STUDI KASUS PERCERAIAN DI DESA GEBANG KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN DAN DAMPAKNYA PADA SIKAP ANAK DALAM PERGAULAN
Skripsi
Oleh : Eny Retnowati NIM K 6404025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
STUDI KASUS PERCERAIAN DI DESA GEBANG KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN DAN DAMPAKNYA PADA SIKAP ANAK DALAM PERGAULAN
Oleh : Eny Retnowati NIM. K.6404025
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pandidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
ii
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. CH. Baroroh, M.Si NIP. 19520706 198004 2 001
Drs. H. Utomo,M.Pd. NIP. 19491108 197903 1 001
iii
PENGESAHAN Skipsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Pada Hari : Kamis Tanggal
: 11 Februari 2010
Tim Penguji Skripsi: Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. Machmud A.R, SH, M.Si
(.................................)
Sekretaris
: Rini Triastuti, SH, M.Hum
(.................................)
Anggota I
: Dra. CH. Baroroh, M.Si
(.................................)
Anggota II
: Drs. H. Utomo, M.Pd
(.................................)
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Prof.Dr.H.M.Furqon Hidayatulloh, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
iv
ABSTRAK ENY RETNOWATI : STUDI KASUS PERCERAIAN DI DESA GEBANG KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN DAN DAMPAKNYA PADA SIKAP ANAK DALAM PERGAULAN. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Februari 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) penyebab terjadinya perceraian di Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen, (2) sikap anak terhadap perceraian orang tuanya, (3) perbedaan sikap dalam pergaulan antara anak yang orang tuanya bercerai dengan yang tidak bercerai. Penelitian ini mengunakan metode diskriptif kualitatif. Populasi penelitian adalah masyarakat desa Gebang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan). Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif dengan tehnik analisis data secara induktif dengan model analisis interaktif. Berdasarkan hasil kesimpulan: (1) penyebab perceraian yaitu adanya orang ketiga dalam keluarga (PIL/WIL), adanya pertengkaran yang terusmenerus, tidak dapat memberi keturunan, adanya KDRT, dan faktor ekonomi atau penghasilan, (2) sikap anak terhadap perceraian orang tuanya yaitu anak sangat tidak setuju, tidak happy, merasa sedih, kecewa, trauma, malas bahkan binggung karena meraka harus memilih ikut ayah atau ibunya (3) perbedaan sikap dalam pergaulan setelah orang tua bercerai bahwa sikap anak dalam pergaulan yang berasal dari keluarga yang bercerai di lingkungan keluarga mereka menjadi anak yang pendiam, murung. Dalam lingkungan sekolah banyak yang putus sekolah, tidak naik kelas dan nilai anjlok di karenakan anak tidak mempunyai rasa percaya diri, minder dengan teman-temanya dan jarang berkomunikasi. Dalam lingkungan masyarakat anak cenderung melampiaskan semua masalah dengan jalan pintas yaitu bergaul dengan anak yang nakal, suka bergadang bersama teman-teman, jarang pulang bahkan ada yang sampai terjerumus dalam alkhoholisme yang berdampak buruk bagi kesehatan dan bertingkah laku buruk dalam masyarakat. Sedangkan sikap anak dalam pergaulan dari keluarga yang utuh mereka mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta pengawasan dari orang tua secara berlebih. Anak dari keluarga utuh menganggap orang tua mereka sebagai teman. Jadi mereka bisa bercerita dan mengungkapkan segala permasalahan dengan orang tua dalam suatu keluarga. Upaya yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Sragen dalam mencegah perceraian adalah dengan cara berusaha mendamaikan suami istri dalam setiap persidangan dan memberikan penyuluhan hukum pada masyarakan tentang perkawinan dan perceraian. Upaya yang dilakukan orang tua untuk mengatasi dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan adalah dengan memberikan bekal kedisiplinan dan tanggung jawab bagi anak dan memberikan bekal keimanan kepada anak sejak dini agar bisa berbuat baik di lingkungan pergaulan demi kebaikan semuanya.
v
MOTTO
Perbuatan halal yang dibenci Allah adalah talak ( HR.Daud )
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan Kepada : 1. 2. 3. 4.
vii
Ayah dan Ibu terhormat Kakak tercinta Teman-teman PPKn'04 dan Almamater
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagaimana persyaratan dalam mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dengan tersusunya skripsi ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ketua jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah menyetujui penyusunan skripsi ini. 3. Ketua Progam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Dra. CH. Baroroh, MSi, sebagai Pembimbing I yang telah mencurahkan segenap perhatian dan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Drs. H. Utomo, MPd, sebagai Pembimbing II yang telah mencurahkan perhatian, waktu dan doa serta memberi bimbingan dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Kepala Pengadilan Agama Sragen yang telah memberi ijin dan memberikan data-data yang peneliti butuhkan. 7. Kepala Kantor Urusan Agama Masaran yang telah memberikan ijin dan memberikan data-data yang peneliti butuhkan. 8. Bapak Kepala Desa Gebang yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.
viii
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, untuk itu penulis mohon kritik dan saran untuk penyempurnana skripsi ini. Semoga skipsi ini bermanfaat bagi pembaca khusunya dan bagi masyarakat pada umumnya.
Surakarta, Februari 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI ha l HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN...........................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN.....................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
iv
ABSTRAK.....................................................................................................
v
HALAMAN MOTTO....................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................
vii
KATA PENGANTAR...................................................................................
vii
DAFTAR ISI.................................................................................................
i
DAFTAR TABEL........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN.......................................................................
i
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….
vx
B. Perumusan Masalah …………………………………………
1
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………
1
D. Manfaat Penelitian ………………………………………….
4
LANDASAN TEORI..................................................................
4
A. Tinjauan Pustaka ……………………………………………..
4
1. Tinjauan tentang Perceraian ……………………………..
6
a. Pengertian Perceraian ………………………………..
6
b. Alasan-Alasan Perceraian …………………………..
6
c. Bentuk-Bentuk Perceraian ………………………….
6
d. Faktor Penyebab Perceraian …………………………
8
e. Akibat Perceraian ……………………………………
9
2. Tinjauan tentang Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah..........................................................................
x
12 14
xi
3. Tinjauan tentang Sikap Anak ............................................ a. Pengertian tentang Sikap …………………………….
15
1) Ciri-Ciri dan unsur-unsur Sikap .........................
17
2) Pembentukan dan Hal-Hal yang mempengaruhi
17
Sikap…………………………..............................
18
3) Cara Pengukuran Sikap ......................................... b. Pengertian tentang Anak ……………………………
19
c. Perbedaaan antara Sikap Anak dalam Keluarga Utuh
19
dengan Keluarga yang Bercerai……………………...
23
4. Tinjauan Pergaulan............................................................ a. Pengertian Pergaulan...................................................
25
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergaulan............
27
c. Ruang Lingkup Pergaulan...........................................
27
d. Bentuk-Bentuk Pergaulan..........................................
28
e. Perbedaan Sikap Anak dalam Pergaulan Antara
30
Keluarga Utuh dengan Keluarga yang Bercerai……..
30
B.Kerangka Pemikiran................................................................... BAB III
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN.........................................
31
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………….
33
B. Tempat dan Strategi Penelitian ……………………………..
36
C. Sumber Data …………………………………………………
36
D. Tehnik Samping ( cuplikan ) ………………………………...
37
E. Tehnik Pengumpulan Data …………………………………..
38
F. Validitas Data ……………………………………………….
41
G. Analisis Data ………………………………………………..
42
H. Prosedur Penelitian ………………………………………….
43
HASIL PENELITIAN..................................................................
45
A. Deskripsi Masalah Penelitian..................................................
47
1. Tinjauan Geografis............................................................
49
2. Tinjauan Demografis.........................................................
49
B. Deskripsi Masalah Penelitian..................................................
49
xii
1. Penyebab Terjadinya Perceraian dalam Perkawinan….....
50
2. Sikap Anak Terhadap Perceraiaan Orang Tua..................
54
3. Perbedaan Sikap Anakxidalam Pergaulan antara Keluarga
54
Utuh dengan Keluarga yang Bercerai……………………
62
C. Temuan Studi........................................................................... BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.........................
65
A. Kesimpulan............................................................................
71
B. Implikasi................................................................................
74
C. Saran.........................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
75
LAMPIRAN...............................................................................................
76 78 80
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian............................................................ 36 Tabel 2. Luas dan Penggunaan Tanah di Desa Gebang...............................
48
Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Gebang Dalam Umur dan Kelamin........
49
Tabel 4. JumlahPenduduk Menurut Mata Pencaharian...............................
50
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenjang Pendidikan............................
50
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Agama.................................................
50
Tabel 7. Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Gebang..................................
51
Tabel 8. Banyaknya Perceraian diKantor Urusan Agama Masaran..............
52
Tabel 9. Data Perceraian yang Masuk Ke Kelurahan Gebang......................
53
Tabel 10. Prosentase Jumlah Faktor-Faktor Penyebab Perceraian diWilayah Kabupaten Sragen.........................................................................
59
Tabel 11. Sikap Anak Terhadap Perceraian Orang Tua..............................
62
Tabel 12. Perasaan Anak Terhadap Perceraian Orang Tua………………..
63
Tabel 13. Sikap Anak dalam Pergaulan dari Keluarga yang Bercerai……
67
Tabel 14. Sikap Anak dalam Pergaulan dari Keluarga Utuh………………
68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Bagan Kerangka Berfikir........................................................................
34
2. Analisis Data Model Interaktif...............................................................
46
3. Stuktur Organisasi Pemerintahan Desa Gebang....................................
52
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Informan...................................................................
80
Lampiran 2. Pedoman Wawancara.........................................................
81
Lampiran 3. Hasil Wawancara..................................................................
83
Lampiran 4. Trianggulasi Data................................................................
113
Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sebelas Maret............
115
Lampiran 6. Surat Rekomendasi Research/Survei dari BAPPEDA.........
116
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Mengadakan penelitian dari Pengadilan Agama Sragen.................................................
117
Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian dari Kantor Urusan Agama Masaran.......................................
118
Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian dari Kelurahan Gebang......................................................
119
Lampiran 10. Foto Penelitian………………………………………….
120
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pria dan wanita saling membutuhkan dan masing-masing mengharapkan ketenangan, ketentraman, cinta kasih sayang dari yang lain. Mereka saling memerlukan dan untuk menyalurkan cita rasa, pemikiran dan isi hatinya. Mereka ingin menjadikan yang lain sebagai tempat mengadu, menumpahkan keluhan, dan mengungkapkan rahasia-rahasia. Mereka ingin bersama-sama menghadapi manis dan pahitnya, lapang sempitnya dan senang susahnya kehidupan. Mereka saling membantu untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan masing-masing dengan mengesampingkan segala kepedihan dan kesedihan dan rasa individu serta bersama-sama membina kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi segala masalah kehidupan. Untuk mencapai semua itu diperlukan satu ikatan yang sah antara pria dan wanita. Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, perkawinan tidak hanya sekedar menyangkut pria dan wanita sebagai calon mempelai, tetapi dalam perkawinan dituntut tanggung jawab dari kedua belah pihak dalam peranan sebagai orang tua yang kelak akan mempunyai keturunan. Menurut Undang-Undang Perkawian No.1 tahun 1974 dalam pasal 1 merumuskan pengertian bahwa, ''Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa''. Menurut Mohd. Idris Ramulya (1996 : 26) mengemukakan bahwa : Tujuan perkawinan dalam islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya didunia ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan jiwa baik yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat.
1
2
Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa manusia melakukan perkawinan bertujuan untuk kesejahteraan keluarga, kerukunan keluarga, mencegah perzinahan dan meneruskan keturunan. Perkawinan merupakan ketentuan yang Allah gariskan untuk manusia agar dapat mengembangkan tugas didalam kehidupannya. Walaupun pada dasarnya melakukan perkawinan itu adalah bertujuan untuk selama-lamanya, tetapi adakalanya ada sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan sehingga harus diputuskan di tengah jalan atau terjadi perceraian antara suami istri. Perceraian dalam keluarga di sebabkan karena adanya orang ketiga adanya ketidakcocokan antara suami isteri dan adanya faktor ekonomi serta faktor biologis. Perceraian dalam sebuah keluarga dapat menyebabkan dampak bagi suami istri yang melakukan cerai, bagi masyarakat dan banyak berdampak pada anak yang merupakan buah hati dari hasil perkawinan kedua orang tua tersebut. Dampak perceraian banyak mempengaruhi anak dalam kehidupan yang akan mereka jalani baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga maupun kehidupan bermasyarakat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sariyatun yang tertulis dalam skripsinya yang berjudul “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan Kepribadian Anak di Desa Singodutan Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun 2004” Halaman 49: “Bahwa perceraian orang tua akan selalu membawa dampak sangat besar bagi kehidupan nantinya di dalam masyarakat, dampak perceraian inipun juga mengakibatkan perkembangan kepribadian anak menjadi terganggu dan tidak baik. Dampak tersebut adalah bahwa seorang anak bisa menjadi buruk tingkah lakunya yang tadinya baik didalam masyarakat, seorang anakpun menjadi seorang pemalu, pemurung suka melamun serta anakpun bisa menjadi rendah prestasinya di sekolah bahkan anak menjadi malas untuk sekolah”. Dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai dampak perceraian khususnya pada sikap anak dalam pergaulan. Dampak negatif perceraian pada anak bisa berbeda-beda, di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia anak, jenis kelamin, kematangan kepribadian, kesehatan psikologis, serta ada tidaknya
dukungan
dari
orang
dewasa.
Anak
perempuan
lebih
bisa
3
mengendalikan hal-hal yang berkaitan dengan konsekuensi dari perceraian orang tuanya daripada anak laki-laki. Problem anak laki-laki yang orang tuanya bercerai biasanya lebih serius. Hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih rasional, sedangkan anak perempuan lebih mampu memendam perasaan. Dampak negatif perceraian yang bisa timbul pada anak antara lain anak menjadi pembangkang dan
rendah diri dan takut menjalin kedekatan dengan lawan jenis. Setelah
dewasa anak menjadi takut menjalin hubungan seperti pernikahan. Selain itu, sikap anak menjadi pendendam pada orang tuanya, terlibat drugs dan alkohol, serta timbul pikiran untuk bunuh diri. Anak merupakan generasi penerus dan tulang punggung bangsa. Oleh karena itu, anak harus bersikap dan berkepribadian yang baik, sehingga anak akan menjadi generasi dan sumber daya manusia yang berkualitas. Anak menjadi berkualitas dipengaruhi oleh bebarapa faktor salah satunya adalah orang tua. Orang tua sangat berpengaruh bagi perkembangan anak karena antara orang tua dan anak saling berinteraksi terus menerus sejak dalam kandungan sampai dewasa. Orang tua berkewajiban mendidik dan membimbing anak. Apabila Orang tua bercerai
anak harus berusaha bersikap positif
tidak menjadi
pendendam dan tidak merasa trauma apabila kelak akan menjalin hubungan dengan lawan jenis dan tidak menjerumuskan diri pada perilaku menyimpang seperti menjerumuskan diri ke dalam pergaulan bebas, drug, dan alkhohol, hal itu akan merugikan diri sendiri. Meskipun kedua orang tua bercerai, tetapi keduanya masih mempunyai hak dan kewajiban pada anak, baik kewajiban dalam hal materi dan kewajiban dalam memberikan kasih sayang serta perhatian pada anak. Sehingga anak masih mempunyai hak terhadap kedua orang tuanya walaupun sudah tidak tinggal dengan salah satu dari orang tuanya. Dari uraian diatas maka penulis berkeinginan mengadakan penelitian untuk mengetahui sikap anak dalam pergaulan yang disebabkan dari adanya perceraian orang tua. Dimana dalam fenomena perceraian orang tua yang secara langsung berdampak pada anak, sehingga berdampak pula pada sikap anak dalam pergaulan dimasyarakat, baik pergaulan dengan teman sepermainan ataupun dalam berorganisasi dan kehidupan masyarakat. Maka penulis mengadakan
4
penelitian dengan judul ''Studi Kasus Perceraian Di Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen dan Dampaknya Pada Sikap Anak Dalam Pergaulan''
B. Perumusan Masalah Agar penulis dapat melakukan penelitian dengan baik dan tepat mencapai sasaran yang hendak dicapai, maka penulis menggunakan perumusan masalah sehingga akan memudahkan penulis dalam membahas permasalahan yang sedang diteliti. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah yang menyebabkan terjadinya perceraian di Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen? 2. Bagaimana sikap anak terhadap perceraian orang tuanya? 3. Apakah ada perbedaan sikap dalam pergaulan antara anak yang orang tuanya bercerai dan yang tidak bercerai?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai arah dan tujuan
yang telah ditetapkan,
sehingga memberikan manfaat dan penyelesaian yang hendak dicapai dari peneltian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya perceraian di Desa
Gebang
Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen. 2. Untuk mengetahui sikap anak terhadap perceraian orang tuanya. 3. Untuk mengetahui perbedaan sikap dalam pergaulan antara anak yang orang tuanya bercerai dengan yang tidak bercerai.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Guna menambah Khasanah Ilmu pengetahuan serta mengembangkan berbagai penelitian ilmiah mengenai perceraian dan dampaknya.
5
b. Untuk mendapatkan gambaran dalam masyarakat yang berkaitan dengan bidang perkawinan dan perceraian sekaligus dampak yang di timbulkan. c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar referensi berbagai kegiatan ilmiah penelitan sejenis.
2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar informasi sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengadilan Agama atau Instansi terkait guna mengatisipasi adanya kasus perceraian b. Memberikan masukan bagi masyarakat akan pentingnya mengantisipasi adanya kasus perceraian agar tidak berdampak pada sikap anak dalam pergaulan.
6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Perceraian a. Pengertian Perceraian Pada dasarnya melakukan perkawinan adalah bertujuan untuk selamalamanya dan bahagia dunia akhirat tetapi adakalanya terdapat sebab-sebab tertentu yang menyebabkan perkawinan tidak dapat diteruskan, terpaksa harus diputuskan di tengah jalan, atau terpaksa putus dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadi perceraian antara suami istri. Perceraian atau yang biasa disebut dalam istilah agama Islam Thalak berasal dari kata Thallaqa berarti melepaskan (umpama seekor burung) dari sangkarnya atau melepaskan (seekor binatang) dari rantainya, jadi mentalag istri berarti melepaskan istri dan membebaskan dari ikatan perkawinan atau menceraikan istri. Perceraian dalam arti umum dibedakan atas thalak dan fasakh, dalam bahasa Arab disebut “Furqah” jamaknya furaq; Furaquzzawaj berarti putusnya ikatan perkawinan, karena itu tidak semua perceraian itu thalaq, tapi thalaq itu sebagian dari perceraian. (Djamil Latief, 1985 : 40) Perkataan thalaq mengandung 2 arti yaitu: 1. Dalam arti umum berarti setiap perceraian yang timbul karena sebabsebab dari pihak suami, seperti Khulu’, zhihar, li’an dan thalaq yang diucapkan kepada istri baik dengan kata yang jelas (sharih) maupun dengan kata sindiran (kinayah). 2. Dalam arti sempit berarti perceraian yang timbul dari kata-kata thalaq dan seumpamanya yang diucapkan suami secara jelas (sharih) atau secara sindiran (kinayah) yang maksudnya melepaskan atau membebaskan istrinya dari ikatan perkawinan. Bulgerlijk Wetboook mengartikan perceraian adalah “Putusnya suatu perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam 6
7
perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang sah yang disebut dalam UU” (Djamil Latief, 1985: 93). Sedangkan menurut Soemiyati (1986: 103) perceraian dalam istialah ahli fiqih disebut talak atau furqah. Adapun arti dari talak adalah “Membuka ikatan membatalkan perjanjian”. Furqah artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul. Tentang putusnya perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974 dalam pasal 38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena (a) kematian, (b) perceraian, (c) atau putusan pengadilan, dan dalam pasal 39 (1) perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (Soedaryo Soimin, 1992: 32) Lebih lanjut oleh Ter Haar seperti yang dikutip oleh Hisako Nakamura (1990: 27) bahwa "Perceraian atas dasar kesepakatan bersama nampaknya secara umum dibenarkan oleh hukum adat, dan menurut hukum adat suatu masa perpisahan yang panjang mengawali perceraian". Hisako (1990: 31) menegaskan lebih lanjut bahwa: "Pemutusan perkawinan merupakan pemutusan akad nikah atau pemutusan perikatan dan berakibat prosedur dan sanksi hukum. Hukum untuk menyatakan cerai dalam hukum islam hanya diberikan kepada suami dan didalam Al-Qur’an tidak ditemukan ketentuan khusus yang melarang penggunaan hak itu secara sewenang-wenang oleh suami". Tetapi pendapat Hisako di atas secara implisit telah ada pembatasan pada hak cerai mutlak dari seorang suami yaitu pada hadist yang bermakna bahwa thalaq atau perceraian merupakan perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah. Jadi walaupun hak cerai secara hukum Islam berada di tangan suami tetapi dalam pelaksanaanya pun tidak dapat sewenang-wenang begitu saja menceraikan istri, harus disertai dengan alasan-alasan sah sebagaimana yang telah diatur dalam hukum islam. Dari berbagai pengertian tentang perceraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa perceraian merupakan salah satu bentuk putusnya perkawinan di samping karena kematian salah satu pihak, dan karena putusan
8
hakim pengadilan, serta masing-masing pihak setelah bercerai sudah saling membebaskan. b. Alasan-Alasan Perceraian Burgerlijk Wethbook menyebutkan tentang alasan perceraian menurut S.1933 No. 74, secara limitatif termaktub dalam pasal 52 yaitu: 1. Berzina 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain dengan sengaja 3. Salah satu pihak selama perkawinan berlangsung mendapat hukuman penjara atau kurungan selam 2 tahun atau lebih perihal suatu kejahatan. 4. Penganiayaan berat oleh suami atau istri yang dilakukan terhadap pihak lain atau suatu penganiayaan sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan bahwa pihak itu meninggal dunia atau suatu penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka berat pada badan pihak yang dianiya. 5. Cacat badan atau penyakit yang timbul setelah perkawinan dilakukan sehingga perkawinan itu tidak akan bermanfaat. 6. Percekcokan yang terus menerus diantara suami istri yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi. Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut penjelasan pasal 30 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 adalah: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemandat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2(dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah karena hal lain diluar kemampuanya. 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun dan hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang dapat membahayakan pihak lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri. 6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Berbagai alasan perceraian tersebut diatas pada dasarnya dapat disimpulkan tentang alasan perceraian adalah karena salah satu pihak berzina, melakukan penganiayaan berat, meninggalkan rumah (suami/istri) atau karena suatu penyakit.
9
c. Bentuk-Bentuk Perceraiaan. Menurut hukum Islam dalam buku Djamil Latief (1985: 40) perceraian dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Tindakan perceraian dari pihak suami 1.1 Thalaq Sudah menjadi ketentuan sya’ra bahwa thalaq itu adalah hak laki-laki atau suami dan hanya ia saja yang boleh menthalaq istrinya, orang lain biarpun familinya tidak berhak kalau tidak sebagai wakil yang sah dari suami tersebut. Islam menjadikan thalaq hak laki-laki ataupun suami adalah karena laki-laki atau suamilah yang dibebani kewajiban perbelanjaan keluarga / rumah tangga, nafkah istri, anakanak dan kewajiban lain. Oleh Hisako Nakamura (1990: 34) bahwa hukum Islam membagi-bagi tindak tanduk manusia dalam 5 katagori hukum dimana pernyataan talak dapat termasuk dalam salah satu kategori itu menurut keadaanya, yaitu sebagai berikut: a. Wajib. Pernyataan talak menjadi wajib bilamana para penengah (hakam) gagal dalam tugasnya sehingga tidak ada jalan lain kecuali cerai. b. Sunat. Pernyataan talak menjadi sunat bilamana istri tidak dapat menjaga kehormatannya sekalipun telah diberi nasehat tapi tidak mengacuhkannya. c. Mubah. Pernyataan talak dibolehkan bila suami merasa ada halhal yang mendesak antara lain kurang pergaulannya dengan istri. d. Makruh. Pernyataan talak itu makruh bila tidak ada alasan tertentu bagi suami untuk menceraikan istrinya. e. Haram. Pernyataan talak itu haram bila istri dalam keadaan haid atau mereka telah melakukan persetubuhan setelah haid yang terakhir.
