Studi Kasus Infestasi Caplak Boophilus microplus pada Sapi Potong di Kota Banjarbaru Sri Sulistyaningsih Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan E-mail:
[email protected] Abstrak Caplak sapi Boophilus microplus merupakan ektoparasit pengisap darah yang penting karena dapat menyebabkan anemia dan merupakan vektor dari babesiosis dan anaplasmosis serta luka akibat gigitan caplak mengundang kehadiran lalat Chrysomia (lalat hijau) untuk bertelur pada luka tersebut dan menyebabkan myasis. Jumlah sapi milik 45 orang peternak di 3 kecamatan kota Banjarbaru, Landasan Ulin, Guntung Payung dan Cempaka sebanyak 187 ekor, yang terinfestasi oleh caplak adalah sebanyak 89 ekor (48 %) dengan perincian pada 75 ekor sapi masing-masing ditemukan 1-5 ekor caplak sedangkan 7 ekor sapi cukup banyak caplaknya yaitu 1-2 ekor caplak per 4 cm2 di permukaan kulit gelambir atau di permukaan kulit diantara dua kaki belakang. Pengamatan terhadap kepadatan larva caplak B. microplus dilakukan pada pagi hingga menjelang siang hari dan menunjukkan hasil yang tinggi pada area yang terlindungi dari sinar matahari. Ratarata kepadatan larva caplak di peternakan tersebut adalah 36 larva caplak/m2 di sekitar kandang sampel. Kondisi lingkungan, suhu dan kelembapan di sekitar kandang merupakan faktor keberadaan caplak di kandang. Suhu yang teramati disekitar kandang adalah sebesar 27°C dan kelembaban sekitar 68 %. Kebanyakan para peternak melakukan pemungutan dan pemencetan caplak pada ternaknya, terutama apabila ternaknya dalam jumlah tidak banyak. Cara ini cukup efektif kalau jumlah sapinya sedikit dan harus disertai prosedur yang benar yaitu membunuh caplak dengan memasukkan dalam minyak tanah dan membakarnya, agar tidak terjadi peletakan telur dari caplak betina. Pengendalian paling aman adalah dengan menyemprot atau memandikan sapi dengan asuntol 0,1 % (minimal 4 kali berturut-turut sekali dalam satu minggu) atau penyuntikan dengan Ivomec (ivermectin) secara subcutan minimal 3 kali (sekali dalam 21 hari) secara berturut-turut. Pengendalian dengan obat-obatan paten cukup mahal dan pada kepemilikan sapi dalam jumlah banyak, hal ini sangat efektif. Kata kunci : Caplak Boophilus microplus, cara menanggulangi, peternakan sapi rakyat
Pendahuluan Permintaan daging sapi untuk konsumsi oleh masyarakat dari hari ke hari menunjukkan peningkatan, sehingga menumbuhkan perkembangan pada usaha ternak sapi. Permasalahan usaha ternak sapi saat ini yang dirasakan antara lain adalah ketersediaan bibit yang berkualitas, manajemen pemeliharaan dan permodalan yang tinggi. Manajemen pemeliharaan termasuk di dalamnya adalah gangguan hama dan penyakit diantaranya infestasi parasit. Parasit adalah organisme yang hidup menumpang pada tubuh organisme lain sehingga menimbulkan efek negatif pada organisme yang ditempatinya. Caplak sapi atau Boophilus microplus adalah ektoparasit pengisap darah sehingga menyebabkan anemia pada ternak tersebut. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya pada bagian luar tubuh atau permukaan tubuh inangnya (Hadi dan Soviana 2010). Selain mengisap darah B. microplus juga merupakan vektor berbagai penyakit parasit darah diantaranya penyakit Babesiosis (Babesia bovis dan B. bigemina), Anaplasmosis (Anaplasma marginale) serta Equinepiroplasmosis (Theileria equi) (Jongejan dan Uilenberg 2004). Disamping itu luka bekas gigitan caplak dapat mengundang kehadiran lalat hijau Chrysomia untuk bertelur pada luka tersebut sehingga menyebabkan belatungan (myasis). Pada kasus belatungan, infestasi larva lalat pada
1320
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
awalnya terjadi pada jaringan kulit yang luka, selanjutnya larva bergerak lebih dalam menuju ke jaringan otot sehingga luka melebar dan bau busuk menyengat. Kondisi tersebut menyebabkan tubuh ternak terganggu, demam disertai penurunan nafsu makan sehingga sangat merugikan peternak (Sukarsih et al., 1999; Gunandini 2006). Berdasarkan jumlah induk semang yang ditumpanginya caplak dapat digolongkan menjadi 3 yaitu, caplak berumah satu, dua dan tiga. Hal yang membedakan caplak caplak menjadi 3 golongan terletak pada proses terjadinya siklus hidup. Pada caplak berumah satu perubahan stadium larva menjadi nimfe dan nimfe menjadi dewasa berlangsung pada tubuh induk semang tanpa jatuh ke tanah. Pada caplak berumah dua, perubahan induk semang terjadi setelah perubahan bentuk nimfe menjadi dewasa. Sedangkan perubahan induk semang pada caplak berumah tiga terjadi setelah perubahan bentuk larva menjadi nimfe dan bentuk nimfe menjadi dewasa. B. microplus adalah caplak berumah satu karena sejak larva hingga dewasa menempel pada tubuh sapi. Seekor caplak betina dapat menghasilkan telur sebanyak 2.030 butir dan akan menetas menjadi larva, nimpa dan dewasa pada suhu sesuai, kelembaban dan curah hujan yang tinggi (Beriajaya, 1982). Selama stadium perkembangan setiap caplak mengisap darah sapi 0,5 ml dan apabila serangan caplak ekstrim misalnya populasi caplak pada sapi 6.000-10.000 ekor maka dapat membunuh sapi dewasa (Barnett, 1968). Di kota Banjarbaru cukup banyak peternakan rakyat yang memelihara sapi dari berbagai ras yang dipelihara secara intensif maupun semi intensif. Pada pemeliharaan intensif pada umumnya untuk sapi kereman tidak terlalu terlihat kasus gigitan caplak. Sapi-sapi yang dilepas umumnya anak sapi dan sebagian sapi betina, lebih besar kemungkinan terkena serangan caplak karena menyentuh tempat berkumpulnya larva caplak setelah menetas. Berdasrkan hal tersebut dilakukan pengkajian dengan tujuan : 1. 2.
Untuk mengetahui prevalensi caplak pada sapi yang pemeliharaannya digembalakan. Kepadatan larva caplak di lokasi kandang.
3.
Pengaruh musim terhadap tingginya infestasi caplak.
4. Cara peternak menanggulanginya apabila ternaknya diinfestasi caplak. Dari hasil studi kasus ini diharpkan dapat menjadi informasi penyuluhan dan langkah kebijaksanaan eradikasi caplak di lapangan. Metodologi Pengkajian ini merupakan studi kasus prevalensi caplak, kepadatan larva caplak dan pengaruh musim, serta studi cara peternak menanggulanginya. Kegiatan ini dilakukan di 3 kecamatan kota Banjarbaru yaitu Landasan Ulin, Guntung Payung dan Cempaka. Pengambilan peternak sebagai responden dilakukan secara acak tidak per desa, karena penyebaran peternak cukup luas. Jadwal kegiatan studi kasus ini adalah pada tanggal 3 – 22 Januari 2016. Pengambilan data prevalensi caplak pada 187sapi ekor sampel dilakukan langsung dengan melihat caplak yang menginfestasi sapi milik 45 orang peternak. Untuk mengetahui kepadatan larva B. microplus dilakukan dengan menyapukan kain ukuran 100 x 100 cm ke atas rumput/semak dan sela-sela kayu pada ± pukul 10 pagi dimana larva caplak sedang berada di ujung rumput sekitar kandang sampel. Data pengaruh musim dan cara peternak menanggulangi caplak didapat dengan wawancara dengan panduan kuesioner. Analisa data dari hasil pengamatan dan wawancara dilakukan dengan uji deskriptif (Bailey, 1989).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1321
Hasil dan Pembahasan Prevalensi Caplak Jumlah sapi milik 45 orang peternak di 3 kecamatan Landasan Ulin, Guntung Payung dan Cempaka sebanyak 187 ekor, yang terinfestasi oleh caplak adalah sebanyak 89 ekor (48 %) dengan perincian pada 75 ekor sapi masing-masing ditemukan 1-5 ekor caplak sedangkan 7 ekor sapi cukup banyak caplaknya yaitu 1-2 ekor caplak per 4 cm2 di permukaan kulit gelambir atau di permukaan kulit diantara dua kaki belakang (tabel 1). Tabel 1. Prevalensi infestasi caplak di 3 kecamatan kota Banjarbaru Kecamatan Landasan Ulin Guntung Payung Cempaka Jumlah
Jumlah Sapi (ekor) 78 66 43 187
Jumlah Sapi yang Diinfestasi Caplak (ekor) A B Total 31 3 34 29 2 31 22 2 24 82 7 89
Keterangan : A = 1-5 ekor caplak B = 1-2 ekor caplak per 4 cm 2
