STUDI FENOMENOLOGIS: PERBEDAAN BUDAYA BERKOMUNIKASI ANTARA MASYARAKAT PENDATANG KETURUNAN ARAB [OYEK] DENGAN PENDUDUK ASLI BANGIL KABUPATEN PASURUAN Oleh: Zainul Ahwan Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Yudharta Pasuruan
Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana interaksi dalam berkomunikasi antara warga pendatang keturunan arab dengan warga asli yang berdomisili di Kelurahan Kauman Bangil. Warga asli Bangil merupakan warga dari keturunan suku jawa dan Madura dengan dialek bahasa jawa timuran. sedangkan warga pendatang keturunan arab menggunakan bahasa Indonesia. Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan budaya berkomunikasi antara warga pendatang dengan penduduk asli, mengetahui cara dalam berkomunikasi, mengetahui bagaimana menyesuaikan dan mengatasi hambatan yang dialami serta bagaimana akulturasi terjadi. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-fenomenologis. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Adapun hasil penelitian ini ditemukan diantaranya: 1. Perbedaan budaya berkomunikasi antara warga pendatang dengan penduduk asli yang meliputi: volume suara, pesan verbal, pesan nonverbal, persepsi, kontradiksi, komplemen, devinisi kata, gaya bahasa, aturan berkomunikasi yang disepakati dalam keluarga, intonasi, artikulasi, serta pemilihan kata sapaan; 2. Dalam berkomunikasi warga pendatang dan penduduk asli menggunakan bahasa Indonesia; 3. Adanya hambatan yang dialami warga pendatang yaitu: Tidak bisa menyatukan persepsi, Tidak mengerti bahasa Jawa Timur dengan baik dan benar, Intensitas pertemuan; 4.Adanya hambatan yang dialami penduduk asli diantaranya: Tidak mengerti makna secara tepat penggunaan dan pengaturan jarak diri; 5. Cara penyesuaian yang dilakukan warga pendatang diantaranya: Mengikuti kerja bakti, Mengikuti arisan warga; 6. Cara penyesuaian yang dilakukan penduduk asli diantaranya: Memberitahu tata cara dan kebiasaan lingkungan, Mengajak warga pendatang ikut arisan; 7. Akulturasi budaya yang terjadi yaitu akulturasi yang tidak menyeluruh atau akulturasi yang tidak sempurna dan lazim disebut enkulturasi. Key Words : Budaya berkomunikasi, Warga pendatang dengan warga asli
A. Latar belakang penelitian Berkomunikasi merupakan sebuah tindakan menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan. Tindakan melakukan komunikasi pada dasarnya merupakan esensi dari kehidupan manusia itu sendiri yang bersifat naturalaliah. Manusia semenjak dilahirkan, mereka sudah melakukan komunikasi. Setiap hari, setiap orang berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Komunikasi mempunyai wujud yang sangat unik dan universal. Meskipun manusia semenjak dilahirkan sudah dibekali dengan kemampuan untuk berkomunikasi, namun tidak dengan sendirinya setiap orang akan terampil dalam melakukan komunikasi yang efektif
dengan orang lain, apalagi dengan orang yang berbeda budaya dengan kita. Setiap budaya mempunyai cara berkomunikasi dan cara memahami pesan sendiri, semua itu didasari oleh budaya mereka masing-masing. Kebanyakan yang terjadi yaitu sering timbul salah paham dalam menafsirkan pesan dari satu orang dengan orang yang lainnya. Dalam berkomunikasi dengan orang berbeda budaya, setiap orang seharusnya mampu mengerti pikiran dan latar belakang orang lain, yang berkomunikasi dengan mereka atau orang yang terlibat komunikasi dengan mereka. Secara sadar atau tidak sadar manusia akan selalu terlibat komunikasi dengan orang lain, dan karena kemajuan
1
teknologi bisa secara kebetulan setiap orang bertemu dan berkomunikasi dengan orang berbeda budaya. Dalam hidup bermasyarakat, setiap warga menghendaki hidup selaras dan seimbang. Dimana dalam kehidupan bermasyarakat harus ada saling menghargai dan menghormati sesama warga, agar tercipta kerukunan bersama. Selama hidup, selama itu pula kita akan terlibat komunikasi dengan orang lain, apalagi dengan sesama tetangga dalam suatu lingkungan perkampungan. Sehingga mau tidak mau, sadar tidak sadar kita akan selalu terlibat komunikasi dengan para tetangga, baik pesan verbal maupun nonverbal. Seperti yang terjadi di Bangil, dimana di Kelurahan tersebut terdapat percampuran penduduk antara penduduk asli bangil dengan warga pendatang keturunan arab. Warga Bangil dengan latar belakang Suku Jawa Timur dengan dialek bahasa Jawa Timur an yang kental, tutur bahasa yang agak keras dan terus terang. Sedangkan warga keturuan arab erat dengan dialek dan gaya komunikasi yang masih cenderung mengikuti pola-pola komunikasi aslinya baik dalam penggunaan lambing komunikasi verbal maupun nonverbal misalnya mengenai ekspresi wajah (marah, bercanda, dan keadaan serius), gerakan tubuh, dan sikap dalam menerima tamu (jarak diri). Proses interaksi antara warga pendatang dengan penduduk asli Bangil tersebut tentunya akan menjadikan terlibat komunikasi yang intens dan berkesinambungan dari hari-kehari, sehingga perbedaan-perbedaan tersebut merintangi saling pengertian antara warga pendatang dengan penduduk asli. Dalam kehidupan bermasyarakat, proses interaksi social menjadi bagian kehidupan yang tidak bisa dilewatkan. Kehidupan social antara warga asli Bangil dengan penduduk pendatang keturunan arab pun terjadi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan seperti acara pernikahan,
pengajian keagamaan, kegiatan kewargaan seperti pertemuan warga RT ataupun RW dan sebagainya. Saling interaksi anata penduduk asli Bangil dengan warga pendatang keturunan arab tersebut semakin meningkatkan intensitas pertemuan dua kebudayaan dan model komunikasi diantara keduanya. Penyesuaianpenyesuain dalam interaksi dan komunikasipun akan lebih dominan dilakukan oleh warga pendatang mengingat penduduk asli Bangil merupakan penduduk mayoritas dengan kekuatan social yang lebih dominan. Warga pendatang keturunan arab dan penduduk asli bangil yang ada di daerah Bangil, dalam berkomunikasi dan melakukan interaksi terdapat banyak perbedaanperbedaan cara berkomunikasi. Sedangkan mereka hidup dalam satu lingkungan masyarakat yang sama, yang setiap saat, dan setiap waktu bertemu dan saling bertegur sapa melakukan proses komunikasi layaknya warga pada umumnya. Dari keunikan proses komunikasi antara penduduk asli dengan penduduk pendatang inilah yang menjadikan hal tersebut menarik untuk dilakukan penelitian. B. Metode penelitian Penelitian tentang budaya berkomunikasi antara masyarakat pendatang keturunan arab [oyek] dengan penduduk asli Bangil Kabupaten Pasuruan ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan penelitian fenomenologis. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kauman Bangil Kabupaten Pasuruan. Dengan informan kunci warga keturunan arab dan warga asli Bangil. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan interview mendalam (indepth interview). Teknik analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. C. Pembahasan 1. Keterkaitan Budaya dan Komunikasi
2
Budaya sangat berpengaruh terhadap komunikasi, karena budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Setiap manusia berkomunikasi sesuai dengan budaya mereka, misalnya orang Korea, Amerika, dan Mesir berkomunikasi sesuai dengan budaya negara mereka, perilaku tersebut dipelajari, diketahui, serta terikat oleh budaya, sehingga cara mereka memandang dunia di hasilkan budaya mereka sendiri. Kim (dalam Samovar dan Porter, 1981: 36). Setiap perilaku kita adalah hasil dari budaya kita, sehingga budaya dan komunikasi tak dapat di pisahkan, oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan, dan semua perilaku-perilaku kita sangat bergantung pada tempat di mana kita di besarkan, dari situlah kita memiliki budaya yang mungkin akan berbeda dengan orang lain. Menurutnya, kemiripan budaya dalam mempersepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu obyek sosial atau suatu peristiwa. Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu merupakan respon terhadap fungsi budaya kita. Praktek dan perilaku komunikasi berbeda antara individu yang satu dengan yang lain, yang diana dibawa oleh budaya masingmasing, sehingga hal ini menyebabkan komunikasi terikat oleh budaya. Komunikasi yang kita lakukan dengan orang lain mengharuskan kita mengerti,memahami pesan yang dikatakan, karena kesalahpahaman kita dalam berkomunikasi dengan orang lain adalah karena kita tidak bisa memahami dan mengerti pesan orang lain, karena hal tersebut dibawa dari masing-masing budayanya, dan berbeda
antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Perasaan lebih dalam memandang budaya sendiri terkadang sering menjadi penyebab kita gagal dalam berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya dengan kita. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat abstrak, kompleks dan luas. Sehingga banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Kim (dalam Samovar dan Porter, 1981: 38). Hubungan antara komunikasi dengan budaya tidaklah dapat terpisahkan, hal itu juga sangatlah berpengaruh pada hubungan antara masyarakat dengan kebudayaan, yang paling realistik ditunjukkan melalui keberadaan kebudayaan sebagai wadah untuk mempertahankan masyarakat dari berbagai ancaman yang menghadang mereka. Intinya setiap perilaku kita dan apa yang kita komunikasikan dengan orang lain adalah hasil dari budaya kita, sehingga komunikasi tidak dapat terlepas dari budaya, dan hubungannya timbal balik. 2. Komunikasi Antar Budaya Berbicara komunikasi antar budaya, kita akan melibatkan 2 buah term yaitu komunikasi dan budaya. Bahkan untuk merumuskan budaya saja, Kunst dan Kim menyebut, “More than one hundred definition of the term have been suggested” Sedangkan menurut Hall (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2005: 136) “Culture is communication and communication is culture”. Dari pendapat kedua ahli diatas, sehingga bila disimpulkan bahwa hubungan antara komunikasi dan budaya dalam hubungan timbal balik, yakni budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan komunikasi menentukan, memelihara, mengembangkan serta mewariskan budaya. Komunikasi budaya bias dikatakana
3
komunikasi insani (Human Communication) sebagaimana di ungkapkan Samovar Dan Porter “To Understand intercultural interaction one must first understand human communication”. Dikatakan komunikasi insani karena komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan budaya yang berbeda, karena sifat komunikasi yang sangat unik, sehingga dari setiap individu membawa cara berkomunikasi dari masing-masing budaya mereka, untuk berkomunikasi individu menggunakan lambang-lambang mereka sendiri sehingga mereka dapat berbagi pengalaman, secara tidak langsung atau bahkan menerima lambang orang lain. Komunikasi antar budaya seperti yang telah dijelaskan di atas, terjadi antara orangorang yang berbeda bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial atau bahkan jenis kelamin dan sangat berkaitan dengan komunikasi insani. Untuk memahami komunikasi antar budaya, perlu memahami tiga hal yang berkaitan erat dengan pemahaman kita terhadap budaya orang lain, ketiga elemen ini merupakan bangunan dasar penyebab kegagalan sekaligus keberhasilan, komunikasi antar budaya. Kim (dalam Mulyana dan Rakhmat, 2005: 137) adapun ke tiga hal tersebut adalah: a. Persepsi Persepsi merupakan proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan internal atau bisa diartikan cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 25). Menurutnya, komunikasi antar budaya akan lebih dipahami sebagai perbedaan budaya yaitu dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian, dan bisa disimpulkan bahwa masalah-masalah kecil
dalam komunikasi sering diperumit oleh perbedaan-perbedaan. Sifaram dan Roy T. Cogdell (dalam mediator, 1992 : 49) memberi gambaran bahwa setiap orang dari budaya tertentu, memiliki potensi dasar untuk berbeda dalam mempersepsi, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Dengan kata lain setiap orang akan memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas yang ada di sekelilingnya. Persepsi sosial tidaklah sesederhana persepsi terhadap lingkungan fisik. Persepsi bisa berdasarkan pengalaman seseorang terhadap objek atau kejadian, dan reaksi mereka terhadap itu berdasarkan pengalaman mereka. Sehingga hal tersebut membuat orang yang mempunyai perbedaan pengalaman budaya menyebabkan mereka mengalami perbedaan dalam mempersepsi sesuatu, misalnya orang yang berbeda budaya. b. Komunikasi Verbal Setiap tempat memiliki nilai-nilai yang dianut suatu kultur/budaya, maka dengan sendirinya akan memiliki makna bahasa yang berbeda antara masing-masing budaya, bahasa sebagai simbol kode verbal. Terbentuk atas seperangkat simbol dengan aturan untuk dipahami dan digunakan suatu komunitas, sehingga bahasa terikat oleh budaya. Masingmasing individu dengan latar belakang yang berbeda mempunyai makna bahasa yang berbeda. Kim (dalam Liliweri, 2001: 45). Setiap komunitas mempunyai persetujuan dalam memaknai suatu bahasa tertentu, dan sudah di sepakati bersama. Sehingga masing-masing komunitas mempunyai bahasa yang khas yang hanya dipahami komunitasnya. c. Komunikasi Non Verbal Pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata, menurut Samovar dan Porter (dalam Liliweri, 2001: 47) “Komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting
4
3. Kelurahan Kauman Kecamatan Bangil Kelurahan Kauman adalah sebuah Kelurahan yang terletak di Kecamatan Bangil yang berlokasi peris berada dijantung kota Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan. Kelurahan tersebut berbatasan dengan Kelurahan Bendo Mungal disebalah utara, Kelurahan Kidul Dalem disebalah selatan, Kelurahan Pogar disebelah barat dan sebelah timur Kelurahan Kersikan. Kelurahan kauman merupakan Kelurahan yang cukup mempunyai potensi dibidang perdagangan dan industry. Berbagai kerajinan border dihasilkan dari tempat tersebut dan dari banyaknya industry kerajinan border inilah Kota Bangil tersohor sebagai Kota Bordir atau kota “BANGKODIR”. Adapun penduduk Kelurahan kauman mayoritas masyarakatnya bergerak dibidang wiraswasta. Kelurahan kauman merupakan Kelurahan yang cukup potensial di bangil hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya para para pendatang yang menetap sebagai warga Kelurahan tersebut. Dari hasil data yang berhasil diperoleh penulis warga pendatang sukses dalam berwiraswasta tetapi hal tersebut tidak membuat kecemburuan sosial karena penduduk setempat juga sangat sukses dalam mengelola usahanya. Dan sejauh ini kondisi ekonomi penduduk Kelurahan Kauman berdasarkan realita dari data yang ada bisa dikatakan menengah keatas. Adat budaya masyarakat Kelurahan Kauman tidak mengalami banyak perubahan, Kelurahan kauman merupakan Kelurahan dengan masyarakat yang islami dengan nuansa relegiusitas yang kental. Budaya kepesantrenan masih kental didalam masyarakat. Tradisi mamakai sarung [sarungan], berkopyah merupakan hal-hal yang sudah lazim dilakukan oleh penduduk setempat. Budaya patron terhadap para orang tua, tokoh agama / kiai juga masih kental hidup didalam kehidupan masyarakat Kelurahan
komunikasi, yang dihasilkan oleh individu yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima” Sehingga menurutnya bahasa verbal terikat oleh budaya, begitu juga bahasa non verbal, sehingga bahasa nonverbal dari masing-masing individu dari setiap budaya berbeda satu sama lain, sehingga kita mengalami kesulitan untuk menafsirkan makna nonverbal dari orang lain apalagi yang berbeda budaya, tetapi bahasa nonverbal selalu selaras dengan bahasa verbalnya, contohnya ketika kita marah, maka mata secara tidak sengaja akan berwarna merah. Ada enam jenis pesan nonverbal Duncan (dalam Rahkmat, 2005 : 289) yang harus kita pahami yaitu: Pertama kinesik atau gerak tubuh yang meliputi : pesan gestural, pesan fasial, dan pesan postural , Kedua paralingustik atau suara, Ketiga progsemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial, Keempat olfaksi atau penciuman, Kelima sensitivitas Kulit, dan faktor artifaktual seperti pakaian dan kosmetik sedangkan menurut Knapp (dalam Liliweri, 2001: 287) bahwa pesan nonverbal mempunyai lima fungsi sebagai berikut: Pertama repetisi adalah mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal contohnya ketika kita menolak sesuatu maka spontan kepala kita akan ikut menggeleng, Kedua substitusi ialah menggantikan lambang-lambang verbal contohnya meganggukkan kepala ketika kita setuju, Ketiga kontradiksi ialah menolak pesan verbal atau bahkan memberikan makna lain terhadap pesan verbal contohnya anda bilang tidak marah tetapi mata anda memerah, Keempat komplemen yaitu melengkapi dan memperkaya makna nonverbal contohnya jika anda senang maka wajah anda akan berseriseri, Kelima aksentuasi adalah menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya contohnya ketika anda jengkel maka anda memukul sesuatu.
