STUDI PERILAKU MAKAN DAN PALATABILITAS REKREKAN (Presbytis fredericae Sody, 1930) DI KAWASAN HUTAN DAN PERKEBUNAN KARET DESA GUTOMO KABUPATEN PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH
DWI SURYANA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
STUDI PERILAKU MAKAN DAN PALATABILITAS REKREKAN (Presbytis fredericae Sody, 1930) DI KAWASAN HUTAN DAN PERKEBUNAN KARET DESA GUTOMO KABUPATEN PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH
DWI SURYANA
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
SUMMARY Study of Feeding Behaviour and Palatability in Javan Fuscous Langurs (Presbytis fredericae Sody, 1930) at Forest Area and Rubber Plantation Gutomo Village, Pekalongan District, Province of Central Java. By Dwi Suryana under supervision Ir. Dones Rinaldi, MSc. F. Javan Fuscous Langurs is one of the endemic primate in Java island and was declared as protected animal by law in Indonesia and also IUCN define it as a species with category data defficience. In primate it self, the phylogenetic and ecological difference influence to feeding behavior and it makes every species with different habitat have different feeding behavior. Then, it is important to us to have data and information about their feeding behavior. The purpose of this research are to get information about feeding ecology of Javan Fuscous Langurs that consist of feeding behavior, composition and diversity of the foods, foods preference and also some factors that influence feeding behavior. The result from this research expected can consider as one of the substance for doing good habitat management for Javan Fuscous Langurs. Data collection were done with period 6 months in the forest area and rubber plantation dusun Sidoguno. The equipments are map, camera, GPS, binocular, stopwatch, compass, tallysheet, clinometers, rope, software Arcview 3.2 and stationery. Whereas, the objects are 2 groups of Javan Fuscous Langurs with different type for each other. Group A has type 1 male-multi female with composition 1 adult male, 4 adult female, 1 subadult female, 1 juvenille female and 2 infants. Group B has type all male with composition 2 adult male, 2 sub adult male, and 1 juvenille male. The method for observed used scan sampling and for record data used continous recording method and the data will be analyzed by descriptive statistic and on graphs . Daily activity of Javan Fuscous Langurs consist of resting (57,66%), feeding (29,33%), moving (11,51%), social activity (0,93%) and calling (0,43%). This 2 groups of Javan Fuscous Langurs has different homerange, group A has homerange 54,55 ha and group B has smaller homerange than group A (48,16 Ha) with overlap between two of them around 2,49 Ha. But then, group B has daily range more longer than group A, it around 694-1269 m where daily range of Group A only 576-1146 m. in the feeding behavior, group A more often used sit posture and used space in the tree canopy between top-middle with height around 6-10 m, group B more often used sit posture in space between middle-edge with height around 0-5 m. group A feed 56 species from 34 family of plants as their foods and group B feed 45 species from 29 family with variation foods composition such as young leaves, seeds and fruits. Plant species that have great contribute as foods for the two species is Hevea brasiliensis. Chisocheton divergens become species with the highest ratio selection in the group A and Pangium edule. for the group B. Two groups have different vegetation structure and composition. In the home range of group A were identified 170 trees/ha with lbds 27,51 m2/ha and the diversity index for tree level is 3,21. In the homerange of the Group B were identified 301 trees/ha with lbds 20,62 m2/ha and the diversity index for tree level is 1,24. Conclusions from this research are feeding behavior of Javan Fuscous Langurs is different based on the group type. Group A more often used sit posture in space topmiddle with height 6-10 k and feed 56 species of plants from 34 family and dominated by young leaves, seeds and fruits. Group b more often used sit posture in space middleedge with height around 0-5 m and feed 45 species of plants from 29 family and dominated by young leaves, seeds and fruits. Feeding behavior of Javan Fuscous Langurs influenced by food availability and food abundance and also influence by composition of vegetation inside the habitat. Keywords: Presbytis fredericae, Feeding behaviour, Palatability.
RINGKASAN Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa Gutomo Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah. Oleh Dwi Suryana di bawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi MSc.F. Rekrekan merupakan salah satu primata endemik pulau Jawa dan telah ditetapkan sebagai satwa dilindungi oleh negara Indonesia serta IUCN menetapkan spesies ini dengan kategori kurang data (Data Defficience). Pada primata, adanya perbedaan philogenetik dan ekologi berpengaruh terhadap perilaku makannya sehingga memungkinkan setiap spesies dan habitat berbeda memiliki perilaku makan yang berbeda. Oleh karena itu adanya data dan informasi mengenai perilaku makan penting untuk diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai ekologi makan Rekrekan meliputi perilaku makan, komposisi dan keanekaragaman tumbuhan pakan, tingkat kesukaan terhadap suatu jenis dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perilaku makan. Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan untuk tindakan pengelolaan terutama dalam pengelolaan habitat Rekrekan. Kegiatan pengambilan data dilakukan selama enam bulan di kawasan hutan dan perkebunan karet dusun Sidoguno. Peralatan yang digunakan terdiri atas peta kerja, kamera, GPS, binokuler, stopwatch, kompas, tallysheet, clinometer, tali rafia/tambang, software Arcview 3.2 dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah dua kelompok Rekrekan dengan tipe kelompok berbeda. Kelompok A memiliki tipe kelompok satu jantan-banyak betina dengan komposisi satu jantan dewasa, empat betina dewasa, satu betina pradewasa, satu remaja dan dua anak. Sedangkan kelompok B memiliki tipe semua jantan dengan komposisi dua jantan dewasa, dua jantan pradewasa, dan satu jantan remaja. Metode pengamatan menggunakan scan sampling dan pencatatan data dilakukan dengan metode continous recording. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis melalui teknik penyajian deskriptif dan grafik. Aktivitas harian Rekrekan terdiri dari aktivitas istirahat (57,66%), makan (29,33%), berpindah (11,51%), sosial (0,93%) dan suara (0,43%). Kedua kelompok memiliki wilayah jelajah berbeda, kelompok A memiliki luas wilayah jelajah seluas 54,55 ha sedangkan kelompok B lebih kecil dengan 48,16 ha dengan overlap sebesar 2,49 ha. Akan tetapi kelompok B memiliki panjang perjalanan harian yang lebih jauh antara 694-1269 m sedangkan kelompok A antara 576-1146 m. Dalam aktivitas makannya, kelompok A lebih banyak menggunakan sikap duduk dan ruang atas-tengah (at) dengan ketinggian antara 6-10 m, sedangkan kelompok B lebih banyak menggunakan sikap duduk dan ruang tengah-pinggir (tp) dengan ketinggian antara 0-5 m. Kelompok A menggunakan 56 spesies dari 34 famili sebagai makanannya dan kelompok B lebih sedikit dengan 45 spesies dari 29 famili dengan komposisi makanan bervariasi berupa daun muda, biji serta buah dan biji. Jenis yang memberikan memiliki kontribusi terbesar terhadap makanan kedua kelompok yaitu Hevea brasiliensis. Chisocheton divergens menjadi jenis dengan seleksi rasio tertinggi pada kelompok A dan Pangium edule menjadi jenis yang memiliki seleksi rasio tertinggi pada kelompok B. kedua kelompok memiliki struktur dan komposisi vegetasi yang berbeda. Di dalam wilayah jelajah kelompok A ditemukan 170 pohon/ha dengan luas bidang dasar 27,51 m2/ha dengan indeks keanekaragaman
tingkat pohon sebesar 3,21 sedangkan pada kelompok B ditemukan 301 pohon/ha dengan luas bidang dasar 20,62 m2/ha dengan indeks keanekaragaman tingkat pohon sebesar 1,24. Kesimpulan dari penelitian adalah perilaku makan Rekrekan berbeda berdasarkan tipe kelompoknya. kelompok A lebih banyak menggunakan sikap duduk, ruang atas-pinggir (at), dan ketinggian antara 6-10 m dengan 56 spesies dari 34 famili sebagai makanannya yang didominasi oleh daun muda, biji serta buah dan biji. Sedangkan kelompok B lebih banyak menggunakan sikap duduk, ruang tengahpinggir (tp) dan ketinggian antara 0-5 m dengan 45 spesies dari 29 famili sebagai makanannya yang didominasi oleh daun muda, biji serta buah dan biji. Chisocheton divergens menjadi jenis dengan seleksi rasio tertinggi pada kelompok A sedangkan Pangium edule menjadi jenis yang memiliki seleksi rasio tertinggi pada kelompok B. Perilaku makan pada Rekrekan lebih dipengaruhi oleh faktor ketersediaan dan kelimpahan makanan serta komposisi vegetasi didalam habitatnya. Kata kunci :Presbytis fredericae, perilaku makan, palatabilitas.
Judul Skripsi
: Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa Gutomo Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah
Nama
: Dwi Suryana
NRP
: E34104021
Menyetujui : Dosen Pembimbing,
Ir. Dones Rinaldi. MSc. F. NIP. 196105181988031002
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto. M. Agr. NIP. 196111261986011001
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 3 Mei 1986 merupakan anak kedua dari 4 bersaudara pasangan Djupri dan Sumiyati. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan menengah atas pada tahun 2004 di SMA Negeri 1 Sindang, Indramayu. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Konservasi Sumberaya Hutan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa yakni Uni Konservasi Fauna (UKF-IPB) pada Divisi Konservasi Primata. Kegiatan praktek lapangan yang pernah dilakukan antara lain Praktek Umum Pengenalan Hutan di Cilacap-Baturaden, KPH Banyumas barat dan KPH Banyumas timur, Perhutani Unit I Jawa Tengah, dan Getas-Ngawi, KPH Ngawi Perum Perhutani Unit II JawaTimur (2007) dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (2008). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa Gutomo Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah” dibawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi M.Sc.F.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa Gutomo Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2010
Dwi Suryana NRP E34104021
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan
Hutan
dan
Perkebunan
Karet
Desa
Gutomo
Kabupaten
Pekalongan Provinsi Jawa Tengah” di bawah bimbingan Ir. Dones Rinaldi, MSc. F. ini berhasil diselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan yang memerlukan masukan dan saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
Bogor, Maret 2010
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul Studi Perilaku Makan dan Palatabilitas Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) di Kawasan Hutan dan Perkebunan Karet Desa
Gutomo
Kabupaten
Pekalongan
Provinsi
Jawa
Tengah,
penulis
memperoleh begitu banyak bantauan dan dukungan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada : 1. Bapak Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F selaku dosen pembimbing atas kesabaran dalam memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Bapak Prof. Dr. Muh. Yusram Massijaya, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Ir. Edje Jamhuri selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur yang telah memberikan masukan guna perbaikan skripsi penulis. 3. Keluarga tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan kasih dan doa serta dukungan baik moril dan materil kepada penulis. 4. Dirk Meyer dan Mas Ambang untuk bantuan dan saran dalam penelitian ini. 5. Masyarakat desa Sidoguno dan Sidosukmo serta seluruh kerabat Camp Primitive untuk kerjasama dan bantuannya selama penelitian. 6. Seluruh staf KPAP Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 7. Keluarga besar Asrama Sylvasari atas pertemanan dan dukungannya. 8. Keluarga besar UKF IPB atas bimbingan, pertemanan dan dukungannya. 9. Keluarga besar KSH’41 atas kebersamaan, kekompakan, kegilaan dan hari-hari aneh tapi nyata yang telah dilalui. 10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Maret 2010
Penulis
i
DAFTAR ISI Teks
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 1 C. Manfaat Penelitian ................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 A. Bio-Ekologi Rekrekan............................................................................... 3 1. Taksonomi ............................................................................................ 3 2. Morfologi ............................................................................................... 3 B. Habitat dan Penyebaran .......................................................................... 4 C. Populasi ................................................................................................... 4 D. Aktifitas Harian dan Wilayah Jelajah........................................................ 5 E. Perilaku Makan ........................................................................................ 6 F. Palatabilitas dan Pakan ............................................................................ 7 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu..................................................................................... 9 B. Alat dan Bahan......................................................................................... 9 C. Jenis Data yang Dikumpulkan ................................................................. 10 D. Pengenalan Lapangan ............................................................................. 10 E. Metode Pengambilan Data....................................................................... 10 1. Aktivitas Harian..................................................................................... 10 2. Perilaku Makan ..................................................................................... 11 3. Pakan ................................................................................................... 11 4. Karakteristik Habitat ............................................................................. 12 5. Kondisi Fisik Lingkungan ...................................................................... 12 F. Analisis Data ............................................................................................ 13 1. Aktivitas Harian..................................................................................... 13 2. Perilaku Makan ..................................................................................... 13 3. Pakan ................................................................................................... 13 4. Karakteristik Habitat ............................................................................. 13
ii
IV. KONDISI UMUM LOKASI A. Kondisi Fisik ............................................................................................. 15 1. Letak dan Luas ..................................................................................... 15 2. Topografi dan Tanah ............................................................................ 15 3. Iklim ...................................................................................................... 16 4. Hidrologi ............................................................................................... 16 C. Kondisi Biotik ........................................................................................... 16 1. Flora ..................................................................................................... 16 2. Fauna ................................................................................................... 16 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Harian dan Wilayah Jelajah ....................................................... 18 1. Aktivitas Harian .................................................................................... 18 2. Wilayah Jelajah .................................................................................... 26 B. Perilaku Makan ........................................................................................ 27 1. Cara dan Sikap Makan ........................................................................ 29 2. Penggunaan Ruang Makan ................................................................. 31 C. Makanan .................................................................................................. 35 1. Keanekaragaman Pohon Pakan.......................................................... 35 2. Komposisi Makanan ............................................................................ 39 3. Palatabilitas ......................................................................................... 43 D. Habitat...................................................................................................... 46 1. Struktur Vegetasi ................................................................................. 47 2. Komposisi Vegetasi ............................................................................. 48 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................................. 51 B. Saran........................................................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 52 LAMPIRAN ......................................................................................................... 57
iii
DAFTAR TABEL Teks
Halaman
Tabel 1. Hasil penelitian wilayah jelajah pada Colobinae .............................. 6 Tabel 2. Komposisi bagian yang dimakan pada Colobinae ........................... 8 Tabel 3. Spesies pohon pakan yang memberikan kontribusi ≥1% pada aktivitas makan rekrekan ................................................................. 37 Tabel 4. Sepuluh pohon yang memiliki basal area tertinggi di wilayah jelajah kedua kelompok .................................................................... 38 Tabel 5. Sepuluh jenis yang memberikan kontribusi terbesar pada kedua kelompok .......................................................................................... 43 Tabel 6. Rasio seleksi Rekrekan terhadap tumbuhan pakan ......................... 45
iv
DAFTAR GAMBAR Teks
Halaman
Gambar 1.
Peta lokasi penelitian................................................................... 9
Gambar 2.
Pembagian ruang pohon ............................................................. 11
Gambar 3.
Bentuk jalur analisis vegetasi ...................................................... 12
Gambar 4.
Distribusi perilaku harian Rekrekan ............................................. 18
Gambar 5.
Tipe berpindah Rekrekan ............................................................ 20
Gambar 6.
Sikap istirahat Rekrekan .............................................................. 23
Gambar 7.
Peta wilayah jelajah kelompok yang diamati ............................... 27
Gambar 8.
Cara makan Rekrekan ................................................................. 29
Gambar 9.
Alokasi waktu sikap makan Rekrekan ......................................... 30
Gambar 10. Sikap makan Rekrekan ; (a) menggantung; (b) duduk ................ 31 Gambar 11. Alokasi waktu penggunaan ruang vertikal pohon ........................ 32 Gambar 12. Aktivitas makan Rekrekan di tanah ............................................. 34 Gambar 13. Alokasi waktu aktivitas makan Rekrekan pada berbagai ketinggian .................................................................................... 34 Gambar 14. Proporsi waktu bagian yang dimakan pada kedua kelompok ..................................................................................... 39 Gambar 15. Pengambilan kayu bakar oleh masyarakat .................................. 47 Gambar 16. Distribusi ketinggian pohon di dalam wilayah jelajah Rekrekan ..................................................................................... 48
v
DAFTAR LAMPIRAN Teks
Halaman
Lampiran 1.
Jenis tumbuhan, bagian yang dimakan, habitus dan persentase waktu makan kelompok A....................................... 58
Lampiran 2.
Jenis tumbuhan, bagian yang dimakan, habitus dan persentase waktu makan kelompok B....................................... 61
Lampiran 3.
Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat semai dan tumbuhan bawah pada kelompok A ........................ 63
Lampiran 4.
Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat pancang pada kelompok A ........................................................ 67
Lampiran 5.
Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat tiang pada kelompok A .............................................................. 69
Lampiran 6.
Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat pohon pada kelompok A............................................................ 70
Lampiran 7.
Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat semai dan tumbuhan bawah pada kelompok B ........................ 72
Lampiran 8.
Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat pancang pada kelompok B ........................................................ 74
Lampiran 9.
Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat tiang pada kelompok B .............................................................. 75
Lampiran 10. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat pohon pada kelompok B............................................................ 76 Lampiran 11. Kondisi fisik lingkungan ketika pengamatan kelompok A .......... 77 Lampiran 12. Kondisi fisik lingkungan ketika pengamatan kelompok B .......... 79
1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rekrekan (Presbytis fredericae Sody, 1930) merupakan primata endemik yang hidup di hutan hujan dataran rendah dan hutan pegunungan di Jawa Tengah. Monyet ini sebelumnya dimasukan kedalam anak jenis Surili (Presbytis comata, Desmarest 1822) yaitu monyet daun yang terdapat di hutan pegunungan di Jawa Barat. Namun beberapa penelitian terakhir menyebutkan bahwa primata ini berbeda dengan Surili. Rekrekan ditetapkan sebagai
satwa
yang
dilindungi
sejak
dikeluarkan
surat
keputusan
perlindungan Surili. Surat keputusan tersebut antara lain, SK Menteri Pertanian tanggal 5 April 1979, No 247/Kpts/Um/1979, SK Menteri Kehutanan tanggal 10 Juni 1991, No 301/Kpts-II/1991 dan Undang-Undang no 5 Tahun 1990, sedangkan IUCN (International Conservation Union of Nature) menyatakan bahwa Rekrekan sebagai satwa dengan status Data Defficience yang berarti belum ada informasi yang cukup untuk membuat suatu penilaian baik langsung maupun tidak langsung terhadap resiko kepunahan berdasarkan distribusi dan status populasinya. Rekrekan termasuk kedalam sub famili Colobinae. Menurut Kay dan Davies (1994), sub famili ini memiliki karakteristik lambung kompleks dan proses pencernaan yang dibantu oleh bakteri mikroflora sehingga dapat mencerna makanan yang banyak mengandung serat. Awalnya karakteristik tersebut diasumsikan sebagai adaptasi khusus terhadap makanan yang berupa daun, akan tetapi penelitian-penelitian terakhir menyebutkan bahwa karakteristik tersebut juga sebagai adaptasi untuk mengatasi senyawasenyawa yang sulit dicerna dan racun yang terkandung dalam biji (Waterman dan Kool, 1994). Selain itu, adanya perbedaaan secara philogenetik dan ekologi menyebabkan perilaku makan pada primata bervariasi. Oleh karena itu, adanya informasi mengenai perilaku makan dan tingkat kesukaan makanan penting untuk diketahui sebagai data dasar dalam mendukung upaya konservasi Rekrekan. B. Tujuan Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan informasi mengenai ekologi
makan
Rekrekan
meliputi
perilaku
makan,
komposisi
dan
2
keanekaragaman tumbuhan pakan, tingkat kesukaan terhadap suatu jenis dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perilaku makan. C. Manfaat Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan untuk tindakan pengelolaan terutama dalam pengelolaan habitat Rekrekan.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bio-Ekologi Rekrekan 1. Taksonomi Menurut Fleagle (1988), sub famili Colobinae dibedakan karena lambung yang kompleks dan proses pencernaan yang dibantu oleh bakteri fermentasi dalam mencerna selulosa, ibu jari yang tereduksi, tidak mempunyai kantong pipi, taring yang lebih dalam dibandingkan Cercopitecinae, mempunyai tulang orbital yang lebih panjang, dan moncong yang lebih datar. Colobinae terbagi kedalam Colobus, Langurs dan
Odd-nosed
Semnopithecus
monkey. termasuk
Presbytis kedalam
bersama Colobus.
Tracypithecus Dalam
dan
klasifikasinya,
terdapat dua persepsi yang berbeda. Beberapa peneliti menggolongkan Rekrekan sebagai anak jenis dari Surili (Presbytis comata) dan beberapa peneliti lain menggolongkan sebagai jenis tersendiri. Eudey (2000) menyatakan bahwa klasifikasi Rekrekan adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Famili
: Cercopithecidae
Sub Famili
: Colobinae
Genus
: Presbytis
Jenis : Presbytis fredericae, Sody 1930 2. Morfologi Presbytis merupakan monyet yang berukuran sedang sampai besar dengan kepala bulat, hidung pesek, dan perut yang besar (Napier dan Napier, 1967). Menurut Lekagul dan Mcneely (1977), monyet ini memiliki tungkai yang kecil dan ramping serta ekor yang lebih panjang daripada ukuran kepala dan badannya. Bila dibandingkan dengan genus Trachipithecus, Presbytis memiliki kaki belakang yang lebih panjang sehingga dalam pergerakan lebih banyak dengan meloncat, memiliki lambung yang relatif lebih kecil dan dimorphik yang kurang jelas antar
4
jenis kelaminnya. Rekrekan memiliki warna rambut kelabu kecoklatan, sedangkan bagian ventral mulai dagu, bagian dalam tangan, kaki hingga ekor berwarna putih keabu-abuan serta jambul tumbuh tegak berwarna hitam. Panjang tubuh dari kepala hingga tungging antara 450-480 mm dengan panjang ekor antara 430-680 mm dengan berat tubuh Rekrekan dewasa berkisar antara 5-7 kg (Supriatna dan Wahyono, 2000). B. Habitat dan Penyebaran Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa Rekrekan merupakan primata endemik Jawa Tengah yang ditemukan di wilayah Gunung Slamet dan pegunungan disekitarnya seperti Gunung Cupu, Perkebunan Kaligua, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, dan Gunung Merbabu. Rekrekan hidup di hutan tropik dan hutan pegunungan dengan ketinggian antara 350-1500 m d.p.l. Selain itu, menurut Nijman dan van Balen (1998), Rekrekan juga ditemukan di Pegunungan Dieng yang tersebar mulai dari dataran rendah sampai hutan pegunungan dengan vegetasi hutan primer, hutan sekunder, daerah ekoton, hutan lereng perbukitan, hutan pegunungan dan sub pegunungan. Di Pegunungan Dieng Rekrekan pernah ditemukan pada ketinggian 2565 m d.p.l. (Nijman dan Sozer, 1995). C. Populasi Rekrekan akan berkelompok kecil dengan sistem sosial one malemulti female. Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), Rekrekan membentuk kelompok kecil terdiri dari 3-8 individu, dalam kelompok terdapat jantan dan beberapa betina, serta individu muda yang dalam asuhan induknya. Menurut Nijman (1997), di Gunung Slamet kelompok Rekrekan terdiri dari 4-10 individu sedangkan di Gunung Prahu ukuran kelompok terdiri dari 2-13 individu (Nijman dan van Balen, 1998). Perbedaan jumlah individu dalam kelompok berhubungan dengan kelimpahan pakan yang dapat disediakan oleh habitatnya. Untuk populasi Rekrekan berdasarkan survei Nijman dan van Balen (1998), di Pegunungan Dieng diperoleh kepadatan sebesar 28 ind/km2 sedangkan menurut Setiawan (2006), di lereng selatan Gunung Slamet diperoleh kepadatan 5,60 ind/km2 dan kepadatan kelompok sebesar 2,50 kel/km2 dan survei ke dua pada tahun 2007 sampai 2008 di lereng selatan dan timur Gunung Slamet serta beberapa tempat di Jawa Tengah di
5
temukan 44 individu dalam 12 kelompok dengan nilai kepadatan 8-19 ind/km2 dan nilai kepadatan kelompok sebesar 3-5 kel/km2. D. Aktifitas Harian dan Wilayah Jelajah Aktivitas harian menggambarkan suatu pola penggunaan waktu dan ruang dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup mulai dari pagi hingga sore hari. Primata memiliki variasi interspesifik yang luas dalam aktivitas hariannya. Beberapa jenis dalam aktivitas hariannya mengadopsi strategi konservasi energi yaitu dengan melakukan perjalanan harian yang pendek dan perilaku istirahat yang tinggi serta makan makanan yang tersebar merata. Strategi ini misalnya terjadi pada Trachypithecus pileatus (Stanford, 1991). Sedangkan beberapa jenis mengadopsi strategi yang berbeda yaitu dengan menempuh perjalanan yang jauh untuk mendapatkan makanan yang berkualitas. Faktor-faktor habitat dan lingkungan berpengaruh terhadap aktivitas harian
primata.
