Studi Perencanaan Broadband VSAT Internet dengan Menggunakan Ka-Band di Indonesia Gusti Ayu Meliati1 LTRGM Sekolah Teknik Elektro & Informatika,
[email protected] cocok digunakan di Indonesia untuk penggunaan layanan internet dengan VSAT antena yang langsung dipasang di rumah. Jika dimungkinkan mewujudkan internet Direct To Home dengan menggunakan Ka-Band maka internet akan semakin terjangkau oleh semua orang. Korporat juga dapat menjadi pelanggan utama broadband internet dengan menggunakan satelit dikarenakan bir rate yang mencapai ratusan Mbps dapat sangat menunjang kinerja kerja di sebuah perusahaan. Satelit yang digunakan dalam studi ini adalah satelit WINDS Jepang yang beroperasi pada Ka-band dan mencakup wilayah Jepang serta beberapa kota di Asia Tenggara. Satelit yang diluncurkan pada akhir tahun 2007 diharapkan dapat mencapai kecepatan dari ratusan Mbps sampai Gbps. Satelit ITBSAT merupakan satelit rancangan yang beroperasi di frekuensi Ka serta mempunyai spot beam ke seluruh Indonesia serta sekitarnya. Oleh karena itu, satelit tersebut juga akan digunakan dalam tugas akhir ini dan hasilnya dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh satelit WINDS. Di dalam penggunaan Ka-band untuk wilayah Indonesia akan terjadi banyak redaman-redaman terutama yang berkaitan dengan redaman oleh curah hujan yang tinggi. Redaman ini akan mempengaruhi besarnya daya yang akan diterima oleh antena dan tingginya data rate yang dapat dicapai untuk keperluan broadband internet. Di bagian antena penerimanya harus diperhitungkan juga diameter antena yang diperlukan dan daya yang sesuai agar mungkin dipasang di rumah-rumah dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Secara keseluruhan faktor uplink link budget dan downlink link budget dari satelit ini akan mempengaruhi apakah penggunaan Ka-Band untuk broadband internet ini dapat digunakan di indonesia.
Abstraksi— Tugas akhir ini merupakan sebuah studi perencanaan broadband internet dengan menggunakan Ka-Band di Indonesia dimana redaman hujan yang tinggi menjadi salah satu faktor utama yang menghalangi komunikasi satelit ini berlangsung. Setiap redaman di dalam propagasi Ka-Band ini akan diperhitungkan nilainya dengan menggunakan modelmodel tertentu. Redaman-redaman pada Ka-Band antara lain free space loss, redaman gas pada atmosfer, redaman karena awan, redaman hujan dan scintillation. Berdasarkan link budget dengan memasukkan spesifikasi satelit serta redaman-redamannya maka diketahui jika Ka-Band ini dapat digunakan di Indonesia bahkan untuk antena berdiameter 0.45 m, bit rate yang dapat dicapai mampu mencapai puluhan Mbps dan cukup bagi pelanggan rumahan. Link availability yang mampu dicapai oleh komunikasi satelit ini untuk Indonesia adalah sebesar 99.5% namun bagi pelanggan korporat yang menginginkan link availability lebih tinggi maka pelebaran diameter antena serta peningkatan daya antena dapat menjadi solusinya. Index Terms—Broadband, Ka-Band, Satellite, antenna
I. PENDAHULUAN aat ini penyebaran informasi di Indonesia sudah berkembang dengan cepat melalui internet. Kebutuhan akan penggunaan internet sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar dan lingkupnya tidak lagi terbatas hanya di wilayah perkantoran atau kampus namun juga sudah sampai ke rumah. Sistem layanan internet seperti yang telah disebutkan di atas dapat direalisasikan dengan memanfaatkan kecanggihan satelit dimana pengguna internet cukup memasang VSAT antena sebagai user terminal dengan ukuran yang minimalis dan bekerja secara duplex untuk uplink serta downlink sekaligus. Layanan internet seperti ini sudah diterapkan di beberapa negara di dunia dan telah dibuktikan dapat mencapai bit rate yang cukup tinggi sampai di atas satuan Mbps. Sebagai contoh, negara Amerika sudah mampu memiliki layanan internet Direct to Home dengan memanfaatkan KaBand dimana biaya per bulannya sangat terjangkau. Di Indonesia sendiri Ka-Band masih jarang digunakan walaupun masih berpotensial untuk dimanfaatkan. Dengan dilakukan analisa dengan memperhitungkan redaman-redaman yang mungkin terjadi maka dapat terlihat apakah Ka-Band ini
S
II. SISTEM KOMUNIKASI SATELIT BROADBAND INTERNET Menurut International Telecommunication Union (ITU), broadband internet atau internet dengan kecepatan tinggi haruslah mempunyai kecepatan transmisi yang lebih cepat daripada kecepatan standar Integrated Service Digital Network (ISDN) yaitu 1.5 Mbps sampai 2 Mbps. Keuntungan menggunakan satelit untuk layanan broadband internet adalah: 1. Dapat menjangkau tempat-tempat yang jauh terutama yang tidak dapat dijangkau oleh fiber optik dan kabel tembaga. Dengan adanya satelit, daerah-daerah pelosok 1
2.
