EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI DI SALURAN SEKUNDER PADA BERBAGAI TINGKAT PEMBERIAN AIR DI PINTU UKUR
Susi Hariany 1) Bustomi Rosadi 2) Nur Arifaini 2)
Abstract Way Rarem irrigation area is focused on improving the productivity of food crops in Lampung. Service area of the Regional Irrigation Way raw Rarem estimated at 22,960 hectares. However, in reality the standard service area for irrigation area is still not achieved. Based on the issues raised above, needed study to find out the problems occur one is to see the relationship of door opening effect to the the performance of irrigation networks. The results of research in the field indicate that there has been a difference between the discharge measurement results with a standard discharge door opening between 0,025 – 0, 206 m3/sec. This indicates that a leak in the secondary channel, causing the discharge was not supposed to be delivered in accordance with the requirements of the land. Loss water are also performed in the secondary between BR 32 to BKR 2 canals and water loss by evaporation to pan evaporation test. The results showed the loss of water channels also occur between 0.009 m 3/sec - 0.025 m3/sec. If calculated on a percentage, then the maximum water loss in the secondary channel is 3,27%. Loss of water due to evaporation in the channel is 0,00108 m3/sec/day. If we calculated the economic impact caused of loss of water in the door, then the loss of water amounting to 0,206 m3/sec will make 1,4574 billion IDR. (One billion four hundred and fifty seven million four hundred thousand rupiahs) for the first time the growing season. Thus, needed recalibration of the door in the secondary canal as needed accordance with the plan so that the irrigation network performance can be improved. Key words: DI Way Rarem, secondary door discharge, loss of performance of irrigation water
Abstrak Daerah irigasi Way Rarem merupakan salah daerah irigasi yang difokuskan untuk meningkatkan produktifitas tanaman pangan di provinsi Lampung. Luas areal layanan baku Daerah Irigasi Way Rarem diperkirakan sebesar 22.960 hektar. Akan tetapi, dalam kenyataannya luas layanan baku untuk daerah irigasi ini masih belum tercapai. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas maka perlu adanya suatu kajian untuk mengetahui permasalahan yang terjadi salah satunya adalah dengan melihat pengaruh bukaan pintu terhadap kinerja jaringan irigasi. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi selisih antara debit hasil pengukuran dengan debit standar bukaan pintu yaitu antara 0,025 m3/dtk - 0,206 m3/dtk. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kebocoran pada pintu saluran sekunder sehingga menyebabkan debit yang seharusnya dialirkan ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan di lahan pertanian. Pengukuran kehilangan juga dilakukan di saluran sekunder BR 32 dan BKR 2 dan kehilangan air akibat penguapan dengan uji pan evaporasi. Hasil penelitian menunjukkan pada saluran juga terjadi kehilangan air antara 0,009 m3/dtk – 0,025 m3/dtk. Kehilangan air akibat penguapan di saluran adalah 0,00108 m3/dtk/hari. Jika 1)
2)
Mahasiswa Magister Teknik Sipil Universitas Lampung. Jl. Prof.Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung. E-mail :
[email protected] Dosen Magister Teknik Sipil Universitas Lampung. Jl. Prof.Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung.
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
diperhitungkan kehilangan air pada pintu dengan perhitungan dampak ekonomi, maka dengan kehilangan air sebesar 0,206 m3/dtk akan menimbulkan kerugian sebesar kerugian Rp. 1.457.450.000. untuk 1 kali musim tanam. Dengan demikian dibutuhkan kalibrasi ulang pintu saluran sekunder sehingga sesuai dengan kebutuhan sehingga kinerja jaringan irigasi dapat ditingkatkan sesuai dengan rencana. Kata kunci : Daerah Irigasi Way Rarem, debit pintu, kehilangan air, kinerja irigasi
1.
