Strategi dan Roadmap Pengembangan dan Penerapan Teknologi Broadband Wireless Access (BWA) di Indonesia Mohammad Mustafa Sarinanto1), Sugeng Santoso2), Purnomosidi Priambodo3), Dwi Handoko4), Reza Septiawan1), Irwan Tampubolon1), A.A. Ananda Kusuma1), Arief Rufiyanto1), Irwan Rawal Husdi1), Sasono Rahardjo1), Mia Rizkinia3) 1. Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT, 2. Kedeputian Bidang Pengkajian Teknologi BPPT, 3. Departemen Teknik Elektro UI, 4. Balai Jaringan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPPT
Abstrak Penerapan teknologi Broadband Wireless Access (BWA) di Indonesia merupakan momentum yang menyita perhatian banyak pihak, karena ini merupakan salah satu bentuk lompatan teknologi dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, yang diperkirakan merupakan salah satu contoh awal dalam konsekuensi perkembangan teknologi berupa konvergensi antara akses jaringan komputer dengan akses jaringan telekomunikasi. Meskipun belum seutuhnya dapat menjadi model konvergensi yang membawa tonggak baru dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), namun pengaruhnya cukup besar karena merupakan momentum yang membawa angin segar bagi bisnis secara umum di seluruh dunia dalam sudut pandang luas, maupun bagi tumbuhnya kesempatan industri dalam negeri Indonesia untuk turut berkiprah meramaikannya. Kebijakan pemerintah Indonesia terkait dengan BWA diawali oleh inisiatif dari Ditjen Postel Departemen Komunikasi dan Informatika, yang pada awalnya dilandasi oleh tekad untuk menciptakan penghalang teknis, meningkatkan kompetensi industri dalam negeri, dan mendorong vendor asing berinvestasi di dalam negeri dengan insentif tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Dalam mendukung program kebijakan ini, diperlukan persiapan yang komprehensif yang menyangkut banyak hal, tidak hanya terbatas pada aktifitas akademis-teknis seperti penelitian dan pengembangan produk. Secara umum, diperlukan pembangunan ekosistem yang kondusif yang melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah, akademisi, industri maupun komunitas. Iklim yang mendukung berkembangnya industri dalam negeri juga memerlukan perhatian khusus karena iklim saat ini masih belum cukup kondusif untuk mampu memberikan percepatan bagi tumbuhnya industri dalam negeri di bidang TIK secara signifikan. Untuk itu pemetaan peran instansi pemerintah, serta pemetaan dukungan terkait berupa berbagai kebijakan seperti kebijakan litbang, kebijakan pendorongan industri, bahkan kebijakan keuangan juga perlu dilakukan dalam sebuah kajian yang lengkap yang mampu menghasilkan cetak biru strategi pengembangan industri BWA di Indonesia. Kata Kunci : Broadband Wireless Access (BWA), konvergensi, industri dalam negeri, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Pendahuluan
Penerapan teknologi Broadband Wireless Access (BWA) di Indonesia merupakan momentum yang menyita perhatian banyak pihak, karena ini merupakan salah satu bentuk lompatan teknologi dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, yang diperkirakan merupakan salah satu contoh awal dalam konsekuensi perkembangan teknologi berupa konvergensi antara akses jaringan komputer dengan akses jaringan telekomunikasi. Meskipun belum seutuhnya dapat menjadi model konvergensi yang membawa tonggak baru dunia TIK, namun pengaruhnya cukup besar karena merupakan momentum yang membawa angin segar bagi bisnis secara umum di seluruh dunia dalam sudut pandang luas, maupun bagi tumbuhnya kesempatan industri dalam negeri Indonesia untuk turut berkiprah meramaikannya. Pemerintah Indonesia sendiri memandang perlu memberikan perhatian yang serius dalam bidang ini, setelah sekian lama menjadi penonton di rumahnya sendiri. Keberpihakan pemerintah kepada industri dalam negeri bak gayung bersambut dengan harapan industri lokal yang selama ini berjuang untuk tetap eksis, dalam siklus hidup yang sangat marjinal. Upaya memberikan perhatian yang lebih serius telah dimulai di saat pemerintah mulai mencanangkan konsep kebijakan penerapan BWA, diantaranya melalui upaya untuk meletakkan fondasi hukum melalui persyaratan tingkat kandungan dalam negeri terhadap perangkat yang akan digunakan di Indonesia. Kemudian, upaya yang dilakukan pemerintah adalah