ANALISIS MODEL PROPAGASI BELLHOP PADA PENGIRIMAN SINYAL AKUSTIK BAWAH AIR Tri Hardi Wijaya – 2206 100 002 Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 Abstrak - Dewasa ini, pengiriman informasi dengan media air sedang berkembang dalam dunia kelautan.Teknologi yang dikenal dengan sebutan underwater acoustic merupakan jawaban atas tantangan terhadap keterbatasan kemampuan pengiriman sinyal informasi pada media air. Gelombang elektromagnetik yang merambat pada media air mengalami redaman yang sangat besar. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan sinyal akustik sebagai pembawa informasi. Sinyal akustik yang berpropagasi dalam media air akan mengalami redaman-redaman yang diakibatkan oleh pengaruh kecepatan, massa jenis, temperature, dan densitas. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui karakteristik sinyal dan karakteristik kanal propagasi yaitu model propagasi Bellhop.Bellhop merupakan kodel propagasi yang berdasarkan pada metode ray tracing khususnya Gaussian Beam Tracing yang bersifat range dependent. Sinyal akustik akan berpropagasi dengan menggunakan sifat-sifat cahaya yaitu dipantulkan dan dibiaskan. Simulasi dari model propagasi Bellhop dilakukan dengan menggunakan Toolbox ActUp v2.21.berdasarkan hasil simulasi didapatkan karakteristik sinyal akustik yang cocok untuk model propagasi Bellhop, yaitu : jarak yang dapat dicapai relatif dekat sekitar 50km dengan transmission loss yang dialami sebesar 80 dB untuk frekuensi 1000 Hz untuk selat Madura.
Kode BELLHOP merupakan suatu kode propagasi yang berdasarkan pada model ray theory yang berdasarkan Gaussian beam yang digunakan untuk memodelkan secara matematis saluran yang digunakan untuk mengirimkan sinyal akustik sebagai media pembawa informasi dalam sistem komunikasi wireless di bawah laut. Persamaan Gaussian beam ini berguna untuk memodelkan keadaan yang range dependent, yaitu keadaan dimana parameterparameter mempengaruhi propagasi sinyal akustik tersebut nilainya berubah seiring dengan bertambahnya jarak dari sumber.
I.
2.2 Persamaan Dasar Akustik Persamaan model propagasi akustik didapatkan dari persamaan gelombang yang bergantung terhadap waktu (time independent). Bentuk persamaan diferensial partial time independent adalah sebagai berikut [2] : 2.2 1 Ф Ф
PENDAHULUAN Komunikasi wireless bawah air memiliki karakteristik yang berbeda dengan prinsip komunikasi wireless dengan menggunakan medium udara. Hal ini dikarenakan karakteristik kanal yang digunakan (air) memiliki batasan-batasan tertentu yang mempengaruhi kinerja kanal.Jenis gelombang yang paling cocok digunakan adalah gelombang akustik.Salah satu karateristik gelombang akustik adalah dapat mecapai jarak yang jauh namun memiliki kecepatan dan bandwidth yang terbatas.Untuk mencapai kinerja yang optimal, kita dapat memodelkan propagasi sinyal komunikasinya agar dapat mencapai batasan-batasan tertentu.Salah satunya adalah dengan menggunakan model propagasi dengan kode BELLHOP.
II. TEORI PENUNJANG 2.1 Akustik Bawah Air Akustik bawah air merupakan suatu metode propagasi sinyal informasi di bawah air (laut) dengan menggunakan gelombang suara.Kecepatansuaradidalamairlautadalah salah satu penentu perilakutransmisisuaradibawah air.Kecepatansuaradaripermukaan lautsampaidasarlautsangatbervariasi.Secaraempiris kecepatan suara (c) merupakan fungsi dari temperatur (T), salinitas (S), dan kedalaman (z) [1].Kecepatansuaraa ka n bervariasitergantungpadalok asigeografisnya. 2.1 1448.96 4.591 5.304 10 2.374 10 1.34 35 1.630 10 1.675 10 1.025 10 35 7.139 10 [1]
dimana
: operatorLaplacian !
