PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
PERENCANAAN JARINGAN NIRKABEL BROADBAND WIRELESS ACCESS (BWA) 802.16a/e WiMAX FREKUENSI 3.3 GHz UNTUK APLIKASI NEIGHTBOUR COMMUNITY PADA PERUMAHAN GRAND DEPOK CITY DEPOK.
Yahdi Kusnadi Manajemen Informatika Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK BSI) http://bsi.ac.id
[email protected]
ABSTRACT One application of the use of Broadband Wireless Access (BWA) is established between the ease of personnel in a large environment. Current technology used for the VSAT (Very Small Aperture Terminal), which uses satellites. However, the technology is quite expensive operating costs so that the use of this technology requires a high cost. Therefore, alternative technologies are relatively inexpensive and reliable is the Broadband Wireless Access (BWA) using 802.11b / g WiFi or 802.16a/e WiMAX. Keywords: Broadband Wireless Access, QoS management, 802.11b / g WiFi, 802.16a / e WiMAX.
1.
PENDAHULUAN
Semakin kompleksnya sarana komunikasi yang digunakan dalam kehidupan masyarakat dan semakin diperlukannya akses yang cepat tanpa hambatan namun dengan biaya penembangan infrastruktur yang relatif murah dan terjangkau, maka penggunaan teknologi Broadband Wireless Access (BWA) atau yang sering disebut dengan WiMAX menjadi kebutuhan yang harus menjadi dasar pemikiran dan harus dijadikan landasan berfikir dalam proses pengembangan sarana berkomunikasi yang lebih optimal, efektif dan efisien. Sejauh ini, teknologi yang masih diandalkan adalah teknologi VSAT yang menggunakan satelit. Namun oleh karena teknologi ini masih mahal biaya operasinya maka alternatif teknologi yang digunakan adalah memakai BWA . Selain biaya operasional yang cukup murah, spesifikasi teknis yang diperlukan untuk Neigthbour Community juga sudah dipenuhi oleh BWA. Ada beberapa teknologi BWA yang saat ini sudah dikenal antara lain 802.11b/g WiFi dan 802.16a/e WiMAX. Kedua teknologi ini dapat memberikan jaminan transmisi data yang baik dengan data rate yang mencukupi untuk aplikasi distance learning yang sarat akan kebutuhan
multimedia seperti video conference, voice over IP (VoIP), serta file transfer. Selain itu, agar penggunaan teknologi BWA ini efektif dan efisien perlu adanya studi kelayakan dan manajemen konten pada daerah rural tertentu untuk mengetahui apakah kehadiran teknologi tersebut dapat memberikan dampak positif. 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teknologi Broadband Wireless Access Sebelum secara khusus dibahas tentang Broadband Wireless Access, maka ada baiknya dipahami terlebih dahulu tentang definisi Broadband yaitu : Secara umum, Broadband dideskripsikan sebagai komunikasi data yang memiliki Kecepatan tinggi, kapasitas tinggi menggunakan DSL, Modem Kabel, Ethernet, Wireless Access, Fiber Optic, WLAN, V-SAT , dan sebagainya dengan rentang kecepatan layanan bervariasi dari 128 Kbps s/d 100 Mbps. (Depkominfo : 2007). Tidak ada definisi internasional spesifik untuk Broadband. Dalam Draft RPM Penataan Pita Frekuensi Radio untuk Keperluan Layanan Akses Pita Lebar Berbasis Nirkabel (Broadband Wireless Access) diusulkan definisi Broadband adalah layanan telekomunikasi 139
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
nirkabel yang memiliki kemampuan kapasitas diatas kecepatan data primer “2 Mbps” (E1) sesuai ITU-R F.1399-1. 2.2. WiMAX Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) adalah merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access atau disingkat BWA) yang memiliki kecepatan akses yang tinggi dengan jangkauan yang luas. WiMAX merupakan evolusi dari teknologi BWA sebelumnya dengan fiturfitur yang lebih menarik. Disamping kecepatan data yang tinggi mampu diberikan, WiMAX juga merupakan teknologi dengan open standar. Dalam arti komunikasi perangkat WiMAX diantara beberapa vendor yang berbeda tetap dapat dilakukan (tidak proprietary). Dengan kecepatan data yang besar (sampai 70 MBps), WiMAX dapat diaplikasikan untuk koneksi broadband ‘last mile’, ataupun backhaul. (http://id.wikipedia.org/wiki/WiMAX) Terdapat beberapa faktor pendorong yang harus diketahui saat kita mengenal dan mengetahui penggunaan broadband, yaitu : 1. Untuk Pemerintah: a. Broadband dilihat sebagai infrastruktur penting untuk mencapai tujuan-tujuan pemerintah di bidang sosio-ekonomi. b. Untuk mendorong penyediaaan layanan publik seperti E-governance, E-learning, Tele-medicine. 2. Untuk Penyelenggara Jaringan / Jasa Telekomunikasi : a. Suatu pilihan untuk mengurangi penurunan pendapatan dari teknologi lama (POTS/PSTN). b. Potensi tambahan pendapatan dari Layanan Nilai Tambah. c. Potensi penambahan secara eksponensial dalam ARPU. 3. Untuk Konsumen : a. Tersedianya rentang aplikasi yang lebih banyak dan lebih kaya. b. Akses yang lebih cepat terhadap informasi. c. Layanan yang semakin mengarah konvergensi (VOIP, Video on Demand). Sedangkan aplikasi yang dapat terlayani dengan broadband, adalah : 1. Layanan Personal a. Akes Internet Berkecepatan Tinggi (256 kbps dan lebih) b. Multimedia
2. Layanan Publik dari Pemerintah a. E-governance b. E-education c. Tele-medicine 3. Layanan Komersial a. E-commerce b. Corporate Internet c. Videoconferencing 4. Layanan Video dan Hiburan a. Broadcast TV b. Video on Demand c. Interactive gaming d. Music on Demand e. Online Radio 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Perumahan Grand Depok City Selain mengenal terlebih dahulu tentang hal-hal yang berhubungan dengan broadband, maka penulis akan mengenalkan juga lokasi dimana rencana pemasangan broadband wireless access ini akan digunakan, maka penulis juga akan memaparkan tentang lokasi dimana penerapan broadband wireless access ini akan dilakukan yaitu perumahan Gand Depok City (GDC) yang dahulu bernama Kota Kembang Depok Raya (KKDR) yang berganti nama menjadi GDC pada akhir tahun 2007. Sebagai kota hunian masa depan, Kota Kembang Depok Raya memiliki sejumlah kelebihan. Di samping harga rumah yang relatif “nyaman” di kantong (karena tergolong rumah kelas menengah), lokasi yang dekat dengan stasiun kereta api dan berada di wilayah Depok, merupakan nilai lebih yang dimiliki perumahan ini. Di sini kita masih mendapati nuansa alam dengan kontur landskap perumahan yang berbukit-bukit. Tentu saja hal ini memberi keindahan tersendiri bagi pemandangan sekitar. Di Kota Kembang, masing-masing rumah dibangun dengan sistem cluster eksklusif bergaya resor tropis. Desain rumah pun memberi citarasa tersendiri. Kita bisa jumpai tipe-tipe rumah cluster Anggrek, Melati, Puri Insani, yang kini tengah ditawarkan kepada konsumen. Dalam rencana induk (master plan) pengembangan kota, terdapat pula sejumlah cluster lain seperti Aster, Kenanga, dan Mawar. Perumahan yang dibangun oleh PT Inti Karsa Daksa, bagian dari Daksa Group, ini merupakan bagian dari kota masa depan Depok Raya seluas 250 hektare.
