STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN TB MDR (TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTENS) DI BLUD RSUD BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016 Herawati1 Hartati Bahar2Nur Nashriana3 Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Halu Oleo123
[email protected] ,
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Pada survei WHO dilaporkan lebih dari 90.000 pasien TB di 81 negara, ternyata angka TB-MDR lebih tinggi dari yang diperkirakan. Enam negara dengan kekerapan TB-MDR tinggi di dunia adalah Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, bagian dari federasi Rusia dan Uzbekistan. WHO memperkirakan ada 300.000 kasus TB--MDR baru per tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Studi Epidemiologi Kejadian TB MDR di BLUD RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey dimana survey dilakukan melalui telephone interview. Populasi dalam penelitian ini sebanyak178 orang, sedangkan jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah40responden dan ditetapkan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Studi kejadian TB MDR di BLUD RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan karakteristik umur lebih banyak pada kelompok umur 46-55 tahun dengan jumlah 16 responden (40%), jenis kelamin laki-laki dengan jumlah 23 responden (57,5%), tingkat pendidikan tamat SMU/SMA dengan jumlah 19 responden (47,5%), bekerja sebagai wiraswasta dengan jumlah 13 responden (32,5%), yang tidak merokok dengan jumlah 27 responden (67,5%), jarak tempuh yang dekat dengan jumlah 22 responden (55%), asal pasien lebih banyak dari Kota Kendari dengan jumlah 23 responden (57,5%), asal rujukan lebih rujukan dari praktek dokter dengan jumlah 20 responden (50%), kategori lama pengobatan 1 tahun dengan jumlah 21 responden (52,5%), lama kontak lebih banyak pada waktu kontak 1 bulan dengan jumlah 23 responden (57,5%), aktu tempuh lama sebanyak 19 responden (47,5%). Bagi pihak Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara agar melakukan tindakan nyata seperti meningkatkan penyuluhan, melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota terkait guna menekan peningkatan angka kejadian TB MDR. Kata Kunci:Tubercolosis, Karakteristik Orang, Karakteristik Tempat,
BadanLembaga Usaha Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas
Karakteristik
Waktu,
ABSTRACT WHO reported on a survey of over 90,000 TB patients in 81 countries, it turns out the numbers of MDR-TB is higher than expected. Six countries with a high frequency of MDR-TB in the world is Estonia, Kazakhstan, Latvia, Lithunia, part of the Russian Federation and Uzbekistan. WHO estimates that there are 300,000 cases of TB - MDR new year. This study aimed to determine the incidence of MDR TB Epidemiology Overview In Hospital Bahteramas Year 2016. This type of research is descriptive quantitative research with survey approach in which the survey was conducted through telephone interviews. The population in this study sebanyak178 people, while the number of samples in this study berjumlah40responden and determined using simple random sampling technique. Overview MDR TB incidence in RSU Bahteramas based life characteristics more in the age group 46-55 years by the number of 16 respondents (40%), male gender with a number of 23 respondents (57.5%), educational level graduated from high school / high school with the number of 19 respondents (47.5%), work as self-employed with a number of 13 respondents (32.5%), non-smokers with the number of 27 respondents (67.5%), the mileage is close to the number of 22 respondents (55% ), the origin of many more patients from the city of Kendari with the number of 23 respondents (57.5%), the origin of a referral
1
is a referral from a doctor's office with a number of 20 respondents (50%), the treatment of 1 year old category with a number of 21 respondents (52.5% ), duration of contact as much on the contact time of 1 month with the number of 23 respondents (57.5%), ime long mileage as much as 19 respondents (47.5%). For the Southeast Sulawesi Provincial Health Office in order to take action such as increasing counseling, coordinating with relevant City District Health Office in order to suppress the increase in the incidence of MDR TB. Keywords: Tubercolosis, Characteristics of People, Places Characteristic, Characteristic Time, Hospital Bahteramas
