STUDI PERANCANGAN `PROTOKOL` DALAM SISTEM KOMUNIKASI BAWAH AIR DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN AKUSTIK *1
1
Sukirman OMAN , Agoes MASROERI and Arifianto DHANY
2
1
Teknik Sistem dan Pengendalian Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS-Surabaya. *E-mail:
[email protected],
[email protected] 2 Teknik Fisika, Fakultas Teknik Industri, ITS-Surabaya. Abstrak
Monitoring untuk proteksi dan kemanan dari ancaman kapal maupun obyek bawah air lainnya perlu sekali dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan suatu sistem komunikasi tanpa kabel yang tersebar pada posisi strategis dari segi keamanan dan pertahanan sehingga dapat menciptakan sistem pertahanan laut nusantara (SPLN) yang mandiri dan berteknologi. Keunggulan dari teknologi ini adalah memungkinkan dibuat suatu jaringan sensor akustik bawah air yang kemudian informasi yang diperoleh tersebut diolah menjadi sebuah data oleh stasiun darat. Pengiriman informasi dari laut dapat dilakukan dengan menggunakan media radio frekuensi maupun sistem satelit. Pada tesis ini dikembangkan sebuah rancangan protocol sistem komunikasi bawah air yang dapat digunakan sebagai protocol tetap sistem komunikasi bawah air di Indonesia khususnya bagi kepentingan pertahanan laut. Dari studi tersebut kemudian dilakukan uji laboratorium dengan mengambil sampel air laut di beberapa wilayah Indonesia sehingga di dapat frekuensi pembawa yang sesuai dengan kondisi laut Indonesia. Pada akhirnya dilaksanakan perancangan sistem jalur komunikasi bawah air secara digital. Evaluasi kinerja dari hasil rancangan tersebut dilakukan dengan uji coba di kapal-kapal perang TNI AL. Kata Kunci : Sistem Komunikasi Bawah Air, Protocol Siskom, Jalur Komunikasi
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia yang berada diantara 2 (dua) benua besar yaitu Asia dan Australia, menjadikan wilayah laut Indonesia sebagai jalan lalu lintas laut yang selalu ramai dilewati kapalkapal baik komersial mapun militer. Dalam sehari saja tercatat bias mencapai ribuan kapal yang melewati jalur laut ini atau lebih dikenal didunia dengan sebutan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Kondisi geopolitis Indonesia dengan negara-negara tetangga juga membuat keamanan wilayah dan jalur laut menjadi hal yang sangat penting untuk lebih diperhatikan.
Gambar 1. Alur Laut Kepulauan Indonesia
Monitoring untuk proteksi dan kemanan dari ancaman kapal maupun obyek bawah air lainnya perlu sekali dilakukan. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan suatu sistem komunikasi tanpa kabel yang tersebar pada posisi strategis dari segi keamanan dan pertahanan sehingga dapat menciptakan sistem pertahanan laut nusantara (SPLN) yang mandiri dan berteknologi.
Gambar 2. Konsep jaringan sensor (Akyildiz, 2006)
Pada penulisan ini, akan dikembangkan sebuah rancangan sistem komunikasi bawah air yang nantinya dapat digunakan sebagai „protokol‟ tetap sistem komunikasi bawah air di Indonesia khususnya bagi kepentingan pertahanan laut. Evaluasi kinerja dari hasil rancangan tersebut Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9 Desember 2010 D - 95
dapat dilakukan dengan uji coba di kapal-kapal perang TNI AL. 1.2. Perumusan Masalah Langkah awal yang penting dari penelitian ini adalah melakukan sejumlah studi literatur tentang sistem komunikasi dan akustik bawah air. Tahap berikutnya adalah pengujian secara parsial terhadap alat uji tersebut, apakah konstruksi pemasangan transmitter maupun receiver sudah tepat. Disamping itu pula tentu dilakukan pengujian bagaimana propagasi sinyal akustik yang terjadi dalam alat peraga tersebut sehingga dapat dikategorikan mendekati kondisi riil. Tahap yang paling penting dalam penulisan ini adalah dapat menentukan frekuensi pembawa (RF) yang tepat serta frekuensi isiannya yang cocok digunakan di perairan Indonesia. Dengan demikian selanjutnya dapat dibuat suatu protocol tetap sistem komunikasi bawah air di Indonesia. 1.3. Batasan Masalah Batasan masalah digunakan untuk merealisasikan penelitian dalam tesis ini agar nantinya dapat dijadikan sebagai acuan permasalahan yang diselesaikan. Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Pengujian menggunakan sampel air laut di daerah terdekat dengan Surabaya, dengan asumsi bahwa karakteristik perairan Indonesia memiliki kadar garam serta suhu yang sejenis. 