SKRIPSI
EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI PADA SISTEM IRIGASI MICRO SPRAY DI KEBUN PERCOBAAN TAJUR - PKBT IPB, BOGOR
Oleh : ASTI BUDI UTAMI F14102094
2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Asti Budi Utami. F14102094. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Irigasi Micro Spray di Kebun Percobaan Tajur- PKBT IPB, Bogor. Dibawah bimbingan : Ir. Prastowo, M.Eng.
RINGKASAN Pemenuhan air tanaman merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ancaman kekeringan yang sering terjadi pada musim kemarau di Bogor merupakan salah satu pertimbangan diperlukannya teknologi irigasi yang memiliki efisiensi yang tinggi. Tujuan utama irigasi adalah untuk membasahi tanah dan memberikan kelembaban pada zone perakaran tanaman. Dari beberapa macam sistem irigasi, irigasi tetes merupakan salah satu sistem irigasi yang efisien dalam penggunaan air. Menurut Keller dan Bleisner (1990), irigasi tetes dapat dibagi menjadi empat tipe diantaranya adalah spray system. Micro spray merupakan suatu metode irigasi yang memakai teknik pembuatan hujan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja jaringan irigasi micro spray, yaitu meliputi : kesesuaian kondisi fisik tanah dengan sistem jaringan irigasi micro spray, keseragaman penyebaran air irigasi (EU) dan efisiensi irigasi (Es), waktu dan jumlah pemberian air irigasi, kondisi fisik dan fungsional jaringan irigasi micro spray. Pengoperasian sistem irigasi tetes meliputi pengaturan jumlah air dan selang pemberian air irigasi ditentukan berdasarkan nilai total air tersedia (TAW), air yang siap digunakan oleh tanaman (RAW), curah hujan efektif, dan evapotranspirasi tanaman. Berdasarkan parameter tersebut dapat diketahui jumlah air yang harus diberikan dan interval pemberian air irigasi. Penghitungan nilai koefisien penyebaran (EU) dari debit yang dikeluarkan sangat diperlukan untuk mengetahui efisiensi irigasi (Es) yang ada. Tekstur tanah di lokasi penelitian adalah lempung liat, dengan kadar air pada keadaan kapasitas lapang pada Blok Ciheuleut sebesar 36.39% volume, Blok Tajur 33.77% volume, Blok Pakuan 31.79% volume, dan Blok Ciawi 35.43% volume. Sedangkan nilai kadar air pada titik layu permanen untuk masing-masing Blok adalah sebagai berikut Blok Ciheuleut sebesar 18.22% volume, Blok Tajur 17.28% volume, Blok Pakuan 20.88% volume, dan Blok Ciawi 20.22% volume. Menurut Keller dan Bleisner (1990), tanah tekstur lempung liat mempunyai kadar air tersedia sekitar 16.7 % volume. Nilai air tanah tersedia di lokasi penelitian berkisar antara 15.26 % volume – 18.17 % volume. Hal ini berarti bahwa tanah dilokasi penelitian yang > 16.7 % volume cepat jenuh air dan segera terjadi aliran permukaan pada kondisi pemberian air yang berlebih. Nilai laju infiltrasi pada masing-masing Blok adalah sebagai berikut Blok Ciheuleut sebesar 16.78 cm/jam, Blok Tajur 29.25 cm/jam, Blok Pakuan 9.68 cm/jam, dan Blok Ciawi 15.43 cm/jam. Salah satu kriteria lahan yang sesuai untuk lahan penerapan irigasi tetes, yaitu lahan tersebut mempunyai laju infiltrasi rata-rata sebesar >13 mm/jam (Prastowo, 2003). Berdasarkan hasil yang didapat nilai laju infiltrasi di lahan lebih besar, sehingga sesuai untuk irigasi tetes dengan sistem micro spray ini. Satuan kebutuhan air (SKA) tanaman melon pada periode tumbuh vegetatif nilainya sebesar 1.98 mm/hari, pada periode tumbuh pembungaan nilainya sebesar
2.80 mm/hari, pada periode pembentukan buah nilainya sebesar 3.03 mm/hari, dan pada periode tumbuh pematangan nilainya sebesar 1.62 mm/hari. Nilai koefisien variasi penetes (v) irigasi tetes di lokasi penelitian berkisar antara 0.031-0.040. Nilai rata-rata koefisien variasi penetes (v) pada lateral linesource jaringan irigasi tetes di lokasi penelitian sebesar 0.035, variasi debit spray yang keluar berkualitas baik karena nilai v < 0.05. Nilai keseragaman penyebaran (EU) irigasi tetes pada lokasi penelitian, Blok Ciheuleut nilainya sebesar 83.67%, Blok Tajur nilainya sebesar 85.25%, Blok Pakuan nilainya sebesar 86.78%, dan Blok Ciawi nilainya sebesar 85.37%. Nilai rata-rata keseragaman penyebaran (EU) sebesar 85.26%. Menurut Nakayama dan Bucks (1986) di dalam Prastowo (2002), jika nilai keseragaman penyebaran (EU) dibawah 95 % maka desain harus diubah, misalnya dengan memperpendek pipa atau memperbesar diameter pipa. Kecilnya keseragaman penyebaran (EU) dapat disebabkan karena posisi pipa lateral yang tidak datar, banyak terjadi kerusakan pada jaringan perpipaan. Nilai untuk kebutuhan leaching sebesar nol karena tidak ada nutrisi yang diberikan bersamaan dengan air irigasi sehingga nilai efisiensi irigasi (Es) sama dengan nilai keseragaman penyebaran (EU) yaitu sebesar 85.26 %. Tahap vegetatif sampai tahap pematangan terjadi kelebihan dalam pemberian air irigasi.Waktu aplikasi pemberian air irigasi berkisar antara 0.51 menit/hari – 1.82 menit/hari. Penentuan jadwal pemberian irigasi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi irigasi tetes. Kerusakan yang terjadi pada jaringan pipa manifold di Blok Ciheuleut sebesar 14.3%, Blok Tajur sebesar 10.5%, Blok Pakuan sebesar 7.3%, dan Blok Ciawi sebesar 10%. Pada jaringan pipa lateral kerusakan yang terjadi di Blok Ciheuleut sebesar 9.8%, Blok Tajur sebesar 36.67%, Blok Pakuan dan Blok Ciawi jaringan pipa lateral yang ada dalam kondisi yang baik. Kerusakan yang terjadi pada emitter di Blok Ciheuleut sebesar 4.66%, Blok Tajur sebesar 17.65%, Blok Pakuan sebesar 14.95%, dan Blok Ciawi dalam kondisi yang baik. Kerusakan yang terjadi pada jaringan irigasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pemeliharaan jaringan yang tidak terlaksana dengan baik, kondisi iklim juga sangat mempengaruhi karena jaringan pipa manifold, lateral dan emitter berada diatas permukaan tanah dan tidak terlindungi oleh bangunan, jarinngan yang rusak tidak segera tertangani tetapi tetap dibiarkan sehingga memperbesar kerusakan yang terjadi. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan nilai EU kurang dari 95 %. Untuk meningkatkan keseragaman penyebaran debit (EU) dapat dilakukan melalui penempatan posisi pipa lateral yang datar, penggantiann komponen irigasi yang rusak. Untuk mengurangi kerusakan komponen irigasi dilakukan, melalui pemeliharaan dan perawatan jaringan irigasi secara intensif. Perbaikan dan penggantian komponen-komponen yang mendukung jaringan pada Blok Ciheuleut sebesar Rp. 444600,-, Blok Tajur yang tergabung dengan Blok Sukasar sebesar Rp. 1554300,-, Blok Pakuan yang tergabung dengan Blok Muarasari sebesar Rp. 404100,-, dan Blok Ciawi sebesar Rp. 168000,-.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Irigasi Micro Spray di Kebun Percobaan Tajur- PKBT IPB, Bogor, diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan selama 3 bulan mulai Juni sampai Agustus 2006, di Pusat Kebun Buah-buahan Tropika (PKBT), IPB, Bogor. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Prastowo, M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Mas Arif atas doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan tanpa henti. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei M.S., Ir. Yudi Cheaerudin, M.Agr selaku dosen penguji atas masukannya dalam skripsi ini. 4. Pak Ibram selaku pengawas lapangan yang telah banyak membantu penulis di lapangan. 5. Mas Anto yang telah banyak membantu penulis di lapangan, terima kasih atas masukannya. 6. Papa dan mama yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat dan kasih sayangnya pada penulis. 7. Titi, Ahyan, Ahmad, dan Sofni yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis. 8. Upi, Sumini, dan Neng atas suka duka bersama dan semangat kepada penulis, semoga kita tetap dapat istiqomah di jalan-Nya. 9. Keluarga besar TEP ’39 dan khususnya anak-anak TSP ’39 atas kekompakan dan semangatnya. 10. Semua pihak yang turut membantu terselesaikannya skripsi ini
i
Demikian kiranya skripsi ini dibuat, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga hasil penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bogor, Febuari 2007
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Tujuan ............................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3 A. SISTEM IRIGASI TETES ................................................................ 3 B. SIFAT FISIK TANAH...................................................................... 7 C. KEBUTUHAN AIR TANAMAN .................................................... 10 D. CURAH HUJAN EFEKTIF.............................................................. 11 E. KESERAGAMAN PENYEBARAN DAN EFISIENSI IRIGASI ... 12 F. JADWAL IRIGASI........................................................................... 14 G. TANAMAN MELON ....................................................................... 17 III. METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ......................................... 18 B. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 18 C. METODE PENELITIAN .................................................................. 20 D. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 21 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. KONDISI LAHAN ........................................................................... 22 B. IKLIM ............................................................................................... 25 C. JARINGAN IRIGASI TETES .......................................................... 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH...................................................................... 28 B. CURAH HUJAN EFEKTIF.............................................................. 30 C. EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN .............................................. 31 D. KEBUTUHAN AIR IRIGASI .......................................................... 32
iii
E. KINERJA JARINGAN ..................................................................... 33 F. JADWAL IRIGASI........................................................................... 37 G. ANALISIS JARINGAN PERPIPAAN ............................................. 39 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 42 A. KESIMPULAN ................................................................................. 42 B. SARAN ............................................................................................. 43 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 44
iv
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Kinerja Beberapa Macam Emitter .............................................................. 5 2. Rata-rata Laju Infiltrasi pada Berbagai Tekstur Tanah .............................. 9 3. Kadar Air Tersedia dari Beberapa Tekstur Tanah (Keller,1990) ............... 9 4. Rekomendasi nilai keseragaman penyebaran air (EU) dalam pengggunaan sistem irigasi tetes (Keller dan Bliesner, 1990) ................... 13 5. Klasifikasi Koefisien Variasi Penetes (v) Berdasarkan Jenis Emitter (Keller dan Bliesner, 1990) .................................................................................... 6. Rasio Transmisi puncak (Tr) untuk berbagai tekstur tanah dan kedalaman perakaran tanaman (Keller dan Bliesner, 1990) ......................................... 13 7. Rekapitulasi Kadar Air dan Total Air Tanah Tersedia .............................. 29 8. Hasil Perhitungan Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan efektif ........... 30 9. Koefisien tanaman kc rata-rata untuk tanaman melon (Cucumis melo L) pada tiap periode tumbuh ........................................................................... 31 10. Nilai evapotranspirasi tanaman pada tiap periode tumbuh ........................ 31 11. Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) tanaman melon, Curah Hujan Efektif (CHE) dan Satuan Kebutuhan Air (SKA) ...................................... 32 12. Debit Rata-rata emitter, Nilai Koefisien Variasi Ppenetes, dan Nilai Keseragaman Penyebaran (EU) Tiap Blok ................................................ 35 13. Rencana Jadwal Operasi Jaringan Irigasi Tetes ......................................... 37 14. Interval dan Lama Irigasi yang Diterapkan di Lokasi Penelitian ............... 38 15. Penentuan Interval Irigasi yang Disarankan .............................................. 39 16. Rekapitulasi Data Jaringan Irigasi ............................................................. 40
v
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan tata letaknya dalam jaringan (Jensen dan Malter, 1995) ............................... 6 2. Segitiga tekstur tanah USDA ........................................................................ 7 3. Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................... 19 4. Denah Lokasi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Tajur II, Bogor 23 5. Layout Bedengan pada Tiap Blok di Lokasi Penelitian ................................ 24 6. Layout Aliran Air Jaringan Irigasi Tetes di Lokasi Penelitian ...................... 27 7. Detail Aliran Air Irigasi di Lokasi Penelitian ............................................... 34 8. Detail Bedengan di Lokasi Penelitian ........................................................... 35 9. Detail Lateral di Lokasi Penelitian ................................................................ 36
vi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah ................................................................... 46 2.a. Tabel Hubungan antara Faktor Pembobot (W) dengan Suhu Udara dengan Altitude.......................................................................................................... 47 2.b. Tabel Hubungan antara Lama Penyinaran Matahari Potensial (N) pada Setiap Bulan dengan Latitude ...................................................................... 48 2.c. Tabel Nilai Radiasi Ekstrateristerial (Ra) .................................................... 49 2.d. Hubungan antara ETo dengan W.Rs ............................................................ 50 3.