PENDAHULUAN Tuberkulosis Paru (TB) Paru merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan diberbagai negara di dunia10. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, angka kematian spesifik akibat kejadian TB Paru (dengan HIV negatif) tertinggi didunia adalah Negara Djibouti dengan kematian 100 orang per 100.000 populasi, kemudian Congo dengan kematian 68 orang per 100.000 populasi, sementara angka kematian paling rendah didunia adalah Negara Jerman dengan hanya 0,4 Kematian per 100.000 populasi dan Yunani dengan hanya 0,7 kematian per 100.000 populasi. Angka kematian tertinggi akibat TB paru (dengan HIV negatif) di Asia adalah Negara kamboja dengan angka kematian 66 kematian per 100.000 populasi, dan angka kematian terendah di Asia adalah singapura dengan hanya 1,7 kematian per 100.000 populasi, Angka kematian akibat TB paru di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Negara asia lainnya dimana angka kematian akibat TB paru 25 kematian per 100.000 populasi, angka ini masih tinggi jika dibandingkan dengan india yang hanya 19 kematian per 100.000 populasi dan Malaysia 5,8 kematian per 100.000 populasi serta Sri Lanka yang hanya 5,9 kematian per 100.000 populasi1. Insiden Rate untuk Negara Asia berdasarkan laporan WHO tahun 2015 menunjukkan bahwa Negara Kamboja adalah Negara Asia dengan insiden rate tertinggi dimana insiden rate tercatat 400 kejadian per
100.000 populasi dan terendah Arab Saudi dengan insiden rate 14 kejadian per 100.000 populasi. Angka kejadian TB paru di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Negara asia lainnya dengan angka kejadian 183 kejadian per 100.000 populasi, nilai ini masih tinggi jika dibandingkan dengan India 171 kejadian per 100.000 populasi dan Malaysia dengan 99 kejadian per 100.000 populasi, lebih lanjut angka prevalensi TB paru dia Asia tertinggi adalah Kamboja dengan 715 orang per 100.000 populasi dan terendah adalah Arab Saudi dengan prevalensi 16 orang per 100.000 populasi, sementara Indonesia masih tergolong tinggi dengan 272 orang per 100.000 populasi jika dibandingkan dengan Negara Asia lainnya terutama India dengan prevalensi 211 orang per 100.000 populasi dan Malaysia dengan prevalensi 131 orang per 100.000 populasi. Resisten ganda (multidrugs resistant tuberculosis/TB-MDR) merupakan masalah terbesar terhadap pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Pada tahun 2015 WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% pertahun. Prevalens TB diperkirakan WHO meningkat 4,3% di seluruh dunia dan lebih dari 200 kasus baru terjadi di dunia. Di Negara berkembang prevalens TB-MDR berkisar antara 4,6%-22,2% 2. Sebaran kejadian TB Paru di Indonesia dapat dilihat dari Data Riskesdas 2013 yang menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4%, angka ini tidak berbeda dengan angka prevalensi hasil riskesdas tahun 2007, dimana lima provinsi
2
dengan TB Paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua Barat (0,4%) sementara angka prevalensi TB Paru di Sulawesi Tenggara cukup rendah dengan hanya 0,2%. Pola TB-MDR di Indonesia tahun 2013-2014 adalah resistensi primer 4,6%-5,8% dan resistensi sekunder 22,95%-26,07%.6 Penelitian Aditama mendapatkan resistensi primer 6,86% sedangkan resistensi sekunder 15,61%. Hal ini patut diwaspadai karena prevalensnya cenderung menunjukan peningkatan. Penelitian di beberapa tempat di Indonesia tahun 2013 melaporkan proporsi kesembuhan penderita TB-MDR sebesar 72% menggunakan paduan OAT yang masih sensitive ditambah ofloksasin3. Laporan hasil survei yang dilakukan oleh WHO dari tahun 2008 sampai dengan 2012 di negara-negara di dunia, bahwa penggunaan Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) dan strategi stop TB mampu menurunkan beban TB setiap tahunnya dan dapat meningkatkan