Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
Studi Bioaktivitas Antibakteri Fraksi Protein Hidroid Aglaophenia cupressina Dari Pulau Lae-Lae Sulawesi Selatan Nur Umriani a, Rauf Patong b, Ahyar Ahmad b a
b
Bagian MKU Universitas Hasanuddin Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas protein bioaktif Hydroid terhadap bakteri yang bersifat patogen dengan uji daya hambat. Pengambilan sampel dilakukan di pulau Lae-Lae Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Lowry untuk menentukan konsentrasi protein dan metode difusi agar untuk uji bioaktivitas. Ekstraksi hydroid menggunakan larutan buffer (Tris-HCl 0,1 M pH 8,3, NaCl 2 M, CaCl2 0,01 M, β-merkaptoetanol 1%, Triton X-100 0,5%). Pemurnian protein dilakukan metode pengendapan ammonium sulfat pada tingkat kejenuhan 20%, 40%, 60%, 80% dan dialisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bioaktivitas antibakteri terbesar dari fraksi protein hydroid Aglaophenia cupressina sebelum dialisis terdapat pada fraksi tingkat kejenuhan ammonium sulfat 40% terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan zona hambatan masing-masing adalah 14,58 mm dan 18,05 mm. Bioaktivitas antibakteri terbesar dari fraksi protein hydroid Aglaophenia cupressina dengan tingkat kejenuhan ammonium sulfat 40% setelah dialisis terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan zona hambatan masing-masing adalah 13,95 mm dan 11,78 mm. Konsentrasi hambat minimum fraksi protein pada tingkat kejenuhan ammonium sulfat 40% adalah 6000 µg/mL terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan diameter hambatan masing-masing 9,78 mm dan 8,73 mm. Kata Kunci : Bioaktivitas, hydroid, protein bioaktif, antibakteri, zona hambatan. Abstract. This research aimed to know the activity of bioactive protein, extracted from Hydroid (Aglaophenia cuppressina), in inhibiting the growth of pathogenic bacteria. Samples were taken from Lae-lae Island in South Sulawesi. Methods used were the Lowry method for determining the protein concentration and the agar diffusion method for testing the antibacterial activity. Extraction of Hydroid was conducted by making use of buffer solution (0,1 M Tris-HCl of pH 8.3, 2 M NaCl, 0.01 M CaCl2, 1 % β-mercaptoethanol, and 0.5 % Triton X-100). Protein was purified by ammonium sulfate precipitation at 20 %, 40 %, 60 % and 80 % saturation followed by dialysis. Results showed that the protein fraction of Aglaophenia cuppressina before dialysis with 40 % ammonium sulfate saturation had the highest antibacterial activity to Staphylococcus aureus and Escherichia coli with inhibition zones of 14.58 and 18.05 mm, respectively. In addition, the protein fraction of Aglaophenia cuppressina after dialysis with 40 % saturation also had the highest antibacterial activity to the tested bacteria with inhibition zones of 13.95 and 11.78 mm, respectively. The minimum inhibition concentration to the tested bacteria and Escherichia coli at 40 % ammonium sulfate saturation was 6000 µg/mL with inhibition zones of 9.78 and 8.73 mm, respectively. Based on the bioactivity test of the Hydroid protein fraction using the agar diffusion method, it can be concluded that the activity characteristic of the fraction is bacteriostatic. Key words: Bioactivity, hydroid, bioactive protein, antibacterial, inhibition zone.
6
Nur Umriani et al.
ISSN 2085-014X
mikroba serta toksisitasnya. Dari hasil penelitian ini diharapkan munculnya pengetahuan dan pengertian terhadap komponen protein bioaktif dari Hydroid, dimana protein tersebut memiliki daya hambat yang optimal dan efektif terhadap pertumbuhan bakteri dan fungi sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar obat antimikroba yang baru. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi dan memurnikan senyawa protein bioaktif dari Hydroid yang memiliki aktivitas antimikroba serta menguji daya hambat protein bioaktif Hydroid terhadap bakteri yang bersifat patogen. Penelitian ini bermanfaat dalam menelusuri komponen protein bioaktif dari Hydroid yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri serta mengetahui toksisitasnya, sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar obat antimikroba baru. Dari penelitian ini, diharapkan akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan kita mengenai sumber-sumber baru bahan baku obat antimikroba.
