PENENTUAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) LIMBAH CAIR PULP DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk
KARYA ILMIAH Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahlimadya
RONA MONIKA SIHALOHO 052401109
PROGRAM DIPLOMA III - KIMIA ANALIS FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
PERSETUJUAN
Judul
Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas
: PENENTUAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) LIMBAH CAIR PULP DI PT. TOBA PULP LESTARI DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE : KARYA ILMIAH : RONA MONIKA SIHALOHO : 052401109 : DIPLOMA-III KIMIA ANALIS : KIMIA :MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juni 2008
Diketahui Oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dosen Pembimbing,
(Dr. Rumondang Bulan, MS)
(Juliati Br. Tarigan, SSi, Msi)
NIP. 131 459 466
NIP. 132 240 153
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
PERNYATAAN PENENTUAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) LIMBAH CAIR PULP DI PT. TOBA PULP LESTARI DENGAN METODE SPEKTROFOTMETRI VISIBLE
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2008
RONA MONIKA SIHALOHO 052401109
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAK Penentuan Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) limbah cair pulp pada PT. Toba Pulp Lestari telah dilakukan dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm untuk sampel dari Inlet Primary Clarifier dan Outlet Primary Clarifier dan pada panjang gelombang 520 nm untuk sampel dari Outlet Secondary Clarifier. Hasil KOK yang diperoleh dari limbah cair pulp pada Inlet Primary Clarifier 500,2 mg/liter; Outlet Primary Clarifier 439,1 mg/liter; dan Outlet Secondary Clarifier 68,92 mg/liter. Dari hasil KOK yang diperoleh menunjukkan bahwa limbah cair PT. Toba Pulp Lestari masih memenuhi standard mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dan industri tersebut.
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRACT Determination Chemical Oxygen Demand (COD) of waste water pulp at PT. Toba Pulp Lestari have been done determined spectrofotometri visible. Measured do at the wavelength 600 nanometer for sample from Inlet Primary Clarifier and at the wavelength 520 nanometer for sample from Outlet Secondary Clarifier. The result obtained show that COD of waste water pulp in Inlet Primary Clarifier 500,2 mg/liter; Outlet Primary Clarifier 439,1 mg/liter; and Outlet Secondary Clarifier 68,92 mg/liter. From result COD show that waste water’s PT. Toba Pulp Lestari still fulfilling the quality standard government and industrial.
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI Halaman
PERSETUJUAN
i
PERNYATAAN
ii
PENGHARGAAN
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
DAFTAR ISI
vi
BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Permasalahan
2
1.3 Tujuan
3
1.4 Manfaat
3
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komponen Kimia Kayu
4
2.1.1 Selulosa
4
2.1.2 Poliosa
5
2.1.3 Lignin
6
2.2 Proses Pembuatan Pulp
7
2.2.1 Unit Persiapan Kayu
7
2.2.2 Peralatan Digester
8
2.2.3 Washing
10
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
2.2.4 Screening
10
2.2.5 Bleaching
11
2.2.6 Pulp Machine
11
2.3 Limbah Cair Pulp
12
2.3.1 Tujuan Pengolahan Limbah Cair Pulp
12
2.3.2 Pengolahan Limbah Cair Pulp
13
2.3.2.1 Pengolahan Tingkat Pertama (Primary Treatment)
13
2.3.2.2 Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)
16
2.4 KarakteristikAir Limbah
19
2.4.1 Karakteristik Fisik
19
2.4.2 Karakteristik Biologi
21
2.4.3 Karakteristik Kimia
23
2.5 Spektrofotometri Visible
29
2.5.1 Prinsip dan Dasar Teori
29
2.5.2 Peralatan Spektrofotometri Visible
30
BAB 3: METODE PENELITIAN 3.1 Alat –alat yang digunakan
32
3.2 Bahan – bahan yang digunakan
32
3.3 Prosedur
32
BAB 4: DATA ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Analisa
34
4.2 Pembahasan
35
BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
36
5.2 Saran
36
DAFTAR PUSTAKA Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
LAMPIRAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. Toba Pulp Lestari adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pulp yang menghasilkan kertas. Perusahaan ini menggunakan bahan baku kayu eucalyptus. Didalam proses pengolahannya menjadi kayu, perusahaan ini juga menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan jika dibuang begitu saja tanpa pengolahan terlebih dahulu. Oleh karena itu untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan setempat, perusahaan ini dituntut untuk mengolah limbahnya sebelum limbah tersebut dialirkan ke sungai (Training and Development Center PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. 2002). Untuk mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan, PT. Toba Pulp Lestari melakukan langkah – langkah untuk mengurangi dampak negatif lingkungan daripada limbah tersebut, dengan cara memeriksa berbagai macam parameter dan salah satu diantaranya adalah Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) atau Chemical Oxygen Demand (COD) dari limbah tersebut. Adapun alasan mengapa COD harus dianalisa adalah sesuai Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
dengan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No: 03/MENKLH/II/1991 bahwa baku mutu air limbah khususnya untuk COD adalah 500 mg/liter, oleh karena itu diharapkan kadar COD tidak boleh melewati dari baku mutu yang telah ditetapkan, untuk dapat dibuang ke pembuangan akhir. Adapun yang mempengaruhi kadar COD pada limbah adalah terdapatnya kandungan organik yang tinggi yang dapat bertindak sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan mikroba. Dengan pasokan makanan yang berlimpah, mikroorganisme akan berkembang biak dengan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang terdapat dalam air yang menyebabkan pengurangan jumlah oksigen terlarut (Effendi, H. 2003). Proses pengolahan limbah cair yang paling utama di PT. Toba Pulp Lestari yaitu pengolahan limbah secara biologis. Dimana pada pengolahan secara biologis, bakteri mempunyai peranan penting untuk mendegradasi senyawa – senyawa organik. Untuk mengetahui sejauah mana kemampuan bakteri mendegradasi senyawa – senyawa organik, maka dilakukan penentuan COD. Dalam penentuan kadar COD dilakukan dengan metode spektrofotometri visible (Training and Development Center PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. 2002). Metode spektrofotometri visible merupakan salah satu metode yang baik digunakan untuk menentukan kadar COD limbah cair, karena metode ini lebih cepat, hemat bahan kimia, rendah limbah bahan kimia dibandingkan dengan metode refluks terbuka yang boros bahan kimia dan besarnya limbah yang harus dibuang (www.bogorlab-wordpress.com). Oleh karena itu penulis memilih judul “Penentuan Chemical
Oxygen
Demand
(COD)
Limbah
Cair
Pulp
dengan
Metode
Spektrofotometri Visible di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk .”
