Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf Oleh: Anshori * Abstrak Al-Qur'an merupakan kitab yang paling banyak dibaca dan dipelajari oleh manusia. Sudah ribuan bahkan mungkin jutaan buku lahir dari hasil studi atau terinspirasi darinya. Sebagai teks dan terutama setelah menjadi mushaf, al-Qur'an tidak mampu berbicara sendiri sampai ia berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia. Dalam rangka interaksi dan berkomunikasi dengan al-Qur'an muncullah tafsir sebagai bentuk pemahaman si mufassir terhadap al-Qur'an. Salah satu tafsir yang banyak dibaca, dipelajari dan dijadikan rujukan oleh umat Muslim adalah Tafsir al-Kasysyaf. Karya Zamakhsyari termasuk tafsir bi al-ra'yi dikarenakan pengarangnya yang berhaluan Mu'tazilah, meskipun demikian kitab ini tetap banyak dirujuk tidak hanya kalangan Mu'tazilah tetapi juga Sunni dikarenakan metodenya yang dialogis. Kata kunci: al-kasysyaf, Zamakhsyari, dialogis, bi al-ra'yi A. Pendahuluan Penafsiran al-Qur’an sebenarnya sudah ada sejak wahyu Allah turun kepada Nabi Muhammad s.a.w., karena ketika Nabi menerima wahyu, beliau langsung menjelaskan maksud ayat yang diterimanya kepada para sahabatnya. Nasharuddin Baidan mengatakan bahwa Nabi dan para sahabat menafsirkan al-Qur’an secara ijmali, tidak memberikan rincian yang memadai. Karenanya di dalam tafsir mereka pada umumnya sukar ditemukan uraian yang detail. Karena itu, tidak salah bila dikatakan bahwa metode ijmali merupakan metode tafsir al-Qur’an yang mula-mula muncul.1 Kemudian muncul bentuk-bentuk tafsir seperti bi al-Ma’tsur, bi alRayi, bi al-Isyari, lalu berkembang pula macam-macam metode seperti tahlili, muqaran, dan maudhui. Dari sini muncul pula macam-macam corak tafsir seperti tasawuf, fiqih, filsafat, ilmi, adabi, ijtimai, dan kalam. Pada tahun 467H./1074 M. muncullah seorang mufassir yang terkenal rasional bernama Zamakhsyari. Dia adalah seorang pakar dalam ilmu bahasa, sehingga orang yang mempelajari kitab nahwu dan balaghah *
Dosen Fakultas Tarbiyah Institute Ilmu al-Qur'an (IIQ) Jakarta. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), p. 3. 1
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
596
banyak yang mengutip dari karya Zamakhsyari sebagai argumentasinya, antara lain kitab Tafsir al-Kasysyaf. “Dia mempunyai banyak karya dalam berbagai bidang seperti hadits, tafsir, nahwu, bahasa, ma`ani, bayan dan lain-lain.2Dalam tulisan ini penulis ingin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan tafsir al-Kasysyaf karya Zamakhsyari. B. Biografi Singkat Zamakhsyari 1. Masa Kecil dan Perjalanan Singkat Zamakhsyari Nama lengkap Zamakhsyari adalah Abu Qasim Mahmud bin ‘Umar bin Ahmad al-Khawarizm al-Zamakhsyari. Panggilan yang populer baginya adalah Zamakhsyari yang dinisbatkan kepada kota kelahirannya. Dia dilahirkan di Zamakhsyar pada hari Rabu, 27 Rajab 467 H./1074 M. Ia lahir pada masa pemerintahan Malik Syah al-Saljuqi dan menterinya Nidzam al-Muluk (465 H.–485 H.) yaitu masa yang paling gemilang dalam kebangkitan sastra dan ilmu pengetahuan.3 Dia dibesarkan di Zamakhsyar dan dia belajar pada ayahnya tentang membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an, karena ayahnya seorang alim di kampungnya. Kemudian pergi ke Khawarizm (Bukhara) untuk menuntut ilmu pada masa remajanya, karena Bukhara pada masa Samaniyyin merupakan tempat orang-orang besar, pusat raja-raja dan tempat munculnya bintang-bintang sastrawan dunia.4 Zamakhsyari nampaknya tidak puas dengan guru-guru yang ada di Zamakhsyar dan Bukhara, maka dia pergi ke Makkah pada tahun 526 H. dan menetap di sana tiga tahun, lalu dia berjumpa dengan Ibnu Wahas yang memberikan kehormatan dan penghargaan kepadanya yang belum pernah diterima Zamakhsyari sebelumnya. Kemudian Ibnu Wahas merasa sejalan dengan pemikiran Zamakhsyari, lalu dia mendorong Zamakhsyari untuk menyusun tafsir al-Kasysyaf.5 Nama lengkap tafsirnya adalah: ﺍﻟﻜﺸﺎﻑ ﻋﻦ ﺣﻘﺎﺋﻖ ﻏﻮﺍﻣﺾ ﺍﻟﺘﱰﻳﻞ ﻭﻋﻴﻮﻥ
ﺍﻻﻗﺎﻭﻳﻞ ﰲ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺘﺄﻭﻳﻞ Tafsir ini mulai disusun pada tahun 526 H.-528 H., dan mulai dicetak tahun 1276 H./1856 M. di Inggris, kemudian dicetak di Cairo di daerah Bulak pada tahun 1281 H. dengan diberi catatan pinggir oleh Ibrahim al-Dasuki, lalu dicetak lagi di Cairo pada tahun 1307 H. 2
Manna' Khalil al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (tp., t.t.), p. 388.