Tabel Hubungan antara Curah Hujan Efektif (CHE) Curah Hujan Andalan (CHA) dan Evapotranspirasi Tanaman (Etc) .............................................. 51
4. Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 1986-1993 Stasiun Klimatologi Darmaga .................................................................................... 52 5. Data Iklim Rata-rata Bulanan Tahun 1986-1993 Stasiun Klimatologi Darmaga ........................................................................................................ 53 6. Satuan Kebutuhan Air (SKA) Tanaman Melon ............................................ 54 7.a. Pengukuran Debit Emitter Blok Ciheuleut................................................... 55 7.b. Pengukuran Debit Emitter Blok Pakuan ...................................................... 56 7.c. Pengukuran Debit Emitter Blok Tajur ......................................................... 57 7.d. Pengukuran Debit Emitter Blok Ciawi ........................................................ 58 8.
Perencanaan Penjadwalan Irigasi Tetes ....................................................... 59
9. Rekapitulasi Data Jaringan Irigasi ............................................................... 60 10. Layout Jaringan Perpipaan Irigasi Tetes dengan menggunakan micro spray 61 11. Biaya Kebutuhan Komponen Irigasi Tajur II............................................... 62
vii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pemenuhan air tanaman merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ancaman kekeringan yang sering terjadi pada musim kemarau di Bogor merupakan salah satu pertimbangan diperlukannya teknologi irigasi yang memiliki efisiensi yang tinggi. Pemberian air yang tepat dan optimum disertai dengan pengelolaan jaringan irigasi yang baik akan menciptakan pertumbuhan tanaman yang optimum, sehingga hasil produksi pertanian yang maksimal dapat tercapai. Tujuan utama irigasi adalah untuk membasahi tanah dan memberikan kelembaban pada zone perakaran tanaman. Selain itu dengan ketersediaan air irigasi akan mempermudah pekerjaan pengolahan tanah, membantu proses pemupukan, mencegah pertumbuhan tanaman pengganggu dan usaha sanitasi. Beberapa macam irigasi yang ada di bidang pertanian antara lain : irigasi permukaan (surface irrigation), irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation), irigasi curah (sprinkler irrigation), dan irigasi tetes (trickle irrigation). Dari keempat macam sistem irigasi tersebut, irigasi tetes merupakan sistem irigasi yang paling efisien (Schwab et al., 1981). Irigasi tetes pada dasarnya merupakan cara pemberian air pada tanaman secara langsung baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan – tetesan secara sinambung dan perlahan. Tidak seperti irigasi curah atau irigasi permukaan, irigasi tetes hanya memberikan air pada tanah di dekat tumbuhan saja, tidak seluruh areal sehingga dapat mengurangi penguapan air secara berlebihan. Menurut Keller dan Bleisner (1990), irigasi tetes dapat dibagi menjadi empat tipe diantaranya adalah spray system. Micro spray merupakan suatu metode irigasi yang memakai teknik pembuatan hujan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Penentuan waktu dan jumlah pemberian air irigasi perlu dilakukan untuk meningkatkan manfaat dari sistem irigasi yang dipergunakan. Untuk mengoptimumkan keadaan tersebut terdapat beberapa cara dalam penentuan waktu dan jumlah pemberian air irigasi (Hansen et al.,1979), yaitu:
1. Secara terus menerus (continuous irrigation) : pemberian air irigasi secara terus menerus dengan jumlah yang berubah sesuai kebutuhan air irigasi dan berbeda besarnya tergantung jenis tanaman. 2. Secara rotasi (rotation irrigation) : pemberian air irigasi dengan jumlah tetap, sedangkan selang dan lama pemberian berubah sesuai dengan kebutuhan air irigasi. 3. Sesuai kebutuhan tanaman (supply on demand irrigation) : pemberian air irigasi dengan jumlah dan selang serta lama pemberian air berubah sesuai kebutuhan air irigasi. Pemberian air irigasi yang tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan atau tidak dijadwal dapat menurunkan efisiensi irigasi. Pemilihan cara dalam penentuan waktu dan jumlah pemberian air irigasi yang tepat dapat memberikan efisiensi yang cukup tinggi dalam pemberian air bagi tanaman (Raes et al., 1987). Untuk mengetahui efisiensi sistem irigasi diperlukan evaluasi kinerja jaringan irigasi yang meliputi evaluasi keseragaman penyebaran air irigasi, evaluasi efisiensi dan evaluasi komponen-komponen penyusun sistem irigasi.
B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja jaringan irigasi micro spray, yaitu meliputi : 1. Kesesuaian kondisi fisik tanah dengan sistem jaringan irigasi micro spray. 2. Keseragaman penyebaran air irigasi (EU) dan efisiensi irigasi (Es). 3. Waktu dan jumlah pemberian air irigasi. 4. Kondisi fisik dan fungsional jaringan irigasi micro spray.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SISTEM IRIGASI TETES Irigasi tetes (trickle irrigation) merupakan sistem irigasi yang pemberian airnya melalui jalur pipa ekstensif biasanya dengan diameter kecil ke tanah dekat tanaman. Pada sistem irigasi tetes, pemberian air dilakukan dengan menggunakan beberapa nozel yang diletakkan di permukaan tanah dekat dengan perakaran tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut emitter (penetes) yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari penetes, air menyebar secara horizontal dan vertikal oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Luas daerah yang terbasahi oleh penetes tergantung pada besarnya aliran, jenis tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertikal dan horizontal (Hansen et al., 1986). Secara teoritis efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi dari irigasi yang lain, karena sistem irigasi tetes hanya memberikan air pada daerah perakaran, sehingga mengurangi kehilangan air irigasi pada bagian lahan yang tidak efektif untuk pertumbuhan tanaman. Namun demikian dalam aplikasinya di lapangan, nilai efisiensi irigasi tetes yang relatif tinggi ini dapat tercapai bila memenuhi dua persyaratan (Prastowo dan Liyantono, 2002), yaitu : 1. Jaringan irigasi tetes yang dibangun dapat memberikan air secara seragam. 2. Pengoperasian jaringan irigasi dilakukan dengan jadwal yang tepat. Sistem irigasi tetes ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan sistem irigasi lainnya antara lainnya (Keller dan Bliesner, 1990): 1. Efisiensi irigasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi lain, karena pemberian air dilakukan dengan kecepatan lambat dan hanya dilakukan di daerah perakaran tanaman sehingga mengurangi penetrasi air berlebihan, evaporasi dan limpasan permukaan. 2. Mencegah timbulnya penyakit leaf burn (daun terbakar) pada tanaman tertentu, karena hanya daerah perakaran yang terbasahi sedangkan bagian tanaman lain dibiarkan dalam kondisi kering.
3
3. Mengurangi terjadinya hama penyakit tanaman dan timbulnya gulma yang disebabkan kondisi terlalu basah. Hal ini karena pada sistem irigasi tetes hanya membasahi daerah perakaran tanaman. 4. Pemberian pupuk ataupun pestisida dapat dilakukan secara efektif dan efisien, karena pemberian pestisida ataupun pupuk dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian air irigasi. 5. Menghemat kebutuhan akan tenaga kerja untuk kegiatan pemberian air irigasi dan pemupukan, karena sistem irigasi tetes bisa dioperasikan secara otomatis. Selain mempunyai kelebihan, sistem irigasi tetes juga mempunyai kekurangan dalam penerapannya, antara lain : 1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan biologi yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes. 2. Terjadinya penumpukan garam di daerah yang tidak terbasahi 3. Pemberian air yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman karena kurangnya kontrol terhadap pengoperasian jaringan irigasi, menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. 4. Membutuhkan investasi yang relatif tinggi dan membutuhkan penguasaan teknik yang tinggi dalam desain, instalasi, dan pengoperasian. Menurut Keller dan Bleisner (1990) terdapat empat tipe dalam sistem irigasi tetes, yaitu : 1. Drip System : memberikan air perlahan-lahan ke permukaan tanah terus menerus melalui penetes (emitter). Penetes dapat berupa single outlet emitter, mutiple outlet emitter atau line source emitter type. Tipe dan pengaturannya tergantung pada tanaman yang diirigasi. 2. Sub Surface System : sama dengan drip system tetapi lateral dan penetes diletakkan di bawah permukaan tanah. Selama pemberian air, air mengalir dari penetes ke daerah perakaran melalui gaya kapiler. 3. Bubbler system : memberikan air ke permukaan tanah berupa arus kecil. Laju keluaran penetes dibatasi dengan laju tanah mengabsorbsi air.
4
4. Spray System : memberikan air melalui curahan kecil atau kabut ke permukaan tanah.
Angin lebih mempengaruhi distribusi air daripada
tanah. Micro spray merupakan suatu metode irigasi yang memakai teknik pembuatan hujan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Secara umum komponen micro spray sama dengan komponen pada sistem irigasi tetes, yaitu: 1. Emitter atau penetes, merupakan komponen yang menyalurkan air dari pipa lateral ke tanah di sekitar tanaman secara sinambung dengan debit yang rendah dan tekanan yang mendekati tekanan atmosfir. Kinerja beberapa macam emitter disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kinerja Beberapa Macam Emitter Jenis
Kapasitas
Tek.. kerja
(1/jam)
(psi)
Button Dripper
2,4,8
10
Pot Dripper
2,4,8
10
1,2,3,4
10
1,2
10
Pressure Compensating Dripper
2,4,8
20 - 45
Regulating stick
0.5, 2
20
69
20
Wood Pecker Dripper Pot Line Dripper
Micro Spray
Sumber: PT Daya Sentosa Rekayasa (1992), dalam Cahyadi (1997)
2. Lateral, merupakan pipa dimana emitter ditempatkan. Bahan yang diguanakan untuk lateral biasanya terbuat dari pipa PVC (Polyvinil Chlorida) atau PE (Polyetilen) dengan diameter antara 12.7 mm ( ½ inch) – 38.1 mm ( 1 ½ inch). 3. Pipa sub-utama atau manifold, merupakan pipa yang mendistribusikan air ke pipa-pipa lateral. Pipa sub utama atau manifold biasanya dari bahan pipa PVC dengan diameter 50.8 mm (2 inch) – 76.2 mm (3 inch) 4. Pipa utama, merupakan komponen yang menyalurkan air dari sumber air ke pipa-pipa distribusi dalam jaringan. Bahan pipa utama biasanya dipilih dari pipa PVC atau paduan antara semen dan asbes.
5
5. Pompa atau tenaga penggerak, berfungsi mengangkat air dari sumber, selanjutnya dialirkan ke lahan melalui jaringan-jaringan perpipaan. 6. Komponen pendukung terdiri dari katub-katub, pengukur tekanan, pengatur debit, tangki bahan kimia, sistem pengontrol dan lain-lain. Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan tata letaknya dalam jaringan disajikan pada Gambar 1. Air yang masuk ke dalam sistem irigasi micro spray memerlukan penyaringan, yang besarnya tergantung pada jumlah dan karakteristik campuran dalam air. Sistem irigasi micro spray cocok digunakan untuk tanaman pohon, belukar atau tanaman merambat serta dapat disesuaikan dengan kemiringan lahan.
Keterangan : 1. Pompa 2. Pressure relief valve 3. Ventilasi udara 4. Check valve 5. tangki penyaring 6. Katup utama
7. Pengukur tekanan 8. Penyaring 9. Meteran air 10.Pipa utama 11.Penyaring sekunder 12.Katup pengontrol
13. Manifold 14. Lateral 15. Penyambung manifold-lateral 16. Katup pembersih 17. Pengontrol system
Gambar 1. Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan tata letaknya dalam jaringan (Jensen dan Malter (1995), dalam Prastowo (2002))
6
B. SIFAT FISIK TANAH 1. Tekstur Tanah Sifat fisik tanah yang paling penting adalah tekstur dan struktur. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dan yang dimaksud dengan struktur tanah adalah susunan dari partikel tanah itu sendiri. Berdasar atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, liat maka tanah
dikelompokkan
ke
dalam beberapa
macam
kelas
tekstur
(Harjowigeno, 1995). Klasifikasi tekstur tanah menurut United States Departemen of Agriculture (USDA) yang didasarkan pada pasir, debu, dan liat sebagai penyusunnya dapat dilihat pada diagram segitiga tekstur menurut USDA pada Gambar 2.
