Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
67
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso Ronny Durrotun Nasihien. ST. ABSTRAK Jumlah luas lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten Bondowoso terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun terakhir, dimulai dari tahun 2003 yaitu sebesar 29.906 ha, kemudian meningkat menjadi sebesar 26.106 ha pada tahun 2004 dan kembali meningkat menjadi sebesar 26.390 ha pada tahun 2005. Tujuan melakukan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jumlah lahan irigasi terhadap PDRB di Kabupaten Bondowoso. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha laju pertumbuhan rata-rata PDRB dari Tahun 2000 sampai dengan 2004 adalah sebesar 10,59 %. Sedangkan sektor yang mengalami laju pertumbuhan terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum dengan laju pertumbuhan rata-rata dari Tahun 2000 sampai Tahun 2004 sebesar 15.78 %. Sedangkan untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga konstan mana laju pertumbuhan rata-rata PDRB dari Tahun 2000 sampai dengan 2004 adalah sebesar 21,69 % Kunci : identifikasi, lahan, irigasi, PDRB, proyeksi PENDAHULUAN Latar Belakang: Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi. Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai dalam satu pola pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya. Berdasarkan hal tersebut di atas, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu : a. wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah sungai strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah. b. wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah provinsi; c. wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota; Untuk mendukung dan mencukupi kebutuhan tersebut, pemerintah pusat, pemerintah propinsi Jawa Timur, dan kabupaten/kota di Jawa Timur, telah menyusun program dan kegiatannya, baik untuk peningkatan sarana produksi pertanian, pemeliharaan (perbaikan) sarana dan prasarana (infrastruktur) penyediaan dan pendistribusian air irigasi, maupun pemeliharaan atas luasan sawah yang ada.
68
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
Adanya analisis alih fungsi lahan di DAS akan berpengaruh pada potensi ketersediaan air permukaan dan analisis fungsi lahan Irigasi menjadi lahan lain akan berpengaruh pada kebutuhan air irigasi. Adanya alih fungsi lahan baik di DAS maupun di Daerah irigasi ini akan berpengaruh pada pengaturan atau operasional air permukaan untuk pemanfaatan yang optimum sumber daya air di suatu DAS. Sehingga perlu adanya studi analisis alih fungsi lahan Irigasi untuk menjawab seberapa luas lahan berubah dan berubah menjadi lahan apa serta apa saja penyebab terjadinya alih fungsi lahan ini. Selain itu hasil studi juga dapat dipergunakan untuk pertimbangan perencanaan pengembangan dan pengelolaan daerah irigasi. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana menganalisa jumlah lahan irigasi dengan teknik regresi di kabupaten bondowoso? 2. Bagaimana pengaruh jumlah lahan irigasi terhadap PDRB di kabupaten bondowoso? 3. Berapakah rata-rata kenaikan dan penurunan PDRB antara tahun 2000 sd 2004 ? 4. Sektor apa sajakah yang menyumbang terbesar untuk PDRB dan sektor mana yang mengalami kenaikan paling pesat ? TINJAUAN PUSTAKA Uji Konsistensi Data Hujan Kalau tidak ada perubahan terhadap lengkungan maka akan diperoleh garis ABC. Tetapi karena pada tahun tertentu terjadi perubahan lingkungan, didapat garis patah ABC’. Penyimpangan tiba-tiba dari garis semula menunjukkan adanya perubahan tersebut yang bukan disebabkan perubahan iklim atau keadaan hidrologis yang dapat menyebabkan adanya perubahan trend (CD. Soemarto, 1995:14). Apabila terjadi penyimpangan (ABC), maka dapat dikoreksi menjadi garis ABC dengan rumus: Tan Hz = H0 Tan 0 Dengan : H2 = data hujan terkoreksi (mm) Ho = data hujan pengamatan (mm) Tg α = kemiringan garis sebelum penyimpangan Tg α0 = kemiringan garis setelah penyimpangan Analisa Data Hujan a. Hujan Rata-Rata DPS Pengukuran yang dilakukan pada setiap stasiun hujan merupakan data hujan yang terjadi pada satu tempat saja. Sedangkan untuk analisis pada umumnya yang dibutuhkan adalah data-data hujan rata-rata DPS (catchment rainfall).
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
69
Gambar 1: Uji Konsistensi Data Hujan Untuk menghitung besaran hujan rerata dapat ditempuh dengan beberapa metode berikut ini : Metode Rata-Rata Aljabar, Metode Poligon Thiessen, Metode Isohyet. Metode Poligon Thiessen memiliki keuunggulan dibandingkan dengan metode yang lain karena metode ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan (Sri Harto, 1993:55). Adapun cara perhitungannya adalah menggunakan rumus sebagai berikut (Suyono Sosrodarsono, 1985:27): R1.A1 R2.A2 R3.A3 .... Rn.An R = A dengan : R1, R2, R3…Rn = Curah hujan pengamatan (mm) A1, A2, A3…An = luas daerah tiap pengamatan (km2) R = hujan rata-rata DPS (mm) ΣA = luas total DPS (km2)
Gambar 2: Poligon Thiessen
70
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
b. Metode Analisa Frekuensi Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang sering digunakan dalam hidrologi adalah: Agihan Normal, Agihan Log Normal, Agihan Log Pearson Tipe III, Agihan Gumbel. Masing-masing agihan memiliki sifat khas sehingga setiap data hidrologi harus di uji kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-masing agihan tersebut. Pemilihan agihan yang tidak benar dapat mengundang kesalahan perkiraan yang cukup besar. c. Curah Hujan Rancangan Dalam studi ini untuk menentukan curah hujan rancangan dipakai metode analisa frekuensi Log Pearson III, karena cara ini sesuai untuk berbagai macam koefisien kepencengan (skewness) dan koefisien kepuncakan (kurtosis). Oleh karena itu metode ini sering digunakan untuk menentukan curah hujan rancangan. Tahapan untuk menghitung curah hujan rancangan dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut (CD. Soemarto, 1995:152): 1. Data rerata hujan maksimum tahunan sebanyak n buah diubah dalam bentuk logaritma (Log X1) 2. Dihitung harga logaritma rata-rata n
LogXi
Log Xrerata = i 1
n 3. Dihitung harga simpangan baku
Sd =
n (LogXi LogX) i 1 n1
4. Dihitung koefisien kemencengan (Cs) n
n (LogXi LogX)3 Cs =
i 1
(n 1) (n 2) Sd3 5. Dihitung logaritma curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu Log X1 = Log Xrerata + G . S dengan : X1 = curah hujan rancangan Log Xrerata = rata-rata logaritma dari hujan maksimum tahunan Sd = simpangan baku G = konstanta (didapat dari tabel)
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
71
6. Curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu didapat dengan menghitung antilog dari X1. Uji Kesesuaian Distribusi Untuk mengetahui apakah suatu data sesuai dengan sebaran teoritis yang dipilih, maka setelah penggambaran pada kertas probabilitas perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Pengujian ini disebut dengan uji kesesuaian yang dilakukan dengan dua cara, yaitu uji Kai Kuadrat dan uji Smirnov-Kolmogorov (Shahin jilid 2, 1976). a. Uji Kai-Kuadrat (X2-Test) Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal dengan rumus: X2
=
(Oj Ej )2 Ei
dengan : X2 = harga kai-kuadrat Ej = frekuensi teoritis kelas J Oj = frekuensi pengamatan kelas J Jumlah kelas distribusi dan batas kelas dihitung dengan rumus: k = 1 + 3,22 Log n dengan : k = jumlah kelas distribusi n = banyaknya data Distribusi frekuensi diterima jika, nilai X2 < Xcr2 (dari tabel) b. Smirnov-Kolmogorov Pengujian ini dilakukan dengan menggambarkan probabilitas untuk tiap data yaitu dari perbedaan distribusi empiris dan teoritis yang disebut Σmaks. Dalam bentuk persamaannya (Sri Harto 1983:180): Σmaks = Σcr[ Pt – Pe] dengan : Σmaks = selisih antara peluang teoritis dengan peluang empiris Σcr = simpangan kritis (dari tabel) Pt = peluang teoritis Pe = peluang empiris Perhitungan peluang empiris dengan persamaan Weibull m n 1 dengan : P = peluang (%) M = nomor urut data N = jumlah data Apabila Σmaks < Σcr tabel, berarti distribusi frekuensi dapat diterima. P =
Analisa Hidrograf Satuan Hidrograf merupakan gambaran integral dari karakteristik fisiografis dan klimatis yang mengendalikan hubungan antara curah hujan dan pengaliran dari suatu daerah pengaliran tertentu (Subarkah, 1978 : 67).
