Partisipasi Petani dalam Sistem Pengambilan Keputusan Peningkatan Kinerja Jaringan Irigasi (E. Majuar)
PARTISIPASI PETANI DALAM SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENINGKATAN KINERJA JARINGAN IRIGASI Edi Majuar Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln. Banda Aceh-Medan km 280, Buketrata-Lhokseumawe 24301 E-mail:
[email protected] Abstract Performance of irrigation systems in many developing countries is observed insufficient compared to design intentions. Decision on the performance improvement of the canal network facilities mostly based on irrigation staff or consultant’s judgment with inadequate contribution from farmers as main stakeholders. This paper aims to determine the relative weights of various potential factors for irrigation performance improvement on the bases of farmer’s preferences. The Analytic Hierarchy Process (AHP) and Composite Component Index (CCI) were used to obtain priority weights and water control component and sub components condition and function, respectively. Result shows that priority weight of farmer’s preferences has strong relation to the actual condition and function of diversion/off-take structures. The finding suggests that farmer’s participation has significant contribution to the performance improvement decision and also could gain the quality of decision. Key words: decision support system, performance improvement, farmer’s preference, priority weight, condition assessment
PENDAHULUAN Jaringan irigasi berfungsi untuk mendistribusikan air dari sumbernya ke areal pertanian. Irigasi dimaksudkan untuk menjamin target produksi dapat dicapai dan penggunan air sesuai dengan keperluan air tanaman dengan biaya operasi dan pemeliharaan minimal. Tujuan ini sering tidak dapat dipenuhi karena kegagalan dalam pengaturan air irigasi baik di tingkat jaringan utama maupun tersier disamping perawatan saluran dan bangunan bagi/sadap yang tidak memadai. Distribusi air tidak merata, air yang tersedia tidak mencukupi keperluan tanaman, penggunaan air melebihi keperluan tanaman, suplai air tidak tepat waktu adalah contoh – contoh indikasi tidak berjalannya manajemen irigasi dengan baik. Komponen pintu air untuk mengukur dan mengatur debit air banyak tidak tersedia dan sedimetasi yang menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran merupakan indikasi lainnya pemeliharaan jaringan yang tidak memadai. Kedua faktor tersebut adalah penyebab utama menurunnya kinerja jaringan irigasi. Untuk memperbaiki kinerja jaringan irigasi, pemerintah melalui Dinas Pengairan
melakukan rehabilitasi saluran dan bangunan irigasi. Kegiatan tersebut ditentukan berdasarkan hasil evaluasi kondisi dan fungsi bangunan oleh tenaga teknis atau konsultan dimana partisipasi petani sebagai stakeholder utama tidak secara langsung. Tulisan ini bertujuan untuk menentukan prioritas peningkatan kinerja jaringan irigasi berdasarkan persepsi Persatuan Petani Pemakai Air (P3A). Untuk mendapatkan indek kondisi dan fungsi bangunan bagi/sadap dan tingkat perbaikan yang diperlukan. Untuk menentukan kesesuaian persepsi petani dengan kondisi aktual kinerja jaringan irigasi. Partisipasi petani diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, tingkat kepercayaan dan nilai memiliki jaringan irigasi. Dalam tulisan ini, prioritas perbaikan kinerja jaringan irigasi ditentukan berdasarkan Analytic Hierarchy Process (AHP). Validitas prioritas perbaikan dievaluasi dengan metode Component Condition Index (CCI). Penelitian ini dilakukan di Daerah Irigasi (DI) Pante Lhong, Kabupaten Bireuen, tahun 2007 dan 2008. DI Pante Lhong dibangun pada era kolonial Belanda tahun 1961. Peningkatan infrastruktur jaringan irigasi dimulai tahun 1979
51
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 2, Oktober 2013 : 51-56
dan selesai 1991. Kegiatan tersebut menghabiskan biaya Rp. 12.5 milliar yang didanai oleh pemerintah pusat dan bantuan dari pemerintah Jepang. DI. Pante Lhong mempunyai fasilitas infrastruktur yang sangat memadai dan mampu mengairi areal persawahan seluas 5504.55 ha yang tersebar di 7 kecamatan [1]. Saat ini, daerah irigasi tersebut mengalami penurunan kualitas jaringan irigasi seperti kapasitas saluran dan pendistribusian air. Perbaikan untuk meningkatkan fungsi jaringan sesuai dengan tarap perencaan belum memberikan hasil yang signifikan.
