STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK
HANI FITRIANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik. Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI dan RETNO WULANSARI. Leiomiosarkoma adalah tumor yang berasal dari otot polos dan sering terjadi pada anjing. Penentuan derajat keganasan tumor sangat penting karena berguna untuk perencanaan pengobatan dan petunjuk prognosis. Salah satu cara untuk menentukan derajat keganasan tumor yaitu dengan menentukan indeks mitotik sel tumor. Penentuan derajat keganasan tumor dapat dilakukan secara makroskopis (staging) maupun mikroskopis (grading). Pada beberapa jenis tumor terutama tumor jenis sarkoma, grade suatu tumor sangat berhubungan dengan kemampuannya bermetastasis, sehingga grade pada tumor disebut juga potensial metastatik. Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi indeks mitotik sel tumor leiomiosarkoma pada anjing yang terjadi pada organ hati, paru-paru, jantung, m. intercostalis, dan ginjal sebagai indikator dari potensial metastatik (keganasan tumor). Indeks mitotik merupakan suatu cara pengukuran laju proliferasi sel yang ditentukan dengan menghitung rata-rata figur mitotik dari 20 lapang pandang yang dipilih secara acak dengan perbesaran objektif 40 kali. Preparat histopatologi diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam ANOVA (Analysis of Variance) yang dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumor dengan indeks mitotik tertinggi terdapat pada organ hati (6,40 ± 1,729 sel/lapang pandang) dan berbeda nyata dengan organ lainnya. Kajian leiomiosarkoma pada anjing yang yang dievaluasi merupakan tumor yang ganas karena memiliki indeks mitotik yang lebih dari 3 pada setiap lapang pandang. Tumor primer ditemukan pada organ hati karena memiliki ukuran makroskpis yang terbesar serta potensial metastatik yang tertinggi. Kata Kunci: Tumor, Derajat Keganasan, Anjing
STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK
HANI FITRIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Skripsi : Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik Nama
: Hani Fitriani
NRP
: B04103131
Disetujui
drh. Ekowati Handharyani MSi. Ph.D
drh. Retno Wulansari MSi. Ph.D
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Juni 1985 sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari ayah Hasan Salmun dan ibu Nina Sumartina. Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Tunas Rimba 3 pada tahun 1989 – 1991, Sekolah Dasar Negeri Bangka 3 pada tahun 1991 - 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor pada tahun 1997 – 2000, Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 - 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa organisasi intra kampus, antara lain: HIMPRO Satwa Liar (2004-2005), BEM KM FKH IPB (2005-2007), Komunitas Seni Steril (2005-2006), Veterinary English Club (20052006), Forum Ilmiah Mahasiswa (2005-2006), serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Histologi Veteriner II pada tahun ajaran 2005/2006.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam studi kasus yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2006 ini ialah Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Ibu drh. Ekowati Handharyani MSi. Ph.D dan Ibu drh. Retno Wulansari MSi. Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi atas kemurahan hati, kesabaran, bimbingan, saran, dan nasihat hingga karya ini dapat terselesaikan. 2. Ayah dan Ibu tercinta, serta adik tersayang atas doa dan kasih sayangnya. 3. Staf Laboratorium Patologi, Pak Endang dan Pak Kasnadi yang telah banyak membantu selama penelitian. 4. Bapak drh. H. Agus Setiyono MS. Ph.D sebagai dosen penilai atas masukan dan saran yang diberikan. 5. Ibu Ir. Etih Sudarnika MS. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing
penulis
selama
menjadi
mahasiswa
Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. 6. Teman sepenelitian, Chandra dan Irao yang senasib dan seperjuangan. 7. Rekan-rekan angkatan 40, sahabat-sahabat, Ame, Galuh, Gita, Dincy, Wiwik, Herli, Iwid, Pritta, Puji, Lina, Tyas, Vidya, dan Indah yang bersedia
meluangkan
waktunya
untuk
memberi
masukan
dalam
penyelesaian karya tulis ini. Semoga persahabatan kita tetap terjalin dengan baik. Penulis menyadari bahwa ada banyak kekurangan dalam tulisan ini, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2007
Hani Fitriani
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA…………………………………………………………………….......
i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
ii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………
iv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...
v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………
vi
PENDAHULUAN…………………………………………………………………
1
Latar Belakang………………………………………………………………..
1
Tujuan Penelitian……………………………………………………………..
2
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………...
3
Tumor…………………………………………………………………………
3
Karsinogenesis…………………………………………………………….
3
Klasifikasi Tumor………………………………………………………….
4
Proses Penyebaran Tumor…………………………………………………
6
Derajat Keganasan Tumor…………………………………………………
7
Pendekatan Diagnosis Tumor pada hewan………………………………..
8
Pengobatan Tumor pada Hewan…………………………………………..
9
Leiomiosarkoma………………………………………………………………
9
Mitosis………………………………………………………………………... 10 Anjing………………………………………………………………………… 13 Klasifikasi Anjing…………………………………………………………
13
Anjing Golden Retriever………………………………………………….. 13 MATERI DAN METODE………………………………………………………...
15
Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………………...
15
Materi Penelitian……………………………………………………………...
15
Sampel Organ……………………………………………………………...
15
Bahan dan Alat…………………………………………………………….
16
Metode Penelitian…………………………………………………………….. 16 Nekropsi Hewan…………………………………………………………..
16
Pembuatan Preparat Histopatologi...............................................................
16
iii
Pengamatan Preparat Histopatologi……………………………………….
18
Analisis Statistik........................................................................................... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………… 20 KESIMPULAN…………………………………………………………………....
26
Kesimpulan…………………………………………………………………...
26
Saran………………………………………………………………………….. 26 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
27
LAMPIRAN………………………………………………………………………
29
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4
Perbedaan sifat antara tumor jinak dan tumor ganas……………………….. Penentuan derajat keganasan tumor dengan sistem TNM………………….. Perubahan patologi anatomis pada organ anjing yang terkena tumor……… Indeks mitotik sel tumor pada organ anjing yang terkena tumor…………...
