ANALISIS MAKNA PENANDA PRANATA MANGSA DAN ZODIAK DALAM KAJIAN BUDAYA Citra Puspa Rini, Ari Prasetiyo
Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
E-mail:
[email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang Pranata Mangsa dan zodiak dalam kajian budaya. Penelitian ini mengenai makna ungkapan pada Pranata Mangsa serta makna penanggalan pada zodiak. Penjelasan mengenai Pranata Mangsa terdapat pada naskah Primbon NR 366, terutama pada halaman 87 dan 88 yang membahas mengenai kondisi alam, aktifitas pertanian, dan watak bayi yang baru lahir tiap mangsa dengan cara mendeskripsikannya. Penelitian ini juga membahas mengenai kaitan antara Pranata Mangsa dengan zodiak dalam beberapa aspek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan hasil analisis dari makna ungkapan pada Pranata Mangsa serta makna penanggalan pada zodiak dengan watak manusia.
ABSTRACT
This thesis discusses about Pranata Mangsa and zodiac in culturan studies. This research is about the meaning of the phrase on Pranata Mangsa also the meaning of the date on zodiac. Pranata Mangsa explained on Primbon NR 366, especially on page 87 and 88 which describing about the nature, farming activities, and the character of a new born baby on every mangsa by describing them. This research is also explaining about its connection to the zodiac at some points. The purpose of this research is to show the result of the analysis about the meaning of the phrase on Pranata Mangsa and also the meaning of the date on zodiac with human character.
Keywords: Pranata Mangsa; zodiac; seasons; horoscop; primbon.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya hubungan manusia dengan alam itu tidak bisa terpisahkan. Tanpa alam, manusia mungkin tidak bisa melangsungkan hidupnya. Manusia sendiri tentunya pula berusaha untuk menyelaraskan kehidupannya dengan alam sekitar. Oleh karena itu manusia diajarkan untuk lebih pintar dalam melihat gejala-gejala alam. Dari alam, manusia bisa tahu pada saat apakah alam bisa mendukung atau membahayakan kegiatan manusia sehari-harinya, serta karakter manusia berdasarkan lingkungannya berada. Dari hal-hal inilah mendasari adanya primbon. Primbon berasal dari kata Parimbon, dari asal kata pari-imbu-an. Kata “imbu” berarti “simpan”. Maka dapat disimpulkan bahwa Parimbon berarti “sesuatu tempat untuk simpan menyimpan”. Dalam kitab Primbon ini lah terdapat bermacam catatan dari suatu generasi terdahulu. Primbon merupakan salah satu contoh dari hasil wujud kebudayan. Wujud kebudayaan itu sendiri terdiri dari tiga wujud, yaitu ide, aktivitas, dan benda hasil karya manusia. Dalam isi primbon memuat berbagai catatan mengenai aktivitas kehidupan dan pola pikir manusia Jawa di masa lampau. Salah satu dalam isi Primbon adalah adanya perhitungan nasib seseorang atau yang biasa disebut petangan Jawi. Dari petangan tersebut seseorang, terutama orang Jawa, dapat memperhitungkan apakah hal yang akan dilakukan cocok secara kosmis dan itu selamat atau tidak. Petangan Jawi dapat berupa apa pun. Bisa berupa pawukon, perhitungan wuku seseorang, dan sebagainya. Salah satu petangan yang terkenal dan yang dibahas kali ini adalah Pranata Mangsa. Mengapa dengan Pranata Mangsa? Mungkin di zaman semaju ini masih banyak orang yang kurang paham atau bahkan sama sekali tidak mengetahui dengan Pranata Mangsa. Hanya segelintir orang yang mengetahui hal tersebut, terutama bagi orang Jawa. Orang Jawa umumnya menggunakan Pranata Mangsa sebagai pedoman dalam bercocok tanam. Mereka menggunakan Pranata Mangsa untuk memperkirakan kapan waktu yang tepat untuk bertani dan untuk panen. Namun seiring pergerakan waktu, Pranata Mangsa mungkin sudah mulai ditinggalkan oleh orang Jawa yang bekerja sebagai petani. Meski demikian Pranata Mangsa bukan berarti sudah tidak bisa digunakan kembali. Banyak pakar spiritual yang menggunakan Pranata Mangsa untuk menghitung nasib baik
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
maupun nasib buruk seseorang. Bagaimana membaca karakter manusia, peruntungan, nasib seseorang tergantung mangsa-nya masing-masing. Tapi ini tidak bisa dielakan juga karena dalam Pranata Mangsa pada dasarnya juga menjelaskan tentang kehidupan manusia, seperti rahasia mengenai kelahiran, rejeki, atau yang lainnya. Dari hal penjelasan watak seseorang Pranata Mangsa bisa disejajarkan dengan salah satu bidang astrologi yang berupa zodiak. Zodiak merupakan salah satu macam perhitungan yang terkenal sebagai panduan seseroang untuk membaca suatu watak dan nasib di masa depannya sesuai pertanda zodiak kelahirannya. Kesamaan ini membuat kalangan umum mengira bahwa Pranata Mangsa ini sama halnya dengan zodiak. Memiliki dua belas mangsa layaknya zodiak yang mempunyai dua belas pertanda zodiak. Namun beberapa orang bisa dikatakan salah paham mengganggap bahwa dua belas mangsa ini disetarakan dengan dua belas pertanda zodiak. Meski memiliki kemampuan yang sama dalam membaca karakter dan nasib seseorang dan kesamaan berjumlah dua belas, namun kegunaan awal keduanya pun berbeda. Kegunaan awalnya inilah yang belum diketahui oleh kalangan umum secara luas sehingga mengakibatkan adanya kesalahpahaman dalam pemahaman di Pranata Mangsa ini. Maka dari hal-hal itulah yang memancing rasa keingintahuan lebih dalam terhadap Pranata Mangsa. Pertama mengenai hubungan antara Pranata Mangsa dengan zodiak yang keduanya merupakan suatu perhitungan. Selain itu juga deskripsi secara lengkap mengenai apa saja yang dijelaskan di Pranata Mangsa ini. Sumber yang akan dibahas dalam penelitian ini menggunakan naskah Primbon dengan kode NR 366 sebagai objek dalam penelitian ini dikarenakan Primbon satu ini dianggap tepat sebagai bahan penelitian mengenai Pranata Mangsa. Alasan naskah ini dianggap tepat karena di naskah Primbon ini disediakan beberapa data yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu alasan penggunaan naskah Primbon NR 366 sebagai sumber pada penelitian ini yaitu demi penghematan waktu penelitian ini. Maka dipilihnya naskah Primbon NR 366 ini karena merupakan salah satu koleksi dari Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. Sedangkan mengenai
zodiak
sendiri
menggunakan
berbagai
macam
kajian
pustaka
dalam
menganalisisnya. Salah satu sumber yang digunakan yaitu buku yang berjudul All Around the Zodiac karangan Bill Tierney.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
1.2 Rumusan Masalah Dari penjelasan mengenai Pranata Mangsa dibahasan latar belakang tersebut maka dua permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah. 1. Apa makna ungkapan Pranata Mangsa dalam kaitannya dengan musim dan watak manusia? 2. Apa makna penanggalan pada zodiak dalam kaitannya dengan watak manusia?