2. Penelitian ini tidak mencakup pengujian secara besar di kapal perang yang sedang berlayar, akan tetapi bersifat uji laboratorium dengan beberapa asumsi jarak dan kekuatan pancaran. 3. Penelitian ini dibantu dengan menggunakan software Matlab (Matrix Laboratory) dan beberapa alat ukur seperti Osiloscope, Multitester dll. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Strategi Pertahanan Laut Nusantara Diterimanya konsep negara kepulauan pada konvensi PBB tentang hukum laut pada tahun 1982, di Jamaica yang diratifikasi dengan undang-undang nomor 17 tahun 1985 tentang perairan indonesia, menempatkan indonesia sebagai satu-satunya negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan luas wilayah perairan mencapai hampir 2/3 dari total luas wilayah keseluruhan. Salah satu pilar yang dapat dicermati dan dipergunakan sebagai titik tolak menentukan ke arah mana pembangunan kekuatan TNI AL hendak diwujudkan adalah pilar pertahanan mendalam. Konsepsi pertahanan mendalam pada hakikatnya adalah pertahanan ke depan dengan pengertian bahwa musuh harus dicegat dan dihancurkan di luar tapal batas wilayah nasional. Oleh karena itu medan juang pertahanan ditata dengan urutan sebagai berikut : 1. Medan pertahanan penyanggah. Daerah pertahanan lapis pertama yang berada di luar garis batas ZEEI dan lapisan udara di atasnya. 2. Medan pertahanan utama. Daerah pertahanan lapis kedua mulai dari batas terluar ZEEI sampai dengan batas terluar laut teritorial dan lapisan udara di atasnya. 3. Medan perlawanan akhir. Daerah pertahanan lapis ketiga mulai dari laut teritorial dan wilayah perairan nusantara dan lapisan udara di atasnya. 2.2. Teknik-teknik Komunikasi Akustik Bawah Air Chitre dkk (2008) membahas beberapa teknik komunikasi bawah air dengan membaginya kedalam dua bagian, yaitu mengenai komunikasi bawah air itu sendiri dan jaringan komunikasi bawah air yang selanjutnya dapat melibatkan beberapa objek dan komponen dibawah air untuk dapat saling berkomunikasi. Yang menjadi faktor utama pada teknik selanjutnya dikembangkan adalah bagaimana menentukan suatu teknik yang dapat menghasilkan link yang akurat, mempunyai kecepatan tinggi yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi bawah air (Brady, 1998). Teknik komunikasi multi-carrier pada sistem komunikasi broadband single-carrier adalah salah satu alternatif yang pernah digunakan oleg Frassati dkk (2005). Sistem OFDM (Orthogonal Frequency Divisio Multiflexing) digunakan dengan cara membagi bandwidth yang ada ke dalam -3 sejumlah band yang lebih sempit. Dengan cara ini, Frassati dkk menghasilkan BER < 2.10 Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9 Desember 2010 D - 96
pada jarak sampai 6 km. Penelitian yang terakhir banyak dilakukan adalah dengan menggunakan teknik MIMO (Multiple Input Multiple Output) dan teknik pengkodean waktu dan ruang. Teknik ini dikembangkan antara lain oleh Roy dkk (2004) dan Li dkk (2007). Percobaan dengan menggunakan MIMO-OFDM dilakukan pada AUV (Autonomous Underwater Vehicles) Fest di Panama City, Florida. Teknik ini dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas dengan peningkatan data rate yang dihasilkan. 2.3. Karakteristik dan Pemodelan Kanal Survey mengenai pemodelan kanal yang pernah dilakukan sebelum tahun 2000 telah dilakukan oleh Bjerrum-Niese dan Lutzen (2000). Teori sinar (Ray Theory) digunakan sebagai dasar untuk menentukan pembagian struktur kanal multipath pada sinyal akustik bawah air yang mempunyai frekuensi tinggi untuk komunikasi pada shallow water. Kanal shallow water ini dapat dimodelkan dengan menggunakan model permukaan yang selalu berubah terhadap waktu. 2.4. Propagasi Bawah Air Tiga faktor yang mempengaruhi kecepatan propagasi dalam air adalah kadar garam / salinitas, tekanan / kedalaman dan suhu. Salinitas di perairan terbuka rata – rata konstan, berkisar antara 32 – 38 ppt. Perubahan / penambahan 1 ppt akan merubah / menambah kecepatan suara dalam air hingga mencapai 1,3 meter / detik. Dari ketiga faktor, pengaruh suhu terhadap kecepatan paling menentukan dan signifikan, sedangkan salinitas memberikan pengaruh terkecil terhadap kecepatan suara dalam air. Tekanan selalu dihubungkan dengan kedalaman.