PENDAHULUAN
Daerah irigasi Way Rarem merupakan salah daerah irigasi yang difokuskan untuk meningkatkan produktifitas tanaman pangan di provinsi Lampung. Daerah irigasi ini mempunyai saluran induk sepanjang 65,30 km, saluran sekunder sekunder ± 160.201 Km dan saluran tersier ± 387.304 Km serta melintasi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Utara, sebagian kecil Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tulang Bawang. Luas areal layanan baku Daerah Irigasi Way Rarem diperkirakan sebesar 22.960 hektar. Sumber air irigasi untuk daerah ini disuplai dari Bendungan Way Rarem (Dinas Pengairan Provinsi Lampung, 2010). Setelah berfungsinya Daerah Irigasi Way Rarem dengan investasi yang sangat besar, daerah irigasi ini diharapkan mampu memicu produksi beras, pengendalian banjir, serta pengembangan di sektor lain yang berkaitan dengan sektor ini. Akan tetapi, dalam kenyataannya luas layanan baku untuk daerah irigasi ini masih belum tercapai. Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa salah satu penyebab tidak tercapainya luas layanan baku disebabkan oleh kehilangan air di saluran primer yang disebabkan oleh penguapan, rembesan, kebocoran, kerusakan bangunan irigasi dan pengambilan liar yang terjadi di sepanjang saluran primer. (Dinas Pengairan, 2003). Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas maka perlu adanya suatu kajian untuk mengetahui permasalahan yang terjadi salah satunya adalah dengan melihat pengaruh bukaan pintu terhadap kinerja jaringan irigasi. Irigasi berarti mengalirkan air dari sumber air yang tersedia kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Menurut Sudjarwadi (1979), istilah irigasi diartikan sebagai kegiatan – kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain – lain usaha pertanian. Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas bangunan dan saluran air beserta perlengkapnya. Sistem jaringan irigasi dapat dibedakan antara jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier. Jaringan irigasi utama meliputi bangunan – bangunan utama yang dilengkapi dengan saluran pembawa, saluran pembuang. dan bangunan pengukur. Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil.
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
226
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan di petak tersier menjadi tanggungjawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan studi kinerja Daerah Irigasi Way Rarem berdasarkan simulasi bukaan pintu saluran sekunder dalam rangka pengelolaan sumber daya air yang tepat dan berkesinambungan, dengan sasaran konstruksi yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi kinerja pintu saluran sekunder dengan melakukan simulasi pengukuran debit pada bukaan pintu dan membandingkannya dengan debit standar pintu b. Mengidentifikasi kehilangan air pada saluran sekunder c. Memperhitungkan dampak kerugian ekonomis petani akibat kehilangan air pada pintu sekunder.
1.1
Pengukuran Kecepatan Aliran
Pengukuran debit saluran irigasi dilakukan dengan cara mengukur kecepatan arus dan penampang melintang saluran dengan menggunakan alat pengukur kecepatan (current meter). Alat ini digunakan karena memberikan ketelitian yang cukup tinggi. Kecepatan aliram yang diukur adalah kecepatan aliran titik dalam satu penampang tertentu. Prinsip yang digunakan adalah hubungan antara kecepatan aliran dengan putaran baling – baling. Untuk menghitung besarnya kecepatan aliran berdasarkan kecepatan baling – baling digunakan rumus : v= a + bn Dimana: v = kecepatan aliran (m/dtk) a = kecepatan permulaan untuk mengatasi gesekan dalam alat n = banyaknya putaran per detik, n = p/t b = konstanta p = jumlah putaran per siklus t = waktu siklus
[1]
Menurut Sri Harto (1989), ada beberapa cara untuk menentukan distribusi kecepatan secara vertikal yaitu dengan menempatkan baling – baling current meter pada kondisi kedalaman, yaitu : a. Pengukuran pada 1 (satu) titik, umumnya dilakukan apabila kedalaman air kurang dari 1 (satu) meter, penempatan baling – baling pada kedalaman 0,60 h diukur dari muka air. b. Dalam praktek umumnya, pengukuran kecepatan aliran dilakukan lebih dari 1 (satu) titik sehingga diharapkan dapat memberikan pengukuran yang dapat dipertanggungjawabkan
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
227
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
sehingga ketinggian yang dipakai adalah 0,2 h dan 0,8 h seperti yang ditunjukkan pada Gambar di bawah ini.
