STUDI KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE (KAP) HIGIENE PANGAN PADA FOOD HANDLER DI KIOS MAKANAN DI DALAM DAN LUAR KAMPUS IPB DRAMAGA, BOGOR
RISMAN ISMAIL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) Higiene Pangan pada Food Handler di Kios Makanan di Dalam dan Luar Kampus IPB Dramaga, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013 Risman Ismail NIM B251100031
RINGKASAN RISMAN ISMAIL. Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) Higiene Pangan pada Food Handler di Kios Makanan di Dalam dan Luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan HADRI LATIF. Pangan selain memberikan manfaat bagi kesehatan juga mudah untuk terkontaminasi oleh berbagai bahan atau cemaran sehingga dapat menimbulkan penyakit (foodborne disease). Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian foodborne disease adalah food handler. Faktor penting terkait food handler yang memiliki peran utama dalam kasus foodborne disease adalah pengetahuan, sikap, dan praktik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik; hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik; dan faktor risiko yang mempengaruhi praktik higiene. Sebanyak 77 kios dari 373 kios makanan yang berasal dari dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor dipilih secara acak. Kios makanan di luar Kampus IPB berada di dalam radius 100 meter dari batas Kampus IPB. Data meliputi karakteristik dan KAP food handler yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden menggunakan kuesioner dan observasi, serta tingkat sanitasi permukaan telapak tangan food handler dan piring di kios dengan uji RODAC (total plate count dan jumlah Staphylococcus aureus). Data dianalisis secara deskriptif dan untuk melihat adanya hubungan dan faktor risiko digunakan uji Gamma dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan dan praktik food handler dengan kategori baik (55.8% dan 70.1%), sedangkan untuk sikap sebagian besar memiliki kategori cukup (51.9%). Tingkat higiene di kios makanan sebagian besar sudah baik (76.6%). Faktor risiko yang memberikan pengaruh pada tingkat higiene di kios makanan adalah umur (umur muda, OR=12.6), keikutsertaan penyuluhan (tidak pernah mengikuti penyuluhan, OR=8.3), dan sikap (sikap buruk, OR=43.7). Karakteristik yang memiliki hubungan nyata dengan pengetahuan, sikap, dan praktik adalah hubungan keikusertaan penyuluhan dengan pengetahuan (r=0.59), hubungan pengawasan dengan pengetahuan (r=0.63), hubungan pengalaman bekerja dengan sikap (r=0.35), hubungan tujuan usaha dengan sikap (r=0.51), hubungan keikutsertaan penyuluhan dengan sikap (r=0.53), serta hubungan umur dengan praktik (r=0.71). Hasil penelitian menunjukan hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap (r=0.73), pengetahuan dan praktik (r=0.79), serta sikap dan praktik (r=0.84). Lebih dari setengah kios makanan memiliki tingkat sanitasi permukaan tangan dan piring yang buruk. Praktik personal hygiene memiliki korelasi nyata dengan skor jumlah Staphylococcus aureus pada tangan food handler (r=0.15). Berdasarkan studi ini, kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor perlu mendapatkan perhatian serius mengingat kondisi higiene dan sanitasinya yang kurang memadai sehingga dapat menjadi ancaman yang potensial terhadap kesehatan konsumen. Kata kunci: food handler, higiene pangan, pengetahuan, praktik, sikap
SUMMARY RISMAN ISMAIL. Study of Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) of Food Handlers on Food Hygiene in Food Kiosks Inside and Outside of IPB Campus Dramaga, Bogor. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and HADRI LATIF. Food besides giving benefit for human health is also easy to be contaminated with various contaminants so that can cause disease (foodborne disease). One of many factors influencing incidence of foodborne disease is food handler. Important factors on food handlers which have impacts on food hygiene are knowledge, attitude, and practice. The purpose of this study was to determine the level of knowledge, attitudes, and practices; correlation between knowledge, attitudes, and practices; and risk factors of food hygiene practices. Total of 77 kiosks from 373 food kiosks inside and outside of IPB campus in Dramaga, Bogor was sampled randomly. The data include characteristics and KAP food handler which is obtained from interviews with respondents using questionnaires and observations, and level surface sanitizing food handlers hands and dishes in kiosks with RODAC test (total plate count and the number of Staphylococcus aureus). This study showed that most of the food handlers were categorized as good in knowledge (55.8%) and practices (70.1%), while most of food handlers’ attitude were categorized as moderate (51.9%). The level of hygiene in food kiosks was mostly good (76.6%). Risk factors which influenced on hygiene level in food kiosks were age (young age, OR = 12.6), the participation in extension (never exposed to extension, OR = 8.3), and attitude (bad attitude, OR = 43.7). Characteristic variables that had significant correlation with knowledge, attitude, and practice were the correlation between extension and knowledge (r = 0.59), monitoring and knowledge (r = 0.63), work experience and attitude (r = 0.35), purpose of business and attitude (r = 0.51), extension and attitude (r = 0.53), and age and practice (r = 0.71). This study showed significant correlation (p<0.05) between knowledge and attitude (r=0.73), knowledge and practice (r=0.79), and attitude and practice (r=0.84). More than half of food kiosks showed bad sanitation level of hands and plates. Practice of personal hygiene showed significant correlation with score the number of Staphylococcus aureus in food handler hand (r=0.15). The results of this study should be considered as potential threat to consumer health inside and outside of IPB campus in Dramaga, Bogor. Keywords: attitude, food handler, food hygiene, knowledge, practice
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STUDI KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE (KAP) HIGIENE PANGAN PADA FOOD HANDLER DI KIOS MAKANAN DI DALAM DAN LUAR KAMPUS IPB DRAMAGA, BOGOR
RISMAN ISMAIL
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr drh Trioso Purnawarman, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga studi dan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan baik dalam segi materi, tata bahasa maupun dalam memberikan deskripsi. Selama pengerjaan tesis ini, penulis mendapatkan banyak saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak dalam penyempurnaan tulisan. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (PS KMV SPs IPB) atas segala waktu selama pembimbingan, saran, dan arahannya dalam penyelesaian tesis; Dr med vet drh Hadri Latif, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar dan meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengarahkan penulisan tesis; dan seluruh staf pengajar beserta tenaga kependidikan PS KMV SPs IPB. Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan PS KMV Reguler tahun 2010/2011 (KMV SRIWERS) dan rekanrekan mahasiswa pascasarjana lainnya yang telah memberikan warna dan keceriaan saat proses pendidikan. Terima kasih juga kepada Pak Hendra dan Pak Rahmat yang sudah banyak membantu selama penelitian di laboratorium serta kepada rekan-rekan penelitian S1 FKH (Didi, Dayat, dan Ilmi) yang dengan setia membantu proses penelitian dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta di Ciamis atas kasih sayang, perhatian, dan dukungannya kepada penulis. Atas segala kebaikan yang telah penulis terima, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2013 Risman Ismail
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
1 PENDAHULUAN
1
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.2 Sikap 2.3 Praktik 2.4 Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) 2.5 Higiene Pangan 2.6 Foodborne Disease
3 4 6 6 7 8
3 MATERI DAN METODE 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3 Ukuran Sampel, Responden, dan Penarikan Sampel 3.4 Metodologi Penelitian 3.4.1 Pengukuran Pengetahuan 3.4.2 Pengukuran Sikap 3.4.3 Pengukuran Praktik 3.4.4 Pengukuran Tingkat Higiene di Kios Makanan 3.4.5 Jumlah Mikroorganisme dengan Metode RODAC 3.4.6 Validitas Instrumen 3.5 Analisis Data 3.6 Definisi Operasional 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik 4.1.1 Karakteristik Food Handler 4.1.2 Karakteristik Kios Makanan 4.2 Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 4.2.1 Pengetahuan 4.2.2 Sikap 4.2.3 Praktik 4.3 Tingkat Higiene di Kios Makanan 4.3.1 Gambaran Umum 4.3.2 Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Tingkat Higiene di Kios Makanan 4.4 Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 4.5 Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 4.6 Tingkat Sanitasi Telapak Tangan dan Piring di Kios Makanan 4.7 Hubungan Praktik dan Skor Jumlah Mikroorganisme
9 10 10 10 11 11 12 13 13 14 14 14 17 17 19 21 21 22 25 28 28 29 30 31 32 34
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.2 Saran
37 37
DAFTAR PUSTAKA
39
RIWAYAT HIDUP
45
DAFTAR TABEL 1 Pembagian jumlah sampel kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 2 Kategori dan skor jumlah total mikroorganisme dan jumlah Staphylococcus aureus 3 Karakteristik utama food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 4 Sebaran tingkat pendidikan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 5 Sebaran usaha pokok food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 6 Sebaran lembaga yang memberikan penyuluhan kepada food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 7 Karakteristik tambahan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 8 Karakteristik kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 9 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat pengetahuan 10 Sebaran jawaban benar pengetahuan yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 11 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat sikap 12 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 13 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor 14 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 15 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat praktik 16 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 17 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor 18 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 19 Tingkat higiene di kios makanan di dalam dan luar kampus IPB Dramaga, Bogor 20 Nilai OR yang mempengaruhi tingkat higiene di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 21 Hubungan karakteristik dengan pengetahuan, sikap, dan praktik food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor
10 13 18 18 18
18 19 20 21 21 22 22 23 24 26 26 27 27 28 29
30
22 Hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 23 Jumlah total mikroorganisme pada telapak tangan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 24 Jumlah Staphylococcus aureus pada telapak tangan food handler di kios makanan dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 25 Jumlah total mikroorganisme pada piring di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 26 Jumlah Staphylococcus aureus pada piring di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 27 Hubungan praktik dengan skor jumlah mikroorganisme di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor
32 32 33 34 34 35
DAFTAR GAMBAR 1 Skema kerangka pemikiran
9
1 PENDAHULUAN Pangan memberikan manfaat sangat penting bagi kesehatan manusia, namun pangan juga mudah terkontaminasi oleh cemaran yang berbahaya yang meliputi bahaya biologis (misalnya bakteri, cendawan, virus, dan cacing), bahaya kimiawi (misalnya toksin bakteri dan cendawan dan logam berat), dan bahaya fisik (misalnya rambut, serpihan kaca, dan batu). Lebih dari 90% penyakit yang ditularkan makanan (foodborne disease) pada manusia disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi (WHO 2011). Gangguan kesehatan masyarakat akibat foodborne disease mencerminkan bahwa masih banyak terjadi kelalaian-kelalaian, salah satunya dari food handler (penjamah makanan) akibat ketidakpedulian serta ketidakjelian terhadap masalah pangan yang ada (Nasution 2000). Faktor penting terkait food handler yang memiliki peran utama dalam kasus foodborne disease adalah pengetahuan, sikap, dan praktik (knowledge, attitude, and practice/KAP). Menurut WHO (2008) studi KAP merupakan kajian yang mewakili populasi spesifik untuk mendapatkan informasi hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik nyata yang biasa dilakukan oleh populasi tersebut. Penelitian ini akan mengkaji KAP food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga, Bogor serta hubungannya dengan tingkat sanitasi dan higienenya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi: 1. Tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik higiene pangan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. 2. Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik higiene pangan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. 3. Faktor risiko yang mempengaruhi praktik higiene di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. Manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1. Memberikan informasi mengenai kondisi penerapan prinsip higiene pangan di kios makanan dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. 2. Memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik terkait higiene pangan di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor. 3. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor risiko yang mempengaruhi penerapan praktik higiene di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Menurut Walgito (2002), pengetahuan (knowledge) adalah mengenal suatu obyek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang obyek itu. Seseorang jika mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, itu berarti orang tersebut telah mengetahui tentang obyek tersebut. Koentjaraningrat (1990) menyebutkan bahwa pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Hal ini berarti pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki oleh seseorang. Lakhan dan Sharma (2010), menambahkan bahwa pengetahuan adalah kemampuan untuk memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan informasi, gabungan pemahaman, ketajaman dan keterampilan. Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum, metode atau proses, pola, susunan, dan keadaan (Kibler et al. 1981). Hal tersebut selaras dengan pernyataan Winkel (1987) bahwa pengetahuan merupakan ingatan tentang hal-hal yang pernah dipelajari baik itu berbentuk fakta, kaidah, prinsip, ataupun metode. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan ini digali pada saat diperlukan melalui bentuk mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition). Supriyadi (1993) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungan. Pengetahuan seorang individu dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan, keperluan, pengalaman, dan tingkat mobilitas materi informasi dalam lingkungannya. Pengetahuan didapatkan individu baik melalui proses belajar, pengalaman, atau media elektronika yang kemudian disimpan dalam memori individu. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman langsung maupun yang berasal dari pengalaman orang lain memungkinkan seseorang untuk memahami suatu masalah yang dihadapinya (Idris 1982). Pengetahuan seseorang dapat berkembang sesuai dengan kemampuan, keperluan, pengalaman, dan tingkat mobilitas materi informasi di dalam lingkungannya. Sumber pengetahuan seseorang dapat berasal dari berbagai macam proses belajar baik yang bersifat formal maupun yang non-formal (Supriyadi 1993). Menurut Azemi (2010), tanpa adanya pengetahuan seseorang tidak akan mempunyai dasar pegangan untuk mengambil sebuah keputusan dan menentukan suatu tindakan terhadap masalah yang dihadapinya. Secara garis besar pengetahuan dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu: a. Tahu (know) Hanya sebagai memanggil memori yang telah dipelajari sebelumnya, yang termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
4
b. Memahami (comprehension) Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut dengan benar. Seseorang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang sudah dipelajari. c. Aplikasi (application) Kemampuan seseorang untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. d. Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan, membedakan, dan mengelompokan. e. Sintesis (synthesis). Suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan beberapa bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain ada kemampuan untuk membina suatu formulasi yang baru sebagai hasil dari gabungan beberapa formulasi yang telah ada. Pengetahuan akan dibatasi pada pengetahuan mengenai fakta atau informasi yang diketahui dan berhubungan dengan aspek dalam pengelolaan higiene pangan. Ehiri dan Morris (1996) dalam penelitiannya mengenai edukasi dan pelatihan praktik higiene pada orang yang menangani makanan mendapatkan hasil bahwa, perilaku atau praktik individu bergantung pada pengetahuannya.