METODE Indikator Kinerja, Komponen Bangunan dan Sampel Data Kinerja jaringan irigasi adalah fungsi dari sejumlah variable teknis, fisik, sosial dan ekonomi. Satu variabel indikator tidak dapat digunakan untuk mengukur semua aspek kinerja ataupun tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja [2]. Dalam tulisan ini, indikator kinerja diperhitungkan berdasarkan aspek organisasian P3A, infrastruktur jaringan dengan sub indikator saluran pembawa, bangunan bagi/sadap dan jalan usaha tani, dan pengaturan air dengan sub indikator pendistribusian air, pengawasan penggunaan air dan pemeliharaan jaringan. Kriteria responden yaitu ketua kelompok, juru teknis atau anggota P3A yang memahami permasalahan. Dalam penelitian ini, sebanyak 11 P3A yang diambil secara acak digunakan sebagai sampel.
Data komponen pintu air pada jaringan utama diperoleh dari hasil survey pada bangunan bagi/sadap dengan type pintu sorong dan Crump de Gruiter (CDG). Sub komponen pintu terdiri dari ketersediaan pintu, bak pengukur tinggi aliran/grafik lengkung debit dan kunci pintu. Indikator tersebut dipertimbangkan mempunyai hubungan yang menentukan terhadap efisiensi dan fleksibilitas pendistribusian air irigasi. Efisiensi digunakan untuk menentukan efektivitas penggunaan air yang tersedia untuk keperluan tanaman [3]. Fleksibilitas memungkinkan pendistribusian air secara baik keseluruh areal [4]. Dalam penelitian ini, sebanyak 22 bangunan bagi/sadap digunakan sebagai sampel yang terdapat di jaringan utama. Analytic Hierarchy Process Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah metode untuk menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu [5]. Dalam metode ini, penilaian perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya, responden akan memberikan penilaian untuk tiap – tiap variabel/sub variabel dengan menetapkan skala kuantitatif 1- 9. Jika A, B, C dan D adalah variabel yang akan ditentukan skala prioritas, maka tingkat kepentingan relatif dapat ditentukan berdasarkan matrik 4 x 4 (Tabel 1). Contoh nilai tingkat kepentingan untuk variabel A dan B [6] diperlihatkan pada Tabel 2. Deskriptif statistik data kuisioner dianalisis dengan software Statistical Package for Social Science (SPSS).
Tabel 1. Matriks Perbandingan AHP Variabel yang akan ditentukan prioritas A B C D
A
B
C
D
1 1/5 1/6 1/7
5 1 1/4 1/6
6 4 1 1/4
7 6 4 1
Tabel 2. Contoh nilai tingkat kepentingan A dan B Nilai 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8
Interpretasi A dan B adalah sama penting A sedikit lebih penting dari pada B A kuat tingkat kepentingannya dari pada B A sangat kuat tingkat kepentingannya dari pada B A mutlak lebih penting dari pada B Nilai-nilai intermediate
52
Partisipasi Petani dalam Sistem Pengambilan Keputusan Peningkatan Kinerja Jaringan Irigasi (E. Majuar)
Dalam penelitian ini, perhitunngan AHP menggunakan sistem matriks dengan bantuan program Excell untuk mendapatkan nilai eigenvector, consistency index (CI), consistency ratio (CR) dan random index (RI). Nilai eigenvector dipergunakan untuk mengetahui penyimpangan dikarenakan tidak konsistensi. Consistency index diperhitungkan dengan persamaan (1), dimana λ mak adalah
nilai eigenvalue maksimum dan n adalah ukuran matriks. Indeks random digunakan untuk menyatakan besarnya konsistensi matriks (Tabel 3). Nilai consistency ratio diperhitungkan dengan persamaan (2), dengan katagori CR = 0 (matriks perbandingan konsisten), CR ≤ 0.1 (matriks perbandingan cukup konsisten), CR > 0.1 (matrik perbandingan sangat tidak konsisten).
Tabel 3. Indeks Random n RI
2 0
3 0.58
4 0.90
5 1.12
CI = (λ mak – n)/(n – 1)
(1)
CR = CI/RI
(2)
t
X1 X 2 S12 S 22 n1 n2
(3)
dk n1 n2 2
(4) Untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang significant nilai bobot antara dua variabel diperhitungkan dengan pers. (3). X 1 , X 2 adalah
6 1.24
7 1.32
8 1.41
9 1.45
10 1.49
komponen bangunan, NK adalah jumlah nilai kerusakan yang ditentukan oleh jenis kerusakan, persentase kuantitas kerusakan dan tingkat kerusakan, dan FK adalah faktor koreksi, ditentukan oleh kombinasi dan prioritas bahaya kerusakan.