Rinaldi
(1985)
menjelaskan
bahwa
aktifitas
harian
dipengaruhi oleh kondisi cuaca pada pagi dan sore hari. Jika kondisi cuaca pada pagi hari berkabut dan dingin, maka aktifitas harian akan lebih lambat dan juga sebaliknya. Sedangkan akhir aktifitas harian akan lebih cepat saat cuaca mendung pada sore hari dan agak lambat saat kondisi cuaca terang. Rekrekan menggunakan tajuk bagian atas dan tengah untuk aktivitas hariannya dan memulai serta mengakhiri aktivitas hariannya ditandai dengan suara loud call dari jantan dewasa. Pada saat bergerak dalam Supriatna dan Wahyono (2000), Rekrekan menggunakan keempat anggota tubuhnya (quadropedal) dan saat pindah pohon Rekrekan melakukan loncatan (leaping). Selain melakukan aktivitas makan, istirahat, dan bergerak, Rekrekan juga melakukan aktivitas sosial dan bersuara. Aktifitas sosial yang dilakukan kelompok Rekrekan meliputi mencari kutu (grooming), yang biasa dilakukan oleh betina dewasa, bercengkrama (playing) dilakukan oleh individu muda dan bayi dan perilaku bersuara (loud call) yang dilakukan oleh jantan dewasa. Primata dalam aktivitas hariannya menggunakan wilayah jelajah yang bervariasi. Luas wilayah jelajah primata dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu ukuran tubuh dalam Milton dan May (1976), sebaran dan kelimpahan makanan dalam Tan et al. (2007), ukuran kelompok dalam Supriatna et al. (1986), phenologi dalam Stanford (1991), lokasi pohon tidur
6
dalam Boonratana (2000) dan Matsuda et al. (2009), dan komposisi vegetasi dalam Li et al. (2000) dan Fleury dan Gautier-Hion (1999), serta geophagi dalam Pages et al. (2005). Faktor-faktor yang menentukan wilayah jelajah primata seringkali berbeda antar jenis yang disebabkan karena perbedaan philogeni dan kondisi habitat, misalnya pada Colobus guereza di hutan Kakamenga Kenya, bahwa wilayah jelajah tidak dipengaruhi oleh ukuran kelompok (Fashing, 2001). Hasil penelitian wilayah jelajah pada Colobinae terdapat pada Tabel 1. Table 1. Hasil penelitian wilayah jelajah pada Colobinae. Wilayah jelajah (ha)
Jenis Nasalis larvatus
220,50
Nasalis larvatus
138,30
Colobus satanas
573 dan 224
Rhinopithecus roxxelana
1830
Colobus angolensis ruwenzorii
2070
Colobus guereza
12-20
Presbytis thomasi
12,3015,70 dan 1,70
Presbitis potenziani
≤ 40
Presbytis comate
14 dan 35-40
Presbytis rubicunda
33-99
Semnopithecus entellus
106; 45; 70
Lokasi Kinabatangan, Borneo Kinabatangan, Borneo Des Abeills Central Gabon Zhouzhi National Nature Reserve China Nyungwe Forest, Rwanda Kakamenga Forest, Western Kenya Ketambe, Indonesia Kepulauan Mentawai, Indonesia Patenggang dan Kamojang, Indonesia Tanjung Puting Reserve, Indonesia Kumbhalgarh Wildlife Sanctuary, India
Literatur Boonratana (2000) Matsuda et al. (2009) Fleury dan GautierHion (1999) Tan et al. (2007) Fashing et al. (2007) Fashing (2001) Gurmaya (1983) Fuentes (1996) Ruhiyat (1983) Supriatna et al. (1986) Chhangani dan Monhot (2006)
E. Perilaku Makan Menurut Soeratmo (1979), perilaku makan merupakan cara makan suatu hewan yang banyak ditentukan oleh faktor dalam. Faktor dalam tersebut memberikan suatu rantai gerak dari hewan. Misalnya mula-mula tangan memegang makanan, kemudian menggerakkan ke mulut, makanan digigit dan dikunyah kemudian menelannya. Tahapan aktivitas makan dimulai dari melihat makanan, memilih, memetik atau langsung memasukkan
7
kedalam mulut, mengunyah, menelan, dan membuang sisa makanan (Arifin, 1991). Kay dan Davies (1994) menyatakan bahwa sub famili Colobinae memiliki ciri lambung yang kompleks dan proses pencernaan yang dibantu bakteri mikroflora sehingga sub famili ini dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung serat tinggi. Selain itu, menurut Lucas dan Teaford (1994) struktur gigi sub famili Colobinae juga berfungsi untuk mengkonsumsi biji dan buah. Hal ini menyebabkan sub famili ini lebih generalis dan tersebar dalam wilayah yang luas (Oates dan Davies, 1994). Aktivitas makan pada sub famili Colobinae memiliki proporsi yang besar dalam aktivitas hariannya. Menurut Kartikasari (1986), jumlah waktu yang digunakan primata untuk makan berhubungan dengan jumlah makanan favorit yang tersedia dan penyebaran dan ketersediaan makanan tersebut di dalam habitatnya. Dikuatkan oleh Bismark (1991) bahwa sumber makanan, kualitas dan distribusi makanan primata sangat tergantung pada tipe dan keadaan habitat yang dihuni oleh jenis-jenis primata. Adanya faktor-faktor pembatas tersebut berpengaruh terhadap strategi primata dalam mencari makan dan perilaku sosialnya. Primata dalam aktivitas makannya, menggunakan sikap tubuh yang bervariasi dipengaruhi oleh sebaran vertikal makanan yang disukai dan kemampuan bagian tumbuhan untuk menopang bagian tumbuhnya. Menurut Fleagle (1988), posisi tubuh pada waktu makan pada Presbytis obscura dan Presbytis melalophos digolongkan menjadi dua yaitu menggantung dan duduk. Sedangkan dalam Sabarno (1998), membagi posisi makan pada Presbytis melalophos menjadi tiga yaitu berdiri, duduk, dan menggantung. Perbedaan sikap tubuh dan posisi makan primata tergantung pada posisi makanan pada tajuk pohon. F.
Palatabilitas dan Pakan Palatabilitas adalah hasil keseluruhan faktor-faktor yang menentukan besarnya tingkat ketertarikan satwa terhadap makanan yang dimakannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan diantaranya yaitu ketersediaan makanan, distribusi dan kelimpahan makanan, komposisi vegetasi, iklim, jenis makanan yang disukai, dan kandungan nutrisi dan energi (Kool, 1991; Stanford, 1991; Dasilva, 1994; Li, et al. 2003, Ding dan Zhao, 2004; Solanki et al., 2008a; Grueter et al., 2009).
8
Faktor pembatas tersebut berpengaruh terhadap penggunaan waktu primata dalam mengkonsumsi makanan sehingga proporsi waktu makan pada primata bervariasi. Biasanya bagian tumbuhan yang dimakan oleh primata hampir sama akan tetapi proporsi waktu makan yang digunakan bervariasi. Beberapa alokasi penggunaan waktu makan pada Colobinae per bagian yang di makan terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi bagian yang dimakan pada Colobinae. Jenis
Komposisi makanan (% waktu makan)
Literatur
Trachypithecus pileata
Daun muda (42%), bunga (22%), buah (17%), daun tua (15%), dan biji (3%)
Solanki et al. (2008b)
Presbytis pileata
Daun muda (42%), daun tua (11%), buah/biji (34%)
Stanford (1991)
Presbitis thomasi
Daun (32,10%), buah (57,70%), bunga (7,50%), lainlain (2,70%)
Gurmaya (1986)
Colobus polykomos
Daun muda/pucuk (26%), daun tua (30%), buah/biji (35%)
Dasilva (1994)
Tracypithecus auratus
Presbytis entellus
Daun muda (46%), daun tua (<1%), bunga (14%), buah/biji (14,50%), biji (12,50%) Daun tua (34,90%), buah (24,40%), pucuk daun (10,60%), bunga/kuncup bunga (9,50%), daun muda (3,60%), serangga (3,00%), dan getah (1,00%)
Kool (1993)
Newton (1992)
Trachypithecus pileata
Daun muda (68%), bunga (16%), dan buah (16%)
Solanki et al. (2008a)
Trachypithecus phayrei
Daun muda dan daun tua (47%), petiole (4%), pucuk (19%), kuncup bunga (16%), buah dan biji (14%)
Azzis dan Feeroz (2009)
9
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan petak 21 RPH Pringsurat BKPH Kesesi KPH Pekalongan Timur dan Perkebunan karet PT. Perkebunan Nusantara IX dusun Sidoguno kecamatan Karanganyar kabupaten Pekalongan provinsi Jawa Tengah. Waktu pelaksanaan selama enam bulan dimulai pada bulan Oktober 2008 hingga Maret 2009.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian.
B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah kamera, handycam, binokuler, perlengkapan pembuatan herbarium, termometer basah dan kering, alat tulis, tallysheet, kompas, clinometer, tali rafia, tambang, pita ukur, tabung pengawet feses dan jam tangan. Sedangkan bahan atau objek yang digunakan adalah dua kelompok Rekrekan (Presbytis fredericae, Sody 1930).
10
C. Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka mengenai kondisi umum lokasi penelitian dan wawancara dengan berbagai pihak yang terkait. Data primer yang diambil adalah sebagai berikut : 1. Aktivitas harian terdiri dari perilaku bersuara, makan, berpindah, istirahat, dan sosial. Beberapa hal yang diamati didalam aktivitas harian adalah mulai dan akhir aktivitas, pola penggunaan waktu meliputi data lama waktu dan frekuensi. 2. Perilaku makan yang dilakukan oleh Rekrekan, meliputi cara makan, sikap tubuh yang dilakukan, ketinggian pada saat Rekrekan makan, dan posisi makan pada strata tajuk pohon. 3. Makanan yang dimakan oleh Rekrekan, meliputi jenis tumbuhan dan bagian yang dimakan. 4. Ukuran kelompok dan struktur kelompok berdasarkan jenis kelamin dan struktur umur. 5. Karakteristik habitat, meliputi kondisi fisik habitat, tipe habitat, dan tipe vegetasi. 6. Kondisi fisik lingkungan (cuaca, suhu dan kelembaban) pada saat pengamatan. D. Pengenalan Lapangan Kegiatan pengenalan lapangan merupakan kegiatan pendahuluan yang dilakukan guna mengetahui jumlah dan struktur kelompok dan wilayah jelajah kelompok Rekrekan. Kegiatan pengenalan lapangan mencakup : 1. Pengenalan kondisi lapangan lokasi penelitian. 2. Pengenalan kelompok-kelompok Rekrekan yang akan diamati 3. Pengenalan jenis-jenis tumbuhan pakan Rekrekan. E. Metode Pengambilan Data 1. Aktivitas Harian Pengamatan aktivitas harian Rekrekan dilakukan dengan metode scan sampling. Pengamatan dilakukan setiap hari berdasarkan waktu aktifnya. Pengamat harus menjaga jarak dengan kelompok yang diikuti
11
agar tidak mengganggu aktifitas hariannya. Jarak pengamat dengan kelompok tergantung pada posisi kelompok Rekrekan di atas pohon dan kondisi topografi lokasi penelitian. Pencatatan data perilaku dilakukan dengan metode continous recording. Pada metode ini ditujukan untuk mencatat kenyataan perilaku yang terjadi, baik frekuensi maupun lamanya terjadinya suatu perilaku. 2. Perilaku Makan Pengamatan perilaku makan dilakukan berdasarkan kelompok Rekrekan. Pada pengamatan perilaku makan ada pengkategorian pada parameter yang diamati diantaranya yaitu : a. Sikap tubuh pada saat makan dikategorikan menjadi 2 yaitu duduk dan menggantung. b. Ketinggian pada saat Rekrekan makan dikategorikan menurut interval 5 m. c. Posisi makan pada pohon dibagi menjadi 9 bagian.
Gambar 2. Pembagian ruang pohon.
3. Pakan Pengamatan makanan yang dimakan yang meliputi jenis pohon dan bagian yang dimakan dapat diamati secara langsung dilapangan ketika Rekrekan melakukan perilaku makan. Selain itu, dilakukan
12
pengoleksian feses sebagai pembanding hasil pengamatan langsung. Feses diawetkan dengan menggunakan alkohol 70% kemudian dianalisis di Laboratorium Konservasi Eksitu Satwaliar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan IPB. 4. Karakteristik Habitat Informasi mengenai karakteristik habitat diperoleh melalui analisis vegetasi. Metode yang digunakan adalah Metode Garis Berpetak yaitu dengan membuat petak-petak contoh di sepanjang jalur pengamatan (Kusmana, 1997). Ukuran petak adalah 20 x 20 m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Dalam petak dibuat sub plot berukuran 2 x 2 m untuk tingkat pertumbuhan semai, 5 x 5 m untuk tingkat pertumbuhan pancang dan 10 x 10 m untuk tingkat pertumbuhan tiang. Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah jenis pohon, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang, dan tinggi total. Untuk tingkat pertumbuhan pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu setiap jenis. 10 m
5m 5 m 2 m Arah jalur
5 m 10 m
Gambar 3. Bentuk jalur analisis vegetasi.
5. Kondisi Fisik Lingkungan Informasi tentang cuaca dilakukan dengan mendeskripsikan pada saat pengamatan. Cuaca dikategorikan menjadi empat kategori yaitu cerah, mendung, hujan gerimis, dan hujan lebat. Untuk data suhu dan kelembaban didapat dengan melakukan pengukuran dilapangan dengan menggunakan termometer kering dan basah.
13
F.
Analisis Data 1. Aktivitas Harian Analisis data aktivitas harian dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu penguraian dan penjelasan mengenai parameter yang diukur dan diamati kemudian disajikan dengan analisis grafik. 2. Perilaku Makan Analisis data perilaku makan dilakukan dengan analisis deskriptif yaitu penguraian dan penjelasan mengenai parameter dalam perilaku makan yang diukur dan diamati. Selain itu, dilakukan juga dengan analisis grafik yaitu menyajikan parameter perilaku makan yang diukur dan diamati melalui metode grafik dan interpretasinya. 3. Pakan Analisis pakan Rekrekan dilakukan dengan analisis deskriptif kemudian
dianalisis
dengan
menggunakan
grafik
kemudian
diinterpretasikan. Penentuan tingkat seleksi rasio, mengacu pada Kool (1993) dan Fashing (2001) yaitu dengan rumus : , dimana Keterangan : SR = Seleksi rasio BA = Basal area D = Diameter batang
4. Karakteristik Habitat Analisis data dilakukan deskriptif dan grafik. Berdasarkan kegiatan pengukuran vegetasi dengan menggunakan Metode Garis Berpetak akan diperoleh informasi mengenai kerapatan relatif, dominansi relatif, dan frekuensi relatif suatu jenis yang dihitung menggunakan rumus-rumus sebagai berikut: a. Kerapatan Relatif Suatu Jenis (KR)
b. Dominansi Relatif Suatu Jenis (DR)
14
c. Frekuensi Relatif Suatu Jenis (FR)
d. Indeks Nilai Penting untuk Tingkat Pohon dan Tiang e. Indeks Nilai Penting untuk tingkat semai dan pancang f. Indeks Keanekaragaman Jenis , dimana Keterangan : H´ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener ni = Indeks nilai penting suatu jenis Ni = Indeks nilai penting dari seluruh jenis
15
IV. KONDISI UMUM LOKASI
A. Kondisi Fisik 1. Letak dan Luas Lokasi penelitian secara geografis terletak diantara 109° 35' - 109° 37' BT dan 07° 02' - 07° 00' LS dan secara administratif terletak di desa Gutomo kecamatan Karanganyar kabupaten Pekalongan provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan tipe penggunaan lahan, lokasi penelitian masuk kedalam wilayah RPH Pringsurat BKPH Kesesi KPH Pekalongan Timur dan Perkebunan karet kebun Blimbing PT. Perkebunan Nusantara IX. Luas dan batas-batas lokasi penelitian mengacu pada luas dan batas secara administratif desa Gutomo seluas 403764 ha dengan batas desa yaitu : a. Sebelah utara, dibatasi oleh desa Kulu dan desa Tanjungkulon kecamatan Karanganyar. b. Sebelah barat, dibatasi oleh desa Brengkolang dan desa Pringsurat serta desa Sukoyoso kecamatan Karanganyar. c. Sebelah
selatan,
dibatasi
oleh
desa
Kutorembet
kecamatan
Lebakbarang dan desa Brengkolang kecamatan Karanganyar. d. Sebelah timur, dibatasi oleh desa Medolo dan desa Kutorembet kecamatan
Lebakbarang
serta
desa
Limbangan
kecamatan
Karanganyar. 2. Topografi dan Tanah Lokasi penelitian memiliki ketinggian tempat berkisar antara 150900 m d.p.l. dengan topografi kawasan bervariasi mulai datar, bergelombang dan berbukit serta kemiringan lahan berkisar antara 040%. Beberapa bukit yang terdapat di lokasi penelitian antara lain Igir Moyanan (714 m d.p.l), Igir Siangin (548 m d.p.l), Igir Selo (532 m d.p.l), Igir Sidosukmo (660 m d.p.l), Igir Silutung (431 m d.p.l), Igir Kaliarus (888 m d.p.l) dan Igir Kelapadua (563 m d.p.l). Mardiyanah (2005) menyatakan bahwa secara geologis lokasi penelitian terbagi menjadi tiga tipe yaitu aluvium facies gunung api, daerah hasil gunung api kwarter tua dan daerah facies gunung api. Sedangkan jenis tanah di lokasi penelitian yaitu jenis grumosol dan latosol.
16
3. Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, iklim di lokasi penelitian dan sekitarnya tergolong tipe iklim B dengan nilai Q sebesar 33% yaitu tipe iklim tanpa musim kering dan tergolong kedalam hutan hujan tropika yang selalu hijau. Adapun curah hujan sebesar 3540 mm dengan curah hujan rata-rata 1794-2533 mm/tahun dan jumlah hari hujan 194 hari. Suhu rata-rata harian di lokasi penelitian berkisar antara 23,2526,15°C dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 90%. 4. Hidrologi Lokasi penelitian masuk ke dalam wilayah Sub das Sragi Das Sragi SWP Pemali Comal BPDAS Pemali Jratun dan merupakan wilayah tangkapan air yang sangat penting bagi wilayah sekitarnya. Di lokasi penelitian mengalir dua sungai besar yaitu sungai Sukoyoso dan Sibedil. Sungai Sukoyoso merupakan gabungan dari beberapa anak sungai yaitu kali Tapen, kali Sikabrug, kali Arus, kali Sipetot, kali Wungu dan kali Silutung. Kedua sungai tersebut mengalir ke sungai Sragi dan bermuara ke Laut Jawa. B. Kondisi Biotik 1. Flora Lokasi penelitian merupakan ekosistem hutan dataran rendah. Menurut Whitten et al. (1999), hutan dataran rendah dicirikan dengan keanekaragaman jenis yang tinggi dan adanya keberadaan jenis-jenis tertentu seperti Wesnu (Kleinhovia hospita), Putat (Barringtonia spicata), dan Bendo (Arthrocarpus elastica) Beberapa jenis tumbuhan lain yang ditemui di lokasi penelitian diantaranya adalah Sapi (Pometia pinnata), Rau (Dracontomelon mangiferum),
Antap
(Sterculia
coccinea),
Cangkok
(Chisocheton
divergens), dan jenis-jenis bambu seperti Bambu Apus (Gigantochloa apus) dan Bambu Petung (Dendrocalamus asper) serta ditemukan juga jenis-jenis anggrek. 2. Fauna Lokasi penelitian merupakan habitat dari berbagai jenis satwa langka dan dilindungi. Mamalia primata yang terdapat didalamnya antara
17
lain adalah Owa Jawa (Hylobates moloch), Rekrekan (Presbytis fredericae), Lutung (Trachypithecus auratus), dan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Satwa ungulata yang ada antara lain Kijang (Muntiacus muntjak) dan Babi Hutan (Sus scrofa). Sedangkan untuk satwa karnivora yaitu Macan Tutul (Panthera pardus). Di lokasi penelitian juga ditemukan beberapa burung pemangsa seperti Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) dan Elang Ular Bido (Spilornis cheela) serta jenis rangkong yaitu Julang emas (Aceros undulatus).
18
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Harian dan Wilayah Jelajah 1. Aktivitas Harian Aktivitas harian diamati dengan mengambil dua sampel kelompok. Kedua kelompok yang diamati memiliki struktur kelompok yang berbeda. Kelompok A memiliki tipe satu jantan-banyak betina (one male-multi female) dengan komposisi satu jantan dewasa, empat betina dewasa, satu betina pradewasa, satu remaja dan dua anak. Sedangkan kelompok B memiliki tipe semua jantan (all male bands) dengan komposisi dua jantan dewasa, dua jantan pradewasa, dan satu jantan remaja. Penentuan kelompok yang diamati berdasarkan pertimbangan kondisi topografi yang memungkinkan pengamat untuk mengamati kedua kelompok. Berdasarkan 609 jam 17 menit pengamatan pada kedua kelompok, aktivitas harian Rekrekan dimulai antara pukul 04:48-06:39 WIB dan berakhir pukul 17:23-18:13 WIB. Jenis aktivitas harian setiap hari relatif sama, namun lamanya aktifitas yang dilakukan bervariasi. Menurut Strier (2000), aktivitas harian primata merupakan respon terhadap perubahan panjang hari tahunan, temperatur, dan curah hujan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas harian Rekrekan lebih ditentukan oleh panjang hari tahunan dan kondisi cuaca. Distribusi aktifitas harian Rekrekan selama penelitian terdapat pada Gambar 4.
Gambar 4. Distribusi perilaku harian Rekrekan.
