STUDI KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE (KAP) HIGIENE DAN SANITASI PEDAGANG DAGING AYAM DI PASAR TRADISIONAL DI PROVINSI DKI JAKARTA
HASUDUNGAN AGUSTINUS SIDABALOK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) Higiene dan Sanitasi Pedagang Daging Ayam di Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013 Hasudungan Agustinus Sidabalok NIM B 251110021
RINGKASAN HASUDUNGAN AGUSTINUS SIDABALOK. Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) Higiene dan Sanitasi Pedagang Daging Ayam di Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan TRIOSO PURNAWARMAN. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang sangat populer dan paling umum di Indonesia termasuk di Kota Jakarta. Daging ayam mudah diperoleh dan harganya relatif murah bila dibandingkan dengan daging sapi. Pasar tradisional merupakan tempat berbelanja paling umum bagi masyarakat Indonesia untuk membeli berbagai macam kebutuhan sehari-hari termasuk daging ayam. Salah satu faktor yang menjamin keamanan dan kualitas daging ayam adalah penerapan praktik higiene dan sanitasi pada saat dijual di pasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pedagang daging ayam di pasar tradisional yang mana karakteristik pedagang yang dinilai adalah umur tingkat pendidikan, pengalaman usaha, sosialisasi pemerintah, dan status kepegawaian, disamping menilai karakteristik diatas penelitian ini juga melihat tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik pedagang daging ayam serta melihat hubungan atau korelasi dari masing-masing peubah. Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkan suatu gambaran yang nyata mengenai kondisi higiene dan sanitasi di tempat penjualan daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta, sehingga dapat diwujudkan jaminan higiene dan sanitasi bagi peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan. Manfaat lain dari penelitian ini juga dapat dijadikan masukan dalam perencanaan program jaminan keamanan pangan di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan studi lapang cross sectional dengan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk melakukan wawancara dan melakukan observasi terhadap praktik higiene dan sanitasi responden. Penelitian ini berlangsung antara bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2013. Responden adalah pedagang daging ayam di pasar tradisional yang berada di 5 wilayah Kota Adminsitrasi Provinsi DKI Jakarta yang mana kriteria penilaian pasar adalah pasar yang dikelola oleh PD Pasar Jaya yang menjual daging ayam. Penentuan besaran sampel dilakukan dengan software Win Episcope® 2.0 dengan tingkat kepercayaan 95%, asumsi persentase pedagang daging ayam yang telah melakukan praktik higiene dan sanitasi yang baik sebesar 50%, dan tingkat kesalahan sebesar 6%, maka banyaknya sampel yang dibutuhkan sebanyak 217. Penentuan unit sampel pasar dengan metode cluster random sampling karena setiap wilayah Kota Administrasi memiliki jumlah pedagang daging ayam yang berbeda dan harus dikelompokkan, untuk menentukan cluster dengan cara probability proportional to size (PPS), sehingga diharapkan pasar dengan jumlah pedagang yang lebih banyak kemungkinan terpilih sebagai unit sampel akan semakin besar. Penilaian tingkat pengetahuan, sikap dan praktik dilakukan dengan mengkuatifikasi kuesioner dengan memberikan skor. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan korelasi antara masing-masing peubah ditentukan dengan uji gamma. Hasil yang didapat mayoritas responden termasuk dalam kategori dewasa (2150 tahun) sebanyak 160 responden (73.7%), tingkat pendidikan sebanyak 201
responden (97.2%) mendapatkan pendidikan formal, dimana yang mendapat pendidikan formal tersebut kebanyakan termasuk dalam kategori pendidikan rendah sebanyak 148 responden (73.6%), sebanyak 151 responden (69.6%) memiliki pengalaman usaha diatas 5 tahun, sebanyak 178 responden (82.0%) merupakan pemilik usaha, sebanyak 141 responden (65.0%) berjenis kelamin pria, 171 responden (78.8%) berjualan ayam broiler, dan sebanyak 167 responden (77.0%) hanya menjual daging ayam. Hampir semua responden (n=209; 96.0%) memiliki tingkat pengetahuan termasuk dalam kategori sedang sampai baik. Tidak terdapat responden yang memiliki kategori sikap buruk akan tetapi memiliki kategori sikap sedang (n=72; 33.2%) dan baik (n=145; 66.8%). Kebanyakan responden (n=174; 80.2%) termasuk dalam kategori sedang dalam praktik higiene dan sanitasi. Analisis selanjutnya terdapat hubungan nyata antara pendidikan dengan pengetahuan (p<0.05), pengalaman dengan pengetahuan (p<0.05) dan umur berhubungan nyata dengan sikap (p<0.05). Korelasi nyata (p<0.05) ditemukan juga antara pengetahuan dengan sikap serta pengetahuan dengan praktik. Kata kunci: higiene, pengetahuan, praktik, sanitasi, sikap
SUMMARY HASUDUNGAN AGUSTINUS SIDABALOK. Study Knowledge Attitude and Practices (KAP) Higiene and Sanitation Chicken Meat Vendors at Traditional Markets in the Province of DKI Jakarta Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and TRIOSO PURNAWARMAN Chicken meat as a source of animal protein is very popular and common in Indonesia, including in Jakarta. Chicken meat is easy to find and its price is relatively cheaper than beef meat. Traditional markets are the most common place for Indonesian people to buy their needs, especially food. One of factors affecting the safety and quality of fresh chicken meat is application of hygiene and sanitation in markets. The aims of this study were to observe the knowledge, attitude, and practices of chicken meat vendors and to evaluate the level of hygiene and sanitation of chicken carcass at vendors in traditional markets in the Province of DKI Jakarta and correlated to each variables. This study was conducted by cross-sectional using questionnaires for interview respondents and observation on practices of hygiene and sanitation. The respondents were chicken meat vendors who traded in the traditional market in five districts in the Province of DKI Jakarta. Total of 217 respondents was involved in this study. The study used cluster random sampling method for identification the market and identification of sample cluster was done using probability proportional to size method. The data were analyzed descriptively and the association among variables was determined with gamma tests. Most of respondents (n=209; 96.3%) had knowledge categorized from moderate to good. There was no respondents whose attitude were categorized as bad, they were categorized in attitude as moderate (n=72; 33.2%) and good (n=145; 66.8%). Most of respondents (n=174; 80.2%) was categorized as moderate in practices of hygiene and sanitation. Further analysis showed that the educational levels were significantly correlated with knowledge (p<0.05), experiences were significantly correlated with the knowledge, and age was significantly correlated with the attitudes (p<0.05). The significant associations (p<0.05) were also showed between knowledge and attitude and then attitude and practice.
Key words: attitudes, hygiene, knowledge, practices, sanitation
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STUDI KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE (KAP) HIGIENE DAN SANITASI PEDAGANG DAGING AYAM DI PASAR TRADISIONAL DI PROVINSI DKI JAKARTA
HASUDUNGAN AGUSTINUS SIDABALOK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr med vet drh Hadri Latif, MS
Judul Tesis
:
Nama NIM
: :
Studi Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) Higiene dan Sanitasi Pedagang Daging Ayam di Pasar Tradisional di Provinsi DKI Jakarta Hasudungan Agustinus Sidabalok B251110021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi Ketua
Dr drh Trioso Purnawarman, MSi Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus :
2013
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah Bapa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga studi dan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan baik dalam segi materi, tata bahasa maupun dalam memberikan deskripsi. Selama pengerjaan tesis ini, penulis mendapatkan banyak saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak dalam penyempurnaan tulisan. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (PS KMV SPs IPB) atas segala waktu selama pembimbingan, kesabaran, saran, dan arahannya dalam penyelesaian tesis dan begitu banyak pengetahuan baru yang penulis dapatkan selama mengikuti perkuliahan sampai menyelesaikan tesis ini; Dr drh Trioso Purnawarman, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar dan meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengarahkan penulisan tesis; dan seluruh staf pengajar beserta tenaga kependidikan PS KMV SPs IPB. Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan PS KMV Reguler tahun 2011/2012 dan rekan-rekan mahasiswa pascasarjana lainnya yang turut membantu penyelesaian tulisan ini. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi DKI Jakarta yang memberikan ijin tugas belajar serta membantu pembiayaan selama penulis menuntut ilmu di IPB. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian serta memberikan data yang penulis perlukan dalam penulisan tesis ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta; istriku yang paling kukasihi Novaline, Mama sebagai sumber inspirasi dan semangatku, anak-anakku tersayang (Aurora, Jonathan, dan Natasha) kalianlah harta yang paling berharga di dunia ini. Atas segala kebaikan yang telah penulis terima, semoga Tuhan yang Maha Kuasa melimpahkan berkat yang tidak terhingga kepada kita semua. Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2013 Hasudungan Agustinus Sidabalok
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA Daging Ayam Keamanan Pangan Asal Hewan Higiene dan Sanitasi Pasar Tradisional Studi Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pengetahuan Sikap Praktik 3 BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Ukuran Sampel, Responden, dan Penarikan Sampel Metodologi Penelitian Pengukuran Pengetahuan Pengukuran Sikap Pengukuran Praktik Validitas Instrumen Analisis Data Definisi Operasional 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Ayam Umur Tingkat Pendidikan Pengalaman Usaha Sosialiasi Pemerintah Status Kepegawaian Karakteristik Tambahan Deskripsi Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Umur Deskripsi Hubungan Sikap dengan Umur Deskripsi Hubungan Praktik dengan Umur Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Pendidikan Deskripsi Hubungan Sikap dengan Pendidikan Deskripsi Hubungan Praktik dengan Pendidikan Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Sosialisasi Pemerintah
ix x 3 4 4 4 5 5 6 6 7 7 8 9 11 11 11 12 12 13 13 14 14 15 16 16 16 18 18 19 19
21 22 22 22 23 23 23
Deskripsi Hubungan Sikap dengan Sosialisasi Pemerintah Deskripsi Hubungan Praktik dengan Sosialisasi Pemerintah Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Status Kepegawaian Deskripsi Hubungan Sikap dengan Status Kepegawaian Deskripsi Hubungan Praktik dengan Status Kepegawaian Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Pengalaman Deskripsi Hubungan Sikap dengan Pengalaman Deskripsi Hubungan Praktik dengan Pengalaman Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pengetahuan Sikap Praktik Observasi Higiene dan Sanitasi Korelasi Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Korelasi Pengetahuan dan Sikap dengan Praktik 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
24 24 25 25 26 26 26 27 27 27 29 32 33 34 35 37 37 38 41
DAFTAR TABEL 1 2 3
4 5 6
7 8 9 10 11
12
13 14 15
16 17 18
19
Besaran sampel pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Sebaran umur pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Sebaran kesempatan mendapatkan pendidikan formal pedagang Daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Sebaran tingkat pendidikan pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Sebaran pengalaman usaha pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasidi Provinsi DKI Jakarta Sebaran pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Adminstrasi Provinsi DKI Jakarta terkait sosialisasi dari pemerintah Sebaran status kepegawaian pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Sebaran jenis kelamin pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Sebaran jenis unggas yang dijual pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Adminitrasi di Provinsi DKI Jakarta Sebaran jenis usaha pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Sebaran besar penghasilan per bulan pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Adminsitrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan umur pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara sikap dan umur pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara praktik dan umur pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan pendidikan pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara sikap dan pendidikan pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara praktik dan pendidikan pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan sosialisasi pemerintah pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara sikap dan sosialisasi pemerintah pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta
12 16 17
17 18 19
19 19 20 20 21
21
22 22 22
23 23 24
24
20 21
22 23 24
25
26 27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Deskripsi hubungan antara praktik dan sosialisasi pemerintah pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan status kepegawaian pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara sikap dan status kepegawaian pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsihubunganantarapraktikdan status kepegawaian pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan pengalaman pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara sikap dan pengalaman pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi hubungan antara praktik dan pengalaman pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Kategori penilaian pengetahuan pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasidi Provinsi DKI Jakarta Sebaran jawaban benar pengetahuan yang dijawab pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Kategori penilaian sikap pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Sebaran jawaban benar sikap yang dijawab pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Kategori penilaian praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Sebaran jawaban benar praktik yang dijawab pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasidi Provinsi DKI Jakarta Kategori penilaian higiene sanitasi pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Sebaran jawaban checklist praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Hubungan karakteristik dengan pengetahuan, sikap dan praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi
24 25
25 26 26
27
27 28
28
30
30
32
32
33
34
35
35
DAFTAR GAMBAR 1 Skema kerangka konsep penelitian
11
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah penduduk kota Jakarta pada tahun 2011 sebanyak 9 607 707 jiwa (BPS 2011). Kebutuhan daging ayam pedaging di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 sebanyak 744 200 ekor per hari. Kondisi Kota Jakarta tidak memungkinkan adanya usaha peternakan unggas komersial sehingga pemenuhan kebutuhan daging ayam tersebut harus dipasok dari luar Jakarta, baik dari Pulau Jawa maupun dari luar Pulau Jawa (DKP 2012). Jumlah pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi Provinsi DKI Jakarta sebanyak 1134 pedagang yang tersebar di 114 pasar tradisional (PD Pasar Jaya 2013). Foodborne hazard merupakan bahaya yang ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan tercemar dan dapat mengakibatkan penyakit (illness) maupun luka (injury). Bahaya yang timbul disebabkan oleh bahaya biologis, kimia, maupun fisik (McSwane et al. 2003). Dari hasil surveilans cemaran dan residu bahan kimia pada tahun 2012 dilaporkan bahwa pada sampel daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Provinsi DKI Jakarta ditemukan sebanyak 11% positif terdapat Escherichia coli, 8.1% tercemar Salmonella sp,dan 1.7% tercemar Campylobacter, sedangkan hasil uji residu antibiotik pada sampel daging ayam ditemukan 15.5% mengandung neomisin, 20% mengandung fluorquinolon, dan 18.2% mengandung semikarbazid (DKP 2012). Produk pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat pada hewan akan merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penanganan yang baik. Mikroba pada produk ternak pada umumnya berasal dari saluran pencernaan (Bahri et al. 2006). Semakin meningkatnya kesejahteraan, pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat saat ini, keamanan pangan menjadi semakin menjadi perhatian masyarakat agar didapatkan pangan yang sehat dan aman. Ketersediaan pangan yang sehat dan aman menjadi kunci utama untuk mencapai tingkat gizi yang baik (Bahri 2008). Jaminan keamanan pangan juga telah menjadi tuntutan dalam perdagangan nasional maupun internasional. Jaminan keamanan pangan dapat diartikan sebagai jaminan bahwa pangan atau bahan pangan tersebut bila dipersiapkan dan dikonsumsi secara benar tidak akan membahayakan kesehatan manusia. Tanpa jaminan keamanan, pangan maupun bahan pangan sulit diperdagangkan, bahkan dapat ditolak (Murdiati 2006). Di Indonesia masalah keamanan pangan diatur dalam Undang- Undang No 7 Tahun 1996. Salah satu poin penting yang diatur dalam Undang-Undang tersebut adalah mengenai kewajiban bagi orang atau unit usaha yang memproduksi pangan yang diperdagangkan wajib melaksanakan sistem jaminan mutu sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi.
