STUDI PENINGKATAN KEUNTUNGAN MELALUI OPTIMASI SISTEM PEMBERIAN AIR DAERAH IRIGASI GEMBLENG KANAN DENGAN PROGRAM DINAMIK JURNAL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST.)
Disusun Oleh : ALVIN RUSIANDO PUTRA NIM. 0910640022-64
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN MALANG 2014
STUDI PENINGKATAN KEUNTUNGAN MELALUI OPTIMASI SISTEM PEMBERIAN AIR DAERAH IRIGASI GEMBLENG KANAN DENGAN PROGRAM DINAMIK JURNAL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST.)
Disusun Oleh: ALVIN RUSIANDO PUTRA NIM. 0910640022 – 64
Telah diperiksa dan disetujui oleh :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Lily Montarcih Limantara, M.Sc.
Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT.
NIP. 196209171987012001
NIP. 19700721200012001
Studi Peningkatan Keuntungan Melalui Optimasi Sistem Pemberian Air Daerah Irigasi Gembleng Kanan Dengan Program Dinamik Alvin Rusiando Putra1, Lily Montarcih2, Pitojo Tri Juwono2 1
Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2 Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pemanfaatan sumber daya air salah satunya adalah dalam hal pertanian yaitu untuk kepentingan irigasi. Berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan pemanfaatan air yang maksimal, diantaranya adalah dengan teknik optimasi. Teknik optimasi umum dipakai untuk mengatasi masalah pengembangan sumber daya air di suatu wilayah dengan berbagai aspek yang perlu ditelaah antara lain adalah irigasi dengan segala kendala yang banyak dijumpai dalam pengembangannya. Studi berlokasi pada daerah irigasi Gembleng Kanan di Kabupaten Banyuwangi dengan luas 407 ha, tetapi terjadi kekurangan air dan terjadi penurunan intensitas masa tanam pada musim kemarau 2. Untuk mengidentifikasi masalah tersebut dilakukan analisa sistem pemberian air dan peningkatan hasil produksi tanaman menggunakan optimasi program dinamik. Hasil kajian menunjukkan kebutuhan air irigasi rerata per musim tanam berdasarkan pola tata tanam terpilih adalah 0,236 m3/dt pada musim hujan, 0,275 m3/dt pada musim kemarau 1, 0,14 m3/dt pada musim kemarau 2. Berdasarkan ketersedian debit maka sistem pemberian air dapat di lakukan secara terus menerus pada musim hujan dan Musim kemarau 1, namun sistem rotasi dilakukan pada musim kemarau 2. Dengan penerapan program dinamik, keuntungan yang diperoleh dari debit yang dialirkan pada Daerah Irigasi Molek untuk Musim Kering 2 adalah sebesar Rp 1.835.570.000,00 yaitu terjadi peningkatan keuntungan sebesar 11,5 %. Kata kunci: Irigasi, Sistem Pemberian Air, Optimasi, Program Dinamik
ABSTRACT Irrigation is one of utilization of water resources in agriculture. Various ways can be done to get the maximum use of water, such as the optimization technique. Common optimization techniques used to solve problems of water resource development in an area with a variety of aspects that need to be explored include irrigation with all the many obstacles encountered in its development. The study is located on the Gembleng Kanan irrigation in Banyuwangi with irrigational area 407 ha, but there is a shortage of water and a decrease in the intensity of the growing season on the dry season 2. Systems analysis and improvement of crop production using dynamic program optimization used to identify the problems. Studies show the average irrigation water requirement at a growing season by selected layout pattern of crop is 0.236 m3/sec during the rainy season, 0.275 m3/sec during the dry season 1, 0.14 m3/sec during the dry season 2. Based on the availability of the system of water discharge can be done continuously during the rainy season and dry season 1, but the rotation system during the dry season 2. With the application of dynamic program, the benefits of discharge that flowed on Gembleng Kanan Irrigation Area in Dry Season 2 is Rp 1,835,570,000.00, 11.5 % increase in profits. Keywords : Irrigation, Water Dispensing System, Optimization, Dynamic Program
1. Pendahuluan Pemanfaatan sumber daya air salah satunya adalah dalam hal pertanian yaitu untuk kepentingan irigasi. Mengingat banyak kendala yang terjadi pada proses irigasi, diantaranya adalah terbatasnya jumlah air yang dialirkan, maka diperlukan perencanaan pemanfaatan air sebaik-baiknya sehingga didapatkan keuntungan yang maksimum dari persediaan air yang ada sesuai dengan fungsinya.
