2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
3
Keanekaragaman Jenis Burung Di Kawasan Hutan Kampus IPB Dramaga Dan PPKA Bodogol- Bogor 1
Rita Oktavia
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan burung serta mamalia di kawasan Kampus IPB Darmaga dan di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Pengamatan tentang keberadaan burung di kawasan Kampus Institut Pertanian Bogor dilakukan bulan Oktober 2011. Alat dan bahan yang digunakan yaitu binokuler, jam tangan digital, GPS, kamera digital, alat tulis, tabulasi data dan buku panduan identifikasi burung. Pengambilan data pada pengamatan ini menggunakan metode Line Transect yang dimodifikasi yaitu dengan mencatat objek target pada jalur yang sudah ada di areal kampus IPB dan dijadikan transek dalam pengamatan. Pencatatan dilakukan disetiap perjumpaan dengan objek target. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan Indeks Shanoon Weaver/ Indeks Shanon Winner. Ditemukan delapan spesies burung di kawasan hutan kampus ipb dengan jumlah individu dan indeks keanekaragaman yang bervariasi pada tiap jalur transek pengamatan.
Kata kunci: Keanekaragaman, Jenis burung, Kawasan hutan
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
24
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
PENDAHULUAN Latar Belakang Kampus IPB Darmaga memiliki luas area 256,97 ha yang terletak di Desa Babakan, Kacamatan Darmaga, Kabupaten Bogor dan berjarak kurang lebih 12 km dari Kota Bogor (060 26’ LS, 106048’ BT. Curah hujan tinggi (3500 mm per tahun), kelembapan sekitar 88% pertahun dan vegetasi tanaman yang beragam mendukung terciptanya habitat yang mendukung kelangsungan hidup berbagai organisme (UKF 2001; Prinando 2009). Kampus IPB Darmaga memiliki berbagai tipe habitat yang cukup kompleks dengan berbagai vegetasi pohon yang beragam. Vegatasi umum yang bisa ditemui di Kampus IPB Darmaga adalah sengon (Paraserienthes falcataria), rasamala (Altingia exelsa), karet (Hevea brasiliensis), flamboyan (Delonix regia), dan pinus (Pinus merkusii). Selain jenis flora, banyak penelitian yang membuktikan bahwa di dalam kawasan Kampus IPB Darmaga terdapat jenis-jenis fauna. Beberapa di antara flora dan fauna tersebut merupakan jenis yang dilindungi dan jenis endemik Pulau Jawa (Yusuf et al 2009). Kampus IPB juga dapat dijumpai vegetasi perairan berupa Danau LSI yang dihunih berbagai spesies burung (Aves), mammalia, ikan, reptil dan amfibi (Anura) (Herno et al. 1991; UKF 2001). Jenis burung yang pernah ditemukan yaitu sekitar 68 jenis (tahun 1976-1990) (Herno et al. 1991) dan 47 jenis (tahun 2001) (UKF 2001), diantaranya cucak kutilang (Pygnonotus aurigaster), kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis), raja udang meninting (Alcedo meninting), kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax), blekok sawah (Ardeola speciosa), bambang merah (Ixobrychus cinnamomeus), elang-ular bido (Spilornis cheela), dan kareo padi (Amaurornis phoenicurus).