5
Kauman. Selain itu penduduk Kelurahan kauman juga masih mempertahankan dan melestarikan budaya-budaya nenek moyang dari generasi ke generasi. Seiring perkembangan peradapan masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan namun kelestarian budaya-budaya seperti budaya pernikahan, budaya pertunangan, dan peringatan bulan-bulan suci masih tetap terjaga di Kelurahan ini. Perkembangan media komunikasi dan informasi tidak berpengaruh terhadap pelestarian budaya-budaya nenek moyang, Seiring arus globalisasi masyarakat Kelurahan Kauman. Hal tersebut justru semakin menambah khasanah kekayaan budaya pendududuk Kelurahan Kauman. Masyarakat Kelurahan Kauman mengadopsi budayabudaya asing (dari luar Kelurahan) yang masuk dan berkembang di Kelurahan Kauman seperti tarin javen, gambusan dan lain-lain namun hal tidak berpengaruh terhadap budaya-budaya nenek moyang yang ada. Sehingga perubahan tidak terjadi secara menyeluruh. Komunikasi yang terjadi di Kelurahan Kauman lebih banyak didasari oleh latar belakang masyarakat. Penduduk asli Kelurahan Kauman adalah keturunan suku jawa dan madura sehingga bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa campuran Jawa Timuran dan Madura. Berbicara tentang sikap hidup warga asli bangil sebenarnya sama saja dengan mayoritas orang Jawa Timur pada umumnya. Masyarakat adalah orang yang dalam dialek bahasanya cenderung agak kaku, terusterang dan agak sedikit kasar. Sama-sama bahasa jawa tetapi dialek jawa timuran berbeda denagn dialek jawa tengah. Penduduk asli bangil ini seringkali dihubungkan dengan dekatnya interaksi dan akulturasi bahasa antara bahasa Jawa Timur dengan Madura sehingga membentuk dialek bahasa Jawa Timuran. Pandangan terhadap penggunaan bahasa dan dialek orang bangil yang cenderung keras
tersebut sebenarnya tidak berbanding lurus terhadap pola prilaku masyarakat. Dari sudut pandang sosiologis maupun psikologis, kerangka kajian ilmiyah sudah banyak membuktikan bahwa orang Jawa Timur termasuk warga Bangil adalah warga yang responsif humanistic yang sangat mempertahankan akan pentingnya kekerabatan, nilai-nilai persaudaraan dengan tanpa memandang ada hubungan saudara apa tidak bahkan orang Jawa Timur sangat menjunjung paham “tamu” adalah raja, yang harus dihormati. 4. Perbedaan Budaya Berkomunikasi Antara Warga pendatang keturunan arab Dengan Penduduk Asli Bangil Komunikasi antar budaya akan lebih dapat dipahami sebagai perbedaan budaya yaitu dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian sehingga kesalahan kita dalam persepsi dapat menyebabkan kesalahfahaman dalam berkomunikasi. Komunikasi tidak hanya melibatkan proses verbal yang berupa kata, frase, atau kalimat yang diucapkan dan didengar, tetapi juga proses nonverbal yang meliputi isyarat, ekspresi wajah, kotak mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam, dan ciri paralinguistik. Pesan nonverbal sangat penting meskipun tidak sepenting isyarat vocal, setidaknya pesan nonverbal dapat mempertegas pesan verbal atau sebaliknya. Pentingnya tanda dan symbol nonverbal akan tampak bila, warga pendatang dan penduduk asli terlibat percakapan. Meskipun mereka menggunakan bahasa yang sama yaitu bahasa Indonesia tetapi mereka masih mengalami kesalahfahaman ketika mereka salah menafsirkan perilaku nonverbal yang mengisaratkan makna tertentu. Pertemuan antara warga pendatang keturunan arab dengan penduduk asli
6
Kelurahan Kauman, posisinya menyebar, warga pendatang keturunan arab biasanya berjualan, sebagaian dari mereka tertarik untuk Kelurahan Kauman karena ajakan atau informasi dari temannya atau saodara yang sudah tinggal di Bangil lebih dulu. Kebanyakan warga pendatang tersebut perprofesi sebagai pedagang ada yang berjualan pakaian / busana muslim, ritel dan lain-lain. Tingkat kesuksesan penduduk pendatang dibangil tergolong cukup tinggi ini terlihat dari banyaknya took-toko besar yang ada di Bangil mebanyakan dimiliki oleh warga pendatang keturunan Arab tersebut. Terlepas dari sukses dan tidaknya warga pendatang tersebut yang jelas warga pendatang dan penduduk asli ada perbedaan yang nyata khususnya dari cara berkomunikasi, bahwa Perbedaan budaya berkomunikasi mereka terletak pada volume suara keduanya. Volume suara warga pendatang yang cenderung kecil berbanding berbalik dengan penduduk asli asli yang keras. Perbedaan ini membuat warga pendatang merasa kaget saat pertama mereka datang ke Kelurahan Kauman. Volume suara penduduk asli menurut warga pendatang terdengar seperti orang yang sedang marah. Kesalahan yang terjadi dalam menafsirkan pesan tidak hanya terjadi dalam pesan yang disampaikan secara nonverbal melainkan juga terjadi pada pesan verbal. Berikut ini peristiwa kesalahan penafsiran pesan verbal yang dialami warga pendatang seperti penggunaan kata “bowoh" yang dmaknai sebagai sebuah kepura-puraan dan konyol. Kata “bowoh“ merupakan kata bahasa Jawa Timur yang digunakan untuk mewakili kata sumbangan yang diberikan seseorang biasanya kerabat atau tetangga kepada seseorang yang sedang memiliki acara hajatan seperti acara pernikahan, sunatan dan lain-lain. Sumbangan atau „bowoh‟ ini pada prakteknya tidaklah murni sebagai sumbangan karena adat
kebiasaan masyarakat setempat sumbangan tersebut akan dikembalikan disaat yang memberikan sumbangan tersebut mempunyai acara hajatan seperti tersebut diatas. Budaya “bowoh” merupakan budaya yang sudah berjalan dari generasi ke generasi dengan model dan pemaknaan yang sama. Artinya kalau bowoh kebanyakan akan dikembalikan namun substansi bowoh tersebut adalah membina kerukunan anatar warga untuk saling bantu-membantu. Dari contoh di atas, warga pendatang salahfaham dalam menafsirkan makna pesan verbal yang dapat terjadi dan berakibat timbulnya prasangka dan ketidakharmonisan dalam lingkungan. Kesalahan penafsiran ini terjadi karena adanya perbedaan memahami makna kata “sumbangan/bowoh” bagi warga pendatang dan penduduk asli. Kesalahan penafsiran pesan verbal sering terjadi justru karena warga merasa tahu arti kata dalam bahasa jawa tersebut sebagaimana pengertian yang penduduk asli pahami. Padahal yang terjadi apa yang warga pendatang pahami tidak sesuai dengan makna kata yang sebenarnya dimaksudkan oleh penduduk asli. Kesalahan-kesalahan inilah yang menimbulkan ketidakharmonisan antar warga. Warga pendatang dianganggap tidak disiplin atau suka mengabaikan kewajibannya Penduduk asli. Sedangkan warga pendatang menganggap penduduk asli atau orang Bangil cenderung emosional dan mudah marah yang dilatarbelakangi dari budaya asal mereka. 4.1. Pesan Nonverbal yang digunakan a. Pesan Gestural Pesan Gestural yaitu pesan non verbal dengan menunjukkan gerakan sebagian anggota badan Duncan (dalam Rakhmat, 2005 : 289). Setiap orang yang terlibat komunikasi dengan orang lain, akan melibatkan pemaknaan dalam penyampaian pesan. Karena pesan mengalir sepanjang saluran,
7
maka dari itu makna harus sedikit banyak relevan dengan pesan, oleh karena itu makna terdapat dalam pesan pada setiap titik pada saluran, dan tidak perlu diartikan bahwa makna itu terdapat dalam kata atau lambang yang membentuk pesan tersebut. Warga pendatang berpendapat bahwa penduduk asli tipikal masyarakat yang mudah marah. Penilaian ini timbul karena adanya kesalahan penafsiran pesan gestural warga pendatang oleh penduduk asli. seperti peristiwa yang terjadi ketika seorang penduduk asli memukul anaknya pada saat anak tersebut terlibat pertengkaran dengan anak penduduk pendtang. Peristiwa nonverbal yang dilakukan oleh warga asli dengan memukul anaknya tersebut ditafsirkan oleh penduduk pendatang sebagai reaksi kemarahan terhadap anak penduduk asli. Pendatang dan penduduk asli dalam menafsirkan makna pesan pesan gestural. Yang disebabkan oleh peristiwa pertengkaran anak mereka. Penduduk asli merasa tersinggung atas perilaku warga pendatang yang memukul anaknya sebagai reaksi nonverbal kemarahan terhadap anak penduduk asli yang bertengkar. Sementara kebiasaan penduduk asli tidak akan pernah memukul anaknya bila bertengkar dengan anak orang lain, kecendrungan mereka adalah membelanya sekalipun anak itu salah. Namun sejauh pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan juga informasi yang diperoleh dari informan warga pendatang belum pernah terjadi kesalahan dalam menafsirkan pesan nonverbal yang ditimbulkan oleh perilaku penduduk asli oleh warga pendatang. b. Pesan Fasial Pesan Fasial adalah pesan nonverbal dengan menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Duncan (dalam Rakhmat, 2005 : 289). Dalam hal ini pesan fasial dapat berfungsi Komplemen. Komplemen adalah pesan nonverbal yang
melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal (Knapp dalam Liliweri, 2001: 287), kesalahfahaman juga terjadi ketika terjadi kesalahan dalam menafsirkan perilaku komplemen. Setiap orang dengan budaya masing-masing berbeda dalam menafsirkan perilaku komplemen orang lain yang berbeda budaya dengannya, cara memahaminyapun berbeda. Begitu pula penduduk asli dalam menafsirkan perilaku komplemen warga pendatang. Ketika warga pendatang berperilaku berbeda dari hari-hari sebagaimana biasa mereka lakukan, menimbulkan penduduk asli kebingungan untuk memahami perilaku warga pendatang yang berbeda dari perilaku keseharian penduduk asli di Kelurahan Kauman. Seperti kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk asli yang memasang raut muka tersenyum ketika bertemu dengan tetangga dan itu tidak dilkukan oleh penduduk pendatang. Sehingga pemaknaan yang dilakukan oleh penduduk asli menganggap bahwa penduduk pendatang tidak sopan, dan tidak bermasyarakat. Semakin orang mengenal budaya orang lain, semakin terampillah mereka memperkirakan ekpektasi orang lain dan berusaha memenuhinya. Menurut salah seorang warga kelurahan kauman, sering kali terjadi kesalah pahaman yang disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menafsirkan pesan fasial antara warga pendatang dan penduduk asli. Warga pendatang beranggapan bahwa penduduk asli tidak sopan sedangkan penduduk asli beranggapan warga pendatang yang tidak sopan. Kesalahpahaman tersebut terjadi, karena tidak adanya saling pengertian antara masyarakat berbeda budaya terhadap budaya masing-masing. Juga pada dasarnya manusiamanusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan–kebiasaan, praktek-praktek dan
8
tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang serta diwariskan oleh satu generasi ke generasi lainnya dalam lingkup masyarakat Kelurahan Kauman. Pada gilirannya kelompok atau ras ini tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut, generasi berikutnya terkondisikan untuk menerima kebenaran tersebut tentang kehidupan sekitar mereka. Pantangan–pantangan dan nilai-nilai tertentu di tetapkan dan melalui banyak cara masyarakat menerima penjelasan tentang perilaku yang dapat diterima untuk hidup di lingkungan masyarakat. c. Pesan Paralinguistik Pesan Paralinguistik yaitu pesan nonverbal dengan menunjukkan getaran atau gelombang suara, dalam perbedaan makna pesan paralinguistik dapat berfungsi kontradiksi.Duncan (dalam Rakhmat, 2005 : 289) Kontradiksi adalah penolakan atas pesan verbal atau dapat dikatakan memberikan makna lain terhadap pesan verbal Knapp (dalam Liliweri, 2001 : 287). Ketika warga pendatang mengucapkan kata-kata secara lisan, akan tetapi ekspresi wajahnya menolak atau nampak berbeda dengan apa yang disampaikannya secara lisan atau verbal. Perilaku seperti ini lazim disebut pesan paralinguistic yang berfungsi kontradiksi. Ketidakterbukaan warga pendatang bertujuan untuk menghindari perselisihan yang bisa menyebabkan perpecahan. Mereka di Kelurahan Kauman harus mempertahankan diri serta menjalin hubungan baik dengan penduduk asli Kelurahan Kauman. Akan tetapi hal tersebut menurut penduduk asli merupakan suatu ketidakterbukaan, karena apa yang ada di dalam hati tidak sama dengan apa yang diucapkan secara lisan. Sehingga memunculkan wacana di dalam masyarakat bahwa warga pendatang tidak sosiable. Penduduk asli berpendapat, bahwa warga pendatang cenderung suka
menutup-nutupi. Kebiasaan masyarakat Jawa Timur yang menjungjung tinggi keterbukaan memunculkan wacana seperti di atas tentang warga pendatang. Padahal warga pendatang melakukan hal tersebut untuk menghindari perselisihan dan untuk tidak menyinggung perasaan orang lain Penduduk pendatang menganggap diam adalah emas, tetapi tidak bagi orang Jawa Timur, karena hal tersebut menyebabkan kesalahpahaman. Orang Jawa Timur lebih suka pembicaraan yang jelas dan tegas tidak berbeli-belit atau basa-basi.penduduk asli akan segera dan secara spontan dalam memberikan respon, tentang apa yang ada mereka rasakan. Misalnya, jika mendapatkan perlakuan baik, maka pada waktu yang sama mereka akan berterima kasih dan sebaliknya jika mendapatkan perlakuan yang tidak baik, merekaakan memberikan respons atau reaksi pada saat itu. 4.2. Persepsi Setiap orang didunia ini, memiliki pebedaan dalam mempersepsikan makna pesan verbal nonverbal dari sebuah realitas dari setiap kejadian yang mereka alami yang berakibat kesalah pahaman persepsi. Perbedaan perspektif atau pandangan merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, begitu pula yang terjadi di Kelurahan Kauman. Perbedan persepsi tentang suatu perilaku verbal dan nonverbal sering terjadi, persepsi dipengaruhi oleh pengalaman masing-masing individu yang dilatarbelakangi oleh budaya mereka. Persepsi yang ada dalam diri manusia seperti kejadian diatas ditimbulkan karena adanya perbedaan latar belakang budaya antara orang mengajak bercanda dengan yang diajak bercanda. Orang jawa timur adalah masyarakat yang senang bercanda. Kegemaran bercanda ini tidklain bertujuan untuk keakraban, namun persepsi yang
9
ditimbulkan dari percanda tersebut bagi warga pendatang bahwa warga asli adalah orang yang tidak serius dan susah dipercaya karena sifatnya yang slengean. Paradigma yang ada di Kelurahan Kauman inilah yang semakin membuat perbedaan– perbedaan yang sangat nampak dalam kehidupan berkomunikasi masyarakat Kelurahan Kauman Bangil. Masyarakat sama-sama mempunyai persepsi tentang masing-masing kelompok. Walaupun mereka jarang berkomunikasi satu sama lainnya tetapi perbedaan diantara mereka terlihat pada saat mereka bertemu. Mereka hanya saling tersenyum tanpa menanyakan kabar atau hal lainnya. Dari penuturan pendatang, mengatakan bahwa warga asli bangil tidak suka dilihat atau diperhatikan dalam tempo yang lama. Mereka mempersepsikan sikap itu sebagai kebiasaan orang yang suka menilai atau sedang menggunjingkan (merasani) dirinya. Perbedaan persepsi inilah yang penulis maksudkan sebagai suatu keunikan tersendiri yang terjadi di Kelurahan Kauman Bangil antara warga pendatang dengan penduduk asli. Kesalahan persepsi seperti kejadian di atas terjadi karena adanya perbedaan persepsi yang dilatar belakangi berbedaan budaya antara panduduk asli dan warga pendatang. Sehingga menimbulkan ketidakharmonisan dalam berkomunikasi antara warga pendatang dan penduduk asli. Hal tersebut juga membuat warga yang ada di Kelurahan itu tidak berbaur secara penuh satu sama lain. Melainkan mereka dibatasi oleh jarak pandang antara satu dan lainnya. 4.3. Definisi Kata Definisi adalah pengertian dari suatu hal baik subjek maupun objek di dunia ini, banyak hal terutama kata di dunia ini yang digunakan dalam bahasa setiap komunitas atau kelompok yang disepakati kelompok tersebut. Dimana terdapat perbedaan yang
10
tidak dimengerti oleh komunitas lainnya. Begitu pula yang terjadi di Kelurahan Kauman warga merasa banyak kata–kata yang seringkali digunakan sesuai dengan kebiasaan dari bahasa asli mereka sehingga hal tersebut membuat kebingungan diantara kedua belah pihak. Seperti kata “khoir/kher” kata-kata ini sering diucapkan oleh sesama penduduk pendatang. Namun dalam prakteknya juga sering kata-kata tersebut keluar ketika penduduk pendatang sedang berkomunikasi dengan penduduk asli ketika bertemu. Pendefinisian kata ini tentunya hanya bisa dipahami oleh penduduk pendatang yang sedang berkomunikasi. Dari contoh kata di atas menunjukkan adanya ketidak efektifan proses komunikasi yang dilakukan karena antara komunikator dengan komunikan tidak menggunakan referensi dan pengalaman yang sama dalam penggunaan bahasa sehingga apabila dikomunikasikan terhadap orang yang berbeda budaya, maka bisa menyebabkan kesalahfahaman yang berakibat fatal dalam berkomunikasi. 4.4. Gaya Bahasa (Logat) Kesalahpahaman - kesalahpahaman yang didasarkan oleh etnosentrisme ini berkembang dalam masyarakat disebabkan oleh adanya stereotip-stereotip dalam masyarakat antara warga pendatang dan warga asli. Dimana masing-masing warga menganggap bahwa stereotip yang berkembang itu sebagai kebenaran. Sehingga komunikasi antara warga pendatang dan penduduk asli terjadi benturan. Mereka dihadapkan dengan bahasa-bahasa, aturanaturan dan nilai-nilai yang berbeda. Warga pendtang yang tinggal di Kelurahan Kauman Bangil. Beranggapan bahwa gaya bahasa atau logat penduduk asli cenderung kasar dan warga pendatang cenderung tidak mengikuti gaya bahasa/ loghat mereka. Menurut warga asli yang lekat dengan bahasa jawa timuran tidak terbiasa dengan logat bahasa yang lemah
kalem sebagaimana bahasanya orang jawa tengah. Penggunaan gaya bahasa yang sepontan ini bagi warga asli merupakan ekspresi dari kejujuran dan keterbukaan. Gaya bahasa dalam berbicara yang dibawa oleh sebuah warga yang berbeda latar belakang budaya dapat membentuk image, yang kemudian dikaitkan dengan karakter atau watak komunitas masyarakat tersebut. Hal ini tidak terlepas dari stereotip yang memang berkembang dalam masyarakat bahwa cara berbicara seseoarang menunjukkan karakternya. Maka berkembanglah asumsi pada masing-masing warga yang berbeda latar belakang kebudayaan tersebut. 4.5. Aturan berkomunikasi dalam keluarga Aturan yang ada pada masing-masing masyarakat yang berbeda budaya, disepakati dan dilaksanakan bersama untuk seluruh masyarakat dalam lingkungan masing-masing. Aturan-aturan tersebut sering kali tidak dimengerti dan dipahami oleh masyarakat di luar kelompok tersebut. Dalam aturan masyarakat jawa sebuah keluarga ada aturan yang tersirat yang harus dilaksanakan seluruh keluarga. Yakni, aturan mengenai bagaimana memanggil dan berkomunkasi dengan orang yang lebih tua dalam tingkatan usia keluarga. Aturan yang ada dan disepakati bersama oleh warga asli sangat berbeda dengan apa yang menjadi kebiasaan penduduk pendatang. Jika dalam suatu keluarga jawa tingkatan dalam silsilah keturunan sangat dipelihara dan dijaga. Namun tidak demikian bagi penduduk pendatang yang notabene warga keturunan arab. Dalam masyarakat jawa siapapun yang lahir dari saudara yang lebih tua maka akan dipanggil dengan sebutan kakak meski usia mereka lebih muda. Namun tidak demikian dengan warga pendatang, bagi mereka siapa yang terlahir lebih dulu, maka dialah yang di panggil sebutan kakak tanpa memperhatikan susunan silsilah keluarga.