PENDAHULUAN Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, crustasea, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Suparno, 2005; Dahuri, 2003). Dari beberapa pustaka diketahui laut Indonesia mempunyai sekitar 450 spesies terumbu karang, 850 spesies spons, 30.000 spesies ikan yang dapat digunakan untuk keperluan industri farmasi (Rismana, 2001). Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap beberapa jenis organisme yang banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam obat-obatan, perlu dilakukan eksplorasi terhadap beberapa jenis organisme yang berada dalam laut Sulawesi Selatan khususnya dalam mengetahui aktivitas antimikroba dan toksisitas protein bioaktif dari tubuh organisme tersebut. Spons merupakan hewan laut yang hidup di ekosistem terumbu karang telah banyak diteliti dan diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Selain spons, perlu juga dilakukan eksplorasi terhadap jenis hewan laut lainnya untuk diketahui aktivitas antimikrobanya. Dalam penelitian ini telah dilakukan isolasi dan pemurnian fraksi protein dari Kelas Hydrozoa yaitu Hydroid. Hydroid termasuk dalam filum Cnidaria atau Coelentrata. Pada bagian tubuh hydroid mengeluarkan nematocyst yang digunakan untuk melawan predatorpredator yang berada disekitarnya. Efek toksin dari nematocyst yang dikeluarkan dari tubuh hydroid bagi manusia adalah menyebabkan iritasi bagi kulit. Toksin dari nematocyst cnidaria mengandung sejumlah besar protein (Kozloff, 1990). Berdasarkan hal tersebut, maka hydroid akan diisolasi untuk mengembangkan metode laboratorium dalam mengetahui komponen protein bioaktif Hydroid yang memiliki daya hambat optimal terhadap pertumbuhan
METODE PENELITIAN Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Lowry untuk menentukan konsentrasi protein dan metode difusi agar untuk uji bioaktivitas. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: neraca analitik, spektrofotometer, inkubator, autoklaf, blender, pH meter, lemari pendingin, sentrifuse dingin, botol semprot, penangas air, magnetik stirer, cawan petri, gelas piala, erlenmeyer, corong, batang pengaduk, tabung reaksi, mikropipet, jangka sorong, ose, pinset. 7
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
40%, 60%, 80%, kloramfenikol 30 ppm sebagai kontrol positif dan larutan BSA 4 mg/mL sebagai kontrol negatif dengan menggunakan mikropipet. Cawan petri diberi label untuk membedakan sampel yang diuji. Selanjutnya diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37oC lalu diamati dan diukur zona hambatan yang terbentuk menggunakan mistar geser.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan adalah Hydroid, bakteri Escherichia coli ATCC 25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923, Aquades, Medium NA (Nutrien Agar), Medium MHA (Muller Hinton Agar), medium NB (Nutrien Broth), buffer A (Tris-HCl 0,1 M pH 8,3, NaCl 2 M, CaCl2 0,01 M, β-merkaptoetanol (HO-CH2CH2-SH) 1 %, Triton X-100 0,5 %), buffer B (Tris-HCl 0,1 M pH 8,3, NaCl 2 M, CaCl2 0,01 M), buffer C ( Tris-HCl 0,01 M pH 8,3, NaCl 0,2 M, CaCl2 0,01 M), BSA (Bovine Serum Albumin), kloramfenikol 30 ppm, kapas, aluminium foil, ammonium sulfat, lowry A (larutan asam phospotungsit-pjospo-molybdat dengan aquades), lowry B (Na2CO3 2 %, 0,1 N NaOH, CuSO4.5H2O 1 %, natrium kalium tatrat 2 %), paper discs.