72
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
Sedangkan menurut Sri Harto (1993: 144), hidrograf dapat disebut sebagai penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. Hidrograf menunjukkan tanggapan menyeluruh DPS terhadap masukan hujan dengan intensitas, lama, dan distribusi tertentu. Hidrograf terdiri dari tiga bagian yakni lengkung konsentrasi, bagian puncak dan lengkung resesi (Subarkah, 1978: 68). Debit puncak merupakan salah satu bagian terpenting hidrograf. Debit puncak terjadi ketika limpasan dari berbagai bagian dari DPS bersama-sama menyumbangkan jumlah maksimum aliran di outlet DPS. Untuk DPS yang besar, debit puncak terjadi setelah terhentinya hujan, jarak waktu dari pusat massa hujan ke puncak sangat dipengaruhi oleh DPS dan karakteristik hujan (Subramanya, 1989: 159). Ada tiga metode perhitungan hidrograf yang biasa dipakai di Indonesia. Ketiga metode tersebut adalah metode Nakayasu, metode Gamma dan Metode Snyder.
Gambar 3:Komponen hidrograf Sumber : Wilson, 1993: 168 a. Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu Nakayasu dari Jepang telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di Jepang. Ia membuat rumus satuan sintetis dari hasil penyelidikannya. Rumus yang dihasilkannya adalah sebagai berikut (CD. Soemarto, 1995: 100) : c A Ro Qp = 3,6(0,3Tp T0,5 ) Tp = tg + 0,8 tr L < 15 km tg = 0,21 L0,7 L > 15 km tg = 0,4 + 0,058 L tr = 0,5 tg sampai tg T0,3 = . tg Qa = Qp (t/Tp)2,4 Bagian lengkung turunnya (decreasing limb) : Qd1
Qd2
=
t Tp T Qp . 0,3 0,3
=
t Tp0,5 T0,3 1,5.T 0,3 Qp . 0,3
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
Qd3 dengan : Qp = C = A = Ro = Tp = T0,3 = L Tg Qa T
= = = =
=
73
t Tp1,5 T0,3 2,0.T 0,3 Qp . 0,3
debit puncak banjir (m3/det/mm) koefisien pengaliran luas DPS (km2) hujan satuan (mm) tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam) panjang alur sungai (km) waktu konsentrasi (jam) limpasan sebelum mencapai debit puncak (M3/det/mm) waktu (jam)
untuk : daerah pengaliran biasa =2 bagian naik hidrograf lambat dan bagian menurun cepat =1,5 bagian naik hidrograf cepat dan bagian menurun lambat =3 b. Test Simpangan Rata-rata Test ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh penyimpangan ordinat dari metode hidrograf satuan sintetis yang sudah digunakan terhadap ordinat hidrograf sataun dari banjir pengamatan. Dari hasil test penyimpangan maka metode yang penyimpangannya cukup rendah akan dapat digunakan di Sub DPS lainnya yang memilki karakteristik sama dengan hasil studi. Persamaan yang digunakan adalah : Yp Ys 100% Py = Yp dengan : Py = penyimpangan ordinat dalam persentase ΣYp = jumlah ordinat hidrograf satuan dari banjir pengamatan ΣYs = jumlah ordinat hidrograf satuan sintetis Debit Tersedia Perhitungan Debit tersedia dilakukan dengan menggunakan metode NRECA. a. Metode Nreca Debit aliran masuk (inflow), berasal dari hujan yang turun didalam daerah tangkapan air (DTA). b. Langkah Perhitungan Metode NRECA – Sederhana Cara perhitungan ini paling sesuai untuk daerah cekungan yang setelah hujan berhenti masih ada aliran di sungai selama beberapa hari. Kondisi ini bisa terjadi bila tangkapan hujan cukup luas. Langkah perhitungan mencangkup 18 tahap dengan alur perhitungan dapat dilakukan kolom perkolom dari kolom (1) hingga (18) seperti di bawah ini (semua satuan dalam mm) (1). Nama bulan Januari sampai Desember (2). Nilai hujan rata-rata bulanan(Rb) (3). Nilai penguapan peluh potensial (PET)
74
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
(4). Nilai tampungan kelengasan awal (Wo). Nilai ini harus dicoba-coba, dan percobaan pertama diambil 600 (mm/bulan) dibulan Januari. (5). Ratio tampungan tanah (soil storage raio-Wi) dihitung dengan rumus : WO WI No min al Nominal = 100 + 0.2 Ra Ra = hujan tahunan (mm) (6). Ratio Rb / PET = kolom (2) : kolom (3) (7). Ratio AET/PET AET = Penguapan peluh actual yang dapat diperoleh dengan Gambar LAMPIRAN V.2, nilainya tergantung dari ratio Rb/PET. (kolom 6) dan Wi (kolom 5) (8). AET = (AET/PET) x PET x Koefisien reduksi = kolom (7) x kolom(3) x koefisien reduksi (9). Neraca air = Rb – AET = kolom(2) – kolom(8) (10). Ratio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh sebagai berikut : (i). Bila neraca air ( kolom 9 ) positif, maka ratio tersebut dapat diperoleh dari Gambar LAMPIRAN V.2 dengan memasukkan nilai tampungan kelengasan tanah (Wi) dikolom 5. (ii). Bila neraca air negatif, ratio = 0 (11). Kelebihan kelengasan = ratio kelengasan x neraca air = kolom (10) x kolom (9) (12). Perubahan tampungan = Neraca – kelebihan kelengasan = kolom(9) – kolom(11) (13). Tampungan air tanah = P1 x kelebihan kelengasan = P1 x kolom (11) P1 = Parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan ( kedalaman 0 – 2 m ), nilainya 0,1 – 0,5 tergantung pada sifat lulus air lahan P1 = 0,1 bila bersifat kedap air P1 = 0,5 bila bersifat lulus air (14). Tampungan air tanah awal yang harus dicoba - coba (15). Tampungan air tanah akhir = tampungan air tanah + tampungan air tanah awal = kolom(13) + kolom(14) (16). Aliran air tanah = P2 x tampungan air tanah akhir = P2 x kolom (15) P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dalam (kedalaman 2–10 m ) P2 = 0,9 bila bersifat kedap air P2 = 0,5 bila bersifat lulus air (17). Larian langsung = kelebihan kelengasan – tampungan air tanah = kolom(11) – kolom(13) (18). Aliran Total = larian langsung + aliran air tanah
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
75