"
"#
$ !
"
"%
$ !
"
"&
$'
Φ : fungsi potensial t: waktu [sekon] Penyederhanaan persamaan ini melibatkan solusi harmonis (gelombang kontinu dengan frekuensi tunggal) untuk mendapatkan persamaan Hemholtz yang tidak bergantung terhadap waktu
1
(time-independent). Solusi harmonis tersebut diasumsikan sebagai fungsi potensial 2.3 Φ () *+, dimana ø merupakan fungsi potensial yang tidak bergantung terhadap waktu (time independent) dan ω merupakan frekuensi sumber . Sehingga persamaan gelombang tersebut dapat disederhanakan menjadi 2.4 ( -( 0 Dimana k = ω/c = 2π/λ adalah nomor gelombang dan λ adalah panjang gelombang. 2.3 Model Propagasi Bellhop Model propagasi bellhop merupakan suatu metode yang efektif untuk penerapan propagasi pada medium nonhomogen pada lautan.Sinyal akustik ditransmisikan melalui medium air laut dengan beberapa macam path.Path yang digunakan bergantung pada karakteristik kecepatan suara pada kolom air laut yang digunakan sebagai saluran transmisi dan posisi relatif penerima terhadap sumber suara. Path tersebut yaitu direct path, surface duct, bottom bounce, convergence zone, deep sound channel dan reliable accoustic path[3]. Hal ini memungkinkan adanya pemakaian kombinasi dari beberapa path dalam teknik propagasi ray tracing. Persamaan Gaussian Beam Tracing diawali dengan menggunakan persamaan Helmholtz sebagai berikut: 2.5 . / - / 0 Dimana :/0, 2 30, 2) *+45 P = daya [watt] U(s,n) merupakan fungsi amplitude dan 60 merupakan delay propagasi [4]. Dengan memasukkan nilai P ke persamaan Helmholtz maka akan didapatkan persamaan[5], 2.6 0 ? A0 /0, 2 8 exp > 2 @ B exp ?@60 9 :0 2 :0
C1 C2 ; A0 1 DEFGHI J)HF 1 :0 0 0 ?L 20 L @MC 1 60 N O0 0 Keterangan : N = jarak antar ray [m] s = panjang ray [m] α = sudut take-off [radian] p(s) , q(s) , L = konstanta 60 = delay propagasi[s] Dimana : 20
2.4
Perhitungan Transmission Loss Perhitungan transmission loss dipengaruhi oleh tekanan suara yang terjadi pada suatu titik yang diakibatkan oleh ray yang melintas pada titik tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung transmission lossyaitu :
P 20 log
TU TV
2.7
[2]
Dimana : TL= transmission loss [dB] P0=tekanan suara pada jarak 1m dari sumber P1= tekanan pada targetataupenerima 2.4.1
Coherent Transmission Loss Perhitungan besarnya transmission loss melibatkan semua ray path yang melintas pada suatu titik dalam medium. Dengan kata lain, setiap ray path yang melintas pada suatu medium akan berkontribusi terhadap besarnya tekanan pada bidang tersebut bergantung pada intensitas dan fase pada saat tersebut. Perhitungan tekanan total dengan menjumlahkan besarnya tekanan yang diakibatkan oleh masing-masing ray path [2]. Y5,Z 2.8 /0, 2 W /X 0, 2 X[
Dimana : \0, 2 = jumlah ray path yang ada /X 0, 2 = tekanan yang diakibatkan oleh ray path yang ada. 2.4.2
Incoherent Transmission Loss Metode ray tracing merupakan metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan untuk frekuensi tinggi (500 Hz – 2000 Hz)yang mana frekuensi tinggi dalam metode selain ray tracing kurang praktis untuk digunakan. Akan tetapi, pada frekuensi tinggi, pola interferensi menjadi kurang stabil, Karena pada frekuensi tinggi diperlukan informasi tentang environment yang lengkap.Perhitungan incoherent transmission loss (dengan mengabaikan pengaruh fase) adalah: Y5,Z
/
2.9
/0, 2 ] W ^/X 0, 2^ _ X[
2.4.3
