STUDI KOMPONEN AKTIF TEMU LAWAK TERHADAP PATOGENESIS KANKER KOLOREKTUM JALUR PROTEIN β-KATENIN DENGAN PENAMBATAN MOLEKULAR
GENNY ANJELIA ZUSAPA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Komponen Aktif Temu Lawak terhadap Patogenesis Kanker Kolorektum Jalur Protein β-Katenin dengan Penambatan Molekular adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2013 Genny Anjelia Zusapa NIM G44104007
ABSTRAK GENNY ANJELIA ZUSAPA. Studi Komponen Aktif Temu Lawak terhadap Patogenesis Kanker Kolorektum Jalur Protein β-Katenin dengan Penambatan Molekular. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan ARYO TEDJO. Kemoterapi kanker kolorektum dapat dilakukan dengan menghambat aktivitas protein β-katenin yang berlebih di dalam tubuh menggunakan senyawa antikanker. Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai antikanker ialah temu lawak (Curcuma xanthorrhiza). Metode penambatan molekular digunakan untuk mengetahui potensi aktivitas dan efektivitas senyawa bioaktif temu lawak untuk menghambat kanker kolorektum melalui jalur protein β-katenin. Hasil penambatan 24 komponen aktif temu lawak dengan 14 protein pada jalur βkatenin mendapatkan 3 senyawa bioaktif antikanker potensial, yaitu dihidrokurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin. Senyawa bioaktif tersebut menghambat kanker kolorektum melalui protein aksin pada jalur β-katenin. Interaksi yang terjadi diamati berdasarkan beberapa parameter, yaitu energi bebas gibbs (∆G), afinitas (pKi), tetapan inhibisi (Ki), efisiensi, dan ikatan hidrogen. Nilai yang dihasilkan dari proses penambatan lebih baik dibandingkan dengan standar XAV939 dan IWR yang telah diketahui sebagai senyawa inhibitor kanker kolorektum pada protein aksin. Kata kunci: kanker kolorektum, β-katenin, penambatan molekular, temu lawak
ABSTRACT GENNY ANJELIA ZUSAPA. Study of Temu Lawak Active Compounds toward Colorectal Cancer Pathogenesis through β-Catenin Protein Pathway by Molecular Docking. Supervised by RUDI HERYANTO and ARYO TEDJO. Chemotherapy of colorectal cancer can be carried out by inhibiting the activity of excessive β-catenin protein in the body with anticancer compounds. One of the potential plants as anticancer is temu lawak (Curcuma xanthorrhiza). The molecular docking method can be used to determine the potential activity and efficiency of temu lawak bioactive compounds to inhibit the colorectal cancer through β-catenin protein pathway. The docking results of 24 active components in temu lawak against 14 proteins in β-catenin pathway obtained 3 potential bioactive anticancer compounds, namely dihydrocurcumin, demethoxycurcumin, and curcumin. The bioactive compounds could inhibit the colorectal cancer through the axin protein in β-catenin pathway. The interaction were observed based on several parameters: Gibbs free energy (ΔG), affinity (pKi), inhibition constant (Ki), efficiency, and hydrogen bonding. The results from the docking process were better compared with the XAV939 and IWR standards which have been known as inhibitors of colorectal cancer in axin protein. Key words: β-catenin, colorectal cancer, molecular docking, temu lawak
2
STUDI KOMPONEN AKTIF TEMU LAWAK TERHADAP PATOGENESIS KANKER KOLOREKTUM JALUR PROTEIN β-KATENIN DENGAN PENAMBATAN MOLEKULAR
GENNY ANJELIA ZUSAPA
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
4
Judul Skripsi Kanker Nama NIM
: Studi Komponen Aktif Temu Lawak terhadap Patogenesis Kolorektum Jalur Protein β-Katenin dengan Penambatan Molekular : Genny Anjelia Zusapa : G44104007
Disetujui oleh
Rudi Heryanto, SSi, MSi Pembimbing I
Aryo Tedjo, SSi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen Kimia
Tanggal Lulus:
6
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Studi Komponen Aktif Temu Lawak terhadap Patogenesis Kanker Kolorektum Jalur Protein β-Katenin dengan Penambatan Molekular. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Oktober 2012 di Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran UI Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rudi Heryanto, SSi, MSi dan Bapak Aryo Tedjo, SSi, MSi selaku pembimbing serta Ibu Fadilah, SSi, MSi dari Departemen Kimia Fakultas Kedokteran UI yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan waktu selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran UI dan Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA IPB, serta Helga Kurnia selaku rekan sepenelitian. Terima kasih takterhingga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta Ayah, Ibu, Adik-adikku, Ilham, Yin, Mega, Dina, dan Mimi dan temanteman Program S1 Penyelenggaraan Khusus Departemen Kimia angkatan 4 yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan moral serta materi selama masa studi hingga proses penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Januari 2013 Genny Anjelia Zusapa
8
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pembentukan Kanker Kolorektum Temu Lawak sebagai Antikanker Peranan Bioinformatika dan Teknik Penambatan Molekular dalam Pencarian Senyawa Antikanker ALAT DAN METODE Alat Persiapan Protein Target Jalur β-Katenin Kanker Kolorektum Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Protein Target Perancangan Ligan Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur 3 Dimensi Ligan Penambatan Ligan pada Protein Jalur β-Katenin Analisis Penambatan HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur 3D Protein Jalur β-Katenin dan Ligan Temu Lawak Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Interaksi Komponen Aktif Temu Lawak dengan Protein Jalur β-Katenin Perbandingan Interaksi Komponen Aktif Unggulan Temu lawak dengan Standar Inhibitor Kanker Kolorektum pada Protein Aksin SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 2 2 3 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 8 9 10 14 14 14 14 17 29
DAFTAR TABEL 1 Nama-nama protein jalur β-katenin kanker kolorektum 2 Hasil penambatan ligan unggulan temu lawak dan standar inhibitor kanker kolorektum dengan protein aksin 3 Residu asam amino aksin yang membentuk ikatan hidrogen dengan ligan dan standar inhibitor kanker kolorektum
6 11 12
DAFTAR GAMBAR 1 Sinyal jalur β-katenin terhadap kanker kolorektum tanpa (kiri) dan dengan aktivasi protein Wnt (kanan) 2 Temu lawak 3 Interaksi antara ligan dan protein pada penambatan molekular 4 Struktur 3 dimensi protein aksin 5 Aksin sebelum dioptimisasi (kiri) dan setelah dioptimisasi (kanan) 6 Struktur senyawa ligan terbaik 7 Hasil penambatan protein aksin jalur β-katenin dengan ligan demetoksikurkumin 8 Interaksi aksin dengan demetoksikurkumin (a), dihidrokurkumin (b), dan kurkumin (c)
3 4 5 8 9 10 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Bagan alir penelitian Ligan-ligan yang digunakan dalam penambatan molekular Data hasil analisis penyejajaran sekuens Hasil optimisasi dan minimisasi energi protein jalur β-katenin Hasil optimisasi dan minimisasi energi ligan temu lawak Hasil penambatan 24 senyawa bioaktif temu lawak dengan protein AKT1 Hasil penambatan 3 senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker kolorektum 8 Interaksi aksin dengan standar inhibitor kanker kolorektum
17 18 19 21 22 23 24 28
1
PENDAHULUAN Kanker kolorektum merupakan kanker yang paling banyak ditemukan di negara berkembang. Kanker ini tumbuh pada sistem pencernaan usus besar atau rektum dan dapat menyebar luas ke bagian jaringan lainnya. Kanker kolorektum merupakan masalah serius di Indonesia. Pada tahun 2001 sekitar 135 400 kasus kanker kolorektum ditemukan, dan 56 700 penduduk meninggal akibat penyakit ganas ini (Williams dan Hopper 2003). Banyak faktor dapat menyebabkan kanker, salah satunya ialah keberadaan protein-protein yang berperan pada siklus pertumbuhan sel. Faktor ini telah lama diduga sebagai salah satu faktor utama terjadinya kanker kolorektum. Protein jalur β-katenin merupakan protein sentral yang diperlukan dalam kompleks adhesi antarsel serta sebagai perantara proses diferensiasi sel yang diinisiasi oleh sinyal Wnt. Oleh karena itu, banyak komponen pada jalur β-katenin dijadikan target yang rasional dalam pengembangan obat kanker. β-Katenin bersama dengan protein aksin dan protein lainnya akan membentuk kompleks yang akan didegradasi melalui jalur ubikuitin-proteasom. Mutasi β-katenin, adenomatosis polyposis coli (APC), maupun protein lainnya menjadi penyebab lebih dari 90% kanker kolorektum (Luu et al. 2004). Upaya penyembuhan kanker kolorektum dapat dilakukan dengan pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi. Penyembuhan dengan kemoterapi banyak diarahkan pada pencarian obat dari makhluk hidup. Lebih dari 35 000 spesies tumbuhan dunia yang memiliki nilai medis telah ditemukan dan sekitar 7000 senyawa kimia berkhasiat medis didapat dari tumbuhan (Ismael 2001). Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri jamu dan farmasi. Tanaman ini memiliki banyak manfaat antara lain sebagai antiradang, antivirus, antitumor, hipokolesterolemik, antimikrob, antihepatotoksik, dan antioksidan (Lim et al. 2005). Banyak penelitian menyatakan bahwa kurkumin dalam temu lawak aktif dalam menghambat proses karsinogenesis pada tahap inisiasi dan promosi atau progresi. Meiyanto (1999) menyatakan bahwa kurkumin juga memacu proses apoptosis, yaitu suatu proses alami kematian sel dalam rangka mempertahankan integritas sel secara keseluruhan. Penelitian lain menunjukkan bahwa kurkumin mampu menghambat proliferasi sel dan menginduksi perubahan siklus sel pada lini sel adenokarsinoma usus besar tanpa bergantung pada jalur prostaglandin (Hanif et al. 1997) Pengetahuan tentang komponen kimia aktif dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pencarian senyawa unggulan dari bahan alam. Pemilihan komponen unggulan dari tumbuhan dapat dilakukan secara in silico melalui studi bioinformatika menggunakan metode penambatan molekular. Keunggulan metode ini ialah dapat mempercepat dan menghemat biaya penelitian. Penelitian menggunakan penambatan molekular telah banyak dilakukan, di antaranya Hastuti et al. (2008) yang membuktikan bahwa ekstrak etanol kulit Citrus aurantifolia dapat menekan karsinogenesis melalui induksi apoptosis pada sel payudara tikus terinduksi 7,12-dimetilbenz[a]antrasena sehingga ekstrak dapat digunakan sebagai agen kemopreventif. Jamakhani (2010) telah berhasil menemukan inhibitor untuk transmembran insulin secara in silico dan analisis penambatan molekular, dan
2
Pebriana et al. (2008) berhasil membuktikan bahwa senyawa kurkumin dan analognya berpotensi sebagai modulator selektif reseptor progesteron secara penambatan molekular. Perangkat lunak penambatan molekular yang digunakan pada penelitian ini adalah Molecular Operating Environment (MOE) dengan aplikasi kimia komputasi yang memadai serta fasilitas yang cukup lengkap dan user friendly dalam penemuan obat. Penelitian ini akan memprediksikan orientasi ikatan antara kandidat molekul dalam ekstrak temu lawak dan protein target kanker kolorektum jalur β-katenin sehingga dapat diketahui komponen bioaktif dalam temu lawak yang berpotensi sebagai antikanker kolorektum dan jalur penghambatannya pada protein jalur β-katenin.
TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pembentukan Kanker Kolorektum Kanker usus besar (kolorektum) adalah kanker yang tumbuh pada usus besar atau rektum dan berasal dari mukosa kolon. Kanker ini berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas (adenoma) yang kemudian menyebar ke semua bagian usus besar. Faktor-faktor yang menyebabkan kanker kolorektum ialah kebiasaan makan yang salah, kegemukan, faktor keturunan, umur di atas 50 tahun, dan jarang melakukan aktivitas fisik (Boyle dan Langman 2001). Namun faktor keberadaan gen atau protein yang berperan pada siklus sel telah banyak diteliti menjadi dalam hubungannya dengan proses pertumbuhan kanker. β-Katenin merupakan salah satu protein dalam sitoplasma yang sangat berperan dalam pembentukan sel kanker. Pada sel normal, mayoritas protein βkatenin akan berada dalam jembatan antarsel dan hanya sedikit yang terdapat dalam sitoplasma/inti sel (Gambar 1). Hal itu disebabkan oleh tingginya degradasi β-katenin terdorong oleh kompleks protein APC/Aksin/GSK3β (adenomatosis polyposis coli/axis inhibition protein/glycogen synthase kinase 3β). Protein Wnt merupakan lipoglikoprotein yang akan menentukan aktivitas sel, dengan cara memberi instruksi sinyal pada sel untuk mengekspresikan target gen tertentu. Sinyal Wnt akan menghambat aktivitas GSK3β sehingga β-katenin tidak terfosforilasi dan karena itu, tidak dapat didegradasi melalui jalur ubikuitinproteasom. β-Katenin yang meningkat jumlahnya dalam sitoplasma ini dapat bertranslokasi ke dalam inti sel, kemudian berikatan dengan faktor transkripsi dari golongan T cell factor 4/lymphoid enhancer factor, yang pada akhirnya dapat mengaktifkan gen target (Voutsadakis 2007). Hal penting dalam jalur transduksi sinyal adalah interaksi dan regulasi berbagai komponen intraselular yang berperan di dalamnya. Deregulasi jalur transduksi sinyal dapat mengakibatkan kelainan pada aktivitas sel, adhesi, dan migrasi, seperti pada penyakit kanker. Menurut American Cancer Society, kanker kolorektum dapat membunuh lebih dari 50 000 orang/tahun. Pada sekitar 90% di antaranya, terjadi mutasi dalam jalur sinyal Wnt, yang mengakibatkan akumulasi β-katenin dalam inti sel. Ekspresi β-katenin dapat dideteksi dengan berbagai pemeriksaan seperti pemeriksaan imunohistokimia atau imunofluoresens.
3
Gambar 1 Sinyal jalur β-katenin terhadap kanker kolorektum tanpa (kiri) dan dengan aktivasi protein Wnt (kanan) (Lodish et al. 2003) Temu Lawak sebagai Antikanker Antikanker adalah bahan yang memiliki sifat kemoterapi untuk pengobatan tumor atau kanker, yang dapat sebagai sitotoksik (menghambat pertumbuhan sel kanker) dan sitosidal (mematikan sel kanker) (Setiani 2009). Kesulitan untuk kemoterapi terutama dalam menemukan dosis letal yang bersifat sitotoksik pada sel tumor, tetapi tidak merusak sel normal. Beberapa metabolit sekunder dari tumbuhan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Senyawa bioaktif antikanker ini kemudian dapat dikembangkan dalam kemoterapi untuk pengobatan kanker. Temu lawak merupakan salah satu tanaman obat yang potensial untuk dikembangkan sebagai antikanker, dan merupakan salah satu dari 9 jenis tanaman unggulan Ditjen POM. Tanaman ini merupakan tumbuhan asli dari Jawa yang kemudian menyebar ke Malaya, Thailand, Vietnam, Burma, India, dan Filipina. Tanaman ini antara lain dipergunakan oleh masyarakat maupun produsen obat tradisional dan kosmetika untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan atau mengobati penyakit. Temu lawak dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh serta berkhasiat antibakteri, antidiabetes, antihepatotoksik, antiradang, antioksidan, antitumor, diuretika, depresan, dan hipolipodemik (Purnomowati dan
4
Yoganingrum 1997). Temu lawak (Gambar 2) diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledone, ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, genus Curcuma, dan spesies Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Gambar 2 Temu lawak Komponen metabolit sekunder dalam temu lawak dapat digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu minyak atsiri dan senyawaan kurkuminoid. Menurut Jasril (2006), ekstrak temu lawak berfungsi sebagai antikanker karena mengandung senyawa kurkuminoid. Kandungan kurkuminoid dalam rimpang temu lawak kering berkisar 3.16% dengan kadar kurkumin sekitar 58−71% dan desmetoksikurkumin 29−42% (Sidik et al. 1995). Minyak atsiri dari temu lawak terdiri atas 32 komponen yang secara umum bersifat meningkatkan produksi getah empedu dan mampu menekan pembengkakan jaringan (Paryanto dan Srijanto 2006). Fraksi minyak atsiri rimpang temu lawak terdiri atas senyawa turunan monoterpena dan seskuiterpena. Senyawa turunan monoterpena terdiri atas 1,8sineol, borneol, α-felandrena, dan kamfor. Senyawa seskuiterpena terdiri atas βkurkumena, turmeron, sikloisoprena, mirsena, bisakuron epoksida, α-atlanton, arkurkumena, zingiberena, β-bisabulena, bisakuron A,B,C, ar-turmeron, dan germakrena (Sidik et al. 1995). Peranan Bioinformatika dan Teknik Penambatan Molekular dalam Pencarian Senyawa Antikanker Bioinformatika merupakan gabungan antara ilmu biologi dan teknik informatika (Baxevanis dan Oulette 2005). Studi bioinformatika dilakukan pada data genomik, proteomik yang kompleks, untuk menghasilkan pengetahuan biologi molekular yang koheren. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan peningkatan ilmu komputer, khususnya pada bidang ilmu biologi molekular, menjadikan bioinformatika sebagai ilmu yang membuka sudut pandang baru dalam menyelesaikan persoalan biologi molekular. Perkembangan bioinformatika sangat berperan dalam kemajuan pengembangan obat. Hal ini dikarenakan bioinformatika dapat membantu mempelajari interaksi senyawaan antikanker dengan targetnya bahkan kemungkinan sifat toksik dan metabolitnya. Penambatan molekular merupakan salah satu teknik dalam bioinformatika yang digunakan
5
untuk mempelajari interaksi yang terjadi pada suatu kompleks molekul. Penambatan molekular dapat memprediksikan orientasi dari suatu molekul ke molekul yang lain ketika berikatan membentuk kompleks yang stabil. Pembentukan kompleks yang stabil antara suatu ligan (metabolit sekunder) dan molekul protein dapat menentukan senyawa yang memiliki sifat sebagai antikanker (Gambar 3).