140
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
Untuk perumahan Kota Kembang areal yang diperuntukkan seluas 65 hektare. Saat ini telah ada berbagai fasilitas di antaranya rumah ibadah dan fasilitas lain dan ke depannya akan dibangun ruko, perkantoran, pusat perbelanjaan, rumah sakit, pusat onderdil, rekreasi, sebagai pengembangan dari kota Depok Raya. (http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/pro perti/2003/0815/prop2.html) 3.2.
Broadband Wireless Access 3.3 Ghz. Perkembangan teknologi internet yang sangat pesat saat ini ditenggarai sebagai bentuk yang mengacu pada perkembangan teknologi yang juga sangat berkembang pesat saat ini Pada awal perkembangannya, teknologi internet dimaksudkan untuk mempercepat sistem komunikasi jarak jauh dengan cara meningkatkan jarak jangkau maka dibangunlah terminal-terminal penguat (repeater) agar jarak yang jauh dapat dengan mudah terjangkau dan waktu tempuh yang semakin cepat. Penetrasi teknologi komunikasi dan akses informasi yang masih rendah di Indonesia terutama untuk daerah dengan keterbatasan akses transportasi yang merupakan kawasan mayoritas di Indonesia memberikan dorongan pada pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di bidang telekomunikasi dan informasi. Terdapat beberapa pertimbangan dalam mendesain solusi jaringan untuk kawasan tersebut seperti kecepatan data, area cakupan, dan penyediaan layanan yang meliputi akses data dan internet. Indonesia adalah negara yang luas dengan jumlah penduduknya yang besar. Perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia membuat jumlah pemakai teknologi ini terus bertambah. Berdasarkan data Direktorat Jendral Energi, Telekomunikasi, dan Informatika Bappenas pada akhir tahun 2006, terungkap bahwa pengguna telepon tetap di Indonesia mencapai 14 juta pelanggan, sementara pelanggan telepon seluler mencapai 66,5 juta orang. Dari data Telkom, diketahui juga bahwa pengguna akses nirkabel tetap sebanyak 5,75 juta pelanggan. Untuk pelanggan internet, menurut data dari Asosisasi Penyedia Jasa Internet Indonesia adalah sekitar 25 juta orang dimana 125.000 diantaranya menggunakan koneksi pita lebar atau broadband access.
Walaupun jumlah pelanggan tersebut terlihat besar, namun sesungguhnya jumlah tersebut relatif sangat kecil dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 238 juta orang (Sensus Penduduk tahun 2005). Terlebih lagi,penyebaran penduduk yang masih belum merata menyebabkan pemakaian teknologi telekomunikasi masih berpusat di kota-kota besar dan sedikit tersebar ke daerah-daerah khususnya daerah perdesaan. Penetrasi teknologi telekomunikasi yang masih rendah tidak lepas dari pembangunan infrastruktur yang belum merata. Salah satu faktornya adalah kondisi geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari kepulaluan dan pegunungan yang sulit dijangkau. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia belum mendapatkan akses jaringaninformasi. Beberapa pertimbangan dalam mendesain solusi jaringannya adalah kecepatan data, area cakupan, dan penyediaan layanan yang meliputi akses data dan internet. Akses nirkabel berbasis WMAN (Wireless Metropolitan Area Network) menjadi alternatif yang menjanjikan dalam pembangunan infrastruktur di daerah terpencil. Solusi ini menawarkan kemudahan dalam hal pemasangan jaringan karena tidak diperlukannya Sarana pengkabelan dalam menjangkau penggunanya. Hal ini cocok untuk digunakan di kawasan dimana akses transportasi masih terbatas seperti pegunungan dan hutan. Dengan berkebangnya teknologi broadband, maka realisasi pembangunan jaringan nirkabel semakin terlihat. Mulai dari standar 802.11 atau yang lebih dikenal sebagai WiFi sampai pada keluarga 802.16 atau yang lebih dikenal sebagai Wi-Max. Namun demikian, karena masih terbatasnya pengembangan teknologi nirkabel ini di Indonesia, maka pembangunan jaringan nirkabel di Indonesia masih memerlukan waktu Sampai sepenuhnya beroperasi. Solusi lain yang ditawarkan adalah penggabungan akses nirkabel dengan jaringan yang telah ada. Menurut ABWINDO (Asosiasi Broadband Wireless INDOnesia) yang Merupakan asosiasi operator BWA dan berorientasi pada aspek bisnis dalam rangka memberikan pelayanan kepada pelanggan dan Aplikasi yang dilayani antara lain:
141
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