10
1.2 Ila’ Mengila’ istrinya ialah seorang suami bersumpah tidak akan menyetubuhi istrinya. Dengan sumpah ini berarti seorang istri (wanita) telah ditalaq oleh suaminya. Ila’ hanya berlaku sampai 4 bulan suami harus memilih antara kembali kepada istrinya (menyetubuhinya) lagi dengan membayar
kafarat sumpah atau
menthalaqnya. 1.3 Dhihar Dhinar adalah suami menyerupakan istrinya seperti ibunya dengan dengan mengatakan kepada istri ”engkau serupa dengan punggung (belakang) ibuku”. Di samping suami mempunyai hak thalaq istri pun memiliki hak thalaq dengan jalan tafwidl dari suaminya untuk menthalaq dirinya sendiri, tapi tidak mengugurkan hak thalaq yang ada tanda tangan suami. 2) Tindakan perceraian dari pihak istri 2.1 Tafwidl Thalaq merupakan hak kekuasaan suami karenanya ia bisa melakukannya
sendiri
dan
bisa
mempercayakan
orang
lain
melakukannya tanpa mengurangi haknya itu. Dalam mempercayakan orang lain ini ada 2 jalan yaitu melalui lembaga perwakilan dimana suami mewakilkan orang lain untuk menjatuhkan thalaqnya kepada istrinya atau melalui lembaga tafwidl dimana suami mentafwidlkan yakni mendelegir kekuasaan kepada seseorang untuk menjatuhkan thalaqnya kepada istrinya. Seseorang itu bisa orang lain dan bisa istrinya sendiri inilah terdapat kemungkinan terjadinya perceraian oleh tindakan pihak istri. 3.) Persetujuan kedua belah pihak
3.1. Fasahk
11
Fasahk merupakan perceraian yang terjadi atas persetujuan kedua belah pihak dari suami istri sebagai usaha penyembuhan kehidupan perkawinan yang menderita gugatan baik disebabkan oleh salah satu pihak atau keduanya. 3.2 Mubara’ah Perkataan mubara’ah mempunyai arti tindakan untuk samasama membebaskan. Mubara’ah berlaku sebagai perceraian yang tidak dapat dicabut kembali. 4.) Keputusan Hakim 4.1 Khuluk’ Khulu’ adalah semacam perceraian dengan keputusan hakim atas permintaan pihak istri. Ada 4 alasan seorang istri iuntuk meminta khulu’ a. Suami mempunyai cacat b. Suami miskin c. Suami menghilang atau persangkaan ia telah meningggal dunia d. Salah satu pihak dari suami istri murtad 4.2. Li’an Perceraian dengan li’an adalah perceraian karena tuduhan suami kepada istrinya, menuduh istrinya berzina tetapi tak dapat membuktikannya, perceraian ini dapat dicabut kembali untuk selamanya. Bentuk-bentuk perceraian di atas sebagai bukti bahwa hak cerai tidak hanya mutlak di tangan suami tetapi dengan hak tafwidl dan khulu’ seorang istri pun dapat mengajukan gugatan cerai dengan alasan yang dapat di terima. Dari berbagai uraian di atas dapat dikatakan bahwa perceraian adalah putusnya suatu perkawinan baik yang dijatuhkan oleh suami yang ditetapkan oleh hakim maupun perceraian yang digugat oleh istri serta perceraian yangjatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau istri.
12
d. Faktor Penyebab Perceraian Dalam sebuah keluarga sudah menjadi hal yang biasa jika ada perbedaan pendapat, tetapi hal yang tidak biasa jika konflik itu menjadi semakin besar dan mengancam kelangsungan perkawinan. Dari penelitian Mar’atus Sholihati (2003: 57) sebelumnya mengemukakan bahwa faktorfaktor penyebab perceraian dalam keluarga pada umumnya yaitu: 1. Faktor krisis akhlak Sebab tipis atau kurangnya iman dapat menyebabkan suami atau istri melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama seperti minum-minuman keras, berjudi, berzina, atau mencuri. Jika suami atau istri mempunyai kebiasaan buruk seperti itu, hinggá sulit untuk dihilangkan atau tidak dapat diperbaiki lagi akhaknya akan membuat pasangan hidupnya merasa kesal, dan menanggung rasa malu terhadap orang lain. Apabila suami istri sudah tidak tahan lagi terhadap kelakuan pasangan hidupnya maka dia akan memilih mengakhiri perkawinannya daripada harus hidup menderita. 2. Faktor cemburu Dalam kehidupan rumah tangga sering kali timbul masalah saling mencemburui, seorang suami cemburu kepada istrinya kalau-kalau ia akan berbuat serong, demikian juga seorang istri cemburu kepada suaminya kalau-kalau dia berbuat serong. Pasangan suami istri yang mempunyai sifat cemburu akan memperkuat ikatan perkawinannya jika cemburunya timbul karena rasa cinta dari suami istri. Namun jika kecemburuan (cemburu buta) maka dapat menggocang keharmonisan rumah tangganya dan bukan tidak mungkin akan menyebabkan perceraian apabila pasangan hidupnya tidak memiliki kesabaran. 3. Faktor ekonomi Masalah ekonomi dapat menjadi penyebab perceraian jika suami tidak bekerja atau tidak mau berusaha mencari nafkah sehingga ekonomi rumah tangganya menjadi kurang atau tidak terpenuhi dan istrinya tidak bisa menerima keadaan seperti itu sehingga melakukan gugatan cerai.
13
Selain itu juga bisa disebabkan istri tidak bisa membelanjakan uang dengan baik dan bersifat boros serta merasa serba kurang sehingga ekomoni keluarga menjadi kacau. Keadaan ini dapat membuat suami mengambil langkah untuk menceraikan istrinya. 4. Faktor tidak ada tanggung jawab Suami istri harus mematuhi segala sesuatu yang diatur dan diucapkan pada saat ijab qabul sebagai konsekuensi dan tanggung jawab sebagai suami istri. Semua masalah yang timbul sudah menjadi konsekuensi suami istri untuk tanggung jawab. Namun jika suami istri itu kurang atau tidak mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya maka dapat menyebabkan pasanganya untuk menuntut perceraian. Sikap tidak tanggung jawab misalnya suami atau istri meninggalkan rumah tanpa pasangan hidupnya dan tanpa alasan yang jelas sehingga melalaikan tugasnya. 5. Faktor pihak ketiga Keutuhan dan kehormonisan sebuah rumah tangga dapat terganggu dengan hadirnya ataupun campur tangan orang lain / pihak ketiga yaitu pria idaman lain dalam arti berselingkuhan dan orang tua. Jika salah satu pihak menghianati pasangannya, berselingkuh dengan pria atau wanita lain maka hal itu akan menyakiti perasaan pasanganya dan dapat menimbulkan perselisihan dan percekcokan dalam rumah tangganya dan akan memicu terjadinya perceraian. Penyebab keretakan rumah tangga juga dapat disebabkan adanya campur tangan dari orang tua. Banyak suami istri setelah berumah tangga masih berkumpul dengan orang tuanya. Sering kali orang tua mengatur kehidupan rumah tangga anaknya. Adanya campur tangan orang ini dapat menyinggung perasaan suami atau istri karena merasa kurang dihargai dan merasa hak mengatur rumah tangganya hilang. Keadaan demikian dapat menggangu ketentraman rumah tangganya dan menyebabkan terjadinya perselisihan yang bisa mengakibatkan perceraian.
14
6. Faktor tidak ada keharmonisan Keluarga yang tidak harmonis dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya antara suami istri sering terjadi salah paham, beda pendapat atau prinsip sehingga timbul perselisihan dan percekcokan yang tidak jarang berakhir dengan perceraian. Selain itu bisa disebabkan karena masalah seks yang kurang terpenuhi atau kurang terpuaskan oleh pasangannya. Ketidakhadiran anak yang disebabkan kemandulan salah satu pihak dapat menjadi sebab untuk menuntut perceraian.
e. Akibat Perceraian Hal-hal yang perlu dilakukan oleh pihak istri maupun suami setelah terjadinya perceraian diatur dalam pasal 41 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: 1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya. 2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. (Soemiyati, 1986 : 149-150). Jadi dapat di simpulkan bahwa walaupun dalam keluarga sudah terjadi perceraian tidak berarti beban dan pembiayaan hidup serta pendidikan di bebankan pada ayah atau ibu saja. Tetapi kedua orang tua harus bersama-sama dalam mendidik buah hati dari hasil perkawinan mereka . Jadi setelah perceraian hubungan antara orang tua dan anak tidak ikut putus. Orang tua masih mempunyai hak dan kewajiban kepada anak.
15
2. Tinjauan tentang Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah Keluarga terbentuk dari perkawinan dua orang yang mempunyai kebiasaan dan watak yang berbeda dan dalam perkawinan itu bertujuan untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah,
sehingga
dalam keluarga itu,harus ada penyesuaian-penyesuaian antara keduanya. Keluarga yang sakinah merupakan impian setiap orang. Keluarga sakinah (harmonis) itu merupakan keluarga dengan suasana dan keadaan yang damai, rukun dan tentram, karena setiap keluarga saling menyayangi, menghormati dan dihargai serta saling membantu. Selain itu setiap anggota keluarga melaksanakan hak dan kewajiban secara seimbang, serta keluarga yang harmonis itu mempunyai hubungan yang selaras dengan lingkungan sekitar. Keluarga Sakinah menurut Dirjend Bimas dan Penyelenggaraan Haji, Departemen Agama Republik Indonesia (2003: 25), yaitu: "Keluarga sakinah (harmonis) yaitu keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, meliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungan dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketaqwaan dan akhlak yang mulia." Dari pendapat itu maka dapat disimpulkan bahwa keluarga sakinah, mawaddah, warahmah adalah adanya keutuhan keluarga, adanya kecocokan di antara mereka dan adanya hubungan timbal balik dari semuanya sehingga tercipta keadaan yang tenang damai, karena berkurangnya ketegangan dan rasa kecewa dari anggota keluarga. Setiap anggota keluarga saling menjaga dan menghargai satu sama lain, dan menjalankan perannya masing-masing, serta mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah (harmonis) ada beberapa hal yang harus diusahakan oleh setiap anggota keluarga, menurut Dirjend Bimas Islam Penyelenggaraan Haji, Depag RI (1994), ada garis-garis umum yang bisa dipakai oleh suami istri sebagai patokan untuk membina rumah tangga harmonis dan bahagia sebagai berikut: a) Saling pengertian antar suami istri, hormat menghormati dan harga menghargai sehingga terbina kehidupan yang rukun dan damai.
16
b) Setia dan cinta mencintai sehingga dapat dicapai ketenangan dan ketentraman lahir batin yang menjadi pokok kekalnya hubungan c) Mampu menghadapi persoalan-persoalan dan kesukaran-kesukaran yang mendatang dengan tenang dan bijaksana, tidak terburu-buru dan salah menyalahkan, tetapi dengan kepal dingin mencari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan d) Percaya mempercayai, saling membantu dan seia sekata dalam memikul tugas kerumahtanggaan. Tidak berbuat sesuatu yang menimbulkan kecurigaan, kegelisahan dan keretakan e) Dapat memahami kelemahan dan keragu-raguan yang ada pada setiap manusia dan saling memaafkan keterlanjuran yang tidak disengaja f) Selalu konsultasi dan musyawarah dan jika ada sesuatu kesulitan dibicarakan dengan hati terbuka, tidak segan meminta maaf jika merasa bersalah, yang demikian akan menambah kokohnya hubungan cinta kasih g) Jangan menyulitkan dan menyiksa pikiran, tetapi lapang dada dan terbuka h) Hormat menghormati keluarga masing-masing, apalagi dengan ibu mertua, jauhkan syak wasangka, apalagi curiga mencurigai i) Dapat mengusahakan sumber penghidupan yang layak untuk seluruh keluarga j) Kecuali hal-hal di atas maka anak dan anggota keluarga lain juga memegang peranan penting dalam membina rumah tangga bahagia Jadi untuk membina keluarga yang sakinah (harmonis) maka setiap anggota keluarga khususnya ayah ibu harus saling mengisi dan saling mengerti. Setiap permasalahan harus diselesaiksn dengan baik agar tidak terjadi kesalah pahaman antar satu dengan yang lainnya. Anak-anak juga ambil bagian penciptaan ketenangan dalam keluarga, anak tidak hanya sebagai pelengkap kebahagiaan keluarga. Menurut Ahmad Rafie Baihaqy (2006: 141-142) menyebutkan bahwa Keluarga yang dapat disebut sebagai keluarga sakinah harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Kehidupan beragama keluarga Dilihat dari segi keimanan kepada Allah murni, taat kepada Allah dan Rasulnya, cinta kepada Rasullullah dengan mengamalkan misi yang diembannya, mengimani kitab-kitab Allah dan AlQuran Dari segi ibadah, mampu melaksanakan ibadah baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya
17
b.
c.
d.
e.
Dari segi pengetahuan agama, memiliki semangat untuk mempelajari, memahami dan memperdalam ajaran Islam. Taat melaksanakan tuntunan akhlak mulia, disamping itu kondisi rumahnya Islami. Pendidikan keluarga Dalam suatu keluarga orang tua mempunyai kewajiban untuk memotivasi terhadap pendidikan formal bagi setiap anggota keluarganya, membudayakan gemar membaca, mendorong anak untuk melanjutkan dan menyelesaikan sekolahnya sampai jenjang yang lebih tinggi jika orang tua mampu. Kesehatan keluarga Semua anggota keluarga menyukai olahraga sehingga tidak mudah terkena penyakit, kalau sakit segera berobat ke dokter, mendapat imunisasi pokok, keadaan rumah dan lingkungan memenuhi kriteria lingkungan rumah sehat, mendapat cahaya matahari yang cukup, sanitasi lengkap dan lancar, lingkungan yang bersih dan terbebas dari sarang nyamuk yang mana hal ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Ekonomi keluarga Dalam hal ekonomi suami dan istri mempunyai pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pengeluaran tidak melebihi pendapatan, bahkan kalau bisa ditabung. Hubungan sosial keluarga yang harmonis Hubungan suami istri yang harmonis, saling mencintai, menyayangi, saling membantu, menghormati, mempercayai, saling terbuka, saling pengertian dan saling memiliki sikap pemaaf. Demikian pula hubungan orang tua dan anak. Orang tua disini bisa menjadi teman bagi anak sehingga mereka akan merasa enjoy karenanya. Anak berkewajiban menghormati, menghargai, mantaati, menunjukkan cinta kasih kepada orang tuanya. Dan yang terpenting anak selalu mendoakan kedua orang tuannya. Selain hubungan dengan keluarga maka hubungan sosial dengan tetangga juga diupayakan menjaga keharmonisan dengan jalan saling tolong menolong, menghormati, mempercayai dan mampu berbahagia dengan kebahagiaan tetangganya, tidak saling bermusuhan dan saling memaafkan. 3. Tinjauan tentang Sikap Anak
a. Pengertian tentang Sikap Sikap tidak lepas dari kehidupan manusia. Apabila sikap sudah terbentuk dalam kehidupan diri individu, maka sikap yang terbentuk akan turut menentukan tingkah lakunya dalam menghadapi situasi tertentu. Oleh karena itu perlu diketahui berbagai pengertian sikap dari beberapa ahli, sebagai berikut:
18
Azwar, Saifudin (1988: 5) berpendapat bahwa sikap adalah ''Suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan". Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memiliki maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Sikap sebagai keteraturan (afeksi), pemikiran (kognisi), tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Azwar menyatakan sikap sebagai keadaan yang menunjukan sebagai kesikapan dan kesedihan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan dari motif tertentu. Hal demikian berbeda dengan pendangan Mar'at (1981: 9-12) yang menyatakan bahwa "Sikap memiliki tiga komponen, yaitu: (1) Komponen kognitif yang berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep, (2) komponen afektif yang menyangkut kehidupan emosional seseorang dan (3) Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku". Menurut Koentjaraningrat (1983: 26) menyebutkan "adanya sikap mental yang dipengaruhi oleh nilai budaya seseorang atau masyarakat". Sikap dinyatakan oleh Koentjaraningrat adalah merupakan wujud ideal kebudayaan yang hidup dalam masyarakat dan seolah-olah berada dalam diri individu tersebut. Konsepsi yang ada dalam sistem nilai budaya tersebut mengakar dalam diri seeorang individu sehingga sukar berubah dalam kurun waktu tertentu. Definisi-definisi yang dikemukakan tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya sikap merupakan reaksi seseorang terhadap ide atau objek di sekitar yang memiliki komponen perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), tindakan (konasi). Dengan demikian sikap yang di miliki seseorang terhadap suatu objek tertentu mencerminkan perilaku orang yang bersangkutan. Jika sikapnya positif, diharapkan perilakunya juga positif, sebaliknya jika sikapnya negatif, perilakunya juga negatif. 1) Ciri-Ciri dan Unsur-Unsur Sikap Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong dan menimbulkan suatu tingkah laku tertentu dan sikap itu
19
tergantung pada obyek yang dihadapi, oleh karenanya obyek sedapat mungkin merupakan sesuatu yang menarik dan menguntungkan. Adapun ciri-ciri sikap menurut Gerungan (1981 : 151-152) adalah sebagai berikut: a) Atitute bukan dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan seseorang dalam hubungannya dengan obyek. b) Atitute tidak dapat berubah-ubah namun dapat berubah pada seseorang bila terdapat keadaan dan syarat-syarat tertentu yang dapat mempermudah sikap seseorang. c) Sikap tidak dapat berdiri sendiri, namun senantiasa mengandung hubungan tertentu terhadap obyek. d) Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, dapat juga merupakan suatu kumpulan dari hal-hal tertentu. e) Atitute mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Menurut Mar’at (1981: 13) adalah sikap terdiri dari beberapa unsur yang satu dengan yang lain saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, adapun unsur-unsurnya adalah: 1) Unsur kognisi yang hubungannya dengan bakat, ide dan konsep. 2) Unsur afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang. 3) Unsur emosional yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. Jadi sikap merupakan kumpulan berfikir, keyakinan dan pengetahuan. Namun di samping itu, memiliki evaluasi negatif dan positif yang bersifat emosional. Hal ini disebabkan unsur afeksi, pengetahuan dan perasaan merupakan sikap yang akan menghasilkan tingkah laku. Jadi sikap terdiri dari beberapa unsur yang mencakup aspek kognisi, afeksi, dan emosional. Ketiga unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat dipisahkan, karena predisposisi atau keterkaitan suatu masalah untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu akan selalu diwarnai aspek kognisi, afeksi dan emosi seseorang. 2) Pembentuk dan Hal-Hal yang Mempengaruhi Sikap Secara garis basar penbentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor pokok yaitu:
20
1) Faktor individu itu sendiri atau faktor dari dalam, yang dimaksud faktor dari dalam adalah bahwa apa yang datang dari luar tidak semuanya begitu saja akan diterimanya, tetapi individu mengadakan seleksi mana yang diterima dan mana yang ditolak. 2) Faktor luar atau ekstern yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang merupakan rangsangan atau stimulus atau yang mengubah sikap (Bimo Walgito, 1987: 55-56). Dalam hubungannya dengan masalah ini, faktor-faktor yang dapat mengubah sikap menurut Bimo Walgito (1987:
56) adalah sebagai
berikut: 1) Kekuatan atau force dapat memberikan suatu keadaan atau situasi yang dapat mengubah sesuatu sikap. Kekuatan dapat bermacam-macam bentuknya, misalnya kekuatan fisik. 2) Berubahnya norma kelompok, bila seseorang telah menginternalisasikan norma kelompok maka yang akan diambil oper atau dijadikan normanya sendiri. 3) Berubahnya membership group, maksudnya individu itu akan bergabung dalam berbagai macam kelompok yang ada dalam masyarakat, baik karena adanya dorongan alami, karena membutuhkan, berhubungan dengan individu yang lain, maupun karena adanya kepentingan atau tujuan yang bersamaan. 4) Berubahnya reference group adalah terbentuknya normanorma baru yang mendesak norma lama. Dengan terbentuknya nilai norma yang baru itu akan terbentuk pula sikap-sikap yang baru sesuai bengan norma-norma yang ada. 5) Membentuk kelompok yang sama sekali baru, dimana dengan membentuk kolompok yang sama sekali baru dapat akan mengubah atau membentuk sesuatu sikap yang baru pula. Dengan pembentukan kelompok baru akan membentuk norma yang baru dan dengan terbentuknya norma baru akan memungkinkan terjadinya sikap yang baru sesuai dengan norma yang ada. Mar’at
(1981:
131)
berpendapat
bahwa
situasi-situasi
yang
mempengaruhi sikap ada dua yaitu dinamika kelompok dan situasi khusus. Dalam suatu kelompok sosial sikap individu sebagai anggota suatu kelompok selalu berusaha menyatakan diri atau menyatakan keberadaannya dalam suatu pola hubungan antar individu atau kelompok.
21
Sikap merupakan produk kultur yang sering bersifat situasional. Situasi khusus disebutkan mempengaruhi sikap bisa dicontohkan dalam suatu situasi perorangan misalnya situasi peperangan, keadaan menjadi tegang, dan orangorang panik, karena kebutuhan. 3) Cara Pengukuran Sikap Sikap perlu diukur sebagai suatu bahan mengevaluasi atau suatu bentuk penilaiaan sikap yang ada pada diri seseorang. Para ahli psikologi sosial telah berusaha untuk mengukur sikap dengan berbagai macam cara. Beberapa bentuk pengukuran sudah mulai dkembangkan sejak diadakannya penelitian sikap yang pertama yaitu pada tahun 1920 dengan meminta subjek untuk merespon obyek sikap dalam berbagai cara. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung (Direct meansure of inttitudes), tidak langsung (Indirect meansure of attitudes), tes tersusun serta tes tidak tersusun. Menurut Saifuddin Azwar (1998: 91) metode pengungkapan pengukuran sikap adalah sebagai berikut: 1) Metode langsung ialah metode di mana orang itu secara langsung diminta pendapatnya mengenai objek tertentu. Metode ini lebih mudah tetapi sulit dan hasilnya kurang dipercaya. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan dengan skala sikap. Pengukuran sikap yang sering digunakan adalah : a) Skala Thurtstone (1928) percaya bahwa sikap dapat diukur dengan skala pendapat yang berhubungan dengan sikap. Adapun langkahlangkahnya yaitu : 1) Memilih dan mengukur sikap yang akan diukur, 2) Merumuskan sejumlah pertanyaan tentang obyek sikap 3) Membagikan daftar pertanyaan kepada sejumlah responden yang secara objektif dan bebas akan pendapatnya baik positif ataupun negatif. 4) Nilai sikap menunjukkan tingkat kepositifan atau kenegatifan terhadap objek yang dihitung untuk setiap pertanyaan.