3
Ahmad Muhammad al-Hufi, Al-Zamakhsyari, (Cairo: Daar al-Fikr al-Arabi, 1966), p. 35. 4 Ibid., p. 35. 5 Ibid., p. 55. SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
597
dalam dua jilid besar dengan diberi catatan pinggir oleh Nashiruddin Ahmad Ibnu Muhammad al-Iskandari yang ia beri nama al-Intishaf. Kemudian dicetak lagi di percetakan al-Istiqamah Cairo tahun 1953 M. sebanyak 4 jilid dengan diberi catatan pinggir oleh 3 ulama seperti Ibnu Hajar al-Asqalani. Ibnu Hajar menamai catatannya itu, Al-Intishaf wa alKa’fi al-Syafi fi Takhrij Ahaadits al-Kasysyaf. Selain Ibnu Hajar ada juga Muhammad ‘Ulyan al-Marzuqi dan Syekh Marzuqi, mereka memberi nama untuk catatan catatannya tentang Tafsir al-Kasysyaf dengan Masyahid al-Inshaf ‘Ala Syawahid al-Kasysyaf.6 Kemudian terahir di cetak di percetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyah pada tahun 1995 di Beirut sebanyak 4 jilid yang sekarang ada di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun dan ditakhrij hadits-haditsnya oleh Muhammad Abdussalam Syahin. Setelah dia rindu pada tanah kelahirannya, dia pulang ke Khawarizm. Namun sebelumnya dia sempat singgah di Bagdad tahun 533 H., kemudian dia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di tempat kelahirannya (Khawarizm) dan di situ pula dia meninggal dunia pada malam Arafah tahun 538 H./1143 M. 7 2. Guru Guru, Murid-Murid dan Karya Karya Zamakhsyari Zamakhsyari menimba ilmu dari orang yang banyak mengeluarkan ulama semasanya, di samping dia juga mengutip dari karangan-karangan orang sebelumnya. “Di antara guru yang paling besar pengaruhnya pada diri Zamakhsyari adalah Abu Mudhar Mahmud Ibnu Jarir al-Daby alIsfahani yang meninggal pada tahun 507 H. Dia dipandang hebat oleh orang-orang semasanya dalam bidang bahasa dan nahwu, di mana Zamakhsyari belajar nahwu dan sastra darinya.”8 Begitu juga dia menimba hadits dari Syaikh al-Islam Abu Manshur Nashr al-Harisi, Abu Sa’ad al-Tsaqafi dan Abu Khithab Ibn Abi al-Bathar dan belajar sastra dari Abu Ali al-Hasan al-Nisaburi. Ketika dia ada di Baghdad, dia bergaul dengan pakar fikih Hanafi yaitu al-Damaghani dan Syarif Ibnu al-Syajari.9 Ketika dia berada di Makkah dia membaca kitab
6
Al-Sayyid Muhammad Ali Abazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Thahran: Muassasah al-Thabaah wa al-Nasyr Wizarah al-Tsaqafiyah wa al-Irsyad alIslami, t.t.), p. 573. 7 Ahmad Muhammad al-Hufi, Al-Zamakhsyari, p. 47. 8 9
Ibid., p. 48. Ibid., p. 50.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
598
Sibawaih melalui Ali Abdullah Ibnu Thalhah al-Yabari yang meninggal tahun 518 H. dan dia menetap bersamanya selama dua tahun .10 Kalau dilihat dari latar belakang pendidikan Zamakhsyari, di mana dia belajar ilmu kalam dari tokoh dan pemimpin Mu’tazilah seperti Abu Mudhar dan belajar fikih dari pakar fiqih Hanafi seperti al-Damaghani dan Syarif Ibnu al-Syajari, maka tidak heran jika Manna Khalil al-Qattan mengatakan bahwa Zamakhsyari bermazhab Hanafi dan berakidah Mu’tazilah. Dia menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan mazhab dan akidahnya dengan cara hanya diketahui oleh orang yang ahli. Dia menamakan kaum Mu’tazilah sebagai saudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adil.11 Ahmad Muhammad al-Hufi berbeda dengan pendapat Manna Kholil al-Qattan, dia mengatakan bahwa Zamakhsyari banyak memaparkan masalah fikih, akan tetapi dia tidak hanya terbatas pada mazhab Hanafi, tapi dia memaparkan pendapat mazhab mazhab lain, bahkan kadang kadang dia mengunggulkan mazhab