Komunikasi data (Legacy data, WAN), IP Based Application (IP VPN, Ethernet Services) dan Internet. (ABWINDO:2006) Issue yang Berkembang 1. Penyelamatan slot orbit 1180 (Ku Band) dengan sewa satelit Rusia. Satelit Telkom akan diluncurkan Th. 2009 2. Sharing Spektrum Extended C Band dengan BWA 3.5 GHz a. Kepdir 119/2000 minta ditinjau ulang padahal sudah sangat baik b. Telkom minta Band frekuensi 3,5 GHz dibersihkan dari BWA dibuat sama 3.3 GHz c. Ada wacana operator BWA 3,5 G sewa transponder Ext.C 3. Postel menawarkan migrasi pengguna 3,5 GHz ke spektrum 3,3 GHz. 4. ISR (Ijin Station Radio) untuk BTS BWA sementara ditahan 5. Band Frekuensi 2,3 GHz akan dialokasikan untuk WiMAX dengan Mekanisme Lelang seperti 3G Alternatif Peruntukan Band 3,3 GHz (100 MHz) 1. Hanya untuk Fixed Satellite Services (FSS). Tidak digunakan untuk BWA/ teresterial 2. Hanya untuk BWA/ Teresterial. Tidak digunakan untuk Sistem Komunikasi Satelit 3. Kombinasi antara FSS dan BWA (Sharing) a. Menerapkan mekanisme Primary dan Secondary (seperti pada KepDir 119/2000) b. Tidak untuk Broadcast Satellite Services (BSS) atau DTH c. Mekanisme sharing dengan band splitting untuk d. menghindari co-channel interference antara FSS dan BWA Band 3,3 GHz Hanya untuk FSS 1. Kapasitas terbatas (tergantung jumlah transponder) 2. Pendapatan pemerintah melalui BHP kurang optimal 3. Masih terlalu mahal untuk daerah perkotaan (bersaing dengan teresterial) 4. Lebih sesuai untuk remote area atau daerah terpencil (infrastruktur last mile masih belum tersedia) Band 3,3 GHz Hanya untuk BWA 1. Kapasitas jauh lebih besar (frekuensi re-use)
2.
Pendapatan pemerintah melalui BHP bisa lebih besar 3. Sebagai alternatif percepatan solusi last mile di daerah perkotaan (telah tersedia kompetisi backbone) 4. Kurang kompetitif untuk daerah yang belum memiliki infrastruktur backbone. Kombinasi FSS dan BWA (Sharing) 1. Kapasitas jauh lebih besar karena mengkombinasikan kekuatan FSS dan BWA 2. Pendapatan pemerintah melalui BHP bisa lebih optimal 3. Penggunaan sumber daya terbatas (spektrum frekuensi) bisa lebih optimal untuk kepentingan masyarakat luas 4. Percepatan penyediaan infrastuktur telekomunikasi untuk peningkatan teledensitas dan pemerataan akses informasi 5. Memerlukan mekanisme pengaturan, koordinasi, dan pengawasan yang lebih transparan. 6. Alternatif Sharing : a. Band Splitting b. Base on region (misal : urban vs rural ) Sharing Ext.C dan BWA 1. Share Frekuensi BWA dan Ext-C secara teknis dimungkinkan berdasarkan : a. Keputusan Direktur Jenderal Postel No : 119/Dirjen/2000 b. Recommendation ITU-R SF 1486 c. Pengalaman sharing existing operator BWA 3.3 GHz d. Requirement I/N = -10 dB (Rec. ITU-R SF 588) 2. Pertimbangan sharing frekuensi Direktur Jendral Postel : a. Percepatan penyebaran informasi Alokasi Frekuensi Radio Indonesia untuk pita 3,4-3,7 GHz dapat digunakan bersama oleh dinas-dinas TETAP, TETAPSATELIT (angkasa ke bumi), BERGERAK (kecuali bergerak penerbangan), Amatir dan Radiolokasi. b. EIRP Pemberian Alokasi Untuk Frekuensi BWA 3,3 Ghz Adalah Tidak Lebih Dari 36 Dbm. c. Potensi Pemanfaatan BWA Untuk Mempercepat Penetrasi Broadband Akses. d. Potensi Pemanfaatan Satellite Ext-C Sebagai Backbone Terutama Di Remote Area.
142
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
e.
Bisa Diterapkan Band Splitting Antara BWA Dan Satelit Ext-C
Paradigma Pemanfaatan BWA Regulasi ¾Meningkatkan nilai kompetitif bisnis dan pemerataan akses data ( lebih cepat, mudah, dan lebih murah)
¾ Regulasi yang dikeluarkan sebaiknya konsisten dan long-term ¾ Memberikan kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif ¾ Memberikan kontribusi kepada Pemerintah (PNBP/BHP, Pajak, dll)
¾Meningkatkan perkembangan perusahaan TI dan membuka peluang bisnis baru
¾ Arah perkembangan teknologi Wireless :
¾Mendorong implementasi teleworking,tele-education, tele-medicine, dan e-government/e-commerce
o
Link Availability (NLOS, Smart Antena, Adaptive Modulation,dll) Kapasitas dan efisiensi pemanfaatan spektrum (bps/hz)
o
Bisnis
Teknologi ¾
Platform teknologi ke arah standard o
¾
Mass production (scale of economic global)
Harga perangkat kompetitif o o
Menurunkan beban investasi Menurunkan tarif layanan
Manfaat yang optimal untuk masyarakat luas
Sumber : Abwindo (2007) Gambar 1. Paradigma Pemanfaatan BWA Dari gambar 1. diatas dapat dilihat tentang bagaimana BWA dapat dimanfaatkan untuk menjalankan roda bisnis, mendorong kemajuan teknologi informasi dengan
regulasi dari pemerintah yang sangat jelas dan hasilnya dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat luas
Contoh BHP BWA vs SATELIT Lebar BW : 10.5 MHz BWA : 1 BS dgn 3 kanal (@3,5 MHz) Satelit : 0.3 Transponder
30,000,000
Rupiah.