Gambar 1. Hubungan antara penampang saluran dan penempatan baling - baling
1.2 Menentukan Debit Untuk menentukan besarnya debit pengukuran pada pintu saluran adalah perkalian antara luas penampang basah dengan kecepatan rata-ratanya. Q = v. A
[2]
Dimana : Q = debit (m3/dtk) v = kecepatan rata – rata aliran A = luas penampang basah saluran
2.
METODE PENELITIAN
Tempat penelitian berada di Daerah Irigasi Way Rarem Saluran Sekunder Kerta Raharja Kabupaten Tulang bawang. Untuk pintu yang diteliti adalah pintu saluran sekunder BR 32 Saluran Sekunder Kertaraharja.
2.1 Metode Pengambilan Data dan Analisis Data a. Pengukuran dan Analisis Kecepatan Aliran Alat pengukur kecepatan aliran yang digunakan juga berbeda sesuai dengan saluran. Untuk saluran skunder, alat yang digunakan adalah current meter tipe Propeller. Penggunaan alat
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
228
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
tipe ini dilaksanakan karena baling – baling yang digunakan pada tipe Propeller berukuran lebih kecil dari tipe price sehingga cocok digunakan untuk penampang saluran yang kecil. Analisis pengukuran kecepatan aliran yang dilakukan pada kajian ini bertujuan untuk memperoleh hasil pengukuran debit pada pintu saluran sekunder Kerta Raharja. Pengukuran kecepatan aliran dilakukan pada bagian hulu dan hilir antar pintu saluran sekunder dengan jarak pengukuran yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Penentuan jarak pengukuran kecepatan aliran sangat penting karena terkait dengan kestabilan kondisi aliran air terhadap perubahan kecepatan di pintu saluran. Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan tinggi bukaan pintu yang berbeda – beda. Besarnya tinggi bukaan ditentukan 10 cm, 13 cm, 15 cm, 18 cm, 20 cm, 22 cm, dan 25 cm. Setiap bukaan dilakukan 3 (tiga) kali ulangan. Hasil yang diperoleh diharapkan bervariasi meskipun tinggi bukaan sama. Kegiatan dilanjutkan dengan mengukur besaran kecepatan aliran dan luas penampang basah saluran dengan masing – masing kondisi setiap bukaan tersebut. Pengukuran tidak dilakukan secara langsung pada saat pintu dibuka, karena kondisi aliran belum stabil sehingga dilakukan setelah beberapa saat setelah pintu dibuka sampai kondisi air tenang Rencana pelaksanaan pengukuran lapangan dapat dilihat pada denah pengukuran kecepatan aliran dapat dilihat pada Gambar di bawah ini
Lokasi Pengukuran Saluran Sekunder Kerta Raharja
Saluran Primer
Arah Aliran
Arah Aliran
Gambar 2. Denah Pengukuran Kecepatan Aliran dengan Alat Current Meter
b. Debit Pintu Saluran Metode pengukuran untuk mendapatkan debit pada setiap bukaan dilakukan secara berulang ulang. Pengambilan simulasi bukaan dilakukan setiap tinggi bukaan yang bervariasi pada setiap bukaan dimaksudkan agar hasil simulasi memiliki akurasi data yang tinggi sehingga regresi grafik diperoleh lebih mendetail. Penentuan luas penampang basah ditentukan berdasarkan kedalaman air pada saat pengukuran berlangsung. Perhitungan debit pintu saluran akan dilaksanakan dengan menggunakan persamaan [ 2 ] di atas. c. Analisis Kehilangan Tenaga Pada Saluran Untuk menentukan besarnya kehilangan tenaga pada saluran digunakan rumus :