2.2 Sikap Pengertian sikap menurut Rakhmat (2001) adalah sebagai berikut: 1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai tertentu. 2. Sikap mempunyai daya dorong dan motivasi. 3. Sikap relatif lebih menetap. 4. Sikap mengandung aspek evaluatif. 5. Sikap dapat timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tapi merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperkuat atau diubah. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa manusia tidak dilahirkan dengan pandangan ataupun perasaan tertentu, tapi sikap tersebut dibentuk sepanjang perkembangaannya. Sikap tersebut menyebabkan manusia akan bertindak secara khas terhadap obyek tertentu, oleh karena itu: 1. Sikap tidak dibawa sejak manusia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan manusia tersebut dalam hubungan dengan obyeknya. 2. Sikap dapat mengalami perubahan, oleh karena itu sikap dapat dipelajari. 3. Obyek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tapi juga dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. 4. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.
5
5. Sikap tidak berdiri sendiri tapi mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. Beberapa ahli psikologi lainnya menyatakan bahwa pengertian sikap harus dipertimbangkan dari segi komponen penyusunnya. Komponen penyusun ini meliputi komponen kognisi, afeksi, dan perilaku. Komponen kognisi berkenaan dengan sistem keyakinan individu mengenai obyek sikap. Komponen afeksi mencakup arah dan intensitas dari penilaian individu atau perasaan yang dialami terhadap obyek sikap. Komponen perilaku merupakan kecenderungan untuk bertindak menurut cara tertentu terhadap objek sikap (Feldman 1985). Mar’at (1981) menyebutkan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut, selanjutnya memberikan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, setuju atau tidak setuju kemudian sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap. Menurut Azwar (2003) sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pengalaman yang dimaksud adalah tentang obyek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Proses belajar dalam pengalaman adalah sebagai peningkatan pengetahuan individu terhadap obyek sikap. Proses belajar tersebut didapat melalui interaksi dengan pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, serta pengaruh faktor emosional. Azwar (2003) mengemukakan berbagai metode dan teknik telah dikembangkan oleh para ahli untuk mengungkap sikap manusia dan memberikan interpretasi yang valid. Pengungkapan sikap manusia dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: (1) observasi perilaku, (2) penanyaan langsung, dan (3) pengungkapan langsung. Observasi perilaku dilakukan dengan cara memperhatikan perilaku seseorang, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap dari seseorang. Perilaku seseorang hanya akan konsisten dengan sikap bila dalam kondisi dan situasi yang memungkinkan. Penanyaan langsung dilakukan dengan cara menanyakan secara langsung kepada responden untuk mengetahui sikap seseorang terhadap suatu hal. Asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan seseorang akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Metode ketiga dilakukan dengan cara mengungkapkan langsung yang dapat dilakukan secara tertulis dengan cara meminta responden menjawab secara langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda “sangat setuju”, “setuju”, “tidak tahu”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”. Penyajian dan pemberian respon yang dilakukan secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih jujur. Penelitian Wilcock et al. (2004) mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku konsumen pangan menyatakan bahwa sikap konsumen dapat dipengaruhi dan memprediksi suatu perilaku. Penelitian ini juga menyoroti berbagai macam sikap konsumen terhadap keamanan pangan. Perbedaan diantara konsumen tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor demografi, status sosial, dan ekonominya.
6
2.3 Praktik Praktik (practice) adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Lebih jauh dikatakan bahwa praktik itu terjadi karena adanya penyebab (stimulus), motivasi, dan tujuan dari tindakan itu (Arif 1995). Praktik dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal). Proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang (Sarwono 2002). Praktik (B) adalah fungsi (f) karakteristik individu (P) dan lingkungan (E), sehingga jika dirumuskan menjadi seperti berikut: B = f (P,E) (Azwar 2003). Pola praktik seseorang bisa saja berbeda antara satu dengan yang lainnya, tapi untuk proses terjadinya adalah mendasar bagi semua individu, yakni dapat terjadi karena disebabkan, digerakkan, dan ditunjukkan pada sasaran (Kast dan Rosenzweig 1995). Azemi (2010) mengemukakan bahwa suatu sikap belum tentu terwujud secara otomatis dalam suatu praktik, untuk mewujudkannya menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Praktik terdiri atas beberapa tingkatan, yaitu: a. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan praktik yang akan diambil. b. Respon terpimpin (guided respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. c. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi kebiasaannya. d. Adaptasi (adaptation) Suatu praktik yang sudah berkembang baik yang mana artinya praktik itu sudah dimodifikasinya oleh sendiri tanpa mengurangi kebenaran dari praktik tersebut.
2.4 Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) Studi knowledge, attitude, and practice (KAP) merupakan suatu studi representatif dari suatu populasi yang bersifat spesifik yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang diketahui, dipercayai, dan dilakukan terkait dengan suatu topik tertentu. Data yang diperoleh dari studi KAP adalah dengan menggunakan kuisioner yang disusun secara terstruktur. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif tergantung dari desain dan tujuan studi tersebut. Data dari hasil studi akan sangat bermanfaat untuk membantu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi dari suatu kegiatan serta mencari pemecahannya untuk memperbaiki kualitas dan aksesibilitas pelayanan/program (WHO 2008). Studi KAP terfokus pada evaluasi perubahan terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku sebagai respon dari suatu hubungan tertentu, demonstrasi, ataupun
7
edukasi. Studi KAP sudah digunakan di berbagai belahan dunia selama 40 tahun terakhir pada aspek kesehatan masyarakat, sanitasi, perencanaan keluarga, dan program-program lainnya (Kaliyaperumal 2004). Studi KAP mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik pada suatu komunitas yang berfungsi juga untuk mengetahui tingkat pendidikan komunitas tersebut. Studi KAP juga merupakan sebuah studi yang representatif pada populasi yang spesifik untuk mengumpulkan apa yang diketahui, diyakini, dan dilakukan pada komunitas tersebut. Studi ini juga menjelaskan pengetahuan dan sikap responden mengenai topik tertentu dan bagaimana komunitas tersebut mempraktikannya (WHO 2008). Studi KAP didasari pada anggapan adanya hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik yang akan berpengaruh satu sama lain. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang menentukan sikap dan praktiknya. Sikap juga dapat mempengaruhi praktik dan keterbukaannya untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Blalock 2008). Pengetahuan, sikap, dan praktik yang dimiliki oleh food handler merupakan faktor utama dalam kejadian keracunan yang disebabkan oleh makanan, sehingga dengan melihat tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik yang dimiliki oleh food handler dalam mempersiapkan, mendistribusikan, dan menjual produk makanannya dapat memudahkan untuk mengontrol tingkat keamanan pangannya (Pirsaheb et al. 2010).
2.5 Higiene Pangan Definisi higiene pangan menurut Codex Alimentarius Commission (CAC) (2011) adalah semua kondisi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan. Manusia merupakan sumber potensial mikroorganisme patogen seperti Staphylococcus aureus, Salmonella sp., dan Clostridium perfringens. Food handler merupakan sumber utama pembawa penyakit yang dapat menyebabkan foodborne disease. Beberapa sumber cemaran yang penting diantaranya: hidung, mulut, telinga, rambut, luka terbuka, tangan, dan perhiasan yang dipakai (Longree 1972). Kesalahan penanganan oleh food handler sering mengakibatkan kejadian foodborne disease. Sebagian besar penyakit yang ditimbulkan adalah diare dan yang lebih parahnya dapat menyebabkan hepatitis. Kebiasan pribadi (personal habit) dalam mengolah makanan merupakan sumber penting dalam kontaminasi makanan. Sumber kontaminasi pada makanan dari tangan food handler bersifat sangat potensial selama jam kerja. Kebiasaan tangan (hand habits) dari food handler mempunyai andil yang sangat besar dalam peluang melakukan perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Kebiasaan tangan ini dikaitkan dengan pergerakan-pergerakan yang dilakukan tangan yang tidak disadari maupun disadari, seperti menggaruk kulit, menggosok hidung, menyentuh rambut, atau menyentuh pakaian (Jenie 1988). Selain itu, pengetahuan dan keterampilan mengenai pengolahan pangan yang baik harus dimiliki food handler, sehingga program pelatihan diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan food handler (Ansari et al. 2010).
8
2.6 Foodborne Disease Foodborne disease adalah penyakit yang ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang sudah tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam jenis mikroorganisme yang bersifat patogen atau zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia yang sudah mengontaminasi makanan. Makanan yang berasal dari hewan ataupun tumbuhan sangat berpotensi sebagai media pembawa mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada manusia (WHO 2011). Foodborne diseases merupakan permasalahan kesehatan yang sering dijumpai di masyarakat dan menjadi penyebab signifikan menurunnya produktivitas ekonomi. Foodborne disease juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang meluas dan terus meningkat jumlah kasusnya baik di negaranegara maju maupun negara-negara berkembang (Sharif dan Al-Malki 2010). Salah satu perhatian dari aspek keamanan pangan dan kesehatan masyarakat terhadap pangan yang berasal dari hewan adalah penyakit hewan yang dapat ditularkan melalui produk-produk asal hewan ke manusia atau dikenal sebagai foodborne zoonosis. Foodborne zoonosis didefinisikan sebagai infeksi pada manusia yang ditularkan melalui pangan yang berasal dari hewan yang sudah terinfeksi sebelumnya. Beberapa contoh penyakit ini sudah dikenal lama, seperti antraks yang ditularkan melalui daging sapi, kambing, domba, atau kerbau; sistiserkosis atau taeniasis yang ditularkan melalui daging babi; atau toksoplasma yang ditularkan melalui daging kambing atau domba (Lukman 2009). Insidensi global dari foodborne disease sulit untuk diestimasi, tetapi pernah dilaporkan pada tahun 2005 sekitar 1.8 juta orang meninggal akibat terserang diare. Foodborne disease sepertinya akan terus meningkat secara global pada beberapa tahun terakhir, hal ini berkaitan dengan perubahan drastis pada produksi hewan, industrialisasi produksi hewan, produksi missal dalam pengolahan dan produksi pangan, globalisasi perdagangan pangan, dan peningkatan jumlah wisatawan dari seluruh dunia. Faktor-faktor tersebut telah meningkatkan pentingnya foodborne disease (Sharif dan Al-Malki 2010). Lebih dari 250 macam foodborne disease telah dideskripsikan. Sebagian besar merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, virus, dan parasit yang terdapat pada makanan. Penyakit lainnya adalah keracunan yang disebabkan oleh racun berbahaya atau zat kimia yang sudah mencemari makanan, contohnya kapang. Dua dasawarsa terakhir ini atau terhitung dari tahun 1990 foodborne disease muncul sebagai masalah penting dan terus berkembang dan kesehatan masyarakat dan ekonomi di beberapa negara (Signorini dan FloresLuna 2010).
3 BAH HAN DAN N METOD DE 3.1 Kerangka K Pemikiran Keggiatan usahaa berdagangg makanan memberikaan dampak positif terh hadap pembanguunan untuk daerah terssebut, berup pa peningkkatan pendaapatan, perlu uasan kesempataan kerja, daan peningkkatan keterssediaan panngan. Tanppa dilakukaannya pengelolaaan pangan secara higienis justru u dapat mennimbulkan dampak neegatif terhadap kesehatan konsumenn. Dampak negatiff yang dittimbulkan akan bergantunng pada bebberapa fakttor terutam ma faktor suumber dayaa manusia (food handler) di d kios makaanan itu senndiri. Salaah satu faktoor penting dari d faktor sumber s daya manusia yyang perlu dikaji d dalam kaiitannya denngan upayaa menguran ngi dampakk negatif addalah bagaiimana sikap merreka terhaddap pengeloolaan pangaan secara higienis. h K Kajian men ngenai sikap foodd handler teerhadap penngelolaan higiene h panngan ini harrus dilihat dalam d konteks huubungannyaa dengan tinngkat pengetahuan yanng dimiliki.. Selain itu u juga perlu dilihhat bagaimaana praktikk nyata yan ng sudah diilakukan oleh food ha andler terkait penngelolaan hiigiene panggan. Peneelitian ini menggunaka m an beberapa peubah yanng terdiri daari: karakterristik, pengetahuuan, dan sikaap. Ketiga peubah ini kemudian dihubungka d an dengan tin ngkat higiene di kios makannan tersebutt. Karakterristik yang dihubungka d an dengan tin ngkat higiene dii kios makaanan adalahh umur, tin ngkat pendiddikan, penggalaman bek kerja, tujuan usaaha, keikutssertaan pelaatihan atau penyuluhann, dan penggawasan. Secara S skematis kerangka pemikiran dari kegiaatan penelittian yang akan dilak kukan p Gambar 1. disajikan pada
Gambar 1 Skema kerrangka pemikiran
10
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam dan luar (dengan radius jarak 100 meter dari batas kampus) Kampus IPB Dramaga, Bogor dari bulan Maret sampai Juni 2012. Pengujian laboratorium dilaksanakan di Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.3 Ukuran Sampel, Responden, dan Penarikan Sampel Unit sampel dalam penelitian ini adalah kios makanan. Responden yang dipilih adalah orang yang menangani makanan di kios (food handler). Ukuran sampel ditentukan dengan menggunakan software Win Episcope 2.0 dengan asumsi tingkat kepercayaan 95%, prevalensi dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%. Prevalensi dugaan 50% ditentukan karena belum ada laporan atau penelitian sebelumnya dan untuk mendapatkan ukuran sampel yang maksimum. Sampel kios ditentukan secara acak dengan cara memberikan nomor pada semua kios makanan dan ditentukan secara acak menggunakan program Microsoft Excel 2007. Ukuran sampel dari setiap kawasan dihitung menurut alokasi proporsional (proportional allocation) dari total populasi, dengan demikian didapatkan jumlah sampel untuk setiap kawasan, yaitu 35 kios makanan untuk di dalam kampus dan 42 kios makanan untuk di luar kampus, selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pembagian jumlah sampel kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Wilayah
Total kios
% kios
Sampel kios
Pembulatan sampel kios
Dalam kampus
169
45.3
34.9
35
Luar kampus
204
54.7
42.1
42
Total
373
100
77
77
3.4 Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan kajian lapang cross-sectional study. Data meliputi karakteristik dan KAP (knowledge, attitude, and practice) food handler yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden menggunakan kuesioner dan observasi. Wawancara dilakukan pada food handler yang terpilih secara acak di lokasi studi. Bentuk kuesioner untuk food handler sendiri terdiri dari empat bagian pokok. Bagian pertama kuesioner akan melihat karakteristik dari food handler. Bagian kedua kuesioner akan digunakan untuk mengukur pengetahuan food handler. Bagian ketiga kuesioner akan mengukur sikap food handler mengenai higiene pangan. Bagian keempat kuesioner akan digunakan untuk mengukur praktik yang telah dilakukan food handler terkait higiene pangan. Terakhir bagian kelima merupakan lembar observasi untuk pengamatan secara langsung terhadap kios makanan di tempat food handler tersebut bekerja.