Gambar 6. Ilustrasi faktor-faktor yang mempengaruhi cepat rambat suara dalam air
Hubungan matematis kombinasi faktor – faktor tersebut diatas terhadap kecepatan suara dalam air dirumuskan oleh wilson sebagai berikut : C = 1449 + 4,6T + 0,055T2 + 0,003T3 + (1,39 – 0,0125T) (S – 35) + 0,0178d 3.
Metodologi Penelitian
1.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data percobaan dilakukan mulai bulan Juli – Nopember 2010, mengingat sebagian besar waktu dihabiskan untuk membuat alat uji yang belum tersedia secara khusus. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidrodinamika Departemen Teknik AAL dan Laboratorium Kontrol Departemen Elektronika AAL. Kedua tempat tersebut dipilih karena dekat dengan lokasi kerja penulis yaitu di Akademi Angkatan Laut, disamping itu tidak dikenakan biaya sewa penggunaan laboratorium maupun penggunaan peralatan yang ada dilaboratorium. 1.2. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang ada dapat di gambarkan sebagai berikut :Rancangan dari metodologi penelitian dalam kegiatan ini dapat dijabarkan dalam beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Studi literatur yang terdiri dari : Karakteristik kondisi laut Indonesia; Karakteristik kanal bawah air; Teknik pengolahan sinyal. 2. Disain modul sistem propagasi data sinyal akustik bawah air serta link komunikasi untuk pengiriman pembacaan sensor ke pusat pengolahan informasi. 3. Disain software teknik pengolahan sinyal untuk komunikasi sinyal akustik bawah air berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9 Desember 2010 D - 97
4. Evaluasi teknik pengolahan sinyal dengan mensimulasikan kanal dan noise berdasarkan model dan karakteristik sinyal dan noise menggunakan komputer, serta mensimulasikan model sistem komunikasi yang telah didisain. 5. Melakukan uji coba dengan menggunakna alat uji yang telah dibuat dengan mencatat semua hasil yang didapat dalam percobaan. 6. Melakukan analisa dari hasil percobaan sehingga nantinya didapat sebuah kesimpulan dari penelitian ini. 1.3. Analisa Data Rancangan alat uji yang diharapkan dalam dalam ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 7. Ilustrasi Rancangan Alat Uji
Untuk merangkum jenis dan sumber akustik yang akan diukur dan diteliti serta informasi dan pengetahuan yang diharapkan diperoleh dari tesis ini, adalah sebagai berikut :
No 1 2 3
Tabel 2. Sumber akustik yang akan diukur dan informasi yang diperoleh Sumber akustik Informasi Modulasi Gelombang Pembawa Intensitas, Besaran Frekuensi, Reduksi Pembangkit Sumber Akustik Intensitas, Besaran frekuensi Data Informasi Voice, Angka dan Text, Gambar
4. Pembahasan 4.1. Ortogonal Frekuensi Division Multiplexing (OFDM) Modulasi dalam bentuk OFDM telah digunakan dalam beberapa sistem nirkabel broadband melalui saluran radio. Dengan mengimplementasikan modem akustik OFDM yang mentransmisikan data digital melalui propagasi suara. Kami menemukan bahwa saluran air desain sinyal jauh lebih kompleks dibandingkan dengan saluran udara, dan dibutuhkan analisa yang cermat untuk transmisi bawah laut. Dengan kemampuan komunikasi dua arah, Percobaan ini memberikan alat chatting online sederhana antara dua komputer yang mengandalkan pada akustik link. Indeks Ketentuan OFDM, transmisi multicarrier, komunikasi bawah air dengan metode akustik. Sarana komunikasi yang ideal untuk jenis pemantauan ekstensif adalah sistem jaringan bawah air sensor terdistribusi nirkabel, disebut sebagai Underwater Wireless Sensor Nirkabel (UWSN). Komunikasi bawah laut yang koheren ini bergantung pada transmisi single-carrier serial dan komunikasi bawah laut media akustik. Sebagai peningkatan kecepatan data, simbol, dan jaringan saluran bawah air yang berisi saluran pembagi dalam discretetime baseband model (mudah di urutan beberapa ratus pembagi). Hal ini menimbulkan tantangan besar bagi saluran equalizer. Penerima kompleksitas akan mencegah laju peningkatan yang signifikan dengan pendekatan yang ada. 4.2. Demontrasi / Percobaan Kami mendemonstrasikan komunikasi bawah air dengan metode akustik memiliki dua pengaturan. Bentuk pengujian ini (dalam Gambar. 