5 7 21 23
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram alir karsinogenesis…………………………………………….. 2 Proses metastasis melalui pembuluh darah……………………………... 3 Siklus sel………………………………………………………………… 4 Proses pembelahan sel…………………………………………………... 5 Anjing Golden Retriever………………………………………………... 6 A Hati: Massa tumor pada hati…………………………………………….. B Paru-paru: Massa tumor pada paru-paru………………………………… 7 Gambaran histopatologis sel tumor leiomiosarkoma……………………
4 10 11 12 14 20 20 22
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Analisa Sidik Ragam ANOVA……………………………………………… 30 2 Rataan Hitung dan Standar Deviasi…………………………………………. 31 3 Uji Wilayah Berganda Duncan…………………………………………….... 32
]
PENDAHULUAN Latar Belakang Anjing merupakan hewan yang banyak disukai untuk dijadikan hewan kesayangan karena kecerdasannya, sifatnya yang setia, serta kemampuannya untuk berkomunikasi dengan pemiliknya. Salah satu ras anjing yang diminati sebagai hewan kesayangan adalah Golden Retriever. Penyakit yang paling mematikan bagi ras ini adalah tumor ganas atau kanker. Tumor atau neoplasma merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol serta bersifat merugikan bagi penderitanya. Tumor merupakan penyakit yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya karena pertumbuhannya yang terus-menerus dan bersaing dengan sel normal dalam memperoleh nutrisi sehingga lambat laun jaringan normal akan mengalami kematian. Leiomiosarkoma merupakan tumor ganas yang berasal dari otot polos. Tumor jenis ini merupakan tumor yang paling sering ditemukan pada anjing. Penentuan derajat keganasan tumor sangat penting karena berguna untuk perencanaan pengobatan dan petunjuk prognosis. Penentuan derajat keganasan tumor dapat dilakukan secara makroskopis (staging) maupun mikroskopis (grading). Derajat keganasan tumor secara makroskopis tergantung pada ukuran tumor primer, keterlibatan kelenjar getah bening, dan penyebaran tumor pada tubuh penderita. Grade suatu tumor ditentukan oleh derajat diferensiasi dan indeks mitotik sel tumor. Pada beberapa jenis tumor terutama tumor jenis sarkoma, grade pada tumor sangat berhubungan dengan kemampuannya bermetastasis. Oleh sebab itu, grade pada tumor disebut juga potensial metastatik. Potensial metastatik adalah kemungkinan suatu tumor berkembang menjadi tumor yang ganas serta menyebar ke berbagai organ dan dapat ditentukan dengan menghitung indeks mitotik pada sel tumor. Tinggi rendahnya indeks mitotik merupakan indikator penting yang menentukan keganasan suatu kejadian tumor (Francken et al. 2003).
2
Tujuan Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi indeks mitotik pada sel tumor leiomiosarkoma pada anjing Golden Retriever yang ditemukan pada organ hati, paru-paru, jantung, ginjal dan m. intercostalis sebagai indikator dari potensial metastatik.
TINJAUAN PUSTAKA Tumor Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan sel yang berproliferasi tanpa terkontrol, memiliki kecenderungan untuk mengganggu sel yang normal, tidak memiliki struktur yang teratur, dan tidak memiliki fungsi (Smith & Jones 1961). Pertumbuhan tumor akan menimbulkan beberapa efek pada penderita. Massa tumor yang tumbuh akan menyebabkan penekanan pada jaringan di sekitarnya, seperti pembuluh darah, saluran viseral, dan syaraf. Penekanan pada pembuluh darah dan saluran viseral akan menyebabkan penyumbatan yang berlanjut dengan edema, iskhemia dan nekrosa. Penekanan pada syaraf akan mengakibatkan rasa sakit pada penderita. Pada umumnya, penderita tumor ganas mengalami kaheksia, kelemahan, dan anemia. Hal tersebut disebabkan oleh persaingan antara sel normal dengan sel tumor dalam mendapatkan suplai darah dan nutrisi (Tjarta 2002). Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya tumor adalah imunosupresi, keturunan, kelainan genetik, defek kongenital, terkena penyakit infeksi yang menginduksi terjadinya tumor, dan ma kanan yang mengandung zat karsinogenik (Sax 1981). Karsinogenesis Agen penyebab tumor disebut karsinogen. Menurut Underwood (1992), karsinogen dapat dikelompokkan menjadi karsinogen kimia (vinyl klorida, obatobatan kemoterapi), virus onkogenik (hepatitis B, virus papilloma), radiasi (ultraviolet, x ray), dan agen biologis (aflatoxin, hormon, parasit). Tahap-tahap pembentukan tumor (karsinogenesis) adalah inisiasi, promosi, dan progresi.
4
KARSINOGENESIS Detoksifikasi
Karsinogen Ekskresi
Metabolisme
Metabolit
INISIASI
Perbaikan ADN
Sel normal Berikatan dengan ADN Apoptosis Kerusakan ADN permanen
PROMOSI Proliferasi sel
Mutasi tambahan, Proliferasi sel
PROGRESI
Tumor ganas
Gambar 1 Diagram alir karsinogenesis (Diadaptasi dari Tjarta 2002)
Seperti pada Gambar 1, tahap inisiasi dimulai dari paparan karsinogen terhadap sel normal sehingga berubah menjadi sel dengan kerusakan Asam Deoksiribonukleat (ADN) permanen. Promosi adalah tahap proliferasi sel yang berlebihan. Sel-sel tumor yang tumbuh memiliki ketidakstabilan genetik sehingga mudah untuk mengalami mutasi tambahan yang menyebabkan heterogenitas tumor. Hal tersebut dinamakan progresi. Klasifikasi Tumor Menurut sifat pertumbuhannya, tumor terbagi atas dua macam, yaitu tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant). Perbedaan antara tumor jinak dan tumor ganas disajikan pada Tabel 1.
5
Tabel 1 Perbedaan sifat antara tumor jinak dan tumor ganas Karakteristik
Tumor jinak
Tumor ganas
Metastasis
Tidak ada
Biasanya ada
Sifat pertumbuhan
Ekspansif
Infiltratif
Laju pertumbuhan
Lambat
Cepat
Diferensiasi sel
Baik
Buruk
Batasan dengan jaringan
Jelas
Tidak jelas
sekitar Sumber: Spector & Spector (1993)
Tidak semua tumor ganas dapat membentuk metastasis, namun semua tumor yang membentuk metastasis adalah tumor yang ganas (Dunstan 1998). Tumor jinak memiliki sifat pertumbuhan yang ekspansif, yaitu mendesak jaringan sehat di sekitarnya dan memiliki kapsula yang membatasi antara jaringan tumor dengan jaringan yang sehat. Sebaliknya, tumor ganas memiliki pertumbuhan yang infiltratif, yaitu tumbuh bercabang-cabang ke dalam jaringan sehat di sekitarnya menyerupai jari-jari kepiting sehingga seringkali disebut kanker (cancer). Tumor jinak akan memiliki morfologi sel yang mirip dengan jaringan asalnya. Tumor ganas memiliki laju pertumbuhan yang cepat sehingga ukuran massa tumor cepat membesar dan apabila dilihat secara mikroskopis banyak ditemukan figur mitotik (Spector & Spector 1993). Tatanama pada tumor disusun berdasarkan asal jaringan serta keganasan tumor tersebut. Jaringan asal tumor terbagi atas jaringan mesenkim dan jaringan epitel. Jaringan mesenkim meliputi jaringan ikat, otot bergaris melintang, otot polos, sel-sel darah, sel endotel, meningen, synovium, dan mesothelium. Jaringan epitel termasuk epitel pada kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, saluran reproduksi, kelenjar, dan sel yang berasal dari neuroektoderm seperti melanosit. Tumor yang berasal dari jaringan mesenkim diberi akhiran – oma apabila jinak, dan –sarkoma apabila ganas. Tumor jinak yang berasal dari jaringan epitel diberi akhiran –papiloma, sedangkan akhiran -karsinoma diberikan apabila tumor tersebut ganas. Tumor yang terdapat pada kelenjar diberi akhiran – adenoma jika jinak dan –adenokarsinoma jika ganas (Cullen et al. 2002).
6 Proses Penyebaran Tumor Spector dan Spector (1993) menjelaskan bahwa tumor dapat bermetastasis dengan tiga cara, yaitu melalui pembuluh limfatik, pembuluh darah, dan transplantasi langsung (transcoelomic). Tiga faktor penting yang menentukan kecenderungan penyebaran sekunder tumor adalah sifat sel tumor itu sendiri, daya tahan hospes, dan kerentanan organ terhadap sel tumor. Penyebaran tumor melalui pembuluh limfatik disebut juga penyebaran limfogen. Pembuluh limfatik memiliki membrana basalis yang tipis sehingga mudah untuk ditembus oleh sel tumor (Cullen et al. 2002). Sel tumor yang telah menembus pembuluh limfe diangkut oleh cairan getah bening sebagai embolus, kemudian sel tumor tersebut akan tersangkut pada kelenjar getah bening regional. Biasanya, tumor yang menyebar melalui pembuluh limfatik adalah tumor jenis karsinoma (Tjarta 2002). Tumor jenis sarkoma biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena sel-sel tersebut biasanya memiliki laju proliferasi sel yang tinggi dan memiliki adhesi yang rendah satu sama lain. Mula-mula, tumor primer akan menyebar melalui vena cava atau vena porta. Sel tumor akan terperangkap dalam pembuluh kapiler pertama yang dilaluinya. Filter kapiler pertama pada drainase vena cava adalah paru-paru, sedangkan hati adalah daerah mikrovaskuler pertama yang menerima darah dari vena porta. Dari daerah tersebut, tumor dapat menyebar ke pembuluh darah lainnya (Cullen et al. 2002). Penyebaran sel tumor melalui transplantasi langsung biasanya terjadi pada tumor yang terletak pada rongga serosa seperti rongga perut dan rongga pleura. Contohnya pada tumor ganas lambung, sel-selnya akan menembus serosa. Gaya berat akan menyebabkan sel tumor jatuh ke dalam rongga pelvis, kemudian sel tumor akan menempel pada serosa ovarium atau rektum dan membentuk metastasis (Tjarta 2002). Derajat Keganasan Tumor Menurut Tjarta (2002), derajat keganasan tumor dapat ditentukan dengan dua cara yaitu secara makroskopis (staging) dan mikroskopis (grading). Penentuan derajat keganasan tumor secara makroskopis yang umum digunakan adalah berdasarkan sistem Tumor-Nodus-Metastasis (TNM). T menunjukkan
7
ukuran dari tumor primer, N adalah keterlibatan kelenjar getah bening, dan M berarti metastasis. Cullen et al. (2002) menjelaskan bahwa sistem TNM pada hewan digunakan berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO). Tabel 2 Penentuan derajat keganasan tumor pada hewan berdasarkan sistem TNM Faktor
Keterangan
To
Tidak ada tumor
T1
Tumor berdiameter < 1 cm, tidak invasif.
T2
Tumor berdiameter 1-3 cm, invasi secara lokal.
T3
Tumor memiliki diameter > 3cm dan menginvasi jaringan sekitarnya.
No
Limfonodus regional membesar.
N1
Limfonodus pada jaringan sekitar membesar.
N2
Limfonodus yang terlibat berada di luar daerah tumor primer
Mo
Tidak ada metastasis
M1
Ada metastasis di dekat tumor primer
M2
Metastasis ke tempat yang jauh
Sumber: Cullen et al. (2002)
Tumor primer diklasifikasikan menjadi T1 hingga T4, sesuai peningkatan ukurannya. Ketika tidak ada limfonodus yang terlibat, maka dinyatakan sebagai No. Keterlibatan limfonodus yang progresif dilaporkan sebagai N1 sampai N2. Adanya metastasis dilaporkan dengan skala M1 atau M2. Apabila tidak terdapat metastasis, maka dilaporkan sebagai Mo. Penentuan derajat keganasan tumor secara mikroskopis dinamakan grading. Pada tumor jenis sarkoma, grade
tumor sangat berhubungan dengan
kemampuannya bermetastasis, sehingga grade tumor jenis ini disebut juga
8
potensial metastatik. Setiap tumor terdiri atas subklonal sel tumor yang memiliki potensial metastatik yang berbeda (Tjarta 2002). Potensial metastatik dapat ditentukan melalui pengukuran laju proliferasi sel. Salah satu cara untuk mengetahui laju proliferasi sel adalah dengan menghitung indeks mitotik. Indeks mitotik pada sel tumor tergantung dari karakteristik sel tumor itu sendiri, seperti panjang siklus sel, daya tahan sel, dan lama hidup sel. Indeks mitotik pada umumnya ditentukan menggunakan metode penghitungan figur mitotik pada perbesaran objektif 10 atau 40x dan menetapkan rataan hitungnya (Cullen et al. 2002). Pewarnaan untuk penghitungan figur mitotik dapat menggunakan Hematoksilin Eosin atau imunohistokimia seperti PCNA (Proliferating Cell Nuclear Antigen) dan Ki-67 (Handharyani et al. 1999). Menurut Romansik et al. (2007), indeks mitotik merupakan perbandingan antara jumlah sel yang sedang melakukan pembelahan dan jumlah sel secara keseluruhan. Francken et al. (2003) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya indeks mitotik merupakan indikator penting yang menentukan keganasan suatu kejadian tumor dan berguna untuk menentukan prognosa terhadap pasien. Penentuan indeks mitotik suatu tumor juga bermanfaat untuk pengobatan karena sel-sel yang sedang melakukan pembelahan sangat sensitif terhadap obat-obatan antitumor dan penyinaran (Kintzios 2004). Pendekatan Diagnosis Tumor pada Hewan Pendekatan diagnosis tumor dapat diperoleh melalui pemeriksaan klinis maupun laboratoris. Beberapa gambaran klinis yang menunjukkan kecurigaan diagnosis tumor ganas adalah badan lemah, anoreksi, dan berat badan turun. Anamnese merupakan langkah awal penentuan diagnosis, hal ini meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita, jenis makanan yang diberikan, serta paparan bahan kimia pada hewan. Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik, radiologik, dan endoskopi. Pemeriksaan laboratoris dilakukan dengan pemeriksaan preparat dengan bahan yang diperoleh dari biopsi untuk menentukan jenis dan sifat keganasan tumor. Pengujian biokimia tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa tumor, namun dapat membantu dalam ketepatan pengobatan (Tjarta 2002).