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
25
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Pembangunan dan pengembangan bangunan kampus yang terus dilakukan IPB untuk menuju IPB sebagai
World University mengakibatkan vegetasi
tersebut terus berkurang. Hal ini tentunya mengakibatkan habitat dari jenis-jenis ini terus berkurang sehingga perlu dilakukan pengamatan mengenai keberadaan jenis-jenis ini bahkan berkelanjutan (CII 2011). Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) memiliki luasan keseluruhan lebih kurang 2.600 ha (26 km²). Letak hutan Bodogol secara geografis adalah antara 6º 32’-6º 34’SL dan 106˚ 56’BT. Ketinggian berkisar antara 700 -1.500 m dpl dan memiliki topografi berupa perbukitan yang berjajar memanjang dari Timur ke Barat. Area Bodogol, curah hujan rata-rata setiap bulan yaitu berkisar 312,2 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan desember yaitu 733 mm dengan suhu minimum rata-rata 180 C dan suhu maksimum rata-rata 320 C (CII 2011). Di kawasan resot Bodogol masih dijumpai satwa-satwa dilindungi dan diambang kepunahan seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Kukang Jawa (nycticebus javanicus), Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan Macan tutul (Panthera pardus) (CII 2011). Tujuan Mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan burung serta mamalia di kawasan Kampus IPB
Darmaga dan di Pusat Pendidikan Konservasi Alam
Bodogol (PPKAB) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
METODOLOGI
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
26
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
A. Lokasi dan Waktu Pengamatan Pengamatan tentang keberadaan mamalia dan burung di kawasan Kampus Institut Pertanian Bogor dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2011 dan 12 Oktober 2011. Berdasarkan data statistik Bapeda Kabupaten Bogor, tanah di kawasan Kampus IPB Dramaga termasuk jenis Latosol dengan ketinggian berkisar antara 175-200 mdpl. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3500 mm per tahun dengan jumlah hujan 187 per tahun. Kelembaban nisbi rata-rata per tahun 88% dan suhu rata-rata sepanjang tahun sebesar 200 - 300C. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan yaitu binokuler, jam tangan digital, GPS, kamera digital, alat tulis, tabulasi data dan buku panduan identifikasi burung dan mamalia. C. Pengambilan Data Pengambilan data pada pengamatan ini menggunakan metode Line Transect yang dimodifikasi yaitu dengan mencatat objek target pada jalur yang sudah ada di areal kampus IPB dan dijadikan transek dalam pengamatan. Pencatatan dilakukan disetiap perjumpaan dengan objek target. Metode garis transek digunakan pada penelitian ini berdasarkan tipe habitat di Kampus Darmaga yang relatif terbuka. Selain itu, burung-burung yang ada relatif aktif bergerak sehingga untuk menghitungnya harus dengan cara bergerak (berjalan). Pengambilan data dilakukan pada empat jalur yang berbeda (transek 1, transek 2, transek 3 dan transek 4). Transek 1 (234 meter) dan 2 (286 meter)
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
27
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
berada pada kondisi habitat yang heterogen sedangkan transek 3 (214 meter) dan 4 (164 meter) berada pada habitat yang homogen (tanaman karet dan sengon). Pada setiap jalur dilakukan penelusuran dari titik awal hingga titik akhir jalur dan sebaliknya, dan pengulangan dari titik awal ke titik akhir dan sebaliknya. Pengambilan data dari titik awal ke titik akhir dilakukan dari pukul 06.00 – 09.00 WIB, sedangkan pengulangan pengamatan dilakukan dimulai pukul 16.00 – 18.00 WIB. Beberapa parameter yang dicatat antara lain jam pertemuan, jumlah individu yang terlihat, kondisi habitat, lokasi satwa pada jalur pengamatan, cuaca serta jam terakhir pengamatan. D. Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan Indeks Shanoon Weaver/ Indeks Shanon Winner yaitu menghitung jumlah jenis dan kemerataan jenis yang dirumuskan dengan:
H’= -ΣPi loge Pi
Keterangan: Pi= proporsi spesies i dalam total sampel
Kisaran nilai Indeks Shannon-Wienners yaitu 0-5. Semakin tinggi nilai Indeks keanekaragaman maka semakin tinggi keanekaragaman.
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
28
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
HASIL A. Keanekaragaman fauna yang dijumpai Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dijumpai beberapa jenis fauna seperti: Kowak-malam Kelabu Berikut taksonomi berdasarkan Linnaeus tahun 1758 (IUCN 2011), yaitu: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Ciconiiformes
Famili
: Ardeidae
Genus
: Nycticorax
Spesies
: Nycticorax nycticorax (Linnaeus, 1758)
Nama Indonesia : Kowak malam kelabu Nama Daerah
: Kowak (Sunda), Kuak (Jawa)
Nama Inggris
: Black-crowned Night-heron
Burung ini berukuran sedang (61cm), berkepala besar, bertubuh kekar, berwarna hitam dan putih. Burung yang telah dewasa memiliki mahkota berwarna hitam kebiruan, leher dan dada berwarna putih, punggung dan mantel hitam berkilau kehijauan atau kebiruan serta sayap dan ekor berwarna abu-abu. Betina lebih kecil daripada jantan. Burung muda mempunyai bulu coklat kusam dengan bintik-bintik putih yang mencolok. Selama berbiak kaki dan kekang berwarna merah. Iris kuning (remaja) atau merah terang (dewasa), paruh hitam (dewasa: merah) dan kaki kuning kotor (McKinnon et al. 1998).