22
b) Skala Likert Rensis Likert mengembangkan suatu skala beberapa tahun setelah Thurtstone. Likert menggunakan sejumlah pertanyaan untuk mengukur sikap mendasarkan pada rata-rata jawaban. Likert di dalam jawabannya menggambarkan pandangan yang ekstrim pada masalahnya. Kemudian Likert membagikan pada responden yang akan diteliti untuk menunjukkan dimana mereka setuju dan tidak setuju pada setiap pertanyaannya. Terdapat empat skala yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Skala ini sangat populer karena mudah untuk menyusunnya, dan ajeg serta konsisten dalam jawabannya. c) Skala Borgadus Emery Borgadus tahun 1925 mengemukakan suatu skala yang disebut jarak sosial, yang secara kuantitatif mengukur tingkatan jarak seseorang yang diharapkan untuk memelihara hubungan orang dengan kelompok-kelompok lain d) Skala Perbedaan Semantik Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci dan Tannerbaum tahun 1975 yang meminta responden untuk menentukan sikapnya terhadap objek sikap, pada ukuran yang berbeda dengan ukuran skala terdahulu. Responden diminta untuk menentukan suatu ukuran skala yang bersifat berlawanan yaitu positif atau negatif. 2) Metode secara tidak langsung, yaitu metode dimana orang diminta supaya menyatakan dirinya mengenai objek sikap yang diselidiki, tetapi secara tidak langsung. Misalnya menggunakan tes psikologi, yang dapat mendaftarkan sikap-sikap yang cukup mendalam. Ini merupakan bentuk metode untuk melengkapi kekurangan dari metode secara langsung, dimana responden mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti sehingga ia berusaha untuk memberikan jawaban yang terbaik bukan yang sesungguhnya. Dalam metode ini , tidak langsung responden diminta untuk menceritakan apa-apa yang ada di gambar
23
yang dilihat yang dibawa oleh peneliti. Akan tetapi, metode ini juga memiliki masalah yaitu sejauh mana sikap individu dapat di ungkap, bila tidak menyadari akan hal itu. Bisa jadi penelitian seperti itu melanggar kode etik peneliti. 3) Tes tersusun ialah tes yang menggunakan skala sikap yang dikonstuksikan terlebih dahulu menurut prinsip-prisip tertentu. 4) Tes yang tidak tersusun misalnya wawancara, daftar pertanyaan dan penelitian bilbiografi. Dari uraian diatas mengenai pengukuran sikap maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan cara pengukuran sikap dengan metode langsung dan menggunaka skala Likert. Asumsi yang mendasari peneliti menggunakan metode langsung yaitu individu atau responden merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Sedangkan asumsi menggunakan skala Likert dikarenakan skala ini lebih praktis dan mudah serta hasilnya ajeg dan konsisten dengan jawabannya. b. Pengertian Tentang Anak Dalam hukum Islam tidak ada batasan khusus tentang definisi anak, dalam Surat an- Nisa ayat 9 disebutkan bahwa :
Artinya:"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meningggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan benar". Dari ayat tersebut diketahui bahwa anak adalah seseorang yang masih lemah yang sangat membutuhkan pertolongna orang lain. Gambaran
24
tentang kedewasaan seseorang dapat dilihat dari hadist Rasululllah SAW. Yang dikutip oleh Ahmad Rofiq (2000: 81) sebagai berikut: 1. Terangkat pertanggung jawaban seseorang dari tiga hal; orang yang tidur hinggga ia bangun; orang gila hingga ia sembuh; anak-anak hingga ia mimpi dan mengeluarkan air mani (ihtilam). (HR. Imam Empat) 2. Saya telah mengajukan diri kepada nabi SAW. Untuk ikut perang Uhud yang waktu itu saya berumur 14 tahun, beliau tidak mengizinkan aku. Dan aku mengajukan diri kepada beliau takkala perang khadaq, waktu itu umurku 15 tahun, dan beliau membolehkan aku (untuk mengikuti). (HR. Ibn' Umar) 3. Rasulullah SAW. Menikah dengan dia (Aisyah) dalam usia 6 tahun, dan beliau memboyongnya ketika berusia 9 tahun, dan beliau wafat pada waktu dia berusia 18 tahun (HR. Muslim) Atas dasar Hadist tersebut, dalam kitab Kasyifah al Siya di jelaskan: "Tanda-tanda kedewasaan (baligh) seseorang itu ada 3 yaitu sempurnanya umur 15 tahun bagi pria dan wanita bermimpi (keluar mani) bagi laki-laki dan perempuan pada usia 9 tahun dan haid (menstruasi) bagi wanita usia 9 (sembilan) tahun".(Ahmad Rofiq, 2000: 82) Berdasarkan pasal 45 KUHP menyatakan bahwa: "Anak adalah orang yang belum cukup umur", maksud belum cukup umur disini adalah mereka yang melakukan perbuatan sebelum umur 16 tahun, sedangkan pasal 91 ayat 4 menyebutkan "Anak dimaksudkan pula orang yang ada dibawah kekuasaan bapak" (Moeljatno, 1999: 37) Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak merumuskan bahwa "Anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin". Dalam penjelasan disebutkan pula batas usia 21 tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan kematangan kepentingan usaha sosial, kematangan pribadi dan kematangan anak dicapai pada usia tersebut. Sedangkan anak dalam Ilmu hukum adalah "Anak dimata hukum dianggap belum bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya". (Agung Wahyono dan Siti Rahayu, 1993: 19)
25
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun yang masih berada di bawah kekuasaan orang tua, belum kawin dan belum dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. c. Perbedaaan antara Sikap Anak dalam Keluarga Utuh dengan Keluarga yang Bercerai Keluarga merupakan bentuk interaksi sosial yang merupakan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial paling kecil, merupakan tempat anak mengadakan interaksi sosial yang pertama. Ayah, Ibu, saudara-saudara merupakan orang pertama yang mengajarkan kepada anak-anak cara dan sikap hidup dengan orang lain. Keluarga yang dilandasi rasa kasih sayang, pengertian, saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Tetapi apabila dalam keluarga terdapat berbagai permasalahan seperti pertengkaran, perbedaan secara terus menerus, tidak ada perhatian dan toleransi maka akan menyulitkan anak dalam pergaulannya. Dalam keluarga yang ideal maka hubungan ibu ayah dan anakanaknya berdasarkan kasih sayang. Kasih sayang ini direalisasikan dalam bentuk memenuhi semua kebutuhan, baik secara rohani misalnya anak mendapatkan perlindungan, pelukan, belaian dan perhatian, sehingga hal ini akan menimbulkan sikap positif pada anak serta dalam pertumbuhan dan perkembangan mental mereka akan lebih baik karena mereka merasa mendapat perhatian dari orang tua. Anak
yang
orang
tuanya
bercerai
lebih
cenderung
untuk
menunjukkan gangguan perkembangan dari pada anak yang dibesarkan dalam keluarga utuh. Namun sulit untuk membedakan apakah gangguan.gangguan tersebut disebabkan oleh trauma yang dialami anak selama kemelut sebelum perceraian atau karena perceraian itu sendiri. Meskipun kecenderungan anak tersebut untuk mendapatkan gangguan di dalam
26
perkembangannya cukup tinggi, namun hal ini tidak selalu terjadi. Faktor penentu yang paling penting adalah ringan atau beratnya trauma yang dialami anak sebelum dan sesudah perceraian dan yang hubungan anak tersebut dengan orang tuanya. Bagi seorang anak perceraian baru menjadi nyata bila salah satu dari orang tua meninggalkannya. Untuk menerima kenyataan ini seringkali memakan waktu yang cukup lama. Hampir semua anak merasakan perceraian itu sebagai kejadian yang menyakitkan dan mengacaukan hidup mereka. Penderitaan yang mereka rasakan biasanya disebabkan oleh rasa takut, baik yang mendasar maupun yang tidak. Menurut pendapat A.H.Markum (1999) yang di kutip dalam skripsi Juliarti, Triwik (2002: 19) anak-anak yang orang tuanya baru bercerai pada umumnya merasa: " a) Sedih, karena harus berpisah dengan salah satu orang tuanya. b) Khawatir, melihat orang tuanya dalam keadaan sedih. c) Kesepian d) Malu atas tingkah laku orang tuanya. e)
Bersalah, atas kenakalan yang pernah dilakukannya, yang dalam khayala mereka mungkin dianggap penyebab perceraian orang tuanya.
f) Takut dan malu bahwa mereka sekarang berbeda dengan kawankawannya". Banyak ilmuwan sosial telah mendapat penemuan-penemuan serupa tentang masalah-masalah sikap dan tingkah laku di antara anak-anak dari perkawinan-perkawinan yang bermasalah, seperti yang diungkapkan oleh Gottman John (1999) yang di kutip dalam skipsi Julianti Triwik, (2002 : 19) “Penelitian itu membuktikan bahwa perceraian dan konflik perkawinan dapat menempatkan anak-anak pada suatu lintasan yang menjurus pada masalahmasalah besar dikemudian hari. Kesulitan dapat dimulai pada masa awal kanak-kanak dengan ketrampilan-ketrampilan pergaulan yang buruk dan tingkah laku yang nakal, yang menjurus pada penolakan oleh rekan sebaya. Orang tua, karena terganggu oleh masalah-masalah mereka sendiri, kurang
27
waktu serta perhatiannya bagi anak-anak mereka. Jadi, anak-anak itu larut, tanpa terawasi menuju ke sebuah kelompok rekan sebaya yang lebih bandel”. Sebagian anak menunjukkan reaksi yang negatif yang tampak pada sikap dan perilaku mereka, seperti minat belajar yang menurun, nilai pelajaran yang menurun, sering membolos sekolah, adanya keresahan yang berlebihan, sering melamun, atau sebaliknya menjadi sangat nakal. Sebagian anak bisa lebih cepat menyesuaikan diri, akan tampak adanya kemajuan yang pesat dalam bidang pelajaran, aktif dalam organisasi didalam maupun di luar sekolah dan masyarakat. Hubungan orang tua dan anak pasca perceraian tidak berarti terputus. Yang terjadi adalah perubahan dalam pola hubungan tersebut. Demikian pula hubungan anak dengan kedua orang tua tidak terputus setelah perceraian. Sedangkan anak yang sudah memasuki pada pernikahan pertamanya akan mengalami ketidakstabilan karena diantara mereka tidak begitu bahagia dalam pernikahannya terlihat mereka lebih tegang dalam menjalin hubungan dengan pasangannya hal ini di karenakan trauma terhadap perceraian yang ada di dalam keluarganya. Jadi dari uraian diatas mengungkapkan bagaimana perceraian orang tua mempengaruhi sikap anak dalam pergaulan, anak yang orang tuanya bercerai akan menghadapi lebih banyak stress, kurang puas dengan keluarga dan teman-temannya dalam pergaulan, mengalami lebih banyak kecemasan dan
berkurangnya
kemampuan
untuk
mengatasi
masalah
dalam
kehidupannya. Sedangkan bagi anak yang sudah memasuki usia penikahan mereka cenderung kurang bahagia terjadi ketegangan dalam kehidupan perkawinannya dikarenakan rasa trauma terhadap putusnya perkawinan dalam keluarganya. 4. Tinjauan tentang Pergaulan a. Pengertian tentang Pergaulan Pergaulan merupakan proses terjadinya hubungan atau interaksi antar individu dengan individu yan lain. Menurut Soedomo Hadi (2005: 63) "Pergaulan adalah kontak langsung antara individu dengan individu yang lain, termasuk di dalamnya antara pendidik dan anak didik". Abu Ahmadi dan
28
Nur Uhbiyati (1991: 13) menyatakan "Di dalam pergaulan sehari-hari tentunya terjadi interaksi sosial antara individu yang satu dengan yang lain atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok dan di dalam interaksi itu tentunya tidak lepas adanya saling mempengaruhi". Menurut Ny. Y. Singgih D Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa (1991: 36): 1. Pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah laku individu. Tentunya lebih daripada seorang individu, sekurangkurangnya tingkah laku dua orang. 2. Pergaulan merupakan suatu hubungan antar manusia yang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi pergaulan antar manusia ini acap kali menimbulkan persoalan, sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi yang bersangkutan. 3. Pergaulan yang mengakibatkan timbulnya kesulitan, kurang membantu kelancaran hidup bahkan menimbulkan kegoncangan jiwa yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang bersangkutan. Jadi dalam pergaulan bisa mengarah ke kehidupan yang positif dan juga dapat memberikan dampak negatif pada diri individu. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pergaulan merupakan proses terjadinya hubungan atau interaksi antar individu secara langsung yang saling mempengaruhi secara timbal balik. Setiap mausia secara naluri mampunyai dorongan untuk bergaul dengan orang lain. Dorongan ini dalam kehidupan sehari-hari terwujud dengan adanya saling berkomunikasi, berkunjung, mengadakan hubungan sosial maupun hubungan antar pribadi b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergaulan (Interaksi Sosial) Faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial menurut Abu Ahmadi (1999 : 56-63) meliputi: a) Faktor Imitasi Faktor imitasi yaitu menirukan orang lain, baik itu belajar berbahasa, tingkah laku tertentu, cara memberi hormat, cara berpakaian dan lain sebagainya. Faktor imitasi mempunyai peran yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positif adalah bahwa imitasi
29
dapat mendorong seseorang untuk mengetahui kaidah-kaidah dan nilainilai norma yang berlaku. Namun imitasi dapat pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif, misalnya yang ditiru adalah tindakantindakan yang menyimpang. Selain itu imitasi dapat juga melemahkan atau mematikan pengembangan daya kreasi seseorang. b) Faktor sugesti Faktor sugesti ialah pengaruh psikis, baik yang dari diri sendiri maupun pengaruh dari orang lain, yang pada umumnya dapat diterima tanpa adanya daya kritik. c) Faktor Identifikasi Faktor identifikasi yaitu dorongan untuk menjadi identik dengan orang lain secara lahiriah maupun batiniah. Proses identifikasi berlangsung dengan sendirinya secara tidak sadar maupun disengaja oleh karena sering kali seseorang memerlukan tipe ideal di dalam proses kehidupannya. Proses identifikasi berlangsung dalam keadaan dimana seseorang yang beridentifikasi benar-benar mengenal pihak lain yang menjadi idealnya, sehingga pandangan, sikap maupun kaidah-kaidah yang berlaku pada pihak lain dapat menjiwainya. d) Faktor Simpati Faktor simpati atau perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang lain, Dorongan atau simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerjasama dengannya. Selain faktor yang mempengaruhi interaksi sosial di atas, terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi pergaulan, faktor tersebut antara lain: a) Faktor Intelektual, kemampuan intelektual yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. b) Faktor Psikologis, psikologis dalam sikap pergaulan perananya penting dalam tingkah laku (faktor perasaan, emosi, faktor reaksi) c) Faktor Spykologis, faktor ini berwujud dengan keadaan kurang pendengaran, lambat bicara, cacat tubuh dan hal semacamnya yang dapat menghambat kelancaran dalam berinteraksi.
30
d) Faktor Sosiologis, karena dalam pergaulan terdiri dari berbagai orang yang datang dari macam-macam masyarakat, maka seseorang harus memahami sifat dan sikap setiap orang. Dari keempat faktor di atas dapat diklasifikasikan ke dalam 3 aspek yang dapat mempengaruhi terjadinya pergaulan. Ketiga aspek tersebut adalah: a. Aspek Jasmani (Psykologis) b. Aspek Rohani (Intelektual dan Psikologis) c. Aspek Lingkungan (Sosiologis) Di samping itu juga ada faktor yang mempengaruhi pola pergaulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pergaulan mengharuskan adanya interaksi sosial antar individu dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya. Maka untuk kelangsungan tersebut memerlukan: 1. Pengenalan watak dari masing-masing individu 2. Pengertian terhadap individu lain 3. Keterbukaan diri 4. Pembiasan c. Ruang Lingkup Pergaulan Seluruh permasalahan manusia dalam kehidupan adalah permasalahan sosial, sehingga seluruh perilaku, ungkapan bahasanya, pola pikirnya, emosi dan ketrampilan dipelajari dan dikembangkan dalam situasi sosial yang melingkupi, dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian : a. Pergaulan di keluarga b. Pergaulan di sekolah c. Pergaulan di masyarakat d. Bentuk-Bentuk Pergaulan Pergaulan banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok-kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Menurut Sunarto (1994: 107) Penggolongan kelompok pergaulan adalah sebagai berikut:
31
1) Teman Dekat Pada umumnya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat karib. Mereka adalah kelompok yang biasanya berjenis kelamin sama dan mempunyai minat dan kemampuan yang sama. Teman dekat saling mempengaruhi satu sama lain meskipun kadang bertengkar. 2) Kelompok Kecil Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok teman dekat. Pada mulanya mereka terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi kemudian meliputi keduanya baik laki-laki maupun perempuan. 3) Kelompok Besar Kelompok besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat dan interaksi antara mereka. Karena kelompok ini besar, maka penyesuaian minat berkurang diantara anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar di antara mereka. 4) Kelompok yang terorganisasi Kelompok anak yang dibina dan dibentuk oleh sekolah atau organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja dan untuk memenuhi tujuan tertentu, seperti agar remaja mempunyai kegiatan yang positif atau lainya. Banyak anak usia remaja yang mengikuti kelompok seperti ini merasa bosan karena mereka mengganggap terlalu diatur dan terbatasi geraknya. 5) Kelompok Geng Kelompok yang tidak termasuk dalam kelompok besar dan yang merasa tidak puas dengan kelompok yang terorganisasi mungkin mengikuti kelompok geng. Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan temen-teman melalui perilaku anti sosial. e. Perbedaan Sikap Anak dalam Pergaulan Antara Keluarga utuh dengan Keluarga yang Bercerai Perceraian orang tua membawa dampak bagi suami istri dan bagi anak. Orang tua kadang tidak memikirkan dengan sungguh-sungguh terhadap dampak yang ditimbulkan, karena mereka hanya ingin segera menyelesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga terutama dengan istri atau suami sehingga mereka mengesampingkan dampak dan hak anak yang nantinya akan menjadi berkurang dari ayah atau ibunya karena setelah perceraian pasti mereka akan ikut salah satu dari orang tuanya. Dampak dari perceraian orang tua akan mempengaruhi sikap anak dalam pergaulan di keluarga, sekolah bahkan di masyarakat. Mereka akan merasa sedih dan malu dalam pergaulan
32
dikarena mereka tidak mempunyai keluarga utuh dan harmonis seperti temantemannya yang lain. "Keluarga yang dilandasi kasih sayang, pengertian, saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Hubungan dalam keluarga yang baik akan berpengaruh positif, karena hal ini sangat penting dalam pembentukan sikap perilaku dan kepribadian anak dalam pergaulan di keluarga, sekolah dan masyarakat. Interaksi dalam keluarga dikatakan berkualitas apabila memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan diri, anak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, dan komunikasi antara anak dan orangtua bersifat timbal balik". (AjiBaroto, http://bbawor.blogspot. com/2009/03/pengaruh-broken-home.html tanggal 16 Agustus 2009). Sedangkan anak yang orang tuanya bercerai mereka akan merasa sedih karena harus berpisah dengan ayah atau ibunya sehingga kasih sayang yang mereka dapatkan akan berkurang. Di dalam pergaulanpun anak akan merasa berbeda dengan teman-temannya. Hal ini dikarenakan mereka tidak mempunyai keluarga yang utuh dan harmonis di rumah. Keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan sikap anak dalam pergaulannya di luar rumah, apabila dalam keluarga terdapat berbagai permasalahan seperti pertengkaran yang terus menerus, perceraian, tidak ada perhatian karena mereka harus tinggal dengan salah satu ayah atau ibunya saja sehingga menyulitkan anak dalam pergaulannya. ”Anak-anak dari keluarga dengan orang tua tunggal rata-rata lebih cenderung mengalami kehidupan yang kurang sehat (secara moral dan emos), daripada anak-anak dari keluarga yang utuh.” Akan tetapi, analisis yang lebih saksama terhadap penelitian semacam itu mengindikasikan bahwa kurangnya pendapatan mungkin merupakan faktor tunggal terpenting yang bertanggung jawab atas perubahan dalam diri anak-anak dari berbagai bentuk keluarga”. (dr.Salma Oktarianingsih http://iblogronnp-gpanswers.blogspot.com/2009/06/ keluarga-dengan-orang-tua-tunggal-dapatmengalami.html 16 Agustus 2009) Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa keluarga sangat berperan penting dalam pembentukan sikap anak dalam pergaulan. Anak yang berasal dari keluarga yang utuh dan harmonis maka pola pergaulannya akan cenderung positif karena mereka mendapatkan kasih sayang dan
33
perhatian sedangkan anak yang berasal dari keluarga yang bercerai dan orang tuanya tunggal akan cenderung kepada pola pergaulan dan sikap yang kurang sehat, hal ini disebabkan karena kurangnya kasih sayang serta perhatian dari orang tuanya B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan suatu acuan di dalam melaksanakan penelitian, dalam kerangka berpikirnya adalah sebagai berikut: Perkawinan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal. Namun tidak semua orang dapat mewujudkan tujuan perkawinan itu, karena dalam kenyataan masih banyak perkawinan yang putus di tengah jalan dan berakhir dengan perceraian. Meskipun perceraian tidak dilarang, tetapi pada prinsipnya Undang-Undang No. 1 tahun 1974 mempersukar terjadinya perceraian, dalam arti untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan sidang pengadilan. Putusnya perkawinan karena perceraian dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : faktor ekonomi, biologis, pihak ketiga dan perbedaan paham antara suami dan istri. Dengan adanya perceraian maka tujuan perkawinan tidak mungkin dicapai. Mengingat perceraian dapat menimbulkan dampak yang kurang baik. Perceraian berdampak pada kehidupan pelaku sendiri, masyarakat serta pada anak yang dilahirkan, maka sedapat mungkin perceraian itu harus dihindari dan dicegah. Perceraian paling banyak berdampak pada anak khususnya pada sikap anak yang cenderung mengarah pada hal-hal negatif dalam pergaulan, karena anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Anak merupakan generasi penerus bangsa, untuk kemajuan bangsa memerlukan generasi penerus bangsa yang berkualitas baik dari segi kecerdasan maupun sikap yang baik. Oleh karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas generasi muda dengan mengurangi dan mencegah terjadinya perceraian agar anak lebih mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua.
34
Perceraian orang tua yang berdampak langsung pada anak, menjadikan anak merasakan hal-hal yang berbeda dari teman-temannya. Anak yang orang tuanya bercerai kadang merasa minder atau iri karena mereka merasa kurang diperhatikan dan kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtua. Anak yang orang tuanya bercerai merasa kurang diperhatikan karena kesibukan dari ayah atau ibunya. Sedangkan temantemannya yang mempunyai keluarga utuh selalu mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Sehingga anak korban perceraian
sering
terjerumus ke dalam pergaulan yang sifatnya negatif karena kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua. Oleh karena itu orang tua harus bisa menanggulangi dampak perceraian terhadap sikap anak antara lain dengan memberikan nasihat dan kasih sayang serta perhatian.
Perceraian / Keluarga Bercerai
Sikap Anak
Keluarga Utuh
Keluarga Bercerai
1. Keluarga 2. Sekolah 3. Masyarakat
1. Keluarga 2. Sekolah 3. Masyarakat
Solusi 1. Instansi 2. Orang Tua Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir
35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Kualitas dari suatu penelitian tidak tergantung oleh luas tidaknya masalah dan besar kecilnya populasi tetapi ditentukan oleh ketajaman di dalam menganalisa data atau permasalahannya. Sehingga perlu adanya suatu pembatasan tempat penelitian yang jelas. Dalam penelitian kualitatif memandang permasalahan yang ada secara menyeluruh dan terkait dengan yang lainnya. Tempat penelitian merupakan suatu lokasi dimana penelitian akan dilakukan untuk memperoleh data sesuai dengan permasalahan yang diajukan. Tempat yang akan dipakai dalam melaksanakan penelitian ini adalah di lokasi Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Penulis memilih lokasi penelitian di tempat tersebut, dengan beberapa pertimbangan antara lain : a. Desa Gebang merupakan wilayah yang kasus perceraian paling banyak di banding dengan wilayah lain di kecamatan Masaran b. Di Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen diharapkan dapat
mencegah dan memperkecil kasus perceraian di kalangan
masyarakat sehingga dampak yang di timbulkan pada anak dapat dihindari. c. Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen merupakan wilayah dimana peneliti berdomisili, sehingga memudahkan peneliti mengambil informan sebagai sumber data untuk mendapatkan data-data yang diperlukan.
35
36
2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini direncanakan kurang lebih 22 bulan, yang dimulai pada bulan Maret 2008 sampai dengan bulan Desember 2009. Berikut ini gambar alokasi waktu kegiatan penelitian yang penulis lakukan:
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian No
Jenis Kegiatan
2008 Mar Apr Mei Jun Jul
1.
Pengajuan Judul
2.
Penyusunan
2009
Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Proposal 3.
Pengajuan Surat Ijin
4.
Pengumpulan Data
5.
Analisis Data
6.
Laporan Penelitian
B. Bentuk Dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian Dalam penelitian ini bentuk yang akan digunakan adalah bentuk penulisan deskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan berupa katakata, kalimat, pencatatan dokumen maupun arsip yang gemlike arti yang sangat lebih dari sekedar angka atau frekuensi. Menurut Lexy J. Moleong (2005: 4) yang mengutip dari pendapat Bogdan dan Taylor. Penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati". Penelitian ini diperoleh dengan mempertimbangkan kesesuaian obyek dari studi, sehingga penggunaan metode penelitian secara mendalam agar sesuai dengan metode tersebut yaitu menggunakan metode deskriptif. Hal itu sesuai dengan pendapat dari Winarno Surakhmad (2004 : 139) bahwa :
37
"Penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Karena banyak sekali ragam penyelidikan demikian metode penyelidikan deskriptif. Diantaranya ialah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi. Sehingga menurutnya metode deskriptif adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan kegiatan, pandangan, sikap yang menampak, atau tentang satu proses yang sedang berlangsung pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang menampak, pertentangan yang meruncing, dan sebagainya". 2. Strategi Penelitian Strategi penelitian yang digunakan adalah strategi penelitian tunggal terpancang. Mengenai model ini HB. Sutopo(2002: 41-42) menjelaskan sebagai berikut: "Walaupun dalam penelitian kualitatif ditemui adanya bentuk penelitian terpancang (embeded resarch) yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan tujuan dan minat penelitiannya sebelum peneliti ke lapangan studinya. Dalam proposal peneliti sudah menentukan terlebih dahulu fokus daripada variabel tertentu. Akan tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya (pilihannya) dari sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan pada posisi yang saling berkaitan dengan bagian-bagian dari konteks secara keseluruhan guna menemukan makna yang lengkap". Untuk itu maksud dari strategi tunggal terpancang dalam penelitian ini, dapat mengandung pengertian sebagai berikut : tunggal yang artinya hanya ada satu lokasi yaitu di wilayah desa Gebang, kecamatan Masaran, kabupaten Sragen. Sedangkan terpancang artinya hanya pada tujuan untuk mengetahui Penyebab perceraian dan dampaknya pada sikap anak dalam pergaulan.