11
Dari paparan diatas menunjukkan bahwa setiap warga dari budaya yang berbeda memiliki aturan yang juga berbeda. Dimana aturan itu sangat diyakini dan dijaga sebagai suatu kebenaran yang tidak bisa dirubah. Disinilah terjadi sikap saling mempertahankan rasa etnosentrisme masing-masing budaya. Yakni, budaya merekalah yang paling benar dibanding budaya lainnya. Sehingga meski mereka hidup pada lingkungan yang sama namun tidak bisa berbaur satu sama lain karena masing-masing tetap mempertahankan budaya asal mereka. 4.6. Nada Atau Intonasi Setiap orang akan memiliki nada suara yang berbeda satu sama lain, perbedaan yang paling jelas adalah pada penekanan kata yang akan diucapkan, nada yang dimiliki setiap individu tidak terlepas dari latar belakang budaya asal mereka. Keunikan yang terjadi warga pendatang merasa dimarahi oleh penduduk asli dengan nada suara yang tinggi sebagai mana biasa dilakukan penduduk asli. Sedangkan warga setempat tidak merasa memarahi warga pendatang yang terlibat komunikasi dengan mereka, Hal tersebut terjadi karena keduanya tidak memahami karakter komunikasi masing-masing budaya yang berbeda. Selamanya orang jawa timur [penduduk asli] tidak akan pernah sadar kalau nada berbicara mereka tinggi dan terkesan seperti memarahi orang yang diajak berkomunikasi karena itulah kebiasaan mereka. Jelaslah bahwa dalam berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya tidak memahami efek apa yang dapat ditimbulkan oleh pesan yang disampaikan. warga pendatang yang merasa dibentak dengan nada bicara penduduk asli tetapi penduduk asli setempat tidak merasa melakukan hal yang dituduhkan pada mereka. Hal semacam ini justru sering menimbulkan kesalahan pahaman yang bisa menjurus pada rasa tersinggung
yang mudah menimbulkan kemarahan yang sebenarnya. Dalam kasus yang terjadi di Kelurahan Kauman Bangil, bisa saja terjadi di tempat lain yang memungkinkan penduduk asli bertemu dengan orang yang berbeda budaya dengan mereka. Karena permasalahan utamanya adalah orang lain cenderung menganggap budayanya sendiri sebagai suatu kebenaran yang harus juga diikuti oleh siapa saja yang mereka jumpai, tanpa mempersoalkannya lagi. Sehingga menggunakannya sebagai standard untuk mengukur budaya–budaya orang lain, bila orang lain tidak menyetujui nilai-nilai mereka bukan berarti bahwa orang itu salah atau bahkan egois padahal jelaslah bahwa secara kultur orang tersebut berbeda. 4.7. Artikulasi Artikulasi warga pendatang, sangat pelan sehingga apa yang mereka bicarakan bisa didengar sangat jelas. Berbeda dengan artikulasi penduduk asli yang cenderung cepat sehingga megakibatkan orang yang mendengar atau yang terlibat komunikasi terutama warga pendatang yang tidak terbiasa dengan pola komunikasi yang cepat kurang dapat menangkap pesan yang disampaikan dengan jelas. Artikulasi warga asli Bangil atau warga pendatang dipengaruhi oleh budaya asal mereka. Artikulasi kata memiliki peran yang signifikan dalam proses komunikasi. Penggunaan bahaya yang seringkali dilatarbelakangi oleh budaya seseorang akan cenderung mengabaikan nilai-nilai dan efektifitas tujuan berkomunkasi. Masyarakat Bangil yang cenderung cepat dalam berkomunikasi tentunya akan menghambat pemahaman dan pemaknaan pesan komunikasi yang disampaikan kepada warga pendatang mengingat warga pendatag cenderung pelan dalam proses komunikasi. 4.8. Pemilihan Kata Sapaan
Warga asli dalam berkomunikasi terbiasa menggunakan pemilihan kata sehingga apa yang akan disampaikan tidak asal terucap melainkan apa yang akan disampaikan itu didasari oleh maksud dan tujuan yang jelas. Sehingga mereka dalam berkomunikasi terlihat sangat menghormati orang yang diajak berkomunikasi misalnya dengan menggunakan kata ganti kamu dengan “sampean”, “mbak” atau “adik” berbeda dengan penduduk pendatang yang terbiasa tidak menggunakan kata ganti seperti diatas. Warga pendatang cenderung menggunkan bahasa Indonesia yang dalam penyebutan kata orang kedua dengan sebutan kamu. Dalam bahasa Indonesia kamu itu mempunyai arti normative dan tidak kasar, tetapi ketika masuk dalam dialek warga asli maka kata kamu itu menjadi kata yang kasar.
12
5. Bahasa Yang Digunakan Warga Pendatang Dan Penduduk Asli Dalam Berkomunikasi. Sebagian besar manusia di dunia, menghabiskan waktunya dengan bahasa, semua yang ada didunia ini berjalan dengan perantara bahasa. Kekuatan bahasa terletak pada kata-kata sehingga disebut the power of words, melalui kata dan logat yang tepat manusia bisa menggerakkan dunia. Sepanjang sejarah kehidupan manusia bahasalah yang tidak bisa mati, bahasa terus berkembang dari zaman ke zaman, dengan bahasa orang bisa mengetahui dengan siapa mereka berkomunikasi. Hakikat bahasa adalah bahasa tutur, bahasa membahasa dalam bahasa tutur tidak dalam bahasa tulis, didengar dan tidak dilihat, bahasa terlepas dari proses pelaksanaannya begitu bahasa dituliskan. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan bangsa Indonesia, bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa, dimana didalamnya ada keanekaragaman bahasa yang diserap dari bahasa-bahasa daerah dan asing sebagai
bentuk dari proses akulturasi budaya bahasa, yaitu berbagai bahasa daerah dari seluruh daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia disebut bahasa persatuan karena bahasa Indonesia dapat digunakan dan dimengerti seluruh lapisan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Meraoke. Baik yang berdomisili di kota besar maupun pelosokpelosok perKelurahanan semuanya bisa menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan untuk memperlancar jika suatu saat warga Indonesia bertemu dan berkomunikasi dengan warga Indonesia yang berasal dari daerah yang berbeda dengan latar belakang budaya bahasa yang berbeda pula. Karena sebagaimana diketahui bersama bahwa setiap daerah mempunyai bahasa daerah yang berbeda dan tidak dimengerti oleh orang yang berlainan budaya. Dengan adanya perbedaan di atas, baik warga pendatang maupun penduduk asli di Kelurahan Kauman Bangil menggunakan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, sebagai upaya untuk membuat komunikasi lebih lancar dan mengurangi salahpaham yang sering terjadi. Mereka sama-sama menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari. Karena mereka tidak bisa menggunakan bahasa daerah satu sama lain pada waktu terlibat komunikasi. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan sehari-hari ini dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahpahaman terjadi. Disinilah fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. 6. Hambatan Yang Dialami Warga Pendatang Dalam Berkomunikasi Perbedaan budaya Dalam berkomunikasi antara warga pendatang dan penduduk asli menimbulkan hambatan. Adapun hambatan yang dilami warga pendatang adalah sebagai berikut: a. Tidak Bisa Menyatukan Persepsi
13
Persepsi adalah proses internal yang dilakukan untuk memilih dan mengevaluasi serta mengorganisasikan rangsangan dari luar lingkungan eksternal Mulyana & Rakhmat (2005 : 25). Dalam berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya akan sangat terlihat jelas perbedaannya pada saat mempersepsikan objek-objek sosial dan kejadian-kejadian. Tetapi biasanya orang akan merasa atau mengetahui persepsinya berbeda ketika sudah terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Kesalahan dalam mempersepsi disebabkan oleh perbedaanperbedaan budaya dan cara berkomunikasi yang dapat mempengaruhi persepsinya. Persepsi berada dalam pikiran dan orang lain tidak bisa mengetahui sebelum terjadi kesalahpahaman yang mengakibatkan perselisihan. Di Kelurahan Kauman perselisihan sering terjadi karena warga pendatang sampai saat ini belum bisa menyatukan persepsi. Di Kelurahan Kauman Bangil ada salah seorang warga yang merasa sampai sekarang dengan waktu yang cukup lama belum bisa menyatukan persepsi. Sehingga waktu yang lamapun belum bisa membuat warga pendatang mengetahui dan mampu menyatukan persepsi mereka. Kenyatan ini menunjukkan betapa besar pengaruh latar belakang budaya yang dibawa sejak lahir dalam kehidupan masyarakat tidak dapat dirubah meski dilingkungan yang terpisah jauh dari budaya itu berasal. Kurangnya mereka berkumpul dan berkomunikasi berpengaruh pada ketidakmampuan mereka membaca persepsi masing-masing, sehingga menjadi penghambat mereka dalam mengurangi kesalahpahaman, kecenderungan warga pendatang yang lebih suka berkumpul dengan warga yang sama-sama keturunan arab membuat jarak antara keduanya semakin jauh. Sehingga kelihatan mereka seperti dua masyarakat yang terpisah.