Kepadatan Larva Caplak Larva B. microplus yang baru menetas akan merayap ke ujung-ujung rumput dan akan menempel pada hewan yang melewatinya. Pengukuran kepadatan larva caplak kain ukuran 100 x 100 cm disapukan pada 5 area permukaan rumput sekitar kandang dan larva caplak terperangkap pada kain tersebut. Koleksi larva caplak B. microplus di kandang sampel seluas ± 5.000 m2 dilakukan pada ± pukul 10 pagi, yaitu pada waktu larva B. microplus banyak terdapat pada ujung-ujung rumput atau semak-semak. Koleksi dan pengukuran kepadatan larva dilakukan dibeberapa lokasi kandang dengan kriteria disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Kepadatan larva caplak B. microplus di lapangan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Keadaan Area Terkena panas matahari, agak jauh dari kandang Terkena panas matahari, dekat kandang Ternaungi atap kandang, teduh, dekat kandang Ternaungi atap kandang, teduh, agak jauh dari kandang Di kandang, sela-sela kayu pembatas Rata-rata kepadatan larva
Kepadatan Larva Caplak/m2 17 35 62 46 20 36
Rata-rata kepadatan larva caplak di peternakan tersebut adalah 36 larva caplak/m2. Area (3) merupakan area yang paling banyak terdapat larva caplak, hal tersebut berkaitan dengan kondisi lingkungan pada peternakan tersebut dengan kondisi area yang teduh tertutupi sebagian atap kandang. Wilkinson (1953) menyatakan bahwa larva berlindung dari sinar matahari langsung dan lebih banyak ditemukan pada pagi hari di ujung-ujung rerumputan. Selain kondisi lingkungan, suhu dan kelembapan di sekitar kandang juga merupakan faktor keberadaan caplak di kandang. Suhu yang teramati disekitar kandang adalah sebesar 27°C dan kelembaban sekitar 68 %. Umumnya caplak dapat hidup pada kelembaban 40 – 80 % dan suhu 19 – 40 % (Soulsby, 1982, Onofre et al. 2001).
1322
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Caplak betina setelah kenyang mengisap darah jatuh ke tanah dan kemudian bertelur. Menurut penelitian yang dilakukan Wahyuwardani (1995) caplak betina dapat betelur sebanyak 74 - 3.402 butir pada suhu 22°C - 32°C dan kelembapan 84% - 92%, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Harahap (2001) menyatakan bahwa caplak betina dapat menghasilkan telur sebanyak 214 sampai 3.798 butir. Telur menetas menjadi larva lalu merayap ke ujung-ujung rumput untuk menempel pada hewan yang melewatinya. Larva B. microplus dapat bertahan hidup di alam sampai 4 bulan tanpa makan (Junquera 2014). Caplak betina bertelur di tempat yang tersembunyi seperti di bawah batu, di bawah gumpalan tanah, celah tembok dan celah lantai. Menurut Hadi dan Soviana (2010) larva yang baru menetas mencari inangnya dengan pertolongan benda-benda di sekitarnya serta bantuan olfaktoriusnya yaitu organ Haller.
Gambar 1. Kandang ternak sampel.
Gambar 2. Kumpulan larva pada ujung rumput
Gambar 3. Larva caplak menempel pada benda sekitar kandang
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1323
Pengaruh Musim Pada wawancara dengan peternak juga ditanyakan waktu musim infestasi caplak, jawaban 15 peternak terjadi pada bulan menjelang musim kemarau (akhir musim hujan) sekitar bulan AprilMei, musim hujan Oktober-Maret (12 peternak) dan 7 peternak menjawab pada musim kemarau (Juni-September). Walaupun ada 11 peternak yang menjawab tidak tergantung musim. Rekapitulasi hasil wawancara tentang musim infestasi caplak disajikan pada gambar 2. 20
Tak tergantung musim
15
Akhir musim penghujan
10
Musim penghujan
5
Musim kemarau
0
Gambar 4. Waktu ditemukan caplak pada sapi (penuturan responden) Berdasarkan data diatas ternyata menurut penuturan responden, tertinggi kasus serangan caplak pada akhir musim hujan (33 %). Hal ini dapat dimengerti karena kondisi pada saat itu kelembaban tinggi dan cuaca mulai panas, sehingga aktivitas betina untuk bertelur tentunya lebih terangsang. Cara Penanggulangan yang Sudah Dilakukan Disamping itu cara penanggulangan caplak oleh peternak dilakukan dengan cara yang bervariasi antara lain dipungut/dipencet, diberi sabun/air garam, kapur ajaib (kapur semut), air garam, obat paten (asuntol, dursband, diazinon), dikerok, kulit pinang muda dan dipatuk ayam (gambar 3).