1.3 Tujuan Penelitian Dengan melihat permasalahan yang timbul berdasarkan pertanyaan yang diajukan maka penelitian ini bertjuan untuk : 1. Menunjukkan hasil analisis dari makna ungkapan pada Pranata Mangsa yang berkaitan dengan musim dan watak manusia. Dari hasil analisis ini mengungkapkan bahwa beberapa mangsa memiliki keterkaitan antara musim dengan watak manusia. 2. Menunjukkan hasil analisis makna penanggalan pada zodiak dalam kaitannya dengan watak manusia. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa penanggalan pada zodiak memiliki pengaruh pada watak manusia yang terdapat pada Pranata Mangsa.
II. Pranata Mangsa dan Zodiak 2.1 Pranata Mangsa Pranata Mangsa merupakan sebuah perhitungan mengenai musim dan disempurnakan kembali oleh Sri Susuhan Paku Buwono VII di Surakarta pada tanggal 22 Juni 1855. Tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari pertama dari tahun pertama dalam Pranata Mangsa. Dalam Pranata Mangsa terdapat 12 mangsa per tahunnya. Mangsa-mangsa tersebut Kaso (pertama), Karo (kedua), Katelu (ketiga), Kapat (keempat), Kalima (kelima), Kanem (keenam), Kapitu (ketujuh), Kawolu (kedelapan), Kasanga (kesembilan), Kasadasa (kesepuluh), Desta (kesebelas), dan Saddha (keduabelas). Total hari pada Pranata Mangsa ada yang berjumlah 365 atau 366. Bila berjumlah 365 hari maka disebut Wastu, sedangkan bila berjumlah 366 maka disebut Wuntu. Lamanya hari dalam tiap mangsa ditentukan berdasarkan peredaran matahari.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
Pranata Mangsa ini disimbolkan dengan ungkapan. Simbolisasi dalam bentuk ungkapan ini pada dasarnya merupakan simbol yang menjelaskan tentang keadaan alam yang terjadi pada tiap mangsa. Penggunaan simbol berupa ungkapan ini diperkirakan sebagai ungkapan rasa hormat. Ini bisa dibuktikan dari ragam bahasa yang digunakan pada ungkapan dan perumpamaan yang digunakan dalam penyampaiannya, yaitu ragam bahasa Jawa Krama yang merupakan ragam bahasa yang mengungkapkan sikap hormat. Ungkapan yang digunakan dalam deskripsi Pranata Mangsa ini biasanya menggunakan perumpamaan berupa gejala-gejala yang biasa ditunjukkan di alam sekitar. Misalnya menggunakan ungkapan hewan yang hamil atau kawanan burung yang bermigrasi. Dari perumpamaan ini bisa diketahui gejala alam apakah yang terjadi pada mangsa tersebut. Ini dikarenakan perumpamaan ini merupakan gambaran bagaimana kondisi alam yang terjadi sesuai mangsanya. Selain menggunakan ungkapan dan perumpamaan ada pula yang menjelaskan Pranata Mangsa langsung menuju ke inti permasalahan. Penjelasan ini mengenai watak bayi yang baru lahir dan kegiatan petani. Untuk menjelaskan watak bayi lahir ini tidak menggunakan perumpamaan layaknya perumpamaan untuk menggambarkan kondisi alam.