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
229
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
[3]
d. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Evaluasi jaringan irigasi dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan tingkat efisiensi jaringan irigasi terutama pada jaringan irigasi sekunder diperoleh dengan menghitung besarnya kehilangan air pada pintu saluran dan perhitungan dampak ekonomi dari hasil perhitungan debit terhadap hasil pertanian yang terjadi pada daerah layanan dari saluran sekunder akibat kehilangan air di saluran tersebut.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengukuran Current Meter Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah current meter tipe BFM 002 395213 24118 dengan baling – baling. Proses pengukuran dilakukan pada setiap bukaan pintu dengan tinggi yang telah ditentukan. Pada penelitian ini dilakukan simulasi untuk bukaan pintu 10 cm, 13 cm, 15 cm, 18 cm, 20 cm, 22 cm, dan 25 cm. Pengukuran di titik 1 dilakukan pada saat pintu dibuka dan kondisi air di saluran telah tenang. Untuk pengukuran di hilir (titik 2) dilaksanakan kemudian jika air dari titik 1 tiba di titik 2.
Gambar 3. Pelaksanaan Pengukuran Kecepatan Aliran dengan Current Meter
Perhitungan kecepatan aliran ditentukan berdasarkan nilai n. Dari hasil pengukuran diperoleh jumlah putaran yang kemudian ditentukan nilai n. Sebagai contoh perhitungan, hasil pengukuran di BR 32 bukaan 10 cm. Setelah diperoleh nilai n, kemudian dilakukan perhitungan nilai kecepatan (v). Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai n berada pada kisaran 2,06 s.d 2,32 sehingga rumus kecepatan yang dipakai adalah v = 0,023 +0,1105 n
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
230
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
(sesuai dengan kalibrasi alat ukur). Hasil perhitungan kecepatan pada bukaan 10 cm disajikan pada Tabel berikut. Tabel 1. Contoh Hasil Perhitungan Kecepatan Aliran Bukaan Pintu BR 32 10 cm Hari Ke-3. No.
Segmen a
1
b c
3.2
Bukaan Pintu
Posisi Current
10 cm 10 cm 10 cm
0,2D 0,8D 0,2D
0,12 0,48 0,12
10 cm
0,8D
0,48
10 cm 10 cm
0,2D 0,8D
0,12 0,48
Kedalaman
Jumlah
Waktu
D (m)
Putaran
(dt)
0,6 0,6
101 103
50 50
0,6
103
0,6 0,6 0,6
105 106 110
Kecepatan N
( V m/dt) 0,246 0,251
50
2,02 2,06 2,06
50
2,10
0,255
50 50
2,12 2,20
0,257 0,266
0,251
Perhitungan Luas Penampang Basah Saluran
Seperti yang telah disebutkan pada metodologi penelitian, penentuan luas penampang saluran ditentukan berdasarkan kedalaman pada saat bukaan pintu air. Dari hasil pengukuran di lapangan pada setiap bukaan pintu terjadi perbedaan luas penampang. Semakin besar tinggi bukaan maka semakin besar lebar penampang basah dan semakin besar pula luas penampang basah. Sebagai contoh, perhitungan luas penampang saluran adalah sebagai berikut: Lebar dasar saluran sekunder (b) : 2,20 meter Lebar penampang basah (b’) : 4,00 meter Kedalaman air pada bukaan 10 cm (d) : 60 cm = 0,6 m Luas penampang basah segmen (A1 = A3) : (0,55 x d)+((b’-b)x0,5)xdx0,5)) : (0,55x0,6) + ((4-2,2)x0,5x0,6x0,5)) : 0,6 m2 Luas Penampang basah segmen (A2) : (1,1 x d) = 1,1 x 0,6 = 0,660 m2