C. Sumber Data Menurut HB. Sutopo (2002: 50-54) menyatakan bahwa "Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa, atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda, beragam gambar dan rekaman, dokumen atau arsip".
38
Pendapat lain tentang sumber data dalam penelitian kualitatif adalah yang diungkap oleh Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2005: 157) menjelaskan bahwa "Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain". Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menggunakan sumber data yang berupa informan, tempat, dan peristiwa serta arsip dan dokumen, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: 1. Informan Menurut Suharsimi Arikunto (1993: 114) adalah "Sumber data yang memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket". Informan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini informan yang di wawancarai adalah: a. Dra. Djumanah Panitera Pengadilan Agama Sragen b. Drs. Agus Sutoyo Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen c. H.Purwanto Kepala Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen d. Orang tua yang melakukan perceraian antara lain: 1) Ibu Suratmi S.Pd 2) Ibu Kosmiyati 3) Ibu Sri Widati 4) Ibu Suwanti 5) Ibu Sri Lestari 6) Bapak Sukir Ponco Saputro S.Pd 7) Bapak Sartono e. Anak Korban Perceraian antara lain: 1) Febriata 2) Endah Erlita W 3) Widodo
39
4) Deni 5) Galih 6) Amalia 7) Imam f. Anak Bukan Korban Perceraian (Anak dari Keluarga Utuh) antara lain: 1) Fahri 2) Bagas 3) Hana 2. Tempat dan Peristiwa Tempat sebagai obyek penelitian merupakan sumber data yang tidak dapat ditinggalkan, maka penelitian ini dilakukan di wilayah desa Gebang, kecamatan Masaran, kabupaten Sragen. Peristiwa yang dimaksud adalah Studi Kasus Perceraian di Desa Gebang Kecamatan Masaran kabupaten Sragen Dan Dampaknya Pada Sikap Anak Dalam Pergaulan, maka layak untuk dikaji dan diteliti. 3. Dokumen Sumber data yang kedua atau data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen. Dokumen disini dapat berupa surat dan agenda yang berkaitan dengan suatu peristiwa tertentu. Macam-macam dokumen yang digunakan disini meliputi seluruh dokumen resmi tentang hal-hal yang terkait dengan Kasus Perceraian Di Desa Gebang Dan Dampaknya Pada Sikap Anak dalam Pergaulan yaitu berupa : a. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Hukum Perkawinan b. Data Perkara perceraian yang ada di Pengadilan Agama Kabupaten Sragen dan di kantor urusan Agama Masaran, Khususnya data perceraian masyarakat Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.
40
D. Teknik Sampling (cuplikan) Dalam penelitian kualitatif sampel akan ditunjukkan oleh peneliti dengan mempertimbangkan bahwa sampel itu mengenai dengan masalah yang diteliti, jujur, dapat dipercaya dan datanya bersifat obyektif. Penelitian kualitatif ini, teknik cuplikan yang biasa digunakan adalah teknik cuplikan yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang digunakan dan keingintahuan pribadi peneliti. Oleh karena itu cuplikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Menurut Goetz & Le Compte dalam HB. Sutopo (2002 :185): “Purposive Sampling yaitu teknik mendapatkan sampel dengan memilih individu-individu yang di anggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data”. Metode ini beberapa objek penelitian dipilih, kemudian dari yang terpilih tersebut dijadikan sebagai sumber data yang akan membantu dalam mengungkap permasalahan yang telah dirumuskan. Dengan kata lain metode pengambilan sampel yang digunakan dengan teknik informan kunci (key informan) yaitu peneliti mengambil orang-orang kunci untuk dijadikan sebagai sumber data. Menurut Lexy J. Moleong (2005 : 224) sampel memiliki fungsi yaitu: 1. Untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber
dan bangunannya (contruction).
2. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang akan muncul”. Jadi dalam metode ini beberapa obyek penelitian dipilih, kemudian dari yang dipilih tersebut dijadikan sebagai sumber data yang akan membantu dalam mengungkapkan permasalahan yang lebih dirumuskan. Dengan kata lain metode pengambilan sampel yang digunakandengan teknik informan kunci (key informan) yaitu peneliti mengambil orang-orang kunci untuk dijadikan sebagai sumber data. Adapun yang menjadi informan kunci (key informan) adalah:
41
1. Kepala Pengadilan Agama Sragen 2. Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen 3. Kepala Desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara Wawancara adalah "Percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang membebankan jawaban atas pertanyaan itu". (Moleong, 2004: 135) Dalam kegiatan wawancara ini yang utama dalam membuat daftar pertanyaan agar sesuai dengan permasalahan yang sedang dikaji. Kemudian didalam pelaksananya mencatat hal-hal yang penting dalam wawancara. Dalam wawancara ini peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan yang telah dipilihnya dan dianggap mengetahui secara jelas terhadap permasalahan yang akan diteliti. Adapun narasumber dari penelitian ini adalah : 1. Orang tua yang melakukan perceraian antara lain: a. Ibu Suratmi S.Pd b. Ibu Kosmiyati c. Ibu Sri Widati d. Ibu Suwanti e. Ibu Sri Lestari f. Bapak Sukir Ponco Saputro S.Pd g. Bapak Sartono 2. Anak Korban Perceraian antara lain: a. Febriata b. Endah Erlita W c. Widodo
42
d. Deni e. Galih f. Amalia g. Imam 2. Observasi Menurut Lexy J. Moleong (2001: 117) mengemukakan bahwa ciri khas penelitian kualitatif tidak dipisahkan dan pengamatan berperan serta, namun peran penelitianlah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Pengamatan berperan serta menceritakan kepada peneliti apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan. Sedangkan menurut H.B Sutopo (2002: 64) "Observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat dan lokasi serta rekaman gambar". Memasukkan observasi dalam penelitian ini dikarenakan metode observasi memiliki tingkat derajat yang tinggi untuk mengetahui keakuratan suatu informasi yang didapat. 3. Analisis Dokumen Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai data yang digunakan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan halhal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Teknik dokumentasi dapat berupa arsip-arsip yang berupa catatan-catatan yang relevan serta bendabenda fisik lainnya. Menurut H.B. Sutopo (2002: 54) yang berpendapat bahwa “Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu”. Analisis dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Dokumen yang berasal dari Pengadilan Agama Sragen mengenai alasan-alasan perceraian dan dokumen dari Kantor Urusan Agama tentang jumlah perceraian yang terjadi di Kecamatan Masaran khususnya di Desa Gebang. Tujuan dari analisi
43
dokumen tersebut yaitu untuk mengetahui alasan atau penyebab perceraian serta mengetahui secara pasti angka perceraian di desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.
F. Validitas Data Suatu penelitian untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh, maka validitas datanya dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Trianggulasi Pengertian trianggulasi menurut Lexy J. Moleong (2005: 330) berpendapat bahwa “Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Menurut H. B Sutopo menyebutkan bahwa ada 4 (empat) macam trianggulasi yaitu: a. Trianggulasi Data, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila di gali dari beberapa sumber data yang berbeda. b. Trianggulasi Metode, jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. c. Trianggulasi Peneliti, hasil penelitian baik data atau simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti. d. Trianggulasi Teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang di kaji. (H. B. Sutopo, 2002 : 78-82). Jenis trianggulasi yang digunakan untuk mencapai validitas data dalam penelitian ini adalah trianggulasi data. Adapun alasan peneliti memilih trianggulasi data adalah untuk menutup kemungkinan adanya kekurangan data dari salah satu sumber sehingga dapat dilengkapi dengan data dari sumber lain. 2. Informan Review Informan Review adalah laporan penelitian di review oleh informan khususnya kegiatan informan untuk mengetahui apakah yang telah diteliti merupakan sesuatu yang dapat disetujui mereka atau tidak.
44
3. Member Cek Member cek adalah laporan hasil penelitian diperiksa oleh kelompok atau peneliti lain untuk mendapatkan pengertian yang tepat atau mencantumkan kekurangan untuk lebih dimantapkan. Pada penelitian ini keabsahan data diperoleh dengan menggunakan teknik trianggulasi data, dimana data penelitian diambil dari berbagai sumber yang berbeda yaitu informan, dokumen, tempat, dan peristiwa untuk menghasilkan data yang sejenis. Adapun yang menjadi alasan untuk memilih trianggulasi data adalah untuk memantapkan kebenaran dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang di gali dari sumber data yang lain yang berbeda. Jadi selain meminta keterangan dari respoden atau informan yaitu orang tua yang bercerai dan anak korban perceraian, peneliti juga menggali informasi dari instansi terkait yaitu dengan Pengadilan Agama Sragen, Kantor Urusan Agama Kecamatan Masaran dan Kantor Kelurahan Desa Gebang.
G. Analisis Data Menurut Lexy J. Moleong (2005: 280) “Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan tempat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”. Sedangkan menurut H.B. Sutopo (2002 : 91) berpendapat bahwa “Dalam proses analisis data terdapat 4 komponen utama yang harus dipahami oleh setiap peneliti kualitatif. Empat komponen utama tersebut adalah : (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, (4) penarikan kesimpulan/verifikasi”.
1. Pengumpulan Data Kegiatan ini digunakan untuk memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi, wawancara,
45
dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa data yang mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi teratur. 2. Reduksi Data Merupakan suatu proses seleksi, pemfokusan penyederhanaan dan abstraksi dari field note (data mentah). H. B. Sutopo (2002: 92) berpendapat bahwa : “Reduksi data adalah bagian dari proses analisis, yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan”.
3. Sajian Data Merupakan rakitan dari organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data dapat berupa matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kegiatan dan tabel. Semuanya dirakit secara teratur guna mempermudah pemahaman informasi.
4. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan akhir akan diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupa pengulangan dengan melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat dan bisa dipertanggung jawabkan. Keempat komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan, dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil salah satu komponen.
46
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam bagan berikut ini : 1 Pengumpulan Data
2 Reduksi Data
3 Sajian Data
4 Verifikasi/pengambilan Kesimpulan
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif (H.B. Sutopo, 2002 : 96)
H. Prosedur Penelitian Kegiatan penelitian ini direncanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: “ (1) Persiapan, (2) Pengumpulan data, (3) Analisis data, dan (4) Penyusunan laporan penelitian”(H. B. Sutopo, 2002 : 187-190). Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut: 1. Persiapan a. Mengurus perijinan penelitian b. Menyusun protokol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data dan menyusun jadwal kegiatan penelitian 2. Pengumpulan Data a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan wawancara mendalam dan mencatat serta merekam dokumen b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
47
3. Analisis Data a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check kan dengan temuan di lapangan c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang dianggap lebih ahli d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4. Penyusunan Laporan Penelitian a. Penyusunan laporan awal b. Review laporan: pertemuan diadakan dengan mengundang kurang lebih 2 orang yang cukup memahami penelitian untuk mendiskusikan laporan yang telah disusun sementara c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil diskusi d. Penyusunan laporan akhir
48
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Tinjauan Geografis
a. Letak dan Batas Wilayah Desa Gebang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah administrasi
kecamatan
Masaran
kabupaten
Sragen.
Desa
Gebang
merupakan bagian barat dari kabupaten Sragen letaknya kurang lebih 3 km dari pusat pemerintahan kecamatan dan 17 km dari pusat pemerintahan kabupaten Sragen. Adapun batas-batasnya adalah: 1. Sebelah Utara : Desa Duyungan, Desa Purwosuman, Kecamatan Sidoharjo 2. Sebelah Barat
:
Desa Masaran, Desa Krikilan
3. Sebelah Selatan :
Desa Dawungan, Desa Sepat, Desa Jirapan
4. Sebelah Timur
Desa Sungai Mungkung
:
b. Luas Daerah Desa Gebang memiliki luas adalah 424.4045 Ha, tersusun dari tanah sawah untuk pertanian, tegalan dan pekarangan. Jika dibandingkan luas tanah sawah lebih lebar daripada luas tanah untuk bangunan. Selengkapnya keadaan luas tanah desa Gebang berdasarkan penggunaanya adalah sebagai berikut: Tabel 2. Luas dan Penggunaan Tanah di Desa Gebang No 1. 2. 3. 4.
Penggunaan Tanah Tanah sawah Tanah Tegal TanahPekarangan/ bangunan Tanah Lain-lain Jumlah Sumber : Data Monografi Desa Gebang
48
Luas Tanah 310.0000 Ha 13.0000 Ha 91.0000 Ha 10.4045 Ha 424.4045 Ha
49
2. Tinjauan Demografi Penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah Negara. Adapun keadaan penduduk Desa Gebang menurut data monografi pada bulan September 2008 berjumlah 5323 orang, jenis kelamin laki-laki 2631 jiwa dan jenis kelamin perempuan 2692 jiwa. a. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa dalam Umur dan Kelamin. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Umur Laki-laki % 0 – 4 Tahun 115 4,37 5 – 9 Tahun 106 4,03 10 – 14 Tahun 221 8,40 15 – 19 Tahun 307 11,68 20 – 24 Tahun 512 19,47 25 – 29 Tahun 379 14,40 30 – 39 Tahun 268 10,18 34 – 49 Tahun 293 11,13 50 -59 Tahun 272 10,33 > 60 Tahun 158 6,01 Jumlah 2631 100 Sumber: Data Monografi Desa Gebang.
Perempuan 201 171 196 375 563 382 296 271 139 198 2692
% 7,47 6,35 7,28 13,94 20,92 14,19 10,98 10,07 5,16 3,64 100
Jumlah 316 277 417 682 1075 761 564 564 411 256 5323
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari jumlah penduduk 5323, jumlah penduduk laki-laki 2631 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 2692 jiwa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di desa Gebang jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki.
b. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencahariaan Desa Gebang yang wilayahnya didominasi oleh tanah sawah secara otomatis masyarakat mempunyai pekerjaan sebagai petani. Walaupun sawah pertanian luas tetapi penduduk desa Gebang mayoritas bekerja sebagai buruh pabrik tekstil, karena di lingkungan perbatasan desa Gebang dengan desa Sidoharjo ada 5 pabrik tekstil maka dari itu penduduk yang usia produktif banyak yang menjadi buruh pabrik. Selain sebagai buruh pabrik masyarakat bekerja sebagai petani, pedagang, PNS dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
50
Tabel 4. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Mata Pencaharian Petani Sendiri Buruh Tani Pengusaha Buruh Industri Buruh bangunan Pedagang Pengangkutan PNS Pensiunan Lain-lain Jumlah Sumber: Data Monografi Desa Gebang.
Jumlah 256 Orang 471 Orang 87 Orang 370 Orang 117 Orang 211 Orang 191 Orang 198 Orang 86 Orang 112 Orang 2045 Orang
% 12,51 20,39 4,25 18,10 5,72 10,33 9,34 9,69 4,20 5,47 100
c. Keadaan Penduduk Menurut Jenjang Pendidikan Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Jenjang Pendidikan No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenjang Pendidikan Taman kanak-kanak SD SLTP SMA/K Perguruan Tinggi Jumlah Sumber: Data Monografi Desa Gebang.
Jumlah 128 Orang 746 Orang 584 Orang 346 Orang 218 Orang 2040 Orang
% 6,27 37,45 28,63 16,96 10,69 100
Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendidikan di desa Gebang masih produktif, hal ini dapat kita lihat bahwa penduduk usia sekolah juga masih banyak yang menempuh jenjang pendidikan. d. Keadaan penduduk menurut Agama Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Agama. No 1. 2. 3. 4. 5.
Agama
Jumlah Islam 5257 Orang Kristen Katholik 41 Orang Kristen Prostestan 25 Orang Hindu - Orang Budha - Orang Jumlah 5323 Orang Sumber: Data Monografi Desa Gebang.
% 98,76 0,77 0,47 100
51
Desa Gebang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini dapat dilihat pada tabel di atas bahwa dari 5323 orang, yang beragama Islam adalah 98,76% nya.
e. Sarana Peribadatan di Desa Gebang Adapun sarana yang tersedia untuk pelaksanaan ibadah di desa Gebang seperti terlihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 7. Jumlah sarana peribadatan di Desa Gebang No 1. 2. 3. 4.
Sarana Masjid Mushola Gereja Kuil
Jumlah Sumber: Data Monografi Desa Gebang.
Jumlah 10 buah 3 buah 13 buah
Penduduk desa Gebang mayoritas beragama Islam maka banyak terdapat masjid. Adapun untuk penduduk yang beragama Kristen sebagai tempat beribadah di Gereja Masaran.
52
f. Struktur Oganisasi Pemerintahan Desa Gebang Kepala Desa H. Purwanto
BPD H. Purwadi S.Pd Sekretaris Desa Wahyudi
Kaur Pemerintahan Purwomartono
Kaur Pembangunan Muslam
Kaur Kesra Jumanto
Kaur Keuangan Suramin
Kaur Umum Afit Kurniawan,Amd
Kadus-Kadus
Kadus Gebang Sukarmin
Kadus Katukan Suyoto
Kadus Ngasinan G. Murtimin
Sumber: Data Monografi Desa Gebang. g. Banyaknya Perceraian di KUA Masaran. Tabel 8. Banyaknya Perceraian di Kantor Urusan Agama Masaran No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13
Desa
Cerai Talak Masaran 4 Krikilan 0 Pringanom 1 Pilang 1 Kliwonan 1 Sidodadi 1 Karangmalang 1 Jati 4 Krebet 3 Dawungan 1 Gebang 9 Sepat 2 Jirapan 3 Jumlah 31 Sumber: KUA Masaran Tahun 2008
Cerai Gugat 6 7 2 2 1 5 4 0 6 2 4 5 9 53
Jumlah 10 7 3 3 2 6 5 4 9 3 13 7 12 84
53
Sedangkan data perceraian yang masuk di kantor kelurahan desa Gebang adalah: Tabel 9. Data Perceraian yang Masuk ke kelurahan Gebang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12
Bulan
Cerai Talak Januari 2 Februari 1 Maret 0 April 3 Mei 0 Juni 0 Juli 2 Agustus 0 September 0 Oktober 1 November 0 Desember 0 Jumlah 9 Sumber : Data Monografi Desa Gebang.
Cerai Gugat 0 0 1 0 0 0 1 2 0 0 0 0 4
Jumlah 2 1 1 3 0 0 3 2 0 1 0 0 13
Jadi dari data diatas dapat di lihat bahwa angka perceraian di Kantor Urusan Agama Masaran adalah 84 kasus, sedangkan data yang ada di kantor kelurahan Gebang adalah 13 kasus. Jadi angka perceraian di desa Gebang adalah 15,47%
B. Deskripsi Masalah Penelitian 1. Penyebab Terjadinya Perceraian dalam Perkawinan di desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan rumah tangga yang kekal, bahagia dan sejahtera. Kehidupan suami istri, dalam membina rumah tangga tidak selalu berjalan mulus. Tetapi sering kali menghadapi cobaan dan masalah. Jika pasangan suami istri tidak mampu menghadapi cobaan tersebut maka bukan tidak mungkin perkawinan akan berakhir dengan perceraian. Berdasarkan hasil wawancara dengan Drs. Agus Sutoyo selaku Ketua Kantor Urusan Agama Kecamatan Masaran menyatakan bahwa : "Banyaknya angka perceraian di kecamatan Masaran, khususnya daerah yang anda teliti yaitu desa Gebang yang mencapai angka 13 kasus tahun 2008, penyebabnya
54
bermacam-macam, antara lain di sebabkan karena faktor adanya orang ketiga (PIL/WIL), suami tidak menafkahi karena tidak mau bekerja, tidak ada keharmonisan dan istri tidak dapat mempunyai keturunan". (Hasil wawancara tanggal 1 Juli 2009). Hal itu diperkuat dengan hasil wawancara Kepala Desa Gebang Bapak H. Purwanto menyatakan bahwa: "Penyebab perceraian di desa Gebang ini antara lain dikarenakan faktor adanya perselingkuhan (adanya PIL/WIL), tidak adanya tanggung jawab suami terhadap istri, perkawinan di usia muda, perjodohan orang tua, dan ada yang disebabkan karena KDRT". (Hasil wawancara tanggal 5 Juli 2009). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua yang bercerai (pelaku) terdapat bermacam-macam penyebab sehingga mereka mengambil keputusan bercerai dari suami atau istri. Menurut pernyataan Ibu Suratmi S.Pd bahwa penyebab perceraiannya adalah: "Karena suami saya jarang pulang kerumah dan jarang memberikan nafkah kepada saya dan anakanak sehingga kami sering bertengkar, setelah saya selidiki ternyata suami saya punya WIL". (Hasil wawancara tanggal 8 Juli 2009) .Hal ini di perkuat pernyataan Ibu Sri Widati bahwa penyebab perceraian dalam keluarganya yaitu : "Di karenakan selama 7 tahun berkeluarga saya tidak dapat memberi keturunan, setelah periksa kedokter ternyata di dalam rahim saya ada kelainan sehingga sulit mendapat keturunan, atas dasar itulah suami saya menceraikan saya dan dia sekarang sudah menikah lagi". (Hasil wawancara tanggal 8 Juli 2009). Menurut pernyataan Bapak Sukir Ponco Saputro S.pd bahwa: "Penyebab perceraian di karenakan tidak diperlakukan sebagaimana seorang suami, hal itu dikarenakan gaji saya yang lebih sedikit daripada gaji istri sehingga di rumah tidak terlalu diperhatikan salah sedikit saja menyebabkan pertengkaran yang berlarut-larut, sehingga dirumah istrilah yang berkuasa jadi saya sudah tidak kuat hidup bersama istri".(Hasil wawancara tanggal 10 Juli 2009).