Daerah Irigasi Gembleng Kanan mempunyai baku sawah yang cukup luas yaitu 407 ha yang terletak di Desa Aliyan Kec. Srono Kab. Banyuwangi. Pada Daerah Irigasi Gembleng Kanan terdapat Saluran Induk dengan beberapa bangunan bagi, sadap, dan bagi sadap. Besarnya debit yang harus mengalir pada setiap bangunan irigasi harus melalui perhitungan yang tepat agar didapatkan hasil yang maksimal sehingga mampu mem-
berikan keuntungan yang optimal. Pada Daerah Irigasi Gembleng Kanan untuk RTTG 2012/2013 terjadi kekurangan air pada perhitungan kebutuhan air irigasi untuk periode tanam MK 2 saat debit air kering dan menurunnya intensitas tanam menjadi 365 ha sehingga dalam studi ini dikaji ulang agar tidak terjadi kekurangan air dan untuk meningkatkan intensitas masa tanam. Untuk mengatasi kekurangan air tersebut terutama di saat musim kemarau diperlukan suatu upaya pengaturan sistem pemberian air yang sesuai dengan kondisi debit yang ada. Salah satu model optimasi sistem pemberian air yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya debit yang dapat dialirkan pada tiap bangunan irigasi pada suatu Daerah Irigasi adalah dengan program dinamik. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengefisienkan pemberian air di Daerah Irigasi Gembleng Kanan yang paling optimal yang dapat terairi pada kondisi musim hujan dan musim kemarau dalam suatu periode musim tanam sesuai dengan penerapan pola tata tanam yang tertera pada RTTG. Dalam studi ini, yang dimaksud optimal adalah air yang tersedia dapat mengairi luas lahan yang ada sehingga dapat menghasilkan keuntungan maksimal, dalam hal ini adalah hasil produksi. Manfaat dari studi ini adalah untuk mengoptimalkan pemberian air dengan debit air irigasi yang telah tersedia di Daerah Irigasi Gembleng Kanan melalui program dinamik. Manfaat lain dari studi ini adalah agar dijadikan bahan evaluasi dalam melaksanakan pembagian air irigasi di DI Gembleng Kanan. 2. Pustaka dan Metodologi Kebutuhan Air Irigasi Tanaman membutuhkan air agar ia dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Air tersebut dapat berasal dari air hujan maupun air irigasi. Air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai atau waduk dan dialirkan melalui
jaringan sistem irigasi, guna menjaga keseimbangan jumlah air di lahan pertanian, sehingga sesuai dengan kebutuhan tanaman. Evaporasi Evaporasi (penguapan) merupakan peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara. Evaporasi merupakan faktor penting dalam studi tentang pengembangan sumber-sumber daya air. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif untuk tanaman dan lain-lain. Air akan menguap dari tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh tanaman dan pepohonan, pada permukaan yang tidak tembus air seperti atap dan jalan raya, air bebas mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah menurut warna dan sifat pemantulan permukaan dan hal lain juga akan berbeda untuk permukaan yang langsung tersinari oleh matahari dan yang terlindungi dari sinar matahari. Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah sebagai berikut: 1. Radiasi matahari 2. Angin 3. Kelembaban (humiditas) relatif 4. Suhu (temperatur) Transpirasi Hanya sebagian kecil air saja yang terserap oleh sistem akar tumbuhtumbuhan yang tetap berada dalam jaringan pohon, sesungguhnya semuanya dilepaskan ke atmosfer sebagai uap melalui transpirasi. Proses ini merupakan suatu fase penting dari siklus (daur) hidrologi karena merupakan mekanisme utama dengan hujan yang jatuh di permukaan tanah dikembalikan ke atmosfer. Proses transpirasi berjalan terus hampir sepanjang hari di bawah pengaruh sinar
matahari. Pada malam hari pori-pori daun (yang terletak di bagian bawah daun), yang disebut stomata tanaman, menutup, yang menyebabkan terhentinya proses transpirasi dengan drastis (Soemarto, 1986). Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah air dalam tanah yang naik ke udara melalui tumbuhtumbuhan. Transpirasi dan evaporasi dari permukaan bersama-sama disebut evapotranspirasi atau kebutuhan air (comsumtive-use) (Sosrodarsono, S. 1987). Evapotranspirasi dapat dihitung dengan rumus-rumus teoritis-empiris dengan mempertimbangkan faktor meteorologi seperti sinar matahari (atau radiasi), angin, kelembaban relatif dan suhu (temperatur). Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, yang merupakan hasil kali dengan koefisien tanaman. ETc = kc x Eto Dimana : ETc : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) kc : Koefisien tanaman yang tergantung dari jenis tanaman dan periode pertumbuhan tanaman Eto : Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari) Kegiatan mengatur jenis, varietas dan umur tanaman disebut sebagai pengaturan pola tanam. Dengan demikian usaha mengatur pola tata tanam dimaksudkan untuk mengatur besar koefisien tanaman agar mendapatkan besar ETo sehingga sesuai dengan ketersediaan air irigasi. Besarnya evapotranspirasi potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metode Penman Modifikasi yang telah disesuaikan dengan keadaaan daerah Indonesia (Suhardjono, 1994) dengan rumus sebagai berikut : ETo = c . Eto*