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
29
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Kowak-malam Abu atau Kowak-malam Kelabu merupakan sejenis burung cangak malam dari keluarga Ardeidae. Burung ini kerap mengeluarkan suara serak dan keras (seperti wok.. ... kw0k..!) secara berulang-ulang. Beristirahat dipohon pada siang hari. Kowak-malam abu memangsa ikan, kodok, serangga air, ular kecil, bahkan juga tikus kecil dan cerurut. Burung ini memburu mangsanya di sekitar sungai dan aliran air, tambak, rawa, persawahan dan padang rumput (McKinnon et al. 1998). Burung Kowak-malam Kelabu tersebar hampir diseluruh wilayah yang ada di dunia ini namun di Indonesia dapat di jumpai pada Pulau Sumatera, Kalimantan bagian utara dan Jawa (McKinnon et al. 1998). Saat pengamatan, burung jenis ini dijumpai di kawasan Kampus IPB yaitu di danau LSI. Berdasarkan IUCN, populasi burung Kowak-malam Kelabu masuk dalam kategori Least Concern. Tekukur biasa Berdasarkan Scopoli tahun 1968 (IUCN 2011), taxonomi dari Tekukur biasa sebagai berikut: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Columbiformes
Famili
: Columbidae
Genus
: Streptopelia
Spesies
: Streptopelia chinensis (Scopoli, 1768)
Nama Indonesia : Tekukur biasa Nama Daerah
1
: Dekuku (Sunda, Jawa)
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
30
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Nama Inggris
: Spotted-Dove
Burung jenis ini mempunyai ukuran sedang (30cm) dengan bagian punggung, sayap dan ekor berwarna cokelat pucat (kemerahjambuan). Ekor tampak panjang, bulunya memiliki teian putih dibagian terluar. Bulu sayap lebih gelap dari bulu tubuh, memiliki garis-garis hitam yang khas dan berbintik putih halus pada leher. Iris jingga, paruh hitam, dan kaki merah. Mencari makan di atas permukaan tanah pada daerah terbuka dan bukit-bukit yang rendah juga sering terlihat terbang dari sawah dan tepi jalan, bahkan terlihat di kota. Dalam kesehariannya sering hinggap berpasangan dan hidup bersama dengan manusia disekitar taman, desa dan sawah. Suaranya memiliki nada merdu yang diulangulang : “Te-kuk-kur”, dengan nada terakhir memanjang (MacKinnon et al. 1998). Burung jenis ini tersebar hampir di seluruh daerah di dunia umumnya di suluruh Sunda Besar. Burung ini dapat di jumpai di kawasan Danau LSI Kampus IPB. Tekukur biasa berstatus resiko rendah (tidak dilindungi) dalam UU Republik Indonesia maupun IUCN, karena populasi di alamnya masih dianggap melimpah namun tetap harus di lestarikan keberadaannya masuk dalam kategori Least Concern (UKF 2001; IUCN 2011). Raja Udang Meninting Berikut taksonomi dari jenis Raja Udang (IUCN 2011):
1
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Coraciiformes
Famili
: Alcedinidae
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
31
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Genus
: Alcedo
Species
: Alcedo meninting (Horsfield, 1821)
Nama Indonesia : Raja Udang Meninting Nama Daerah
: Meninting (Sunda)
Nama Inggris
: Blue-eared Kingfisher
Jenis burung ini berukuran kecil (kira-kira 15 cm) dengan punggung berwarna biru terang/metalik. Warna punggung pada Raja Udang Meninting lebih gelap daripada Raja udang Erasia. Tubuh pada bagian bawah berwarna merahjingga terang dan penutup telinga biru mencolok serta iris berwarna coklat, paruh kehitaman dan kaki berwarna merah. Sering terlihat di dekat aliran air tawar, seperti sungai dan danau, kadang-kadang juga terlihat di atas air payau sampai ketinggian 1000 m. Dibandingkan dengan Raja-udang Erasia, jenis ini lebih menyukai daerah dengan pepohonan. Terbang sangat cepat dari satu tenggeran ke tenggeran lain, membuat gerakan kepala turun-naik yang aneh ketika mencari makan. Menyelam secepat kilat untuk menangkap mangsa. Mangsa kemudian dibawa ke tenggeran, dibunuh lalu dimakan (MacKinnon et al. 1998). Jenis burung ini sudah masuk dalam daftar jenis–jenis satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 dan masuk dalam kategori Least Concern (IUCN 2011). Raja Udang tersebar mulai dari India sampai Cina serta Asia Tenggara, Filipina, Sulawesi, Sumatera, Borneo, JawaBali dan Lombok (MacKinnon 1998) dan dijumpai di kawasan Danau LSI Kampus IPB pada saat pengamatan di lakukan.