Semicoherent Transmission Loss Pada perhitungan incoherent transmission loss didapatkan hasil perhitungan tekanan yang lebih merata untuk semua frekuensi. Namun dalam berbagai aplikasi praktis diperlukan penyelesaian dengan mengambil titik tengah dengan mempertahankan hal-hal yang tidak sensitif terhadap kondisi detail environment tetapi menghasilkan fitur yang rapi yang tidak dapat diprediksikan [2]. Hal tersebut diselesaikan dengan menggunakan perhitungan semicoherent transmission loss. Y5,Z
/
/0, 2 ] W ab^/X 0, 2^ _ X[
2.10
W(θ) merupakan fungsi bayangan amplitude yang merupakan fungsi dari sudut take-off. Fungsi dari
2
W(θ) yaitu untuk membangkitkan Lloyd-mirror yang berada dekat sumber.nilai dari W(θ) yaitu, 2.11 III. PEMODELAN dan SIMULASI Simulasi menggunakan MATLAB toolbox Actup v.2.21.Setelah didapat data-data, langkah selanjutnya yaitu menjalankan toolbox simulasi.Yang pertama dilakukan yakni pembuatan environment yang dilanjutkan dengan memasukkan nilai-nilai pada bagian code dependent dan code independent.Apabila data telah dimasukkan semua, simulasi dilakukan dengan menjalankan fungsi run propagation. Hasil dari simulasi akan ditampilkan dengan bantuan gambar. Data-data kedalaman, salinitas, kecepatan suara, dan temperature air laut didapatkan dari data World Ocean Atlas NOAA. Khusus untuk selat Madura, data kedalaman didaptkan dari peta milik dinas hidro-oseanografi TNI-AL. Gambar 3.1 merupakan gambar lokasi yang digunakan sebagai media propagasi. Gambar 3.1 (a) merupakan lokasi selat Madura dan Gambar 3.1 (b) merupakan lokasi laut Sulawesi.Masing-masing lokasi media propasi memiliki bentuk bathymetry yang berbeda-beda, karena selat Madura termasuk jenis laut dangkal dan Sulawesi termasuk jenis laut dalam. Gambar 3.2 (a) merupakan bathymetry untuk selat Madura dan Gambar 3.2 (b) merupakan bathymetry laut Sulawesi.
(a)
(b) Gambar 3.1 Lokasi media propagasi
Pada bab ini akan dibahas hasil-hasil dari simulasi yang telah dijalankan dari Toolbox ActUP. Hasil yang didapatkan dari simulasi antara lain :Ray path, Amplitude delay, Coherent transmission loss, Incoherent transmission loss, dan Semicoherent transmission loss. Simulasi ini menggunakan 3 frekuensi yaitu : 500 Hz, 750 Hz, dan 1000 Hz. Source diletakkan pada kedalaman 10m, 15m, dan 20m.Pada tugas akhir ini analisis data di selat Madura akan dibandingkan dengan hasil simulasi di laut Sulawesi. 4.1 Ray Path Ray path merupakan gambaran bagaimana ray merambat dalam media propagasi.Ray path merupakan parameter yang bersifat frekuensi independent sehingga bentuk dari ray path untuk semua frekuensi adalah sama. Yang membedalan bentuk ray path yaitu sound speed profile. Dalam simulasi ray path ini digunakan frekuensi 1000 Hz. Data yang didapatkan dari hasil simulasi dapat ditunjukkan oleh gambar 4.1.Gambar 4.1a menunjukkan bentuk ray path yang dihasilkan oleh source pada kedalaman 10m. Gambar 4.1bmenunjukkan bentuk ray path yang dihasilkan oleh source pada kedalaman 15m. Gambar 4.1c menunjukkan bentuk ray path yang dihasilkan oleh source pada kedalaman 20m. Ketiga gambar tersebut menunjukkan bahwasannya pada selat Madura, rayakan berpropagasi dengan jenis path surface duct, yang artinya, ray akan merambat pada permukaan laut saja. Hal ini disebabkan karena gradien sound speed profile yang digunakan bernilai positif sehingga ray akan berpropagasi dengan arah propagasi ke atas. Perbedaan antara ketiga gambar diatas yaitu tingkat kerapatan dari ray path yang melintas. Tingkat kerapatan ray path yang dihasilkan bergantung pada sudut take-off pada source. Semakin besar sudut pancaran dari ray, dengan jumlah ray yang dipancarkan sama, jarak antara ray yang berdekatan akan semakin jauh, sehingga nilai kerapatan ray akan berkurang. 