Gambar 2. Segitiga Tekstur Tanah USDA
7
2. Bulk Density Bulk density merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah.
Bulk density
dapat dijadikan sebagai petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi nilai bulk density, yang berarti semakin sulit tanah tersebut meneruskan air ataupun ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 1995). Bulk density dipenharuhi oleh struktur tanah (susunan partikel tanah), tekstur tanah dan kepadatan tanah.
Bulk density berhubungan denagn
kemampuan tanah untuk menahan air irigasi (Hansen et al., 1986). 3. Porositas Porositas diartikan sebagai perbandingan volume ruang kosong (udara dan air sebagai pengisi udara) terhadap volume total tanah ditambah air dan udara (Hansen et al., 1986). Ruang pori juga mempengaruhi kapasitas tanah menahan air. Ruang pori mempunyai suatu penahan langsung terhadap nilai produksi tanah disebabkan oleh pengaruhnya terhadap kapasitas menahan air terhadap gerakan udara, air, dan akar-akaran melalui tanah (Hansen et al., 1986). 4. Laju Infiltrasi Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam lapisan permukaan tanah namun berbeda dengan perkolasi yang merupakan pergerakan air melalui profile tanah (Schwab et al., 1981). Laju infiltrasi digunakan untuk menentukan pemberian air irigasi agar tidak melebihi laju infiltrasi. Pemberian air irigasi yang melebihi laju infiltrasi dapat menyebabkan limpasan permukaan. Rata-rata laju infiltrasi pada berbagai tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 2. Laju infiltrasi dapat dihitung dengan persamaan Kostiakov : F = (K/(n+1)) t(n-1) ............................................................................. (1) fp = dF/dt = K.tn ................................................................................ (2) dimana : F
: Laju infiltrasi kumulatif (mm)
8
K,n : koefisien tanah yang dipengaruhi sifat-sifat fisik tanah setempat t
: waktu (jam)
fp
: Laju infiltrasi (mm/jam)
Tabel 2. Rata-rata Laju Infiltrasi pada Berbagai Tekstur Tanah (Raes, 1987) Tekstur tanah Pasir Lempung berpasir Lempung Lempung berliat Liat berdebu Liat
Laju Infiltrasi (mm/jam) 50 (25 – 250) 25 (15 – 75) 12.5 (8 – 20) 8 (2.5 – 15) 2.5 (0.03 – 15) 5 (5 – 15)
Debit Penyiraman (I/det/ha) 140 70 35 22 7 14
5. Air Tanah Tersedia Air tanah tersedia dapat diartikan sebagai kemampuan tanah memegang air (Water Holding Capacity) yaitu besarnya air yang dapat disimpan di daerah perakaran pada kondisi antara kadar air kapasitas lapang (pF 2.54) dan kadar air pada titik layu permanen (pF 4.20). Di antara kapasitas lapang dan titik layu permanen terdapat titik kritis. Kandungan air antara kapasitas lapang dan titik kritis disebut dengan Readily Available Water (RAW). Perbandingan TAW dan RAW diberikan oleh MAD (Management Allowable Deficit) atau faktor-p yang dipengaruhi oleh iklim, ETc. tekstur tanah, jenis dan tingkat pertumbuhan tanaman (Doorenbos dan Kassam, 1979). Tanaman akan tumbuh optimal pada kondisi antara kapasitas lapang dan titik layu permanen, sehingga pemberian air irigasi dimaksudkan agar kelembaban tanah berada pada kondisi ini (Doorenboss dan Pruitt, 1977). Kemampuan tanah dalam menahan air untuk berbagai tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar Air Tersedia dari Beberapa Tekstur Tanah (Keller,1990) Tekstur Tanah Pasir Lempung berpasir Lempung Liat
Kadar Air Tersedia (mm/m) 42 125 167 192
9
Jumlah total air tersedia dapat dihitung dengan persamaan (Doorenbos dan Kassam, 1979) :
TAW = (FC −WP)× Rz ..................................................................... (3) dimana : TAW : total air tanah tersedia (mm) FC
: kadar air tanah pada kapasitas lapang (% berat)
WP
: kadar air pada titik layu permanen (% berat)
Rz
: kedalaman perakaran efektif tanaman (mm) Perbandingan antara total air tanah tersedia (TAW) dengan lengas
tanah tersedia (RAW) dinyatakan dengan faktor-p yang dipengaruhi oleh iklim, evapotranspirasi, tanah, dan tanaman. Nilai titik kritis lengas tanah dapat ditentukan dengan persamaan (Doorenbos dan Kassam, 1979) :
RAW = FC− ( p ×TAW) .............................................................. (4) dimana : RAW : Titik kritis lengas tanah (mm) FC
: kadar air tanah pada kapasitas lapang (% berat)
p
: Fraksi ketersediaan air
TAW : total air tanah tersedia (mm)
C. KEBUTUHAN AIR TANAMAN Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi evapotranspirasi tanaman (ETc) agar dapat tumbuh normal. ETc merupakan kebutuhan air tanaman yang dinyatakan dalam kedalaman air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang optimal, bebas penyakit, didukung oleh lingkungan yang baik (tumbuh tanpa stagnasi dari kadar air tanah dan kondisi media tumbuh yang subur). ETc dipengaruhi oleh iklim, karakteristik tanaman (jenis dan tingkat pertumbuhan), dan kondisi media tumbuh (Doorenbos dan Pruitt, 1977; Raes et al., 1987). 1. Pendugaan Evapotranspirasi Acuan (Eto) Untuk menduga ETo ada beberapa metode yang dapat dipergunakan, antara lain adalah : Metode Radiasi, Metode Blaney-Criddle, Metode
10
Penman, dan Metode Panci Evaporasi. Persamaan untuk menduga ETo dengan menggunakan metode Radiasi adalah sebagai berikut (Doorenbos dan Pruitt, 1977): ETo = c x (W.Rs) ................................................................................. (5) Rs = Ra x (0.25+0.50 n/N) .................................................................. (6) dimana : c
: faktor penyesuaian yang bergantung pada kelembaban udara rata-rata dan kondisi kecepatan angin.
W
: faktor pembobot yang bergantung pada suhu dan ketinggian tempat
Rs
: radiasi matahari setara dengan evaporasi (mm/jam)
N
: lama penyinaran matahari maksimum (jam/hari)
n
: lama penyinaran matahari aktual (jam/hari)
Ra
: radiasi matahari yang diterima pada puncak atmosfeir (mm/hari). Metode Radiasi dipergunakan bila tersedia data suhu udara, penyinaran
matahari dan awan. 2. Penentuan nilai Kc Besarnya nilai koefisien tanaman (Kc) tergantung dari jenis tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman. Besarnya evapotranspirasi tanaman diperoleh dari persamaan : ETc = kc x ETo ................................................................................... (7) dimana : ETc
: Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
ETo
: evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Kc
: koefisien tanaman Menurut Cumulus (1992), nilai kebutuhan air tanaman meningkat dari
periode vegetatif diikuti periode pembungaan dan periode pembentukan buah. Pada periode pematangan kebutuhan air menurun kembali.
D. CURAH HUJAN EFEKTIF Curah hujan tidak semuanya dikategorikan sebagai curah hujan efektif karena sebagian hilang sebagai aliran permukaan, perkolasi, dan evaporasi, sehingga hanya sebagian curah hujan yang masuk dan terakumulasi di daerah
11
perakaran tanaman (Doorenbos dan Kassam,1977). Curah Hujan Efektif adalah curah hujan yang jatuh dan efektif untuk pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas hujan, topografi daerah, sistem penanaman dan tahap pertumbuhan tanaman (Odelman dan Sjarifuddin, 1977). Curah hujan efektif (CHE) dapat dihitung dengan metode USDA (United States Departement of Agricultur), yang menghubungkan curah hujan andalan (CHA) dengan nilai penggunaan konsumtif tanaman bulanan (Dastane, 1974, di dalam Prastowo, 2002).
Curah hujan andalan dapat dihitung menurut
distribusi Weibull, yaitu :
f =
m ................................................................................................ (8) n +1
dimana: f = peluang curah hujan (%) m = nomor urut data dari terbesar ke data terkecil n = jumlah data
E. KESERAGAMAN PENYEBARAN DAN EFISIENSI IRIGASI
Efisiensi sistem irigasi tetes terutama dipengaruhi oleh keseragaman penyebaran air (Emission Uniformity, EU), selain kehilangan minor, perkolasi yang tak terhindari dan kebutuhan untuk pencucian. Rekomendasi nilai EU pada sistem irigasi tetes disajikan pada Tabel 4 (Keller dan Bliesner, 1990). Nilai keseragaman penyebaran irigasi tetes dapat diketahui dengan persamaan berikut (Keller dan Bliesner, 1990) : ⎡ ⎛ v EU = 100 ⎢1.0 − 1.27⎜ − 0.5 ⎝N ⎣
⎞⎤⎛ qn ⎞ ⎟⎥⎜⎜ ⎟⎟ ........................................................ (9) ⎠⎦⎝ qa ⎠
dimana : v : Koefisien keseragaman penetes qn : Debit penetes minimum (l/jam) qa : Debit penetes rata-rata (l/jam) N : Jumlah minimum penetes tiap tanaman
12
Tabel 4.
Rekomendasi nilai keseragaman penyebaran air (EU) dalam pengggunaan sistem irigasi tetes (Keller dan Bliesner, 1990)
Tipe Emitter
Σ Emitter per tanaman
Topografi
Nilai EU (%)
Point Source
≥3
≤ 2%
90-95
Point Source
<3
≤2%
85-90
Point Source
≥3
>2%
85-90
Point Source
<3
>2%
80-90
Spray
Semua
≤2%
90-95
Spray
Semua
>2%
85-90
Line Source
Semua
≥2%
80-90
Line Source
Semua
>2%
70-85
Koefisien variasi penetes diperoleh untuk mengetahui variasi debit penetes yang keluar dari masing-masing penetes. Klasifikasi koefisien variasi penetes (v) berdasarkan jenis emitter dapat dilihat pada Tabel 5. Cara lain untuk mengetahui variasi penetes dapat diperoleh dengan persamaan (Keller dan Bleisner,1990) : v=
((q1
2
) (
))
+ q 2 2 + q3 2 + ... + qn 2 − n × qa 2 / (n − 1) qa
............................ (10)
dimana : v
: Koefisien keseragaman penetes
q
: Debit penetes (l/jam)
qa
: Debit penetes rata-rata (l/jam)
1,2,3,…,n
: Jumlah minimum penetes tiap tanaman
Tabel 5. Klasifikasi Koefisien Variasi Penetes (v) Berdasarkan Jenis Emitter (Keller dan Bliesner, 1990) Kualitas Baik
Drip dan Spray v < 0.05
Cukup Baik
0.05 < v < 0.097
Kurang Baik
0.07 < v < 0.11
Buruk
0.11 < v < 0.15
Sangat Buruk
0.15 < v
13
Kebutuhan air untuk memperhitungkan perkolasi yang tak terhindarkan dinyatakan oleh rasio Transmisi Penggunaan Puncak (Tr) seperti yang disajikan pada Tabel 6 (Keller dan Bliesner, 1990). Tabel 6. Rasio Transmisi puncak (Tr) untuk berbagai tekstur tanah dan kedalaman perakaran tanaman (Keller dan Bliesner, 1990) Kedalaman Perakaran Tanaman
Tekstur Tanah Kasar Sedang
Halus
1.10
1.05
1.00
Dangkal (<0.8 m)
Sangat Kasar 1.10
Sedang (0.8-1.5 m)
1.10
1.05
1.00
1.00
Dalam (>1.5m)
1.05
1.00
1.00
1.00
Apabila Tr ≤ 1.0/(1.0 – LRt), maka efisiensi irigasi menjadi : Es = EU ................................................................................................... (11) Apabila Tr ≥1.0/(1.0 – LRt), maka efisiensi irigasi menjadi :
Es =
EU .......................................................................... (12) Tr /(1.0 − LRt)
dimana : Es : Efisiensi irigasi tetes (%) EU : Keseragaman penyebaran air (%) Tr : Rasio tranmisi puncak LRt : Rasio kebutuhan air untuk pencucian (%) Menurut Mutiaresmi (1997), nilai keseragaman penyebaran (EU) micro spray sebesar 70.87 %, menunjukkan bahwa debit penetes yang terjadi tidak seragam. Dan dengan nilai Tr ≤ 1.0/(1.0 – LRt), nilai efisiensi irigasi (Es) sama dengan nilai keseragaman penyebaran (EU) yaitu sebesar 70.87 %.