Tujuan Penelitian
1. 2.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi: Karakteristik pedagang daging ayam yang berada di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi Provinsi DKI Jakarta. Tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik higiene sanitasi pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta, serta hubungan antara peubah-peubah tersebut Manfaat Penelitian
1.
2.
Manfaat penelitian ini yaitu: Mendapatkan gambaran nyata mengenai kondisi higiene dan sanitasi di tempat penjualan daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta agar dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan dalam perencanaan program jaminan keamanan pangan di Provinsi DKI Jakarta. Hipotesis
1.
2.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Tidak terdapat hubungan nyata antara karakteristik, pengetahuan, dan sikap dengan praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait praktik higiene dan sanitasi. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik, pengetahuan, dan sikap dengan praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait praktik higiene dan sanitasi
2 TINJAUAN PUSTAKA Daging Ayam Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dengan perbandingan jumlah yang baik. Serat daging ayam broiler pendek dan lunak sehingga mudah dicerna. Daging ayam juga menghasilkan nilai kalori yang rendah apabila dibandingkan dengan nilai kalori dari daging sapi, oleh karena itu daging ayam sangat baik sebagai bahan makanan untuk mengontrol pertambahan berat badan, pemulihan dari sakit dan usia lanjut (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Daging ayam berasal dari ayam jantan dewasa (cock), ayam atau kalkun betina dewasa (hen), kalkun jantan dewasa (tom), ayam kastrasi (capon) dan anak ayam (chick). Berdasarkan penanganannya, karkas ayam dapat dibedakan menjadi karkas segar, karkas dingin segar dan karkas beku (Soeparno 1998). Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsabangsa ayam yang memiliki produktivitas tinggi terutama dalam memproduksi daging ayam (Yuwanta 2004). Ayam broiler memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan rendah, umur relatif muda pada saat dipanen serta penghasil daging dengan serat yang lunak (Murtidjo 1992). Klasifikasi daging ayam berdasarkan umur dan bobot menurut BSN (2009) yaitu dibawah umur 6 minggu disebut karkas ayam muda (fryer/broiler), antara 6 sampai dengan 12 minggu disebut karkas ayam dewasa (roaster) dan berumur di atas 12 disebut dengan karkas ayam tua (stew). Keamanan Pangan Asal Hewan Berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1996, pangan didefenisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang telah diolah maupun tidak diolah dan dimanfaatkan sebagai makanan atau minuman, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman. Dengan kata lain keamanan pangan adalah suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari pencemaran agen mikroba patogen, bahan kimia beracun dan benda asing lainnya yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan pada dasarnya merupakan hal yang kompleks dan berkaitan erat dengan aspek kebijakan, toksisitas, mikrobiologi, kimia, status gizi, kesehatan dan ketenteraman batin. Masalah keamanan pangan bersifat dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia yang meliputi aspek sosial budaya, kesehatan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta segala yang terkait dengan kehidupan manusia (Bahri et al. 2006). Pangan asal ternak sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia sebagai sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak usia dini dimana pada usia tersebut laju pertumbuhan dan perkembangan sel otak sangat tinggi. Protein hewani menjadi sangat penting artinya karena mengandung asam amino yang lebih
mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan manusia sehingga mudah dicerna dan lebih efisien. Protein hewani sangat dibutuhkan sebagai sumber gizi untuk kesehatan masyarakat akan tetapi produk ternak ini dapat menjadi berbahaya bagi kesehatan masyarakat bila tidak terjamin keamanannya (Bahri et al. 2006). Higiene dan Sanitasi Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI 2004). Menurut Komnas FBPI (2008) higiene adalah segala upaya yang berhubungan dengan masalah kesehatan serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya seperti menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI 2004). Menurut Komnas FBPI sanitasi adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya mikroba pembusuk dan patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia . Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya dan pelaksanaan higiene yang baik tidak akan maksimal apabila tindakan sanitasi tidak dilakukan dengan baik (Depkes RI 2004). Berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 1996, yang dimaksud dengan sanitasi pangan adalah upaya untuk mencegah kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi sebagai upaya untuk membunuh mikroba terutama yang bersifat patogen agar pangan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia. Pasar Tradisional Pasar tradisional merupakan bagian intergral dari komunitas masyarakat yang menjual berbagai macam kebutuhan masyarakat baik sandang maupun pangan. Salah satu bahan pangan yang dijual di pasar tradisional adalah unggas, baik dalam bentuk karkas maupun unggas hidup. Pasar unggas diketahui sebagai tempat amplifikasi dan diseminasi virus highly pathogenic avian influenza (HPAI) sesuai dengan studi yang menyatakan bahwa virus AI dapat ditemukan baik pada unggas maupun pada peralatan yang digunakan (Samaan et al. 2011). Pasar sehat dapat tercapai apabila ada peran serta dari berbagai pihak yang terlibat sehingga bahan pangan yang dijual di pasar tersebut merupakan produk yang aman dan bernutrisi baik bagi masyarakat. Pasar tradisional juga dapat sebagai media penyebaran berbagai macam penyakit. Seluruh stakeholder seperti pedagang, pekerja, konsumen, manajemen pasar, pemasok, pemerintah harus memiliki visi yang sama agar pasar sehat dapat diwujudkan (WHO 2006).
Studi Pengetahuan, Sikap dan Praktik Studi mengenai pengetahuan, sikap dan praktik merupakan ilmu yang representatif yang digunakan pada populasi yang spesifik untuk mengumpulkan informasi yang ingin diketahui. Studi ini sangat dibutuhkan untuk merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi suatu metode yang diterapkan pada masyarakat (WHO 2008). Studi ini dikenal pertama sekali lebih dari 40 tahun yang lalu oleh Bank Dunia (World Bank) pada bidang pemerintahan, non pemerintahan, perkembangan keluarga, pendidikan, kesehatan masyarakat. Studi ini didesain pada daerah atau budaya serta topik yang khusus dimana studi ini dapat menjelaskan bagaimana individu atau kelompok merasakan adanya sesuatu yang spesifik mengenai apa yang diketahui dan bagaimana bertindak (Kaliyaperumal 2004). Menurut (Notoatmodjo 2010) studi pengetahuan, sikap dan praktik merupakan studi yang mengukur tentang perilaku manusia, dimana perilaku manusia dibedakan menjadi perilaku tertutup (covert), dan perilaku terbuka (overt). Perilaku seseorang sangat kompleks dan memiliki bentangan yang sangat luas dan terdiri atas 3 area yaitu; area cipta (kognitif), area rasa (afektif) dan area karsa (psikomotor). Respon kognitif, afektif, dan psikomotor erat hubungannya dengan tahap pengambilan keputusan. Respon kognitif adalah berada pada tahap mempelajari yaitu tahap mengenal masalah dan tahap mencari informasi untuk mengatasi masalah. Selanjutnya untuk mencari alternatif terbaik dalam memecahkan masalah termasuk pada tahap afektif dan setelah alternatif tindakan sudah ditemukan maka sampai pada tahap perilaku (psikomotor) (Umar 2000). Pengetahuan Menurut Walgito (2002), pengetahuan adalah mengenal suatu objek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang objek itu. Bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu objek, itu berarti orang tersebut telah mengetahui tentang objek tersebut. Menurut Lakhan dan Sharma (2010), pengetahuan adalah kemampuan untuk memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan informasi, gabungan pemahaman, ketajaman dan keterampilan. Sedangkan Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, dan telinga), sehingga dari waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Menurut Notoatmodjo (2010), secara garis besar tingkat pengetahuan dibagi menjadi 6 yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tetapi dapat menginterpretasikan secara benar mengenai objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. 6. Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sikap Sikap adalah bentuk respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik). Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2010), definisi sikap adalah “ an Individual attitude is syndrome of response consistency with regard to object”, atau sikap merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan lainnya. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan/praktik atau perilaku. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata/praktik diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas (Ali 2003), sedangkan menurut Azwar (2003) sikap terbentuk dari pengalaman dengan melalui proses belajar. Pengalaman yang dimaksud adalah tentang obyek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Proses belajar dalam pengalaman sebagai peningkatan pengetahuan individu terhadap obyek sikap. Proses belajar tersebut didapat melalui interaksi dengan pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, serta pengaruh faktor emosional.
Sikap mengacu kepada kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu untuk situasi tertentu, untuk melihat dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa sesuai dengan kecenderungan tertentu, atau untuk menyusun pendapat ke dalam struktur yang masuk akal dan saling terkait. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), komponen pokok sikap terdiri atas 3 yaitu: 1 Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2 Kehidupan emosional atau evaluasi individu terhadap objek, artinya bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek. 3 Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Menurut Notoatmodjo (2010) berdasarkan intensitasnya sikap dibedakan menjadi beberapa tingkatan yaitu: 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). 2. Menanggapi (responding) Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. 3. Menghargai (valuing) Menghargai dapat diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain bahkan mengajak atau mempengaruhi untuk merespons. 4. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Praktik Praktik adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Lebih jauh dikatakan bahwa tindakan itu terjadi karena adanya penyebab (stimulus), motivasi, dan tujuan dari tindakan tersebut. Tindakan dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat didalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal). Proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang (Sarwono 2002). Praktik berarti aplikasi peraturan dan pengetahuan yang mengarah ke tindakan/perbuatan (Lakhan dan Sharma 2010). Notoatmodjo (2010), membedakan praktik atau tindakan menjadi 3 tingkatan, yaitu : 1. Praktik terpimpin (guided response) Praktik yang dilakukan subjek masih tergantung tuntunan atau masih menggunakan objek. 2. Praktik secara mekanisme (mechanism) Subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis.
3.
Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya tindakan atau praktik yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
3 BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian Peubah yang digunakan di dalam penelitian ini adalah karakteristik, pengetahuan dan sikap pedagang daging ayam yang berada di pasar tradisional di 5 wilayah di Provinsi DKI Jakarta. Ketiga peubah ini dihubungkan dengan praktik dari pedagang tersebut terkait dengan praktik higiene dan sanitasi. Kerangka konsep penelitian yang dilakukan dapat dilihat di Gambar 1.