11
Selain menggunakan kuesioner, dilakukan pula pengujian mikroorganisme dengan metode replicate organism direct agar contact (RODAC) pada telapak tangan food handler dan piring di kios makanan tersebut. Pengujian mikroorganisme yang dilakukan adalah jumlah total mikroorganisme (total plate count) dan jumlah Staphylococcus aureus. Uji RODAC dilakukan saat food handler beraktivitas secara normal di kios makanan (sampel agar RODAC diambil pada pukul 13.00-15.00 WIB). Pengambilan sampel dilakukan dengan tanpa adanya proses cuci tangan terlebih dahulu sebelum uji RODAC dilakukan, sedangkan untuk sampel piring diambil pada piring yang sudah dicuci sebelumnya. 3.4.1 Pengukuran Pengetahuan Tingkat pengetahuan food handler memiliki 2 skala pengukuran yang bersifat interval dan ordinal. Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan menggunakan 15 pertanyaan tentang higiene pangan yang terdiri dari pertanyaan betul dan salah. Responden diharapkan dapat memberikan pilihan jawaban dalam bentuk “Benar”, “Salah”, atau “Tidak tahu” (Hart et al. 2007). Jawaban yang benar diberi nilai 1, jawaban yang salah, dan jawaban “tidak tahu” diberi nilai 0 (Palaian 2006). Pertanyaan dibedakan menjadi pertanyaan positif dan negatif yang berfungsi untuk mengurangi bias dari jawaban responden, dalam studi ini terdapat 6 pertanyaan positif dan 9 pertanyaan negatif. Pertanyaan positif jawaban benar apabila responden memilih pilihan jawaban “Benar”, sementara pertanyaan negatif benar apabila responden memilih pilihan jawaban “Salah”. Jumlah skor untuk setiap responden dihitung berdasarkan jawaban yang benar. Jumlah skor maksimum yang diperoleh dari seluruh jawaban adalah 1 × 15 = 15 dan skor minimum adalah 0 × 15 = 0. Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Data yang bersifat ordinal kemudian akan dikategorikan. Indeks dari tingkat pengetahuan food handler mengenai pengolahan higiene pangan menurut Khomsan (2003) yang didasarkan pada jawaban yang benar adalah: • pengetahuan baik, jika nilai >80%. • pengetahuan cukup, jika nilai 61-80%. • pengetahuan buruk, jika nilai <61%. 3.4.2 Pengukuran Sikap Tingkat sikap food handler memiliki 2 skala pengukuran yang bersifat interval dan ordinal. Sikap terhadap higiene pangan akan diukur dengan menggunakan 15 pernyataan (terdiri dari 6 pernyataan positif dan 9 pernyataan negatif) yang menggunakan Skala Likert. Pernyataan positif berlaku cara pemberian skor jawaban sebagai berikut: 1. responden yang menjawab “sangat setuju” mendapat skor 5. 2. responden yang menjawab “setuju” mendapat skor 4. 3. responden yang menjawab “tidak tahu” mendapat skor 3. 4. responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 2. 5. responden yang menjawab “sangat tidak setuju” mendapat skor 1. Pernyataan negatif berlaku skor kebalikannya, yaitu: 1. responden yang menjawab “sangat setuju” mendapat skor 1. 2. responden yang menjawab “setuju” mendapat skor 2.
12
3. responden yang menjawab “tidak tahu” mendapat skor 3. 4. responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 4. 5. responden yang menjawab “sangat tidak setuju” mendapat skor 5. Jumlah skor maksimum yang bisa didapatkan oleh responden dari seluruh jawaban pernyataan adalah 5 × 15 = 75, sedangkan jumlah skor minimum adalah 1 × 15 = 15. Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk kemudian dianalasis lebih lanjut. Data yang bersifat ordinal kemudian akan dikategorikan. Indeks dari tingkat sikap food handler mengenai pengolahan higiene pangan menurut Khomsan (2003) yang didasarkan jawaban yang benar adalah: • sikap baik, jika nilai >80%. • sikap cukup, jika nilai 61-80%. • sikap buruk, jika nilai <61%. Pola jawaban yang memiliki nilai rentang 5 (dari “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”) dapat memperbesar jarak antar skor dari instrumen atau alat ukur yang digunakan, sehingga dapat memperbesar ketepatan alat ukur dengan mengurangi kemungkinan skor yang terikat (memperoleh skor yang sama). 3.4.3 Pengukuran Praktik Tingkat praktik food handler memiliki 2 skala pengukuran yang bersifat interval dan ordinal. Pengukuran praktik pedagang terhadap higiene pangan akan diukur dengan menggunakan 15 pertanyaan (terdiri dari 12 pertanyaan positif dan 3 pertanyaan negatif) yang menggunakan Skala Likert. Pertanyaan positif berlaku cara pemberian skor jawaban sebagai berikut: 1. responden yang menjawab “tidak pernah” mendapat skor 1. 2. responden yang menjawab “jarang” mendapat skor 2. 3. responden yang menjawab “kadang-kadang” mendapat skor 3. 4. responden yang menjawab “sering” mendapat skor 4. 5. responden yang menjawab “selalu” mendapat skor 5. Pertanyaan negatif berlaku skor kebalikannya, yaitu: 1. responden yang menjawab “tidak pernah” mendapat skor 5. 2. responden yang menjawab “jarang” mendapat skor 4. 3. responden yang menjawab “kadang-kadang” mendapat skor 3. 4. responden yang menjawab “sering” mendapat skor 2. 5. responden yang menjawab “selalu” mendapat skor 1. Jumlah skor maksimum yang bisa didapatkan oleh responden dari seluruh jawaban pertanyaan adalah 5 × 15 = 75, sedangkan jumlah skor minimum adalah 1 × 15 = 15. Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Data yang bersifat ordinal kemudian akan dikategorikan. Indeks dari tingkat sikap food handler mengenai pengolahan higiene pangan menurut Khomsan (2003) yang didasarkan jawaban yang benar adalah: • praktik baik, jika nilai >80%. • praktik cukup, jika nilai 61-80%. • praktik buruk, jika nilai <61%. Pola jawaban yang memiliki nilai rentang 5 (dari “tidak pernah” sampai “selalu”) dapat memperbesar jarak antar skor dari instrumen atau alat ukur yang digunakan, sehingga dapat memperbesar ketepatan alat ukur dengan mengurangi kemungkinan skor yang terikat (memperoleh skor yang sama).
13
3.4.4 Pengukuran Tingkat Higiene di Kios Makanan Pengukuran tingkat higiene di kios makanan diukur dengan menggunakan penilaian dari praktik food handler dan juga observasi dengan menggunakan daftar checklist. Terdapat 2 bagian penilaian, yaitu: 15 penilaian praktik dari kuesioner yang menggunakan Skala Likert (tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, dan selalu) dan 10 penilaian kuisioner dan observasi, sehingga total ada 25 penilaian. Hasil penilaian total untuk tingkat higiene di kios makanan adalah penjumlahan nilai dari penilaian praktik higiene dari kuesioner (75 poin) dan penilaian hasil observasi (17 poin), dengan demikian nilai maksimum yang bisa didapatkan adalah 92 dan nilai minimum yang bisa didapatkan adalah 18. Indeks dari tingkat higiene di kios makanan menurut Susana dan Hartono (2003) adalah sebagai berikut: • higiene baik jika nilai >70%. • higiene buruk ≤70%. 3.4.5 Jumlah Mikroorganisme dengan Metode RODAC Jumlah total mikroorganisme (total plate count) dan jumlah Staphylococcus aureus pada permukaan telapak tangan food handler dan piring diuji dengan metode replicate organism direct agar contact (RODAC) berdasarkan Lukman dan Soejoedono (2009). Bahan dan alat yang dipergunakan adalah cawan petri (diameter 6 cm), plate count agar (PCA) (Scharlau 01-161) untuk pengujian total plate count, Vogel-Johnson agar (VJA) (Oxoid CM0641) untuk pengujian jumlah Staphylococcus aureus, dan inkubator. Cara pengujiannya, yaitu: (1) tutup cawan petri dibuka, kemudian cawan petri yang berisi agar segera ditempelkan dan ditekan secara hati-hati pada permukaan yang akan diperiksa selama sekitar 5 detik; (2) cawan petri ditutup kembali dan diberi keterangan (label), kemudian cawan petri ditransportasikan secara aseptik; dan (3) cawan petri diinkubasikan pada suhu 35-37 oC selama 24 jam, kemudian koloni yang tumbuh dihitung. Kategori dan skor jumlah total mikroorganisme dan jumlah Staphylococcus aureus disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori dan skor jumlah Staphylococcus aureusb Kategori
total
mikroorganismea
dan
n cfu
Skor
0-5 6-15 16-30 31-50 >50
5 4 3 2 1
0 1-3 4-6 7-10 >10
5 4 3 2 1
Jumlah total mikroorganisme Sangat Baik Baik Batas diterima Buruk Tidak dapat diterima
Jumlah Staphylococcus aureus Tidak ada Sedikit Agak banyak Banyak Banyak sekali a
Sumber: PU (2010) Sumber: Damayanthi et al. (2008)
b
jumlah
14
3.4.6 Validitas Instrumen Validitas instrumen atau keabsahan intrumen akan dipenuhi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam peneltian yaitu dengan cara peneliti akan menyesuaikan isi pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner dengan landasan teoritis yang ada serta hasil-hasil penelitian yang bersifat mendukung dan keadaan di lokasi sasaran penelitian. Kuesioner dalam penelitian terlebih dahulu diuji dengan pre-test kuesioner sebelum dipergunakan untuk menentukan estimasi waktu dari wawancara dan melihat tingkat kesulitan pertanyaan dalam kuesioner.
3.5 Analisis Data Data karakteristik food handler dan kios serta tingkat sanitasi tangan dan piring dianalisis secara deskriptif, sedangkan data KAP dianalisis secara deskriptif dan dianalisis lebih lanjut menggunakan uji Gamma dan analisis regresi logistik. Uji Gamma dipergunakan untuk melihat adanya korelasi antara peubah-peubah dalam penelitian dan untuk mengetahui asosiasi antara peubah-peubah yang bersifat ordinal (Agresti dan Finlay 2009). Analisis regresi logistik digunakan untuk mendapatkan nilai odds ratio dari masing-masing peubah yang diuji dan menentukan faktor risiko terkait tingkat higiene di kios makanan (Kleinbaum dan Klein 2002). Sebelum dilakukan analisis regresi logistik berganda, dilakukan uji chi-square terlebih dahulu dari setiap peubah karakteristiknya dengan tujuan untuk mengetahui kandidat yang akan masuk dalam analisis multivariat. Hasil uji chi-square yang memiliki nilai p<0.25 akan menjadi kandidat kovariat dan selanjutnya setiap kandidat kovariat tersebut akan dilakukan uji multikolinearitas untuk masuk ke dalam analisis regresi logistik berganda (Hosmer dan Lemeshow 1989). Analisis data tersebut menggunakan program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007 (Giuseppe et al. 2008).
3.6 Definisi Operasional Definisi operasional dari istilah variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini dirumuskan untuk memberikan pengertian yang jelas dan tidak memberikan keraguan. Beberapa istilah peubah tersebut adalah: 1. Kios makanan: kios makanan yang berada di daerah dalam kampus dan luar kampus dengan jarak radius 100 meter dari pagar batas kampus, memiliki bangunan semi permanen atau permanen untuk menjalankan usahanya, usahanya bersifat sudah menetap atau tidak berpindah-pindah, dan memiliki fasilitas untuk makan di kios makanan tersebut. 2. Food handler atau penjamah makanan: semua orang atau siapa saja di kios makanan tersebut yang ikut terlibat dalam penanganan makanan mulai dari proses persiapan, pengolahan, sampai penyajian makanan ke konsumen. 3. Karakteristik: ciri-ciri individu responden yang relatif tidak berubah dalam jangka waktu yang singkat, seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman bekerja, dan tingkat pendapatan.