F. JADWAL IRIGASI Penentuan interval irigasi dan jumlah air sangat dibutuhkan untuk mengairi seluruh lahan sehingga hasil dapat optimal. Kedalaman bersih maksimum air irigasi yang dapat diberikan per irigasi pada suatu tekstur tanah tertentu dinyatakan dengan beberapa persamaan sebagai berikut (Prastowo dan Liyantono, 2002) :
14
dx = (
MAD Pw ) x( ) x( BDxWa) xZ ....................................................... (13) 100 100
dimana: dx
= kedalaman bersih maksimum air per irigasi (mm)
MAD= Management Allowable Deficit atau disebut juga faktor-p Pw = presentasi areal yang terbasahi (%) Wa = Kapasitas tanah menahan air (mm/m) Z
= Kedalaman perakaran tanaman (m)
BD
= Bulk density tanah (g/cm3) Interval irigasi maksimum dapat dihitung dengan persamaan :
fx = dx/Td ................................................................................................. (14) dimana : fx = interval irigasi maksimum Td = Transpirasi harian rata – rata pada periode penggunaan puncak (mm/hari) Td dihitung dengan persamaan : Td = Ud x (0.1Pd0.5) ................................................................................ (15) dimana : Ud = Penggunaan konsumtif harian (mm/hari) Pd = Presentase area ternaungi kanopi pada masa penggunaan puncak (%) Kedalaman bersih air irigasi yang diberikan pada setiap operasi irgasi dihitung dengan persamaan : dn = Td x fa ............................................................................................. (16) dimana: dn = kedalaman bersih air irigasi yang diberikan per irigasi untuk memenuhi kebutuhan konsumtif tanaman (mm) fa = interval irigasi aktual (hari) Volume kotor air irigasi yang harus diberikan pertanaman untuk setiap operasi irigasi dihitung dengan persamaan berikut : G = d x Sp x Sr ....................................................................................... (17)
15
dimana: G
= volume kotor air irigasi yang diberikan pertanaman per operasi (l/hari)
d
= kedalaman kotor air irigasi (mm)
Sp Sr = jarak tanaman (m x m) Waktu yang dibutuhkan untuk pemberian air irigasi selama masa penggunaan puncak dihitung dengan persamaan :
Ta =
G ........................................................................................ (18) (Np × qa )
dimana: Ta = lama irigasi selama masa penggunaan puncak (jam/hari) Np = jumlah emitter per tanaman qa = debit emitter rata – rata (l/jam) Laju pemberian air irigasi dihitung dengan persamaan :
In =
d ......................................................................................... (19) (Ta × fa )
dimana : In = laju pemberian air irigasi (mm/jam) Syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan nilai In adalah In <= f, dimana f adalah laju infiltrasi tanah. Kapasitas sistem yang dibutuhkan untuk mengairi suatu lahan tertentu dihitung dengan persamaan : Qs =
2.778 × A × qa ................................................................................ (20) (Ns × Si × Se )
dimana: Qs = kapasitas sistem yang dibutuhkan (l/detik) A = Luas lahan yang akan diirigasi (ha) Ns = Jumlah stasiun dioperasikan Si = Jarak antar lateral (m) Se = Jarak antar penetes dalam satu lateral (m)
16
G. TANAMAN MELON Tanaman melon (Cucumis melo L) merupakan tanaman yang tumbuh baik di daerah yang kering. Suhu optimum pertumbuhan tanaman melon pada siang hari berkisar antara 28 oC – 30 oC dan malam hari berkisar antara 18 oC – 20 oC. Tanaman akan terhambat pertumbuhannya, apabila suhu turun lebih rendah dari 15 oC atau naik lebih tinggi dari 35 oC (Setiadi, 2001). Setiadi (2001) selanjutnya menyatakan, tanaman melon tidak akan tumbuh
baik
pada
tanah
tandus,
dikarenakan
sistem
perakarannya
menghendaki persyaratan tertentu. Hampir 80 % dari sistem perakarannya, berada di dalam tanah bagian atas, yang dalamnya kira-kira 5 - 25 cm dari permukaan tanah. Sisanya dapat menembus tanah sampai sedalam 1 m atau lebih.
17
III. METODE PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB Tajur II, Bogor pada bulan Juni - September 2005 untuk pengambilan data awal. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan analisis data pada bulan Mei - Juni 2006.
B. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan kerangka pemikiran seperti pada Gambar 3 dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Total air tersedia (TAW) dan Readily Available Water (RAW) berdasarkan data tanaman dan analisis sifat fisik tanah, meliputi bulk density, tekstur tanah, laju infiltrasi, kadar air pada kapasitas lapang (pF 2.54) dan kadar air tanah titik layu permanen (pF 4.2). 2. Evapotranspirasi tanaman (ETc) dan Curah Hujan Efektif (CHE) ditentukan berdasarkan data iklim dan tanaman. 3. Kebutuhan air tanaman bulanan dan satuan kebutuhan air (SKA) berdasarkan data evapotranspirasi tanaman (ETc) dan curah hujan efektif (CHE) 4. Penentuan keseragaman penyebaran pemberian air (EU) dan efisiensi irigasi tetes (Es). 5. Rekomendasi pengoperasian jaringan irigasi tetes meliputi jumlah pemberian air irigasi dan waktu pemberian air irigasi. 6. Rekomendasi perbaikan dan peningkatan fungsi komponen-komponen penyusun jaringan irigasi tetes dengan menggunakan micro spray.
18
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian
19
C. METODE ANALISIS DAN PENGUMPULAN DATA 1. Metode Analisis Data Tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Analisis sifat fisik tanah yang dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB yang meliputi tekstur tanah, bulk density, porositas dan kadar air tanah pada pF yang berbeda (2.54 dan 4.20) b. Perhitungan laju infiltrasi dengan menggunakan metode Kostiakov menggunakan persamaan (1) dan (2) c. Perhitungan air tanah tersedia menggunakan persamaan (3) dan persamaan (4). d. Perhitungan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) menggunakan metode radiasi dengan persamaan (5) dan (6) dan perhitungan evapotranspirasi tanaman (ETc) menggunakan persamaan (7). e. Perhitungan curah hujan efektif (CHE) dengan terlebih dahulu dihitung curah hujan andalan (CHA) 80% terlewati menggunakan persamaan (8). f. Perhitungan
efisiensi
irigasi
diukur
didasarkan
keseragaman
penyebaran dari micro spray. Debit air yang keluar di tampung dalam suatu kantong plastik kemudian diukur dengan menggunakan gelas ukur.
Dalam
menentukan
keseragaman
irigasi
menggunakan
persamaan (9) sampai (12). g. Penentuan
waktu
dan
jumlah
pemberian
air
irigasi
dengan
menggunakan persaman (13) sampai (20) h. Identifikasi kondisi fisik dan fungsional jaringan irigasi tetes dengan menggunakan micro spray. 2. Metoda Pengumpulan Data a. Data Primer 1) Contoh tanah tidak terganggu dan contoh tanah terganggu yang masing-masing diambil pada kedalaman 0 cm - 20 cm dan 20 cm 40 cm dengan menggunakan ring sample.
20
2) Pengukuran debit micro spray dan koefisien penyebaran, dengan cara menampung air yang keluar dari micro spray dengan kantong plastik kemudian mengukur ketinggiannya menggunakan gelas ukur. 3) Pengamatan jaringan irigasi yang ada di lokasi penelitian meliputi pengamatan tata letak lahan, pencatatan data dari bedengan dan jaringan perpipaan irigasi di lapangan. b. Data Sekunder 1) Data iklim dari tahun 1986 - 1993 yang diambil dari stasiun Klimatologi terdekat tempat penelitian dilaksanakan. 2) Penentuan data karakteristik tanaman dari literatur yang mencakup Koefisien tanaman (Kc), kedalaman perakaran (d) dan faktor-p.
D. BAHAN DAN ALAT Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian masalah khusus ini adalah sebagai berikut : 1. Contoh tanah terganggu dan tidak terganggu 2. Ring sample 3. Meteran dan stop watch 4. Double ring infiltrometer 5. Kantong plastik dan gelas ukur 6. Kalkulator, alat tulis dan komputer 7. Peralatan micro spray
21
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. KONDISI LAHAN Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB Tajur II, Bogor pada bulan Juni – September 2005. Lokasi penelitian terletak pada 06º37,583” LS dan 106º50,128” BT memiliki elevasi 487 m dpl. Lahan tersebut memiliki luas 4 Ha. Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika IPB Tajur II dibagi menjadi 6 Blok lahan yaitu Blok Ciheuleut, Blok Sukasari dan Tajur, Blok Muarasari dan Pakuan, Blok Ciawi dan Blok Cimahpar. Pada penelitian ini hanya dilakukan pada 4 blok, yaitu Blok Ciheuleut, Blok Tajur, Blok Pakuan, dan Blok Ciawi. Lahan pertanian di lokasi ini mendapatkan air untuk irigasi dari sumur bor yang kemudian ditampung di reservoir yang kemudian dikeluarkan oleh outlet pipa ke tiap blok. Luas keseluruhan lahan sebesar 4 hektar, setiap blok tempat penelitian dilakukan memiliki luas yang berbeda. Blok Ciheuleut luasnya sebesar 1904 m2, Blok Tajur luasnya sebesar 5168.9 m2, Blok Pakuan luasnya sebesar 2946.35 m2, dan Blok Ciawi luasnya sebesar 1452 m2. Penelitian dilakukan pada awal periode tumbuh tanaman yang ditanami melon (Cucumis melo. L).
Pemilihan tanaman melon didasarkan pada
pertimbangan bahwa tanaman tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dapat ditanam di berbagai musim, dan permintaan yang tinggi dari masyarakat. Lahan yang ada pada lokasi penelitian sesuai untuk penerapan irigasi tetes karena lahan yang ada memiliki topografi yang relatif datar sehingga diharapkan dapat menyeragamkan debit yang keluar dan bentuk petakan yang teratur dalam bedengan-bedengan. Bedengan pada Blok Ciheuleut terdapat 56 bedengan yang berukuran 16 m x 1.5 m, Blok Tajur terdapat 48 bedengan yang berukuran 40.7 m x 1.5 m, Blok Pakuan terdapat 21 bedengan yang berukuran 30.3 m x 1.5 m, dan Blok Ciawi 22 bedengan dengan 3 ukuran yang berbeda yaitu 14 m x 1.5 m, 22 m x 1.5 m, dan 26 m x 1.5 m. Layout bedengan pada tiap blok di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
22
Blok Pakuan
Blok Ciheuleut Blok Tajur
Blok Ciawi
Gambar 4. Denah Lokasi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Tajur II, Bogor.
23
Gambar 5. Layout Bedengan pada Tiap Blok di Lokasi Penelitian
24
B. IKLIM Data iklim yang dipergunakan merupakan data iklim dari tahun 1986 1993 yang diambil dari stasiun klimatologi Darmaga, Bogor. Curah hujan yang ada berkisar antara 6.75 mm - 482.13 mm. Curah hujan minimum terjadi bulan Juli dan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Februari. Lama penyinaran rata-rata setiap bulannya terjadi berkisar antara 3.5 jam/hari - 9.7 jam/hari, dengan lama penyinaran rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah terjadi pada bulan Januari. Kelembaban udara rata-rata berkisar antara 82% - 90%, dimana kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari sedangkan terendah terjadi bulan Juli dan Agustus. Kecepatan angin rata-rata di lokasi penelitian berkisar antara 0.4 m/s 0.7 m/s, dimana kecepatan angin rata-rata tertinggi terjadi bulan Januari dan terendah bulan Mei dan Juni. Menurut klasifikasi Oldeman, daerah penelitian termasuk dalam zona iklim tipe A dimana mempunyai bulan basah berturutturut lebih dari sembilan bulan.
C. JARINGAN IRIGASI TETES Jaringan irigasi tetes dengan menggunakan micro spray terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu pompa, pipa utama, pipa sub utama, pipa
manifold, pipa lateral dan micro spray. Layout jaringan irigasi tetes di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Jaringan komponen-komponen penyusun irigasi pada lokasi penelitian tersebut banyak ditemui dalam kondisi yang kurang baik. Hal ini disebabkan karena komponen–komponen penyusun seperti pipa manifold, pipa lateral, dan micro spray berada di permukaan tanah tanpa terlindungi oleh bangunan pelindung. Sumber air irigasi untuk lahan berasal dari sumur bor sedalam 100 m. Air ini di pompa dengan pompa jenis submersible pada yang ditempatkan pada kedalaman 20 m.