Karakteristik Pedagang Umur pedagang Tingkat pendidikan Pengalaman usaha Sosialisasi pemerintah Status kepegawaian
Praktik Higiene dan Sanitasi Sanitasidaaniosekuriti
Tingkat Higiene dan Sanitasi Pengetahuan Pedagang
Sanitasi ingkatBiosekuriti
Gambar 1 Skemakerangka konsep penelitian Sikap Pedagang
Gambar 1 Skema kerangka konsep penelitian.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian berlangsung selama 3 bulan antara bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Tradisional di 5 wilayah Kota Adminsitrasi di Provinsi DKI Jakarta yang dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya yang menjual daging ayam. Ukuran Sampel, Responden, dan Penarikan Sampel Responden penelitian adalah penjual daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kriteria pemilihan pasar berdasarkan area wilayah yang dibagi oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya yang menjual daging ayam. Pengambilan sampel pasar di tentukan dengan teknik penarikan contoh acak bergerombol (cluster random sampling) dan cara menentukan gerombol dengan melakukan PPS (probability proportional to size) dan dari tiap pasar yang sudah terpilih sampel pedagang ditentukan secara acak (Sumarsono 2004).
Ukuran sampel ditentukan dengan software Win Episcope® 2.0. Dengan tingkat kepercayaan 95%, asumsi persentase pedagang daging ayam yang telah melakukan praktik higiene dan sanitasi yang baik sebesar 50%, dan tingkat kesalahan sebesar 6%, maka banyaknya sampel yang dibutuhkan sebanyak 217 sampel. Besaran sampel dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1
Besaran sampel pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Wilayah kota administrasi Jumlah pedagang Besaran sampel pedagang Jakarta Pusat 203 39 Jakarta Utara 257 49 Jakarta Timur 348 66 Jakarta Selatan 196 38 Jakarta Barat 130 25 Jumlah 1134 217 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan kajian lapang cross-sectional dengan menggunakan kuesioner sebagai perangkat untuk mengukur pengetahuan, sikap, dan praktik dari responden (Kirwood 1992; Lin et al. 2011). Data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap responden yang terpilih menggunakan kuesioner. Pertanyaan maupun pernyataan dalam kuesioner diarahkan pada pokok-pokok permasalahan yang memiliki keterkaitan erat serta mendukung tujuan penelitian. Isi dari kuesioner terdiri dari pertanyaan maupun pernyataan diharapkan dapat menggali kondisi higiene dan sanitasi responden, dimana kondisi higiene pribadi dan sanitasi lingkungan sekitar tempat berjualan daging ayam (Komnas FBPI 2008). Pengukuran Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010), pengukuran pengetahuan masyarakat terkait higiene dan sanitasi adalah dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan yang tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan terkait higiene dan sanitasi adalah tingginya pengetahuan responden tentang higiene dan sanitasi, atau besarnya persentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel atau komponen terkait higiene dan sanitasi. Untuk mengukur pengetahuan responden digunakan 33 pertanyaan mengenai pengetahuan terkait higiene dan sanitasi di tempat penjualan daging ayam. Pengetahuan dikuantifikasi dengan pemberian bobot (skor). Responden diharapkan dapat memberikan pilihan jawaban dalam jawaban “benar”, “salah” dan “tidak tahu” (Khan et al. 2013). Pertanyaan dibedakan menjadi pertanyaan positif dan pertanyaan negatif untuk menghilangkan bias dari jawaban responden. Pertanyaan positif yang mana jawaban benar jika responden memilih jawaban benar, sementara pertanyaan negatif jawaban benar jika responden memilih jawaban salah (Palaian et al. 2006). Pada kuesioner pengetahuan terdapat 16 pertanyaan negatif dan 17 pertanyaan positif. Setiap jawaban yang benar dari pertanyaan mengenai pengetahuan tentang higiene dan sanitasi diberikan bobot 1 sementara jawaban salah dan memilih jawaban tidak tahu akan diberikan bobot 0 (Ansari et al. 2010). Dengan demikian nilai
maksimum untuk tingkat pengetahuan adalah 33 dan minimum adalah 0. Berdasarkan kriteria penilaian di atas, untuk menilai tingkat pengetahuan penjual daging ayam terkait higiene dan sanitasi di pasar tradisional sebagai berikut: Pengetahuan buruk jika nilai <18 Pengetahuan sedang jika nilai antara 18–27 Pengetahuan baik jika nilai >27 Pengukuran Sikap Pengukuran sikap masyarakat terkait higiene dan sanitasi adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan higiene dan sanitasi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan atau dapat juga dengan memberikan pernyataan dengan menggunakan skala Lickert (Notoatmodjo 2010). Pengukuran sikap dirancang 33 pernyataan mengenai sikap responden terhadap higiene dan sanitasi. Responden diberikan 3 pilihan jawaban yaitu ”setuju”, ”tidak setuju” dan ”ragu-ragu” (Riduwan 2009). Pernyataan dibedakan menjadi pernyataan positif dan pernyataan negatif untuk menghilangkan bias dari jawaban responden. Pernyataan positif yang mana jawaban benar adalah jika responden memilih jawaban ”setuju”, sementara pernyataan negatif yang mana jawaban benar adalah jika responden memilih jawaban ”tidak setuju”.Pada kuesioner sikap terdapat 16 pernyataan negatif dan 17 pernyataan positif. Setiap jawaban yang benar dari pernyataan mengenai sikap pedagang daging ayam diberi nilai 3, jawaban netral (ragu-ragu) diberi nilai 2 dan jawaban salah diberi nilai 1. Dengan demikian nilai maksimum adalah 99 dan nilai minimum adalah 33. Berdasarkan kriteria penilaian di atas, untuk menilai tingkat sikap pedagang daging ayam sebagai berikut: Sikap negatif jika nilai <50 Sikap netral jika nilai antara 50-80 Sikap positif jika nilai >80 Pengukuran Praktik Menurut Notoatmodjo (2010), pengukuran atau cara mengamati praktik dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran praktik yang paling baik adalah secara langsung, yakni dengan melakukan pengamatan (observasi) Pada penelitian ini terdapat 10 penilaian yang dilakukan dengan memberikan nilai 1 pada yang melakukan tindakan higiene dan sanitasi yang tepat dan nilai 0 pada yang tidak melakukan tindakan higiene dan sanitasi, sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini dari 61 pertanyaan dalam kuesioner akan dirangkum menjadi 25 pertanyaan kunci mengenai praktik higiene dan sanitasi. Pertanyaan kunci tersebut memiliki jawaban “ya” dan “tidak”. Pembobotan dilakukan dengan memberikan nilai 1 pada jawaban “ya” dan nilai 0 pada jawaban “tidak”. Dengan demikian nilai maksimum untuk tingkat praktik higiene dan sanitasi adalah 25 dan minimum adalah 0. Berdasarkan kriteria penilaian di atas, untuk menilai tingkat perilaku atau praktik pedagang daging ayam sebagai berikut:
Pengetahuan buruk jika nilai <12 Pengetahuan sedang jika nilai antara 12-20 Pengetahuan baik jika nilai >20 Hasil penilaian total untuk tingkat higiene dan sanitasi adalah penjumlahan dari praktik higiene dan sanitasi (25 poin) dan hasil observasi (10 poin). Dengan demikian nilai maksimum untuk tingkat higiene dan sanitasi adalah 35 dan minimum adalah 0. Berdasarkan kriteria pembobotan di atas, untuk menilai tingkat higiene dan sanitasi sebagai berikut: Higiene dan sanitasi buruk jika nilai <20 Higiene dan sanitasi sedang jika nilai antara 20-30 Higiene dan sanitasi baik jika nilai >30 Validitas Instrumen Suatu instrumen dikatakan valid, jika instrumen tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur menurut situasi dan tujuan tertentu. Validitas instrumen atau keabsahan intrumen dipenuhi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian yaitu dengan cara menyesuaikan isi pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner dengan landasan teoritis yang ada serta hasil penelitian yang bersifat mendukung dan keadaan di lokasi sasaran penelitian. Uji reliabilitas instrumen juga dilakukan sehingga tingkat konsistensi hasil yang dicapai meskipun dipakai berulang-ulang tidak berubah. Kuesioner dalam penelitian ini terlebih dahulu diuji dengan pre-test kuesioner sebelum dipergunakan untuk menentukan estimasi waktu dari wawancara dan melihat tingkat kesulitan pertanyaan dalam kuesioner (Danim 2004). Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan dilakukan uji gamma untuk melihat adanya hubungan atau korelasi antara peubah yang diamati. Menurut Agresti dan Finlay (2009) uji gamma digunakan untuk mengetahui asosiasi antara peubahpeubah yang memiliki skala ordinal, sementara untuk melihat korelasi atau hubungan antara peubah yang memiliki skala ordinal dengan numerik digunakan uji Spearman (Dahlan 2011). Analisis data menggunakan program SPSS® 17 dan Microsoft Excel 2007. Definisi Operasional Definisi operasional dari istilah variabel yang digunakan dalam penelitian ini dirumuskan untuk memberikan pengertian yang jelas dan tidak memberikan keraguan. Beberapa istilah peubah tersebut adalah: 1. Pedagang daging ayam: seseorang atau individu yang berprofesi berjualan daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah di Provinsi DKI Jakarta. 2. Pasar tradisional: tempat pedagang dan pembeli bertemu dan melakukan transaksi dengan uang sebagai alat pembayaran yang resmi. Pasar tradisional yang digunakan sebagai tempat penelitian ini adalah pasar tradisional yang dikelola oleh PD. Pasar Jaya yang menjual daging ayam . 3. Karakteristik: ciri-ciri individu responden yang relatif tidak berubah dalam jangka waktu yang singkat, seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, sosialisasi pemerintah, dan status kepegawaian.
4.