Imam Syafii.12 Adapun murid-murid Zamakhsyari menurut Ahmad Muhammad alHufi, murid-murid Zamakhsyari banyak jumlahnya. Di antara mereka ada yang tinggal di Zamakhsyar seperti Abu Amr Amir Ibnu al-Hasan alSammar, ada yang di Thabaristan seperti Abu al-Mahasin Ismail Ibnu Abdullah al-Thuwaili, di Abyurd seperti Abu al-Mahasin Abdurrahim Ibnu Abdullah al-Bazzaaz, di Samarkand seperti Abu Saad Ahmad Ibnu Mahmud al-Syathi Muhammad Ibnu Abi Qasim yang biasa dipanggil Zainu al-Masyayikh al-Nahwi al-Adabi. Yang terakhir ini dianggap sebagai imam dalam sastra dan bahasa Arab.13 Karya-karya Zamakhsyari menurut Ahmad Muhammad al-Hufi ada 47 kitab yang diklasifikasikan menjadi empat bidang yaitu: a. Dalam bidang ilmu agama ada 9 kitab yaitu:
( ﺍﻟﻜﺸﺎﻑ ﻋﻦ ﺣﻘﺎﺋﻖ ﻏﻮﺍﻣﺾ ﺍﻟﺘﱰﻳﻞ ﻭﻋﻴﻮﻥ ﺍﻻﻗﺎﻭﻳﻞ ﰱ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺘﺄﻭﻳﻞ)ﺍﺭﺑﻌﺔ ﳎﻠﻠﺪﺍﺕ.1 ( ﺭﺃﻭﺱ ﺍﳌﺴﺎﺋﻞ ﰱ ﺍﻟﻔﻘﻪ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.2 ﻣﻌﺠﻢ ﺍﳊﺪﻭﺩ ﰱ ﺍﻟﻔﻘﻪ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.3 ( ﺍﳌﻨﻬﺎﺝ ﰱ ﺍﻻﺻﻮﻝ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.4 10
Mushthofa al-Dhawi al-Juwaini, Manhaj al-Zamakhsyari Fi Tafsir al-Qur’an Wabayan I’jazihi, (Cairo: Daar al-Maarif, t.t.), p. 37. 11 Manna Kholil al-Qattan, Mabahits, p. 388. 12
13
Ahmad Muhammad al-Hufi, al-Zamakhsyari, p. 167. Ahmad Muhammad al-Hufi, Al-Zamakhsyari, p. 52.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
599
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
.5ﺿﺎﻟﺔ ﺍﻟﻨﺎﺷﺪ ﻭﺍﻟﺮﺍﺋﺾ ﰱ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ )ﻏﲑﻣﻌﺮﻭﻑ( .6ﳏﺘﺼﺮ ﺍﳌﻮﺍﻓﻘﺔ ﺑﲔ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻭﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .7ﺷﻘﺎﺋﻖ ﺍﻟﻨﻌﻤﺎﻥ ﰱ ﺣﻘﺎﺋﻖ ﺍﻟﻨﻌﻤﺎﻥ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .8ﺷﺎﰲ ﺍﻟﻌﻲ ﻣﻦ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .9ﺭﺳﺎﻟﺔ ﰲ ﺣﻜﻤﺔ ﺍﻟﺸﻬﺎﺩﺓ )ﳏﻄﻮﻁ ﰲ ﺑﺮﻟﲔ( b. Dalam bidang bahasa ada 10 kitab yaitu:
.1ﺍﺳﺎﺱ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ )ﳎﻠﺪﺍﻥ ( .2ﺍﻟﻔﺎﺋﻖ ﰱ ﻏﺮﻳﺐ ﺍﳊﺪﻳﺚ )ﳎﻠﺪﺍﻥ ( .3ﺍﳉﺒﺎﻝ ﻭﺍﻻﻣﻜﻨﺔ ﻭ ﺍﳌﻴﺎﻩ .4ﺍﻋﺠﺐ ﺍﻟﻌﺠﺐ ﰲ ﺷﺮﺡ ﻻﻣﻴﺔ ﺍﻟﻌﺮﺏ )ﻣﻄﺒﻮﻉ ( .5ﺷﺮﺡ ﻣﻘﺎﻣﺎﺕ ﺍﻟﺰﳐﺸﺮﻯ )ﺗﺪﻭﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﻋﺪ ﻭﺍﻻﺭﺷﺎﺩ( .6ﺍﳌﺴﺘﻘﺼﻲ ﰲ ﺍﻣﺜﺎﻝ ﺍﻟﻌﺮﺏ )ﳎﻠﺪﺍﻥ ( .7ﺟﻮﺍﻫﺮﺍﻟﻠﻐﺔ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .8ﻣﻌﺠﻢ ﻋﺮﰊ ﻓﺎﺭﺳﻲ .9ﻣﺘﺸﺎﺑﻪ ﺍﺳﺎﻣﻲ ﺍﻟﺮﻭﺍﺓ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .10ﺻﻤﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ) ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ ( c. Dalam bidang nahwu ada 9 kitab yaitu:
.1ﺍﳌﻔﺼﻞ )ﻋﺸﺮﺓ ﺍﺟﺰﺍﺀ( .2ﺍﻻﳕﻮﺫ ﰱ ﺍﻟﻨﺤﻮ .3ﺷﺮﺡ ﺍﺑﻴﺎﺕ ﻛﺘﺎﺏ ﺳﻴﺒﻮﻳﻪ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .4ﺍﶈﺎﺟﺎﺓ ﺑﺎﳌﺴﺎﺋﻞ ﺍﻟﻨﺤﻮﻳﺔ ﺍﻭ ﺍﻻﺣﺎﺟﻲ ﺍﻟﻨﺤﻮﻳﺔ ) ﳏﻄﻮﻁ ﺑﺪﺍﺭ ﺍﻟﻜﺘﺐ ( .5ﻣﻘﺪﻣﺔ ﺍﻻﺩﺏ )ﳎﻠﺪ ﻭﺍﺣﺪ( .6ﻧﻜﺖ ﺍﻻﻋﺮﺍﺏ ﰲ ﻏﺮﻳﺐ ﺍﻻﻋﺮﺍﺏ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .7ﺍﻻﻣﺎﱃ ﰱ ﺍﻟﻨﺤﻮ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .8ﺍﳌﻔﺮﺩ ﻭﺍﳌﺮﻛﺐ ﺍﻭ ﺍﳌﺆﻟﻒ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( .9ﺷﺮﺡ ﺑﻌﺾ ﻣﺸﻜﻼﺕ ﺍﳌﻔﺼﻞ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ( d. Dalam bidang sastra ada 19 kitab yaitu:
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
600
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