Eto* = W.(0,75.Rs-Rn1)+(1-W).f(u).(eaed) Dimana : C : angka koreksi Penman W : faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah Rs : radiasi gelombang pendek (mm/hr) Rs : (0,25 + 0,54 . n/N).Ra Ra : radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir (angka angot), tergantung letak lintang daerah (mm/hr) N : lama kecerahan matahari yang nyata (tidak terhalang awan) dalam 1 hari (jam) Rn1 : radiasi bersih gelombang panjang (mm/hr) Rn1 : f(t).f(ed).f(n/N) f(t) : fungsi suhu : Ta4 f(ed) : fungsi tekanan uap : 0,34 0,044 ed f(n/N) : fungsi kecerahan : 01, + 0,9.n/N f(u) :fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (m/dt) : 0,27 (1 + 0,864.u) (ea–ed) : perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang sebenarnya ed : tekanan uap jenuh : ea . RH Ea : tekanan uap sebenarnya RH : kelembaban udara relatif (%) Analisa Curah Hujan Pada umumnya untuk menghitung curah hujan daerah dapat digunakan standar luas daerah sebagai berikut (Sosrodarsono, 1976): 1. Daerah dengan luas 250 Ha yang mempunyai variasi topografi yang kecil, dapat diwakili oleh sebuah alat ukur curah hujan. 2. Daerah dengan luas 250 Ha sampai 50.000 Ha dengan dua atau tiga titik
pengamat hujan dapat digunakan cara rerata aljabar. 3. Daerah dengan luas 120.000 Ha sampai 500.000 Ha yang mempunyai titik pengamat yang tersebar cukup merata dan dimana data curah hujannya tidak terlalu dipengaruhi kondisi topografi, dapat digunakan cara rerata aljabar. Jika titik-titik pengamatan tidak tersebar merata maka digunakan cara Thiessen. 4. Daerah dengan luas lebih besar dari 500.000 Ha dapat digunakan cara Isohiet. Berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun pada tiga stasiun curah hujan yang mewakili Daerah Irigasi Gembleng Kanan, dilakukan analisa data curah hujan yang diamati dari setiap titik (point rainfall) / pos stasiun hujan menjadi curah hujan wilayah /daerah (areal rainfall) adalah dengan menggunakan Metode Rerata Aljabar dengan persamaan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1976): 1 R ( R1 R2 ... Rn ) n Dimana : R : curah hujan daerah (mm) R1, R2, ..., Rn : besarnya curah hujan di tiap titik pengamatan (mm) N : jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan Uji Konsistensi Data Curah Hujan Perubahan dalam lokasi pengukuran, pemaparan, instrumentasi, dan cara pengamatannya dapat menyebabkan suatu perubahan relatif dalam penangkapan hujan. Jika data hujan tidak konsisten yang diakibatkan oleh berubahnya atau terganggunya lingkungan di sekitar tempat dimana penakar hujan dipasang, misalnya: terlindung oleh pohon, terletak berdekatan dengan gedung yang tinggi, perubahan cara penakaran dan pencatatannya, pemindahan letak penakar dan sebagainya dapat mengakibatkan penyimpangan data hujan yang diukur.
Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Untuk mendapatkan curah hujan efektif, digunakan metode Basic Year, dimana menentukan suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar perencanaan. Dalam studi ini, probabilitas keandalan curah hujan disesuaikan dengan probabilitas keandalan debit sehingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : n RX 1 100 100 X Dimana : RX : curah hujan yang terjadi dengan tingkat keandalan tertentu (mm) N : periode lamanya pengamatan curah hujan (tahun) X : tingkat keandalan yang dikehendaki (%) Curah Hujan Efektif Untuk Tanaman Padi Besarnya curah hujan efektif untuk tanaman padi ditentukan dengan 70% dari curah hujan andalan. Sedangkan besarnya curah hujan andalan didapat dengan menggunakan metode Basic Year. Curah hujan efektif diperoleh dari per periode waktu pengamatan sehingga persamaannya adalah sebagai berikut (Anonim/KP Penunjang, 1986): Re padi 0,7 ( R X ) Dimana : Re padi: curah hujan efektif untuk padi sawah (mm/hr) RX : tingkat hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan tertentu (mm) Curah Hujan Efektif Untuk Tanaman Palawija Curah hujan efektif untuk tanaman palawija dan tanaman tebu ditentukan berdasarkan evapotranspirasi yang ter-
jadi, hujan serta ketersediaan air tanah yang siap untuk diserap (pendekatan kedalaman perakaran) dengan persamaan sebagai berikut (Anonim/KP-01, 1986): Re plw/tebu :
FD(1,25 R FD =
0,824
2,93) (10 0,0095*Eto )
0,53 (0,0116 D) (8,94 10 5 D 2 ) (2,32 10 7 D 3 )
Re plw/tebu : curah hujan efektif untuk palawija/tebu (mm/hr) FD : faktor kedalaman air tanah yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman palawija/tebu (mm) D : kedalaman perakaran tanaman yang siap pakai (mm) Kebutuhan Air di Sawah Pendugaan kebutuhan air di sawah dilakukan berdasarkan jenis tanaman, persamaan netto kebutuhan air (Netto Farm Requirement) dengan Metode Standar Perencanaan Irigasi yaitu dengan persamaan sebagai berikut (Anonim/KP01, 1986): NFR padi : LP + ET + WLR + P – Re padi NFR plw : ET – Re plw Dimana : NFR padi : netto kebutuhan air padi sawah (mm/hr) NFR plw : netto kebutuhan air palawija (mm/hr) LP : kebutuhan air untuk persiapan lahan (mm/hr) ET : kebutuhan air untuk tanaman (mm/hr) WLR : (Water Level Requirement) kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (mm/hr) P : perkolasi (mm/hr) Re padi : curah hujan efektif untuk padi sawah (mm/hr) Re plw : curah hujan efektif untuk palawija (mm/hr) Kebutuhan Air Tanaman Besar kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah air yang hilang akibat proses evapotranspirasi. Kebutuhan air