Pengetahuan higiene dan sanitasi : tingkat penguasaan mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan aspek higiene dan sanitasi dalam hal berjualan daging ayam di pasar tradisional yang diukur melalui penilaian (scoring) kuesioner. 5. Sikap higiene dan sanitasi: keyakinan, perasaan, atau penilaian yang bisa bersifat positif, netral, atau negatif terhadap kepentingan higiene dan sanitasi (objek sikap) yang diukur melalui penilaian (scoring) kuesioner. 6. Praktik higiene pangan: kegiatan atau praktik nyata yang sudah dilakukan pedagang daging ayam dalam hal higiene dan sanitasi yang diukur melalui penilaian (scoring) kuesioner. 7. Tingkat higiene dan sanitasi: klasifikasi tingkatan higiene yang dinilai berdasarkan perhitungan angka yang dikategorikan menjadi tingkat higiene dan sanitasi baik dan tingkat higiene dan sanitasi buruk yang diukur melalui penilaian (scoring) kuesioner dan observasi. 8. Umur: usia responden (pedagang daging ayam) pada saat penelitian dilakukan yang dihitung dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat dan diukur dalam satuan tahun. 9. Pengalaman bekerja: rentang waktu pada saat responden memulai kegiatan menjadi pedagang daging ayam sampai saat dilakukan wawancara. 10. Sosialisasi pemerintah: kegiatan yang pernah diikuti atau diperoleh oleh responden terkait dengan pekerjaanya sebagai pedagang daging ayam yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahliannya terkait praktik higiene dan sanitasi dalam berjualan daging ayam. 11. Tingkat pendidikan: pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh pedagang daging ayam. 12. Status kepegawaian: penggolongan posisi kepemilikan usaha berjualan daging ayam sebagai pemilik atau karyawan.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Ayam Karakteristik pedagang daging ayam yang diamati pada penelitian ini adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman berdagang, sosialisasi pemerintah dan status kepegawaian. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis seseorang. Rentang usia responden berkisar antara18-70 tahun. Rata-rata umur responden 43.3 tahun dan usia responden paling banyak berumur 45 tahun sebanyak 17 orang (7.8%). Responden dibagi menjadi 3 kelompok usia yaitu, kelompok usia muda (< 21 tahun), kelompok usia dewasa (21-50 tahun) dan kelompok usia tua (> 50 tahun). Mayoritas responden termasuk dalam kategori dewasa (21-50 tahun) sebanyak 160 responden (73.7 %), kategori tua (>50 tahun) sebanyak 56 responden (25.8%), dan kategori muda (<21 tahun) sebanyak 1 responden (0.5%). Berdasarkan analisa demografi, struktur umur dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu (a) kelompok umur muda, usia dibawah 15 tahun; (b) kelompok umur produktif, usia antara 15-64 tahun; (c) kelompok umur tua, usia diatas 65 tahun (BPS 2010). Berdasarkan pengelompokan tersebut sebanyak 215 responden (99.1%) berada dalam kelompok umur produktif (15-64 tahun) dan sebanyak 2 responden (0.9%) berada dalam kelompok umur tua atau diatas 65 tahun. Jakarta Barat merupakan wilayah dengan responden paling banyak yang masuk dalam kategori dewasa yaitu sebanyak 20 responden (80.0%) dari total responden di wilayah Jakarta Barat, sementara Jakarta Selatan (n=13: 34.2%) merupakan wilayah dengan responden paling banyak yang masuk dalam kategori tua yaitu sebanyak 13 responden (34.2%) dari total responden di wilayah Jakarta Selatan. Selengkapnya sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2
Sebaran umur pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Jakarta
Jakarta
Pusat
Utara
0 (0%)
1(2.0%)
Umur
Muda (<21 tahun) Dewasa (21-50 tahun) Tua (50>tahun) Total
27 (69.2%) 12 (30.8%) 39 (100%)
36 (73.5%) 12 (24.5%) 49 (100%)
Jakarta Timur
0 (0%) 52 (78.8%) 14 (21.2%) 66 (100%)
Jakarta Selatan
0 (0%) 25 (65.8%) 13 (34.2%) 38 (100%)
Jakarta Total Barat 0 (0%) 20 (80.0%) 5 (20.0%)
1(0.5%) 160 (73.7%) 56 (25.8%)
25 (100%) 217 (100%)
Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat menunjukkan intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Dari hasil penelitian ini terdapat 16 responden (2.8%) yang tidak mendapat pendidikan formal dan 201 responden (97.2%) yang mendapat pendidikan
formal. Jakarta Barat merupakan wilayah dengan jumlah responden paling banyak yang mendapatkan pendidikan formal yaitu sebanyak 24 responden (96.0%) dari total responden di wilayah Jakarta Barat, sementara Jakarta Selatan merupakan wilayah dengan jumlah responden paling banyak yang tidak mendapat pendidikan formal yaitu sebanyak 8 responden (21.1%) dari total responden di wilayah Jakarta Selatan. Sebaran kesempatan mendapatkan pendidikan formal responden dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3
Sebaran kesempatan mendapatkan pendidikan formal pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta
Pendidikan Formal Tidak Berpendidikan
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Total
2 (5.1%)
4 (8.2%)
1 (1.5%)
8 (21.1%)
1 (4.0%)
16 (7.4%)
Berpendidkan
37 (94.9%)
45 (91.8%)
65 (98.5%)
30 (78.9%)
24 (96.0%)
201 (92.6%)
Total
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Pendidikan formal responden yang paling banyak adalah lulus SMP sebanyak 58 responden (28.9%), lulus SMA sebanyak 47 responden (23.4%), lulus SD sebanyak 42 responden (20.9%), tidak lulus SD sebanyak 21 responden (10.4%), tidak lulus SMP sebanyak 17 orang (8.5 %), tidak lulus SMA sebanyak 10 orang (5%), D1/D2/D3 sebanyak 4 orang (2.0%) serta tingkat pendidikan yang paling tinggi yaitu lulus S1 sebanyak 2 orang (1.0%). Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu rendah (tidak lulus SD, lulus SD, tidak lulus SMP, lulus SMP, dan tidak lulus SMA) dan tinggi (lulus SMA, diploma, sarjana, dan pascasarjana). Sebanyak 148 responden (73.6%) termasuk dalam tingkat pendidikan kategori rendah dan sisanya sebanyak 53 orang (26.4 %) berada pada kategori pendidikan tinggi. Tingginya proporsi responden pedagang daging ayam yang memiliki kategori tingkat pendidikan rendah menggambarkan bahwa berjualan daging ayam merupakan suatu sektor pekerjaan yang bersifat informal yang tidak memerlukan persyaratan tingkat pendidikan yang tinggi. Sebaran secara lengkap tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tingkat Pendidikan Tidak Lulus SD
Sebaran tingkat pendidikan pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
2 (5.4%)
7 (15.6%)
6 (9.2%)
6 (20.0%)
0 (0%)
21 (10.4%)
Lulus SD
5 (13.5%)
9 (20.0%)
14 (21.5%)
4 (13.3%)
10 (41.7%)
42 (20.9%)
Tidak Lulus SMP
2 (5.4%)
3 (6.7%)
4 (6.2%)
8 (26.7%)
0 (0%)
17 (8.5%)
Lulus SMP
14 (37.8%)
9 (20.0%)
23 (35.4%)
5 (16.7%)
7 (29.2%)
58 (28.9%)
Tidak Lulus SMA
3 (8.1%)
2 (4.4%)
2 (3.1%)
3 (10.0%)
0 (0%)
10 (5.0%)
Total
Lanjutan Lulus SMA
10 (27.0%)
14 (31.1%)
14 (21.5%)
4 (13.3%)
5 (20.8%)
47 (23.4%)
Diploma (D1/D2/D3)
1 (2.7%)
1 (2.2%)
2 (3.1%)
0 (0%)
0 (0%)
4 (2.0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
2 (8.3%)
2 (1%)
37 (100%)
45 (100%)
65 (100%)
30 (100%)
24 (100%)
201 (100%)
Sarjana Total
Pengalaman Usaha Pengalaman usaha pedagang daging ayam dibedakan menjadi 3 kategori yaitu kategori baru dengan lama berjualan dibawah 3 tahun yaitu sebanyak 39 responden (18.0%), kategori sedang dengan pengalaman berjualan antara 3-5 tahun yaitu sebanyak 27 responden (12.4%) dan kategori lama dengan pengalaman berjualan lebih dari 5 tahun yaitu sebanyak 151 responden (69.6%). Hasil ini menjelaskan bahwa kategori kelompok responden pengalaman lebih dari 5 tahun mendominasi pedagang daging ayam. Jakarta Barat merupakan wilayah dengan responden paling banyak yang memiliki pengalaman berjualan lebih dari 5 tahun, yaitu sebanyak 21 responden (84.0%) dari total responden di Jakarta Barat, sementara Jakarta Selatan merupakan wilayah dengan responden paling banyak yang memiliki pengalaman berjualan dibawah 3 tahun yaitu sebanyak 18 responden (47.4%) dari total responden di Jakarta Selatan. Informasi lengkap mengenai sebaran pengalaman berjualan responden dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Pengalaman Baru (3
5tahun) Total
Sebaran pengalaman usaha pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Total
3 (7.7%)
7 (14.3%)
9 (13.6%)
18 (47.4%)
2 (8.0%)
39 (18%)
4 (10.3%)
6 (12.2%)
10 (15.2%)
5 (13.2%)
2 (8.0%)
27 (12.4%)
32 (82.1%)
36 (73.5%)
47 (71.2%)
15 (39.5%)
21 (84.0%) 151 (69.6%)
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Sosialisasi Pemerintah Terdapat 145 responden (66.8%) yang belum pernah atau tidak mendapatkan sosialisasi dari pemerintah terkait higiene dan sanitasi berjualan daging ayam, sementara sebanyak 72 responden (33.2%) mengaku pernah mendapatkan sosialisasi dari pemerintah. Jakarta Barat merupakan wilayah dengan responden paling banyak yang mendapatkan sosialisasi dari pemerintah yaitu sebanyak 10 responden (40.0%) dari total responden di Jakarta Barat, sementara Jakarta Pusat merupakan wilayah dengan responden paling sedikit yang mendapatkan sosialisasi dari pemerintah yaitu sebanyak 11 responden (28.2%) dari total jumlah responden di Jakarta Pusat. Informasi lengkap mengenai sebaran sosialisasi dari pemerintah dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6
Sebaran pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Adminstrasi Provinsi DKI Jakarta terkait sosialisasi dari pemerintah
Sosialisasi Pemerintah
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Pernah
11(28.2%)
18(36.7%)
Tidak Pernah
28(71.8%)
Total
39 (100%)
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Total
22(33.3%)
11(28.9%)
10(40.0%)
72 (33.2%)
31(63.3%)
44(66.7%)
27(71.1%)
15(60.0%)
145(66.8%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Status Kepegawaian Terdapat (n=178; 82.0%) responden memiliki status kepegawaian sebagai pemilik usaha, dan sebanyak (n=38; 17.5%) responden merupakan karyawan dan sisanya (n=1; 0.5%) merupakan responden termasuk dalam kategori lain-lain. Jakarta Utara merupakan wilayah dengan status kepegawaian responden sebagai karyawan paling banyak yaitu sebanyak 11 responden (22.5%), sementara Jakarta Barat merupakan wilayah dengan responden paling banyak yang berstatus pemilik yaitu sebanyak 22 responden (88.0%). Sebaran mengenai status kepegawaian responden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7
Sebaran status kepegawaian pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Adminitrasi di Provinsi DKI Jakarta
Status Kepegawaian
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Total
Pemilik
33 (84.6%)
37 (75.5%)
55 (83.3%)
31 (81.6%)
22 (88.0%)
178 (82.0%)
Karyawan
6 (15.4%)
11 (22.5%)
11 (16.7%)
7 (18.4%)
3 (12.0%)
38 (17.5%)
Lain-lain
0 (100%)
1 (2.0%)
0 (100%)
0 (100%)
0 (100%)
1 (0.5%)
Total
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Karakteristik Tambahan Karakteristik tambahan pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah jenis kelamin, jenis usaha, jenis unggas yang dijual, serta besar penghasilan per bulan. Selengkapnya mengenai karakteristik tambahan responden dapat dilihat pada Tabel 8, 9, 10 dan 11. Tabel 8 Jenis kelamin
Sebaran jenis kelamin pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Pria
28 (71.8%)
32 (65.3%)
41 (62.1%)
21 (55.3%)
19 (76.0%)
141 (65.0%)
Wanita
11 (28.2%)
17 (34.7%)
25 (37.9%)
17 (44.7%)
6 (24.0%)
76 (35.0%)
Total
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Total
Sebagian besar responden (n=141; 65.0%) berjenis kelamin pria dan hanya (n=76; 35.0%) responden berjenis kelamin wanita. Jakarta Barat merupakan wilayah dengan responden paling banyak berjenis kelamin pria yaitu sebanyak 19 responden (76.0%) dari total responden di Jakarta Barat, sementara Jakarta Selatan merupakan
wilayah dengan responden berjenis kelamin wanita yaitu sebanyak 17 responden (44.7%) dari total responden di Jakarta Selatan. Proporsi pedagang pria yang lebih banyak bila dibandingkan dengan pedagang wanita menunjukkan bahwa berjualan daging ayam merupakan pekerjaan yang mengandalkan kekuatan fisik sehingga hanya sedikit wanita yang memilih berjualan daging ayam sebagai pekerjaan utama. Tabel 9 Sebaran jenis unggas yang dijual pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Adminitrasi di Provinsi DKI Jakarta Jenis Unggas
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Total
Ayam broiler
38 (97.4%)
43 (87.8%)
60 (90.9%)
19 (50.0%)
11 (44.0%)
171 (78.8%)
1 (2.6%)
3 (6.1%)
2 (3.0%)
8 (21.1%)
3 (12.0%)
17 (7.8%)
Ayam buras
0 (0%)
3 (6.1%)
3 (3.0%)
8 (21.1%)
10 (40.0%)
24 (11.1%)
Ayam afkir
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
2 (5.3%)
0 (0%)0
2 (0.9%)
Lain-lain
0 (0%)
0 (0%)
1 (1.5%)
1 (2.6%)
1 (4.0%)
3 (1.4%)
Total
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
Ayam pejantan
217 (100%)
Sebagian responden (n=171; 78.8%) menjual ayam broiler/potong sebagai komoditi berjualan, sementara yang menjual ayam buras merupakan komoditi terbanyak kedua setelah ayam broiler (n=24; 11.1%). Terdapat responden (n=3; 1.4%) yang menjual unggas dalam kategori lain-lain, yaitu berjualan bebek dan entok. Jakarta Pusat merupakan wilayah dengan responden yang paling banyak menjual daging ayam broiler yaitu sebanyak 38 responden (97.4%) dari total responden di Jakarta Pusat, sementara Jakarta Barat merupakan wilayah dengan responden yang paling banyak menjual ayam kampung/buras yaitu sebanyak 10 responden (40.0%) dari total responden di Jakarta Barat. Tabel 10 Sebaran jenis usaha pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Jenis Usaha
Jakarta Pusat
Menjual daging 34 (87.2%) unggas Menjual daging dan 5 (12.9%0 unggas hidup Total
39 (100%)
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Total
34 (69.4%)
46 (69.7%)
33 (86.8%)
20 (80.0%)
167 (77.0%)
15 (30.6%)
20 (30.3%)
5(13.2%)
5 (20.0%)
49 (22.6%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Sebagian besar responden (n=167; 77.0%) hanya menjual daging ayam dan tidak menjual ayam hidup, sementara sebanyak (n=49; 22.6%) responden menjual daging ayam dan ayam hidup. Jakarta Pusat merupakan wilayah dengan jumlah responden paling banyak yang hanya menjual daging unggas yaitu sebanyak 34 responden (87.2%) dari total responden di Jakarta Pusat, sementara Jakarta Utara merupakan wilayah dengan jumlah responden paling banyak yang menjual daging unggas dan juga unggas hidup yaitu sebanyak 15 responden (30.6%) dari total responden di Jakarta Utara.