25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 Total BW (KHz) Total BHP per thn (Rupiah) Jum lah Base Station
BWA
Satelit Data (SCPC 64 K)
Satelit Penyiaran (Broadcast)
10,500
10,500
10,500
25,229,699
4,438,317
4,361,107
1
88
1
Referensi : •PP No. 28 Tahun 2005 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak •KM 19/PER.KOMINFO/10/2005 tentang Juklak Perhitungan BHP •BHP Frekuensi (Rupiah) = (ib x HDLP x b) + (ip x HDDP x p) /2
Sumber : Abwindo (2007) Gambar 2. Perbandingan Penggunaan BWA & Satelit Dari Sisi Biaya Yang Dikeluarkan Berdasarkan gambar.2 diatas, maka dapat dilihat perbandingan penggunaan Satelite dan BWA bagi pengguna dilihat dari sisi biaya yang dikeluarkan. Maka: 1. Sharing band 3,5 GHz untuk Ext.C dan BWA masih dimungkinkan dan sudah ada mekanisme pengaturannya (KepDirjen 119/2000) 2. “Opportunity Lost” apabila band 3,3 GH tidak digunakan untuk BWA diantaranya :
a. Perangkat standar yang murah karena memiliki kemampuan interoperability dan skala ekonomi dunia b. “Timing” yang tepat untuk usaha percepatan peningkatan teledensitas dan permasalahan digital divide di Indonesia c. Usaha optimalisasi sumber daya terbatas untuk kepentingan yang lebih luas
143
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
d. Mendapatkan pendapatan negara bukan pajak (BNBP) yang jauh lebih besar e. Penciptaan suasana kondusif dan semangat kebersamaan membangun sektor telekomunikasi untuk kemajuan bangsa 3. Perbandingan Investasi Satelit dan BWA Seperti diinformasikan oleh Menkominfo, investasi satelit Telkom 2 + US$ 170 jt. untuk 24 Transponder, atau sekitar US$ 6 jt. s.d. US$ 7 jt. per Transponder. Berdasarkan hal tersebut, maka: a. Untuk membangun Satelit Extended C dengan 12 Transponder menjadi + US$ 84 jt. b. Investasi BWA diperkirakan US$ 120 rb. per Base Station. Jadi Investasi Satelit Extended C di atas identik dengan membangun 700 Base Station. c. Berdasarkan PERMENKOMINFO N0 13/2005, BHP per tahun per Transponder sebesar Rp. 30 jt. Jadi Total per tahun untuk 12 Transponder menjadi Rp. 360 jt.
d.
Berdasarkan PP No. 28/2005, BHP per tahun per Base Station adalah Rp. 26,2 jt. (zone 1). Jadi untuk 700 BS menjadi Rp. 18,2 Milyar e. Dengan Investasi yang sama Pendapatan Negara melalui BHP dari BWA dibandingkan dengan satelit jauh lebih besar (50x) 4. Migrasi operator 3,5 GHz ke 3,3 GHz Pemerintah merencanakan memberikan alokasi baru untuk operator 3,5 Hz di spektrum 3,3 GHz masing-masing 15 MHz a. Terdapat 3 operator eksisting di 3,3 GH (Telkom, Starkom, IM2) dan 5 operator eksisting di 3,5 GHz. (Lintasarta, CSM, Jasnikom, AJN, Corbec) b. Lebar spektrum 3,3 GHz hanya 100 MHz, sehingga masih kurang c. Perlu ditetapkan pemberian lisensi yang bersifat nasional agar penggunaan spektrum bisa lebih optimal (frequency reuse) Penataan berdasarkan regional mempunyai potensi masalah dalam penentuan batas region.
Departemen Komunikasi dan Informatika
PERKEMBANGAN PERBANDINGAN TARIF BROADBAND DI INDONESIA TEKNOLOGI ADSL
Mobile Broadband 2.5 G / GPRS 3G
High Low
Juni 2006 Rp. 400,- / Mb Rp. 400,- / Mb
Juni 2007 Rp. 200,- / Mb Rp. 133,- / Mb 384 kbps Rp. 200 ribu per 5 jam
High Low High Low
Rp. 25,- / kb Rp. 15,- / kb N/A N/A
Rp. 15,- / kb Sama seperti 3G Rp. 0,25 / kb Rp. 0,15 / kb 3.2 Mbps Rp. 200 ribu per 40 jam
Referensi: Koesmarihati, Anggota BRTI, The Role of Broadband Access Network in Developing NGN, Seminar Apresiasi Nasional Jaringan Akses – ANJA, RISTI, PT TELKOM, 30 Agustus 2007 Ditjen Postel-Depkominfo
22.11.2007
9
Sumber : Depkominfo (2007 Gambar 3. Perkembangan Tarif Broadband Di Indonesia Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk mendesain BWA 3.3 GHz dikawasan perumahan Grand Depok City dengan harapan dapat memberikan akses pelayanan komunikasi dengan lebih cepat dan efisien.
Adapun yang penulis coba tawarkan adalah penggunaan lebar broadband 3.3 GHz dengan harapan hasil yang lebih baik dan jangkauan yang lebih luas.
144
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
Sumber : Humas Grand Depok City (2007) Gambar 4. Disain Penggunaan BWA Bagi Perumahan Di Grand Depok City Setelah penulis coba menghitung besaran biaya yang dikeluarkan, maka dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Investasi BWA diperkirakan US$ 120 rb. per Base Station (asumsi US$ = Rp. 10.000, maka sama dengan Rp. 1.200.000.000 dana yang dibutuhkan) b. BHP per tahun per Transponder sebesar Rp. 30 jt. Jadi Total per tahun untuk 3 Transponder menjadi Rp. 90 jt. c. BHP per tahun per Base Station adalah Rp. 26,2 jt. (zone 1). d. Dengan jumlah komunitas kurang lebih sebanyak 3000 hunian yang telah ditempati di perumahan Grand Depok City, maka jika saja dikenakan biaya layanan sebesar Rp. 150.000 per bulannya, maka akan didapatkan pemasukkan bagi pengelola BWA sebesar Rp. 450.000.000,e. Dengan memperhatikan asumsi diatas, maka dana yang telah
dikeluarkan untuk persiapan infrastruktur pembangunan BWA tersebut akan kembali dalam waktu 3 sampai 5 tahun saja. 3.3. Konsep Keamanan Bentuk keamanan penggunaan dan pelayanan BWA disuatu tempat seyogyanya telah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah dan keputusan Menkominfo No. 4 tahun 2009, maka ditetapkanlah pengaturan terhadap BWA denga frekuensi 3.3 GHz yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kominfo No 5/KEP/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penetapan Blok Pita Frekuensi Radio pada Pita Frekuensi Radio 3.3 GHz untuk Pengguna Pita Frekuensi Radio Eksisting untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wireless Broadband) yang pengaturannya tertuang dalam gambar 5 dibawah ini.
Departemen Komunikasi dan Informatika
Pengaturan Dalam Draft Permen Pita Lebar : 3.3 GHz Pemicu Kondisi Yg Diinginkan Kondisi Awal Pita 3.3 GHz :
Standard
- Pita 3300 – 3400 MHz - Tidak ada standar khusus bergantung pada vendor - Bandwidth kanal bervariasi TDD (2 MHz) dan FDD (2x6 MHz)
Skema Perizinan Frekuensi Operasional
- Izin per ISR - Beberapa operator ekslusif di beberapa kota
- Pita 3300 – 3400 MHz - Standard terbuka - Bandwidth blok per operator 12 MHz - Izin Pita di 14 zone BWA - Hanya untuk akses - Membangun seluas di zone nya
Hak
- Membayar BHP Pita
- sudah berizin dan sudah beroperasi
Kewajiban
- Layanan akses internet, multimedia
Sanksi
22.11.2007
Pita 3.3 GHz :
Ditjen Postel-Depkominfo
- Membangun sesuai komitmen pembangunan - Sanksi sesuai dengan peraturan
38
Sumber : Depkominfo (2009) Gambar 5. Pengaturan Dalam Draft Peraturan Pemerintah Untuk BWA 3.3 GHz 145
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
Selain itu ada bentuk pengamanan akses jaringan BWA yang akan digunakan oleh konsumen antara lain dengan menggunakan pendekatan unsur perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang digunakan. Sebagai contoh pengamanan perangkat keras dapat dilakukan dengan pengaturan IP yang digunakan oleh masing-masing konsumen dengan batasan (bandwidth) yang telah ditentukan. Sedangkan pengamanan dari unsur perangkat lunak dengan lebih mengedepankan penggunaan anti virus, spam, spyware atau dengan menggunakan lapisan (firewall) yang berlapis-lapis. Demikianlah bentuk analisa yang dapat penulis sampaikan dalam rangka merancang (disain) penggunaan BWA (Broadband Wireless Access) pada perumahan Grand Depok City (GDC) dimana penulis sendiri tinggal dan menjadi bangian dari komunitasnya. 5.
KESIMPULAN 1.
2.
3.
4.
Penataan Frekuensi untuk BWA memerlukan kajian yang lebih komprehensif, baik dari aspek teknis, bisnis, dan pengaturan jangka panjang Pengaturan alokasi frekuensi harus dilakukan secara transparan agar mampu menjamin terciptanya peluang pertumbuhan dan kenyamanan usaha bagi semua penyelenggara secara adil Kecenderungan global sebaiknya juga menjadi pertimbangan pemerintah mengingat ketergantungan Indonesia yang masih tinggi pada industri penyediaan perangkat telekomunikasi dari negara lain. Penggunanaan teknologi BWA (Broadband Wireless Access) merupakan pilihan penggunaan telekomunikasi dimasa depan yang lebih baik, efektif dan efisien dan biaya yang relatif terjangkau bagi masyarakat Indonesia yang faham akan perkembangan teknologi informasi.
Anoname, 2006, Pengaturan Spektrum Frekuensi Bwa Di Indonesia, Abwindo. Ditjen Postel, Presentasi Draft RPM Penataan Frekuensi BWA, September 2007. Ditjen Postel, Draft Road Map ICT, 2007 Koesmarihati, The Role Of Broadband Access Network In Developing NGN, Seminar Apresiasi Nasional Jaringan, Akses – ANJA, RISTI, PT TELKOM, 30 Agustus 2007 S.N. Gupta, Market Entry for Broadband, Telecom Regulatory Authority of India, Third APT Regulators’ Forum, Chiang Rai, Thailand, 10-12 July 2003 Website http://techno.okezone.com/index.php/readSt ory/2009/01/22/54/185236/tenderbwa-digelar-3-bulan-lagi/tender-bwadigelar-3-bulan-lagi http://forum.rtrw.net/viewtopic.php?f=14&t =3830&p=35271 http://cacau.blogsome.com/2008/01/15/sebu ah-artikel-mohon-komentar/ http://postel.depkominfo.go.id/?mod=BRT0 100&view=1&id=BRT07111511280 1&mn=BRT0100|CLDEPTKMF_BR T01 http://id.wikipedia.org/wiki/WiMAX http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/prop erti/2003/0815/prop2.html http://tekno.kompas.com/read/xml/2009/01/ 22/22503077/depkominfo.keluarkan. 5.payung.hukum.penyelenggaraan.wi max Jurnal Dimas Widyasastrena , Dkk. 2006. Usulan Perencanaan Jaringan Nirkabel Broadband Wireless Access (Bwa) Terestrial Untuk Aplikasi Distance Learning Pada Rural-Ngn. Kelompok Keahlian Teknologi Informasi, Sekolah Teknik Elektro Dan Informatika – Itb. Jl Ganesha 10 Bandung
DAFTAR PUSTAKA Buku, Diktat atau Bahan Presentasi: Alkaff, A. Staf Khusus Menteri, Depkominfo, Visi dan Misi Depkominfo, Agustus 2007 146
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
MODEL MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA UKM BERBASIS WEB (DALAM KONSEP SUPPLY CHAIN MANAJEMENT) Ishak Kholil Manajemen Informatika Akademik Manajemen Informatika Dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK BSI) Jl. Margonda Raya No 8 http://www.bsi.ac.id
[email protected]
ABSTRACT
Supply Chain (supply chain) concepts that can be adopted to provide products that are cheap, fast and quality. In the SME industry concept known as Supply Chain Management (SCM), the author tries to implement the concept of supply chain Management in raw materials inventory management model, the author tries to make the proposal a web-based approach. The prototype is web-based supply chain (web-based). By leveraging web technology, collaboration between organizations in a chain pasoki possible to implement. Kata Kunci: Supply Chain Management , UKM, Web Base .