Gambar 3 Interaksi antara ligan dan protein pada penambatan molekular Terdapat 2 segi penting dalam penambatan molekular, yaitu fungsi penilaian dan penggunaan algoritma. Fungsi penilaian dapat memperkirakan afinitas ikatan antara makromolekul dan ligan (molekul kecil yang memiliki afinitas terhadap makromolekul), sedangkan penggunaan algoritma berperan dalam penentuan konformasi yang paling stabil dalam pembentukan kompleks (Funkhouser 2007). Berdasarkan interaksi yang terjadi, terdapat beberapa jenis penambatan molekular, yaitu penambatan protein-protein, ligan-protein, dan ligan-DNA. Beberapa perangkat lunak untuk penambatan molekular ialah AutoDock, FlexX, Dock, Gold, dan MOE yang dikembangkan Chemical Computing Group (www.chemcomp.com).
ALAT DAN METODE Alat Alat-alat yang digunakan ialah perangkat lunak MOE 2008.10, seperangkat laptop Asus dengan spesifikasi random access memory (RAM) 4 gigabyte, Intel® Core i7, modem Smartfren, sistem operasi Microsoft Windows Seven, serta situs National Center for Biotechnology Information (NCBI), ClustalW2 (EBI), Mozilla Firefox, Swiss-Model Workspace, dan Chemspider. Persiapan Protein Target Jalur β-Katenin Kanker Kolorektum Penelitian ini menggunakan 14 protein yang berperan dalam jalur β-katenin pada pembentukan kanker kolorektum (Voutsadakis 2007). Sekuens protein yang akan digunakan (Tabel 1) diunduh dari pangkalan data NCBI melalui situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Sistem operasi yang digunakan adalah Microsoft Windows Seven dengan peramban Mozilla Firefox.
6
Tabel 1 Nama-nama protein jalur β-katenin kanker kolorektum Jalur Protein Target Penambatan β-Katenin GSK3β β-TrCP STAT3 Kasein kinase I Wnt 1 E2F1 APC LRP5 TCF4 Aksin LRP6 β-Katenin Kasein kinase II AKT1 Sekuens hasil pencarian kemudian disejajarkan dengan menggunakan program Clustal W2, yang tersedia secara daring dan dapat diakses melalui situs http://www.ebi.ac.uk/inc/head.html. Hasil penyejajaran diinterpretasikan dengan nilai paling tinggi dan digunakan sebagai protein target yang akan ditentukan struktur 3 dimensinya. Pencarian struktur 3 dimensi dengan pemodelan homologi dilakukan dengan menggunakan Swiss model yang dapat diakses melalui situs http://swissmodel.expasy.org. Analisis struktur 3 dimensi protein jalur β-katenin diunduh dari hasil permodelan homologi dalam format .pdb. Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Protein Target Optimisasi geometri dan minimisasi energi struktur 3 dimensi protein dilakukan menggunakan perangkat lunak MOE dengan format pdb. Kemudian atom hidrogen pada struktur protein dimunculkan dan dilakukan protonasi dengan program protonate 3D. Muatan parsial diatur dengan menggunakan partial charge dan energi diminimumkan dengan medan gaya Merck Molecular Forcefield 94x (MMFF94x). Protein disolvasi dalam fase gas dan dengan muatan tetap kemudian dioptimisasi dengan gradien akar rerata kuadrat (RMS) 0.05 kkal/Åmol. Parameter lainnya menggunakan patokan yang telah ada di MOE dan file hasil dalam format .moe. Perancangan Ligan Ligan yang digunakan diperoleh dari Dictionary of Natural Products dan Sidik et al. (1995). Struktur 3 dimensi ligan dirancang dengan menggunakan program MOE builder yang ada pada perangkat lunak MOE atau dapat diunduh melalui Chemspider yang dapat diakses melalui www.chemspider.com. Liganligan yang digunakan merupakan komponen bioaktif dalam temu lawak (Lampiran 2). Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur 3 Dimensi Ligan Optimisasi geometri dan minimisasi energi struktur 3 dimensi ligan menggunakan perangkat lunak MOE dengan format .mdb. Kandidat ligan disimpan dalam format .mol, dibuka dengan MOE dalam bentuk database viewer. Ligan di-wash dengan program compute, muatan parsialnya disesuaikan, lalu dioptimisasi menggunakan medan gaya MMFF94x. Selanjutnya energi ligan diminimisasi menggunakan energy minimize dengan gradien RMS 0.001 kkal/Åmol. Parameter lainnya sesuai dengan patokan yang ada dalam perangkat lunak MOE 2008.10 dan file hasil dalam format .mdb.
7
Penambatan Ligan pada Protein Jalur β-Katenin Proses penambatan molekular dilakukan dengan program ComputeSimulation dock pada MOE 2008.10 dengan sistem operasi Microsoft Windows 7 Professional Versi 2010. Metode penambatan menggunakan triangle matcher dengan pengulangan pembacaan energi tiap posisi 100 kali. Fungsi penilaian menggunakan London dG dan refinement forcefield. Retain terakhir terhadap hasil refinement sebanyak 1 kali menghasilkan hanya 1 konformasi yang paling optimum dari tiap ligan. Analisis Penambatan Hasil perhitungan penambatan dilihat pada output dalam format viewer.mdb. Beberapa parameter interaksi ligan-protein dapat dianalisis, di antaranya energi bebas ikatan (∆G), afinitas (pKi) tetapan inhibisi (Ki), efisiensi, dan ikatan hidrogen. Kompleks protein-ligan yang dipilih adalah yang memiliki nilai energi ikatan dan tetapan inhibisi terkecil untuk kemudian dibandingkan lebih lanjut dengan standar inhibitor kanker kolorektum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses penambatan menghasilkan orientasi dan posisi dari suatu ligan sebagai inhibitor terhadap kanker kolorektum (Lampiran 1). Asumsi dasarnya adalah terdapat hubungan kuantitatif antara sifat mikroskopis (struktur) dan sifat makroskopis/empiris (aktivitas biologis) dari suatu molekul. Model pengikatan diprediksi dengan cara mengevaluasi nilai energi dari konformasi ikatan yang berbeda-beda menggunakan fungsi penilaian tertentu (Huang dan Zou 2007). Istilah ligan pada metode ini digunakan untuk senyawa aktif dalam rimpang temu lawak, sedangkan istilah protein digunakan untuk senyawa protein jalur β-katenin yang berperan dalam terjadinya kanker kolorektum. Struktur 3D Protein Jalur β-Katenin dan Ligan Temu Lawak Sekuens protein-protein jalur β-katenin kanker kolorektum diunduh dari situs NCBI pada tanggal 27 April sampai 1 Juni 2012. Sekuens disejajarkan untuk melihat perbedaan antarsekuens dan untuk menentukan salah satu protein sebagai target penambatan. Digunakan struktur utuh protein yang belum mengalami mutasi dan modifikasi. Hasil penyejajaran sekuens ditunjukkan dalam Lampiran 3 dan terdiri atas kode (*), (:), dan (.). Tanda (*) menandakan kesamaan asam amino dalam 1 kolom, tanda (:) menandakan kemiripan ukuran dan kesamaan kelarutan dalam air (hidrofilik atau hidrofobik) dalam satu kolom, dan tanda (.) menandakan kemiripan ukuran dan kelarutan dalam air dan telah dipertahankan dalam proses evolusi. Sekuens terpilih ialah yang memiliki nilai paling tinggi berdasarkan hasil penyejajaran sekuens dan dijadikan target protein untuk penentuan bentuk struktur 3 dimensi. Penentuan bentuk menggunakan Swiss model yang diunduh dalam
8
format .pdb. Salah satu struktur 3 dimensi protein jalur β-katenin ditunjukkan pada Gambar 4. Desain struktur 3 dimensi senyawa bioaktif temu lawak (ligan) yang akan digunakan dalam penambatan molekular dilakukan dengan menggunakan situs Chemspider, disimpan dalam bentuk MDL Mol.