4.2 Delay Ray pathakan berpropagasi dari sumber menuju ke penerima. Waktu yang digunakan untuk berpropagasi disebut dengan delay.Pada gambar 4.2, delay yang dialami oleh ray path, semakin besar seiring dengan bertambahnya jarak dengan sumber. Parameter yang mempengaruhi besar kecilnya delay yang dialami tiap ray path adalah panjang ray path. Dimana panjang ray path berbanding lurus dengan jarak dari sumber, semakin jauh jarak dari sumber maka akan semakin besar panjang dari ray path.
(a) (b) Gambar 3.2 Bathymetry yang digunakan IV. ANALISA DATA dan PEMBAHASAN
3
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1ray path
Gambar 4.2 Delay pada kedalaman 10m 4.3 Transmission Loss Besar kecilnya transmission loss yang terjadi dipengaruhi oleh jarak suatu titik dari sumber, kecepatan suara, frekuensi dan sudut take-off yang digunakan. Saat jarak suatu titik semakin jauh, maka
(a)
(b)
transmission loss yang terjadi juga akan semakin besar. Hal tersebut terlihat pada gambar 4.3.Pada titik yang dekat dengan sumber, transmission loss berkisar antara 50 dB hingga 60 dB (Gambar 4.3c), semakin jauh dari sumber maka pelemahan yang terjadi semakin besar sehingga transmission lossyang terjadi semakin besar.Pada jarak 50 km, transmission loss yang terjadi sebesar 90 dB. Sehingga semakin besar frekuensi yang digunakan, maka akan semakin kecil transmission loss yang dialami. Pada Gambar 4.3, frekuensi 1000 Hz dapat mencapai jarak yang lebih jauh untuk transmission loss sebesar 90 dB daripada frekuensi 500 Hz dan 750 Hz.Transmission loss dapat diperkecil dengan memperkecil sudut take-off. Karena, dengan semakin kecil sudut take-off maka jarak antar ray menjadi semakin sempit.Ray menjadi dapat terfokus pada suatu daerah. Pada Gambar 4.4c, transmission loss yang terjadi terlihat stabil pada jarak 0km hingga 50 km sebesar 90 dB akan tetapi untuk frekuensi 500 Hz dan 750 Hz tidak begitu stabil. Pada jarak 50 km, transmission loss yang terjadi untuk frekuensi 500 Hz dan 750 Hz berkisar 100 dB . Pada bab. 2 dijelaskan jika ada 3 macam transmission loss yang terjadi pada model propagasi Bellhop, yaitu Coherent Transmission Loss , Incoherent Transmission Loss, Dan Semicoherent Transmission Loss. Incoherent transmission loss menghilangkan pengaruh fase dalam perhitungan transmission lossnya selain itu pengaruh dari LlyoD mirror juga dihilangkan, sehingga akan didapatkan plot gambar yang lebih rata. Perbedaan antara Coherent Transmission Loss dan Incoherent Transmission Loss dapat dilihat pada Gambar 4.5 Parameter-parameter yang digunakan yaitu frekuensi 1000 Hz dan sudut take-off 0.350. Pada gambar 4.5b didapatkan hasil yang tidak terlalu detail jika dibandingkan dengan gambar 4.5a. saat loss pada coheret transmission loss sebesar 90 dB hanya sampai jarak 50 km dari sumber.Incoherent transmission loss menghasilkan transmission loss yang sama pada jarak yang lebih jauh, yakni hingga 100km. hal ini disebabkan oleh pengaruh dari fase yang dihilangkan.