1.
PENDAHULUAN
Rantai Pasok (Supply Chain) merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Pada UKM (Usaha Kecil Menengah) dibidang produksi pengolahan makanan berbahan dasar ikan dengan merek dagang “ sakana”, dapat mengadopsi konsep ini untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat. Konsep yang dikenal dengan istilah Supply Chain Manajement (SCM). Berdasarkan hasil telaah dari tinjauan pustaka, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pola rantai pasok adalah model atau bentuk yang mengilustrasikan susunan keterlibatan jaringan berbagai pihak atau organisasi (terdiri dari; supplier yang memasok material untuk keperluan produksi, manufaktur yang melakukan produksi, distributor dan retailer sebagai komponen yang mendistribusikan produk yang dihasilkan kepada customer dengan perantaranya adalah retailer yang berperan sebagai distributor pada tingkatan yang lebih rendah) yang saling berhubungan mulai dari hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream) dalam melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan barang dan
jasa yang bermutu sampai kepada pelanggan terakhir.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam menyusun dan merancang model manajemen persediaan bahan baku terdapat beberapa konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan dan landasan dimana konsep tersebut merupakan yang berhubungan dengan pola supply chain yang berbasis web yang berisi informasi serta pemecahan masalah yang ada. Menurut Simchi-Levi dalam Setijadi (2005: 82) , supply chain manajement adalah suatu kumpulan pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan secara efisien antara pemasok, perusahaan manufaktur, pergudangan, dan toko, sehingga barang diproduksi dan didistribusikan pada kuantitas, lokasi, dan waktu yang benar, untuk meminimumkan biaya-biaya pada kondisi yang memuaskan kebutuhan tingkat pelayanan.
147
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
Gambar 1. Model Supply Chain Apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi supply chain manajemen adalah : a. Kegiatan merancang produk baru (product development)kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement). b. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning and control) kegiatan melakukan produksi ( production ). c. Kegiatan melakukan pengiriman (distribution). Ukuran performansi Supply Chain Manajemen : 1. Kualitas (tingkat kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, ketepatan pengiriman). 2. Waktu (total replenishment time, business cycle time). 3. Biaya (total delivered cost, efisiensi nilai tambah). 4. Fleksibilitas (jumlah dan spesifikasi) supply chain manajemen juga bisa diartikan jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstream) dan ke hilir (downstream), dalam proses yang berbeda dan menghasilkan nilai dalam bentuk barang/jasa di tangan pelanggan terakhir (ultimate customer/end user).
yang menjadi distributor dari UKM “ SAKANA”. Untuk implementasi pemesanan melalui aplikasi webnya, dan tahap kedua, kuisioner kepada pihak-pihak pada tahap pertama setelah mereka mempergunakan sistem yang dirancang. Analisa data dilakukan dengan terlebih dahulu diuji validitas dan reabilitas dari data kuisioner dengan skala Linkert dengan instrumen ketiga sumber (Supplier, UD SAKANA Distributor) responden hanya memilih jawaban dengan menceklist pada kota yang disediakan. Pengujian validitas setiap butir pertanyaan pada instrumen dilakukan dengan cara mengkorelasikan setiap butir pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah keseluruhan tiap skor butir. 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Mempersiapkan Perancangan Model Persediaan Bahan Baku Berbasis Web Dalam Konsep Supply Chain Management Tujuannya : Mendapatkan keunggulan kompetitif bagi UKM Khususnya UD SAKANA dengan dukungan sistem informasi. Mempertahankan keunggulan kompetitif tersebut ( sustainability of competitif advantage). Sasaran: Untuk menanggulangi keterbatasan Sumber daya yang ada. Meningkatkan revenue UD SAKANA. Dapat memangkas pola distribusi produk untuk efisiensi. Meningkatkan kinerja sumber daya yang ada Ruang lingkup model manajemen persediaan berbasis web dalam konsep supply chain management industri UKM dalam kerangka penerapan pola supply chain yaitu untuk mendukung aktifitas utama pada UKM yaitu sebagai mana yang
1. a)
b)
2. a)
3.
METODE PENELITIAN b)
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel pada suatu UKM Makanan berbahan dasar ikan dengan merek dagang “ SAKANA” sebagai variable penelitian. Teknik pengumpulan dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama adalah implementasi pada UKM (“SAKANA”) untuk aplikasi sistem web sebagai komunikasi komponen yang terkait dalam model supply chain Yaitu Pemasok bahan baku, Pelaksana Produksi, Resailer
c) d) 3.