55
Pernyataan lain di ungkapkan oleh Bapak Sartono bahwa: "Penyebab perceraian dalam rumah tangganya dikarenakan sudah tidak kuat lagi dengan pertengkaran yang terus menerus, saya kasihan kepada anak-anak yang tiap saat harus mendengar dan melihat orang tuanya bertengkar".(Hasil wawancara tanggal 11 Juli 2009). Berdasarkan hasil wawancara dengan Dra. Djumanah selaku panitera Pengadilan Agama Kabupaten Sragen, dapat diketahui bahwa banyaknya angka perceraian di wilayah Kabupaten Sragen di sebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Faktor krisis akhlak b. Faktor cemburu c. Faktor ekomoni d. Faktor tidak ada tanggung jawab e. Faktor pihak ketiga f. Faktor tidak ada keharmonisan Berikut penjelasan mengenai faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Sragen: a. Faktor krisis akhlak Sebab tipis atau kurangnya iman, dapat menyebabkan suami istri melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Seperti minum-minuman keras sehingga menjadi seorang pemabuk, berzina dan memakai obat-obatan terlarang, serta menjadi seorang pencuri. Jika suami atau istri mempunyai kebiasaan mabuk, berzina, berjudi dan mencuri hingga sulit dihilangkan dan tidak dapat diperbaiki lagi akhlaknya, akan membuat pasangan hidupnya merasa bingung, kesal dan menangung rasa malu terhadap orang lain. Apabila suami istri sudah tidak tahan lagi terhadap kelakuan pasangan hidupnya maka dia akan memilih mengakhiri perkawinanya (bercerai) daripada hidup menderita b. Faktor cemburu Dalam kehidupan rumah tangga kadangkala timbul suatu masalah cemburu mencemburui. Seorang suami cemburu kepada istrinya kalau-
56
kalau ia akan berbuat serong, demikian juga seorang istri cemburu kepada suaminya kalau-kalau, ia berbuat serong. Pasangan suami istri yang mempunyai sifat cemburu, akan semakin kuat ikatan perkawinanya jika cemburunya itu timbul karena rasa cinta suami istri. Agama Islam membolehkan cemburu dengan tujuan agar suami istri dapat hidup dengan bahagia, tenang, serta dijauhkan dari perbuatan kotor dan mesum, Karena cemburu adalah sebagian dari iman. Namun jika kecemburuannya itu tanpa ada data-data sebagai bukti apa yang dicemburukan (cemburu buta), maka akan terjerumus kepada musibah atau bahaya, dalam arti dapat menggoncang keharmonisan rumah tangganya, dan bukan tidak mungkin akan menyebabkan perceraian, apabila pasangan hidupnya tidak memiliki kesabaran atau habis batas kesabarannya. c. Faktor ekonomi Masalah ekonomi merupakan suatu problem dalam rumah tangga. Sudah pasti dalam kehidupan rumah tangga banyak kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Segala kebutuhan rumah tangga yang beraneka ragam, bisa terpenuhi jika keadaan ekonominya lancar atau memadai. Suami wajib mencari nafkah untuk mecukupi ekonomi keluarganya, sedangkan istri bertugas mengatur ekomoni keluarganya dengan uang yang di dapat suaminya. Masalah ekonomi dapat menjadi penyebab perceraian, jika suami, tidak bekerja atau tidak berusaha mencari nafkah, sehinggga ekonomi rumah tangganya menjadi kurang atau tidak terpenuhi dan istri tidak bisa menerima keadaan seperti ini, hingga melakukan gugatan cerai. Selain itu juga bisa disebabkan karena istri tidak bisa membelanjakan uang dengan baik bersifat boros serta merasa kurang, hingga ekonomi rumah tangganya menjadi kacau. Keadaan ini dapat membuat suami mengambil langkah untuk menceraikan istrinya. Selama masih ada pihak yang merasa kurang, tidak mungkin masalah ekonomi tidak teratasi. Oleh karena itu dalam perkawinan, konsep syukur sangat penting untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Kalau suami istri mampu memahami
57
konsep syukur kemungkinan kekurangan ekonomi akan dapat teratasi.
d. Faktor tidak ada tanggung jawab Dalam kehidupan rumah tangga, masing-masing pihak baik suami maupun istri, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Menurut Islam kewajiban suami dalam suatu perkawinan adalah memelihara istri dan menyediakan kebutuhan hidup yang layak bagi istri dan anaknya. Sebaliknya seorang istri juga mempunyai kewajiban untuk menjaga atau mengatur rumah tangga dan taat pada suami. Suami istri harus mematuhi segala sesuatu yang diatur dan diucapkan pada saat Ijab Qobul. Sehingga apapun yang menimpa keluarganya merupakan masalah yang harus ditanggung dan diselesaikan bersama dalam sebuah keluarga. Semua masalah yang timbul, sudah menjadi konsekuensi suami istri untuk bertanggung jawab. Namun jika istri itu kurang atau tidak mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya, maka dapat menyebabkan pasangannya untuk menuntut perceraian, karena dia merasa hak-haknya sudah tidak dipenuhi lagi. Sikap tidak tanggung jawab misalnya suami istri meninggalkan rumah tanpa ijin pasangan hidupnya dengan alasan yang tidak jelas, sehingga melalaikan tugasnya sebagai suami istri. e. Faktor pihak ketiga Keutuhan dan keharmonisan rumah tangga dapat terganggu dengan hadirnya atau campur tangan orang lain (pihak ketiga) yaitu Pria idaman lain (PIL),wanita idaman lain (WIL) dalam arti berselingkuh, dan orang tua. Hubungan suami istri dapat terjalin erat jika dilandasi dengan rasa saling percaya dari masing-masing pihak. Namun jika salah satu pihak menghinati pasangannya, berselingkuh maka hal itu akan menyakiti perasaan
pasanganya
dan
dapat
menimbulkan
perselisihan
dan
percekcokan dalam rumah tangganya dan jika tidak segera diatasi maka akan memicu terjadinya perceraiaan.
58
Penyebab keretakan rumah tangga juga dapat disebabkan adanya campur tangan orang tua. Banyak suami istri setelah berumah tangga masih berkumpul dengan orang tuanya. Seringkali orang tua mengatur kehidupan rumah tangga anaknya. Adanya campur tangan orang tua ini, dapat menyinggung perasaan suami atau istri, karena merasa kurang dihargai dan merasa hak mengatur rumah tangganya hilang. Keadaan yang demikian ini jika tidak segera diatasi dapat meggangu ketentraman rumah tangganya dan menyebabkan terjadinya perselisihan dan percekcokan yang bisa megakibatkan perceraiaan. f. Faktor tidak ada keharmonisan Sebuah keluarga yang bahagia lahir dan batin akan terwujud apabila dalam keluarga itu terdapat suatu keharmonisan. Keharmonisan keluarga akan tetap terjaga jika masing-masing pihak baik suami maupun istri saling mencintai, saling mengerti dan mau menerima apa adanya termasuk
kekurangan
pasangannya.
Tanpa
keharmonisan
suatu
perkawinan tidak akan kekal, dan akan kandas di tengah jalan atau berakhir dengan perceraian. Keluarga yang tidak harmonis ini dapat disebabkan oleh beberpa hal, misalnya atara suami istri sering terjadi salah paham, beda pendapat atau prinsip hingga timbul perselisihan dan percekcokkan yang tak jarang berakhir dengan perceraian. Selain itu bisa disebabkan masalah seks yang kurang terpenuhi atau kurang terpuaskan oleh pasangannya. Dalam perkawinan masalah seks merupakan hal yang paling besar mendominasi perkawinan, karena manusia sejak lahir telah di berikan nafsu seks oleh Tuhan. Jika seks ini kurang terpuaskan oleh pasangan hidupnya, maka suami atau istri akan mencari kepuasan seksnya dengan berbagai cara misalnya berselingkuh, melakukan poligami, dan bisa juga akan menuntut perceraian. Di samping itu sebuah keluarga tidak lengkap kebahagiaannya tanpa kehadiran seorang anak sebagai keturunannya, karena salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan. Ketidakhadiran anak disebabkan kemandulan salah satu pihak dapat menjadi sebab untuk
59
menuntut perceraian. Sebenarnya keluarga yang tanpa kehadirananak dapat dijaga kelangsungannya jika masing-masing pihak mau menerima kekurangan pasanganya dan saling mencintai sehingga perceraian dapat terhindarkan dengan jalam mengadopsi anak. Prosentase atau jumlah faktor-faktor penyebab perceraian di wilayah Pengadilan Agama Sragen dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel. 10. Prosentase
Jumlah Faktor-faktor Penyebab Perceraian di
Wilayah Kabupaten Sragen No 1 2 3 4 5 6
Faktor Penyebab Perceraian Jumlah Krisis Akhlak 2 Cemburu 3 Ekonomi 239 Tidak ada tanggung jawab 274 Pihak Ketiga 3 Tidak ada keharmonisan 484 Jumlah 1005 Sumber : Kantor Pengadilan Agama Kabupaten Sragen
Prosentase 0,2% 0.3% 23,8% 27,3% 0,3% 48,1% 100%
Dari daftar tabel diatasdapat diketahui faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Sragen yang paling banyak adalah faktor tidak ada keharmonisan, yaitu sebanyak 484 kasus, faktor penyebab perceraian yang kedua adalah tidak ada tanggung jawab, sebanyak 274 kasus, dan faktor ekonomi sebanyak 239 kasus. Sedangkan faktor cemburu dan pihak ketiga masing-masing 3 kasus, dan penyebab perceraian yang paling sedikit adalah faktor krisis akhlak yaitu 2 kasus. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang menjadi penyebab perceraian dalam keluarga antara lain disebabkan karena adanya orang ketiga dalam keluarga (PIL/WIL), adanya pertengkaran yang terus-menerus tidak ada keharmonsan, tidak dapat memberi keturunan, adanya KDRT dan krisis akhlak, dan faktor ekonomi (penghasilan). Hal tersebut diatas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Zubaidah Muchtar (1987: 8) bahwa:
60
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gejolak dalam kehidupan suami istri banyak sekali tetapi kiranya disederhanakan menjadi 5 kelompok yaitu: 1. Faktor kerusakan akhlak 2. Faktor ekonomi 3. Faktor biologis 4. Fakyor pihak ketiga 5. faktor perbedaan paham. Jadi berdasarkan hasil observasi peneliti dilapangan maka dapat dilihat bahwa faktor penyebab perceraian dalan suatu perkawinan adalah adanya faktor kerusakan akhlak, yang dalam masyarakat desa Gebang ada suami yang menjadi pemabuk dan suka berjudi yang berakibat pada kehidupan rumah tangganya, suami melakukan tindakan penganiayaan (KDRT) dalam rumah tangganya. Faktor cemburu dalam rumah tangga juga menyebabkan perceraian, kecemburuan yang dialami pasangan suami istri yang berlebihan dan tanpa adanya bukti-bukti yang nyata maka akan memicu percerain dalam keluarga. Faktor ekonomi dan tidak ada tanggung jawab merupakan faktor yang dapat paling banyak memicu terjadinya perceraian dalam sebuah perkawinan, hal ini dikarenakan apabila suami tidak memberi nafkah pada istri dan anak-anaknya tentu saja kehidupan rumah tangganya akan kurang sehingga semua kebutuhan tidak terpenuhi. Karena suami hanya bermalas-malasan tidak bekerja dan tidak memberi nafkah yang layak, tetapi ada juga yang disebabkan karena istri yang tidak bisa mengelola uang hasil kerja suaminya dengan baik dan bersifat boros. Sehingga terjadi besar pasak daripada tiang,pendapatan dan pengeluaran tidak sesuai sehinggga memicu pertengkaran yang berujung pada perceraian. Faktor pihak ketiga dan tidak ada keharmoisan merupakan faktor penyebab perceraian karena adanya pihak ketiga (PIL/WIL) dapat menjadikan hubungan dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak harmonis karena terjadi penghianatan dan perselingkuhan sehingga menimbulkan perselisihan, cinta dan kasih sayang terbagi dan kadang juga menyebabkan komuniasi antara suami istri terganggu. Selain berselingkuh adanya campur tangan dari orang tua juga memicu
61
terjadinya perceraian karena salah satu suami atau istri kehilangan peran dan digantikan oleh orang tua yang mengatur rumah tangga. Pernyataan tersebut dipertegas dengan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat (2) yang menegaskan bahwa : "Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri". Sehingga dalam melakukan perceraian harus ada alasan-alasan yang jelas agar angka perceraian tersebut dapat ditekan, karena dalam agama Islam hal yang dibenci Allah adalah talak atau perceraian. 2. Sikap Anak Terhadap Perceraiaan Orang Tua. Adanya suatu permasalahan dalam rumah tangga yang berupa putusnya komunikasi antara suami istri mengakibatkan hubungan antar suami istri merenggang. Rasa kasih sayang pun mulai meregang sehingga tidak mampu menopang keutuhan kehidupan keluarga sehingga terjadi suatu perceraian. Setiap orang (keluarga) pasti tidak ada yang menginginkan terjadi perceraian dalam suatu perkawinan. Tetapi apabila dalam suatu perkawinan ada masalah yang tidak dapat diselesaikan maka perceraian merupakan jalan yang diambil oleh suami istri. Perceraian akan membawa dampak bagi orangorang yang ada di lingkungannya. Dampak perceraian berpengaruh pada suami-istri dan anak-anak yang merupakan buah hati dari perkawianan. Sikap anak terhadap adanya perceraiaan orang tua bermacam-macam. Berdasarkan hasil wawancara dengan Febriata ( yayan) mengenai sikap anak terhadap perceraian orang tua, menyatakan bahwa: "Saya tidak setuju dengan perceraian orang tua saya karena kami (saya dan kakak) masih membutuhkan mereka baik dalam sekolah dan kehidupan sehari-hari, karena saya merasa sedih dan sangat kecewa dan merasa kasih sayang sangat kurang". (Hasil wawancara tanggal 15 Juli 2009). Selain itu pernyataan juga di ungkapkan oleh Amalia bahwa: "Saya tidak setuju dengan perceraian orang tua karena saya sangat sedih dan trauma dengan perceraian ini, dan hal yang membuat saya sangat kaget, saya dulu harus memilih ikut siapa (ayah atau ibu) padahal saya sayang kedua-duanya". (Hasil wawancara tanggal 15 Juli 2009).
62
Pernyataan mengenai sikap anak terhadap perceraian orang tua tersebut juga diperkuat dengan pendapat Widodo yang menyatakan bahwa: "Saya sebenarnya sangat-sangat tidak mau orang tua saya bercerai karena saya bingung harus ikut ayah atau ibu, dan harus berpisah dengan adik saya, perceraian orang tua saya menjadikan saya malas dan sakit hati karena setelah perceraian itu saya ikut bapak dan bapak saya tidak perhatian dengan saya".(Hasil wawancara tanggal 17 Jui 2009). Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa anak tidak pernah setuju dan sangat menolak perceraian orang tua. Anak sangat tidak setuju, merasa sedih, kecewa, trauma, malas bahkan binggung karena meraka harus memilih ikut ayah atau ibunya. Perceraian akan menyebabkan anak kurang perhatian dan kasih sayang karena keluarga mereka tidak utuh lagi. Berikut ini merupakan pernyataan sikap anak terhadap perceraian orang tuanya berdasarkan hasil observasi peneliti di lapangan terhadap anak korban perceraian di desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen, dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 11. Sikap Anak Terhadap Perceraian Orang Tua No
Nama
Umur
1
Febriata (Yayan)
20 Th
2
Endah Erlita W
19 Th
3
Widodo
19 Th
4
Deni
13 Th
5
Galih
17 Th
6
Amalia
14 Th
7
Imam
9 Th
Sikap Anak Terhadap perceraian Sangat tidak setuju, tidak happy Sangat tidak setuju, walaupun dengan alas an apapun, tidak happy Sangat tidak setuju, sangat tidak happy Tidak setuju dan tidak ingin, tidak happy Sangat-sangat tidak setuju dan tidak mau, sangat tidak happy Tidak setuju, tidak happy Sangat tidak setuju, tidak happy
Waktu wawancara 15 Juli 2009 15 Juli 2009
17 Juli 2009 15 Juli 2009
15 Juli 2009
15 Juli 2009 17 Juli 2009
63
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan selain sikap setuju dan tidak setuju anak terhadap perceraian orang tuanya. Anak juga menunjukkan perasaan sebagai berikut: Tabel 12. Perasaan Anak Terhadap Perceraian Orang Tua No 1 2 3
Nama Febriata Endah Erlita W Widodo
Perasaan Anak Terhadap Perceraian Orang Tua Sedih dan sangat kecewa Sedih, malu dan malas Binggung harus ikut Ayah atau Ibu, malas dan sakit hati 4 Deni Sedih karena setelah perceraian tidak bisa ketemu dengan Ayah 5 Galih Malas di rumah karena suasana rumah kacau 6 Amalia Sedih dan kecewa karena setelah perceraian orang tuanya menikah lagi 7 Imam Sedih dan kecewa karena berpisah dengan Ayah (Hasil wawancara lihat lampiran 3). Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel diatas ada 7 anak korban perceraian yang menjadi responden. Anak yang merasa sedih karena berpisah dengan salah satu orang tua ada 5 anak. Anak yang merasa malu karena orang tuanya bercerai ada 1 anak. Anak yang merasa binggung ikut Ayah atau Ibunya ada 1 anak. Anak yang merasa kecewa ada 3 anak. Anak yang merasa malas setelah perceraian orang tua ada 2 anak Hal tersebut diatas sesuai dengan pernyataan A.H. Markum (1999) dalam skipsi Juliarti, Tiwik (2002: 19) menyatakan bahwa: "Anak-anak yang orang tuanya bercerai pada umumnya merasa: a. Sedih, karena harus berpisah dengan salah satu orang tua. b. Kesepian c. Malu atas tingkah laku orang tuanya. d. Bersalah, atas kenakalan yang pernah dilakukan nya, yang dalam khayal mereka mungkin dianggap penyebab perceraian orang tuanya. e. Takut dan Malu bahwa mereka sekarang berbeda dengan kawankawannya". Jadi berdasarkan teori diatas memang benar setelah perceraian orang tua anak merasa sedih, malu dan binggung akan ikut Ayah atau Ibunya. Tapi disamping alasan berdasarkan teori diatas ada juga anak yang merasa kecewa dan malas setelah orang tuanya bercerai. Selain itu berdasarkan tabel diatas,
64
responden anak yang menjadi korban perceraian orang tua dan belum mencapai umur 21 tahun yang akan memasuki usia remaja. Dimana mereka telah merasakan realita atau kenyataan yang sebenarnya dengan adanya perceraian orang tuanya dalam sebuah keluarga. Sehingga sikap yang ditujukan terhadap perceraian orang tua dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya. Semua anak yang menjadi korban perceraian orang tua tidak menyetujui bahkan sangat tidak setuju dengan adanya perceraian itu. Karena dengan perceraian orang tua mereka merasa sedih, bingung karena harus memilih ikut ayah atau ibunya dan bahkan harus berpisah dengan saudaranya karena ada yang ikut ayah atau ibunya. Minder dan malu karena mereka merasa berbeda dengan teman-temanya yang lain, merasa kesepian karena di rumah tidak ada salah satu orang tua dan bahkan mereka menyesal apabila perceraian orang tua itu disebabkan karena kenakalan mereka.
3. Perbedaan Sikap Anak dalam Pergaulan antara Keluarga Utuh dengan Keluarga yang Bercerai. Keluarga merupakan bentuk interaksi sosial yang merupakan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial paling kecil, merupakan tempat anak mengadakan interaksi sosial yang pertama. Ayah, Ibu, saudara-saudara merupakan orang pertama yang mengajarkan kepada anak-anak cara dan sikap hidup dengan orang lain. Keluarga yang dilandasi rasa kasih sayang, pengertian, saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Tetapi keluarga yang bercerai akan membawa dampak pada sikap anak dalam pergaulannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala KUA Masaran Bapak Agus Sutoyo menyatakan bahwa: "Perceraian orang tua akan mempengaruhi sikap anak dalam pergaulannya, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, dikarenakan setelah perceraian itu terjadi sikap yang di tunjukaan anak pasti sedih, kecewa, marah sehingga dengan keadaan orang tuanya itu
65
anak-anak di rumah mejadi pendiam, murung, tidak berani mengeluarkan pendapat karena merasa trauma. Sedangkan sikap yang di tunjukkan anak di sekolah yang paling mencolok umumnya nilai mereka anjlok karena kurangnya kasih sayang dan rasa malas dengan perceraian orang tuanya sehingga dia merasa berbeda dengan teman-temanya. Dan sikap yang ditunjukkan anak dalam pergaulan di masyarakat umumnya di awal-awal perceraian orang tuanya dia tidak bergaul dengan teman-temannya karena malu dan ada pula anak yang menuangkan semua kekesalannya dengan bergadang dan mabuk-mabukkan karena dia kurang mendapat kasih sayang secara utuh".(Hasil wawncara tanggal 1 Juli 2009). Pernyataan yang sama di ungkapkan oleh Kepala Desa Gebang Bapak H. Purwanto bahwa: "Apabila orang tua bercerai maka akan berdampak pada sikap anak terutama dalam pergaulannya, umumnya anak korban perceraian itu pertama merasa malu dengan teman-temannya di sekolah karena ayah dan ibunya tidak tinggal bersama, nilai ulangan dan raport turun secara otomatis dia merasa takut dengan keluarganya, dalam keluarga dia di rumah suka melamun, bengong, murung. Dan dalam lingkungan pergaulan di masyarakat umumnya kalau anak laki-laki banyak yang melampiaskannya pada hal-hal yang negatif seperti mabuk-mabukkan, berkelahi, dan jarang pulang kerumah, tetapi bagi anak perempuan umumya dalam pergaulan menjadi lebih tertutup".(hasil wawancara tanggal 5 Juli 2009). Menurut
pernyataan
orang
tua
yang
bercerai
itu
sendiri
mengemukakan bahwa pada dasarnya mereka mengetahui dampak dari perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan nantinya setelah orang tuanya bercerai. Berdasarkan hasi wawancara dengan Ibu Kosmiyati mengemukakan bahwa: "Saya tahu dampak yang akan terjadi dengan anak saya akibat dari perceraian ini, dan sangat akan mempengaruhi sikap anak saya dalam pergaulannya dan itu benar terjadi, dirumah dia selalu diam tidak pernah bergurau bahkan jarang berbicara nilai anak saya turun setelah saya tanya dia malu tidak percaya diri karena di sekolah merasa minder apalagi jika teman-
66
temannya membicarakan tentang orang tuannya yang hidupnya harmonis, kalau malam selalu main dengan anak-anak yang tidak sekolah bahkan kadang tidak pulang. Karena perceraian saya dan suami hidup anak saya jadi berantakan terjerumus pada pergaulan yang salah". (Hasil wawancara tanggal 21 Juli 2009). Hal itu di perkuat lagi dengan pernyataan Ibu Suratmi S.Pd bahwa: "Memang benar perceraian orang tua berdampak sekali pada sikap anak dalam pergaulan itu terjadi pada Yayan anak saya setelah perceraian dia selalu marah-marah jarang dirumah kadang dia tidak masuk sekolah, sampaisampai dia kelas dua kemarin tidak naik kelas, hal itu membuat saya malu sekali karena saya juga seorang pendidik. Saya tidak menyalahkan anak saya dia begitu karena dulunya tidak setuju dengan perceraian ini saya was-was jika dia terjerumus pada pergaulan yang sesat".(Hasil wawancara tanggal 8 Juli 2009). Tidak hanya orang tua pelaku perceraian saja yang memberi pernyataan bahwa perceraian itu berpengaruh pada sikap anak dalam pergaulan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan anak korban perceraian mereka mengemukakan bahwa perceraian orang tua itu sangat berdampak pada sikapnya dalam pergaulan. Hal ini di kemukakan oleh Galih bahwa: "Setelah perceraian itu saya malas di rumah karena suasana rumah sudah kacau saya tidak betah tinggal di rumah, saya juga malas sekolah setelah kelas dua saya tidak lagi sekolah saya ngamen di terminal Tirtonadi Solo hasil ngamen saya buat foya-foya karena ibu saya juga tidak di rumah kerja di Jakarta saya di titipkan di rumah kakek disini".(Hasil wawancara tanggal 15 Juli 2009). Hal ini diperkuat denagn pernyatan Febriata (Yayan) bahwa: " Setelah perceraian ibu dan bapak, saya jadi malas sekolah dan sempat tidak naik kelas hal itu membuat ibu saya malu karena orang tua saya berprofesi sebagai pendidik. Dalam pergaulan saya sangat jarang pulang kerumah kalau malam ada orang punya kerja ya ikut minum-minum supaya bisa melupakan kemelut dalam keluarga saya".(Hasil wawancara tanggal 15 Juli 2009).
67
Hal itu juga dikemukakan oleh anak yang tidak menjadi korban perceraian yang berpendapat bahwa jika orang tua
bercerai maka akan
berpengaruh pada sikap anak dalam pergaulannya. Hal itu kemukakan oleh Hana bahwa: "Anak yang menjadi korban
perceraian sikapnya dalam
pergaulan jadi berubah karena salah satu teman saya ayah dan ibunya berceria dan dia menjadi anak yang pendiam di sekolah padahal dulunya dia periang, dan nilai-nilainya pun banyak yang jelek, kalau istirahat suka di kelas". (Hasil wawancara tanggal 17 Juli 2009). Sedangkan hal yang hampir sama di ungkapkan oleh Bagas bahwa: " Perceraian membawa dampak dalam pergaulan anak, contohnya mas yayan itu, dulu dia pandai dalam hal sekolah, di rumah dia juga sering main sama teman-teman sebayanya tapi setelah orang tuanya bercerai dia jadi tidak naik kelas dan mainnya sama anak-anak yang nakal, dan sekarang tidak punya sopan santun sama orang tua, jadi anak nakal saya ikut sedih karena dia sepupu saya".(Hasil wawancara tanggal 17 Juli 2009). Dari hasil penelitian mengenai perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara anak dari keluarga utuh dan bercerai dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 13. Sikap Anak dalam Pergaulan dari Keluarga yang Bercerai No
Nama
Sikap anak dalam pergaulan setelah orang tuanya bercerai 1 Febriata Malas sekolah, pernah tidak naik kelas, jarang pulang, terjerumus dalam alkhoholisme. 2 Endah Erlita W Malu dengan teman-teman pada saat pengambilan raport di sekolah, dirumah kurang diperhatian 3 Widodo Kurang diperhatikan seperti dulu waktu belum bercerai 4 Deni Tidak mendapat kasih sayang dari bapak 5 Galih Malas sekolah, sekarang mengamen di Terminal Tirtonadi karena tidak ada yang memberi uang, hidup dirumah kakeknya sedangkan Ibunya bekerja di Jakarta 6 Amalia Merasa kurang diperhatikan walaupun sudah punya ayah baru. 7 Imam Merasa berbeda dengan teman-temanya karena mereka selalu di belikan apa- apa oleh Ayahnya (Hasil wawancara lihat lampiran 3).
