STUDI PENENTUAN INDEKS PENGGUNAAN AIR (IPA) BERDASARKAN FAKTOR JARAK DI SALURAN SEKUNDER 1 BENDUNG KEDUNG CABAK KABUPATEN BLITAR (Determination Study of Water Use Index (IPA) Based on the Distance Factor in the Secondary Channel 1 Kedung Cabak Weir Blitar District) Feri Alimudin, Rini Wahyu Sayekti, Prima Hadi Wicaksono Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Tenik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 – Telp (0341) 562454 Email:
[email protected] ABSTRAK Watukursi merupakan jaringan irigasi yang mengairi 386 ha dan disuplai kebutuhan air irigasinya dari Sungai Lekso melalui Bendung Kedung Cabak. Seiring berjalannya waktu muncul permasalahan berupa kekurangan air di beberapa periode tanam, permasalahan ini kemungkinan terjadi akibat borosnya pemakaian air di hulu sehingga di hilir seringkali kekurangan air di musim kemarau. Studi ini dilaksanakan untuk penghematan air irigasi di Saluran Sekunder 1 Bendung Kedung Cabak. Perhitungan air irigasi berdasarkan faktor jarak adalah kebutuhan air irigasi yang ditambahkan dengan perhitungan kehilangan air. Sedangkan perhitungan tanpa berdasarkan faktor jarak juga dilakukan sebagai nilai pembanding besarnya debit kebutuhan air irigasi. Dari hasil perhitungan didapatkan pemberian air irigasi berdasarkan faktor jarak di Saluran Sekunder Bendung Kedung Cabak rata-rata sebesar 1,973 m3/dt dan pemberian air irigasi tanpa berdasarkan faktor jarak rata-rata sebesar 2,512 m3/dt, sehingga terdapat penghematan konsumsi air sebesar 0,539 m3/dt. Indeks Penggunaan Air (IPA) pada Saluran Sekunder Bendung Kedung Cabak mempunyai kelas Baik sebesar 75% (27 kali dari 36 periode), kelas Sedang sebesar 22% (8 kali dari 36 periode), dan kelas Buruk sebesar 3% (1 kali dari 36 periode). Kata Kunci: Kebutuhan Air, Faktor Jarak, Indeks Penggunaan Air ABSTRACT Watukursi is a network of irrigation which irrigate 386 ha and supplied irrigation water from the Lekso River through the Kedung Cabak Weir. Over time problems arise in the form of defsit water in some of the planting period, this problem may happen due to wasteful use of water in upstream so in downstream is often deficit in the dry season. This study was implemented to saving of irrigation water in the Secondary Channel 1 Kedung Cabak Weir. Calculation of irrigation water based on the distance factor is irrigation water which is added with the calculation of water loss. While the calculation regardless of the distance factor is also done as values for the amount of irrigation water discharge requirements. From the calculation results irrigation water based on the distance factor at Secondary Channels of Kedung Cabak Weir average of 1,973 m3/sec and the irrigation water without based on the distance factor average of 2,512 m3/sec, so there is a saving of irrigation water consumption amounted to 0.539 m3/sec. The Water Use Index (IPA) on Secondary Channels of Kedung Cabak Weir has Good grade of 75% (27 times from 36 periods), Medium grade of 22% (8 times from 36 periods), and Bad grade of 3% (1 times from 36 periods). Keywords: Water Supplies, Distance Factor, Water Use Index
1. PENDAHULUAN Air merupakan salah satu sumber daya alam yang substantif dan penting. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagai kebutuhan dasar, air dibutuhkan manusia untuk minum, mandi, dan cuci. Sedangkan dalam tahapan yang lebih lanjut dapat digunakan untuk irigasi, pembangkit listrik, industri, dan lain sebagainya. Salah satu pemanfaatan air terbesar adalah untuk kebutuhan air irigasi, namun biasanya ketersediaan yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Hal ini dikarenakan sebelum menuju petak sawah tujuan, air sudah mengalami banyak kehilangan akibat jarak petak sawah yang jauh dari pintu pengambilan baik akibat karakteristik saluran dan evaporasi yang terjadi di lahan maupun kesalahan pengoperasian. Untuk mengatasi permasalahan diatas, maka dibutuhkan suatu tindakan evaluasi yang tepat dan efisien serta tersusun sistematis. Agar jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik sebagaimana semestinya, diperlukan studi yang lebih mendalam mengenai permasalahan tersebut. Oleh karena itu, studi ini membahas tentang penentuan Indeks Penggunaan Air berdasarkan faktor jarak. 2. METODOLOGI Ketersediaan Air Ketersediaan air adalah jumlah air yang diperlukan terus menerus ada di suatu lokasi dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Air yang tersedia dapat digunakan untuk berbagai keperluan, dalam studi ini ketersediaan air tersebut digunakan untuk keperluan irigasi yaitu sejumlah debit yang dialirkan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Dalam penentuan ketersediaan air, diperlukan analisa debit andalan untuk menentukan debit yang dipakai. Kebutuhan Air Irigasi Studi ini memakai metode FPR, dengan kebutuhan air tanaman pada petak tersier dinyatakan dalam hektar palawija
yang akan diairi (luas relatif netto palawija). Faktor Palawija Relatif merupakan metode perhitungan kebutuhan air irigasi yang berkembang di Jawa Timur. Dalam situasi menipisnya sumber daya air, perencanaan kebutuhan air merupakan faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pengelolaan air yang tersedia. Kehilangan air di petak tersier dinyatakan dalam tambahan hektar palawija yang akan diairi, ini dilakukan dengan mengalikan luas palawija relatif (LPR) dengan suatu faktor konversi untuk setiap jenis tanaman. Perbandingan antara air yang tersedia dengan luas relatif total palawija inilah yang disebut Faktor Palawija Relatif (FPR). Jatah air dihitung dengan mengalikan luas relatif palawija di bangunan sadap dengan FPR. FPR = dengan: FPR = Faktor Palawija Relatif Q = Debit yang mengalir di sungai LPR = Luas Palawija Relatif Tabel 1 Nilai-nilai FPR berdasarkan jenis tanah FPR (l/det) ha. palawija Air kurang Air cukup Air memadai Aluvial 0,18 0,18 – 0,36 0,36 Latosol 0,12 0,12 – 0,23 0,23 Gramosol 0,06 0,06 – 0,12 0,12 Giliran Perlu Mungkin Tidak Sumber: Ditjen Pengairan (2013:3) Jenis Tanah
Pemberian Air tanpa Faktor Jarak Pemberian air tanpa memperhitungkan kehilangan air di saluran dilakukan dengan cara mengasumsikan kehilangan air di saluran, dalam presentase yang sama besar untuk setiap jenis saluran. Nilai efisiensi saluran primer, sekunder dan tersier berbeda-beda tiap jaringan irigasi. Besarnya efisiensi di tingkat saluran primer sebesar 90%, sekunder sebesar 90% dan tersier sebesar 80%, sehingga efisiensi irigasi total yaitu 90% x 90% x 80% = 65%. Dalam studi ini nilai efisiensi yang dipakai adalah efisiensi eksisting yaitu sebesar 87% pada saluran sekunder maupun tersier.
Pemberian Air dengan Faktor Jarak Pemberian air berdasarkan faktor jarak dilakukan dengan cara memperhitungkan kehilangan air di saluran, besarnya kehilangan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Air irigasi yang dialirkan dari sumber air menuju petak-petak sawah, ada sebagian air yang hilang dalam perjalanan. Kehilangan air di jaringan terdiri dari: 1.Kehilangan air di saluran (conveyance) 2.Kehilangan air pengoperasi (operation) Kehilangan Air Akibat Rembesan Mengingat belum adanya data kehilangan air akibat rembesan pada berbagai jenis saluran, maka dianggap bahwa rembesan mengikuti ketentuan Garg dengan besarnya rembesan disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 2 Harga rembesan pada berbagai jenis saluran (m3/dt per 106 m2) No
Jenis bahan pembentuk
Rembesan
saluran 1. 2. 3. 4. 5.