Air dari sumber tersebut disalurkan dengan pipa
galvanis 3 inch yang ditahan oleh kran utama lalu dialirkan dengan menggunakan pipa galvanis 2 inch menuju 3 tempat, yaitu ke tempat penampungan air untuk kantor, ke lokasi penelitian (Tajur II), dan Tajur I. Air
25
pada lahan lokasi penelitian ditampung terlebih dahulu di reservoir yang berukuran 6 x 4 m2. Air di reservoir disalurkan ke lahan dengan pompa menggunakan pompa yang kemudian disalurkan dengan pipa PVC 2 inch ke seluruh bedengan. Dari pipa sub utama yang berukuran 2 inch air kemudian disalurkan langsung ke pipa manifold yang berukuran ¾ inch. Setiap 1 buah manifold akan membagi air untuk 2 lateral jenis Polyethilen yang berukuran ½ inch. Air yang disalurkan tersebut tidak bisa disalurkan dalam waktu yang bersamaan untuk seluruh bedengan karena akan menyebabkan air tersebut tidak terbagi rata ataupun tidak sampai tersalur pada bedengan yang terletak jauh dari pompa karena tekanan pompa tidak cukup untuk mengalirkan air keseluruh lahan dalam waktu bersamaan.
26
Gambar 6. Layout Aliran Air Jaringan Irigasi Tetes di Lokasi Penelitian.
27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SIFAT FISIK TANAH Uji sifat fisik tanah meliputi uji tekstur tanah dan struktur tanah, kadar air tanah, laju infiltrasi, porositas, permeabilitas, dan bulk density, pada Blok Ciheuleut, Blok Tajur, Blok Pakuan dan Blok Ciawi. Hasil analisa tekstur tanah menghasilkan perbandingan antara liat, debu, dan pasir sebesar 38% : 49% : 13%. Dengan hasil tersebut berdasarkan klasifikasi tektur tanah menurut USDA menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian termasuk lempung liat. Kadar air tanah diukur pada selang 0-40 cm dengan penentuan pF antara pF 2.54 (kapasitas lapang) dan pF 4.2 (titik layu permanen). Kadar air pada keadaan kapasitas lapang pada Blok Ciheuleut sebesar 36.39% volume, Blok Tajur
33.77% volume, Blok Pakuan
31.79% volume, dan Blok Ciawi
35.43% volume. Sedangkan nilai kadar air pada titik layu permanen untuk masing-masing Blok adalah sebagai berikut Blok Ciheuleut sebesar 18.22% volume, Blok Tajur 17.28% volume, Blok Pakuan 20.88 % volume, dan Blok Ciawi 20.22 % volume. Dengan kondisi kadar air tersebut maka Blok Ciheuleut mempunyai total air tanah yang tersedia terbesar yaitu 18.17% volume. Sedangkan total air tanah yang tersedia terkecil pada Blok Ciawi sebesar 15.26% volume. Ratarata nilai total air tanah yang tersedia sebesar 16.89% volume. Menurut Keller dan Bleisner (1990), tanah tekstur lempung liat mempunyai kadar air tersedia sekitar 16.7 % volume. Nilai air tanah tersedia di lokasi penelitian berkisar antara 15.26 % volume – 18.17 % volume. Hal ini berarti bahwa tanah dilokasi penelitian yang nilai air tanah tersedianya > 16.7 % volume maka akan cepat jenuh air dan segera terjadi aliran permukaan pada kondisi pemberian air yang berlebih. Sehingga diperlukan perhitungan yang tepat mengenai jumlah air yang akan diberikan pada tanaman. Hasil yang lengkap disajikan pada Tabel 7 dibawah ini, sedangkan data lengkap perhitungan total air tanah tersedia disajikan pada Lampiran 1.
Tabel 7. Rekapitulasi Kadar Air dan Total Air Tanah Tersedia Lokasi
Kadar air (%Volume)
Ciheuleut Tajur Pakuan Ciawi
pF 2.54 36.39 33.77 32.79 35.43
pF 4.2 18.22 17.28 20.88 20.22
Air Tanah Tersedia (% Volume) 18.17 16.48 17.63 15.26
Kemampuan tanah yang berhubungan dengan jumlah pemberian air irigasi yang akan diberikan, karena jika air irigasi diberikan melebihi laju infiltrasinya maka akan menyebabkan limpasan. Nilai laju infiltrasi pada masing-masing Blok adalah sebagai berikut Blok Ciheuleut sebesar 16.78 cm/jam, Blok Tajur 29.25 cm/jam, Blok Pakuan 9.68 cm/jam, dan Blok Ciawi 15.43 cm/jam. Salah satu kriteria lahan yang sesuai untuk lahan penerapan irigasi tetes, yaitu lahan tersebut mempunyai laju infiltrasi rata-rata sebesar >13 mm/jam (Prastowo, 2003). Berdasarkan hasil yang didapat nilai laju infiltrasi di lahan lebih besar, sehingga sesuai untuk irigasi tetes dengan sistem micro spray ini. Nilai porositas untuk masing-masing Blok adalah sebagai berikut Blok Ciheuleut sebesar 80.40 %, Blok Tajur 81.22 %, Blok Pakuan 82.12 %, dan Blok Ciawi 80.29 %. Nilai porositas ini dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah. Tanah yang biasa diairi mempunyai ruang pori antara 35% - 55% (Hansen et. al, 1986). Nilai porositas di lokasi penelitian lebih besar dikarenakan tekstur tanah di lokasi penelitian jenisnya lempung dan liat, hal ini menyebabkan kemampuan menahan air lebih besar juga. Nilai bulk density berhubungan dengan kemampuan tanah untuk menahan air. Nilai bulk density tanah dilokasi penelitian adalah sebagai berikut berikut Blok Ciheuleut sebesar 0.52 g/cm3, Blok Tajur 0.50 g/cm3, Blok Pakuan 0.47 g/cm3, dan Blok Ciawi 0.52 g/cm3. Nilai bulk density di lokasi penelitian termasuk rendah, yang berarti tanah di lokasi tersebut baik ketika menahan air yang ada dalam tanah.
29
B. CURAH HUJAN EFEKTIF Curah hujan andalan (CHA) dihitung berdasarkan data curah hujan ratarata tahun 1986-1993 dari Stasiun Klimatologi Darmaga, data curah hujan rata-rata dari tahun 1986-1993 dapat dilihat pada Lampiran 3. Ditentukan dengan menggunakan metode Weibull. Curah hujan efektif dihitung berdasarkan curah hujan andalan 80 %. Dari Tabel 8 diperoleh hasil curah hujan andalan (CHA) berkisar antara 87.4 mm/bulan-310.7 mm/ bulan. Curah hujan efektif (CHE) berkisar antara 64.4 mm/bulan-190.7 mm/bulan. Curah hujan efektif terbesar tejadi pada bulan Mei sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Juli. Tabel 8. Hasil Perhitungan Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan efektif
Bulan Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Curah Hujan (mm/bulan) 392.3 372.0 407.1 360.4 365.3 230.6 173.2 279.3 231.8 346.3 414.8 390.0
Curah Hujan Andalan (mm/bulan) 294.7 280.1 300.9 238.6 239.5 121.4 87.4 152 147.6 231.4 310.7 281.3
Curah Hujan Efektif (mm/bulan) 86.8 102.2 135.6 174.2 190.7 99.4 64.4 87.1 107.1 184.8 131.3 109.8
Pada Tabel 8 Curah Hujan Efektif (CHE) terkecil pada bulan Juli yang merupakan permulaan masa tanam yaitu mulai dari tahap vegetatif sampai tahap pembungaan sehingga sangat diperlukan penambahan air melalui irigasi pada tahap ini. Pada periode tumbuh selanjutnya yaitu masa pembuahan dan pematangan nilai curah hujan efektif yang ada pada bulan Agustus termasuk relatif kecil sehingga agar didapatkan hasil yang memuaskan irigasi diperlukan dari awal hingga akhir periode.
30
C. EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN Evapotranspirasi tanaman acuan berkisar antara 2.6 mm/hari-5.3 mm/hari dihitung dengan metode radiasi. Koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman melon berbeda tergantung dari tahap perkembangan tanaman. Menurut Cumulus (1992), koefisien tanaman kc rata-rata untuk tanaman melon (Cucumis melo L) pada tiap periode tumbuh berbeda, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) dipergunakan untuk menghitung evapotranspirasi tanaman (ETc). Tabel 9. Koefisien tanaman kc rata-rata untuk tanaman melon (Cucumis melo L) pada tiap periode tumbuh Periode Tumbuh Vegetatif Pembungaan Pembentukan Buah
Umur (hari) 16-40 41-50 51-70
Hari ke25-Jan 25-35 36-55
kc rata-rata 0.81 0.97 1.16
Pematangan
71-75
56-60
0.85
Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) melon besarnya tergantung dari kondisi iklim, tingkat pertumbuhan tanaman. dan oleh nilai koefisisen tanaman (kc). Nilai koefisien tanaman (kc) untuk tanaman melon pada vegetatif sebesar 0.81, tahap pembungaan 0.97, pada pembentukan buah sebesar 1.16, pada tahap pematangan 0.85. Data lengkap mengenai iklim dan nilai evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil perhitungan evapotranspirasi tanaman (ETc) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai evapotranspirasi tanaman pada tiap periode tumbuh Tahap
Waktu
kc
Pertumbuhan
ETc (mm/hari)
Awal
Juli-1
0.81
4.13
Pembungaan
Juli-3
0.97
4.95
Pembentukan Buah
Ags-1
1.16
5.92
Pematangan
Ags-4
0.85
4.51
Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) tanaman melon terus meningkat dari tahap awal pertumbuhan sampai tahap pembentukan buah. Hal ini
31
menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan air tanaman terus meningkat seiring pertumbuhan tanaman. Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap pertumbuhan tanaman diperlukan untuk menentukan jumlah air irigasi yang dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh optimal dengan hasil maksimal. Oleh karena itu diperlukan pengkajian mengenai waktu musim tanam yang sesuai untuk tanaman melon agar diperoleh hasil yang optimal.
D. KEBUTUHAN AIR IRIGASI Kebutuhan air irigasi disebut sebagai satuan kebutuhan air (SKA) merupakan selisih dari evapotranspirasi tanaman (ETc) dan curah hujan efektif (CHE). Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi untuk setiap periode tumbuh tanaman dapat dilihat pada Tabel 11. Satuan kebutuhan air yang maksimum terjadi pada periode tumbuh pembungaan. Nilai kebutuhan air yang maksimum tersebut dapat dipergunakan untuk menghitung interval irigasi dan kedalaman (kotor) air irigasi. Rekapitulasi perhitungan satuan kebutuhan air (SKA) dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 11. Nilai Evapotranspirasi Tanaman (ETc) Tanaman melon, Curah Hujan Efektif (CHE) dan Satuan Kebutuhan air (SKA) Tahap Pertumbuhan Vegetatif Pembungaan Pembentukan Buah Pematangan
Waktu Juli-1 Juli-3 Ags-1 Ags-4
ETc CHE SKA (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari) 4.13 2.15 1.98 4.95 2.15 2.80 5.92 4.51
2.89 2.89
3.03 1.62
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada setiap masa periode pertumbuhan dibutuhkan penambahan air untuk mencukupi kebutuhan air tanaman. Berdasarkan Tabel 7, satuan kebutuhan air tanaman melon pada periode tumbuh vegetatif nilainya sebesar 1.98 mm/hari, pada periode tumbuh pembungaan nilainya sebesar 2.80 mm/hari, pada periode pembentukan buah nilainya sebesar 3.03 mm/hari, dan pada periode tumbuh pematangan nilainya sebesar 1.62 mm/hari. Pemenuhan kebutuhan air tanaman ini dilakukan dengan pemberian air secara tepat menggunakan irigasi tetes.