(c)
Gambar 4.3. Perbandingan Transmission Loss Berdasarkan Frekuensi
4
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.4. Perbandingan Transmission Loss Berdasarkan Sudut Take-Off
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.5. Perbandingan Coherent, Incoherent, Dan Semicoherent Transmission Loss \ Kekurangan dari incoherent transmission loss adalah kurang telitinya dalam perhitungan transmission loss sehingga tidak dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Namun, keuntungannya yaitu besarnya transmission loss lebih stabil dengan kata lain dapat diprediksikan. Untuk menggambarkan kondisi media propagasi yang mendekati kondisi real, semicoherent transmission loss dapat digunakan.Semicoherent transmission loss pada dasarnya sama dengan incoherent transmission loss namun pengaruh dari Llyod-mirror dimasukkan dalam perhitugan sehingga hasil yang didaptkan merupakan perpaduan dari coherent transmission loss dan incoherent transmission loss. Gambar 4.6 Transmission Loss Matematis 4.4 Perhitungan Matematis Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan,dapat diketahui parameter-parameter yang paling baik untuk model propagasi Bellhop untuk selat Madura. frekuensi yang cocok untuk model propagasi bellhop yakni 1000Hz dengan sudut take0ff 0.350. Simulasi dengan menggunakan Toolbox ActUp tidak dapat mengetahui transmission loss yang dialami oleh masing-masing ray path sehingga diperlukan perhitungan tersendiri untuk mengetahuinya. Gambar 4.4 menunjukkan transmission loss yang dialami oleh satu ray path saja dengan parameter yang digunakan yaitu frekuensi 1000 Hz dan sudut take-off 0.350. Hasil perhitungan secara matematis menghasilkan kurva yang hampir sama dengan hasil yang didapatkan dari hasil simulasi. Pada jarak yang dekat dengan sumber, transmission loss yang dialami sebesar 30 dB yang akan meningkat secara eksponensial. Pada jarak 50km transmission loss yang dialami sebesar 85 dB.
4.5 Perbandingan Selat Madura Dan Laut Sulawesi Karakteristik kanal propagasi pada laut dangkal berbeda dengan karakteristik pada laut dalam. Factor-faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut antara lain : kedalaman laut, kecepatan suara, dan densitas. Kedalaman laut Madura yang hanya berkisar 30m hingga 500m saja (Gambar 3.2a) berbeda dengan kedalaman laut Sulawesi yang berkisar 1300m hingga 2600m (Gambar 3.2b). semakin dalam kondisi laut maka sinyal suara akan lebih bebas dalam berpropagasi. Gambar 4.7 menunjukkan bentuk ray path yang dihasilkan pada laut Sulawesi dengan kedalaman sumber 500m. Ray path dapat berpropagasi hingga kedalaman 2000m.Gambar 4.7b menunjukkan hasil yang sangat berbeda dengan Gambar 4.1, karena pada Gambar 4.1ray path hanya berpropagasi hingga kedalaman 30m saja dan tidak mengalami pantulan pada dasar laut. Gambar 4.1 mengalami pantulan pada permukaan laut yang tidak dialami oleh ray path
5