= kolom(17) + kolom(16) , dalam mm/bulan (19). Dalam m3/bulan = kolom (18) dalam mm x 10 x luas daerah tadah hujan (Ha) Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan (kolom 4) untuk bulan berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 14) bulan berikutnya yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan bulan berikutnya + perubahan tampungan = kolom (4) + kolom (12), semuanya dari bulan sebelumnya. Tampungan air tanah = tampunan air tanah bulan sebelumnya – aliran air tanah = kolom (15) – kolom (16), semuanya dari bulan sebelumnya. Sebagai patokan diakhir perhitungan, nilai tampungan kelengasan awal (Januari) harus mendekati tampungan kelengasan bulan Desember. Jika perbedaan antara keduanya cukup jauh (> 200 mm ) perhitungan perlu diulang mulai bulan Januari lagi dengan mengambil nilai tampungan kelengasan awal (Januari) = tampungan kelengasan bulan Desember. c. Terminologi Debit 1. debit air musim kering : debit yang dilampaui oleh debit – debit sebanyak 355 hari dalam 1 tahun (97,26%). 2. Debit air rendah : dbit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari dalam setahun (75,34 %). 3. Debit air normal: debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari dalam setahun ( 50,68%). 4. Debit air cukup (affluent) : debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95 hari dalam setahun (26,03%) Untuk memperoleh debit-debit tersebut, perlu dibuat kurva kondisi aliran. Kurva ini adalah gambar debit-debit selama 365 hari yang disusun mulai dari yang terbesar.
Gambar 4. Kurva kondisi aliran Sumber : Suyono Sosrodarsono (2006: 204)
Alih Fungsi Lahan Sebelum melaksanakan studi perlu disepakati dahulu batasan serta definisi Alih Fungsi Lahan sebagai pemahaman awal dalam mengerjakan pekerjaan Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB di Kabupaten Bondowoso.. Berdasarkan penyebabnya dapat dibuat beberapa alternatif definisi Alih Fungsi Lahan sebagai berikut : 1. Berubahnya fungsi lahan irigasi menjadi fungsi lain non pertanian (bangunan, Fasum).
76
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
2. Berubahnya jenis tanaman yang dibudidayakan, dari tanaman pangan dan Palawija menjadi tanaman lain seperti Perkebunan, tanaman Kehutananan atau Buah buahan. 3. Berubahnya jenis lahan atau kelas lahan irigasi menjadi lahan kering atau lahan tadah hujan. Sedangkan berdasarkan durasi atau lama berlangsungnya dan reversibilitasnya dapat dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Alih fungsi lahan permanen (AFL permanen) 2. Alih fungsi lahan sementara (AFL sementara) Dari dasar pemikiran diatas diperlukan suatu batasan AFL, sehingga dapat ditetapkan variabel – variabel indikator dan penyebab terjadinya kasus AFL khususnya pada daerah layanan Kabupaten Bondowoso. Variabel – variabel inilah yang akan dibahas dan dianalisa untuk nantinya diberikan suatu rekomendasi mengenai kasus AFL pada Daerah – daerah Irigasi yang terpilih pada Bondowoso. Pola Tata Tanam Pengaturan pola tata tanam diperlukan untuk memudahkan pengelolaan irigasi, agar air irigasi yang diperlukan tidak melebihi kapasitas saluran dan debit yang tersedia. Tata tanam yang direncanakan untuk suatu daerah irigasi yang disesuaikan dengan ketersediaan airnya. Secara umum pola tata tanam dimaksudkan untuk: menghindari ketidak seragaman tanaman, menghemat air, melaksanakan waktu tanam yang sesuai dengan jadwal yang ditentukan, meningkatkan produksi tanaman. Untuk menentukan kebutuhan air irigasi digunakan pola tata tanam dan jadual tanam dengan menggeser waktu tanam sesuai dengan ketersediaan debit. Sistem Golongan Agar pemakaian airnya dapat disesuaikan dengan banyaknya air yang tersedia, maka diadakan pergiliran dalam penanaman, dengan jalan daerah irigasi dibagi dalam beberapa bagian yang dinamakan golongan. Keuntungan bagi irigasi dengan golongan ini adalah: pemakaian airnya lebih hemat sesuai dengan ketersediaan debit, saat mulai pengolahan tanah pada musim hujan dapat segera dimulai, walau debit yang ada masih kurang sekali. Pada dasarnya sistem golongan yang sering dipakai adalah golongan vertikal dengan cara membagi air irigasi dengan jalan mengelompokkan petak-petak tersier yang terletak pada saluran sekunder yang sama. Disebut vertikal karena daerah golongan memanjang mengikuti saluran sekunder dari hulu ke hilir. Keuntungan golongan vertikal antara lain: batas daerah golongan jelas, rotasi anatar golongan juga mudah dilaksanakan, pengelolaan pelaksanaannya juga mudah. Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai atau waduk dan dialirkan melalui sistem jaringan irigasi, guna menjaga keseimbangan
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
77
jumlah air di lahan pertanian. Keseimbangan jumlah air yang masuk dan keluar dari suatu lahan pertanian adalah sebagai berikut (Suhardjono, 1994): a. Jumlah air yang masuk pada suatu lahan pertanian berupa air irigasi (IR) dan air hujan (R) b. Sedangkan air yang keluar merupakan sejumlah air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman (ET), air bagi persemaian dan pengolahan tanah (Pd), maupun sejumlah air yang merembes karena perkolasi dan infiltrasi (P dan I). Di samping faktor hujan (R) serta faktor lainnya (Pd, P, dan I), kebutuhan air tanaman (ET) merupakan faktor penting yang mempengaruhi besarnya kebutuhan air irigasi (IR). Makin besar ET makin besar pula IR. Sehingga salah satu usaha untuk memperkecil kebutuhan air irigasi adalah memperkecil kebutuhan air tanaman. Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi Dalam perhitungan kebutuhan air untuk tanaman padi, faktor-faktor yang menentukan adalah Penyiapan lahan untuk tanaman Padi, Evapotranspirasi tanaman, Penggantian lapisan air, Perkolasi, serta besar Curah hujan efektif. 1. Penyiapan lahan untuk tanaman padi Kebutuhan air untuk pengolahan tanah bagi tanaman padi termasuk untuk kepentingan persemaian, harus disiapkan antara 20-30 hari sebelum tanam dimulai, Luas persemaian ditentukan 5,00% dari total luas sawah yang akan ditanami padi, Kebutuhan air untuk pengolahan tanah dan persemaian tersebut dihitung dengan Metode Van De Goor dan Zijlstra sebagai berikut: IR = M .