Tabel 11 Sebaran besar penghasilan per bulan pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Adminsitrasi di Provinsi DKI Jakarta Besar Penghasilan < Rp 1 juta/bulan Rp 1-3 juta/bulan > Rp 4jt/bulan Total
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Total
2 (5.1%)
7 (14.3%)
4 (6.1%)
20 (52.6%)
0 (0%)
33 (15.2%)
27 (69.2%)
23 (46.9%)
47 (71%)
15 (39.5%)
21 (84.0%)
123 (61.3%)
10 (25.6%)
19 (38.8%)
15 (22.7%)
3 (7.9%)
4 (16.0%)
51 (23.5%)
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Penghasilan responden paling banyak antara Rp 1-3 juta perbulan yaitu sebanyak 123 responden (61.3%), sebanyak 51 responden (23.5%) memiliki penghasilan di atas Rp 4 juta per bulan. Jakarta Selatan merupakan wilayah dengan jumlah responden paling banyak dengan penghasilan dibawah Rp 1 juta perbulan yaitu sebanyak 20 responden (52.6%) dari total responden di Jakarta Selatan, sementara Jakarta Utara merupakan wilayah dengan jumlah responden paling banyak yang memiliki penghasilan diatas Rp 4 juta perbulan yaitu sebenyak 10 responden (25.6%) dari total responden di Jakarta Utara. Perbedaan tingkat penghasilan responden biasanya dipengaruhi oleh status kepegawaian dan omset perhari. Deskripsi Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Umur Responden yang termasuk dalam kategori umur dewasa dan tua kebanyakan memiliki skor pengetahuan dalam kategori sedang (n=158; 72.9%). Responden dengan kategori umur dewasa memiliki skor pengetahuan baik paling banyak (n=42: 19.4%). Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan umur responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan umur pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Pengetahuan Kategori Umur
Total Buruk
Sedang
Baik
0
1 (0.5%)
0
1 (0.5%)
Dewasa
7 (3.2%)
116 (53.5%)
42 (19.4%)
165 (76%)
Tua
1 (0.5%)
42 (19.4%)
8 (3.7%)
51 (23.5%)
Total
8 (3.7%)
159 (73.3%)
50 (23.0%)
217 (100.0%)
Muda
Deskripsi Hubungan Sikap dengan Umur Responden yang termasuk dalam kategori umur dewasa dan tua kebanyakan memiliki skor sikap baik (n=144; 66.3%). Selengkapnya mengenai deskripsi hubungan antara sikap dan umur responden dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Deskripsi hubungan antara sikap dan umur pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Sikap Kategori Umur
Total Buruk
Sedang
Baik
Muda
0
0
1 (0.5%)
1 (0.5%)
Dewasa
0
50 ( 23.0%)
115 (53.0%)
165 (76.0%)
Tua
0
22 (10.1%)
29 (13.3%)
51 (23.5%)
Total
0
72 (33.2%)
145 (66.8%)
217 (100%)
Deskripsi Hubungan Praktik dengan Umur Responden yang termasuk dalam kategori umur dewasa dan tua memiliki skor praktik dalam kategori sedang (n=173; 79.7%). Selengkapnya mengenai deskripsi hubungan antara praktik dan umur responden dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Deskripsi hubungan antara praktik dan umur pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Praktik Kategori Umur
Total Buruk
Sedang
Baik
0
1 (0.5% )
0
1 (0.5% )
Dewasa
17 (7.8%)
135 (62.2%)
13 (6.0%)
165 (76.0%)
Tua
11 (5.1%)
38 (17.5%)
2 (0.9%)
51 (23.5%)
Total
28 (12.9%)
174 (80.2%)
15 (6.9%)
217 (100.0%)
Muda
Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Pendidikan Responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan tinggi kebanyakan memiliki skor pengetahuan termasuk dalam kategori sedang (n=146; 72.6%). Kebanyakan responden yang memiliki skor pengetahuan baik adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah (n=29; 14.4%), hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi skor pengetahuan responden. Selengkapnya mengenai deskripsi hubungan antara pengetahuan dan pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan pendidikan pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Pengetahuan Tingkat Pendidikan
Total Buruk
Sedang
Baik
Rendah
7 (3.5%)
112 (55.7%)
29 (14.4%)
148 (73.6%)
Tinggi
1 (0.5%)
34 (16.9%)
18 (9%)
53 (26.4%)
Total
8 (4.0%)
146 (72.6%)
47 (23.4%)
201 (100%)
Deskripsi Hubungan Sikap dengan Pendidikan Responden yang memilki tingkat pendidikan rendah dan tinggi kebanyakan memilki skor sikap termasuk dalam kategori baik (n=139; 69.2%). Selengkapnya deskripsi hubungan antara sikap dan pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Deskripsi hubungan antara sikap dan pendidikan pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Sikap Tingkat Pendidikan
Total Buruk
Sedang
Baik
Rendah
0
48 (23.9%)
100 (49.8%)
148 (73.6%)
Tinggi
0
14 (7.0%)
39 (19.4%)
53 (26.4%)
62 (30.8%)
139 (69.2%)
201 (100.0%)
Total
Deskripsi Hubungan Praktik dengan Pendidikan Responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah (n=21; 10.4%) memiliki skor praktik buruk lebih banyak bila dibandingkan dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (n=4; 2.0%). Selengkapnya mengenai deskripsi hubungan antara praktik dan pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Deskripsi hubungan antara praktik dan pendidikan pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Praktik Tingkat pendidikan
Total Buruk
Sedang
Baik
Rendah
21 (10.4%)
118 (58.7%)
9 (4.5%)
148 (73.6%)
Tinggi
4 (2.0%)
43 (21.4%)
6 (3.0%)
53 (26.4%)
Total
25 (12.4%)
161 (80.1%)
15 (7.5%)
201 (100.0%)
Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Sosialisasi Pemerintah Responden yang tidak pernah mendapat sosialisasi pemerintah lebih banyak memiliki skor pengetahuan baik (n=33; 15.2%) bila dibandingkan dengan responden yang pernah mendapatkan sosialisasi dari pemerintah (n=17; 7.8%), hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi dari pemerintah terkait higiene dan sanitasi kepada pedagang daging ayam tidak mempengaruhi skor pengetahuan. Selengkapnya
deskripsi hubungan antara pengetahuan dan sosialisasi pemerintah dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan sosialisasi pemerintah pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Pengetahuan Sosialisasi Pemerintah
Total Buruk
Sedang
Baik
Pernah
3 (1.4%)
52 (24.0%)
17 (7.8%)
72 (33.2%)
Tidak Pernah
5 (2.3%)
107 (49.3%)
33 (15.2%)
145 (66.8%)
Total
8 (3.7%)
159 (73.3%)
50 (23.0%)
217 (100%)
Deskripsi Hubungan Sikap dengan Sosialisasi Pemerintah Responden yang belum pernah mendapatkan sosialisasi dari pemerintah (n=99; 45.6%) memiliki skor sikap yang termasuk dalam kategori baik dan lebih banyak bila dibandingkan dengan reponden yang sudah pernah mendapat sosialisasi dari pemerintah (n=46; 21.2%) hal ini menggambarkan bahwa sosialisasi pemerintah tidak mempengaruhi sikap dari responden terkait higiene dan sanitasi. Selengkapnya mengenai deskripsi hubungan antara sikap dan sosialisasi pemerintah dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Deskripsi hubungan antara sikap dan sosialisasi pemerintah pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Sikap Sosialisasi Pemerintah
Total Buruk
Sedang
Baik
Pernah
0
26 (12.0%)
46 (21.2%)
72 (33.2%)
Tidak Pernah
0
46 (21.2%)
99 (45.6%)
145 (66.8%)
72 (33.2%)
145 (66.8%)
217 (100%)
Total
Deskripsi Hubungan Praktik dengan Sosialisasi Pemerintah Responden yang sudah pernah mendapat sosialisasi dari pemerintah (n=19; 8.8%) memiliki skor praktik buruk lebih banyak dari responden yang tidak pernah mendapat sosialisasi pemerintah, hal ini menggambarkan bahwa sosialisasi pemerintah tidak mempengaruhi praktik higiene dan sanitasi responden. Selengkapnya mengenai deskripsi antara praktik responden dan pernah atau tidak mendapat sosialisasi dari pemerintah dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Deskripsi hubungan antara praktik dan sosialisasi pemerintah pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Praktik Sosialisasi Pemerintah
Total Buruk
Sedang
Baik
Pernah
19 (8.8)
117 (53.9)
9 (4.1%)
145 (66.8%)
Tidak Pernah
9 (4.1%)
57 (26.3%)
6 (2.8%)
72 (33.2%)
28 (12.9%)
174(80.2%)
15 (6.9%)
217 (100%)
Total
Deskripsi Hubungan Pengetahuan dengan Status Kepegawaian Responden dengan status kepegawaian sebagai pemilik (n=128; 59%) memiliki skor pengetahuan sedang lebih besar bila dibandingkan dengan responden yang memiliki status kepegawaian sebagai karyawan (n=30; 13.8%). Selengkapnya mengenai deskripsi antara pengetahuan dan status kepegawaian responden dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan status kepegawaian pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Pengetahuan Status Kepegawaian
Total Buruk
Sedang
Baik
Pemilik
6 (2.8%)
128 (59.0%)
44 (20.3%)
178 (82.0%)
Karyawan
2 (0.9%)
30 ( 13.8%)
6 (2.8%)
38 (17.5%)
Lain-lain
0
1 (0.5%)
0
51 (23.5%)
8 (3.7%)
159 (73.3%)
50 (23.0%)
217 (100%)
Total
Deskripsi Hubungan Sikap dengan Status Kepegawaian Responden dengan status kepegawaian sebagai pemilik (n=122; 56.2%) memiliki skor sikap sedang lebih besar bila dibandingkan dengan responden yang memiliki status kepegawaian sebagai karyawan.(n=22; 10.1%). Selengkapnya mengenai deskripsi antara sikap dan status kepegawaian responden dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Deskripsi hubungan antara sikap dan status kepegawaian pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Sikap Status Kepegawaian
Total Buruk
Sedang
Baik
Pemilik
0
56 (25.8%)
122 (56.2%)
178 (82.0%)
Karyawan
0
16 (7.4%)
22 (10.1%)
38 (17.5%)
Lain-lain
0
0
1 (0.5%)
1 (0.5%)
Total
0
72 (33.2%)
145 (66.8%)
217 (100%)
Deskripsi Hubungan Praktik dengan Status Kepegawaian Responden dengan status kepegawaian sebagai pemilik (n=21; 9.7%) memiliki skor praktik dalam kategori buruk lebih besar bila dibandingkan dengan responden yang memiliki status kepegawaian sebagai karyawan (n=7; 3.2%). Selengkapnya mengenai deskripsi antara pengetahuan dan status kepegawaian responden dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Deskripsi hubungan antara praktik dan status kepegawaian pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Praktik Status Kepegawaian
Total Buruk
Sedang
Baik
Pemilik
21 (9.7%)
144 (66.4%)
13 (6%)
178 (82.0%)
Karyawan
7 (3.2%)
29 (13.4%)
2 (0.9%)
38 (17.5%)
Lain-lain
0
0
1 (0.5%)
1 (0.5%)
28 (12.9%)
174 (80.2%)
15 (6.9%)
217 (100%)
Total
Deskripsi Hubungan Pengetahuan dan Pengalaman Responden dengan kategori pengalaman berjualan yang termasuk dalam kategori baru kebanyakan memiliki skor pengetahuan sedang, (n=35; 16.1%) sedangkan responden dengan kategori pengalaman berjualan yang termasuk dalam kategori lama kebanyakan memiliki skor pengetahuan sedang (n=104; 47.9%). Skor pengetahuan baik paling banyak dimiliki oleh responden dengan kategori pengalaman lama (n=41: 18.9%), hal ini menggambarkan bahwa semakin lama responden tersebut berjualan pengetahuan mengenai praktik higiene dan sanitasi semakin baik. Selengkapnya mengenai deskripsi antara pengetahuan dan pengalaman berjualan responden dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Deskripsi hubungan antara pengetahuan dan pengalaman pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Pengetahuan Kategori Pengalaman