Pengujian Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) pada variasi konsentrasi optimum. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Medium Nutrient Broth (NB) steril dituang secara aseptis ke dalam 5 buah tabung reaksi steril masing-masing sebanyak 5 mL dan dituangkan 5 mL suspensi sampel hydroid fraksi 40% dengan variasi konsentrasi 1000 µg/mL, 2000 µg/mL, 3000 µg/mL, 4000 µg/mL, 5000 µg/mL, 6000 µg/mL, 7000 µg/mL, 8000 µg/mL, 9000 µg/mL, 10000 µg/mL ke dalam tabung. Ditambahkan 0,02 mL bakteri uji yang berumur 24 jam ke dalam masing-masing tabung pengenceran, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan dilihat tingkat kejernihan yang terjadi untuk menentukan nilai KHM-nya.
Ekstraksi dan isolasi protein bioaktif hydroid Hydroid dihomeginisasi dengan blender menggunakan pelarut buffer A (Tris-HCl 0,1 M pH 8,3, NaCl 2 M, CaCl2 0,01 M, β-merkaptoetanol 1 %, Triton X-100 0,5 %), kemudian disaring dengan corong buchner, kemudian filtrat yang diperoleh dibeku-cairkan 2-3 kali lalu disentrifugasi pada 10.000 rpm 4oC selama 30 menit selanjutnya Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar yang menggunakan paper discs dengan diameter 5 mm. Medium MHA (Muller Hinton Agar) steril didinginkan pada suhu 40oC-45oC. Kemudian dituang secara aseptis ke dalam cawan petri sebanyak 20 mL dan dimasukkan suspensi bakteri uji sebanyak 0,2 mL. Setelah itu 7 buah paper discs diletakkan secara aseptis dengan menggunakan pinset steril pada permukaan medium. Masing-masing paper discs ditetesi 0,02 mL ekstrak kasar, fraksi protein dengan tingkat kejenuhan 20%,
Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) Supernatannya disimpan dalam lemari es untuk proses pemurnian selanjutnya. Pengujian Aktivitas Antibakteri Medium MHA steril didinginkan hingga suhu 40-45oC, kemudian dituang secara aseptis ke dalam cawan petri sebanyak 15 mL. Kemudian 0,2 mL suspensi bakteri uji dituang pada permukaan medium yang telah disiapkan
8
Nur Umriani et al.
ISSN 2085-014X
dan dibiarkan hingga memadat. Paper discs medium yang telah memadat. Setiap paper discs ditetesi 0,02 mL suspensi sampel hydroid pada variasi konsentrasi berdasarkan nilai KHM yang diperoleh, kloramfenikol 30 ppm sebagai kontrol positif serta larutan BSA 4 mg/mL sebagai kontrol negatif dan menggunakan mikropipet. Kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam, selanjutnya diukur daerah hambatan yang terbentuk.
diletakkan secara aseptis pada permukaan Dari hasil penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa fraksi 40% memiliki bioaktivitas tertinggi. Besar zona hambat fraksi 40% dengan menggunakan bakteri uji Staphylococcus aureus sebesar 14,58 mm dan pada bakteri uji Escherichia coli sebesar 18,05 mm. Dari data tersebut juga dapat disimpulkan bahwa hambatan paling kuat terjadi pada fraksi 40% terhadap Escherichia coli sehingga dapat dinilai efektif sebagai antibakteri. Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa pada fraksi 80% memiliki zona hambat 8,82 mm lebih kecil daripada kontrol positif sehingga dinilai tidak efektif sebagai bahan antibakteri.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Bioaktivitas Protein Hydroid
Fraksi-fraksi
Tabel 1. Zona Hambatan Fraksi-fraksi Protein Hydroid Sebelum Dialisis Terhadap Bakteri Uji Staphylocuccus aureus dan Eschericia coli Diameter Zona Hambatan (mm) No Fraksi protein Staphylococcus aureus Escherichia coli 1. Fraksi 20% 13,55 14,65 2. Fraksi 40% 14,58 18,05 3. Fraksi 60% 11,08 17,78 4. Fraksi 80 % 8,82 10,91 5. Kontrol (+) 14,86 18,28 6. Kontrol (-) 0 0
Diameter zona hambatan (mm)
20
S.aureus
E.coli
15
10
5
0 Kontrol (-)
Fraksi 20%
Fraksi 40%
Fraksi 60%
Fraksi 80 %
Kontrol (+)
Gambar 1. Diagram Zona Hambatan Antibakteri Fraksi-fraksi Protein Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
9
Terhadap
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
Diameter zona hambatan (mm)
Tabel 2. Zona Hambatan Fraksi-fraksi Protein Hydroid Setelah Dialisis Terhadap Bakteri Uji Staphylocuccus aureus dan Eschericia coli Diameter Zona Hambatan (mm) Fraksi protein No Staphylococcus aureus Escherichia coli 1. Ekstrak kasar 10,12 11,78 2. Fraksi 20% 10,08 9,65 3. Fraksi 40% 13,95 11,78 4. Fraksi 60% 11,26 10,53 5. Fraksi 80 % 8,62 8,76 6. Kontrol (+) 15,96 12,95 7. Kontrol (-) 0 0
18
S.aureus
14 12 10 8 6 4 2 0 Kontrol (-)
Gambar 2.