Sikap penduduk asli tidak mempermasalahkan jika kebanyakan warga pendatang lebih suka bergaul dengan warga yang juga dari Tempat asal. Mereka sadar akan keterbatasan waktu untuk bisa berinteraksi dengan mereka, walaupun banyaknya permasalahan yang tersirat antara mereka tetapi penduduk asli bersikap wajar sebagaimana biasa dan tidak terpengaruh dengan situasi dan kondisi yang ada. b. Tidak Mengerti Bahasa Jawa Timur Dengan Baik Dan Benar Diantara bentuk simbol, bahasa merupakan simbol yang paling rumit, halus dan berkembang. Berdasarkan kesepakatan bersama dapat menjadikan suatu simbol bagi suatu hal lainnya. Bahasa daerah di negara ini beranekaragam sesuai dengan daerah masing-masing. Begitu juga dengan bahasa kedua warga ini, warga pendatang menggunakan bahasa Indonesia dengan campuran bahasa Arab asal tempat mereka. Penduduk asli menggunakan bahasa jawa timuran sebagai bahasa daerahnya. Warga pendatang akan lebih percaya diri dalam berkomunikasi bila menggunakan Indonesia dengan campuran sedikit kata-kata dari bahasa Arab dan sebaliknya juga penduduk asli akan lebih percaya diri bila berkomunikasi dengan bahasa jawa timuran. Kedatangan warga pendatang ke Bangil, mengharuskan warga pendatang setidaknya mengerti bahasa Jawa Timuran walau belum bisa cara pengucapannya yang tepat. Tetapi yang terjadi sampai sekarang sebagian besar warga pendatang yang datang ke Kelurahan Kauman Bangil belum mengerti secara sempurna bahasa Jawa Timuran, mereka bisa mengerti maksud penduduk asli jika menggunakan bahasa Jawa Timur pada waktu berkomunikasi, tetapi tidak bisa menjawab dengan menggunakan bahasa asli daerah setempat dikarenakan mereka takut
14
salah pengucapannya jika menjawab dengan menggunakan bahasa yang sama. Bahasa warga pendatang yang tidak dimengerti oleh penduduk asli, membuat warga pendatang tidak bisa menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi dengan penduduk asli, maka mereka mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus belajar dan berusaha mengerti dan bisa berbahasa Jawa Timur, untuk mempermudah dalam kelancaran berkomunikasi. Tetapi pada kenyatannya bahasa tidak semudah yang dibayangkan, banyak orang termasuk sebagian besar warga pendatang mengalami kesulitan untuk bisa dan terampil menggunakan bahasa daerah orang lain. Bahasa merupakan warisan turuntemurun dari generasi ke generasi dan disepkati bersama, yang tidak bisa dimengerti kelompok budaya lain, bagaimanapun warga pendatang berusaha untuk bisa berbahasa Jawa Timur tetap pada vocal kelihatan, warga pendatang tidak mampu berbahasa Jawa Timur dengan baik dan benar. Sebagaimana warga pendatang mengalami hambatan dalam berkomunikasi, penduduk asli juga mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Adapun hambatan yang dialami penduduk asli adalah sebagai berikut: a. Tidak mengerti makna secara tepat Dalam berkomunikasi harus terjadi saling pengertian antara penyandi pesan dan yang menyandi balik pesan, hal yang paling sulit dilakukan penduduk asli adalah mereka tidak mampu mengerti makna pesan yang disampaikan oleh warga pendatang. Bahkan yang terjadi mereka (warga pendatang dan penduduk asli) salah paham dalam mengartikan pesan. Setiap penduduk asli terlibat komunikasi dengan warga pendatang, mesti terjadi kesalahpahaman, dan tidak jarang menyebabkan perselisihan. Hal tersebut dikarenakan baik penduduk asli maupun warga
pendatang tidak mampu membaca pikiran orang lain, dan orang yang berbeda budaya, pandangan mereka (warga pendatang dan penduduk asli) dipengaruhi oleh budaya mereka masing-masing. Menurut salah seorang penduduk asli, warga pendatang terkesan pendiam sehingga penduduk asli merasa kesulitan untuk mengasumsikan apa yang terjadi. Kesalahpahamankesalahpahaman karena salah dalam menafsirkan pesan sering kali terjadi, walau warga pendatang dan penduduk asli sudah tinggal cukup lama. b. Penggunaan dan pengaturan jarak diri Pada umumnya dimasyarakat, hidup bertetangga haruslah sejalan dan seimbang dengan cara mengatur jarak diri dengan para tetangga dalam satu lingkungan. Tetapi yang terjadi di Kelurahan Kauman Bangil, penduduk asli merasa tidak sependapat dengan kebiasaan warga pendatang yang kurang mengakrapkan diri dengan para tetangga, walau sebagian besar penduduk asli tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, tetapi menurut salah seorang warga hal tersebut menjadi hambatan tersendiri yang menyebabkan terjadi kerenggangan antara penduduk asli dengan warga pendatang. Kebiasaan penduduk asli, bertamu jika mereka ada waktu senggang dianggap sesuatu yang membuang-buang waktu oleh sebagian warga pendatang, sehingga warga pendatang tidak pernah melakukan hal tersebut, padahal menurut penduduk asli hal tersebut adalah jalan kekeluargaan yang biasa dilakukan orang jawa. Penduduk asli merasa hubungan semacam itu perlu dipupuk secara terus menerus untuk menjalin talisilaturrahmi. Bukan sesuatu yang tidak ada gunanya seperti yang dikatakan warga pendatang. Sepanjang pengamatan penulis, jarak diri antara warga pendatang dan penduduk asli memang kental terasa. Penduduk asli begitu menghargai tamu
15
walaupun tamu tersebut tidak mempunyai kepentingan khusus, tidak jarang dan sudah menjadi kebiasaan bagi penduduk asli untuk sekedarnya menyuguhi hidangan pada tamu sekalipun tamu tersebut adalah tetangga dekatnya. Yang jelas sekali hal tersebut menjadikan hambatan yang sulit untuk setidaknya menyatu. 7. Penyesuaian yang dilakukan warga pendatang Dengan adanya banyak perbedaan yang terjadi, warga pendatang malakukan penyesuaian-penyesuian dengan penduduk asli. Untuk mempermudahkan mereka dalam mengurangi atau menghindarkan diri dari perselisihan-perselisihan yang mungkin terjadi. Adapun penyesuaian yang dilakukan warga pendatang adalah sebagai berikut: a. Mengikuti Kegiatan Kerja Bakti Sebagian besar warga pendatang yang berada di Kelurahan Kauman Bangil menyempatkan diri untuk mengikuti dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan lingkungan RT, walau terkadang warga pendatang tidak bisa ikut berpartisipasi secara total akan tetapi masih menyempatkan untuk ikut. Di Kelurahan Kauman Bangil misalnya, setiap satu bulan sekali diadakan kegiatan kerja bakti dilingkungan RT. Warga pendatang yang ada kelurahan tersebut juga mengikuti atau berpartisipasi dalam setiap kegiatan kerja bakti tersebut. Ada banyak toleransi yang diberikan oleh lingkungan RT, bagi para pedagang. Salah satunya yakni, toleransi waktu bagi para pedagang yang tidak memiliki karyawan. Mereka diijinkan untuk mengikuti kegiatan kerja bakti pada waktu pagi saja. Dengan konsekwensi memberikan hidangan-hidangan untuk para pekerja bakti. Informasi atau penngumuman tentang pelaksanaan kerja bakti diinformasikan melalui media Speaker (pengeras suara). Agar semua warga dapat mengetahuinya dan tidak terjadi
kecembururuan sosial disebabkan karena tidak ada warga yang tidak mendengar pengumuman itu. b. Mengikuti arisan Disetiap lingkungan rukun tangga [RT], pada umumnya ibu-ibu rumah tangga mengadakan arisan, untuk menjalin tali persaudaran, arisan yang diadakan di Kelurahan Kauman Bangil terdiri dari 2 macam. Yaitu, arisan malam Jum‟atan, arisan tiba‟an. Arisan malam jum‟atan adalah arisan yang dilaksanakan pada hari kamis malam, yang bertempat di musolla-musholla daerah setempat. Arisan ini diikuti oleh hampir sebagian besar warga masyarakat Kelurahan Kauman Bangil. Sifat arisan inipun tidak wajib, pengurus memberikan kelonggaran pada siapa saja warga masyarakat yang berminat. Karena arisan ini dimulai dengan pembacaan tahlil dan doa-doa yang dikirimkan untuk keluarga yang sudah meninggal walau sifatnya tidak wajib akan tetapi banyak warga yang tertarik, dalam hal ini termasuk warga Tempat asal. Aturan di dalam arisan ini, siapa yang mendapatkan lotre atau undian menyerahkan daftar nama-nama keluarga yang sudah meninggal untuk kemudian dikirimi suratol fatihah dan surat Yasin, warga merasa mendapatkan banyak keuntungan dengan adanya arisan tersebut karena selain mendapatkan tabungan uang. Juga adanya bacaan do‟a-do‟a yang dibacakan orang banyak yang diyakini sebagai kiriman bagi setiap anggota keluarga yang sudah meninggal. Arisan tiba‟an adalah arisan yang lebih dikenal dengan nama arisan sholawatan, biasanya arisan ini dimulai dengan pembacaan sholawat-sholawat. Hampir sama dengan arisan malam jum‟atan akan tetapi arisan ini hanya boleh diikuti oleh ibu-ibu saja atau kaum muslimah, jumlah uang yang didapat tidak sebanyak arisan pindah rumah. Warga biasanya memberikan uang sekadarnya.