9), suara bawah laut dan hidrofon digunakan sebagai pemancar dan masing-masing penerima perangkat. Sebuah respon kanal khas impuls ditunjukkan pada gambar selanjutnya di mana kita jelas melihat efek dengung. Jalur terakhir Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9 Desember 2010 D - 98
adalah sekitar 37 meter lebih panjang dari yang pertama, panjang tangki air 2 meter, lebar 0,5 meter dan 0,5 meter. Oleh karena itu, sinyal ditransmisikan kembali dan keempat permukaan keras tangki air setiap saat. Kita juga bisa melihat redaman amplitudo terkait dengan setiap bouncing.
Gambar 8. Komunikasi udara
Gambar 9. Komunikasi bawah air
5. Uraian Demonstrasi 5.1. Dasar OFDM Aplikasi Broadband telah mengenakan tantangan besar bagi carrier konvensional transmisi tunggal, sebagai saluran selektivitas frekuensi yang kuat guna mencegah saluran pemerataan efektif untuk menghapus pengantar-simbol-gangguan (ISI). Teknik Multi-carrier membagi persediaan bandwidth ke sejumlah besar subband tumpang tindih, sehingga durasi simbol lebih lama dibandingkan dengan multipath penyebaran saluran. OFDM merupakan implementasi multi-carrier yang efisien berbasis pada Fast-Fourier-Transform (FFT). Pertimbangkan transmisi OFDM melalui saluran frekuensi selektif, yang dijelaskan oleh diskrit-waktu baseband jam t impulse response vektor: = [h (0),. . . , h (L)] , dengan berdiri L untuk urutan saluran. Respon saluran impuls mencakup dampak transmitreceive filter dan multipath fisik. OFDM mengubah saluran ISI ke subchannels ISI bebas paralel dengan keuntungan sebesar respons frekuensi saluran nilai pada grid FFT. Secara khusus, biarkan K menunjukkan jumlah subcarrier dalam sistem OFDM, x (p) sebagai ditransmisikan simbol pada subcarrier PTH, y (p) sebagai simbol diterima pada subcarrier PTH, input-output kanal setara Hubungan dapat dijelaskan oleh: Dimana v (p) singkatan dari noise Gaussian, dan H (p) adalah frekuensi tanggapan saluran pada subcarrier PTH:
Channel pemerataan sebesar inversi scalar :
Kompleksitas pemerataan tidak tergantung pada panjang saluran. Justru karena adanya saluran yang sangat-dispersif kompleksitas perimbangan rendah, OFDMtelah memenang dalam beberapa sistem broadband nirkabel. Mereka termasuk digital penyiaran audio / video (DAB / DVB) standar di Eropa, kecepatan tinggi digital subscriber line (DSL) modem di Amerika, sistem televisi digital kabel, dan area lokal LAN nirkabel. 5.2. Transceiver Desain Diagram Pemancar ditunjukkan pada Gambar 10. Kami menggunakan antarmuka grafis pengguna untuk memasukkan beberapa pesan teks. Data biner ini kemudian disisipkan dan dikodekan dengan sederhana, pengulangan kode untuk mengoreksi kesalahan. Data kode ini dipetakan ke QPSK (quadrature phase-shift keying) simbol. Aliran simbol dipartisi menjadi blokblok, dan setiap blok adalah modulasi OFDM. Selama modulasi OFDM, kita masukkan pilot simbol di setiap subcarrier yang memudahkan saluran estimasi pada penerima untuk demodulasi koheren. Diagram penerima ditunjukkan pada Gambar. 11. Penerima pertama berlaku bandpass filtering Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9 Desember 2010 D - 99
