1
OPTIMASI AIR IRIGASI DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN MODEL LINEAR PROGRAMMING (Studi Kasus Daerah Irigasi Lodoyo Tulungagung I)
Rizal Fahmi Y, Ibnu Hisyam. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail :
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Daerah irigasi Lodagung (12.642 Ha) yang mendapat pasokan air dari Waduk Wlingi, dibangun pada tahun 1974 hingga 1980, hingga saat ini belum bisa dioperasikan secara optimal. Hal ini dikarenakan pasokan air dari waduk jumlahnya terbatas. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan mengenai standar alokasi debit air irigasi, serta peta daerah irigasi air sebagai pengukur kinejra irigasi sesuai dengan kondisi lapangan. Hal ini dimaksudkan agar petugas lapangan dengan mudah melakukan operasi, pemeliharaan. Tujuan penelitian ini adalah mengefisienkan penjatahan air di daerah irigasi hilir yang paling optimal yang memperoleh air pada musim hujan dan musim kemarau dalam suatu periode musim tanam sesuai dengan pola tata tanam yang tertera pada rencana tata tanam global (RTTG), sehingga diperoleh keuntungan maksimum. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan analisis spasial (Sistem Informasi Georgrafi) menggunakan ArcviewGIS yang digunakan untuk meng capture detail mengenai pola sebaran air irigasi. Pendekatan sistem yang digunakan adalah model linear programming. Langkah berikutnya adalah melakukan pengembangan model optimasi linear programming.Selanjutnya dilakukan uji verifikasi dan validasi model.Output model optimasi berupa debit air optimal yang kemudian dibandingkan untuk dilakukan perhitungan efisiensi dengan output existing. Debit air kemudian menjadi input untuk pola sebaran air pada Archview GIS 3.3.Hasil dari running solver dan Ms.Visual Basic membuktikan bahwa dengan rata – rata outflow waduk selama satu tahun masa tanam diperoleh debit air optimal dengan biaya per satuan waktu pada semua petak lahan tanam sehingga mampu mengairi seluruh daerah irigasi BLT III, BLT IV dan BLT V. Efisiensi air irigasi didapatkan nilai sebesar 82.04 %. Sehingga kemudian total debit air pada pintu air sebaran merupakan total yang dilepas waduk dikalikan dengan presentase efisiensi.Pola sebaran air hasil buffer Archview GIS mengambarkan bahwa sungai sekunder dan sungai tersier meng-cover petak lahan tanam existing lahan pertanian di sekitar aliran sungai yang melintas sepanjang daerah irigasi. Kata kunci : RTTG, analisis spasial, ArcviewGIS, Outflow Waduk ABSTRACT Lodagung irigation area (12.642 Ha) which its water supplies are from Wlingi Reservoir built in 1974 until 1980, has not yet optimally operated these days.It is because the water supplies from the reservoir are limited. Therefore development standard of irrigation water debet standard and irrigation water mapping area in order to meassure irrigation performance are needed. These are intended so that the field operator can easily do their job, operating system and maintenance. Te purpose of this researchis to streamlining the water ratio in the most optimum downstream irrigation area which always absorbs water in dry season as well as in rain season in one period of planting season according to the RTTG, so the maximum advantage can be obtained. Methodology that used in this research was using spatial analysis (Geographic Information System) using ArcviewGIS to capture details of water distribution patternin irrigation water. Linear programming model were used for system approach. the following step is to develop linear programming optimation model. verification test and model validation were conducted. The output of optimation model is optimal water debit which is compared afterward to calculate the efficiency with exsisting output. Water debet then become input for the water distribution pattern in Archview GIS 3.3. the result from the running