16
Pengurus atau Ketua arisan ini biasa disebut Ibu Nyai. Dari hasil wawancara, sebagian warga pendatang ikut dalam arisan yang diadakan oleh warga, walau tidak bisa ikut keseluruhannya. Tetapi hal ini sudah bisa dijadikan jembatan untuk membangun talisilaturrahmi antar warga yang berbeda budaya, karena warga pendatang kurang suka bertamu atau sengaja membuat jarak diri dengan penduduk asli. c. Para anak muda pendatang, bergaul dengan para pemuda setempat Kebiasan muda-mudi Kelurahan Kauman, setiap malam mempunyai budaya cangkruk untuk mengakrabkan diri antar pemuda. Kebiasaan ini membuat pemuda keturunan arab juga tertarik dan mulai membiasakan diri untuk sekedar ngobrol dengan para pemuda setempat. Jika para orang tuanya lebih suka tinggal didalam rumah selepas berjualan, tetapi tidak bagi para pemuda. Para anak muda ini menyempatkan waktu sehabis berjaualan. Mereka menganggap bahwa dengan ikut cangkruk dengan anak muda di Kecamatan Bangil Bisa dijadiakan sarana untuk mendekatkan diri dengan warga lainnya. Terlebih mereka menyadari bahwa mereka di Kecamatan Bangil adalah pendatang yang sudah semestinya berbaur dan bergabung dengan situasi kondisi yang ada. d. Belajar bahasa Jawa Timur Bahasa daerah adalah identitas sebuah daerah, dimana tidak serta-merta bisa dipelajari dan kemudian dipahami masyarakat dari kelompok lain. Seperti yang dialami warga pendatang keturunan arab yang datang ke Kelurahan Kauman Bangil berusaha untuk bisa berbahasa Jawa Timur. Walau mereka mengalami berbagai kesulitan. Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa besar keinginan warga pendatang untuk bisa berbahasa Jawa Timur walau hanya untuk
menjawab pertanyaan saja. Selain ingin berkomunikasi dengan tetangganya para warga pendatang ini pun harus berkomunikasi dengan pembeli yang sebagian besar adalah penduduk asli.
adanya atau banyaknya perbedaan yang terjadi. Para pengurus khususnya sekretaris, wajib hadir dalam setiap pelaksanaan arisan, kecuali jika yang bersangkutan ada hal yang sangat penting yang menyebabkan tidak bisa 8. Penyesuaian yang dilakukan dating, misalnya seperti sakit dan ada urusan penduduk asli. keluarga yang tidak bisa ditinggal. Tetapi arisan Penduduk asli tidak merasa superior, tetap berjalan karena masih ada pengurus penduduk asli masih melakukan penyesuaian- yang lainnya, pengurus yang tidak bisa hadir penyesuaian seperti yang dilakukan warga harus memberitahukan sebelumnya pada pendatang, adapun penyesuaian yang pengurus yang lain. dilakukan penduduk asli adalah sebagai 9. Akulturasi yang terjadi antara warga berikut: a. Memberitahu tata cara dan kebiasaanpendatang dengan penduduk asli kebiasaan lingkungan Pada dasarnya proses komunikasi Sifat warga Jawa Timur yang terkenal mendasari proses akulturasi warga pendatang, suka dengan persaudaraan, begitu jelas terjadinya akulturasi melalui identifiksi dan nampak. Hal ini terbukti oleh sebagian besar internalisasi lambang-lambang masyarakat penduduk asli yang memberitahu tentang tata setempat yang signifikan. Sebagaimana warga cara yang ada di lingkungan, dan sudah turun- masyarakat setempat memperoleh pola-pola temurun dari generasi ke generasi, warga budaya setempat melalui komunikasi, seorang setempat dengan suka rela memberitahu apa pendatang pun memperoleh pola-pola budaya yang ditanyakan oleh warga pendatang dari warga setempat melalui komunikasi, yang awal datang sampai sekarang jika ada hal yang kemudian warga pendatang mengaturnya dan tidak dimengerti. Ini menunjukkan bahwa untuk kemudian mengetahui dan diketahui penduduk asli Bangil mempunyai sikap dalam berhubungan dengan penduduk asli. keterbukaan untuk menyesuaikan diri dengan Kemudian warga pendatang menyesuaikan warga pendatang. dirinya dengan keadaan dilingkungan b. Mengajak warga pendatang untuk penduduk asli di Kelurahan Kauman Bangil, ikut kegiatan arisan secara bertahap para pendatang menciptakan Arisan di setiap tempat pasti ada, baik hubungan–hubungan, relasi-relasi yang tepat di perkampungan maupun di perkotaan, dalam lingkungan yang ditempati, akan tetapi penduduk asli mengajak warga pendatang yang terjadi di Kelurahan Kauman Bangil, untuk terlibat dalam kegiatan arisan. Dalam warga pendatang tidak menggunakan carasetiap arisan yang ada kelurahan kauman cara berperilaku penduduk asli untuk tersebut, ada pengurusnya masing-masing, menyesuaikan diri, dan juga tidak terjadi setiap pengurus bertanggung jawab terhadap perubahan-perubahan perilaku pada diri warga tugasnya masing-masing. Seperti organisasi pendatang yang menyimpang dari pola-pola pada umumnya ada ketua,sekretaris dan budaya lama yang dianutnya sejak lahir. bendahara. Tujuan pengurus mengajak warga Warga pendatang hanya terenkulturasi pendatang supaya para warga bisa lebih terhadap budaya berkomunikasi penduduk asli, mengenal karakter masing-masing, dengan yaitu kemauan warga pendatang untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan
17
lingkungan setempat. Tidak terakulturasinya warga pendatang ke dalam budaya berkomunikasi penduduk asli, disebabkan 2 faktor utama yaitu: pertama. Warga pendatang tidak mampu menerima pola-pola dan aturan komunikasi yang dominan yang ada pada masyarakat setempat. Masyarakat pendatang menyesuaikan diri hanya untuk mempertahankan hidup dan lapangan kerjanya di Kelurahan Kauman, sehingga mau tidak mau mereka harus menyesuaikan dengan aturanaturan yang ada di lingkungan masyarakat setempat, tetapi warga pendatang tetap mempertahankan pola-pola komunikasi dari tempat asalnya. Kedua, Faktor lain yang juga berpengaruh dalam hal ini adalah kerjasama yang kurang antara warga pendatang dengan penduduk asli. Perbedaan yang gencar antara penduduk asli dengan warga pendatang, membuat akulturasi terjadi tidak menyeluruh, yang disebut enkulturasi. Terlalu simplisistik untuk memutuskan bahwa warga pendatang harus menjadi penduduk asli dan memaksanya agar menerima atau menolak satu diantara dua posisi tersebut. Pada kenyataannya kesukuan atau etnisitas dan akulturasi dapat dianggap dua sisi koin yang sama, keduanya saling berhubungan dan merupakan fenomena yang takterpisahkan, tetapi perlu diperjelas bahwa baik warga pendatang maupun masyarakat setempat harus mengakuui adanya perubahan pada diri warga pendatang dan pada diri penduduk asli, sejalan dengan berlalunya waktu walau perubahan tersebut tidak menyeluruh atau akluturasi yang tidak sempurna, sehingga ada wacana “ bila di Kecamatan Bangil jadilah orang Kecamatan Bangil, atau berbuatlah seperti orang Kecamatan Bangil, dan jika berada di Jawa Timur jadilah seperti orang Jawa Timur dan berbuatlah seperti orang Jawa Timur” dari wacana yang muncul ini bisa di telaah dengan jelas bahwa warga pendatang hanya
menyesuaikan diri untuk mempertahankan diri dan lapangan pekerjaan. Akulturasi yang terjadi di Kelurahan Kauman, hanya enkulturasi saja atau akulturasi yang tidak menyeluruh, hal yang berpengaruh terhadap enkulturasi tersebut justru terjadi hanya karena warga tidak ingin timbul konflik satu sama lain. Bukan karena adanya kesadaran akan pentingnya menghargai perbadaan dan budaya masing-masing. Artinya lingkungan asal tetaplah pilihan bagi warga, dalam mengapresiasikan kebiasaannya. Dan Lingkungan dimana dia datang dan singgah hanyalah tempat asing yang tidak harus diikuti, melainkan karena tempat itu memberi keuntungan bagi dirinya.