tanaman dapat dirumuskan sebagai berikut (Suhardjono, 1994): ET = k . ETo Dimana : ET : kebutuhan air untuk tanaman (mm/hr) k : koefisien tanaman, yang besarnya tergantung pada jenis, macam, dan umur tanaman ETo : evapotranspirasi potensial (mm/hr) Perkolasi Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh, yang terletak diantara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah (zona jenuh) (Soemarto, 1987). Pada daerah studi yaitu Daerah Irigasi Gembleng Kanan mempunyai jenis tanah liat lempung yang tanahnya berwarna hitam dan mempunyai tampilan bongkahbongkah yang pecah (retakan-retakan) dengan nilai perkolasi sebesar 1,8 mm/hr. Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat dihitung dengan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968) dengan persamaan sebagai berikut (Anonim/KP-01, 1986: 160): M .e k IR k (e 1) Dimana : IR : kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hr) M : kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evapotranspirasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hr) : Eo + P Eo : evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hr) : 1,1 . ETo P : perkolasi K : (M . T) / S T : jangka waktu penyiapan lahan (hari) S : kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50
e
mm, yakni 200 + 50 = 250 mm seperti sudah diterangkan sebelumnya. : bilangan eksponensial (2,71828)
Penggantian Lapisan Air (WLR) Pergantian lapisan air dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air yang terputus akibat kegiatan di sawah dengan ketentuan sebagai berikut (Dirjen Pengairan, 1986): a).WLR diperlukan saat terjadi pemupukan maupun penyiangan, yaitu 1-2 bulan dari transplanting. b).WLR = 50 mm (diperlukan penggantian lapisan air, diasumsikan 50 mm). c).Jangka waktu WLR = 1,5 bulan (selama 1,5 bulan air digunakan untuk WLR sebesar 50 mm). Kebutuhan Air Irigasi Besarnya kebutuhan air irigasi harus disesuaikan dengan besarnya masukan (inflow). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kebutuhan air di bangunan pengambilan air irigasi adalah: 1). Luas daerah irigasi 2). Pola tata tanam yang direncanakan 3). Evapotranspirasi potensial 4). Koefisien tanaman 5). Teknik pengolahan lahan 6). Perkolasi 7). Curah hujan efektif 8). Efisiensi irigasi Debit Andalan Debit andalan adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi yang dapat menjamin kelangsungan pemberian air untuk keperluan irigasi. Perhitungan debit andalan dilakukan dengan metode tahun dasar (Basic Year), yaitu mengambil satu pola debit dari tahun tertentu. Peluang kejadiannya dihitung dengan persamaan Weibull (Subarkah, 1980): m P 100% n 1
Dimana : P : probabilitas (%) m : nomor urut data debit n : banyaknya data debit Neraca Air Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan yang dihasilkannya untuk pola tata tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah bulan dan luas tanah yang bisa diairi. Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah proyek irigasi adalah tetap karena luas maksimum daerah layanan dan proyek akan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit sungai tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit, maka ada 3 pilihan yang bisa dipertimbangkan (Anonim/KP-01, 1986 ) : 1). Luas daerah irigasi dikurangi. 2). Melakukan modifikasi dalam pola tata tanam. 3). Rotasi teknis atau golongan Sistem Pemberian Air Sistem pemberian air yang akan diterapkan pada suatu lahan pertanian merupakan masalah pokok sebelum jaringan tersier direncanakan (anonim/ KP 05, 1986:24). Pemilihan sistem pemberian air dan jenis tanaman bertujuan agar kebutuhan air di jaringan irigasi selama masa irigasi sesuai dengan air yang tersedia. Pada musim penghujan dimana ketersediaan air cukup untuk kebutuhan irigasi, maka pembagian airnya dilakukan secara terus-menerus. Sedangkan pada musim kemarau dimana kemungkinan terjadi kekurangan air karena persediaan air yang sangat terbatas, maka pemberian air dilakukan secara bergiliran. Sistem Pemberian Air Secara TerusMenerus Air diberikan secara terus-menerus dari saluran ke petakan sawah atau dari petakan sawah yang satu ke petakan sawah yang lain. Sistem pembagian air
secara terus-menerus memerlukan pembagian air yang proporsional, sehingga besarnya bukaan pada boks harus proporsional atau sebanding dengan daerah irigasi sebelah hilir. Sistem Pemberian Air Secara Giliran Irigasi secara bergiliran atau rotasi adalah pemberian air secara bergantian menurut bagian daerah atau blok tertentu dalam jadwal tertentu dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai gilirannya. Sistem pemberian air secara giliran dipakai di jaringan irigasi selama debit rendah untuk mengatasi kehilangan air yang relatif tinggi. Sistem rotasi diterapkan jika debit yang tersedia dibawah 80% dari debit rencana. PKriteria sistem pembagian air irigasi berdasarkan jumlah petak tersier yang ada di daerah irigasi adalah sebagai berikut : 1). Petak tersier yang terbagi menjadi 4 blok. 2). Petak tersier yang terbagi menjadi 3 blok. 3). Petak tersier yang terbagi menjadi 2 blok. Program Dinamik Program dinamik adalah suatu kumpulan teknik-teknik programisasi matematis yang digunakan untuk pengambilan keputusan yang terdiri dari banyak tahap. Suatu masalah pengambilan keputusan yang multistage dipisah-pisahkan menjadi suatu seri masalah (atau submasalah) yang berurutan dan saling berhubungan. Tujuan utama model ini adalah untuk mempermudah penyelesaian persoalan optimasi yang mempunyai karakteristik tertentu. Ide dasar program dinamik ini adalah membagi persoalan menjadi beberapa bagian yang lebih kecil sehingga memudahkan penyelesaiannya. Akan tetapi, berbeda dengan program linier, pada persoalan program dinamik ini tidak ada formulasi matematis yang standar. Karena itu, persamaan-