2.2 Zodiak Zodiak adalah pita khayal yang berada di angkasa yang melintasi jalur matahari melalui bintang yang ditetapkan. Konsep zodiak ini berkembang pada masa Babilonia. Zodiak berasal dari kata berbahasa Yunani yaitu zodion, yang berarti binatang kecil atau simbol kehidupan mikrokosmos bagi manusia. Namun ada juga yang menyatakan bahwa zodiak berasal dari kata zodiakos yang berarti lingkaran binatang. Zodiak terdiri dari 12 petanda, yaitu Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricorn, Aquarius, Pisces, Aries, Taurus, Gemini. Sebagian besar zodiak bersimbolkan hewan, kecuali bagi Aquarius, Gemini, dan Virgo yang bersimbolkan manusia dan Libra yang bersimbolkan timbangan. Sebagian dari nama 12 pertanda zodiak tersebut diambil dari nama-nama tokoh dalam mitologi Yunani. Pada dasarnya nama tersebut digunakan demi mengenang suatu tokoh tersebut.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
2.3 Periodisasi pada Pranata Mangsa dan Zodiak Hal pertama yang akan dijelaskan dari Pranata Mangsa dengan zodiak adalah jumlah hari yang terdapat pada tiap tahunnya. Bila dijumlahkan masing-masing durasi baik dari Pranata Mangsa maupun zodiak, maka hasil yang keluar akan berjumlah 365 atau 366. Hasil penjumlahan ini merupakan berapa lama hari yang terjadi pada tiap tahunnya, baik di dalam Pranata Mangsa maupun zodiak. Perbedaan jumlah hari ini terjadi pada tiap empat tahun sekali atau yang biasa disebut dengan tahun kabisat. Setiap empat tahun sekali, ada satu mangsa dan satu zodiak yang memiliki satu hari yang lebih. Pada mangsa yaitu mangsa Kawolu yang normalnya berjumlah 26 hari tiap tahunnya, tapi ketika pada saat tahun kabisat mangsa ini menjadi berjumlah 27 hari. Sedangkan di sisi zodiak yang memiliki lebih satu hari pada saat tahun kabisat adalah zodiak Pisces. Pada saat tahun normalnya Pisces ini berjumlah 31 hari, namun saat pada tahun kabisat menjadi berjumlah 32 hari. Hal berikutnya yang dibahas dalam poin ini adalah analisis tentang menyamakan tanggalan dari tiap mangsa dengan tiap zodiak. Satu mangsa bisa disamakan dengan satu macam zodiak, bahkan bisa disamakan dengan dua atau tiga zodiak yang disebabkan oleh persamaannya tanggal yang berlaku pada mangsa dan zodiak tersebut. Ini dilakukan untuk mengukur tingkat kesamaan berdasarkan penanggalan antara Pranata Mangsa dengan zodiak. Kesamaan mangsa dengan zodiak ini terlihat dari masa awal dan akhir pada satu mangsa yang kemudian dicocokan dengan tanggalan yang berlaku pada satu atau lebih zodiak. Mangsa Kasa berada dalam periode berlakunya zodiak Cancer dan Leo, alasannya Mangsa Kasa ini disamakan dengan zodiak Cancer dan Leo karena penanggalan zodiak Cancer dan Leo ini masih berada dalam bagian penanggalan mangsa Kasa. Mangsa Karo yang mulai berlaku dari tanggal 2 Agustus hingga 24 Agustus disamakan dengan masa berlakunya zodiak Leo dan Virgo. Mangsa Katelu berada di masa periode berlakunya zodiak Virgo dikarenakan Mangsa Katelu berlaku dari tanggal 25 Agustus hingga tanggal 17 September yang ditengah masa berlakunya merupakan masa berlakunya zodiak Virgo. Mangsa Kapat berlaku pada masa periode zodiak Virgo dan Libra. Mangsa Kalima berlaku pada masa periode zodiak Libra dan Scorpio. Mangsa Kanem berada pada masa periode zodiak Scorpio dan Sagitarius. Mangsa Kapitu disamakan dengan periode zodiak Capricorn dan Aquarius. Mangsa Kawolu berlaku mulai dari tanggal 3 Februari hingga 28 atau 29 Februari dan melewati dua jenis zodiak, yaitu Aquarius dan Pisces. Tanggalan Mangsa Kasanga melewati masa periode dua
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
petanda zodiak, yaitu Pisces dan Aries. Mangsa Kasadasa berlaku pada masa periode zodiak Aries karena kecocokan tanggal masa berlaku pada mangsa dan zodiak ini. Mangsa Dhesta berlaku pada masa periode zodiak Aries dan Taurus. Mangsa terakhir yang dibahas yaitu mangsa Saddha yang berada pada masa periode zodiak Taurus dan Gemini.
2.4 Musim dalam Pranata Mangsa dan Zodiak Musim-musim yang digunakan dalam Pranata Mangsa ini sesuai dengan musim-musim yang terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan hanya di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, yang menerapkan perhitungan Pranata Mangsa. Musim-musim yang ada di Indonesia yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim-musim yang dipergunakan dalam zodiak ini sesuai dengan musim-musim yang berlaku di belahan bumi di bagian utara. Tierney (2004 : 8) mengungkapkan alasan zodiak menggunakan musim yang berlaku di belahan bumi di bagian utara karena di sanalah ilmu tentang astrologi ini berkembang. Musim-musim yang terjadi di belahan bumi bagian utara yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Pada Pranata Mangsa terdapat beberapa mangsa yang memiliki musim yang serupa, namun ada juga beberapa mangsa yang merupakan musim peralihan. Dari mangsa Kasa hingga Katelu ini merupakan masa dimana ke tiga mangsa ini berada di musim kemarau. Pada mangsa Kapat ini mulai mendapat hujan kiriman. Mangsa Kalima dan Kanem ini mengalami yang namanya musim labuh atau tracap. Di mangsa Kapitu dan Kawolu ini mulai memasuki musim penghujan. Pada mangsa Kasanga dan Kasadasa ini turunnya hujan sudah mulai berkurang. Di mangsa Dhesta ini berada di musim mareng, yaitu musim peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau. Musim yang terjadi di mangsa Saddha ini yaitu bedhidhing, yaitu kondisi dimana hawa sekitar menjadi dingin. Berbeda dengan Pranata Mangsa, pertanda-pertanda zodiak ini hanya memiliki empat musim. Musim panas atau summer terjadi pada periode zodiak Cancer, Leo, dan Virgo. Pada periode Libra, Scorpio, dan Sagitarius ini memasuki ke masa musim gugur atau fall/autumn. Pada periode zodiak Capricorn, Aquarius, Pisces ini jatuh pada musim dingin atau winter. Musim yang terakhir yaitu musim semi atau spring yang jatuh pada periode zodiak Aries, Taurus, dan Gemini.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
2.5 Fungsi Pranata Mangsa dan Zodiak Baik Pranata Mangsa maupun zodiak memiliki fungsi masing-masing. Dalam Pranata Mangsa, fungsi aslinya yaitu sebagai panduan dalam dunia pertanian. Dari perhitungan ini menjadi sebuah landasan untuk beberapa kalangan, terutama bagi petani untuk bertindak sesuai apa yang dilakukan di tiap mangsanya. Tiap mangsa dijelaskan mengenai suatu kegiatan apa yang harus di lakukan oleh petani. Selain itu perhitungan Pranata Mangsa juga digunakan sebagai panduan dalam membaca kondisi alam. Tiap mangsa ini terjadi berbagai kondisi alam yang berbeda. Dari panduan ini petani bisa memperkirakan apa yang akan terjadi di tiap mangsa. Perhitungan ini dapat menjadi panduan dalam memperkirakan kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam dan juga untuk masa panen. Berbeda halnya dengan zodiak. Berdasarkan dari beragam macam kajian pustaka menjelaskan bahwa kegunaan zodiak hanyalah sebagai panduan dalam membaca karakter dan nasib seseorang. Dalam buku All Around the Zodiac di halaman 6 dijelaskan bahwa fungsi Zodiak ini juga berkaitan dengan perubahan musim. Dijelaskan bahwa pada peradaban jaman dahulu menggunakan perhitungan zodiak ini untuk memperkirakan kapan untuk menanam dan panen.