Total Buruk
Sedang
Baik
0
35 (16.1%)
4 (1.8%)
39 (18.0%)
Sedang
2 (0.9%)
20 (9.2%)
5 (2.3%)
27 (12.4%)
Lama
6 (2.8%)
104 (47.9%)
41 (18.9%)
151 (69.6%)
Total
8 (3.7%)
159 (73.3%)
50 (23.0%)
217 (100%)
Baru
Deskripsi Hubungan Sikap dengan Pengalaman Responden dengan kategori pengalaman berjualan termasuk dalam kategori baru kebanyakan memilki skor sikap baik (n=21; 9.7%). Demikian juga dengan responden yang memiliki kategori pengalaman berjualan yang terrmasuk dalam kategori lama memiliki skor sikap baik (n=104; 47.9%), hal ini menggambarkan bahwa sikap baik responden akan semakin tinggi seiring dengan semakin lama
responden tersebut berjualan. Selengkapnya mengenai deskripsi hubungan antara sikap dan pengalaman responden dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Deskripsi hubungan antara sikap dan pengalaman pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Sikap Kategori Pengalaman
Total Buruk
Sedang
Baik
Baru
0
18 (8.3%)
21 (9.7%)
39 (18%)
Sedang
0
7 (3.2%)
20 (9.2%)
27 (12.4%)
Lama
0
47 (21.7%)
104 (47.9%)
151 (69.6%)
Total
0
72 (33.2%)
145 (66.8%)
217 (100%)
Deskripsi Hubungan Praktik dengan Pengalaman Responden dengan kategori pengalaman berjualan termasuk dalam kategori baru kebanyakan memilki skor praktik sedang (n=33; 15.2%). Demikian juga dengan responden dengan pengalaman berjualan termasuk dalam kategori lama memiliki skor praktik sedang (n=119; 54.8%) dan kebanyakan responden yang memiliki skor praktik baik adalah responden dengan pengalaman berjualan termasuk dalam kategori lama (n=10: 4.6%), hal ini menunjukkan sikap baik responden terkait higiene dan sanitasi dipengaruhi oleh lama berjualan. Selengkapnya mengenai deskripsi hubungan antara praktik dan pengalaman responden dapat dilihat pada Tabel 26 Tabel 26 Deskripsi hubungan antara praktik dan pengalaman pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Skor Praktik Kategori Pengalaman
Total Buruk
Sedang
Baik
Baru
3 (1.4%)
33 (15.2%)
3 (1.4%)
39 (18%)
Sedang
3 (1.4%)
22 (10.1%)
2 (0.9%)
27 (12.4%)
Lama
22 (10.1%)
119 (54.8%)
10 (4.6%)
151 (69.6%)
Total
28 (12.9%)
174 (80.2%)
15 (6.9%)
217 (100.0%)
Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pengetahuan Sebagian besar responden memiliki pengetahuan terkait higiene dan sanitasi termasuk dalam kategori sedang sampai baik yaitu sebanyak 209 responden (96.3%) dan hanya sedikit yang termasuk dalam kategori buruk yaitu sebanyak 8 responden (3.7%). Hasil ini menunjukkan bahwa responden sudah memiliki pengetahuan sudah cukup baik terkait higiene dan sanitasi. Jakarta Barat merupakan wilayah dengan responden yang memiliki skor pengetahuan kategori baik paling banyak yaitu 16 responden (64.0%) dari total responden di Jakarta Barat, sedangkan Jakarta Timur
merupakan wilayah dengan jumlah responden paling banyak yang memiliki skor pengetahuan “sedang” dan “buruk” yaitu masing-masing sebanyak 49 responden (74.2%) dan 4 responden (6.1%) dari total responden di Jakarta Timur. Jakarta Selatan merupakan wilayah yang tidak memiliki responden dengan kategori pengetahuan buruk maupun baik dan hanya memilki responden dengan kategori pengetahuan sedang yaitu sebanyak 38 responden (100%). Selengkapnya mengenai sebaran pengetahuan responden dapat dilihat pada Tabel 27. Sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar mengenai pengetahuan higiene dan sanitasi disajikan pada Tabel 28. Tabel 27 Kategori penilaian pengetahuan pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Kategori penilaian pengetahuan
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Total
Buruk
2 (5.1%)
2 (4.1%)
4 (6.1%)
0 (0%)
0 (0%)
8 (3.7%)
Sedang
31 (79.5%
32 (65.3%)
49 (74.2%)
38 (100%)
9 (36.0%)
159 (73.3%)
Baik
6 (15.4%)
15 (30.6%)
13 (19.7%)
0 (0%)
16 (64.0%)
50 (23.0%)
Total
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Tabel 28 Sebaran jawaban benar pengetahuan yang dijawab pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Kolom Tanggapan (n=217)
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pertanyaan
Daging ayam yang dijual harus dijaga kebersihannya. Penjualan daging ayam dan jeroan (usus, hati, ampela) bisa disatukan. Daging ayam yang dijual tanpa es dapat bertahan sampai dengan 8 jam setelah dipotong. Bahan meja tempat penjualan daging ayam tidak harus keramik atau stainless steel. Meja penjualan daging ayam tidak perlu dibersihkan secara rutin dengan air dan sabun. Pisau untuk membersihkan jeroan boleh sama dengan pisau untuk memotong daging ayam. Pisau untuk menyembelih ayam hidup harus berbeda dengan pisau untuk memotong daging ayam. Pisau dan gagangnya harus terbuat dari stainless steel. Pisau yang digunakan harus dibersihkan dan diasah secara teratur. Setiap membersihkan pisau tidak perlu menggunakan air bersih dan sabun. Talenan boleh terbuat dari kayu, tidak harus terbuat dari plastik. Talenan harus rutin dibersihkan.
Benar
Salah
Tidak Tahu
145 (66.7%)
56 (25.6%)
17 (7.7%)
167 (76.9%)
50 (23.1%)
0 (0%)
206 (94.9%)
11 (5.1%)
0 (0%)
11 (5.1%)
206 (94.9%)
0 (0%)
50 (23.1%)
161 (74.4%)
6 (2.6%)
106 (48.7%)
72 (33.3%)
39 (17.9%)
145 (66.7%)
56 (25.6%)
17 (7.7%)
106 (48.7%)
78 (35.9%)
33 (15.4%)
122 (56.4%)
95 (43.6%)
0 (0%)
39 (17.9%)
167 (76.9%)
11 (5.1%)
33 (15.4%)
172 (79.5%)
11 (5.1%)
156 (71.8%)
50 (23.1%)
11 (5.1%)
lanjutan 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
33
Membersihkan talenan cukup dengan dilap, tidak perlu disikat dan dicuci dengan sabun. Kios/los tempat berjualan tidak perlu dibersihkan secara teratur. Lingkungan pasar harus rutin dibersihkan oleh pengelola pasar. Limbah padat (sisa bulu, tulang, jeroan) harus dikumpulkan dan dibuang ke tong sampah berpenutup. Limbah cair harus dibuang saluran yang lancar (tidak tergenang/mampet). Ketika akan berjualan tidak perlu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih. Setelah selesai berjualan tidak perlu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih. Setelah selesai berjualan tidak perlu mandi dengan bersih. Harus ada pakaian khusus untuk berjualan yang dipakai hanya pada saat berjualan saja. Tidak perlu menggunakan alat pelindung diri seperti celemek, sepatu bot pada saat berjualan. Tidak perlu menggunting kuku, mencukur rambut,kumis, jenggot (pria) dengan teratur. Pada saat berjualan apabila ke WC harus mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Setiap selesai dari WC harus mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Pada saat sakit (diare, batuk, flu, pilek, bisul, dll) boleh tetap berjualan . Boleh merokok sambil berjualan.
28 (12.8%)
189 (87.2%)
0 (0%)
11 (5.1%)
184 (84.6%)
22 (10.3%)
111 (5.1%)
78 (35.9%)
28 (12.8%)
111 (51.3%)
95 (43.6%)
11 (5.%)1
111 (51.3%)
89 (41.0%)
17 (7.7%)
33 (15.4%)
172 (79.5%)
11 (5.1%)
22 (10.3%)
184 (84.6%)
11 (5.1%)
17 (7.7%)
172 (79.5%)
28 (12.8%)
111 (51.3%)
100 (46.2%)
6 (2.6%)
17 (7.7%)
178 (82.1%)
22 (10.3%)
6 (2.6%)
161 (74.4%)
50 (23.1%)
156 (71.8%)
61 (28.2%)
0 (0%)
83 (38.5%)
128 (59.0%)
6 (2.6%)
161 (74.4%)
50 (23.1%)
6 (2.6%)
89 (41. %)
122 (56.4%)
6 (2.6%)
Tidak boleh meludah, buang ingus dan dahak disekitar tempat berjualan daging ayam. Tidak boleh makan atau minum sambil berjualan. Tidak boleh memakai perhiasan (cincin, gelang) ketika berjualan. Hewan (anjing, kucing, tikus) tidak boleh berkeliaran di sekitar tempat berjualan. Serangga (kecoak, lalat, dll) harus tidak ada di sekitar tempat penjualan.
150 (69.2%)
45 (20.5%)
22 (10.3%)
145 (66.7%)
72 (33.3%)
0 (0%)
106 (48.7%)
95 (43.6%)
17 (7.7%)
172 (79.5%)
45 (20.5%)
0 (0%)
78 (35.9%)
122 (56.4%)
17 (7.7%)
Sumber air yang digunakan di pasar harus air PAM bukan air tanah
89 (41.0%)
128 (59.0%)
0 (0%)
Sikap Sebagian besar responden (n=145; 66.8%) memiliki sikap dalam kategori “baik”terkait higiene dan sanitasi dan hanya 72 responden (33.2%) termasuk dalam kategori “sedang”, dan tidak ada responden yang termasuk dalam kategori “buruk”. Jakarta Selatan merupakan wilayah dengan responden yang memiliki skor sikap kategori sedang yang paling banyak yaitu sebanyak 26 responden (68.4%) dari total responden di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur merupakan wilayah dengan responden paling banyak yang memiliki skor sikap kategori baik yang paling banyak yaitu sebanyak 48 responden (72.7%) dari total responden di wilayah Jakarta Selatan. Penilaian sikap pedagang daging ayam terkait higiene dan sanitasi dapat dilihat pada Tabel 29.Sebaranresponden berdasarkan jawaban yang benar mengenai sikap higiene dan sanitasi disajikan pada Tabel 30.
Tabel 29 Kategori penilaian sikap pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Kategori penilaian sikap
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Sedang
13 (33.3%
14 (28.6%)
18 (27.3%)
26 (68.4%)
1 (4.0%)
Baik
26 (66.7%)
35 (71.4%)
48 (72.7%)
12 (31.6%)
24 (96.0%)
145 (66.8%)
Total
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Total 72 (33.2%)
Tabel 30 Sebaran jawaban benar sikap yang dijawab pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Kolom Tanggapan (n=217))
No 1 2
3 4 5
6 7 8
9 10 11 12 13 14
Pernyataan Bapak/Ibu percaya bahwa perlu menjaga kebersihan daging ayam yang sedang dijual. Bapak/Ibu yakin tidak perlu memisahkan tempat penjualan daging ayam dengan jeroan ayam. Bapak/Ibu yakin bahwa walaupun daging ayam dijual tanpa pendingin lebih dari 8 jam kualitasnya tetap baik. Bapak/Ibu yakin bahwa tidak ada pengaruh antara bahan meja penjualan daging ayam dengan masalah kebersihan. Bapak/Ibu yakin meja yang dibersihkan dengan rutin maka kualitas daging ayam yang dijual akan lebih baik. Bapak/Ibu percaya bahwa pisau yang sama dapat dipakai untuk membersihkan jeroan dan untuk memotong daging ayam. Bapak/Ibu yakin bahwa pisau yang sama dapat digunakan untuk memotong ayam hidup dan untuk memotong daging ayam. Bapak/Ibu yakin pisau stainless steel dengan gagang yang terbuat dari stainless steel atau plastik lebih mudah dibersihkan. Bapak/Ibu yakin tidak perlu membersihkan /mengasah pisau secara teratur. Bapak/Ibu yakin bahwa tidak perlu membersihkan pisau dengan menggunakan air bersih dan sabun. Bapak/Ibu yakin bahwa bahan talenan baik dari kayu atau plastik sama saja. Bapak/Ibu yakin bahwa tidak perlu membersihkan talenan secara rutin. Bapak/Ibu yakin bahwa cara membersihkan talenan yang paling baik adalah dengan disikat, dicuci dengan sabun dan air bersih. Bapak/Ibu yakin kios atau los tempat berjualan tidak perlu dibersihkan secara teratur.