persamaan yang terpilih untuk digunakan harus dikembangkan agar dapat memenuhi masing-masing situasi yang dihadapi. Konsep Dasar Program Dinamik Program dinamik yang digunakan dalam studi ini adalah program dinamik stokastik. Program dinamik stokastik merupakan program dinamik dengan suatu distribusi probabilitas untuk ketetapan dalam tahap-tahap keputusan yang berurutan (Subagyo, 1984). Program dinamik stokastik menangani situasi dimana sebagian atau semua parameter dari problem dinyatakan dalam bentuk variabel-variabel acak. Situasi demikian kelihatannya memang merupakan realitas dimana-mana, termasuk juga di dalam sistem keairan, dimana adalah sulit untuk menentukan nilai dari parameter-parameter secara eksak. Elemen-Elemen Dinamik
Model
Program
Gambar 1. Diagram Urutan Problem Dinamik Serial Mengacu Gambar 1. di atas, elemenelemen model program dinamik adalah sebagai berikut (Montarcih, 2009) : 1. Tahap/Stage (n) Merupakan bagian dari problem dimana keputusan (decision) diambil. Jika suatu problem dapat dipecah menjadi N subproblem, maka ada N tahap dalam formulasi DP tersebut. Tahapan pada multi stage problem yang dimaksudkan dalam studi ini adalah tahapan tempat yaitu antara bangunan bagi, sadap, dan bagi sadap
yang satu dengan yang lain pada Induk Saluran Gembleng Kanan. 2. Variabel Keputusan/Decision Variable (dn) Merupakan besaran dari keputusan (decision) yang diambil pada setiap tahap. Variabel keputusan dalam studi ini adalah besarnya debit yang dialokasikan atau debit yang dibutuhkan tiap bangunan irigasi serta keuntungan bersih yang diperoleh. Keputusan yang diambil pada setiap tahap akan ditransformasikan ke keputusan berikutnya pada tahap berikutnya, sehingga didapat optimum secara keseluruhan. 3. Variabel Status/State Variable (Sn) Merupakan variabel yang mewakili/menjelaskan status (state) dari sistem yang berhubungan dengan tahap ke-n. Fungsi dari variabel status adalah untuk menghubungkan tahaptahap secara berurutan sedemikian sehingga, apabila setiap tahap dioptimasi secara terpisah, maka keputusan yang dihasilkan adalah layak (feasible) untuk seluruh problem. Lebih lanjut, keputusankeputusan optimal dapat diambil untuk tahap tersisa tanpa harus melakukan cek pada akibat dari keputusan berikutnya terhadap keputusan yang telah diambil terdahulu. Untuk tahap ke-n, variabel status di belakangnya (Sn) disebut sebagai variabel status input, sedangkan variabel status di depannya (Sn+1) disebut sebagai variabel status output. Dalam studi ini, variabel status berupa debit yang ada atau tersedia terus menerus pada pintu pengambilan (intake) Bendung Gembleng kanan. 4. Akibat Tahap/Stage Return (rn) Merupakan ukuran skalar dari hasil keputusan yang diambil pada setiap tahap. Akibat tahap (stage return) ini merupakan fungsi dari variabelvariabel Sn (status input), Sn+1 (state output), dan dn (keputusan). Akibat tahap dalam studi ini merupakan
keuntungan sebagai fungsi debit pada suatu kondisi debit tertentu. 5. Stage Transformation / Tranformasi Tahap (tn) Merupakan suatu transformasi nilai tunggal yang menyatakan hubungan antara variabel-variabel Sn (status input), Sn+1 (status output), dan dn (keputusan). Stage Transformation dalam studi ini adalah perubahan air tersedia sampai air yang terdistribusikan pada tiap bangunan irigasi pada Induk Saluran Gembleng Kanan. Prosedur Perhitungan Teknik perhitungan programisasi dinamik terutama didasarkan pada prinsip optimasi recursive (bersifat pengulangan) yang diketahui sebagai prinsip optimalisasi (principle of optimality). Prinsip ini mengandung arti bahwa bila dibuat keputusan multistage mulai pada tahap tertentu, kebijakan optimal untuk tahap-tahap selanjutnya tergantung pada ketetapan tahap permulaan tanpa menghiraukan bagaimana diperoleh suatu ketetapan tertentu tersebut (Subagyo, 1984). 3. Hasil dan Pembahasan Dasar perhitungan untuk mendapatkan curah hujan andalan dan curah hujan efektif adalah dari masing-masing data curah hujan rata-rata 10 harian dari ketiga stasiun selama 10 tahun (2003-2012). Curah hujan efektif untuk tanaman padi ditentukan dengan berdasarkan 70% dari hujan andalan dengan tingkat keandalan yang telah ditentukan dan disesuaikan dengan keandalan debit yaitu sebasar 97% (kering), 75% (rendah), 51% (normal), dan 26% (cukup). Sedangkan curah hujan efektif untuk tanaman palawija ditentukan berdasarkan evapotranspirasi potensial yang terjadi, curah hujan rata-rata dan ketersediaan air tanah yang siap dipakai (D) (pendekatan kedalaman perakaran).
