STUDI ETNOGRAFI VISUAL KEARIFAN LOKAL PRANATA MANGSA SEBAGAI PERANGKAT REVITALISASI DAN PENGEMBANGAN MODEL PRANATA MANGSA TERBAHARUKAN 1
Ramos Somya1), Teguh Indra Bayu2) Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 50-62, Salatiga, 50711 Telp : (0298) 321212, Fax : (0298) 321433 E-mail :
[email protected])
Abstrak Pranata Mangsa (PM) merupakan salah satu bentuk kearifan lokal telah menjadi pedoman formal dalam berbagai aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat terutama kegiatan bercocok tanam di suku Jawa. Namun demikian pada dasawarsa terakhir ini PM sudah tidak efektif lagi untuk dijadikan satu - satunya pedoman dalam bercocok tanam karena jatuhnya condro atau pertanda alam tidak tepat lagi. Penelitian ini mengembangkan Pranata Mangsa Terbaharukan (PMT) menggunakan pendekatan Etnografi Visual. Etnografi Visual dapat diartikan secara sederhana sebagai sebuah hasil kajian yang tentunya menghasilkan sebuah etnografi, dan keseluruhan etnografi ini kemudian dikemas dalam bentuk visualisasi dengan tujuan utama yang juga sederhana, yaitu membuat karya etnografi tersebut agar dapat dilihat secara nyata dan langsung oleh para penyimaknya. Hasil penelitian ini berupa metode dan model prediksi pola tanam padi dengan nama Pranata Mangsa Terbaharukan (PMT) dengan memasukkan unsur klimatologi dan memanfaatkan teknologi komputasi sebagai perangkat pemrosesan informasi untuk menghasilkan prediksi pola tanam. Kata kunci:pranata mangsa, etnografi visual
1.
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki berbagai bentuk kearifan lokal yang berupa pengenalan waktu tradisional dan telah menjadi pedoman kehidupan masyarakat secara turun temurun selama ribuan tahun. Suku Batak mengenal Porhalaan sebagai pedoman untuk menebar Benih. Suku Dayak mengenal Bulan Berladang sebagai pedoman awal mulai bercocok tanam. Suku Bali mengenal Wariga, Sunda Kerta Mangsa dan di Suku Jawa mengenal Pranata Mangsa (PM) [1] PM merupakan kearifan lokal yang diciptakan oleh Ronggowarsito untuk pengenalan waktu dan telah dikenal oleh masyarakat di pulau Jawa selama ribuan tahun lamanya. PM telah disejajarkan dengan kalender Gregorius dan dipergunakan secara resmi dalam pemerintahan oleh Sri Pakubuwono VII raja di kerajaan Surakarta pada tanggal 22 Juni 1855 meskipun sebenarnya PM telah ada jauh sebelumnya. Mulai saat itu pm telah menjadi pedoman formal dalam berbagai aktivitas social dan ekonomi masyarakat terutama kegiatan bercocok tanam [2]. PM terdiri dari 12 mangsa yang mana pada setiap mangsa mempunyi panjang atau jumlah hari (23 – 43 hari) yang berbeda dan di setiap pergantian antar mangsa selalu ditandai dengan indikator yang berbeda. Indikator yang digunakan sebagai penanda perubahan mangsa adalah fenomena alam seperti perilaku pepohonan, hewan dan rasi bintang [3]. Pada mulanya PM hanya terdiri dari 10 mangsa saja. Setelah mangsa kesepuluh tanggal 18 April, orang menunggu pertanda alam saat dimulainya mangsa yang pertama (Kasa atau Kartika), yaitu pada tanggal 22 Juni. Karena masa menunggu terlalu lama maka dibentuk mangsa yang kesebelas (Destha atau Padrawana) dan mangsa kedua belas (Sadha atau Asuji). Dengan demikian satu tahun genap menjadi 12 mangsa, dimulai hari pertama mangsa kesatu pada 22 Juni. PM ditentukan berdasarkan pada perhitungan solair yaitu mengikuti perjalanan bumi mengitari matahari, dalam bahasa Arab disebut Syamsiyah [4]. Kearifan lokal PM sampai saat ini masih digunakan sebagai pedoman dalam bercocok tanam oleh sebagian masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah Gunung Merapi dan Gunung Merbabu meliputi Kabupaten Sragen, Karanganyar, Surakarta, Boyolali, Klaten, dansebagian Yogyakarta. Namun demikian pada dasawarsa terakhir ini PM sudah tidak efektif lagi untuk dijadikan satu – satunya pedoman dalam bercocok tanam karena jatuhnya condro atau pertanda alam tidak tepat lagi.