2.6 Gambaran Watak Manusia di Pranata Mangsa dan Zodiak Pada Pranata Mangsa maupun zodiak memiliki gambaran watak masing-masing sesuai dengan mangsa atau petanda zodiak kelahiran seseorang. Gambaran watak dalam Pranata Mangsa terdapat di dalam naskah Primbon NR 366 halaman 87 yang terdapat deskripsi mengenai watak bayi yang baru lahir berdasarkan mangsa kelahirannya. Sedangkan gambaran watak pada zodiak diambil dari buku karangan Bill Tierney yang berjudul All Around the Zodiac (2001). Dari buku tersebut terdapat pembahasan mengenai deskripsi gambaran watak seseorang berdasarkan petanda zodiaknya. Dari dua tabel tersebut menunjukkan bahwa adanya gambaran watak yang dimiliki oleh Pranata Mangsa maupun zodiak. Ada beberapa watak salah satu mangsa yang tampak sama dengan penanggalan zodiak yang disejajarkan. Namun ada juga beberapa mangsa yang
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
gambaran wataknya tidak sesuai dengan zodiak yang disejajarkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua mangsa memiliki gambaran watak yang sama dengan zodiak yang disejajarkannya.
2.7 Pranata Mangsa dan Zodiak sebagai Kajian Budaya Berdasarkan
dari
penjelasan-penjelasan
sebelumnya,
dapat
dipahami
mengenai
pengetahuan akan Pranata Mangsa dan zodiak serta kaitannya antara keduanya. Sebagai sesama bagian dari ilmu perhitungan, keduanya memperlihatkan adanya kesamaan serta perbedaan. Kesamaan dan perbedaan di antara keduanya bisa disebabkan dari faktor alam serta kebudayaan dari ilmu tersebut berkembang. Baik Pranata Mangsa maupun zodiak dapat dikatakan sebagai kearifan lokal bagi kebudayaan yang membesarkan mereka. Pranata Mangsa berkembang dari kebudayaan Jawa, sedangkan zodiak berkembang dari kebudayaan di belahan bumi bagian utara. Alasan kenapa keduanya dapat dikatakan sebagai kearifan lokal bagi kebudayaan yang membesarkannya yaitu keduanya merupakan hasil dari pemikiran dari orang-orang yang berasal dari kebudayaan yang membesarkannya. Lahirnya ilmu perhitungan seperti Pranata Mangsa dan zodiak ini dari pengalaman hidup kebudayaan masyarakat pada zaman dahulu. Seperti halnya Pranata Mangsa yang merupakan perhitungan
musim
kemungkinan
berasal
dari
pengalaman
hidup
petani
dalam
memperkirakan masa untuk bekerja di ladang. Dari pengalaman tersebut kemudian melahirkan suatu perhitungan mengenai musim untuk dijadikan pedoman dalam bercocok tanam, yaitu Pranata Mangsa. Kemudian seiring berjalannya waktu jenis perhitungan ini berkembang tidak hanya mengenai perhitungan musim, melainkan juga mengenai watak seseorang berdasarkan mangsa kelahirannya. Begitu pula halnya dengan zodiak yang juga terlahir dari pemikiran dan pengalaman hidup dari masyarakat kebudayaan yang membesarkannya.
III.
Analisis Makna Pranata Mangsa dan Kaitannya dengan Zodiak
Pada bab ini penelitian memfokuskan pada isi naskah Primbon NR 366 yang membahas tentang Pranata Mangsa. Hal-hal yang dibahas dalam bab ini berkaitan dengan makna suatu
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
ungkapan dan kondisi alam yang terjadi pada tiap mangsa-nya. Penelitian ini berfokus pada dua halaman naskah Primbon NR 366 yang membahas tentang Pranata Mangsa, yaitu pada halaman 87 dan 88. Halaman dalam naskah Primbon NR 366 yang membahas mengenai halhal apa saja yang harus dilakukan petani pada tiap mangsa serta watak bayi yang baru lahir sesuai mangsa yaitu halaman 87. Halaman selanjutnya yaitu halaman 88, berisi ungkapan/candra yang digunakan sebagai penggambaran situasi yang terjadi pada suatu mangsa. Kemudian analisis mengenai gambaran watak bayi yang baru lahir pada tiap mangsa dalam naskah Primbon NR 366. Langkah kerja analisis ini dengan cara mengaitkan gambaran watak tersebut dengan kondisi alam pada naskah halaman 88 dan kegiatan pertanian pada naskah halaman 87. Selain itu juga menganalisis dengan mengaitkan gambaran watak yang diterangkan pada naskah Primbon NR 366 dengan gambaran watak pada zodiak yang dijelaskan di buku All Around the Zodiac (2001) karangan Bill Tieney. 1.