CCI (Wi xSubCCI i ) SubCCI C (NKxFK )
(5) (6)
2 2 nilai rata-rata sampel, S1 , S 2 adalah nilai varian
HASIL DAN PEMBAHASAN
sampel, n1 , n2 adalah jumlah sampel, t adalah nilai t-test untuk dua sampel berpasangan dengan jumlah anggota sampel sama. Derajat dk kebebasan diperhitungkan dengan persamaan (4) [7]. Pengujian tingkat perbedaan (significant) diperhitungkan berdasarkan nilai probabilitas yaitu probabilitas > 0.05, nilai ratarata kedua sampel tidak berbeda secara nyata, probabilitas < 0.05, rata-rata kedua sampel berbeda secara nyata [8].
Persepsi Petani terhadap Peningkatan Kinerja Jaringan Irigasi Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa petani memberikan prioritas utama peningkatkan kinerja irigasi melalui perbaikan jaringan dan pengaturan air (Tabel 4). Ini dapat dicapai melalui prioritas perbaikan saluran pembawa dan perbaikan sistim pendistribusian air irigasi. Namun, hasil uji t-test (Tabel 5) menunjukkan bahwa kedua prioritas tersebut tidak berbeda nyata (Sig. > 0.05) dengan bobot preferensi petani untuk bangunan irigasi dan pengawasan air. Ini mengindikasikan bahwa perbaikan kinerja jaringan irigasi dapat ditingkatkan melalui perbaikan infrastruktur dan manajemen secara bersamaan. Hal ini disebabkan kualitas pengaturan air mempunyai hubungan yang nyata dengan produksi padi [12, 13]. Pengaturan air irigasi memberikan kepastian waktu dan jumlah air irigasi untuk petani, yang akan memberikan kontribusi peningkatan kinerja managemen air di tingkat petani [14]. Namun, nilai penting faktor infrastruktur dan manajemen terhadap peningkatan kinerja jaringan irigasi bervariasi diantara para ahli irigasi [15].
Indek kondisi komponen bangunan Indek kondisi komponen bangunan adalah metode penilaian kondisi bangunan dan tinggkat penurunan kualitas. Hasil penilaian dipergunakan untuk menentukan tingkat fungsi bangunan dan hubungannya dengan pemeliharaan dan perbaikan. Nilai indek kondisi (C) adalah 100 jika bangunan baru dan berfungsi dan 0 jika bangunan rusak berat/tidak berfungsi [9]. Component composite index (CCI) diperhitungkan dengan persamaan (5) [10]. Sub komponen bangunan diperhitungkan dengan persamaan (6) [11]. Nilai W adalah bobot fungsional sub komponen bangunan, SubCCI adalah nilai indek kondisi sub
53
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 2, Oktober 2013 : 51-56
Tabel 4. Matriks nilai bobot preferensi AHP Variabel
Rerata
SD Level-1 0.213 0.104 4.424 0.140 4.238 0.174 Level-2.1
Organisasi Jaringan Irigasi Pengaturan air irigasi Jaringan irigasi - Saluran pembawa - Bangunan Irigasi - Jln. Usaha tani
0.475 0.355 0.170
Pengaturan air irigasi - Pendistribusia Air - Pengawasan air - Pemeliharaan jaringan
0.409 0.325 0.266
0.167 0.157 0.128 Level-2.2 0.216 0.125 0.202
λ mak
CI
RI
CR
3.490
0.245
0.58
0.422
3.567
0.284
0.58
0.489
3.293
0.147
0.58
0.253
Tabel 5. Hasil uji t-test untuk nilai bobot AHP
Name of paired
Jaringan Irigasi Pengaturan Air Saluran Pembawa Bangunan Irigasi Pendist. Air Pengawasan Air Saluran Pembawa Pendistr. Air Bangunan Irigasi Pengawasan Air Pendist. Air Bangunan Irigasi Saluran Pembawa Pengawasan Air
Mean
Paired Differences 95% Confidence Std. Interval of the Std. Error Difference Dev. Mean Lower Upper
t
df
Sig. (2-tailed)
.016
.298
.090
-.183
.217
.188
10
.855
.119
.297
.089
-.080
.319
1.334
10
.212
.084
.288
.087
-.109
.278
.968
10
.356
.065
.313
.094
-.144
.276
.697
10
.501
.030
.183
.055
-.093
.154
.549
10
.595
.053
.241
.072
-.108
.216
.738
10
.477
.150
.198
.059
.016
.283
2.507
10
.031
Bobot preferensi untuk kedua level mempunyai nilai CR > 0.1, mengindikasikan bahwa tingkat konsistensi pengambilan keputusan dalam melakukan perbandingan pasangan tidak konsisten (Tabel 4). Hal ini disebabkan deviasi nilai λ mak terhadap n cukup besar. sehingga mempengaruhi kualitas bobot preferensi. Kondisi tesebut mungkin disebabkan oleh tingkat pemahaman petani terhadap variabel yang ditanyakan masih terbatas. Semakin besar tingkat pemahaman responden terhadap variabel kajian maka semakin besar tingkat konsistensi dalam menentukan nilai preferensinya [6]. Nilai CR <