9
Pengobatan Tumor pada Hewan Menurut Martin (1989), pengobatan tumor pada hewan kecil biasanya dilakukan dengan pembedahan yang dikombinasikan dengan kemoterapi. Obatobatan kemoterapi diantaranya adalah: •
Antimetabolit. Obat ini mengganggu sintesis DNA sel.
•
Pengalkilasi. Sifatnya radiomimetik dan menyerang tahap sintesis DNA saat interfase. Contohnya adalah nitrogen mustard.
•
Hormon, khususnya untuk tumor yang pertumbuhannya disebabkan oleh faktor hormonal seperti tumor pada prostat atau pada payudara.
•
Antibiotik antitumor, contohnya Doxorubicin. Radioterapi jarang dilakukan pada hewan karena harganya mahal. Selain itu,
tumor yang bermetastasis secara luas tidak efektif jika diberikan terapi jenis ini (Thornburg 2000). Leiomiosarkoma Leiomiosarkoma merupakan tumor ganas yang berasal dari otot polos. Tumor primer dari jenis ini biasanya dapat ditemukan pada uterus, hati, limpa, sekum, usus halus, lambung, vesika urinaria, serta jaringan lunak lainnya pada hewan domestik (Wang et al. 2005). Menurut Cullen et al.(2002), leiomiosarkoma merupakan kasus tumor yang paling sering terjadi pada anjing, terutama yang berumur di atas 6 tahun.
Secara makroskopis, massa tumor berwarna putih
kekuningan sampai merah muda, memiliki konsistensi kenyal, dan tidak berkapsul. Tumor jenis ini biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena memiliki ikatan antar sel yang lemah. Proses metastasis melalui pembuluh darah dibagi atas beberapa tahap, yaitu invasi matriks ekstraseluler, penyebaran vaskuler, ekstravasasi sel tumor, serta pertumbuhan dan perkembangan sel tumor yang menetap pada suatu bagian tubuh. Matriks ekstraseluler pada tubuh hewan terdiri dari membrana basalis dan jaringan ikat interstisial. Mula-mula sel tumor melepaskan diri dari tumor primer, kemudian, sel tumor akan melekat pada membrana basalis dan atau jaringan ikat interstisial. Untuk menghancurkan membrana basalis dan jaringan ikat interstisial, sel tumor akan mensekresikan enzim proteolitik, kemudian sel tumor akan masuk ke dalam aliran darah yang
10
bersirkulasi. Sel tumor cenderung berkelompok di dalam aliran darah, baik dengan sel tumor yang lain maupun dengan platelet untuk menghindari sistem kekebalan tubuh penderita. Ekstravasasi akan dimulai dengan perlekatan sel tumor dengan sel endotel yang diikuti dengan penembusan membrana basalis sel endotel dan jaringan ikat interstisial, sama dengan proses invasi. Tempat sel membentuk tumor sekunder dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah organ tempat tumbuhnya tumor primer dan drainase vaskuler pada organ tersebut, molekul adhesi pada sel tumor, serta reseptor pada endotel pembuluh darah (Tjarta 2002).
Gambar 2 Proses metastasis melalui pembuluh darah (Anonim 2007b) Mitosis Mitosis adalah pembelahan suatu sel menjadi dua buah sel yang identik dan terjadi pada sel-sel somatik. Kesalahan pada proses mitosis dapat berbahaya bagi makhluk hidup karena berpotensi menyebabkan kecacatan apabila terjadi pada saat pembelahan zigot, serta kelainan ataupun mutasi genetik yang dapat mengarah pada tumor. Mitosis adalah pembelahan sel yang menghasilkan susunan kromosom sel anak tetap sama dengan induknya. Mitosis terbagi atas tahap persiapan (interfase) dan tahap pembelahan (Yatim 1991). Tahap persiapan sel membutuhkan waktu sekitar 23 jam, terdiri atas tahap G1, S, dan G2. Pada tahap G1 terjadi sintesa Asam Ribonukleat (ARN) dan protein. Tahap S meliputi replikasi ADN yang akan membentuk sepasang
11
kromatin anak yang memiliki rangkap dua untuk persiapan pembelahan inti, sedangkan tahap G 2 merupakan persiapan pembelahan sitoplasma.
Gambar 3 Siklus sel (Anonim 2007c)
Tahap pembelahan sel atau mitosis hanya memerlukan waktu 30 menit sampai dengan 1 jam yang terdiri atas kariokinesis dan sitokinesis. Kariokinesis adalah tahap pembentukan inti sel dan substansinya, sedangkan sitokinesis adalah pembentukan sitoplasma untuk sel yang baru. Kariokinesis terdiri atas profase, metafase, anafase, dan telofase (Hopson & Wessells 1990). Pada saat tahap persiapan, kromatin inti telah memiliki rangkap dua. Memasuki tahap profase, pilinan ADN pasangan kromatin inti akan memadat dan menjadi bentuk yang lebih pendek dan tebal yang disebut kromosom. Kromosom yang memiliki rangkap dua disebut kromatid. Nukleolus membesar, kemudian pecah. Sentrosom merenggang dan pergi ke kutub yang bersebrangan, kemudian membentuk serat mikrotubul dan mikrofilamen yang disebut gelendong. Kromosom menggantung pada sentromernya melalui serat mikrotubul gelendong. Pada sel hewan yang sedang membelah, di sekeliling sentrosom juga ada mikrotubul dan mikrofilamen pendek yang bersusun radial sehingga tampak seperti bintang. Oleh karena itu, sel hewan yang sedang membelah disebut bintang kutub. Pada tahap metafase, kromosom bergerak ke suatu bidang khayal yang membagi badan sel menjadi dua bagian yang sama besar. Bidang khayal
12
tersebut dinamakan ekuator. Sentromer dari tiap kromosom membelah menjadi dua bagian pada tahap anafase, kemudian kromatid dari kromosom yang sama berpisah dan pergi ke kutub yang bersebrangan. Kemudian, tahap pembelahan sel memasuki telofase. Kromosom mengalami pelonggaran pilinan ADN sehingga bentuknya kembali menjadi panjang dan halus. Serat gelendong menghilang, disusul oleh terbentuknya selaput inti di sekeliling kromosom. Sitokinesis adalah pembentukan sitoplasma untuk inti yang baru. Bahan-bahan yang digunakan pada tahap ini adalah bahan-bahan yang disintesis pada tahapan G1 dan G2 (Yatim 1991).
Gambar 4 Proses pembelahan sel (Anonim 2007c)
Pada sel tumor, kontrol mitosis berkurang atau hilang sama sekali. Lama siklus sel pada sel tumor pada umumnya sama dengan sel normal, namun proporsi sel yang aktif melakukan pembelahan lebih tinggi daripada sel normal dengan jenis yang sama. Selain itu, jarak antar siklus sel tumor biasanya lebih pendek daripada sel normal sehingga laju proliferasi selnya lebih tinggi. Sel tumor juga biasanya memiliki umur yang lebih panjang daripada sel normal, sehingga sel tumor terakumulasi dan menyebabkan massa tumor semakin besar (Hopson & Wessels 1990).
13
Anjing Anjing merupakan hewan peliharaan yang memiliki hubungan paling dekat dengan manusia. Kedekatan hubungan ini disebabkan oleh sifatnya yang setia dan tingkat kecerdasannya yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan hewan yang lain sehingga dapat dilatih untuk membantu manusia (Prajanto & Andoko 2004). Klasifikasi Anjing Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Canidae
Genus
: Canis
Spesies
: Canis lupus
Subspesies
: Canis lupus familiaris
(Linnaeus 1758 dalam Anonim 2007d) Anjing Golden Retriever Anjing Golden Retriever merupakan campuran Tweed Water Spaniel yang sekarang telah punah dan Yellow Retriever. Anjing jenis ini mudah dikenali karena warna krem hingga keemasan pada rambutnya. Golden Retriever memiliki rambut tebal yang lurus atau bergelombang dan tahan air. Pada awalnya, ras ini dibiakkan untuk teman berburu burung atau unggas liar lainnya. Ketika buruan tertembak dan jatuh, anjing ini akan mengambil dan menyerahkannya kepada tuannya secara utuh. Kemampuan inilah yang menyebabkan ras ini disebut Retriever. Golden Retriever jantan memiliki tinggi badan sekitar 23 – 24 inci dan berat badan sekitar 29.5 – 34 kg, sedangkan betina memiliki tinggi badan sekitar 21.5 – 22.5 inci dan berat badan sekitar 25 – 29.5 kg (Larkin & Stockman 2001). Golden Retriever digolongkan ke dalam anjing pemburu oleh Federation Cynologique Internationale (FCI) Brussel, dan sebagai anjing sport oleh American Kennel Club (AKC). Anjing ini memiliki stamina, daya tahan, dan kekuatan yang tinggi sehingga biasa dijadikan kawan pemburu, khusus untuk
14
menangkap burung. Anjing jenis ini tidak cocok dijadikan sebagai anjing penjaga (Untung 1991). Golden Retriever termasuk ras yang sangat populer karena sifatnya yang bersahabat dan jinak sehingga aman sebagai tema n bermain anak-anak Selain itu, Golden Retriever juga mudah bergaul dengan manusia maupun hewan lain di sekitarnya. Sifat-sifat tersebut menjadikan Golden Retriever banyak dipilih sebagai anjing peliharaan kesayangan keluarga. Anjing jenis ini merupakan anjing yang dapat dilatih sehingga sering digunakan sebagai anjing penuntun bagi tuna netra, anjing pelacak, dan pencari jejak (Sayer 1994). Menurut Anonim 2007a, penyakit yang sering terjadi pada ras ini diantaranya adalah: •
Kanker,
yang
paling
sering
terjadi
adalah
hemangiosarkoma,
limfosarkoma, dan osteosarkoma. •
Hip displasia.
•
Penyakit jantung, khususnya cardiomyopathy dan stenosis katup jantung.
•
Penyakit pada persendian, terutama luxatio pattela.
•
Hemofilia
Gambar 5 Anjing Golden Retriever (Anonim 2007a)
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Studi kasus ini dilakukan pada bulan Agustus 2006 sampai dengan Juni 2007 di Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Sampel Organ Bahan yang diperiksa berasal dari satu ekor anjing ras Golden Retriever betina berumur 3,5 tahun. Atas usulan dari pemilik hewan dan dengan pertimbangan dokter hewan, dilakukan tindakan euthanasia karena kondisi hewan semakin buruk. Hasil pemeriksaan fisik sebelumnya menunjukkan bahwa anjing tersebut memiliki keadaan umum kurus, turgor buruk, anus kotor, mukosa anemis, dan terdapat massa yang dapat diraba di antara tulang rusuk. Hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan kebengkakan hati, apex jantung tumpul, dan ditemukan massa pada paru-paru. Bahan dan Alat Alat-alat yang digunakan adalah gelas objek, rak gelas objek, gelas penutup, cetakan blok parafin, pinset, tissue processor, mikrotom, inkubator, mikroskop cahaya, dan fotomikroskop. Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan buffer formalin 10%, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut), xilol, litium karbonat, pewarna Hematoksilin Mayer, pewarna Eosin, paraffin histoplast, dan Canada Balsem. Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam studi kasus ini adalah teknik patologi anatomi yaitu dengan melakukan nekropsi pada kadaver hewan yang dilanjutkan dengan teknik histopatologi, yaitu dengan cara membuat preparat histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE).
16
a. Nekropsi Hewan Tatacara
nekropsi
dilakukan
pada
hewan,
kemudian
dilanjutkan
pemeriksaan pada organ-organ tubuh hewan. Pada rongga perut terjadi ascites. Pada subkutan ditemukan massa tumor multinodular dengan warna putih dan konsistensi firm dengan lokasi menempel pada pertengahan rusuk ke-3 sampai rusuk ke-13 di sebelah kanan. Pada hati ditemukan massa tumor pada lobus lateralis dextra dengan ukuran 17x15x12 cm, multinodular, putih, konsistensi firm dengan nekrosis dan daerah-daerah yang mengalami pendarahan, sebagian besar jaringan hati digantikan oleh massa tumor. Limpa mengalami kongesti. Pada ginjal ditemukan lesio metastatik bilateral. Pada paru-paru ditemukan metastasis pada lobus diafragmatika sinistra dengan ukuran 9x9x9 cm, sedangkan pada lobus lain ditemukan sekitar 100 nodul kecil. Pada jantung ditemukan dilatasi ventrikel bilateral, degenerasi serabut otot jantung, massa tumor multinodular ditemukan pada septa antar ventrikel dan nodul-nodul kecil pada valvula bikuspidalis dan trikuspidalis. Saluran pencernaan anemis, sepanjang usus mengalami peradangan kattharalis dan pendarahan. b. Pembuatan Preparat Histopatologi Pembuatan preparat histopatologi dibuat dengan tahapan fiksasi jaringan, penipisan jaringan, dehidrasi, penjernihan (clearing), pencetakan (embedding), pengirisan (sectioning), pewarnaan (staining), dan penutupan jaringan dengan gelas penutup (mounting). Dehidrasi adalah suatu proses penarikan air dari jaringan dan mencegah terjadinya pengerutan sampel yang diuji. Sampel jaringan didehidrasi dalam alkohol bertingkat (alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I dan II), xilol (I dan II), dan parafin (I dan II) dengan menggunakan tissue processor. Proses ini dilakukan pada masing-masing cairan selama 2 jam. Penjernihan yaitu proses pengangkatan sisa-sisa alkohol pada jaringan agar parafin dapat berpeneterasi dengan baik ke dalam jaringan. Zat yang digunakan dalam proses ini adalah xilol. Pencetakan adalah suatu proses pembuatan blok parafin. Proses ini dikerjakan di dekat sumber panas dengan alat-alat yang telah dihangatkan terlebih dahulu untuk mencegah pembekuan parafin sebelum proses selesai. Zat yang
17 digunakan adalah paraffin histoplast yang memiliki titik cair 56o-57oC. Irisan sampel jaringan direndam dalam parafin cair selama 2 jam. Cetakan diisi dengan parafin cair, kemudian jaringan diletakkan di dalamnya dengan menggunakan pinset. Blok parafin yang sudah setengah beku diberi label untuk memudahkan identifikasi jaringan. Tahap selanjutnya adalah pendinginan blok parafin pada suhu 4-5oC, setelah itu blok parafin dilepaskan dari cetakannya. Blok parafin siap untuk dipotong menggunakan mikrotom. Pengirisan adalah tahap pemotongan jaringan menggunakan alat mikrotom. yang terdiri dari tahap pemotongan kasar dan tahap pemotongan halus. Kemudian, potongan jaringan ditempatkan pada gelas objek dan dimasukkan ke inkubator dengan suhu 37º C selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna. Preparat ini diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Pertamatama, preparat dideparafinisasi dengan dicelupkan secara bertahap ke dalam larutan xilol I dan xilol II masing-masing selama 2 menit. Preparat dicelupkan ke dalam alkohol absolut selama 2 menit, kemudian dicelupkan ke dalam alkohol 95%, 90%, dan 80% masing-masing selama 1 menit. Setelah itu preparat dicuci dengan air mengalir selama 1 menit. Pewarnaan Hematoksilin Mayer dilakukan dengan merendam preparat di dalam larutan Hematoksilin Mayer selama 8 menit, kemudian dicuci pada air yang mengalir selama 30 detik. Setelah itu, preparat dicelupkan ke dalam litium karbonat selama 30 detik dan dicuci kembali dengan air yang mengalir selama 2 menit. Untuk pewarnaan Eosin, preparat direndam di dalam larutan Eosin selama dua hingga tiga menit, kemudian dicuci dengan air yang mengalir selama 30 detik. Proses berikutnya, preparat dicelupkan masingmasing sebanyak 10 celupan ke dalam alkohol 95% dan alkohol absolut (I dan II). Kemudian, dilakukan perendaman secara bertahap dalam alkohol absolut dan xilol I, masing-masing selama 1 menit, kemudian xilol II selama 2 menit. Penutupan jaringan dilakukan dengan cara menempatkan gelas objek pada kertas tisu pada tempat yang datar, kemudian ditetesi dengan bahan perekat, yaitu Canada Balsem yang telah diencerkan dengan xilol. Setelah itu, jaringan ditutup dengan gelas penutup secara hati-hati untuk mencegah terbentuknya gelembung udara.
18 c. Pengamatan Preparat Histopatologi Pengamatan preparat histopatologi dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif 4x dan 10x untuk mengetahui letak tumor pada jaringan, kemudian pada perbesaran 40x dilakukan penghitungan figur mitotik sel tumor pada 20 lapang pandang yang dipilih secara acak. d. Analisis Statistik Indeks mitotik ditentukan dengan menentukan rataan hitung dari figur mitotik pada masing-masing organ. Kemudian, standar deviasi ditentukan dengan rumus: S² = ? (xi -µ )² n-1
Keterangan S : Standar deviasi
µ: Indeks mitotik
xi: Jumlah figur mitotik pada satu
n: Jumlah lapang pandang
lapang pandang pada suatu organ Sumber: Sudjana (2001)
Untuk membandingkan laju proliferasi sel tumor, dilakukan analisa sidik ragam ANOVA dengan hipotesis sebagai berikut :
Ho: µ hati = µ paru-paru= µ jantung = µ m.intercostalis= µ ginjal H1: µ pada organ hati, paru-paru, jantung, m.intercostalis dan ginjal tidak seluruhnya sama
Keterangan: µ: indeks mitotik
19
Dari hasil analisa sidik ragam ANOVA, didapatkan hasil bahwa jumlah indeks mitotik pada organ hati, paru-paru, jantung, ginjal dan m. intercostalis tidak seluruhnya sama (P<0,05). Oleh karena itu, untuk membandingkan indeks mitotik pada masing-masing organ, uji statistik ini dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tumor jenis leiomiosarkoma biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena memiliki ikatan antar sel yang lemah. Pertumbuhan sel tumor pada suatu organ dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah pada organ tersebut, ketebalan dinding pembuluh darah, dan derajat kesesuaian antara molekul adhesi pada permukaan sel tumor dan reseptor pada permukaan endotel pembuluh darah (Cheville 1994). Sel tumor akan lebih mudah untuk bermetastasis pada organ dengan pembuluh darah yang tipis dengan ukuran kecil serta aliran darah yang lambat sehingga memungkinkan sel tumor menempel pada endotel pembuluh darah. Organ anjing yang terkena tumor adalah hati, paru-paru, jantung, ginjal, dan m. intercostalis. Sebagian besar jaringan hati digantikan oleh massa tumor sehingga terdapat penurunan fungsi hati. Gangguan sintesis protein menyebabkan rendahnya kadar protein dalam darah (hipoproteinemia) sehingga daya ikat air oleh protein plasma menurun dan cairan plasma merembes ke dalam ruang interstisium. Selain itu, massa tumor menyebabkan aliran darah portal terhambat dan menyebabkan kongesti dan edema. Kedua hal tersebut menyebabkan terkumpulnya cairan pada rongga perut yang disebut ascites. Perubahan patologi anatomis pada organ anjing yang terkena tumor disajikan pada Tabel 3.
A
B
Gambar 6 Hati: Massa tumor pada hati (A); Paru-paru: Massa tumor pada paru-paru (B) Bar = 2cm
21
Tabel 3 Perubahan patologi anatomis organ anjing yang terkena tumor leiomiosarkoma Lokasi
Perubahan patologi anatomis
Hati
Ditemukan massa tumor berukuran 17x15x12 cm pada lobus
lateralis
dextra
dengan
konsistensi
firm,
multinodular, berwarna putih dengan nekrosis dan daerahdaerah yang mengalami pendarahan. Sebagian besar jaringan hati digantikan oleh massa tumor. Paru-paru
Massa tumor terbesar ditemukan pada lobus diafragmatika sinistra dengan ukuran 9x9x9 cm. Pada lobus lain ditemukan sekitar seratus nodul kecil.
Jantung
Ditemukan
massa
tumor
multinodular
pada
septa
antarventrikel dengan ukuran 3 cm dan nodul-nodul kecil pada valvula bikuspidalis dan trikuspidalis. M. intercostalis
Massa
tumor
multinodular
berwarna
putih
dengan
konsistensi firm ditemukan menempel pada pertengahan rusuk ke-3 sampai rusuk ke-13 dengan diameter terbesar 3 cm. Ginjal
Massa tumor multinodular ditemukan pada ginjal kiri. Massa terbesar berdiameter 5 cm menyebabkan perluasan pyelum. Pada ginjal kanan ditemukan massa tumor sebanyak 3 buah dengan diameter 0,5 cm. Pada bagian anteriornya terbentuk massa berwarna kemerahan.
Sumber: Laboratorium Patologi FKH IPB
22
Gambar 7 Gambaran histopatologis sel tumor leiomiosarkoma pada paru-paru disertai figur mitotik (ß). Pewarnaan HE, perbesaran objektif 40x. Bar = 40µm Hasil evaluasi secara histopatologis menunjukkan bahwa sel tumor berbentuk lonjong seperti cerutu, memiliki inti di tengah, ukuran inti dan sitoplasmanya berbeda-beda (pleomorfik). Sitoplasmanya berwarna kemerahan dan inti selnya berwarna ungu dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Susunan selnya teratur dan bergelombang (Gambar 7). Figur mitotik adalah sel dalam keadaan sedang membelah. Pada mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif 40x, figur mitotik memiliki ukuran sel yang lebih besar daripada sel tumor yang lain. Inti selnya juga lebih besar daripada inti sel tumor yang lain dan mengambil warna lebih gelap dengan bentuk seperti bintang. Beberapa inti terlihat sedang melakukan pembelahan.
23
Tabel 3 Indeks mitotik sel tumor pada organ anjing yang terkena tumor leiomiosarkoma Lokasi
Indeks mitotik sel tumor (sel / lapang pandang)
Hati
6.40 ± 1.729a
Paru-paru
5.10 ± 2.150b
Jantung
4.95 ± 2.481b
M. intercostalis
4.35 ± 1.310b
Ginjal
4.00 ± 1.309b
Keterangan: Indeks mitotik dengan huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan secara nyata.
Indeks mitotik merupakan perbandingan antara jumlah sel yang sedang melakukan pembelahan dengan jumlah sel secara keseluruhan dan digunaka n sebagai pengukuran terhadap laju proliferasi sel (Romansik et al. 2007). Nilai indeks mitotik suatu sel tergantung dari karakteristik sel itu sendiri, seperti panjang siklus sel, daya tahan sel, dan lama hidup sel. Tabel 3 memperlihatkan bahwa indeks mi totik sel tumor pada masing-masing organ yang terkena tumor memiliki nilai yang berbeda-beda. Tumor memiliki ketidakstabilan genetik sehingga mudah terjadi mutasi dan mengakibatkan heterogenitas karakteristik sel tumor yang tumbuh pada masing-masing organ (Cullen et al. 2002). Indeks mitotik sel tumor yang tertinggi (6.40 ± 1.729 sel/lapang pandang) terdapat pada organ hati dan berbeda secara nyata dengan tumor yang tumbuh pada paru-paru, jantung, m. intercostalis dan ginjal. Artinya, sel tumor pada hati memiliki laju proliferasi yang paling tinggi diantara organ yang lainnya. Menurut Delmann dan Brown (1992), hati merupakan organ yang mendapat suplai zat makanan langsung dari saluran pencernaan melalui vena porta. Maka, hati merupakan organ yang sangat rentan terhadap paparan zat-zat karsinogenik yang masuk melalui saluran pencernaan. Pada hati, terdapat pembuluh darah khusus yang disebut sinusoid. Sinusoid merupakan pembuluh darah kapiler yang tidak memiliki membrana basalis. Oleh karena itu, sel tumor dapat dengan mudah menembusnya. Secara makroskopis, massa tumor terbesar (17 x 15 x 12cm)
24
terletak pada hati. Tumor dengan ukuran makroskopis terbesar serta memiliki potensial metastatik tertinggi terdapat pada organ ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa tumor ini berasal dari organ hati. Indeks mitotik pada organ paru-paru, jantung, m. intercostalis, dan ginjal tidak berbeda nyata satu sama lain. Oleh sebab itu, laju proliferasi sel tumor pada organ-organ tersebut relatif sama. Tumor pada paru-paru yang memiliki ukuran makroskopis yang kedua terbesar setelah hati (9x9x9 cm). Paru-paru merupakan organ yang sangat potensial untuk menjadi tempat bermetastasis bagi sel tumor leiomiosarkoma yang menyebar melalui aliran darah karena paru-paru menerima darah dari seluruh vena sistemik. Hal tersebut memungkinkan sel tumor terbawa masuk ke dalam organ ini dalam jumlah besar. Selain itu, laju aliran darah pada paru-paru cukup lambat sehingga sel tumor dapat dengan mudah untuk menempel pada endotel pembuluh darah. Pembuluh darah di antara rongga alveolus dengan ukuran yang sangat kecil tidak terhitung jumlahnya sangat sesuai untuk menjadi tempat berkumpulnya sel-sel tumor. Menurut Tjarta (2002), penyebaran tumor melalui pembuluh darah arteri sangat sulit terjadi, kecuali apabila terdapat metastasis pada paru-paru. Oleh karena itu, apabila ditemukan massa tumor pada paru-paru maka kemungkinan besar metastatsis telah menyebar ke seluruh tubuh. Ginjal menerima darah arteri sebanyak 20% dari cardiac output (Cunningham 1997). Maka, ginjal berpotensi untuk menjadi tempat bermetastasis tumor yang tumbuh di paru-paru dan menyebar melalui pembuluh darah arteri. Pada ginjal terdapat jutaan glomerulus yang ukurannya sangat kecil serta strukturnya yang rumit sehingga memungkinkan sel tumor untuk menempel pada dindingnya. Pori-pori pada glomerulus memungkinkan sel tumor menyebar pada organ ini. Organ jantung sangat jarang menjadi tempat untuk bermetastasis karena pembuluh darah pada jantung memiliki dinding yang tebal dengan aliran darah yang deras sehingga sel tumor sulit untuk menempel pada pembuluh darah dan menembusnya. Pada kasus leiomiosarkoma kali ini ditemukan massa tumor yang menginfiltrasi otot jantung. Ukuran massa tumor yang terbesar berdiameter 3 cm dan tidak menyebar luas pada seluruh organ.