15
4. Pengelolaan higiene pangan: upaya-upaya yang dilakukan dalam mengelola aspek higiene pangan sehingga pangan layak dan aman untuk dikonsumsi oleh manusia. 5. Pengetahuan higiene pangan: tingkat penguasaan mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan aspek higiene pangan dan tujuan serta manfaatnya yang diukur melalui penilaian (scoring) kuisioner. 6. Sikap higiene pangan: keyakinan, perasaan, atau penilaian yang bisa bersifat postif, netral, atau negatif terhadap kepentingan higiene pangan (obyek sikap) yang diukur melalui penilaian (scoring) kuisioner. 7. Praktik higiene pangan: kegiatan atau praktik nyata yang sudah dilakukan food handler dalam hal higiene pangan yang diukur melalui penilaian (scoring) kuisioner. 8. Tingkat higiene: klasifikasi tingkatan higiene yang dinilai berdasarkan perhitungan angka yang dikategorikan menjadi tingkat higiene baik dan tingkat higiene buruk yang diukur melalui penilaian (scoring) kuisioner dan observasi. 9. Umur: usia responden (food handler) pada saat penelitian dilakukan yang dihitung dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat dan diukur dalam satuan tahun. 10. Pengalaman bekerja: rentang waktu pada saat responden memulai kegiatan menjadi food handler sampai saat dilakukan wawancara. 11. Pelatihan/penyuluhan: kegiatan yang pernah diikuti atau diperoleh oleh responden terkait dengan pekerjaanya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya terkait praktik higiene pangan. 12. Tingkat pendidikan: pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh food handler. 13. Tujuan usaha: penggolongan tujuan usaha membuka kios makanan sebagai mata pencaharian pokok atau sampingan.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik 4.1.1 Karakteristik Food Handler Umumnya responden berumur sampai 41 tahun (77.9%) dengan rentang umur antara 21-60 tahun dan memiliki pengalaman berdagang sampai 10 tahun (76.6%). Berdasarkan data tersebut, semua responden berada pada usia produktif (15-64 tahun) dan umumnya memiliki pengalaman yang cukup (BPS 2010). Umumnya responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah (64.9%) dan menjadikan pekerjaan di kios makanan sebagai pekerjaan utamanya (72.7%). Sebagian besar responden tidak pernah mengikuti penyuluhan (58.4%) dan umumnya responden tidak mendapatkan pengawasan dari pihak kampus maupun pemerintah (70.1%). Umumnya responden di dalam kampus berusia relatif lebih muda dibandingkan dengan responden di luar kampus. Tingkat pendidikan responden di luar kampus secara umum lebih baik dibandingkan dengan responden di dalam kampus. Berdasarkan pengalaman bekerja, umumnya responden di luar kampus memiliki pengalaman bekerja lebih lama dibandingkan dengan responden di dalam kampus. Sebagian besar responden di dalam kampus pernah mengikuti penyuluhan sedangkan responden di luar kampus umumnya tidak pernah mengikuti penyuluhan. Responden di dalam kampus sebagian besar mendapatkan pengawasan dari pihak kampus sedangkan hampir semua responden di luar kampus tidak mendapatkan pengawasan dari pihak pemerintah. Informasi secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Tingkat pendidikan responden di dalam kampus yang terbanyak adalah lulus SD, sedangkan responden di luar kampus tingkat pendidikan terbanyak adalah lulus SMP. Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu rendah (tidak lulus SD, lulus SD, tidak lulus SMP, lulus SMP, dan tidak lulus SMA) dan tinggi (lulus SMA, diploma, sarjana, dan pascasarjana). Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikannya disajikan pada Tabel 4. Umumnya responden di dalam dan luar kampus memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang (khusus responden yang tidak menjadikan pekerjaan di kios makanan sebagai usaha pokoknya). Pengelompokan tujuan usaha didasarkan pada tingkat ketergantungannya secara ekonomi terhadap kegiatan usahanya. Responden dengan tingkat ketergantungan lebih dari 70% pada penghasilannya sebagai pekerja di kios makanan dikelompokan dalam usaha pokok sedangkan jika tingkat ketergantungannya kurang dari 30% dikelompokan dalam usaha sampingan (Zahid 1997). Sebaran responden berdasarkan pekerjaan utamanya (khusus untuk responden yang memiliki pekerjaan utama selain bekerja di kios makanan) pada Tabel 5. Hampir semua responden di dalam dan luar kampus mendapatkan penyuluhan dari universitas. Penyuluhan merupakan suatu intervensi dengan memberikan motivasi dan melibatkan seseorang ke dalam suatu aktivitas kemudian mendorong untuk berubah menjadi lebih baik (Sari 2009). Sebaran lembaga atau instansi yang memberikan penyuluhan disajikan pada Tabel 6.
18
Tabel 3 Karakteristik utama food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
14 (40.0%) 15 (42.9%) 6 (17.1%)
11 (26.2%) 20 (47.6%) 11 (26.2%)
25 (32.5%) 35 (45.4%) 17 (22.1%)
Tingkat Pendidikan • Rendah (tidak lulus SD-tidak lulus SMA) • Tinggi (SMA-Perguruan Tinggi)
25 (71.4%) 10 (28.6%)
25 (59.5%) 17 (40.5%)
50 (64.9%) 27 (35.1%)
Pengalaman bekerja • Baru (<6 tahun) • Cukup (6-10 tahun) • Lama (>10 tahun)
17 (48.6%) 13 (37.1%) 5 (14.3%)
15 (35.7%) 14 (33.3%) 13 (31.0%)
32 (41.5%) 27 (35.1%) 18 (23.4%)
Tujuan usaha • Usaha pokok • Usaha sambilan
24 (68.6%) 11 (31.4%)
32 (76.2%) 10 (23.8%)
56 (72.7%) 21 (27.3%)
Keikutsertaan penyuluhan • Pernah • Tidak pernah
20 (57.1%) 15 (42.9%)
12 (28.6%) 30 (71.4%)
32 (41.6%) 45 (58.4%)
Pengawasan • Ada • Tidak
20 (57.1%) 15 (42.9%)
3 (7.1%) 39 (92.9%)
23 (29.9%) 54 (70.1%)
Karakteristik Umur • • •
Muda (< 31 tahun) Dewasa (31-41 tahun) Tua (>41 tahun)
Tabel 4 Sebaran tingkat pendidikan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Pendidikan formal Tidak lulus SD Lulus SD Tidak lulus SMP Lulus SMP Tidak lulus SMA Lulus SMA Diploma Sarjana
Dalam kampus (n=35) 2 (5.7%) 14 (40.0%) 0 (0.0%) 8 (22.9%) 1 (2.9%) 8 (22.9%) 1 (2.9%) 1 (2.9%)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
3 (7.1%) 8 (19.0%) 1 (2.4%) 12 (28.6%) 1 (2.4%) 11 (26.2%) 2 (4.8%) 4 (9.5%)
5 (6.5%) 22 (28.6%) 1 (1.3%) 20 (26.0%) 2 (2.6%) 19 (24.7%) 3 (3.9%) 5 (6.5%)
Tabel 5 Sebaran usaha pokok food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Pekerjaan utama Pegawai Negeri Sipil Pegawai swasta Pedagang Buruh
Dalam kampus (n=35) 1 (9.1%) 2 (18.2%) 7 (63.6%) 1 (9.1%)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
0 (0.0%) 2 (20.0%) 7 (70.0%) 1 (10.0%)
1 (4.8%) 4 (19.0%) 14 (66.7%) 2 (9.5%)
Tabel 6 Sebaran lembaga yang memberikan penyuluhan kepada food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Tempat Swasta Universitas
Dalam kampus (n=35) 0 (0.0%) 20 (100.0%)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
1 (8.3%) 11 (91.7%)
1 (3.1%) 31 (96.9%)
19
Responden terbanyak adalah jenis kelamin perempuan (50.6%). Sebagian besar responden adalah pemilik kios (66.2%). Umumnya responden (82.3%) sudah menjadi pemilik kios makanan selama 10 tahun dengan rentang lama kepemilikan antara 1-20 tahun. Umumnya kios makanan (78.5%) memiliki penghasilan minimal sebesar 1 juta rupiah per bulan dan buka sampai dengan 12 jam per harinya (76.6%). Sebagian besar responden di dalam kampus berjenis kelamin perempuan sedangkan sebagian besar responden di luar kampus berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar responden di dalam dan luar kampus memiliki status pekerjaan sebagai pemilik kios makanan. Umumnya responden di luar kampus sudah menjadi pemilik kios makanan relatif lebih lama dibandingkan dengan responden di dalam kampus. Umumnya kios makanan di luar kampus memiliki penghasilan yang relatif lebih besar daripada kios makanan di dalam kampus. Umumnya kios makanan di luar kampus memiliki jam buka yang relatif lebih lama daripada kios makanan di dalam kampus. Informasi secara lengkap disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik tambahan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
Jenis kelamin • Laki-laki • Perempuan
15 (42.9%) 20 (57.1%)
23 (54.8%) 19 (45.2%)
38 (49.4%) 39 (50.6%)
Status kepemilikan kios • Pemilik • Pekerja
24 (68.6%) 11 (31.4%)
27 (64.3%) 15 (35.7%)
51 (66.2%) 26 (33.8%)
Lama kepemilikan kios • Baru (<6 tahun) • Cukup (6-10 tahun) • Lama (>10 tahun)
11 (45.8%) 11 (45.8%) 2 (8.3%)
9 (33.3%) 11 (40.7%) 7 (25.9%)
20 (39.2%) 22 (43.1%) 9 (17.6%)
Skala usaha • Kecil (<1 juta) • Sedang (1 juta-2 juta) • Besar (>2 juta)
8 (33.3%) 12 (50.0%) 4 (16.7%)
3 (11.1%) 7 (25.9%) 17 (63.0%)
11 (21.6%) 19 (37.3%) 21 (41.2%)
Lama berdagang • <8 jam • 8-12 jam • 12-16 jam • 24 jam
13 (37.1%) 18 (51.4%) 4 (11.4%) 0 (0.0%)
2 (4.8%) 26 (61.9%) 13 (31.0%) 1 (2.4%)
15 (19.5%) 44 (57.1%) 17 (22.1%) 1 (1.3%)
Karakteristik
4.1.2 Karakteristik Kios Makanan Sebagian besar bangunan kios makanan (53.2%) merupakan bangunan permanen. Umumnya kios makanan memiliki lantai keramik (84.4%) dan memiliki intensitas cahaya yang terang (89.6%). Hampir semua kios makanan memiliki kelembaban yang kering (97.4%). Umumnya kios makanan berlokasi dekat dengan jalan (81.8%) dan tidak memiliki sumber bau yang dapat menganggu kenyamanan konsumen (85.7%). Umumnya kios makanan tidak menyediakan fasilitas cuci tangan (80.5%) dan membiarkan makanannya dalam kondisi terbuka (83.1%) sehingga sebagian besar kios makanan (58.4%) ditemukan lalat pada tempat penyimpanan makanannya. Kios makanan di dalam kampus sebagian besar merupakan bangunan semi permanen sedangkan kios makanan di luar kampus sebagian besar merupakan
20
bangunan permanen. Kios makanan di dalam kampus memiliki lantai keramik, tanah, dan paving blok, sedangkan kios makanan di luar kampus memiliki lantai keramik dan semen. Secara umum intensitas cahaya di kios makanan di dalam kampus relatif lebih baik dibandingkan kios makanan di luar kampus. Kelembaban kios makanan di luar kampus sedikit lebih baik dibandingkan kios makanan di dalam kampus. Semua kios makanan di luar kampus berlokasi dekat dengan jalan sedangkan kios makanan di dalam kampus beberapa ada yang berlokasi di dalam suatu komplek wilayah bangunan (bangunan kampus). Beberapa kios makanan di luar kampus memiliki sumber bau yang dapat mengganggu kenyamanan konsumen. Jumlah kios makanan di dalam kampus yang menyediakan fasilitas cuci tangan lebih banyak daripada kios makanan di luar kampus. Secara umum kondisi tempat penyimpanan makanan di kios makanan luar kampus lebih baik daripada kios makanan di dalam kampus. Informasi secara lengkap disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Karakteristik Bangunan • Permanen • Semi permanen
Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
5 (14.3%) 30 (85.7%)
36 (85.7%) 6 (14.3%)
41 (53.2%) 36 (46.8%)
2 (5.7%) 0 (0.0%) 31 (88.6%) 2 (5.7%)
0 (0.0%) 8 (19.0%) 34 (81.0%) 0 (0.0%)
2 (2.6%) 8 (10.4%) 65 (84.4%) 2 (2.6%)
Intensitas cahaya • Kurang terang • Terang
0 (0.0%) 35 (100.0%)
8 (19.0%) 34 (81.0%)
8 (10.4%) 69 (89.6%)
Kelembaban • Lembab • Kering
1 (2.9%) 34 (97.1%)
1 (2.4%) 41 (97.6%)
2 (2.6%) 75 (97.4%)
Lantai • • • •
Tanah Semen Keramik Paving blok
Lokasi • Dekat jalan • Dalam kampus Sumber bau • Got • Dapur • Tidak ada
21 (60.0%) 14 (40.0%)
42 (100.0%) 0 (0.0%)
63 (81.8%) 14 (18.2%)
0 (0.0%) 0 (0.0%) 35 (100.0%)
7 (16.7%) 4 (9.5%) 31 (73.8%)
7 (9.1%) 4 (5.2%) 66 (85.7%)
Fasilitas cuci tangan • Ada • Tidak ada
10 (28.6%) 25 (71.4%)
5 (11.9%) 37 (88.1%)
15 (19.5%) 62 (80.5%)
Keadaan makanan • Terbuka • Tertutup
35 (100.0%) 0 (0.0%)
29 (69.0%) 13 (31.0%)
64 (83.1%) 13 (16.9%)
Keberadaan lalat • Ada • Tidak
19 (54.3%) 16 (45.7%)
26 (61.9%) 16 (38.1%)
45 (58.4%) 32 (41.6%)
21
4.2 Pengetahuan, Sikap, dan Praktik 4.2.1 Pengetahuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan kategori baik (55.8%), kemudian disusul berturut-turut kategori sedang (35.1%) dan kategori buruk (9.1%). Secara umum responden di dalam kampus memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik daripada responden di luar kampus. Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang higiene pangan disajikan pada Tabel 9. Sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar mengenai higiene pangan disajikan pada Tabel 10. Tabel 9 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat pengetahuan Dalam kampus (n=35) 22 (62.1%) 10 (28.6%) 3 (8.6%)
Pengetahuan Baik Cukup Buruk
Luar kampus (n=42) 21 (50.0%) 17 (40.5%) 4 (9.5%)
Total (n=77) 43 (55.8%) 27 (35.1%) 7 (9.1%)
Tabel 10 Sebaran jawaban benar pengetahuan yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Pertanyaan 1
2 3 4
5 6 7 8
9 10
11 12 13
14 15
Mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Luka yang terbuka tidak harus ditutup dengan plester atau semacamnya. Batuk, bersin, meludah, ataupun merokok selama bekerja dapat menyebabkan makanan tidak dapat terkontaminasi. Menjaga kebersihan pribadi (mengenakan pakaian bersih, mandi, dll) selama bekerja merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) harus menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. Keberadaan lalat atau tikus dapat menyebarkan kuman penyakit pada makanan. Kebersihan tempat bekerja tidaklah penting untuk diperhatikan. Lap yang digunakan untuk membersihkan meja diperbolehkan juga untuk mengelap piring dan peralatan makan lainnya. Mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB) tidak perlu untuk selalu dilakukan. Tempat/bak pencucian piring/peralatan makan tidak perlu dibersihkan kecuali kalau sudah terlihat kotor sekali. Peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci tidak harus langsung untuk dikeringkan menggunakan lap yang bersih. Bahan mentah dan makanan yang sudah matang sangat perlu untuk dipisahkan. Mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) secara rutin dengan sabun dan air bersih adalah tindakan penting. Hanya menggunakan tangan kosong tanpa menggunakan alat untuk mengambil makanan matang diperbolehkan. Menggunakan sarung tangan dan penutup kepala selama bekerja tidak perlu untuk dilakukan.
Dalam kampus (n=35) 33 (94.3%)
Luar kampus (n=42) 41 (97.6%)
27 (77.1%)
29 (69.0%)
56 (72.7%)
19 (54.3%)
19 (45.2%)
38 (49.4%)
35 (100.0%)
38 (90.5%)
73 (94.8%)
34 (97.1%)
40 (95.2%)
74 (96.1%)
34 (97.1%)
37 (88.1%)
71 (92.2%)
33 (94.3%)
39 (92.9%)
72 (93.5%)
35 (100.0%)
41 (97.6%)
76 (98.7%)
30 (85.7%)
33 (78.6%)
63 (81.8%)
28 (80.0%)
32 (76.2%)
60 (77.9%)
21 (60.0%)
25 (59.5%)
46 (59.7%)
33 (94.3%)
41 (97.6%)
74 (96.1%)
34 (97.1%)
40 (95.2%)
74 (96.1%)
31 (88.6%)
33 (78.6%)
64 (83.1%)
15 (42.9%)
21 (50.0%)
36 (46.8%)
Total (n=77) 74 (96.1%)
22
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan landasan dasar untuk melakukan sesuatu dengan baik. Pengetahuan mengarahkan seseorang dalam melakukan aktivitasnya dengan benar dan sesuai. Pengetahuan yang diterapkan pada pengolah makanan diharapkan bisa menanamkan sikap-sikap higiene pada pengolahan makanan. Pengetahuan seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan dan tingkat pendidikannya, tetapi juga dipengaruhi oleh sumber informasi, pengalaman, dan kegiatan penyuluhan. 4.2.2 Sikap Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (51.9%) memiliki kategori sikap cukup, kemudian disusul berturut-turut kategori baik (33.8%) dan kategori buruk (14.3%). Secara umum responden di dalam kampus memiliki tingkat sikap yang lebih baik daripada responden di luar kampus. Sebaran responden berdasarkan tingkat sikap tentang higiene pangan disajikan pada Tabel 11. Sebaran responden berdasarkan jawaban sikap tentang higiene pangan disajikan pada Tabel 12, Tabel 13, dan Tabel 14. Tabel 11 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat sikap Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
Baik
13 (37.1%)
13 (31.0%)
26 (33.8%)
Cukup
17 (48.6%)
23 (54.8%)
40 (51.9%)
Buruk
5 (14.3%)
6 (14.3%)
11 (14.3%)
Sikap
Tabel 12 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor No
1
2
3
4
5
6
Pernyataan Pernyataan positif Saya percaya dengan selalu menjaga kebersihan pribadi (mandi, mengenakan pakaian bersih, membersihkan kuku, dll) dapat mengurangi jumlah kuman penyakit pada makanan. Saya yakin mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun sangat penting dilakukan untuk mengurangi jumlah kuman penyakit. Saya percaya dengan melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat dan tikus akan mengurangi risiko kejadian penyakit. Saya percaya bila tempat bekerja bersih maka akan mengurangi risiko makanan tercemar oleh kuman penyakit. Saya percaya dengan mencuci bak/tempat pencucian piring/peralatan makan dapat mengurangi jumlah kuman penyakit. Saya percaya dengan menggunakan sarung tangan dan penutup kepala dapat mengurangi jumlah kontaminasi pada makanan.
SS
S
Total (n=77) TT
TS
STS
46 (59.7%)
30 (39.0%)
0 (0.0%)
1 (1.3%)
0 (0.0%)
50 (64.9%)
26 (33.8%)
1 (1.3%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
29 (37.7%)
30 (39.0%)
6 (7.8%)
6 (7.8%)
6 (7.8%)
57 (74.0%)
19 (24.7%)
1 (1.3%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
27 (35.1%)
43 (55.8%)
2 (2.6%)
4 (5.2%)
1 (1.3%)
23 (29.9%)
22 (28.6%)
18 (23.4%)
10 (13.0%)
4 (5.2%)
23
Lanjutan No
1
2
3 4
5
6
7
8
9
Pernyataan Pernyataan negatif Saya percaya bahwa tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman tidak dapat mengurangi jumlah kuman penyakit. Saya percaya tidak apa-apa membiarkan luka terbuka tidak ditutup dengan plester atau semacamnya.. Saya percaya batuk, bersin, meludah atau merokok tidak akan mengotori makanan Saya percaya menggunakan lap yang digunakan untuk membersihkan meja diperbolehkan untuk mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) karena tidak dapat membawa kuman penyakit. Saya percaya dengan mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB) tidak akan mengurangi jumlah kuman penyakit. Saya pikir peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci tidak harus langsung dikeringkan dengan menggunakan lap yang bersih. Saya percaya menyimpan masakan yang sudah matang dengan bahan mentah diperbolehkan selama tidak membuat kotor makanan. Menurut pendapat saya tidak perlu mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan air bersih yang mengalir dan sabun selama peralatan tersebut kelihatan masih bersih. Saya pikir mengambil makanan matang hanya dengan tangan kosong tanpa menggunakan alat diperbolehkan selama tangan tersebut dianggap masih bersih.
SS
S
Total (n=77) TT
TS
STS
6 (7.8%)
13 (16.9%)
1 (1.3%)
34 (44.2%)
23 (29.9%)
5 (6.5%)
14 (18.2%)
4 (5.2%)
29 (37.7%)
25 (32.5%)
4 (5.2%) 1 (1.3%)
7 (9.1%) 1 (1.3%)
8 (10.4%) 7 (9.1%)
27 (35.1%) 29 (37.7%)
31 (40.3%) 39 (50.6%)
6 (7.8%)
8 (10.4%)
6 (7.8%)
30 (39.0%)
27 (35.1%)
6 (7.8%)
20 (26.0%)
12 (15.6%)
30 (39.0%)
9 (11.7%)
3 (3.9%)
7 (9.1%)
11 (14.3%)
38 (49.4%)
18 (23.4%)
0 (0.0%)
4 (5.2%)
5 (6.5%)
40 (51.9%)
28 (36.4%)
1 (1.3%)
14 (18.2%)
3 (3.9%)
37 (48.1%)
22 (28.6%)
Keterangan: SS: sangat setuju S: setuju TT: tidak tahu TS: tidak setuju STS: sangat tidak setuju
Tabel 13 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor No 1
2
3
4
5
6
Pernyataan Pernyataan positif Saya percaya dengan selalu menjaga kebersihan pribadi (mandi, mengenakan pakaian bersih, membersihkan kuku, dll) dapat mengurangi jumlah kuman penyakit pada makanan. Saya yakin mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun sangat penting dilakukan untuk mengurangi jumlah kuman penyakit. Saya percaya dengan melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat dan tikus akan mengurangi risiko kejadian penyakit. Saya percaya bila tempat bekerja bersih maka akan mengurangi risiko makanan tercemar oleh kuman penyakit. Saya percaya dengan mencuci bak/tempat pencucian piring/peralatan makan dapat mengurangi jumlah kuman penyakit. Saya percaya dengan menggunakan sarung tangan dan penutup kepala dapat mengurangi jumlah kontaminasi pada makanan.
SS
S
Total (n=35) TT
TS
STS
23 (62.9%)
13 (37.1%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
27 (77.1%)
7 (20.0%)
1 (2.9%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
16 (45.7%)
15 (42.9%)
0 (0.0%)
3 (8.6%)
1 (2.9%)
26 (74.3%)
9 (25.7%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
12 (34.3%)
21 (60.0%)
0 (0.0%)
2 (5.7%)
0 (0.0%)
11 (31.4%)
14 (40.0%)
4 (11.4%)
5 (14.3%)
1 (2.9%)
24
Lanjutan No 1
2
3 4
5
6
7
8
9
Pernyataan Pernyataan negatif Saya percaya bahwa tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman tidak dapat mengurangi jumlah kuman penyakit. Saya percaya tidak apa-apa membiarkan luka terbuka tidak ditutup dengan plester atau semacamnya. Saya percaya batuk, bersin, meludah atau merokok tidak akan mengotori makanan. Saya percaya menggunakan lap yang digunakan untuk membersihkan meja diperbolehkan untuk mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) karena tidak dapat membawa kuman penyakit. Saya percaya dengan mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB) tidak akan mengurangi jumlah kuman penyakit. Saya pikir peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci tidak harus langsung dikeringkan dengan menggunakan lap yang bersih. Saya percaya menyimpan masakan yang sudah matang dengan bahan mentah diperbolehkan selama tidak membuat kotor makanan. Menurut pendapat saya tidak perlu mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan air bersih yang mengalir dan sabun selama peralatan tersebut kelihatan masih bersih. Saya pikir mengambil makanan matang hanya dengan tangan kosong tanpa menggunakan alat diperbolehkan selama tangan tersebut dianggap masih bersih.
SS
S
Total (n=35) TT
TS
STS
4 (11.4%)
9 (25.7%)
0 (0.0%)
15 (42.9%)
7 (20.0%)
0 (0.0%)
9 (25.7%)
2 (5.7%)
11 (31.4%)
13 (37.1%)
1 (2.9%) 1 (2.9%)
4 (11.4%) 0 (0.0%)
2 (5.7%) 5 (14.3%)
13 (37.1%) 13 (37.1%)
15 (42.9%) 16 (45.7%)
2 (5.7%)
4 (11.4%)
4 (11.4%)
14 (40.0%)
11 (31.4%)
3 (8.6%)
11 (31.4%)
2 (5.7%)
16 (45.7%)
3 (8.6%)
1 (2.9%)
4 (11.4%)
3 (8.6%)
20 (57.1%)
7 (20.0%)
0 (0.0%)
3 (8.6%)
2 (5.7%)
15 (42.9%)
15 (42.9%)
0 (0.0%)
9 (25.7%)
0 (0.0%)
17 (48.6%)
9 (25.7%)
Keterangan: SS: sangat setuju S: setuju TT: tidak tahu TS: tidak setuju STS: sangat tidak setuju
Tabel 14 Sebaran jawaban sikap yang dijawab food handler di luar Kampus IPB Dramaga, Bogor No
1
Pernyataan Pernyataan positif Saya percaya dengan selalu menjaga kebersihan pribadi (mandi, mengenakan pakaian bersih, membersihkan kuku, dll) dapat mengurangi jumlah kuman penyakit pada makanan.
Total (n=42) SS
S
TT
TS
STS
24 (57.1%)
17 (40.5%)
0 (0.0%)
1 (2.4%)
0 (0.0%)
2
Saya yakin mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun sangat penting dilakukan untuk mengurangi jumlah kuman penyakit.
23 (54.8%)
19 (45.2%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
3
Saya percaya dengan melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat dan tikus akan mengurangi risiko kejadian penyakit.
13 (31.0%)
15 (35.7%)
6 (14.3%)
3 (7.1%)
5 (11.9%)
4
Saya percaya bila tempat bekerja bersih maka akan mengurangi risiko makanan tercemar oleh kuman penyakit.
31 (73.8%)
10 (23.8%)
1 (2.4%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
5
Saya percaya dengan mencuci bak/tempat pencucian piring/peralatan makan dapat mengurangi jumlah kuman penyakit.
15 (35.7%)
22 (52.4%)
2 (4.8%)
2 (4.8%)
1 (2.4%)
6
Saya percaya dengan menggunakan sarung tangan dan penutup kepala dapat mengurangi jumlah kontaminasi pada makanan.
12 (28.6%)
8 (19.0%)
14 (33.3%)
5 (11.9%)
3 (7.1%)
25
Lanjutan No
Pernyataan
Total (n=42) SS
S
TT
TS
STS
Pernyataan negatif Saya percaya bahwa tindakan mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/ minuman tidak dapat mengurangi jumlah kuman penyakit.
2 (4.8%)
4 (9.5%)
1 (2.4%)
19 (45.2%)
16 (38.1%)
2
Saya percaya tidak apa-apa membiarkan luka terbuka tidak ditutup dengan plester atau semacamnya.
5 (11.9%)
5 (11.9%)
2 (4.8%)
18 (42.9%)
12 (28.6%)
3
Saya percaya batuk, bersin, meludah atau merokok tidak akan mengotori makanan.
3 (7.1%)
3 (7.1%)
6 (14.3%)
14 (33.3%)
16 (38.1%)
4
Saya percaya menggunakan lap yang digunakan untuk membersihkan meja diperbolehkan untuk mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) karena tidak dapat membawa kuman penyakit.
0 (0.0%)
1 (2.4%)
2 (4.8%)
16 (38.1%)
23 (54.8%)
5
Saya percaya dengan mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB) tidak akan mengurangi jumlah kuman penyakit.
4 (9.5%)
4 (9.5%)
2 (4.8%)
16 (38.1%)
16 (38.1%)
6
Saya pikir peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci tidak harus langsung dikeringkan dengan menggunakan lap yang bersih.
3 (7.1%)
9 (21.4%)
10 (23.8%)
14 (33.3%)
6 (14.3%)
7
Saya percaya menyimpan masakan yang sudah matang dengan bahan mentah diperbolehkan selama tidak membuat kotor makanan.
2 (4.8%)
3 (7.1%)
8 (19.0%)
18 (42.9%)
11 (26.2%)
8
Menurut pendapat saya tidak perlu mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan air bersih yang mengalir dan sabun selama peralatan tersebut kelihatan masih bersih.
0 (0.0%)
1 (2.4%)
3 (7.1%)
25 (59.5%)
13 (31.0%)
9
Saya pikir mengambil makanan matang hanya dengan tangan kosong tanpa menggunakan alat diperbolehkan selama tangan tersebut dianggap masih bersih.
1 (2.4%)
5 (11.9%)
3 (7.1%)
20 (47.6%)
13 (31.0%)
1
Keterangan: SS: sangat setuju S: setuju TT: tidak tahu TS: tidak setuju STS: sangat tidak setuju
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan dan belum menunjukkan praktik atau aktivitas (Notoatmodjo 2003). Sikap baik atau positif diartikan sebagai sikap responden yang berpendapat bahwa praktik pengelolaan pangan secara higienis perlu untuk dilakukan. Sikap cukup atau netral diartikan sebagai sikap responden yang cenderung untuk tidak memilih (boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan). Sikap buruk atau negatif adalah sikap yang berpendapat bahwa praktik pengelolaan pangan secara higienis tidak perlu dilakukan. Sikap cukup atau netral yang dimiliki oleh sebagian besar responden dapat mempengaruhi praktik higiene pangan yang dilakukan. Sikap ragu-ragu tersebut cenderung membuat responden tidak memiliki keyakinan yang kuat untuk melakukan praktik higiene pangan secara baik dan benar. 4.2.3 Praktik Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden (70.1%) berada dalam kategori praktik yang baik, kemudian disusul berturut-turut kategori cukup (27.3%) dan kategori buruk (2.6%). Secara umum responden di dalam kampus memiliki tingkat praktik yang lebih baik daripada responden di luar kampus.