2 Pada penelitian sebelumnya, telah dikembangkan model visualisasi informasi geografis PMT dengan menggunakan teknologi MapServer dan metode komputasional Logika Fuzzy. Hasil penelitian ini berupa model perangkat lunak yang dapat digunakan sebagai panduan penataan pola tanam padi di kabupaten Boyolali [5]. Sejak tahun 2008 sampai sekarang (tahun 2013) dilakukan penelitian revitalisasi PM dengan memasukkan unsur klimatologi dan memanfaatkan teknologi komputasi sebagai perangkat pemrosesan informasi untuk menghasilkan prediksi pola tanam. Hasil penelitian ini berupa metode dan model prediksi pola tanam padi dengan nama Pranata Mangsa Terbaharukan (PMT). PMT dikembangkan berdasarkan pada 3 indikator utama yaitu (1) prediksi iklim (curah hujan, kelembaban udara dan suhu udara), (2) pola perilaku organisme tumbuhan dan hewan, dan (3) kerangka konseptual etnografi visual PMT. Kerangka pemikiran yang menjadi peta jalan penelitian ini adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Tanda lingkaran merupakan fokus penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini. Pranata Mangsa (PM) Etnografi Visual
Perilaku Makhluk Hidup
Pewaktuan Tradisional
Logika Fuzzy
Iklim
GIS
Peta Mangsa Peta Komoditas
Curah Hujan
Kelembaban
Gambar 1. Kerangka Pemikiran yang Menjadi Peta Jalan Penelitian
Etnografi merupakan istilah dalam dunia antropologi, di mana arti dari etnografi bila dilihat dari asal katanya berasal dari bahasa Yunani ethnos yang artinya rakyat dan graphia yang artinya tulisan. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari pola kehidupan masyarakat berdasarkan data-data yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut baik berupa tulisan maupun bentuk-bentuk lainnya. Cara-cara yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan menggunakan hampir semua pendekatan kualitatif itu sendiri seperti observasi, indepth interview, pengambilan gambar/foto, pengisian jurnal, diary, dan sebagainya, dengan tujuan utama mendapat gambaran secara utuh dan lengkap perilaku dan kebiasaan narasumber di lingkungan di mana mereka biasa tinggal [6]. Etnografi Visual dapat diartikan secara sederhana sebagai sebuah hasil kajian yang tentunya menghasilkan sebuah etnografi, dan keseluruhan etnografi ini kemudian dikemas dalam bentuk visualisasi dengan tujuan utama yang juga sederhana, yaitu membuat karya etnografi tersebut agar dapat dilihat secara nyata dan langsung oleh para penyimaknya. Etnografi visual ini digunakan untuk metode kajian dalam melakukan pengumpulan data pranata mangsa di Boyolali. 2.