19
Berdasarkan Gambar 4, alokasi waktu harian Rekrekan lebih banyak digunakan untuk istirahat sedangkan aktivitas makan dan berpindah mempunyai alokasi waktu yang lebih kecil. Hal ini merupakan bentuk
adaptasi
mengkonservasi
Rekrekan energi.
dalam
Faktor
lain
perilaku yang
hariannya
mempengaruhi
untuk yaitu
berhubungan dengan makanan. Makanan Rekrekan lebih didominasi oleh daun yang memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga dalam proses pencernaannya membutuhkan waktu yang lama untuk memprosesnya menjadi energi. Aktifitas harian Rekrekan dimulai dengan aktivitas makan, karena biasanya Rekrekan bermalam pada pohon makanannya atau berada dekat dengan pohon makanannya. Pada saat awal aktivitas makan, jantan dewasa terlebih dahulu duduk di tajuk atas pohon pakan untuk mengawasi kondisi sekitarnya dan apabila kondisi telah aman jantan dewasa akan ikut makan bersama anggota kelompok yang lain. Setelah aktivitas makan, biasanya Rekrekan akan mulai melakukan pergerakan untuk mencari sumber makanan yang lain. Aktivitas berpindah pada Rekrekan lebih banyak menggunakan bagian tengah tajuk dan turun ke tanah apabila jalur pergerakan terputus karena fragmentasi. Ketika melakukan pergerakan Rekrekan cenderung menggunakan jalur yang sama dengan jenis primata lain seperti Lutung dan Owa Jawa. Apabila di jalur pergerakan terdapat primata lain, Rekrekan akan memilih diam terlebih dahulu atau merubah jalur pergerakannya. Hasil
pengamatan
dilapangan
didapatkan
bahwa
meloncat
(leaping) lebih banyak digunakan oleh Rekrekan dalam berpindah. Secara morfologi, genus Presbytis memiliki kaki belakang yang lebih panjang dibandingkan kaki depan dan tubuh yang memanjang serta lengan yang ramping sehingga karakteristik ini mendukung untuk melakukan leaping. Selain itu genus ini tersebar pada habitat yang memiliki kondisi tajuk yang tidak kontinyu sehingga leaping menjadi alternatif yang tepat terkait dengan penggunaan energi (Fleagle, 1988). Menurut Gebo et al. (1994), intensitas meloncat Colobus badius akan meningkat apabila terdapat ancaman dari luar seperti kehadiran manusia dan predator. Hal ini kemungkinan terjadi pada penelitian ini,
20
kondisi kelompok yang belum terhabituasi memungkinkan Rekrekan lebih banyak menggunakan tipe leaping dalam berpindah. Beberapa tipe Rekrekan dalam berpindah terdapat pada Gambar 5.
Sumber: Rinaldi (1985) dan Kartikasari (1986)
Gambar 5. Tipe berpindah Rekrekan.
Pergerakan kelompok A diinisiasi oleh individu jantan dengan individu betina dewasa memimpin pergerakan dan individu jantan berada dibelakang kelompok sedangkan pada kelompok B individu jantan dewasa dominan berperan sebagai inisiasi dan penentu arah pergerakan dengan jantan dewasa kedua memimpin pergerakan dan jantan dewasa dominan berada dibelakang kelompok. Strategi ini bertujuan untuk melindungi
individu
muda
dalam
kelompok
dari
predator
serta
dimaksudkan untuk proses belajar anggota kelompok muda dalam
21
mengenal, memetakan, dan mengetahui siklus phenologi jenis pohon pakan. Awal pergerakan kedua kelompok tidak selalu ditandai oleh panggilan keras (loud call). Pada kelompok B lebih sering teramati pergerakan diawali dengan suara “nguk” oleh jantan dewasa dominan untuk memanggil individu lain yang bergerak dengan arah berlainan. Adanya anggota kelompok yang tidak sekerabat atau sekeluarga menyebabkan tingkat kohesi antar individu kelompok rendah dan memungkinkan tipe suara ini lebih sering digunakan pada kelompok B. Aktivitas bersuara teramati ketika Rekrekan melakukan aktivitas pergerakan, makan, dan sosial. Menurut Delgado (2006), perilaku bersuara khususnya loud call berfungsi sebagai fungsi spasial antar kelompok, koordinasi sosial, dan seleksi sosial. Dalam kaitannya dengan fungsi spasial antar kelompok, menurut Mitani dan Stuht (1999), loud call merupakan adaptasi suara untuk meningkatkan pengakuan wilayah dalam jarak yang jauh. Aktivitas bersuara Rekrekan terbagi kedalam beberapa tipe suara dan penggunaannya diantaranya yaitu : a. “chek kek kek kek kek kek kek kik” Tipe suara ini disebut juga loud call, terjadi selama 2-3 detik. Saat dikeluarkan biasanya loud call didahului dengan meloncat (leaping). Suara ini dikeluarkan oleh jantan dewasa dan jantan pradewasa. Pada jantan pradewasa suara yang dikeluarkan belum sempurna. Tipe suara ini dikeluarkan ketika terdapat gangguan berupa kehadiran manusia atau predator dan saat kelompok berada atau bertemu dengan kelompok lain di tepi wilayah jelajahnya. Suara ini juga dikeluarkan pada saat terdapat pohon tumbang (Ruhiyat, 1983). b. “nguk/kruk” Tipe suara ini dikeluarkan oleh jantan dewasa, biasanya terjadi ketika saling terpisah antar anggota kelompok dan sebagai sinyal pergerakan. Tipe suara ini lebih banyak teramati pada kelompok B. c. “chek” Tipe suara ini merupakan suara tarikan nafas dari hidung. Dikeluarkan oleh individu jantan dan betina dewasa. Suara ini dilakukan pada saat ada ancaman dari luar misalnya kehadiran manusia atau predator.
22
d. “chek kek kek kek kek” Tipe suara ini hampir sama dengan loud call tetapi dalam durasi yang lebih pendek, antara 0,5-1 detik. Dikeluarkan oleh individu jantan dewasa, dilakukan ketika terdapat individu dari kelompok yang tertinggal dalam pergerakan dan ketika ancaman akibat manusia atau predator telah menjauh. Ketika individu jantan mengeluarkan tipe suara ini biasanya individu lain akan menyahuti dengan suara “wec chek kik” e. “nyiet” Tipe suara ini dikeluarkan oleh anak saat terpisah dengan induknya. Ketika tipe suara ini dilakukan seringkali disertai dengan meringis. Biasanya induk akan menyahuti dengan suara “nyieet” yang lebih melengking dan panjang. f. “nyieet” Tipe suara ini dikeluarkan oleh betina dewasa dan remaja. Pada betina dewasa, dilakukan ketika induk terpisah dengan anaknya. Sedangkan pada remaja suara ini dihasilkan pada saat berkumpul setelah pergerakan. Suara ini juga dikeluarkan pada saat kondisi telah aman dari bahaya dan biasanya dikeluarkan setelah merangkul individu lain. g. “ngeek” dan “ngeok” Tipe suara ini dikeluarkan oleh anak dan remaja pada saat terpisah dengan induknya atau dengan kelompoknya. Pada kelompok B, saat remaja mengeluarkan tipe suara ini biasanya akan disahuti dengan suara “nguk/kruk” oleh jantan dewasa. h. “ngek” Tipe suara ini teramati terjadi pada saat kelompok melakukan aktivitas makan. Suara ini dikeluarkan oleh individu remaja, pra remaja dan dewasa, biasanya disebabkan karena terjadi perebutan tempat makan. Menjelang siang hari, Rekrekan akan melakukan aktivitas istirahat. Saat cuaca cerah biasanya Rekrekan akan beristirahat lebih awal pada pukul 07:00-8:30 WIB dan akan beristirahat kembali pada pukul 11:0013:30 WIB. Sedangkan pada saat cuaca mendung, Rekrekan mulai beristirahat pada pukul 09:00-11:00 WIB dan akan beristirahat kembali
23
pukul 13:00-15:00 WIB. Rekrekan dalam aktivitas istirahat lebih memilih pohon dengan tajuk lebat dan berliana. Pemilihan ini dilakukan untuk menghindari adanya predator dan terlindung dari panas matahari. Beberapa sikap tubuh yang digunakan Rekrekan saat aktivitas istirahat terdapat pada Gambar 6.
Sumber: Kartikasari (1986) dan Bismark (1994)
Gambar 6. Sikap istirahat Rekrekan.
Hubungan sosial Rekrekan teramati ketika aktivitas makan, bergerak dan saat atau setelah beristirahat. Hubungan sosial yang dilakukan oleh Rekrekan terbagi menjadi tiga yaitu : a. Hubungan antara individu dalam kelompok Hubungan sosial antar individu dalam kelompok yang teramati diantaranya yaitu berkutu-kutuan (grooming). Grooming berfungsi untuk menghilangkan ektoparasit dan untuk mempererat hubungan antar individu dalam kelompok. Hasil pengamatan pada kelompok A grooming terjadi antara betina dewasa dengan jantan dewasa, betina dewasa dengan betina pradewasa, betina dewasa dengan remaja, dan betina dewasa dengan anak. Grooming antara betina dewasa dengan anak lebih banyak teramati. Hal yang sama juga terjadi pada Semnopithecus entellus yang lebih sering dan menggunakan waktu
24
yang lama pada saat grooming dengan kerabat terdekatnya (Borries, 1992). Hubungan sosial lain yang teramati yaitu berhubungan dengan perilaku kawin yaitu proses merayu untuk kawin (solicit mating), kawin (copulation), kawin semu (pseudocopulation), dan perilaku belajar. Pada kelompok A, perilaku kawin/kopulasi teramati selama ±5 detik dan diawali dengan loud call yang terus menerus oleh jantan. Sedangkan pada kelompok B tidak teramati adanya kopulasi karena semua anggota kelompok memiliki jenis kelamin jantan dan perilaku kawin hanya berupa proses belajar yang dilakukan oleh individu remaja terhadap jantan dewasa dan biasanya diawali dengan suara “nyiet” dan meringis. Solicit mating teramati pada saat Rekrekan melakukan aktivitas makan. Solicit mating dilakukan oleh betina dewasa dengan cara mengangkat ekor dan menunjukkan alat kelaminnya pada jantan, akan tetapi solicit mating yang teramati tidak terjadi proses kawin. Sedikit berbeda dengan Semnopithecus entellus, solicit mating seringkali dilakukan juga dengan menggelengkan kepala kepada jantan dan kemudian terjadi perilaku kawin (Newton, 1987). Hubungan sosial antar individu juga teramati pada betina dewasa dalam kaitannya dengan reproduksi adalah pseudocopulation yaitu individu betina seolah-olah berperan sebagai individu jantan dewasa melakukan perilaku kawin terhadap betina lain. Psedocopulation merupakan strategi reproduksi pada individu betina untuk menekan betina lain melakukan solicit mating terhadap jantan sehingga jantan tidak tergoda dan kawin dengan betina yang melakukan solicit mating. Perilaku sosial juga teramati setelah perilaku istirahat adalah bermain. Bermain lebih banyak dilakukan oleh remaja dan anak. Biasanya ditunjukkan dengan saling kejar, dorong atau berguling. Pada kelompok A, aktivitas bermain satu kali teramati dilakukan di tanah sedangkan kelompok B tidak pernah teramati bermain di tanah. Selain itu, perilaku sosial juga teramati pada saat makan berupa menjaga anak individu lain (infant-handling). Biasanya dilakukan oleh individu pradewasa terhadap anak individu lain.
25
b. Hubungan antar kelompok Hubungan antar kelompok ditunjukkan dengan aktivitas bersuara (loud call) di batas teritorinya dan akan terjadi konflik apabila kelompok saling bertemu di tepi wilayah jelajahnya. Selama pengamatan tercatat kelompok A satu kali konflik dengan kelompok lain sedangkan kelompok B tercatat tiga kali konflik dengan kelompok lain. Biasanya konflik terjadi di wilayah jelajah kelompok yang berada di perkebunan karet yang merupakan jenis yang memiliki kontribusi tinggi pada kedua kelompok. Menurut Korstjens et al. (2005), meningkatnya sifat agresif Colobus polykomos polykomos dengan kelompok lain disebabkan karena ketersediaan makanan di lokasi yang penting, keberadaan bayi/anak, sifat mau menerima pada betina terhadap betina lain dan selama
bulan-bulan
ketika
kelompok
mempertahankan
dan
mengkonsumsi biji dari Pentaclethra macrophylla. c. Hubungan dengan satwa lain Hubungan dengan satwa lain teramati baik bersifat agresif maupun toleran. Hubungan yang bersifat agresif tercatat dua kali terjadi dengan Owa Jawa (Hylobates moloch) pada saat keduanya bertemu di sekitar pohon buah dan ketika Owa Jawa berada dekat dengan kelompok Rekrekan yang sedang konflik dengan kelompok lain. Selain itu, dua kali konflik juga terjadi dengan Jelarang (Ratufa bicolor) dan Punai Gading (Treron vernans) saat kelompok makan buah Cangkok dan Mbulu serta teramati juga empat kali konflik dengan Elang Ular Bido (Spilornis cheela) dan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) saat Rekrekan beristirahat. Hubungan yang bersifat toleran teramati ketika Rekrekan bergerak dan makan bersama dengan Lutung (Trachypithecus auratus) dan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Sore hari biasanya Rekrekan akan melakukan aktivitas makan lagi kemudian akan bergerak menuju pohon tidur. Rekrekan memilih tempat tidur pada pohon tertinggi yang terletak di punggungan atau lembahan. Berdasarkan pengamatan, Rekrekan menggunakan lokasi dan pohon tidur yang sama dan seringkali bermalam berdekatan dengan Lutung apabila pohon tidur digunakan terlebih dahulu oleh Lutung dan Monyet Ekor Panjang. Pada kelompok A, selama pengamatan tidak teramati tidur
26
dalam satu pohon sedangkan kelompok B enam kali teramati tidur dalam satu pohon. Perbedaan cara tidur kedua kelompok dipengaruhi oleh ukuran kelompok dan ukuran tajuk pohon tidur yang ada di dalam wilayah jelajah kedua kelompok. 2. Wilayah Jelajah Panjang perjalanan harian dan wilayah jelajah pada sub famili Colobinae ditentukan oleh variasi faktor ekologi dan perilaku seperti curah hujan dan waktu penyinaran, konsumsi makanan, ketersediaan dan kelimpahan makanan, ukuran kelompok, struktur sosial, lokasi pohon tidur, dan kompetisi antar kelompok. Berdasarkan hasil analisis spasial, kelompok B melakukan perjalanan harian lebih jauh antara 694-1269 m sedangkan pada kelompok A perjalanan harian dilakukan antara 576-1146 m. Apabila dihubungkan dengan ukuran kelompok hasil ini bertentangan dengan Fashing (2001) pada Colobus guereza bahwa perjalanan harian akan meningkat seiring dengan ukuran kelompok. Pada penelitian ini, perjalanan harian lebih ditentukan oleh variasi makanan, distribusi dan kelimpahan makanan yang disukai seperti buah dan biji serta tingginya intensitas manusia di dalam wilayah jelajah kedua kelompok. Kelompok A memiliki luas wilayah jelajah sebesar 54,55 ha yang meliputi hutan sekunder, kebun masyarakat, dan perkebunan karet sedangkan kelompok B menempati wilayah yang kurang produktif dengan luas jelajah yang lebih kecil yaitu 48,16 ha meliputi semak belukar, hutan pinus, pemukiman, dan perkebunan karet. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok all male Semnopithecus entellus yang menempati habitat kurang produktif dengan keanekaragaman pohon pakan rendah dan tajuk yang lebih tidak kontinyu (Bennet dan Davies, 1994). Hasil luas wilayah jelajah Rekrekan pada penelitian ini lebih besar dibandingkan wilayah jelajah Surili (Presbytis comata) dalam Ruhiyat (1983) di Kamojang dan Patenggang dengan luas wilayah jelajah antara 35-40 ha dan 14 ha dan luas wilayah jelajah Surili di hutan Haurbenteus dalam Sujatnika (1991) yaitu sebesar 12-15 ha. Sedangkan luas wilayah jelajah Rekrekan jauh lebih kecil bila dibandingkan wilayah jelajah Surili di Taman Nasional Gede-Pangrango yang memiliki luas wilayah jelajah antara 76-82 ha (Arifin, 1992). Perbedaan luas wilayah jelajah ini terjadi
27
karena adanya perbedaan kondisi ekologi dan tingkat gangguan manusia dari tiap lokasi penelitian. Kedua kelompok yang diamati mengalami tumpang tindih wilayah jelajah. Luas wilayah jelajah kedua kelompok mengalami tumpah tindih sebesar 2,49 ha. Tumpah tindih terjadi pada daerah yang terdapat pohon buah dan biji serta kedua kelompok menggunakan pohon tersebut sebagai pohon makanannya. Hal ini membuktikan bahwa buah dan biji merupakan komponen penting dalam ekologi makan Rekrekan berkaitan dengan pola penggunaan ruang secara horizontal pada Rekrekan. Wilayah jelajah kedua kelompok yang diamati dan overlapnya terdapat pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta wilayah jelajah kelompok yang diamati.
B. Perilaku Makan Aktivitas makan Rekrekan dapat dibedakan dalam tiga periode waktu berdasarkan kondisi cuaca. Saat cuaca cerah, Rekrekan akan melakukan aktivitas makan pada pukul 05:00-07:00 WIB kemudian istirahat lebih awal dan akan mulai makan kembali pada pukul 08.30-11.00 WIB dan sore hari menjelang tidur. Sedangkan pada saat cuaca mendung, Rekrekan akan makan dari bangun pagi sampai pukul 09:00 WIB kemudian akan beristirahat
28
sampai pukul 11:00 WIB. Rekrekan akan makan kembali pada pukul 11:0013:00 WIB dan pukul 15:00 WIB sampai menjelang tidur. Perbedaan pola waktu aktivitas makan Rekrekan dikarenakan adanya kebutuhan energi untuk menjaga suhu tubuh berhubungan dengan kondisi cuaca. Seperti halnya pada Colobus guereza yang melakukan aktivitas berjemur dan meminimalisir pergerakan untuk menjaga panas tubuhnya karena udara dingin (Dasilva, 1992). Aktivitas makan Rekrekan bervariasi menurut jenis dan bagian yang dimakan. Pada pagi hari Rekrekan lebih banyak melakukan aktivitas makan di pohon buah atau biji yang disukainya seperti Cangkok (Chisocheton divergens),
Karet
(Hevea
brasiliensis),
Songgolangit
(Arthrophyllum
javanicum), Mbulu (Ficus annulata), Aceh (Nephelium lappaceum), dan Bendo (Arthrocarpus elastica), sedangkan pada siang sampai sore hari makanan lebih di dominasi oleh daun muda. Menurut Clutton dan Brock (1977), konsumsi buah dan biji pada pagi hari dimaksudkan sebagai pengganti energi yang hilang pada malam hari. Akan tetapi menurut Davies (1991), pada Presbytis rubicunda tidak terjadi perbedaan antara konsumsi buah pada pagi hari dan siang hari. Bila dikaji dari kandungan nutrisinya, menurut Waterman dan Kool (1994), buah dan biji memiliki kadar tannin, protein dan serat yang rendah tetapi memiliki kandungan lemak dan karbohidrat yang tinggi sehingga lebih mudah dalam proses pencernaannya sehingga kekurangan energi lebih cepat terpenuhi. Hal ini kemungkinan menjadi dasar bagi Rekrekan dalam mengkonsumsi buah dan biji pada pagi hari dan strategi ini juga diduga berhubungan dengan kebutuhan energi untuk perjalanan hariannya. Aktivitas makan Rekrekan seringkali teramati makan bersama dengan Lutung di pohon Mbulu, Cangkok, dan Ares. Adanya perbedaan bagian yang dimakan dan toleransi pembagian tajuk memungkinkan tidak terjadi konflik antar keduanya, misalnya pada saat Rekrekan dan Lutung makan bersama di pohon cangkok, Rekrekan akan makan buah serta bijinya dan lebih memilih buah yang telah matang sedangkan Lutung lebih memilih makan kulit buah pada buah yang belum matang dan keduanya akan saling berbagi tajuk tempat makan. Menurut Bennet dan Davies (1994), hal ini terjadi karena adanya ciri morfologi lambung yang berbeda sehingga mempengaruhi strategi makan kedua genus ini.
29
1. Cara dan Sikap Makan Rekrekan menggunakan sikap dan cara makan bervariasi dalam aktivitas makannya. Menurut Gaber (1987), perbedaan dalam posisi berperilaku disebabkan oleh perubahan tahunan dalam makanan, perjalanan harian, strategi dalam mencari makan, pola perilaku, dan interaksi sosial. Cara dan sikap makan Rekrekan dalam mendapatkan makanan terdapat pada Gambar 8.
Sumber: Fleagle (1988) dan Bismark (1994)
Gambar 8. Cara makan Rekrekan.
Cara makan Rekrekan bervariasi berhubungan dengan letak atau posisi bagian yang dimakan di pohon, dukungan cabang tempat makan (ukuran, orientasi, dan kelenturan) serta tipe percabangan dari pohon pakan. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat dua cara makan yang digunakan. Pertama, Rekrekan akan menarik cabang dan memasukkan makanan ke mulut. Cara ini dilakukan Rekrekan saat makan makanan yang terletak di ujung percabangan dengan kelenturan cabang tinggi. Cara makan ini sering teramati pada saat Rekrekan makan bunga Sempu (Dillenia obovata) dan Walisongo (Schefflera grandiflora), pucuk kayu Karet (Hevea brasiliensis), dan saat makan buah dan biji Prempeng (Mallotus peltatus). Kedua, dengan cara mematahkan atau mengambil
30
satu persatu bagian makanan. Cara ini lebih umum digunakan saat Rekrekan makan. Cara makan ini juga lebih sering digunakan oleh remaja Macaca radiata (Dunbar dan Gadam, 2000). Rekrekan dalam mengeksploitasi makanannya lebih banyak menggunakan sikap duduk dibandingkan sikap menggantung. Pada kelompok A dari 83,38 jam pengamatan aktivitas makan, 83,15 jam menggunakan sikap duduk sedangkan sikap menggantung hanya 0,23 jam dan kelompok B mengalokasikan waktu makannya untuk sikap menggantung lebih besar yaitu 2,33 jam sedangkan sikap duduk sebesar 88,88 jam dari 91,21 jam aktivitas makan. Perbedaan alokasi waktu sikap makan yang digunakan oleh kedua kelompok berhubungan dengan total waktu pengamatan, kelimpahan jenis tumbuhan pakan yang harus diakses dengan posisi menggantung, dan distribusi makanan yang disukai. Menurut Gebo dan Chapman (1995), penggunaan posisi duduk yang tinggi dalam aktivitas makan Colobus guereza dan Colobus badius dipengaruhi oleh dukungan dari cabang tempat makan, ketinggian, dan penggunaan tajuk saat aktivitas makan. Sedangkan pada Alouatta seniculus penggunaan posisi duduk yang tinggi lebih dipengaruhi oleh kelimpahan buah (Youlatos 1998). Alokasi waktu posisi yang digunakan dalam aktivitas makan Rekrekan terdapat pada Gambar 9.
Gambar 9. Alokasi waktu sikap makan Rekrekan.
Rekrekan menjaga keseimbangan tubuhnya dalam sikap duduk dengan cara membagi tumpuan tubuh pada beberapa cabang secara
31
menyamping (lateral) dan seringkali teramati menggunakan ekor sebagai penumpu terutama ketika makan di percabangan pohon yang daya dukung terhadap massanya kecil. Menurut Dunbar dan Gadam (2000), strategi ini dimaksudkan untuk memperluas daya dukung cabang terhadap
berat
badan
Rekrekan
sehingga
dapat
meningkatkan
keseimbangan tubuhnya. Sikap menggantung hanya teramati pada saat Rekrekan makan buah dan biji Kembang (Cananga odorata) dan Bendo (Arthrocarpus elastica), pucuk kayu Karet (Hevea brasiliensis), dan daun muda Sembukan
(Paederia
scandens)
dan
Gorang
(Aralia
dasyphilla).