Tabel 1. Curah Hujan Andalan Tabel 4.6. Perhitungan Curah Hujan Andalan (mm) (R 97, R 75, R 51, R 26) Data Hujan (mm) Rangking Data No Keterangan Tahun R Tahun R 1 2003 1375.33 2005 1258.00 R 97 (Kering) 2 2004 1647.67 2003 1375.33 3 2005 1258.00 2012 1396.67 R 75 (Rendah) 4 2006 1551.33 2009 1499.67 5 2007 1581.67 2008 1549.67 6 2008 1549.67 2006 1551.33 R 51 (Normal) 7 2009 1499.67 2007 1581.67 8 2010 2817.33 2011 1610.00 R 26 (Cukup) 9 2011 1610.00 2004 1647.67 10 2012 1396.67 2010 2817.33 Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 2. Curah Hujan Efektif Bulan
Periode
R 97
Jan
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
15.33 20.33 20.00 17.00 110.00 35.67 126.67 52.67 3.33 58.00 27.00 30.00 6.67 8.67 8.67 21.00 12.00 30.67 31.33 64.67 7.33 5.67 2.67 37.33 0.00 0.00 2.67 10.67 50.33 9.00 3.00 23.00 36.67 189.67 118.00 62.33
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Re padi (kering) Re (berdasar kedalaman perakaran) (mm) (mm/hr) Pol (mm) Pol (mm/hr) 10.73 1.07 33.39 3.34 14.23 1.42 30.17 3.02 14.00 1.40 54.99 5.50 11.90 1.19 55.92 5.59 77.00 7.70 44.72 4.47 24.97 2.50 53.97 5.40 88.67 8.87 67.80 6.78 36.87 3.69 42.80 4.28 2.33 0.23 41.81 4.18 40.60 4.06 51.88 5.19 18.90 1.89 41.39 4.14 21.00 2.10 19.40 1.94 4.67 0.47 44.83 4.48 6.07 0.61 29.42 2.94 6.07 0.61 20.27 2.03 14.70 1.47 12.27 1.23 8.40 0.84 14.84 1.48 21.47 2.15 20.06 2.01 21.93 2.19 7.80 0.78 45.27 4.53 15.17 1.52 5.13 0.51 10.19 1.02 3.97 0.40 6.76 0.68 1.87 0.19 4.81 0.48 26.13 2.61 7.94 0.79 0.00 0.00 6.42 0.64 0.00 0.00 18.02 1.80 1.87 0.19 3.28 0.33 7.47 0.75 11.53 1.15 35.23 3.52 19.76 1.98 6.30 0.63 14.19 1.42 2.10 0.21 28.62 2.86 16.10 1.61 26.52 2.65 25.67 2.57 29.34 2.93 132.77 13.28 33.90 3.39 82.60 8.26 45.15 4.52 43.63 4.36 57.68 5.77
Sumber : Hasil Perhitungan Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan metode Penman Modifikasi. Data klimatologi diambil dari Stasiun Klimatologi Kabupaten Banyuwangi. Data klimatologi yang digunakan pada tahun 2012.