Mangsa Kasa
Ungkapan “sotya murca saking embanan” merupakan ungkapan mangsa Kasa. Ungkapan ini secara denotatif diartikan sebagai “permata yang hilang dari cincinnya”, sedangkan secara konotatif diartikan sebagai kondisi alam dimana dedaunan pada berguguran dari ranting pepohonan. Gugurnya dedaunan tersebut menandakan salah satu gejala alam yang terjadi pada masa musim kemarau. Musim yang di mana keadaan alam menjadi kering dan sulit mendapatkan air menyebabkan dedaunan pada pepohonan menjadi kering. Karena kering itu lah yang menyebabkan dedaunan tidak bisa lagi bersatu dengan ranting-ranting pepohonan sehingga menyebabkan terjadinya gugur dedaunan. Pada mangsa kasa ini, orang-orang Jawa mempersiapkan beberapa jenis bibit tanaman untuk ditanam. Tanaman tersebut adalah jarak, kapas dan lain-lain. Alasan dapat ditanamnya tanaman-tanaman tersebut adalah tanaman-tanaman tersebut tidak terlalu membutuhkan pengairan. Terlebih mangsa Kasa ini masih berada dalam musim kemarau. Pada mangsa ini disebutkan bahwa gambaran watak pada mangsa ini yaitu madya atau tengah. Tengah dalam artian berada di antara dua hal yang bertolak belakang. Maka demikian kemungkinan maksud dari watak madya pada mangsa ini yaitu sifat watak yang berada di tengah kebaikan dan keburukan. Watak mangsa ini tidak memiliki ketertakaitan dengan naskah Primbon NR 366 halaman 87, namun berkaitan dengan naskah halaman 88 dan zodiak yang sejajar penangalannya dengan penanggalan mangsa ini yaitu zodiak Cancer dan Leo.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
2.
Mangsa Karo
Pada mangsa ini memiliki ungkapan yaitu Bantala Rengka. Makna ungkapan “bantala rengka” ini bermakna sama baik dari makna aslinya (denotatif) maupun makna kiasannya (konotatif). Ungkapan “bantala rengka” yang diartikan sebagai “tanah retak” ini mengacu pada kejadian sebenarnya, yaitu kondisi dimana tanah menjadi retak. Pada mangsa Karo ini petani menanam tanaman-tanaman seperti jarak, kapas, dan lainnya sebagaimana yang telah dipersiapkannya pada mangsa Kasa. Kondisi tanah yang hendak ditanami juga sudah dipersiapkan sejak mangsa Kasa. Petani tinggal kembali menanam bibitbibit dari tanaman tersebut yang belum di tanam ke tanah yang sudah dipersiapkan. Pada naskah Primbon NR 366 disebutkan bahwa gambaran watak bayi yang baru lahir pada mangsa Karo ini yaitu ceroboh. Gambaran watak bayi yang baru lahir ini memiliki keterkaitan dengan naskah Primbon NR 366 halaman 87 dan 88. Selain itu bila dikaitkan dengan zodiak yang sejajar dengan penanggalan mangsa Karo yaitu zodiak Leo dan Virgo tidak ada keterkaitan di antara keduanya.
3.
Mangsa Katelu
Ungkapan “suta manut king bapa” merupakan ungkapan bagi mangsa Katelu. Ungkapan “suta manut king bapa” mengacu pada artian denotatif sebagai sang anak yang menunduk kepada orang tuanya, sedangkan secara konotatif bermakna tanaman merambat yang menurut pada sarana yang dirambatnya. Pada mangsa ini petani membuka lahan baru untuk ditanami tanaman jenis lainnya, yaitu padi gogo. Padi gogo ini cocok untuk ditanam pada lahan yang kering. Tanah yang ditanami padi gogo tidak perlu diairi. Hal ini menjadi kelebihan dalam padi gogo ini. Terlebih pada mangsa Katelu ini masih berada di musim kemarau dan juga masa menjelang musim hujan. Gambaran watak bayi yang terlahir pada mangsa Katelu yaitu berwatak kikir. Gambaran watak yang dijelaskan pada mangsa Katelu tidak terkait dengan kondisi alam yang dijelaskan pada naskah halaman 88 dan kegiatan pertanian pada halaman 87. Selain itu dapat juga dikatakan bahwa gambaran watak mangsa Katelu ini tidak bisa dikaitkan dengan watak zodiak Virgo.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
4. Mangsa Kapat Ungkapan “waspa kumembeng jroning kalbu” ini merupakan ungkapan bagi mangsa Kapat. Pada dasarnya, ungkapan “waspa kumembeng jroning kalbu” ini merupakan sebuah kiasan untuk menggambarkan kondisi seseorang yang sedang bersedih, sedangkan makna denotasi dalam ungkapan ini yaitu “air mata yang tergenang di dalam hati”. Pada mangsa ini petani mulai membakar padi gogo yang sudah ditebang. Dari mangsa sebelumnya dijelaskan bahwa petani membuka lahan baru untuk penanaman padi gogo. Kata “membuka lahan baru” ini berasal dari artian kata “babad”. Padahal kata “babad” ini juga mempunyai artian lain yaitu “pemotongan”. Bila dikaitkan dengan mangsa Kapat ini maka artian kata “babad” yang tepat adalah “pemotongan”, karena setelah proses pemotongan ini padi gogo tersebut harus dibakar. Namun sebelum dibakar, beras atau isi dari padi gogo tersebut harus dikeluarkan dari kulitnya. Gambaran watak pada mangsa Kapat ini yaitu senang akan kebersihan. Gambaran watak manusia pada mangsa ini memiliki keterkaitan dengan naskah Primbon NR 366 pada halaman 87 dan 88. Mangsa Kapat sejajar dengan penanggalan zodiak Virgo dan Libra. Namun bila dilihat dari gambaran watak zodiak Virgo dan Libra, maka yang lebih memiliki keterkaitan yaitu dengan zodiak Virgo. Ini dikarenakan pada zodiak Virgo terdapat watak suci.