26
Sebaran responden berdasarkan tingkat praktik tentang higiene pangan disajikan pada Tabel 15. Sebaran jawaban praktik tentang higiene pangan yang sudah dijawab oleh responden disajikan pada Tabel 16, Tabel 17, dan Tabel 18. Tabel 15 Sebaran food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor berdasarkan tingkat praktik Dalam kampus (N=35)
Luar kampus (N=42)
Total (n=77)
Baik
23 (65.7%)
31 (73.8%)
54 (70.1%)
Cukup
12 (34.3%)
9 (21.4%)
21 (27.3%)
Buruk
0 (0.0%)
2 (4.8%)
2 (2.6%)
Praktik
Tabel 16 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor No
1
Pertanyaan Pertanyaan positif Apakah anda mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman.
2
Apakah anda memakai plester semacamnya bila sedang terluka.
3
Apakah anda menjaga kebersihan pribadi (mandi, membersihkan kuku, mengenakan pakaian bersih, dll). Apakah anda mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Apakah anda melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat atau tikus.
4
5
atau
6
Apakah anda membersihkan tempat bekerja.
7
Apakah anda mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB).
8
Apakah anda mencuci bak/tempat pencucian piring/peralatan makan.
9
Apakah anda mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci dengan lap yang bersih. Apakah anda memisahkan bahan mentah dengan masakan yang sudah matang.
10 11
12
1 2
3
Apakah anda mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Apakah anda mengenakan sarung tangan dan penutup kepala selama bekerja. Pertanyaan negatif Apakah anda batuk, bersin, meludah, atau merokok selama bekerja. Apakah anda mengelap piring dan peralatan makan lainnya dengan menggunakan lap yang sama dengan yang digunakan untuk mengelap meja. Apakah anda mengambil makanan matang hanya dengan menggunakan tangan.
TP
J
Total (n=77) K
SR
SL
0 (0.0%) 8 (10.4%) 0 (0.0%)
1 (1.3%) 10 (13.0%) 1 (1.3%)
3 (3.9%) 17 (22.1%) 0 (0.0%)
18 (23.4%) 3 (3.9%) 5 (6.5%)
55 (71.4%) 39 (50.6%) 71 (92.2%)
0 (0.0%)
1 (1.3%)
2 (2.6%)
6 (7.8%)
68 (88.3%)
12 (15.6%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (1.3%) 0 (0.0%)
5 (6.5%) 1 (1.3%) 0 (0.0%) 1 (1.3%) 1 (1.3%)
5 (6.5%) 0 (0.0%) 8 (10.4%) 6 (7.8%) 1 (1.3%)
20 (26.0%) 14 (18.2%) 9 (11.7%) 17 (22.1%) 12 (15.6%)
35 (45.5%) 62 (80.5%) 60 (77.9%) 52 (67.5%) 63 (81.8%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
2 (2.6%) 1 (1.3%)
10 (13.0%) 7 (9.1%)
65 (84.4%) 69 (89.6%)
58 (75.3%)
0 (0.0%)
12 (15.6%)
2 (2.6%)
5 (6.5%)
30 (39.0%) 71 (92.2%)
19 (24.7%) 5 (6.5%)
26 (33.8%) 1 (1.3%)
2 (2.6%) 0 (0.0%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
5 (6.5%)
6 (7.8%)
21 (27.3%)
2 (2.6%)
43 (55.8%)
Keterangan: TP: tidak pernah J: jarang K: kadang-kadang SR: sering SL: selalu
27
Tabel 17 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor No
1
Pertanyaan Pertanyaan positif Apakah anda mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman.
2
Apakah anda memakai plester semacamnya bila sedang terluka.
3
Apakah anda menjaga kebersihan pribadi (mandi, membersihkan kuku, mengenakan pakaian bersih, dll). Apakah anda mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Apakah anda melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat atau tikus.
4
5
atau
6
Apakah anda membersihkan tempat bekerja.
7
Apakah anda mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB).
8
Apakah anda mencuci bak/tempat pencucian piring/peralatan makan.
9
Apakah anda mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci dengan lap yang bersih. Apakah anda memisahkan bahan mentah dengan masakan yang sudah matang.
10 11
12
1 2
3
Apakah anda mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Apakah anda mengenakan sarung tangan dan penutup kepala selama bekerja. Pertanyaan negatif Apakah anda batuk, bersin, meludah, atau merokok selama bekerja. Apakah anda mengelap piring dan peralatan makan lainnya dengan menggunakan lap yang sama dengan yang digunakan untuk mengelap meja. Apakah anda mengambil makanan matang hanya dengan menggunakan tangan.
TP
J
Total (n=35) K
SR
SL
0 (0.0%) 3 (8.6%) 0 (0.0%)
0 (0.0%) 3 (8.6%) 0 (0.0%)
2 (5.7%) 9 (25.7%) 0 (0.0%)
9 (25.7%) 2 (5.7%) 2 (5.7%)
24 (68.6%) 18 (51.4%) 33 (94.3%)
0 (0.0%)
1 (2.9%)
1 (2.9%)
5 (14.3%)
28 (80.0%)
4 (11.4%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 1 (2.9%) 0 (0.0%)
2 (5.7%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%)
2 (5.7%) 0 (0.0%) 3 (8.6%) 2 (5.7%) 0 (0.0%)
10 (28.6%) 5 (14.3%) 3 (8.6%) 8 (22.9%) 6 (17.1%)
17 (48.6%) 30 (85.7%) 29 (82.9%) 24 (68.6%) 29 (82.9%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
1 (2.9%) 1 (2.9%)
6 (17.1%) 5 (14.3%)
28 (80.0%) 29 (82.9%)
26 (74.3%)
0 (0.0%)
5 (14.3%)
1 (2.9%)
3 (8.6%)
20 (57.1%) 32 (91.4%)
8 (22.9%) 2 (5.7%)
5 (14.3%) 1 (2.9%)
2 (5.7%) 0 (0.0%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
3 (8.6%)
1 (2.9%)
5 (14.3%)
0 (0.0%)
26 (74.3%)
Keterangan: TP: tidak pernah J: jarang K: kadang-kadang SR: sering SL: selalu
Tabel 18 Sebaran jawaban praktik yang dijawab food handler di luar Kampus IPB Dramaga, Bogor No
1
Pertanyaan Pertanyaan positif Apakah anda mencuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan/minuman.
2
Apakah anda memakai plester semacamnya bila sedang terluka.
3
Apakah anda menjaga kebersihan pribadi (mandi, membersihkan kuku, mengenakan pakaian bersih, dll). Apakah anda mencuci peralatan makan (piring, gelas, sendok, dll) dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Apakah anda melakukan pengendalian terhadap keberadaan lalat atau tikus.
4
5
atau
TP
J
Total (n=42) K
SR
SL
0 (0.0%) 5 (11.9%) 0 (0.0%)
1 (2.4%) 7 (16.7%) 1 (2.4%)
1 (2.4%) 8 (19.0%) 0 (0.0%)
9 (21.4%) 1 (2.4%) 3 (7.1%)
31 (73.8%) 21 (50.0%) 38 (90.5%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
1 (2.4%)
1 (2.4%)
40 (95.2%)
8 (19.0%)
3 (7.1%)
3 (7.1%)
10 (23.8%)
18 (42.9%)
28
Lanjutan No
Pertanyaan
6
Apakah anda membersihkan tempat bekerja.
7
Apakah anda mencuci tangan sesudah buang air (BAK/BAB).
8
Apakah anda mencuci bak/tempat pencucian piring/peralatan makan.
9
Apakah anda mengelap peralatan makan (piring, gelas, dll) yang sudah dicuci dengan lap yang bersih. Apakah anda memisahkan bahan mentah dengan masakan yang sudah matang.
10 11
12
Apakah anda mencuci peralatan memasak (katel, panci, dll) dengan sabun dan air bersih yang mengalir. Apakah anda mengenakan sarung tangan dan penutup kepala selama bekerja. Pertanyaan negatif Apakah anda batuk, bersin, meludah, atau merokok selama bekerja.
1 2
Apakah anda mengelap piring dan peralatan makan lainnya dengan menggunakan lap yang sama dengan yang digunakan untuk mengelap meja. Apakah anda mengambil makanan matang hanya dengan menggunakan tangan.
3
TP 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%) 0 (0.0%)
J 1 (2.4%) 0 (0.0%) 1 (2.4%) 1 (2.4%)
Total (n=42) K 0 (0.0%) 5 (11.9%) 4 (9.5%) 1 (2.4%)
SR 9 (21.4%) 6 (14.3%) 9 (21.4%) 6 (14.3%)
SL 32 (76.2%) 31 (73.8%) 28 (66.7%) 34 (81.0%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
1 (2.4%) 0 (0.0%)
4 (9.5%) 2 (4.8%)
37 (88.1%) 40 (95.2%)
32 (76.2%)
0 (0.0%)
7 (16.7%)
1 (2.4%)
2 (4.8%)
10 (23.8%) 39 (92.9%)
11 (26.2%) 3 (7.1%)
21 (50.0%) 0 (0.0%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
0 (0.0%) 0 (0.0%)
2 (4.8%)
5 (11.9%)
16 (38.1%)
2 (4.8%)
17 (40.5%)
Keterangan: TP: tidak pernah J: jarang K: kadang-kadang SR: sering SL: selalu
Menurut Notoatmodjo (2003) faktor yang membedakan respon atau praktik suatu individu meliputi karakteristik individu yang bersifat genetik (tingkat kecerdasan dan tingkat emosional) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, sosial, budaya, dan ekonomi). Praktik higiene pangan merupakan aplikasi dari pengetahuan tentang higiene pangan. Praktik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbuatan nyata atau aktual yang sudah dilakukan oleh responden terkait penngelolaan pangan secara higienis.
4.3 Tingkat Higiene di Kios Makanan 4.3.1 Gambaran Umum Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya tingkat higiene di kios makanan (76.6%) berada pada kategori baik. Kios makanan di dalam kampus memiliki tingkat higiene yang lebih baik daripada kios makanan di luar kampus. Praktik yang paling diabaikan adalah praktik pemakaian sarung tangan dan penutup kepala serta mengambil makanan matang dengan menggunakan tangan. Kondisi tingkat higiene di kios makanan selengkapnya disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Tingkat higiene di kios makanan di dalam dan luar kampus IPB Dramaga, Bogor Tingkat higiene Baik Buruk
Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
28 (80.0%) 7 (20.0%)
31 (73.8%) 11 (26.2%)
59 (76.6%) 18 (23.4%)
29
4.3.2 Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Tingkat Higiene di Kios Makanan Berdasarkan hasil analisis regresi logistik didapatkan peubah umur, penyuluhan, dan sikap yang memiliki pengaruh (faktor risiko) terhadap tingkat higiene di kios makanan. Responden yang memiliki umur dewasa memperoleh kemungkinan atau odds ratio sebesar 3.8 kali (1.2-12.4) untuk menerapkan higiene yang buruk dibandingkan dengan responden yang memiliki umur tua. Responden yang memiliki umur muda memperoleh kemungkinan atau odds ratio sebesar 12.6 kali (1.4-110.0) untuk menerapkan higiene yang buruk dibandingkan dengan food handler yang memiliki umur tua. Responden yang pernah mengikuti penyuluhan memperoleh kemungkinan atau odds ratio sebesar 8.3 kali (1.7-39.2) untuk menerapkan higiene yang buruk dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengikuti penyuluhan. Responden yang memiliki sikap cukup mengenai higiene memperoleh kemungkinan atau odds ratio sebesar 5.2 kali (1.3-21.8) untuk menerapkan higiene yang buruk dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap baik. Responden yang memiliki sikap buruk mengenai higiene pangan memperoleh kemungkinan atau odds ratio sebesar 43.7 kali (4.2-457.0) untuk menerapkan higiene yang buruk dibandingkan dengan food hanlder yang memiliki sikap baik. Nilai OR selengkapnya disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Nilai OR yang mempengaruhi tingkat higiene di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor 3.8* 12.6*
Selang kepercayaan 95% 1.2-12.4 1.4-110.0
Pengalaman cukup vs pengalaman lama Pengalaman baru vs pengalaman lama
2.3 4.4
0.712 – 7.530 0.844 – 23.394
0.16 0.08
Tidak pernah vs pernah penyuluhan
8.3*
1.7-39.2
0.01
Ada pengawasan vs tidak ada pengawasan
0.0
0.0-0.0
1.00
Pengetahuan buruk vs pengetahuan baik Pengetahuan cukup vs pengetahuan baik
3.8E9 2.1E10
0.00.0-
1.00 1.00
Sikap cukup vs sikap baik Sikap buruk vs sikap baik
5.2* 43.7*
1.3-21.8 4.2-457.0
0.02 0.00
Peubah Umur dewasa vs umur tua Umur muda vs umur tua
Odds ratio
Nilai p 0.03 0.02
Keterangan: *berbeda nyata pada p<0.05
Sarafino (1994) menyatakan bahwa umur merupakan salah satu peubah demografis yang mempengaruhi persepsi dan pengetahuan seseorang. Food handler yang memiliki umur yang lebih tua umumnya akan mempunyai pengalaman yang lebih banyak, sehingga kemungkinan untuk tahu praktik higiene yang baik juga akan lebih banyak daripada food handler yang berusia lebih muda. Penyuluhan atau pelatihan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh food handler, sehingga diharapkan food handler yang sudah mengikuti penyuluhan atau pelatihan dapat menerapkan teori yang telah diperolehnya (Olsen et al. 2005). Penyuluhan atau pelatihan juga memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kinerja, serta sikap. Pelatihan atau penyuluhan juga sebaiknya
30
diberikan sebelum food handler mulai bekerja sehingga mengurangi risiko food handler untuk melakukan praktik higiene yang buruk (Sari 2009). Sikap adalah landasan keyakinan seseorang dalam melakukan praktik atau tindakan. Semakin kuat sikap dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal maka semakin kuat juga untuk melakukan tindakan atau praktik yang diyakininya benar (Azwar 2003). Food handler yang memiliki sikap yang positif atau baik cenderung akan melakukan praktik-praktik higiene yang lebih baik daripada food handler yang memiliki sikap netral atau cukup dan sikap negatif atau buruk. Menurut Zahid (1997) terdapat hubungan antara sikap dan praktik, akan tetapi keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap, kesadaran pribadi, dan norma-norma subyektif yang mendukung. Menurut Gunn et al. (2008), praktik merupakan hasil dari sikap dan pengetahuan seseorang terhadap praktik atau tindakan yang akan dilakukannya.