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
1.2 Permasalahan Yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah apakah baku mutu air limbah khususnya untuk COD, yang dibuang ke pembuangan akhir telah memenuhi syarat standard mutu sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan industri tersebut.
1.3 Tujuan Untuk mengetahui apakah limbah cair PT. Toba Pulp Lestari khususnya COD, yang dibuang ke pembuangan akhir (sungai) memenuhi standard mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan industri tersebut.
1.4 Manfaat Adapun manfaat dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan pemaparan mengenai parameter yang dianalisa dalam hal penanganan terhadap limbah cair pulp, khususnya parameter COD. Sehingga dengan analisa yang baik dapat meningkatkan efisiensi pengolahan limbah cair yang menjadi dasar dalam usaha pengurangan pencemaran lingkungan akibat buangan limbah cair pulp.
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komponen Kimia Kayu
2.1.1 Selulosa Selulosa merupakan komponen kimia kayu yang terbesar, yang dalam kayu lunak dan kayu keras jumlahnya hampir mencapai setengahnya. Selulosa merupakan polimer linear dengan berat molekul tinggi yang tersusun seluruhnya atas β-D-glukosa. Karena sifat – sifat kimia dan fisikanya maupun struktur supramolekulnya maka ia dapat memenuhi fungsinya sebagai komponen struktur utama dinding sel tumbuhan. CH2OH O
CH2OH
O
H OH
H
H
OH
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
O H OH CH2OH
O H
O H OH
O H OH
H
H
OH
O Gambar.2.1.1 Struktur Selulosa
Sifat – sifat fisika selulosa : 1. Berwarna putih 2. Berat molekul berkisar antara 300.000 – 500.000 gr/mol 3. Tidak larut dalam air, asam dan basa 4. Larut dalam Cu(NH3)4(OH)2 atau NaOH + CS2 5. Terikat satu sama lain. Sifat – sifat kimia selulosa : 1. Terhidrolisa sempurna dalam suasana asam akan menghasilkan glukosa. H2SO4 (C6H10O5)n + n H2O
n C6H12O6
2. Hidrolisa parsial menghasilkan maltosa (disakarida) 2(C6H10O5)n + n H2O
n C12H22O11
3. Hidrolisa berlebih menghasilkan asam oksalat (C6H10O5)n + 4 1/2 n H2O
3n H2C2O4 + 2n H2O
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
4. Hidrolisa lengkap dengan HCl 40% dalam air hanya menghasilkan D-glukosa 5. Selulosa tidak mempunyai karbon hemiasetal
2.1.2 Poliosa (Hemiselulosa) Sejumlah poliosa mengandung senyawa tambahan asam uronat. Rantai molekulnya jauh lebih pendek bila dibandingkan dengan selulosa , dan dalam beberapa senyawa mempunyai rantai-cabang. Kandungan poliosa dalam kayu keras lebih besar daripada dalam kayu lunak dan komposisi gulanya berbeda. Sifat – sifat hemiselulosa : 1. Larut dalam alkali encer dan air panas 2. Ikatan karbonnya lebih lama dibandingkan dengan selulosa 3. Terhidrolisa oleh asam – asam encer membentuk pentosa dan heksosa
CH2OH OH O H OH H
CH2OH H O
OH
O H H OH
H OH
H
OH
CH2OH OH O
H
O OH
H
H OH
H
OH
H
H
H
OH H
OH
Gambar.2.1.2 Struktur Hemiselulosa / Poliosa
2.1.3 Lignin Dalam kayu lunak kandungan lignin lebih banyak bila dibandingkan dalam kayu keras dan juga terdapat beberapa perbedaan struktur lignin dalam kayu lunak dan dalam kayu Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
keras. Dari segi morfologi lignin merupakan senyawa amorf yang terdapat dalam lamella tengah majemuk maupun dalam dinding sekunder. Selama perkembangan sel, lignin dimasukkan sebagai kompnen terakhir di dalam dinding sel, menembus di antara fibril – fibril sehingga memperkuat dinding sel. Lignin banyak dijumpai pada ruang antar sel dan dinding primer serat kayu. Fungsi utamanya pada tumbuhan adalah sebagai zat perekat yang berhubungan dengan kekuatan dan kekakuan serat kayu sehingga tumbuhan yang basa dapat berdiri kokoh. Lignin harus dipisahkan karena mengurangi mutu pulp yang dihasilkan atau untuk meningkatkan derajat terputih pulp tersebut. Sifat – sifat lignin : 1. Larut dalam larutan NaOH 2. Tidak larut dalam air 3. Sangat tahan terhadap reaksi kimia 4. Berat molekul antara 3.000 – 140.000 5. Termasuk reaktif, karena mengandung gugus karboksil, metoksil dan karbonil 6. Bila didestilasi oleh alkali akan terbentuk benzene (Fengel, D dan Wegner, G. 1995).
CH3 O
CH2 CH2
OH
O CH2
CH3
C
C=O CH2
CH2
CH O O
CH2
C
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
O Gambar 2.1.3 Sturuktur Lignin
2.2
Proses Pembuatan Pulp
Secara garis besar proses produksi dibagi atas enam bagian yaitu persiapan kayu, pemasakan, pencucian, penyaringan, pemutihan lembaran.
2.2.1 Unit Persiapan Kayu Kulit kayu menimbulkan masalah pada pembuatan kertas karena ada senyawa – senyawa organik yang menyebabkan bintik – bintik pada kertas, disamping itu juga kulit kayu dapat mempersulit pembuatan pulp. Pada pembuatan pulp, kulit kayu ini harus dipisahkan terlebih dahulu kemudian kayunya dibuat dalam bentuk serpih yang selanjutnya diolah menjadi pulp. Adapun alat yang digunakan untuk pengkulitan adalah Debarking drum.
Struktur dan fungsi debarking drum, dapat dipisahkan menjadi dua kelompok : 1. Tumble debarking drum untuk batang kayu yang pendek. Proses pengulitan lebih cepat daripada lingkaran drum dan berputar – putar di dalam truk tidak teratur. 2. Pararel debarking drum untuk gelondongan kayu berukuran panjang. Proses pengulitan dalam jenis ini gelondongan kayu berputar – putar di dalam drum searah tegak lurus dengan drum. Setelah dari debarking drum, kayu dimasukkan menuju chipper. Di sini akan diadakan proses chipping. Tujuan penyerpihan ini adalah menghasilkan spesifikasi mutu Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
chip yang diperlukan untuk pemasakan pulp dengan peralatan – peralatan proses, sebagai berikut :
2.2.2 Peralatan Digester Digester adalah alat pemasak chip/serpihan kayu yang berbentuk slinder yang dilas bersusun tegak, mempunyai volume 200m3 dan tinggi 18,67 m, diameter 4,2 m yang dirancang untuk bekerja pada tekanan tinggi hingga 12 kg/cm2, temperatur 195oC.