5.
Mangsa Kalima
Panyandran atau ungkapan ini pancuran mas mawur ing jagad merupakan ungkapan bagi mangsa Kalima. Ungkapan ini memiliki makna denotatif yaitu “pancuran emas yang bertaburan di dunia”. Makna metaforis dari ungkapan ini adalah penggambaran kondisi alam pada mangsa kalima, yaitu mulai turunnya hujan ke muka bumi. Fenomena alam pada mangsa Kalima menunjukkan bahwa musim kemarau sudah mulai berakhir. Turunnya hujan pada mangsa ini menandakan bahwa petani sudah mulai bisa mengambil hasil panen dari padi gogo. Tahu mangsa ini merupakan masa panen dilihat dari penjelasan “awit agejigi gagi’ atau mulai mengeluarkan gabah dari padi gogo. Secara garis besar maksud dari mangsa ini adalah mulainya masa panen untuk beberapa jenis tanaman.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
Pada mangsa Kalima ini gambaran watak bagi bayi baru lahir yaitu suka mencela. Bila dikaitkan dengan kondisi alam sebagaimana yang dideskripsikan pada naskah Primbon NR 366 halaman 87 dan 88, maka hal-hal ini tidak ada kaitannya dengan perilaku suka mencela. Penanggalan mangsa Kalima bila disejajarkan dengan penanggalan zodiak maka sejajar dengan zodiak Libra dan Scorpio. Dari semua gambaran watak zodiak Libra dan Scorpio, tidak ada satupun yang memiliki keterkaitan dengan watak suka mencela. Sehingga baik zodiak Libra maupun Scorpio ini tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan gambaran watak mangsa Kalima.
6.
Mangsa Kanem
Ungkapan rasa mulya kasuciyan merupakan ungkapan bagi mangsa Kanem. Makna denotasi pada ungkapan mangsa ini yaitu ‘kesucian yang menjadi rasa mulia’. Makna metaforis dari ungkapan ini yaitu musim banyaknya jenis buah. Para petani di mangsa ini mulai membuat perkakas angin. Perakakas angin ini bisa berupa kincir angin, baik yang terbuat secara tradisional. Lalu ada suatu dugaan bahwa guna dari pirantos atau perkakas angin ini dibuat dengan tujuan untuk menambah suatu faktor estetika di sawah semata. Berhubung dengan situasi yang terjadi pada naskah ini ditulis dan teknologi pada zaman itu belum canggih, kemungkinan dibuatnya perkakas angin ini dibuat hanya demi memperindah lingkungan sawah. Gambaran watak pada mangsa Kanem ini yaitu pandai dalam bidang perkayuan. Gambaran watak ini memiliki keterkaitan dengan naskah Primbon NR 366 halaman 87 dan 88 karena berkaitan dengan musim buah-buahan dan masa untuk membuat perkakas angin. Zodiak Scorpio dan Sagitarius berada sejajar dengan penanggalan mangsa Kanem. Dari kedua zodiak tersebut yang memiliki keterkaitan dengan watak mangsa Kanem yaitu dari zodiak Sagitarius yang salah satunya memilki watak pecinta alam. Alasannya yaitu bagi seorang pecinta alam harus memiliki keahlian saat berada di suatu tempat, terutama keahlian dalam bidang perkayuan.
7. Mangsa Kapitu
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
Ungkapan mangsa Kapitu yaitu “wisa kentas ing maruta” yang berarti “bisa (racun) yang terbawa oleh angin”. Persesuaian referensialnya yaitu bisa atau racun yang tersebar ke seluruh penjuru melalui angin. Makna metaforis dalam ungkapan ini yaitu musim banyaknya jenis penyakit. Pada mangsa ini, petani mulai saatnya membajak sawah mereka. Mereka mulai bisa membajak sawah saat tanah sawahnya terkandung air atau berlumpur. Bila kondisi tanah mengering maka petani tidak bisa melakukan aktifitas membajak. Kegiatan membajak sawah ini bertujuan untuk mempersiapkan lahan di sawah supaya lahan tersebut dapat ditanam padi dan berbagai macam tanaman lainnya. Gambaran watak mangsa Kapitu yang dijelaskan pada naskah Primbon NR 366 halaman 87 ini yaitu suka memukul. Bila dikaitkan dengan kegiatan pertanian yang juga dari naskah halaman 87 dan kondisi alam yang dideskripsikan pada naskah halaman 88, diperkirakan tidak ada kaitannya dengan watak suka memukul ini. Mangsa Kapitu ini sejajar dengan penanggalan zodiak Capricorn dan Aquarius. Namun bila dilihat dari watak-watak yang terdapat pada zodiak Capricorn maupun Aquarius tidak terdapat keterkaitan sama sekali yang berhubungan dengan memukul.
8. Mangsa Kawolu Ungkapan “anjrah jroning kayun” merupakan ungkapan yang menggambarkan mangsa Kawolu. Makna denotasi pada ungkapan mangsa ini yaitu “merata dalam keinginan”. Sedangkan makna konotasi ungkapan ini yaitu siklus hidup hewan. Referen yang ditunjuk yaitu situasi kucing hamil. Pada mangsa Kawolu ini petani melanjutkan pekerjaan ke tahap yang selanjutnya, yaitu menanam padi. Setelah petani membajak sawah, mereka mulai menanam padi di atas sawah yang sudah dibajak itu. Tanah sawah yang sudah dibajak itu akan membantu pertumbuhan padi di sawah tersebut. Gambaran watak bayi yang baru lahir pada mangsa Kawolu yaitu dermawan. Kemungkinan watak dermawan ini berkaitan dengan kegiatan menanam padi yang tercantum pada naskah halaman 87, ketekaitannya yaitu dari kesamaannya bagai memberikan sesuatu ke pihak lain. Sedangkan gambaran watak mangsa ini tidak memiliki keterkaitan dengan naskah
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
Primbon NR 366 halaman 88. Mangsa Kawolu ini sejajar penanggalannya dengan zodiak Aquarius dan Pisces. Namun dari ke dua zodiak tersebut tidak ada satu pun yang berkaitan dengan gambaran watak mangsan Kawolu.