E.coli
16
Fraksi 20%
Fraksi 40%
Fraksi 60%
Fraksi 80%
Kontrol (+)
Diagram Zona Hambatan Antibakteri Fraksi-fraksi Protein Setelah Dialisis.
bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli karena zona hambatannya dibawah 12 mm lebih kecil daripada kontrol positif yaitu 8,62 mm dan 8,76 mm sehingga dikatakan resisten. Fraksi 20% dan fraksi 60% juga memiliki zona hambatan lebih kecil daripada kontrol positif sehingga tidak efektif sebagai antibakteri.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa zona hambatan yang paling kuat tetap terdapat pada fraksi protein tingkat kejenuhan 40% yaitu 13,95 mm terhadap Staphylococcus aureus dan 11,78 mm terhadap Escherichia coli. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa fraksi protein tingkat kejenuhan 40% setelah dialisis efektif sebagai bahan antibakteri untuk Staphylococcus aureus, namun bersifat resisten terhadap bakteri uji Escherichia coli sehingga tidak efektif sebagai bahan antibakteri. Berdasarkan Gambar 2 bahwa fraksi protein tingkat kejenuhan 80% setelah dialisis dinilai tidak efektif sebagai bahan antibakteri pada
Berdasarkan Tabel 2 bahwa pada ekstrak kasar memiliki zona hambatan lebih kecil daripada kontrol positif sehingga dapat disimpulkan tidak efektif sebagai bahan antibakteri. Zona hambatan ekstrak kasar pada Escherichia coli memiliki nilai yang 10
Nur Umriani et al.
ISSN 2085-014X
Pada uji Kadar Bunuh Minimum, yang menunjukkan zona hambatan dengan aktivitas terkuat selama 24 jam adalah pada konsentrasi 10.000 µg/mL yaitu 11,06 mm terhadap Staphylococcus aureus dan 10,18 mm terhadap Escherichia coli. Pada inkubasi 48 jam, diameter zona hambatan menjadi kecil dan tertutup. Berdasarkan data pada tabel 3, menunjukkan fraksi protein dengan tingkat kejenuhan ammonium sulfat 40% pada konsentrasi 6000 µg/mL sampai 10.000 memiliki sifat bakteriostatik. Senyawa protein pada fraksi tingkat kejenuhan ammonium sulfat 40% dapat menghambat pertumbuhan bakteri tetapi tidak sampai mematikan (bakteri dapat tumbuh kembali dan memperbanyak diri jika senyawa antibakteri telah habis). Dari data tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi 6000 µg/mL merupakan konsentrasi minimum menghambat pertumbuhan bakteri dengan ukuran zona hambatan paling kecil yaitu 9,78 terhadap Staphylococcus aureus dan 8,73 mm terhadap Escherichia coli.