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
139 (64.1%)
11 ((5.1%)
67 (30.8%)
167 (76.9%)
6 (2.6%)
45 (20.5%)
156 (71.8%)
11 (5.1%)
50 (23.1%)
33 (15.4%)
6 (2.6%)
178 (82.1%)
161 (74.4%)
22 (10.3%)
33 (15.4%)
150 (69.2%)
0.(0%)
67 (30.8%)
145 (66.7%)
11 (5.1%)
61 (28.2%)
161 (74.4%)
0.(0%)
56 (25.6%)
67 (30.8%)
22 (10.3%)
128 (59.0%)
95 (43.6%)
0.(0%)
124 (56.4%)
145 (66.7%)
22 (10.3%)
50 (23.1%)
45 (20.5%)
6 (2.6%)
167 (76.9%)
139 (64.1%)
33 (15.4%)
45 (20.5%)
45 (20.5%)
17 (7.7%)
156 (71.8%)
Lanjutan 15 16
17 18
19 20
21
22 23 24
25 26
27 28 29
Bapak/Ibu yakin bahwa tidak ada pengaruh kebersihan lingkungan pasar dengan kebersihan tempat berjualan. Bapak/Ibu yakin kalau limbah padat (sisa bulu, darah, tulang, jeroan) harus dikumpulkan dan dibuang ke tong sampah yang tertutup. Bapak/Ibu percaya bahwa limbah cair juga harus dibuang ke saluran dengan aliran yang lancar (tidak tergenang). Bapak/Ibu yakin bahwa tidak ada pengaruh antara mencuci tangan dengan sabun dan air bersih ketika mau berjualan dengan kualitas daging ayam yang dijual. Bapak/Ibu yakin tidak perlu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih setelah berjualan. Bapak/Ibu percaya apabila mandi dengan sabun dan air yang bersih setelah selesai berjualan di pasar maka kesehatan akan lebih terjaga. Bapak/Ibu percaya bahwa tidak perlu menggunakan pakaian yang berbeda ketika di pasar atau di rumah. Bapak/Ibu yakin dengan menggunakan celemek, sepatu bot ketika berjualan di pasar maka kesehatan akan lebih terjamin. Bapak/Ibu yakin bahwa menggunting kuku secara teratur, memotong rambut dengan teratur (pria) perlu. Bapak/Ibu yakin bahwa tidak perlu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih ketika akan ke WC. Bapak/Ibu yakin bahwa setiap selesai dari WC tidak perlu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Bapak/Ibu percaya bahwa dalam kondisi sakit (diare, batuk, flu, pilek, bisul, dll) dapat tetap berjualan . Bapak/Ibu yakin bahwa merokok tidak baik bagi kesehatan apalagi sambil berjualan daging ayam. Bapak/Ibu yakin kalau meludah, buang ingus dan dahak sembarangan di sekitar tempat berjualan adalah tidak baik. Bapak/Ibu percaya tidak baik apabila makan atau minum sambil berjualan.
11 (5.1%)
56 (25.6%)
150 (69.2%)
139 (64.1%)
0.(0%)
78 (35.9%)
111 (51.3%)
33 (15.4%)
72 (33.3%)
33 (15.4%)
28 (12.8%)
156 (71.8%)
22 (10.3%)
50 (23.1%)
145 (66.7%)
128 (59%)
28 (12.8%)
61 (28.2%)
11(5.1%)
50 (23.1%)
156 (71.8%)
134 (61.5%)
22 (10.3%)
61 (28.2%)
167 (76.9%)
0.(0%)
50 (23.1%)
45 (20.5%)
22 (10.3%)
150 (69.2%)
28 (12.8%)
45 (20.5%)
145 (66.7%)
128 (59%)
28 (12.8%)
61 (28.2%)
145 (66.7%)
11 (5.1%)
61 (28.2%)
134 (61.5%)
6 (2.6%)
78 (35.9%)
145 (66.7%)
17 (7.7%)
56 (25.6%)
30
Bapak/Ibu yakin perhiasan yang digunakan ketika berjualan dapat sebagai media pembawa kuman.
139 (64.1%)
6 (2.6%)
72 (33.3%)
31
Bapak/Ibu percaya bahwa hewan (anjing, kucing, tikus) tidak boleh berkeliaran disekitar tempat berjualan
139 (64.1%)
22 (10.3%)
56 (25.6%)
32
Bapak/Ibu percaya kalau serangga (kecoak, lalat, dll) tidak boleh ada di sekitar tempat berjualan.
134 (61.5%)
11 (5.1%)
72 (33.3%)
33
Bapak/Ibu yakin bahwa sumber air yang paling baik adalah air berasal dari PAM.
145 (66.7%)
17 (7.7%)
56 (25.6%)
Praktik Hampir seluruh responden (n=174; 80.2%) termasuk dalam kategori sedang dalam melakukan praktik higiene dan sanitasi dan terbanyak di wilayah Jakarta Timur sebanyak 54 responden (81.8%) dari total responden di Jakarta Timur. Kategori buruk sebanyak 28 responden (12.9%) dari semua total responden dan terbanyak di Jakarta Timur sebanyak 11 responden (16.7%) dari semua total responden di Jakarta Timur dan hanya 15 responden (6.9%) termasuk dalam kategori baik dan hampir semua yang termasuk dalam kategori baik tersebut berada di Jakarta Barat yaitu 11 responden (44.0%) dari total responden di Jakarta Barat. Sebaran penilaian praktik terkait higiene dan sanitasi berjualan daging ayam dapat dilihat pada Tabel 31. Sebaran responden berdasarkan jawaban yang benar mengenai praktik higiene dan sanitasi disajikan pada Tabel 32. Tabel 31 Kategori penilaian praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Kategori penilaian praktik
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Buruk
7 (17.9%)
7 (14.3%)
11 (16.7%)
3 (7.9%)
0 (0%)
Sedang
31 (79.5%
40 (81.6%)
54 (81.8%)
35 (92.1%)
Baik
1 (2.6%)
2 (4.1%)
1 (1.5%)
0 (0%)
11 (44.0%)
15 (6.9%)
Total
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Total 28 (12.9%)
14 (56.0%) 174 (80.2%)
Tabel 32 Sebaran jawaban benar praktik yang dijawab pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Kolom Jawaban No
Pertanyaan Ya
Tidak
145 (66.7%)
72 (33.3%)
117 (53.8%)
100 (46.2%)
139 (64.1%)
78 (35.9%)
4
Apakah Anda selalu menanyakan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) ? Jika memotong sendiri, Apakah Anda memakai alat pencabut bulu ? Jika memakai alat pencabut bulu , apakah Anda membersihkan alat pencabut bulu setiap selesai pemotongan ? Apakah Anda membersihkan keranjang secara rutin ?
106 (48.7%)
116 (51.3%)
5
Apakah selalu ada ayam yang mati sebelum dipotong ?
156 (71.8%)
61 (28.2%)
6
Disamping menjual daging ayam apakah Anda juga menjual jeroan (usus, hati, ampela) ? Apakah dagangan Anda selalu habis setiap hari ?
134 (61.5%)
83 (38.5%)
156 (71.8%)
61 (28.2%)
Apakah Anda menggunakan meja dalam menjajakan daging ayam yang Anda jual ? Apakah Anda selalu membersihkan meja tempat berjualan daging ayam tersebut ? Apakah Anda menggunakan pisau yang sama untuk memotong unggas hidup (apabila Anda menjual unggas hidup) atau membersihkan jeroan?
139 (64.1%)
78 (35.9%)
111 (51.3%)
106 (48.7%)
161 (74.4%)
56 (25.6%)
1 2 3
7 8 9 10
Lanjutan 11
Apakah pisau tersebut selalu dibersihkan dan diasah ?
161 (74.4%)
56 (25.6%)
12
139 (64.1%)
78 (35.9%)
178 (82.1%)
39 (17.9%)
14
Apakah Anda rutin membersihkan talenan untuk memotong daging ayam ? Apakah pengelola pasar rutin membersihkan lingkungan pasar ? Apakah Anda rutin membersihkan los/kios Anda ?
167 (76.9%)
50 (23.1%)
15
Apakah Anda mencuci tangan sebelum berjualan ?
200 (92.3%)
17 (7.7%)
16
Apakah Anda mencuci tangan setelah selesai berjualan ?
156 (71.8%)
61 (28.2%)
17
Apakah Anda mandi setelah berjualan di pasar?
200 (92.3%)
17 (7.7%)
18
Apakah Anda memiliki baju khusus untuk berjualan di pasar ? Apakah Anda memakai alat pelindung diri pada saat berjualan ? Apakah Anda mencuci tangan setelah selesai menggunakan WC ? Apakah anda tetap berjualan apabila anda terkena penyakit diare, batuk influenza, bisul, kudis ? Apabila kebetulan Anda adalah seorang perokok, apakah Anda tetap merokok ketika sedang menangani daging ayam ? Apakah Anda membuang ludah, dahak atau ingus ketika sedang berjualan ? Apakah Anda makan atau minum ketika sedang berjualan ? Apakah Anda memakai perhiasan ketika berjualan ?
178 (82.1%)
39 (17.9%)
172 (79.5%)
45 (20.5%)
184 (84.6%)
33 (15.4%)
167 (76.9%)
50 (23.1%)
161 (74.4%)
56 (25.6%)
150 (69.2%)
67 (30.8%)
145 (66.7%)
72 (33.3%)
122 (56.4%)
95 (43.6%)
13
19 20 21 22 23 24 25
Observasi Higiene Sanitasi Pengukuran praktik yang paling baik adalah secara langsung dengan pengamatan (observasi)yang dilakukan untuk menilai praktik higiene dan sanitasi responden secara langsung menggunakan check list sesuai dengan kondisi lapang (Notoatmodjo 2010). Hampir setengah dari responden termasuk dalam kategori buruk yaitu 103 responden (47.5 %), sebanyak 61 responden (28.1%) melakukan praktik higiene dan sanitasi termasuk dalam kategori sedang dan hanya 23 responden (24.4%) yang sudah melakukan praktik higiene dan sanitasi. Jakarta Timur merupakan wilayah dengan responden paling banyak yang memiliki penilaian observasi praktik higiene dan sanitasi kategori baik yaitu sebanyak 15: responden (22.7%) dari total responden di Jakarta Timur. Hasil observasi dapat dilihat pada Tabel 33. Sebaran jawaban checklist praktik pedagang daging ayam mengenai higiene dan sanitasi disajikan pada Tabel 34.
Tabel 33 Kategori penilaian higiene sanitasi pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Kategori penilaian higiene dan sanitasi
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
Jakarta Timur
Jakarta Selatan
Jakarta Barat
Buruk
14 (35.9%)
19 (38.8%)
34 (51.5%)
25 (65.8%)
11 (44.0%)
103 (47.5%)
Sedang
11 (28.2%
17 (34.7%)
17 (25.8%)
8 (21.1%)
8 (32.0%)
61 (28.1%)
Baik
14 (35.9%)
13 (26.5%)
15 (22.7%)
5 (13.2%)
6 (24.0%)
53 (24.4%)
Total
39 (100%)
49 (100%)
66 (100%)
38 (100%)
25 (100%)
217 (100%)
Total
Tabel 34 Sebaran jawaban checklist praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta Kolom jawaban No
Kolom pertanyaan
1
Apakah ayam yang dijual terlihat bersih, tidak dihinggapi debu/ lalat? Apakah jeroan (usus, hati, ampela) dijual terpisah (tidak ditumpuk) dari daging ayam? Apakah meja penjualan terbuat dari material yang mudah dibersihkan dengan air (keramik, stainless steel)? Apakah alat yang digunakan seperti pisau, talenan juga terbuat dari bahan yang dapat menjamin praktik higienis? Apakah kios/los terlihat bersih ? Apakah sisa (limbah padat) ditempatkan ditempat sampah dan limbah cair mengalir ke saluran pembuangan? Apakah terlihat bahwa kuku, tangan, dan pakaian pedagang terlihat cukup bersih? Apakah pedagang memakai celemek, sepatu bot selama berjualan? Apakah selama berjualan pedagang pernah terlihat mencuci tangan dengan air bersih dan sabun? Apakah pedagang terlihat melakukan aktifitas seperti merokok, makan, minum, meludah, batuk pada saat melayani pembeli? Apakah di sekitar tempat berjualan terlihat banyak lalat, ada binatang (kucing, anjing, tikus) berkeliaran?
2 3 4
5 6 7 8 9 10
Ya
Tidak
167 (76.9%)
50 (23.1%)
95 (43.6%)
122 (56.4%)
172 (79.5%)
45 (20.5%)
128 (59.0%)
89 (41.0%)
106 (48.7%)
111 (51.3%)
111 (51.3%)
106 (48.7%)
78 (35.9%)
139 (64.1%)
33 (15.4%)
184 (84.6%)
45 (20.5%)
172 (79.5%)
28 (12.8%)
189 (87.2%)
Korelasi Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Karakteristik umur memiliki memiliki korelasi negatif yang nyata (p<0.05) dengan sikap, namun kekuatan korelasinya lemah (r=-0.331), yang artinya semakin tinggi umur responden maka semakin rendah sikap responden tersebut dalam hal higiene dan sanitasi ketika berjualan daging ayam. Hal ini dimungkinkan bahwa sikap pedagang daging ayam tersebut masih termasuk dalam tahap tahap menerima (receiving) yakni tahap sikap yang paling rendah intensitasnya (Notoatmodjo 2010). Perubahan sikap menjadi lebih baik bukan hanya dipengaruhi oleh umur akan tetapi tergantung dari upaya untuk mengubah perasaan atau keyakinan yang ada dalam diri seseorang, sehingga walaupun seseorang masih muda apabila ada upaya dari dalam diri sendiri untuk berubah maka sikap dapat dirubah (Azwar 2003).