Gambar 4. Pelaksanaan Pengukuran Kecepatan Aliran dengan Current Meter
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
231
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
Tabel 2. Contoh Hasil Perhitungan Luas Penampang Basah Pintu BR32 Hari Ke–1. No
Tinggi Bukaan
1 10 cm 2 13 cm 3 15 cm 4 18 cm 5 20 cm 6 22 cm 7 24 cm 8 25 cm Sumber : Hasil Perhitungan
Lebar Penampang Basah 4,00 4,20 4,23 4,30 4,36 4,45 4,54 4,60
Luas Penampang Basah Segmen A1= A3 0,600 0,697 0,713 0,753 0,785 0,834 0,885 0,920
Luas Penampang Basah Segmen A2 0,660 0,732 0,743 0,770 0,792 0,825 0,858 0,880
3.3 Perhitungan Debit Aliran Pintu Saluran Nilai debit yang diperoleh dari setiap titik percobaan kemudian dijumlah dan dirata – rata. Setelah itu, nilai debit dikumulatif menjadi sebuah nilai debit yang ditentukan untuk titik tersebut. Tinjauan perhitungan debit aliran pintu saluran, tinjauan juga dilakukan terhadap garfik hubungan antara besarnya debit terhadap tinggi bukaan pintu di saluran sekunder. Sebagai bahan perbandingan, penulis membandingkan grafik hubungan debit dan tinggi bukaan yang telah dijadikan acuan (standar) oleh juru pintu di lokasi penelitian dengan hasil pengukuran. Adapun grafik acuan kalibrasi pada pintu BR 32 saluran sekunder Kertaraharja disajikan sebagai berikut. Jenis Pintu : Crump De Gruyter Lebar pintu : 0,80 meter (untuk 1 Pintu) Jumlah Pintu : 2 (dua) buah) Rumus Debit (Q) : 0,95 x b x y (2g (d – y)0,5 Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan debit rata – rata hasil pengukuran dan debit standar pintu pada pintu saluran Sekunder BR 32. Tabel 3. Debit Rata – Rata Hasil Pengukuran dan Debit Standar Pintu Pada Saluran Sekunder BR 32 (Hulu) Bukaan Debit Debit Pengukuran Presentasi Selisih Selisih (%) Pintu Standar Pintu Rata - Rata 0.10 0,476 0,473 -0,003 0,63 0.13 0,640 0,615 -0,025 3,91 0.15 0,735 0,664 -0,071 9,66 0.18 0,874 0,763 12,70 -0,111 13,49 0.20 0,971 0,840 -0,131 17,16 0.22 1,078 0,893 -0,185 17,35 0.24 1,187 0,981 -0,206 0.25 1,248 1,085 -0,163 13,06 Sumber : Hasil Perhitungan
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
232
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
Gambar 5. Grafik Perbandingan Antara Debit Rata – Rata Hasil Pengukuran Sekunder BR 32 Hulu dengan Debit Standar Pintu Air (Sumber : Hasil Perhitungan) Grafik di atas menunjukan hasil penelitian yang dilakukan pada bagian hulu (Pintu BR 32) dengan membandingkan debit standar pintu dengan debit hasil pengukuran. Hasil perhitungan menunjukkan selisih debit standar pintu dengan debit hasil pengukuran bervariasi antara 0,003 m3/dtk – 0,206 m3/dtk. Jika dihitung presentasi besarnya selisih pengukuran pada pintu saluran sekunder BR 32 yaitu 0,63% - 17,35%. Selisih terbesar antara debit standar pintu dengan debit hasil pengukuran terjadi pada bukaan pintu 24 cm dengan selisih 0,206 m3/dtk atau 17,35%. 