( ﺍﻟﻘﺴﻄﺎﺱ )ﳏﻔﻮﻅ ﰲ ﺑﺮﻟﲔ ﻭﻟﻴﺪﻥ.1 ( ﻧﻮﺍﺑﻊ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﰲ ﺍﻟﻠﻐﺔ )ﻣﻄﺒﻮﻉ.2 ( ﻣﻘﺎﻣﺎﺕ ﺍﳉﻤﺨﺸﺮﻱ )ﺗﺪﻭﺭ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻮﻋﺪ ﻭﺍﻻﺭﺷﺎﺩ.3 ﺍﻃﻮﺍﻕ ﺍﻟﺬﻫﺐ.4 ( ﺩﻳﻮﺍﻥ ﺍﳉﻤﺨﺸﺮﻱ )ﳏﻄﻮﻁ ﺑﺪﺍﺭ ﺍﻟﻜﺘﺐ.5 ( ﺍﻟﻘﺼﻴﺪﺓ ﺍﻟﺒﻌﻮﺿﻴﺔ ﻭﺍﺧﺮﻱ ﰲ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﺍﻟﻐﺰﺍﱄ )ﳏﻄﻮﻁ ﰲ ﺑﺮﻟﲔ.6 ( ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻻﺑﺮﺍﺭ ﻭﻧﺼﻮﺹ ﺍﻻﺧﻴﺎﺭ )ﻣﻄﺒﻮﻉ.7 ( ﺍﻟﻨﺼﺎﺋﺢ ﺍﻟﺼﻐﺎﺭ ﻭﺍﻟﺒﻮﺍﻟﻎ ﺍﻟﻜﺒﺎﺭ )ﳏﻄﻮﻁ ﺑﺪﺍﺭ ﺍﻟﻜﺘﺐ.8 ﻧﺰﻫﺔ ﺍﳌﺴﺘﺄﻧﺲ )ﳏﻄﻮﻁ ﰲ ﺍﻳﺎ ﺻﻮﻓﻴﺎ.9 ( ﺩﻳﻮﺍﻥ ﺍﻟﺮﺳﺎﺋﻞ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.10 ( ﺩﻳﻮﺍﻥ ﺍﳋﻄﻴﺐ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.11 ( ﺩﻳﻮﺍﻥ ﺍﻟﺘﻤﺜﻴﻞ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.12 ﺗﺴﻠﻴﺔ ﺍﻟﻀﺮﻳﺮ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.13 ( ﺭﺳﺎﻟﺔ ﺍﻻﺑﺮﺍﺭ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.14 ( ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﺍﻟﻨﺎﺻﺤﺔ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.15 ( ﺳﻮﺍﺋﺮﺍﻻﻣﺜﺎﻝ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.16 ( ﺭﺳﺎﻟﺔ ﺍﳌﺴﺄﻣﺔ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.17 ( ﻋﻘﻞ ﺍﻟﻜﻞ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.18 ( ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻻﺟﻨﺎﺱ )ﻏﲑ ﻣﻌﺮﻭﻑ.19 C. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Kasysyaf Zamakhsyari menulis tafsir al-Kasysyaf didorong oleh beberapa faktor antara lain: a. bahwa sekelompok orang Mu’tazilah menginginkan memiliki tafsir yang dikarang oleh Zamakhsyari sebagai rujukan agar menafsirkan ayatayat al-Qur’an menjadi jelas bagi mereka, kemudian Zamakhsyari mulai mendiktekannya. b. ketika dia menuju ke Mekah, lalu dia menjumpai suatu negara yang dapat membangkitkan dia untuk mendiktekan dan menyempurnakan tafsir kepada mereka (kaum Mu’tazilah) SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
601
c. ketika dia tiba di Mekah, dia berjumpa dengan penguasa Makkah yaitu Abu Hasan Ali Ibnu Hamzah Ibnu Wahas yang memang merindukan terbitnya tafsir al-Kasysyaf.14 Jadi terbitnya tafsir al-Kasysyaf dimulai ketika dia memiliki waktu senggang, sejak tahun 526 H. dan selesai pada hari Senin 23 Rabiul Ahir 528 H., dan ketika itu dia masih berusia 59 tahun sebelum mengarang kitab Asas al-Balaghah.15 Dalam mengarang tafsir al-Kasysyaf, Zamakhsyari terlebih dahulu membaca tafsir orang-orang Mu’tazilah sebelumnya seperti al-Qadhi Abdul Jabbar dan Mujahid.16 D. Metode dan Langkah Langkah Zamakhsyari 1. Metode Zamakhsyari Metode yang digunakan Zamakhsyari dalam menafsikan ayat-ayat al-Qur’an dalam tafsir al-Kasysyaf adalah metode tahlili yang bercorak kalam dan adabi dan dikemas dengan dialogis. Karena ketika dia ingin menjelaskan makna suatu kata atau kalimat atau kandungan suatu ayat dia selalu menggunakan kata انyang artinya, “Jika kamu bertanya”, kemudian dia menjawab dengan mengatakan artinya, “Saya menjawab”. Penulis merasa yakin bahwa tafsir al-Kasysyaf ditulis sendiri oleh Zamakhsyari sekalipun seolah olah dalam tafsirnya penuh dengan pertanyaa dan jawaban (dialogis). Menurut penulis dialogis tersebut bukan hanya semata-mata ada yang bertanya, tapi memang pertanyaan tersebut sudah direkayasa oleh Zamakhsyari sendiri, atau dapat dikatakan pertanyaan tersebut merupakan sistem tafsir zamakhsyari dalam penyajiannya. Yang jelas hampir dalam setiap ayat digunakan dialogis. 2. Langkah-langkah Zamakhsyari dalam Penafsiran ayat al-Qur’an Langkah-langkah yang digunakan Zamakhsyari dalam menafsirkan ayat al-Qur’an adalah sebagai berikut: a. Dia menyebut nama surat, menyebut makiyah dan madaniyah-nya, menjelaskan makna surat dan menyebut nama lain dari surat itu bila ada riwayat yang menyebutkannya, menyebut keutamaan surat, kemudian dia memasukkan qira`at, bahasa, nahw, sharaf dan ilmu-ilmu bahasa Arab lainnya. Kemudian dia menjelaskan dan menafsirkan ayat14
Ibid., p. 108.