angka kesembuhan sehingga mengurangi angka resistensi ganda. Penggunaan DOTS dan strategi stop TB merupakan pengobatan dengan pengawasan langsung terapi dengan cara membantu pasien mengambil obat secara teratur untuk memastikan kepatuhan pasien dalam pengobatan TB Paru. Kepatuhan pasien dalam pengobatan TB Paru sangat berarti bahwa dunia berada di trek untuk mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) untuk membalikkan penyebaran TB pada tahun 2015 dan angka kematian yang disebabkan oleh TB Paru menurun 45% dan diperkirakan sekitar 22 juta jiwa di dunia diselamatkan oleh program tersebut4 . Banyak Negara sudah menerapakan strategi DOTS dalam penatalaksaan TB dan terbukti sangat bermanfaat untuk meningkatkan proporsi kesembuhan pasien dan berkontribusi terhadap pengurangan resistensi terutama resistensi ganda. Hal yang sama juga terjadi di
Indonesia. Penanggulangan TB Paru di Indonesia mengalami banyak kemajuan, bahkan hampir mendekati target MDGs karena prevalensi penderita TB Paru di Indonesia menunjukkan angka keberhasilan pengobatan dengan penggunaan DOTS dan strategi stop TB. Persentase untuk keberhasilan pengobatan tersebut dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 yaitu, tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005 sampai 2013 semuanya sama (91%) dengan prevalensi beban TB Paru 297 kasus per 1 00.000 populasi penduduk Indonesia. Secara keseluruhan kasus TB di Indonesia saat ini sebanyak 331.424 kasus. Pengetahuan mengenai obat-obat untuk mengatasi TB dan penyakit TB yang dapat di sembuhkan dengan obat-obat TB telah cukup memadai, namun penanggulangan dan pemberantasannya sampai saat ini belum memuaskan. Angka drop out (mangkir, tidak patuh berobat) yang tinggi, pengobatan tidak adekuat, dan resistensi terhadap Obat Anti Tuberculosis (OAT) yaitu MDR TB (Multi Drug Resistants Tubercolosis) merupakan kendala utama yang sering terjadi dalam pengendalian TB dan merupakan tantangan terhadap program pengendalian TB. MDR TB terjadi bila penderita putus berobat sebelum masa pengobatan selesai atau penderita sering putus-putus minum obat selama menjalani pengobatan TB. Hasil observasi awal di RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara didapatkan bahwa dari 66 orang penderita TB terdapat 7 orang positif TB MDR (3,93%), sementara pada tahun 2015 terdapat 112 orang penderita TB dan 11 orang diantaranya positif TB MDR (6,74%), dari hasil observasi tersebut dapat dilihat kenaikan jumlah penderita TB MDR di RSUD Bahtramas Provinsi Sulawesi Tenggara, sehingga peneliti telah melakukan suatu penelitian dengan judul “gambaran epidemiologi kejadian TB MDR di RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara”.
3
METODE Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survey, yaitu suatu pendekatan penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antar variabel. Dimana survey dilakukan melalui Telephone Interview dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran epidemiologi kejadian TB MDR pada pasien TB di RSUD Bahteramas tahun 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB MDR pada RSUD Bahteramas tahun 2014-2015 yang berjumlah 178 Orang . Data yang diperoleh dan telah diolah kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan tekstual kemudian diinterprestasikan dalam bentuk narasi / penjelasan.
HASIL 1. Karakteristik Orang a. Umur No. KelompokUmu r (Tahun)
Jumlah (n)
Persentase (%)
No.
JenisKelamin
Jumlah (n)
Persentase (%)
1.
Laki-laki
23
57,5
2.
Perempuan
17
42,5
Total
40
100
Sumber : Data primer, diolah April 2016 Tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut jenis kelamin paling banyak berada pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 23 responden (57,5%) dan paling rendah berada pada jenis kelamin perempuan sebanyak 17 responden (42,5%). c. Pendidikan No.
JenisPekerjaan
Jumlah (n)
Persentase (%)
1.
PNS/TNI/POLRI
3
7,5
2.
Pedagang
11
27,5
3.
Petani
2
5
4.
Wiraswasta
13
32,5
5.
TidakBekerja
11
27,5
Total
40
100
1.
20-25
2
5
2.
26-35
4
10
Sumber : Data primer, diolah April 2016
3.
36-45
8
20
4.
46-55
16
40
5.
>56
10
25
40
100
Tabel 4 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut jenis pekerjaan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden paling banyak bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 13 responden (32,5%) dan paling rendah bekerja sebagai petani sebanyak 2 responden (5%).
Total
Sumber : Data primer, diolah April 2016
Tabel 1 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut kelompok umur di RSU BAhteramas paling banyak berada pada kelompok umur 46-55 tahun sebanyak 16 responden (40%) dan paling rendah berada pada kelompok umur 20-25 tahun sebanyak 2 responden (5%). b. Jenis Kelamin
d. Prilaku Merokok No .
PerilakuMerokok
Jumlah (n)
Persentase (%)
1.
Merokok
13
32,5
2.
TidakMerokok
27
67,5
4
6.
Bombana
2
5
Sumber : Data primer, diolah April 2016
7.
Konawe Selatan
1
2,5
Tabel 5 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut perilaku masyarakat di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden yang merokok sebanyak 13 responden (32,5%) dan responden yang tidak merokok sebanyak 27 responden (67,5%).
8.
Wakatobi
1
2,5
9.
Konawe Utara
1
2,5
40
100
Total
40
100
Total
Sumber : Data primer, diolah April 2016
2. Karakteristik Tempat a. Jarak Tempuh No.
JarakTempuh
Jumlah (n)
Persentase (%)
1.
Jauh
18
45
2.
Dekat
22
55
40
100
Total
Sumber : Data primer, diolah April 2016 Tabel 6 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut jarak tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden yang dengan jarak tempuh kategori jauh sebanyak 18 responden (45%) dan responden dengan jarak tempuh yang dekat sebanyak 22 responden (55%). b. Asal Pasien No
AsalPasien
Jumlah (n)
Persentase (%)
1.
Kendari
23
57,5
2.
Konawe
5
12,5
3.
Kolaka
5
12,5
4.
Buton
1
2,5
5.
Kolaka Utara
1
2,5
Tabel 7 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut asal pasien yang ada di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden terbanyak berasal dari Kota Kendari sebanyak 23 responden (57,5%) dan responden terendah berasal dari Kabupaten Buton, Kolaka Utara, Konawe Selatan, Wakatobi dan. Konawe Utara dengan masing-masing responden sebanyak 1 responden (2,5%). c. Asal Rujukan No AsalRujukan Jumla Persentas . h (n) e (%) 1.
IGD/RuangPerawata n RS Bahteramas
13
32,5
2.
PraktekDokter
20
50
3.
DinkesKolaka
5
12,5
4.
DinkesWakatobi
1
2,5
5.
Bombana
1
2,5
Total
40
100
Sumber : Data primer, diolah April 2016
Tabel 8 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut asal rujukan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden terbanyak berasal dari rujukan praktek dokter sebanyak 20 responden (50%) dan terendah berasal dari rujukan Dinkes Wakatobi dan Bombana dengan masing-masing 1 responden (2,5%). 3. Karakteristik Waktu a. Lama Pengobatan No. Lama Jumlah Persentase Pengobatan (n) (%)
5
1. 1 Tahun
21
52,5
2.
2 Tahun
10
25
3.
3 Tahun
7
17,5
4.
4 Tahun
2
5
Total
40
100
Sumber : Data primer, diolah April 2016
Tabel 9 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut lama pengobatan paling banyak pada kategori pengobatan 1 tahun sebanyak 21 responden (52,5%) dan yang terendah pada kategori pengobatan 4 tahun sebanyak 2 responden (5%). b. Lama Kontak No. Lama Kontak Jumlah Persentase (n) (%) 1.
1 Bulan
23
57,5
2.
2 Bulan
7
17,5
3.
3 Bulan
8
20
4.
≥ 4Bulan
2
5
Total
40
100
Sumber : Data primer, diolah April 2016 Tabel 10 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut lama kontak dengan penderita lain, paling banyak responden dengan waktu kontak 1 bulan sebanyak 23 responden (57,5%) dan paling rendah dengan masa kontak sebanyak 21 ≥ 4 bulan sebanyak 2 responden (5%). c. Waktu Tempuh No.
JarakTempuh
Jumlah (n)
Persentase (%)
1.
Lama
19
47,5
2.