(Oj Ej )2
Ei
dengan : IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat sawah, M = Kebutuhan air untuk mengganti atau mengkompensasi kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan, M = Eo + P (mm/hari), Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil dari 1,1 ETo selama penyiapan lahan (mm/hari), P = Perkolasi (mm/hari), k
=
Mx T , S
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari), S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah lapisan air 50 mm, sehingga besarnya menjadi : 200,00 + 50,00 = 250,00 mm. 2. Evapotranspirasi Tanaman (ETc) Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, yang merupakan hasil kali evapotranspirasi dengan koef tanaman : ETc = kc x Eto dengan : Etc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari),
78
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
Kc
= Koefisien tanaman yang tergantung dari jenis tanaman dan periode pertumbuhan tanaman, Eto = Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari). Besarnya evapotranspirasi tanaman acuan dihitung berdasarkan data klimatologi yang ada dengan menggunakan rumus ‘Modified Pennman’ sebagai berikut : Eto = c [W. Rs-Rn1 + (1-W). f(u). (ea – ed) dengan : Eto = Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hr), c = Angka koreksi Pennman (tabel Pennman), ea = Tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-rata o C (mbar) (tabel Pennman), ed = Tekanan uap aktual rata-rata di udara (mbar), Rs = Radiasi gelombang pendek, dalam satuan evaporasi ekivalen (mm/hari), = (0,25 + 0,54 n/N). Ra Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer (angka angot). Besarnya angka angot berhubungan letak lintang daerah, Rn1 = Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari), = f(t).f(ed).f(n/N) f (t) = fungsi suhu , f (ed) = Fungsi tekanan uap : 0.34 – 0.44 (ed)1/2, f (n/N) = Fungsi kecerahan matahari : 0.1 + 0.9 n/N, f (u) = Merupakan fungsi kecepatan angin dengan ketinggian 2 m dalam satuan m/det, = 0.27 (1 + 0.864. U) W = Faktor pemberat untuk pengaruh radiasi (Tabel Penman), (ea-ed) = Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya, ed = ea.RH, RH = Kelembaban udara relatif (%) Sedangkan harga koreksi Penman (C), besarnya memperhatikan perbedaan kondisi iklim siang dan malam. 3. Perkolasi Kehilangan air akibat perkolasi diperuntukkan kepada tanaman padi selama pengolahan lahan. Dalam menentukan besarnya perkolasi tergantung dari jenis tanahnya. 4. Penggantian Lapisan Air Penggantian lapisan air dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air yang terputus akibat kegiatan di sawah dengan ketentuan sebagai berikut (Dirjen Pengairan, 1986:165): Setelah pemupukan diusahakan menjadualkan serta mengganti lapisan air menurut kebutuhan, Jika tidak terdapat penjadualan seperti itu, dilakukan penggantian air sebanyak 2 kali masing-masing 50 mm (3.3 mm selama 15 hari) diberikan pada 1 bulan dan 2 bulan setelah tranplantasi. 5. Curah Hujan Efektif Analisa curah hujan effektif didasarkan pada data curah hujan harian sepanjang pengamatan. Curah hujan dalam 80,00% tahun kering
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
79
Curah hujan dalam 80,00% tahun kering yaitu curah hujan dengan resiko kegagalan sekali dalam periode 5 tahun. Curah hujan efektif ditentukan sebesar: 70,00% dari curah hujan dalam tahun 80,00% kering. Sehingga curah hujan efektif dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : CH efektif = 0,7 x R20 dengan : CHefektif = Curah hujan efektif (mm) R20 = Curah hujan dalam 80,00% Kebutuhan Air Untuk Palawija Kebutuhan air untuk palawija per hektarnya lebih sedikit dibandingkan dengan padi, perbedaan ini disebabkan oleh karena kebutuhan tersebut hanya untuk memenuhi konsumtif. Perhitungan konsumtif untuk tanaman palawija sama dengan perhitungan untuk tanaman padi, perbedaanya hanya pada besar angka koefisien tanaman. Metode Pembagian Air Pengelolaan irigasi yang baik berusaha untuk menjatah dan memberikan air secara adil dan tepat guna, agar semua tanaman menerima jumlah air yang dibutuhkan. Oleh karena itu dibutuhkan penyesuaian dalam pembagian/penjatahan air, sehingga jatah air sesuai dengan jenis tanaman yang ditanam. Untuk penyesuaian pembagian air sekurang-kurangnya diperlukan data-data sebagai berikut : a. Air yang tersedia, b. Kebutuhan air tanaman, c. Kehilangan air. Air yang tersedia dan air yang dibutuhkan terus berubah selama masa irigasi. Perhitungan perubahan biasanya diambil periode 10 atau 15 hari tergantung kebiasaan masyarakat setempat. Metode untuk menentukan penjatahan/pembagian air yang lazim digunakan di Indonesia adalah : a. Metode Pasten. b. Metode FPR, c. Metode Faktor K. Untuk studi ini, dipakai metode FPR, dimana kebutuhan air tanaman pada petak tersier dinyatakan dalam hektar palawija yang akan diairi (=luas relatif netto palawija) Kehilangan air di petak tersier dinyatakan dalam tambahan hektar palawija yang akan diairi, ini dilakukan dengan mengalihan luas relatif netto palawija dengan suatu faktor. Kehilangan air dijaringan utama dihitung dengan mengalikan luas relatif total palawija di petak tersier dengan faktor kehilangan air. perbandingan antara air yang tersedia dengan luas relatif total palawija inilah yang disebut Faktor Palawija Relatif (FPR). Jatah air dihitung dengan mengalikan luas relatif palawija di tiap bangunan sadap dengan FPR. air. yang.tersedia FPR (l/det/ha) Luas.relatif .totalPalawija Metode Pemberian Air Metode pemberian air sangat berpengaruh pada banyaknya air yang harus disediakan bagi tanaman, terutama bila air yang tersedia kurang dari kebutuhan. Ditinjau menurut tersedianya air irigasi, cara pemberian air dibedakan menjadi:
80
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
Tabel 1: Nilai-nilai FPR FPR (l/det) ha. palawija Jenis Tanah Ft Air kurang Air cukup Air memadai Aluvial 1.80 0.18 0.18 - 0.36 0.36 Latosol 1.65 0.12 0.12 - 0.23 0.23 Gramosol 1.50 0.06 0.06 - 0.12 0.12 Sumber: Tata guna air – Dirjen Pengairan 1. Pemberian air dengan genangan diam Hal ini terjadi bila banjir meluap dan merendam tanah-tanah rendah sepanjang sungai. Bila datangnya banjir tiap tahun pada waktu yang agak tertentu, peristiwa ini dapat dipergunakan untuk kepentingan pertanian. Contoh yang terkenal yaitu pengairan sepanjang sungai Nil di Mesir, pengairan dengan air pasang surut di Sumatera. 2. Pemberian air dengan penggenangan terus menerus Beberapa keuntungan pemberian air secara genangan terus menerus antara lain: Pertumbuhan tanaman lebih terjamin, Dapat menekan tumbuhnya tanaman pengganggu, Menghemat tenaga kerja untuk pengelolaan air. 3. Pemberian air secara terputus-putus Pemberian air dengan cara ini diberikan karena terbatasnya ketersediaan air, caranya adalah air dialirkan ke petak sawah sampai tergenang, kemudian pemberian air dihentikan sampai beberapa hari. Pemberian air dengan cara ini perlu diperhatikan fase-fase pertumbuhan tanaman, yaitu kapan air bisa dikurangi dan kapan tidak. 4. Pemberian air secara rotasi Adalah pembagian air secara bergantian menurut bagian daerah atau blok tertentu dalam jangka waktu yang telah ditentukan sesuai dengan gilirannya. Berdasarkan kontinuitas, sistem rotasi tersebut dapat dibedakan 2 (dua) macam : Rotasi yang dilakukan terus menerus baik ketika air cukup maupun saat air kurang, dengan maksud untuk menghemat air agar air tetap terbagi rata keseluruh daerah irigasi. Biasanya pembagian air dimulai dari ujung bagian daerah atau petak irigasi yaitu dengan maksud memberikan jaminan air ke bagian yang paling ujung tadi. Sehingga dapat dicapai pemerataan dan keadilan. Rotasi yang dilakukan hanya ketika debit air kurang, yaitu dengan maksud air dapat mengalir di saluran dengan lebih sempurna, sistem inilah yang biasanya di dilakukan di Indonesia. ANALISA JENIS KOMODITAS PERTANIAN Aspek usaha tani dan tanaman (pertanian) Sistem usahatani yang menentukan besarnya kebutuhan air irigasi meliputi luas lahan, jenis tanah, luas pertanaman, pergiliran tanaman, populasi tanaman dan tindakan agronomi seperti pesemaian, pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman dan cara pemberian air. Sebagai suatu sub sistem, tanaman menentukan besarnya permintaan air melalui jenis tanaman, varietas, umur tanaman, fase kritis dan hasil ekonomi yang dipanen.
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
81
Kebutuhan air bagi tanaman dapat dihitung melalui persamaan : ETm = ETa * kc Aspek tanah dan kesuburan tanah Jenis tanah mempunyai respon yang berbeda terhadap gaya (Force) aliran, simpanan dan pelepasan air. Sifat tanah yang berpengaruh terhadap keairan antara lain tekstur, struktur, permeabilitas, porositas, kandungan bahan organik. Kandungan air di dalam tanah dinyatakan dalam kelengasan. Kelengasan dapat diukur secara gravimetri, volumetric dan neutron moisture meter, masing-masing dihitung dengan persamaan : W = massa air (g) massa tanah (g) θ = w * þb/þc cm3/cm3 m= (A * r) + B A = (MH-ML) / (RH-RL) B = ML-A * RL Apabila tanah ditanami, maka kadar lengas berubah tegantung fase pertumbuhan dan kesuburan tanaman. Kesuburan tanaman ditentukan ketersediaan nutrisi tanah, karena itu analisa kimia tanah khususnya hara essensial sangat diperlukan. Analisa kimia tanah yang perlu diketahui yaitu : N, P, K, Ca, Mg, S. Pengambilan sampel tanah dengan menggunakan metode tanah utuh (Undisturbed Soil Samples). Rancangan dan banyak sampel ditetapkan setelah mengetahui keadaan lapang di masing-masing wilayah studi. METODE PENELITIAN PERMASALAHAN
N MAKSUD & TUJUAN
STUDI LITELATUR
HIDR OLO
FUNGSI LAHAN
PENGUMPULA N DATA SKUNDER
SISTEM IRIGASI
LUAS LAHA N
LUAS PANE N
TATA TANAM
ANALISA DATA
TEKNIK REGRESI
PROSENTASE PERTUMBUHA
KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 5: Metode Penelitian
PDR B
82
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
ANALISA DAN PEMBAHASAN Luas sawah irigasi di Kabupaten Bondowoso dari Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2005 mengalami laju peningkatan rata-rata pertahun sebesar 0,49 % atau sekitar 152,75 ha per tahun. Laju peningkatan terbesar terjadi untuk luasan sawah dengan irigasi sederhana dengan laju rata-rata sebesar 2,70 % pertahun, dimana pada tahun 2001 seluas 2.228 ha menjadi 2.493 ha pada tahun 2005 sedangkan yang terkecil adalah sawah irigasi teknis dengan laju rata-rata 0,28 % pertahun dari 26.101 ha tahun 2001 menjadi 26.390 ha pada tahun 2005. Tetapi secara luasan, pertambahan luas sawah terbesar adalah sawah irigasi teknis yaitu seluas 289 ha dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005. Pertambahan luas sawah irigasi teknis yang terbanyak terdapat di Kecamatan Curahdami, Wonosari dan Maesan, sedangkan penurunan yang terbanyak terjadi di wilayah Kecamatan Binakal, Sumber Wringin dan Pujer, dimana secara keseluruhan di wilayah Kabupaten Bondowoso rata-rata pertambahan luas sawah irigasi teknis pertahun adalah sebesar 72,25 ha. Berikut disajikan Grafik luas sawah irigasi di Kabupaten Bondowoso seperti Gambar berikut: LUAS SAWAH IRIGASIDI WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO
26.022
25.927
20.000 15.000 10.000 5.000
y = 15,8x + 2422,6
Luas (ha)
25.000
26.390
26.106
y = 75,7x + 25882
26.101
31.434
31.118
30.963
30.842
y = 58,3x + 2281,9
30.000
30.823
y = 149,8x + 30587
35.000
2.494 2.228
2.420 2.495
2.421 2.520
2.464 2.548
2.551 2.493
Tahun 30.823
30.842
30.963
31.118
31.434
Teknis Jumlah total sawah Linear (Setengah Teknis)
Setengah Teknis Linear (Sederhana) Linear (Jumlah total sawah )
Sederhana Linear (Teknis)
Gambar 6: Grafik Perubahan Sawah Irigasi di Wilayah Kab. Bondowoso Berdasarkan analisa grafik dengan persamaan linier, peningkatan luas lahan untuk sawah irigasi mengikuti persamaan y = 149,8x + 30578. Persamaan linier untuk perubahan luas sawah irigasi di Kabupaten Bondowoso ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut Tabel 2: Persamaan Linier Perubahan Luas Lahan Sawah Irigasi di Kab. Bondowoso Jenis Sawah Persamaan Linier Irigasi Teknis y = 75,7x + 25882 Irigasi Setengah Teknis y = 15,8x + 2422,6 Irigasi Sederhana y = 58,3x + 2281,9 Sawah Irigasi y = 149,8x + 30587 Sumber : Hasil perhitugan Luas sawah irigasi teknis di Kabupaten Bondowoso adalah lebih besar dibandingkan dengan luas baku sawah teknis yaitu rata-rata setiap tahun dari tahun 2001
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
83
sampai dengan tahun 2005 seluas 256 ha di atas baku sawah teknis. Hal ini menunjukkan bahwa pengalokasian dan pembagian air dilakukan dengan efektif diiringi operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi yang berjalan dengan baik sehingga luas sawah irigasi teknis yang diairi lebih luas dibandingkan dengan luas baku sawah yang seharusnya mampu dilayani oleh jaringan irigasi teknis yang ada. Untuk sawah dengan irigasi setengah teknis, luas sawah yang diairi lebih besar daripada luas baku sawah yang yang mampu dilayani oleh jaringan irigasi setengah teknis yang ada yaitu rata-rata dalam setiap tahun dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 sebesar 106 ha. Sedangkan untuk luas sawah irigasi sederhana lebih luas dari baku sawah yang ada yaitu rata-rata setiap tahun sebesar 57 ha yang menunjukkan cukup baiknya operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi sehingga luas sawah yang mampu dilayani oleh jaringan irigasi lebih luas dibandingkan baku sawah yang seharusnya. Berikut disajikan Grafik perbandingan antara baku sawah dengan luas sawah di Kabupaten Bondowoso seperti Gambar berikut : Perbandingan Baku Sawah dan Luas Sawah di Kabupaten Bondowoso
Luas (ha)
35.000
Teknis Baku Sawah
30.000
Teknis Luas sawah
25.000
Setengah Teknis Baku Sawah Setengah Teknis Luas sawah
20.000
Sederhana Baku Sawah
15.000
Sederhana Luas sawah
10.000
Total Baku Sawah
5.000
Total Luas sawah
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 7: Grafik Perbandingan Luas Sawah dengan Baku Sawah Irigasi di Kab. Bondowoso Jumlah Lahan Di Daerah Irigasi Wonosroyo Pada tahun 2001/2002 DI Wonosroyo memiliki potensi lahan sawah beririgasi sebesar 1.549 ha yang wilayah layanannya meliputi 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Bondowoso. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Wonosroyo pada tahun 2001/2002 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 3 berikut. Pada tahun 2005 potensi lahan sawah beririgasi di DI Wonosroyo mengalami penurunan yaitu dengan laju sebesar 0,13 % dari jumlah keseluruhan pada tahun 2001/2002, yaitu dari potensi lahan sebesar 1.593 tereduksi menjadi 1.591 ha. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Wonosroyo pada tahun 2005 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 4 berikut.
84
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
Tabel 3: Baku Sawah D.I Wonosroyo Tahun 2001/2002 NO
KECAMATAN
1
Tapen
2
Wonosari
DESA Jurangsapi Cindogo Gunung Anyar Mrawan Taal Kali Tapen Jumpong Tumpeng Tangsil Wetan Pasarejo Sbr. Kalong Kapuran
Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru
BAKU SAWAH (ha) TEKNIS
SEMI TEKNIS
269 68 148 263 29 60 53 47 265 139 86 122 1.549
-
SEDERHANA
41 3 44
TOTAL
269 68 148 263 29 20 94 50 265 139 86 122 1.593
Potensi lahan sawah beririgasi DI Wonosroyo yang ada di wilayah Kecamatan Tapen mengalami laju penurunan sebesar 0,24 % dari jumlah di tahun 2001/2002 yaitu dari potensi sebesar 837 ha turun menjadi 835 ha. Sedangkan untuk Kecamatan Wonosari tetap tidak mengalami perubahan. Tabel 4: Baku Sawah D.I Wonosroyo Tahun 2005 NO
KECAMATAN
BAKU SAWAH (ha)
DESA TEKNIS
1
2
Tapen
Wonosari
SEMI TEKNIS
TOTAL
SEDERHANA
Jurangsapi Cindogo Gunung Anyar
268 67 148
-
-
269 68 148
Mrawan Taal Kali Tapen Jumpong Tumpeng Tangsil Wetan Pasarejo Sbr. Kalong Kapuran
263 29 60 94 47 265 139 83 122 1.585
-
-
263 29 20 94 50 265 139 86 122 1.588
Jumlah Sumber: Balai PSAWS Sampean Baru
3 3
Aspek Hidrologi Aspek hidrologi sangat berpengaruh pada penurunan luas baku sawah di Daerah Irigasi Wonosroyo, dikarenakan adanya perubahan cuaca yang terjadi selama ini. Terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan dan kurangnya curah hujan mempengaruhi para petani untuk beralih pola bercocok tanamnya dengan menanam tembakau dikarenakan lebih cocok ditanam pada musim kemarau dan tidak terlalu banyak membutuhkan irigasi dari pada tanaman padi.