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
32
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Cucak Kutilang Berikut taxonomi dari Cucak Kutilang berdasarkan Vieillot (1818) (IUCN 2011) : Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Pycnonotidae
Genus
: Pycnonotus
Spesies
: Pycnonotus aurigaster (Vieillot, 1818)
Nama Indonesia : Cucak kutilang Nama Daerah
: Cangkurileung (Sunda), Ketilang atau Gethilang (Jawa)
Nama Inggris
: Sooty-headed Bulbul
Cucak Kutilang merupakan jenis burung yang berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 20 cm. Sisi atas tubuh (punggung, ekor) berwarna coklat kelabu, sisi bawah (tenggorokan, leher, dada dan perut) putih keabu-abuan. Bagian atas kepala, mulai dari dahi, topi dan jambul, berwarna hitam. Tungging (di muka ekor) nampak jelas berwarna putih, serta penutup pantat berwarna jingga. Iris mata berwarna merah, paruh dan kaki hitam (MacKinnon et al. 1998). Cucak kutilang kerap mengunjungi tempat-tempat terbuka, tepi jalan, kebun, pekarangan, semak belukar dan hutan sekunder, sampai dengan ketinggian sekitar 1.600 m dpl. Makanan utama burung ini adalah buah-buahan yang lunak seperti pepaya dan pisang. Kadang memakan serangga, ulat dan aneka hewan
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
33
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
kecil lainnya. Terbang dengan ribut, berbunyi nyaring cuk, cuk, ..tuit,tuit! ; atau bersiul berirama yang terdengar seperti ke-ti-lang.. ke-ti-lang.. berulang-ulang di atas tenggerannya (MacKinnon et al. 1998). Jenis burung ini masih dianggap banyak populasinya di alam sehingga berstatuskan resiko rendah (tidak dilindungi) oleh UU Republik Indonesia. Persebaran jenis burung ini berada pada Tiongkok selatan dan Asia Tenggara (kecuali Malaysia), Jawa serta Bali. Diintroduksi ke Sumatra dan Sulawesi, beberapa tahun yang silam burung ini juga mulai didapati di Kalimantan (MacKinnon et al. 1998). Pada pengamatan kali ini dijumpai di kawasan Hutan Sengon. Cinenen Kelabu Berikut klasifikasi taxonomi dari Cinenen Kelabu berdasarkan Lesson (1830) (IUCN 2011) : Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Sylviidae
Genus
: Orthotomus
Spesies
: Orthotomus ruficeps (Lesson, 1830)
Nama Indonesia : Cinenen Kelabu
1
Nama Daerah
: Perenjak
Nama Inggris
: Ashy tailorbird
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
34
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Cinenen kelabu (Orthomus ruficeps) adalah jenis burung yang berstatus tidak dilindungi ini merupakan jenis burung pengicau dengan ukuran tubuh 11 cm. Berwarna abu-abu, berkepala merah karat. Jantan memiliki mahkota, dagu, kerongkongan, dan pipi merah karat, bulu yang lain abu-abu dan perut putih. Betina memiliki kepala tidak semerah jantan, pipi dan krongkongan atas putih. Iris coklat kemerahan, paruh coklat, kaki merah jambu. Ekor tersusun bertingkat dan terangkat setiap kali beraktivitas (MacKinnon et al.1998). Burung jenis ini banyak ditemui di daerah perkebunan dan hutan tropis. Di Sumatera (termasuk pulau-pulau disekitarnya) dan Kalimantan. Umumnya terdapat sampai ketinggian 950 m. Di Jawa, terbatas dihutan mangrove dan lahan basah dibagian utara. Aktif mengunjungi hutan terbuka, pinggiran hutan, hutan mangrove, semak-semak tepian pantai, kebun, tumbuhan sekunder, dan rumpun bambu. Aktif dilantai hutan dan puncak pohon (MacKinnon et al. 1998) .Pada pengamatan, burung ini ditemukan pada kawasan hutan sengon (Paraserienthes falcataria). Bondol Jawa Berikut taxonomi Bondol Jawa berdasarkan Horsfield & Moore (1856):
1
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Estrildidae
Genus
: Lonchura
Spesies
: Lonchura leucogastroides (Horsfield & Moore, 1856)
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
35
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Nama Indonesia : Bondol Jawa Nama Daerah
: Emprit biasa (Jawa), Piit (Sunda)
Nama Inggris
: Javan Munia
Bondol jawa adalah sejenis burung yang berukuran kecil dan pemakan padi serta biji-bijian. Burung kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm. Berwarna hitam, coklat, dan putih, bertubuh bulat. Tubuh bagian atas coklat tanpa coretan, muka dan dada atas hitam; sisi perut dan sisi tubuh putih, ekor bawah coklat tua. Perbedaannya dengan bondol perut-putih, tanpa coretan pucat pada punggung dan sapuan kekuningan pada ekor, pinggiran bersih antara dada hitam dan perut putih, sisi tubuh putih (bukan coklat). Iris mata coklat; paruh bagian atas kehitaman, paruh bawah abu-abu kebiruan; kaki keabu-abuan (MacKinnon et al. 1998). Berdasarkan jenis makanannya (biji-bijian dan padi), bondol jawa kerap mengunjungi sawah, padang rumput, lapangan terbuka bervegetasi dan kebun. Burung ini sering turun ke atas tanah atau berayun-ayun pada tangkai bunga rumput memakan bulir biji-bijian. Berbunyi halus, cri-ii, cri-i.. atau ci-ii..; dan pit.. pit.. . Namun dalam kelompok, terutama ketika bertengger bersama, suarasuara ini jadi cukup membisingkan. Demikian pula suara anak-anaknya yang baru menetas (MacKinnon et al. 1998). Burung yang berstatus tidak dilindungi dan masuk kategori Least Concern (IUCN 2011) ini tersebar di Jawa dan Bali, hingga ketinggian 1.500 m dpl. Di Lombok, Sumatra bagian selatan, dan diintroduksi ke Singapura. Jenis ini sering ditemui di lingkungan pedesaan dan kota, terutama di dekat persawahan
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
36
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
(MacKinnon et al. 1998). Dalam pengamatan ini dijumpai di kawasan Danau LSI di Kampus IPB. Layang-layang batu Berikut taksonomi jenis ini berdasarkan Gmelin (1989): Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Hirundinidae
Genus
: Hirundo
Species
: Hirundo tahitica (Gmelin, 1789)
Nama Indonesia : Layang-layang batu Nama Daerah
: Walet (Sunda)
Nama Inggris
: Pacific Swallow
Burung jenis layang-layang batu memiliki ukuran tubuh yang kecil (14 cm) dengan warna bervariasi yaitu kuning tua, merah dan biru. Perbedaannya dengan Layang-layang api: bagian bawah putih kotor, ekor kurang memanjang dan tanpa pia panjang, tanpa garis biru pada dada, ukuran sedikit labih kecil, dan terlihat kurang menarik. Iris pada mata berwarna coklat, paruh hitam dan kaki cokat. Jenis ini dijumpai dalam kelompok kecil dan terpisah-pisah bahkan saat mencari makanan (serangga kecil), jenis ini cenderung terbang melayang atau melingkar rendah sendiri atau melinhkar diatas air (MacKinnon et al. 1998). Layang-layang batu sering dijumpai pada daerah terbuka dekat air, sesuai dengan hasil pengamatan yang dijumpai di kawasan hutan sengon, hutan rektorat
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
37
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
dan Danau LSI di Kampus IPB. Sebarannya mulai dari India Selatan, Asia Tenggara, Semenanjung Malaysia, Filipina, Sunda Besar, Tahiti, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku bahkan Papua (MacKinnon et al. 1998). Populasi di hutan jumlahnya sangat sedikit dan frekuensinya jarang namun belum masuk dalam status dilindungi (Least Concern) (IUCN 2011). Gagak Hutan Berdasarkan Linneaus tahun 1758, sebagai berikut : Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Aves
Ordo
: Passeriformes
Famili
: Corvidae
Genus
: Corvus
Genus
: Corvus corax (Linnaeus, 1758)
(www.google.com)
Nama Indonesia : Gagak Nama Daerah
:-
Nama Inggris
: Crow
Gagak ini memiliki ukuran yang besar (45cm), berwarna hitam. Tidak segemilang gagak kampnug dan warna keabu-abuan berkilau. Paruh berukuran kurang besar. Kepakan sayap yang pendek-pendek. Iris coklat, paruh hitam, kaki hitam. Suara menyerupai teriakan “krak-krak”. Hidup berpasangan atau kadangkadang dalam kelompok kecil. Sering mengunjungi garis pantai dan pinggiran