pada aliran data yang masuk, untuk mencari dimana data yang berguna melalui menerima data dengan urutan template sinkronisasi. Setelah penerima telah menemukan paket data yang berguna, downshifts sinyal passband untuk baseband. Kemudian memperkirakan frekuensi pembawa offset (CFO) untuk memperbaiki setiap ketidaksesuaian operator antara pemancar dan penerima, seperti yang akan diuraikan dalam Bagian IV-B. Setelah kompensasi CFO, kita bergantung pada pilot nada untuk memperkirakan respons frekuensi saluran. Dengan demodulasi yang melekat pada setiap subcarrier OFDM, kita membaca sandi pengulangan, pengkodean menggunakan gabungan rasio maksimum. Penerima akhirnya menggunakan bitbit biner dari QPSK simbol dan menghasilkan pesan teks. 5.3. Graphic User Interface (GUI) Ada dua GUI, satu untuk pemancar dan satu untuk penerima. Antarmuka ini memungkinkan untuk parameter konfigurasi dasar seperti : Jumlah subcarrier OFDM, Frekuensi pembawa Pertama, Guard waktu antara paket data, Sinkronisasi urutan durasi, Pusat frekuensi untuk urutan sinkronisasi, Bandwidth sinkronisasi urutan, Jeda waktu antara urutan sinkronisasi dan data paket pertama, Jumlah paket per transmisi, Pengulangan coding rate dan Jumlah saluran tepi dinonaktifkan. Penerima memiliki beberapa parameter tambahan termasuk korelasi ambang, pemicu amplitudo dan saluran panjang. Penerima juga memberikan pengguna pilihan untuk memeriksa kesalahan bit rate dan merencanakan setiap grafik estimasi kanal selama proses estimasi CFO. 5.4. Paket Formasi Pesan-pesan teks yang diketik memiliki panjang yang berbeda, sedangkan paket memiliki panjang tetap. Oleh karena itu, jumlah paket yang berbeda mungkin diperlukan untuk pesan yang berbeda. Untuk membuat pesan otomatis transmisi, kami merancang format paket sebagai berikut. Urutan biner yang diciptakan oleh pemancar terdiri dari data teks bersama dengan 2 bit metadata (bit administratif) di akhir. Bit-bit metadata yang dikenal sebagai paket parsial bit dan masing-masing bit kelanjutan. Dalam hal ini, sebelas tambahan bit harus ditambahkan sebelum bit paket parsial untuk mengidentifikasi panjang data yang berguna (dan di mana berarti data dimulai). Format data biner dalam sebuah paket dapat dilihat pada Gambar. 12.
Gambar. 12 Format Data
Pada akhir pemancar, maksimum panjang data menentukan apa yang bit metadata tetapkan. Jika panjang data biner sama dengan panjang data maksimum minus dua, maka pemancar akan menetapkan kedua bit metadata ke nol. Jika panjang data biner lebih besar dari maksimum data diijinkan panjang minus 2, pemancar akan mematahkan data ke dalam beberapa transmisi, mengatur paket bit parsial ke nol, dan bit kelanjutan ke satu. Jika panjang data kurang dari panjang data maksimum minus tiga belas, berarti data ditambahkan ke akhir urutan. Mengidentifikasi sebelas bit berarti ditambahkan ke akhir data dan paket bit parsial diatur ke satu sementara bit kelanjutan diatur ke nol. Intinya untuk menempatkan berarti data dalam paket parsial (sebagai lawan hanya angka nol) adalah untuk memastikan bahwa rasio puncak ke-rata-rata dari OFDM simbol secara acak. 6. KESIMPULAN 6.1. Air vs Udara Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa saluran air di dalam tangki air telah signifikan lebih lama dibandingkan dari saluran udara. Kami memotong saluran udara pada Gambar. 1 untuk memiliki L1 = 60 saluran tap dalam model baseband diskrit-waktu, sementara kami menggunakan L2 = 350 saluran keran untuk saluran air pada Gambar. 2. Dalam hal ini proyek, kami mengatur bandwidth sinyal yang akan B = 11,25 kHz, menduduki band ~ 10 kHz 21,25. Penyebaran delay sehingga L1 / B = 5,3 ms untuk saluran udara, dan L2 / B = 31,1 ms untuk saluran air. Panjang saluran memiliki dampak yang signifikan pada desain sinyal. Untuk sinyal OFDM dengan subcarrier K, kita telah menggunakan K / 4 pilot dering untuk estimasi kanal. Untuk memastikan keberhasilan estimasi kanal, kita harus membiarkan K / 4> L. Di bawah laut kasus, kami telah menetapkan K = 2048 sehingga transmisi bisa didapatkan Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9 Desember 2010 D - 100