9. Mangsa Kasanga Ungkapan yang menggambarkan mangsa Kasanga yaitu wedharing wacana mulya. Dalam makna denotasi maka ungkapan ini bermaknakan “tersebarnya kabar bahagia”. Sedangkan dalam makna konotasi maka ungkapan ini bermaknakan masa membahagiakan untuk beberapa pihak, baik manusia maupun jangkrik. Pada mangsa ini merupakan tugas petani untuk menjaga padi. Petani menjaga padi agar padi-padi tidak mendapat serangan dari hama maupun dari burung pemakan padi. Incaran mereka yaitu serangga macam jangkrik maupun tonggeret dimana padi mereka adalah menjadi sarang untuk jangkrik maupun tonggeret. Burung pun juga menjadi incaran petani karena burung-burung tersebut akan memakan isi dari padi yang sedang menguning. Burungburung jenis ini merupakan jenis pemakan biji-bijian, seperti burung pipit. Gambaran watak bayi yang lahir pada mangsa Kasanga ini tidak dapat diketahui akibat dari tidak ditemukannya arti kata “jrabah” akibat salah penulisan dan kata yang sebenarnya dalam naskah Primbon NR 366 halaman 87. Akibat dari ini maka gambaran watak mangsa Kasanga tidak bisa dianalisis.
10. Mangsa Kasadasa Ungkapan yang digunakan pada mangsa ini adalah “gedhong minep jroning kalbu”. Ungkapan “gedhong minep jroning kalbu” ini bila dianalisis maka makna denotatifnya yaitu “gedung yang tertutup di dalam hati”. Sedangkan makna konotasi pada ungkapan mangsa ini berupa siklus hidup hewan, yaitu kehamilan hewan-hewan. Pada mangsa ini dijelaskan bahwa petani mulai ke masanya panen padi, terutama untuk jenis padi gogo. Masa ini dikatakan cocok untuk panen karena padi gogo sudah bisa mendapat asupan air, yaitu berupa air hujan, untuk pertumbuhannya. Maka mangsa ini merupakan waktu yang pas untuk bisa memanen hasil dari padi gogo.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
Gambaran watak bayi yang terlahir pada mangsa Kasdasa yaitu cepat marah. Bila dikaitkan dengan kondisi alam yang dideskripsikan pada naskah halaman 88 dan kegiatan pertanian yang dibahas dalam naskah halaman 87, diperkirakan tidak ada hubungannya dengan watak cepat marah. Namun hal ini berbeda dengan zodiak Aries yang penanggalannya sejajar dengan penanggalan mangsa Kasadasa. Pada zodiak Aries terdapat watak marah. Kesamaan watak antara keduanya menyatakan bahwa keduanya memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya.
11. Mangsa Dhesta Ungkapan “sotya sinarawedi” merupakan unggapan yang menggambarkan mangsa Dhesta. Makna ungkapan ini secara denotatif bermakna “permata yang sangat dilindungi”. Sedangkan secara konotatif ungkapan ini bermakna kasih sayang seekor induk burung yang merawat anaknya. Makna konotatif ungkapan mangsa ini dapat dilihat dari kalimat “mangsanipun peksi angloloh”. Di naskah ini dijelaskan pada mangsa ini petani melakukan suatu hal yang di luar kegiatan pertanian. Berbeda dengan penjelasan tentang kegiatan petani yang dijelaskan pada mangsamangsa sebelumnya, penjelasan tentang kegiatan petani ini berkaitan antara petani dengan petani lainnya. Kegiatan petani yang dilakukan pada mangsa ini termasuk salah satu perilaku yang tidak baik, yaitu perilaku saling mencuri padi milik salah satu petani. Pada mangsa Dhesta ini bagi bayi yang terlahir pada mangsa ini berwatak dusta atau jahat. Gambaran watak mangsa ini tidak memiliki keterkaitan dengan penjelasan pada naskah Primbon NR 366 halaman 88, namun memiliki keterkaitan dengan naskah halaman 87 karena perilaku saling mencuri padi termasuk watak dusta atau jahat. Mangsa Dhesta ini berada sejajar dengan posisi zodiak Aries dan Taurus. Namun dari kedua zodiak tersebut yang terlihat berkaitan dengan gambaran watak mangsa ini yaitu pada zodiak Aries. Pada zodiak Aries ini lebih mengarah ke arah negatif dengan watak ketidak sabaran dan cepat marah.