15
Ibid., p. 109. 16 Ibid., p. 109. SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
602
ayat dengan mengutip perkataan orang, memberi argumentasi dan membantah pendapat orang yang berlawanan dengan dia.17 Kadangkadang memberikan ayat-ayat pendek yang sejenis ma’nanya untuk mendukung argumentasinya. b. Tafsir al-Kasysyaf jika berkaitan dengan ilmu kalam, dia membela dan mendukung aliran Mu’tazilah dengan argumen dan dalil yang dia kuasai.18 Adapun yang berkaitan dengan ayat-ayat hukum, khususnya hukum fikih, dia memaparkan banyak pendapat para ahli fikih tanpa ada fanatik pada mazhab Hanafi.19 c. Menjelaskan lafaz dari sudut kebahasaan (al-tahlil al-lafdza) sesuai dengan keahlian dia dalam bidang bahasa. Contoh ketika menafsirkan ayat 7 surat al-Baqarah : ﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﲰﻌﻬﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﺑﺼﺎﺭﻫﻢ ﻏﺸﺎﻭﺓﺧﺘﻢ ﺍﷲ ﻋﻠﻰ ﻗﻠﻮ
( 7 : ﻭﳍﻢ ﻋﺬﺍﺏ ﻋﻈﻴﻢ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ. Dia menyebut kata ﺍﳋﺘﻢlalu dia buat dialog, jika kamu bertanya, apa arti menutup hati, pendengaran dan penglihatan? Saya menjawab: “Tidak ada tutup, karena bukan ma’na yang sebenarnya melainkan ma’na majaz dan mungkin mencakup ma’na istiarah dan tamtsil. Contoh istiarah misalnya, “Allah menutup hati mereka, karena kebenaran tidak dapat menembus hati dan tidak dapat membersihkan perasaan hati mereka, karena mereka berpaling dari hak (kebenaran) dan mereka angkuh untuk menerima dan meyakini kebenaran (hak). Allah menutup telinga mereka karena telinga mereka menolak kebenaran dan tidak mau mendengarkan, karena pendengaran mereka merasa muak, seolah-olah telinganya dalam menerima kebenaran itu dengan cara menutup telinganya. Allah menutup mata mereka, karena mata mereka tidak digunakan untuk memandang ayat-ayat dan bukti-bukti kekuasaan Allah yang dipaparkan seperti orang yang penglihatannya kabur terhadap ayat-ayat dan bukti-bukti keagungan Allah, atau seolah-olah mata mereka tertutup dan terhalang untuk melihat ayat-ayat dan bukti-bukti wujud Allah.”Sehingga antara mata dan pandangan terhalang. Contoh tamtsil misalnya, “Kamu mencontohkan , di mana mereka tidak mengambil manfaat dengan bukti-bukti wujud Allah dalam mencapai tujuan beragama yang dibebankan kepada mereka, justru mereka membuat bukti-bukti itu bagaikan sesuatu penghalang antara bukti-bukti dan 17
Sayyid Muhammad Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Thaheran: Muassasah al-Thaba’ah Wa al-Nasyr Wizarah al-Tsaqafah wa al-Irsyad alIslami, t.t.), p. 578. 18 Ibid., p. 579. 19 Ibid., p. 579. SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
603
pemanfaatan bukti-bukti tersebut dengan penutup. Sebagaimana digambarkan oleh seorang penyair tentang orang gagap (susah bicara) yang berbunyi:
= ﺧﺘﻤﺎ ﻓﻠﻴﺲ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺑﻘﺎﺩﺭ = ﳊﻤﺎ ﳛﺮﻛﻪ ﻟﺼﻘﺮ ﻧﺎﻗﺮ
ﺧﺘﻢ ﺍﻻﻟﻪ ﻋﻠﻲ ﻟﺴﺎﻥ ﻋﺬﺍﻓﺮ ﻭﺍﺫﺍ ﺍﺭﺍﺩ ﺍﻟﻨﻄﻖ ﺧﻠﺖ ﻟﺴﺎﻧﻪ
Artinya, ‘Tuhan menutup mulut singa, sehingga singa tidak dapat bicara. Dan bila singa ingin bicara, lidahnya tertahan oleh daging yang digerakkannya, karena ada burung elang yang sedang membuat lubang. Zamakhsyari mengatakan: “Jika kamu bertanya, mengapa penutup itu disandarkan kepada Allah, dan penyandarannya kepada Allah menunjukkan tercegah untuk menerima dan sampai kebenaran itu kepada mereka karena Allah. Berarti Allah melakukan hal yang tidak baik, padahal Allah tidak pernah melakukan kezaliman, sebagaimana Firman Allah dalam beberapa ayat:
( ﻭﻣﺎﻇﻠﻤﻨﺎ ﻫﻢ ﻭﻟﻜﻦ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻫﻢ ﺍﻟﻈﺎﳌﻮﻥ29: ﻭﻣﺎ ﺍﻧﺎﺑﻈﻼﻡ ﻟﻠﻌﺒﻴﺪ )ﻕ ( 28: ( ) ﺍﻥ ﺍﷲ ﻻ ﻳﺄﻣﺮ ﺑﺎﻟﻔﺤﺸﺎﺀ )ﺍﻻﻋﺮﺍﻑ76 : ) ﺍﻟﺰﺧﺮﻑ Apa perbedaan pernyataan di atas dengan Firman Allah tersebut? Zamakhsyari menjawab: “Maksudnya ditujukan kepada sifat hati seolaholah hati itu tertutup, adapaun tutup itu disandarkan kepada Allah sebagai peringatan, bahwa sifat hati itu melampui batas ketetapan Allah seolaholah sesuatu itu diciptakan bukan akibat faktor luar. Atau boleh juga meminjam sandaran pada diri selain Allah milik-Nya. Maka tutup itu disandarkan kepada nama Allah melalui cara kiasan (majaz) dan yang sebenarnya kepada selain Allah. Sebagaimana seorang laki-laki diserupakan singa karena laki-laki itu berani seperti singa dalam contoh bait syair diatas atau seperti jalan berjalan, sungai mengalir, padahal yang jalan dan mengalir bukan jalan dan sungai, tapi kendaraan atau air.20 d. Zamakhsyari mengenai ayat muhkamat dan mutasyabihat berpendapat