32
E. KINERJA JARINGAN Kinerja jaringan dari sistem irigasi tetes dengan micro spray meliputi debit yang keluar dari micro spray, koefisien variasi penetes (v), koefisien penyebaran (EU), dan efisiensi irigasi. Pengukuran debit emitter irigasi tetes dilakukan pada saat pengoperasian jaringan irigasi tetes berlangsung. Titik pengamatan berjumlah 24 emitter setiap bloknya dan pada 4 bedengan dimana 1 bedengan terdiri dari 2 lateral dengan tipe lateral line-
source. Blok Ciheuleut, yaitu pada bedengan 1, bedengan 4, bedengan 10, dan bedengan 13. Blok Tajur yaitu pada bedengan 1, bedengan 3, bedengan 7, dan bedengan 10. Blok Pakuan yaitu pada bedengan 1, bedengan 3, bedengan 5, dan bedengan 8. Blok Ciawi yaitu pada bedengan 1, bedengan 4, bedengan 7, dan bedengan 10. Pengukuran debit emitter lateral line-source seluruhnya berjumlah 96 emitter. Air dari sumber air untuk lahan di pompa dengan pompa jenis
submersible yang ditempatkan 20 m dari sumur bor sedalam 100 m. Air dari sumber tersebut di salurkan dengan pipa galvanis 3 inch yang ditahan oleh kran utama lalu dialirkan dengan menggunakan pipa galvanis 2 inch menuju 3 tempat, yaitu ke tempat penampungan air untuk kantor, ke lokasi penelitian (Tajur II), dan Tajur I. Pipa utama menggunakan pipa galvanis 2 inch. Pipa sub utama menggunakan pipa PVC berukuran 2 inch, pipa manifold menggunakan pipa PVC yang berukuran ¾ inch. Setiap 1 buah manifold akan membagi air untuk 2 lateral jenis Polyethilen yang berukuran ½ inch.. Detail aliran air irigasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Emitter yang dipergunakan untuk jaringan irigasi ini adalah jenis micro spray dengan tipe orbitor kit dengan kapasitas 55 l/jam pada tekanan 12 atm. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai debit minimum sebesar 26.64 l/jam, debit maksimum yang keluar sebesar 30.24 l/jam. Debit rata-rata
emitter, nilai koefisien variasi penetes, dan nilai keseragaman penyebaran (EU) tiap blok dapat dilihat pada Tabel 12.
33
Sumur Bor 100 m
Pipa Sub Utama PVC 2’’
Pipa Galvanis 3’’ kran
Penampungan Air bedengan Pompa Gambar 7. Detail Aliran Air Irigasi di Lokasi Penelitian
Keterangan : : Aliran air irigasi
Tabel 12. Debit Rata-rata emitter, Nilai Koefisien Variasi Ppenetes, dan Nilai Keseragaman Penyebaran (EU) Tiap Blok Blok
Debit Rata-rata (l/jam)
Koefisien variasi
Ciheuleut Pakuan Tajur Ciawi
28.41 28.66 28.73 28.85
0.04 0.036 0.031 0.035
Keseragaman penyebaran (%) 83.67 85.25 86.78 85.37
Nilai koefisien variasi penetes (v) irigasi tetes di lokasi penelitian berkisar antara 0.031-0.040. Data lengkap perhitungan nilai koefisien variasi penetes (v)
Blok Ciheuleut, Blok Tajur, Blok Pakuan dan Blok Ciawi
disajikan pada Lampiran 6a sampai Lampiran 6d. Nilai rata-rata koefisien variasi penetes (v) pada lateral line-source jaringan irigasi tetes di lokasi penelitian sebesar 0.035. Berdasarkan data tersebut, maka jika nilai koefisien variasi penetes (v) jaringan irigasi tetes di lokasi penelitian 0.035 berarti variasi debit spray yang keluar berkualitas baik karena nilai v < 0.05. Nilai ini berpengaruh kepada keseragaman penyebaran (EU) dimana semakin besar nilai koefisien penetes maka nilai keseragaman penyebaran semakin kecil. Lateral line-source berada diatas bedengan. Detail bedengan dapat dilihat pada Gambar 8. Detail lateral di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
bedengan Katup Pipa Lateral (PE 13 mm)
Manifold (PVC ¾’’) 1.5 m
Gambar 8. Detail Bedengan di Lokasi penelitian
35
Gambar 9. Detail Lateral di Lokasi Penelitian
Hasil perhitungan nilai keseragaman penyebaran (EU) irigasi tetes pada lokasi penelitian, Blok Ciheuleut nilainya sebesar 83.67%, Blok Tajur nilainya sebesar 85.25%, Blok Pakuan nilainya sebesar 86.78%, dan Blok Ciawi nilainya sebesar 85.37%. Nilai rata-rata keseragaman penyebaran (EU) sebesar 85.26%, hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai keseragaman (EU) kurang dari 90%-95% untuk irigasi tetes dengan menggunakan micro spray. Menurut Nakayama dan Bucks (1986) di dalam Prastowo (2002), jika nilai keseragaman penyebaran (EU) dibawah 95 % maka desain harus diubah, misalnya dengan memperpendek pipa atau memperbesar diameter pipa. Kecilnya keseragaman penyebaran (EU) dapat disebabkan karena posisi pipa lateral yang tidak datar, banyak terjadi kerusakan pada jaringan perpipaan. Nilai untuk kebutuhan leaching sebesar nol karena tidak ada nutrisi yang diberikan bersamaan dengan air irigasi sehingga nilai efisiensi irigasi (Es) sama dengan nilai keseragaman penyebaran (EU) yaitu sebesar 85.26 %.
F. JADWAL IRIGASI Kebutuhan air irigasi tanaman dapat diberikan dengan optimal pada saat penentuan interval irigasi dan penentuan waktu irigasi yang dibutuhkan untuk mengairi seluruh lahan tepat. Pemberian air irigasi yang diberikan pada tanaman melon berubah-ubah tergantung keadaan cuaca tempat budidaya tanaman melon. Pemberian air irigasi yang diberikan di lapangan untuk tiap tahap pertumbuhan pada tanaman melon dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rencana Jadwal Operasi Jaringan Irigasi Tetes Tahap Waktu Pertumbuhan (hspt) Vegetatif Pembungaan Pembentukan Buah Pematangan
Satuan Kebutuhan Air (mm/hari)
16-40 41-50
1.98 2.80
51-70 71-75
3.03 1.62
Jumlah Air yang Diberikan (mm/hari) 4.12 8.23
Kelebihan Air (mm/hari) 2.14 5.43
9.07
6.04
3.82
2.20
37
Pada Tabel 13 dapat dilihat pada tahap vegetatif sampai tahap pematangan terjadi kelebihan dalam pemberian air irigasi. Pada tahap vegetatif terjadi kelebihan pemberian air sebesar 2.14 mm/hari. Pada tahap pembungaan terjadi kelebihan pemberian air sebesar 5.43 mm/hari. Pada tahap pembentukan buah terjadi kelebihan pemberian air 6.04 mm/hari. Dan pada tahap pematangan terjadi kelebihan pemberian air 2.20 mm/hari. Kebutuhan air tanaman meningkat seiring pertumbuhan tanaman, pada tanaman melon kebutuhan paling besar terjadi pada tahap pembentukan buah, lalu menurun pada tahap pematangan. Oleh karena itu diperlukan pemenuhan kebutuhan air pada proses budidaya tersebut. Namun jika pemberian air dilakukan secara berlebihan maka akan merangsang pertumbuhan beberapa tanaman pengganggu yang mengakibatkan terjadinya penurunan buah, juga dapat mengakibatkan kualitas buah menurun. Kelebihan mengakibatkan pemborosan penggunaan air. Oleh karena itu diperlukan penentuan jadwal irigasi yang tepat berdasarkan jadwal tanam secara tepat. Interval dan lama irigasi yang diterapkan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Dan perhitungan kedalaman bersih air irigasi, kedalaman kotor air irigasi, interval, volume kotor air irigasi dan waktu aplikasi tiap tahap pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 15. Sedangkan perencanaan jadwal operasi irigasi dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 14. Interval dan Lama Irigasi yang Diterapkan di Lokasi Penelitian Interval (hari)
Waktu Aplikasi (jam/hari)
16-40 41-50
1 1
2 3
Volume penyiraman (mm/aplikasi) 4.12 8.23
51-70 71-75
1 1
3
9.07
2
3.82
Tahap Waktu Pertumbuhan (hspt) Vegetatif Pembungaan Pembentukan Buah Pematangan
Di lokasi penelitian dilakukan pemberian air irigasi dengan interval waktu 1 hari dan waktu aplikasi pada masa vegetatif 2 jam/hari, pada masa pembungaan dan pembentukan buah 3 jam/hari dan pada masa pematangan 2 jam/hari. Dengan waktu penjadwalan ini, maka terjadi kelebihan pemberian air pada setiap tahap pertumbuhan tanaman.
38
Tabel 15. Penentuan Interval Irigasi yang Disarankan Parameter Kedalaman bersih irigasi, dx Interval irigasi, fx Interval irigasi aktual,f Kedalaman bersih irigasi baru,dn Kedalaman kotor irigasi,d Volume kotor irigasi,G Waktu Aplikasi
Tahap Pertumbuhan PembuPembentu- Pematangaan kan Buah ngan
Satuan
Vegetatif
mm
16.4
16.4
16.4
16.4
hari
8.3
5.9
5.4
10.1
hari
8
5
5
10
mm
15.8
14.0
15.2
16.2
mm
18.6
16.4
17.8
19
l/hari
16.2
14.3
15.5
16.5
Jam/hari
0.6
0.5
0.5
0.6
Dari Tabel 15. dapat dilihat kedalaman bersih untuk seluruh lahan sebesar 16.4 mm. Interval irigasi yang dipilih pada masa vegetatif 8 hari, pada masa pembungaan 5 hari, pada masa pembentukan buah 5 hari dan pada masa pematangan 10 hari. Kedalaman kotor irigasi berkisar antara 16.4 mm – 19 mm. Waktu aplikasi pemberian air irigasi berkisar antara 0.5 jam/hari – 0.6 jam/hari. Terlihat bahwa semakin besar jumlah air irigasi (kotor) maka waktu aplikasi irigasi semakin lama. Penentuan jadwal pemberian irigasi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi irigasi tetes. Hal ini didasarkan pada pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan tepat dan untuk menghindari kelebihan air irigasi, sehingga tanaman menjadi layu serta dapat pula menyebabkan limpasan. Untuk mempertahankan dan meningkatkan efisiensi irigasi tetes dengan menggunakan micro spray maka diperlukan penerapan jadwal irigasi secara tepat.
G. ANALISIS JARINGAN PERPIPAAN Tipe emitter didesain agar selain menyalurkan kebutuhan air untuk irigasi juga melembabkan daerah sekitar tanaman. Besarnya debit tergantung dari tekanan operasi yang diberikan. Dengan nilai keseragaman debit aliran yang kurang baik yaitu antara 83.67 %-86.78 % dapat mempengaruhi
39
besarnya air yang disalurkan, hal tersebut dapat mengganggu untuk pertumbuhan tanaman yang ada. Jaringan irigasi sangat mempengaruhi pula nilai keseragaman ini. Banyaknya kerusakan dari alat yang dipergunakan oleh jaringan irigasi mempengaruhi. Jaringan sistem irigasi meliputi pipa utama dengan diameter 3 inch, pipa sub utama dengan diameter 2 inch, pipa manifold dengan diameter ¾ inch, pipa lateral dengan diameter ½ inch dan emitter. Kerusakan banyak terjadi pada jaringan pipa manifold, pipa lateral dan emitter. Adanya kerusakan pada jaringan ataupun alat yang hilang menyebabkan nilai keseragaman penyebaran debit (EU) yang ada kurang dari 95%. Rekapitulasi data jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 15. Rekapitulasi data jaringan irigasi diseluruh lokasi penelitiandapat dilihat pada Lampiran 9.