Gambar 4 Struktur 3 dimensi protein aksin Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Optimisasi geometri dan minimisasi energi dilakukan agar diperoleh struktur protein dan ligan yang stabil. Kestabilan dinyatakan dengan kalor pembentukan (∆Hf) yang semakin kecil (Fitriasari et al. 2008). Optimisasi dan minimisasi energi pada protein terlebih dahulu diawali dengan penambahan atom hidrogen karena atom hidrogen mungkin ada yang hilang saat kristalisasi dan dapat memengaruhi interaksi. Kemudian protein diubah menjadi keadaan terprotonasi. Protonasi ini menyebabkan posisi atom hidrogen terlihat pada struktur protein dan keadaan protein berubah menjadi dalam keadaan terionisasi. Muatan kemudian ditambahkan dengan menggunakan parameter method current force field hingga muatan protein terprotonasi tepat seperti keadaan alaminya, dan proses penambatan akan berjalan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Perlakuan selanjutnya ialah hydrogen fix yang digunakan untuk memperbaiki struktur molekul apabila terdapat hidrogen yang hilang. Setelah itu, energi protein diminimisasi menggunakan metode semiempiris MMFF94x dengan jenis solvasi fase gas karena dalam tahapan penambatan molekular, keadaan protein dibuat kaku sehingga perlu dihilangkan energi solvasinya (Fadilah 2010). Metode MMFF94x digunakan karena cukup peka terhadap optimisasi geometri protein dengan ligan dan penggunaannya yang luas dalam biologi komputasi (Paningrahi dan Desiraju 2007). Proses minimisasi energi dilakukan dengan nilai gradien RMS 0.05 kkal/Åmol. Interaksi yang tidak disukai pada struktur dihilangkan hingga diperoleh energi dari struktur molekul yang stabil. Konformasi protein berubah setelah optimisasi dan minimisasi (Gambar 5), ditunjukkan dengan nilai ∆Hf yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan sebelum optimisasi (Lampiran 4). Seluruh protein setelah dioptimisasi memiliki ∆Hf < 0. Protein yang sudah stabil ini kemudian akan ditambatkan dengan ligan.
9
Gambar 5 Aksin sebelum dioptimisasi (kiri) dan setelah dioptimisasi (kanan). Optimisasi dan minimisasi energi senyawa bioaktif temu lawak (ligan) diawali dengan melakukan wash pada database viewer untuk memperbaiki posisi atom hidrogen dalam ligan dan memperbaiki struktur ligan. Optimisasi menggunakan medan gaya MMFF94x dan solvasi fase gas. Proses minimisasi energi dilakukan dengan gradien RMS 0.001 kkal/Åmol. Gradien RMS yang digunakan untuk ligan dipengaruhi oleh ukuran molekul: semakin besar molekul, gradien RMS-nya semakin besar. Bobot molekul ligan lebih kecil dibandingkan dengan protein, maka gradien RMS yang digunakan lebih kecil. Hasil optimisasi (Lampiran 5) memperlihatkan bahwa nilai ∆Hf setelah optimisasi jauh lebih kecil daripada sebelum optimisasi. Ini berarti senyawa bioaktif temu lawak tersebut telah berada pada keadaan yang stabil dan siap untuk ditambatkan pada protein jalur β-katenin. Interaksi Komponen Aktif Temu Lawak dengan Protein Jalur β-Katenin Proses penambatan dilakukan untuk mendapatkan konformasi optimum pengompleksan ligan dengan protein. Proses penambatan dilakukan antara 14 protein pada jalur β-katenin dan 24 ligan dari senyawa bioaktif temu lawak. Protein diberi kondisi yang kaku, sedangkan ligan dikondisikan lentur sehingga dapat bebas bergerak maupun berotasi. Fungsi penilaian akan mengukur aktivitas biologis berdasarkan ikatan dan interaksi yang terjadi antara ligan dan protein target. Fungsi penilaian yang digunakan dalam MOE 2008.10 adalah fungsi berbasis medan gaya. Dalam proses penilaian, dilakukan retain tanpa duplikasi sebanyak 1 kali, tujuannya ialah mengatur banyaknya konformasi terbaik ligan yang akan divisualisasikan. Parameter lain adalah pengaturan triangle matcher. Triangle matcher merupakan metode penempatan patokan dari MOE yang bertujuan menunjukkan gerak acak ligan dalam tapak aktif protein untuk menghasilkan orientasi ikatan yang optimum berdasarkan kelompok muatan dan kesesuaian dalam ruang. Metode penempatan ini dipilih dalam proses penambatan karena dapat menghasilkan pose yang lebih sistematis dan akurat (Manavalan et al. 2010). Pada triangle matcher digunakan jumlah maksimum evaluasi pose konformasi ligan dengan tapak aktif protein sebesar 100. Tahapan refinement digunakan untuk melakukan perbaikan lebih lanjut, menggunakan medan gaya agar hasil yang diperoleh lebih akurat (MOE 2008). Proses penambatan akan menghasilkan nilai energi bebas gibbs (∆G) yang menggambarkan kuat ikatan yang terjadi antara protein dan ligan. Secara termodinamik, interaksi ligan dan protein dapat terjadi apabila kompleks yang
10
dihasilkan memiliki nilai ∆G < 0. Semakin kecil nilai ∆G, kompleks tersebut akan semakin stabil. Selain itu, juga dapat diketahui gugus dalam ligan yang berikatan hidrogen dengan asam amino dari protein sebagai petunjuk hubungan struktur dengan aktivitasnya. Dari hasil penambatan, diperoleh 3 senyawa bioaktif yang memiliki nilai energi bebas gibbs paling rendah pada setiap penambatan dengan protein jalur β-katenin, yaitu demetoksikurkumin, dihidrokurkumin, dan kurkumin (Gambar 6). Salah satu contoh hasil penambatan pada protein AKT1 ditunjukkan pada Lampiran 6. Dapat dilihat bahwa interaksi semua ligan dengan protein AKT1 memiliki nilai ∆G < 0. Hasil ini menunjukkan bahwa kompleks antara protein dan semua ligan tersebut stabil. Akan tetapi, kompleks dengan 3 ligan pada Gambar 6 paling stabil karena nilai ∆G-nya paling rendah. Hal ini dikarenakan struktur 3 senyawa tersebut lebih banyak berinteraksi membentuk ikatan hidrogen dengan gugus dalam protein jalur β-katenin dibandingkan dengan struktur bioaktif temu lawak lainnya.
Dihidrokurkumin
Demetoksikurkumin
Kurkumin Gambar 6 Struktur senyawa ligan terbaik Berdasarkan hasil tersebut, 3 senyawa unggulan temu lawak ditambatkan ulang pada 14 protein jalur β-katenin untuk melihat interaksi terkuat pada salah satu protein jalur β-katenin sebagai potensi inhibisi kanker kolorektum (Lampiran 7). Hasilnya menunjukkan bahwa kompleks ikatan terkuat dengan nilai energi ikatan ∆G terkecil diperoleh pada penambatan dengan protein aksin. Nilai ∆G hasil penambatan aksin dengan ligan dihidrokurkumin sebesar −15.0513 kJ/mol, demetoksikurkumin −14.3824 kJ/mol, dan kurkumin −13.4646 kJ/mol. Kompleks aksin dengan ligan temu lawak diduga menyebabkan β-katenin mudah didegradasi sehingga tidak bertranslokasi ke dalam inti sel untuk mengaktifkan gen target kanker kolorektum (Willert et al. 1999). Perbandingan Interaksi Komponen Aktif Unggulan Temu lawak dengan Standar Inhibitor Kanker Kolorektum pada Protein Aksin Ketiga senyawa unggulan temu lawak ditambatkan ulang sekali lagi untuk membandingkan dengan senyawa standar inhibitor kanker kolorektum terhadap protein aksin, yaitu XAV939 dan IWR (Huang et al. 2009; Chen et al. 2009). Tabel 2 menunjukkan kestabilan dan kekuatan interaksi nonkovalen pada kompleks protein-ligan dilihat dari besarnya energi ikatan yang terbentuk. Energi
11
ikatan ialah energi bebas yang dilepaskan saat interaksi pada pembentukan kompleks protein-ligan. Nilai ∆G untuk dihidrokurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin lebih kecil dibandingkan dengan standar XAV939 dan IWR yang telah terbukti memiliki aktivitas antikanker kolorektum. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga senyawa tersebut memiliki potensi aktivitas yang lebih baik daripada standar dalam menghambat terbentuknya kanker kolorektum jalur protein β-katenin. Tabel 2 Hasil penambatan ligan unggulan temu lawak dan standar inhibitor kanker kolorektum dengan protein aksin Ligan Dihidrokurkumin Demetoksikurkumin Kurkumin Standar XAV939 Standar IWR
∆G (kJ/mol) −15.7452 −14.4704 −11.6025 −8.4927 −11.2339
Efisiensi Afinitas (pKi) 0.502 13.563 0.461 11.520 0.306 8.264 0.274 5.747 0.251 7.775
Ki (µM) 2.73×10-14 3.02×10-12 5.44×10-9 1.79×10-6 1.69×10-8
Tabel 2 menunjukkan bahwa ikatan dihidrokurkumin-aksin lebih kecil energinya dibandingkan dengan demetoksikurkumin-aksin maupun kurkuminaksin, maka aksin lebih potensial untuk berikatan dengan dihidrokurkumin. Parameter lainnya, yaitu afinitas (pKi) dapat memberikan gambaran mengenai kemampuan suatu ligan dalam mengikat reseptor dalam menghambat kanker kolorektum, sedangkan tetapan inhibisi (Ki) menunjukkan konsentrasi yang diperlukan ligan dalam menghambat makromolekul (protein). Semakin kecil nilai Ki, hasilnya semakin baik, karena semakin kecil konsentrasi ligan yang dibutuhkan untuk menghambat aktivitas kanker. Nilai energi ikatan (∆G) berbanding lurus dengan Ki mengikuti persamaan termodinamika ∆G = - RT ln Ki Seperti ditunjukkan pada Tabel 2, dihidrokurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin memiliki nilai Ki yang lebih kecil daripada standar. Hal ini menandakan komponen aktif temu lawak dapat menghambat kanker kolorektum pada konsentrasi yang lebih rendah atau dengan kata lain, memiliki kemampuan yang lebih baik daripada standar inhibitor untuk menghambat kanker kolorektum. Parameter lainnya, yaitu efisiensi juga menunjukkan bahwa ketiga ligan temu lawak tersebut lebih efisien daripada standar inhibitor dalam kemampuannya menghambat kanker kolorektum. Terdapat 2 jenis ikatan yang dapat terbentuk dalam sistem biologis antara aksin dan ligan, yaitu ikatan kovalen dan interaksi nonkovalen. Yang termasuk interaksi nonkovalen adalah ikatan hidrogen, ionik, interaksi van der Waals, dan hidrofobik. Ikatan hidrogen terjadi antara hidrogen dan atom elektronegatif O, N, F (Bruice 2003). Dalam sistem biologis, baik donor maupun akseptor biasanya merupakan atom nitrogen atau oksigen, khususnya atom dalam gugus amino (NH2) dan hidroksil (-OH). Interaksi hidrogen dapat berupa OH--O, –NH--O, NH-N, dan gugus OH--N. Ikatan hidrogen yang terjadi pada kompleks protein-ligan standar dan protein-ligan bioaktif temu lawak diidentifikasi dengan menggunakan program interaction pada perangkat lunak MOE (Tabel 3). Ikatan hidrogen turut berkontribusi pada afinitas ligan terhadap protein. Berdasarkan Tabel 3, kompleks
12
dihidrokurkumin-aksin, demetoksikurkumin-aksin, dan kurkumin-aksin memiliki kemungkinan ikatan hidrogen yang lebih banyak daripada standar inhibitor kanker kolorektum. Tabel 3 Residu asam amino aksin yang membentuk ikatan hidrogen dengan ligan dan standar inhibitor kanker kolorektum Ligan Dihidrokurkumin Demetoksikurkumin Kurkumin Standar XAV939 Standar IWR
Residu asam amino Lys 126, Lys 126, Arg 250, Lys 254, Lys 294, Lys 294 Lys 126, Arg 250, Lys 254, Lys 294, Lys 294 Asp 94, Gln 96, Lys 126, Lys 254 Lys 126 Lys 126
Jumlah ikatan hidrogen 6 5 4 1 1
Posisi ligan demetoksikurkumin ketika telah tertambatkan dengan protein aksin ditunjukkan pada Gambar 7. Interaksi yang terjadi antara ligan tersebut dan tapak aktif protein dapat dilihat pada Gambar 8a. Transfer muatan ligan terjadi dengan membentuk 5 ikatan hidrogen dengan residu asam amino protein aksin, yaitu asam amino Lys126 dengan atom O pada gugus (-OH), Lys 254 dan Arg 250 dengan atom O pada gugus (-O−), serta Lys 294 dengan atom O pada gugus (OCH3) dan atom O pada gugus (-OH). Interaksi ligan dihidrokurkumin dengan aksin (Gambar 8b) membentuk 6 ikatan hidrogen, yaitu asam amino Lys 126 dengan atom O pada (-OCH3) dan atom oksigen pada (-OH), Lys 254 dan Arg 250 dengan atom O pada gugus (C-O−), serta Lys 294 dengan atom O pada gugus (O-CH3) dan atom O pada gugus (-OH). Sementara interaksi kurkumin dengan aksin (Gambar 8c), membentuk 4 ikatan hidrogen, yaitu asam amino Lys 254 dengan atom O pada gugus (O-CH3), Gln 96 dengan atom O pada gugus (-OH), Asp 94 dengan atom H pada gugus (-OH), serta asam amino Lys 126 dengan atom O pada gugus (=O). Semakin banyak ikatan hidrogen yang terbentuk, kestabilan kompleks protein-ligan akan semakin kuat.
Gambar 7
Hasil penambatan protein aksin jalur β-katenin dengan ligan demetoksikurkumin
13
(a)
(b)
. (c)
Gambar 8 Interaksi aksin dengan demetoksikurkumin (a), dihidrokurkumin (b), dan kurkumin (c)
14
Standar inhibitor kanker kolorektum XAV939 dan IWR masing-masing hanya membentuk 1 ikatan hidrogen dengan Lys 126 (Lampiran 8). Berdasarkan data tersebut, jumlah ikatan hidrogen pada kompleks protein dengan ligan senyawa bioaktif temu lawak lebih banyak dibandingkan dengan ligan standar inhibitor kanker kolorektum protein aksin. Selain itu, hasil penambatan ketiga senyawa bioaktif menunjukkan mekanisme pengikatan yang sama dengan standar inhibitor, yaitu pada ikatan hidrogen dengan asam amino Lys 126. Hal ini menunjukkan potensi ketiga senyawa bioaktif pada temu lawak tersebut dalam menghambat kanker kolorektum.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penambatan molekular 24 komponen aktif temu lawak menghasilkan 3 ligan kandidat senyawa bioaktif unggulan sebagai inhibitor kanker kolorektum pada jalur protein β-katenin. Ligan tersebut ialah dihidrokurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin. Parameter energi bebas gibbs (∆G), afinitas (pKi), tetapan inhibisi (Ki), efisiensi, dan jumlah ikatan hidrogen yang dihasilkan ketiga senyawa bioaktif unggulan tersebut lebih baik daripada standar inhibitor kanker kolorektum pada protein aksin, yaitu XAV939 dan IWR, sehingga 3 senyawa tersebut memiliki potensi sebagai antikanker kolorektum. Saran Hasil yang diperoleh hanya merupakan prediksi dengan metode komputasi. Untuk itu, diperlukan uji in vitro maupun in vivo untuk membuktikan aktivitas senyawa bioaktif dihidrokurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin dalam temu lawak untuk menghambat kanker kolorektum.
DAFTAR PUSTAKA Baxevanis AD, Ouellette BFF. 2005. Bioinformatics: A Practical Guide to the Analysis of Genes and Protein. Ed ke-2. New York (US): J Wiley. Bruice P. 2003. Organic Chemistry. Ed ke-4. New Jersey (US): Prentice Hall. Boyle P, Langman JS. 2001. Epidemiology. Di dalam: Kerr DJ, Young AM, Hobbs FDR, editor. ABC of Colorectal Cancer. London (GB): BMJ. hlm 14. Chen B, Dodge ME, Tang W, Lu J, Ma Z, Fan CW, Wei S, Hao W, Kilgore J, Amatruda JF et al. 2009. Small molecule-mediated disruption of Wntdependent signaling in tissue regeneration and cancer. Nat Chem Biol. 5(2):100-107. Fadilah. 2010. Penapisan senyawa bioaktif dari suku Zingiberaceae sebagai penghambat neuraminidase virus influenza A (H1N1) melalui pendekatan docking [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
15
Fitriasari A, Wijayanti NK, Ismiya N, Dewi D, Kundarto W, Sudarmanto BSA, Meiyanto E. 2008. Studi potensi kurkumin dan analognya sebagai selective estrogen receptor modulators (SERMs): docking pada reseptor estrogen β. Pharmacon. 9:27-32. Funkhouser T. 2007. Lecture: Protein-ligand Docking Methods. New Jersey (US): Princeton University. Hanif R, Qiao H, Shiff SJ, Rigas B. 1997. Curcumin, a natural plant phenolic food additive, inhibits cell proliferation and induces cell cycle changes in colon adenocarcinoma cell lines by a prostaglandin-independent pathway. Carcinogenesis. 15:951-955. Hastuti N, Pratiwi D, Armandari I, Nur WN, Ikawati M, Riyanto S, Meiyanto E. 2008. Ekstrak etanolik kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantiifolia Cristm. Swingle) menginduksi apoptosis pada sel payudara tikus galur Sprague Dawley terinduksi 7,12-dimetilbenz[a]Antrasena. Di dalam: Prosiding Kongres Ilmiah ISFI XVI 2008; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Cancer Chemoprevention Research Center. hlm 1-8. Huang S, Zou X. 2007. Efficient molecular docking of NMR structures: application to HIV-1 protease. J Prot Sci. 16:43-51. doi:10.1110/ps.062501507. Huang SA, Mishina Y, Liu S, Cheung A, Stegmeier F, Michaud G, Charlat O, Wiellette E, Zhang Y, Wiessner S et al. 2009. Tankyrase inhibition stabilizes aksin and antagonizes Wnt signalling. Nature. 46:614-620. doi:10.1038/nature08356. Ismael F. 2001. Learning from Indigenous People, ASEAN Review of Biodiversity & Environmental Conservation. Chicago (US): MacArthur Foundation. Jamakhani AM. 2010. In-silico designing and docking analysis on insulin-like growth factor 1 receptor. J Adv Bioinformatics Appl Res. 1(1):69-83. Jasril. 2006. Aktivitas sitotoksik ekstrak rizoma tumbuhan spesies Zingiberaceae. Di dalam: Arifin B, Wukirsari T, Wahyuni WT, Gunawan S, editor. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia; Bogor, 2006 Sep 12. Bogor (ID): Departemen Kimia dan Himpunan Kimia Indonesia Cabang Jawa Barat & Banten. hlm 66-69. Lim CS, Jin DQ, Oh SJ, Lee J, Hwang JK, Ha I, Han JS. 2005. Antioxidant and antiimflammatory activities of xanthorrhizol in hippocampal neorons and primary cultured microglia. J Neurosci Res. 6:831-838. Lodish H, Berk A, Matsudaira P, Kaiser CA, Krieger M, Scott M, Zipursky L, Darnell J. 2003. Molecular Cell Biology. Ed ke-5. New York (US): WH Freeman. Luu HH, Zhang R, Haydon R, Rayburn E, Kang Q, Si W, Park JK, Wang H, Peng Y, Jiang W et al. 2004. Wnt/β-Catenin signaling pathway as novel cancer drug targets. Curr Cancer Drug Targets. 4:653-671. [MOE] Molecular Operating Environment. 2008. MOE Tutorial Quebec (CA): MOE Manavalan B, Murugapiran SK, Lee G, Choi S. 2010. Molecular modeling of the reductase domain to elucidate the reaction mechanism of reduction of peptidyl thioester into its corresponding alcohol in non-ribosomal peptide synthetases. BMC Structural Biol. 10(1):1472-6807.
16
Meiyanto E. 1999. Kurkumin sebagai obat kanker: menelusuri mekanisme aksinya. Maj Farmasi Indones. 10(4):227-229. Panigrahi SK, Desiraju GR. 2007. Strong and weak hydrogen bonds in the protein-ligand interface. Proteins: Structure, Function, and Bioinformatics 67:128-141. Paryanto I, Srijanto B. 2006. Ekstraksi kurkuminoid dari temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara perkolasi dengan pelarut etanol. J Ilmu Kefarmasian Indones 4(2):74-77. Pebriana RB, Romadhon AF, Yunianto A, Rokhman MR, Fitriyah NQ, Jenie RI, Meiyanto E. 2008. Docking kurkumin dan senyawa analognya pada reseptor progesteron: studi interaksinya sebagai selective progesterone receptor modulators (SPRMs). Pharmacon. 9(1):14-20. Purnomowati S, Yoganingrum A. 1997. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Jakarta (ID): Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, LIPI. Setiani RFC. 2009. Sitotoksisitas fraksi aktif biji mahoni (Swietenia mahagoni) pada sel kanker payudara T47D [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sidik, Mulyono MW, Ahmad M. 1995. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Jakarta (ID): Phyto Medika. Voutsadakis IA. 2007. Pathogenesis of colorectal carcinoma and therapeutic implications: the roles of the ubiquitin–proteasome system and Cox-2. J Cell Mol Med. 11(2):252-285. doi:10.1111/j.1582-4934.2007.00032.x. Williams LS, Hopper PD. 2003. Understanding Medical-surgical Nursing. Ed ke2. Philadelphia (US): FA Davis. Willert K, Sayumi S, Roel N. 1999. Wnt-induced dephosphorylation of Axin releases β-catenin from the Aksin Complex. Genes Dev. 13:1768-1773.