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
85
Aspek Irigasi Kurangnya pemeliharaan pada saluran irigasi sangat berpengaruh pada besarnya layanan pemberian air untuk irigasi pada tanaman padi Daerah Layanan Irigasi Wonosroyo, sehingga pembagian air irigasi tidak merata. Hal ini menyebabkan banyak lahan yang kering akibat kekurangan air irigasi sehingga banyak lahan sawah yang berganti fungsinya dari tanaman padi menjadi tanaman tembakau Aspek Pertanian Pada Daerah Layanan Irigasi Wonosroyo memiliki kecenderungan naiknya hasil produksi padi seperti terjadi pada Kecamatan Wonosari sedangakan pada Kecamatan Tapen hasil produksi padi menurun, hal ini dikarenakan pada Kecamatan Tapen terjadi alih fungsi lahan irigasi dari tanaman padi menjadi lahan tanaman tembakau. Aspek Sosial Ekonomi Tanaman tembakau dari segi ekonomi sangat menguntungkan karena tidak membutuhkan pengairan yang banyak, selain itu hasil panen dari tanaman tembakau lebih besar keuntungannya dari pada hasil panen tanaman padi. Tabel 5: Baku Sawah Tahun D.I Clangap 2001/2002 NO
KECAMATAN
1
Pujer
2
Tamanan
3 4
Tenggarang Grujugan
DESA Sukowono Sukokerto Alassumur Pengarang Sbr. Jeruk Tegalpasir Pc. Anom Jambeanom Sbr. Kemuning Sbr. Salam Jambesari Bataan Pekalangan Pejagan Grujugan Lor Grujugan Kdl. Tegalmijin Kejawan Koncer
Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru
BAKU SAWAH (ha) TEKNIS
SEMI TEKNIS
137 126 106 283 94 108 190 239 30 76 340 41 15 75 216 134
23 28 -
30 47 7 55 34 17 -
137 126 106 306 124 108 237 239 65 131 374 41 15 92 216 134
155 119 211 2.695
51
190
155 119 211 2.936
SEDERHANA
TOTAL
Jumlah Lahan Di Daerah Irigasi Clangap Pada tahun 2001/2002, DI Clangap memiliki potensi lahan sawah beririgasi sebesar 2.936 ha, di mana wilayah layanan jaringan irigasinya meliputi 4 (empat) kecamatan di Kabupaten Bondowoso. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Clangap pada tahun 2001/2002 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 5 diatas.
86
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
Untuk tiap-tiap kecamatan, jumlah tertinggi potensi lahan sawah beririgasi di wilayah layanan DI Clangap adalah Kecamatan Tamanan yaitu sebesar 1.319 ha sedangkan potensi terkecil adalah Kecamatan Tenggarang yaitu sebesar 15 ha. Pada tahun 2004/2005, secara keseluruhan potensi lahan sawah beririgasi di DI Clangap mengalami peningkatan dengan laju sebesar 0,54 %. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Clangap pada tahun 2004/2005 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 4.5 berikut. Dari ke-4 (empat) kecamatan yang yang menjadi wilayah layanan DI Clangap, hanya Kecamatan Pujer yang mengalami perubahan potensi lahan sawah beririgasi yaitu dari potensi lahan sebesar 675 ha pada tahun 2001/2002 meningkat menjadi 691 ha pada tahun 2004/2005 atau naik sebesar 2,34 %. Tabel 6: Baku Sawah D.I Clangap Tahun 2004/2005 NO
KECAMATAN
1
Pujer
2
Tamanan
3 4
Tenggarang Grujugan
DESA Sukowono Sukokerto Alassumur Pengarang Sbr. Jeruk Tegalpasir Pc. Anom Jambeanom Sbr. Kemuning Sbr. Salam Jambesari Bataan Pekalangan Pejagan Grujugan Lor Grujugan Kdl. Tegalmijin Kejawan Koncer
Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru
BAKU SAWAH (ha) TEKNIS
SEMI TEKNIS
SEDERHANA
TOTAL
137 126 106 277 94 108 190 239 30
45 28
30 47 7
137 126 106 322 124 108 237 239 65
76 340 41 15 75 216 134 155 119 211 2.689
73
55 34 17 190
131 374 41 15 92 216 134 155 119 211 2.952
Aspek Hidrologi Potensi hidrologi pada DI Clangap cukup baik. Disamping curah hujan yang mencukupi tiap tahunnya, ketersediaan air irigasi pada saat musim kemarau cukup baik. Kondisi ini memungkinkan petani pada DI Clangap untuk menanam padi sepanjang tahun atau minimal menanam padi dua kali dalam setahun dengan selingan Palawija. Pelaksanaan tata tanam yang demikian terbukti cukup menguntungkan bagi petani. Aspek Irigasi Mulai membaiknya operasional jaringan irigasi pada DI Clangap memberi kontribusi dalam peningkatan luas baku sawah. Perbaikan saluran yang telah dilaksanakan terbukti mampu meningkatkan pelayanan irigasi bagi sawah-sawah di DI Clangap. Akan tetapi, operasional jaringan irigasi yang ada belum maksimal, sehingga
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
87
laju peningkatan potensi lahan sawah beririgasi pada DI Clangap hanya kecil (0,54%). Pelaksanaan perbaikan pada saluran-saluran irigasi yang ada harus terus ditingkatkan, utamanya pada saluran-saluran tersier agar pelayanan irigasi semakin baik, sehingga laju peningkatan potensi luas baku sawah semakin meningkat. Aspek Pertanian Pengelolaan sumberdaya pertanian yang dilakukan dengan baik akan dapat meningkatkan produktivitas pertanian dengan mendorong masyarakat petani pada DI Clangap melaksanakan pola tanam Padi-Padi-Palawija atau bahkan Padi-Padi-Padi. Pola tanam ini terbukti memberian keuntungan yang lebih besar dibanding pola tanam PadiPalawija-Palawija. Dengan pengelolaan jaringan irigasi yang baik sehingga ketersediaan air mencukupi dan dorongan keuntungan yang lebih besar, mendorong sebagian besar petani di wilayah DI Clangap untuk cenderung menanam padi pada lahannya. Tabel 7: Baku Sawah D.I Sampean Baru Tahun 2001/2002 NO
KECAMATAN
1
Cermee
2
Prajekan
3
Klabang
DESA Bercak Suling Wt. Suling Kl. Cermee Ramban Wt. Ramban Kl. Sempol Bandilan Gayam Lumutan
Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru
BAKU SAWAH (ha) TEKNIS
SEMI TEKNIS
SEDERHANA
TOTAL
283 183 92 304 249 133 103 124 117 41 1.629
-
4 4
283 183 92 308 249 133 103 124 117 41 1.633