Layout
jaringan perpipaan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 10. Rekapitulasi data jaringan irigasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 15. Rekapitulasi Data Jaringan Irigasi No
Data
Blok Kebun Ciheuleut
Sukasari & Tajur 1. Luas Blok 1904 m2 5168.9 m2 2. Jumlah Bedeng 56 bedeng 63 bedeng 3. Panjang manifold 84 m 94.5 m 4. Panjang lateral 1836.8 m 6312.6 m 5. Jenis tanaman Melon Pepaya & melon B 49 57 6. Kondisi Manifold R 7 6 T 0 0 7. Kondisi Lateral B 102 27 R 8 99 T 2 0 8. Kondisi Sprayer B 2442 7857 R 114 0 T 0 1387 Keterangan : B :Berfungsi ; R : Rusak ; T : Tidak ada
Muarasari & Pakuan 2946.35 m2 59 bedeng 88.5 m 2755.4 m Tomat & melon 55 4 0 118 0 0 3003 0 449
Ciawi 1452 m2 22 bedeng 33 m 1173.2 m Melon 30 3 0 66 0 0 1152 0 0
Dari data yang diperoleh dapat diketahui kerusakan yang terjadi pada jaringan pipa manifold di Blok Ciheuleut sebesar 14.3%, Blok Tajur sebesar 10.5%, Blok Pakuan sebesar 7.3%, dan Blok Ciawi sebesar 10%. Pada
40
jaringan pipa lateral kerusakan yang terjadi di Blok Ciheuleut sebesar 9.8%, Blok Tajur sebesar 36.67%, Blok Pakuan dan Blok Ciawi jaringan pipa lateral yang ada dalam kondisi yang baik. Kerusakan yang terjadi pada emitter di Blok Ciheuleut sebesar 4.66%, Blok Tajur sebesar 17.65%, Blok Pakuan sebesar 14.95%, dan Blok Ciawi dalam kondisi yang baik. Kerusakan yang terjadi pada jaringan irigasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pemeliharaan jaringan yang tidak terlaksana dengan baik, kondisi iklim juga sangat mempengaruhi karena jaringan pipa manifold, lateral dan emitter berada diatas permukaan tanah dan tidak terlindungi oleh bangunan, jaringan yang rusak tidak segera tertangani tetapi tetap dibiarkan sehingga memperbesar kerusakan yang terjadi. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan nilai keseragaman penyebaran (EU) kurang dari 95 %. Untuk meningkatkan keseragaman penyebaran debit (EU) dapat dilakukan melalui penempatan posisi pipa lateral yang datar, penggantiann komponen irigasi yang rusak. Untuk mengurangi kerusakan komponen irigasi dilakukan, melalui pemeliharaan dan perawatan jaringan irigasi secara intensif. Perbaikan dan penggantian komponen-komponen yang mendukung jaringan irigasi sangat diperlukan. Masing-masing Blok berbeda tergantung dari besarnya kerusakan dan kebutuhan alat yang ada. Blok Ciheuleut sebesar Rp. 444600,-, Blok Tajur yang tergabung dengan Blok Sukasar sebesar Rp. 1554300,-, Blok Pakuan yang tergabung dengan Blok Muarasari sebesar Rp. 404100,-, dan Blok Ciawi sebesar Rp. 168000,-. Rincian biaya kebutuhan komponen di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 11.
41
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Berdasarkan klasifikasi tektur tanah menurut USDA, tanah di lokasi penelitian termasuk lempung liat. Berdasarkan hasil yang didapat nilai laju infiltrasi di lahan lebih besar dari 13 mm/jam, sehingga sesuai untuk irigasi tetes dengan sistem micro spray ini. Nilai bulk density di lokasi penelitian termasuk rendah, yang berarti tanah di lokasi tersebut mudah untuk meneruskan air dan mudah untuk ditembus oleh perakarannya. 2. Nilai keseragaman penyebaran (EU) irigasi tetes pada lokasi penelitian, menunjukkan bahwa nilai keseragaman (EU) kurang dari 95%. Kecilnya nilai EU dapat disebabkan oleh posisi pipa lateral yang tidak datar dan banyak terjadi kerusakan pada jaringan perpipaan.
Nilai kebutuhan
leaching sebesar nol karena tidak ada nutrisi yang diberikan bersamaan dengan air irigasi sehingga nilai efisiensi irigasi (Es) sama dengan nilai keseragaman penyebaran (EU). 3. Pada tahap vegetatif sampai tahap pematangan terjadi kelebihan dalam pemberian air irigasi, mengakibatkan pemborosan penggunaan air irigasi. 4. Kerusakan banyak terjadi pada jaringan pipa manifold, pipa lateral dan
emitter. Adanya kerusakan pada jaringan ataupun alat yang hilang menyebabkan nilai keseragaman penyebaran debit (EU) kurang dari 95%.
B. SARAN 1. Tanah dilokasi penelitian cepat jenuh air dan segera terjadi aliran permukaan pada kondisi pemberian air yang berlebih, sehingga diperlukan perhitungan yang tepat mengenai jumlah air yang akan diberikan pada tanaman. 2. Pada periode masa pembuahan dan pematangan pada bulan Agustus relatif kecil sehingga diperlukan pemberian air irigasi yang relatif besar. 3. Perlu pengkajian mengenai waktu musim tanam yang sesuai untuk tanaman melon agar diperoleh hasil yang optimal. 4. Perlu memperpendek pipa atau memperbesar diameter pipa lateral untuk meningkatkan nilai keseragaman penyebaran (EU).
5. Untuk mempertahankan dan meningkatkan efisiensi irigasi tetes dengan menggunakan micro spray maka diperlukan penerapan jadwal irigasi secara tepat. 6. Untuk meningkatkan keseragaman penyebaran debit (EU) dapat dilakukan melalui penempatan posisi pipa lateral yang datar, penggantiann komponen irigasi yang rusak. Untuk mengurangi kerusakan komponen irigasi dilakukan, melalui pemeliharaan dan perawatan jaringan irigasi secara intensif.
43
DAFTAR PUSTAKA Cumulus, A.R. 1992. Perencanaan Sistem Irigasi Tetes untuk Tanaman Melon (Cucumis melo L.) di PT Hortitek Tropika Sari Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Doorenbos, J and W.O. Pruitt. 1977. Guidelines for Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage. Paper. FAO, UN. Rome, Italy. Doorenbos, J. and A.H. Kassam. 1979. Yield Respon to Water Irrigation and Drainage Paper. FAO, Rome. Hansen, V. E., O. W. Israelsen and G. E. Stringham. 1986. Dasar – dasar dan Praktek Irigasi. Terjemahan. Erlangga. Jakarta. Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta. Hillel, D. 1982. Soil and Water Physical Principes and Process. Academic Press, New York,USA. Keller, J dan R. D. Blesiner. 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. AVI Book, New York, USA. Mutiaresmi, S.O. 1997. Kajian Keragaan Jaringan serta Penentuan Waktu dan Jumlah Pemberian Air pada Sistem Irigasi Mikro Spray di PT Intidaya Argolestari Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Prastowo dan Liyantono. 2002. Prosedur Desain Irigasi Tetes (Trickle Irrigation). Jurusan Teknik Pertanian, FATETA, IPB, Bogor. Prastowo. 2002. Komponen Irigasi Tetes. CREATA. LP-IPB, Bogor Prastowo. 2003. Teknologi Irigasi Hemat Air. Modul Kuliah Aplikasi Teknologi Irigasi Sprinkler dan Drip. CREATA. LP-IPB, Bogor. Raes, D. 1987. Crop Water Requirement. Katholike Universiteit Leuven, Belgium. Rahmat, Cahyadi. 1997. Analisis Kinerja Jaringan Irigasi Tetes untuk Budidaya Tanaman Tomat dan Melon dalam Rumah Kaca dengan Sistem Hidroponik. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Setiadi dan Parimin, 2001. Bertanam Melon (Edisi Revisi). Penebar Swadaya, Jakarta.
44
Schwab, G.O., Frevert, R.K. Edminster, T.n, Barnes, K.K. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. Third Edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada. Suprianto. 1999. Efisiensi Penggunaan Air dengan Sistem Irigasi Tetes dan Curah pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum sp.). Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor.
45
Lampiran 1. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Lokasi
Kadar air (%Volume)
Air Tersedia (mm/m)
Tanah Porositas
Bulk Density
Permeabilitas
(%)
(g/cm3)
(cm/jam)
pF 2.54
pF 4.2
Ciheuleut
36.39
18.22
18.17
80.40
0.52
16.78
Tajur
33.77
17.28
16.48
81.22
0.50
29.25
Pakuan
32.79
20.88
17.63
82.12
0.52
9.68
Ciawi
35.43
20.22
15.26
80.29
0.47
15.43
Lampiran 2.a. Tabel Hubungan antara Faktor Pembobot (W) dengan Suhu Udara dengan Altitude
Lampiran 2.b. Tabel Hubungan antara Lama Penyinaran Matahari Potensial (N) pada Setiap Bulan dengan Latitude Nothern Lats Southern Lats 50 48 46 44 42 40
Jan
Feb
Mar
Apr
May
June
July
Aug
Sept
Oct
Nov
Dec
July
Aug
Sept
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar
Apr
May
June
8.5 8.8 9.1 9.3 9.4 9.6
10.1 10.2 10.4 10.5 10.6 10.7
11.8 11.8 11.9 11.9 11.9 11.9
13.8 13.6 13.5 13.4 13.4 13.3
15.4 15.2 14.9 14.7 14.6 14.4
16.3 16.0 15.7 15.4 15.2 15.0
15.9 15.6 15.4 15.2 14.9 14.7
14.5 14.3 14.2 14.0 13.9 13.7
12.7 12.6 12.6 12.6 12.6 12.5
10.8 10.9 10.9 11.0 11.1 11.2
9.1 9.3 9.5 9.7 9.8 10.0
8.1 8.3 8.7 8.9 9.1 9.3
35 30 25 20 15 10 5
10.1 10.4 10.7 11.0 11.3 11.6 11.8
11.0 11.1 11.3 11.5 11.6 11.8 11.9
11.9 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0
13.3 12.9 12.7 12.6 12.5 12.3 12.2
14.0 13.6 13.3 13.1 12.8 12.6 12.3
14.5 14.0 13.7 13.3 13.0 12.7 12.4
14.3 13.9 13.5 13.2 12.9 12.6 12.3
13.5 13.2 13.0 12.8 12.6 12.4 12.3
12.4 12.4 12.3 12.3 12.2 12.1 12.1
11.3 11.5 11.6 11.7 11.8 11.8 12.0
10.3 10.6 10.9 11.2 11.4 11.6 11.9
9.8 10.2 10.6 10.9 11.2 11.5 11.8
0
12.1
12.1
12.1
12.1
12.1
12.1
12.1
12.1
12.1
12.1
12.1
12.1
Tabel 2.c. Tabel Nilai Radiasi Ekstrateristerial (Ra) Temperature oC
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
0.43 .45 .46 .49 .52 .55
0.46 .48 .49 .52 .55 .58
0.49 .51 .52 .55 .58 .61
0.52 .54 .55 .58 .61 .64
0.55 .57 .58 .61 .64 .66
0.58 .60 .61 .64 .66 .69
0.61 .62 .64 .66 .69 .71
0.64 .65 .66 .69 .71 .73
0.66 .67 .69 .71 .73 .76
0.68 .70 .71 .73 .75 .78
0.71 .72 .73 .75 .77 .79
0.73 .74 .75 .77 .79 .81
0.75 .76 .77 .79 .81 .83
0.77 .78 .79 .81 .82 .84
0.78 .79 .80 .82 .84 .85
0.80 .81 .82 .84 .85 .86
0.82 .82 .83 .85 .86 .88