17
Lampiran 1 Bagan alir penelitian Persiapan senyawa temu lawak (ligan)
Persiapan protein target
Pencarian asam amino dengan NCBI Penyejajaran sekuens dengan EBI Penilaian dengan EBI
Pencarian dengan Dictionary of Natural Products dan dari Sidik et al. (1995) Pencarian struktur 3D dengan Chemspider atau MOE
Protein dengan nilai tertinggi Pemodelan homologi protein dengan Swiss model
Struktur 3D protein
Optimisasi geometri dan minimisasi energi protein: -Penambahan hidrogen -Protonate 3D -Muatan parsial -Minimisasi energi
Struktur 3D ligan
Optimisasi dan minimisasi energi ligan: -Wash -Muatan parsial -Minimisasi i Penambatan molekular protein target dan ligan
Model molekul Analisis penambatan: Energi bebas gibbs (ΔG), afinitas (pKi), tetapan inhibisi (Ki), efisiensi, dan ikatan hidrogen
18
Lampiran 2 Ligan-ligan yang digunakan dalam penambatan molekular (Sidik et al. 1995) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama ligan Kurkumin Demetoksikurkumin Bisdemetoksikurkumin Xantorizol Ar-turmeron Kurzerenon Germakron β-Seskuifelandrena α-Turmeron β-Turmeron Kamfor Sinamaldehida Dihidrokurkumin Heksadihidrokurkumin Oktahidrokurkumin α-Kurkumena β-Kurkumena 1-Hidroksi-1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-6-hepten3,5-dion 1-(4-Hidroksi-3,5-dimetoksifenil)-7-(4-hidroksi-3metoksifenil)-(1E,6E)-1,6-heptadien-3,5-dion 5-Hidroksi-7-(4-hidroksifenil)-1-fenil-(1E)-1-heptena 7-(3,4-Dihidroksifenil)-5-hidroksi-1-fenil-(1E)-1-heptena trans-1,7-Difenil-1,3-heptadien-5-on trans-1,7-Difenil-1-hepten-5-ol trans-1,7-Difenil-1,3-heptadien-5-ol
19
Lampiran 3 Data hasil analisis penyejajaran sekuens CLUSTAL 2.1 multiple sequence alignment gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQRES MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQRES MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA MNDVAVVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDLEQRES MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVEQRES MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVEQRES MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQRES *.***:**************************************::***:
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWA PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWA PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWA *************************************************:
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKKHEEEMMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPGENSGAEEMEVSLARPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVALAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVALAKPKHRVTMNEF TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF ***********::*** ********.:*********:**:**********
150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR **************************************************
200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFPEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA VLQNSRHPFLTALKYSFQTHDRLCFVMEYANGGELFFHLSRERVFSEDRA *********************************************.****
250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1|
RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI
300 300 300 300 300 300 300 300 300
20
lanjutan Lampiran 3 gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI 300 RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI 300 RFYGAEIVSALDYLHSEKNVVYRDLKLENLMLDKDGHIKITDFGLCKEGI 300 **************************************************
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY KDGATMKTFCGTPEYLAPEVLEDNDYGRAVDWWGLGVVMYEMMCGRLPFY **************************************************
350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPTQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPTQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPKQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPKQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPKQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPKQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPKQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPKQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLSPEAKSLLSGLLKKDPKQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPTQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPTQRLGGGSEDAK NQDHEKLFELILMEEIRFPRTLGPEAKSLLSGLLKKDPTQRLGGGSEDAK **********************.***************.***********
400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
EIMQHRFFANIVWQDVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFANIVWQDVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFAGIVWQHVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFAGIVWQHVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFAGIVWQHVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFAGIVWQHVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFAGIVWQHVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFAGIVWQHVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFSSIVWQDVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFANIVWQDVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFANIVWQDVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT EIMQHRFFANIVWQDVYEKKLSPPFKPQVTSETDTRYFDEEFTAQMITIT ********:.****.***********************************
450 450 450 450 450 450 450 450 450 450 450 450
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_ gi|6753034|ref|NP_033782.1| gi|62241013|ref|NP_001014431.1 gi|62241011|ref|NP_005154.2| gi|62241015|ref|NP_001014432.1 gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H gi|18027298|gb|AAL55732.1| gi|384941638|gb|AFI34424.1| gi|238566879|gb|ACR46646.1| gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA gi|15100164|ref|NP_150233.1| gi|260166608|ref|NP_001159366.
PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASSTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDGMEGEDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQDDSMECVDSERR----PHFPQFSYSASGTA---PPDQVLLLSQWHSLRPGAAAGSSTLLCIAESRSPAWII **** :. .* * . :. : * :.
480 480 480 480 480 480 480 480 480 480 480 488
21
Lampiran 4 Hasil optimisasi dan minimisasi energi protein jalur β-katenin ∆Hf (kkal/mol) No Protein Sebelum Optimisasi Setelah Optimisasi 1 AKT1 2610.0043 −9139.0062 2 APC 1181.0605 −2562.1091 3 Aksin 6553.4245 −18772.1825 4 β-Katenin 11276.0972 −35101.0583 5 β-TrCp 2365.0762 −5565.0658 6 Kasein kinase 1 13988.4674 −52228.0981 7 Kasein kinase 2 7316.6341 −26440.2751 8 E2F1 2282.9725 −5129.9699 9 GSK3-β 15879.783 −50937.2788 10 LRP5 14177.3375 −46324.5095 11 LRP6 14267.8551 −46132.3514 12 STAT3 13140.3346 −39482.4544 13 TCF4 1376.9694 −4592.5458 14 Wnt1 3554.198 −8665.1961
22
Lampiran 5 Hasil optimisasi dan minimisasi energi ligan temu lawak No
Ligan
1
1-Hidroksi-1,7-bis(4-hidroksi-3metoksifenil)-6-hepten-3,5-dion
2
1-(4-Hidroksi-3,5-dimetoksifenil)-7-(4hidroksi-3-metoksifenil)-(1E,6E)-1,6heptadien-3,4-dion trans-1,7-Difenil-1,3-heptadien-5-ol 5-Hidroksi-7-(4-hidroksifenil)-1-fenil(1E)-1-heptena 7-(3,4-Dihidroksifenil)-5-hidroksi-1fenil-(1E)-1-heptena Heksahidrokurkumin Oktahidrokurkumin trans-1,7-Difenil-1,3-heptadien-5-on trans-1,7-Difenil-1-heptadien-5-ol α-Kurkumena α-Turmeron Ar-turmeron β-Kurkumena β-Seskuifelandrena β-Turmeron Bisdemetoksikurkumin Kamfor Kurkumin Kurzerenon Demetoksikurkumin Dihidrokurkumin Germakron Sinamaldehida Xantorizol