melalui Postel memberikan dukungan terhadap berkembangnya kompetensi industri dalam negeri melalui pemberian dukungan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi wimax di kalangan lembaga Litbang pemerintah dan perguruan tinggi, sejak tahun 2007. Upaya berikutnya yang dilakukan pemerintah adalah mencoba menerapkan secara langsung teknologi WiMAX dalam fasilitas pemerintah yang memfokuskan pada pengembangan teknologi, yaitu pada Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, yang dirintis oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) dengan dukungan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak akhir 2008. Dengan terbentuknya koridor ini, upaya uji coba teknologi baru ini dilanjutkan dengan langkah kerjasama antara BPPT dengan industri perangkat (Xirka) di tahun 2010 yang melakukan inisiasi uji coba sistem mobile WiMAX di beberapa Balai / UPT BPPT di Puspiptek Serpong. Kebijakan pemerintah Indonesia terkait dengan BWA diawali oleh inisiatif dari Ditjen Postel Departemen Komunikasi dan Informatika yang memikirkan mengenai upaya mengangkat potensi industri dalam negeri. Kebijakan BWA Indonesia tersebut pada awalnya dilandasi oleh tekad untuk menciptakan pasar proteksi, meningkatkan kompetensi industri dalam negeri, dan mendorong vendor asing berinvestasi di dalam negeri dengan insentif tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Untuk meningkatkan kompetensi teknologi nasional, Ditjen Postel bersama-sama dengan lembaga penelitian dan industri nasional mengadakan program dukungan penelitian untuk mengembangkan produk telekomunikasi unggulan. Program ini dilaksanakan mulai Agustus 2007 sampai dengan akhir tahun 2009 dengan fokus pada dukungan penelitian
dan pengembangan teknologi nomadic BWA, yang kemudian sejak 2010 dilanjutkan dengan program dukungan penelitian dan pengembangan teknologi mobile BWA, dengan tujuan : a. Menghasilkan produk telekomunikasi yang dapat bersaing (kualitas dan harga) dengan produk impor, b. Meningkatkan kandungan lokal, c. Produk nasional menjadi pilihan operator telekomunikasi sehingga dapat menghemat devisa. Sebagai langkah awal dari program kebijakan ini, perangkat telekomunikasi yang dikembangkan adalah sistem radio WiMAX 2,3GHz. Dalam mendukung program kebijakan ini agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan awalnya, diperlukan persiapan yang komprehensif yang menyangkut banyak hal, dan tidak hanya terbatas pada aktifitas pengembangan produk yang menyangkut masalah teknis seperti penelitian dan pengembangan produk. Secara umum, diperlukan pembangunan ekosistem yang kondusif yang melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah, akademisi, industri maupun komunitas. Iklim yang mendukung berkembangnya industri dalam negeri juga memerlukan perhatian khusus karena iklim saat ini masih belum cukup kondusif untuk mampu memberikan percepatan bagi tumbuhnya industri dalam negeri di bidang TIK secara signifikan. Untuk itu, pemetaan peran instansi pemerintah, serta pemetaan dukungan terkait berupa berbagai kebijakan seperti kebijakan litbang, kebijakan pendorongan industri, bahkan kebijakan keuangan juga perlu dilakukan dalam sebuah kajian yang lengkap yang mampu menghasilkan cetak biru strategi pengembangan industri BWA di Indonesia. Tulisan ini merupakan rangkuman dari beberapa inisiatif untuk melakukan kajian terhadap permasalahan BWA di Indonesia, yang memotret kondisi yang terjadi serta memberikan gagasan mengenai strategi pengembangan BWA Indonesia ke depan, serta rancangan roadmap yang menjadi dasar untuk pembahasan secara luas yang dapat menjadi rujukan utama bagi para pemangku kepentingan. Tujuan Studi yang terkait dengan tulisan ini bertujuan untuk menghasilkan Strategi dan Roadmap penerapan teknologi BWA dalam ekosistem yang kondusif bagi terbangunnya industri dalam negeri. Untuk itu, dengan mengharapkan terbangunnya strategi bagi dukungan pengembangan teknologi BWA menuju ke arah terbangunnya ekosistem yang kondusif bagi penguatan industri BWA dalam negeri, target dari studi ini diarahkan pada topik sebagai berikut. a) Terbangunnya Koordinasi dukungan pemerintah, industri, maupun pihak terkait lainnya terhadap pengembangan BWA. Koordinasi ini meliputi upaya perbaikan terhadap metode pengelolaan program yang ada, dimana perbaikan sistem ini akan memberikan masukan yang positif untuk membangun iklim pengelolaan kegiatan yang kondusif, dengan merefleksikan terhadap segala upaya perbaikan terhadap pola pengelolaan selama ini. b) Tersusunnya Roadmap pengembangan BWA (meliputi WiMAX dan LTE) dan pembangunan ekosistem (meliputi dukungan