25
M. intercostalis merupakan otot pernapasan. Tumor tumbuh menginfiltrasi otot ini mulai dari rusuk ke-3 sampai rusuk ke-13. Massa tumor yang tumbuh pada otot ini terpalpasi ketika dilakukan pemeriksaan fisik. Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa walaupun memiliki indeks mitotik yang sama, ukuran makroskopis massa tumor yang terbentuk berbeda-beda. Perbedaan ukuran massa tumor dengan laju proliferasi sel yang sama dipengaruhi oleh perbedaan waktu kejadian tumor. Maka urutan kejadian tumor dapat diperkirakan yaitu tumor berasal dari hati, kemudian bermetastasis pada paruparu. Setelah itu, tumor menyebar ke ginjal, kemudian tumor tumbuh di otot rangka. Organ yang terakhir kali terkena tumor adalah jantung. Faktor lain yang dapat mempengaruhi perbedaan ukuran massa tumor adalah laju kematian sel tumor pada masing-masing organ memiliki nilai yang berbeda. Menurut Handharyani et al. (1999), indeks mitotik yang lebih dari 3 sel per lapang pandang, merupakan suatu indikator bahwa tumor tersebut adalah tumor yang ganas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tumor pada otot polos ini merupakan tumor ganas.
KESIMPULAN Kesimpulan Kajian leiomiosarkoma pada anjing yang yang dievaluasi merupakan tumor yang ganas karena memiliki indeks mitotik yang lebih dari 3 pada setiap lapang pandang. Tumor primer ditemukan pada organ hati karena memiliki ukuran makroskpis yang terbesar serta potensial metastatik yang tertinggi.
Saran Perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut untuk mengetahui potensial metastatik pada setiap kejadian awal tumor.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2007a. Golden Retriever. www.wikipedia.com/golden_retriever.htm.. [16 Juli 2007] [Anonim]. 2007b. Invasion and Metastasis. www.wikipedia.com/cancer.htm. [16 Juli 2007] [Anonim]. 2007c. Mitosis. www.wikipedia.com/mitosis.htm. [26 Agustus 2007] [Anonim]. 2007d. Anjing. www.wikipedia.org. [28 Agustus 2007] Cheville NF. 1994. Ultrastructural Pathology. Ed ke-1. Ames: Iowa State University Press. Cullen JM et al. 2002. An Overview of Cancer Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Didalam: Tumor in Domestic Animals. Ed ke-4. Iowa: Blackwell Publishing Company. Cunningham JG. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. Philadelphia: WB Saunders Company. Dellmann HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II. Hartono R, penerjemah ; Ed ke-3. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari : Textbook of Veterinary Histology. Dunstan RW. 1998. Tumor in the Skin and Soft Tissue. Di dalam: Aiello SP, editor. Merck Veterinary Manual. Ed ke-8. New Jersey: Merck&Co, Inc. Francken AB et al. 2003. The Prognostic Importance of Tumor Mitotic Rate Confirmed in 1317 Patients With Primary Cutaneous Melanoma and Long Follow-Up. www.annaljournal.com/v_11/htm. [16 Juli 2007] Goldschmidt MH. 1995. Breed Related Cancers. www.vet.unpenn.edu/schoolresources/communications/publications/bellw ether/43/canine.html. [29 Januari 2007] Handharyani et al. 1999. Canine Hemangiopericytoma : an Evaluation of Metastatic Potential. J Vet Diagn Invest 11:474-478. Hopson JL, Wessells NK. 1990. Essentials of Biology. New York: Mc.Graw-Hill Inc.
28
Kintzios SE. 2004. What do We Know about Cancer and It’s Therapy. Di dalam: Kintzios SE, Barberaki MG, editor. Plants that Fight Cancer. Boca Raton: CRC Press. Larkin P, Stockman M. 2001. The Ultimate Encyclopedia of Dogs: Dogs Breeds and Dogs Care. London: Southwater. Martin RJ. 1989. Small Animal Therapeutics. London: Wright. Messick et al. 2001. Abdominal Mass in Dog. Vet Clinical Pathol 30:25-27. Prajanto, Andoko A. 2004. Membuat Anjing Sehat dan Pintar. Jakarta: Agromedia Pustaka. Romansik EM et al. 2007. Mitotic Index Is Predictive for Survival for Canine Cutaneous Mast Cell Tumors. Vet Pathol 44:335–341. Sax I. 1981. Cancer Causing Chemicals. New York: Van Nostrand Reinhold. Sayer A. 1994. The Complete Dog. London: Multimedia Publications Ltd. Spector WG, Spector TD. 1993. Pengantar Patologi Umum. Soetjipto et al, penerjemah; Moelyono MP, editor. Yogyakarta : GM University Press. Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Ed ke-6. Bandung: Penerbit Tarsito. Smith HA, Jones TC. 1961. Veterinary Pathology. Philadelphia: Lea & Febiger. Thornburg L. 2000. Treatment of Cancer in Canine. www.caninecancer.net. [29 Januari 2007] Tjarta A. 2002. Neoplasia. Di dalam : Pringgoutomo S, Himawan S, Tjarta A, editor. Buku Ajar Patologi Umum. Ed ke-1. Jakarta : Sagung Seto. hlm171-238. Underwood JCE. 1992. General and Systematic Pathology. London: Churchill Livingstone Inc. Untung, O. 1994. Merawat dan Memelihara Anjing. Jakarta: Penebar Swadaya. Wang, FI et al. 2005. Ephiteloid leiomyosarcoma in the visceral peritoneum in American badger (Taxidea taxus). J Vet Diagn Invest 17:86-89. Yatim W. 1991. Biologi Modern: Biologi Sel.Bandung: Penerbit Tarsito.
29 Lampiran 1 Analisa Sidik Ragam ANOVA The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Model
4
67.7400000
16.9350000
Error
95
374.1000000
3.9378947
Corrected Total
99
441.8400000
4.30
0.0031
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.153313
40.00833
1.984413
4.960000
Source
DF
Organ
4
Source
DF
Organ
4
Pr > F
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
67.74000000
16.93500000
4.30
0.0031
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
67.74000000
16.93500000
4.30
0.0031
30 Lampiran 2 Rataan hitung dan standar deviasi The SAS System The GLM Procedure Level of perlakuan
N
respon Mean
Std Dev
M. intercostalis
20
4.35000000
1.30887658
Ginjal
20
4.00000000
2.05195670
Hati
20
6.40000000
1.72900945
Jantung
20
4.95000000
2.48098028
Paru
20
5.10000000
2.14966338
31 Lampiran 3. Uji Wilayah Berganda Duncan
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for mitotic index Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square
95 3.937895
Number of Means
2
3
4
5
Critical Range
1.246
1.311
1.354
1.386
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
6.4000
20
Hati
B
5.1000
20
Paru
4.9500
20
Jantung
4.3500
20
M. intercostalis
4.0000
20
Ginjal
B B B B B B