Proses pemasakan dibagi menjadi atas beberapa tahap, yaitu : 1. Chip Filling Pengisian chip dalam digester dimulai dari pengangkutan chip dengan menggunakan belt convenyor yang panjangnya 24 m. Jumlah chip yang dibutuhkan tiap digester ukuran 75 ton dengan kandungan air rata – rata 50%. 2. Pre Steaming Pre steaming merupakan pemasukan steam ke dalam digester untuk tujuan menaikkan temperature pemasakan chip dalam digester. Steam yang ditambahkan melalui bagian luar digester dengan low pressure steam (LPS), sampai temperature 110oC selama 30 menit, jumlah steam yang dibutuhkan sekitar 5 ton. 3. Liquor Filling
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
Liquor filling merupakan pemasukan cairan pemasak yang terdiri dari dari lindi putih dan lindi hitam. Untuk mencapai tingkat kemurnian yang tinggi, cairan pemasak yang akan dibuat untuk memasak chip dengan kandungan 19% alkali aktif yang disebut sebagai Na2O. Alkali aktif terdiri dari NaOH 10 gram/liter, Na2S 25 gram/liter. 4. Pemasakan Chip Pada proses pemasakan, cairan dipanasi dengan cara pemanasan tidak langsung. Pada sistem pemanasan tidak langsung dilakukan dengan mengalirkan uap ke dalam digester dengan uap tekanan menengah, cairan yang masuk melalui sistem sirkulasi tidak mengalami pemanasan. Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemasakan adalah temperatur, waktu dan konsentrasi zat pemasak.
5. Pulp Blowing Selesai pemasakan, bubur pulp yang dialirkan ke dalam blow tank dengan membukakan katup pada jalur pulp, yang akan dihembuskan dari digester ke blow tank. Saat ini tekanan di digester turun hingga tekanan atmosfir. Maka penurunan tekanan akan menghasilkan gas blow yang menuju heat recovery system untuk menghasilkan air panas, pada operasional normal penghembusan dilakukan tiap 15 menit selanjutnya brown stock dari blow tank dipompakan ke dalam pressure knotter system.
2.2.3 Washing Bubur pulp dari knotter dicuci dalam unit washer. Di dalamnya dilengkapi dengan sistem vakum sehingga bubur pulp dapat dicuci dengan baik dengan hasil cuciannya tidak Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
melekat pada dinding washer dan terus berputar. Di daerah masukan, bubur pulp dicuci dengan air panas dengan sistem penyemprotan secara berlawanan. Air pencucian untuk washer satu diambil dari filtrat no.4 sedangkan bubur pulp pada washer empat dicuci dengan air panas yang baru. Bubur pulp yang menempel pada dinding washer dipotong dengan doctor blade yang dipasang sedemikian rupa sehingga bubur pulp yang sudah bersih tidak bercampur dengan bubur pulp yang kotor. Bubur pulp dari doctor blade dihancurkan lagi dengan menggunakan repulper low dan high speed. Hasil pencucian dari washer dimasukkan ke washer stock tank dengan konsentrasi 10% – 12% untuk selanjutnya dikirim ke unit penyaring.
2.2.4 Screening Setelah washing, bubur pulp yang masuk ke washer stock selanjutnya dimasukkan ke unit screening. Tujuannya adalah untuk mendapatkan bubur pulp yang benar – benar bersih dan baik. Bubur pulp dari wash stock masuk ke primary screen. Hasil penyaringannya yaitu accept masuk washer dan reject masuk ke secondary screen dengan diameter 2 mm. Hasil dari secondary screen masuk ke primary screen dan buangannya masuk ke tertiary screen. Hasil dari tertiary screen masuk ke vibrating screen. Hasil screen dari vibrating screen akan dimasukkan ke screw press untuk dipisahkan antara air dan serat kasar. Dengan menggunakan pump, bubur pulp hasil screening akan dipompakan ke high density unbleach tower sebagai tempat penyimpanan. Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
2.2.5 Bleaching Tujuan bleaching adalah untuk memutihkan bubur pulp. Bubur pulp dari unbleach tower dipompakan ke clorinasi tower dengan konsistensi 3,5 – 4 %. Pada tangki ini dilakukan penambahan ClO2 serta diaduk oleh agitator agar pencampuran menjadi homogen selama 30 - 43 menit dengan temperatur diatur antara 45–50oC serta pH 1,5-2. Setelah itu bubur pulp masuk ke washer untuk dicuci dengan menggunakan larutan klorin dioksida encer untuk menurunkan konsentrasi hingga 1,2%. Dengan bantuan tube bin, pulp hasil washer dimasukkan ke hypo tower dengan penambahan hipoklorin. Penambahan zat ini bertujuan untuk mendapatkan bubur pulp yang lebih putih dan sekaligus mengurangi kandungan lignin. Proses ini berlangsung selama ± 2,5 jam. Setelah melewati washer, temperatur bubur pulp perlu dijaga dengan menggunakan I.D System Mixer. Setelah itu bubur pulp masuk ke menara klorin dioksida juga dengan bantuan tube bin. Dalam tangki ini terjadi penambahan ClO2 sebagai dilution yang berfungsi sebagai pemutih. Temperatur pada proses ini adalah 75 – 80oC dan proses berlangsung selama ± 2,5 jam dengan pH 3 – 3,5.
2.2.6 Pulp Machine Proses pengolahan bubur pulp menjadi pulp berbentuk lembaran dilakukan pada pulp machine. Tahap – tahap yang dilakukan adalah : 1. Penyaringan bubur pulp pemutih
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
Penyaringan ini meliputi pengurangan kadar air yang dimiliki bubur pulp dari 80% menjadi 50%. Unit ini satu buah katup pembentuk tiga unit fool box yang permukaannya berpori dan air terbuang dari pori tersebut. 2. Bagian Penekanan Penekanan dilakukan dengan tiga tahap, penekanan pertama dilakukan dengan maksud bubur pulp dari wise convenyor. Derajat keasaman yang dimiliki pulp merupakan hal yang penting karena mempengaruhi proses pengeringan. 3. Pengeringan Akhir Pengeringan akhir bertujuan untuk memastikan bahwa pulp sheet telah benar – benar kering. Pengeringan dilakukan dengan flack dryer yang didalamnya terdapat tahap kerja temperatur pengeringan 135 – 138oC. 4. Pemotongan dan Pengemasan Pada tahap ini lembaran pulp dipotong dengan ukuran 80 cm, lebar 60 cm dan berat rata – rata perlembar 750 – 800 gram. Selanjutnya lembaran pulp dikemas namun sebelumnya ditekan dengan balling press. Proses akhirnya setelah balling press pulp dimasukkan ke unit blaude binder untuk diikat 8 bale, dimana 1 bale = 200 kg. Pulp yang dikemas disimpan pada gudang dan kemudian siap untuk dipasarkan (Training and Development Center PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. 2000).