ﺎﺕﺎﺕ( ﻣﺘﺸﺎﺎ ﺑﺎﻥ ﺣﻔﻈﺖ ﻣﻦ ﺍﻻﺣﺘﻤﺎﻝ ﻭﺍﻻﺷﺘﺒﺎﻩ )ﻣﺘﺸﺎ)ﳏﻜﻤﺎﺕ( ﺍﺣﻜﻤﺖ ﻋﺒﺎﺭ ( ﳏﺘﻤﻼﺕ )ﻫﻦ ﺍﻡ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺎ ﺍﱃ ﺭ-ﺎﺕ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺗﺮﺩ ﺍﻟﻴﻬﺎ ﻭﻣﺜﺎﻝ ﺫﻟﻚ ﻻ ﺗﺪﺭﻛﻪ ﺍﻻﺑﺼﺎﺭﺍﻯ ﺍﺻﻞ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﲢﻤﻞ ﺍﳌﺘﺸﺎ – ﻧﺎﻇﺮﺓ –ﻻﻳﺄﻣﺮ ﺑﺎﻟﻔﺤﺸﺎﺀ 20
Tafsir karya Zamakhsyari yang ditakhrij oleh Muhammad Abdussalam Syahin, Al-Kasysyaf ‘An Haqaiq Ghowamidh al-Tanzil Wauyun al-Aqawil Fi Wujuh al-Ta’wil, (Bairut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah,1995), pp. 57-59. SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
604
21
ﺍﻣﺮﻧﺎ ﻣﺘﺮﻓﻴﻬﺎ
Artinya: Muhkamat adalah ungkapannya pasti, terjaga dari kemungkinan dan kerancuan arti, sedangkan mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung arti yang relatif (kemungkinan). Ayat ayat muhkamat itu merupakan ummu al-kitab (pokok al-Qur’an) di mana ayat-ayat mutasyabihat harus mengacu dan dikembalikan kepadanya. Contohnya :
( 23 : ﺎ ﻧﺎﻇﺮﺓ )ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ( ﺍﱃ ﺭ103 : ﻻﺗﺪﺭﻛﻪ ﺍﻻﺑﺼﺎﺭ )ﺍﻻﻧﻌﺎﻡ ( 16 : ( ﺍﻣﺮﻧﺎ ﻣﺘﺮﻓﻴﻬﺎ )ﺍﻻﺳﺮﺍﺀ28 : ﺍﻻﻋﺮﺍﻑ: ﻻﻳﺄﻣﺮ ﺑﻠﻔﺤﺸﺎﺀ Dari sini dapat dilihat bahwa ayat muhkam menurut pendapat Zamakhsyari datang sebelum ayat mutasyabihat, maka ayat mutasyabihat tidak diperlukan lagi karena sudah ada ayat muhkam, sehingga Zamakhsyari berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat oleh mata sebagaimana yang tercantum dalam surat al-An’am ayat 103 dan juga Allah tidak memerintahkan mengerjakan perbuatan yang keji kepada manusia sesuai dengan surat al-A’raf ayat 28. Kedua ayat tersebut biasa dipakai oleh orang orang Mu’tazilah, berarti Zamakhsyari betul betul fanatik pada aliran Mu’tazilah. Hal tersebut diungkap juga oleh Mushthafa al-Dhawi al-Juwaini bahwa Zamakhsyari adalah seorang mufassir Mu’tazilah karena di antara penerbitan tafsir al-Kasysyaf adalah atas permintaan orang orang mu’tazilah untuk dijadikan rujukan bagi mereka. Hal itu nampak dalam tafsir alKasysyaf, di mana Zamakhsyari menafsirkan al-Qur’an selalu konsisten dengan prinsip-prinsip mu’tazilah yaitu ushul al-khamsah.22 Al-Syahat Zaglul berkomentar bahwa ayat-ayat muhkamat menurut Zamakhsyari adalah ayat-ayat yang makna lahirnya sesuai dengan aliran Mu'tazilah, sementara ayat-ayat yang makna lahirnya berlawanan dengan paham Mu’tazilah tergolong ayat mutasyabihat, sehingga ayat-ayat mutasyabihat. Ini harus dialihkan dari ma’na lahirnya dan dita’wilkan dengan ma’na yang sesuai dengan akidahnya.23 Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Zamakhsyari betul betul fanatik pada aliran Mu’tazilah. e. Membahas i’rab dan mengambil qira’ah yang dianggap mendukung argumennya. Contoh: Zamakhsyari ketika menterjemahkan kata ﺣﱴ
21 22
Ibid., p. 332. Mushthafa al-Dhawi al-Juwaini, Manhaj al-Zamakhsyari, p. 107.
23
Al-Syahat al-Sayyid Zaghlul, Al-Ittijah al-Fikriyah Fi Tafsir, (Iskandariyah: AlHaiah al-Misriyah al-Ammah li al-Kitab, 1977), p. 190. SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
605
ﻳﻄﻬﺮﻥdalam surat al-Baqarah ayat 222 dia mengambil qiraat Abdullah yang membaca ﻳﻄﻬﺮﻥdengan tasydid artinya ﺍﻻﻏﺘﺴﺎﻝsedangkan jika dibaca ﻳﻄﻬﺮﻥtanpa tasydid, maka artinya putusnya darah haid. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa suami boleh menggauli istrinya setelah putus darah haidnya, jika lama masa haidnya walaupun belum mandi dan tidak boleh menggauli istrinya sebelum mandi, jika masa haidnya tidak lama. Imam Syafii berpendapat bahwasanya suami tidak boleh menggauli istrinya yang putus darah haidnya sebelum mandi. Karena Zamakhsyari memilih bacaan Abdullah dengan tasydid yang berarti setelah mandi, maka secara tidak langsung Zamakhsyari sependapat dengan Imam Syafi'i.24 f. Zamakhsyari menyimpulkan apa yang dimaksud dalam ayat 7 surat alBaqarah secara tegas, bahwa hakekatnya syaithan atau orang kafir itu sebagai ﺍﳋﺎﰎhanya saja Allah ketika itu yang mentaqdirkan dan menetapkannya. Jadi kata ﺍﳋﺘﻢdisandarkan kepada Allah dalam ayat itu, seperti perbuatan disandarkan kepada penyebab adanya perbuatan itu. g. Zamakhsyari seorang yang dikenal rasional mempercayai adanya fadilah ayat atau surat. Terbukti semua surat yang ada pada juz amma beliau menyebut hadits yang menyatakan fadilah dari surat-surat yang ada pada juz amma. Penulis mencoba untuk mengutip mulai dari surat abasa sampai surat al-qadar, dan selanjutnya dapat dilihat pada tafsir alKasysyaf juz 4 mulai dari halaman 687 - 819
ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﻋﺒﺲ ﻭﺗﻮﱃ ﺟﺎﺀ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﻭﺟﻬﻪ ﺿﺎﺣﻚ ﻣﺴﺘﺒﺸﺮ: ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﺫﺍ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻛﻮﺭﺕ ﺃﻋﺎﺫﻩ ﺍﷲ ﺍﻥ ﻳﻔﻀﺤﻪ ﺣﲔ ﺗﻨﺸﺮ: ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ .ﺻﺤﻴﻔﺘﻪ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺍﺫﺍ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺍﻧﻔﻄﺮﺕ ﻛﺘﺐ ﺍﷲ ﻟﻪ ﺑﻌﺪﺩ ﻛﻞ ﻗﻄﺮﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ: ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ .ﺣﺴﻨﺔ ﻭﺑﻌﺪﺩ ﻛﻞ ﻗﱪ ﺣﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﻄﻔﻔﲔ ﺳﻘﺎﻩ ﺍﷲ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻖ ﺍﳌﺨﺘﻮﻡ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ: ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻧﺸﻘﺖ ﺍﻋﺎﺫﻩ ﺍﷲ ﺍﻥ ﻳﻌﻄﻴﻪ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻭﺭﺍﺀ ﻇﻬﺮﻩ:ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻬﻢ 24
Zamakhsyari, Al-Kasysyaf, p. 263.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
606
ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﱪﻭﺝ ﺍﻋﻄﺎﻩ ﺍﷲ ﺑﻌﺪﺩ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﲨﻌﺔ ﻭﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻳﻜﻮﻥ ﰱ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻋﺸﺮ ﺣﺴﻨﺎﺕ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻄﺎﺭﻕ ﺍﻋﻄﺎﻩ ﺍﷲ ﺑﻌﺪﺩ ﻛﻞ ﳒﻢ ﰱ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻋﺸﺮ ﺣﺴﻨﺎﺕ. ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻻﻋﻠﻰ ﺍﻋﻄﺎﻩ ﺍﷲ ﻋﺸﺮ ﺣﺴﻨﺎﺕ ﺑﻌﺪﺩ ﻛﻞ ﺣﺮﻑ ﺍﻧﺰﻟﻪ ﺍﷲ ﻋﻠﻰ ﺍﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﻭﻣﻮﺳﻰ ﻭﳏﻤﺪ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻐﺎ ﺷﻴﺔ ﺣﺎﺳﺒﻪ ﺍﷲ ﺣﺴﺎﺑﺎ ﻳﺴﺴﲑﺍ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﰱ ﺍﻟﻠﻴﺎﱃ ﺍﻟﻌﺸﺮ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻭﻣﻦ ﻗﺮﺃﻫﺎ ﰱ ﺳﺎﺋﺮ ﺍﻻﻳﺎﻡ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﻧﻮﺭﺍ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﻻ ﺍﻗﺴﻢ ﺬﺍ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﺍﻋﻄﺎﻩ ﺍﷲ ﺍﻻﻣﺎﻥ ﻣﻦ ﻏﻀﺒﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻓﻜﺎﳕﺎ ﺗﺼﺪﻕ ﺑﻜﻞ ﺷﻴﺊ ﻃﻠﻌﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻭﺍﻟﻘﻤﺮ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﻭﺍﻟﻠﻴﻞ ﺍﻋﻄﺎﻩ ﺍﷲ ﺣﱴ ﻳﺮﺿﻰ ﻭﻋﺎﻓﺎﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺴﺮ ﻭﻳﺴﺮ ﻟﻪ ﺍﻟﻴﺴﺮ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﻭﺍﻟﻀﺤﻰ ﺟﻌﻠﻪ ﺍﷲ ﻓﻴﻤﻦ ﻳﺮﺿﻰ ﶈﻤﺪ ﺍﻥ ﻳﺸﻔﻊ ﻟﻪ ﻭﻋﺸﺮ ﺣﺴﻨﺎﺕ ﻳﻜﺘﺒﻬﺎ ﺍﷲ ﻟﻪ ﺑﻌﺪﺩ ﻛﻞ ﻳﺘﻴﻢ ﻭﺳﺎﺋﻞ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺍﱂ ﻧﺸﺮﺡ ﻓﻜﺎﳕﺎ ﺟﺎﺀﱏ ﻭﺍﻧﺎ ﻣﻐﺘﻢ ﻓﻔﺮﺝ ﻋﲎ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﲔ ﺍﻋﻄﺎﻩ ﺍﷲ ﺧﺼﻠﺘﲔ ﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ ﻭﺍﻟﻴﻘﲔ ﻣﺎﺩﺍﻡ ﰱ ﺩﺍﺭ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﺍﻋﻄﺎﻩ ﺍﷲ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﺮ ﺑﻌﺪﺩ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺴﻮﺭﺓ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻌﻠﻖ ﺍﻋﻄﻲ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﺮ ﻛﺎﳕﺎ ﻗﺮﺃ ﺍﳌﻔﺼﻞ ﻛﻠﻪ ﻋﻦ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻌﻢ :ﻣﻦ ﻗﺮﺃ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺍﻋﻄﻲ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﺮ ﻛﻤﻦ ﺻﺎﻡ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻭﺍﺣﻴﺎ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﻘﺪﺭ Dan seterusnya semua surat dalam juz amma ada fadilahnya. Padahal hadits-hadits yang menyebutkan fadilah-fadilah surat atau ayat pada umumnya hadits maudu (bukan hadits).