sama dengan zona hambatan pada fraksi 40% yaitu 11,78 mm. Hasil Uji Bioaktivitas Fraksi Protein Tingkat Kejenuhan Ammonium sulfat 40% Setelah Dialisis Pada Berbagai Konsentrasi Fraksi protein tingkat kejenuhan 40% diencerkan pada variasi konsentrasi 1000 µg/mL, 2000 µg/mL, 3000 µg/mL, 4000 µg/mL, 5000 µg/mL, 6000 µg/mL, 7000 µg/mL, 8000 µg/mL, 9000 µg/mL, 10.000 µg/mL. Hasil pengenceran tersebut diuji kadar hambat minimalnya dengan membandingkan tingkat kekeruhannya. Pada konsentrasi 1000 µg/mL, 2000 µg/mL, 3000 µg/mL, 4000 µg/mL, 5000 µg/mL masih menunjukkan tingkat kekeruhan yang tinggi sehingga dapat disimpulkan masih terjadi pertumbuhan mikroba. Pada konsentrasi 6000 µg/mL, 7000 µg/mL, 8000 µg/mL, 9000 µg/mL, 10.000 µg/mL menunjukkan tingkat kekeruhan yang mendekati jernih sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pertumbuhan mikroba.
Tabel 3. Zona Hambatan Fraksi protein tingkat kejenuhan 40% Setelah Dialisis pada berbagai variasi konsentrasi Diameter Zona Hambatan (mm) Variasi Staphylococcus No konsentrasi Escherichia coli aureus (µg/mL) 24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 1. 5000 0 0 0 0 2. 6000 9,78 0 8,73 0 3. 7000 10,28 0 9,53 0 4. 8000 10,32 0 9,86 0 5. 9000 10,80 0 9,70 0 6. 10000 11,06 0 10,18 0 7. Kontrol (+) 19,72 18,55 24,58 23,55
11
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Bioaktivitas antibakteri terbesar dari fraksi protein hydroid Aglaophenia cupressina sebelum dialisis terdapat pada fraksi tingkat kejenuhan ammonium sulfat 40% terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan zona hambatan masingmasing adalah 14,58 mm dan 18,05 mm.
Brusea, R., Brusea, G.J., 1990, Invertebrates, Sinauer Associates Inc, Massachussets. Cappucino, 1987, Microbiology:A Laboratory Manual, The Benjamin Cummings Publishing Company Inc, California. Dahuri, Rokhmin. 2003, Keanekaragaman Hayati Laut, PT Gramedi Pustaka Utama, Jakarta.
2. Bioaktivitas antibakteri terbesar dari fraksi protein hydroid Aglaophenia cupressina dengan tingkat kejenuhan ammonium sulfat 40% setelah dialisis terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan zona hambatan masing-masing adalah 13,95 mm dan 11,78 mm.
Djide, M.N., 2003, Mikrobiologi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin. Makassar.
3. Konsentrasi minimum bioaktivitas antibakteri pada beberapa variasi konsentrasi fraksi protein dengan tingkat kejenuhan 40% terdapat pada konsentrasi 6000 µg/mL terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan diameter hambatan masingmasing 9,78 mm dan 8,73 mm.
Ganiswarna, S. 1995, Farmakologi dan terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Doerge, R. F., 1982, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical Chemistry, J.B. Lippincott Company, Pensilvania.
SARAN
Hansson, Hans G. 1998, South Scandinavian Marine Cnidaria, (On line), (http: www//.tmbl.gu.se., diakses 19 Mei 2007).
1. Protein antimikroba yang diperoleh masih perlu dimurnikan lagi untuk mendapat informasi yang lebih lengkap dan jelas terhadap protein hydroid Aglaophenia cupressina.
Huang. L, 1999, Protein dalam Air Mata Obat untuk AIDS?, (On line), (http://www.rad .net.id/warta/wao4701.htm, diakses 12 Juli 2005).
2. Perlu dilakukan uji bioaktivitas Protein hydroid Aglaophenia cupressina sebagai antifungi.
Irianto, K. 2002, Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme, Rama Widya, Bandung.
12
Nur Umriani et al.