3.
yang jauh dari kota juga dapat merasakan broadband internet dengan hanya memasang antena VSAT saja. Tidak terpengaruh oleh bencana alam. Letak satelit yang berada di luar angkasa membuat satelit terjamin tidak akan rusak karena bencana alam seperti gempa bumi ataupun angin topan. Bit rate yang bisa dicapai dengan menggunakan satelit bisa mencapai ratusan Mbps, dan pada satelit Ka-Band bit rate untuk broadband internetnya ada yang bisa mencapai 155 Mbps.
Tabel 2. Redaman awan pada kota-kota di Indonesia
III. PERHITUNGAN PROPAGASI KA-BAND DAN LINK BUDGET Dengan diketahuinya sudut elevasi dan jarak pada setiap stasiun bumi yang berkomunikasi langsung dengan satelit maka redaman-redaman yang menggunakan sudut elevasi atau jarak sebagai parameternya akan lebih mudah untuk dicari. Ada beberapa redaman yang akan dihitung pada bab ini yaitu:
semakin besar pula redamannya. Parameter penting yang dibutuhkan di dalam menghitung redaman ini adalah curah hujan yang terjadi pada daerah yang akan dihitung redamannya serta ketinggian daratan diukur dari permukaan laut. Besar curah hujan ini bisa dicari dari model yang digunakan untuk menghitung redaman tersebut ataupun dari hasil pengukuran. Untuk penelitian ini akan digunakan curah hujan hasil pengukuran dari referensi. Model-model yang digunakan untuk menghitung redaman ini adalah model Global Crane, DAH dan ITU-R.
A.
Redaman oleh gas-gas pada atmosfer Redaman oleh gas-gas pada atmosfer umumnya terdiri dari redaman karena oksigen dan uap air. Model yang akan digunakan untuk menghitung redaman ini adalah model ITUR dan model Dissanayake, Allnutt & Haidara (DAH). Tabel 1. Redaman gas pada kota-kota di Indonesia
Tabel 3. Redaman hujan pada kota-kota di Indonesia
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Model ITU-R
Model DAH Model Crane Global
Ba n D e dun np g a J a sa r J a k a rt y Y o ap a gy u ra S u a ka r a r ta Ba ba nd y a r M ed a La a mp n J au n g m B a Ma n bi nj a a d o S e rm a m s P e a ra i n k n P a an b g le a B a m b ru lik a n g p B e ap a ng n P a kulu M da n ak g Po ass nt i a r C i ana b in k on g
A 0 .0 1 (d B )
B. Redaman karena awan Perhitungan redaman karena awan pada bab ini menggunakan model Salonen & Uppala dan model DAH. Model dari DAH untuk menentukan redaman awan ini menggunakan empat jenis awan yang berbeda dengan ketinggian serta kepadatan air yang berbeda-beda pula. C. Redaman hujan Redaman hujan merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi propagasi pada komunikasi satelit dengan bumi. Redaman ini juga sangat dipengaruhi oleh frekuensi yang digunakan sebab semakin besar frekuensi maka akan
Kota
Gambar 1. Grafik redaman hujan beberapa model terhadap kota-kota di Indonesia 2
D. Scintillation Scintillation disebabkan oleh ketidaksamaan refraktif skala kecil yang dipicu oleh pergolakan troposfer sepanjang lintasan propagasi. Hal ini mengakibatkan fluktuasi pada amplituda dan fasa sinyal yang diterima sehingga sangat mempengaruhi hubungan dengan frekuensi di atas 10 GHz. Scintillation ini akan dihitung menggunakan dua model yaitu model Karasawa dan model ITU-R.