68
Dari pernyataan diatas dapat di simpulkan bahwa perceraian orang tua membawa dampak yang sangat serius bagi sikap anak dalam pergaulan. Lingkungan keluarga mereka kurang kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Dalam lingkungan sekolah banyak yang malas sekolah, tidak naik kelas, dan putus sekolah. Dalam lingkungan masyarakat anak cenderung melampiaskan semua masalah dengan jalan pintas yaitu bergaul dengan anak yang nakal, suka bergadang bersama teman-teman, jarang pulang bahkan ada yang sampai terjerumus dalam alkhoholisme yang berdampak buruk bagi kesehatan dan bertingkah laku buruk dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gottman, John (1999) yang di kutip dalam skipsi Julianti Triwik, (2002 : 19) “Penelitian itu membuktikan bahwa perceraian dan konflik perkawinan dapat menempatkan anak-anak pada suatu lintasan yang menjurus pada masalah-masalah besar dikemudian hari. Kesulitan dapat dimulai pada masa awal kanak-kanak dengan ketrampilan-ketrampilan pergaulan yang buruk dan tingkah laku yang nakal, yang menjurus pada penolakan oleh rekan sebaya. Orangtua, karena terganggu oleh masalah-masalah mereka sendiri, kurang waktu serta perhatiannya bagi anak-anak mereka. Jadi, anak-anak itu larut, tanpa terawasi menuju ke sebuah kelompok rekan pergaulan yang lebih bandel”. Sikap yang ditunjukkan anak dari keluarga utuh sangat berbeda dengan sikap anak dari keluarga yang bercerai. Sikap anak dalam pergaulan dari keluarga utuh dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut: Tabel 14. Sikap Anak dalam Pergaulan dari Keluarga Utuh No
Nama
Sikap Anak dalam Pergaulan dari keluarga Utuh
1
Fahri
Merasa
senang,
mendapatkan
perhatian
disekolah, di rumah. 2
Bagas
Merasa senang dan nyaman,keluarga tempat bercerita tentang banyak hal
3
Hana
Bahagia,dengan
keluarga
yang
harmonis
mendapatkan perhatian dan pengawasan.
69
Berdasarkan hasil penelitian diatas anak yang memiliki keluarga utuh mereka mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta pengawasan dari orang tua secara berlebih. Anak dari keluarga utuh menganggap orang tua mereka sebagai teman. Jadi mereka bisa bercerita dan mengungkapkan segala permasalahan dengan orang tua dalam suatu keluarga. Hal itu di karenakan keluarga yang dilandasi kasih sayang, pengertian saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul dengan lingkungan yang lebih luas. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang di ungkapkan oleh AjiBaroto (http://bbawor.blogspot.com/2009/03/pengaruh-brokenhome.html tanggal 16 Agustus 2009) Keluarga yang dilandasi kasih sayang, pengertian, saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Hubungan dalam keluarga yang baik akan berpengaruh positif, karena hal ini sangat penting dalam pembentukan sikap perilaku dan kepribadiaan anak dalam pergaulan di keluarga, sekolah dan masyarakat. Interaksi dalam keluarga dikatakan berkualitas apabila memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan diri,anak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat, dan komunikasi antara anak dan orangtua bersifat timbal balik". Hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara keluarga utuh dengan yang bercerai baik di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal ini berdasarkan hasil observasi peneliti di lapangan bahwa perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara keluarga yang utuh dan yang bercerai terdapat perbedaan. Sikap anak dalam pergaulan dari keluarga yang utuh umumnya mereka lebih terjaga karena mereka mendapat perhatian dan kasih sayang yang lengkap dari ayah ibunya dan setiap tindakan baik dalam pergaulan di keluarga, sekolah dan masyarakat mendapat pengawasan dan mereka dapat bercerita apapun kepada orang tua karena dalam keluarga utuh komunikasi selalu terjaga dengan baik. Sedangkan sikap anak dalam pergaulan dari keluarga yang bercerai mereka umumnya hidup tidak teratur karena kurangnya perhatian
70
dan kasih sayang dari orang tuanya. Mereka melampiaskan segala bentuk kekecewaan dan rasa trauma dalam pergaulan yang tidak baik, kehidupan mereka tidak ada yang mengawasi karena mereka orang tua yang menjadi single parents tersebut sibuk bekerja untuk kebutuhan. Pergaulan disekolah dapat dilihat secara nyata dari prestasi dan hasil belajar yang menurun dan ada pula anak yang putus sekolah, dalam lingkungan pergaulan di keluarga anak cenderung tertutup tidak mau cerita pada orang tua karena komunikasi yang tidak baik, dalam lingkungan masyarakat sikap anak dapat dilihat dari cara mereka bergaul, mereka begadang dan bahkan ada yang terjerumus pada alkhoholisme dan pergaulan yang tidak baik karena bentuk kekecewaan mereka karena perceraian yang terjadi dalam keluarganya.
C. Temuan Studi Dari hasil penelitian di lokasi penelitian dan berdasarkan perumusan masalah yang dihubungkan dengan kajian teori maka penulis dapat membuat analisa hal-hal sebagai berikut: 1. Penyebab Terjadinya Perceraian di desa Gebang kecamatan Masaran kabupaten Sragen. Masyarakat desa Gebang mempunyai alasan yang kuat atau faktor penyebab terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan. Penyebab terjadinya perceraian tersebut adalah: a. Adanya orang ketiga dalam keluarga (PIL/WIL) b. Adanya pertengkaran yang terus-menerus c. Tidak dapat memberi keturunan d. Adanya KDRT e. Faktor ekonomi (penghasilan). Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Zubaidah Muchtar (1987: 8) bahwa: Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gejolak dalam kehidupan suami istri banyak sekali tetapi kiranya disederhanakan menjadi 5 kelompok yaitu: a. Faktor kerusakan akhlak
71
b. c. d. e.
Faktor ekonomi Faktor biologis Faktor pihak ketiga Faktor perbedaan paham
2. Sikap Anak Terhadap Perceraiaan Orang Tua. Perceraian orang tua sangat berpengaruh pada sikap anak. Pada umumnya tidak ada anak yang setuju dengan perceraian orang tua. Perceraian orang tua akan menyebabkan mereka kurang kasih sayang dan perhatian karena salah satu orang tuanya berpisah. Sehingga komunikasi dan hubungan akan renggang. Perceraian akan menyebabkan anak sedih karena dipisahkan dengan salah satu orang tua bahkan dengan saudaranya, mereka minder karena merasa tidak sama dengan teman-temannya. Sikap anak di desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen terhadap perceraian orang tuanya adalah : a. Anak sangat tidak setuju, tidak happy. b. Merasa sedih, harus memilih ikut ayah atau ibunya c. Malu d. Kecewa e. Malas f. Bingung memilih ikut ayah atau ibunya. Hal ini sesuai pernyataan A.H.Markum (1999) yang di kutip dalam skripsi Juliarti Tiwik (2002: 19) yang menyatakan bahwa: "Anak-anak yang orang tuanya baru bercerai pada umumnya merasa a. Sedih, karena harus berpisah dengan salah satu orang tua. b. Kesepian c. Malu atas tingkah laku orang tuanya. d. Bersalah, atas kenakalan yang pernah dilakukan nya, yang dalam khayal mereka mungkin dianggap penyebab perceraian orang tuanya. e. Takut dan Malu bahwa mereka sekarang berbeda dengan kawankawannya". Berdasarkan teori diatas dalam penelitian mengenai sikap anak terhadap perceraian orang tuanya itu ada beberapa alasan yang berbeda yang
72
dikemukakan oleh anak korban perceraian yaitu mereka merasa kecewa, malas binggung akan ikut ayah atau ibunya
3. Perbedaan Sikap Anak dalam Pergaulan antara Keluarga Utuh dengan Keluarga yang Bercerai. Perceraian membawa dampak yang sangat besar bagi sikap anak dalam pergaulan. Baik dalam pergaulan keluarga, sekolah dan masyarakat, karena ada perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara keluaga utuh dan yang bercerai. Perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara keluarga utuh dengan yang bercerai di desa Gebang bahwa anak yang dari keluarga bercerai di lingkungan keluarga mereka merasa kurang kasih sayang dan perhatian. Dalam lingkungan sekolah ada yang malas sekolah, tidak naik kelas dan putus sekolah. Dalam lingkungan masyarakat anak cenderung melampiaskan semua masalah dengan jalan pintas yaitu bergaul dengan anak yang nakal, suka bergadang bersama, jarang pulang bahkan ada yang sampai terjerumus dalam alkhoholisme yang berdampak buruk bagi kesehatan dan bertingkah laku buruk dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyatan Gottman, John (1999) yang di kutip dalam skipsi Julianti Tiwik, (2002: 19) “Penelitian itu membuktikan bahwa perceraian dan konflik perkawinan dapat menempatkan anak-anak pada suatu lintasan yang menjurus pada masalah-masalah besar dikemudian hari. Kesulitan dapat dimulai pada masa awal kanak-kanak dengan ketrampilan-ketrampilan pergaulan yang buruk dan tingkah laku yang nakal, yang menjurus pada penolakan oleh rekan sebaya. Orangtua, karena terganggu oleh masalah-masalah mereka sendiri, kurang waktu serta perhatiannya bagi anak-anak mereka. Jadi, anak-anak itu larut, tanpa terawasi menuju ke sebuah kelompok rekan pergaulan yang lebih bandel”. Dan di perkuat dengan pendapat Kanjeng Ratu Hemas (1992) dikatakan bahwa: "Apabila dalam keluarga terjadi hal-hal yang tidak mengenakkan anak maka dalam diri anak akan muncul watak atas sifat kenakalan-kenakalan, disini saya melihat peran keluarga sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan sikap anak".
73
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis uraikan di depan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perkawinan dalam suatu masyarakat tidak semuanya dapat berjalan dengan mulus atau dengan baik, tetapi kadangkala dapat terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan yaitu terjadinya perceraian. Perceraian ini dapat terjadi karena adanya alasan-alasan yang bisa diterima atau sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan yang berlaku, di samping itu penyebab yang lain yang ada di masyarakat desa Gebang yang menjadi penyebab perceraian yaitu adanya orang ketiga dalam keluarga (PIL/WIL), adanya pertengkaran yang terusmenerus, tidak dapat memberi keturunan, adanya KDRT, dan faktor ekonomi (penghasilan). 2.
Bahwa sikap anak terhadap adanya perceraian orang tua dalam keluarga, anak tidak pernah setuju dengan adanya perceraian itu karena dengan adanya perceraian itu akan membawa banyak dampak bagi anak. Sikap anak di desa Gebang terhadap perceraian orang tuanya yaitu anak sangat tidak setuju, merasa sedih, kecewa, trauma, malas bahkan binggung karena meraka harus memilih ikut ayah atau ibunya. Perceraian akan menyebabkan anak kurang perhatian dan kasih sayang karena keluarga mereka tidak utuh lagi.
3. Perceraian orang tua akan selalu membawa dampak terhadap sikap anak dalam pergaulan. Hal ini menjadikan adanya perbedaan sikap dalam pergaulan antara keluarga utuh dan keluarga bercerai. Sikap anak desa Gebang dalam pergaulan dari keluarga yang utuh umumnya anak yang memiliki keluarga utuh mereka mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta pengawasan dari orang tua secara berlebih. Anak dari keluarga utuh menganggap orang tua mereka sebagai teman. Jadi mereka bisa bercerita dan mengungkapkan segala permasalahan dengan orang tua dalam suatu keluarga. Hal itu dikarenakan keluarga yang dilandasi kasih sayang, pengertian saling 73
74
menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul dengan lingkungan yang lebih luas. Sedangkan sikap anak di desa Gebang dalam pergaulan yang berasal dari keluarga yang bercerai yaitu di lingkungan keluarga mereka merasa kurang kasih sayang dan perhatian. Dalam lingkungan sekolah ada yang malas sekolah, tidak naik kelas dan putus sekolah. Dalam lingkungan masyarakat anak cenderung melampiaskan semua masalah dengan jalan pintas yaitu bergaul dengan anak yang nakal, suka bergadang bersama teman-teman, jarang pulang bahkan ada yang sampai terjerumus dalam alkhoholisme yang berdampak buruk bagi kesehatan dan bertingkah laku buruk dalam masyarakat.
B. IMPLIKASI Berdasarkan kesimpulan diatas, maka ada beberapa implikasi sebagai berikut : 1. Perkawinan merupakan suatu yang sakral yang harus dijaga keutuhannya, bila perkawinan mengalami masalah dikemudian hari maka setiap suami atau istri harus bisa mengatasi adanya masalah-masalah tersebut dengan baik, agar perceraian dapat dihindarkan. Oleh karena itu setiap orang yang akan menikah harus benar-benar telah siap dalam segala hal, baik dalam hal lahir maupun batinnya, disamping itu setiap pasangan harus sudah tahu dengan pasti dan mendalami pasangannya masing-masing agar tidak menyesal dikemudian hari dan perceraian tidak terjadi. 2. Perceraian yang terjadi dalam sebuah perkawinan menimbulkan dampak terhadap anak, terutama dalam sikap anak, anak tidak pernah setuju dengan adanya perceraian keluarga. Anak merasa sedih, kecewa, trauma dan binggung. Maka apabila dalam keluarga terjadi sebuah perceraian anak harus bisa mengambil satu keputusan yang terbaik bagi dirinya, tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan rasa trauma, dan orang tua harus memberikan kasih sayang dan perhatian yang utuh walaupun menjadi seorang single parents. 3. Dalam sebuah keluarga orang tua berperan penting dalam pembentukan sikap anak dalam pergaulan, dalam keluarga yang bercerai tentu ada perbedaan
75
sikap anak dalam pergaulan antara keluarga utuh dan keluarga yang bercerai. Maka anak yang menjadi korban perceraian harus dapat mengontrol dirinya, tidak boleh putus asa. Dalam lingkungan keluarga harus dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua sehingga silahturahmi dapat terus terjalin. Dalam lingkungan sekolah anak harus lebih meningkatkan prestasi karena hal itu akan membuat orang tua dan keluarga bangga. Dalam lingkungan masyarakat anak harus bisa memilih teman pergaulan yang baik sehingga tidak terjerumus dalam pergaulan negatif dan harus membentengi diri dengan iman dan taqwa.
C. SARAN Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang studi kasus perceraian dan dampaknya pada sikap anak dalam pergaulan, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut : 1. Kepada Kantor Urusan Agama dan Kelurahan Gebang Agar lebih memperketat jika ada warga yang akan bercerai, harus sesuai prosedur dan alasan atau penyebab perceraian harus dikaji ulang apakah hal itu benar-benar terjadi dan berupaya menawarkan jalan damai kepada suami istri. 2. Kepada para Orang tua Setiap orang yang akan menikah harus benar-benar telah siap dalam segala hal, baik dalam hal lahir maupun batinnya, disamping itu setiap pasangan harus sudah tahu dengan pasti dan mendalami pasangannya masing-masing agar tidak menyesal dikemudian hari dan perceraian tidak terjadi, harus memberi kasih sayang dan perhatian kepada anak-anak setelah perceraian sehingga anak tidak terlantar. 3. Kepada Anak Sebisa mungkin harus bisa mengambil satu keputusan yang terbaik bagi dirinya, tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan rasa trauma, harus dapat mengontrol dirinya, tidak boleh putus asa. Dalam lingkungan keluarga harus dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua sehingga silahturahmi
76
dapat terus terjalin. Dalam lingkungan sekolah anak harus lebih meningkatkan prestasi karena hal itu akan membuat orang tua dan keluarga bangga. Dalam lingkungan masyarakat anak harus bisa memilih teman pergaulan yang baik sehingga tidak terjerumus dalam pergaulan negatif dan harus membentengi diri dengan iman dan taqwa.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta :Rineka Cipta. Agung Wahyono dan Siti Rahayu.1993. Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika. A.H. Markum.1999. Ilmu Kesehatan Anak Buku Ajar Jilid I. Jakarta: FKUI. Ahmad Rofiq. 2000. Hukum Islam di Indonesia.Jakarta. Ahmad Rafei Baihaqy. 2006. Membangun Surga Rumah Tangga. Surabaya: Gita Media Press. Aji Baroto. 2009. Broken Home. http://bbawor.blog.com. 16 Agustus 2009. Azwar. Saifudin. 1988. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bimo Walgito. 1987. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM. Departemen Agama. 1994/1995. Modul Keluarga Bahagia Sejahtera. Dirjen Bimas dan Penyelenggaraan Haji. ________________. 2003. Tanya Jawab Seputar Keluarga Sakinah. Dirjen Bimas dan Penyelenggaraan Haji. DJamil. Latief. 1985. Aneka Perceraian di Indonesia. Jakarta:Ghalia Indonesia. Dr. Salma. 2009. Dampak Perceraian. http://ilogronnp-gpanswers.blogspot.com. 16 Agustus 2009 Gerungan. 1981. Psikologi Sosial, Bandung: Bima Cipta. Gottman John. 1999. Kiat-Kiat Membesarkan Anak Yang memiliki Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hisako Nakamura. 1990. Perceraian Orang Jawa. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Juliarti Tiwik. 2002. Pengaruh Lingkungan Pergaulan Anak Dalam Keluarga Terhadap Penggunaan NAPZA Pada Pedagang Asongan di Terminal Surakarta. Surakarta: Sebelas Maret University. Koentjaraningrat. 1983. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gajah Mada University Press. Lexy J. Moleong. 2005 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 77
78
Mar’at. 1981. Sikap manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mar'atus Sholihati. 2003. Studi tentang Perceraian Perkawinan di Pegadilan Negri Agama Sragen Tahun 1999. Skripsi: Universitas Sebelas Maret. Mohd. Idris. Ramulyo.1996. Hukum perkawinan Islam Suastu analisis dari Undang-Undang No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi hukum islam. Jakarta: Bumi Aksara. Moeljatno. 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. Sariyatun. 2004. Dampak Perceraiaan Orang tua terhadap Kepribadiaan Anak Di desa Singodutan Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Skripsi: Universitas Sebelas Maret. Singgih D Gunarso dan Y Singgih D Gunarsa. 1991. Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia. Soemiyati. 1986. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan. Yogyakarta: Liberty. Sudomo Hadi. 2005. Pengantar Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sudaryo Soimin.1992. Hukum Orang dan Keluarga BW hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika. Suharsimi Arikunto.1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta. Sunarto. 1994. Perkembangan peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan tinggi. Sutopo H. B. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarata : Universitas Sebelas Maret Press. Undang-undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan . Jakarta: Sinar Grafika. Winarno Surakmad.2004. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito. Zubaidah Muchtar. 1987. Nasehat Perkawinan dan Keluarga. Jakarta: BP4.
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1 DAFTAR INFORMAN
No Nama 1. Drs.Agus Sutoyo 2. Drs.Djumanah
Umur 52 Tahun 43 Tahun
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
40 Tahun 42 Thun 40 Tahun 36 Tahun 30 Tahun 26 Tahun 45 Tahun 55 Tahun 20 Tahun 19 Tahun 19 Tahun 13 Tahun 17 Tahun 14 Tahun 9 Tahun 12 Tahun 15 Tahun 14 Tahun
Bapak Purwanto Ibu Suratmi, SPd Ibu Kosmiyati Ibu Sri Widati Ibu Suwanti Sri Lestari Bapak Sukir, Spd Bapak Sartono Febriata (Yayan) Endah Erlita W Widodo Deni Galih Amalia Imam Fahri Bagas Hana
Keterangan Kepala KUA Masaran Panitera Pengadilan Agama Sragen Kepala Desa Gebang Orang tua yang bercerai Orang tua yang bercerai Orang tua yang bercerai Orang tua yang bercerai Orang tua yang bercerai Orang tua yang bercerai Orang tua yang bercerai Anak korban Perceraian Anak korban Perceraian Anak korban Perceraian Anak korban Perceraian Anak korban Perceraian Anak korban Perceraian Anak korban Perceraian Tidak anak korban Perceraian Tidak anak korban Perceraian Tidak anak korban Perceraian
81
Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA Kepada Kepala Pengadilan Agama Sragen Pertanyaan: 1. Apa yang menjadi penyebab terjadinya perceraian dalam suatu perkawinan khususnya di kabupaten Sragen? 2. Upaya apa yang dilakukan Pengadilan Agama dalam mencegah adanya perceraian di kabupaten Sragen? Kepada Kepala Kantor Urusan Agama Masaran Pertanyaan : 1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya Perceraian dalam suatu perkawinan khususnya di lingkungan KUA Masaran ? 2. Apakah ada dampak yang di timbulkan dari perceraian pada sikap anak yang menjadi korbannya? 3. Apakah dampak yang ditimbulkan pada anak tersebut berpengaruh dalam pergaulannya di keluarga, sekolah, dan masyarakat? 4. Apakah ada perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara anak yang menjadi korban perceraian dan yang tidak? Kepada Kepala Desa Gebang Pertanyaan : 1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya Perceraian di Desa Gebang? 2. Apakah ada dampak yang di timbulkan dari perceraian pada sikap anak yang menjadi korbannya? 3. Apakah dampak yang ditimbulkan pada anak tersebut berpengaruh dalam pergaulannya di keluarga, sekolah, dan masyarakat? 4. Apakah ada perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara anak dari keluarga utuh dan keluarga bercerai?
82
Kepada Orang tua yang bercerai Pertanyaan : 1. Siapa nama Anda? 2. Mengapa Anda Bercerai? 3. Apakah Perceraian Anda Berdampak pada sikap anak Anda? 4. Apakah Perceraian anda berdampak juga pada pergaulan Anak anda di lingkungan Sekolah dan masyarakat? 5. Apakah ada perbedaan sikap pada anak anda setelah perceraian Anda? 6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk mengatasi adanya dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan?
Kepada Anak korban Perceraian Pertanyaan : 1. Siapa nama Anda? 2. Apakah Anda setuju dengan perceraian orang tua Anda? 3. Apakah Anda merasa happy dengan perceraian orang tua Anda? 4.
Bagaimana perasaan Anda setelah perceraian orang tua Anda?
5. Apakah anda merasa ada perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh setelah orang tua Anda bercerai?
Kepada Anak yang tidak menjadi korban perceraiaan (Anak dari keluarga utuh) Pertanyaan : 1. Siapa nama Anda? 2. Apa yang anda rasakan dengan keadaan keluarga kamu yang harmonis? 3. Apakah keadaan keluargamu yang harmonis itu berpengaruh pada pergaulan kamu di sekolah, di rumah dan di masyarakat? 4. Apakah kamu merasakan ada perbedaan dengan anak-anak lain yang orang tuanya bercerai terutama dalam hal pergaulan?