pada Gambar 4.7b. Pada Gambar 4.7b, berkas-berkas ray terlihat menjadi satu dan tidak menyebar seperti pada berkas-berkas ray pada Gambar 4.1. kumpulan berkas-berkas ray membentuk ray path yang sangat teratur dengan jarak antar ray yang sang kecil. Akibat jarak antar ray yang sangat kecil ini, maka transmission loss yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan transmission loss yang terjadi di selat Madura. Selain itu, kecepatan suara di laut Sulawesi lebih besar dibandingkan kecepatan suara di selat Madura sehingga transmission loss yang dialami oleh sinyal suara di laut Sulawesi lebih kecilGambar 4.7a memperlihatkan besarnya transmission loss yang terjadi laut Sulawesi pada daerah konvergensi. Pada jarak yang sangat dekat dengan sumber (01km), transmission loss yang terjadi hanya 20 dB – 30 dB.Bahkan untuk jarak yang jauh dari sumber (75km), transmission loss yang terjadi sebesar 80 dB.Hal tersebut lebih kecil daripada transmission loss yang terjadi pada selat Madura.Hanya saja daerah yang dilingkupi menjadi terbatas.Sehingga model propagasi Bellhop lebih baik digunakan untuk model popagasi pada laut dalam. 4.6 Aplikasi Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat diketahui aplikasi penggunaan model propagasi Bellhop. Pada laut dangkal, penggunaan frekuensi yang cocok yaitu 1000 Hz dengan sudut take-off yang kecil misal 0.350.hingga jarak 50km akan mengalami transmission loss hingga 80dB. Karena keterbatasab frekuensi yang bias digunakan, maka jenis modulasi yang dapat digunakan yaitu modulasi PSK yang menghasilkan throughput sebesar 600bps dengan bandwidth sebesar 0.3 KHz[6]. V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil simulasi dapat diperoleh kesimpulan, antara lain :
(a)
• Parameter-parameter model propogasi Bellhop yang cocok untuk digunakan di selat Madura, yaitu :Frekuensi 1000 Hz dan sudut take off 0.350 pada jarak 50km. transmission loss yang terjadi maksimal 80 dB • Model propagasi Bellhop lebih baik digunakan pada laut dalam dibandingkan dengan laut dangkal dengan transmission loss yang terjadi maksimal sebesar 80 dB hingga jarak 75km 5.2 Saran Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dianjurkan penulis untuk pengembangan tugas akhir ini kedepannya, yaitu : • Pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan referensi toolbox simulasi yang lain yang dapat memasukkan input sinyal suara. • Pada penelitian berikutnya diharapkan menggunakan lokasi yang lain. DAFTAR PUSTAKA [1]. Mackenzie, K.V. “Nine-Term Equation For Sound Speed In The Oceans”. J. Acoust. Soc. Amer., 70, 807–12.1981 [2]. Jensen, F. B.,” computational Ocean Acoustic”, American Institute of Physycs, New York, 1994 [3]. Etter, Paul C.,” Underwater Acoustic Modeling”, E&FN SPON, New York, 1996 [4]. M. B. Porter and H. P. Bucker. “ Gaussian Beam Tracing for Computing Ocean Acoustic Fields,” J. Acoust. Soc. Amer.,70, 109-128. 1981. [5]. V. Cerveny, M. M. Popov, and I. Psencik. “Computation Of Wave Field In Inhomogeneous Media – Gaussian Beam Approach”. Geophys. J. R. Astron 70,109-128. 1982. [6]. J.G. Proakis, J.A. Rice, M. Stojanovic, “Shallow Water Acoustic Networks”. IEEE Communication Magazine, 114 – 119. 2001 RIWAYAT PENULIS
(b)
Gambar 4.7 ray path dan transmission loss Sulawesi
Tri Hardi Wijaya dilahirkan di Malang, 14 Agustus 1988. Merupakan putra bungsu dari 3 bersaudara pasanganSudjarwo dan Musiati. Lulus dari SDK KALAM KUDUS Malang tahun 2000 dan melanjutkan ke SLTPN 1 Malang. Kemudian melanjutkan ke SMAN 8 Malang pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006.Setelah menamatkan SMA, penulis melanjutkan studinya ke Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melalui jalur SPMB pada tahun 2006.
6