METODE PERANCANGAN/PENELITIAN
Metode Penelitian pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) Menetapkan dan melakukan wawancara dengan responden: pemilihan responden secara tepat merupakan kunci keberhasilan penelitian. Distribusi dan pemilihan responden mengacu pada hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dengan mengambil 3 kecamatan di Kab. Boyolali sebagai pengguna PM, yaitu kecamatan Kemusu, kecamatan Wonosegoro dan Juwangi. Proses eksplorasi data dilakukan melalui FGD dengan memberikan presentasi atau memberikan materi yang menjadi referensi bagi responden dalam berdiskusi, 2) Menyusun catatan etnografis visual dan Deskriptif: fokus pencatatan adalah bagaimana responden mengkomunikasikan PM dan mendeskripsikan makna PM pada situasi tertentu. Menguraikan kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh responden terkait dengan PM, 3) Melakukan analisis hasil wawancara dengan responden, 4) Melakukan analisis dan interpretasi etnografi Visual PM dalam bentuk model pengetahuan PM berdasarkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, 5) Melakukan redesain dan rekonstruksi basis pengetahuan PMT.
3 Pengumpulan data menggunakan pendekatan etnografi visual, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terkait dengan pranata manggsa di Boyolali. Data didapatkan dengan wawancara, pengamatan dan juga melalui dokumentasi visual (foto). Sebuah kejadian atau peristiwa, ritual mistis, ragam mata pencaharian, bentuk fisik, gambaran lingkungan dan ekosistem, sampai kepada ide dan pengetahuan yang abstrak, senantiasa merupakan produk dari visual etnografi yang cenderung dituangkan dalam bentuk berupa film ataupun hasilhasil foto Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan kamera untuk mendokumentasikan kegiatan pranata mangsa di Boyolali dan kertas kuisioner yang digunakan untuk menggali informasi terkait PM. Metode etnografi visual memungkinkan peneliti memperoleh data melalui mekanisme wawancara mendalam atau pengambilan gambar dan foto – foto yang diperoleh dari hasil karya sendiri.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan pada penelitian ini berupa karya etnografi yang divisualisasikan dengan tabel dan gambar. Hasil etnografi visual ini didapatkan berdasarkan tahapan penelitian yang telah dirancang sebelumnya yang berfokus pada etnografi visual di mana dilakukan observasi, indepth interviewdan pengambilan gambar/foto. Responden yang digunakan adalah petani dan masyarakat di 3 kecamatan di Kabupaten Boyolali, yaitu kecamatan Kemusu, kecamatan Wonosegoro dan Juwangi. Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Pertanian setempat, dicantumkan jumlah produksi padi dan jagung di 3 kecamatan tadi seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rekapitulasi Hasil Produksi Padi di Kecamatan Kemusu
Gambar 2. menyajikan data rekapitulasi hasi produksi padi di Kecamatan Kemusu pada tahun 2010 sebesar 8560 ton. Hasil produksi pada tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009. Seluruh hasil produksi padi di Kecamatan Kemuju ini berasal dari 13 desa.
Gambar 3. Rekapitulasi Hasil Produksi Padi di Kecamatan Wonosegoro
4 Untuk kecamatan Wonosegoro didapatkan data rekapitulasi produksi padi pada tahun 2010 sebesar 22.609 ton, pada tahun 2009 sebesar 13.878 ton dan pada tahun 2008 sebesar 12.697 ton. Pada Kecamatan Wonosegoro hasil produksi menunjukkan peningkatan dari tahun 2008 hingga 2010. Hasil produksi padi ini diperoleh dari 18 desa yang ada di Kecamatan Wonosegoro seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Rekapitulasi Hasil Produksi Padi di Kecamatan Juwangi