0.1 (konsisten) dapat diperoleh dengan memodifikasi pasangan variabel [13]. Disamping itu, memberikan penjelasan yang memadai kepada responden tentang topik kajian atau mengeliminasi responden yang tidak konsisten pada saat analisis dapat mengurangi bias bobot preferensi [16]. Kinerja Bangunan Bagi/Sadap pada Jaringan Irigasi Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai CCI bangunan bagi/sadap adalah dalam rentang 41 – 55 pada tingkat indek standard yang dikeluarkan oleh USACERL Condition Index
54
Partisipasi Petani dalam Sistem Pengambilan Keputusan Peningkatan Kinerja Jaringan Irigasi (E. Majuar)
Guide [9]. Nilai tersebut menjelaskan bahwa kedua type pintu dapat dikatagorikan bangunan dengan kondisi mencukupi (Fair). Namun, kedua type pintu mengalami penurunan kualitas yang sangat nyata (significant) terhadap kondisi awal pembangunannya. Katagori tersebut mengindikasikan bahwa terjadi kerusakan pada sub komponen pintu yang mempengaruhi fungsi bangunan. Hal ini disebabkan berdasarkan hasil survey rata-rata total tingkat ketersediaan sub komponen pintu adalah 61%, dimana sebagian besar pintu tidak lingkapi (rusak/hilang) dengan bak pengukur tinggi aliran/grafik lengkung debit, beberapa plat pintu
sorong tidak tersedia dan tidak dilengkapi dengan kunci pintu. Ini menunjukkan bahwa bangunan bagi/sadap yang ada saat ini masih dapat difungsikan untuk mengatur aliran tetapi tidak dapat mengukur debit air. Kondisi tersebut telah menurunkan kinerja pendistribusian air [17] dimana air yang digunakan untuk tanaman padi lebih banyak dari kebutuhan tanaman [18] sehingga terjadi penurunan produksi terhadap target. Perawatan rutin atau perbaikan ringan sub komponen bangunan dapat meningkatkan fungsi dan kinerja jaringan irigasi.
Tabel 6. Indeks kondisi dan kinerja bangunan bagi sadap Indeks kondisi Gambaran kondisi Subbangunan CCI CCI Bangunan bagi/sadap type pintu sorong Plat pintu sorong 25 Cukup Bak pengukur tinggi aliran 40 Terjadi kerusakan, 42.14 bangunan masih dapat Kunci pintu sorong 78 berfungsi Bangunan bagi/sadap type pintu CDG Plat pintu CDG 39 Cukup Kunci pintu CDG 40 Terjadi kerusakan, 51.52 bangunan masih dapat Grafik lengkung aliran 92 berfungsi Sub komponen
Hubungan bobot prioritas perbaikan AHP dengan CCI bangunan Hasil analisis AHP skala prioritas perbaikan kinerja jaringan irigasi menjelaskan bahwa perbaikan infrastruktur jaringan irigasi khususnya saluran dan bangunan diikuti dengan peningkatan pendistribusian air dan pengawasan air yang dilakukan secara bersamaan dapat meningkatkan kinerja jaringan irigasi. Hasil analisis tersebut sejalan dengan hasil analisis CCI yang menjelaskan kondisi aktual komponen bangunan sudah mengalami kerusakan yang nyata sehingga memberikan dampak penurunan kualitas kinerja pendistribusian air dan produksi padi. Hasil analisis kedua metode tersebut mengindikasikan validitas skala prioritas perbaikan preferensi petani. KESIMPULAN
Tingkat penanganan bangunan
Perbaikan
Perbaikan
perhitungkan dengan metode AHP sesuai dengan kondisi aktual jaringan irigasi hasil analisis CCI. Partisipasi petani dalam perbaikan kinerja jaringan irigasi memberikan kontribusi yang nyata dan dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan penambahan jumlah indikator dapat memberikan hasil yang dapat digeneralisasikan.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Politeknik Negeri Lhokseumawe atas bantuan dana penelitian APBD Prov. NAD TA 2007 (No. 147/KI/R8/SPK-PL/2007, 23 Agustus 2007) dan TA 2008 (No. 021/KI/R8/SPK-PL/2008, 18 Juni 2008).