3.4 Analisis Kehilangan Air Pada Saluran Dari hasil pengukuran kecepatan aliran yang telah dilakukan diperoleh nilai debit yang berbeda – beda untuk setiap bukaan pintu. Trend yang diperoleh dari data tersebut pada umumnya menunjukkan semakin tinggi bukaan, maka debit yang dihasilkan akan semakin besar. Tabel 12 di bawah ini menunjukkan hasil perhitungan selisih antara Debit rata – rata pengukuran pada pintu BR 32 dan BKR 2. Tabel 4. Selisih Pengukuran Debit Rata – Rata BR 32 dan BKR 2 Bukaan Debit Rata – Rata Pengukuran (m3/dtk) Selisih Debit Pintu BR 32 (Hulu) BKR 2 (Hilir) (m3/dtk) 0,10 0,501 0,492 0,009 0,13 0,615 0,601 0,014 0,15 0,664 0,643 0,021 0,18 0,763 0,738 0,025 0,20 0,840 0,817 0,023 0,22 0,893 0,884 0,009 0,24 0,981 0,974 0,007 0,25 1,085 1,074 0,011
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
Presentasi Selisih (%) 1,80 2,27 3,16 3,27 2,74 1,01 0,72 1,01
233
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
Hasil perhitungan pada tabel di atas menunjukkan hasil pengukuran debit yang keluar dari pintu BR 32 berbeda dengan hasil pengukuran debit yang akan masuk ke pintu BKR 2. Selisih pengukuran nilai debit bervariasi antara 0.009 m3/dtk sampai dengan 0,025 m3/dtk. Jika dihitung presentasi selisih pengukuran debit di pintu di hulu dan hilir adalah antara 1,01% sampai dengan 3,27%. Nilai selisih pengukuran terbesar terjadi pada bukaan pintu 18 cm yaitu 0,025 m3/dtk atau 3,27%. Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi pada Kriteria Perencanaan Bagian Saluran (KP-03) menyebutkan bahwa pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi saluran sekunder berkisar antara 5% - 10%. Dengan demikian nilai ini masih berada di bawah batas wajar kehilangan yang umum terjadi di saluran sekunder yaitu lebih kecil dari 5 %.
3.5
Analisis Pan Evaporasi
Pengujian evaporasi dengan menggunakan alat panci evaporasi dibuat untuk meniru kondisi evaporasi pada permukaan air bebas. Pada penelitian ini panci evaporasi dipasang di atas permukaan tanah. Diameter panci yang digunakan adalah 32,5 cm dengan tinggi panci 25,5 cm. Panci diletakkan pada pukul 07.00 wib dengan ketinggian air 20 cm. Pembacaan ketinggian air dilakukan kemudian dilakukan pukul 17.00 kemudian dilakukan pencatatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan air pada panci pada pembacaan akhir adalah sebesar 0,59 cm. Maka besarnya kehilangan air di saluran disebabkan oleh evaporasi sebesar 4,13 mm/hari. Jika lebar basah penampang saluran adalah 4,6 m dan jarak antar saluran 2,1 km, maka luas penampang basah adalah : 4,6 m x 2.100 m = 9.660 m2. Jika nilai evaporasi 4,13 mm/hari, maka besarnya kehilangan jika dikonversi ke satuan debit adalah : 0,00413 m/hari x 9.660 m2 = 39,8858 m3/hari. Pengukuran dilakukan selama 10 jam, maka : 39,8858/10/3600 = 0,00108 m3/dtk. Jadi, besarnya kehilangan air akibat evaporasi adalah 4,13 mm/hari atau setara dengan 0,00108 m3/dtk.