Gambar 2. Satelit WINDS
Tabel 4. Scintillation pada kota-kota di Indonesia
Teknologi dari WINDS adalah: 1. Bent pipe mode dan Onboard ATM switching mode 2. Multi-Beam Antennas (MBA) / Multi-Port Amplifier (MPA) yang diperlukan untuk meningkatkan rate transmisi. MPA dengan daya tinggi ini dapat menyediakan distribusi daya yang fleksibel ke setiap beam dari MBA. 3. Active Phased Array Antenna (APAA) yang digunakan untuk komunikasi pada daerah cakupan yang luas. Teknologi ini memungkinkan beam dari APAA ini untuk berpindah setiap 2 msec agar dapat mencakup wilayah yang luas.
E.
Free Space Loss Free Space Loss merupakan redaman terbesar di dalam komunikasi satelit yang akan menyebabkan degradasi sinyal yang sampai ke penerima akibat menempuh jarak yang jauh di udara. Persamaannya ditunjukkan di dalam persamaan 1. (1) Lfs = 92.45 + 20 log f (GHz) + 20 log d (km) dB
Gambar 3. Cakupan wilayah dari WINDS
3.1 Link Budget Pada penggunaan satelit untuk broadband internet, perhitungan link budget dilakukan untuk mengetahui bit rate yang dapat dicapai untuk link availability tertentu serta diameter antena yang diperlukan dari sisi pelanggan untuk mencapai bit rate tersebut. Yang dimasukkan di dalam link budget ini adalah parameter tetap dari satelit broadband yang akan digunakan, hasil perhitungan propagasi Ka-Band, serta C/N, C/No dan Eb/No sehingga akan didapatkan parameter antena penerima yang dibutuhkan beserta bit ratenya. Satelit yang digunakan antara lain:
3.1.2
Satelit ITBSAT Satelit buatan ini merupakan hasil rancangan dari tugas akhir Prita Kandella. Lokasi dan frekuensi dari satelit ini sebagai berikut: 1. Lokasi: 118° 2. Frekuensi uplink: 27.882 GHz – 28.838 GHz 3. Frekuensi downlink: 17.882 GHz – 18.838 GHz Satelit ini mempunyai cakupan wilayah di seluruh Indonesia dimana EIRP dan gain yang dirasakan setiap daerah ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 5 Nilai EIRP, Gain dan G/T setiap daerah Daerah (Pulau) EIRP (dB) G (dBi) Jakarta (Jawa) 78 50 Palembang 81 53 (Sumatera) Balikpapan 89 61 (kalimantan) Makasar 86 58 (Sulawesi) Jayapura (Irian 78 55 Jaya)
3.1.1
Satelit WINDS WINDS merupakan satelit buatan Jepang yang diharapkan dapat mencapai kecepatan bit rate sampai Gbps. Spesifikasi dari satelit WINDS ini adalah: 1. Lokasi: 143° 2. Frekuensi uplink: 27.5 -28.6 GHz 3. Frekuensi downlink: 17.7 – 18.8 GHz 4. EIRP satelit: 68 dBW (MBA) : 55 dBW (APAA) 5. G/T satelit : 18 dB/K (MBA) : 7 dB/K (APAA) 3
G/T 23,4 25,4 33,4 30,4 22,4
Jumlah transponder di dalam satelit ini adalah 48 dengan bandwidth masing-masing transponder sebesar 36 MHz sehingga bandwidth totalnya adalah 1.728 GHz. Total spot beamnya adalah 173 spot beams dengan 156 spot beams di Indonesia, 17 spot beams di Asia Tenggara selain Indonesia dan 1 spot beam di Australia.
d. EIRP e. Garis lintang dan garis bujur lokasi antena 3.3
Parameter Digital Link Parameter di subbab ini merupakan parameter digital yang berkaitan dengan bit rate serta simbol rate yang digunakan. Beberapa parameter ini antara lain: a. Link Availability Link availability merupakan persentase per tahun dimana hubungan baik uplink atau downlink dibangun dengan baik dan memungkinkan pengguna melakukan broadband internet. b. Bit Rate c. Fasa Modulasi Untuk modulasi BPSK, fasa modulasinya bernilai 1 sementara untuk modulasi QPSK, fasa modulasinya bernilai 2. d. Forward Error Correction (FEC) FEC merupakan cara konvolusi untuk koreksi error dengan melewatkan informasi melalui encoder. Encoder akan menerima n bit input dan menghasilkan k bit output dikarenakan ada tambahan bit. FEC ini adalah perbandingan n/k yang umumnya adalah ¾. e. Overhead Overhead adalah tambahan bit yang ditambahkan ke informasi sebagai header dari pada data dengan nilai sebesar 96 Kbps. f. Symbol Rate Persamaan untuk simbol rate ini ditunjukkan pada persamaan 3.65. SR = (BR + OH) / (FEC x M) Mbps (3) Dimana SR = symbol rate (Mbps) BR = bit rate (Mbps) OH = overhead (Mbps) FEC = Forward Error Correction dengan nilai ¾ M = fasa modulasi
Gambar 4. Spot beam untuk pulau Sumatera dan Jawa
Gambar 5. Spot beam untuk pulau Kalimantan dan Sulawesi
3.4
Uplink budget Uplink budget merupakan perhitungan performansi pada jalur stasiun bumi menuju satelit. Parameter yang dibutuhkan pada perhitungan ini antara lain EIRP stasiun bumi, total redaman propagasi pada lokasi stasiun bumi dengan frekuensi uplink, G/T dari satelit sehingga akan didapat C/No dan Eb/No uplink. C/No merupakan perbandingan antara daya dari sinyal pembawa terhadap kepadatan derau dan ditunjukkan pada persamaan 4. (C/No)u=10 log EIRPSB+10 log (G/T)satelit-Lu–10 log k (4) Dimana Lu = redaman uplink total pada lokasi stasiun bumi k = konstanta Boltzmann (1.38 x 10-23) EIRPSB = EIRP stasiun bumi Eb/No merupakan perbandingan antara daya transmisi per bit terhadap kepadatan derau seperti yang ditunjukkan pada persamaan 5. (Eb/No)u = -10 log ((C/No)u + C/I)/ (BR x SR)) (dB) (5) Dengan BR dan SR dalam satuan bps.
Gambar 6. Spot beam untuk pulau Irian, Bali serta Nusa Tenggara 3.2
Parameter Stasiun Bumi Beberapa parameter utama yang dimasukkan pada link budget ini antara lain: a. Diameter antena b. Efisiensi antena yang berkisar antara 0.6 sampai 0.75. c. Figure of Merit antena (G/T) adalah perbandingan gain satelit terhadap temperatur antena dengan gain antena didapat dari diameter dan efisiensi antena sementara T atau temperatur antena ditunjukkan pada persamaan 2. G/T = 10 log G – 10 log T (2)
3.5
Downlink budget Downlink budget merupakan perhitungan performansi hubungan dari satelit menuju stasiun penerima di bumi. Parameter yang dibutuhkan pada perhitungan ini adalah EIRP satelit, total redaman propagasi pada stasiun bumi 4
dengan frekuensi downlink serta G/T penerima. Dari semua parameter tadi akan dicari juga C/No serta Eb/No untuk downlink. Persamaan C/No downlink diperlihatkan pada persamaan 6 sementara Eb/No downlink diperlihatkan pada persamaan 7. (C/No)d =10 log EIRPsatelit+10 log (G/T)SB–Ld–10 log k (6) (Eb/No)d =-10 log ((C/No)d + C/I)/ (BR x SR)) (7) Dari nilai C/No dan Eb/No pada link budget, maka dapat ditentukan C/No total serta Eb/No total yang merupakan penjumlahan dari hasil perhitungan uplink juga downlink.
parameter yang menentukan kualitas penerimaan antena dari satelit sehingga gain untuk G/T ini dicari menggunkan frekuensi downlink yaitu 18.8 GHz. EIRP antena hub = 79.958 dBW G/T antena hub = 32.55 dBW Berdasarkan perhitungan link budget, untuk beberapa kota di Jawa Barat seperti Jakarta, Bandung dan Cibinong akan didapat bit rate untuk diameter antena dan link availability tertentu seperti yang diperlihatkan pada tabel 6. Bit rate pada tabel ini adalah bit rate untuk downlink dan uplink broadband internet. Diameter antena yang digunakan adalah 0.45 m dan 0.75 m untuk link availability 99.5 %. Jika ingin mendapatkan link availability yang lebih memuaskan dengan bit rate yang sama maka diameter antena perlu diperlebar.
3.6
Perhitungan Bandwidth Bandwidth yang dibutuhkan harus dikalkulasi agar jumlah transponder yang dibutuhkan dapat ditentukan. Faktor lain yang penting dimasukkan dalam penghitungan ini adalah Over Subscription Factor (OSF). OSF adalah perbandingan antara jumlah pelanggan dengan jumlah saluran yang dipakai untuk menampung pelanggan tersebut. Misal OSF 50 itu berarti 50 pelanggan terhubung ke satu saluran atau hub yang sama, jika seharusnya satu pelanggan itu merasakan bit rate sebesar 1 Mbps maka sebenarnya yang dirasakan itu adalah 1 Mbps dibagi 50 yaitu 20 Kbps. Pertama-tama jumlah pelanggan dibagi dengan OSF untuk mengetahui jumlah saluran yang dibutuhkan. Jumlah pelanggan (8) X =
Tabel 6. Bit rate uplink dan downlink untuk diameter antena 0.45 m dan 0.75 m dengan link availability 99.5%
Tabel 7. Bit rate uplink dan downlink untuk diameter antena 1.2 m dengan link availability 99.5% dan 99.6%
OSF
Setelah X atau jumlah saluran diketahui selanjutnya dikali dengan bit rate yang disediakan maka akan didapat jumlah total dari bit rate yang diperlukan. Bandwidth yang diperlukan kemudian dilihat berdasarkan modulasi yang digunakan. Durasi simbol dicari dengan persamaan 9. T (9) Tb = 2 log M Dimana Tb = durasi simbol (s) T = durasi bit (1/R) M = jumlah level, 2 untuk BPSK, 4 untuk QPSK Kemuadian bandwidth dicari dari persamaan 10. 2 (10) B = Hz
Diasumsikan juga salah satu kota pada hubungan ini sedang hujan dan yang satu lagi tidak, oleh karena itulah stasiun hub diletakkan cukup jauh dari pulau Jawa. Besar daya antena VSAT ini adalah sebesar 5 W atau 6.98 dBW. Jika diasumsikan satelit WINDS mempunyai cakupan ke seluruh Indonesia dengan masing-masing spot beam mempunyai EIRP dan G/T yang sama, maka besar bit rate uplink dan downlink di beberapa kota di Indonesia ditunjukkan oleh tabel 8.
T
Besar bandwith ini sangat menentukan jumlah transponder yang harus disewa oleh penyedia jaringan broadband ini.
Tabel 8. Bit rate uplink dan downlink untuk kota-kota di luar Jawa Barat dengan link availability 99.5%
IV. HASIL PERHITUNGAN LINK BUDGET 4.1 Link Budget dengan Satelit WINDS Kota Batam sebagai letak dari hub provider internet terletak pada lintang 1° dan bujur 104° dengan ketinggian 24 m di atas permukaan laut. Spesifikasi dari antena hub adalah sebagai berikut: 1. Diameter antena : 5 m 2. Efisiensi antena : 70 % 3. Daya antena : 19 dBW Dari data-data di atas maka dapat diketahui EIRP antena hub beserta G/T nya. EIRP antena hub digunakan untuk uplink atau saat pengiriman data ke satelit oleh karena itu frekuensi yang digunakan untuk mencari gain antena ini adalah frekuensi uplink yaitu 28.6 GHz. Sedangkan G/T merupaka
Berdasarkan hasil perhitungan link budget yang ditampilkan tabel 6 sampai 8, margin untuk uplink budget 5
berkisar dari 0.5 dB sampai 1.7 dB sementara untuk downlink budget marginnya berkisar dari 2.3 dB sampai 3.2 dB.
800 700 600 500 0.45
Bit rate (Kbps) 400 300
0.75 m
200
1.2 m
100 0 Bandung
Jakarta
Yogyakarta Surabaya Semarang
Cibinong
Kota
Gambar 11. Grafik bit rate uplink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Jawa dengan satelit ITBSAT
Gambar 8. Grafik bit rate downlink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di Indonesia dengan satelit WINDS
Tabel 10. Bit rate uplink dan downlink beberapa kota di pulau Sumatera dengan link availability sebesar 99.5%
Gambar 9. Grafik bit rate uplink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di Indonesia dengan satelit WINDS 4.2 Link Budget dengan Satelit ITBSAT Satelit ini merupakan satelit rancangan Prita Kandella yang mempunyai cakupan ke seluruh Indonesia dan sebagian kecil Asia Tenggara. Perhitungan link budget ini menempatkan stasiun hub broadband internet di kota Denpasar dengan antena VSAT pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia.
600 500 400 Bit rate (Mbps) 300
0.45 m
200
0.75 m 1.2 m
100 0 Medan
Bandar Lampung
Jambi
Pekanbaru Palembang Bengkulu
Padang
Kota
Tabel 9. Bit rate uplink dan downlink beberapa kota di pulau Jawa dengan link availability sebesar 99.5%
Gambar 11. Grafik bit rate downlink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Sumatera dengan satelit ITBSAT 700 600 500 400 Bit rate (Kbps)
0.45 m
300
0.75 m
200
1.2 m
100 0 Medan
Bandar Lampung
Jambi
Pekanbaru Palembang Bengkulu
Padang
Kota
600 500
Gambar 12. Grafik bit rate uplink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Sumatera dengan satelit ITBSAT
400
0.45 m
Bit rate (Mbps) 300
0.75 m
200
1.2 m
100
Tabel 11. Bit rate uplink dan downlink beberapa kota di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya dengan link availability sebesar 99.5%
0 Bandung
Jakarta
Yogyakarta Surabaya Semarang
Cibinong
Kota
Gambar 10. Grafik bit rate downlink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Jawa dengan satelit ITBSAT
6
1200 1000 800 0.45 m
Bit rate (Mbps) 600
0.75 m
400
1.2 m
200 0 Manado
Banjarmasin Makassar
Pontianak
Jayapura
Balikpapan
Kota
Gambar 13. Grafik bit rate downlink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya dengan satelit ITBSAT
Gambar 15. Antena VSAT dengan diameter 0.45 m
600 500 400 0.45 m
Bit rate (Kbps) 300
0.75 m
200
1.2 m
100 0 Manado
Banjarmasin Makassar
Pontianak
Jayapura
Balikpapan
Kota
Gambar 14. Grafik bit rate uplink berdasarkan diameter antena pada kota-kota di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya dengan satelit ITBSAT Gambar 16. Diagram blok dari terminal antena
Dari tabel 9 sampai 11 terlihat bahwa bit rate downlink terendah yang dapat dicapai untuk antena berdiameter 0.45 m adalah 35 Mbps yang dimana telah memenuhi kriteria broadband internet. Sedangkan untuk bit rate uplinknya, bit rate terendah yang dapat dicapai adalah 35 Kbps. Nilai bit rate uplink ini sangatlah kecil, oleh karena itu untuk mendapatkan bit rate yang lebih tinggi serta setara dengan layanan provider internet seperti Speedy maka antena yang cocok dipakai adalah yang berdiameter 0.75 m. Untuk layanan direct to home (DTH), antena yang paling sesuai adalah yang berdiameter 0.75 m dimana bit ratenya sudah sangat mencukupi bagi pelanggan rumahan. Bagi perusahaan besar, antena dengan diameter 1.2 m dapat menjadi pilihan yang cocok di dalam menerapkan broadband internet dalam perusahaan mereka.
Pada gambar 4.13 diperlihatkan blok diagram dari ODU dan IDU antena. Sinyal yang diterima oleh antena akan diteruskan Low Noise Block Down Amplifier (LNB) dimana komponen ini berfungsi untuk mengubah frekuensi Ka yang diterima menjadi frekuensi L-Band sehingga dapat dilewatkan melalui kabel koaksial dan diteruskan ke modem. Untuk proses pengiriman data dari komputer, sinyal dilewatkan ke modem yang berfungsi mengubah data digital menjadi data yang ditumpangkan ke frekuensi L-Band. Setelah itu, sinyal dilewatkan ke Block Up Converter (BUC) dimana frekuensinya dinaikkan kembali menjadi frekuensi Ka. Komponen BUC ini membutuhkan daya yang cukup besar agar dapat mengirimkan sinyal menuju satelit. Umumnya daya dari BUC ini berkisar antara 1 W sampai 10 W, jika ingin digunakan untuk tujuan DTH maka daya yang paling sesuai adalah yang berkisar sampai 5 W. Untuk perhitungan link budget ini diperkirakan daya dari BUC ini adalah 5 W. Modem merupakan IDU dari terminal VSAT yang berfungsi untuk mengkonversi sinyal analog yang diterima menjadi data yang dapat dibaca oleh komputer. Untuk pelanggan DTH, modem yang diperlukan bisa dibuat dengan spesifikasi yang minim agar biayanya tidak terlalu mahal. Spesifikasi dari modem ini antara lain: 1. Tipe modulasi BPSK dan QPSK 2. FEC sebesar ½, ¾ dan 7/8. 3. Bit rate dari 64 Kbps sampai 85 Mbps
4.3 Broadband internet untuk pelanggan DTH Dengan menggunakan satelit WINDS ataupun satelit ITBSAT, broadband internet untuk DTH dapat diwujudkan. Sebagai contoh untuk kota Bandung, dengan satelit WINDS pelanggan rumah dapat menikmati broadband internet dengan bit rate downlink sampai 45 Mbps dan bit rate uplink sampai 100 Kbps untuk antena berdiameter 0.45. Jika diinginkan bit rate yang lebih tinggi sampai 85 Mbps untuk downlink dan 220 Kbps untuk uplink maka antena berdiameter 0.75 m dapat menjadi pilihan. Link availability 99.5% juga sudah cukup bagi pelanggan DTH ini. Satelit ITBSAT dapat mencapai bit rate yang lebih tinggi dikarenakan EIRP dan G/T yang lebih besar daripada satelit WINDS. Untuk kota Bandung dengan diameter antena 0.45 m maka bit rate downlinknya sebesar 150 Mbps dan bit rate uplinknya sebesar 150 Kbps. Gambar 4.3 merupakan antena VSAT berdiameter 0.45 m yang cocok dipasang di rumah dengan jenis pencatuan feed horn.
4.4 Broadband internet untuk pelanggan korporat Selain untuk pelanggan rumahan, broadband internet juga menjadi kebutuhan utama perusahaan-perusahaan saat ini. Kecepatan data rate yang tinggi serta link availability yang memadai menjadi salah satu syarat utama broadband internet 7
bagi perusahaan. Khusus untuk jenis pelanggan ini, antena VSAT yang digunakan bisa diperlebar menjadi 1.2 m sampai 2.4 m.
tidak perlu dibagi. Nilai bit rate uplink yang akan diambil adalah 0.384 Mbps maka bandwidthnya adalah: 30,000 Bandwidth korporat = x 0.384 Mbps = 2.304Gbps 5 Modulasi yang digunakan juga QPSK sehingga bandwidthnya adalah 2.304 GHz. Bandwidth total yang dibutuhkan agar layanan broadband internet dapat diwujudkan merupakan penjumlahan antara bandwidth rumahan dan korporat yaitu: Bandwidthtotal = 1.5GHz + 2.304GHz = 3.804GHz
Tabel 12.Bit rate uplink dan downlink berdasarkan diameter antena serta link availability dengan satelit WINDS
Tabel 4.17 Bit rate uplink dan downlink berdasarkan diameter antena serta link availability dengan satelit ITBSAT 1.
2. ITBSAT paling cocok digunakan oleh perusahaan sebab untuk link availability 99.7% bit rate uplink yang mampu dicapai adalah 220 Kbps sementara bit rate downlinknya bisa mencapai 1 Gbps. Daya dari antena VSAT untuk korporat ini juga diperbesar menjadi 10 W atau 10 dBW.
3.
Gambar 17. Antena VSAT dengan diameter 1.2 m 4.
4.4 Bandwidth untuk broadband internet Dengan merujuk ke data BRTI pada bulan November 2007, pengguna broadband internet di Indonesia sudah mencapai 2,000,000 pelanggan. Jika diasumsikan yang menggunakan teknologi satelit sebesar 25% dari jumlah pelanggan maka total pelanggan broadband internet dengan satelit adalah 0.25 x 2,000,000 = 500.000 pelanggan. Jumlah ini merupakan pelanggan rumahan dengan OSF sebesar 50 dan bit rate uplink diambil yang bernilai 0.15 Mbps sehingga bandwidth yang dibutuhkan adalah: Bandwidth rumah =
V. KESIMPULAN Dengan menggunakan satelit WINDS, bit rate downlink yang bisa dicapai di hanyalah sampai 40 Mbps untuk antena berdiameter 0.45 m padahal target dari WINDS adalah 155 Mbps. Dengan menggunakan satelit ITBSAT, bit rate downlink yang paling tinggi bisa mencapai 200 Mbps untuk antena 0.45 m. Ka-Band dapat digunakan di Indonesia untuk layanan broadband internet bagi pelanggan rumahan ataupun korporat dimana: - Spesifikasi antena yang paling sesuai untuk pelanggan rumahan adalah antena berdiameter 0.75 m, daya 5 W, link availability 99.5% untuk bit rate downlink 85 Mbps dan bit rate uplink 200 Kbps di kota Bandung dengan satelit WINDS. Dengan satelit ITBSAT maka bit rate downlink di kota Bandung adalah 200 Mbps dan bit rate uplink 384 Kbps. - Spesifikasi antena yang sesuai untuk pelanggan korporat adalah antena berdiameter 1.2 m, daya 10 W sehingga didapat bit rate downlink 300 Mbps dan bit rate uplink 384 Kbps dengan link availability 99.5%. Jika link availability pelanggan korporat ingin dinaikkan menjadi 99.7%, maka solusinya adalah dengan memperlebar diameter antena menjadi 2.4 m. Bandwidth total yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan broadband adalah 3.804 GHz dimana pelanggan rumahan berjumlah 500,000 dan pelanggan korporat berjumlah 30,000 dengan modulasi QPSK.
REFERENSI [1] [2]
500,000 x0.15Mbps = 1.5Gbps 50
[3] [4]
Dikarenakan modulasi yang digunakan adalah QPSK maka besar bandwidth sama dengan besar bit rate yaitu 1.5 GHz. Untuk pelanggan korporat, berdasarkan data dari Telkom, pelanggan broadband internet adalah 7,500 korporat sehingga dengan mengasumsikan perusahaan penyedia layanan internet ada 4 buah maka total pelanggan korporat adalah 7,500 x 4 = 30,000 pelanggan. Khusus untuk pelanggan korporat ini OSFnya lebih kecil yaitu 5 sehingga bit rate yang digunakan
[5] [6] [7]
8
Ippolito JR, Louis J. 1986. “Radiowave Propagation in Satellite Communications”, Van Nostrand Reinhold Company, New York. Morgan, Walter L. 1989. “Communications Satellite Handbook”, John Wiley & Sons, Canada. Satriya, Eddy. 1989. “Pengaruh Curah Hujan Terhadap Ku-Band di Indonesia”, Tugas Akhir Teknik Elektro ITB, Bandung. Judawisastra, Herman. “ Diktat kuliah: ET 4030 Antena & Propagasi Gelombang”, Penerbit ITB, Bandung. Maral, G. 2003. “VSAT Networks Second Edition”, John Wiley & Sons. West Sussex England. Suryana et all, “ Study of Ka-Band Satellite Link Performance at High Intense Rain Cities in Indonesia using WINDS”, ISTS 2006, Japan. Dissanayake et all, “A Prediction Model that Combines Rain Attenuation and Other Propagation Impairments Along Earth-Satellite Paths”, IEEE Transactions of Antennas and Propagation, Vol. 45, No. 10, October 1997.
[8]
European Space Agency, 2002. “Radiowave Propagation Modelling for SatCom Services at Ku-Band and Above”, ESA Publications Division, Netherland.
9