2.3 Limbah Cair Pulp
2.3.1 Tujuan Pengolahan Limbah Cair Pulp
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
Dalam kegiatan industri, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Air industri harus diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses pengolahan sehingga layak dibuang ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran pada lingkungan. Tujuan pengolahan air buangan misalnya antara lain : a. Ditinjau dari segi kesehatan untuk menghindari penyakit menular. Karena air merupakan media terbaik untuk kelangsungan hidup mikroba penyebab penyakit menular. b. Ditinjau dari segi estetika untuk melindungi air terhadap bau dan warna yang tidak menyenangkan atau tidak diharapkan. c. Ditinjau dari segi kelangsungan kehidupan di dalam air, misalnya kelompok hewan dan tanaman air (Sugiarto. 1993).
2.3.2 Pengolahan Limbah Cair Pulp Perlakuan awal limbah pada umumnya adalah pemisahan padatan yang berukuran besar dan serpihan namun demikian padatan yang tersuspensi yang terdapat pada limbah cair dipisahkan dengan cara sedimentasi. Pengolahan tingkat pertama ini disebut juga pengolahan fisis.
2.3.2.1 Pengolahan Tingkat Pertama (Primary Treatment)
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
Primary Treatment terdiri dari bak penghubung (junction box), saringan bergerak (travelling screen), bak pembagi (splitter box),
bak penjernih pertama (primary
clarifier), kolam darurat (spill pond), dan menara pendingin (cooling tower). 1. Bak Penghubung (Junction Box) Penetralan limbah dilakukan pada bak penghubung. Pada bak penghubung tersebut, ditambahkan HCl yang berasal dari tangki HCl yang diberikan melalui kran. Bila pH rendah, dapat ditambahkan kapur dari Burnt Lime Hopper. Burnt Lime Hopper berfungsi untuk menyimpan kapur hasil lime klin plant yang akan dibubuhkan ke aliran sewer jika pH limbah tinggi/terlampau asam. Tangki HCl berfungsi untuk menyimpan HCl 32% yang akan ditambahkan ke bak penghubung jika pH limbah rendah atau terlampau basa. 2. Saringan Bergerak (Travelling Screen) Alat ini digunakan untuk menangkap benda padat (seperti kayu, plastik, dan lainlain) untuk menghidari tersumbatnya pompa. Benda kasar yang telah dipisahkan dari saringan, dicuci dengan air, lalu dibuang ke tempat pembuangan limbah padat.
3. Bak Pembagi (Splitter Box) Bak pembagi mengatur aliran limbah ke bak penjernih pertama (Inlet Primary Clarifier) dan atau ke kolam penampungan darurat (spill pond/emergency pond). Pada kondisi normal, aliran limbah cair diarahkan ke bak penjernih pertama. Jika ada kejadian yang diluar normal dari operasi pabrik, aliran limbah tersebut dialihkan ke penampungan darurat. Limbah mengalir secara gravitasi. Bak pembagi mengalirkan limbah ke bak Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
pembagi I (Inlet Primary Clarifier) atau ke bak pembagi II (Outlet Primary Clarifier) atau malah kedua – duanya. 4. Bak Penjernih Pertama (Primary Clarifier) Pada bak penjernh pertama, padatan yang melayang dari air buangan yang masuk bisa mengendap, padatan ini harus dibuang sebelum pengolahan lumpur aktif (activated sludge) pada secondary treatment untuk mencegah terbentuknya lumpur yang padat/pejal bila biomass mulai bertambah. Endapan yang terdapat pada bak penjernih pertama dan bak penjernih kedua dikeluarkan dengan menggunakan pompa bak pengental. Sedangkan air limbah dari penjernih pertama dialirkan ke pengolahan berikutnya. Lumpur yang mengendap pada bak pengental dipompa ke tempat pengering lumpur. Ada dua buah bak penjernih yang dipakai secara bergantian. Bak penjernih pertama ini terbuat dari semen. Terowongan dibangun dibawah dasar bak penjernih pertama. Aliran limbah mengalir secara gravitasi melalui pipa dari bak pembagi dan jatuh masuk ke tengah drum pengarah, dari sini limbah bergerak ke seluruh permukaan bak dan mengendap. Air limpahan yang jernih meluap masuk ke alur pengarah dan mengalir masuk alur pengarah dan mengalir ke pengolahan berikutnya dan endapan padatan disapu oleh penyapu (scrapper) ke tengah bak dan masuk pompa lumpur. Setiap penjernih dipasang satu pompa lumpur. Endapan lumpur dari kedua penjernih dipompa ke unit pengental lumpur, alirannya dikontrol dengan membuka kran secara manual. Alat penggerak penyapu pada dasar bak dilengkapi dengan pengukur beban dan alat pengatur gerakan secara mekanis berdasarkan beban. Untuk mengeringkan terowongan, di dasar bak dilengkapi dengan sebuah pompa air. Pompa berjalan dengan otomatis, tergantung tinggi air dalam bak yang diatur oleh pengatur tinggi air. Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
5. Kolam Darurat (Spill Pond / Emergency Pond) Fungsi dari bak ini adalah penampungan sementara untuk limbah yang tidak normal selama operasi pabrik tidak seperti biasanya. Tampungan air limbah ini akan dicampur secara perlahan dengan buangan normal dari pabrik untuk diolah. 6. Menara Pendingin (Cooling Tower) Menara pendingin digunakan untuk mengurangi suhu limbah yang suhunya lebih tinggi 37oC agar sesuai dengan temperatur hidup bakteri yang optimum. Limbah dari bak penjernih pertama dan bak pengental lumpur meluap mengalir masuk ke saluran pencampuran. Menara pendingin dirancang dengan limbah yang disemburkan dan pecah ke bawah dalam media plastik berongga halus untuk diserap secara merata oleh udara dingin yang dihisap dari kipas isah yang dipasang di atas menara, udara akan bercampur dengan aliran air jatuh dari samping.