pemerintah). c) Terbangunnya keselarasan hasil teknologi yang dikembangkan dengan meningkatnya TKDN dalam produk BWA yang digunakan di Indonesia, serta perbaikan sistem/mekanisme TKDN yang meliputi perancangan, penetapan, dan penilaian (evaluasi) TKDN. Metoda Kegiatan utama dalam studi ini adalah melakukan kajian mengenai koordinasi dan pengelolaan program secara keseluruhan yang ditujukan untuk mengembangkan potensi industri TIK dalam negeri sebesar-besarnya, baik terkait dengan masalah teknis maupun kebijakan pengembangan teknologinya. Format workshop, focused group discussion (FGD), maupun kunjungan langsung ke lokasi litbang serta industri terkait adalah sebagian dari format kegiatan yang diambil sebagai metode kegiatan. Secara kongkritnya, kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dapat berupa kegiatan sebagai berikut. 1. Kajian dan Survei Teknologi 2. Survei Industri 3. Focused Group Discussion (FGD) 4. Seminar Hasil Berikut ini adalah rangkuman berbagai masukan baik dalam diskusi yang selama ini telah dilakukan oleh Kemenkominfo, Kemenristek, BPPT maupun industri dan komunitas terhadap BWA di Indonesia, maupun analisis secara mendalam terhadap pergerakan pengembangan BWA sejak awal. Gambar berikut adalah gambaran kondisi ideal yang sebenarnya diharapkan sejak awalnya inisiatif untuk mendorong pengembangan teknologi BWA di Indonesia melalui skema keberpihakan pada industri dalam negeri dengan memanfaatkan momentum penerapan BWA di Indonesia. Dengan mengambil model pengembangan reference design yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagaimana yang misalnya dilakukan oleh Taiwan, dukungan pemerintah bagi penelitian dan pengembangan teknologi BWA diharapkan akan memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk menghasilkan produk yang dapat diserap oleh operator untuk membuka layanan BWA ke masyarakat, pada pasar yang terlindungi bagi inisiatif awal ini. Pendekatan seperti ini seyogyanya selalu dilindungi oleh kebijakan yang terintegrasi dan didukung oleh berbagai institusi pemerintah yang terlibat, agar terjadi pembangunan ekosistem yang kondusif yang mampu menjamin terbangunnya industri TIK dalam negeri yang kuat. Dan di sini, peran industri menjadi penting untuk mengarahkan target penelitian dan pengembangan, agar inovasi yang dihasilkan dapat menjadi kekuatan bersama. Di sisi lain, industri juga harus terlindungi oleh jaminan pasar yang disediakan oleh operator yang juga tergantung pada pengguna yang menjadi target pasar di hilir.
Gambar 1 Harapan kondisi ideal dukungan litbang BWA Indonesia Namun demikian, dalam kenyataannya masih belum terbangun pemahaman yang sama di kalangan pihak-pihak yang terlibat. Dan segala unsur yang tergambarkan di situ, belum menjadi suatu kesatuan yang terintegrasi dan memahami target masing-masing. Sehingga pasar yang semestinya menjadi kekuatan yang mampu mengarahkan industri (baik industri jasa maupun industri manufaktur), tidak mampu terbangun dengan jelas sehingga melemahkan orientasi dari pihak-pihak terlibat lainnya. Di sisi lain, dalam sisi penelitian dan pengembangan, belum sempat diramu kekuatan bersama untuk merumuskan hasil yang secara langsung mendukung permasalahan industri manufaktur, sehingga dalam kenyataannya semua pihak tidak berada dalam suatu kesatuan gerak yang sama dan terintegrasi. Sebagai salah satu hasil interospeksi ke dalam inisiatif awal ini, diperkirakan salah satu penyebab lemahnya integrasi adalah karena inisiatif awal ini lebih menitikberatkan pada sisi penelitian dan pengembangan di sisi hulu, dan bukan dimulai dari memastikan komitmen di sisi hilir. Akibatnya, sulit terbangun kesamaan gerak dan target. Hal ini ditambah dengan kecenderungan industri manufaktur untuk membangun kerajaan bisnisnya sendiri-sendiri, tanpa sempat berpikir dan tanpa sempat diarsiteki untuk menggalakkan kolaborasi antar sesama industri.