Keterangan :
A = dipungut/dipencet; B = diberi sabun/air garam; C = kapur semut; D = obat paten; E = dikerok; F = kulit pinang muda; G = dipatuk ayam
Gambar 5. Hasil penuturan responden cara penanggulangan caplak yang pernah dilakukan Cara peternak menanggulangi caplak berbagai variasi, kebanyakan dipencet terutama pada stadium larva di permukaan kulit, gelambir, dibawah perut, diantara dua kaki belakang. Apabila dalam jumlah banyak dikerok dengan pisau, dimandikan dengan sabun atau air garam. Disamping itu ada yang melakukan pemberian kapur semut dengan mencoret-coret pada tubuh sapi. Peternak yang lebih maju akan melakukan pemandian atau spray terhadap sapinya dengan coumaphos (asuntol), atau akarisida lainnya bahkan juga ada yang melakukan pengobatan dengan Ivomec (ivermectin). Ada juga peternak yang menggunakan kulit pinang muda yang digosokgosokkan pada tubuh sapi dan yang ekstrim lagi sapi-sapi yang kandangnya juga sering didatangi ayam kampung, biasanya ayam ini akan mematuk caplak sejauh ayam bisa menjangkaunya. Peternak melakukan pemencetan caplak atau dikerok, karena mereka kesal melihat caplak mengisap darah sapi. Sapi yang digigit caplak biasanya suka menggaruk dengan menggesekkan badannya ke dinding kandang, sehingga kadang-kadang kulitnya bisa lecet.. Cara petani
1324
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
membunuh caplak dengan memungut/memencet jauh lebih aman dari pada menggunakan akarisida sintetis, karena obat ini dapat menimbulkan keracunan, polusi, resistensi dan meninggalkan residu dibawah kulit (Kardinan, 2000). Apabila jumlah kepemilikan sapi tidak banyak cara dipungut/dipencet ini cukup efektif dan murah, caranya pada waktu pagi sebelum ternak digembalakan diamati adanya caplak pada tubuh sapi bahkan dilihat di liang telinganya. Setelah caplak dipungut diolesi antiseptik pada luka bekas gigitannya untuk mencegah infeksi sekunder. Caplak yang dipungut ditempatkan dalam plastik yang berisi minyak tanah, lalu dibakar. Bila caplak hanya dibunuh dengan dipencet, dikhawatirkan caplak betina akan mengeluarkan telurnya sebanyak 2.030 butir (Beriajaya, 1982). Bila lingkungan telur memungkinkan dengan suhu 20-31 o C dan kelembaban 70-90 %, maka telur akan menetas menjadi larva (Hitchcock, 1955) dan naik ke tubuh sapi berkembang menjadi nimpa dan dewasa. Demikian pula, pengerokan kulit yang dihinggapi caplak harus disertai dengan pengumpulan hasil kerokan tersebut, kemudian dimasukkan wadah yang berisi minyak tanah dan dibakar. Luka bekas kerokan harus diobati misalnya dengan antiseptik atau yodium tinctur, agar kulit yang dikerok tidak dihinggapi lalat, kapang atau bakteri. Cara peternak menghilangkan caplak dengan air sabun atau air garam belum tepat karena bukan akarisida hanya membersihkan luka.Juga menanggulangi caplak dengan kulit pinang adalah kurang tepat, sebab bukan akarisida, karena hanya bersifat anti kapang (Hembing et al., 1996). Obat yang dianjurkan untuk digunakan membunuh caplak adalah akarisida seperti coumaphos (asuntol) 0,1 % melalui semprotan pada tubuh hewan atau dimadikan. Disamping itu bisa digunakan ivermectin dengan 1 ml per 50 kg berat badan melalui suntikan subkutan. Hanya saja obat-oabat paten diatas harganya cukup mahal saat ini, walaupun sudah relatif mudah didapatkan di pasaran. Pada peternakan yang berskala kecil, penggunaan obat-obat paten cukup mahal bagi mereka dan biasanya dinikmati oleh sapi-sapi rakyat apabila ada kegiatan aktif servis yang gratis. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Sapi sampel sebanyak 187 ekor yang terinfestasi oleh caplak adalah sebanyak 89 ekor (48 %) dengan perincian pada 75 ekor sapi masing-masing ditemukan 1-5 ekor caplak sedangkan 7 ekor sapi cukup banyak caplaknya yaitu 1-2 ekor caplak per 4 cm2 di permukaan kulit 2.
gelambir atau di permukaan kulit diantara dua kaki belakang. Rata-rata kepadatan larva caplak di lokasi kandang sampel adalah 36 larva caplak/m2 dengan
3.
suhu yang teramati disekitar kandang adalah sebesar 27°C dan kelembaban sekitar 68 %. Tertinggi kasus serangan caplak pada akhir musim hujan (33 %), karena kondisi pada saat itu kelembaban tinggi dan cuaca mulai panas, sehingga aktivitas betina untuk bertelur lebih
4.
terangsang. Kebanyakan para peternak melakukan pemungutan dan pemencetan caplak pada ternaknya, terutama apabila ternaknya dalam jumlah tidak banyak. Cara ini cukup efektif kalau jumlah sapinya sedikit dan harus disertai prosedur yang benar yaitu membunuh caplak dengan memasukkan dalam minyak tanah dan membakarnya, agar tidak terjadi peletakan telur dari caplak betina.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1325
5.
Pengendalian paling aman adalah dengan menyemprot atau memandikan sapi dengan asuntol 0,1 % (minimal 4 kali berturut-turut sekali dalam satu minggu) atau penyuntikan dengan Ivomec (ivermectin) secara subcutan minimal 3 kali (sekali dalam 21 hari) secara berturutturut. Pengendalian dengan obat-obatan paten cukup mahal dan pada kepemilikan sapi dalam jumlah banyak, hal ini sangat efektif.
Saran Pengkajian ini masih perlu dilakukan untuk memantapkan hipotesa dengan pengambilan responden yang lebih banyak dan pengamatan terhadap sapi yang lebih banyak serta dilakukan sepanjang 1 tahun. Disamping itu pengambilan sampel juga dilakukan pada saat ternak digembalakan. Hal tersebut akan sangat membantu pengambilan kebijakan para peternak dalam melakukan pengendalian caplak ini. Daftar Pustaka Bailey, N.T.J. 1989. Statistical Methods in Biology. 2nd ed. Edward Arnold. A Division of Hodder & Stoughton. London. Barnett, S.F. 1968. The Control of Ticks on Livestock. FAO. Agriculture Studies No. 54. pp: 196198. Beriajaya. 1982. Pengaruh Jenis Induk Semang terhadap Aspek Pertumbuhan Caplak Sapi Boophilus microplus (Canestrini) (Acarina, Ixodidae). Tesis Magister Sains. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Gunandini DJ. 2006. Caplak atau Sengkemit dalam Hama Pemukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Sigit HS, Hadi UK, editor. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman. hal 150-157. Hadi UK dan Soviana S. 2010. Pengenalan, Identifikasi dan Pengendalian Caplak. Bogor (ID): IPB Pr. Harahap IS. 2001. Aspek biologis caplak sapi Boophilus microplus (Canestrini, 1887) Indonesia dalam kondisi laboratorium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hembing Wijayakusuma. H.M., Setiawan Dalimartha dan A.S. Wirian. 1996. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid ke 4. Pustaka Kartini: 97-100 dan 126-128. Hitchcock, L.F. 1955. Studies on the parasite stage of the cattle tick. Boophilus microplus (Canestrin) (Acarina, Ixodidae) Aust. J. Zool. 3: 145-155. Jongejan F dan Uilenberg G. 2004. The global importance tick[internet].[diunduh pada 2014 Oktober 1]. Tersedia pada http:// http://cbpv.org.br/artigos/-CBPV_artigo_017.pdf. Junquera P. 2014. Boophilus cattle ticks: biology, prevention and control. Boophilus microplus, Boophilus decoloratus, Boophilus annulatus, Rhipicephalus microplus[internet].[diunduh pada 2014 Oktober 1]. Tersedia pada http://parasitipedia.net/index.php?option=com_content&view=article &id=2543&itemid=2819. Jaganath, M.S. and S. Yatihiraj. 1999. Clinical evaluation of doramectin in treatment of ectoparasites of canines. Indian Vet. J. 76: 333-334.
1326
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Onofre SB, Miniuk CM, Barros NM, Azevedo JL. 2001. Pathogenicity of four strains of entomopathogenic fungi against the bovine tick Boophilus microplus. Am. J.Vet Res 62(9): 1478 – 1480. Soulsby, E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7th ed. Lea and Febiger, Philadelphia, USA.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1327