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
38
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
hutan. Umumnya pemalu, jarang sampai ketingggian 1.000m (McKinnon et al. 1998). Gagak ini memiliki persebaran di Sumatera (termasuk pulau-pulau disekitarnya), Kalimantan, Jawa dan Bali. Didunia terdapat di Filipina, Sulawesi, Semanajung Malaysia, dan Sunda Besar (MacKinnon et al. 1998). Pengamatan kali ini ditemukan di Hutan Rektorat/ heterogen. Berdasarkan IUCN (2011) burung ini masuk dalam kategori Least Concern. B. Hasil analisis data Data dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis keanekaragaman dan kemerataan spesies burung, maka didapat seperti tabel 1. Tabel 1. Nilai Indeks Shannon wiever/ wanner dan nilai kemerataan spesies. Habitat
Jalur
Hutan bambu dan heterogen
1 (234 m)
Waktu Jumpa 10-Okt-11
Spesies Burung:
ulangan 1 brg mirip siulan (06.00-07.09) ulangan 2 brg cwit…cwit (16.02-16.27) kowak malam kelabu
Hutan karet dan
1
walet hitam cakakak sungai brg ciwciw….ciw tekukur brg krrr….ngekk brg cukrik…cukrik srindid brg twit….twit jumlah Burung:
2 10-Okt-11 (286 m)
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
39
∑ H' (ind) 2,262
E' 0,943327
1 2 1 4 2 1 2 1 1 1 1 17 0
0
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
heterogen
Hutan sengon 3 (214 danau m)
Hutan heterogen danau
4 (164 m)
ulangan 1 gagak (07.22-07.38) ulangan 2 jumlah (16.30-16.39) 12-Okt-11 Burung:
1
ulangan 1 cucak kutilang (06.18-07.28) ulangan 2 dara (16.00-16.20) cinenen pisang walet hitam pth kowak malam kelabu
11
1 1,1716 0,727956
2 3 44 29
jumlah Burung:
12-Okt-11
ulangan 1 cinenen jawa (07.30-08.12) ulangan 2 cicak kutilang (16.27-16.32) bandul jawa walet hitam raja udang kowak malam kelabu jumlah
89 1,0749 0,599913
4 3 2 15 3 53 80
C. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan pada kawasan Kampus IPB Darmaga dijumpai jenis-jenis burung yaitu kowak malam kelabu (Nyctirocorax nycticorax), tekukur biasa (Streptopelia chinensis), raja udang meninting (Alcedo meninting), cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps), emprit biasa (Lonchura leucogastroides), walet (Hirundo tahitica). Selain
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
40
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
beberapa jenis burung, dijumpai juga jenis mamalia antara lain monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan bajing kelapa (Callosciurus notatus). Keberadaan berbagai jenis fauna tesebut sangat berkaitan dengan tipe dan kondisi ekosistem yang ada di dalam kawasan kampus. Setiap jenis satwa dan tumbuhan menempati tipe habitat yang spesifik dan berbeda satu sama lain. Kondisi habitat yang baik di dalam wilayah kampus menyebabkan jenis-jenis fauna dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik. Keberadaan fauna pada habitat tersebut juga akan membuat keseimbangan ekosistem terjaga dengan baik. (Yusuf et al. 2009). Berdasarkan hasil pengamatan, pada habitat hutan bambu dan heterogen jumlah total keanekaragaman jenis burung yang dijumpai sebanyak 17 individu, diketahui Indeks Shannon wienner (H’) =2,262 dengan nilai kemerataan (E’) =0,94. Selanjutnya di habitat hutan karet dan heterogen hanya ditemukan satu individu yaitu jenis burung gagak hutan (Corvus enca). Pada habitat sengonheterogen yang berada di dekat Danau LSI, total jumlah burung yang dijumpai sebanyak 89 individu, diketahui nilai keragaman H’= 1,17 dengan nilai kemerataan (E’)= 0,72. Pada hutan heterogen Danau LSI, jumlah total burung yang dijumpai sebanyak 80 individu, nilai indeks shannon wiener (H’) =1,07 dengan nilai kemerataan (E’) =0,59. Dari keempat tipe habitat pengamatan tersebut, dengan komposisi vegetasi yang berbeda antara hutan bambu, hutan karet, hutan sengon dan hutan heterogen memberikan perbedaan komposisi jenis burung. Dari keempat tipe habitat, nilai keanekaragaman tertinggi ditemui pada habitat hutan bambu heterogen, dimana dijumpai lebih banyak jenis spesies dan jumlah individu yang hampir merata. Hal