Penggunaan posisi mengantung lebih ditentukan oleh posisi bagian yang dimakan, pemilihan cabang penopang saat aktivitas makan dan kelenturannya. Hasil
pengamatan
menunjukkan
bahwa
tipe
tajuk
tidak
berpengaruh pada penggunaan sikap menggantung. Dari empat pohon dan satu herba yang diakses dengan sikap menggantung, tidak semua tumbuhan pakan memiliki arsitektur pohon yang sama. Arsitektur pohon yang sama hanya pada Karet (Hevea brasiliensis) dan Bendo (Arthrocarpus elastica) yaitu tipe Rauh sedangkan Kembang (Cananga odorata), Sembukan (Paederia scandens) dan Gorang (Aralia dasyphilla), masing masing memiliki tipe tajuk Roux, Stone, dan Chamberlain. Contoh sikap makan Rekrekan terdapat pada Gambar 10.
(a)
(b)
Gambar 10. Sikap makan Rekrekan; (a) menggantung; (b) duduk.
2. Penggunaan Ruang Makan Aktivitas
makan
Rekrekan
bervariasi
berdasarkan
ruang
makannya. Rekrekan melakukan aktitas makan mulai dari tanah sampai bagian tajuk atas pohon. Ketika kondisi ketersediaan makanan kurang
32
Rekrekan akan turun ke bagian bawah tajuk dan lapisan bawah hutan (understory). Distribusi penggunaan ruang pada sub famili Colobinae dipengaruhi oleh distribusi pakan secara vertikal, adanya predator dan tipe vegetasi (Li 2007; Solanki et al. 2008a). Alokasi waktu aktivitas makan Rekrekan berhubungan dengan penggunaan ruang vertikal pohon terdapat pada Gambar 11.
Gambar 11. Alokasi waktu penggunaan ruang vertikal pohon. Ket: pt: pangkal-tengah; tu: tengah-ujung; bt: bawah-tengah; bp: bawah-pinggir; tt: tengah-tengah; tp: tengah- pinggir; at: atas-tengah; ap: atas-pinggir
Berdasarkan Gambar 11, aktivitas makan kelompok A lebih banyak menggunakan ruang at dan hanya berbeda sedikit dengan waktu yang digunakan pada ruang tp dan ap. Biasanya kelompok A menggunakan ruang at pada saat makan buah dan atau biji, pucuk daun serta daun muda. Menurut Perica (2001) dan Houle et al. (2007), bagian atas tajuk memperoleh cahaya matahari untuk fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan bagian bawah tajuk sehingga bagian atas tajuk umumnya memiliki daun yang kaya nitrogen dan protein dan memiliki buah yang lebih melimpah, ukuran lebih besar dan memiliki kepadatan yang tinggi dibandingkan bagian bawah tajuk. Aktivitas makan kelompok B lebih banyak menggunakan ruang tp yaitu selama 24,11%. Kelompok B menggunakan ruang tp pada saat makan buah dan atau biji dan pucuk kayu. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Solanki et al. (2008a), pada Trachypithecus pileatus yang lebih banyak menggunakan bagian tepi tajuk saat aktivitas makannya karena
33
pada bagian tersebut memiliki kelimpahan daun muda yang tinggi yang menjadi makanan utama Trachypithecus pileatus. Aktivitas makan Rekrekan lebih banyak berada di tajuk pohon sebesar 96,48% dan hanya 3,52% berada di tanah. Perilaku makan di tanah dilakukan Rekrekan pada saat ketersediaan makanan di tajuk kurang. Rekrekan biasanya turun ke tanah pada lokasi yang tetap. Selama penelitian, Rekrekan teramati melakukan aktivitas makan di tanah pada saat makan buah dan biji Cangkok (Chisocheton divergens), biji Karet (Hevea brasiliensis), daun muda Uyah-uyahan (Mikania micrantha) dan tanah. Aktivitas makan di tanah dipengaruhi oleh keberadaan predator. Di lokasi penelitian predator terhadap Rekrekan yang dijumpai baik langsung maupun tak langsung terdiri dari Macan Tutul, Anjing Kampung, Elang Ular Bido dan Elang Brontok. Selama penelitian hanya teramati tiga kali Rekrekan konflik dengan Anjing Kampung saat makan di tanah. Ancaman yang rendah dari predator memberikan keuntungan yang besar bagi Rekrekan karena permukaan tanah memiliki kondisi yang kontinyu dan tidak terpisah bila dibandingkan dengan tajuk pohon sehingga lebih mudah dalam mengakses makanan dan dapat mengurangi energi yang dikeluarkan pada saat aktivitas makan. Faktor yang lain yang berpengaruh dalam aktivitas makan Rekrekan di tanah yaitu tipe vegetasi. Tipe vegetasi berpengaruh dalam ketersediaan dan kelimpahan pakan Rekrekan secara vertikal maupun horizontal dalam wilayah jelajahnya. Adanya siklus phenologi yang berbeda tiap jenis tumbuhan membatasi makanan yang disukai Rekrekan di pohon, sehingga Rekrekan akan mencari makanan yang berada di tajuk bagian bawah atau tanah. Pengaruh tipe vegetasi terhadap perilaku makan di tanah terjadi juga pada Rhinopithecus roxellana yang akan turun ke tanah untuk memakan lumut karena ketersediaan makanan di tajuk pohon kurang (Li, 2007). Aktivitas makan di tanah pada Rekrekan juga dipengaruhi oleh persaingan baik antar kelompok maupun antar jenis. Persaingan antar kelompok dan antar jenis akan mengurangi ketersediaan dan kelimpahan pakan di dalam habitatnya sehingga dibutuhkan alternatif makanan yang
34
lain. Aktivitas makan di tanah oleh Rekrekan merupakan salah satu adaptasi untuk mengatasi kekurangan makanan akibat persaingan.
(a)
(b)
Gambar 12. Aktivitas makan Rekrekan di tanah.
Rekrekan melakukan aktivitas makan dengan ketinggian yang bervariasi. Penggunaan ketinggian pada saat makan dipengaruhi oleh tipe vegetasi khususnya ketingggian pohon pakan dan distribusi dan kelimpahan makanan secara vertikal dan persaingan antar jenis. Alokasi penggunaan waktu Rekrekan dalam berbagai ketinggian terdapat pada Gambar 13.
Gambar 13. Alokasi waktu aktivitas makan Rekrekan pada berbagai ketinggian.
Berdasarkan Gambar 13, Kelompok A lebih banyak melakukan aktivitas makan pada selang ketinggian antara 6-10 m sedangkan kelompok B lebih banyak menggunakan ketinggian antara 0-5 m. Kelompok A menempati wilayah jelajah yang lebih didominasi oleh tiang dan pohon yang memiliki ketinggian antara 6-15 m sehingga sebaran
35
makanan utama berupa buah, biji, dan daun muda lebih banyak terdapat pada selang ketinggian ini. Sedangkan kelompok B sebagian besar wilayah jelajahnya berupa kebun karet dan hutan pinus. Habitat kebun karet memberikan kontribusi yang tinggi dalam makanan kelompok B akan tetapi tidak memberikan variasi makanan yang cukup. Untuk mendapatkan variasi makanan makanan yang cukup kelompok B lebih banyak berada di tajuk bawah hutan pinus untuk makan tumbuhan merambat dan pancang. Kedua kelompok memiliki proporsi yang kecil pada selang ketinggian antara 16-20 m karena dalam wilayah jelajah keduanya jarang terdapat pohon pakan yang memiliki ketinggian >16 m. Adanya
jenis
simpatrik
membatasi
penggunaan
ketinggian
Rekrekan pada saat makan. Di dalam wilayah jelajah kelompok A ditempati juga oleh tiga kelompok Lutung, satu kelompok Owa Jawa dan satu kelompok Monyet Ekor Panjang sedangkan kelompok B wilayah jelajah tumpang tindih dengan dua kelompok Lutung (satu individu soliter) dan satu kelompok Monyet Ekor Panjang. Kelompok A, makanan didominasi oleh daun muda dan biji, lebih banyak menggunakan tajuk bagian atas dan selang ketinggian antara 6-10 m sedangkan kelompok B makanan lebih didominasi oleh daun muda, lebih banyak memanfaatkan tengah tajuk dan selang ketinggian antara 0-5 m. Dibandingkan dengan jenis simpatrik lainnya menurut Kool (1993), Lutung lebih banyak makan daun muda dan sedikit buah dan lebih banyak berada di tajuk bagian atas dan Owa Jawa makanan lebih didominasi oleh buah dan lebih banyak memanfaatkan tajuk bagian atas sedangkan Monyet Ekor Panjang makanan lebih didominasi oleh buah dan lebih banyak aktivitas makan berada pada tajuk bagian bawah dan tanah. Perbedaaan ini menunjukkan pada jenis simpatrik terjadi adaptasi baik secara philogenetik maupun ekologinya sehingga berpengaruh dalam ekologi makannya termasuk pemilihan makanan dan penggunaan ketinggian. C. Makanan 1. Keanekaragaman Pohon Pakan Rekrekan menggunakan tumbuhan pakan yang bervariasi pada wilayah jelajahnya. Kelompok A, menggunakan 56 jenis dari 34 famili sebagai makanannya yang berasal dari 71,43% pohon, 7,14% liana, 7,14% herba memanjat, 3,57% perdu, 3,57% herba, 3,57% epifit, 1,79%
36
semak, dan 1,79% rumput (bambu) sedangkan kelompok B memiliki jumlah jenis pakan yang lebih sedikit yaitu 45 jenis dari 29 famili. Jenis yang yang dimakan berupa 48,89% pohon, 22,22% liana, 13,33% herba memanjat, 4,44% rumput (bambu), 2,22% semak, 2,22% perdu dan 2,22% epifit. Kedua kelompok makan 24 jenis tumbuhan pakan yang sama. 32 jenis tumbuhan pakan (57,14%) hanya dimakan oleh kelompok A dan 21 jenis tumbuhan pakan (46,67%) hanya dimakan oleh kelompok B. Menurut Stanford (1991), Kool (1993), Li et al. (2003), dan Solanki et al. (2008b) bahwa perbedaan jumlah jenis dan komposisi bagian yang dimakan disebabkan adanya perbedaan tipe habitat berhubungan dengan keberadaan dan ketersediaan makanan pada wilayah jelajahnya. Kedua kelompok menempati perkebunan karet sebagai wilayah jelajahnya. Pada wilayah ini keanekaragaman pohon pakan cenderung homogen, sehingga untuk mendapatkan variasi makanan, Rekrekan lebih tergantung pada keanekaragaman pohon pakan di hutan lindung, kebun masyarakat, dan hutan pinus. Kelompok A menempati habitat yang lebih produktif karena sebagian besar wilayah jelajahnya menempati hutan lindung dan kebun masyarakat
yang
lebih
beragam
jenis
tumbuhannya,
sedangkan
kelompok B menempati wilayah jelajah yang kurang produktif berupa hutan pinus dan kebun masyarakat. Di hutan pinus, kelompok B lebih banyak makan herba memanjat dan liana sehingga menyebabkan kelompok B memiliki persentase makanan dari liana yang lebih tinggi dibandingkan kelompok A. Berdasarkan Tabel 3, 15 jenis tumbuhan pakan yang dimakan oleh kelompok A dimakan juga oleh kelompok B akan tetapi hanya lima jenis yang memiliki kontribusi ≥1% terhadap kelompok B. Jenis tersebut yaitu Karet (Hevea brasiliensis), Pucung (Pangium edule), Iwil-iwil (Melochia
sp),
Sengon
(Paraserienthes
falcataria)
dan
Kembang
(Cananga odorata). Jenis tumbuhan pakan yang memberikan kontribusi ≥1% pada kedua kelompok terdapat pada Tabel 3.
37
Tabel 3. Jenis pohon pakan yang memberikan kontribusi ≥1% pada aktivitas makan Rekrekan. No
Nama lokal
Nama latin
1 2a 3 4 5 6 7 8 9 10 11 a 12 a 13 14 15 16 a 17 18 a 19 20 21a
Karet Cangkok Aceh Pakis galar Pucung Jambon Saga Celuruh Jengkol Mbulu Mbawang Kayu jaran Kebeg Sengon Iwil-iwil Sengon jawa Dedek merangan Kembang Prempeng Laban Walisongo
Hevea brasiliensis Chisocheton divergens Nephelium lappaceum Cyathea contaminans Pangium edule Acmena acuminafissima Adenanthera microsperma Pericamphylus glaucus Pithecellobium lobatum Ficus annulata Mangifera foetida Lannea grandis Ficus padana Paraserienthes falcataria Melochia sp. Albizia chinensis Vernonia arborea Cananga odorata Mallotus peltatus Vitex pubescens Schefflera grandiflora
Famili
% Waktu makan
(a) Kelompok A
(b) Kelompok B 1 Karet Hevea brasiliensis b Songgolangit 2 Arthrophyllum javanicum 3b Ares Parartocarpus venenosus 4 Bendo Arthrocarpus elastica 5 Samparkidang Merremia umbellata 6b Wesnu Kleinhovia hospita 7b Rambanan Unidentified 8 Pucung Pangium edule 9 Iwil-iwil Melochia sp. b Sembukan 10 Paederia scandens b Lenggukan 11 Ipomoea fistulosa 12 Kembang Cananga odorata b Wono alas Smilax sp. 13 14 Sengon Paraserienthes falcataria 15b Entotan Passiflora foetida Ket : a : jenis yang hanya dimakan kelompok A; b : jenis yang hanya dimakan kelompok B
Euphorbiaceae Meliaceae Sapindaceae Cyatheaceae Flacourticeae Myrtaceae Fabaceae Menispermaceae Mimosaceae Moraceae Anacardiaceae Anacardiaceae Moraceae Fabaceae Sterculiaceae Fabaceae Asteraceae Annonacae Moraceae Verbenaceae Araliaceae
27,28 8,38 7,32 6,77 5,98 4,79 4,32 4,01 3,02 2,64 2,25 1,78 1,72 1,63 1,60 1,46 1,44 1,43 1,40 1,40 1,17
Euphorbiaceae Araliaceae Moraceae Moraceae Convolvulaceae Sterculiaceae Vitaceae Flacourticeae Sterculiaceae Rosaceae Convolvulaceae Annonacae Smilacaceae Fabaceae Passifloraceae
26,14 13,36 11,51 11,45 5,54 4,05 3,67 2,55 1,92 1,73 1,52 1,49 1,21 1,20 1,00
Jenis tumbuhan pakan yang dimakan kedua kelompok lebih banyak dikontribusikan dari famili Moraceae yaitu 5 jenis. Umumnya pohon-pohon dari famili Moraceae memiliki ukuran pohon dan tajuk yang besar sehingga menghasilkan buah dan daun muda yang melimpah bagi Rekrekan. Selain itu, aktivitas makan pada pohon yang memiliki tajuk besar memungkinkan individu dalam kelompok makan secara kontinyu pada sumber makanan yang sama. Famili Moraceae juga memberikan kontribusi yang penting pada ekologi makan Trachypithecus auratus sondaicus dalam Kool (1993),
38
Colobus guereza dalam Fashing (2001) dan Trachypithecus pileatus dalam Solanki et al. (2008a). Lama waktu makan Rekrekan per jenis tumbuhan pakan tidak berhubungan dengan basal area dan kepadatan pohon per ha kecuali pada Karet (Hevea brasiliensis). Hal ini dikarenakan kedua kelompok menempati sebagian wilayah jelajah yang berupa perkebunan karet dan hampir semua bagian dari karet dimakan oleh Rekrekan. Berbeda dengan Rekrekan, menurut Gupta (2007) dan Soendjoto (2005), pada Trachypithecus phayrei dan Nasalis larvatus karet merupakan makanan yang penting karena hampir semua bagian jenis ini dimakan oleh kedua Colobinae akan tetapi karet tidak menjadi makanan utama kedua jenis tersebut. Hubungan antara basal area, kepadatan pohon per ha dan waktu makan terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Sepuluh pohon yang memiliki basal area tertinggi di wilayah jelajah kedua kelompok. Nama latin
Famili
Pohon/ ha
% Waktu makan
(a) Kelompok A Staphyleaceae Moraceae Euphorbiaceae Moraceae Dilleniaceae Myrtaceae Sapindaceae Moraceae Aceraceae Bombacaceae
34,03 17,69 13,09 3,93 2,47 2,11 2,28 1,62 1,66 1,52
5,56 3,70 71,30 9,26 2,78 19,44 3,70 12,96 1,85 11,11
0,00 0,00 27,28 0,04 0,40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
(b) Kelompok B Euphorbiaceae Pinaceae Moraceae Moraceae Sterculiaceae Euphorbiaceae Mimosaceae Verbenaceae Annonacae Myrtaceae
66,06 26,91 1,86 1,55 1,01 0,34 0,28 0,24 0,22 0,22
204,17 83,33 1,39 4,17 2,78 1,39 1,39 1,39 1,39 11,11
26,14 0,00 11,45 0,00 1,92 0,00 0,00 0,00 1,49 0,00
Turpinia sphaerocarpa Ficus benjamina Hevea brasiliensis Arthrocarpus elastica Dillenia obovata Barringtonia spicata Pometia pinnata Artocarpus heterophyllus Acer laurinum Durio zibethinus
Hevea brasiliensis Pinus merkusii Artocarpus elastica Ficus variegata Melochia sp. Acalypha grandis Parkia speciosa Geunsia pentandra Cananga odorata Syzygium attenuatum
% Basal area
Kelompok A menggunakan tiga jenis dari sepuluh jenis yang memiliki basal area tertinggi di wilayah jelajahnya sedangkan kelompok B lebih banyak dengan empat jenis. Dari tiga jenis yang dimakan oleh kelompok A, persentase waktu yang digunakan sebesar 27,72%
39
sedangkan kelompok B lebih tinggi dengan 41,00% waktu makan dari empat jenis. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok melakukan pemilihan terhadap jenis dan bagian yang dimakan serta menunjukkan bahwa kelompok A lebih selektif terhadap makanannya dibandingkan dengan kelompok B. 2. Komposisi Makanan Komposisi makanan pada Rekrekan bervariasi berdasarkan proporsi waktu yang digunakan. Kedua kelompok relatif makan bagian makanan yang sama tetapi menggunakan proporsi waktu makan yang berbeda. Perbedaan komposisi bagian yang dimakan oleh kedua kelompok dipengaruhi oleh adanya perbedaan vegetasi, phenologi pohon pakan, kelimpahan dan ketersediaan makanan, serta kandungan nutrisi dan energi. Persentase proporsi waktu makan kedua kelompok berhubungan dengan bagian tumbuhan yang dimakan terdapat pada Gambar 14.
Gambar 14. Proporsi waktu bagian yang dimakan pada kedua kelompok.
Daun, baik dari daun muda maupun daun tua memiliki peranan penting pada makanan Rekrekan. Sub famili Colobinae memiliki struktur morfologi lambung yang kompleks serta proses pencernaan yang dibantu oleh bakteri mikroflora sehingga karakteristik ini menguntungkan bagi Colobinae dalam mencerna makanan berupa daun yang banyak mengandung serat. Pada kelompok A daun muda memiliki proporsi sebesar 31,02% sedangkan kelompok B lebih besar dengan 40,57%. Perbedaan ini selain dipengaruhi oleh kelimpahan daun muda juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan lain yang berupa biji dan buah.
40
Habitus tumbuhan pakan yang berkontribusi terhadap daun muda pada kedua kelompok bervariasi. Kelompok A mendapatkan daun muda dari 18 jenis yang memiliki habitus berupa pohon dan herba memanjat. Beberapa jenis tumbuhan yang memberikan kontribusi daun muda terbesar
terhadap
kelompok
A
diantaranya
yaitu
Karet
(Hevea
brasiliensis) sebesar 9,39%, Pakis galar (Cyathea contaminans) sebesar 6,76%, dan Celuruh (Pericamphylus glaucus) sebesar 3,95% sedangkan pada kelompok B daun muda diperoleh dari 28 jenis tumbuhan yang memiliki habitus yang lebih bervariasi baik berupa pohon, herba, liana dan herba memanjat. Beberapa jenis diantaranya yaitu Karet (Hevea brasiliensis) sebesar 8,76%, Samparkidang (Merremia umbellata) sebesar 4,23% dan Wesnu (Kleinhovia hospita) sebesar 3,69%. Kelompok
A
memiliki
proporsi
daun
tua
sebesar
4,86%,
dikontribusikan oleh tiga jenis pohon sedangkan kelompok B sebesar 3,10% dari tiga jenis berhabitus pohon dan herba memanjat. Karet, Pucung, Mberung dan Samparkidang merupakan jenis yang penting untuk ketersediaan daun tua kedua kelompok. Biasanya daun tua hanya dimakan bagian ujung atau pangkalnya kecuali pada Samparkidang. Menurut Waterman dan Kool (1994), daun tua mengandung serat yang tinggi sehingga lebih lama dalam proses pencernaannya. Selain itu, kandungan protein menurun sesuai dengan tingkat ketuaan daun sehingga kemungkinan Rekrekan memilih makanan berupa daun tua didasarkan pada perbandingan antara kandungan protein dan serat pada daun. Biji memiliki proporsi waktu makan yang tinggi pada Rekrekan. Menurut Waterman dan Kool (1994), biji mengandung nutrisi berupa karbohidrat dan lemak yang tinggi serta biji juga lebih mudah dicerna bila dibandingkan dengan daun muda. Selain itu, secara morfologi sub famili Colobinae memiliki morfologi gigi dan lambung serta sistem pencernaan yang sesuai untuk mencerna biji (Lucas dan Teaford 1994; Kay dan Davies 1994; Chivers 1994). Ketersediaan biji yang lebih bersifat temporal dan spasial menjadi faktor pembatas Rekrekan dalam mengkonsumsi biji. Kelompok A hanya menggunakan waktu makannya untuk biji sebesar 28,57%, diperoleh dari sepuluh jenis berhabitus pohon dan kelompok B lebih kecil sebesar
41
21,24% dari empat jenis berhabitus pohon. Beberapa jenis yang memberikan kontribusi makanan berupa biji terhadap kedua kelompok diantaranya yaitu Karet (Hevea brasiliensis), Saga (Adenanthera microsperma), dan Songgolangit (Arthrophyllum javanicum). Berdasarkan pengamatan, apabila biji tersedia, Rekrekan akan lebih memilih makanan berupa biji sebagai makanannya dibandingkan dengan dengan bagian tumbuhan yang lain. Hal ini membuktikan bahwa Rekrekan lebih bersifat folivorous/frugivorous daripada folivorous. Konsumsi buah dan kombinasi antara buah dan biji kedua kelompok
memiliki
proporsi
makan
yang
besar.