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
607
E.Keistimewaan dan Kekurangan Tafsir Al-Kasysyaf Keistimewaan Zamakhsyari adalah dia seorang pakar bahasa dan sastra, sehingga dalam mengupas ayat-ayat al-Qur’an selalu dikaitkan dengan bahasa dan ilmu balaghah. Sehingga dia dapat menyingkapkan i’jaz al-Qur’an secara gamblang dan dalam, bahkan tafsirnya menjadikan rujukan bagi orang-orang yang mumpuni bahasa. Namun sebaik apapun tafsir yang dibuat seorang mufasir pasti ada kekurangan dan kelebihannya. Ada diantara para ilmuan yang mengakui keunggulan tafsir al-Kasysyaf, karena di dalamnya mengandung mutiara yang dapat menyingkap rahasia i’jaz al-Qur’an melalui ilmu bahasanya seperti ilmu balaghoh, nahwu dan lainnya, tapi juga dia mengeritik terhadap Zamakhsyari antara lain: 1. Ibnu Khaldun mengatakan “Tafsir al-Kasysyaf memiliki keistimewaan dalam membahas i’jaz al-Qur’an, tapi dia terlalu berlebihan dalam membela aliran Mu’tazilah.”25 2. Ibnu Taimiyah mengatakan “Tafsir al-Kasysyaf memiliki kefasihan yang beracun, karena dia menyembunyikan bidah, sementara masyarakat umum lalai terhadap bid'ah.”26 Menurut penulis Zamakhsyari tidak konsisten, karena ketika membahas masalah hukum nampaknya banyak mengutip hadits-hadits termasuk hadits maudhu, bahkan mengutip pendapat orang yang tidak diketahui identitasnya seperti kata-kata ﻗﻴﻞartinya ada orang yang mengatakan. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 158, Zamakhsyari membuat pertanyaan: ”Jika kamu bertanya, bagaimana keduanya dikatakan salah satu tanda ibadah kepada Allah, kemudian dikatakan tidak berdosa berkeliling pada keduanya? Saya menjawab, di atas Safa ada pasir halus yang tandus dan di atas Marwah ada kesuburan, dan keduanya ada patung. Ada riwayat bahwa keduanya melambangkan seorang laki-laki dan perempuan yang berbuat zina di Ka’bah, lalu keduanya berubah menjadi dua batu, kemudian kedua batu tersebut diletakkan di Safa dan Marwah untuk mengenang perbuatan keduanya, setelah lama menjadi sesembahan selain Allah, maka orang-orang jahiliyah ketika bersa'i mereka mengusap kedua patung tersebut. Tatkala Islam datang kedua patung tersebut dihancurkan, sehingga orang orang Islam enggan melakukan sa'i di antara keduanya karena mengikuti perbuatan orang-orang jahiliyah, maka muncul 25
Mushthafa al-Dhowi al-Juwaini, Manhaj al-Zamakhsyari Fi Tafsir al-Qur’an, (Mesir: Daar al-Ma’arif , t.t.), p. 266. 26 Ibid., p. 266. SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
608
kata ﻤﺎ ﻓﻼ ﺟﻨﺎﺡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻥ ﻳﻄﻮﻑbaginya mengerjakan sai antara keduanya tidak berdosa.27 Cerita Zamakhsyari ini tidak jelas mengambil sumbernya. Akan tetapi bila membahas tentang masalah yang berkaitan dengan ilmu kalam dia seolah-olah akal yang dikedepankan, bahkan memihak pada aliran Mu’tazilah sehingga dia menghindari ayat-ayat mutasyabihat yang bertentangan dengan aliran Mu’tazilah sebagaimana ayat yang dicontohkan dia di atas. F.Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Zamakhsyari adalah seorang pakar bahasa, sehingga banyak karyakaryanya dijadikan rujukan oleh para pakar bahasa generasi berikutnya. 2. Tafsir al-Kasysyaf termasuk tafsir bi al-ra’yi yang menggunakan metode tahlili yang bercorak kalam Mu’tazili dan adabi dengan dikemas melalui dialogis, karena hampir setiap ayat dia menggunakan kata ﺍﻥ ﻗﻠﺖ ؟ ﻗﻠﺖ artinya jika kamu bertanya, saya jawab. 3. Zamakhsyari dalam menafsirkan ayat-ayat kalam selalu memihak Mu’tazilah, karena dia selalu menggunakan ayat-ayat yang biasa dijadikan argumentasi oleh orang-orang Mu’tazilah. 4. Zamakhsyari tidak fanatik pada Imam Hanafi seperti yang dikatakan Manna Khalil al-Qattan. 5. Zamakhsyari jika membahas ayat-ayat ibadah kurang rasional, bahkan cenderung kepada Sunni. Seperti dia membahas fadilah al-Suwar dan ayat-ayat al-Qur’an.
27
Zamakhsyari, al-Kasysyaf, p. 206.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009
Anshori: Studi Kritis Tafsir Al-Kasysyaf
609
Daftar Pustaka Abu Syahbah, Muhammad Ibnu Muhammad, Al-Israiliyat wa al-Maudhuat fi Kutub al-Tafsir , Cairo: Maktabah al-Sunnah, 1408 H./1887 M. Al-Hufi, Ahmad Muhammad, Al-Zamakhsyari, Cairo: Daar al-Fikr alArabi, 1985. Al-Juwaini, Mushthafa al-Dhawi, Manhaj al-Zamakhsyari fi Tafsir al-Qur’an, Mesir: Daar Maarif, t.t. Al-Qaththan, Manna Khalil, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, t.p., t.t. Ayazi, Muhammad Ali, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, Thaheran: Muassasah al-Thabbaah wa al-Nasyr Wizarah al-Tsaqafah al-Irsyad al-Islami t.t. Baidan, Nasharuddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Ja’far, Muslim Abdullah Ali, Atsar al-Tathawwur al-Fikr fi al-Tafsir fi ‘Ashri al-Abbasi, Bairut: Muassasah al-Risalah, 1984. Zaghlul, al-Syahat al-Sayyid, Al-Ittijah al-Fikriyah fi Tafsir, Iskandariyah: alHaiah al-Mishriyah al-Ammah li al-Kitab, 1977. Zamakhsyari dan ditakhrij oleh Muhammad Abdussalam Syahin, AlKasysyaf ‘An Haqaiq Ghawamidh al-Tanzil Wauyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil, Bairut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, No. 3, Mei 2009