0.83 .84 .85 .86 .88 .89
0.84 .85 .86 .87 .88 .90
0.85 .86 .87 .88 .89 .90
W at altitude m 0 500 1 000 2 000 3 000 4 000
46
Lampiran 2.d. Hubungan antara ETo dengan W.Rs
Lampiran 3. Tabel Hubungan antara Curah Hujan Efektif (CHE) Curah Hujan Andalan (CHA)
50
Lampiran 4. Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 1986-1993 Stasiun Klimatologi Darmaga Tahun Bulan
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
Januari
311.0
295.0
434.0
468.0
442.4
311.5
316.6
559.7
Febuari
436.0
282.0
380.0
507.0
373.4
330.3
301.3
365.8
Maret
526.0
404.0
344.0
283.0
193.1
574.1
444.8
487.7
April
233.0
290.0
445.0
153.0
638.6
311.9
426.8
384.9
Mei
241.0
460.0
371.0
557.0
381.4
117.2
471.5
323.4
Juni
281.0
218.0
148.0
336.0
211.9
125.1
195.0
329.7
Juli
232.0
235.0
89.0
149.0
283.0
7.3
276.7
113.7
Agustus
264.0
103.0
200.0
233.0
645.5
121.8
235.7
431.2
September
387.0
50.0
200.0
255.1
288.1
154.0
288.3
232.2
Oktober
252.0
413.0
240.0
367.2
346.3
214.9
583.8
353.4
November
543.0
436.0
149.0
315.4
282.7
559.5
643.0
389.5
Desember
528.0
231.0
296.0
443.6
358.0
439.0
420.7
404.0
52
Lampiran 5. Data Iklim Rata-rata Bulanan Tahun 1986-1993 Stasiun Klimatologi Darmaga Tmean (oC)
RH (%)
Angin (m/s)
Penyinaran (jam/hari)
Januari
24.7
90.0
0.7
3.5
Febuari
24.9
88.0
0.6
4.7
Maret
25.1
88.0
0.6
5.8
April
25.7
87.0
0.5
7.8
Mei
25.6
87.0
0.4
8.5
Juni
25.6
87.0
0.4
8.9
Juli
25.2
84.0
0.5
9.6
Agustus
25.4
82.0
0.5
9.7
September
25.7
82.0
0.5
8.6
Oktober
25.9
83.0
0.5
7.8
November
25.6
85.0
0.6
6.4
Desember
25.2
87.0
0.6
5.2
Bulan
53
Lampiran 6. Satuan Kebutuhan Air (SKA) Tanaman Melon
Tahap Pertumbuhan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Vegetatif
0
0
0
0
0
0
20.74
0
0
0
0
0
Pembungaan
0
0
0
0
0
0
52.77
0
0
0
0
0
Pembentukan Buah
0
0
0
0
0
0
0
47.85
0
0
0
0
Pematangan
0
0
0
0
0
0
0
48.39
0
0
0
0
54
Lampiran 7a. Pengukuran Debit Emitter Blok Ciheuleut BEDENGAN
Total Rata2 n*qa2 (q*n2)-(n*qa2) v qmin qmak EU
qn2 EMITTER DEBIT DEBIT q (ml/20s) (ml/jam) (l/jam) 1 168 30240 30.24 914.46 2 160 28800 28.80 829.44 3 154 27720 27.72 768.40 4 164 29520 29.52 871.43 5 160 28800 28.80 829.44 6 152 27360 27.36 748.57 7 160 28800 28.80 829.44 8 164 29520 29.52 871.43 9 158 28440 28.44 808.83 10 152 27360 27.36 748.57 11 155 27900 27.90 778.41 12 148 26640 26.64 709.69 13 168 30240 30.24 914.46 14 154 27720 27.72 768.40 15 150 27000 27.00 729.00 16 166 29880 29.88 892.81 17 156 28080 28.08 788.49 18 148 26640 26.64 709.69 19 165 29700 29.70 882.09 20 158 28440 28.44 808.83 21 150 27000 27.00 729.00 22 164 29520 29.52 871.43 23 160 28800 28.80 829.44 24 154 27720 27.72 768.40 681.84 19400.15 28.41 19371.07 1.12 0.040 26.64 30.24 83.67
55
Lampiran 7b. Pengukuran Debit Emitter Blok Pakuan BEDENGAN
Total Rata2 n*qa2 (q*n2)-(n*qa2) v qmin qmak EU
qn2 EMITTER DEBIT DEBIT q (ml/20s) (ml/jam) (l/jam) 1 165 29700 29.70 882.09 2 158 28440 28.44 808.83 3 150 27000 27.00 729.00 4 166 29880 29.88 892.81 5 160 28800 28.80 829.44 6 155 27900 27.90 778.41 7 164 29520 29.52 871.43 8 158 28440 28.44 808.83 9 152 27360 27.36 748.57 10 166 29880 29.88 892.81 11 162 29160 29.16 850.31 12 158 28440 28.44 808.83 13 168 30240 30.24 914.46 14 160 28800 28.80 829.44 15 154 27720 27.72 768.40 16 166 29880 29.88 892.81 17 162 29160 29.16 850.31 18 155 27900 27.90 778.41 19 165 29700 29.70 882.09 20 155 27900 27.90 778.41 21 150 27000 27.00 729.00 22 164 29520 29.52 871.43 23 158 28440 28.44 808.83 24 150 27000 27.00 729.00 687.78 19733.97 28.66 19710.06 1.02 0.036 27.00 30.24 85.25
56
Lampiran 7c. Pengukuran Debit Emitter Blok Tajur BEDENGAN
Total Rata2 n*qa2 (q*n2)-(n*qa2) v qmin qmak EU
qn2 EMITTER DEBIT DEBIT q (ml/20s) (ml/jam) (l/jam) 1 166 29880 29.88 892.81 2 164 29520 29.52 871.43 3 160 28800 28.80 829.44 4 165 29700 29.70 882.09 5 160 28800 28.80 829.44 6 158 28440 28.44 808.83 7 164 29520 29.52 871.43 8 160 28800 28.80 829.44 9 155 27900 27.90 778.41 10 162 29160 29.16 850.31 11 160 28800 28.80 829.44 12 148 26640 26.64 709.69 13 165 29700 29.70 882.09 14 155 27900 27.90 778.41 15 150 27000 27.00 729.00 16 166 29880 29.88 892.81 17 160 28800 28.80 829.44 18 155 27900 27.90 778.41 19 165 29700 29.70 882.09 20 158 28440 28.44 808.83 21 155 27900 27.90 778.41 22 164 29520 29.52 871.43 23 160 28800 28.80 829.44 24 155 27900 27.90 778.41 689.40 19821.54 28.73 19803.02 0.90 0.031 27.00 29.88 86.78
57
Lampiran 7d. Pengukuran Debit Emitter Blok Ciawi BEDENGAN
Total Rata2 n*qa2 (q*n2)(n*qa2) v qmin qmak EU
qn2 EMITTER DEBIT DEBIT q (ml/20s) (ml/jam) (l/jam) 1 165 29700 29.70 882.09 2 160 28800 28.80 829.44 3 154 27720 27.72 768.40 4 165 29700 29.70 882.09 5 160 28800 28.80 829.44 6 155 27900 27.90 778.41 7 165 29700 29.70 882.09 8 172 30960 30.96 958.52 9 155 27900 27.90 778.41 10 160 28800 28.80 829.44 11 155 27900 27.90 778.41 12 150 27000 27.00 729.00 13 168 30240 30.24 914.46 14 162 29160 29.16 850.31 15 156 28080 28.08 788.49 16 166 29880 29.88 892.81 17 160 28800 28.80 829.44 18 155 27900 27.90 778.41 19 168 30240 30.24 914.46 20 161 28980 28.98 839.84 21 155 27900 27.90 778.41 22 164 29520 29.52 871.43 23 160 28800 28.80 829.44 24 155 27900 27.90 778.41 692.28 19991.64 28.85 19968.82 1.00 0.035 27.00 30.24 85.37
58
Lampiran 8. Perencanaan Penjadwalan Irigasi Tetes Tahap MAD Pertumbuhan (%) Vegetatif 40 Pembungaan 40 Pembentukan Buah 40 Pematangan 40
Pw (%) 0.9 0.9
WHC (mm/m) 152 152
Rz (m) 0.6 0.6
0.9 0.9
152 152
0.6 0.6
BD dx Td fx f dn d G Ta 3 (g/cm ) (mm) (mm/hari) (hari) (hari) (mm) (mm) (l/hari) (jam/hari) 0.5 16.4 2.0 8.3 8 15.8 18.6 16.2 0.6 0.5 16.4 2.8 5.9 5 14.0 16.4 14.3 0.5 0.5 0.5
Keterangan : MAD :Management Allowable Deficit Pw :Presentase area terbasahi WHC: Kapasitas tanah menahan air Rz : Kedalaman Perakaran BD : Bulk density dx :kedalaman bersih air irigasi maksimum Td :Transpirasi harian rata-rata pada periode puncak
16.4 16.4
3.0 1.6
5.4 10.1
5 10
15.2 16.2
17.8 19.0
15.5 16.5
0.5 0.6
fx : Interval irigasi maksimum f : Interval irigasi aktual dn : Kedalaman bersih irigasi untuk kebutuhan air tanaman d : Kedalaman kotor irigasi G : Volume kotor air yang dibutuhkan tiap tanaman Ta : Waktu aplikasi irigasi
59
Lampiran 9. Rekapitulasi Data Jaringan Irigasi No
Data
Blok Kebun Ciheuleut
1 2
Luas Blok Ukuran Bedeng
1904 m2 16 m x 1.5 m
3 4 5 6
Jumlah Bedeng Panjang manifold Panjang lateral Jenis tanaman
56 bedeng 84 m 1836.8 m Nanas
7
Kondisi Manifold
8
Kondisi Lateral
9
Kondisi Sprayer
10
Jumlah Sprayer tiap Lateral
B R T B R T B R T
49 7 0 102 8 2 2442 114 0 12
Sukasari & Tajur 5168.9 m2 40.7 m x 1.5 m
Muarasari & Pakuan 2946.35 m2 28 m x 1.5 m ; 30.3 m x 1.5 m
Ciapus & Baranangsiang 1980.75 m2 28.5 m x 1.5 m
63 bedeng 94.5 m 6312.6 m Pepaya & melon 57 6 0 27 99 0 7857 0 1387 36
59 bedeng 88.5 m 2755.4 m Tomat & melon
33 bedeng 49.5 m 1627.4 m Tanaman hias
22 bedeng 33 m 1173.2 m Nanas
55 4 0 118 0 0 3003 0 449 26
18 2 2 38 0 4 202 0 424 36
30 3 0 66 0 0 1152 0 0 22; 19; 28; 16; 7; 4 PE ½” PVC ¾”
11 Tipe Lateral PE ½” PE ½” PE ½” PE ½” 12 Tipe Manifold PVC ¾” PVC ¾” PVC ¾” PVC ¾” 13 Panjang Pipa 3” 112 m 14 Panjang Pipa 2” 136 m 127 m 169 m 73 m 15 Jumlah Katup 56 buah 63 buah 59buah 33 buah Keterangan : B :Berfungsi ; R : Rusak ; T : Tidak ada; * : Rekomendasi Penyediaan Jaringan Irigasi
Ciawi 1452 m2 14 m x 1.5 m; 22 m x 1.5 m; 26 m x 1.5 m
83 m 22 buah
Cimahpar* 1188.4 m2 28 m x 1.5 m; 32.5 m x 1.5 m; 35.5 m x 1.5 m; 36.5m x 1.5 m 20 bedeng 30 m 1283.6 m 0 0 20 0 0 40 0 0 1260 28;32;35;36;24 PE ½” PVC ¾” 41 m 20 buah 60
Lampiran 10. Layout Jaringan Perpipaan Irigasi Tetes dengan menggunakan micro spray
61
Lampiran 11. Biaya Kebutuhan Komponen Irigasi Tajur II Daerah Ciheuleut Komponen Biaya Pipa Manifold Pipa PVC 3/4" Sok drat luar 3/4" Sok Drat dalam 3/4" Tee 3/4" Elbow 90 3/4" Kran Sub Total (Rp) Pipa Lateral dan Penetes Microsprayer Pipa PE
Satuan
Harga Volume (Rp)
batang buah buah buah buah buah
3 7 7 7 14 7
15000 2000 2000 4000 4000 2000
45000 14000 14000 28000 56000 14000 171000
buah meter
114 160
900 2000
102600 320000
Sub Total (Rp)
Total (Rp)
444600
Daerah Sukasari dan Tajur Komponen Biaya Pipa Manifold Pipa PVC 3/4" Sok drat luar 3/4" Sok Drat dalam 3/4" Tee 3/4" Elbow 90 3/4" Kran Sub Total (Rp) Pipa Lateral dan Penetes Microsprayer Pipa PE Sub Total (Rp)
Satuan
Harga Volume (Rp)
Total (Rp)
batang buah buah buah buah buah
3 6 6 6 12 6
15000 2000 2000 4000 4000 2000
45000 12000 12000 24000 48000 12000 153000
buah meter
1387 366,3
900 2000
1248300 732600 1554300
62
Lampiran 11. Lanjutan Daerah Muarasari dan Pakuan Komponen Biaya Pipa Manifold Pipa PVC 3/4" Sok drat luar 3/4" Sok Drat dalam 3/4" Tee 3/4" Elbow 90 3/4" Kran Sub Total (Rp) Pipa Lateral dan Penetes Microsprayer Pipa PE Sub Total (Rp)
Satuan
Harga Volume (Rp)
Total (Rp)
batang buah buah buah buah buah
2 4 4 4 8 4
15000 2000 2000 4000 4000 2000
30000 8000 8000 16000 32000 8000 102000
buah meter
449 0
900 2000
404100 0 404100
Daerah Ciawi Komponen Biaya Pipa Manifold Pipa PVC 3/4" Sok drat luar 3/4" Sok Drat dalam 3/4" Tee 3/4" Elbow 90 3/4" Kran Sub Total (Rp) Pipa Lateral dan Penetes Microsprayer Pipa PE Sub Total (Rp)
Satuan
Harga Volume (Rp)
batang buah buah buah buah buah
2 3 3 3 6 3
15000 2000 2000 4000 4000 2000
buah meter
0 0
900 2000
Total (Rp) 30000 6000 6000 12000 24000 6000 84000
0 0 168000
63