Sikap juga dapat dibentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. tentang objek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Tingkat pendidikan memiliki korelasi yang nyata (p<0.05) dengan pengetahuan, namun kekuatan korelasinya lemah (r=0.357) dan bersifat positif yang artinya semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka pengetahuan juga semakin tinggi. Demikian pula terdapat korelasi nyata (p<0.05) antara pengalaman usaha dan pengetahuan dengan kekuatan lemah (r=0.296) dan bersifat positif yang berarti semakin banyak pengalaman responden maka pengetahuan juga semakin tinggi. Menurut Al-Hawamdeh (2003) pengetahuan merupakan perpaduan antara pengalaman, nilai kontekstual dari informasi dan pemikiran ahli yang menyajikan kerangka berpikir untuk melakukan tindakan terhadap hal yang baru, dimana dalam hal ini tingkat pendidikan dan pengalaman usaha pedagang yang berkorelasi dengan pengetahuan dibentuk selama pedagang daging ayam tersebut mendapatkan pendidikan maupun pengalaman selama berjualan daging ayam. Pengetahuan dan pengalaman atau kebiasaan-kebiasaan selama berjualan daging ayam dibentuk oleh pengalaman yang berpengaruh sehingga sikap mental yang baik terkait higiene dan sanitasi dalam berjualan daging ayam terbentuk (Winardi 2010). Selengkapnya mengenai hubungan antara karakteristik dan pengetahuan, sikap serta praktik responden dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35 Hubungan karakteristik dengan pengetahuan, sikap dan praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Pengetahuan Karakteristik
Koef Korelasi
Nilai P
Sikap Koef Korelasi
Umur -0.235 0.14 -0.331 Tingkat * 0.357 0.144 0.033 pendidikan Pengalaman * 0.296 0.176 0.029 usaha Sosialisasi 0.003 0.967 -0.044 pemerintah Status -0.900 0.188 -0.76 kepegawaian * Berhubungan nyata pada taraf uji 5% (α = 0.05)
Praktik Koef Korelasi
Nilai P
*
-0.35
0.051
0.403
0.32
0.088
0.225
-0.177
0.267
0.52
0.028
0.678
0.264
-0.072
0.289
Nilai P 0.036
Korelasi Pengetahuan dan Sikap dengan Praktik Penelitian ini menunjukkan adanya korelasi nyata antara pengetahuan dan sikap (p<0.05) dengan kekuatan korelasi kuat (r=0.638), demikian juga antara pengetahuan dan praktik juga memiliki korelasi yang nyata (p<0.05) dengan kekuatan korelasi sedang (r=0.539), sedangkan hubungan antara sikap dan prakitk tidak memiliki korelasi nyata (p>0.05). Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik responden dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36 Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap praktik pedagang daging ayam di pasar tradisional di 5 wilayah Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta terkait higiene dan sanitasi Pengetahuan Karakteristik
Koef Korelasi
Sikap
Nilai P
Pengetahuan Sikap
0.638
0.00
Praktik
0.539
0.02
Praktik
Koef Korelasi
Nilai P
Koef Korelasi
Nilai P
0.638
0.00*
0.539
0.02
0.428
0.09
* *
0.428
*
0.09
* Berhubungan nyata pada taraf uji 5% (α = 0.05)
Hubungan yang kuat antara pengetahuan dengan sikap sesuai dengan pendapat Setiadi (2010) bahwa salah satu fungsi sikap adalah merupakan fungsi pengetahuan dimana pengetahuan tersebut berfungsi membantu mengorganisasi informasi yang didapat setiap hari dan dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah mana informasi yang relevan atau tidak relevan yang sesuai dengan kebutuhan. Sikap (attitude) merupakan evaluasi, perasaan emosional dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa objek atau gagasan. Sikap memiliki kerangka pemikiran serta mengarahkan individu untuk berperilaku secara konsisten terhadap objek yang serupa. Sikap sangat sulit berubah. Sikap seseorang membentuk suatu pola yang konsisten dan untuk mengubah suatu sikap mengharuskan penyesuaian besar dalam sikap-sikap lain (Setiadi 2010). Sikap sangat menentukan tindakan (behaviour) seseorang. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan termasuk masalah lingkungan. Seseorang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, besar kemungkinan mempunyai niat untuk bertindak positif juga terhadap objek tersebut, dan timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap objek tersebut. Tindakan atau praktik individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh pengalaman atau pengetahuan (Harihanto 2001). Menurut Mar’at (1981) sikap merupakan kumpulan cara berpikir, keyakinan dan pengetahuan dimana pengetahuan tersebut akan menghasilkan praktik. Menurut (Schiffman dan Kanuk 2006), pengetahuan dimulai ketika seseorang menerima stimulus fisik atau sosial yang memberikan pemaparan dan perhatian pada suatu masukan yang baru. Pada tahap ini seseorang sadar akan suatu informasi yang masuk dan akan mempraktikkan pengetahuan yang didapatkan ketika melakukan aktifitas. Menurut Giuseppe et al. (2008) pengetahuan seseorang akan mempengaruhi praktik dari individu tersebut
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hampir seluruh (99.5%) responden pedagang daging ayam di 5 wilayah Kota Administrasi DKI Jakarta berumur di atas 21 tahun. Sebagian besar (52.3%) lulus SMP dan SMA dan sebagian kecil lulus program diploma dan sarjana (3.0%). Berdasarkan pengalaman berdagang, umumnya (81%) responden memiliki pengalaman di atas 3 tahun. Penelitian ini memperlihatkan bahwa umumnya (73.3%) pedagang daging ayam memiliki pengetahuan dengan kategori sedang dan baik. Sikap pedagang daging ayam dikategorikan sedang (33.2%) dan baik (66.8%). Pada praktik higiene sanitasi, umumnya (87.1%) responden dikategorikan sedang sampai baik. Hasil analisis data menunjukkan adanya hubungan nyata (p<0.05) bersifat positif antara pendidikan dan pengetahuan, serta pengalaman dan pengetahuan, sedangkan hubungan nyata (p<0.05) yang bersifat negatif antara umur dan sikap. Selanjutnya ditunjukkan pula adanya hubungan nyata (p<0.05) antara pengetahuan dan sikap, serta pengetahuan dan praktik.
Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap higiene sanitasi pedagang daging ayam dan pasar tradisional dalam rangka penjaminan keamanan dan kualitas pangan asal hewan. Selain itu, diharapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meningkatkan sarana terkait penjaminan higiene sanitasi di pasar tradisional, seperti air bersih, peralatan kebersihan, tempat sampah, dan fasilitas penjualan seperti talenan, pisau, dan meja penjaja.
DAFTAR PUSTAKA Agresti A, Finlay B. 2009. Statistical Methods for the Social Science. Ed ke-4. New Jersey (US): Pearson Education. Al-Hawamdeh S. 2003. Knowledge Management. Oxford. (GB): Chandos Pub. Ali M. 2003. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Tentang Imunisasi. Medan (ID): Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Ansari M, Soodbakhshs, Lakzadeh L. 2010. Knowledge, attitudes and practices of workers on food hygienic practices in meat processing plant in Fars, Iran. Food Control.21:260-263. doi:10.1016/j.foodcont.2009.06.003. Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Bahri S, Sani Y, Indraningsih. 2006. Beberapa faktor yang mempengaruhi keamanan pangan asal ternak di Indonesia. Wartazoa. 16(1):1-13. Bahri S. 2008. Beberapa aspek keamanan pangan asal ternak. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(3): 225-242. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Umur Penduduk [Internet]. [diunduh 2013 Jan 12]. Tersedia pada: http://www.sp2010.bps.go.id. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2011. Jumlah penduduk provinsi DKI Jakarta. [internet]. [diunduh 2012 Mei 06]. Tersedia pada: http://jakarta.bps.go.id/. [BSN] Badan Standardisasi Nasional 2009. Mutu Karkas Ayam dan Daging Ayam. Jakarta (ID): BSN. Dahlan MS. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta (ID): Salemba Medika. Danim S. 2004. Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta (ID): Bumi Aksara. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Ditjen PPM dan PL. [DKP] Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2012. Buku Saku Peternakan. Jakarta (ID): DKP. Giuseppe GD, Abbate R, Albano L, Marinelli P, Angelillo IF. 2008. A survey of knowledge, attitudes and practices towards avian influenza in an adult population of Italy. JBio Med Central Infect Dis. 8:36. Harihanto. 2001. Persepsi, sikap dan perilaku masyarakat terhadap air sungai. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kaliyaperumal K. 2004. Guideline for conducting a knowledge, attitude and practice (KAP) study. J AECS Illum. 1:7-9. Khan HA, Akram W, Shad SA, Razaq M, Naeem-Ullah U, Zia K. 2013. A cross sectional survey of knowledge, attitude and practices related to house flies among dairy farmers in Punjab, Pakistan. J Ethnobiol Enthnomed. 9:18. doi:10.1186/1746-4269-9-18. Kirwood BR. 1992. Essentials of Medical Statistics. London (GB): Blackwell Scientific.
[Komnas FBPI] Komisi Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. 2008. Pedoman Pasar Unggas dan Daging Unggas yang Bersih dan Sehat. Jakarta (ID): Komnas FBPI. Lakhan R, Sharma M. 2010. A study of knowledge, attitudes and practices (KAP) survey of families toward their children with intellectual disability in Barwani, India. APDRJ. 21(2):101-118. Lin Y, Huang L, Nie S, Liu Z, Yu H, Yan W, Xu Y. 2011. Knowledge, attitudes and practices (KAP) related to the pandemic (H1N1) among Chinese general population: a telephone survey 2009. BMC Infec Dis. 11:128. doi:10.1186/1471-2334-11-128 Mar’at. 1981. Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta (ID): Ghalia. McSwane D, Rue NR, Linton R. 2003. Essentials of Food Safety and Sanitation. New Jersey (US): Prentice Hall. Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID): IPB Pr. Murdiati TB. 2006. Jaminan keamanan pangan asal ternak dari kandang hingga piring konsumen. J Litbang Pertanian. 25(1): 22-30. Murtidjo. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Notoatmodjo S. 2010. Promosi Kesehatan; Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Palaian S et al. 2006. Knowledge, attitude, and practice outcomes: evaluating the impact of counseling in hospitalized diabetic patients in India (IN). J Pharmacol. 7:383-396. [PD Pasar Jaya] Perusahaan Daerah Pasar Jakarta Raya. 2013. [internet]. [diunduh 2013 Januari 16]. Tersedia pada: http://pd.pasar jaya co.id/. Pemerintah Republik Indonesia. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun1996 tentang Pangan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Riduwan. 2009. Pengantar Statistik Sosial. Bandung (ID): Alfabeta. Samaan G, Gultom A, Indriani R, Lokuge K, Kelly PM. 2011. Critical control point for avian influenza A H5N1 in live bird markets in low resource settings. Prev Vet Med. 100:71-78. doi:10.1016/j.prevetmed.1.03.003. Sarwono S. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial . Jakarta (ID): Balai Pustaka. Schiffman GL, Kanuk L. 2006. Consumer Behaviour. New Jersey (US): Prentice Hall. Setiadi JN. 2010. Perilaku Konsumen: Perpektif Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Kepentingan Konsumen. Edisi ke IV. Jakarta (ID): Kencana. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi III. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr.
Sumarsono HM. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Umar H. 2000. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Walgito B. 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta (ID): Aditya Media. Winardi J. 2010. Manajemen Perubahan (Management of Change). Jakarta (ID): Kencana. [WHO] World Health Organization. 2006. A Guide to Healthy Food Market. [internet]. [diacu 2013 Maret 1]. Tersedia dari:http://www.who.int/foodsafety. [WHO] World Health Organization. 2008. AGuide to Developing Knowledge, Attitude and Practices Surveys. [internet]. [diacu 2013 Januari 17]. Tersedia dari: http://www. Stoptb org. Yuwanta T. 2004. Dasar-Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 12 Agustus 1973. Penulis merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Drs. Elisman Sidabalok (Almarhum) dan Luceria Simanjuntak. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah menengah di SMA RK Budi Mulia Pematang Siantar dan pada tahun 1992 kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) Yogyakarta sampai meraih gelar dokter hewan (drh) dan selanjutnya diterima bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2004 di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada Tahun 2011, penulis berhasil memperoleh beasiswa dari APBD Pemprov DKI Jakarta untuk melanjutkan studi pascasarjana di Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner (PS KESMAVET), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (SPs IPB). Pengalaman kerja penulis di mulai di perusahaan obat hewan sebagai register officer (RO) di PT. Pratama Maxylindo Jakarta dari tahun 2001-2003, kemudian sebagai praktisi hewan besar (sapi perah) dari tahun 2003 sampai dengan sekarang.