3.6 Analisis Dampak Kehilangan Air di Pintu Saluran Hasil perhitungan menunjukkan bahwa selisih debit yang terbesar terjadi pada saat semua kondisi pintu dibuka 24 cm yaitu 0, 206 m3/dtk (dari Tabel 15). Jika diasumsikan hasil panen per hektar sawah adalah 4,8 ton, maka dapat menghasilkan panen sebesar 618 ton gabah kering. Selanjutnya, jika diasumsikan harga Gabah Kering Giling (GKG) per kilogram adalah Rp.3.400,- maka hasilnya adalah = Rp.3.400 x 618.000 kg = Rp. 2.101.200.000,00 untuk 1 (satu) kali musim tanam. Sementara itu hasil perhitungan pengeluaran petani dari musim tanam sampai musim panen adalah Rp. 643.750.000,00. Dengan demikian kerugian yang ditimbulkan akibat kekurangan air pada pintu sekunder adalah Rp.2.101.200.000,00 – Rp.643.750.000,00 = Rp. 1.457.450.000. (Satu Milyar Empat Ratus Lima Puluh Tujuh Juta Empat Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
234
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
4.
SIMPULAN
Dari hasil kajian dan analisis data pada penelitian Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi di Saluran Sekunder pada Berbagai Tingkat Pemberian Air di Pintu Ukur Studi Kasus Saluran Sekunder Kerta Raharja Daerah Irigasi Way Rarem diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
Selisih terbesar antara debit standar pintu Crump de Gruyter BR 32 dengan debit hasil pengukuran terjadi pada bukaan pintu 24 cm dengan selisih 0,206 m3/dtk Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pintu Crump de Gruyter telah menurun sehingga menyebabkan debit dialirkan ternyata tidak sesuai dengan debit standar. Kehilangan air pada saluran sekunder antara pintu BR 32 dan BKR 32 adalah antara 0,009 m3/dtk sampai dengan 0,025 m3/dtk. Nilai selisih pengukuran terbesar terjadi pada bukaan pintu 18 cm yaitu 0,025 m3/dtk atau 3,27%, dan berada di bawah batas wajar kehilangan yang umum terjadi di saluran sekunder sesuai standar KP-03. Dengan demikian kinerja saluran sekunder Kerta Raharja antara BR 32 sampai dengan BKR 2 masih sangat Baik. Hasil pengujian evaporasi menunjukkan kehilangan air akibat penguapan di saluran sekunder adalah 0,00108 m3/dtk/hari. Jika hasil perhitungan kehilangan air antar 2 pintu saluran adalah 0,025 m3/dtk, sementara kehilangan yang disebabkan oleh faktor evaporasi adalah 0,00108 m3/dtk, maka kehilanagan yang timbul akibat faktor-faktor lain (rembesan, bocor dll) sebesar 0,02392 m3/dtk. Hasil perhitungan kinerja pintu Crump de Gruyter ditinjau dari dampak analisis ekonomi terhadap selisih debit tersebut menimbulkan kerugian Rp. 1.457.450.000 (satu milyar empat ratus lima puluh tujuh juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) untuk 1 kali musim tanam.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrahini, M.Sc, 1997. Hidrolika Saluran Terbuka, Penerbit CV. Citra Media, Surabaya. Bambang Triatmodjo 2008, Hidrolika II, Cetakan Ke-7, Beta Offset, Yogyakarta Bambang Triatmodjo, 1995. Soal – Soal Penyelesaian Hidrolika II, Beta Offset, Yogyakarta Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-01). Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada, Bandung. Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP-03). Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada, Bandung. Dinas Pengairan Propinsi Lampung, 2003. Penelitian Kehilangan Air di Jaringan Irigasi (DI Way Rarem), CV. Bina Buana, Bandar Lampung. Kartasapoetra, A.G. 1991. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi, Bumi Aksara, Jakarta.
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
235
Jurnal Rekayasa, Vol. 15 Nomor 3, Desember 2011
Sri Harto, BR, 1989. Diktat Analisis Hidrologi, PAU Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sudjarwadi,1979. Pengantar Teknik Irigasi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soemarto, CD, 1995. Hidrologi Teknik, Edisi Ke – 2, Penerbit Erlangga, Jakarta Ven Te Chow, 1989. Open Channel Hydraulics, Terjemahan E.V Nensi Rosalina, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Susi Hariany, Evaluasi Kinerja Jaringan.....
236