Aspek Sosial Ekonomi Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air irigasi melalui kelembagaan petani yaitu HIPPA diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan irigasi. Peranan HIPPA dalam pengelolaan jaringan irigasi pada DI Clangap terutama pada segi operasional dan pemeliharaan jaringan (OP) sudah cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan, sehingga pembagian air irigasi ke petak-petak sawah dapat dilakukan dengan lebih baik dan potensi baku sawah yang ada dapat tergarap dengan baik. Khusus wilayah layanan DI Sampean Baru yang ada di wilayah Kabupaten Bondowoso, pada tahun 2001/2002, terdapat potensi lahan sawah beririgasi sebesar 1.633 ha yang meliputi 3 (tiga) wilayah kecamatan. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Sampean Baru pada tahun 2001/2002 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel diatas. Dari ke-3 (tiga) kecamatan yang menjadi wilayah layanan DI Sampean Baru di Kabupaten Bondowoso, potensi lahan sawah beririgasi tertinggi adalah Kecamatan Cermee yaitu sebesar 1.248 ha sedangkan untuk potensi terendah adalah Kecamatan Klabang yaitu sebesar 41 ha. Dari data dapat ditunjukkan bahwa secara keseluruhan potensi lahan sawah beririgasi di Kabupaten Bondowoso yang menjadi wilayah layanan DI Sampean baru mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari potensi
88
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
lahan sebesar 1.633 ha pada tahun 2001/2002 meningkat menjadi 2.883 ha pada tahun 2004/2005 atau dengan laju sebesar 55,36 %. Berikut disajikan data tentang luas baku sawah DI Sampean Baru pada tahun 2004/2005 dirinci per kecamatan seperti pada Tabel 8. Dari data yang disajikan pada Tabel 8 di atas, dapat ditunjukkan bahwa dari ke-3 (tiga) kecamatan di Kabupaten Bondowoso yang menjadi wilayah layanan DI Sampean Baru, masing-masing mengalami laju peningkatan yang cukup signifikan. Kecamatan yang memiliki laju peningkatan tertinggi adalah Kecamatan Klabang yaitu sebesar 107,34 %, diikuti dengan Kecamatan Cermee dengan laju sebesar 57,04 % dan Kecamatan Prajekan dengan laju peningkatan sebesar 37,54 %. Tabel 8: Baku Sawah D.I Sampean Baru Tahun 2004/2005 NO
KECAMATAN
1
Cermee
2
Prajekan
3
Klabang
DESA Bercak Suling Wt. Suling Kl. Cermee Ramban Wt. Ramban Kl. Sempol Bandilan Gayam Lumutan Tarum
Jumlah Sumber : Balai PSAWS Sampean Baru
BAKU SAWAH (ha) TEKNIS
SEMI TEKNIS
SEDERHANA
TOTAL
818 295 134 497 340 160 196 190 117 41 95 2.883
-
-
818 295 134 497 340 160 196 190 117 41 95 2.883
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku berdasarkan data terakhir Tahun 2004 sebesar Rp. 1.644.785.630.000,- di mana laju pertumbuhan rata-rata PDRB dari Tahun 2000 sampai dengan 2004 adalah sebesar 10,59 %. Sektor yang merupakan penyumbang PDRB tertinggi adalah sektor pertanian yang mencapai 47,98 % dari total PDRB Tahun 2004. Sedangkan sektor yang mengalami laju pertumbuhan terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum dengan laju pertumbuhan rata-rata dari Tahun 2000 sampai Tahun 2004 sebesar 15.78 %. Berikut disajikan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku seperti Tabel 9 berikut ini.
Studi Identifikasi dan Pengaruh Jumlah Lahan Irigasi Terhadap PDRB Di Kabupaten Bondowoso
89
Tabel 9: PDRB Kabupaten Bondowoso Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Berlaku (x 106 Juta Rupiah) No I II III IV V VI VII VIII IX
Sektor/Sub Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa /Perusahaan Jasa - Jasa PDRB
2000 612.246,47
2001 695.435,96
2002 766.926,33
2003 806.914,51
2004 873.706,72
1.402,27
1.602,67
1.988,54
2.257,03
2.443,34
88.871,26
100.643,21
119.256,21
141.727,81
163.064,27
5.068,84
6.435,56
7.284,51
8.497,02
9.744,35
41.592,25
46.380,46
50.388,53
55.722,47
61.996,24
185.277,41
216.418,27
244.810,75
285.014,46
327.796,49
29.591,25
34.690,53
38.822,79
43.210,53
47.594,43
110.100,32
132.577,13
145.705,43
159.319,09
177.446,50
103.990,13 116.636,84 130.577,93 142.122,70 157.079,85 1.185.140,19 1.350.820,63 1.505.761,01 1.644.785,63 1.820.872,19
Sumber : Kabupaten Bondowoso Dalam Angka Tahun 2000 - 2004
Sedangkan untuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga konstan berdasarkan data terakhir Tahun 2004 adalah sebesar Rp. 1.370.250.740.000.- di mana laju pertumbuhan rata-rata PDRB dari Tahun 2000 sampai dengan 2004 adalah sebesar 21,69 % dari total PDRB Tahun 2004. %. Sektor yang merupakan penyumbang PDRB tertinggi adalah sektor pertanian yang mencapai 51,43 % dari total PDRB Tahun 2004. Sedangkan sektor yang mengalami laju pertumbuhan terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum dengan laju pertumbuhan rata-rata dari Tahun 2000 sampai Tahun 2004 sebesar 4,80 %. Berikut disajikan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso menurut lapangan usaha berdasarkan harga konstan seperti Tabel dibawah. Tabel 10: PDRB Kabupaten Bondowoso Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan (x 106 Juta Rupiah) No I II III IV V VI VII VIII IX
Sektor/Sub Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa /Perusahaan Jasa - Jasa PDRB
2000 288.696,11
2001 295.523,12
2002 305.053,02
2003 676.900,19
2004 704.751,94
1.139,81
1.153,63
1.308,35
1.660,41
1.690,10
49.468,92
50.152,09
54.350,04
104.424,53
111.774,04
2.689,18
3.070,32
3.220,99
6.587,24
7.022,35
22.146,72
22.970,07
23.299,62
44.038,89
45.622,30
95.909,75
98.566,22
100.391,16
204.424,25
218.536,98
17.501,56
18.488,55
19.056,25
33.195,62
34.557,74
56.206,03
61.328,34
61.667,18
123.499,59
130.933,48
55.552,03 589.580,12
56.432,58 607.684,93
58.042,83 110.702,09 115.361,83 626.389,44 1.305.432,81 1.370.250,74
Sumber : Kabupaten Bondowoso Dalam Angka Tahun 2000 - 2004
90
NEUTRON, VOL.8, NO.1, FEBRUARI 2008 : 67-90
Saran Untuk menjaga lahan irigasi di kab.bondowoso harus ada kerjasama yang baik dari pemerintah kota dengan masyrakat setempat, sehingga Product Dometic Regional Bruto (PDRB) dapat terpenuhi secara maksimal. DAFTAR PUSTAKA Balai PSAWS Sampean Baru (2004), Data Jumlah Lahan Irigasi. Hansen, VA, Orson I, Glen ES ((1992), Dasar-dasar dan Praktek Irigasi, Terjemahan, Cetakan Ke 2, Jakarta: Penerbit Erlangga Kabupaten Bondowoso Dalam Angka Tahun 2000 – 2004 Rasyid, S. (1987), Irigasi I, Surabaya: Jurusan Teknik Sipil ITS Sholeh, M. (1986), Hidrologi, Surabaya: Teknik Sipil ITS Soewarno (1995), Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data, Jilid 1 dan 2, Bandung: Penerbit Nova Soewarno (1991), Hidrologi, Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri), Bandung: Penerbit Nova. Sosrodarsono, S., Kensaku T. (2006), Hidrologi Untuk Pengairan, Terjemahan, Cetakan ke 10, Jakarta: Pradnya Paramita Wilson, EM (1993), Hidrologi Teknik, Terjemahan, Edisi Ke 4, Bandung: Penerbit ITB