2.3.2.2 Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment) Pengolahan tingkat kedua merupakan bagian utama dalam instalansi pengolahan limbah cair pulp. Pengolahan tingkat kedua ini merupakan pengolahan yang melibatkan mikroorganisme untuk mendegradasi limbah yang masuk ke unit pengolahan tingkat kedua. 1. Tangki / Reaktor Biologi (Deep Tank) Tangki ini merupakan bagian utama dari keseluruhan proses pengolahan limbah di instalansi ini. Di dalam tangki ini terjadi proses biologi yaitu terbentuknya biomass
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
(bakteri pengurai) dimana limbah cair berfungsi sebagai substrat (makanan) bagi biomass tersebut selama waktu tertentu. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan produksi pulp mengandung kadar organik yang cukup tinggi, sehingga pengolahan yang paling baik adalah secara biologi. Reaksi berlangsung secara aerobik yaitu reaksi bisa terlaksana apabila ada oksigen di dalamnya dan tentunya mikroorganisme juga ada. Reaksi yang terjadi pada tahapan ini adalah : Mikroorganisme Aerobik + Organik Terurai + O2 + Nutrient
CO2 + H2O +
NH3 + Mikroorganisme yang baru. 2. Tangki Nutrisi (Nutrient Tank) Makanan tambahan sangat penting pada proses biologi. Kekurangan dari nutrisi bisa mengakibatkan kepekatan dan kemampuan menetap. Lumpur aktif membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan biomass terutama waktu memulai proses. Ada empat hal penting yang perlu diperhatikan pada unit pengolahan biologi : -
Cukup nutrisi dalam limbah
-
Suhu limbah antara 32oC – 36oC
-
pH limbah antara 6,5 – 7,5
-
Cukup oksigen Fosfat dan nitrogen yang dibutuhkan untuk proses lumpur aktif, diambil dari DAP
(Diamonium Phosphat) dan urea. Nutrisi dipersiapkan di tangki persiapan nutrien dan digunakan sesuai kebutuhan. 3. Bak Penjernih Kedua (Secondary Clarifier)
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
Bak ini berfungsi untuk memisahkan lumpur aktif dari air limbah. Lumpur aktif mengendap pada dasar bak dan dipompa kembali ke tangki biologi (deep tank). Limbah dari deep tank masuk ke dalam distribusi, untuk diatur masuk kedua bak penjernih. Limbah masuk melalui pengarah yang berkedudukan pada pusat bak. Air akan mengalir melalui pipa didistribusikan ke seluruh bak. Air limpahan yang bersih setelah mengendap akan keluar melalui pengarah mengalir ke sungai, sementara endapan yang mengendap dikumpulkan masuk ke lubang isap dari pompa dengan menggunakan penyapu (scrapper). Penyapu tersebut berputar dan digerakkan oleh mesin yang dilengkapi dengan alat pengukur beban. Putaran akan berhenti bila beban mencapai 60% dari alat yang diputar. Beban mesin diawasi dan dilakukan perbaikan untuk menjaga beban tidak berlebih. Lumpur yang mengendap di dasar bak (lumpur aktif) jumlahnya selalu sebanding dengan jumlah organik. Dalam hal ini untuk menjaga bakteri pada batas yang pantas, sebagian lumpur yang disirkulasikan (return sludge) dan sebagian lagi masuk ke bak pengental lumpur (excess sludge). Baik excess sludge maupun return sludge dialirkan dengan pemompaan. Sebuah kran pengatur aliran lumpur dipasang pada setiap bak penjernh kedua, untuk mengukur jumlah lumpur yang keluar dari deep tank. Jumlah lumpur yang akan dikembalikan tergantung jumlah organik di dalam air limbah yang masuk ke tangki, pengisian udara dan jumlah dari Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) maupun campuran cairan padatan yang melayang yang terdapat di dalam tangki biologi. 4. Bak Pengental Lumpur (Thickner Clarifier)
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
Bak ini berfungsi untuk menampung lumpur yang berasal dari bak penjernih pertama dan bak penjernih kedua. Prinsip kerja thickner adalah mengurangi kadar air dalam lumpur sehingga konsentrasi solid meningkat. Air limpahan dari thickner ini akan dialirkan kembali ke deep tank. 5. Tangki Flokulasi (Flock Tank) Tangki ini berfungsi sebagai tempat terjadinya flokulasi lumpur yang berasal dari thickner dengan bantuan flokulan (polimer). 6. Tangki Polimer Tangki ini berfungsi sebagai tempat melarutkan polimer yang digunakan dalam tangki flokulasi. 7. Saringan Berputar (Rotary Screen) Fungsi dari saringan ini adalah memisahkan air dari gumpalan lumpur sehingga lumpur menjadi sangat kental dan tebal sehingga cukup mudah untuk dikeringkan pada proses pemerasan di unit screw press. Gumpalan lumpur dipindahkan dari bak pengental dengan menggunakan pompa ke tempat pengeringan. Unit pengeringan dan pengentalan terdiri dari 1 saringan (rotary screen), 1 ulir tekan (screw press) dan sebuah convenyor pembuang. 8. Ulir Tekan (Screw Press) Ulir tekan berfungsi untuk memisahkan air dan lumpur, sehingga lumpur menjadi cukup kering untuk dibakar ke ketel uap (kandungan air 30% - 25%). Sedangkan filtrat dipompakan kembali ke thickner clarifier.Air limpahan dari thickner akan dialirkan ke cooling tower, setelah dari cooling tower dialirkan ke deep tank bersamaan dengan lumpur biologi (Return Activated Sludge = RAS). Aliran masuk dari dasar tangki dan keluar secara overflow diteruskan ke bak penjernih kedua, setelah air limpahan benar – Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
benar bersih, kemudian air limpahan tersebut dibuang ke sungai (Training and Development Center PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. 2002).
2.4 Karakteristik Air Limbah Untuk mengetahui lebih luas tentang air limbah, perlu diketahui juga secara detail mengenai kandungan yang ada dalam air limbah serta karakteristiknya. Karakteristik air limbah dibedakan menjadi tiga bagian besar, yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi.
2.4.1
Karakteristik Fisik
Karakteristik limbah cair terkait dengan estetika karena sifat fisiknya yang mudah terlihat dan dapat diidentifikasi secara langsung. Karakteristik limbah cair meliputi: a. Padatan total (Total Solid) Padatan total adalah padatan yang tersisa dari penguapan sampel limbah cair pada temperatur 103 -105 o C. Bahan padat total terdiri dari bahan padat tak terlarut atau bahan padat terapung serta senyawa-senyawa yang terlarut dalam air (zat padat yang lolos filter kertas) dan bahan tersuspensi (zat yang tidak lolos saringan filter). b. Bau Bau merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah. Penyebab adanya bau pada air limbah karena adanya bahan volatile, gas terlarut dan hasil samping dari pembusukan bahan organik. Bau yang dihasilkan oleh air limbah pada umumnya berupa gas yang dihasilkan dari peruraian zat organik yang terkandung dalam air limbah, seperti Hidrogen sulfida (H 2 S). Limbah cair industri berpotensi
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
mengandung senyawa berbau ataupun senyawa yang potensial menghasilkan bau selama proses pengolahan limbah cair. Efek dari timbulnya bau antara lain, dalam konsentrasi rendah bagi kehidupan dapat menimbulkan psikologis yaitu stress. Dalam paparan yang berkelanjutan dapat menyebabkan bekurangnya nafsu makan, rendahnya konsumsi air, melemahkan pernafasan, rasa mual dan muntah dan gangguan mental. Senyawa yang menghasilkan bau meliputi beberapa senyawa seperti tercantum dalam tabel. Tabel.2.4.1 Senyawa yang menghasilkan bau dalam air limbah Senyawa kimia
Rumus kimia
Kualitas bau
Amina
CH3NH 2, (CH 3 )3 H
Berbau amis, anyir
Ammonia
NH 3
Bau ammonia
Diamin
NH 2(CH 2 )4 NH 2, NH 2(CH 2 ) 5NH 2
Daging busuk
Hidrogen sulfida
H 2S
Telur busuk
Organik sulfida
(CH 2) 2S, (C6H 5 ) 2S
Kubis busuk
(methyl, ethyl)
CH3 SH, CH3 (CH 2)SH
Kubis busuk
(buthyl, crothyl)
(CH 3) 3CSH, CH3 (CH 2) 3SH
Binatang busuk
Skatole
C 9H 9N
Bahan Fecal (tinja)
c. Temperatur Temperatur merupakan salah satu parameter yang penting dalam air. Temperatur pada air dapat menentukan besarnya kehadiran species biologi dan tingkat aktivitasnya. Pada temperatur yang rendah aktivitas biologi seperti pertumbuhan dan reproduksi akan menjadi lebih lambat. Sebaliknya jika suhu Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
meningkat maka aktivitas biologi juga akan meningkat. Suhu air limbah biasanya lebih tinggi daripada air bersih. Suhu air limbah dipengaruhi oleh kondisi udara sekitarnya, air panas yang dibuang dari sisa pendingin mesin pada industri ataupun dari rumah tangga. Pengukuran suhu sangat penting karena kebanyakan instalasi pengolah air limbah meliputi pengolahan-pengolahan biologis yang tergantung pada suhu. Suhu air limbah biasanya berkisar pada 13-24 oC . d. Kepadatan (Density) Kepadatan limbah cair didefinisikan sebagai massa per volume. Densitas merupakan karakteristik penting dalam limbah cair karena dapat memberikan lnformasi tingkat densitas air limbah dalam bak sedimentasi maupun unit lain. e. Warna Air murni tidak berwarna tetapi seringkali diwarnai oleh bahan asing. Warna yang disebabkan oleh padatan terlarut yang masih ada setelah penghilangan partikel suspended disebut warna sejati f. Kekeruhan Kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya koloid, zat organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda terapung yang tidak mengendap dengan segera. Kekeruhan yang ada dalam air buangan disebabkan oleh berbagai macam suspended solid yang ada.
2.4.2 Karakteristik Biologi Air limbah biasanya mengandung mikroorganisme yang memiliki peranan penting dalam pengolahan air limbah secara biologi, tetapi ada juga mikroorganisme yang Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
membahayakan bagi kehidupan. Mikroorganisme tersebut antara lain bakteri, jamur, protozoa dan alga. 1. Bakteri Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal dan biasanya tidak berwarna. Memiliki berbagai bentuk seperti batang, bulat dan spiral. Bakteri Escherihia coli merupakan bakteri yang dapat dijadikan indikator polusi buangan manusia. 2. Jamur Jamur dapat memecah materi organik, tidak melakukan fotosintesis, tumbuh pada daerah lembab dengan pH rendah. 3. Alga Alga dapat memberikan gangguan pada air, seperti timbulnya bau dan rasa yang tidak kita inginkan. Karakteristik limbah ini tergantung oleh jenis industri, sebagai contoh: Warna
: industri tekstil, batik, cat, dll
Temperatrur
: PLTU, PLTG, industri pada umumnya
Logam
: industri pestisida, cat, baterai, komponen elektronik dll
BOD
: untuk semua jenis industri
Lemak
: industri makanan dan minuman
Bau
: industri tahu tempe, penyamakan kulit, perikanan dll
Karbohidrat
: industri tepung, mie, makanan dll
pH
: semua jenis industri (farmasi, kayu lapis, dll)
(
[email protected])
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
2.4.3 Karakteristik Kimia Kandungan bahan kimia dalam air limbah dapat merugikan lingkungan. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam sungai serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada pengalahan air bersih. Bahan yang beracun dapat menyebabkan rantai makanan dan akan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Nutrien dapat menyebabkan eutrofikasi pada danau. Untuk itu perlu diketahui kandungan zat kimia apa saja yang terdapat di dalam limbah cair suatu industri. Secara umum, karakteristik kimia limbah cair dapat dibedakan menjadi zat anorganik dan zat organik. a. Zat Anorganik Parameter limbah cair yang tergolong dalam zat anorganik antara lain : 1.
pH Kadar pH yang baik adalah kadar pH dimana masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan baik. pH yang baik untuk air limbah adalah netral.
2.
Alkalinitas Alkalinitas atau kebasaan air limbah disebabkan oleh adanya hidroksida, karbonat dan bikarbonat seperti kalsium, magnesium dan natrium atau kalium.
3.
Logam Logam seperti Nikel (Ni), Mg, Fe meskipun dalam konsentrasi yang rendah dibutuhkan oleh mikroorganisme tetapi dengan kadar yang berlebih dapat membahayakan kehidupan mikroorganisme. Adanya polutan-polutan berupa logam berat Pb, Cd, Hg dan logam lainnya dalam konsentrasi yang melebihi ambang batas dalam air limbah dapat membahayakan bagi makhluk hidup.
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
4.
Gas Gas yang sering muncul dalam air limbah yang tidak diolah antara lain : Nitrogen, CO2, H2S, NH3 dan CH4. Gas-gas ini berasal dari hasil dekomposisi zat organik dalam air limbah.
b. Zat Organik Air limbah mengandung lebih kurang 75% susspended solid (SS) dari padatan yang dapat disaring dalam bentuk zat organik. Senyawa organik biasanya terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen serta nitrogen. Beberapa bentuk senyawa organik dalam limbah antara lain : 1.
Protein. Protein adalah senyawa kimia yang komplek dan tidak stabil. Sebagian protein larut dalam air dan sebagian lainnya tidak. Seluruh protein mengandung karbon, yang biasanya adalah kandungan bahan organik. Protein merupakan penyebab utama terjadinya bau karena adanya proses pembusukan dan penguraiannya.
2.
Minyak dan Lemak. Lemak dan minyak adalah komponen penting dalam makanan dan biasanya terdapat dalam air limbah. Lemak merupakan senyawa organik yang stabil dalam air dan tidak mudah diuraikan oleh mikroba. Minyak jika terdapat dalam limbah cair, dapat merugikan karena dapat menghambat aktivitas biologi mikroba untuk pengolahan limbah cair.
3.
Karbohidrat. Karbohidrat terdapat dalam alam secara bebas dalam bentuk pati, selulosa dan serat kayu, yang semuanya dapat berada dalam air limbah. Karbohidrat mengandung
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
karbon, hydrogen dan oksigen. Umumnya karbohidrat terdiri dari enam atom karbon atau kelipatannya di dalam molekul-molekulnya. Beberapa karbohidrat seperti gula, larut dalam air. Sedangkan pati tidak larut dalam air dan meskipun cenderung stabil dapat diubah dalam bentuk gula oleh aktivitas mikroba (Tchobanoglous, G dan Burton, F. L. 1991). 4.
Pestisida. Pestisida termasuk diantaranya insektisida dan herbisida telah banyak digunakan pada saat ini baik pada perkotaan maupun pertanian. Penggunaan yang salah dapat menyebabkan kontaminasi pada aliran air. Banyak dari pestisida ini bersifat toksik dan akan terakumulasi sehingga menyebabkan pemasalahan tingkat rantai makanan yang tertinggi
5.
Deterjen atau Surfaktan Deterjen adalah golongan dari molekul oganik yang dipergunakan sebagai pengganti sabun untuk pembersih supaya mendapatkan hasil yang lebih baik. Dalam air zat ini menimbulkan buih dan selama proses aerasi buih tersebut berada di atas pemukaan gelembung udara sifatnya relatif tetap . Surfaktan menyebabkan timbulnya busa (foam) yang stabil dan biasanya terdapat dalam deterjen sintetik (
[email protected]). Kandungan zat organik di dalam limbah cair harus ditentukan baik secara
kualitas maupun kuantitas. Semua limbah yang dioksidasi, salah satunya limbah industri, termasuk dalam kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen demanding waste). Oksigen sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
pada ekosistem perairan. Kadar oksigen terlarut minimum 5 mg/liter diperlukan bagi kelangsungan hidup ikan di perairan. Kadar oksigen terlarut di perairan dipengaruhi oleh proses aerasi, fotosintesis, respirasi, dan oksidasi limbah. Aerasi adalah proses transfer oksigen dari atmosfer ke perairan melalui proses difusi. Apabila kadar oksigen terlarut di perairan mencapai saturasi dan berada dalam kesetimbangan dengan kadar oksigen di atmosfer maka proses aerasi tidak akan berlangsung. Transfer oksigen dari udara ke dalam air berlangsung apabila kadar oksigen pada air belum mencapai tingkat jenuh (saturasi), dan sebaliknya. Kecepatan proses aerasi tergantung pada penyerapan pada permukaan airdan penyebaran pada kolam air. Transfer oksigen berbeda - beda menurut tingkat saturasi dan kadar oksigen dari atmosdfer ke perairan ini dinyatakan sebagai mass flux pada sejumlah unit area permukaan air pada unit waktu tertentu dan diformulasikan dalam persamaan : N = kL (CS – CL) Keterangan : N = kecepatan transfer oksigen dari atmosfer ke perairan (mass flux) kL = koefisien transfer oksigen di air CS = kadar oksigen saturasi CL = kadar oksigen sesungguhnya Pada siang hari, proses fotosintesis menghasilkan oksigen di perairan. Sebaliknya, pada malam hari oksigen justru dimanfaatkan oleh makhluk hidup untuk keperluan respirasi. Selain karena proses respirasi, penurunan kadar oksigen di perairan juga diakibatkan oleh keberadaan limbah organik yang membutuhkan oksigen untuk melakukan proses perombakan (dekomposisi). Oleh karena kelarutan oksigen di air
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
relatif rendah maka kadar oksigen terlarut cepat sekali mengalami pengurangan, apabila pada perairan terdapat limbah organik dengan kadar cukup tinggi (Effendi, H. 2003). Pengukuran kandungan zat organik dapat dilakukan dalam bentuk pengukuran Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). 1.
Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang diperlukan oleh populasi
mikroorganisme yang berada dalam kondisi aerob untuk menstabilkan materi organik. Semakin besar angka BOD menunjukkan bahwa derajat pengotoran air limbah semakin besar. Parameter yang paling umum digunakan untuk pengukuran kandungan zat oganik di dalam limbah cair adalah BOD 5 yaitu pengukuran oksigen terlarut (Dissolved Oxygen atau DO) yang digunakan mikroorganisme untuk oksidasi biokimia zat organik. Hasil tes BOD digunakan untuk : a. Menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk stablisasi biologi dari zat organik yang ada. b. Menentukan ukuran fasilitas pengolahan air limbah c. Menyesuaikan dengan baku mutu efluent air limbah. 2. Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat – zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, di mana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxiding agent). COD digunakan untuk mengetahui zat organik dan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi materi organik dengan oksidasi secara kimia. Nilai Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
COD dalam air limbah biasanya lebih tinggi daripada nilai BOD karena lebih banyak senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dibandingkan oksidasi biologi. Untuk berbagai tipe air limbah, COD dapat dihubungkan dengan BOD, mengingat tes COD hanya membutuhkan waktu 3 jam sehingga merupakan keuntungan bagi instalasi pengolahan jika melakukan tes COD dibandingkan tes BOD yang membutuhkan waktu 5 hari untuk mendapatkan hasilnya
(Tchobanoglous, G dan
Burton, F. L. 1991). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat – zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Prinsip analisa COD : sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih : CaHbOc + Cr2O72- + H+
ΛE
CO2 + H2O + Cr3+
Ag2SO4 (warna kuning)
(warna hijau)
Perak Sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi (Alerts, G dan Sumestri, S. 1984). Untuk menguji COD dalam air (waste water, river water, domestic water) secara spektrofotometri visible, prinsipnya adalah jumlah oksidan Cr2O72- yang bereaksi dengan contoh uji dan dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 milli liter contoh uji. Senyawa organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup menghasilkan Cr3+. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O72- kuat Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
mengabsorpsi pada panjang gelombang 400 nm dan Cr3+
kuat mengabsorpsi pada
panjang gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L ditentukan kenaikan Cr3+ pada panjang gelombang 600 nm. Pada contoh uji dengan nilai COD yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O72- pada panjang gelombang 520 nm. Yang terpenting dari metode ini lebih cepat, hemat bahan kimia, rendah limbah bahan kimia (terutama Krom dan Raksa) dibandingkan dengan metode refluks terbuka yang boros bahan kimia dan besarnya limbah yang harus dibuang (www.bogorlabwordpress.com).