Kelompok
A
menggunakan waktu makannya untuk buah sebesar 5,36% dari tujuh jenis dengan habitus pohon, liana, dan herba. Untuk buah dan biji, 21,22% berasal dari 12 jenis dengan habitus pohon dan herba memanjat. Pada kelompok B proporsi waktu makan untuk buah sebesar 12,52% dari enam jenis tumbuhan pakan dan untuk buah dan biji sebesar 13,13 % dari enam jenis dengan habitus herba memanjat dan pohon. Umumnya buah dan kombinasi buah dan biji yang dimakan oleh Rekrekan dalam kondisi telah matang dan berwarna cerah. Menurut Davies (1991), buah yang matang mengandung asam yang tinggi, apabila dikonsumsi dalam jumlah besar dapat menurunkan dan menetralkan pH lambung akibat meningkatnya produksi Volatile Fatty Acid sehingga dapat menyebabkan acidosis dan kematian. Untuk mengatasi pengaruh asam yang tinggi pada buah, Kool (1993) menyatakan bahwa sub famili Colobinae akan mengkonsumsi makanan yang proses fermentasinya lama seperti daun dan bunga. Menurut Gambar 13, terdapat perbedaan konsumsi buah disertai perbedaan konsumsi daun muda tetapi tidak terjadi pada biji serta buah dan biji. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi daun muda tidak tergantung pada konsumsi buah serta buah dan biji, tetapi lebih dipengaruhi oleh ketersediaan buah serta buah dan biji dalam wilayah jelajah masing-masing kelompok. Kedua kelompok mengkonsumsi bunga berasal dari liana dan herba memanjat. Kelompok A memiliki proporsi yang besar dalam mengkonsumsi bunga (2,78%) dari dua jenis liana yaitu Walisongo (Schefflera
grandiflora)
dan
Oyodan
(Tetrastigma
lanceolarium)
42
sedangkan kelompok B hanya 0,42% dikontribusikan oleh dua jenis herba memanjat yaitu Entotan (Passiflora foetida) dan Kuau (Thunbergia Mcconkey
grandiflora).
et
al.
(2003)
menyatakan
bahwa
bunga
mengandung nutrisi berupa karbohidrat dan protein yang tinggi dan mengandung serat yang lebih rendah dibandingkan buah sehingga apabila tersedia bunga menjadi makanan yang penting bagi Rekrekan. Bagian lain yang dimakan oleh Rekrekan yaitu pucuk kayu, inti kayu, umbut, tanah, dan serangga. Karet menjadi satu-satunya jenis yang berkontribusi terhadap pucuk kayu (kelompok A 3,49%; kelompok B 5,95%). Inti kayu didapatkan dari tiga jenis berupa pohon dan dua jenis berupa liana. Kelompok A memiliki proporsi inti kayu sebesar 2,52% dari total waktu makan sedangkan kelompok B lebih kecil sebesar 2,08%. Kayu jaran (Lannea grandis) dan Walisongo (Schefflera grandiflora) serta Kuyam (Acalypha grandis) menjadi jenis yang penting untuk kelompok A dalam mengkontribusikan inti kayu, sedangkan Wono alas (Smilax sp) dan Wono ulo (Smilax macrocarpa) serta Songgolangit (Arthrophyllum javanicum) menjadi jenis yang penting bagi kelompok B. Kedua
kelompok
teramati
makan
umbut
Bambu
Apus
(Gigantochloa apus) dan Bambu Petung (Dendrocalamus asper). Kelompok B mengkonsumsi umbut lebih besar sebesar 0,64% dari total waktu makannya sedangkan kelompok A <0,01%. Perbedaan konsumsi umbut bambu pada kedua kelompok disebabkan karena adanya perbedaan
ketersediaan
dan
kelimpahan
serta
keanekaragaman
makanan pada wilayah jelajah keduanya. Insectivory teramati pada kelompok A sedangkan Geophagi teramati pada kelompok B. Kelompok A satu kali teramati makan larva serangga dari famili Formicidae. Menurut Srivastava (1991), insectivory dimaksudkan untuk mendapatkan protein hewani dan merupakan strategi dalam memaksimalkan sumber makanan. Sedangkan Geophagi tiga kali teramati pada kelompok B, kemungkinan geophagi dilakukan oleh kelompok B untuk mencegah gangguan pencernaan akibat konsumsi daging buah yang tinggi. Hasil analisis enam sampel feses, ditemukan 87,20% berupa serat daun, 10,00% biji, dan 2,40% bagian kayu. Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun daun memiliki kandungan nutrisi yang tinggi tetapi dalam
43
proses pencernaannya daun lebih sulit dicerna dibandingkan bagian makanan yang lain. Sehingga untuk mendapatkan energi yang cukup dan proses pencernaan yang lebih mudah, Rekrekan mengalokasikan waktu makan yang besar pada makanan selain daun. Ditemukannya biji pada feses Rekrekan menunjukkan fungsi primata secara ekologi yaitu sebagai penyebar biji, sehingga dapat membantu dalam proses regenerasi hutan pada habitat yang ditempatinya. Hubungan antara bagian yang dimakan dan persentase waktu makan kedua kelompok terdapat pada Tabel 5. Tabel 5. Sepuluh jenis yang memberikan kontribusi terbesar pada kedua kelompok. Nama latin
Famili
Hevea brasiliensis Hevea brasiliensis Chisocheton divergens Nephelium lappaceum Acmena acuminafissima Adenanthera microsperma Pericamphylus glaucus Hevea brasiliensis Pangium edule Cyathea contaminans
(a) Kelompok A Euphorbiaceae Euphorbiaceae Meliaceae Sapindaceae Myrtaceae Fabaceae Menispermaceae Euphorbiaceae Flacourticeae Cyatheaceae
Bagian yang dimakan
% Waktu makan
Bi Dm Bb Bi Bb Bi Dm Pk Dm Pd
12,55 9,39 8,38 7,32 4,79 4,32 3,95 3,49 3,45 3,40
(b) Kelompok B Moraceae Ba Parartocarpus venenosus Moraceae Ba Arthrocarpus elastica Araliaceae Bi Arthrophyllum javanicum Euphorbiaceae Dm Hevea brasiliensis Euphorbiaceae Bi Hevea brasiliensis Euphorbiaceae Pk Hevea brasiliensis Convolvulaceae Dm Merremia umbellata Sterculiaceae Dm Kleinhovia hospita Unidentified Unidentified Dm Flacourticeae Dm Pangium edule Ket : Ba:buah; Bi:Biji; Pk:Pucuk kayu; Dm:Daun muda;Bb:Buah dan biji
11,51 11,46 10,85 9,62 9,32 5,95 4,63 4,05 3,59 1,95
3. Palatabilitas Pemilihan makanan pada Rekrekan ditentukan oleh ketersediaan dan kelimpahan tumbuhan pakan, ketersediaan bagian yang disukai pada tumbuhan pakan, dan perbedaan preferensi pada jenis tumbuhan pakan. Pengaruh
ketersediaan
dan
kelimpahan
tumbuhan
pakan
dalam
pemilihan makanan dapat terlihat dari perbedaan persentase waktu makan terhadap suatu jenis. Contohnya pada Samparkidang (Merremia umbellata), kelompok B memiliki persentase tinggi pada jenis ini yaitu
44
5,54% sedangkan kelompok A hanya 0,14% dari total waktu makannya. Tingginya konsumsi kelompok B terhadap jenis ini karena Samparkidang lebih tersedia dan relatif berlimpah di wilayah jelajah kelompok B sedangkan kelompok A memakan jenis ini hanya di daerah yang tumpang tindih dengan wilajah jelajah kelompok B. Kedua kelompok juga memiliki persentase waktu makan yang berbeda pada Bendo (Arthrocarpus elastica) dan Jengkol (Pithecellobium lobatum). Kelompok A memiliki persentase waktu makan pada Bendo sebesar 0,04% dan Jengkol sebesar 3,02% sedangkan kelompok B memiliki persentase keduanya masing-masing 11,45% dan 0,00%. Adanya
perbedaan
waktu
pengamatan
pada
kedua
kelompok
berpengaruh terhadap waktu makan kedua kelompok yang disebabkan siklus reproduksi dari kedua jenis tumbuhan pakan tersebut sehingga terjadi perbedaan ketersediaan makanan berupa buah dan biji. Pemilihan makanan juga dipengaruhi oleh preferensi kelompok pada jenis tumbuhan tertentu misalnya pada Wesnu (Kleinhovia hospita), Pring petung (Dendrocalamus asper), dan Rambanan. Ketiga jenis tersebut terdapat di wilayah jelajah kedua kelompok yang diamati. Kelompok A tidak pernah dijumpai makan bagian dari jenis tersebut sedangkan kelompok B makan dengan persentase waktu makan yang besar dan termasuk jenis yang memberikan kontribusi ≥1% terhadap kelompok B. Penentuan jenis tumbuhan yang disukai juga dapat dilakukan dengan menentukan rasio seleksi dari kedua kelompok berdasarkan waktu makan dan basal areanya. Dari 56 jenis tumbuhan yang dimakan oleh kelompok A, 21 jenis tercatat dalam plot analisis vegetasi, sedangkan pada kelompok B hanya enam jenis tumbuhan pakan yang tercatat dari 45 jenis tumbuhan yang dimakannya. Banyaknya tumbuhan pakan yang tidak terdapat dalam plot analisis vegetasi disebabkan karena jenis tumbuhan pakan yang jarang dan kondisi lokasi penelitian yang berbukit dan kelerengan yang curam memungkinkan beberapa bagian dari wilayah jelajah kedua kelompok tidak dapat dilakukan analisis vegetasi. Selain itu, beberapa jenis tumbuhan pakan memiliki habitus berupa liana dan herba memanjat sehingga tidak termasuk dalam
45
pengukuran. Rasio seleksi jenis tumbuhan pakan yang tercatat dalam plot analisis vegetasi terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Rasio seleksi Rekrekan terhadap tumbuhan pakan. Nama latin
% Waktu makan
Famili
% Basal area
Rasio seleksi
Chisocheton divergens Adenanthera microsperma Nephelium lappaceum Ficus grossularioides Albizia chinensis Erythrina lithosperma Pangium edule Vernonia arborea Vitex pubescens Lannea grandis Pithecellobium lobatum Hevea brasiliensis Paraserienthes falcataria Melochia sp. Cananga odorata Santiria oblongifolia Parkia speciosa Helicia javanica Dillenia obovata Ficus variegata Arthrocarpus elastica
(a) Kelompok A Meliaceae Fabaceae Sapindaceae Moraceae Fabaceae Papilionaceae Flacourticeae Asteraceae Verbenaceae Anacardiaceae Mimosaceae Euphorbiaceae Fabaceae Sterculiaceae Annonacae Burseraceae Fabaceae Proteaceae Dilleniaceae Moraceae Moraceae
8,38 4,32 7,32 0,88 1,46 0,22 5,98 1,44 1,40 1,78 3,01 27,28 1,63 1,60 1,43 0,28 0,14 0,04 0,40 0,08 0,04
0,69 0,38 0,80 0,11 0,22 0,04 1,23 0,34 0,39 0,55 1,06 13,09 0,92 1,02 1,21 0,39 0,23 0,21 2,47 0,62 3,93
12,14 11,36 9,18 8,33 6,51 5,20 4,88 4,23 3,54 3,25 2,85 2,08 1,77 1,57 1,18 0,72 0,61 0,19 0,16 0,13 0,01
Pangium edule Nephelium lappaceum Cananga odorata Arthrocarpus elastica Melochia sp. Hevea brasiliensis
(b) Kelompok B Flacourticeae Sapindaceae Annonacae Moraceae Sterculiaceae Euphorbiaceae
2,55 0,71 1,48 11,45 1,92 26,14
0,04 0,01 0,23 1,90 0,90 66,67
12,13 10,11 6,75 6,16 1,00 0,40
Berdasarkan perhitungan rasio seleksi, persentase rasio seleksi jenis tumbuhan pakan pada kedua kelompok berbeda. Jenis tumbuhan pakan kelompok B memiliki rasio seleksi lebih besar dibandingkan rasio seleksi tumbuhan pakan kelompok A, kecuali karet yang memiliki rasio lebih kecil. Kemungkinan ini terjadi karena kurangnya ketersediaan makanan yang disukai sehingga Rekrekan cenderung memilih jenis dan makanan yang memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan makanan kesukaannya tetapi memiliki kelimpahan yang tinggi. Berdasarkan Tabel 6, Cangkok (Chisocheton divergens), Saga (Adenanthera
microsperma),
dan
Aceh
(Nephelium
lappaceum)
merupakan tiga jenis yang memiliki rasio seleksi terbesar pada kelompok
46
A sedangkan B Pucung (Pangium edule), Aceh (Nephelium lappaceum), dan Kembang (Cananga odorata) menjadi jenis yang memiliki rasio seleksi terbesar pada kelompok B. Ketiga jenis yang memiliki rasio seleksi terbesar pada kelompok A berkontribusi terhadap buah dan biji sedangkan daun muda dan biji dikontribusikan pada kelompok B. Hal ini menunjukkan bahwa biji memiliki peran yang penting pada kedua kelompok. D. Habitat Habitat Rekrekan di lokasi penelitian terbagi menjadi enam tipe penutupan lahan yaitu berupa hutan sekunder bekas tebangan, hutan tanaman pinus, perkebunan karet, kebun masyarakat, sawah, dan pemukiman dengan ketinggian bervariasi antara 300-700 m d.p.l. dan topografi datar sampai sangat curam. Hutan lindung di lokasi penelitian merupakan hutan dataran rendah, sesuai dengan ciri-ciri yang diterangkan oleh Whitten et al. (1999) bahwa hutan dataran rendah dicirikan oleh keberadaaan jenis-jenis tertentu seperti Wesnu (Kleinhovia hospita), Putat (Barringtonia spicata), dan Bendo (Arthrocarpus elastica). Beberapa jenis pohon lain yang banyak terdapat di hutan lindung diantaranya yaitu Pucung (Pangium edule), Sapi (Pometia pinnata), Kembang (Cananga odorata), dan Beringin (Ficus benjamina) serta jenis-jenis bambu. Selain itu, akibat penebangan liar yang terjadi sekitar satu dekade yang lalu menimbulkan munculnya jenis-jenis pionir seperti Tutub (Macaranga tanarius), Kiyubug (Piper aduncum), dan Kebeg (Ficus padana). Berbeda dengan hutan lindung, hutan pinus, perkebunan karet, dan kebun masyarakat memiliki kondisi yang relatif seragam. Pengelolaan yang kurang intensif di hutan pinus menimbulan munculnya jenis-jenis liana dan herba memanjat seperi Dobos (Tetracera scandens), Uyah-uyahan (Mikania micrantha), dan Cissus sichynoides yang merupakan jenis-jenis yang berkontribusi penting bagi kelompok B. Sedangkan di perkebunan karet, jenis-jenis tumbuhan lain seperti Kebeg (Ficus padana), Prempeng (Mallotus peltatus), Ares (Parartocarpus venenosus), dan Pakis Galar (Cyathea contaminans) hanya terdapat di sekitar sungai di dalam perkebunan. Pada tipe penutupan lahan kebun masyarakat vegetasi didominasi oleh jenis pohon buah dan pohon komersil seperti Aceh (Nephelium lappaceum), Duren (Durio zibethinus), dan Sengon (Paraserienthes falcataria).
47
Habitat Rekrekan dilokasi penelitian tidak terhindar dari kerusakan. Pengambilan kayu bakar dan bambu untuk komersil menjadi penyebab utama semakin rusaknya habitat Rekrekan. Selain itu kerusakan habitat terutama hutan lindung disebabkan adanya pemanfaatan hutan lindung oleh masyarakat
untuk
menanam
kopi.
Masyarakat
umumnya
akan
menebang/meneras pohon yang menghalangi cahaya matahari untuk menjaga agar tanaman kopinya tetap tumbuh baik.
(a)
(b)
Gambar 15. Pengambilan kayu bakar oleh masyarakat.
1. Struktur Vegetasi Kedua kelompok memiliki wilayah jelajah dengan struktur vegetasi vegetasi yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis vegetasi, di dalam wilayah jelajah kelompok A ditemukan 170 pohon/ha dengan luas bidang dasar 27,51 m2/ha sedangkan pada kelompok B ditemukan 301 pohon/ha dengan luas bidang dasar 20,62 m2/ha. Perbedaan nilai kerapatan pohon dan luas bidang dasar antara kedua kelompok berkaitan dengan penggunaan habitat dalam wilayah jelajah keduanya. Wilayah jelajah kelompok B menggunakan habitat berupa perkebunan karet dengan umur muda (73%) yang memiliki kerapatan pohon yang tinggi tetapi memiliki diameter yang kecil sedangkan wilayah jelajah kelompok A lebih besar menempati hutan lindung (62,86%) yang memiliki kerapatan antar pohon yang rendah tetapi berdiameter besar. Beberapa jenis yang memiliki luas bidang dasar besar pada kedua kelompok yaitu Beringin (Ficus benjamina), Bancet (Turpinia sphaerocarpa), Bendo (Arthrocarpus elastica), dan Putat (Barringtonia spicata). Habitat di wilayah jelajah kedua kelompok memiliki ketinggian pohon yang bervariasi. Sebagian besar pohon di wilayah jelajah kedua kelompok memiliki ketinggian antara 11-15 m, pada kelompok A sebesar
48
53,26% dari total 184 pohon pada plot contoh dan 53,00% dari total 217 pohon pada kelompok B. Distribusi ketinggian pohon pada wilayah jelajah kedua kelompok terdapat pada Gambar 16.
Gambar 16. Distribusi ketinggian pohon di dalam wilayah jelajah kedua kelompok.
Ketinggian
hasil
analisis
vegetasi
tidak
berkaitan
dengan
penggunaan ketinggian Rekrekan pada saat makan. Kedua kelompok memiliki persentase ketinggian pohon terbesar yang sama tetapi menggunakan ketinggian saat makan yang berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi karena penggunaan ketinggian saat makan lebih dipengaruhi oleh sebaran makanan secara vertikal. Selain itu, hasil analisis vegetasi hanya mencakup sedikit pohon makanan sehingga ketinggian pohon hasil analisis vegetasi lebih banyak memberikan informasi tentang kondisi habitat Rekrekan dibandingkan penggunaan ketinggian saat Rekrekan makan. 2. Komposisi Vegetasi Hasil analisis vegetasi di wilayah jelajah kelompok A tercatat 47 jenis tumbuhan tingkat pohon, 24 jenis tumbuhan tingkat tiang, 36 jenis tumbuhan tingkat pancang, dan 84 jenis tumbuhan tingkat semai dan tumbuhan bawah. Tumbuhan tingkat pohon didominasi oleh Bancet (Turpinia sphaerocarpa) dengan INP=40,51%, Beringin (Ficus benjamina) dengan INP=23,57%, dan Putat (Barringtonia spicata) INP=12,00%. Tingkat tiang didominasi oleh Sengon (Paraserienthes falcataria) dengan INP=13,67%, Karet (Hevea brasiliensis) dengan INP=12,84%, dan Putat (Barringtonia spicata) dengan INP=11,24%. Tingkat pancang nilai INP
49
tertinggi terdapat pada Kopi (Coffea robusta) dengan nilai INP=66,59% kemudian Kendung (Helicia javanica) dengan nilai INP=18,13 kemudian Jurang (Villebrunea rubescens) dengan INP=9,65%, sedangkan pada tingkat semai dan tumbuhan bawah nilai INP tertinggi yaitu Watwat (Selaginella plana) dengan INP=18,76%, kemudian Harendong (Clidemia hirta) dengan INP=17,63%, dan Setaria plicata dengan INP=11,68%. Kelompok B memiliki jumlah jenis yang lebih kecil dibandingkan kelompok A. Sembilan jenis pohon tercatat dalam plot analisis vegetasi di dalam wilayah jelajahnya. Nilai INP tertinggi tercatat pada Karet (Hevea brasiliensis) dengan INP=121,01%, Pinus (Pinus merkusii) dengan INP=81,70%, dan Gondang (Ficus variegata) dengan INP=11,99%. Tumbuhan tingkat tiang ditemukan 18 jenis. Jenis yang mendominasi yaitu Pinus (Pinus merkusii) dengan INP=74,41%, Mbagan (Syzygium attenuatum) dengan INP=23,26%, dan Pucung (Pangium edule) dengan INP=23,07%. Pada tumbuhan tingkat pancang 31 jenis ditemukan. Jenis yang mendominasi yaitu Putat (Barringtonia spicata) dengan INP=8,19%, Kiyubug (Piper aduncum) dengan INP=8,19%, dan Jambon (Acmena acuminatissima) dengan INP=8,19%. Sedangkan pada tingkat semai dan tumbuhan bawah, 42 jenis tercatat dalam plot. Jenis yang mendominasi yaitu Harendong (Clidemia hirta) dengan INP=15,31%, Globba leucantha dengan
INP=6,12%,
dan
Kembang
(Cananga
odorata)
dengan
INP=5,10%. Berdasarkan hasil perhitungan indeks keanekaragaman, kelompok A memiliki nilai indeks keanekaragaman pada tingkat pohon sebesar 3,21, 3,02 pada tingkat tiang, 2,86 pada tingkat pancang, dan 3,83 pada tingkat semai dan tumbuhan bawah. Sedangkan pada kelompok B tingkat pohon memiliki indeks keanekaragaman sebesar 1,24, tingkat tiang sebesar 2,65, tingkat pancang sebesar 3,18 dan tingkat semai dan tumbuhan bawah sebesar 3,20. Jumlah jenis yang ditemukan, jenis yang mendominasi, dan nilai indeks keanekaragaman kedua wilayah jelajah kelompok yang diamati menggambarkan kondisi habitat dari masing-masing kelompok. Menurut Yang et al. (2007), kondisi habitat akan berpengaruh terhadap perilaku makan primata berkaitan dengan ketersediaan dan keanekaragaman tumbuhan pakan. Jenis yang ditemukan dan keanekaragaman tumbuhan
50
yang tinggi kecuali pada tingkat pancang serta jumlah jenis tumbuhan yang lebih besar dibandingkan kelompok B menunjukkan bahwa kelompok A cenderung memiliki kondisi habitat yang lebih baik dibandingkan kelompok B. Kondisi habitat juga dipengaruhi oleh wilayah jelajah yang ditempati kedua kelompok. Kelompok A menempati wilayah jelajah yang lebih jauh dari pemukiman penduduk dan memiliki topografi yang curam sehingga pemanfaatan dan pengelolaan secara intensif lahan hutan untuk pertanian dan pengambilan kayu bakar lebih jarang dilakukan. Kondisi sebaliknya terjadi pada kelompok B yang menempati wilayah jelajah yang mencakup dan lebih dekat daerah pemukiman dan memiliki topografi yang relatif datar, pengambilan kayu untuk kayu bakar dan penggunaan wilayah hutan untuk lahan pertanian lebih banyak dilakukan.
51
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Perilaku makan Rekrekan berbeda berdasarkan tipe kelompoknya. Untuk kelompok A lebih banyak menggunakan sikap duduk, ruang atas-pinggir (at), dan ketinggian antara 6-10 m, sedangkan kelompok B lebih banyak menggunakan sikap duduk, ruang tengah-pinggir (tp) dengan ketinggian antara 0-5 m. Penggunaan sikap makan pada Rekrekan dipengaruhi oleh posisi makanan yang disukai dan kemampuan cabang dalam menopang tubuh Rekrekan sedangkan penggunaan ruang makan dan ketinggian dipengaruhi oleh sebaran makanan secara vertikal, predator, dan tipe vegetasi. 2. Kelompok A menggunakan 56 jenis dari 34 famili sebagai makanannya sedangkan kelompok B memiliki jumlah jenis pakan yang lebih sedikit yaitu 45 jenis dari 29 famili. Hevea brasiliensis memiliki kontribusi terbesar terhadap kedua kelompok. Keanekaragaman makanan pada Rekrekan ditentukan oleh komposisi vegetasi dan ketersediaan makanan yang disukai. 3. Komposisi makanan Rekrekan didominasi oleh daun muda, biji dan buah dan biji. Ketersediaan dan kelimpahan makanan menentukan dalam proporsi makan Rekrekan. 4. Chisocheton divergens menjadi jenis dengan seleksi rasio tertinggi pada kelompok A sedangkan Pangium edule menjadi jenis yang memiliki seleksi rasio tertinggi pada kelompok B. Ketersediaan makanan yang disukai faktor utama dalam pemilihan makanan pada Rekrekan. B. Saran 1. Perlu adanya penelitian mengenai distribusi dan populasi Rekrekan di lokasi penelitian. 2. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai perilaku makan Rekrekan dengan waktu pengamatan yang lebih lama. 3. Perlu adanya penelitian tentang kandungan nutrisi dan phenologi tumbuhan pakan Rekrekan. 4. Perlu tindak lanjut dari pihak pemerintah berhubungan dengan status kawasan penelitian.