solver and Ms.Visual Basicprove that with average reservoir outflow in one periode of planting season the optimum water debit with cost per unit time for all the landfield area can be obtained therefore the reservoir could irrigate all the irrigation BLT III, BLT IV and BLT V area. The value of irrigation water efficiency were obtained 82.04%.Total water debit on the water gate distribution constituted as total reservoir outcome multiply with efficiency percentage. The water distribution pattern from buffer Archview GIS showed that the secondary river and tertiary river has covered the existing planting landfields aoud the river which is accrosed along the irrigation area. Keyword : RTTG, spatial analysis, ArcviewGIS, reservoir Outflow
2
PENDAHULUAN Peningkatan produksi tanaman pangan, pada dasarnya dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi, namun upaya tersebut memerlukan waktu yang panjang. Dalam jangka pendek pilihan yang layak untuk meningkatkan produktivitas usaha tani adalah melalui intensifikasi dengan meningkatkan optimalisasi pemanfaatan 3 sumberdaya yang dapat dilakukan salah satunya melalui alokasi air irigasi secara efektif dan efisien dan faktor penentu keberhasilan usaha tani di lahan sawah adalah adanya fungsi jaringan irigasi yang efisien dan efektif (Saptana. dkk, 2001). Tabel 1 Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi Jenis Tahun Luas Panen(Ha) Tanaman Indonesia Padi 2012 13,471,653 Aceh Padi 2012 388,218 Sumatera Utara Padi 2012 765,434 Sumatera barat Padi 2012 474,399 Riau Padi 2012 127,759 Jambi Padi 2012 159,231 Sumatera Selatan Padi 2012 787,245 Bengkulu Padi 2012 143,329 Lampung Padi 2012 626,158 Bangka Belitung Padi 2012 8,345 Kepulauan Riau Padi 2012 383 DKI Jakarta Padi 2012 1,853 1,946,810 Jawa Barat Padi 2012 1,779,244 Jawa Tengah Padi 2012 148,919 DI Yogyakarta Padi 2012 1,970,973 Jawa Timur Padi 2012 381,521 Banten Padi 2012 148,738 Bali Padi 2012 424,218 Nusa Tenggara Barat Padi 2012 202,211 Nusa Tenggara Timur Padi 2012 451,280 Kalimantan Barat Padi 2012 231,070 Kalimantan Tengah Padi 2012 494,623 Kalimantan Selatan Padi 2012 144,152 Kalimantan Timur Padi 2012 127,729 Sulawesi Utara Padi 2012 228,223 Sulawesi Tengah Padi 2012 967,354 Sulawesi Selatan Padi 2012 126,900 Sulawesi Tenggara Padi 2012 51,349 Gorontalo Padi 2012 80,228 Sulawesi Barat Padi 2012 23,074 Maluku Padi 2012 17,947 Maluku Utara Padi 2012 8,134 Papua Barat Padi 2012 34,602 Papua Padi 2012 Provinsi
Produksi (Ton) 68,956,292 1,793,325 3,689,420 2,356,020 454,344 662,092 3,479,258 587,952 3,044,792 23,003 1,326 11,047 11,403,668 10,199,014 897,289 12,043,924 1,938,843 846,733 2,102,587 704,667 1,380,143 674,018 2,056,532 568,016 619,413 1,047,055 4,872,384 525,282 249,830 391,563 96,421 66,668 31,990 137,673
(Sumber : Data Produksi Tanamn Padi Di Indonesia, BPS Indonesia November 2012)
Dari data diatas, Jawa Timur menjadi provinsi dengan kontribusi yang besar dalam produksi tanaman pangan. Seluas 9.278 hektar dari total 913.494 hektar sawah irigasi di Jatim terancam kering. Penyebabnya adalah cadangan air yang tersimpan di sungai dan sebagian waduk di Jatim sudah menipis karena intensitas hujan menurun sepanjang tahun 2012. (Dinas PU Pengairan Jatim, 2012). Maka itu perlu adanya peningkatan infrastuktur perairan dan pemberian pupuk guna menjaga tingkat produktivitas tanaman pangan. Hingga kini pupuk memiliki bermacam varietas sehingga para petani
tidak lagi bertumpu pada satu varietas pupuk. Hal ini dikarenakan jenis pupuk A misalkan dapat digantikan dengan pupuk B dengan kandungan yang sama dengan pupuk A,sedangkan pupuk B memiliki distribusi pasokan lebih lancar. Disisi lain ketersediaan sumber daya air dan lahan pertanian potensial semakin langka dan terbatas. Kondisi sumberdaya air yang terbatas, sementara kebutuhan akan air untuk berbagai kepentingan terus meningkat, menyebabkan permintaan terhadap air semakin kompetitif. Pengelolaan daerah pengairan merupakan upaya untuk mendistribusikan air secara adil dan merata. Daerah irigasi Lodagung (12.642 Ha) yang mendapat pasokan air dari Waduk Wlingi, dibangun pada tahun 1974 hingga 1980, hingga saat ini belum bisa dioperasikan secara optimal dikarenakan prosentase keandalan waduk tidak memenuhi kebutuhan debit air. (Perum Jasa Tirta I,2012) Dengan kondisi seperti ini, maka pemberian air di lapangan mengalami kesulitan, sehingga intensitas tanamnya cenderung menurun dari tahun ke tahun hingga mencapai 27% (Surwanto,2011). Dengan permasalahan seperti tersebut diatas penulis mencoba mencari pemecahan dengan melakukan optimasi tentang pemberian air dengan menggunakan optimasi alokasi air irigasi dengan mempertimbangkan variabel luas areal tanaman yang diperhitungkan dalam studi ini dipengaruhi oleh golongan, musim tanam, jenis tanaman, dan awal tanam. Selain itu dalam studi ini juga dipertimbangkan pengaruh banyaknya produksi terhadap harga jual. A. DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN Daerah Irigasi Lodoyo merupakan daerah irigasi yang terletak sepanjang jaringan irigasi Lodoyo dengan luasan lintas Kabupaten/ Kota. Luas area D.I Lodoyo adalah 12.217 ha. dengan 10.580 ha berada di Kabupaten Tulungagung dan seluas 1.637 ha. masuk pada pengawasan Dinas PU Pengairan Kabupaten Blitar. Penelitian ini dilakukan terbatas pada D.I Lodoyo yang terletak di Kabupaten Tulungagung yang kemudian disebut D.I Lodagung I. D.I Lodagung I memiliki 2 bangunan dam (jaringan sekunder) yang masing – masing mengalirkan air menuju jaringan tersier hingga ke daerah sekunder lahan tanam. Semua penamaan petak lahan tanam pada masing – masing (Bangunan Lodoyo Tulungagung) diinisialkan untuk memudahkan menandai area petak tanam untuk memudahkan dinas terkait PU Pengairan dan ESDM Kabupaten Tulungagung. Peta jaringan skema digunakan untuk mengetahui sketsa kasar gambar jaringan irigasi.
3 :
Gambar 1. Peta Wilayah Sungai Brantas Sepanjang Provinsi Jawa Timur Sumber : Dinas PU Pengairan dan ESDM Kabupaten Tulungagung
B. MODEL LINEAR PROGRAMMING Identifikasi Variabel Identifikasi variabel didapat berdasarkan entitas yang berpengaruh terhadap tujuan dari penelitian. Variabel yang terdapat pada penelitian ini didapatkan berdasarkan hasil brainstorming dengan ditunjang literatur terpercaya berupa expert judgement dan jurnal internasional. Perumusan Model Penerapan model matematik untuk optimasi pengelolaan sumberdaya air pada daerah aliran sungai atau pada satuan daerah irigasi umumnya mempunyai bentuk perumusan yang kompleks, sehingga penyelesaian secara numeris perlu digunakan alat bantu hitung yang memadai. Penggunaan program komputer sekarang ini sudah merupakan keharusan untuk memperoleh penyelesaian model matematik yang efisien dengan akurasi yang memuaskan. Dalam menilai tingkat optimasi debit air yang dialirkan, maka dilakukan pengembangan model linier programming dengan perhitungan menggunakan solver Ms.Excel untuk mencari minimum biaya pemberian air irigasi per satuan waktu. Berikut model linier programming yang digunakan. Objective Function min Subject to : 1. Constraint Definisi Debit Air Kebutuhan (demand) Tanaman
2. Total Kebutuhan Debit Air (demand) tanaman di daerah ke- j pada proses tanaman ke- k sama dengan supply air tanaman dari intake di daerah ke- j pada proses tanaman ke- k ; j = 1….m ; k = 1….n 3. Non-negative variable Keterangan : i : Tanaman (Padi ; Palawija ; Tebu) j : Daerah k : Masa Proses Tanam ( Pewinihan ; Garap ; Tanam)
Biaya debit air tanaman ke-i per satuan waktu pada daerah ke-j dan proses tanam ke-k (Rp) : Demand Debit air tanaman ke- i pada daerah ke- j dan proses tanam ke- k (m3/dt) : Supply Debit air tanaman ke- i pada daerah ke- j dan proses tanam ke- k (m3/dt) : Luas Palawija Relatif (LPR) lahan tanam pada tanaman ke-i daerah ke- j dan proses tanam ke-k (ha) : Tinggi genangan air pada tanaman ke-i daerah ke- j dan proses tanam ke -k (m) : Periode waktu pengairan (dt) Dari model linier programming diatas, dapat diuraikan bahwa optimasi (minimize) biaya debit air yang dialirkan merupakan fungsi tujuan dari model yang diterapkan. Angka 10000 m2 merupakan koefisien pengali untuk merubah nilai luas lahan tanam (ha) menjadi m2. Variabel T merupakan lama waktu pengairan yang dalam 1 bulan dibagi menjadi 3 dekade pada masing - masing dekade selama 10 hari. Sedangkan untuk nilai T untuk 1 hari adalah 86400 detik. Variabel – variabel yang dikembangkan pada model adalah variabel biaya, variabel demand debit air atau debit air yang dibutuhkan tanaman ke-i. Q total demand merupakan total Qdijk pada area ke-j. Variabel supply debit air merupakan nilai debit air yang didapatkan dari perhitungan debit air intake pada masing – masing BLT III, BLT IV dan BLT V. Selain itu terdapat variabel luas lahan tanam dan genangan air tanaman (h) ke- i yang mengacu pada rencana tata tanam global yang ditetapkan oleh Dinas PU Pengairan dan ESDM. C. PERHITUNGAN MODEL Perhitungan Nilai Debit Air Output Model Optimasi didapatkan dari rata – rata perhitungan debit air pada jaringan di BLT III mulai dari area irigasi sekunder aryojeding – sekunder roworemang, BLT IV dari LT.IV Kn – BS dan BLT V dari Sekunder Karangrejo – BS atas. Selain itu juga dilakukan perhitungan rata – rata luas lahan yang digunakan untuk varietas tanaman padi, palawija dan jagung pada masing – masing petak laham tanam di BLT III, BLT IV dan BLT V. Tabel 2 Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi
4 Perhitungan didasarkan pada running solver Ms.Excel yang digunakan untuk menghitung nilai optimasi dari demand debit air yang dilepas pada masing – masing petak lahan tanam pada tiap BLT serta terfokus pada masing – masing varietas tanaman yaitu padi, palawija dan tebu. Dari hasil debit air diatas maka diperoleh sebaran air yang dialirkan sehingga mampu memberikan informasi control debit air yang dibutuhkan untuk petak lahan tanam sekunder aryojeding pada BLT III hingga BS Atas pada BLT V. Sedangkan besar luas lahan tanam pada tiap petak lahan tanam didasarkan pada perhitungan luas palawija relatif (LPR) yang kemudian dilakukan perhitungan rata – rata. Varietas tanaman padi, palawija dan tebu menjadi factor berbeda nya nilai koefisien (K) untuk menghitung LPR sehingga mengklasifikasikan besar luas lahan tanam yang dapat ditanami. Validasi perumusan model linear programming dan output yang dihasilkan divalidasi dengna menunjukkan kepada dinas terkait yang menangani pengelolaan air irigasi sekaligus sebagai sumber pengumpulan data. Perhitungan Biaya Debit Air Per Satuan Waktu Perhitungan biaya debit air didasarkan pada harga bayangan debit air yang telah ditentukan pada sub bab sebelumnya yaitu Rp 15.75 m3/dt. Nilai harga ini menjadi koefisien untuk fungsi tujuan pada model linier programming yang digunakan. min Biaya debit air dihitung pada setiap area ke – j pada BLT III, BLT IV dan BLT V sehingga apabila dijumlahkan dibutuhkan perhitungan biaya sebanyak 36 kali untuk setiap area di BLT. total perhitungan keseluruhan area sejumlah 432 kali
Setelah dilakukan perhitungan biaya pada pemberian air masing – masing BLT, maka dilakukan rekap pemberian air secara total pada Daerah Irigasi Lodoyo Tulungagung seluas 10.447 ha. Diperoleh biaya sebesar Rp. 20.298,52 m3/dt atau senilai Rp. 20.298.524,47 lt/dt dengan 1 m3 sama dengan 1000 ha. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis berfungsi untuk menentukan aliran air yang yersedia pada waduk/ intake dapat mengairi berapa ha atau m2 area yang ditentukan. Prosedur pembuatan jaringan irigasi dimulai dengan melakuka digitasi jaringan dengan bantuan google earth untuk membuat layer sungai dan sawah.
Gambar 6. Digitasi BLT III, BLT IV dan BLT V Pada Google Earth
Kemudian expertGPS akan mengimport data hasil digitasi untuk disimpan dalam bentuk shp file sebelum akhirnya di tampilkan ke dalam Arc.View 3.3 sehingga membentuk peta petak sawah dan sungai yang diinginkan.
Gambar 5 Command Button Visual Basic Ms.Access
.Maka dari itu untuk memudahkan perhitungan biaya pada masing – masing area ke-j maka dibuat pemrograman visual basic pada Ms.Excel. Adapun salah satu contoh hasil running visual basic adalah sebagai berikut. Tabel 3. Rekap Biaya Debit Air Per Satuan Waktu
Gambar 7. Convert BLT III, BLT IV dan BLT V Pada ExpertGPS
Dalam membuat polygon pada google earth dapat diketahui panjang sungai secara langsung dengan database geografis serta length sungai yang di skema kan. Hal ini memudahkan dalam membantu penelitian dikarenakan secara existing tidak diketahui panjang sungai yang mengaliri daerah irigasi Lodagung. Tahapan berikutnya adalah memasukkan nilai debit air hasil dari optimasi air irigasi dengan mendefinisikan pada masing – masing lahan pertanian di BLT memiliki 4 petak sawah. Sehingga dibuat polyline sungai sebanyak 4 percabangan. Langkah berikut nya membuat buffering dengan memasukkan script yang atau coding untuk mengetahui laju air akan mampu mengairi berapa ha sepanjang jalur sungai.
5 setelah diperhitungan, perubahan nilai yang terjadi tidak terlalu signifikan terhadap nilai debit air irigasi.
Gambar 8. Buffer Sungai BLT III, BLT IV dan BLT V Pada Archview GIS
Terlihat pada lahan pertanian di Daerah Irigasi Lodagung kawasan BLT III, BLT IV dan BLT V tertutupi oleh kontur sebaran membentuk semacam pipa berwarna kuning muda. Kontur ini yang dinamakan buffer sungai. Buffer sungai pada ArchView 3.3 berfungsi untuk membantu melakukan digitasi peta sejauh apa sebaran air pada sungai dapat mengaliri petak lahan pertanian disekitar nya. Sehingga kemudian dapat diketahui pola sebaran air irigasi dari pintu air (titik 0) hingga ke BLT V. II. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Efisiensi Irigasi Pada perhitungan debit air yang digunakan pada masing – masing area di BLT III, BLT IV dan BLT V, maka dilakukan perbandingan debit air antara output existing dan output model optimasi sehingga dapat diperoleh prosentase efisiensi air irigasi. Setelah dilakukan perhitungan prosentase rata-rata debit air irigasi sebesar 82.04 % atau terjadi penghematan air sebanyak 17.96 %. Prosentase ini didapatkan dari rata-rata debit air output hasil model optimasi dibagi dengan rata-rata debit air output existing. Sedangkan Efisiensi air irigasi exixting yang yang diperoleh Dinas PU Pengairan saat ini adalah 75 %. Hal ini menandakan kenaikan nilai efisiensi sebesar 7.04 % yang merupakan penghematan air irigasi. Indeks masa pewinihan, garap dan taman yang berpengaruh terhadap Nilai LPR dan tinggi genangan air pada masing – masing varietas tanaman yang ditanami. Analisis Sensitivitas Model Debit air minimum yang dihasilkan melalui perhitungan optimasi model linear programming memiliki beberapa kemungkinan – kemungkinan terjadi perubahan tergantung pada preferensi perubahan variabel input yang digunakan. Apabila koefisien (K) luas digeser naik atau nilai nya besar pada varietas tanaman tertentu,maka debit air akan semakin besar. Namun kaidah bahwa kebutuhan air irigasi padi lebih besar dari pada palawija dan tebu membuat gerak interval koefiesien (K) tidak dapat ditambah ataupun dengan diturunkan lebih jauh. Constraint Qd kurang dari sama dengan Qs akan bergeser constraint angka nya apabila nilai Qs ditambah ataupun dikurangi. Penambahan maupun pengurangan Qs memungkinkan terjadi apabila prosentase kehilangan air dapat ditekan pada perjalanan air dari dam. Penambahan constraint baru dapat dilakukan dengan membuat constraint tinggi genangan air tidak boleh lebih dari 0.5 m misalkan. Namun,