4.4 Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Hasil analisis hubungan peubah karakteristik dengan pengetahuan, sikap, dan praktik diperoleh hubungan nyata yang kuat antara umur dan praktik (r=0.71; p<0.05) serta antara pengawasan dan pengetahuan (r=0.63; p<0.05). Hubungan nyata yang sedang ditunjukkan antara keikutsertaan penyuluhan dan pengetahuan (r=0.59; p<0.05), antara keikutsertaan penyuluhan dan sikap (r=0.53; p<0.05), serta antara tujuan usaha dan sikap (r=0.51; p<0.05). Hubungan yang lemah ditunjukkan antara pengalaman bekerja dan sikap (r=0.35; p<0.05). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Hubungan karakteristik dengan pengetahuan, sikap, dan praktik food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Karakteristik Umur Tingkat pendidikan Pengalaman bekerja Tujuan usaha Keikutsertaan penyuluhan Pengawasan
Pengetahuan r Nilai p 0.22 0.15 0.39 0.10 0.40 0.15 0.24 0.43 0.01 0.59* 0.02 0.63*
Sikap r Nilai p 0.25 0.22 0.42 0.09 0.04 0.35* 0.04 0.51* 0.02 0.53* 0.36 0.21
Praktik r Nilai p 0.00 0.71* 0.56 0.10 0.48 0.11 0.07 1.00 0.57 0.06 0.30 0.62
Keterangan: *berbeda nyata pada p<0.05
Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman praktik berdasarkan umur yang dimilikinya (Halim 1992). Praktik seseorang akan berbeda sesuai dengan umur yang dimilikinya. Umumnya semakin bertambah umur seseorang maka kemampuan mental dan pengalaman juga akan semakin meningkat sehingga praktiknya akan semakin baik (Bettinghaus 1973). Responden yang tidak mendapatkan pembinaan serta pengawasan dari instansi terkait umumnya memiliki tingkat pengetahuan yang kurang baik. Hal ini
31
disebabkan oleh ketidaktahuan responden pada peraturan dan persyaratan yang mengatur tentang higiene di kios makanan sehingga juga bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku dalam penerapan persyaratan higiene di kios makanan. Pengetahuan perlu ditingkatkan melalui pemberian pelatihan atau penyuluhan dan praktik lapangan untuk meningkatkan kualitas makanan yang disajikan (Djaja 2005). Pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Berdasarkan penyelenggaraannya pendidikan dibedakan menjadi 2, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Penyuluhan atau pelatihan merupakan salah satu bentuk pendidikan non-formal yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang (Yasmin dan Madanijah 2010). Peningkatan pengetahuan melalui pemberian pelatihan atau penyuluhan juga dapat menurunkan angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne disease) (Nain et al. 2007). Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang adalah adanya sumber informasi. Salah satu sumber informasi tersebut dapat berasal dari pelatihan atau penyuluhan yang sudah didapatkan oleh responden. Informasi yang diperoleh seseorang akan memberikan pengaruh terhadap tingkat pengetahuan, bila seseorang banyak memperoleh informasi akan cenderung mempunyai tingkat pengetahuan lebih baik. Pengetahuan tersebut diharapkan akan meningkatkan sikap mengenai pengelolaan pangan yang baik. Sebagian besar responden menjadikan pekerjaan di kios makanan sebagai pekerjaan utamanya, sehingga hal ini sangat mungkin untuk mempengaruhi keseriusannya dalam menangani makanan secara baik. Tujuan usaha mencerminkan ketergantungan ekonomi responden terhadap kegiatan usaha yang dilakukan. Perbedaan tujuan usaha ini diduga dapat menimbulkan motivasi yang berbeda dalam pengelolaan kegiatan usahanya maupun kegiatan usaha lainnya yang berkaitan dengan usaha tersebut (Zahid 1997). Kejadian yang telah dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Penghayatan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai penghayatan maka seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan suatu obyek. Tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu obyek cenderung akan membentuk sikap yang negatif atau buruk terhadap obyek tersebut (Azwar 2003).
4.5 Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Hasil analisis hubungan peubah pengetahuan, sikap, dan praktik diperoleh hubungan nyata yang kuat antara pengetahuan dan sikap (r=0.73; p<0.05) serta antara pengetahuan dan praktik (r=0.79; p<0.05). Hubungan nyata yang sangat kuat antara sikap dan praktik (r=0.84; p<0.05). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 22.
32
Tabel 22 Hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Peubah
Pengetahuan r
Sikap
Nilai p
Pengetahuan Sikap
0.73*
0.00
Praktik
0.79*
0.00
Praktik
r
Nilai p
r
Nilai p
0.73*
0.00
0.79*
0.00
0.84*
0.00
0.84*
0.00
Keterangan: *berbeda nyata pada p<0.05
Pengetahuan mengenai suatu obyek akan menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan tersebut disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut (Gerungan 1996). Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuannya (Harihanto 2001). Pendidikan juga dapat meningkatkan pengetahuan seseorang yang diharapkan dapat menghasilkan sikap yang lebih baik (Kheiri et al. 2011). Praktik yang dilakukan seseorang akan bergantung pada pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan memegang peranan penting terhadap perubahan praktik yang dilakukan oleh seseorang (Saygi dan Billen 2010). Praktik seseorang merupakan hasil dari sikap mengenai praktik tertentu. Sikap dalam hal ini berhubungan dengan keyakinan individu mengenai praktik tertentu selain penilaiannya tentang konsekuensi potensialnya (Gunn et al. 2008). Sikap akan sangat menentukan praktik dari seseorang. Seseorang yang memiliki sikap positif terhadap suatu obyek, maka besar kemungkinan juga untuk bertindak secara positif terhadap obyek tersebut. Adanya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut (Sujarwo 2004).
4.6 Tingkat Sanitasi Telapak Tangan dan Piring di Kios Makanan Umumnya tingkat sanitasi telapak tangan food handler buruk (80.5% untuk jumlah total mikroorganisme dan 87.0% untuk jumlah Staphylococcus aureus). Tingkat sanitasi telapak tangan food handler di dalam kampus relatif lebih buruk daripada di luar kampus (Tabel 23 dan Tabel 24). Tabel 23 Jumlah total mikroorganisme pada telapak tangan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
Sangat baik (0-5 koloni)
5 (14.3%)
6 (14.3%)
11 (14.3%)
Baik (6-15 koloni)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
0 (0.0%)
Batas diterima (16-30 koloni)
3 (8.6%)
1 (2.4%)
4 (5.2%)
Buruk (31-50 koloni)
3 (8.6%)
1 (2.4%)
4 (5.2%)
24 (68.6%)
34 (81.0%)
58 (75.3%)
Kategori
Tidak dapat diterima (>50 koloni)
33
Tabel 24 Jumlah Staphylococcus aureus pada telapak tangan food handler di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
Tidak ada (0 koloni)
4 (11.4%)
6 (14.3%)
10 (13.0%)
Sedikit (1-3 koloni)
5 (14.3%)
4 (9.5%)
9 (11.7%)
Agak banyak (4-6 koloni)
6 (17.1%)
4 (9.5%)
10 (13.0%)
Banyak (7-11 koloni)
0 (0.0%)
3 (7.1%)
3 (3.9%)
20 (57.1%)
25 (59.5%)
45 (58.4%)
Kategori
Banyak sekali (>11 koloni)
Kebersihan tangan sangat perlu mendapatkan perhatian yang tinggi. Dianjurkan agar setiap sesudah dari kamar mandi untuk membersihkan tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir kemudian mengeringkannya dengan serbet kertas (tisu) atau hand dryer. Cincin, gelang, dan jam tangan juga tidak diperbolehkan digunakan selama bekerja karena akan terjadi proses kontaminasi silang. Kuku harus selalu pendek dan saat mengambil makanan juga harus menggunakan alat (sendok, penjepit, atau garpu) serta menggunakan sarung tangan (Winarno 1993). Jumlah Staphylococcus aureus pada tangan food handler harus negatif untuk menunjukkan tingkat personal hygiene yang baik (CCD 2000). Tangan food handler yang positif mengandung Staphylococcus aureus dapat disebabkan karena food handler seringkali menyentuh tanpa sadar bagian-bagian tubuhnya (hidung, rambut, jerawat, tidak menutup luka terbuka, memiliki kuku yang panjang) atau bekerja saat sakit, serta bersentuhan dengan uang (Nuraida et al. 2009). Lap yang digunakan untuk mengeringkan tangan juga dapat terkontaminasi oleh Staphylococcus aureus (Oller dan Mitchell 2009). Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang berasal dari tubuh manusia, seperti kulit, mulut, kerongkongan, dan saluran pernapasan. Staphylococcus aureus juga dapat berasal dari hewan dan sering mengkontaminasi punggung dan jari tangan (Gorman et al. 2002). Mencuci tangan dengan air saja tidak akan dapat menghilangkan seluruh mikroorganisme pada tangan. Air yang digunakan juga berpeluang untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme pada tangan, jika air yang digunakan telah tercemar oleh mikroorganisme. Pencucian tangan dengan sabun yang mengandung antiseptik dapat mengurangi total mikroorganisme meskipun pengurangannya hanya sedikit (Damayanthi et al. 2008). Sebagian besar kios makanan memiliki tingkat sanitasi piring dalam kondisi yang buruk (57.2% untuk jumlah total mikroorganisme dan 59.7% untuk jumlah Staphylococcus aureus). Tingkat sanitasi piring di dalam kampus relatif lebih buruk daripada di luar kampus. Informasi secara lengkap disajikan pada Tabel 25 dan Tabel 26. Salah satu penyebab terjadinya foodborne disease adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat higiene. Keadaan higiene makanan dan minuman dipengaruhi antara lain oleh higiene alat masak dan alat makan yang dipergunakan dalam proses penyediaan makanan dan minuman (Cahyaningsih et al. 2009). Alat makan, terutama piring, merupakan salah satu faktor yang memegang peranan di dalam menularkan penyakit. Piring yang mengandung mikroorganisme patogen dapat menularkan penyakit, sehingga proses pencucian
34
piring diharapkan dapat membuang sisa-sisa makanan yang dapat mendukung pertumbuhan mikroorganisme di piring (Adam dan Moetarjemi 2004). Tabel 25 Jumlah total mikroorganisme pada piring di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
Sangat baik (0-5 koloni)
3 (8.6%)
10 (23.8%)
13 (16.9%)
Baik (6-15 koloni)
6 (17.1%)
3 (7.1%)
9 (11.7%)
Batas diterima (16-30 koloni)
5 (14.3%)
6 (14.3%)
11 (14.3%)
Buruk (31-50 koloni)
5 (14.3%)
2 (4.8%)
7 (9.1%)
Tidak dapat diterima (>50 koloni)
16 (45.7%)
21 (50.0%)
37 (48.1%)
Kategori
Tabel 26 Jumlah Staphylococcus aureus pada piring di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Dalam kampus (n=35)
Luar kampus (n=42)
Total (n=77)
Tidak ada (0 koloni)
10 (28.6%)
21 (50.0%)
31 (40.3%)
Sedikit (1-3 koloni)
7 (20.0%)
6 (14.3%)
13 (16.9%)
Agak banyak (4-6 koloni)
3 (8.6%)
0 (0.0%)
3 (3.9%)
Banyak (7-11 koloni)
4 (11.4%)
2 (4.8%)
6 (7.8%)
Banyak sekali (>11 koloni)
11 (31.4%)
13 (31.0%)
24 (31.2%)
Kategori
4.7 Hubungan Praktik dengan Skor Jumlah Mikroorganisme Hubungan yang sangat lemah ditunjukkan antara praktik personal hygiene dan jumlah Staphylococcus aureus (r=0.15; p<0.05) pada tangan food handler. Hal ini berarti jika food handler memiliki praktik personal hygiene yang lebih baik maka akan diikuti juga dengan skor jumlah Staphylococcus aureus yang lebih tinggi. Aspek kebersihan terkait higiene personal meliputi mencuci tangan; menutup luka terbuka; kebiasaan merokok, batuk, bersin, dan meludah; menjaga kebersihan pribadi; serta pemakaian sarung tangan dan penutup kepala. Hubungan antara praktik yang dilakukan oleh food handler dan skor jumlah mikrooragnisme disajikan pada Tabel 27. Cuci tangan merupakan hal penting yang harus dilakukan, terutama ketika akan memulai kegiatan mengolah makanan (Bas et al. 2006). Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah pergi ke toilet, menangani bahan mentah dan sampah, memegang bagian tubuh, menyentuh bahan-bahan kimia, dan setelah memegang peralatan pengolah makanan (White et al. 1995). Salah satu cara efektif untuk mengurangi jumlah Staphylococcus aureus pada tangan adalah dengan cara mencuci tangan menggunakan antiseptik (Kuswanti 2002). Food handler yang sedang menderita penyakit seharusnya tidak diperbolehkan untuk menangani atau mengolah makanan, karena sangat mungkin dapat mencemari makanan (Bas et al. 2006). Saat bersin, batuk, atau meludah sejumlah mikroorganisme (termasuk Staphylococcus aureus) akan berpindah dan mungkin akan mencemari makanan yang sedang diolah atau ditangani. Tangan
35
dengan luka atau memar yang terinfeksi juga merupakan salah satu sumber Staphylococcus aureus, karena mungkin food handler menggaruk atau menyentuh luka tersebut baik secara sadar ataupun tidak sadar (Depkes RI 2001). Tabel 27 Hubungan praktik dengan skor jumlah mikroorganisme di kios makanan di dalam dan luar Kampus IPB Dramaga, Bogor Hubungan Praktik dengan skor jumlah total mikroorganisme pada tangan Personal hygiene Food hygiene Cleaning Pest control
r
Nilai p
0.26 0.27 1.00 0.28
0.86 0.34 0.80 0.85
Praktik dengan skor jumlah total mikroorganisme pada piring Personal hygiene Food hygiene Cleaning Pest control
0.06 0.33 0.58 0.13
0.14 0.39 0.29 0.14
Praktik dengan skor jumlah Staphylococcus aureus pada tangan Personal hygiene Food hygiene Cleaning Pest control
0.15* 0.16 0.22 0.08
0.02 0.74 0.85 0.12
Praktik dengan skor jumlah Staphylococcus aureus pada piring Personal hygiene Food hygiene Cleaning Pest control
-1.00 0.09 -0.13 -0.17
0.97 0.56 1.00 0.83
Keterangan: *berbeda nyata pada p<0.05
Kebiasaan merokok saat mengolah atau menangani makanan mengandung banyak risiko, antara lain mikroorganisme dari mulut dan bibir dapat dipindahkan ke tangan dan dapat mencemari makanan. Abu rokok juga dapat jatuh ke dalam makanan serta asap rokok yang mencemari udara. Setiap orang yang menangani atau mengolah makanan harus menahan diri dari kebiasaan untuk merokok (Depkes RI 2001). Pakaian yang dipakai oleh food handler harus dalam keadaan bersih dan sebaiknya menggunakan apron atau baju khusus memasak. Pakaian yang digunakan sebaiknya dapat melindungi tubuh saat mengolah atau menangani makanan, mudah dicuci, dapat menyerap keringat, tidak panas, dan ukurannya pas atau tidak ketat sehingga tidak mengganggu pada saat bekerja. Pakaian yang digunakan harus diganti setiap harinya karena pakaian yang kotor merupakan salah satu sumber penyakit (Widyati dan Yuliarsih 2002). Pemakaian sarung tangan dan penutup kepala untuk lebih memastikan tingkat higiene makanan terjaga dan mencegah adanya kontaminasi silang. Sarung tangan dapat mencegah perpindahan mikroorganisme dari tangan sedangkan untuk tutup kepala mencegah adanya kontaminasi yang berasal dari kepala (TPH 2004). Makanan yang dipegang secara langsung menggunakan tangan selain tidak etis juga akan mengurangi kepercayaan dari pelanggan (Moehyi 1992).