Sedangkan jumlah produksi padi di Kecamatan Juwangi didapatkan hasil peningkatan produksi padi dari tahun 2008 hingga 2010 dengan jumlah produksi pada tahun 2008 sebesar 3.001 ton, tahun 2009 sebesar 3.772 dan tahun 2010 sebesar 4.367 yang berasal dari 10 desa di Kecamatan Juwangi seperti terlihat pada Gambar 4. Hasil rekapitulasi produksi padi ini didapatkan melalui wawancara dengan petugas Dinas Pertanian terkait. Berdasarkan data rekapitulasi dan hasil diskusi dengan petugas Dinas Pertanian menunjukkan bahwa hasil produksi padi tiap tahun tidak selalu meningkat, terlihat bahwa di Kecamatan Kemuju pada tahun 2010 mengalami penurunan jumlah produksi. Pada proses pengumpulan data berikutnya dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada para petani yang ada di Kecamatan Kemuju, Wonosegoro dan Juwangi. Tujuan dari penyebaran kuisioner ini adalah untuk mendapatkan informasi penggunaan PM dalam bercocok tanam. Hasil pengumpulan data ini kemudian divisualisasikan dalam bentuk tabel seperti terlihat pada Tabel 1. Table 1. Pola Tanam Berdasarkan PM
Sumber Penentuan Bulan Tanam Petani sendiri
Kecamatan
Bulan Tanam
Kemuju
Juni & Juli
Wonosegoro
Maret, April, Juni, Juli, Oktober & November
Petani sendiri
Juwangi
Oktober & Januari
Petani, Kelompok Tani & Penyuluh Pertanian
Patokan Awal musim hujan (memakai patokan hari hujan pertama) Awal musim hujan (memakai patokan hari hujan pertama) -
Tabel 1. menunjukkan visualisasi bulan tanam tanaman padi dengan menggunakan PM. Penentuan bulan tanam dilakukan oleh petani sendiri maupun dengan bantuan penyuluh pertanian menggunakan patokan musim hujan pada hari pertama. Berdasarkan hasil kuisioner kemudian dilakukan wawancara mendalam kepada para petani untuk bertanya lebih dalam tentang penggunaan PM sebagai acuan dalam menanam padi. Petani di Kecamatan Kemuju menggunakan manggsa Kasa/Kartika yang terjadi pada 22 Juni hingga 1 Agustus dengan ciri-ciri alam: daun-daun berguguran, kayu mengering dan belalang mulai masuk ke dalam tanah. Pada situasi ini petani mulai menanam palawija di ladang dan juga mulai menanam padi dengan bantuan pompa air, karena pada mangsa ini masih dalam masa musim kemarau. Pada Kecamatan Wonosegoro, para petani dengan kesepakatan kelompok tani dan penyuluh pertanian melakukan penanaman padi pada bulan Maret, April, Juni, Juli, Oktober dan November. Pada bulan-bulan ini terjadi pada mangsa Kasanga, Kasadasa, Kasa dan Kalima. Pada masa Kasanga mempunyai ciri-ciri padi berbunga, jangkrik mulai muncul, tonggeret dan gangsir mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran. Pada mangsa Kasadasa mempunyai ciri-ciri padi mulai menguning, banyak hewan bunting, burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Mangsa Kasa mempunyai ciri-ciri daun-daun berguguran, kayu mongering, belalang masuk ke dalam tanah. Sedangkan mangsa Kalima mempunyai ciri-ciri mulai ada hujan besar, pohon asam jawa mulai menumbuhkan daun muda, ulat mulai bermunculan, laron keluar dari liang,
5 lempuyang dan temu kunci mulai bertunas. Pada mangsa Kalima ini Selokan sawah diperbaiki dan petani membuat tempat mengalir air di pinggir sawah kemudian mulai menyebar padi gaga. Pada Kecamatan Juwangi, para petani masing-masing melakukan penanaman padi pada bulan Oktober dan Januari, yaitu pada mangsa Kalima dan Kapitu. Mangsa Kalima mempunyai ciri-ciri mulai ada hujan besar, pohon asam jawa mulai menumbuhkan daun muda, ulat mulai bermunculan, laron keluar dari liang, lempuyang dan temu kunci mulai bertunas. Sedangkan pada mangsa Kapitu mempunyai ciri-ciri banyak hujan, banyak sungai yang banjir, pada keadaan ini para petani memindahkan bibit padi ke sawah. Data dan informasi yang didapatkan melalui wawancara dan kuisioner ini kemudian diolah dan dituangkan ke dalam tulisan, gambar dan tabel sehingga menghasilkan karya etnografi visual yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan Pengembangan Model Pranata Mangsa Terbaharukan, yaitu dengan menambahkan peranan Teknologi Informasi. Pada penelitian ini selain dibahas tentang pembuatan karya entografi visual, juga dilakukan pemodelan untuk menciptakan Model Pranata Mangsa Terbaharukan (PMT). Pemodelan PMT ini dapat diarahkan ke Sistem Cerdas yang berbasis pengetahuan petani dalam menentukan waktu tanam padi dengan memanfaatkan proses komputasi. Gambar 5 merupakan skema pemodelan PMT yang memanfaatkan karya etnografi visual berbasis Sistem Cerdas.