Tanah pasir Tanah sedimen Tanah galian Pasangan batu Campuran semen, kapur pasir, batu-bata 6. Adukan semen 7. Campuran semen, pasir, batu Sumber: Garg (1981:82)
5,50 2,50 1,60 0,90 0,40 0,17 0,13
menurut Gurcharan (1980:559) yang ditulis dalam persamaan berikut: Qe = k x Eto x D dengan: Qe = debit yang hilang akibat evaporasi Eto = evaporasi air bebas D = lebar permukaan k = faktor konversi satuan (1,157 x 10-8) Kehilangan Air Akibat Pengoperasian Kehilangan air karena operasi adalah kehilangan air akibat kesalahan dalam pengoperasian bangunan irigasi yang terutama disebabkan oleh jenis bangunan pengukur debit dan kecermatan pengelola lapangan. Kehilangan air karena pengoperasian bangunan pembagi yang diakibatkan oleh jenis bangunan pengukur disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 3 Presentase kesalahan relatif pada bangunan pengukur debit No Bangunan pengukur Kesalahan . debit relatif 1. Ambang Lebar 2% 2. Cipoletti 5% 3. Parshall 3% 4. Romijn 3% 5. Crump de Gruyter 3% 6. Orifis Tinggi Energi Tetap >7% 7. Long Throated Flume >2% Sumber: Ditjen Pengairan (2013:27)
Dari ketentuan Garg, kehilangan air karena rembesan dapat ditulis dalam persamaan berikut:
Dalam studi ini perhitungan kehilangan air akibat pengoperasian menggunakan kesalahan relatif bangunan ukur eksisting yaitu ambang lembar, sehingga kehilangan air akibat pengoperasian dapat ditulis dalam persamaan berikut:
Qs = k x P dengan: Qs = kehilangan air karena rembesan k = koefisien dari ketentuan Garg P = Lebar penampang basah saluran
Qo = k x Q dengan: Qo = kehilangan air karena rembesan k = kesalahan relatif bangunan pengukur Q = debit rencana pemberian air irigasi
Kehilangan Air Akibat Evaporasi Dalam studi ini perhitungan evaporasi menggunakan Metode Blaney Criddle karena keterbatasan data yang dimiliki, sehingga kehilangan air akibat evaporasi
Kehilangan Air Total pada Saluran Kehilangan air dipengaruhi oleh panjang saluran, tentunya pada saat kuantitas air terbatas faktor ini perlu diperhitungkan untuk pembagian air yang merata. Total
kehilangan air dapat persamaan berikut:
ditulis
dalam
Qks = [( Qr + Qe ) x L] + Qo dengan: Qks = debit kehilangan air pada saluran Qr = debit kehilangan air rembesan Qe = debit kehilangan air evaporasi Qo = debit kehilangan air karena operasi L = panjang saluran Apabila debit yang diberikan adalah debit pada pintu bangunan bagi sadap, maka kebutuhan air di sawah dapat dihitung dengan: IR = ( NFR x A) + Qks dengan: IR = kebutuhan air irigasi di sawah NFR = kebutuhan air tanaman A = Luas area irigasi Qks = debit kehilangan air Indeks Penggunaan Air (IPA) Nilai IPA suatu daerah irigasi dikatakan baik jika air yang dibutuhkan masih lebih sedikit dari pada potensinya sehingga masih menghasilkan air untuk bagian hilirnya begitu juga sebaiknya, perhitungan Indeks Penggunaan Air ditulis dengan persamaan berikut: IPA = Indikator IPA dalam pengelolaan air sangat penting kaitannya dengan mitigasi bencana kekeringan di jaringan sesuai dengan Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Rehablitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai Nomor P.04/V-Set/2009. Adapun klasifikasi Indeks Penggunaan Air (IPA) disajikan pada tabel sebagai berikut: Tabel 4 Klasifikasi nilai Indeks Penggunaan Air (IPA) No. Nilai IPA Kelas Skor 1. < 0,5 Baik 1 2. 0,5 – 1,0 Sedang 3 3. > 1,0 Jelek 5 Sumber: Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2009:29)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa debit andalan data yang digunakan adalah data debit dengan pengamatan 10 tahun dari Sungai Lekso. Prosedur perhitungan debit andalan adalah sebagai berikut: 1. Menghitung total debit satu tahun untuk tiap tahun data yang diketahui. 2. Merangking data mulai dari yang besar hingga kecil. 3. Menghitung probabilitas untuk masingmasing data dengan menggunakan persamaan Weibull P= dengan: P = probabilitas (%) m = nomor urut data n = Jumlah data Untuk menentukan debit andalan 80%, maka data debit rata-rata 10 tahun diatas diurutkan seperti pada tabel berikut ini: Tabel 5 Perhitungan Debit Andalan 80% di Sungai Lekso dalam m3/dt No
Tahun
Debit Rerata
Probabilitas
1
2013
2.325
9.09%
2
2009
2.264
18.18%
3
2008
2.230
27.27%
4
2007
2.214
36.36%
5
2014
2.136
45.45%
6
2006
2.119
54.55%
7
2015
2.100
63.64%
8
2010
1.963
72.73%
9
2012
1.961
81.82%
10
2011
1.713
90.91%
Sumber: Perhitungan Berdasarkan perhitungan probabilitas dengan menggunakan rumus Weibull, didapatkan debit sungai andalan Q80 berada di urutan ke 9 yaitu debit air di intake Bendung Kedung Cabak tahun 2012. Analisa Kebutuhan Air Irigasi Perhitungan kebutuhan air irigasi pada saluran sekunder Bendung Kedung Cabak dengan Metode FPR dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 6 Hasil perhitungan debit kebutuhan air irigasi Kebutuhan Air Bulan Periode lt/dt/ha Januari I 14.370 II 12.125 III 2.680 Februari I 2.128 II 2.075 III 2.075 Maret I 2.075 II 2.075 III 2.733 April I 7.690 II 6.536 III 6.536 Mei I 9.160 II 6.457 III 3.010 Juni I 3.426 II 3.044 III 2.805 Juli I 2.164 II 1.876 III 1.876 Agustus I 1.876 II 1.876 III 5.776 September I 5.776 II 1.880 III 1.880 Oktober I 1.880 II 1.174 III 2.172 November I 2.192 II 2.192 III 14.258 Desember I 8.928 II 13.173 III 15.371 Sumber: Perhitungan
Pemberian Air tanpa Faktor Jarak Efisiensi irigasi yang besarnya adalah perbandingan antara jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman ditambah kehilangan air dengan jumlah air yang dikeluarkan dari pintu pengambilan. Pengelolaan air tanpa memperhitungkan kehilangan air di saluran dilakukan dengan cara memperkirakan kehilangan air di saluran dalam efisiensi saluran yang sama besar untuk setiap jenis saluran. Berikut ini merupakan tabel hasil rekapitulasi perhitungan pemberian air tanpa faktor jarak Tabel 7 Hasil perhitungan debit pemberian air irigasi tanpa faktor jarak Debit Air Bulan Periode m3/dt Januari I 7.328 II 6.183 III 1.367 Februari I 1.085 II 1.058 III 1.058 Maret I 1.058 II 1.058 III 1.394 April I 3.922 II 3.333 III 3.333 Mei I 4.671 II 3.293 III 1.535 Juni I 1.747 II 1.552 III 1.431 Juli I 1.104 II 0.957 III 0.957 Agustus I 0.957 II 0.957 III 2.946 September I 2.946 II 0.959 III 0.959
Oktober
I II III November I II III Desember I II III Sumber: Perhitungan
0.959 0.598 1.108 1.118 1.118 7.271 4.553 6.718 7.839
Pemberian Air dengan Faktor Jarak Pengelolaan air berdasarkan faktor jarak dilakukan dengan memperhatikan kehilangan air di saluran selama perjalanannya menuju boks tersier. Kehilangan yang terjadi diakibatkan oleh rembesan pada saluran, evaporasi, dan kesalahan pada pegoperasian pada tiap bangunan bagi. Berikut ini merupakan hasil perhitungan pemberian air dengan faktor jarak Tabel 8 Hasil prhitungan debit pemberian air irigasi dengan faktor jarak Debit Air Bulan Periode m3/dt Januari I 5.711 II 4.823 III 1.084 Februari I 0.865 II 0.844 III 0.844 Maret I 0.844 II 0.844 III 1.105 April I 3.068 II 2.612 III 2.612 Mei I 3.650 II 2.580 III 1.215 Juni I 1.380 II 1.228 III 1.134
Juli
I II III Agustus I II III September I II III Oktober I II III November I II III Desember I II III Sumber: Perhitungan
0.880 0.765 0.765 0.765 0.765 2.311 2.311 0.767 0.767 0.767 0.487 0.883 0.891 0.891 5.667 3.559 5.238 6.107
Hubungan antara Panjang Saluran Tersier dengan Debit Kehilangan Air
Gambar 1 Grafik hubungan antara penampang basah saluran dan rerata debit saluran tersier pada b = 1 m Dari grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara penampang basah saluran (m) dengan debit saluran (lt/dt) pada lebar saluran 1 m, memenuhi persamaan: y = 145,44x – 167 dengan, x = penampang basah saluran (m) y = debit saluran tersier (lt/dt)
Gambar 2 Grafik hubungan antara panjang saluran tersier dan rerata debit kehilangan air pada b = 1 m Dari grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara panjang saluran tersier (m) dengan debit kehilangan air (lt/dt) pada lebar saluran 1 m, memenuhi persamaan: y = 0,0085x – 0,8726 dengan, x = panjang saluran (m) y = debit kehilangan air (lt/dt)
Gambar 3 Grafik hubungan antara penampang basah saluran dan rerata debit saluran tersier pada b = 1,5 m Dari grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara penampang basah saluran (m) dengan debit saluran (lt/dt) pada lebar saluran 1,5 m, memenuhi persamaan: y = 346,08x – 630,52 dengan, x = penampang basah saluran (m) y = debit saluran tersier (lt/dt)
Gambar 4 Grafik hubungan antara panjang saluran tersier dan rerata debit kehilangan air pada b = 1,5 m Dari grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara panjang saluran tersier (m) dengan debit kehilangan air (lt/dt) pada lebar saluran 1,5 m, memenuhi persamaan: y = 0,018x – 4,7634 dengan, x = panjang saluran (m) y = debit kehilangan air (lt/dt)
Gambar 5 Grafik hubungan antara penampang basah saluran dan rerata debit saluran tersier pada b = 2 m Dari grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara penampang basah saluran (m) dengan debit saluran (lt/dt) pada lebar saluran 2 m, memenuhi persamaan: y = 670,07 – 1737,2 dengan, x = penampang basah saluran (m) y = debit saluran tersier (lt/dt)
Dari grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara penampang basah saluran (m) dengan debit ruas sekunder (lt/dt) pada lebar saluran 2,5 m, memenuhi persamaan: y = 997,55x – 3542,4 dengan, x = penampang basah saluran (m) y = debit ruas sekunder (lt/dt)
Gambar 6 Grafik hubungan antara panjang saluran tersier dan rerata debit kehilangan air pada b = 2 m Dari grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara panjang saluran tersier (m) dengan debit kehilangan air (lt/dt) pada lebar saluran 2 m, memenuhi persamaan: y = 0,0308x – 15,618 dengan, x = panjang saluran (m) y = debit kehilangan air (lt/dt) Beberapa sajian grafik hubungan diatas menunjukkan bahwa selain panjang saluran, besarnya kehilangan debit pada saluran juga diakibatkan oleh besarnya penampang basah pada saluran tersebut. Hubungan antara Panjang Ruas Sekunder dan Debit Kehilangan Air
Gambar 8 Grafik hubungan antara panjang ruas sekunder dan rerata debit kehilangan air pada b = 2,5 m Dari grafik diatas menunjukkan bahwa hubungan antara panjang ruas sekunder (m) dengan debit kehilangan air (lt/dt) pada lebar saluran 2,5 m, memenuhi persamaan: y = 0,0093x – 1,2354 dengan, x = panjang ruas (m) y = debit kehilangan air (lt/dt) Sajian grafik diatas menguatkan pernyataan sebelumnya bahwa rerata debit kehilangan sangat dipengaruhi oleh debit yang melewati saluran tersebut Indeks Penggunaan Air (IPA) Nilai IPA suatu daerah irigasi dikatakan baik jika air yang dibutuhkan masih lebih sedikit dari pada potensinya sehingga masih menghasilkan air untuk bagian hilirnya. Berikut ini merupakan perhitungan Indeks Penggunaan Air (IPA) di Saluran Sekunder Bendung Kedung Cabak.
Gambar 7 Grafik hubungan antara penampang basah saluran dan rerata debit ruas sekunder pada b = 2,5 m
Tabel 9 Hasil perhitungan Indeks Penggunaan Air (IPA) Nilai Bulan Periode IPA Kelas Januari I 1.056 Buruk II 0.892 Sedang III 0.202 Baik Februari I 0.161 Baik II 0.157 Baik III 0.157 Baik Maret I 0.157 Baik II 0.157 Baik III 0.206 Baik April I 0.568 Sedang II 0.484 Baik III 0.484 Baik Mei I 0.675 Sedang II 0.836 Sedang III 0.099 Baik Juni I 0.112 Baik II 0.100 Baik III 0.185 Baik Juli I 0.144 Baik II 0.125 Baik III 0.125 Baik Agustus I 0.125 Baik II 0.125 Baik III 0.375 Baik September I 0.375 Baik II 0.125 Baik III 0.125 Baik Oktober I 0.125 Baik II 0.160 Baik III 0.192 Baik November I 0.116 Baik II 0.116 Baik III 0.917 Sedang Desember I 0.576 Sedang II 0.847 Sedang III 0.988 Sedang Sumber: Perhitungan Dari tabel diatas, Saluran Sekunder Bendung Kedung Cabak mempunyai Indeks Penggunaan Air (IPA) dengan kelas Baik sebanyak 27 kali periode,
kelas Sedang sebanyak 8 kali periode, dan kelas Buruk sebanyak 1 kali periode. 4. KESIMPULAN Debit ketersediaan yang dipilih menggunakan debit andalan 80% yaitu tahun 2012 pada Sungai Lekso, sedangkan kebutuhan air irigasi yang digunakan berdasarkan data tanaman tahun 2015 pada Jaringan Irigasi Watukursi dengan luas tanam sebesar 286 ha. Dari perhitungan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kebutuhan air irigasi menggunakan metode FPR diketahui bahwa nilai FPR terendah pada saluran sekunder Bendung Cabak adalah 0,21 ltr/dt/ha.pol yaitu pada Mei periode ke-2, Agustus periode ke-3, dan September periode ke-1. Sedangkan nilai FPR tertinggi adalah 0,69 ltr/dt/ha.pol yaitu pada Juni periode ke-1. Dengan demikian, pemberian air irigasi dapat dilakukan secara terus menerus maupun secara giliran pada periode tertentu. 2. Hubungan antara panjang saluran tersier dan sekunder dengan rerata debit kehilangan adalah berbanding lurus. Selain panjang saluran, besarnya debit kehilangan juga dipengaruhi oleh luas penampang basah saluran tersebut. 3. Pemberian air irigasi dengan memperhitungkan faktor jarak memerlukan debit yang lebih menghemat konsumsi air daripada tanpa memperhitungkan faktor jarak. Perhitungan pemberian air irigasi dengan faktor jarak menghasilkan debit sebesar 1,973 m3/dt sedangkan tanpa faktor jarak sebesar 2,512 m3/dt. 4. Indeks Penggunaan Air (IPA) pada Saluran Sekunder Bendung Kedung Cabak mempunyai kelas Baik sebesar 75% yaitu 27 kali dari 36 periode, kelas Sedang sebesar 22% yaitu 8 kali dari 36 periode, dan kelas Buruk sebesar 3% yaitu 1 kali dari 36 periode, dari presentase diatas menunjukkan bahwa Nilai Indeks Penggunaan Air (IPA) tergolong kelas Baik.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar.2015.Kabupaten Blitar Dalam Angka 2015.Referensi internet:diakses tanggal 9 Mei 2016 Direktorat Jendral Pengairan.2013.Standar Perencanaan Irigasi KP01.Departemen Pekerjaan Umum.Bandung:CV.Galang Persada Direktorat Jendral Pengairan.2013.Standar Perencanaan Irigasi KP03.Departemen Pekerjaan Umum.Bandung:CV.Galang Persada Garg,Santosh Kumar.1981.Irrigation Engineering and Hydraulic Structures.Khana Publisher:Nai Sarak New Delhi Google Map.2016.Peta Kecamatan Wlingi.Referensi internet:diakses tanggal 9 Mei 2016 Kementerian Kehutanan.2009.Pedoman Monitoring dan Evaluasi Aliran Sungai.Referensi internet:diakses tanggal 5 Februari 2016 Mashudi.1973.Sedikit Uraian Perihal Rumus-Rumus Untuk Merencanakan Saluran Irigasi.Badan Penerbit Pekerjaan Umum:Jakarta Nurisma, IlfiaJihan.2015. Studi Perencanaan Pemberian Air Irigasi Dengan Menggunakan Indeks Penggunaan Air (IPA) Saluran Sekunder Bumiayu.Skripsi tidak dipublikasikan.Universitas Brawijaya Raju,Rangga.1986.Aliran Melalui Saluran Terbuka.Erlangga:Jakarta Singh,Gucharan.1980.Irrigation Engineering.Standart House:Nai Sarak New Delhi
Book
Soemarto,CD.1999. Hidrologi Teknik. Jakarta:Erlangga
Sudjarwadi.1990.Teori dan Praktek Irigasi.PAU Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada.Yogjakarta Triatmodjo,Bambang.2008. Hidrologi Terapan. Yogjakarta:Beta Offset