52
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Z. 1991. Studi Populasi dan Perilaku Surili (Presbytis aygula Linnaeus, 1758) di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Aziz MA, dan Feeroz MM. 2009. Utilization of forest flora by Phayre’s LeafMonkey Trachypithecusphayrei (Primates: Cercopithecidae) in semievergreen forests of Bangladesh. Journal of Threatened Taxa 1(5): 257262. Bennett EL dan Davies AG. 1994. The ecology of Asian colobines. Di dalam: Davies AG and Oates JF, editor. Colobine Monkeys:Their Ecology, Behaviour and Evolution. United States of America: Cambridge University Press p.129–171. Bismark, M. 1991. Ekologi Makan Primata. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Bismark, M. 1994. Ekologi Makan dan Perilaku Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Hutan Bakau Taman Nasional Kutai [disertasi]. Bogor: Program Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. Boonratana R. 2000. Ranging behavior of proboscis monkeys (Nasalis larvatus) in the Lower Kinabatangan, Northern Borneo. International Journal of Primatology 21(3): 497-518. Borries C. 1992. Grooming site preferences in female Langurs(Presbytis entellus). International Journal of Primatology 14(1): 19-32. Brandon-Jones, D. 1995. Presbytis fredericae (Sody, 1930), an endangered colobine species endemic to central Java, Indonesia. Primate Conservation 16: 68-70. Chhangani AK dan Mohnot SM. 2006. Ranging behaviour of hanuman langurs (Semnopithecus entellus) in three different habitats. Primate Conservation 21: 171–177. Chivers DJ. 1994. Functional anatomy of the gastrointestinal tract. Di dalam: Davies AG and Oates JF, editor. Colobine Monkeys:Their Ecology, Behaviour and Evolution. United States of America: Cambridge University Press p.205-229. Clutton-Brock TH. 1977. Some aspects of interspecific variation in feeding and ranging behavior in primates. In Clutton-Brock, T. H. (ed.), Primate Ecology. Academic Press, London, p. 539-556. Dasilva GL. 1992. The western black and white colobus as a low strategist: activity budgets, energy expenditure and energy intake. Journal of Animal Ecology 61: 79-91 Dasilva GL. 1994. Diet of Colobus polykomos on Tiwai Island: selection of food in relation to its seasonal abundance and nutritional quality. International Journal of Primatology 15(5): 655 680.
53
Davies G. 1991. Seed eating by Red Leaf Monkeys (Presbytis rubicunda) in Dipterocarp Forest of Northern Borneo. International Journal of Primatology 12 (2): 119-144. Davies AG, Oates JF dan Dasilva GL. 1999. Patterns of frugivory in three West African colobine monkeys. International Journal of Primatology 20(3): 327-357. Delgado RA. 2006. Sexual selection in the loud calls of male primates: Signal content and function. International Journal of Primatology 27(1): 5-25. Ding W dan Zhao QK. 2004. Rhinopithecus bieti at Tacheng, Yunnan: Diet and Daytime Activities. International Journal of Primatology 25(3): 583-598. Dunbar DC dan Gadam GL. 2000. Locomotion and posture during terminal branch feeding. International Journal of Primatology 21 (4): 649-669. Eudey, A. dan Members of the Primate Specialist Group 2000. Presbytis comata. In: IUCN 2007. 2007 IUCN Red List of Threatened Species. http://www.iucnredlist.org. Diakses tanggal 03 Mei 2008. Fashing PJ. 2001. Activity and ranging patterns of guerezas in the Kakamega Forest: Intergroup variation and implications for intragroup feeding competition. International Journal of Primatology 22 (4): 549-577. Fleagle, J. G. 1988. Primate Adaptation and Evolution. Academic Press: New York. Fleury MC dan Gautier-Hion A. 1999. Seminomadic ranging in a population of black colobus (Colobus satanas) in Gabon and its ecological correlates. International Journal of Primatology 20(4): 491–509. Fuentes A. 1996. Feeding and ranging in the Mentawai Island Langur (Presbytis potenziani). International Journal of Primatology 17(4): 525-548. Gaber PA. 1987. Foraging strategies among living primate. Annual Review of Anthropology 16: 339-364. Gebo D. L., Chapman C. A., Chapman L. J., dan Lambert J. (1994). Locomotor responses to predator threat in red colobus monkeys. Primates 35: 219223. Gebo DL dan Chapman CA. 1995. Positional behavior in five sympatric old world monkeys. American journal of physical anthropology 97: 49-76. Grueter CC, Li D, Ren D, dan Vanschaik CP. 2009. Dietary profile of Rhinopithecus bieti and its socio ecological implications. International Journal of Primatology 30:601–624. Gupta AK. 1997. Importance of forestry plantations for conservation of Phayre´s Langur (Trachypithecus phayrei) in North-East India. Tropical Biodiversity 4(2): 187-195. Gurmaya, KJ. 1986. Ecology and behavior of Presbytis thomasi in Northern Sumatra Primates 27(2): 151-172.
54
Houle A, Chapman CA, dan Vickery WL. 2007. Intratree variation in fruit production and implications for primate foraging. International Journal of Primatology 28: 1197-1217. Kartikasari SN. 1986. Studi Populasi dan Perilaku Lutung (Presbytis cristata, Raffless 1621) di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur [skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Kay RNB dan Davies AG. 1994. Digestive physiology. Di dalam: Davies AG and Oates JF, editor. Colobine Monkeys: Their Ecology, Behaviour and Evolution. United States of America: Cambridge University Press p.229251. Kool KM. 1993. The Diet and feeding behaviour of the silver leave monkey (Trachypithecus auratus sondaicus). International Journal of Primatology 14(5): 667-700. Korstjens AH, Nijssen EC, Noe R. 2005. Intergroup relationships in Western Black and White Colobus, Colobus Polykomos polykomos. International Journal of Primatology 26 (6): 1267-1289. Krishamani R dan Mahaney WC. 2000. Geophagy among primates: adaptive significance and ecological consequences. Animal behaviour 59: 899– 915. Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Lekagul, B and J. A. Mcnelly. 1977. Mammals of Thailand. Sahakarnbhat Co. Bangkok. LI Z, Wei Y, Rogers E. 2003. Food choice of white-headed langurs in Fusui, China. International Journal of Primatology 24(6): 1189-1205. Li Y. 2007. Terrestriality and tree stratum use in a group of Sichuan snub-nosed monkeys. Primates 48: 197-207. Lucas PW dan Teaford MF. 1994. Functional morphology of colobine teeth. Di dalam: Davies AG and Oates JF, editor. Colobine Monkeys:Their Ecology, Behaviour and Evolution. United States of America: Cambridge University Press p.173–205. Mardiyanah. 2005. Evaluasi Kemampuan Lahan di Wilayah Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan [skripsi]. Semarang: Fakultas Sosial. Universitas Negeri Semarang. Matsuda I, Tuuga A, Higashi S. 2009. Ranging behavior of proboscis monkeys in a riverine forest with special reference to ranging in inland forest. International Journal of Primatology 30:313–325. McConkey KR, Ario A, Aldy F, dan Chivers DJ. 2003. Influence of forest seasonality on gibbon food choice in the rainforests of Barito Ulu, Central Kalimantan. International Journal of Primatology 24(1): 19-32. Milton K dan May ML. 1976. Body weight, diet, homerange area in primates. Nature 259: 459-462.
55
Mitani JC dan Stuht J. 1998. The evolution of nonhuman primate loud calls: Acoustic adaptation for long-distance transmission. Primates 39(2): 171182. Napier JR dan Napier PH. 1967. A handbook of Living Primates: Morfologi, Ecology, and Behaviour of nonhuman Primates. Academic Press. New York-London Newton PN. 1987. The social Organization of forest Hanuman Langur (Presbytis entellus). International Journal of Primatology 8: 199-232. Newton PN. 1992. Feeding and ranging patterns of forest Hanuman Langurs (Presbytis entellus). International Journal of Primatology 13(3): 245-285. Nijman, V. dan Sozer, R. 1995. Recent observations of the grizzled leaf monkey (Presbytis comata) and an extension of the range of the Javan gibbon (Hylobates moloch) in central Jawa. Tropical Biodiversity 3(1): 45-48. Nijman, V. 1997. On the occurrence and distribution of Presbytis comata (Desmarest, 1822) (Mammalia: Primates: Cercopithecidae) in Java, Indonesia. Contributions to Zoology. 66(4): 247-256. Nijman, V. and van Balen, S.B. 1998. A faunal survey of the Dieng Mountains, central Java, Indonesia: Distribution and conservation of endemic primate taxa. Oryx 32(2): 145-156. Pages G, Lloyd E, Suarez SA. 2005. The impact of geophagy on ranging behaviour in phayre’s leaf monkeys (Trachypithecus phayrei). Folia Primatol 76:342–346. Perica, S. (2001). Seasonal fluctuation and intra canopy variation in leaf nitrogen level in olive. Journal of Plant Nutrition 24: 779–787. Rinaldi, D. 1985. Studi Perilaku Siamang (Hylobates syndactylus Raffles, 1821) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Ruhiyat, Y. 1983. Socio-ecological study of Presbytis aygula in West Java. Primates. 24(3), 344-359 Sabarno, M. Y. 1998. Studi Pakan dan Perilaku Makan Simpai (Presbytis melalophos) di Kawasan Hutan Konservasi PT Hutan Musi Persada, Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Setiawan, A. 2006. Rekrekan (Presbytis fredericae), Monyet Langka di Jantung Pulau Jawa. http://wawan5361.multiply.com. Diakses tanggal 03 Mei 2008. Soendjoto MA. 2005. Adaptasi Bekantan (Nasalis larvatus) terhadap hutan karet: studi kasus di KabupatenTabalong, Kalimantan selatan [disertasi]. Bogor: Program Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor.
56
Solanki GS, Kumar A dan Sharma BK. 2008a. Feeding ecology of Trachypithecus pileatus in India. International Journal of Primatology 29: 173-182. Solanki GS, Kumar A dan Sharma BK. 2008b. Winter food selection and diet composition of capped langur (Trachypithecus pileatus) in Arunachal Pradesh, India. Tropical Ecology 49(2): 157-166. Srivastava A. 1991. Insectivory and its significance to langur diets. Primates 32(2): 237-241. Stanford CB. 1991. The diet of the capped langurs (Presbytis pileata) in a moist deciduous forest in Bangladesh. International Journal of Primatology 12(3): 199-216. Strier KB. 2000. Primate Behavour Ecology. United States of America: Allyn and Bacon Sujatnika. 1992. Studi habitat Surili (Presbytis aygula Linnaeus, 1758) dan pola penggunaanya di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan kawasan hutan Haurbentes-Jasinga [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Supriatna J, Manullang BA, Soekara E. 1986. Group composition, home range, and diet of the maroon leaf monkey (Presbytis rubicunda) at Tanjung Puting Reserve, Central Kalimantan, Indonesia. Primates, 27(2): 185190. Supriatna J dan Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Suratmo, F. G. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Tan CL, Guo S dan Li B. 2007. Population structure and ranging patterns of Rhinopithecus roxellana in Zhouzhi National Nature Reserve, Shaanxi China. International Journal of Primatology 28: 577–591. Waterman PG dan Kool KM. 1994. Colobine food selection and plant chemistry. Di dalam: Davies AG and Oates JF, editor. Colobine Monkeys: Their Ecology, Behaviour and Evolution. United States of America: Cambridge University Press p.251–284. Whitten T, Soeriaatmadja RE dan Afief SA. Ekologi Jawa dan Bali. Kartikasari SN, Utami TB, Widyantoro A, penerjemah. Kartikasari SN, editor. Kanada : Dalhousie University/Canadian International Development Agency. Terjemahan dari: The Ecology of Java and Bali. Youlatos D. 1998. Seasonal variation in the positional behavior of Red Howling Monkeys (Alouatta seniculus). Primates 39(4): 449-457. Yang L, Minghai Z, Jianzhang M, Ankang W, Shuangxi W, dan Shusen Z. Time budget of daily activity of Francois’ langur (Trachypithecus francoisi francoisi) in disturbance habitat. Acta Ecologica Sinica 27(5): 1715−1722.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis tumbuhan, bagian yang dimakan, habitus dan persentase waktu makan kelompok A. % Waktu makan
No
Nama lokal
Nama latin
Famili
Habitus
Bagian yang dimakan
1
Karet
Hevea brasiliensis Muell. Arg
Euphorbiaceae
Pohon
Bi, Dm, Pad, Pk
27,28
2
Cangkok
Blumedendron kurzii (Hk. F.) J.J. Smith.
Euphorbiaceae
pohon
Bb
8,38
3
Aceh
Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae
Pohon
Bi
7,32
4
Pakis galar
Cyathea contaminans (Bl.) J.Sm
Cyatheaceae
Herba
Pd
6,77
5
Pucung
Pangium edule Reinw
Flacourticeae
Pohon
Dm, Dt
5,98
6
Jambon
Acmena acuminafissima (Blume) Merr. & L.M.Perr
Myrtaceae
Pohon
Bb
4,79
7
Saga
Adenanthera microsperma T. & B.
Fabaceae
Pohon
Bi
4,32
8
Celuruh
Pericamphylus glaucus (Lmk) Merr
Menispermaceae
Herba memanjat
Bb, Dm ,Pd
4,01
9
Jengkol
Pithecellobium lobatum Benth
Leguminosae
Pohon
Bi
3,02
10
Mbulu
Ficus annulata Bl.
Moraceae
Pohon
Bb
2,64
11
Mbawang
Mangifera foetida Lour
Anacardiaceae
Pohon
Ba
2,25
12
Kayu jaran
Lannea grandis (Dennst.) Engl.
Anacardiaceae
Pohon
Ik
1,78
13
Kebeg
Ficus padana Burm. F
Moraceae
Pohon
Ba, Dm
1,72
14
Sengon
Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen
Fabaceae
Pohon
Dm
1,63
15
Iwil-iwil
Melochia sp.
Sterculiaceae
Pohon
Dm
1,60
16
Sengon jawa
Albizia chinensis L.
Fabaceae
Pohon
Dm
1,46
17
Dedek merangan
Vernonia arborea
Asteraceae
Pohon
Bb
1,44
18
Kembang
Cananga odorata (Lamk.) Hook.
Annonacae
Pohon
Bb
1,43
19
Prempeng
Mallotus peltatus (Geisel) M.A.
Moraceae
Pohon
Bb
1,40
20
Laban
Vitex pubescens Vahl.
Verbenaceae
Pohon
Bb
1,40
21
Walisongo
Schefflera grandiflora
Araliaceae
Liana
Bu, Ik
1,17
22
Oyodan
Tetrastigma lanceolarium Planch.
Vitaceae
Liana
Bu
0,94
Lanjutan 23
Kebeg lengan
Ficus grossularioides Burm. F.
Moraceae
Pohon
Ba, Dm
0,88
24
Randu
Ceiba pentandra L. Gaertn
Bombacaceae
Pohon
Dm
0,56
25
Dedek mberung
Geunsia pentandra (Roxb.) Merr
Verbenaceae
Pohon
Dt
0,47
26
Gintung
Bischofia javanica Bl.
Euphorbiaceae
Pohon
Bi
0,46
27
Kuyam
Acalypha grandis Benth.
Euphorbiaceae
Pohon
Ik
0,45
28
Sempu
Dillenia obovata Blume
Dilleniaceae
Pohon
Bu
0,40
29
Gringging
Popowia microcarpa Engl. & Diels
Annonacae
Pohon
Bb
0,36
30
Mangli
Michelia velutina
Magnoliaceae
Pohon
Bi
0,28
31
Lutungan
Santiria oblongifolia Bl.
Burseraceae
Pohon
Bi
0,28
32
Gorang
Aralia dasyphilla Miq.
Araliaceae
Perdu
Dm
0,24
33
Wilodo
Ficus fistulosa Reinw. ex Blume
Moraceae
Pohon
Ba
0,24
34
Songgom
Baringtonia racemosa (L.) Spreng.
Lecythidaceae
Pohon
Bi
0,24
35
Dadap
Erythrina lithosperma Miq
Papilionaceae
Pohon
Dm
0,21
36
Gambok
Unidentified
Unidentified
Pohon
Bu
0,19
37
Pelas
Ficus ampelas Burm.F
Moraceae
Pohon
Bb
0,18
38
Dobos
Unidentified
Unidentified
Perdu
Bu
0,18
39
Sintok
Saurauia nudiflora
Saurauiaceae
Pohon
Bu
0,18
40
Serangga (semut)
Unidentified
Formicidae
Kr
0,18
41
Anggrek??
Appendicula ramosa BI.
Orchidaceae
Epifit
Pd
0,16
42
Duitan
Dischidia nummularia R.Br.
Asclepiadaceae
Epifit
Pd
0,16
43
Pete
Parkia speciosa Hassk
Fabaceae
Pohon
Pd
0,14
44
Sampar kidang
Merremia umbellata Hall.f.
Convolvulaceae
Herba memanjat
Dm
0,14
45
Kara kebo
Canavalia sp.
Leguminosae
Herba memanjat
Bi
0,11
46
Kedondong alas
Spondias pinnata (L.F.) Kurz
Anacardiaceae
Pohon
Dm
0,10
47
Buntutan
Unidentified
Unidentified
Pohon
Dm
0,09
Lanjutan 48
Gondang
Ficus variegata Bl
Moraceae
Pohon
Ba
0,08
49
Andam-andaman
Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B
Gleicheniaceae
Semak
Dm
0,06
50
Werung
Dioscorea sp.
Dioscoreaceae
Liana
Ba
0,06
51
Dusbo
Tetracera scandens (L.) Merr.
Dilleniaceae
liana
Bb
0,04
52
Endog-endogan
Xanthophyllum excelsum (Blume) Miq.
Polygalaceae
Pohon
Dm
53
Kendung
Helicia javanica Bl
Proteaceae
Pohon
Bi
0,04 0,04
54
Bendo
Arthrocarpus elastica Reinw
Moraceae
Pohon
Bb
0,04
55 56
Galas Pisang hutan
Poikilospermum suaveolens (Bl.) Merr. Musa accuminata Colla
Urticaceae Musaceae
Herba memanjat Herba
Dm Ba
<0,01
57
Pring apus Gigantochloa apus (BI. Scult. F. Poaceae Rumput U <0,01 Ket : Bi = biji; Ba = buah; Bu = bunga; Bb = buah dan biji; Dm = daun muda; Ik = inti kayu; U = umbut; Pk = pucuk kayu; Pd = pucuk daun; Kr = kroto
<0,01
Lampiran 2. Jenis tumbuhan, bagian yang dimakan, habitus dan persentase waktu makan kelompok B. No
Habitus
Bagian yang dimakan
% Waktu makan
Nama lokal
Nama latin
Famili
1
Karet
Hevea brasiliensis Muell. Arg
Euphorbiaceae
Pohon
Dm, Bi, Pk, Pd
26,14
2
Songgolangit
Arthrophyllum javanicum Blume
Araliaceae
Pohon
Bi, Ik, Dm
13,36
3
Ares
Parartocarpus venenosus
Moraceae
Pohon
Ba
11,51
4
Bendo
Arthrocarpus elastica Reinw
Moraceae
Pohon
Ba
11,45
5
Sampar kidang
Merremia umbellata Hall.f.
Convolvulaceae
Herba memanjat
Dm, Pd
5,54
6
Wesnu
Kleinhovia hospita L.
Sterculiaceae
Pohon
Dm
4,05
7
Rambanan
Unidentified
Unidentified
Semak
Dm, Pd
3,67
8
Pucung
Pangium edule Reinw
Flacourticeae
Pohon
Dm, Dt
2,55
Sterculiaceae
9
Iwil-iwil
Melochia sp.
Pohon
Dm
1,92
10
Sembukan
Paederia scandens (Lour.) Merr.
Rosaceae
Herba memanjat
Dm, Bb
1,73
11
Lenggukan
Ipomoea fistulosa Mart.Ex.Cholsy
Convolvulaceae
Herba memanjat
Dm
1,52
12
Kembang
Cananga odorata (Lamk.) Hook.
Annonacae
Pohon
Dm
1,49
13
Wono alas
Smilax sp.
Smilacaceae
Liana
Pd, Ik, Dm
1,21
14
Sengon
Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen
Fabaceae
Pohon
Dm
1,20
15
Entotan
Passiflora foetida L.
Passifloraceae
Herba memanjat
Dm, Bu, Pd
1,00
16
Celuruh
Pericamphylus glaucus (Lmk) Merr
Menispermaceae
Herba memanjat
Dm, Bb, Pd
0,98
17
Kebeg
Ficus padana Burm. F
Moraceae
Pohon
Ba, Dm
0,83
18
Uyah-uyahan
Mikania micrantha Kunth
Asteraceae
Herba memanjat
Dm
0,82
19
Aceh
Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae
Pohon
Bi
0,71
20
Duitan
Dischidia nummularia R.Br.
Asclepiadaceae
Epifit
Pd
0,67
21
Wono ulo
Smilax macrocarpa
Smilacaceae
Liana
Pd
0,66
22
Sengon jawa
Albizia chinensis L.
Fabaceae
Pohon
Dm
0,63
23
Pring apus
Gigantochloa apus (BI. Scult. F.
Poaceae
Rumput
U
0,61
Lanjutan 24
Jambon
Acmena acuminafissima (Blume) Merr. & L.M.Perr
25
Pakis galar
Cyathea contaminans (Bl.) J.Sm
Cyatheaceae
Herba
Dm, Pd
0,51
26
Dusbo
Tetracera scandens (L.) Merr.
Dilleniaceae
Liana
Bb
0,45
27
Wowo
Flagellaria indica L.
Flagellariaceae
Liana
Ik
0,44
Cissus sicynoides L.
Rosaceae
Liana
Dm
0,42
28
Myrtaceae
Pohon
Bb
0,59
29
Kuau
Thunbergia grandiflora
Acanthaceae
Liana
Bu
0,39
30
Mbulu
Ficus annulata Bl.
Moraceae
Pohon
Bb
0,34
31
Saga
Adenanthera microsperma T. & B.
Fabaceae
Pohon
Bi
0,33
32
Endog-endogan
Xanthophyllum excelsum (Blume) Miq.
Polygalaceae
Pohon
Dm
0,31
Moraceae Araliaceae
Pohon
Dm
0,27
Perdu
Dm
0,27
33
Klodas
Ficus sp.
34
Gorang
Aralia dasyphilla Miq.
35
Gadung
Dioscorea hispida
Dioscoreaceae
Liana
Pd
0,24
36
Kebeg lengan
Ficus grossularioides Burm. F.
Moraceae
Pohon
Ba, Dm
0,22
37
Kopen
Diplospora singularis
Rubiaceae
Pohon
Dm
0,21
38
Laban
Vitex pubescens Vahl.