18
D. KESIMPULAN Pertemuan dua kelompok masyarakat yang berbeda budaya, yaitu budaya arab dan budaya jawa, dalam kehidupan bertetangga dimana mereka harus berinteraksi satu sama lain, tetapi dengan perbedaan budaya berkomunikasi pada kedua Suku, yang dilatarbelakangi oleh budaya mereka masingmasing. Masyarakat Kelurahan Kauman termasuk masyarakat modern yang masih mempertahankan tradisi dan budaya nenek moyangnya yang sudah turun-temurun dari generasi ke generasi, kemajuan teknologi dan informasi tidak membuat masyarakat Kelurahan Kauman memsnahkan dan melupakan tradisi nenek moyang mereka. Seluruh warga Kelurahan tetap melaksanakan budaya-budaya atau adatistiadat nenek moyang, tetapi sekarang lebih dimodernkan lagi, mereka memfilter setiap kebudayaan baru yang masuk ke Kelurahan mereka, sehingga sampai saat ini budaya nenek moyang tetap dilestarikan, sebagian besar penduduk Kelurahan Kauman bermatapencaharian disektor wiraswasta, hal ini didukung oleh infrastruktur dan suprastuktur yang ada di Kelurahan Kauman, warga
Kelurahan Kauman banyak yang membuka toko, misalnya toko buka, toko baju dan toko alat elektronik dan sebagian besar berjualan di pasar. Dimensi keunikan komunikasi antar budaya yang terjadi di Kelurahan Kauman dalam kajian penelitian ini terfokuskan pada dimensi perbedaan budaya berkomunikasi yang terjadi antara penduduk asli dengan warga pendatang dari Tempat asal, yang tepatnya terjadi di Kelurahan Kauman Bangil. Kuatnya kedua kelompok warga diatas mempertahankan budaya berkomunikasi masing-masing, yang menimbulkan perbedaan menjadi satu hal yang menarik untuk dikaji secara ilmiyah, dimana membentuk suatu masyarakat dengan perbedaan budaya berkomunikasi mampu hidup bersama, dalam kajian penelitian ini, perbedaan budaya berkomunikasi yang terjadi adalah sebagai berikut: Pertama, Perbedaan budaya berkomunikasi yang terjadi antara warga pendatang dengan penduduk asli Kelurahan Kauman adalah dalam hal pengunaan volume suara, yaitu besar dan kecilnya suara, suara penduduk asli memiliki kecenderungan bervolume keras sedangkan warga pendatang cenderung kecil. Pesan verbal yaitu adanya perbedaan yang sangat jelas antara warga pendatang dalam memaknai pesan verbal begitu juga dengan penduduk asli. Pesan nonverbal terdiri dari : Pesan Gestural, Pesan Fasial, dan Pesan Paralinguistik, adanya perbedaan Penduduk asli dan warga pendatang dalam memaknai pesan nonverbal tersebut. Perbedaan persepsi yaitu adanya kesalah pahaman penduduk asli dan warga pendatang dalam menafsirkan makna pesan verbal nonverbal. Definisi kata yaitu banyak kata yang susah dipahami oleh kedua kelompok karena mengandung serapan dari bahasa asal kelompok dan multi interpretasi. Gaya bahasa yaitu cara penyampaian pesan dalam berkomunikasi
19
dengan kecenderungan warga setempat terkesan tergesa-gesa dan warga pendatang lebih tenang. Aturan berkomunikasi dalam berkeluarga dengan kecendrungan warga setempat tidak beraturan dan warga pendatang memakai aturan jelas. Intonasi atau nada yaitu nada yang dikeluarkan ketika berkomunikasi dengan kecendrungan penduduk asli sangat tinggi nadanya, hampir seperti orang marah atau sedang emosi tinggi. Sedangkan Warga pendatang berintonasi rendah. Artikulasi yaitu pengucapan kata-kata yang jelas dengan kecenderungan warga pendatang mempunyai artikulasi yang jelas sedangkan penduduk asli mempunyai artikulasi yang tidak jelas. Kedua, Dalam menjalin komunikasi warga pendatang dengan penduduk asli keduanya menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai upaya meminimalisir kesalah pahaman. Ketiga, Hambatan yang dialami warga pendatang dalam berkomunikasi dengan penduduk asli yaitu, tidak bisa menyatukan persepsi, tidak mengerti bahasa Jawa Timur dengan baik dan benar, intensitas pertemuan. Keempat, Hambatan yang dialami penduduk asli dalam berkomunikasi dengan warga pendatang yaitu, tidak mengerti makna secara tepat, adanya pengaturan jarak diri (keakraban).Kelima, Penyesuaian yang dilakukan warga pendatang yaitu ikut kegiatan kerja bakti, ikut arisan warga, sebagian anak muda menyempatkan diri untuk cangkruk dengan para pemuda di Kelurahan Kauman, belajar bahasa Jawa Timur. Keenam, Penyesuaian yang dilakukan penduduk asli yaitu, memberitahu tata cara dan kebiasaan di lingkungan RT, mengajak warga pendatang untuk ikut terlibat dalam kegiatan arisan. Ketuju, Akulturasi yang terjadi antara budaya warga pendatang dengan penduduk asli tidak menyeluruh atau lazimnya disebut enkulturasi. Dari kesimpulan diatas memberikan ariti bahwa budaya adalah gaya hidup yang unik suatu kelompok manusia tertentu yang
tercipta dari cipta, rasa dan karsa manusia. DAFTAR PUSTAKA Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh Gunawan, Samuel. 1999. Antropologi Budaya Suatu Perspektif sebagian dan tidak dimiliki oleh sebagian orang kontemporer. Jakarta : Erlangga. lainnya, budaya dimiliki oleh seluruh manusia Yuwono, Agung. 2004. dan pada gilirannya mempengaruhi cara Chistomy, Semiotika Budaya. Depok : Pusat manusia berkomunikasi antara satu dengan Penelitian Kemasyarakatan dan yang lainnya. Dalam banyak hal hubungan Budaya Univesitas Indonesia. antara budaya dan komunikasi bersifat timbal balik, karena keduanya saling mempengaruhi Hardjana. 2003. Komunikasi Interpersonal dan Intrapersonal. Jakarta : Pt. satu sama lain. Apa yang dibicarakan, Grasindo. bagaimana dibicarakannya, apa yang dilihat, perhatikan atau abaikan dipengaruhi oleh Koenjtraningrat., 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru budaya dan pada gilirannya hal-hal di atas menentukan dan menghidupkan komunikasi, Keesing, M. Roger, 1985. Anthropology A Contemporary Perspective: budaya tak akan hidup tanpa komunikasi dan Second Edition Australia National komunikasi tak akan hidup tanpa budaya. University. Melbourne. Dalam penelitian ini, masalah utama dalam perbedaan budaya berkomunikasi Liliweri,Alo. 2001. Komunikasi Verbal Dan Nonverbal. Bandung: PT Citra antara warga pendatang dengan warga asli Aditya Bhakti. adalah kesalahan dalam persepsi sosial yang disebabkan oleh perbedaan budaya Moleong, Lexy, J. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. berkomunikasi sehingga mempengaruhi Bandung : Remaja Rosdakarya. persepsi kedua warga di atas tentang banyak Deddy. 2001. Metode hal yang terjadi pada waktu terlibat dalam Mulyana, Penelitian Kualitatif. Bandung: komunikasi, karena pesan disandi dalam suatu Remaja Rosdakarya. budaya lain dan penyandian balik pun dengan budaya lain. Dan pengaruh-pengaruh ______________ & Rahmat, J. 2005. Komunikasi Antar Budaya: pengalaman–pengalaman budaya yang Panduan Komunikasi Dengan menghasilkan pesan berbeda dari pengaruhOrang-orang Berbeda Budaya . pengaruh pengalaman-pengalaman budaya Bandung : PT Remaja Rosdakarya. yang digunakan untuk menyandi pesan, akibatnya kesalahan-kesalahan dalam makna Rahmat , J. ,2000. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Rosdakarya. timbul yang tidak dimaksudkan oleh pelakuPsikologi pelaku komunikasi di Kelurahan Kauman ______________.2005. Komunikasi. Bandung: PT Remaja tersebut karena disebabkan oleh orang-orang Rosdakarya. yang berlatar belakang berbeda dan tidak Sobur, Alex. 2006. Semiotika memahami satu sama lainnya dengan akurat. Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nasution, S.1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Taristo.
20