Cepat
21
52,5
40
100
Total
Sumber : Data primer, diolah April 2016
Tabel 11 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut waktuk tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden dengan waktu tempuh kategori lama sebanyak 19 responden (47,5%) dan responden dengan waktu tempuh yang cepat sebanyak 21 responden (52,5%). DISKUSI Karakteristik Orang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok umur di RSU Bahteramas penderita TB MRD paling banyak berada pada kelompok umur 46-55 tahun sebanyak 16 responden (40%) dan paling rendah berada pada kelompok umur 20-25 tahun sebanyak 2 responden (5%). Hasil penelitian menunjukkan distribusi responden menurut jenis kelamin paling banyak berada pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 23 responden (57,5%) dan paling rendah berada pada jenis kelamin perempuan sebanyak 17 responden (42,5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden menurut tingkat pendidikan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden paling banyak berada pada tingkat pendidikan tamat SMU/SMA sebanyak 19 responden (47,5%) dan paling rendah berada pada tingkat pendidikan Tamat S1 sebanyak 1 responden (2,5%). Tingkat pendidikan formal sangat menentukan tingkat pengetahuan dari seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang ditempuh maka semakin tinggi pula pemahaman tentang pelayanan kesehatan yang diterimanya dan makin besar pula perhatiannya terhadap kepentingan akan kebutuhan dirinya. Tingkat pengetahuan seseorang akan sesuatu sangat penting serta merupakan dasar dari sikap dan tindakan untuk menerima ataupun menolak sesuatu. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat maka semakin tinggi pula ia menuntut lebih banyak dan lebih baik dari pelayanan kesehatan. Semakin dewasa seseorang dan makin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin mudah pula menerima informasi serta untuk melakukan tindakan.
6
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden menurut jenis pekerjaan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden paling banyak bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 13 responden (32,5%) dan paling rendah bekerja sebagai petani sebanyak 2 responden (5%).Latar belakang pekerjaan akan mempunyai pemahaman yang cukup untuk kepentingan kebutuhan akan pelayanan juga ditunjang dengan kemampuan materi (penghasilan) untuk mengganti ataupun memberi imbalan atas jasa pelayanan yang diberikan.14Alasan senada juga pernah diungkapkan oleh Maslow, dimana pendapatan yang tinggi menyebabkan orang akan mengkonsumsi produk yang bernilai tinggi sesuai dengan kebutuhannya yang tinggi pula 14 Berdasarkan pekerjaan, pada penelitian ini menujukkan bahwa petani/nelayan/buruh/wiraswasta/tidak bekerja, lebih banyak menderita TB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden menurut perilaku masyarakat di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden yang merokok sebanyak 13 responden (32,5%) dan responden yang tidak merokok sebanyak 27 responden (67,5%).Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif, misalnya bronkitis dan emfisima. Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokokakan lebih menyempitkan saluran pernafasan. Efek merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan terhadap batuk kronis, produksi dahak dan serak. Hal ini dapat memperparah kondisi infeksi bakteri tuberkolosis. KarakteristikTempat Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden menurut jarak tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden yang dengan jarak tempuh kategori jauh sebanyak 18 responden (45%) dan responden dengan jarak
tempuh yang dekat sebanyak 22 responden (55%). Konsep jarak tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prilaku seseorang dalam melakukan suatu kegiatan. Semakin jauh jarak antara tempat tinggal dengan tempat kegiatan akan semakin menurunkan motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas. Sebaliknya semakin dekat jarak tempat tinggal dengan tempat kegiatan dapat meningkatkan usaha seseorang untuk mencapainya. Pengaruh jarak tempat tinggal dengan tempat kegiatan tak terlepas dari adanya besarnya biaya yang digunakan dan waktu yang lama. Kaitannya dengan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih rendah, sehingga jarak antara rumah tinggal dan tempat pelayanan kesehatan mempengaruhi prilaku mereka. Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa distribusi responden menurut asal pasien yang ada di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden terbanyak berasal dari Kota Kendari sebanyak 23 responden (57,5%) dan responden terendah berasal dari Kabupaten Buton, Kolaka Utara, Konawe Selatan, Wakatobi dan Konawe Utara dengan masing-masing responden sebanyak 1 responden (2,5%). Selain itu hasil penelitian distribusi responden menurut asal rujukan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden terbanyak berasal dari rujukan praktek dokter sebanyak 20 responden (50%) dan terendah berasal dari rujukan Dinkes Wakatobi dan Bombana dengan masing-masing 1 responden (2,5%). Hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang menderitanya lebih dari 1 tahun berpersepsi positif karena semakin lama menderita pasien semakin memahami penyakit yang diderita yang dijelaskan oleh pelayanan kesehatan dan anggota keluarga yang menjadi pengawas minum obat sehari-hari dirumah. Selain itu bahwa lama responden menderita sakit lebih dari satu tahun pada hampir
7
setengahnya (38%) berpersepsi positif, tapi yang lama menderita lebih dari satu tahun ada juga yang berpersepsi negatif yaitu (31%) atau 10 orang dari 22 jumlah pasien. hal ini dipengaruhi oleh pekerjaan mereka. Menurut Teori Berbagai Prosiding Hasil Penelitian & PPM 2015 (Lawrence Green) faktor demografi seperti keadaan sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, pekerjaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi pola pikir dan cara pandang masyarakat terhadap kesehatan. Namun demikian, terdapat responden yang lama menderitanya lebih satu tahun tetapi berpersepsi negative. Itu disebabkan karena faktor pekerjaan, yaitu pekerjaan nya petani dan buruh tani.Dengan pekerjaan ini, pengalaman penderita sangat kurang karena kesibukanya hanya disawah, responden mengatakan setelah pulang kerja di sawah istirahat dan besok ke sawah lagi, hal itu yang menyebabkan mereka kekurangan info tentang kesehatan. KarakteristikWaktu Lama kontak merupakan kurun waktu tinggal bersama dengan penderita secara terus menerus, pada proses penyebaran kuman di udara melalui batuk ataupun bersin dalam bentuk percikan dahak Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman TB paru ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lama menghirup udara tersebut karena risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak dimana pasien TB paru BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB negatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa distribusi responden menurut lama kontak dengan penderita lain, paling banyak responden dengan waktu kontak 1 bulan sebanyak 23 responden (57,5%) dan paling rendah dengan masa kontak sebanyak 21 ≥ 4 bulan sebanyak 2 responden (5%). Penularan TB dapat terjadi bila ada kontak dengan penderita TB yang umumnya terjadi dalam ruangan yang mengandung droplet (tergantung kosentrasi droplet dalam
udara), lama menghirup dan kerentanan individu. Selain kontak serumah, kontak juga dapat terjadi dengan penderita TB di luar rumah10. Pada penelitian ini, sebagian besar pada kelompok penderita TB (75,4%) tidak ada kontak serumah dan yang ada kontak serumah adalah 24,6%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar penularan TB terjadi karena adanya kontak di luar rumah Lingkungan yang paling potensial untuk terjadinya penularan di luar rumah adalah lingkungan/tempat bekerja. 10Ada beberapa alasan yaitu tempat kerja adalah lingkungan yang spesifik dengan populasi yang terkonsentrasi pada waktu dan tempat yang sama, pekerja umumnya tinggal di sekitar perusahaan di perumahan yang padat dan lingkungan yang tidak sehat. Oleh karena itu tempat kerja merupakan lingkungan yang potesial untuk program penanggulangan TB melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden menurut waktuk tempuh ke fasilitas pelayanan kesehatan di RSU Bahteramas Provinsi Sultra, responden dengan waktu tempuh kategori lama sebanyak 19 responden (47,5%) dan responden dengan waktu tempuh yang cepat sebanyak 21 responden (52,5%). Waktu yang cukup lama tersebut membuat responden enggan untuk melakukan pengobatan. Responden merasa waktu tempuh perjalanan tersebut hanya membuang waktu dan responden beranggapan bahwa waktu tersebut dapat digunakan untuk aktivitas yang lain.
