalam kegiatan ini, serta Juwedi yang sangat membantu terlaksananya kegiatan ini. DAFTAR PUSTAKA Ananto, E.E., A. Supriyo, Soentoro, Hermanto, Yoyo S., IW. Suastika dan B. Nuryanto. 2000. Pengembangan Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Agribisnis. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Ananto E.E., Astanto, Sutrisno, Eso Suwangsa, dan Soentoro. 1999. Perbaikan Penanganan Panen dan Pasca Penen Padi di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Proyek Pengembangan Sistem Usaha Pertanian (SUP) Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Anonymous. 2000. Kumpulan Bahan-bahan Kuliah Kesuburan Tanah. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2006. 28(6):13-14.
Warta Penelitian dan Pengembangan
Indrasari, Siti Dewi. 2006. Kandungan Mineral Padi Varietas Unggul dan Kaitannya dengan Kesehatan. Iptek Tanaman Pangan 1(1):88-99. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Indrasari, SD., I.Hanarida and A.A.Darajat. 2002. Indonesian Final Report Year I. Breeding for iron dense rice: a low cost, sustainable approach to reducing anemia in Asia. International Food Policy Research Institute (IFPRI) and Indonesian Center Food Crops Research and Development (ICFORD) (unpublished). 7
PPT. 1983. Term of Reference type A, Klasifikasi Kesesuaian Lahan. Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Rahmat, M. dan Herliwati. 2004. Kandungan Logam Besi (Fe) dalam Tubuh Ikan yang Tertangkap di Perairan Sungai Kapuas Murung Pasca Pembukaan Lahan Gambut Sejuta Hektar: Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat. Ratmini, N.P., Subowo, K. Nugroho, Subardja, T.Arief, Waluyo, R.Purnamayani, I.S. Marpaung, dan Yenni. 2005. Studi Pemanfaatan Sumber Daya Mineral Rawa Pasang Surut untuk Meningkatkan Nilai Tambah Produk Pertanian di Sumatera Selatan: Laporan Akhir Tahun 2005. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan. Sofyan. Iyan. 2003. Mempelajari kandungan sn, fe dan pb dalam makanan dalam kaleng dengan spektrometer serapan atom. Infomatek Vol 5 No 4. Suismono, Rahmawati, N. dan S.D. Indrasari. 2000. Evaluasi sifat isikokimia dan mutu beras varietas padi rawa untuk menunjang agroindustri pangan di pedesaan. Dalam Ananto, E.E, Ismail, I.G, Subagio, Suwarno, Djajanegara, A., Supriadi, H. (penyunting). Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Lahan Rawa: 295 - 300. Suryana, A. 2004. Peranan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lahan Rawa mendukung Pengembangan Agribisnis Wilayah. Disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi, Palembang. Sutrisno, Budi R., dan Yanter H. 2004. Prospek Penggunaan Mesin Pengering Bahan Bakar Sekam terhadap Mutu dan Rendemen Beras serta Pendapatan Petani di Lahan Pasang Surut Sumsel. Dalam Subowo, R.M. Soleh, H. Malian, K.A Palupy, D.Ardi (penyunting). Prosiding Seminar Lokakarya Nasional Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Palembang Buku 1:378 – 388. Syam, M. 2007. Padi Kaya Besi dan Seng. www.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 24 Juli 2007. Tan, Kim H. 1998. Principles of Soil Chemistry 3rd ed. Marcell Dekker, Inc. New York, Basel, Hongkong. Widjaja-Adhi, K. Nugroho, D. Ardi dan A.S. Karama. 1992. Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai: Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan. Disajikan dalam Pertemuan Nasional Pengembangan Lahan Pertanian Pasang Surut dan Rawa. Cisarua, 3-4 Maret 1992.
8