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
41
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
ini mungkin menyangkut dengan faktor habitat, jenis pohon terhadap burung, dimana dijelaskan oleh Handayani (2008); McGrath et al (2009) bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pemanfaatan suatu habitat atau pohon oleh burung meliputi kondisi struktur vegetasi, ketersediaan pakan, fenologi dan arsitektur pohon. Selanjutnya nilai keanekaragaman burung tinggi H’=1,17 terdapat pada habitat sengon heterogen dibanding hutan karet heterogen yaitu H’= 1,07. Pada habitat sengon heterogen, individu yang dijumpai di dominasi oleh jenis burung walet hitam dan owak malam kelabu. Sedangkan pada habitat hutan heterogen didominasi jenis owak malam kelabu. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui jenis burung kowak malam kelabu (Nyctirocorax nycticorax) yang memiliki jumlah individu paling banyak dan dapat di jumpai pada semua tipe habitat kecuali pada hutan karet. Kowak malam kelabu merupakan jenis burung umum yang paling sering ditemukan berkoloni dalam kawasan mangrove, yang digunakan untuk bersarang serta beristirahat pada siang hari. Burung air cenderung berkumpul dan terkonsentrasi dalam mencari makan pada suatu daerah dimana keberadaan mangsa mereka mudah untuk didapat. Jenis- jenis mangsa utama yang
disukai oleh burung air antara lain
Bivalvia, Gastropoda, Crustaceae, Polychaeta dan Pisces (Howes et al 2003). Jenis-jenis mangsa tersebut biasa terdapat dalam air berlumpur dalam kawasan mangrove. Hal inilah yang menyebabkan banyak jenis burung air mendatangi kawasan mangrove untuk mencari makan. Sedangkan pada malam hari mereka pergi meninggalkan habitat tersebut untuk mencari makan. Sedangkan jenis burung yang tergolong jarang dijumpai dan kelimpahannya relatif kecil
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
42
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
diantaranya: tekukur biasa (Streptopelia chinensis), gagak (Corvus enca), cakakak sungai (Todirhampus chloris). Noviana (2002) mengatakan bahwa kelangsungan hidup burung sebagai satwa liar tidak terlepas dari kondisi habitat alaminya. Habitat yang dipilih oleh suatu jenis burung ditentukan oleh kebutuhan dan kesempatan yang dimilikinya (Krebs, 1975). Ada beberapa faktor yang bisa dicermati suatu jenis burung memilih suatu jenis habitat. Faktor-faktor tersebut tersebut meliputi faktor internal yaitu sifat-sifat yang diturunkan atau genetik dan perilaku yang dipelajari dari kebutuhan satwa akan suatu bagian tertentu. Sedangkan faktor eksternal adalah berubah potensi dan kesesuaian suitability, yaitu berkaitan dengan ada tidaknya predator, dan kompetitor di tempat tersebut (Krebs 1975). Krebs (1985) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran satwa adalah kemampuan dispersal, prilaku, ada tidaknya spesies lain, faktor kimia, (air, oksigen, salinitas, pH) dan fisik (suhu, cahaya, topografi, curah hujan, iklim). Disisi lain, penyebaran satwa pada suatu kawasan sangat dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan daya dukung lingkungan. Sebagaimana dikatakan oleh Wynne-Edwards (1972) bahwa satwa akan lebih banyak ditemukan
pada
habitat
yang
memiliki
kelimpahan
sumberdaya
yang
dibutuhkannya, dan sebaliknya akan jarang atau tidak ditemukan pada lingkungan yang kurang menguntungkan baginya (Nurmansyah dkk. 2008). Wiersum (1973) kehidupan satwaliar dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu: influencing faktor yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, air, pelindung dan ruang; penyempitan habitat akibat kegiatan manusia. Adanya aktifitas pembangunan dan pengembangan.
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
43
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Alikodra (2001) mengatakan bahwa penggunaan suatu habitat oleh beberapa spesies di alam akan memicu terjadinya proses seleksi alam, terutama dalam mekanisme untuk memperoleh kehidupan yang sama menyangkut kebutuhan akan sumberdaya dan ruang dalam suatu habitat tersebut. Spesies yang menempati suatu habitat akan mengalami evolusi melalui adaptasi dengan lingkungan sekitanya. Kondisi ini menyebabkan suatu spesies akan mempunyai makanan (sumberdaya) dan ruang yang berbeda pada suatu habitat. Hal ini juga terjadi dengan cucak kutilang (Prinando dkk 2009).
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
44
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
Lampiran 1. Daftar List Burung yang dijumpai di Kampus IPB Darmaga, Bogor (2006 – 2008). Berdasarkan hasil pengamatan tim Divisi Konservasi Burung Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB pada 2007-2009, ditemukan sedikitnya 50 jenis burung diantaranya:
1
1.
Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster),
2.
Kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis),
3.
Cipoh kacat (Aegithina tiphia),
4.
Betet biasa (Psittacula alexandrii),
5.
Tekukur biasa (Streptopelia chinensis),
6.
Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris),
7.
Cekakak sungai (Todirhampus chloris),
8.
Bubut alang-alang (Centropus bengalensis),
9.
Raja udang meninting (Alcedo meninting),
10.
Sepah kecil (Pericrocotus cinnamomeus).
11.
Accipiter soloensis
12.
Accipeter gularis
13.
Sikep madu Asia (Pernis ptilorhynchus)
14.
Sikatan bubik (Muscacapa daurica)
15.
Kowak malam kelabu (Nycticorax nycticorax).
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
45
2014
Volume V. Nomor 1. Januari- Juni
DAFTAR PUSTAKA Alikondra H.S. 2001. Pengelolaan Satwaliar. Jilid 1. Bogor: Pusat antar universitas ilmu hayat IPB. Alikodra HS. 1990. Studi ekologi bekantan (Nasalis larvatus) di Hutan Lindung Bukit Soeharto Kalimantan Timur. Laporan penelitian kerjasama Depdikbud dan JICA. Hernowo B.J, Sooekmadi R, Ekarelawan. 1991. Kajian Pelestarian Satwaliar Di Kampus IPB Darmaga, Media konservasi. Vol III (2): 43-65. Howes J, David B, dan Yus R.N. 2003. Pnduan studi burung pantai. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme. Noviana R. 2002. Studi vegetasi pada habitat Kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea parvula, Bonaparte, 1850) di Kawasan Batu Hijau, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Skripsi Universitas Padjadjaran. Bandung. Nurmansyah I. Dahlan, L. Kristina dan Dewi. 2008. Pengaruh vegetasi mangrove terhadap keberadaan dan keanekaragaman jenis burung air di suaka margasatwa pulau rambut. Jakarta. Prinando M, A. Prayitno, R.D Hastiti, G.H Wijaya. 2009. Studi pemanfaatan beberapa jenis pohon oleh Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster) sebagai tempat betengger untuk penentuan lokasi wisata birdwatching di Kampus IPB Darmaga. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan, IPB Darmaga, Bogor. Wiersum K.F. 1973. Wildlife utilization and management in tropical region. Agricultural university. Nature conservation departement. Wegeningen. Wynne-Edward, V.C. 1972. Animal dispersion in relation to social behavior. Hafner Publishing Company, inc., New York. 653 pp. Yusuf M.M, Gusnia A.N, Saadudin M.A. 2009. Progam kreativitas mahasiswa pencanangan IPB sebagai ”Kampus Konservasi” dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati di luar kawasan perlindungan. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan, IPB Darmaga, Bogor.
1
Dosen Program Studi Biologi STKIP BBM
46