Analisis Pola Sebaran Air Karakteristik dari pola sebaran air menandakan bahwa air akan lebih banyak menyebar pada dareah di sekitar jaringan sekunder. Hal ini disebabkan debit air pada sungai sekunder adalah pengurangan dari sungai tersier sehingga nilai atau arus nya stabil besar. Oleh karena itu luas lahan (LPR) pada perhitungan model oprimasi linear programming bisa jadi tidak selalu berada pada sungai tersier yang terairi. Jadi pengguna lahan atau petani pada daerah sungai sekunder memiliki potensi untuk mendapatkan air irigasi menilik pada pola sebaran air pada buffer Archview 3.3 GIS. III. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari hasil optimasi,sistem informasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Efisiensi debit air irigasi pada Daerah Irigasi Lodoyo Tulungagung I adalah 82.04 % didasarkan pada penghitungan rata – rata debit air yang dialirkan pada 4 petak lahan tanam pada masing – masing BLT III,BLT IV dan BLT V sehingga didapatkan output model optimasi sebesar 0.571 m3/dt. Sedangkan output existing rata-rata debit air untuk DI.Lodagung I adalah 0.696 m3/dt dengan prosentase efisiensi sebesar 75%. Dari perbandingan kedua output maka disimpulkan debit air yang dioptimasikan mengalami kenaikan sebesar 7.04 %. Indeks–j yaitu masa proses tanam (pewinihan;garap;tanam) memiliki kontribusi besar dalam mempengaruhi nilai luas lahan yang tersedia dan genangan air tanaman. 2. Semakin tinggi debit air yang dialokasikan, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan. Dengan menghitung total keseluruhan debit air pada petak tanam yang digunakan melalui program visual basic, maka diperoleh biaya total minimum untuk satu tahun peroide musim tanam selama desember 2012nopember 2013 adalah Rp. 20.298524,47 3. Karakteristik dari pola sebaran air menandakan bahwa air akan lebih banyak menyebar pada dareah di sekitar jaringan sekunder. 4. Pada analisis sensitivitas model linear programming, penambahan constraint baru untuk variabel input tinggi genangan air tidak perlu ditambahkan. Namun, setelah diperhitungan, perubahan nilai yang terjadi tidak terlalu signifikan terhadap nilai debit air irigasi. DAFTAR PUSTAKA ____. (2012). “Luas Panen – Produktivitas Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi”. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php.Dikunjungi Pada 19 Maret 2013. [2] Calejo, M. J., N. Lamaddalena, et al. (2008). "Performance analysis of pressurized irrigation [1]
6
[3]
[4] [5]
[6]
[7]
[8] [9]
[10]
[11]
[12]
systems operating on-demand using flow-driven simulation models." 95: 154-162. Fortes, P. S., A. E. Platonov, et al. (2005). "GISAREG — A GIS based irrigation scheduling simulation model to support improved water use." 77: 159-179. Harlan, D. "Kajian Penggunaan Air Irigasi." 8(10): 1-14. Hoogerwerf, M. I. L., F. N. Muchena, et al. (1992). "Spatial Variability and Reclamation of Salinity and Sodicity in a Kenyan Irrigation Scheme." 5. Lorite, I. J., L. Mateos, et al. (2005). "Impact of spatial and temporal aggregation of input parameters on the assessment of irrigation scheme performance." 300: 286-299. Merot, A. and J. Bergez (2010). "Environmental Modelling & Software IRRIGATE : A dynamic integrated model combining a knowledge-based model and mechanistic biophysical models for border irrigation management." Environmental Modelling and Software 25(4): 421-432. Saptana. Dkk (2010).”Peningkatan Usaha Tani di Indonesia”.1-22 Setiawati, Danar Linsa. (2010). “Penggunaan Sistem Informasi Geografis Berbasis Web Untuk Pembentukan Prototipe Peta Dasar Pengairan. 1-14. Situbondo, D. I. K. (2005). "AnalisisTrend Irigasi Teknis, Irigasi Setengah Teknis, Irigasi Sederhana dan Sawah Irigasi.”1-13 Sriyana (2010). "Sistem Informasi Jaringan (Sijari) Kabupaten Sukoharjo Berbasis Program Archview GIS.3.3.” 31(1): 16-27. Sumadiyono, A., J. Magister, et al.(2009). "Timur Provinsi Kalimantan Tengah (Water Supply Efficiency in Irragition Channel On Karau Irrgation Area Easr BaritoDistrict Central Kalimantan Province).”1-22