SIMPULAN 1. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan karakteristik umur lebih banyak pada kelompok umur 46-55 tahun dengan jumlah 16 responden (40%). 2. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan karakteristik jenis kelamin lebih banyak jenis kelamin laki-laki
8
dengan jumlah 23 responden (57,5%). 3. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan karakteristik pendidikan lebih banyak pada tingkat pendidikan tamat SMU/SMA dengan jumlah 19 responden (47,5%). 4. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan karakteristik pekerjaan lebih banyak bekerja sebagai wiraswasta dengan jumlah 13 responden (32,5%). 5. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan karakteristik perilaku merokok lebih banyak yang tidak merokok dengan jumlah 27 responden (67,5%). 6. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan jarak tempuh yang dekat dengan jumlah 22 responden (55%). 7. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan asal pasien lebih banyak dari Kota Kendari dengan jumlah 23 responden (57,5%). 8. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan asal rujukan lebih rujukan dari praktek dokter dengan jumlah 20 responden (50%). 9. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan lama pengobatan lebih banyak pada kategori lama pengobatan 1 tahun dengan jumlah 21 responden (52,5%). 10.Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan lama kontak lebih banyak pada waktu kontak 1 bulan
dengan jumlah 23 responden (57,5%). 11. Gambaran kejadian TB MDR di RSU Bahteramas berdasarkan waktu tempuh lebih banyak pada kategori waktu tempuh lama sebanyak 19 responden (47,5%). SARAN 1. Bagi pihak Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara agar melakukan tindakan nyata seperti meningkatkan penyuluhan, melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Kota terkait guna menekan peningkatan angka kejadian TB MDR.
2. Bagi pihak Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara agar menyediakan fasilitas yang memadai di daerah agar pasien mudah menjangkau dan tidak malas berobat kefasilitas pelayanan kesehatan terdekat. 3. Bagi Pihak RSU Bahteramas Provinsi Sultra untuk lebih pro aktif dalam melakukan pemantauan terhadap pasien TB MDR, memberikan penyuluhan dan edukasi kepada pasien. 4. Agar hasil penelitian ini dapat menjadi wawasan yang berharga bagi peneliti dalam mengetahui gambaran epidemiologi kejadian TB MDR, dan juga menjadi tambahan pustaka bagi peneliti selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO, (2015), World Health Statistics 2. Soepandi Z, Priyanti, Diagnosis dan faktor yang mempengaruhi terjadinya TB MDR, Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta, 2015 3. Toman, Frieden, Tubercolosis case
detections, treatment and monitoring, question and answers. 2nd ed. Geneva: WHO;
2014. 4. WHO, (2013), Nutritional care and support for
patients with Tubercolosis guideline
5. Aditama, TY. MOTT dan MDR. J.Respir Indo 2014. 6. Arwinda (2011), Epidemiologi Tuberkolosis, Sari Pediatri Vol 11, No 2 Agustus 2011 7. Bustan, Najib HM,(2012), Pengantar Epidemiologi, Cetakan Ke-3 (Tiga), Jakarta, Rineka Cipta 8. Bagiada, I Made, Ni Luh Putri Primasari, (2010) Faktor – Faktor yang mempengaruhi
tingkat ketidakpatuhan penderita tuberkolosis dalam berobat di Poliklinik DOTS RSUD Sanglah Denpasar,Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam FK UNUD/RSUD Sanglah Denpasar, Jurnal Penyakit Dalam. 9. Crofton (2002) Guidelines for the
management of drug resistans tubercolosis in; treatment of tubercolosis; guidelines for national program 2nd edition,Geneva, WHO
10.Depkes RI . Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Jakarta: Depkes RI; 2007 11.Dwi Ary Murtiningsih, (2014), Pengaruh Luas
Ventilasi Terhadap kejadian TB Paru di
9
wilayah kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo, Surakarta, Unismu
Surakarta 12.Eastwood. S.V, P. C. Hill. (2004). A gender-focused qualitative study of barriers to accessing tuberculosis treatment in the gambia, west africa. (2004). Int J Tuberc Lung Dis 8(1):70–75 13.G.Cheng (2010), Factor affecting delay in
tubercolosis
diagnosis
in
rural
China,
Medicine & Hygiene, Medline 17 Februari 2011 14.Notoadmodjo, (2007). Ilmu perilaku dan Seni Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta
10
11