ISSN 2085-014X
Montgomery, R., Conway, T.W. dan Spector, A.A. 1992, Biokimia Berorientasi pada Kasus Klinik, Terjemahan oleh Staf Pengajar bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993, Jakarta: Binarupa Aksara.
Jasin, M. 1992, Zoologi Invertebrata, Penerbit Sinar Wijaya, Surabaya. Jawetz, E., Melnick, J.L. dan Adelberg, E.A. 1984, Mikrobiologi Untuk profesi Kesehatan, Terjemahan oleh H. Tonang, 1992, Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Naim, R. 2003, Ada Protein Antimikroba Dalam Sekantong Susu, (On line), (http://www.poultryindonesia.com/ modules.php?name=News&file=arti cle&sid=237, diakses 9 Juli 2005).
Katzung, BG. 1999, Farmakologi Dasar dan Klinik, Penerbit Salemba Medika, Surabaya. Kozloff, Eugene N. 1990, Invertebrates. Saunders College Publishing, United States.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi 2, Terjemahan oleh Ratna Siri, Teja Imas, S.Sutarmi, Sri Lestari Langka. Jakarta: penerbit Universitas Indonesia.
Krieg, N. R., 1984, Bergey’s Manual Systematic Bacteriology Vol.1, Baltimore, London. Kusen,
Page, D.S. 1985, Prinsip-prinsip Biokimia. Edisi kedua. Jakarta: Erlangga.
J.D., 1993, Dinamika KeanekaragamanTerumbu Karang dan Peranannya Terhadap Perkembangan Wilayah Pesisir, Prosiding Lokakarya Nasional Penyusunan Program Penelitian Biologi Kelautan dan Proses Dinamika Pesisir, LIPI, Jakarta.
Rismana,E. 2001, Biota Laut Berpotensi Besar jadi Sumber Bahan Baku Obat dari Industri Farmasi, (On line), (file://A:\Biota%20Laut%20Berpote nsi%20Besar.htm, diakses 25 Januari 2002).
Maskoeri, J. 1992, Zoologi Invertebrata, Penerbit Sianar Wijaya, Surabaya.
Ruppert, E.E., Barnes, R.D. 1993, Invertebrata Zoolgy, Sixth Edition. Saunders College Publishing, United States.
Mahon, C. R., G. Manuselis., 1995, Textbook of Diagnostic Microbiology, W. B. Saunders Company, Tokyo.
Setiono, P. 2002., Infeksi Bakteri Intraseluler Pada Anak. (On line), (http://www.Pediatrik.com/kanalpkb 34/01InfeksiBakteriIntraselulerParw atiSB.pdf, diakses 25 oktober 2005).
Majalah Poultry Indonesia. 2 Agustus, 2003, Ada Protein Antimikroba Dalam Sekantung Susu.
Suparno, 2005, Kajian Bioaktif Spons Laut (Porifera: Demospongiae) Suatu Peluang Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia dalam Bidang Farmasi, (On line),
McConnaughey, Bayard H. 1987, Introduction To Marine Biology, The C. V. Mosby Company, Saint Louis.
13
Indonesia Chimica Acta, Vol. 1. No. 1, Desember 2008
ISSN 2085-014X
(http://72.14.203.104/search?q=cach e:uflSEp5vNhoJ:tumoutou.net/pps7 02_10245/suparno, diakses 9 September 2005). Setyaningsih. 2004, Resistensi bakteri dan Antibiotik Alami dari Laut, (On line), (http://72.14.203.104/search?q=cach e7y-24YyXJEJ: tumoutou.net/pps702_9145/Iriani_se ty, diakses 9 September 2005). Wattimena, J.R. 1991, Farmakodinamika dan terapan Antibiotik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wheeler, F.M., Volk, A.W., 1988, Mikrobiologi Dasar Jilid I, Erlangga. Jakarta. Wiryowidagdo, S. 2007, Potensi Obat Dari Laut Belum Dimaksimalkan, (Online),(http://www.bppt.go.id/inde x.php?option=com_content&task=vi ew&id=1548&Itemid=30, diakses 25 Mei 2007).
14