83
Lampiran 3 HASIL WAWANCARA
Informan 1 Nama:Agus Sutoyo (Kepala Kantor Urusan Agama Masaran) A. 1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya Perceraian dalam suatu perkawinan Khususnya di linkungan KUA Masaran ? Jawaban: Banyaknya angka perceraian di kecamatan Masaran, khususnya daerah yang anda teliti yaitu desa Gebang yang mencapai angka 13 kasus tahun 2008, penyebabnya bermacam-macam, antara lain di sebabkan karena faktor adanya orang ketiga (PIL/WIL), suami tidak menafkahi karena tidak mau bekerja, tidak ada keharmonisan dan istri tidak dapat mempunyai keturunan 2. Apakah ada dampak yang di timbulkan dari perceraian pada sikap anak yang menjadi kobannya? Jawaban: Ya kalau itu pasti berdampak mbak, karena perceraian itu berdampak pada suami istri dan pada anak-anak juga. Ya umumnya anak itu bersikap tidak setuju dengan adanya perceraian orang tuanya ,anak-anak menjadi sedih dan kecewa 3. Apakah dampak yang ditimbulkan pada anak tersebut berpengaruh dalam pergaulannya di keluarga, sekolah, dan masyarakat? Jawaban: Perceraian orang tua akan mempengaruhi sikap anak dalam pergaulannya, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, dikarenakan setelah perceraian itu terjadi sikap yang di tunjukaan anak pasti sedih, kecewa, marah sehingga dengan keadaan orang tuanya itu anak-anak di rumah mejadi pendiam, murung, tidak berani mengeluarkan pendapat karena merasa trauma. Sedangkan sikap yang di tunjukkan anak di sekolah yang paling mencolok umumnya nilai mereka anjlok karena kurangnya kasih sayang dan rasa malas dengan
84
perceraian orang tuanya sehingga dia merasa berbeda dengan temantemanya. Dan sikap yang ditunjukkan anak dalam pergaulan di masyarakat umumnya di awal-awal perceraian orang tuanya dia tidak bergaul dengan teman-temannya karena malu dan ada pula anak yang menuangkan semua kekesalannya dengan bergadang dan mabukmabukkan. 4. Apakah ada Perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara anak yang menjadi korban perceraian dan yang tidak? Jawaban: Tentu saja berbeda karena anak yang dari keluarga bercerai itu kehidupannya tidak teratur dan kurang sehat, karena kurang mendapatkan kasih sayang dan control serta pengawasan sedangkan anak dari keluarga utuh ada kasih sayang dan pengawasan dari orang tuanya. B. Catatan lapangan Perceraian dalam sebuah keluarga terjadi karena adanya sebab-sebab tertentu. Perceraian disebabkan karena banyak faktor antara lain faktor krisis akhlak, faktor ekonomi, tidak adanya tanggung jawab, adanya pihak ketiga dalam sebuah keluarga. Perceraian membawa dampak bagi sikap anak umumnya anak tidak setuju, marah dan bingung. Perceraian orang tua membawa dampak bagi sikap anak dalam pergaulan dilingkungan keluarga sekolah dan masyarakat. Anak melampiaskan rasa tidak setuju dan kecewa dengan pergaulan yang buruk karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua C. Refleksi Dapat bersikap terbuka dan mau memberikan keterangan atau informasi yang dibutuhkan peneliti dengan memberikan jawaban pertanyaan yang peneliti ajukan.
85
Informan 2 Nama : H. Purwanto (Kepala Desa Gebang) A. 1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya Perceraian
di Desa
Gebang? Jawaban: Penyebab perceraian di desa Gebang ini antara lain dikarenakan faktor adanya perselingkuhan (adanya PIL/WIL), tidak adanya tanggung jawab suami terhadap istri, perkawinan di usia muda, perjodohan orang tua, dan ada yang disebabkan karena KDRT. 2. Apakah ada dampak yang di timbulkan dari perceraian pada sikap anak yang menjadi kobannya? Jawaban: wah, tentu berdampak sekali kalau itu mbak, yo kalau ditanya sikap anak tentu tidak ada yang setuju, tapi ada anak yang pengen orasng tuanya bercerai di sebabkan kasihan pada keadaan keluarganya mbak. 3. Apakah dampak yang ditimbulkan pada anak tersebut berpengaruh dalam pergaulannya di keluarga, sekolah, dan masyarakat? Jawaban: Apabila orang tua bercerai maka akan berdampak pada sikap anak terutama dalam pergaulannya, umumnya anak korban percceraian itu pertama merasa malu dengan teman-temannya di sekolah karena ayah dan ibunya tidak tinggal bersama, nilai ulangan dan raport turun secara otomais dia merasa takut dengan keluarganya, dalam keluarga dia di rumah suka melamun, bengong, murung. Dan dalam lingkungan pergaulan di masyarakat umumnya kalau anak laki-laki banyak yang melampiaskannya pada hal-hal yang negati seperti mabuk-mabukkan, berkelahi, dan jarang pulang kerumah, tetapi bagi anak perempuan umumya dalam pergaulan menjadi lebih tertutup
86
4. Apakah ada perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara anak yang menjadi korban perceraian dan yang tidak? Jawaban: mungkin berbeda karena tetap keluarga berpengaruh, mungkin anak dari keluarag utuh lebih bahagia tapi anak yang dari keluarga bercerai umumnya kurang kasih sayang sehingga lari ke halhal negatif anak sini yang kena kasus pengeroyokan 1 th yuang lalu itu 3 diantaranya dari keluarga yang pecah, lha itu contohnya kongkrit di lingkungan sini. B. Catatan Lapangan Perceraian disebabkan karena adanya faktor adanya perselingkuhan (adanya PIL/WIL), tidak adanya tanggung jawab suami terhadap istri, perkawinan di usia muda, perjodohan orang tua, dan ada yang disebabkan karena KDRT, Hal itulah yang menyebabkan putusnya perkawinan dalam sebuah keluarga. Orang tua mengetahui dampak dari perceraian terhadap sikap anak yang anak umumnya tidak ada yang setuju dengan keputusan bercerai. Perbedaansikap anak akibat perceraian juga nampak di lingkungan keluarga sekolah dan masyarakat. C. Refleksi Bersikap terbuka dan memberikan jawaban dari pertanyaan yang peneliti ajukan, humoris dan ramah.
Informan 3 Nama: Ibu Suratmi S.Pd (Orang tua yang bercerai) A. 1. Siapa Nama Anda? Jawaban: Suratmi S.Pd 2. Mengapa anda bercerai? Jawaban: penyebab perceraian saya karena suami saya jarang pulang kerumah dan jarang memberikan nafkah kepada saya dan anak-anak sehingga kami sering bertengkar, setelah saya selidiki ternyata suami saya punya WIL.
87
3. Apakah Perceraian anda berdampak pada sikap anak anda? Jawaban: ya saya tahu perceraian itu berdampak pada anak saya pasti mempengaruhi sikap anak saya. 4. Apakah Perceraian anda berdampak juga pada pergaulan Anda di lingkungan Sekolah dan masyaraka? Jawaban: Memang benar perceraian orang tua berdampak sekali pada sikap anak dalam pergaulan itu terjadi pada yayan anak saya setelah perceraian dia selalu marah-marah jarang dirumah kadang dia tidak masuk sekolah, sampai-sampai dia kelas dua kemarin tidak naik kelas, hal itu membuat saya malu sekali karena saya juga seorang pendidik. Saya tidak menyalahkan anak saya dia begitu karena dulunya tidak setuju dengan perceraian ini saya was-was jika dia terjerumus pada pergaulan yang sesat 5. Apakah ada perbedaan sikap pada anak anda setelah perceraian Anda? Jawaban: ya saya melihat perbedaan itu anak saya jadi anak nakal dan tidak peduli dengan lingkungan padahal saya berusaha memberi kasih sayang sama dengan waktu keluarga kami masih utuh 6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk mengatasi adanya dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan? Jawaban: Pertama-tama saya akan memberikan nasehat-nasehat dan pengertian-pengertian kepada anak saya,kemudian saya akan berusaha untuk membimbing dan mengarahkan anak saya untuk ke depanya. B. Catatan Lapangan Perceraian disebabkan karena tidak adanya tanggung jawanb dari suami. Orang tua mengetahui dampak dari perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan di keluarga, sekolah dan masyarakat. Kurangnya kasih sayanglah yang menyebabkan anak korban perceraian salah dalam pergaulan. Dalam mengatasi dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan maka orang tua akan memberikan nasehat dan pengertian serta membimbing dan mengarahkan anak. C. Refleksi Ramah dan antusias dalam menjawab pertanyaan yang peneliti ajukan
88
Informan 4 Nama: Ibu Sri Widati (Orang tua yang bercerai) A. 1. Siapa Nama Anda? Jawaban: Sri Widati 2. Mengapa Anda bercerai? Jawaban: Karenakan selama 7 tahun berkeluarga saya tidak dapat memberi keturunan, setelah periksa kedokter ternyata di dalam rahim saya ada kelainan sehingga sulit mendapat keturunan, atas dasar itulah suami saya menceraikan saya dan dia sekarang sudah menikah lagi. 3. Apakah Perceraian anda berdampak pada sikap anak Anda? Jawaban: ya, saya tahu kalau saya cerai akan berdampak pada sikap anak saya karena anak saya tidak mau saya bercerai dengan bapaknya. 4. Apakah Perceraian anda berdampak juga pada pergaulan Anda di lingkungan Sekolah dan masyaraka? Jawaban: iya mbak, meskipun saya belum punya anak saya tahu dampaknya dengan jelas. Ya, allah maha adil mbak mungkin saya belum dipercaya untuk menjadi seorang ibu. 5. Apakah ada perbedaan sikap pada anak anda setelah perceraian Anda? Jawaban: iya ada perbedaan mbak kan ya jelas anak yang diasuh orang tua tunggal dengan yang utuh sudah pasti berbeda. 6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk mengatasi adanya dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan? Jawaban: Saya akan lebih memperhatikan anak saya. B. Catatan Lapangan Perceraian yang terjadi disebabkan karena tidak adanya keturunan dalam sebuah keluarga, karena istrinya mandul. Walaupun ibu ini belum punya anak tapi dia mengetauhi dampak dari nperceraian oaring tua dan ada perbedaan sikap dalam pergaulan antara anak dari keluarga yang utuh dan yang putus perkawinan.
89
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi dampak perceraian terhadap sikap anak maka orang tua kan lebih memperhatikan anaknya. C. Refleksi Sikapnya terbuka dan ramah dalam memberikan jawaban atas pertanyaan yang peneliti ajukan.
Informan 5 Nama: Ibu Kosmiyati (Orang tua yang bercerai) A. 1.
Siapa Nama Anda? Jawaban: Kosmiyati
2. Mengapa Anda Bercerai? Jawaban: saya bercerai karena suami saya, karena suami saya tidak memberikan nafkah pada saya dan anak saya, dia sering mabuk dan kadang menganiaya saya sampai saya malu tiap kali harus sembunyi di rumah mbah Surip karena takut sama dia 3. Apakah anda tahu bahwa perceraian ini akan membawa dampak terhadap sikap anak anda? Jawaban: iya perceraian pasti berdampak pada sikap anak. 4. Apakah Perceraian anda berdampak juga pada pergaulan Anda di lingkungan Sekolah dan masyaraka? Jawaban: Setelah perceraian itu anak saya menjadi murung tidak terbuka dengan saya dan kalau bapaknya datang dia marah marah. Di sekolah dia menjadi pemalas kadang masuk kadang tidak pokoknya semaunya sendiri mbak 5. Apakah ada perbedaan sikap pada anak anda setelah perceraian Anda? Jawaban: Saya tahu dampak yang akan terjadi dengan anak saya akibat dari perceraian ini, dan sangat akan mempengaruhi sikap anak saya dalam pergaulannya dan itu benar terjadi, dirumah dia selalu diam tidak pernah bergurau bahkan jarang berbicara nilai anak saya turun setelah saya tanya dia malu tidak percaya diri karena di sekolah
90
merasa minder apalagi jika teman-temannya membicarakan tentang orang tuannya yang hidupnya harmonis, kalau malam selalu main dengan anak-anak yang tidak sekolah bahkan kadang tidak pulang. Karena perceraian saya dan suami hidup anak saya jadi berantakan terjerumus pada pergaulan yang salah. 6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk mengatasi adanya dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan? Jawaban: saya akan selalu memberikan kasih sayang dan mencukupi kebutuhan anak saya dan meminta anak saya lebih berhati hati jika kelak akan memilih calon suami. B. Catatan Lapangan Perceraian disebabkan adanya tidak ada tanggung jawab dari suami dan karena suami menjadi seorang pemabuk. Orang tua mengetahui dampak dari perceraian terhadap sikap anak. Dampak yang ditimbulkan umumnya anak menjadi pendiam pemurung dan tidak mau terbuka. Perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara anak dari keluarga yang utuh dan bercerai nampak karna anak dari keluarga bercerai umunya prestasi menurun dan salah pergaulan. Untuk mengatasi dampak perceraian, orang tua akan memberikan kasih sayang pada anaknya. C. Refleksi Ramah sikapnya baik dan terbuka dalam memberi jawaban atas pertanyaan yang peneliti ajukan
Informan 6 Nama: Bapak Sukir Ponco S (Orang tua yang bercerai) A. 1. Siapa Nama Anda? Jawaban: Sukir Ponco Saputro 2. Mengapa Anda Bercerai? Jawaban: Saya tidak di perlakukan sebagai seorang suami, hal itu dikarenakan gaji saya yang lebih sedikit daripada gaji istri sehingga
91
di rumah tidak terlalu diperhatikan salah sedikit saja menyebabkan pertengkaran yang berlarut-larut, sehingga di rumah istrilah yang berkuasa jadi saya sudah tidak kuat hidup bersama istri 3. Apakah Anda tahu bahwa perceraian ini akan membawa dampak terhadap sikap anak Anda? Jawaban: Iya perceraian ini akan membawa dampak bagi sikap anak saya. Itu sudah tentu terjadi mbak. 4. Apakah Perceraian anda berdampak juga pada pergaulan Anda di lingkungan Sekolah dan masyaraka? Jawaban: Dampak karena perceraian saya ini anak saya sudah tidak mau lagi ketemu saya, kalau ketemu sikapnya tidak terbuka hanya diam saja. Mungkin itu pelampiasan rasa kecewanya dengan adanya perceraian ini. Di lingkungan sekolah anak saya juga menjadi pendiam dan nilainya cenderung agak turun padahal dia masih ikut les. Di lingkungan masyarakat dia banyak diam jarang main ketempat tetangganya, saya merasa kasihan tapi alhamdulillah dia tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah. 5. Apakah ada perbedaan sikap pada anak anda setelah perceraian Anda? Jawaban: Saya melihat perbedaan sikapnya itu tidak mau terbuka, nilainya jelek padahal dulu dia selalu dapat peringkat 5 besar. Sikapnya kalau bermain dengan tetangga dia tidak terbuka lebih banyak dirumah, sedangkan anak lain yang punya bapak dan ibu utuh hidupnya kayak teman ada apa-apa cerita dengan orang tuanya. 6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk mengatasi adanya dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan? Jawaban: Saya akan selalu mengawasi dan memperhatikan perilaku anak saya. B. Catatan Lapangan Perceraian disebabkan karena faktor ekonomi , penghasilan suami dan istri terjadi ketimpangan, gaji istri lebih banyak sehingga suami dilecehkan. Perceraian orang tua berdampak pada sikap anak dalam pegaulan. Anak menjadi
92
pendiam pemurung nilai disekolah menurun tapi tidak sampai terjerumus pada pergaulan yang salah. Untuk mengatasi dampak perceraian maka orang tua akan mengawasi dan memperhatikan perilaku anaknya.
C. Refleksi Sikap nya baik dan humoris dalam menjawab pertanyaan yang peneliti ajukan.
Informan 7 Nama: Bapak Sartono (Orang tua yang bercerai) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Sartono 2. Mengapa Anda bercerai? Jawaba : Penyebab perceraian dalam rumah tangga saya dikarenakan sudah tidak kuat lagi dengan pertengkaran yang terus menerus, saya kasihan kepada anak-anak yang tiap saat harus mendengar dan melihat orang tuanya bertengkar. 3. Apakah anda tahu bahwa perceraian ini akan membawa dampak terhadap sikap anak anda? Jawaban: ya berdampak juga pada sikapnya. Dia tidak setuju saya bercerai apapun alasannya. 4. Apakah Perceraian anda berdampak juga pada pergaulan Anda di lingkungan Sekolah dan masyaraka? Jawaban: di rumah anak saya itu pendiam jarang cerita apapun dengan siapa saja, sikapnya tertutup. Di sekolah nilainya masih bagus tapi dia kadang ngomong kalau malu jika teman-temannya tahu ayah dan ibunya bercerai. Sedangkan di masyarakat dia jarang main kebanyakan di rumah mungkin karena dia perempuan jadi tidak begitu mencolok jika dia kecewa, lebih memendam aja.
93
5. Apakah ada perbedaan sikap pada anak anda setelah perceraian Anda? Jawaban: ya saya melihat perbedaan itu, semua orang pasti juga tau jika anak dari keluarga utuh hidupnya lebih teratur karena perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya utuh. Tapi anak dari keluarga bercerai pasti kasih sayangnya kurang dan dalam pergaulan pasti kurang pengawasan dari orang tua juga. Upaya yang dilakukan oleh orang tua dalam mengatasi dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan maka orang tua akan lebih memperhatikan dan mengawasi pergaulan anaknya. 6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk mengatasi adanya dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan? Jawaban: saya akan lebih menyayangi anak saya agar dia lebih ceria dan semangat. B. Catatan Lapangan Penyebab perceraian dikarenakan adanya pertengkaran yang terus menerus hal ini bisa dikatakan adanya perbedaan paham antara suami dan istri. Orang tua yang bercerai umumnya mengetahui dampak yang ditimbulkan pada sikap anak dalam pergaulan baik di rumah, sekolah dan masyarakat. Perbedaan sikap anak dalam pergaulan antara keluarga utuh dan bercerai memang tampak karena komposisi kasih sayang dan pengawasan yang berbeda juga. Upaya yang dilakukan orang tua dalam mengatasi dampak perceraian terhadap sikap anak adalah dengan lebih menyayangi anak agar lebih ceria dan semangat setelah perceraian orang tuanya. C. Refleksi Responden menjawab pertanyaan peneliti dengan jujur dan singkat.
Informan 8 Nama: Ibu Suwanti (Orang tua yang bercerai) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Suwanti
94
3. Mengapa Anda bercerai? Jawaban: Yang menjadi penyebab saya bercerai itu karena suami saya tidak mau bekerja sedangkan pendapatan saya pas-pasan lama-lama kami pun sering bertengkar. 2. Apakah anda tahu bahwa perceraian ini akan membawa dampak terhadap sikap anak anda? Jawaban: Iya perceraian akan berdampak pada sikap anak saya karena walaupun ayahnya tidak bekerja mereka pengen keluarganya tetap utuh. 3. Apakah anda tahu bahwa perceraian ini akan membawa dampak terhadap sikap anak anda? Jawaban: iya perceraian itu berdampak pada sikapnya dalam pergaulan di rumah anak saya suka mengamuk, apa apa marah, tidak mau terbuka dengan saya. Anak saya sudah tidak sekolah mbak dia malas sekolah kerjaanya cuma berantem dan kalau main jarang pulang, sedangkan saya harus kerja di pasar berangkat pagi pulang dan malam untuk cari duit buat hidup. 4. Apakah Perceraian anda berdampak juga pada pergaulan Anda di lingkungan Sekolah dan masyaraka? Jawaban: Sangat berdampak karena dirumah anak saya itu jarang ngomong dan jarang tidur dirumah, anak saya sudah tidak sekolah lagi karena saya tidak punya biaya. 5. Apakah ada perbedaan sikap pada anak anda setelah perceraian Anda? Jawaban: Ya saya melihat pasti semua orang juga melihat mbak. Mungkin anak saya nakal jarang pulang karena saya kurang memperhatikan dia kan saya juga cari duit sendiri buat dia juga. Sedangkan anak yang tinggal dengan bapak dan ibunya pasti diawasi dan diperhatikan mbak. Tidak jadi anak yang suka mengamuk. 6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk mengatasi adanya dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan?
95
Jawaban: saya akan memberi bimbingan dan kasih sayang agar dia tidak terjerumus jadi anak yang nakal. B. Catatan Lapangan Penyebab perceraian karena tidak adanya keharmonisan dan faktor ekonomi yang suami tidak mau bekerja sehingga ekonomi keluarga tidak terpenuhi. Orang tua mengetahui dampak dari perceraian itu terhadap sikap anak dalam pergaulan, anak menjadi putus sekolah dan jarang pulag, mungkin itu salah satu bentuk kekecewaannya. Dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan dari perceraian maka orang tua akan memberikan bimbingan dan kasih sayang pada anaknya untuk mencegah agar tidak jadi anak yang nakal. C. Refleksi Sikapnya ramah dan jujur dalam menjawab pertanyaan dari peneliti
Informan 9 Nama: Ibu Sri lestari (Orang tua yang bercerai) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Sri lestari 2. Mengapa Anda bercerai? Jawaban: perceraian saya disebabkan karena dulu saya nikah itu dijodohkan dan karena suami saya yang menuntut cerai dia menghamili orang dan katanya saya tidak bisa punya anak padahal saya nikah dulu itu baru 1 Th. 3. Apakah anda tahu bahwa perceraian ini akan membawa dampak terhadap sikap anak anda? Jawaban: Saya mengetahui dampaknya pada sikap anak akibat perceraian. Tetapi saya belum punya anak. 4. Apakah Perceraian anda berdampak juga pada pergaulan Anda anda di lingkungan Sekolah dan masyaraka? Jawaban: Saya tahu tetapi saya belum punya anak
96
5. Apakah ada perbedaan sikap pada anak anda setelah perceraian Anda? Jawaban: Jelas ada jika anak diasuh dengan kasih sayang yang utuh maka dia juga akan tumbuh jadi anak yang baik ada pengawasan sedangkan jika dari keluarga yang bercerai mungkin mereka akan terlantar karena ditinggal kerja. 6. Upaya apa yang Anda lakukan untuk mengatasi adanya dampak perceraian terhadap sikap anak dalam pergaulan? Jawaban: Saya akan berusaha untuk selalu memperhatikan anak saya, jangan sampai anak saya tersebut berbuat salah dan bisa membuat keluarga malu, tetapi saya belum mempunyai anak mbak B. Catatan Lapangan Perceraian disebabkan karena adanya perjodohan dalam perkawinan, adanya perselingkuhan dalam perkawinan. Orang tua tahu dampak perceraian tapi dia belum mempunyai anak dari perkawinan itu tapi sudah bisa menerka apa yang akan terjadi jika orang tua bercerai C. Refleksi Cenderung bersikap terbuka dalam memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti.