Tabel 3. Evapotranspirasi Potensial Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Eto (mm/hari) 4.70 6.23 4.98 6.23 4.59 4.51 4.77 5.26 6.32 6.88 7.84 6.32
Sumber : Hasil Perhitungan Kebutuhan air irigasi merupakan kebutuhan bersih air irigasi di lahan sawah seluas layanan petak tersier yang dibagi dengan besarnya nilai efisiensi saluran irigasi. Tabel 4. Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air Irigasi m^3/dt Jan-1 0.491 Jan-2 0.391 Jan-3 0.303 Feb-1 0.349 Feb-2 0.078 Feb-3 0.328 Mar-1 0.000 Mar-2 0.176 Mar-3 0.300 Apr-1 0.221 Apr-2 0.427 Apr-3 0.492 Mei-1 0.339 Mei-2 0.266 Mei-3 0.232 Jun-1 0.204 Jun-2 0.267 Jun-3 0.227 Jul-1 0.259 Jul-2 0.139 Jul-3 0.223 Ags-1 0.223 Ags-2 0.131 Ags-3 0.000 Sep-1 0.116 Sep-2 0.083 Sep-3 0.180 Okt-1 0.201 Okt-2 0.210 Okt-3* 0.000 Nov-1 0.232 Nov-2 0.196 Nov-3 0.105 Des-1 0.016 Des-2 0.000 Des-3 0.399 * Terjadi pengeringan pada intake Bulan
Sumber : Hasil Perhitungan Debit yang tersedia di bendung diartikan sebagai debit yang diharapkan tersedia di bendung yang bisa dibagi maupun disadap oleh pintu pengambilan. Untuk
perhitungannya digunakan analisa debit andalan metode basic year. Perhitungan debit andalan di intake dan perbandingan antara debit tersedia dengan debit kebutuhan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. Tabel 5. Neraca Air Bulan
Q Kebutuhan (m^3/dt)
Jan-1 Jan-2 Jan-3 Feb-1 Feb-2 Feb-3 Mar-1 Mar-2 Mar-3 Apr-1 Apr-2 Apr-3 Mei-1 Mei-2 Mei-3 Jun-1 Jun-2 Jun-3 Jul-1 Jul-2 Jul-3 Ags-1 Ags-2 Ags-3 Sep-1 Sep-2 Sep-3 Okt-1 Okt-2 Okt-3* Nov-1 Nov-2 Nov-3 Des-1 Des-2 Des-3
0.491 0.391 0.303 0.349 0.078 0.328 0.000 0.176 0.300 0.221 0.427 0.492 0.339 0.266 0.232 0.204 0.267 0.227 0.259 0.139 0.222 0.223 0.131 0.000 0.116 0.083 0.180 0.201 0.210 0.000 0.232 0.196 0.105 0.016 0.000 0.399
Q Tersedia (m^3/dt) Kelebihan (+) / Keterangan Q Andalan di Intake (m^3/dt) Kekurangan (-) 0.501 0.010 lebih 0.395 0.004 lebih 0.305 0.002 lebih 0.648 0.299 lebih 0.468 0.390 lebih 0.507 0.179 lebih 0.402 0.402 lebih 0.427 0.251 lebih 0.430 0.130 lebih 0.269 0.048 lebih 0.154 -0.273 kurang 0.196 -0.296 kurang 0.234 -0.105 kurang 0.229 -0.037 kurang 0.296 0.064 lebih 0.530 0.326 lebih 0.384 0.117 lebih 0.372 0.145 lebih 0.263 0.004 lebih 0.378 0.239 lebih 0.291 0.069 lebih 0.164 -0.059 kurang 0.142 0.011 lebih 0.150 0.150 lebih 0.150 0.034 lebih 0.149 0.066 lebih 0.149 -0.031 kurang 0.284 0.083 lebih 0.167 -0.043 kurang 0.000 0.000 0.188 -0.044 kurang 0.188 -0.008 kurang 0.188 0.083 lebih 0.771 0.755 lebih 0.900 0.900 lebih 0.804 0.405 lebih
* Terjadi Pengeringan Pada Intake
Sumber : Hasil Perhitungan Pada Daerah Irigasi Gembleng Kanan sistem pemberian air irigasi direncanakan dibagi menjadi dua alternatif yaitu sistem pemberian air secara terus menerus dan sistem pemberian air secara giliran. Sistem pemberian air secara terus menerus dilakukan apabila debit tersedia > 80% sedangkan pemberian air secara giliran dilakukan apabila debit tersedia < 80%. Pada Daerah Irigasi Gembleng Kanan di bagi menjadi 4 blok.
Gambar 2. Pembagian Blok pada DI Gembleng Kanan Sistem pemberian air pada tahun kering di tentukan berdasarkan besarnya debit tersedia dan debit yang di butuhkan. Tabel 6. Sistem Pemberian Air Bulan Q Kebutuhan (m^3/dt) Jan-1 Jan-2 Jan-3 Feb-1 Feb-2 Feb-3 Mar-1 Mar-2 Mar-3 Apr-1 Apr-2 Apr-3 Mei-1 Mei-2 Mei-3 Jun-1 Jun-2 Jun-3 Jul-1 Jul-2 Jul-3 Ags-1 Ags-2 Ags-3 Sep-1 Sep-2 Sep-3 Okt-1 Okt-2 Okt-3* Nov-1 Nov-2 Nov-3 Des-1 Des-2 Des-3
0.49 0.39 0.30 0.35 0.08 0.33 0.00 0.18 0.30 0.22 0.43 0.49 0.34 0.27 0.23 0.20 0.27 0.23 0.26 0.14 0.22 0.22 0.13 0.00 0.12 0.08 0.18 0.20 0.21 0.00 0.23 0.20 0.11 0.02 0.00 0.40