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
∆Hf (kkal/mol) Sebelum Setelah 13593.0997
67.2179
14736.5272
95.6366
10202.6371
46.4087
10591.8883
44.4931
11000.4341
49.5342
4710.2162 4799.9938 10082.8408 10215.9266 2812.3184 3135.1727 3135.1727 3070.7061 3089.6459 3312.0938 4756.9507 9579.2157 13593.0997 7869.3964 5323.6052 4584.0684 364057.0502 1529.1367 3056.5867
74.0748 77.1668 47.6156 46.7751 31.9333 39.5398 39.5390 15.8487 21.9675 29.8503 46.0323 45.7415 67.3493 48.8850 59.7687 62.3820 51.8449 25.0254 30.8442
23
Lampiran 6 Hasil penambatan 24 senyawa bioaktif temu lawak dengan protein AKT1 Senyawa Demetoksikurkumin Dihidrokurkumin Kurkumin 1-(4-Hidroksi-3,5-dimetoksifenil)-7-(4-hidroksi-3metoksifenil)-(1E,6E)-1,6-heptadien-3,5-dion Oktahidrokurkumin Heksahidrokurkumin 7-(3,4-Dihidroksifenil)-5-hidroksi-1-fenil-(1E)-1-heptena 5-Hidroksi-7-(4-hidroksifenil)-1-fenil-(1E)-1-heptena 1-Hidroksi-1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-6-hepten3,5-dion Bisdemetoksikurkumin trans-1,7-Difenil-1,3-heptadien-5-ol Xanthorizol trans-1,7-Difenil-1-hepten-5-ol Kurzerenon Ar-turmeron α-Turmeron β-Kurkumena trans-1,7-Difenil-1,3-heptadien-5-on β-Turmeron Gemakron α-Kurkumena β-Seskuifelandrena Kamfor Sinamaldehida
∆G (kJ/mol) −16.5754 −14.9273 −12.8407 −12.1071 −11.0509 −10.7348 −10.5504 −10.3738 −10.1224 −9.7347 −9.1771 −8.8267 −8.7043 −8.2117 −7.8012 −7.6628 −7.2277 −7.0771 −6.9631 −6.4556 −6.4274 −6.3709 −6.3365 −6.0039
Protein
AKT1
APC
Aksin
β-catenin
No
1
2
3
4 −10.7026 −8.9413
Demetoksikurkumin
Kurkumin
−13.4646
Kurkumin −12.1326
−15.0513
Dihidrokurkumin
Dihidrokurkumin
−14.3824
−9.7775
Kurkumin
Demetoksikurkumin
−11.6055 −11.8639
−9.6363
∆G (kJ/mol) −11.5716 −11.9823
Kurkumin Demetoksikurkumin Dihidrokurkumin
Demetoksikurkumin Dihidrokurkumin
Ligan
5.775
10.476
11.526
9.685
13.412
12.648
7.101
7.428 10.064
7.058
Afinitas (pKi) 7.235 9.07
Parameter Ki (µM) Efisiensi Residu Asam Amino ∑ Ikatan H -8 5.82×10 0.289 Lys 64, Asp 108 2 8.51×10-10 0.336 Cys 60, Asp 108, Gln 61, 4 Lys 64 8.75×10-8 0.261 Lys 64, Lys 64, Arg 76, 4 Arg 76 3.73×10-8 0.297 Asp 29, Asn 43, Lys 36 3 -11 8.63×10 0.373 Tyr 6, Ser 21, Tyr 6, Lys 6 17, Ser 21, Arg 24 0.263 Thr 35, Lys 36, Lys 36, Lys 5 7.92×10-8 49, Lys49 2.25×10-13 0.506 Thr 251, Arg 250, Thr 251, 6 Lys 254, Lys 294, Lys 294 3.87×10-14 0.497 Lys 126, Lys 126, Arg 250, 7 Arg 250, Lys 254, Lys 294, Lys 254 2.06×10-10 0.359 Glu 256, Thr 339, Lys 107, 5 Lys 107, Gln 306 2.98×10-12 0.427 Trg 254, Trg 254, Trg 254, 6 Lys 292, Lys 335, Lys 335 3.34×10-11 0.419 Gly 307, Lys 312, Lys 312, 5 Lys 345, Lys 345 1.68×10-6 0.214 Thr 205, Lys 242, Lys 242 3
Lampiran 7 Hasil penambatan 3 senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker kolorektum
24
24
Protein
β-TrCp
Kasein kinase 1
Kasein kinase 2
E2F1
No
5
6
7
8
Ligan
−15.0004 −12.4184 −13.4504 −12.9097 −9.777
Dihidrokurkumin
Kurkumin Demetoksikurkumin
Dihidrokurkumin Kurkumin
−10.461
Kurkumin −13.5842
−11.3716
Demetoksikurkumin
Demetoksikurkumin
−11.6326
−10.3138
∆G (kJ/mol) −11.5044 −11.9138
Dihidrokurkumin
Kurkumin
Demetoksikurkumin Dihidrokurkumin
lanjutan Lampiran 7
8.099 5.383
6.093 8.639
9.94
9.859
5.664
6.726
9.487
6.473
Afinitas (pKi) 8.67 8.612
7.96×10-9 4.14×10-6
8.07×10-7 2.29×10-9
1.15×10-10
1.38×10-10
2.17×10-6
1.88×10-7
3.26×10-10
3.36×10-7
Ki (µM) 2.14×10-9 2.44×10-9
Parameter Efisiensi Residu Asam Amino ∑ Ikatan H 0.347 Gln 159, His 165 2 0.319 Gln 159, Lys 183, Lys 4 183, Lys 190 0.24 His 162, His 162, His 4 165, Gln200 0.351 Lys 391, Lys 550, Lys 3 550 0.269 Asp 31, Arg 34, Arg 34, 6 Arg 111, Arg 111, Arg 120 0.210 Asp 31, Arg 34, Arg 34, 6 Arg 34, Arg 120, Arg 120 0.394 Asn 93, His 115, Lys 64, 5 His 115, Lys170 0.368 His 115, Lys 64, His115, 4 Arg172 0.226 Val 30, Asp 38 2 0.346 Thr 238, Ile 265, Thr 4 238, Lys 266 0.300 Gln 241, Lys 266 2 0.199 Val 246 1
25
GSK3-β
LRP5
LRP6
9
10
11
−10.1663
Kurkumin
−12.6974
Dihidrokurkumin
−12.7584
−11.0959
Kurkumin
Dihidrokurkumin
−12.4755 −12.566
Kurkumin Demetoksikurkumin
−12.8221
−13.8244
Dihidrokurkumin
Demetoksikurkumin
∆G (kJ/mol) −14.9207
Ligan
Demetoksikurkumin
lanjutan Lampiran 7 No Protein
5.778
8.34
10.587
10.806
7.825
8.497 10.822
11.812
Afinitas (pKi) 12.72
1.67×10-6
4.57×10-9
2.59×10-11
1.56×10-11
1.49×10-8
3.18×10-9 1.51×10-11
1.54×10-12
Ki (µM) 1.90×10-13
Parameter Efisiensi Residu Asam Amino 0.509 Ser 420, Ser 420, Ser 420,Phe 421, Lys 439, Arg 495 0.437 Ser 420, Pro 490, Ser 420, Ser 420, Phe 421, Lys 439, Arg 495, Arg 495 Asp 260, Lys 414, Trg 0.315 488 0.433 Ser 455, Leu 631, Lys 451, Arg 494, Arg 624, Arg 624 0.29 Asp 111, Arg 154, Arg 154, Arg 154, Gln 584 0.40 Leu 631, Lys 451, Ser 455, Arg 494, Arg 624 0.423 Glu 120, Arg 335, Thr 337, Arg 340, ARG 340 0.309 Asp338, Asp 570, Gly 93, Arg118, Arg 340 0.214 Lys 324, Leu 354, Leu 128
3
5
5
5
5
3 6
8
∑ Ikatan H 6
26
26
Protein
STAT3
TCF4
Wnt1
No
12
13
14
Ligan
−11.946 −9.3864 −13.8735 −13.4215 −9.0364 −9.8429 −9.541 −10.0216
Kurkumin Demetoksikurkumin
Dihidrokurkumin Kurkumin Demetoksikurkumin
Dihidrokurkumin Kurkumin
∆G (kJ/mol) −12.4092
Dihidrokurkumin
Demetoksikurkumin
lanjutan Lampiran 7
7.481 6.007
11.775 6.879 7.627
6.707 12.586
9.597
Afinitas (pKi) 14.959
3.30×10-8 9.84×10-7
1.68×10-12 1.32×10-7 2.36×10-8
1.96×10-7 2.59×10-13
2.52×10-10
Ki (µM) 1.1×10-15
Parameter Efisiensi Residu Asam Amino ∑ Ikatan H 0.598 Ser 613, Lys 531, Lys 548, 5 Lys557, Ser 613 0.355 Asn 400, Lys 392, Asn 395, 5 Lys 409, Lys 409 0.248 Gly 536 1 0.503 Gln 605, Lys 589, Lys 607, 4 Lys 607 0.436 Gln 605, Lys 589, Lys 607 3 0.255 Gln 596, Lys 607 2 0.305 Asp 41, Asn 83, His 85, Asn 5 88, Gln 135 0.277 Ser 86, Asn 88, Gln 135 3 0.222 Asn 83, His 85, Ser 86 3
27
28
Lampiran 8 Interaksi aksin dengan standar inhibitor kanker kolorektum
Interaksi aksin dengan standar XAV939
Interaksi aksin dengan standar IWR
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 30 Januari 1990 dari pasangan Bapak Djaswar dan Ibu Zurwemmi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negri 1 Cipocok Jaya pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama melanjutkan kuliah di Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Analisis Kimia melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis lulus dari Program Diploma pada tahun 2010 dengan predikat cum laude dan melanjutkan pendidikan S1 melalui Program Alih Jenis Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010. Selama menjalani masa perkuliahan di Program Diploma, penulis melakukan praktik kerja lapangan di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor dengan judul laporan Validasi Metode Penetapan Kadar Vitamin B1 dalam Mie Instan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Penulis pun pernah menjadi asisten praktikum Kimia Farmasi tahun ajaran 2010−2012, Kimia Industri tahun ajaran 2011−2012, Mikrobiologi tahun ajaran 2011−2012, dan Statistika untuk Kimia Analitik tahun ajaran 2012−2013.