Verbenaceae
Pohon
Bb
0,19
39
Sintok
Saurauia nudiflora
Saurauiaceae
Pohon
Dm
0,16
40
Werung
Dioscorea sp.
Dioscoreaceae
Liana
Ba
0,11
41
tanah
T
0,10
Terminalia belerica Rox. B.
Combrecaceae
Pohon
Dm
0,10
42 43
Rendetan
Rubus chrysophyllus Miq.
Rosaceae
Liana
Ba
0,07
44
Pring petung
Dendrocalamus asper
Poaceae
Rumput
U
0,03
45
Tepusan
Alpinia sp.
Zingiberaceae
Herba
Dm
0,02
46
Suruh Piperaceae Liana Dm 0,02 Piper betle Ket : Bi = biji; Ba = buah; Bu = bunga; Bb = buah dan biji; Dm = daun muda; Ik = inti kayu; U = umbut; Pk = pucuk kayu; Pd = pucuk daun; T = tanah.
Lampiran 3. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat semai dan tumbuhan bawah pada kelompok A. Nama lokal
Nama latin
Famili
K
Andam-andaman
Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B
Gleicheniaceae
4629,63
Andeyan
Antidesma tetrandum BL
Euphorbiaceae
277,78
Bamban
Donax cannaeformis (G.Forst.) K.Sch
Marantaceae
Bancet
Turpinia sphaerocarpaHassk.
Staphyleaceae
Bandel
Unidentified
Bandotan
Ageratum conyzoides L.
Rendetan
KR
F
FR
INP
H´
2,38
0,04
0,44
2,82
0,06
0,14
0,11
1,32
1,46
0,04
370,37
0,19
0,04
0,44
0,63
0,02
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Unidentified
1481,48
0,76
0,11
1,32
2,08
0,05
Asteraceae
2777,78
1,43
0,04
0,44
1,87
0,04
Rubus chrysophyllus Miq.
Rosaceae
462,96
0,24
0,07
0,88
1,12
0,03
Brobos
Sambucus javanica Reinw.
Caprifoliaceae
2314,81
1,19
0,04
0,44
1,63
0,04
Celuruh
Pericamphylus glaucus (Lmk) Merr
Menispermaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Cowetan
Setaria plicata (Lamk) T.Cooke
Poaceae
18425,93
9,48
0,19
2,20
11,68
0,17
Dolog
Unidentified
Unidentified
277,78
0,14
0,11
1,32
1,46
0,04
Dusbo
Tetracera scandens(L.) Merr.
Dilleniaceae
555,56
0,29
0,07
0,88
1,17
0,03
Gadung
Dioscorea hispida
Dioscoreaceae
185,19
0,10
0,04
0,44
0,54
0,02
Gandri
Bridelia glauca Blume
Euphorbiaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Gondang
Ficus variegate Bl
Moraceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Gorang
Aralia dasyphilla Miq.
Araliaceae
555,56
0,29
0,15
1,76
2,05
0,05
Irah-irahan
Cissus discolor rBl
Rosaceae
1388,89
0,71
0,04
0,44
1,15
0,03
Jambon
Acmena acuminafissima (Blume) Merr. & L.M.Perr
Myrtaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Jirek koci
Symplocos fasciculate Zoll.
Symplocaceae
370,37
0,19
0,11
1,32
1,51
0,04
Jirek lidung
Symplocos cochinchinensis (Lour.) Moore.
Symplocaceae
925,93
0,48
0,22
2,64
3,12
0,06
Johar
Cassia grandis
Fabaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Jurang
Villebrunea rubescens (Blume.)
Urticaceae
277,78
0,14
0,07
0,88
1,02
0,03
Kapulaga
Elettaria cardamomum (L.) Maton
Zingiberaceae
555,56
0,29
0,11
1,32
1,61
0,04
H´ total 3,83
Lanjutan Kayutua
Leea indica (Burm.F.) Merr
Leeaceae
648,15
0,33
0,11
1,32
1,65
0,04
10370,37
5,33
0,30
3,52
8,86
0,14
6388,89
3,29
0,26
3,08
6,37
0,11
Keji
Strobilanthes crispusBl
Acanthaceae
Keladi
Caladium sp.
Araceae
Kelender
Unidentified
Unidentified
370,37
0,19
0,04
0,44
0,63
0,02
Kemaduan
Laportea stimulans (Lf) Gaud
Urticaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Kendung
Helicia javanica Bl
Proteaceae
277,78
0,14
0,11
1,32
1,46
0,04
Kerisan
Scleria sumatrensis Retz
Cyperaceae
648,15
0,33
0,04
0,44
0,77
0,02
Kilampok
Euginia acuminatissima Kurz.
Myrtaceae
277,78
0,14
0,04
0,44
0,58
0,02
Kiyubug
Piper aduncum L.
Piperaceae
1296,30
0,67
0,04
0,44
1,11
0,03
Klepu
Nauclea obtusa BL.
Rubiaceae
185,19
0,10
0,07
0,88
0,98
0,03
Kolomenjo
Unidentified
Unidentified
1574,07
0,81
0,04
0,44
1,25
0,03
Kolopacung
Unidentified
Unidentified
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Kopi
Coffea robusta Lindl.Ex De Will
Rubiaceae
17407,41
8,95
0,44
5,29
14,24
0,19
Krenyoan
Peperomia pellucid (L.) H.B.K
Piperaceae
3148,15
1,62
0,07
0,88
2,50
0,05
Krokotan
Euphorbia hirta L.
Euphorbiaceae
1944,44
1,00
0,07
0,88
1,88
0,04
Kumis kucing
Globba leucantha
Zingiberaceae
2500,00
1,29
0,07
0,88
2,17
0,05
Lempuyang
Zingiber Americana Bl
Zingiberaceae
1759,26
0,90
0,07
0,88
1,79
0,04
Lengko
Erechtites valerianifolia (Spreng.) DC.
Asteraceae
185,19
0,10
0,04
0,44
0,54
0,02
Lereh
Unidentified
Zingiberaceae
648,15
0,33
0,11
1,32
1,65
0,04
Lumbu
Alocasia sp.
Araceae
185,19
0,10
0,04
0,44
0,54
0,02
Mbagan
Syzygium attenuatum
Myrtaceae
555,56
0,29
0,11
1,32
1,61
0,04
Meniran
Phyllanthus niruri L.
Euphorbiaceae
Nampu
Schismatoglottis calyptrata
Araceae
Nangka
Artocarpus heterophyllus Lam
Moraceae
Nyangkuh
Curculigo orchioides Gaertn.
Amaryllidaceae
277,78
0,14
0,04
0,44
0,58
0,02
2222,22
1,14
0,26
3,08
4,23
0,08
277,78
0,14
0,04
0,44
0,58
0,02
2962,96
1,52
0,19
2,20
3,73
0,07
Lanjutan Pacar air
Impatiens balsamina L
Balsaminaceae
1851,85
0,95
0,11
1,32
2,27
0,05
Pacing
Costus speciosus (Koenig) Sm.
Zingiberaceae
648,15
0,33
0,07
0,88
1,21
0,03
Pakis
Cyathea sp.
Cyatheaceae
7870,37
4,05
0,41
4,85
8,89
0,14
Pakis galar
Cyathea contaminans (Bl.) J.Sm
Cyatheaceae
833,33
0,43
0,11
1,32
1,75
0,04
Pakis kidang
Dicksonia blumei Moore
Cyatheaceae
2870,37
1,48
0,04
0,44
1,92
0,04
462,96
0,24
0,07
0,88
1,12
0,03
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
462,96
0,24
0,07
0,88
1,12
0,03
4814,81
2,48
0,07
0,88
3,36
0,07
Pakis sekol
Cyclosorus aridus (Don.) Ching.
Thelypteridaceae
Pakis simbar
Unidentified
Unidentified
Pandan
Pandanus sp.
Pandanaceae
Paniguwang
Unidentified
Unidentified
Pelas
Ficus ampelas Burm.F
Moraceae
185,19
0,10
0,04
0,44
0,54
0,02
Putat
Barringtonia spicata Bl
Myrtaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Ranti
Unidentified
Unidentified
1481,48
0,76
0,07
0,88
1,64
0,04
Rau
Dracontomelon mangiferum Bl.
Anacardiaceae
185,19
0,10
0,07
0,88
0,98
0,03
Rayapan
Brachiaria mutica (Forsk.) Stapf.
Graminae
13888,89
7,14
0,04
0,44
7,58
0,12
Salam
Syzygium polyanthum Wigh Walp
Myrtaceae
1203,70
0,62
0,11
1,32
1,94
0,04
Sampang
Evodia latifolia DC.
Rutaceae
370,37
0,19
0,11
1,32
1,51
0,04
Samparkidang
Merremia umbellataHall.f.
Convolvulaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Selaksih
Ocimum basilicum L.
Lamiaceae
1574,07
0,81
0,07
0,88
1,69
0,04
Selempat
Schismatoglottis calyptrata
Araceae
5648,15
2,90
0,19
2,20
5,11
0,09
Sembung
Blumea balsamifera [L.] DC.
Asteraceae
555,56
0,29
0,11
1,32
1,61
0,04
Senggani
Clidemia hirta (L.) D.Don.
Melastomataceae
19722,22
10,14
0,63
7,49
17,63
0,21
Sengganilanang
Melastoma malabathricum D. Don
Melastomataceae
1018,52
0,52
0,15
1,76
2,29
0,05
Sengon
Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen
Fabaceae
277,78
0,14
0,07
0,88
1,02
0,03
Serawanan
Unidentified
Unidentified
462,96
0,24
0,04
0,44
0,68
0,02
Sintok
Saurauia nudiflora
Saurauiaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Lanjutan Songgolangit
Arthrophyllum javanicum Blume
Araliaceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Sumpelwuwu
Sanicula europaea Linne
Apiaceae
2037,04
1,05
0,04
0,44
1,49
0,04
Suruhan
Acer laurinum Hassk.
Aceraceae
462,96
0,24
0,11
1,32
1,56
0,04
Tejo
Cinnamomum iners Reinw.
Lauraceae
92,59
0,05
0,04
0,44
0,49
0,01
Tembilungan
Begonia sp.
Begoniaceae
462,96
0,24
0,07
0,88
1,12
0,03
Umbelan
Sauraiua pendulaBl.
Saurauiaceae
Uyah-uyahan
Mikania micranthaKunth
Asteraceae
462,96
0,24
0,11
1,32
1,56
0,04
3611,11
1,86
0,11
1,32
3,18
0,07
Watwat
Selaginella plana
Selaginellaceae
26203,70
13,48
0,44
5,29
18,76
0,22
Werung
Dioscorea sp.
Dioscoreaceae
277,78
0,14
0,04
0,44
0,58
0,02
Wilodo
Ficus fistulosaReinw. ex Blume
Moraceae
1203,70
0,62
Wuru kuning
Litsea angulataBl
Lauraceae
92,59
0,05
0,11
1,32
1,94
0,04
0,04
0,44
0,49
0,01
Lampiran 4. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat pancang pada kelompok A. Famili
K
KR
F
FR
H´
H´ total
3,87
0,08
2,86
2,57
0,06
Nama lokal
Nama latin
INP
Andeyan
Antidesma tetrandum BL
Euphorbiaceae
29,63
1,27
0,07
2,60
Antap
Mallotus blumeanus M.A.
Euphorbiaceae
29,63
1,27
0,04
1,30
Duren
Durio zibethinus Murr
Bombacaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Gandri
Bridelia monoica Merr.
Euphorbiaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Gorang
Aralia dasyphillaMiq.
Araliaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Iwil-iwil
Melochia sp.
Sterculiaceae
29,63
1,27
0,07
2,60
3,87
0,08
Jambon
Acmena acuminafissima (Blume) Merr. &L.M.Perr
Myrtaceae
88,89
3,82
0,07
2,60
6,42
0,11
Jirekkoci
Symplocos fasciculataZoll.
Symplocaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Jireklidung
Symplocos cochinchinensis (Lour.) Moore.
Symplocaceae
Jurang
Villebrunea rubescens (Blume.)
Urticaceae
Karet
Hevea brasiliensis Muell. Arg
Kayutua
44,44
1,91
0,07
2,60
4,51
0,09
103,70
4,46
0,15
5,19
9,65
0,15
Euphorbiaceae
74,07
3,18
0,11
3,90
7,08
0,12
Leea indica (Burm.F.) Merr
Leeaceae
29,63
1,27
0,07
2,60
3,87
0,08
Kebeglengan
Ficus grossularioides Burm. F.
Moraceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Dondong
Spondias pinnata (L.F.) Kurz
Anacardiaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Kedoyo
Dysoxylum gaudichaudianum (A.Juss.) Miq.
Meliaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Kendung
Helicia javanicaBl
Proteaceae
59,26
2,55
0,44
15,58
18,13
0,22
Klepu
Nauclea obtusa BL.
Rubiaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Kopi
Coffea robusta Lindl.Ex De Will
Rubiaceae
1125,93
48,41
0,52
18,18
66,59
0,37
Kukuran
Gynotroches axillaris BI
Rhizoporaceae
29,63
1,27
0,04
1,30
2,57
0,06
Kuyam
Acalypha grandis Benth.
Euphorbiaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Pakel
Mangifera foetida Lour
Anacardiaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Pasang
Quercus javanicus
Fagaceae
44,44
1,91
0,07
2,60
4,51
0,09
Pelas
Ficus ampelas Burm.F
Moraceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Lanjutan Putat
Barringtonia spicata Bl
Myrtaceae
44,44
1,91
0,07
2,60
4,51
0,09
Rambutan
Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Rau
Dracontomelon mangiferum Bl.
Anacardiaceae
29,63
1,27
0,07
2,60
3,87
0,08
Sampang
Evodia latifolia DC.
Rutaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Senggani lanang
Melastoma malabathricum D. Don
Melastomataceae
29,63
1,27
0,07
2,60
3,87
0,08
Sengon
Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen
Fabaceae
44,44
1,91
0,07
2,60
4,51
0,09
Suruhan
Acer laurinum Hassk.
Aceraceae
59,26
2,55
0,07
2,60
5,15
0,09
Tepus
Achasma coccineum Val
Zingiberaceae
88,89
3,82
0,04
1,30
5,12
0,09
Tutub
Macaranga tanarius (L.) M.A.
Euphorbiaceae
59,26
2,55
0,07
2,60
5,15
0,09
Umbelan
Sauraiua pendulaBl.
Saurauiaceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Walih angin
Mallotus paniculatus (Lmk) M.A Muell.
Euphorbiaceae
29,63
1,27
0,04
1,30
2,57
0,06
Wilodo
Ficus fistulosa Reinw. ex Blume
Moraceae
29,63
1,27
0,04
1,30
2,57
0,06
Wuru kuning
Litsea angulata Bl
Lauraceae
14,81
0,64
0,04
1,30
1,94
0,04
Lampiran 5. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat tiang pada kelompok A. Nama lokal
Nama latin
Famili
K
KR
Aceh
Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae
7,41
5,26
F
FR
D
0,07
6,25
830689,36
INP
H´
H´ total
4,96
16,47
0,16
3,02
DR
Bendo
Arthrocarpus elastic Reinw
Moraceae
3,70
2,63
0,04
3,13
559132,17
3,34
9,10
0,11
Dadap
Erythrina lithosperma Miq
Papilionaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
343949,04
2,05
7,81
0,09
Dedek
Geunsia pentandra (Roxb.) Merr
Verbenaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
280148,65
1,67
7,43
0,09
Duren
Durio zibethinus Murr
Bombacaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
799896,50
4,78
10,53
0,12
Jebugan
Unidentified
Unidentified
3,70
2,63
0,04
3,13
559132,17
3,34
9,10
0,11
Jengkol
Pithecellobium lobatum Benth
Mimosaceae
7,41
5,26
0,07
6,25
578283,71
3,45
14,97
0,15
Jirekkoci
Symplocos fasciculata Zoll.
Symplocaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
723152,87
4,32
10,08
0,11
Jurang
Villebrunea rubescens (Blume.)
Urticaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
227060,11
1,36
7,11
0,09
Karet
Hevea brasiliensis Muell. Arg
Euphorbiaceae
14,81
10,53
0,11
9,38
2150809,29
12,84
32,75
0,24
Kembang
Cananga odorata (Lamk.) Hook.
Annonacae
3,70
2,63
0,04
3,13
603845,54
3,61
9,36
0,11
Kendung
Helicia javanica Bl
Proteaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
570149,28
3,40
9,16
0,11
Klepu
Nauclea obtusa BL.
Rubiaceae
7,41
5,26
0,07
6,25
889504,94
5,31
16,83
0,16
Kolopacung
Unidentified
Unidentified
3,70
2,63
0,04
3,13
412403,50
2,46
8,22
0,10
Mbulu kuning
Ficus callosa Willd.
Moraceae
3,70
2,63
0,04
3,13
318636,54
1,90
7,66
0,09
Nangka
Artocarpus heterophyllus Lam
Moraceae
7,41
5,26
0,07
6,25
891808,64
5,33
16,84
0,16
Pedali
Unidentified
Unidentified
3,70
2,63
0,04
3,13
343949,04
2,05
7,81
0,09
Pulai
Alstonia macrophylla Wall.ExG.Don
Apocynaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
227060,11
1,36
7,11
0,09
Putat
Barringtonia spicata Bl
Myrtaceae
11,11
7,89
0,07
6,25
1881617,41
11,24
25,38
0,21
Salam
Syzygium polyanthum WighWalp
Myrtaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
278598,73
1,66
7,42
0,09
Sampang
Evodia latifolia DC.
Rutaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
366669,03
2,19
7,95
0,10
Sapi
Pometia pinnata J.R.&G.Forst
Sapindaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
286391,32
1,71
7,47
0,09
Sengon
Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen
Fabaceae
22,22
15,79
0,07
6,25
2289108,22
13,67
35,71
0,25
Wuru sepet
Antidesma ghaesembilla Gaertn
Euphorbiaceae
3,70
2,63
0,04
3,13
335404,06
2,00
7,76
0,09
Lampiran 6. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat pohon pada kelompok A. K
KR
F
FR
D
DR
H´
H´ total
5,24
0,07
3,21
1,49
0,03
Namalokal
Namalatin
Famili
INP
Aceh
Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae
3,70
2,14
0,11
2,52
1602,90
0,58
Antap
Sterculia coccinea
Sterculiaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
321,13
0,12
Bancet
Turpinia sphaerocarpa Hassk.
Staphyleaceae
5,56
3,21
0,11
2,52
96011,89
34,78
40,51
0,28
Bendo
Arthrocarpus elastic Reinw
Moraceae
5,56
3,21
0,11
2,52
10895,46
3,95
9,68
0,12
Beringin
Ficus benjamina
Moraceae
3,70
2,14
0,15
3,36
49895,68
18,07
23,57
0,21
Cangkok
Chisocheton divergens
Meliaceae
2,78
1,60
0,11
2,52
1948,72
0,71
4,83
0,07
Dongdong
Spondias pinnata (L.F.) Kurz
Anacardiaceae
3,70
2,14
0,15
3,36
1618,01
0,59
6,09
0,08
Duren
Durio zibethinus Murr
Bombacaceae
7,41
4,28
0,15
3,36
4078,59
1,48
9,12
0,11
Gondang
Ficus variegataBl
Moraceae
1,85
1,07
0,04
0,84
1759,92
0,64
2,55
0,04
Iwil-iwil
Melochia sp.
Sterculiaceae
3,70
2,14
0,11
2,52
2873,39
1,04
5,70
0,08
Jambu mete
Anacardium occidentale L.
Anacardiaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
535,14
0,19
1,57
0,03
Jenggistri
Elaeocarpus ganitrus Roxb.
Elaeocarpaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
1137,18
0,41
1,79
0,03
Jengkol
Pithecellobium lobatum Benth
Mimosaceae
4,63
2,67
0,11
2,52
2247,23
0,81
6,01
0,08
Jirek koci
Symplocosf asciculata Zoll.
Symplocaceae
1,85
1,07
0,04
0,84
1186,18
0,43
2,34
0,04
Jurang
Villebrunea rubescens( Blume.)
Urticaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
414,68
0,15
1,53
0,03
Karet
Hevea brasiliensis Muell. Arg
Euphorbiaceae
55,56
32,09
0,22
5,04
36932,75
13,38
50,51
0,31
Kayu jaran
Lannea grandis (Dennst.) Engl.
Anacardiaceae
1,85
1,07
0,07
1,68
1544,83
0,56
3,31
0,05
Kebeg lengan
Ficus grossularioides Burm. F.
Moraceae
0,93
0,53
0,04
0,84
298,20
0,11
1,48
0,03
Kembang
Cananga odorata (Lamk.) Hook.
Annonacae
4,63
2,67
0,19
4,20
3416,49
1,24
8,11
0,10
Kendung
Helicia javanica Bl
Proteaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
587,88
0,21
1,59
0,03
Klepu
Nauclea obtusa BL.
Rubiaceae
1,85
1,07
0,07
1,68
1791,25
0,65
3,40
0,05
Kuniran
Unidentified
Unidentified
0,93
0,53
0,04
0,84
1363,53
0,49
1,87
0,03
Laban
Vitex pubescens Vahl.
Verbenaceae
2,78
1,60
0,07
1,68
1112,67
0,40
3,69
0,06
Lanjutan Lutungan
Santiriaoblongifolia Bl.
Burseraceae
1,85
1,07
0,07
1,68
1104,94
0,40
3,15
0,05
Mbagan
Syzygium attenuatum
Myrtaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
908,31
0,33
1,70
0,03
Dedek
Geunsia pentandra (Roxb.) Merr
Verbenaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
859,87
0,31
1,69
0,03
Nangka
Artocarpus heterophyllus Lam
Moraceae
5,56
3,21
0,15
3,36
4566,57
1,65
8,22
0,10
Pari
Unidentified
Unidentified
0,93
0,53
0,04
0,84
1170,38
0,42
1,80
0,03
Pasang
Quercus javanicus
Fagaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
311,47
0,11
1,49
0,03
Pedali
Unidentified
Unidentified
0,93
0,53
0,04
0,84
1582,20
0,57
1,95
0,03
Pelas
Ficus ampelas Burm.F
Moraceae
0,93
0,53
0,04
0,84
335,89
0,12
1,50
0,03
Pete
Parkia speciosa Hassk
Mimosaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
651,39
0,24
1,61
0,03
Pucung
Pangium edule Reinw
Flacourticeae
2,78
1,60
0,11
2,52
3458,61
1,25
5,38
0,08
Pulai
Alstonia macrophylla Wall.ExG.Don
Apocynaceae
1,85
1,07
0,07
1,68
1585,27
0,57
3,32
0,05
Putat
Barringtonia spicataBl
Myrtaceae
8,33
4,81
0,22
5,04
5921,74
2,15
12,00
0,13
Rau
Dracontomelon mangiferum Bl.
Anacardiaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
1226,78
0,44
1,82
0,03
Saga
Adenanthera microsperma T. & B.
Fabaceae
2,78
1,60
0,04
0,84
1073,51
0,39
2,83
0,05
Salam
Syzygium polyanthum Wigh Walp
Myrtaceae
4,63
2,67
0,04
0,84
2449,74
0,89
4,40
0,06
Sapi
Pometia pinnata J.R.&G.Forst
Sapindaceae
3,70
2,14
0,15
3,36
6421,47
2,33
7,83
0,10
Sempu
Dillenia obovata Blume
Dilleniaceae
2,78
1,60
0,11
2,52
6967,22
2,52
6,65
0,09
Sengon
Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen
Fabaceae
3,70
2,14
0,11
2,52
2602,58
0,94
5,60
0,08
Sengon jawa
Albizia chinensis L.
Fabaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
632,82
0,23
1,60
0,03
Suruhan
Acer laurinum Hassk.
Aceraceae
1,85
1,07
0,04
0,84
4684,18
1,70
3,61
0,06
Tejo
CinnamomuminersReinw.
Lauraceae
0,93
0,53
0,04
0,84
958,07
0,35
1,72
0,03
Umbel-umbelan
Sauraiuapendula Bl.
Saurauiaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
382,17
0,14
1,51
0,03
Waru
Hibiscus tiliaceusL.
Malvaceae
0,93
0,53
0,04
0,84
1061,57
0,38
1,76
0,03
Wuru watu
Litsea cassiaaefolia BI.
Lauraceae
1,85
1,07
0,04
0,84
1575,92
0,57
2,48
0,04
Lampiran 7. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat semai dan tumbuhan bawah pada kelompok B. F
FR
INP
H´
H´ total
675000
2,78
0,06
1,02
0,08
3,20
4455000
18,37
0,17
3,06
0,24
180000
0,74
0,06
1,02
0,04
2
360000
1,48
0,11
2,04
0,07
Nama lokal
Nama ilmiah
Famili
K
Bamban
Donax cannaeformis (G.Forst.) K.Sch
Marantaceae
1
Bandotan
Ageratum conyzoides L.
Asteraceae
3
Kuau
Thunbergiagrandiflora ROXB.
Acanthaceae
1
Cowetan
Setaria plicata (Lamk) T.Cooke
Poaceae
KR
Dedek
Geunsia pentandra (Roxb.) Merr
Verbenaceae
1
135000
0,56
0,06
1,02
0,04
Dusbo
Tetracera scandens (L.) Merr.
Dilleniaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Jambon
Acmenaa cuminafissima (Blume) Merr. & L.M.Perr
Myrtaceae
2
90000
0,37
0,11
2,04
0,05
Jirek koci
Symplocos fasciculate Zoll.
Symplocaceae
1
135000
0,56
0,06
1,02
0,04
Keladi
Caladium sp.
Araceae
5
3420000
14,10
0,28
5,10
0,22
Kemadu
Laportea stimulans (Lf) Gaud
Urticaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Kembang
Cananga odorata (Lamk.) Hook.
Annonacae
5
225000
0,93
0,28
5,10
0,11
Kendung
Helicia javanica Bl
Proteaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Kiyubug
Piper aduncum L.
Piperaceae
3
225000
0,93
0,17
3,06
0,08
Kopi
Coffea robusta Lindl.Ex De Will
Rubiaceae
1
90000
0,37
0,06
1,02
0,03
Krokotan
Euphorbia hirta L.
Euphorbiaceae
2
1350000
5,57
0,11
2,04
0,12
Kumis kucing
Globba leucantha
Zingiberaceae
6
540000
2,23
0,33
6,12
0,13
Lempuyang
Zingiber americana Bl
Zingiberaceae
1
180000
0,74
0,06
1,02
0,04
Mbagan
Syzygium attenuatum
Myrtaceae
3
450000
1,86
0,17
3,06
0,09
Meniran
Phyllanthus niruri L.
Euphorbiaceae
3
180000
0,74
0,17
3,06
0,08
Uyah-uyahan
Mikania micrantha Kunth
Asteraceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Nampu
Schismatoglottis calyptrata
Araceae
1
405000
1,67
0,06
1,02
0,06
Nyangkuh
Curculigo orchioides Gaertn.
Amaryllidaceae
1
225000
0,93
0,06
1,02
0,05
Pacing
Costus speciosus
Costaceae
3
270000
1,11
0,17
3,06
0,08
Lanjutan Pakis kidang
Dicksonia blumei Moore
Cyatheaceae
1
90000
0,37
0,06
1,02
0,03
Pakis saray
Caryota mitis Lour.
Arecaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Pasang
Quercus javanicus
Fagaceae
2
630000
2,60
0,11
2,04
0,09
Pisang hutan
Musa accuminata Colla
Musaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Putat
Barringtonia spicata Bl
Myrtaceae
4
540000
2,23
0,22
4,08
0,11
Rendetan
Rubus chrysophyllus Miq.
Rosaceae
1
270000
1,11
0,06
1,02
0,05
Sampang
Evodia latifolia DC.
Rutaceae
1
180000
0,74
0,06
1,02
0,04
Sampar kidang
Merremia umbellate Hall.f.
Convolvulaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Sembukan
Paederia scandens (Lour.) Merr.
Rosaceae
1
90000
0,37
0,06
1,02
0,03
Sempu
Dillenia obovata Blume
Dilleniaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Senggani
Clidemia hirta (L.) D.Don.
Melastomataceae
15
4140000
17,07
0,83
15,31
0,29
Senggani lanang
Melastoma malabathricum D. Don
Melastomataceae
2
135000
0,56
0,11
2,04
0,06
Sirihan
Piper sp.
Piperaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Slempat
Schismatoglottis calyptrata
Araceae
5
1530000
6,31
0,28
5,10
0,16
Songgolangit
Arthrophyllum javanicum Blume
Araliaceae
2
180000
0,74
0,11
2,04
0,06
Tembelekan
Lantana camara L.
Verbenaceae
4
495000
2,04
0,22
4,08
0,11
Waru
Hibiscus tiliaceus L.
Malvaceae
1
225000
0,93
0,06
1,02
0,05
Watwat
Selaginella plana
Selaginellaceae
4
1710000
7,05
0,22
4,08
0,16
Wono alas
Smilax sp.
Smilacaceae
1
45000
0,19
0,06
1,02
0,03
Lampiran 8. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat pancang pada kelompok B. Nama lokal
Nama latin
Famili
K
KR
F
FR
INP
H´
Aceh
Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,05
Duren
Durio zibethinus Murr
Bombacaceae
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,05
Gorang
Aralia dasyphilla Miq.
Araliaceae
1
14400
1,67
0,06
1,64
0,07
Iwil-iwil
Melochia sp.
Sterculiaceae
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,05
Jambon
Acmena acuminafissima (Blume) Merr. & L.M.Perr
Myrtaceae
5
72000
8,33
0,28
8,19
0,21
Jirek koci
Symplocos fasciculate Zoll.
Symplocaceae
3
36000
4,17
0,17
4,92
0,14
Jirek lidung
Symplocos cochinchinensis (Lour.) Moore.
Symplocaceae
1
14400
1,67
0,06
1,64
0,08
Jurang
Villebrunea rubescens (Blume.)
Urticaceae
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,05
Karet
Hevea brasiliensis Muell. Arg
Euphorbiaceae
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,05
Kayutua
Leea indica (Burm.F.) Merr
Leeaceae
2
21600
2,50
0,11
3,28
0,10
Kemadu
Laportea stimulans (Lf) Gaud
Urticaceae
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,05
Kembang
Cananga odorata (Lamk.) Hook.
Annonacae
2
14400
1,67
0,11
3,28
0,09
Kemuning
Cassia fistula L.
Fabaceae
2
21600
2,50
0,11
3,28
0,10
Kendung
Helicia javanicaBl
Proteaceae
1
14400
1,67
0,06
1,64
0,07
Kiyubug
Piper aduncum L.
Piperaceae
5
79200
9,17
0,28
8,19
0,21
Kopi
Coffea robusta Lindl.Ex De Will
Rubiaceae
1
50400
5,83
0,06
1,64
0,12
Laban
Vitex pubescens Vahl.
Verbenaceae
2
14400
1,67
0,11
3,28
0,09
Mahoni
Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
Meliaceae
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,05
Mbagan
Syzygium attenuatum
Myrtaceae
2
14400
1,67
0,11
3,28
0,09
Pasang
Quercus javanicus
Fagaceae
2
21600
2,50
0,11
3,28
0,10
Pedali
Unidentified
Unidentified
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,05
Pulai
Alstonia macrophylla Wall.ExG.Don
Apocynaceae
3
21600
2,50
0,17
4,92
0,12
Putat
Barringtonia spicata Bl
Myrtaceae
5
129600
15,00
0,28
8,19
0,24
H´ total 3,18
Lanjutan Rau
Dracontomelon mangiferum Bl.
Anacardiaceae
3
21600
2,50
0,17
4,92
0,12
Sempu
Dillenia obovata Blume
Dilleniaceae
2
28800
3,33
0,11
3,28
0,11
Songgolangit
Arthrophyllum javanicum Blume
Araliaceae
3
50400
5,83
0,17
4,92
0,16
Tembelekan
Lantana camara L.
Verbenaceae
1
21600
2,50
0,06
1,64
0,08
Tutub
Macaranga tanarius (L.) M.A.
Euphorbiaceae
1
14400
1,67
0,06
1,64
0,07
Walihangin
Mallotus paniculatus (Wall.) Muell.
Euphorbiaceae
1
7200
0,83
0,06
1,64
0,06
Waru
Hibiscus tiliaceus L.
Malvaceae
3
100800
11,67
0,17
4,92
0,21
Wilodo
Ficus fistulosaReinw. ex Blume
Moraceae
2
21600
2,50
0,11
3,28
0,10
Lampiran 9. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat tiang pada kelompok B. Nama lokal
Nama ilmiah
Famili
INP
H´
H´
Aceh
Nephelium lappaceum L.
Sapindaceae
K 5,56
KR 3,57
F 0,056
FR 4,35
D 573,25
DR 2,28
10,20
0,11
2,65
Bendo
Arthrocarpus elastic Reinw
Moraceae
5,56
3,57
0,056
4,35
517,36
2,06
9,97
0,11
Duren
Durio zibethinus Murr
Bombacaceae
11,11
7,14
0,111
8,69
1147,75
4,56
20,40
0,18
Gondang
Ficus variegate Bl
Moraceae
5,56
3,57
0,056
4,35
810,26
3,22
11,14
0,12
Iwil-iwil Karet
Melochia sp.
Sterculiaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
1656,69
6,58
14,50
0,15
Hevea brasiliensis Muell. Arg
Euphorbiaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
810,26
3,22
11,14
0,12
Kemuning
Cassia fistula L.
Fabaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
1289,81
5,12
13,04
0,14
Kiyubug
Piper aduncum L.
Piperaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
484,61
1,93
9,84
0,11
Kopi
Coffea robusta Lindl.Ex De Will
Rubiaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
541,84
2,15
10,07
0,11
Mahoni
Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
Meliaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
1150,48
4,57
12,49
0,13
Mbagan
Syzygium attenuatum
Myrtaceae
11,11
7,14
0,111
8,69
1868,80
7,43
23,26
0,20
Pinus
Pinus merkusii Jungh.& De Vr
Pinaceae
44,44
28,57
0,167
13,04
8254,17
32,80
74,41
0,35
Lanjutan Pucung
Pangium edule Reinw
Flacourticeae
11,11
7,14
0,111
8,69
1819,69
7,23
23,07
0,20
Rau
Dracontomelon mangiferum Bl.
Anacardiaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
1002,19
3,98
11,90
0,13
Sampang Sempu
Evodia latifolia DC.
Rutaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
1581,76
6,28
14,20
0,14
Dillenia obovata Blume
Dilleniaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
467,20
1,86
9,77
0,11
Waru
Hibiscus tiliaceus L.
Malvaceae
5,56
3,57
0,056
4,35
665,89
2,65
10,56
0,12
Wilodo
Ficus fistulosa Reinw. ex Blume
Moraceae
5,56
3,57
0,056
4,35
526,47
2,09
10,01
0,11
Lampiran 10. Indeks nilai penting dan keanekaragaman jenis tingkat pohon pada kelompok B. Nama lokal
Nama latin
Famili
K
KR
Bendo
Arthrocarpus elasticaReinw
Moraceae
5,56
0,46
Dedek
Geunsia pentandra (Roxb.) Merr
Verbenaceae
5,56
Gondang
Ficus variegataBl
Moraceae
16,67
Iwil-iwil
Melochia sp.
Sterculiaceae
11,11
Karet
Hevea brasiliensis Muell. Arg
Euphorbiaceae
816,67
F
FR
D 3825,64
DR 1,85
INP 6,86
H´
H´
0,09
1,25
0,06
4,55
0,46
0,06
4,55
518,87
0,25
5,27
0,07
1,38
0,11
9,11
3094,51
1,50
11,99
0,13
0,92
0,06
4,55
1741,70
0,84
6,32
0,08
67,74
0,44
36,43
139933,32
67,65
171,82
0,32
Kembang
Cananga odorata (Lamk.) Hook.
Annonacae
5,56
0,46
0,06
4,55
467,20
0,23
5,24
0,07
Kuyam
Acalypha grandis Benth.
Euphorbiaceae
5,56
0,46
0,06
4,55
729,10
0,35
5,37
0,07
Pete
Parkia speciosaHassk
Mimosaceae
5,56
0,46
0,06
4,55
597,38
0,29
5,30
0,07
Pinus
Pinus merkusi iJungh.& De Vr
Pinaceae
333,33
27,65
0,33
27,32
55289,05
26,73
81,70
0,35
77 Lampiran 11. Kondisi fisik lingkungan ketika pengamatan kelompok A. Suhu (0C)
Tanggal Dry 23/10/2008 25/10/2008
Wet
Ratarata
RH (%)
Cuaca
Angin
Pagi
23
21,50
22,25
92
Cerah
Tenang
Sore
22,50
21,50
22
92
Cerah
Tenang
Pagi
23
22
22,50
92
Cerah
Tenang
Sore
23
22
22,50
92
Cerah
Tenang
Pagi
23
22
22,50
92
Gerimis
Tenang
Sore
23
22
22,50
92
Cerah
Tenang
Pagi
23
22
22,50
92
Cerah
Tenang
Sore
22
22
22
100
Mendung
Tenang
Pagi
22
22
22
100
Mendung
Tenang
Sore
22
21
21,50
91
Hujan
Tenang
30/10/2008
Pagi
22
21
21,50
91
Mendung
Tenang
03/11/2008
Sore Pagi
25 23
23 23
24 23
84 100
Cerah Mendung
Daun dan cabang
Sore
23
23
23
100
Mendung
Daun
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
22
21
21,50
91
Mendung
Tenang
26/10/2008 28/10/2008 29/10/2008
04/11/2008 05/11/2008 06/11/2008 08/11/2008 11/11/2008 12/11/2008 13/11/2008 14/11/2008 18/11/2008 19/11/2008 20/11/2008
Tenang
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
25
23
24
84
Cerah
Tenang
Pagi
23
21
22
83
Cerah
Tenang
Sore
23
21
22
83
Gerimis
Tenang
Pagi
23
21
22
83
Cerah
Tenang
Sore
25
24
24,50
92
Cerah
Tenang
Pagi
23
22
22,50
91
Cerah
Tenang
Sore
24
23
23,50
91
Mendung
Tenang Tenang
Pagi Sore
24 22
23 21
23,50 21,50
91 91
Cerah Mendung
Daun dan cabang
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
24
23
23,50
91
Mendung
Daun
Pagi
24
23
23,50
91
Cerah
Tenang
Sore
23
23
23
100
Gerimis
Tenang
Pagi
22
22
22
100
Gerimis
Tenang
Sore
23
23
23
100
Cerah
Tenang
Pagi
23
22
22,50
91
Mendung
Tenang
Sore
22
22
22
100
Mendung
Tenang
Pagi Sore
22 23
21 22
21,50 22,50
91 91
Cerah Mendung
Tenang Tenang
78 Lanjutan 21/11/2008
Pagi Sore
25
23
24
84
Cerah
Tenang
22/11/2008
Pagi
21
21
21
100
Hujan
Daun dan cabang
Sore
25,50
23,50
24,50
84
Cerah
Tenang
24/11/2008
Pagi
23
22
22,50
91
Mendung
Tenang
Sore
25
23
24
84
Cerah
Tenang
25/11/2008
Pagi
25
23
24
84
Mendung
Tenang
Sore
24,50
22,50
23,50
83
Cerah
Tenang
26/11/2008
Pagi
24,50
22,50
23,50
83
Cerah
Tenang
Sore
22
22
22
100
Hujan
Daun
27/11/2008
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
25
24
24,50
92
Mendung
Tenang
28/11/2008
Pagi
23
22
22,50
83
Cerah
Tenang
Sore
24
22
23
83
Cerah
Tenang
30/11/2008
Pagi
24
22
23
83
Cerah
Tenang
Sore
24
23
23,50
91
Mendung
Tenang
01/12/2008
Pagi
23
22
22,50
91
Cerah
Tenang
Sore
26,50
25,50
26
92
Mendung
Tenang
02/12/2008
Pagi
23
21
22
83
Cerah
Tenang
Sore
23
21
22
83
Mendung
Tenang
03/12/2008
Pagi
23
21
22
83
Mendung
Tenang
Sore
23
22
22,50
91
Cerah
Tenang
10/12/2008
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
22
22
22
100
Mendung
Daun dan cabang
11/12/2008
Pagi
22
21
21,50
91
gerimis
Tenang
Sore
23
23
23
100
gerimis
Tenang
12/12/2008
Pagi
23
23
23
100
Cerah
Tenang
Sore
22
22
22
100
Mendung
Tenang
13/12/2008
Pagi
22
22
22
100
Cerah
Tenang
Sore
24
23
23,50
91
Mendung
Tenang
15/12/2008
Pagi
22
21
21,50
91
Mendung
Tenang
Sore
23
22
22,50
91
Mendung
Daun dan cabang
16/12/2008
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
24
22
23
83
Cerah
Tenang
17/12/2008
Pagi
22
20
21
81
Cerah
Tenang
Sore
22
20
21
81
Cerah
Tenang
Pagi
22
20
21
81
Cerah
Tenang
Sore
22
21
21,50
91
Mendung
Tenang
18/12/2008
23
22
22,50
91
Mendung
Tenang
79 Lanjutan 19/12/2008
Pagi
22
21
21,5
91
Cerah
Tenang
Sore
22
22
22
100
Mendung
Tenang
20/12/2008
Pagi
22
22
22
100
Cerah
Tenang
Sore
22
21
21,5
91
Mendung
Tenang
Lampiran 12. Kondisi fisik lingkungan ketika pengamatan kelompok B. Suhu (0C) Tanggal 06/01/2009 07/01/2009 08/01/2009 09/01/2009 10/01/2009 12/01/2009 13/01/2009 15/01/2009 17/01/2009 19/01/2009 20/01/2009 21/01/2009 22/01/2009 23/01/2009 24/01/2009
RH (%)
Cuaca
Angin
Dry
Wet
Ratarata
Pagi
22
20
21
81
Mendung
Tenang
Sore
22
20
21
81
Cerah
Daun dan cabang
Pagi
22
20
21
81
Mendung
Tenang
Sore
22
20
21
81
Mendung
Tenang
Pagi
22,50
21,50
22
91
Cerah
Tenang
Sore
22,50
21,50
22
91
Hujan
Daun
Pagi
22,50
21,50
22
91
Mendung
Tenang
Sore
22
22
22
100
Gerimis
Daun
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
22
22
22
100
Cerah
Daun
Pagi
22
22
22
100
Mendung
Tenang
Sore
22
22
22
100
Mendung
Tenang
Pagi
21
21
21
100
Mendung
Daun dan cabang
Sore
21
21
21
100
Cerah
Tenang
Pagi
21
21
21
100
Mendung
Tenang
Sore
22
22
22
100
Cerah
Tenang
Pagi
22,50
21,50
22
91
Mendung
Tenang
Sore
23
23
23
100
Cerah
Tenang
Pagi
21
21
21
100
Mendung
Tenang
Sore
22
22
22
100
Gerimis
Daun
Pagi
22
21
21,50
91
Mendung
Tenang
Sore
21
20
20,50
91
Gerimis
Tenang
Pagi
21
21
21
100
Cerah
Tenang
Sore
23
22
22,50
91
Cerah
Daun
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
23
22
22,50
91
Cerah
Tenang
Pagi
23
22
22,50
91
Mendung
Tenang
Sore
25
24
24,50
91
Cerah
Daun dan cabang
Pagi
24
23
23,50
91
Cerah
Tenang
Sore
24
23
23,50
91
Cerah
Daun dan cabang
80 Lanjutan 26/01/2009
Pagi
22
22
22
100
Mendung
Daun dan cabang
Sore 27/01/2009
Pagi
24
24
24
100
Gerimis
Daun
23
22
22,50
91
Mendung
Tenang
Sore
23
23
23
100
Gerimis
Daun
28/01/2009
Pagi
22
22
22
100
Mendung
Tenang
Sore
23
21
22
81
Cerah
Tenang
29/01/2009
Pagi
23
21
22
81
Cerah
Tenang
Sore
21
21
21
100
Gerimis
Daun dan cabang
30/01/2009
Pagi
22
21
21,50
91
Mendung
Daun dan cabang
Sore
23
23
23
100
Hujan
Daun dan cabang
31/01/2009
Pagi
21
21
21
100
Mendung
Daun
Sore
22
22
22
100
Hujan
Daun dan cabang
02/02/2009
Pagi
22
22
22
100
Gerimis
Tenang
Sore
22
22
22
100
Cerah
Tenang
03/02/2009
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
22
22
22
100
Cerah
Tenang
04/02/2009
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
22
22
22
100
Cerah
Tenang
05/02/2009
Pagi
23
22
22,50
91
Mendung
Tenang
Sore
22
21
21,50
91
Hujan
Daun dan cabang
06/02/2009
Pagi
22
21
21,50
91
Mendung
Daun
Sore
22
21
21,50
91
Gerimis
Tenang
07/02/2009
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
23
23
23
100
Gerimis
Daun dan cabang
09/02/2009
Pagi
22
22
22
100
Mendung
Tenang
Sore
23
22
22,50
91
Hujan
Daun dan cabang
12/02/2009
Pagi
22
21
21,50
91
Mendung
Tenang
Sore
23
21
22
91
Cerah
Tenang
13/02/2009
Pagi
23
21
22
91
Cerah
Tenang
Sore
24
23
23,50
91
Gerimis
Tenang
14/02/2009
Pagi
24
21
22,50
73
Cerah
Tenang
Sore
23
22
22,50
91
Gerimis
Tenang
16/02/2009
Pagi
23
21
22
81
Cerah
Tenang
Sore
22
21
21,50
91
Mendung
Daun dan cabang
17/02/2009
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
24
23
23,50
91
Mendung
Daun
18/02/2009
Pagi
23
22
22,50
91
Mendung
Daun dan cabang
Sore
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
19/02/2009
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
81 Lanjutan
20/02/2009 21/02/2009 23/02/2009 24/02/2009 25/02/2009 26/02/2009 27/02/2009 28/02/2009
Sore
22
21
Pagi
22
21
Sore
23
23
Pagi
22
21
Sore
23
Pagi Sore
21,50
91
Cerah
Daun dan cabang
21,50
91
Cerah
Tenang
23
100
Gerimis
Tenang
21,50
91
Cerah
Tenang
23
23
100
Gerimis
Tenang
21
21
21
100
Cerah
Tenang
23
23
23
100
Gerimis
Daun
Pagi
21
21
21
100
Cerah
Tenang
Sore
22
21
21,50
91
Mendung
Tenang
Pagi
22
21
21,50
91
Mendung
Tenang
Sore
22
21
21,50
91
Mendung
Daun
Pagi
23
22
22,50
91
Cerah
Tenang
Sore
23
23
23
100
Cerah
Tenang
Pagi
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang
Sore
25
24
24,50
91
Hujan
Daun dan cabang
Pagi
22
21
21,50
91
Hujan
Daun
Sore
22
21
21,50
91
Cerah
Tenang