Gambar 2 Potret kondisi pengembangan BWA tahap awal
Mengingat pasar adalah hal yang penting dalam roda perekonomian sebuah industri, maka pendekatan yang terlalu akademis / teknis tanpa menyeimbangkannya dengan pendekatan dari sisi pasar dan industri akan berakibat pada kelemahan struktur bisnis dari pengembangan sebuah teknologi. Karenanya, tahapan proses yang direkomendasikan untuk dijalankan dalam sistem besar dukungan penelitian dan pengembangan produk telekomunikasi BWA ini digambarkan sebagai berikut. Kita perlu mengembalikan berbagai langkah yang dilakukan dalam merealisasikan kebijakan pendorongan BWA dalam skema awal yaitu asumsi kondisi ideal, yang setelah kita meninjau dari hasil selama ini, perlu dikembalikan ke kondisi ideal sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 1.
Gambar 3 Rencana Tindak Tim BWA 2011 Dalam gambaran ini, jelas arahan dari tim strategis dalam bentuk Grand Design merupakan tahapan mendasar untuk diacu bagi tim lainnya, khususnya tim pengembangan teknologi. Tanpa arahan tersebut, upaya pengembangan teknologi akan masuk ke area gelap sebagaimana pengembangan teknologi lainnya di Indonesia, karena muara teknologinya belum terdefinisikan dengan baik. Tentunya karena semua tim dijalankan secara paralel, maka arahan yang sudah ada dari kegiatan tahun sebelumnya dapat dijadikan acuan, untuk terus disempurnakan. Berikut ini berbagai masukan dirangkumkan ke dalam Roadmap pengembangan BWA yang selayaknya dijadikan acuan bagi pengembangan kebijakan, pengembangan teknologi dan bisnis yang menyertainya. Di bagian atas yang menjadi acuan bagi arah pengembangan BWA, Roadmap ini dimulai dengan kebijakan dan bukan pasar semata, karena topik BWA ini sejak awalnya dimulai dengan berbagai inisiatif pemerintah untuk memanfaatkan momentum penerapannya bagi pengembangan industri dalam negeri.
Gambar 4 Usulan Roadmap Pengembangan BWA di Indonesia Yang perlu diperhatikan dalam Roadmap ini adalah target pasar yang menjadi acuan dasar bagi pemetaan yang lain. Meskipun masih perlu didefinisikan secara lebih detil lagi, captive market merupakan salah satu faktor yang perlu dihitung dengan cermat dan dijadikan motor penggerak bagi implementasi BWA di Indonesia. Apalagi dalam kasus penerapan tahap awal yang memberikan tempat bagi digelarnya layanan nomadic WiMAX berbasis IEEE 802.16d, dimana dari segi spesifikasinya lebih tepat digunakan bagi pengguna korporasi atau institusi. Dengan bercermin pada inisiasi dari negara tetangga seperti Malaysia yang tampak membidik layanan publik bagi implementasi WiMAX mereka di tahap awal, maka seyogyanya Indonesia juga melakukan pendekatan yang serupa dengan memanfaatkan kesempatan bagi penerapan BWA untuk membangun kompetensi industri dalam negeri. Forum Inovasi diharapkan juga dapat membangun kesamaan persepsi untuk persiapan pasar bagi produk BWA, sehingga produk yang dihasilkan oleh industri dalam negeri akan bermuara dalam penggunaan di operator. Jika pendekatan yang dilakukan selama ini lebih cenderung berkisar pada area teknologi maupun industri hulu, maka sudah sewajarnya jika pendekatan pemahaman arah bisnis dari operator BWA menjadi bagian tak terpisahkan dari fokus perhatian agar secara keseluruhan industri dalam
negeri akan berkembang dengan baik. Hal ini tak lepas dari antisipasi yang harus dilakukan oleh berbagai pihak terhadap prospek penerapan BWA sendiri sebagai salah satu bentuk layanan 4G yang merupakan penerus dari 3G selama ini, yang sebetulnya masih belum dapat ditebak arah trennya ke depan karena sangat tergantung oleh gaya hidup dari masyarakat beberapa tahun ke depan. Konsolidasi pemerintah perlu dilakukan tidak hanya untuk menyamakan persepsi tentang bentuk dukungan kongkrit dari pemerintah agar memberikan iklim yang kondusif bagi terbangunnya industri dalam negeri, namun juga untuk mendefinisikan dan menghitung pasar kongkrit yang bisa diarahkan oleh pemerintah melalui institusi yang terkait, seperti kantor pemerintahan, sekolah-sekolah maupun fasilitas publik lainnya. Kita dapat melihat pada gambar berikut ini mengenai bentuk dukungan yang dapat diberikan pemerintah dalam rangka memberikan dukungan yang lebih nyata. Pemerintah dalam hal ini merepresentasikan kesatuan pihak dan kebijakan, dimana diharapkan tidak hanya memberikan dukungan bagi tim teknis penelitian, pengembangan dan perekayasaan teknologi belaka, namun juga memberikan dukungan bagi ketersediaan pasar (captive market) yang akan menjadi muara bagi pemanfaatan produk yang telah dikembangkan. Dengan demikian, diharapkan ekosistem akan terbangun, dan terbangunnya industri perangkat BWA dalam negeri pun berada dalam koridor bisnis yang sehat dan kondusif.