Gambar 5. Skema Pemodelan PMT dengan Memanfaatkan Etnografi Visual dan TI
Gambar 5. merupakan skema contoh PMT yang dapat dikembangkan dengan memanfaatkan karya etnografi visual dan Teknologi Informasi. Dengan menambahkan data pendukung seperti data curah hujan, kelembaban udara dan suhu udara, dapat dilakukan proses komputasi yang menghasilkan aplikasi PMT. Semua karya etnografi akan disimpan dalam basis data bersama dengan data pendukung, kemudian dengan melakukan pemrosesan data dengan memanfaatkan suatu algoritma dapat dihasilkan sebuah sistem cerdas yang dapat digunakan untuk menentukan waktu tanam padi, karena jika hanya mengandalkan petanda alam saja tidak menjamin dalam penentuan waktu tanam, sehingga jika ditambahkan dengan data pendukung lainnya dan diproses melalui proses komputasi tentunya dapat menentukan waktu tanam dengan lebih pasti.
4.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa melalui proses wawancara dan penyebaran kuisioner dapat disusun dan diciptakan karya entografi visual yang merekam aktivitas rakyat/penduduk di Kecamatan Kemuju, Wonosegoro dan Juwangi dalam memanfaatkan Pranata Mangsa dalam menentukan waktu tanam tanaman padi. Hasil entografi yang sudah ditata dengan baik dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan Pranata Mangsa Terbaharukan dengan dukungan proses komputasi, sehingga dapat dihasilkan model sistem cerdas yang bisa dimanfaatkan dalam penentuan waktu tanam padi yang lebih baik. Saran yang bisa dikembangkan adalah dalam penelitian ini adalah menciptakan sistem cerdas berdasarkan karya etnografi yang sudah dibuat dengan memanfaatkan algoritma tertentu.
6 5.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Wisnusubroto, 1997, Pengenalan Waktu Tradisional Pranatamangsa Menurut Jabaran Meteorologi dan Pemanfaatannya, Jurnal Agromet Vo.XI No 1 dan 2, 1995. [2] Wisnusubroto Sukardi, 1997, Sumbangan Pengenalan Waktu Tradisional Pranata Mangsa pada Pengelolaan Hama Terpadu, Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vo. 4. No.1. 46-50. [3] Bosch F.V.D., 1980, Der javanische Mangsakalender, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 136 (1980), no: 2/3, Leiden, 248-282. [4] Purwadi, 2008, Pranata Sosial Jawa, Penerbit Tanah Air Yogyakarta. [5] Prasetyo S.Y.J.P., Hasiholan B., dan Hartomo K.D., 2012, Updated PranataMangsa : Recombination of Local Knowledge and Agro Meteorology using Fuzzy Logic for Determining Planting Pattern, IJCSI International Journal of Computer Science Issues, Vol. 9, Issue 6, No 2, November 2012 ISSN [6] Pramesti A.R., Purwasito A., 2012, Studi Etnografi Visual Kebudayaan Masyarakat Kampung Laut, Segara Anakan,Kabupaten Cilacap menggunakan Analisis Semiologi Komunikasi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta.