Skripsi Departemen Kimia
STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP PADA TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA Di PT TOBA PULP LESTARI, Tbk
SKRIPSI
YOHANNA NAINGGOLAN 040802036
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
2
PERSETUJUAN
Judul
: STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP PADA TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA DI PT TOBA PULP LESTARI, TBk
Kategori
: SKRIPSI
Nama
: YOHANNA NAINGGOLAN
NIM
: 040802036
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen
: KIMIA
Fakultas
: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di, Medan, Juli 2009 Komisi Pembimbing : Pembimbing II
Pembimbing I
Ir.Suhunan Sirait
Jamahir Gultom, Ph.D NIP : 130 610 761
Diketahui / Disetujui Oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
( Dr. Rumondang Bulan, MS ) NIP : 131 459 466
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
3
PERNYATAAN
STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP PADA TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA Di PT TOBA PULP LESTARI, Tbk
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan,
Juli 2009
YOHANNA NAINGGOLAN
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
4
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setia-Nya, kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk Jamahir Gultom, Ph.D selaku pembimbing I serta Ir. Suhunan Sirait selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih kepada Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS dan Bapak Drs.Firman Sebayang, MS selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan dan seluruh Staff dan Dosen FMIPA-USU Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahaan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh asisten Laborotarium Kimia Analitik dan seluruh Kimia stambuk ‘04 khususnya teman seperjuangan Refanti, Rosida, Yenni Enizar, Mangisi, Sari, dll. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Toba Pulp Lestari Bpk Arlodis Naiggolan, Ibu Mega yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian di PT Toba Pulp Lestari, Tbk. Kepada sahabat-sahabat terbaikku Lebena, Dinand, Hisar, Melfa, Desi, Julia, dan Kak Debora Simamora sebagai kakak pembimbing kerohanianku terima kasih buat dukungan dan doa-doanya. Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Tercinta A.L Nainggolan, Mama terkasih S. Br Marpaung serta abangku Jannes Nainggolan adik-adikku tersayang Robert Nainggolan, Theresya dan Reynaldo Nainggolan yang telah memberikan semangat dan dukungan doa kepada penulis. Semoga kasih dan berkat dari Tuhan Yesus Kristus senantiasa menyertai kita semuanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
5
ABSTRAK
Telah dilakukan analisis peningkatan kecerahan pulp pada tahap klorinasi dan ekstraksi oleh NaOH dan H2O2. Analisis peningkatan kecerahan pulp dilakukan dengan penentuan bilangan kappa, C-Organik dengan metode Walkey Black, viskositas dengan viskosimeter Cannon Fenske, sulfida dengan metode spektrofotometri, dan tingkat kecerahan dengan brightnessmeter (Elrepho). Dari hasil penelitian didapat pulp setelah proses pemasakan memiliki bilangan kappa 13,65; COrganik 53,75%; viskositas 18,18 Cp, dan tingkat kecerahan 21,85% ISO. Dan pada variasi penambahan HCl 18,5 N sebanyak 6 tetes pada pengelantangan I (Do) oleh ClO2 diperoleh nilai C-Organik 51,63 %, viskositas 15,03 Cp, dan tingkat kecerahannya 45,9 % ISO. Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa pulp setelah proses pemasakan (Blowline), pengelantangan I (Do) oleh ClO2, pengelantangan II (EP) oleh NaOH dan H2O2, pengelantangan III (D1) dan IV (D2) oleh ClO2 memiliki nilai C-Organik, sulfida, dan tingkat kecerahan masing-masing 55,61 %; 55,33 %; 54,97 %; 54,51 %; 53,91 %; 0,183 ppm; 0,153 ppm; 0,027 ppm; 0,025 ppm; 0,020 ppm; dan 23,69 % ISO; 53,20 % ISO; 75,90 % ISO; 86,70 % ISO; 86,80 % ISO. Sehingga dari hasil anlisis diperoleh dengan penambahan HCl 18,5 N sebanyak 6 tetes dapat meningkatkan kecerahan pulp tetapi menurunkan viskositasnya pada pengelantangan I (Do) oleh ClO2, kandungan sulfida dan C-Organik yang tinggi dapat menurunkan kecerahan pulp.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
6
Study Analysis of Improving Brightness in Chlorination and Extraction Peroxide Bleaching Stage at PT Toba Pulp Lestari, Tbk
ABSTRACT
The analysis to increase brightness of pulp in chlorination and extraction stage by NaOH and H2O2 have been done. The analysis to increase the brightness of pulp had been done by determination of kappa number, the value of C-Organic by Walkey Black method, determination of viscosity by Cannon Fenske viscosimeter, determination of sulfide by spectrofotometry method and brightness degree using brigthnessmeter (Elrepho). The result of the first analysis show that the kappa value of pulp after cooking process is 13,65, C-Organic 53,75 %, viscosity 18,18 cP and degree of brightness is 21,85 % ISO, by adding HCl 18,5 % 6 drops to break down the pH into 1,4. In the first stage of bleaching (D0) by ClO2 show that the value of C-Organic is 51,63 %, viscosity is 15,03 cP and degree of brightness is 45,9 % ISO. The second analysis also show after the stage of cooking (blowline), chlorination first stage, second stage (Ep) by NaOH and H2O2, third and fourth bleaching stage by ClO2 has each the value of C-Organic, sulfide and degree of brightness is 55,607 %, 55,327 %, 54,978%, 54,510 %, 53,906 % ; 0,183 ppm, 0,153 ppm, 0,027 ppm, 0,025 ppm, 0,020 ppm; and 23,69 % ISO, 53,2 % ISO, 75,9 % ISO, 86,8 % ISO. The result of analysis give the conclusion that: by adding 6 drops of HCl 18,5 % in the first stage bleaching (D0) by ClO2 increase the brightness of pulp but decrease the viscosity, while the higher contain of sulfide and C-Organic can decrease the brightness of pulp.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
7
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan
ii
Pernyataan
iii
Penghargaan
iv
Abstrak
v
Abstract
vi
Daftar isi
vii
Daftar Gambar
x
Daftar Tabel
xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Permasalahan
3
1.3 Pembatasan Masalah
4
1.4 Tujuan Penelitian
4
1.5 Mamfaat Penelitian
4
1.6 Lokasi Penelitian
4
1.7 Metodologi Percobaan
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu
6 6
2.1.1 Selulosa
7
2.1.2 Hemiselulosa
8
2.1.3 Lignin
8
2.1.4 Ekstraktif
9
2.1.5 Komponen-Komponen Anorganik
9
2.1.6 Karbon Organik
10
2.2 Pembuatan Pulp Kayu
10
2.2.1 Pembuatan Pulp Secara Semi Kimia
10
2.2.2 Pembuatan Pulp Kimia Alkalis
11
2.2.3 Pembuatan Pulp Kraf
12
2.3 Pengelantangan Pulp
13
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
8
2.3.1 Pengelantangan Pulp-Pulp Kimia
14
2.3.2 Pemutihan Menggunakan Klorindioksida (ClO2)
15
2.3.3 Pemutihan Menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2)
16
2.4 Pengujian dan Analisis dari Pulp Hasil Pengelantangan BAB 3 METODE PENELITIAN
17 19
3.1 Alat- alat
19
3.2 Bahan-bahan
19
3.3 Prosedur Penenlitian
20
3.3.1 Pembuatan Pereaksi
20
3.3.1.1 Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Bilangan Kappa
20
3.3.1.2 Standarisasi KMnO4 0,1 N Dengan H2C2O4 0,1 N
21
3.3.1.3 Pembuatan Cupri Etilen Diamin 0,5 M Untuk
21
Penentuan Viskositas 3.3.1.4 Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan C-Organik
22
3.3.2 Penentuan Bilangan Kappa
22
3.3.3 Pengelantangan Pulp
22
3.3.4. Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp
23
3.3.5 Penentuan % C-Organik Dengan Metode Walkey Black
23
3.3.6 Penentuan Viskositas Pulp
23
3.3.7 Penentuan Kadar Air
24
3.3.8 Penentuan Kadar Sulfida secara Spektrofotometri
24
3.4 Bagan Penenlitian
25
3.4.1 Penentuan Bilangan Kappa
25
3.4.2 Pengelantangan Pulp
26
3.4.3 Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp
27
3.4.4 Penentuan % C-Organik
28
3.4.5 Penentuan Viskositas Pulp
29
3.4.6 Penentuan Kadar Air Sampel Pulp
30
3.4.7 Penentuan Kadar Sulfida pada Pulp
31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pengolahan Data
32
4.1.1 Hasil Penelitian
32
4.1.2 Penentuan Tingkat Delignifikasi Pulp
35
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
9
Sebelum Pengelantangan 4.1.3 Penentuan % C-Organik
36
4.1.4 Penentuan Viskositas Pulp
37
4.1.5 Penentuan Kadar Sulfida
37
4.2 Pembahasan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
38 43
5.1 Kesimpulan
43
5.2 Saran
43
DAFTAR PUSTAKA
44
lAMPIRAN
45
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
10
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 4.2.1 Kurva perubahan C- Organik terhadap Variasi
38
Penambahan HCl 18,5 % Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan % C-Organik Terhadap Setiap Tahapan
39
Pengelantangan Gambar 4.2.3 Kurva perubahan Viskositas terhadap Variasi pH dengan
40
penambahan HCl 18,5 % Gambar 4.2.4 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap variasi
41
pH dengan penambahan HCl 18,5 %. Gambar 4.2.5 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap
41
Setiap Tahapa Penngelantangan Gambar 4.2.6 Kurva perubahan Kadar Sulfida didalam Pulp terhadap
42
setiap Tahapan Pengelantangan
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
11
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam
12
pembuatan pulp sulfat Tabel 4.1. Data Volume FeSO4 1,063 N yang Terpakai pada
32
Penentuan C-Organik Dengan Metode Walkey Black Tabel 4.2. Data Pengukuran Waktu Pada Penentuan Viskositas
33
dengan Alat Viskosimeter ”Cannon Fenske” Tabel 4.3. Data Penentuan Kadar Air Untuk Mendapatkan Berat Kering
33
Sampel Pada Penentuan Sulfida Tabel 4.4. Data penentuan Tingkat Kecerahan (Brightness) dengan alat
34
Brightnessmeter (Elrepho). Lampiran Tabel 1.
Data Pengukuran C-Organik dengan Metode Walkey Black
45
Tabel 2.
Data Pengukuran Viskositas dengan Viskosimeter
46
”Cannon Fenske” Tabel 3.
Data Pengukuran Kadar Sulfida dengan metode Spektrofotometri.
46
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
12
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kayu merupakan sumber serat utama untuk pembuatan pulp dan kertas. Hampir 93% kebutuhan serat virgin dunia diperoleh dari kayu. Menurut ahli botani, kayu diklasifikasikan menjadi 2 kelompok utama yaitu : -
Kayu Jarum atau Softwood (Gimnospermae)
-
Kayu Daun atau Hardwood (Anggiospermae)
Secara umum komponen kimia kayu terdiri dari selulosa sebanyak 40-50%, hemisellulosa dan lignin sebanyak 20-35%, serta kandungan ekstraktif 2-10%. (Smook, 1987)
Pulp adalah komponen utama kayu terutama digunakan untuk pembuatan kertas, tetapi juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa seperti kain sutera, rayon, dan selofan.
Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi kedua tipe perlakuan tersebut. Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dimana lignin dihilangkan sama
sekali
hingga serat-serat
kayu
mudah dilepaskan pada
pembongkaran dari bejana pemasak (digester) atau paling tidak setelah perlakuan mekanik lunak. Hampir semua produksi pulp kimia didunia saat ini masih didasarkan pada proses sulfite dan sulfat (kraft), dimana proses sulfat lebih sering digunakan. (Hardjono.S, 1995)
Untuk menghasilkan serat pulp yang mempunyai tingkat kecerahan yang baik sesuai dengan standar yang dijadikan acuan oleh perusahaan pulp maka dilakukan beberapa tahapan pemutihan untuk menghasilkan pulp dengan tingkat kecerahan yang diinginkan.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
13
Dalam pengembangan teknologi bleaching juga telah ditemukan beberapa metoda yang lebih aman terhadap lingkungan, antara lain teknologi bleaching dengan konsep ECF (Elementally Chlorine Free) dan TFC (Totally Free Chlorine) serta penerapan bio-bleaching. (Ridwanti.B, 2006)
Pada dasarnya warna dari pulp yang belum diputihkan disebabkan oleh lignin yang tersisa. Penghilangan lignin lebih banyak dari proses pemasakan. Tabel komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam pembuatan pulp sulfat Komponen
Lindi putih g/L
Lindi Hijau g/L
Padatan
12,5
15,0
NaOH
65,6
3,2
Na2CO3
25,6
83,3
Na2S
30,4
33,6
Na2SO4
1,6
1,6
Na2S2O3
0,1
0,1
(Hardjono.S, 1995)
Proses kraf ini pada dasarnya menggunakan larutan alkali sebagai larutan pemasaknya yaitu natrium hidoksida (NaOH) pada pH sekitar 12. Jika pH sepanjang proses pemasakan berkurang , akan menghasilkan degradasi dari serat pulp yang akan mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari pulp tersebut. Kehilangan kualitas dari pulp tersebut dapat ditunjukkan sepanjang dari kehilangan kekuatan serat dan peningkatan warna pulp tersebut. Solusi dari masalah tersebut dapat diatasi dengan penggunaan Na2S, yang berfungsi sebagai larutan buffer atau sebagai pendonor kaustik.
Pada proses kraf natrium hidroksida akan berfungsi untuk mereduksi sejumlah besar molekul lignin dan memecahkan molekul tersebut . Sedangkan natrium sulfida akan berperan dalam mengatur pH dari proses tersebut menjadi suatu reaksi dalam suasana buffer dari kaustik dengan kayu untuk melindungi atau mengurangi kerusakan serat pulp. (James.E, 1979)
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
14
Berdasarkan data komposisi kandungan Na2S digunakan sangat besar dalam proses pembuatan pulp sulfat tersebut maka kemungkinan kandungan Sulfida didalam pulp yang terlewatkan setelah proses pemasakan pada saat proses pemutihan tersebut dapat menurunkan tingkat kecerahannya.
Dimana proses pemutihan yang dilakukan adalah 4 tahap yaitu : 1. D0
: menggunakan ClO2 sebagai bahan pemutih
2. EP
: menggunakan NaOH dan H2O2
3. D1
: menggunakan ClO2
4. D2
: menggunakan ClO2
Dan kondisi pemutihan oleh ClO2 dalam proses pemutihan pulp tersebut adalah Suhu
: 60-80oC
Tekanan
: 1 atm
pH
: 3-4
Waktu
: 3-4 jam
Konsistensi (kandungan pulp kering) : 10-12 % (Suhunan.S, 2003)
Berdasarkan sumber data diatas peneliti tertarik mempelajari cara untuk meningkatkan kecerahan bubur pulp tersebut dengan melakukan analisa terhadap kandungan sulfida yang terlewatkan dari proses pembuatan pulp sulfat dan variasi pH terhadap proses pemutihan oleh ClO2 dimana tahapan yang digunakan adalah merupakan teknologi pengelantangan dengan konsep EFC (Elementally Free Chlorine).
1.2. Permasalahan 1. Apakah ada pengaruh perubahan pH, dengan variasi penambahan HCl 18,5 % terhadap kecerahan pulp pada pemutihan dengan menggunakan Klorin dioksida pada tahap awal pemutihan? 2. Apakah ada pengaruh kandungan sulfida didalam pulp terhadap kecerahannya pada setiap proses pemutihan pulp?
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
15
1.3. Pembatasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi pada penentuan bilangan kappa (tingkat delignifikasi), variasi pH pada pemutihan pertama dengan menggunakan klorindioksida, serta penentuan tingkat kecerahan, kadar air, viskositas, % C- Organik, dan kadar sulfida sebelum dan sesudah setiap tahapan pengelantanagan.
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bilangan kappa (tingkat delignifikasi) pada pulp setelah proses pemasakan, pH optimum pada tahap pemutihan yang pertama dengan menggunakan klorindioksida agar didapat serat pulp yang memiliki tingkat kecerahan yang tinggi, serta mengetahui kadar air, viskositas dari pulp, % C-Organik, kadar sulfida, dan kecerahan pulp sebelum dan sesudah tahapan pemutihan.
1.5. Mamfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber informasi yang berguna bagi industri pulp untuk menghasilkan serat pulp yang memiliki derajat kecerahan yang diinginkan.
1.6. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Induk PT Toba Pulp Lestari, Tbk.
1.7. Metodologi Penelitian 1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium. 2. Sampel pulp diambil dari setiap proses pemutohan di PT Toba Pulp Lestari, Tbk. 3. Penentuan bilangan Kappa (tingkat delignifikasi) dari pulp sebelum proses pemutihan. 4. Pemutihan yang dilakukan dengan cara penambahan klorindioksida terhadap pulp dengan variasi pH. 5. Penentuan Viskositas dari pulp setelah tahap pemutihan pertama menggunakan ClO2 dengan variasi penambahan HCl. 6. Penentuan tingkat kecerahan pulp dengan alat brigthnessmeter (Elrepho).
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
16
7. Penentuan % C dengan metode Walkey Black, dimana senyawa organik dioksidasi oleh K2Cr2O7 yang menyebabkan Cr6+ direduksi menjdai Cr3+ yang berwarna hijau. 8. Penentuan kadar air pada sampel pulp. 9. Penentuan kadar sulfida pada pulp secara spektrofotometri.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
17
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kayu Kayu merupakan sumber utama untuk pembuatan pulp dan kertas, disamping non kayu. Menurut ahli botani, kayu dikalsifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu : 1. Kayu jarum atau Softwood (Gimnaspermae) 2. Kayu daun atau Hardwood (Anggiospermae) Dimana umumnya kayu daun mengandung haloselulosa lebih banyak dan sedikit lignin jika dibandingkan dengan kayu jarum, tetapi mempunyai kadar ekstraktif tinggi. Komposisi rata-rata kimianya adalah sebagai berikut : Kayu jarum
Kayu daun
Selulosa
42 ± 2 %
45 ± 2 %
Hemiselulosa
27 ± 2 %
25 ± 2 %
Lignin
28 %
28 %
Ekstraktif
3±2%
5±3%
(Smook,1987) `Distribusi statistika karakteristik 1000 sampel dari kayu keras tropical Distribusi statistika Maximum
Densitas dari kayu kering
Minimum
Kelas Utama
0,15
0,5-0,8
1,3
Ekstraktif alcohol benzene (%)
<0,2
1-3
>0,15
Ekstraktif air (%)
<0,2
1-3
>10
Lignin (%)
<20
28-32
>35
Selulosa (%)
33
42-50
58
Pentosan
10
14-18
22
<0,001
0,01-0,1
>3
0,07
1,1-1,5
3,7
Lebar (U)
12
20-30
73
Ratio Fleksibilitas
<5
40-60
>90
Komposisi Kimia
Silika Karakteristik Morfologi Panjang Serat (mm)
(Alfred,1988) Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
18
2.1.1. Selulosa
Selulosa merupakan konstituen utama kayu kira-kira 40-45 % bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat dalam dinding sel sekunder. Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit B-DGlukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan glikosida.
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Jadi berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril, dalam mana tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril-fibril dan akhirnya serat-serat selulosa. Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan ikatanikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekutatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut.
Sifat-sifat polimer selulosa Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan, menggu nakan pelarut, seperti CED atau Kadoksen. Berdasarkan sifat-sifat larutan kesimpulan dapat diperoleh mengenai berat molekul rata-rata, polidispersitas, dan konformasi polimer. Pengukuran-pengukuran berat molekul menunjukkan bahwa selulosa kapas dalam keadaan asalnya mengandung kira-kira 15000 dan selulosa kayu mengandung kira-kira 10000 sisa glukosa. (Hardjono.S, 1995). Menurut Clark, berdasarkan panjang rantainya membagi selulosa menjadi tiga bagian yaitu : 1. Alpha selulosa merupakan selulosa rantai panjang, tidak larut dalam larutan 17,5 % NaOH dengan DP sekitar 600-1500. 2. Beta selulosa merupakan selulosa rantai pendek larut dalam larutan 17,5 % NaOH, memiliki DP sekitar 15-90. 3. Gamma selulosa merupakan selulosa rantai pendek, larut dalam larutan 17,5 % NaOH dan larutan asam, dan memiliki DP kurang dari 15. (Smook, 1987)
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
19
2.1.2. Hemisellulosa
Hemiselulosa semula diduga merupakan senyawa antara dalam biosintesa selulosa. Namun saat ini diketahui bahwa hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida, hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding-dinding sel. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi hanya 200.
Jumlah hemiselulosa dari berat kering kayu biasanya antara 20-30 %. Komposisi dan struktur hemiselulosa dari kayu lunak dan kayu lunak secara khas berbeda dengan kayu keras.perbedaan-perbedaan yang besarjuga dalam kandungan dan komposis hemisellulosa dalam batang, cabang-cabang, akar, dan kulit kayu. Hemiselulosa kayu lunak
2.1.3. Lignin
Lignin merupakan suatu polimer alami yang sukar yang berkaitan dengan strukturdan heterogenitasnya. Dalam kebanyakan penggunaan kayu lignin digunakan sebagai bagian integral kayu. Hanya dalam pembuatan pulp dan pengelantangan lignin dilepaskan dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegredasi dan berubah, dan merupakan sumber karbon lebih dari 35 juta ton tiap tiap tahun diseluruh dunia yang sangat potensial untuk keperluan kimia dan energi.
Yang disebut lignin klason diperoleh seelah penghilangan polisakarida yang dari kayu yang ekstraksi (bebas damar) degan hidrolisis dengan asam sulfat 72 %. Lignin juga larut sebagai alkali lignin bila kayu diperlakukan pada suhu tinggi.(170oC) dengan natrium hidroksida atau lebih baik, dengan campuran natrium hidroksida dan natrium sulfida (lignin sulfat atau lignin kraft). Lignin lebih lanjut diubah menjadi turunan yang larut alkali dengan larutan asam klorida dan asam tioglikolal pada 100oC. Lignin kayu lunak dapat ditentukan secara gravimetri dengan metoda Klakson. Kayu lunak normal megandung 26-36 % lignin sedangkan kandungan lignin kayu Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
20
keras adalah 35-40 %. Lignin yang terdapat dalam kayu keras. Sebagian larut selama hidrolisis asam dan karena itu harga-harga gravimetri harus dikoreksi untuk “lignin” yang larut dalam asam dengan menggunakan spectrometri UV. (Wegener,D, 1985)
2.1.4. Ekstraktif
Beraneka-ragam komponen kayu,meskipun biasanya merupakan bagian kecil, larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Mereka disebut ekstraktif. Ekstraktif terdidi atas jumlah yang sangat besardari senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil maupun hidrofil. Dalam hal pinus, kayu teras secara khas mengandung ekstraktif jauh lebih banyak daripada kayu glubal. Ekstraktif ekstraktif fenolterdapat terutama.
Penentuan ekstraktif secara kuantitatif dalam kayu dan pulp dilakukan dengan pelarut-pelarut organik, seperti heksana, diklorometan, dietil eter, aseton, atau etanol. Kandungan ekstraktif biasanya kurang dari 10%, tetapi dapat bervariasi hingga sampai 40% berat kayu kering. Untuk tujuan analitik dan untuk identifikasi komponenkomponen individual, maka metode kromatografi cairan-gas yang digabungkan dengan spektrometer massa memainkan peranan penting.
2.1.5. Komponen-Komponen Anorganik
Konstituen anoganik kayu seluruhnya terdapat dalam abu, sisa setelah bahan organic dibakar. Mengenai seluruh pohon, kandungan komponen anorganik yang paling tinggi adalah berturut-turut pada daun jarum atau daun lebar. Urutan penurunan kandungan abu adalah berturut-turut kulit, akar-akar halus, ranting, akar, cabang, dan batang. Kompnen abu utama kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Dalam banyak kayu jumlah Ca hingga 50 % dan lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg masing-masing menduduki tempat kedua dan ketiga diiukuti Mn, Na, P dan Cl. Banyak unsure lain terdapat dalam kayu dengan konsentrasi kurang dari 50 ppm,mereka dinyatakan sebagai unsur-unsur runut. Dua belas unsur runut Ba, Al, Fe, Zn, Cu, Ti, Pb, Ni, V, Co, Ag, dan Mo dideteksi dalam 34 spesies kayu dalam berbagai konsentrasi. (Hardjono.S, 1995) Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
21
2.1.6 Karbon Organik
Karbon adalah komponen utana dari bahan organik. Pengukuran C organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor koreksi tertentu. Faktor yang selama bebrapa tahun ini digunakan adalah faktor Van Bemmelen yaitu 1,724 dan didasarkan pada asumsi bahwa bahan organik mengandung 58% karbon.
2.2. Pembuatan Pulp Kayu
Pulp adalah produk utama kayu,terutama digunakan untuk pembuatan kertas,tetapi ia juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa seperti sutera rayon dan selofan.
Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi dua tipe perlakuan tersebut.
Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dalam mana lignin dihilangkan sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada pembongkaran dari bejana pemasak (digester) setelah perlakuan mekanik lunak. (Casey,1980)
2.2.1. Pembuatan Pulp Secara Semi Kimia
Proses-proses pembuatan pulp secara semi kimia yang didahului dengan tahap penggilingan secara mekanik. Pulp-pulp semikimia merupakan kelompok pulp khusus yang diperoleh terutama dari kayu keras dengan rendemen antara 65-85 % bahkan hingga 92% . Proses Semikimia Sulfit Netral (NSSC)
Keuntungan-keuntungan umum dari proses NSSC adalah persyaratanpersyaratan yang rendah mengeni kulaitas dan spesies kayu, rendemen tinggi pemakaian bahan kimia yang relative rendah pada kandungan sisa lignin Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
22
tertentu.investasi
modal
yang
rendah
dan
unit-unit
produksi
kecil
yang
menguntungkan bila dibandingkan dengan pembuatan pulp secara kimia penuh. Proses yang pokok meliputi tiga tahap utama yaitu : -
impregnasi dengan lindi natrium sulfit pada suhu sekitar 125oC selama 1 jam pada tekanan atmosfer. Larutan natrium sulfit biasanya dipertahankan pada pH sekitar 7 (hingga pH 10) dengan sejumlah kecil NaOH, natrium bikarbonat atau natrium bisulfit untuk menghindari kondisi yang bersifat asam yang mungkin dihasilkan dari asam organik yang dibebaskan selama prosedur pemasakan.
-
pemasakan pada suhu antara 160oC dan 190oC suhu pemasakan terutama tergantung pada lamanya pemasakan, yang dapat bervariasi antara 15 menit sampai 8 jam, tergantung kepada macam lindi pemasak yang digunakan dalam macam dan kualitas pulp yang diinginkan.
pelepasan serat dengan penggiling cakram. (Marteny, 1980)
2.2.3. Pembuatan Pulp Kimia Alkalis
Proses sulfat atau kraft dan proses soda merupakan dua teknik pokok pembuatan pulp alkalis dan merupakan dasar untuk sejumlah proses alkalis yang dimodifikasi, yang meliputi pembuatan pulp kraft setelah tahap hidrolisis pendahuluan untuk menghasilkan pulp untuk dilarutkan. Natrium hidroksida merupakan bahan kimia pemasak utama dalam kedua proses tersebut, sedangkan pembuatan pulp sulfat natrium sulfida merupakan komponen aktif tambahan. Nama kedua proses diperoleh dari bahan kimia yang direkaustikasi yang digunakan untuk mengimbangi hilangnya natrium hidroksida, masing-masing Natrium karbonat dan natrium sulfat.
Kekurangan-kekurangan utama dari pembuatan pulp sulfat adalah persoalan bau, rendemen yang lebih rendah daripada pembuatan pulp sulfit (biasanya 45-50 %), warna yang gelap dari pulp yang tidak dikelantang dan akhirnya biaya yang besar untuk pemasangan pabrik baru.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
23
Meskipun proses soda klasik telah banyak diganti dengan proses sulfat terutama dalam pembuatan pulp kayu lunak, ia masih merupakan proses yang penting untuk menghasilkan pulp serat bukan kayu. (Wegener.D, 1985)
Banyaknya alkali yang digunakan dalam pembuatan pulp kraf, yang merupakan faktor penting dalam pembuatan pulp, dapat dinyatakan sebagai alkali aktif (NaOH + Na2S) atau sebagai alkali efektif (NaOH + ½ Na2S). yang terakhir berasal dari titik ekivalen tunggal reaksi hidrolisis natrium sulfida dalam air yang sesuai degan persamaan : Na2S
+
H2O
NaOH
+
NaHS
Tabel 1 komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam pembuatan pulp sulfat Komponen
Lindi putih g/L
Lindi Hijau g/L
Padatan
12,5
15,0
NaOH
65,6
3,2
Na2CO3
25,6
83,3
Na2S
30,4
33,6
Na2SO4
1,6
1,6
Na2S2O3
0,1
0,1
Kesetimbangan-kesetimbangan berikut terdapat dalam larutan-larutan berair yang mengandung natrim sulfida dan natrium hidroksida : S2- +
H2O
HS- + H2O
HS- + HOH2S + HO- (Hardjono.S,1995)
2.2.3 Pembutan Pulp Kraf
Pembuatan pulp dengan proses kraf menjadi proses yang paling banyak digunakan untuk memproduksi pulp dengan proses kimia penuh. Alasan dari kesuksesan tersebut adalah : -
Kekuatan daripada pulp yang dihasilkan
-
Keanekaragaman proses yang dapat ditangani untuk semua jenis dari bahan bakunya
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
24
-
Kesiapan
untuk memulihkan kembali dari bahan kimia yang digunakan
didalam sistem recoveri Dalam pembuatan pulp kraf memiliki reputasi yang tinggi untuk memproduksi pulp dengan kekuatan yang tinggi. Fakta ini ditunjukkan oleh kerusakan serat
pada
penggunaan bahan kimia didalam proses pemasakan (digester) dapat dihindari oelh bahan kimia yang digunakan sebagai larutan pemasaknya.
Proses kraf ini pada dasarnya menggunakan larutan alkali sebagai larutan pemasaknya yaitu natrium hidoksida (NaOH) pada pH sekitar 12. Jika pH sepanjang proses pemasakan berkurang , akan menghasilkan degradasi dari serat pulp yang akan mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari pulp tersebut. Kehilangan kualitas dari pulp tersebut dapat ditunjukkan sepanjang dari kehilangan kekuatan serat dan peningkatan warna pulp tersebut. Solusi dari masalah tersebut dapat diatasi dengan penggunaan Na2S, yang berfungsi sebagai larutan buffer atau sebagai pendonor kaustik.
Pada proses kraf natrium hidroksida akan berfungsi untuk mereduksi sejumlah besar molekul lignin dan memecahkan molekul tersebut . Sedangkan natrium sulfida akan berperan dalam mengatur pH dari proses tersebut menjadi suatu reaksi dalam suasana buffer dari kaustik dengan kayu untuk melindungi atau mengurangi kerusakan serat pulp. (James.E, 1979)
2.3 Pengelantangan Pulp
Proses pengelantangan atau pemutihan dapat dianggap sebagai lanjutan dari proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian dari pulp. Hal ini dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa dalam pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat ang paling dominan untuk menghasilkan warna pada pulp oleh karena itu lignin harus dihilangkan atau diputihkan. (Suhunan.S, 2003)
Tujuan utama pengelantangan pulp adalah untuk menaikkan derajat putih. Karena komponen kromofor yang menyerap sinar dalam pulp yang tidak dikelantang Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
25
adalah terutama gugus fungsional dari lignin yang terdegradasi dan sisa lignin yang diubah, maka pengelantangan dapat dilakukan baik dengan pengubahan dan menstabilkan gugus kromofor tampa kehilangan bahan (pengelantangan yang melindungi lignin) atau dengan menghilangkan lignin (pengelantangan yang menghilangkan lignin). (Axegard, 1980)
Pengelantangan menimbulkan perubahan sifat-sifat optik pulp terhadap penyerapan sinar, penghamburan sinar dan pemantulan yang dinyatakan dengan istilahistilah seperti derajat putih, keputihan atau keburaman. Derajat putih yang paling umum digunakan adalah faktor pemantulan sinar biru (357 atau 360 nm) dari lembaran pulp(dalam %), didasarkan pada pemantulan magnesium oksida (derajat putih 100%) sebagai sampel standar. Bahan kimia pengelantang pulp dapat diklasifikasikan menjadi zat pengoksidasi dan pereduksi (Bolker,L, 1977)
2.3.1. Pengelantangan Pulp-Pulp Kimia
Tujuan dari pengelantangan pulp kimia adalah untuk menghilangkan sisa lignin setelah proses pemasakan untuk memperoleh yang disebut pulp yang dikelantang penuh dengan derajat putih diatas 90% atau untuk memperoleh kualitas semipengelantangan dengan derajat putih berkisar 60-70%. Bahan Kimia Pengelantang Oleh PT Toba Pulp Lestari, Tbk dibuat simbol sebagai berikut : Pengoksidasi -Oksigen Simbol
O
Bentuk
Gas yang digunakan dengan larutan NaOH
Fungsi
Mengoksidasi dan melarutkan lignin
Keuntungan
Biaya bahan kimia kecil, memberikan limbah yang bebas klor dalam pemulihannya
Kerugian
Digunakan dalam jumlah yang besar,memerlukan peralatan yang mahal, dapat menyebabkan penurunan kekuatan serat.
Klorindioksida Simbol
D
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
26
Bentuk
Lartan dalam air 7-10 gpl ClO2
Fungsi
1) Mengoksidasi,meningkatkan kecerahan dan melarutkan lignin 2) Dalam jumlah yang kecil dengan Cl2 melindungi,dan melawan degradasi dari pulp
Keuntungan
Memberikan tingkat kecerhan yang tinggi tampa pendegradasian pulp, merupakan partikel yang baik dalam pengelantangan
Kerugian
Mahal, harus dibuat secara onsite
Hidrogen Peroksida Simbol
P
Bentuk
Larutan 2-5 %
Fungsi
Mengoksidasi dan mencerahkan lignin dimana bahan kimia digunakan dalam jumlah pulp yang besar
Keuntungan
Mudah digunakan, biaya yang kecil
Kerugian
Mahal, merupakan partikel pengelantang yang jelek
Pereduksi Alkali Natrium Hidroksida Simbol
E
Bentuk
Larutan NaOH 5-10%
Fungsi
Menghidrolisis klorolignin dan melarutkan lignin
Keuntungan
Efektif dan ekonomis
Kerugian
Menjadikan pulp gelap. (Reeve,D.W, 1989)
2.3.2. Pemutihan Menggunakan Klorindioksida (ClO2) Warna dari pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang tersisa didalam pulp setelah proses pemasakan. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, sehingga menghasilkan kualitas pulp yang rendah.
Klorindioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, berwarna hijau kekuning-kuningan pada konsentrasi tinggi warnanya berubah menjadi orange, dapat larut dengan air dingin, merupakan campuran yang terdiri dari air dan ± 16 % Cl2 memiliki titik beku -59oC, dan titik didihnya +11oC. Kerja dari cara proses Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
27
pemutihan ini umumnya dengan cara mengoksidasi terhadap lignin dan bahan –bahan berwarna lain yang terdapat didalam pulp. Digunakan untuk memutihkan pulp yang berkualitas sebab dapat mengoksidasi bahan yang bukan merupakan selulosa dengan kerusakan pada selulosa yang minimum, dan brightness tinggi yang dihasilkan dengan klorindioksida adalah stabil. (Suhunan.S, 2003)
Klorindioksida dibuat secara sintesis melalui reaksi reduksi Natrium Klorat dengan HCl dengan adanya NaCl. Kilang ClO2 adalah terpada yang terdir atas 2 generator ClO2, 2 absorbtion dan 2 unit sintesis HCl. H2 + Cl2
2 HCl
Selanjutnya NaClO3 + 2 HCl
NaCl + ClO2 + ½ Cl2 + H2O
Klorindioksida diadsorbsi didalam air untuk menghasilkan larutan klorin dioksida. (Brahmana.R.H, 2005)
Pemutihan dengan menggunakan klorindioksida adalah suatu teknologi yang umum digunakan pada industri pulp. Pada beberapa industri pulp kraft, klorindioksida digunakan untuk menggantikan Cl2 sebagai bahan pemutihnya. Pada dasarnya keseluruhan tapapan pemutihan menggunakan ClO2 dengan tipe dari prosesnya adalah DEDED, walaupun oksigen dan peroksida dapat ditambahkan dalam proses didalam tahap ekstraksi. Pemutihan pulp oleh ClO2 pada kayu keras sebagian besar dari kekuatan ClO2 sebagai agent pemutih dihilangkan oleh Asam Heksanuorik (HexA). Oleh karena itu untuk menghancurkan asam heksanuorik tersebut digunakan asam untuk menghidrolisinya pada awal sebelum tahap D0 (pengelantangan I oleh ClO2), dengan menggunakan H2SO4, pada suhu 90-95oC, pH antara 3-3,5 selama 2-4 jam. Sekalipun didapatkan hasil yang positif, langkah tersebut menjadi menggambarkan beberapa kerumitan. Dimana kita harus menaikkan temperatur menjadi 95oC pada tahap D2 dan D3. (Dominique,Christine,Yahya., 2006)
2.3.3. Pemutihan menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2) Pada umumnya ion perhidroksil, OOH- yang memberikan aksi pemutihan didalam pemutihan pulp oleh H2O2. Untuk alsan ini, digunakan larutan alkali didalam Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
28
sistem agar dihasilkan ion perhidroksil tersebut sebagai ion aktifnya seperti yang digambarkan dalam reaksi berikut : H2O2
+
OOH- + H+
OH-
Kalkulasi tersebut didapatkan pada pH 10,5, dimana kurang dari 10 % dari hidrogen peroksida diubah menjadi ion perhidroksil. Pada pH yang tinggi kesetimbangan tersebut tidak membentuk ion perhidroksil tetapi mempercepat terjadinya dekomposisi dari pda hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen.
H2O2
H2O
Hidrogen peroksida
+
½ O2
sebagai larutan asam yang lemah untuk menjaga
kestabilannya. Oleh karena itu, laruta alkali harus ditambahkan pada tahap sebelum penambahan hidrogen peroksida ditambahkan sebagai larutan pemutih. Salah satu nya adalah larutan natrium hidroksida.
Hidrogen peroksida sebagai pengoksidasi lignin untuk menghasilkan brightness yang tinggi dan stabil di dalam pulp. Nilai dari pemutihan pulp dengan menggunakan hidrogen peroksida meningkat dengan meningkatnya temperatur. Sayangnya dekomposisi dari hidrogen peroksida juga meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Untuk tujuan tersebut proses pemutihan dengan hidrogen peroksida dilakukan pada suhu antara 104oF-158oF atau sekitar 45oC sampai 70oC. Dimana pada saat pemutihan oleh hydrogen peroksida telah berlangsung dengan sempurna , brightness yang dihasilkan didalam pulp harus distabilkan dengan penambahan sulfur dioksida. (Kenneth.E, 1981)
2.4. Pengujian dan Analisis dari Pulp Hasil Pengelantangan
Agar supaya pengendalian tahapan pemutihan berjalan dengan efisien untuk mendapatkan pulp dengan kualitas yang diharapkan maka dilakukan beberapa pengujian yaitu : -
Kappna Number (bilangan kappa) yaitu : pengujian untuk mengetahui tingkat delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan kesanggupannya untuk diputihkan.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
29
-
Brightness
yaitu
: sifat lembaran pulp untuk memantulkan cahaya yang
diukur pada suatu kondisi yang baku, digunakan sebagai indikasi tingkat keputihan. Keputihan pulp diukur dengan kemampuan memantulkan cahaya manokromatik dan diperbandingkan dengan standar yang telah diketahui (biaanya Magnesium Oksida), dan diukur dengan alat
Brightnessmeter
(Elrepho) -
Viskositas yaitu : pengujian terhadap kekuatan dari pada pulp, pebgujian mengevaluasi derajat polimerisasi dari pada selulosa atau dengan kata lain degradasi dari pada selulosa. ( Suhunan.S,2003)
Sifat-sifat polimer selulosa tersebut biasanya dipelajari dalam keadaan larutan menggunakan pelarut CED (Cupri Etilen Diamin). (Hardjono.S, 1995)
Berat molekul dari pada selulosa bergantung pada viskositas dari larutannya. Viskositas dari larutan polimer tersebut meliputi keadaan dasar dari gerakan rantai molekul dan gerakan rantai yang terlibat lainnya. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh temperatur dari larutan dimana viskositas larutan akan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur , dengan parameter dasarnya adalah derajat polimerisasi (DP) dari larutan polimer tersebut. ( Sperling.L.H, 1986)
Perbandingan antara viskositas
larutan polimer dengan viskositas pelarut
murni dapat dipakai untuk menentuakan massa molekul nisbih polimer . Metode ini mempunyai kelebihan daripada metode lain, yakni lebih cepat dan lebih mudah, alatnya murah serta perhitungan dan hasilnya lebih sederhana. (Cowd.M, Stark.G, 1991)
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam analisa terhadap pulp tersebut dilakukan dengan car acak berstrata (Starified Random Sampling), dimana setelah polpulasi dikelompokkan dalam strata, maka satu random sampling dapat ditempuh untuk masing-masing strata. (Suparmoko.M, 1999)
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
30
BAB 3 ALAT, BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat-alat -
Alat-alat gelas
-
Penangas air
Griffin
-
Timbangan Elektrik
Sartorius
-
Oven
Memmert
-
Tanur
Fisher Honey Well
-
Buret Elektrik
Brand
- Spektrofotometer DR 4000 -
Desikator
-
pH meter
Hach Program
Yokogawa
- Brightnessmeter
Lorentzen wetter
- Viskosimeterbath
Gallenkamp
- Viskosimeter Ostwald
Cannon Fenske
- Alat Pengaduk
Stuart Scientific
- Propipet - Plastik dan karet 3.2. Bahan-bahan -
ClO2
-
Bubur Kayu (Pulp)
-
K2Cr2O7
p.a. E. Merck
-
FeSO4.7H2O
p.a. E. Merck
-
H2SO4(p)
p.a. E. Merck
-
((C6H5) 2NH)
p.a. E. Merck
-
H3PO4(p)
p.a. E. Merck
-
H2C2O2. 2 H2O
p.a. E. Merck
-
KMnO4
p.a. E. Merck
-
HCl (p)
p.a. E. Merck
-
Na2S2O3. 5 H2O
p.a. E. Merck
-
KI
p.a. E. Merck
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
31
-
Cuppri etilena Diamina
p.a. E. Merck
- Indikator amilum -
Akuades
-
Reagen Sulfida 1
-
Reagen Sulfida 2
3.3.Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Pereaksi 3.3.1.1. Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Bilangan Kappa
a.
Larutan H2SO4 4 N
Sebanyak 27,77 ml larutan H2SO4(p) dipipet kedalam labu takar 250 ml yang telah berisi akuades secara perlahan-lahan sambil meletakkan labu takar tersebut didalam panci yang berisi es, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda pada labu takar.
b.
Larutan KMnO4 0,1 N
Sebanyak 0,7902 g kristal KMnO4 ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades panas. Setelah dingin diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar. Disimpan ditempat gelap selama 3 hari lalu disaring dengan gelas woll kemudian filtratnya ditempatkan kedalam botol gelap.
c.
Larutan KI 10 %
Sebanyak 10 g kristal KI ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar.
d.
Larutan H2C2O4 0,1 N
Sebanyak 1,5750 g kristal H2C2O4. 2 H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
32
3.3.1.2. Standarisasi KMnO4 0,1 N dengan H2C2O4 0,1 N Dipipet larutan KMnO4 0,1 N sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan kedalam erlemeyer 250 ml. Ditambahkan dengan 2 ml H2SO4 2 N. Dipanaskan hingga suhu 6070oC lalu dititrasi dengan larutan H2C2O4 0,1 N sambil dijaga suhunya konstan hingga terbentuk larutan merah muda yang permanen pada titik akhir titrasi. Dicatat volume H2C2O4 0,1 N yang terpakai. Dilakukan perlakuan yang sama sebanyak 3 kali. Rumus : V1 . N1 = V2 . N2 10 . 0,1 = 9,96 . N2 N2 = 0,1004 N Dimana : V1
= Volume H2C2O4 0,1 N
N1
= Normalitas H2C2O4 0,1 N
V2
= Volume KMnO4 0,1 N
N2
= Normalitas KMnO4 0,1 N
Diperoleh konsentrasi KMnO4 0,1 N yang telah distandarisasi
d
= 0,1004 N
Larutan Na2S2O3 0,1 N
Sebanyak 3,100 g kristal Na2S2O3. 5 H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar.
3.3.1.3. Pembuatan Larutan Cupri Etilena Diamina 0,5 M Untuk Penentuan Viskositas Sebanyak 6,175 g kristal Cupri Etilena Diamina ditimbang secara kuantitatif , dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, dilarutkan dengan 50 ml akuades, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
33
3.3.1.4. Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan C-Organik
a. Larutan K2Cr2O7 1 N Sebanyak 12,258 g kristal K2Cr2O7 ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
b. Larutan FeSO4 1 N Sebanyak 69,505 g kristal FeSO4.7H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam gelas beaker 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, ditambahkan 37,5 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
c. Larutan Difenilamin ( (C6H5)2NH) Sebanyak 0,5 g kristal difenilamin ditimbang secara kuantitatif, dilarutkan dengan 20 ml akuades dalam gelas beaker 250 ml, ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk hingga larut seluruhnya.
3.3.2. Penentuan Bilangan Kappa Sebanyak 400 ml akuades dimasukkan kedalam gelas piala 1000 ml, ditambahkan 2,61 g pulp kering kemudian diaduk dan ditambahkan 50 ml KMO4 0,1 N dan 50 mL H2SO4 4 N secara bersamaan sambil diaduk selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI 10 %, dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N, ditambahkan indikator amilum, kemudian dititrasi sampai warna larutan berubah dari biru menjadi kuning terang. Dicatat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai.
3.3.3. Pengelantangan Pulp Sebanyak 10 g pulp dimasukkan kedalam plastik, ditambahkan 34 ml larutan ClO2 7,5 g/l, ditambahkan 2 tetes larutan HCl 18,5 %, diikat dengan plastik dan karet, dihomogenkan, dipanaskan didalam waterbath pada suhu 80oC selama 40 menit, diangkat, didinginkan, diukur pH-nya, lalu dicuci dengan air. Dilakukan hal sama dengan variasi larutan HCl 18,5 % 4 tetes, dan 6 tetes.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
34
3.3.4. Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp Sebanyak 8 g sampel pulp ditambahkan air secukupnya, diaduk, dimasukkan kedalam penyaring Gooch yang telah dilapisi kertas saring, disaring, dipindahkan. Residu dan kertas saring dipanaskan didalam oven pada suhu 105±3oC sampai kering, kemudian diukur kecerahannya dengan alat brigthnessmeter (Elrepho).
3.3.5. Penentuan % C dengan Metode Walkey Black Sebanyak 0,2 g sampel pulp ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam gelas erlemeyer 500 ml, ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N, kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk selama 1 menit, dan didiamkan selama 30 menit, selanjutnya ditambahkan 200 ml akuades, ditambahkan 5 ml H3PO4 pekat (85%) dan 1 ml larutan difenilamin, lalu dititrasi dengan larutan FeSO4 1 N hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi hijau, dicatat volume FeSO4 yang terpakai.
3.3.6. Penentuan Viskositas Pulp
a. Preparasi sampel Sebanyak 0,5 gram bubur pulp dimasukkan kedalam gelas beaker, ditambahkan akuades kemudian dihomogenkan, dimasukkan kedalam penyaring Gooch yang telah dilapisi dengan kertas saring, disaring dengan penyaring Gooch, diambil ¼ bagian dari residu, kemudian disinari dengan lampu sinar IR selama ± 7 menit.
b Penentuan Viskositas Sebanyak 12,5 ml akuades dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer, dimasukkan kawat tembaga, ditambahkan 12,5 ml larutan Cupri Etilen Diamin 0,5 M ditambahkan 0,2928 g pulp. Diaduk dengan mesin pengaduk selama 15 menit. Dihisap larutan pulp dan Cupri Etilen Diamin 0,5 M kedalam tabung viskosimeter Cannon Fenske dengan menggunakan propipet. Dimasukkan viskosimeter yang berisi larutan kedalam waterbath dan dijaga suhunya konstan 25oC. Dicatat waktu yang dibutuhkan dari larutan untuk mengalir dari batas atas sampai batas bawah tabung viskosimeter.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
35
3.3.7. Penentuan kadar air Ditimbang wadah platina kosong pada neraca analitis, ditimbang secara kuantitatif 5 g pulp dimasukkan kedalam cawan platina, kemudian dimasukkan kedalam oven ± 105oC selama 2 jam, diangkat dan didinginkan didalam desikator, kemudian ditimbang kembali sampai didapat berat yang konstan.
3.3.8. Penentuan kadar sulfida secara spektrofotometri
a. Preparasi sampel Sebanyak 50 g pulp basa dimasukkan kedalam cawan platina, kemudian dimasukkan kedalam tanur pada suhu 800oC selama kira-kira 60 menit, kemudian didinginkan didalam desikator, ditimbang, ditambahkan larutan HCl 18,5 % secukupnya, disaring dengan kertas saring whatman No
41, dan
dibilas dengan akuades sampai kertas saring tidak mengandung sisa HCl, filtrat ditampung kedalam labu takar 500 ml, diencerkan dengan akuades dan dihomogenkan.
b. Analisa sampel dengan alat spektrofotometer Sebanyak 25ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan kedalam kuvet, ditambahakan 2ml reagen sulfida 1(larutan Kaliumdikromat dan akuabides) kemudian dihomogenkan, ditambahkan 2 ml reagen sulfida 2(larutan asam sulfida dan akuabides) kemudian dihomogenkan didiamkan selama 5 menit dan diukur konsentrasinya dengan spektrofotometer UV Visibel pada panjang gelombang 665 nm.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
36
3.3. Bagan Penelitian
3.4.1. Penentuan Bilangan Kappa 2,61 g pulp kering dimasukkan kedalam gelas beaker 1000 ml ditambahkan 400 ml akuades diaduk sampai pulp larut ditambahkan 50 ml KMnO4 0,1 N ditambahkan 50 ml H2SO4 4 N diaduk selama 10 menit Larutan berwarna ungu ditambahkan 10 ml larutan KI 10 % dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N ditambahkan indikator amilum dititrasi dengan lartan Na2S2O3 0,1 N hingga warna larutan berubah menjadi putih pucat/kuning terang dicatat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai Hasil
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
37
3.4.2. Pengelantangan pulp 10 g pulp kering dimasukkan kedalam wadah kantongan plastik ditambahkan 34 ml larutan ClO2 7,5 g/l ditambahkan 2 tetes larutan HCl 18,5 % diikat dengan karet dihomogenkan dimasukkan kedalam penangas air pada suhu 80oC selama 40 menit Pulp hasil pegelantangan ` dipindahkan kedalam gelas beaker didinginkan diukur pH-nya hasil
Catatan: perlakuan yang sama dilakukan dengan penambahan 4 tetes dan 6 tetes HCl 18,5 %
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
38
3.4.3. Penentuan tingkat kecerahan pulp 8 g pulp dimasukkan kedalam gelas beaker ditambahkan air secukupnya diaduk hingga homogen dimasukkan kedalam penyaring Gooch yang telah dilapisi dengan kertas saring ditutup kertas saring diatasnya disaring dengan penyaring Gooch Lembaran pulp p lp dikeringkan pada oven pada suhu 105±3oC selama ± 15 menit diukur kecerahannya dengan menggunakan alat Elrepho hasil
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pemutihan.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
39
3.4.4. Penentuan % C-Organik pada pulp
0,05 g pulp kering dimasukkan kedalam gelas erlemeyer 500 ml ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N ditambahkan 20 ml H2SO4(p) secara perlahan-lahan diaduk selama 1 menit didiamkan selama 30 menit ditambahkan 200 ml aquades ditambahkan 5 ml H3PO(p) (85%) ditambahkan 1 ml larutan difenil amin dititrasi dengan larutan FeSO4 1 N hingga warna larutan berubah dari ungu menjadi hijau hasil
tua
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pemutihan.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
40
3.4.5. Penentuan Viskositas Pulp
0,2829 g pulp dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer ditambahkan 12,5 ml akuades ditambahkan 12,5 ml larutan Cupri Etilena Diamina 0,5 M diaduk dengan mesin pengaduk selama 15 menit larutan berwarna biru dimasukkan kedalasm viskosimeter ostwald menggunakan propipet dimasukkan kedalam viskosimeterbath pada suhu 25oC ditentukan waktu alir dari larutan dari batas atas sampai batas bawah pada alat viskosimeter ostwald diulangi pengukuran sebanyak 3 kali hasil
Catatan : Perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum pemutihan dan pulp hasil pemutihan I (Do) menggunakan ClO2 dengan variasi 2,4,6 tetes HCl 18,5 %
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
41
3.4.6. Penentuan kadar air sampel pulp
5 g pulp dimasukkan kedalam cawan platina yang telah diketahui beratnya secara tepat Cawan platina dan sampel dimasukkan kedalam oven pada suhu 105± 3oC selama 3 jam diangkat didinginkan didalam desikator ditimbang sampai didapat berat yang konstan hasil
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pemutihan.
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
42
3.4.7. Penentuan kadar sulfida (S2- ) pada pulp
50 g pulp dimasukkan kedalam cawan platina dimasukkan kedalam tanur pada suhu 800oC selama ± 60 menit didinginkan didalam desikator ditambahkan 5 ml HCl 18,5 % disaring dengan kertas saring whatman no 41 dan kemudian dibilas dengan akuades sampai kertas saring tidak mengandung sisa HCl
residu
filtrat ditampung kedalam labu takar 500 ml
diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dihomogenkan Larutan bening dipipet sebanyak 25 ml dimasukkan kedalam kuvet ditambahkan 2 ml reagen sulfida 1 dihomogenkan ditambahkan 2 ml reagen sulfida 2 dihomogenkan Larutan bening kekuning-kuningan didiamkan selama 5 menit diukur dengan spektrofotometer pada λ = 665 nm hasil
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pemutihan. Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
43
` BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Data hasil penentuan C-organik dengan metode Walkey Black dapat dilihat pada tabel 4.1 . Data hasil penentuan viskositas dengan viskosimeter Cannon Fenske dapat dilihat pada tabel 4.2, dan data hasil penentuan kadar air untuk penentuan sulfida dapat dilihat pada tabel 4.3, data penentuan tingkat kecerahan (brightness) dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.1 Data volume FeSO4 1,063 N yang terpakai pada penentuan C-organik dengan metode Walkey Black. Perlakuan
No 1.
Blanko
2.
Sebelum tahap pengelantangan (Blowline)
3.
4.
5.
6.
Pengelantangan I oleh ClO2 dengan penambahan 2 tetes HCl 18,5 % Pengelantangan I oleh ClO2 dengan penambahan 4 tetes HCl 18,5 % Pengelantangan I oleh ClO2 dengan penambahan 6 tetes HCl 18,5 % Sebelum tahap pengelantangan (Blowline)
pH
Berat kering Sampel (g)
-
-
13,5
0,0509
2,4
0,0511
1,7
0,0538
1,4
0,0575
13,5
0,0507
7.
Tahap pengelantangan I oleh ClO2 (D0)
2,0
0,0547
8.
Tahap pengelantangan II oleh NaOH dan H2O2 (EP)
10,6
0,0558
9.
Tahap Pengelantangan III oleh ClO2 (D1)
2,2
0,0540
10.
Tahap Pengelantangan IV oleh ClO2 (D2)
2,6
0,0523
Volume FeSO4 1,063 N (ml) 9,48 9,34 9,38 2,80 2,78 2,82 3,00 2,96 3,04 2,70 2,72 2,68 2,30 2,28 2,32 2,60 2,64 2,56 2,10 2,06 2,14 2,00 2,06 1,94 2,30 2,28 2,32 2,60 2,52 2,68
Volume Rata-rata 9,40
2,80
3,00
2,70
2,30
2,60
2,10
2,00
2,30
2,60
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
44
Tabel 4.2. Data pengukuran waktu pada penentuan viskositas dengan alat viskosimeter ”Cannon Fenske”
No
1.
2.
3.
4.
Perlakuan
Sebelm tahap pengelantangan Pengelantangan I oleh ClO2 dengan penambahan 2 tetes 18,5 % Pengelantangan I oleh ClO2 dengan penambahan 4 tetes HCl 18,5 % Pengelantangan I oleh ClO2 dengan penambahan 6 tetes 18,5 %
(D0) HCl
Berat Sampel (g)
Konstanta tabung Viskosimeter
0,2928
0,1041
0,3122
0,1041
0,3232
0,1043
0,3298
0,1011
(D0)
(D0) HCl
T / waktu alir (detik) 166 166 166 145 145 145 140 140 140 164 164 164
Tabel 4.3. Data penentuan Kadar air untuk mendapatkan berat kering sampel pada penentuan sulfida. No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Perlakuan Sebelum tahap pengelantangan (Blowline) Tahap pengelantangan I oleh ClO2 (D0) pH = 1,76 Tahap penelantangan I oleh ClO2 (D0) pH = 2,0 Tahap pengelantangan II oleh NaOH dan H2O2 (EP) pH = 10,6 Tahap pengelantangan II oleh NaOH dan H2O2 (EP) pH = 10,6 Tahap pengelantangan III oleh ClO2 (D1) pH = 2,2 Tahap pengelantangn IV oleh ClO2 (D2) pH = 2,6
67,27
Berat kering sampel(OD) (g) 16,41
Pembacaan Spektrofotometer (ppm) 0,003
75,71
7,287
0,002
53,37
22,82
0,007
76,46
7,063
0,001
63,49
18,279
0,001
60,00
20,0348
0,001
50,84
24,66
0,001
Kadar air (%)
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
45
Tabel 4.4.
Data penentuan Tingkat Kecerahan (Brightness) dengan alat
Brightnessmeter (Elrepho).
No 1
Perlakuan Sebelum tahap pengelantangan
pH 13,5
Kecerahan (% ISO) 21.85
(Blowline) 2
Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 2 2,4
45,01
tetes HCl 18,5 % 3
Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 4 1,7
45,76
tetes HCl 18,5 % 4
Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 6
1,4
45,9
13,5
23,69
tetes HCl 18,5 % 5
Sebelum tahap pengelantagan (Blowline)
6
Pengelantangan I oleh ClO2 (Do)
1,76
47,18
7
Pengelantangan I oleh ClO2 (Do)
2,0
53,2
8
Pengelantangan II oleh NaOH dan
10,6
74,19
H2O2 (EP) 9
Pengelantangan II oleh NaOH dan 10,6
75,9
H2O2 (EP) 10
Pengelantangan III oleh ClO2 (D1)
2,2
86,7
11
Pengelantangan IV oleh ClO2 (D2)
2,6
86,8
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
46
4.1.1 Perhitungan 4.1.2 Penentuan tingkat delignifikasi pulp sebelum pengelantangan
K=
P=
[
P× f 1 + (0.013) 25 o C − T W
(
)]
(b − a ) N 0,1
Dimana : K
: Bilangan Kappa
f
: Faktor koreksi untuk 50% larutan KmnO4 0,1 N yang terpakai
a
: Volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk blanko
b
: Volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk menitrasi sampel
N
: Normalitas Na2S2O3
T
: Temperatur larutan = 25oC
W
: Berat pulp
Penentuan bilangan Kappa pada sampel pulp setelah proses pemasakan adalah :
P=
(49,88 ml − 15,6 ml ) 0,1 0,1
= 34,28
K=
[
34,28 ×1,039 1 + (0,013) 25 o C − 25 o C 2,61
(
)]
= 13,65 Catatan : Penentuan bilangan Kappa ini digunakan untuk mengetahui jumlah ClO2 yang ditambahkan untuk pengelantangan I yang dilakukan Dimana : ml ClO2 yang digunakan =
K × 0,25 × OD ×10 Konsentrasi ClO2
K
= Bilangan Kappa
OD
= Berat pulp kering (0 % kandungan air)
mL ClO2 yang digunakan
= =
13,65 × 0,25 ×100 7,5 g l 45,5 ml
Maka jumlah ClO2 yang ditambahkan pada tahap awal pengelantangan sebesar 75% x 45,5 ml = 34,125 mL atau sekitar 34 ml. Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
47
4.1.3 Penentuan % C-Organik Penentuan Normalitas FeSO4 standar yang digunakan untuk menentukan % COrganik : N FeSO4
=
N K 2Cr2O7 × V K 2Cr2O7 VFeSO4
Dimana : N FeSO4
: Normalitas FeSO4 standar
V FeSO4
: ml FeSO4 yang terpakai untuk blanko
N K2Cr 2O7
: Normalitas K2Cr2O7 yang digunakan sebagai larutan standar primer
V K2Cr2O7
: ml K2Cr2O7 yang digunakan untuk menstandarisasi
N FeSO4
=
1 N ×10 ml 9,40 ml
=
1,064 N
Penentuan % C-Organik dalam sampel dapat dhtung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : C-Organik (%) =
[10 − (N
FeSO4
)]
×VFeSO4 × 0,33
Berat sampel ker ing ( g )× 0,77
Dimana : N FeSO4 : Normalitas FeSO4 standar V FeSO4 : ml FeSO4 standar yang digunakan untuk mentitrasi sampel Catatan : nilai 0,33 menyatakan bahwa 1 grek K2Cr2O7 dapat mengoksidasi 3 grek FeSO4 dan nilai 0,77 menyatakan bahwa hanya 77 % senyawa organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7 Berdasarkan data volume FeSO4 1,064 N yang terpakai dalam penentuan C-Organik dengan metode Walkey Black (Tabel 4.1) maka dapat ditentukan % C- Organik pada sampel yaitu : Pengukuran I C-Organik =
[10 − (1,064 × 2,80)] × 0,33 0,0509 × 0,77
= 53,73 % Hasil pengukuran C-Organik pada sampel pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pengelantangan ditunjukkan pada tabel 4.1 pada lampiran. Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
48
4.1.4 Penentuan Viskositas Penentuan viskositas pada sampel pulp dapat dihitung dengan menggunkan rumus sebagai berikut : V = C x T x D Dimana V
: Viskositas dari larutan Cuppri Etilena Diamina pada 25oC (cP)
C
: Konstanta tabung viskosimeter
T
: Efflux time (waktu alir larutan dari batas atas sampai batas bawah pada viskosimeter ostwald
D
: Densitas bubur pulp (=1,025)
Berdasarkan data T (effux time) yang diperlukan dalam penentuan viskosimeter pada tabel 4.3 maka dapat ditentukan viskositas pada sampel yaitu : Pengukuran I Viskositas = 0,1041 x 166 x 1,052 = 18,18 Cp Untuk data hasil pengukuran viskositas II dan III pada sampel pulp sebelum an sesudah pengelantangan ditunjukkan pada tabel 4.2 pada lampiran (setiap pengukuran viskositas masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali).
4.1.5. Penentuan kadar sulfida Penentuan kadar sulfida pada sampel pulp dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar sufida =
A× f OD
Dimana : A : Pembacaan konsentrasi sulfida pada alat spektrofotometer f
: Faktor pengenceran
OD : Berat kering sampel Berdasarkan data berat kering sampel (OD) yang ditentukan untuk pengukuran kadar sulfida dengan metode spektrofotometri (tabel 4.2) maka dapat ditentukan kadar sulfida pada sampel yaitu :
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
49
Untuk sampel pulp setelah proses pemasakan (Blowline) Kadar sulfida =
0,003 ppm × 1000 16,41
= 0,1828 ppm Untuk hasil pengukuran kadar sulfida pada sampel pada setiap tahapan pengelantangan ditunjukkan pada tabel 4.3 pada lampiran.
4.2 Pembahasan
Didalam penelitian ini, diperoleh bahwa % C-Oraganik, pada pulp setelah proses pemasakan adalah 53,75%, setelah pengelantangan I (D0) oleh larutan ClO2 7,5 g/l
% C-Oraganik
dengan variasi penambahan HCl 2 tetes : 51,93%, 4 tetes : 51,63%, 6 tetes : 51,19%.
54 53,5 53 52,5 52 51,5 51 0
2
4
6
8
Varias i HCl 18,5 % (te te s )
Gambar 4.2.1 Kurva perubahan C- Organik terhadap Variasi Penambahan HCl 18,5 %
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
50
Didalam penelitian juga diperoleh bahwa, % C-Organik pada pulp setelah proses pemasakan adalah 55,607%,
pada tahap pengelantangan Do oleh klorindioksida
adalah 55,327%, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 54,978%, pada tahap pengelantangan D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah
% C-Organik
54,510%, dan 53,906%.
55.8 55.6 55.4 55.2 55 54.8 54.6 54.4 54.2 54 53.8 0
1
2
3
4
5
6
Tahapan Pengelantangan
Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan % C-Organik Terhadap Setiap Tahapan Pemutihan Keterangan 1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline) 2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2 3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2 5 : Tahap pemutihan D2 oleh ClO2
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa berkurangnya pH saat pengelantangan oleh karena bertambahnya jumlah HCl yang ditambahkan pada saat pengelantangan I (D0) oleh klorindioksida mengakibatkan semakin menurunnya % C-Organik pada pulp hasil pengelantangan. Hal ini disebabkan karena degradasi lignin oleh larutan klorindioksida dengan penurunan pH, menyebabkan molekul-molekul lignin terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, yang terlarut didalam air, dan dapat dihilangakan dari pulp. (Suhunan,S.2003)
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
51
Didalam penelitian diperoleh bahwa viskositas pada sampel pulp setelah proses pemasakan adalah 18,18 cP, setelah pengelantangan I (D0) menggunakan klorindioksida 7,5 g/L dengan variasi penambahan HCl 18,5 % sebesar 2 tetes : 15,87 cP, 4 tetes : 15,03 cP, 6 tetes : 14,51 cP.
Viskositas (cP)
16 15,5 15 14,5 14 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Variasi pH
Gambar 4.2.3 Kurva perubahan Viskositas terhadap Variasi pH dengan penambahan HCl 18,5 %
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa berkurangnya pH saat pengelantangan oleh karena bertambahnya jumlah HCl 18,5 % yang ditambahkan mengakibatkan semakin turun viskositas dari pulp hasil pengelantangan. Hal ini disebabkan reaksi klorindioksida dengan dengan karbohidrat mengoksidasi dan menguraikan polimerpolimer selulosa dan hemiselulosa meningkat pada pH yang lebih rendah. (Suhunan,S.2003) Sifat-sifat polimer selulosa mengenai berat molekul dapat dipelajari dalam keadaan larutan menggunakan pelarut Cupri Etilen Diamin.( Hardjono,S.1995)
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
52
Didalam penelitian diperoleh bahwa tingkat kecerahan (Brightness) sampel pulp setelah proses pemasakan adalah 21,85 % ISO, setelah pengelantangan I (D0) oleh klorindioksida pada variasi penambahan HCl 18,5 % sebesar 2 tetes 45,01 % ISO, 4 tetes 45,76 % ISO, 6 tetes 45,90 % ISO.
Kecerahan (% ISO)
46 45,8 45,6 45,4 45,2 45 44,8 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Variasi pH
Gambar 4.2.4 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap variasi pH dengan penambahan HCl 18,5 %.
Didalam penelitian juga diperoleh bahwa tingkat kecerahan pada pulp setelah proses pemasakan adalah 23,69 % ISO, pada tahap pengelantangan D0 oleh ClO2 adalah 53,2 % ISO, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 75,9 % ISO, dan pada tahap D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 86,7 % ISO,
Tingkat Kecerahan (%ISO)
dan 86,8 % ISO. 100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
Tahapan Pengelantangan
Gambar 4.2.5 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap Setiap Tahapan Pemutihan. Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
53
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa delignifikasi pada setiap proses pengelantangan meningkatkan kecerahan pulp. (Suhunan,S.2003) Keterangan 1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline) 2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2 3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2 5 : Tahap pemutihan D2 oleh ClO2
Didalam penelitian diperoleh bahwa kadar sulfida pada pulp setelah proses pemasakan adalah 0,183 ppm, pada tahap pengelantangan D0 oleh ClO2 adalah 0,153 ppm, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 0,027 ppm, dan pada tahap D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 0,025 ppm, dan 0,020 ppm. Hal ini dikarenakan sulfur dapat hilang sepanjang pencucian pulp tersebut.
Kadar Sulfida (ppm)
(Reeve,D.W.1989) 0,2 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 0
1
2
3
4
5
6
Tahapan Pengelantangan
Gambar 4.2.6 Kurva perubahan Kadar Sulfida didalam Pulp terhadap setiap Tahapan Pengelantangan. Keterangan 1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline) 2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2 3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2 5 : Tahap pemutihan D2 oleh ClO2 Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
54
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian diperoleh % C-Organik, Viskositas, tingkat kecerahan, dan kadar Sulfida didalam pulp : 1. Bilangan Kappa (tingkat delignifikasi) pada pulp sebelum proses pemutihan adalah 13,65. 2. pH optimum yang didapat agar pemutihan pada tahap Do
dengan
menggunakan ClO2 dihasilkan pulp yang memiliki kecerahan yang tinggi adalah 1,4 dimana viskositas dari pulp tersebut menurun menjadi 14,01 cP dan % C-Organiknya menjadi 51,19 %. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan penambahan HCl untuk menurunkan pH pada tahap pemutihan D0 oleh ClO2 dapat meningkatkan kecerahan tetapi menurunkan viskositas pulp tersebut. 3. Kandungan Sulfida pada proses pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 menurun yaitu sebesar 0,027 ppm dimana kecerahannya meningkat menjadi 75,9 % ISO dan %C-Organiknya adalah 45,978%. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 sangat mempengaruhi kehilangan kandungan sulfida dan meningkatkan kecerahan pulp. Disamping itu kandungan C-Organik yang tinggi dapat menurunkan kecerahan pulp tersebut.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan analisa kandungan C-Organik, viskositas, sulfida, dan tingkat kecerahannya dengan menggunakan sampel pulp dari hasil pemasakan dan pemutihan pada setiap tahapannya dengan skala laboratorium agar dapat dilihat dengan jelas pengaruh daripada parameter proses yang dilakukan terhadap hasil analisa. Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
55
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, W.,1988. Tropical Wood Pulp Symposium’88, Kanada : Arbokem Inc. Batubara, R., 2006. Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan, Medan : USU Repository 2006. Bolker, L., 1972. Pulp Paper. Canada : John And Miller Inc. Brahmana.H.R, 2005. Kimia Pulp. Medan : USU Press Casey, J.P. 1980. Pulp And Paper Chemistry And Chemical Tecnology. Third Edition. New York : Willey Intersci. Cowd.M, Stark.G, 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB. Dominique, Christine, Yahya. 2006. Future Challenges In Chemical Pulp Bleaching. Volume 60. Prancis: ATIP. Hardjono, S., 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar Dan Penggunaanya. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. James, E.K., 1979. Paper And Paper Board Manufacturing And Converting Fundamentals. Chicago : Miller Freeman Publication. Kenneth.E, 1981. Pulping Processes Mill Operations, Technology and Practices. California : Miller Freeman. Inc. Marteny. 1980. Semichemical Pulping, The Neutral Sulfite Semichemical. New York : Willey-Intersci. Muklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Terbitan Pertama. Medan : USU Press. Reeve, D.W.,1989. Bleaching Chemistry, Pulp And Paper Manufacture. Chicago : MillerFreeman, Inc. Smook, G.A, 1982. Hand Book For Pulp And Pare Technologist. Boston : Miller Freeman, Inc. Sperling. L.H, 1986. Introduction to Physical Polymer Science. New York : John Willey & Sons. Suparmoko.M, 1999. Metode Penelitian Praktis. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFEYogyakarta. Suhunan. S, 2003. Bleaching Field Operator, Porsea : PT Toba Pulp Lestari, Tbk Wegener. D, 1985. Wood : Chemistry, Ultrastructure, Reaction. Berlin : Walter de Grugter & Co. Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
56
Lampiran Tabel 1. Data Pengukuran C-Organik dengan Metode Walkey Black
No 1
2
Perlakuan Sebelum tahap pengelantangan (Blowline)
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan penambahan HCl 2 tetes
% C - Organik 55,75
51,93
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 3
dengan
51,63
penambahan HCl 4 tetes Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 4
dengan
51,19
penambahan HCl 6 tetes 5
6
7
8
9
Setelah proses pemasakan ( Blowline)
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
Pengelantangan II (EP) menggunakan NaOH dan H2O2 Pengelantangan III (D1) menggunakan ClO2
Pengelantangan IV (D2) menggunakan ClO2
55,607
55,327
54,978
54,510
53,906
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.
57
Tabel 2. Data Pengukuran Viskositas dengan Viskosimeter ”Cannon Fenske”
No 1
2
Perlakuan Sebelum tahap pengelantangan (Blowline)
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan penambahan HCl 2 tetes
Viskositas ( Cp) 18,18
15,87
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 3
dengan
15,03
penambahan HCl 4 tetes Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 4
dengan
14,51
penambahan HCl 6 tetes
Tabel 3. Data Pengukuran Kadar Sulfida dengan metode Spektrofotometri.
No
Perlakuan
1
Setelah proses pemasakan ( Blowline)
2
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
3
Pengelantangan II (EP) menggunakan NaOH dan H2O2
4
Pengelantangan III (D1) menggunakan ClO2
5
Pengelantangan IV (D2) menggunakan ClO2
Kadar Sulfida ( ppm) 0,183
0,153
0,027
0,025
0,020
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk, 2009.