Gambar 5 Skema dukungan pemerintah dan keterlibatan pihak-pihak terkait Kesimpulan Dari hasil studi yang dilakukan, berikut ini adalah poin penting yang harus dilakukan dan dijalankan secara konsisten, sebagai strategi pengembangan BWA Indonesia a) Membentuk focus group bagi pengkajian teknologi yang dapat memberikan masukan dan roadmap bagi persiapan penerapan teknologi BWA di Indonesia. Hal ini merupakan bagian dari Sistem Inovasi Nasional, karena pada dasarnya pemanfaatan teknologi bagi kemakmuran Indonesia harus diwujudkan melalui pembangunan ekosistem teknologi-industri-usaha yang kondusif, yang didukung oleh kebijakan pemerintah yang komprehensif. b) Membuat strategi pengembangan industri, dengan misalnya menjalankan alternatif sebagai berikut : Mengembangkan skema strategic technology partnership,
yang mendorong kolaborasi dan kemitraan antara industri dalam negeri dengan pemilik teknologi dan industri dari luar negeri. Sebagai koordinatornya adalah Kementerian Perindustrian, dengan dibantu oleh Kementerian Ristek dan BPPT. Membentuk Konsorsium teknologi, untuk membangun kekuatan dari hulu. Sebagai institusi penggeraknya adalah BPPT dan Kementerian Ristek. c) Menyiapkan dan menyediakan Fasilitas Pengujian Bersama (Common test facilities), dan mempersiapkan Puspiptek Serpong sebagai Pusat Pengembangan Teknologi dan Industri (Konsep Science Technology Park). Dimana sebagai penggeraknya adalah Kementerian Ristek bersama-sama dengan BPPT dan LIPI. d) Melakukan koordinasi berbagai pihak yang terlibat mulai dari pemerintah, akademisi, industri, maupun komunitas. Salah satu urgensi dari koordinasi ini adalah mengkoordinasikan dukungan dari sisi finansial seperti Pengembangan konsep insentif fiskal/keuangan (misalnya melalui dana USO), yang pada intinya membentuk daya serap pasar di hilir. Kementerian Kominfo memegang peran penting dalam realisasinya, dengan didukung oleh Kementerian Keuangan. Menguatkan skema pendanaan pemerintah untuk penelitian, pengembangan dan perekayasaan. Berkaitan dengan ini, Kementerian Ristek perlu didukung secara aktif oleh Kementerian Keuangan, sebagai bagian dari upaya mengkongkritkan implementasi UU SISNASIPTEK.
Acknowledgment Sebagian dari studi ini merupakan bagian dari Program Dukungan Penelitian dan Pengembangan Perangkat Telekomunikasi Direktorat Standardisasi, Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2010 sampai sekarang. Referensi 1. Azhar Hasyim (Direktur Standardisasi Postel), “Kebijakan Pengembangan WiMAX di Indonesia”, disampaikan pada Seminar BKE-PII Jakarta, 14 Agustus 2008. 2. Irawati, “Kebijakan Pemerintah dan Dukungan Pengembangan Teknologi Terkait BWA dan TKDN Industri”, disampaikan pada Focus Group Discussion Broadband Wireless Access (BWA) Kementerian Ristek, 25 November 2009.