Q Tersedia (m^3/dt) % Sistem Pemberian Air Q Andalan di Intake (m^3/dt) Debit Tersedia 0.50 101.99 Terus menerus 0.40 100.92 Terus menerus 0.31 100.63 Terus menerus 0.65 185.67 Terus menerus 0.47 597.40 Terus menerus 0.51 154.55 Terus menerus 0.40 0.00 0.43 243.11 Terus menerus 0.43 143.14 Terus menerus 0.27 121.63 Terus menerus 0.15 36.09 Rotasi III 0.20 39.86 Rotasi III 0.23 69.13 Rotasi I 0.23 86.19 Terus menerus 0.30 127.54 Terus menerus 0.53 259.23 Terus menerus 0.38 144.05 Terus menerus 0.37 163.72 Terus menerus 0.26 101.43 Terus menerus 0.38 272.27 Terus menerus 0.29 130.79 Terus menerus 0.16 73.53 Rotasi I 0.14 108.66 Terus menerus 0.15 0.00 0.15 129.08 Terus menerus 0.15 180.10 Terus menerus 0.15 82.57 Terus menerus 0.28 141.47 Terus menerus 0.17 79.48 Rotasi I 0.00 0.00 0.19 80.88 Terus menerus 0.19 95.93 Terus menerus 0.19 178.45 Terus menerus 0.77 4798.09 Terus menerus 0.90 0.00 0.80 201.49 Terus menerus
* Terjadi Pengeringan Pada Intake
Sumber : Hasil Perhitungan
Berdasarkan analisa Program Dinamik di dapatkan kebutuhan air irigasi untuk tiap bangunan. Tabel 7. Kebutuhan Air Irigasi Tiap Bangunan
Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan analisa Program Dinamik intensitas tanam DI Gembleng Kanan mengalami peningkatan. Tabel 8. Perbandingan Intensitas Tanam DI Gembleng Kanan Luas (ha) BB/BS/BBS Sebelum Optimasi Setelah Optimasi Potensial Palawija Palawija A 29 29.00 29 B 13 13.00 13 C 75 75.00 75 D 139 126.00 139 E 30 25.00 30 F 121 97.00 121 Total
407
365
407
Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan analisa Program Dinamik terjadi penurunan kebutuhan debit pada MK 2. Tabel 9. Perbandingan Kebutuhan Debit Debit (m³/det) BB/BS/BBS Potensial Kebutuhan maksimum Total Sebelum Total Setelah Palawija Optimasi Optimasi A 29 0.000637 0.02 0.02 B 13 0.000637 0.01 0.01 C 75 0.000637 0.05 0.03 D 139 0.000637 0.08 0.06 E 30 0.000637 0.02 0.02 F 121 0.000637 0.06 0.05
Total
407
0.23
Sumber : Hasil Perhitungan
0.19
Berdasarkan analisa Program Dinamik keuntungan yang didapat DI Gembleng Kanan mengalami peningkatan. Tabel 10. Perbandingan Keuntungan DI Gembleng Kanan Keuntungan (Rp) BB/BS/BBS Potensial Sebelum Optimasi Setelah Optimasi Palawija Palawija A 29 130,790,000.00 130,790,000.00 B 13 58,630,000.00 58,630,000.00 C 75 338,250,000.00 338,250,000.00 D 139 568,260,000.00 626,890,000.00 E 30 112,750,000.00 135,300,000.00 F 121 437,470,000.00 545,710,000.00 Total
407
1,646,150,000.00 1,835,570,000.00
Sumber : Hasil Perhitungan 4. Kesimpulan 1. Kebutuhan air irigasi rerata per musim tanam berdasarkan pola tata tanam terpilih adalah 0,236 m3/dt pada musim hujan, 0,275 m3/dt pada musim kemarau 1 dan 0,14 m3/dt pada musim kemarau 2. 2. berdasarkan hasil analisa pada kondisi eksisting sistem pemberian air di Daerah Irigasi Gembleng Kanan diketahui kebanyakan menggunakan sistem pemberian air secara terus menerus namun terjadi sistem pemberian air secara rotasi pada bulan April Periode 2 dan 3, bulan Mei periode 1, Bulan Agustus periode 1, Bulan Oktober periode 2. 3. Dengan penerapan program dinamik, distribusi debit air irigasi optimum yang harus dialirkan pada masingmasing bangunan bagi, sadap, dan bagi sadap adalah untuk BB. A sebesar 0,02 m3/det, debit guna BB. B sebesar 0,01 m3/det, debit guna BS. C sebesar 0,03 m3/det, debit guna BS. D sebesar 0,06 m3/det, debit guna BB. E sebesar 0,02 m3/det, debit guna BS. F sebesar 0,05 m3/det. 4. Dengan penerapan program dinamik, keuntungan yang diperoleh dari debit yang dialirkan pada Daerah Irigasi
Molek untuk Musim Kering 2 adalah sebesar Rp 1.835.570.000,00 yaitu terjadi peningkatan keuntungan sebesar 11,5 %.
4.
5. Daftar Pustaka 1. Dirjen Pengairan, Departemen PU. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (Kriteria Perencanaan 01-07). Bandung: CV. Galang Persada. 2. Dirjen Pengairan, Departemen PU. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (Bagian Penunjang, KP 01 – 07). Direktorat Jenderal Pengairan: Departemen Pekerjaan Umum. 3. Soemarto, C. D. 1986. Hidrologi Teknik Edisi 1. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
6.
7.
8.
Sosrodarsono, S & Takeda, K. 1976. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Subagyo, P., Asri, M. & Handoko, T. H. 1984. Dasar-Dasar Operation Research.Yogyakarta: BPFE. Subarkah, I. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Idea Dharma Suhardjono. 1994. Kebutuhan Air Tanaman. Malang: Institut Teknologi Nasional. Montarcih, L. 2007. Optimasi Distribusi Air irigasi Dengan Program Dinamik. Malang: CV. Asrori Malang..