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 1. Sebagian besar food handler memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik (55.8%), sikap dengan kategori cukup (51.9%), dan praktik dengan kategori baik (70.1%) 2. Umumnya tingkat higiene di kios makanan memiliki kategori baik (76.6%). Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap tingkat higiene kios makanan adalah umur (umur muda, OR=12.6), keikutsertaan penyuluhan (tidak pernah penyuluhan, OR=8.3), dan sikap (sikap buruk, OR=43.7). 3. Karakteristik yang memiliki hubungan nyata dengan pengetahuan, sikap, dan praktik food handler adalah hubungan keikusertaan penyuluhan dengan pengetahuan (r=0.59), hubungan pengawasan dengan pengetahuan (r=0.63), hubungan pengalaman bekerja dengan sikap (r=0.35), hubungan tujuan usaha dengan sikap (r=0.51), hubungan keikutsertaan penyuluhan dengan sikap (r=0.53), serta hubungan umur dengan praktik (r=0.71). 4. Pengetahuan memiliki hubungan nyata dengan sikap (r=0.73) dan praktik (r=0.79) serta sikap memiliki hubungan nyata dengan praktik (r=0.84). 5. Secara umum tingkat sanitasi telapak tangan food handler dan piring buruk (80.5% untuk jumlah total mikroorganisme pada telapak tangan food handler, 87.0% untuk jumlah Staphylococcus aureus pada telapak tangan food handler, 57.2% untuk jumlah total mikroorganisme pada piring, dan 59.7% untuk jumlah Staphylococcus aureus pada piring). 6. Peubah yang memiliki hubungan signifikan antara praktik dengan skor jumlah mikroorganisme adalah praktik personal hygiene dengan skor jumlah Staphylococcus aureus pada tangan food handler (r=0.15).
5.2 Saran 1. Peubah umur dan tingkat pendidikan food handler tidak dapat diubah, tapi untuk pengetahuan masih dapat ditingkatkan lagi dengan cara mengadakan penyuluhan atau pelatihan yang berkelanjutan mengenai higiene pangan sehingga dengan semakin meningkatnya pengetahuan food handler diharapkan akan mempengaruhi sikap untuk menerapkan praktik higene pangan yang lebih baik lagi dalam rangka menciptakan pangan yang aman untuk dikonsumsi. 2. Pengawasan dari pihak yang berwenang juga sangat perlu untuk lebih diperketat dan ditingkatkan lagi, selain untuk memberikan fungsi pengawasan juga untuk memberikan fungsi pembinaan kepada food handler.
DAFTAR PUSTAKA Adam M, Moetarjemi Y. 2004. Dasar-dasar Keamanan Makanan untuk Petugas Kesehatan. Jakarta (ID): EGC. Agresti A, Finlay B. 2009. Statistical Methods for The Social Science. New Jersey (US): Pearson E. Ansari M, Soodbakhsh S, Lakzadeh L. 2010. Knowledge, attitudes and practices of workers on food hygienic practices in meat processing plants in Fars, Iran. Food Control. 21: 260-263. Arif M. 1995. Materi Pokok Organisasi dan Manajemen. Universitas Terbuka.
Jakarta (ID):
Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Azemi NAR. 2010. Gambaran perilaku mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terhadap demam chikungunya tahun 2010 [catatan penelitian]. Medan (ID): Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Umur Penduduk [Internet]. [diunduh 2012 Jan 07]. Tersedia pada: http://www.sp2010.bps.go.id. Bas M, Ersun AS, Kivanc G. 2006. The evaluation of food hygiene knowledge, attitude, and practices of food handlers in food bussines in Turkey. Food Control. 17: 317-322. Bettinghaus EP. 1973. Persuasive Communication. Reinhart and Winston.
New York (US): Hok
Blalock CL. 2008. A qualitative evaluation of a professional development program on teacher health knowledge, health attitude, and health behaviors [thesis]. Texas (US): University of Texas. Cahyaningsih TC, Kushadiwijaya H, Tholib A. 2009. Hubungan higiene sanitasi dan perilaku penjamah makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan di warung makan. Berita Kedokteran Masyarakat. 25 (4): 180-188. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2011. Codex Alimentarius Comsission: Procedural Manual. Roma (IT): Food and Agriculture Organization, United Nations. [CCD] Cleaning Colsultancy Delft. 2000. RODAC [Internet]. [diunduh 2012 Okt 30]. Tersedia pada: http://www.ccd.nl/dowlnload/wvs/M-05-K-UK.pdf. Damayanthi E, Yulianti LN, Suprapti V, Sari F. 2008. Aspek sanitasi dan higiene di kantin asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor (IPB). Jurnal Gizi dan Pangan. 3 (1): 22-29. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan bagi Pengusaha Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
40
Djaja IM. 2005. Faktor yang mempengaruhi kontaminasi E. coli pada makanan yang disajikan tempat pengelolaan makanan di Jakarta Selatan. Medika. 31 (9): 555-559. Ehiri JE, Morris GP. 1996. Hygiene training and education of food handlers: does it work?. Ecol Food Nutr. 35: 243-251. Feldman RS. 1985. Social Psychology: Theories, Research, and Application. New York (US): McGraw-Hill. Gerungan WA. 1996. Psikologi Sosial, Suatu Ringkasan. Bandung (ID): Eresco. Giuseppe GD, Abbate R, Albano L, Marinelli P, Angelillo IF. 2008. A survey of knowledge, attitudes, and practices towards avian influenza in an adult population in Italy. J Bio Med Central Infect Dis. 8: 36. Gorman R, Bloomfield S, Aley CC. 2002. A study of cross contamination of foodborne pathogens in the domestic kitchen in the Republic of Ireland. Food Microbiol. 76: 143-150. Gunn GJ, Heffernan C, Hall M, McLeod A, Hovi M. 2008. Measuring and comparing constraints to improved biosecurity amongst GB farmers, veterinarians, and the auxiliary industries. Prev Vet Med. 84: 310-323. Halim NR. 1992. Hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan perilaku komunikasi anggota kelompok simpan pinjam KUD dan pemanfaatan kredit pedesaan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Harihanto. 2001. Persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap air sungai [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institus Pertanian Bogor. Hart MB, Cathy MS, Meumann M, Veltri AT. 2007. Hand injury prevention training: assessing, knowledge, attitude, and behaviour. J SH&E Research. 3: 1-23. Hosmer DW, Lemeshow S. 1989. Applied Logistic Regression. New York (US): J Willey. Idris Z. 1982. Dasar Pendidikan. Bandung (ID): Angkasa. Jenie BSL. 1988. Sanitasi dalam Industri Makanan. Pertanian Bogor.
Bogor (ID): Institut
Kaliyaperumal K. 2004. Guideline for conducting a knowledge, attitude, and practices study. J AECS Illum. 1: 7-9. Kast FE, Rosenzweig. 1995. Organisasi dan Manajemen. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Kheiri M, Sahebalzamani M, Jahantigh M. 2011. The study of education effect on knowledge and attitudes toward electroconvulsive therapy among Iranian nurses and patient’s relatives in a psychiatric hospital 2009-2010. Soc Behav Sci. 30: 256-260. Kibler RJ, Cegala DJ, Watson KW, Baker LL, Milles DT. 1981. Objectives for Instructions and Evaluation. Boston (US): Allyn and Bacon.
41
Khomsan A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Kleinbaum DG, Klein M. 2002. Statistics for Biology an Health, Logistic Regression. New York (US): Springer Publishing. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Kuswanti Y. 2002. Studi kondisi sanitasi kantin Fateta IPB [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lakhan R, Sharma M. 2010. A study of knowledge, attitude and practices (KAP) survey of families toward their children with intellectual disability in Barwani, India. J Asia Pac Disab Rehab. 21: 101-117. Longree K. 1972. Interscience.
Quantity of Food Sanitation.
New York (US): Wiley-
Lukman DW. 2009. Ancaman patogen pada pangan asal hewan. Food Rev. 4: 42-47. Lukman DW, Soejoedono RR. 2009. Uji Sanitasi dengan Metode RODAC. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta (ID): Ghalia. Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta (ID): Bhatara. Nasution A. 2000. Partisipasi Masyarakat dalam Keamanan Pangan. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nain NN, Zain MM, Abdullah NA. 2007. Study on reliability of questionnaire on knowledge, attitude and practice (KAP) of food handlers towards food borne diseases and food safety. Int Med J. 14 (4): 281-285. Notoatmodjo S. 2003. Pengantar Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Nuraida L, Dewanti, Hariyadi R. 2009. Menuju Kantin Sehat di Sekolah. Bogor (ID): Seafast Center. Oller AR, Mitchell A. 2009. Staphylococcus aureus recovery from cotton towels. J Infect Dev Countries. 3 (3): 224-228. Olsen SJ, Laosiritaworn Y, Pattanasin S, Prapasiri P, Dowell SF. 2005. Poultry handling practices during avian influenza outbreak, Thailand. Emerging Infect Dis. 10: 1601-1603. Palaian S. 2006. Knowledge, attitude, and practices outcomes: evaluating the impact of conseling in hospitalized diabetic patient in India. J Pharmacol. 7: 383-396. Pirsaheb M, Almasi A, Rezaee M. 2010. The special health education course effects of knowledge, attitude, and practice of preparation, distribution, and sale centers food staff in Kermanshah. Iran J Health Environ. 3 (3): 299307.
42
[PU] Purdue University. 2010. Microbiological Monitoring [Internet]. [diunduh 2012 Sep 31]. Tersedia pada: http://www.purdue.edu/ research/vpr/rschadmin/rschoversight/animals/docs/RODAC.pdf. Rakhmat J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Sarafino EP. 1994. Health Psychology, Biopsychosocial Interactions. New York (US): J Willey. Sari FO. 2009. Effects of employee trainings on the occupational safety and health in accommodation sector. Social Behaviour Science. 1: 1865-1870. Sarwono S. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta (ID): Balai Pustaka. Saygi C, Billen S. 2010. Attitude scale development study in relation to music history. Soc Behav Sci. 2: 4996-5000. Sharif L, Al-Malki T. 2010. Knowledge, attitude, and practice of Taif University sudents on food poisoning. Food Control. 21: 55-60. Signorini ML, Flores-Luna JL. 2010. Contamination of Poultry Products. New Jersey (US): J Wiley. Sujarwo. 2004. Pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat sekitar hutan dalam pelestarian hutan (kasus di Hutan Diklat Tabo-Tabo, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan) [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Supriyadi. 1993. Pendekatan sosiologi dalam pengukuran KAP di bidang kesehatan. Sosiomedika. 1 (03): 1-4. Susana B, Hartono B. 2003. Pemantauan kualitas makanan ketoprak dan gadogado di lingkungan Kampus UI Depok, melalui pemeriksaan bakteriologis. Makara, Seri Kesehatan. 7 (1): 21-29. [TPH] Toronto Public Health. 2004. Food Handler Certification Program. Toronto (CA): Toronto Public Health. Walgito B. 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta (ID): Aditya Media. White B, Holah J, Mastert MA, Lelieveld. 1995. Hygiene in Food Processing. Cambridge (GB): Woodhead Pub. Widyati, Yuliarsih. 2002. Higiene dan Sanitasi Umum Perhotelan. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana Indonesia. Wilcock A, Pun M, Khanona J, Aung M. 2004. Consumer attitude, knowledge, and behavior: a review of food safety issues. Food Sci Technol. 15: 56-66. Winarno FG. 1993. Keamanan, Gizi, dan Khasiat Makanan Tradisional. Jakarta (ID): Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Winkel WS. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta (ID): Gramedia. [WHO] World Health Organization. 2008. A Guide to Developing Knowledge, Attitude, and Practice Surveys. Geneva (CH): WHO.
43
[WHO] World Health Organization. 2011. Foodborne Disease [Internet]. [diunduh pada 2012 Jun 07]. Tersedia pada: http://www.who.int/foodsafety/foodborne_disease/en/. Yasmin G, Madanijah S. 2010. Perilaku penjaja pangan jajanan anak sekolah terkait gizi dan kemanan pangan di Jakarta dan Sukabumi. Jurnal Gizi dan Pangan. 5 (3): 148-157. Zahid A. 1997. Hubungan karakteristik peternak sapi perah dengan sikap dan perilaku aktual dalam pengelolaan limbah peternakan [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 19 September 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Iin Hendarin dan Cucu Setiawati. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada tahun 2000 di SD Negeri Buniseuri 1 Ciamis dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Cipaku Ciamis hingga lulus tahun 2003. Pendidikan SMU diselesaikan pada tahun 2006 di SMU Negeri 2 Ciamis, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (FAPET UNPAD) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis mendapatkan gelar Sarjana Peternakan (SPt) pada tahun 2010. Penulis langsung melanjutkan studi pascasarjana di Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner (PS KESMAVET), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) di tahun 2010.