12. Mangsa Saddha Ungkapan pada mangsa terakhir yaitu “tirta sah saking sasana”. Dari sudut makna denotatif ungkapan ini mengacu pada referen sebenarnya, yaitu air yang lenyap dari
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
tempatnya. Namun dari sudut makna konotatif ungkapan ini tidak mengacu pada referen yang sebenarnya, melainkan mengacu pada artian air keringat yang hilang dari badan. Maksud dari air keringat yang hilang dari badan yaitu kondisi seakan tubuh manusia sulit untuk mengeluarkan keringatnya dari tubuhnya. Di naskah ini dijelaskan pada mangsa ini banyak petani yang meminta zakat dari sang pemberi zakat. Zakat dalam artian ini bisa diartikan sebagai sumbangan. Ini menjadi masa mereka untuk bisa mendapatkan sumbangan atau zakat untuk membantu kelangsungan hidup mereka sehari-hari. Zakat atau sumbangan ini diperkirakan bisa berupa uang, pakaian, atau pun benda-benda yang dipergunakan di tiap harinya. Pada mangsa Saddha bagi bayi yang terlahir ini memiliki watak kasihan. Gambaran watak mangsa Saddha tidak memiliki keterkaitan dengan deskripsi kondisi alam yang terdapat pada naskah Primbon NR 366 halaman 88, namun memiliki keterkaitan dengan halaman 87 yaitu dengan cara petani meminta belas kasihan kepada seseorang agar memberikannya zakat atau sumbangan. Berbeda halnya dengan zodiak Taurus dan Gemini yang merupakan petanda zodiak yang penanggalannya sejajar dengan mangsa Saddha. Dari dua zodiak tersebut kemungkinan memiliki keterkaitan dengan zodiak Taurus yaitu watak perhatian dan sabar.
IV.
Kesimpulan
Pranata Mangsa yang memiliki kecerdasan tersendiri sebagai ilmu perhitungan musim. Seperti pada naskah Primbon NR 366 diperlihatkan bahwa penjelasan mengenai Pranata Mangsa seperti kondisi alam, kegiatan pertanian, maupun watak bayi yang terlahir menggunakan berupa ungkapan dan perumpamaan. Ungkapan tersebut menggambarkan kondisi apa yang terjadi di tiap mangsa dengan menggunakan perumpaman-perumpamaan. Ungkapan dan perumpamaan tersebut diperkirakan digunakan untuk memperhalus dalam menyampaikan apa yang dibahas di dalamnya dengan tujuan kesopanan. Dalam penelitian ini pengetahuan mengenai zodiak dihadirkan untuk menjadikannya sebagai kaitan dengan Pranata Mangsa, terutama di bagian watak manusia. Dari hasil penelitian ini menunjukkan adanya beberapa kaitan yang saling terkait antara watak yang terdapat pada Pranata Mangsa dengan watak yang terdapat pada zodiak. Ada beberapa mangsa yang memiliki keterkaitan dengan zodiak dan ada beberapa mangsa yang sama sekali tidak memiliki keterkaitan dalam hal watak manusia.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya hasil dari kearifan lokal atau local genius kebudayaan Jawa tidak kalah hebatnya dan jeniusnya dengan hasil dari kebudayaan daerah lainnya serta dengan ilmu yang berkembang pada zaman modern ini. Bukti dari kejeniusan kebudayaan Jawa ini dapat dilihat dari berbagai naskah Primbon yang mencatat berbagai ilmu yang dihasilkan dari pemikiran serta pengalaman hidup masyarakat kebudayaan Jawa. Pranata Mangsa merupakan salah satu hasil dari kejeniusan masyarakat kebudayaan Jawa pada masa lampau.
Daftar Pustaka I.
BUKU :
Doyodipuro, Ki Hudoyo. 1999. Horoskop Jawa : Misteri Pranata Mangsa. Semarang : Dahara Prize. Endraswara, Suwardi. 2003. Falsafah Hidup Jawa : Menggali Mutiara Kebijakan dari Intisari Filsafat Kejawen. Yogyakarta : Penerbit Cakrawala. Hestiyanto, Yusman. 2007. Geografi 2. Jakarta : Penerbit Yudhistira. Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka. Magnis-Suseno, Franz. 1984. Etika Jawa : Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebiijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta : Penerbit PT Gramedia. Ophelia, I. 2010. Sukses Finansial Lewat Astrologi dan Peta Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Panudju Karso, Sri. 1996. Penangkaran Burung Cucakrowo. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. Groningen, Batavia : Wolters. Prawiroatmodjo, S. 1996. Kamus Bausastra Jawa-Indonesia. Jakarta : PT Toko Gunung Agung. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Purwadi. 2006. Petungan Jawa : Menentukan Hari Baik dalam Kalender Jawa. Yogyakarta : Pinus Book Publisher. Purwono, & Purnamawati, Heni. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Depok : Penerbit Swadaya.
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013
Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Penerbit Wedatama Widya Sastra. Rahyono, F.X. 2011. Studi Makna. Jakarta: Penaku. Rai Sudharta, Tjokorda, Oka Dhermawan, I. Gusti, Winawan, W. Winda. 2001. Kalender 301 Tahun (Tahun 1800-2100). Jakarta : PT. Balai Pustaka. Ranoewidjojo, Romo RDS. 2009. Primbon Masa Kini : Warisan Nenek Moyang Untuk Meraba Masa Depan. Jakarta : Bukuné. Resowidjojo, S. 1987. Almanak Gampang 1900-2000. Jakarta : Balai Pustaka. Sutikno, R.A. Maharkresti, dll. 1998. Primbon Pawukon Bayi Lahir. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Sutrisno, Mudji & Putranto, Hendar. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Tierney, Bill. 2004. All Around The Zodiac : Exploring Astrology’s Twelve Signs. St. Paul : Llewellyn Publications. Van Steenis, C.G.G.J. 1992. Flora. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Wedhawati, Marsono, dkk. 1990. Tipe-Tipe Semantik Verba Bahasa Jawa. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wiyoto, Ed. 1982. Almanak Dasawarsa, 1981-1990. Jakarta : PT Balai Pustaka. WS, Don., & Hadibroto, Chery. 2007. Menata Tanaman Rambat : Desain, Sarana Bantu & Pilihan Tanaman. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
II.
PUBLIKASI ELEKTRONIK
http://kucing.web.id/musim-kawin-kucing-dan-tahap-tahapnya/ http://id.prmob.net/perbintangan/astrologi-barat/mintaku-lburuj-1825099.html
Analisis makna…, Citra Puspa Rini, FIB UI, 2013