148
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
tergambar bahasan.
pada
4.2. Kebutuhan Bisnis Informasi Untuk memahami Industri UKM saat indentifikasi informasi Analisa bisnis ekternal, internal.
ruang
lingkup
Organisasi dan kebutuhan bisnis ini, diperlukan UD SAKANA, Analisa bisnis
4.3.
Kondisi Industri UKM di Indonesia Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja Industri UKM (Usaha Kecil Menengah) dan koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Permasalahannya sekarang ialah bahwa dalam prakteknya kinerja Industri UKM/koperasi pada kebanyakan lokasi di Indonesia belum dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Untuk itu perlu dilihat apa yang menjadi kendala atau hambatan yang ada dalam implementasi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan UKM dan koperasi yaitu pada Undang-undang RI no 20 tahun 2008 tentang UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). 4.4.
Analisa sistem industri UKM saat ini Tahapan pada sistem berjalan diUD SAKANA a. Order Pesanan ( Distributor). b. Pembayaran Uang Muka oleh pemesan c. Pengadaan Bahan Baku ( Bahan Ikan).
d. e. f. g.
Pengerjaan (Produksi). Pengepakan (Memasukan kemasan ). Pengiriman (Kurir/Ojek) Pelunasan Pembayaran
dalam
4.5. Analisa supply chain manajement pada UKM Dalam model penelitian penulis mengadakan pengumpulan data yang bersumber dari Industri UKM pengolahan Makanan berbahan dasar ikan dengan merek dagang sakana pada lini hilir (downstream) yaitu dengan model identifikasi pola rantai pasok pada model manajemen persediaandalam konsep supply chain manajement. Analisa ini dibuat berdasarkan konsep tiga macam aliran yang harus dikelola dalam rantai pasok. Pertama adalah aliran barang dan jasa yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir(downsteram). Kedua aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir (downsteram) ke hulu (upstream). Ketiga adalah aliran informasi yang biasa terjadi hulu (upstream) ke hilir(downstream). Namun dalam penelitian ini, aliran yang ditinjau adalah aliran barang/jasa dari hulu(upstream) ke hilir (downstream) pada bagian distribusi barang/jasa, sedangkan aliran uang yang terjadi dari hilir (downstream) ke hulu (upstream) yang disebut hubungan kontrak. Hubungan distribusi barang/jasa ini dimulai dari distributor yaitu pemesanan oleh distributor dan distribusi barang dari UKM. Pihak paling akhir dari rantai pasok sistem informasi adalah pemilik order ( distributor).
Gambar 2. Konsep Supply Chain Pada UKM
149
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
akan dibahas adalah aktifitas utama yaitu pemesanan dan distribusi produk. Dengan pengambaran aktifitas dalam gambar. 3.
4.6.
Analisa Value Change Aktifitas utama dalam industri UKM adalah Pemesanan, Produksi, Penjualan dan distribusi. Sesuai dengan ruang lingkup dalam penelitian ini, maka kegiatan yang Order
-
Bahan Baku Order -
Administrasi Pemesanan Administrasi Pengadaan bahan baku Administrasi pembayaran Inventory Administrasi Transportasi Informasi
Distribusi
Pemesanan Pengadaan bahan baku - Produksi
Sumber : UD.Sakana Gambar 3. Aktifitas Value Chain UD SAKANA Masing-masing aktifitas utama dan aktifitas pendukung dapat diuraikan lagi menjadi beberapa sub aktifitas yaitu antara lain: Aktifitas utama: 1. Pemesanan: a) Penerimaan order b) Konfirmasi order c) Penerimaan Pembayaran Uang Muka 2. Pengadaan bahan baku Order bahan pada Supplier 3. Produksi a) Pengerjaan dari bahan dasar menjadi makanan olahan b) Pengepakan 4. Distribusi a) Transportasi b) Pengiriman barang c) Penerimaan Pembayaran lunas Aktifitas Pendukung : 5. Administrasi Pemesanan Penerimaan order via telp/fax 6. Administrasi pengadaan bahan baku Pembelian bahan baku 7. Administrasi Pembayaran Pembayaran order pesanan 8. Inventory Pengadaan bahan baku 9. Administrasi Transportasi Pengunaan mode dan rute 10. Informasi pelayanan Status pesanan via telp Komunikasi UKM dan pemesan via telpon
4.7. Identifikasi masalah dan solusi internal. a) Penerimaan pesanan via telp/fax Berdasarkan hasil analisa Aktifitas pemesanan dari distributor biasanya langsung lewat telepon atau fax. Sehingga permasalahan yang sering terjadi adalah nomor telepon/ fax yang digunakan untuk melakukan pemesanan hanya diketahui oleh distributor yang sudah terbiasa saja. Adapun solusinya dengan mengunakan aplikasi web (order online) akan memudahkan calon distributor mengetahui profile dan juga pemesanan bisa dilakukan lewat web tersebut. Selain untuk pemesanan UD SAKANA juga bisa melakukan konfirmasi order dan juga informasi status ordernya. b) Pembayaran uang muka dan pelunasan pembayaran Dari sistem berjalan pada UD SAKANA yang diuraikan pada analisa Value chain, diperoleh penjelasan bahwa distributor melakukan pembayaran sebanyak dua kali yaitu pada aat awal memesn dan setelah barang diterima, Permasalahannya, UD SAKANA kesulitan dalam proses pengadaan bahan baku untuk proses produksi sehingga kadang order tidak sesuai target waktu, dari waktu yang telah disepakati dan pencatatan keuangan yang belum terarsip dengan baik sehingga sering tidak klop antara pembayaran uang muka 150
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
dengan pelunasan.. Solusinya, pada saat distributor melakukan pemesanan maka yang bersangkutan harus segera melakukan pembayaran ke rekening yang tercantum, dan segera melakukan konfirmasi pembayaran dengan mengirimkan bukti pembayaran (lewat fax atau email). c) Komunikasi UKM dan Distributor via telp. Komunikasi adalah hal penting dalam bisnis, apalagi menyangkut kesinambungan order yang didapat. Permasalahannya, komunikasi yang dilakukan via telp dimungkinkan hanya mengunakan bahasa singkat tentang hal yang ingin dikomunikasikan, Solusinya Aplikasi web menyedikan buku tamu yang bisa digunakan oleh UKM dan Ditributor untuk berkomunikasi. 4.8. Identifikasi peluang bisnis dari ekternal organisasi Dengan memperbaiki sistem yang ada saat ini, peluang bisnis dari ekternal organisasi dapat ditingkatkan. a. Sistem Pemesanan secara Online Sistem pemesanan secara online dapat meningkatkan minat dari konsumen untuk melakukan order di UD SAKANA, Dimana setiap distributor cukup melakukan transaksi pemesanan lewat web. b. Komunikasi order antara UKM dan Konsumen Sistem pemesanan yang dilakukan secara online akan langsung memberikan status pesanan untuk segera dikerjakan dan juga pihak konsumen dapat melakukan komunikasi dengan mengisikan form buku tamu yang disediakan pada halaman web. 4.9. Analisa Kesenjangan ( Gap Analisis). Dari hasil analisa terhadap kebutuhan akan Sistem informasi berbasis web dalam konsep supply chain manajement yang
tersedia maka didapat point pengembangan sistem informasi yang belum ada. Dan juga fiture aplikasi yang akan membantu pekerjaan. Design Web yang akan dikembangkan dalam kerangka Supply Chain Management adalah aplikasi web sebagai front end untuk jenis kegiatan yeng terintegrasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam Industri UKM ( Supplier, Kurir, UKM dan distributor ), fiture yang direncanakan kedepan tentu mempunyai perbedaan dalam beberapa prosedur untuk mendapatkan kebutuhan informasinya. Misalnya dalam penginputan data order yang selama ini mengunakan catatan kertas, sedang yang akan direncanakan konsumen langsung mengisi data pemesanan ke aplikasi di web. Pengadaan bahan baku yang sebelumnya dengan kontak telpon kini bisa diminimalisir dengan informasi yang didapatkan oleh supplier secarang langsung dari ukm melalui informasi order diweb. Penentuan kurir bisa langsung diinformasikan oleh UKM secara langsung kepada kurir melalui informasi web. Data pembayaran, data inventory yang akan dikelola dalam satu fasilitas web yang sama. Yang sebelumnya data-tara hanya mengunakan catatan kertas, sedang yang akan direncanakan bagian administrasi langsung berinteraksi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam kerangka supply chain. Komunikasi dengan pelanggan untuk memberikan informasi status pesanan yang sebelumnya dikonfirmasikan via telp, sedang yang direncanakan konsumen dapat melihat status pesanannya via web. 4.10. Portopolio Konsep Web Usulan Dari hasil analisa sistem berjalan dan analisa lingkungan SI ekternal dan internal, penulis mencoba merancang sebuah aplikasi web sebagai sistem informasi, Tampilan dapat dilihat pada
151
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
Gambar 4. Use Case Web Tahapan pada pengunaan web dalam konsep supply chain management diUD SAKANA a. Order Pesanan ( DistributorWeb”UKM”). b. Cek dan Verifikasi order Pesanan (Web “UKM”-Distributor) c. Pembayaran (Distributor-bank) d. Verifikasi pembayaran (BankWeb”UKM”)
e. f. g. h. i.
Konfirmasi Pembayaran ( DistributorWeb”UKM”) Order Bahan Baku ( Web”UKM”Supllier ). Konfirmasi Order ( Supplier-UKM) Order Pengiriman (Web”UKM”Kurir/Ojek) Surat Kirim (Web”UKM”-Kurir)
Gambar .5. Model Kerangka Supply Chain 5.
KESIMPULAN
Berikut ini beberapa kesimpulan terkait dengan hasil-hasil penelitian yang diperoleh, antara lain : 1. Berdasarkan hasil analisis dari datadata yang diperoleh terdapat sepuluh pola rantai pasok industri UKM, yang menggambarkan pola rantai pasok yang terjadi dalam suatu industri UKM pengolahan kulit menjadi sepatu.
2.
3.
Dalam rantai pasok industri UKM tersebut terdapat pola umum rantai pasok yang dipengaruhi empat faktor utama yaitu : order pemesanan, bahan baku dasar, produksi dan distribusi. Dalam pola rantai pasok industri UKM dapat diidentifikasi gambaran hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam industri UKM ( supplier, UKM, kurir dan distributor), sehingga tergambar jenis hubungan komunikasi yang intens dari pihakpihak yang terlibat. sehingga perlu 152
PARADIGMA VOL. XII. NO. 2 SEPTEMBER 2010
digunakan sebuah sistem informasi yang dapat digunakan secara bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA. Arkunto, Suharsimi. (2002), Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Dwi, Ririn Agustin, Husni Sastramihardja(2004), Model Manajemen Persediaan Darah di PMI Didukung Sistem Informasi berbasis WEB(mengadopsi konsep Supply Chain Management).SNATI 2004, Yogyakarta. Indrajit, R.E., Djokopranoto. (2003), Konsep Manajemen Supply Chain, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Jogiyanto (2005), Analisa & Design Sistem Informasi. Penerbit Andi, Yogyakarta. Kastaman,Roni (2002 Agustus 8). Identifikasi peraturan dan perundang-undangan bagi pemberdayaan serta pengembangan usaha kecil menengah dan koperasi. Bandung. Mahendrawathi(2001), Pengantar Supply Chain Manajement. ITS, Surabaya. Misbah, Lalu H (2009, Juni). Desertasi, dinamika sistem distribusi minyak solar dalam situasi kelangkaan : studi kasus di jawa timur. UI, Jakarta. Mc Leod, Raymond & George P Schell ( 2007), Sistem Informasi Manajemen. Edisi Sembilan, Edisi Indonesia, PT. Indeks, Jakarta
153