melalui, sedangkan di udara kami telah mencoba berbagai konfigurasi K = 256, 512, 1024, 2048 dan setiap kasus bekerja dengan baik. 6.2. Ketidak sesuaian Sampling Rate Pemancar dan penerima menggunakan soundcard untuk konversi digital-ke-analog dan analogke-digital. Perbandingan antara tingkat sampling dari transmitter dan penerima dapat menyebabkan gelombang kompresi sedikit. Hal ini mirip dengan Efek Doppler ketika ada gerakan relatif antara pemancar dan penerima. Kita mengamat pergeseran Doppler dalam jarak 1-5 Hz dalam pita sinyal dalam percobaan kami. Anggaplah bahwa pergeseran Doppler adalah 3 Hz pada frekuensi 15 kHz. Ini berarti a = 3/15000 = 2·10-4. Soundcard yang beroperasi pada nominal sampling frekuensi 44,1 kHz. Nilai a =2.10 -4 bisa datang dari mismatch tingkat 8,82 Hz antara pemancar dan penerima. Hal ini terlihat sangat memadai untuk perangkat sederhana yang kami gunakan. Dengan bandwidth sebesar 11,25 kHz, jarak subcarrier adalah :
Dengan frekuensi Doppler dalam kisaran 1 sampai 5 Hz, kami udara-ke-udara transmisi masih berhasil bila K 256 = dan K = 512. Tapi ketika K 1024 = dan K = 2048, yang Doppler frekuensi tidak dapat diabaikan dibandingkan dengan subcarrier spasi, dan Intercarrier gangguan yang cukup (ICI) mengarah pada rendahnya penerimaan kinerja. Ketika K adalah besar, pergeseran Doppler perlu secara eksplisit kompensasi. Untuk tujuan ini, kita memperlakukan pergeseran Doppler seolah-olah itu karena frekuensi pembawa offset (CFO) antara pemancar dan penerima. Proses menghapus CFO adalah salah satu yang iteratif, dengan menggunakanmenebak dan check-metode.The penerima berjalan melalui berbagai nilai yang mungkin CFO pada langkah ukuran 0,1 Hz. 6.3. Continuous Penerima Hal ini diinginkan untuk penerima untuk terus memantau sinyal masuk, sehingga pemancar dapat mengirimkan setiap waktu. Namun, ini sulit dengan fungsi waverec di Matlab: Matlab ketika merekam, buffer rekaman tidak dibaca oleh pengguna. Penerima harus berhenti merekam untuk menganalisis apa yang telah diambil, maka hilang masuk sinyal selama waktu pemrosesan. Kami memecahkan masalah ini melalui menggunakan Data Acquisition Toolbox (DAQ) untuk Matlab. The DAQ terus menerus dapat memantau data. Kami menetapkan pemicu amplitudo untuk DAQ masukan sebagian data dalam buffer untuk Matlab. Setelah memicu sebuah diaktifkan, penerima menjalankan algoritma sinkronisasi menentukan apakah data yang masuk berisi beberapa berguna data. Jika ya, mengaktifkan modul data Demodulation tersebut. Jika tidak, itu membuang data yang masuk dan menunggu pemicu berikutnya. Singkatnya, dengan toolbox akuisisi data, penerima kami menjalankan dalam mode kontinyu untuk penerimaan data. 6.4. Komunikasi Dua Arah The testbeds pada Gambar. 8 dan 9 hanya dilakukan satu arah komunikasi: hanya ada satu pasang speaker dan mikrofon. Kami baru menaikkan. Seperti ditunjukkan dalam Gambar. 8, ada dua pasang speaker dan mikrofon, satu pasang melaksanakan link ke depan dan yang lain untuk mundur link. Kedua penerima menjalankan dalam modus terus menerus, dan dapat mengirim pada setiap saat ketika pesan yang diketik. Pada dasarnya, ini testbed memungkinkan online chatting antara dua komputer mengandalkan pada link akustik 7. [1]