Prioritas peningkatan kinerja jaringan irigasi hasil preferensi petani (P3A) yang di
55
Jurnal Teknologi, Vol. 13, No. 2, Oktober 2013 : 51-56
DAFTAR PUSTAKA [1].
Departemen Pekerjaan Umum, 1993. Daerah Irigasi Pante Lhong, Proyek Irigasi Aceh Utara, Direktorat Jenderal Pengairan, Direktorat Irigasi I. [2]. Matekere, E. C., and Lema, N. M, 2012. Performance analysis of public funded irrigation projects in Tanzania, Irrigation and Drainage System, 17 pp. DOI 10.1007/s10795-011-9119-9. [3]. Welens, J., Nitcheu, M., Traore, F., and Tychon, B, 2013. A public-private partnership experience in the management of an irrigation scheme using decision-support tools in Bukina Faso, Agriculture Water Management, Vol. 116, pp. 1 – 11. [4]. Sinai, G, 2011. Layout structure of multiquality irrigation networks: II— flexibility, separability and rigidity of networks, Irrigation and Drainage System, 18 pp. DOI 10.1007/s10795011-9110-5. [5]. Kusuma, D., S., Hartati, S., Harjoko, A., dan Wardoyo, R, 2006, Fuzzy MultiAttribute Decision Making (Fuzzy MADM), Graha Ilmu, Yokyakarta. [6]. Saaty, T. L., 1988. Multicriteria Decision making: The analytic hierarchy process, University of Pittsburgh, USA. [7]. Sugiyono, 2009. Statistika untuk penelitian, Alfa Beta, Bandung. [8]. Santoso, S., 2009. Panduan lengkap menguasai statistic dengan SPSS 17, Alex Media Komputindo, Jakarta. [9]. Amani, N., Nasly, M. A., and Samad, R. A., 2012. Infrastructure component assessment using the condition index system: Literature review and discussion. Construction Engineering and Project Management, Korea Institute of Construction Engineering and Management (KICEM), Vol. 2, 27 – 34. [10]. Hudson, W. R., Haas, R., and Uddin, W., 1997. Infrastructure Management: Integrating design, construction, maintenance, rehabilitation, and renovation. McGraw-Hill, USA. [11]. Asmoro, D., 2005. Sistem pendukung keputusan pemeliharaan jaringan irigasi: Studi kasus jaringan irigasi Pemali Kanan D.I Pemali Bawah, Kabupaten Brebes, Thesis S2, Sekolah Pasca
[12].
[13].
[14].
[15].
[16].
[17].
[18].
Sarjana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Vandersypen, K., Bengaly, K., Keita, A. C. T., Sidibe, S., Raes, D., & Jamin, J. Y., 2006. Irrigation performance at tertiary level in the rice scheme of the Office du Niger (Mali): Adequate water delivery through over-supply. Agricultural Water Management, Vol. 83, 144 - 152. Okada, H., Styles, S. W., & Grismer, M. E., 2008a. Application of the Analytic Hierarchy Process to irrigation project improvement. Part I. Impact of irrigation project internal processes on crop yields, Agricultural Water Management, Vol. 95, 199 – 204. Montoro, A., López-Fuster, P., and Fereres, E., 2011. Improving on-farm water management through an irrigation scheduling service, Irrigation Science, Vol. 29, 311-319. Okada, H., Styles, S. W., and Grismer, M. E., 2008b. Application of the analytic hierarchy process to irrigation project improvement. Part II. How professionals evaluate an irrigation project for its improvement. Agricultural Water Management, Vol. 95, 205 – 210. Ananda, J., and Herath, G., 2008. Multiattribute preference modeling and regional land-use planning, Ecological Economic, Vol. 65, 325 – 335. Edi Majuar, Zakaria Harun, Sumiani Yusoff and Rizal Syahyadi, 2010. Performance of government managed irrigation system: A case study of the Pante Lhong irrigation system, Indonesia, Proceeding of the Regional seminar on science, technology and social sciences, Universiti Teknologi Mara (UiTM), 1 -2 June 2010, Pahang, Malaysia, 381 – 395. ISBN: 978-9832607-23-6. Edi Majuar, Zakaria Harun, Sumiani Yusoff and Supardin, 2013. Water productivity performance in various soil types of a rice-based irrigation system, Proceedings of The Aceh Development International Converence (ADIC) 2013, 26-28 March 2013, Academy of Islamic Studies, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, pp. 261 – 267. ISBN: 978-967-5742-07-1, Vol. 3.
56