Informan 10 Nama: Drs. Djumanah (Panitera Pengadilan Agama Sragen) A. 1. Apakah Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Sragen? Jawaban:Percerain yang terjadi di Sragen di sebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Faktor krisis akhlak b. Faktor cemburu c. Faktor ekomoni d. Faktor tidak ada tanggung jawab e. Faktor pihak ketiga
97
f. Faktor tidak ada keharmonisan a. Faktor krisis akhlak Sebab tipis atau kurangnya iman, dapat menyebabkan suami istri melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Seperti minum-minuman keras sehingga menjadi seorang pemabuk, berzina dan memakai obat-obatan terlarang, serta menjadi seorang pencuri. Jika suami atau istri mempunyai kebiasaan mabuk, berzina, berjudi dan mencuri hingga sulit dihilangkan dan tidak dapat diperbaiki lagi akhlaknya, akan membuat pasangan hidupnya merasa bingung, kesal dan menangung rasa malu terhadap orang lain. Apabila suami istri sudah tidak tahan lagi terhadap kelakuan pasangan hidupnya maka dia akan memilih mengakhiri perkawinanya (bercerai) daripada hidup menderita b. Faktor cemburu Dalam kehidupan rumah tangga kadangkala timbul suatu masalah cemburu mencemburui. Seorang suami cemburu kepada istrinya kalaukalau ia akan berbuat serong, demikian juga seorang istri cemburu kepada suaminya kalau-kalau, ia berbuat serong. Pasangan suami istri yang mempunyai sifat cemburu, akan semakin kuat ikatan perkawinanya jika cemburunya itu timbul karena rasa cinta suami istri. Agama Islam membolehkan cemburu dengan tujuan agar suami istri dapat hidup dengan bahagia, tenang, serta dijauhkan dari perbuatan kotor dan mesum, Karena cemburu adalah sebagian dari iman. Namun jika kecemburuannya itu tanpa ada data-data sebagai bukti apa yang dicemburukan (cemburu buta), maka akan terjerumus kepada musibah atau bahaya, dalam arti dapat menggoncang keharmonisan rumah tangganya, dan bukan tidak mungkin akan menyebabkan perceraian, apabila pasangan hidupnya tidak memiliki kesabaran atau habis batas kesabarannya. c. Faktor ekonomi Masalah ekonomi merupakan suatu problem dalam rumah tangga. Sudah pasti dalam kehidupan rumah tangga banyak kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Segala kebutuhan rumah tangga yang beraneka
98
ragam, bisa terpenuhi jika keadaan ekonominya lancar atau memadai. Suami wajib mencari nafkah untuk mecukupi ekonomi keluarganya, sedangkan istri bertugas mengatur ekomoni keluarganya dengan uang yang di dapat suaminya. Masalah ekonomi dapat menjadi penyebab perceraian, jika suami, tidak bekerja atau tidak berusaha mencari nafkah, sehinggga ekonomi rumah tangganya menjadi kurang atau tidak terpenuhi dan istri tidak bisa menerima keadaan seperti ini, hingga melakukan gugatan cerai. Selain itu juga bisa disebabkan karena istri tidak bisa membelanjakan uang dengan baik bersifat boros serta merasa kurang, hingga ekonomi rumah tangganya menjadi kacau. Keadaan ini dapat membuat suami mengambil langkah untuk menceraikan istrinya. Selama masih ada pihak yang merasa kurang, tidak mungkin masalah ekonomi tidak teratasi. Oleh karena itu dalam perkawinan, konsep syukur sangat penting untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Kalau suami istri mampu memahami konsep syukur kemungkinan kekurangan ekonomi akan dapat teratasi.
d. Faktor tidak ada tanggung jawab Dalam kehidupan rumah tangga, masing-masing pihak baik suami maupun istri, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Menurut Islam kewajiban suami dalam suatu perkawinan adalah memelihara istri dan menyediakan kebutuhan hidup yang layak bagi istri dan anaknya. Sebaliknya seorang istri juga mempunyai kewajiban untuk menjaga atau mengatur rumah tangga dan taat pada suami. Suami istri harus mematuhi segala sesuatu yang diatur dan diucapkan pada saat Ijab Qobul. Sehingga apapun yang menimpa keluarganya merupakan masalah yang harus ditanggung dan diselesaikan bersama dalam sebuah keluarga. Semua masalah yang timbul, sudah menjadi konsekuensi suami istri untuk bertanggung jawab. Namun jika istri itu kurang atau tidak mempunyai rasa tanggung jawab dalam
99
melaksanakan kewajibannya, maka dapat menyebabkan pasangannya untuk menuntut perceraian, karena dia merasa hak-haknya sudah tidak dipenuhi lagi. Sikap tidak tanggung jawab misalnya suami istri meninggalkan rumah tanpa ijin pasangan hidupnya dengan alasan yang tidak jelas, sehingga melailaikan tugasnya sebagai suami istri. e. Faktor pihak ketiga Keutuhan dan keharmonisan rumah tangga dapat terganggu dengan hadirnya atau campur tangan orang lain (pihak ketiga) yaitu Pria idaman lain (PIL),wanita idaman lain (WIL) dalam arti berselingkuh, dan orang tua. Hubungan suami istri dapat terjalin erat jika dilandasi dengan rasa saling percaya dari masing-masing pihak. Namun jika salah satu pihak menghinati pasangannya, berselingkuh maka hal itu akan menyakiti perasaan
pasanganya
dan
dapat
menimbulkan
perselisihan
dan
percekcokan dalam rumah tangganya dan jika tidak segera diatasi maka akan memicu terjadinya perceraiaan. Penyebab keretakan rumah tangga juga dapat disebabkan adanya campur tangan orang tua. Banyak suami istri setelah berumah tangga masih berkumpul dengan orang tuanya. Seringkali orang tua mengatur kehidupan rumah tangga anaknya. Adanya campur tangan orang tua ini, dapat menyinggung perasaan suami atau istri, karena merasa kurang dihargai dan merasa hak mengatur rumah tangganya hilang. Keadaan yang demikian ini jika tidak segera diatasi dapat meggangu ketentraman rumah tangganya dan menyebabkan terjadinya perselisihan dan percekcokan yang bisa megakibatkan perceraiaan. f. Faktor tidak ada keharmonisan Sebuah keluarga yang bahagia lahir dan batin akan terwujud apabila dalam keluarga itu terdapat suatu keharmonisan. Keharmonisan keluarga akan tetap terjaga jika masing-masing pihak baik suami maupun istri saling mencintai, saling mengerti dan mau menerima apa adanya termasuk
kekurangan
pasangannya.
Tanpa
keharmonisan
suatu
100
perkawinan tidak akan kekal, dan akan kandas di tengah jalan atau berakhir dengan perceraian. Keluarga yang tidak harmonis ini dapat disebabkan oleh beberpa hal, misalnya atara suami istri sering terjadi salah paham, beda pendapat atau prinsip hingga timbul perselisihan dan percekcokkan yang tak jarang berakhir dengan perceraian. Selain itu bisa disebabkan masalah seks yang kurang terpenuhi atau kurang terpuaskan oleh pasangannya. Dalam perkawinan masalah seks merupakan hal yang paling besar mendominasi perkawinan, karena manusia sejak lahir telah di berikan nafsu seks oleh Tuhan. Jika seks ini kurang terpuaskan oleh pasangan hidupnya, maka suami atau istri akan mencari kepuasan seksnya dengan berbagai cara misalnya berselingkuh, melakukan poligami, dan bisa juga akan menuntut perceraian. Di samping itu sebuah keluarga tidak lengkap kebahagiaannya tanpa kehadiran seorang anak sebagai keturunannya, karena salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan. Ketidakhadiran anak disebabkan kemandulan salah satu pihak dapat menjadi sebab untuk menuntut perceraian. Sebenarnya keluarga yang tanpa kehadirananak dapat dijaga kelangsungannya jika masing-masing pihak mau menerima kekurangan pasanganya dan saling mencintai sehingga perceraian dapat terhindarkan dengan jalam mengadopsi anak. 2. Upaya apa yang dilakukan Pengadilan Agama dalam mencegah adanya perceraian di kabupaten Sragen? Jawaban: Pengadilan Agama Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen sebagai salah satu lembaga yang berwenang menangani masalah perceraian juga telah berupaya untuk mencegah terjadinya perceraian atau setidak-tidaknya berusaha untuk menekan angka perceraian di Kabupaten Sragen yaitu dengan cara mengupayakan perdamaian antara suami istri dalam setiap pemeriksaan dan melakukan penyuluhan hukum tentang perkawinan dan perceraian kepada masyarakat. a. Mendamaikan Suami Isri dalam setiap Persidangan.
101
Dalam setiap sidang pemeriksaan, hakim berupaya untuk mendamaikan suami istri yang akan bercerai, dengan cara memberikan
nasihat-nasihat.
Setelah
hakim
mengetahui
permasalahan dan alasan-alasan suami istri itu akan bercerai, kemudian hakim berusaha untuk memberikan solusi . Selain memberikan
nasehat,
hakim
juga
memberikan
gambaran-
gambaran mengenai dampak yang mungkin akan muncul jika suami istri itu melakukan perceraian.Dalam mengupayakan perdamaian, hakim bisa minta bantuan mendatangkan hakam atau penegah dari pihak suami istri. Meskipun ada lembaga atau badan yang bertugas memberikan penasehatan perkawinan, perselisihan, dan perceraian atau BP4, namun selama ini Pengadilan Agama Sragen tidak pernah mengadakan kerja sama atau meminta bantuan kepada BP4 untuk mendamaikan suami istri yang berperkara. Upaya hakim untuk mendamaikan suami istri ini terus dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan sebelum ada keputusan. Hal tersebut dimaksudkan agar suami istri itu membatalkan niatnya untuk bercerai dan kembali membina rumah tangga yang rukun dan damai. b. Memberikan Penyuluhan Kepada Masyarakat Dalam
menekan
angka
perceraian,
selain
mengupayakan
perdamaian antara suami istri pada saat pemeriksaan, Pengadilan Agama Sragen juga telah berupaya memberikan penyuluhan hukum tentang perkawinan dan perceraian kepada masyarakat. Penyuluhan hukum tentang masalah perkawinan dan perceraian tersebut dimaksudkan supaya masyarakat lebih mengerti dan memahami hakekat dan tujuan dari sebuah perkawinan, serta lebih paham dan tahu banyak hal tentang perceraian. Sehingga dengan penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat akan dapat menjaga keutuhan rumah tangga dan tidak gegabah untuk memutuskan perkawinannya dengan perceraian.
102
B. Catatan lapangan Faktor-Faktor penyebab perceraian diwilayah Pengadilan agama Sragen meliputi Faktor krisis akhlak, faktor cemburu, faktor ekomoni, faktor tidak ada tanggung jawab, faktor pihak ketiga, faktor tidak ada keharmonisan.
C. Refleksi Ramah dalam menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor penyebab perceraian. Informan 11 Nama: Febriata (yayan) (Anak Korban Perceraiaan) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Febriata Canggih Saputra (Yayan) 2. Apakah Anda setuju dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Sangat tidak setuju dengan perceraian orang tua saya karena kami (saya dan kakak) masih membutuhkan mereka baik dalam sekolah dan kehidupan sehari-hari, karena saya merasa sedih dan sangat kecewa dan merasa kasih sayang sangat kurang 3. Apakah Anda merasa happy dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Tidak happy 4.
Bagaimana perasaan Anda setelah perceraian orang tua Anda? Jawaban: Setelah perceraian ibu dan bapak, saya jadi malas sekolah dan sempat tidak naik kelas hal itu membuat ibu saya malu karena orang tua saya berprofesi sebagai pendidik. Dalam pergaulan saya sangat jarang pulang kerumah kalau malam ada orang punya kerja ya ikut minum-minum supaya bisa melupakan kemelut dalam keluarga saya
103
5. Apakah anda merasa ada perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh setelah orang tua Anda bercerai? Jawaban: Iya setelah perceraian itu saya merasa kurang kasih sayang seperti anak-anak yang lain. Kurang di perhatikan oleh orang tua saya. B. Catatan lapangan Anak tidak setuju dengan perceraian orang tuanya apapun alasanya. Mereka merasa tidak happy, malu dan kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Dalam pergaulan dilingkungan mereka jarang pulang dan terjerumus pada alkhohololisme.
C. Refleksi Jujur dalam memberikan jawaban walaupun awalnya sempat tidak mau di wawancarai oleh peneliti.
Informan 12 Nama: Endah Erlita (Anak Korban Perceraiaan) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Endah Erlita Wisudawanti 2. Apakah Anda setuju dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Sangat tidak setuju walaupun dengan alasan apapun oaring tua saya bercerai. 3. Apakah Anda merasa happy dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Tidak happy, menurut saya tidak ada anak yang merasa happy dan senang dengan perceraian orang tuanya mbak. 4.
Bagaimana perasaan Anda setelah perceraian orang tua Anda? Jawaban: Setelah orang tua saya bercerai saya merasa sedih, malu dan malas mbak. Karena saya merasa malu jika teman-teman di sekolah mengetahui perceraian orang tua saya.
104
5. Apakah anda merasa ada perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh setelah orang tua Anda bercerai? Jawaban: Saya merasa berbeda dengan teman-teman apalagi kalau mereka bercerita tentang orang tuanya dan pada saat mengambil raport disekolah. Teman-teman yang punya keluarga utuh pasti mendapat kasih sayang dari keduanya, sehingga saya merasa iri karena kurang diperhatikan seperti mereka. B. Catatan lapangan Anak sangat tidak setuju dengan perceraian orang tuanya walaupun mereka sudah mengetahui alasan orang tuanya bercerai, dan tidak ada satu orang anakpun yang merasa happy. Anak yang orang tuanya bercerai merasa sedih, malu dan dalam pergaulan mereka merasa iri dengan teman yang mempunyai orang tua utuh.
C. Refleksi Informan sangat antusias dan ramah dalam menjawab pertanyaan dari peneliti.
Informan 13 Nama: Widodo (Anak Korban Perceraiaan) A. 1.
Siapa nama Anda? Jawaban: Widodo
2. Apakah Anda setuju dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Sangat tidak setuju, karena saya tidak mau jika orang tua saya pisah. 3. Apakah Anda merasa happy dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Sangat tidak happy karena pasti dengan perceraian kami akan hidup terpisah 4.
Bagaimana perasaan Anda setelah perceraian orang tua Anda?
105
Jawaban: Saya sebenarnya sangat-sangat tidak mau orang tua saya bercerai karena saya binggung harus ikut ayah atau ibu, dan harus berpisah dengan adik saya, perceraian orang tua saya menjadikan saya malas dan sakit hati karena setelah perceraian itu saya ikut bapak dan bapak saya tidak perhatian dengan saya. 5. Apakah anda merasa ada perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh setelah orang tua Anda bercerai? Jawaban: Iya saya merasa berbeda karena kasih sayang dan perhatian berbeda tidak seperti dulu, sedangkan anak yang memiliki keluarga utuh mereka mendapat perhatian dari nedua orang tuanya.
B. Catatan Lapangan Perceraian orang tua umumya tidak disetujui oleh anak. Karena mereka tidak akan merasa happy dan senang jika berpisah dari salah satu ayah atau ibunya. Dalam pergaulan anak korban perceraian kurang mendapat kasih sayang dan perhatian dari oaring tau seperti anak lain yang memiliki keluarga utuh.
C. Refleksi Sabar dan ramah dalam memberikan jawaban. Informan 14 Nama: Deni (Anak Korban Perceraiaan) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Deni Dwi Yulianto 2. Apakah Anda setuju dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Saya tidak setuju dan tidak ingin orang tua saya bercerai. 3. Apakah Anda merasa happy dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Tidak happy, karena kalu orang tua saya bercerai pasti saya akan tinggal dengan ibu atau bapak saja. Dan kakak saya juga tidak mau bapak dan ibu bercerai. 4.
Bagaimana perasaan Anda setelah perceraian orang tua Anda?
106
Jawaban: Saya merasa sedih karena setelah bapak dan ibu bercerai saya tidak bisa ketemu bapak karena bapak saya tinggal di Kalimantan 5. Apakah anda merasa ada perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh setelah orang tua Anda bercerai? Jawaban: Merasa berbeda sekali juga tidak, hanya sayang sekarang tidak mendapat kasih sayang dari bapak seperti anak lain yang mendapat perhatian dari bapak dan ibunya.
B. Catatan Lapangan Orang tua yang mengambil keputusan untuk bercerai pada dasarnya anak sangat tidak setuju dan tidak happy. Anak merasa sedih karena setelah perceraian tidak dapat bertemu bapaknya. Dalam pergaulan anak tidak merasa berbeda sekali dengan anak lain yang memiliki orang tua utuh hanya saja mereka merasa kurang perhatian.
C. Refleksi Bersikap terbuka tetapi jawaban cenderung singkat.
Informan 15 Nama: Galih (Anak Korban Perceraiaan) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Galih Putra Utama 2. Apakah Anda setuju dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Sangat-sangat tidak setuju dan tidak mau jika orang tua saya bercerai. Tapi apa boleh buat sekarang orang tua saya sudah pisah. 3. Apakah Anda merasa happy dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Sangat tidak happy karena saya harus pisah dengan orang tua
107
4.
Bagaimana perasaan Anda setelah perceraian orang tua Anda? Jawaban: Setelah perceraian itu saya malas di rumah karena suasana rumah sudah kacau saya tidak betah tinggal di rumah. Saya juga malas sekolah setelah kelas dua saya tidak lagi sekolah saya ngamen di terminal Tirtonadi Solo hasil ngamen saya buat foya-foya karena ibu saya juga tidak di rumah kerja di Jakarta saya di titipkan di rumah kakek disini"
5. Apakah anda merasa ada perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh setelah orang tua Anda bercerai? Jawaban: Sangat berbeda karena setelah perceraian itu saya seperti anak terlantar di tinggal bapak dan ibu saya dan sekarang saya ngamen karena tidak ada yang memberi uang, kakek saya juga tidak peduli dengan saya. Sedangkan anak yang memiliki bapak dan ibu pasti hidupnya bahagia ada yang memperhatikan bisa ketemu dengan orang tuanya tiap hari.
B. Catatan Lapangan Anak sangat-sangat tidak menyetujui perceraian orang tua. Tidak merasa happy, dan merasa seperti anak terlantar karena ditinggal bapak dan ibunya. Sehingga dia harus ikut kakeknya dan menjadi pengamen sehingga putus sekolah.
C. Refleksi Terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan dari peneliti.
Informan 16 Nama: Amalia (Anak Korban Perceraiaan) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Amalia Ayuningtyas 2. Apakah Anda setuju dengan perceraian orang tua Anda?
108
Jawaban: Saya tidak setuju dengan perceraian orang tua karena saya sangat sedih dan trauma dengan perceraian ini. Hal yang membuat saya sangat kaget, saya dulu harus memilih ikut siapa (ayah atau ibu) padahal saya sayang kedua-duanya
3. Apakah Anda merasa happy dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Tidak happy karena perceraian itu sekarang ayah saya punya istri lagi. 4.
Bagaimana perasaan Anda setelah perceraian orang tua Anda? Jawaban: Saya merasa sedih, kecewa apalagi setelah ayah saya punya istri lagi dan ibu saya sekarang juga sudah punya suami. Padahal saya masih berharap keduanya kembali lagi
5. Apakah anda merasa ada perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh setelah orang tua Anda bercerai? Jawaban: Ya, saya merasa berbeda walaupun sudah punya ayah pengganti, karena sekarang saya jarang diperhatikan oleh ayah saya yang asli. Sedangkan anak yang ikut ayah dan ibunya yang asli pasti perhatiannya juga lebih tidak seperti saya pengen ketemu ayah saja pasti bilangnya lagi sibuk.
B. Catatan lapangan Anak tidak setuju dan tidak merasa happy dengan perceraian orang tuanya. Mereka ingin orang tuanya kembali bersama tetapi keduanya sudah berumah tangga. Anak cenderung merasa berbeda dengan anak yang memiliki keluarga utuh karena kurang perhatian dari salah satu ayah atau ibunya.
C. Refleksi Bersikap jujur dalam menjawab setiap pertanyaan dari peneliti.
Informan 17 Nama: Imam (Anak Korban Perceraiaan)
109
A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Imam Suranto 2. Apakah Anda setuju dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Sangat tidak setuju 3. Apakah Anda merasa happy dengan perceraian orang tua Anda? Jawaban: Tidak happy 4.
Bagaimana perasaan Anda setelah perceraian orang tua Anda? Jawban: Saya sedih, kecewa karena pisah sama Ayah
5. Apakah anda merasa ada perbedaan dengan anak-anak lain yang memiliki keluarga utuh setelah orang tua Anda bercerai? Jawaban: iya teman-teman saya selalu di belikan apa-apa, diperhatikan tetapi saya tidak karena sekarang tinggal dengan Ibu.
B. Catatan Lapangan Anak sangat tidak setuju dan tidak happy dengan perceraaian orang tuanya. Dia merasa sedih dan kecewa. Dalam pergaulan dia merasa berbeda dengan temannya yang mendapat perhatian dari ayahnya sedangkan dia harus berpisah dengan ayahnya dan tinggal dengan ibunya.
C. Refleksi Jujur dan singat dalam menjawab pertanyaan dari peneliti.
Informan 18 Nama: Fahri (Anak dari keluarga utuh) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Fahri Suryanto 2. Apa yang kamu rasakan dengan keadaan keluarga kamu yang harmonis? Jawaban: Saya merasa senang
110
3. Apakah keadaan keluargamu yang harmonis itu berpengaruh pada pergaulan kamu di sekolah, di rumah dan di masyarakat? Jawaban: Iya saya senang karena ada yang memperhatikan baik di sekolah, di rumah dan jika bermain 4. Apakah kamu merasakan ada perbedaan dengan anak-anak lain yang orang tuanya bercerai terutama dalm hal pergaulan? Jawaban: Saya tidak, tapi saya punya teman yang orang tuanya bercerai dia selalu sedih dan murung sekarang jarang main.
B. Catatan lapangan Anak dari keluarga harmonis mereka merasa senang dan bahagia karena ada perhatian dari keluarganya. Anak dari keluarga utuh tidak merasa berbeda dengan anak yang orang tuanya bercerai.
C. Refleksi Bersikap terbuka dalam memberikan jawaban. Informan 19 Nama: Bagas (Anak dari keluarga utuh) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Valentino Bagasworo 2. Apa yang kamu rasakan dengan keadaan keluarga kamu yang harmonis? Jawaban: Saya senang dan nyaman 3. Apakah keadaan keluargamu yang harmonis itu berpengaruh pada pergaulan kamu di sekolah, di rumah dan di masyarakat? Jawaban: Berpengaruh karena keluarga tempat saya bercerita tentang banyak hal 4. Apakah kamu merasakan ada perbedaan dengan anak-anak lain yang orang tuanya bercerai terutama dalm hal pergaulan?
111
Jawaban: Perceraian membawa dampak dalam pergaulan anak, contohnya mas yayan itu, dulu dia pandai dalam hal sekolah, di rumah dia juga sering main sama teman-teman sebayanya tapi setelah orang tuanya bercerai dia jadi tidak naik kelas dan mainnya sama anak-anak yang nakal, dan sekarang tidak punya sopan santun sama orang tua, jadi anak nakal saya ikut sedih karena dia sepupu saya.
B. Catatan Lapangan Anak yang orang tuanya utuh dan dalam keluarganya harmonis maka dia merasa senang dan nyaman. Menurutnya keluarga merupakan tempat untuk bercerita banyak hal. Anak dari keluarga utuh tidak merasa berbeda dengan anak korban perceraian tetapi dia dapat mengetahui dampak yang di timbulkan dari perceraian itu deangan melihat sepupunya.
C. Refleksi Jujur dan terbuka dalam menjawab setiap pertanyan dari peneliti. Informan 20 Nama: Hana (Anak dari keluarga utuh) A. 1. Siapa nama Anda? Jawaban: Hana Yuliana 2. Apa yang kamu rasakan dengan keadaan keluarga kamu yang harmonis? Jawaban: Bahagia 3.
Apakah keadaan keluargamu yang harmonis itu berpengaruh pada pergaulan kamu di sekolah, di rumah dan di masyarakat? Jawaban: Keluarga bagi saya sangat berpengaruh, karena dengan keluarga yang harmonis maka saya mendapat perhatian dan pengawasan.
4. Apakah kamu merasakan ada perbedaan dengan anak-anak lain yang orang tuanya bercerai terutama dalm hal pergaulan?
112
Jawaban: Anak yang menjadi korban
perceraian sikapnya dalam
pergaulan jadi berubah karena salah satu teman saya ayah dan ibunya bercerai dan dia menjadi anak yang pendiam di sekolah padahal dulunya dia periang, dan nilai-nilainya pun banyak yang jelek, kalau istirahat suka di kelas.
B. Catatan Lapangan Anak yang hidup dalan keluarga yang harmonis mereka merasa bahagia. Keluarga harmonis memberikan perhatian dan pengawasan kepada anaknya. Anak yang orang tuanya bercerai merasa sedih dan murung serta berdiam diri.
C. Refleksi Terbuka dan ramah.
113
Lampiran 4
TRIANGGULASI DATA
Trianggulasi Data 1 Tema
: Penyebab terjadinya Perceraian
Sumber
: 1. Pengadilan Agama Sragen 2. Kantor Urusan Agama Masaran 3. Kepala Desa Gebang 4. Orang Tua yang bercerai
Catatan Lapangan
: Perkawinan pada dasarnya untuk selama lamanya tapi adakalanya perkawinan itu harus putus di tengah jalan. Putusnya perkawinan dalam UU No 1 tahun 1974 dijelaskan ada 3 sebab yaitu karena kematian, perceraian dan putusan pengadilan. Perceraian yang terjadi dalam perkawinan
di
sebabkan
karena
banyak
faktor
diantaranya karena faktor akhlak, faktor ekonomi, tidak adanya tanggung jawab, faktor cemburu. Perceraian di desa Gebang Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen di sebabkan karena adanya orang ketiga dalam keluarga (PIL/WIL),adanya pertengkaran yang terus menerus, tidak dapat memberi keturunan,adanya KDRT dan faktor ekonomi atau penghasilan. Repleksi
:
Responden
bersikap
terbuka
dalam
memberikan
keterangan dan menjawab pertanyaan peneliti, sehingga mempermudah peneliti dalam memperoleh data.
114
Trianggulasi Data II
Tema
: Sikap anak terhadap perceraian orang tua
Sumber
: 1. Anak korban perceraian
Catatan lapangan
: Perceraian orang tua tentu mempunyai dampak yang besar pada anak. Terutama pada sikap anak. Pada umunya anak tidak akan pernah setuju apabila orang tuanya bercerai. Mereka juga sedih jika orang tuanya bercerai. Sikap anak korban perceraian di desa Gebang adalah anak tidak setuju bahkan mereka sangat tidak setuju dan tidak happy jika orang tuanya bercerai. Anak merasa sedih, kecewa, malu jika orang tua mereka bercerai bahkan mereka bingung akan ikut ayah atau ibunya setelah orang tuanya mengambil keputusan untuk bercerai.
Refleksi
:Responden bersikap ramah dan bersikap terbuka dalam memberikan jawaban.
115
Lampiran 10.