[2]
Daftar Pustaka Akylidiz, I.F., Pompili, D. And Melodia, T., State of the Art in Protocol Research for Underwater Acoustic Sensor Network. In Proceedings of ACM International Workshop on Underwater Network (WUWUNet) Los Angeles, CA, Sept 2006 Bjerrum-Niese, C. And R. Lutzen, “Stochastic Simulation of Acoustic Communication in Turbulent Shallow Water”, IEEE Journal of Oceanic Engineering, Vol. 25, No. 4, page. 523532, 2000 Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9 Desember 2010 D - 101
[3]
[4]
[5] [6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11] [12]
[13]
[14] [15]
[16]
[17]
Braddy, D. And Preisig, J.C., Underwater Acoustic Communications, in Wireless Communications : Signal Processing Perspectives, H.V. Poor and G. W. Wornell, Ed., Prentice Hall, New Jersey, 1998 Chitre, M., Shahabudeen, S. And Stojanovic, M., “Underwater Acoustic Communications and Networking : Recent Advances and Future Challenges”, Marine Technology Society Journal, Vol. 42, No. 1, page 103-116, Spring 2008 Clay, C. S., and Medwin, H., Acoustical Oceanography : Principles and Aplications, John Wiley & Sons, Inc., Canada, 1977 Cui, J.H., Kong, J., Gerla, M. And Zhou, S., Challenges : Building Scalable Mobile Underwater Wireless Sensor Networks for Aquatic Applications, IEEE Network, Special Issue on Wireless Sensor Networking, Vo. 20, 2006 Frassati, F., C. Lafon, P.A. Laurent and J.M. Passerieux, “Experimental Assessment of OFDM and DSS Modulations for use in Littoral Waters Underwater Acoustic Communications”, Oceans, 2005 Heidemann, J., et.al., Research Challenges and Applications for Underwater Sensor Networking. In Proceedings of the IEEE Wireless Communications and Networking Conference, page 228-235. Las Vegas, Nevada, USA. IEEE. April 2006 Ibrahim, S., Cui, J.H., Ammar, R., Surface-Level Gateway Deployment for Underwater Sensor Networks, IEEE Military Communications Conference, 2007. MILCOM 2007, page 1-7, 29-31 Oct. 2007, Orlando, FL, USA Jurdak, R., Ruzzelli, A.G., O‟Hare, G.M.P., and Lopes, C, V., “Mote-based Underwater Sensor Network : Opportunities, Challenges, and Guidlines”‟ Telecommunication System Kournal (Kluwer Publisher), February, 2008 Li, B., Zhou, S., Stojanovic, M., Freitag, L., Huang, J. And Willet, P. “MIMO-OFDM Over and Underwater Acoustic Channel”, OCEANS‟07, Vancouver, Canada, 2007 Roy, S., Duman, T., Ghazikhanian, L., McDonald, V., Proakis, J. And Zeider, J., “Enhanced Underwater Acoustic Communications Performance Using Space-Time Coding and Processing”, Ocean‟04, MTS/IEEE, 2004 South, A.J. “Voice Recognition in Adverse Aircraft Cookpit Environment”‟ AGARD Conference Proceeding : Audio Efectiveness in Aviation, Copenhagen, Denmark, June 1997, page 34 Stojanovic, M., “Acoustic (Underwater) Communications”‟ Entry in the Wiley Encyclopedia of Telecommunications, John G. Proakis, Ed., John Wiley & Sons, Canada, 2003. Stolkin, R., Radhakrisnhnan, S., Sutin, A., Rountree, R, Passive acoustic detection of modulated underwater sounds from biological and anthropogenic sources, Oceans‟2007, Vancouver, Canada, 2007 Voigt, T., et.al., Sensor Networking in Aquatic Environments – Experiences and New Challenges. In : Second IEEE International Workshop on Practical Issues in Building Sensor Networking Applications, 15-18 Oct 2007, Dublin, Ireland Waite, A.D., SONAR for Practising Engineers, John Wiley & Sons, England, 2005
Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9 Desember 2010 D - 102