2.5
Spektrofotometri Visible
2.5.1 Pinsip dan Dasar Teori Spektrofotometri visible didasarkan atas bila cahaya monokromatik maupun campuran jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Lambert seringkali dianggap berjasa dalam menyelidiki serapan cahaya sebagai fungsi ketebalan medium, meskipun sebenarnya ia hanya memperluas konsep yang pada mulanya dikembangkan oleh Bourgeur. Beer kemudian menerapkan eksperimen serupa pada larutan dengan konsentrasi yang berlainan dan menerbitkan hasilnya tepat sebelum Bernard. Kedua hukum yang terpisah yang mengatur absorbsi ini biasanya dikenal Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
sebagai hukum Lambert dan hukum Beer. Dalam bentuk gabungan hukum ini dikenal sebagai hukum Beer – Lambert. Hukum Lambert. Hukum ini menyatakan bahwa bila suatu cahaya monokromatik melewati medium tertentu cahaya, lajunya berkurang intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponsial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Atau dengan menyatakan bahwa lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama. Hukum Beer. Sejauh ini telah dibahas absorbsi cahaya dari transmisi cahaya monokromatik sebagai fungsi ketebalan lapisan penyerap saja. Tetapi dalam analisis kuantitatif, terutama berurusan dengan larutan. Beer mengkaji efek konsentrasi seperti yang ditemukan Lambert antara transmisi dan ketebalan lapisan, yakni intensitas berkas cahaya monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linear.
2.5.2 Peralatan Spektrofotometri Visible Suatu spektrofotometri visible (sinar tampak) tersusun atas : a. Sumber Spektrum Tampak Sumber yang bisa digunakan pada spektroskopi absorbsi adalah lampu wolfram. Lampu hidrogen digunakan untuk sumber pada daerah UV. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan transformator. Jika potensial Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
tidak stabil, kita akan mendapat energi yang bervariasi. Untuk mengkompensasi hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan larutan sampel selalu disertai larutan pembanding. b. Monokromator Monokromator adalah alat untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa plasma maupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan. c. Sel Absorbsi Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet corex dapat digunakan, tetapi pada pengukuran daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. d. Detektor Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Vogel. 1994).
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Alat – alat yang digunakan : -
Pipet volum
-
Spektrofotometer Visible DR 4000
-
Reaktor COD
-
Kuvet
-
Stopwatch
3.2 Bahan – bahan yang digunakan : -
Reagensia High Range (HR)
-
Reagensia Low Range (LR)
-
Sampel dari Inlet Primary Clarifier
-
Sampel dari Outlet Primary Clarifier
-
Sampel dari Outlet Secondary Clarifier
3.3 Prosedur
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
a. Sampel dari Inlet Primary Clarifier dipipet sebanyak 2 ml, kemudian dimasukkan ke dalam reagensia HR {K2Cr2O7, Ag2SO4, Ferro Amonium Sulfat (FAS)}. Sampel tersebut dipanaskan di atas reactor COD pada suhu 150oC selama ± 2 jam selanjutnya didinginkan selama ± 30 menit, kemudian ditentukan nilai COD nya pada alat spektrofotometer visible DR 4000 dengan panjang gelombang 600 nm. Untuk sampel dari Outlet Primary Clarifier dilakukan dengan cara yang sama seperti pada sampel dari Inlet Primary Clarifier. b. Sampel dari Outlet Secondary Clarifier dipipet sebanyak 2 ml, kemudian dimasukkan ke dalam reagensia LR {K2Cr2O7, Ag2SO4, Ferro Amonium Sulfat (FAS)}. Sampel tersebut dipanaskan di atas reactor COD pada suhu 150oC selama ± 2 jam, selanjutnya didinginkan selama ± 30 menit, kemudian ditentukan nilai COD nya pada alat spektrofotometer visible DR 4000 dengan panjang gelombang 520 nm.
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
BAB 4 DATA ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Analisa Kadar COD dari hasil analisa yang dilakukan terhadap limbah cair PT. Toba Pulp Lestari mulai tanggal 12 Desember 2007 – 21 Desember 2007 : No.
Tanggal
Inlet Primary
Outlet Primary
Outlet Secondary
Clirifier
Clarifier
Clarifier
COD (mg/liter) COD (mg/liter)
COD (mg/liter)
1
12 Desember 2007
469
423
55
2
13 Desember 2007
363
230
46
3
14 Desember 2007
429
366
49
4
15 Desember 2007
601
565
57
5
16 Desember 2007
640
597
60
6
17 Desember 2007
450
416
98
7
18 Desember 2007
678
498
107
8
19 Desember 2007
435
429
76
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
9
20 Desember 2007
468
444
77,2
10
21 Desember 2007
469
423
64
500,2
439,1
68,92
Rata - rata
4.2 Pembahasan Dari data diperoleh kadar COD mengalami perubahan mulai dari Inlet Primary Clarifier (Inlet Primary I) sampai Outlet Secondary Clarifier. Dimana setelah dirata – ratakan kadar COD pada Inlet Primary Clarifier sebesar 500,2 mg/liter. Pada Outlet Primary Clarifier sebesar 439,1 mg/liter sedangkan pada Outlet Secondary Clarifier sebesar 68,92 mg/liter. Perubahan harga COD dari Inlet Primary Clarifier ke Outlet Primary Clarifier terjadi penurunan kadar COD sebanyak 12,21 %. Dan pada Outlet Secondary Clarifier terjadi penurunan kadar COD yang begitu drastis yaitu sebesar 86,22 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan limbah di Deep Tank yang berlangsung secara biologis dengan menggunakan bakteri dapat mengurangi kadar COD pada limbah cair. Bakteri mempunyai peranan penting dalam mendegradasi senyawa – senyawa organik yang ada pada limbah. Jika senyawa organik banyak terdapat pada limbah dan kemampuan degradasi bakterinya rendah, maka COD nya akan lebih tinggi, dan sebaliknya. Jika kemampuan
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
degradasi bakteri tinggi maka COD nya akan rendah. Dengan demikian jumlah bakteri yang ada di dalam Deep Tank sangat menentukan harga COD nya. Dalam hal ini, kadar COD yang diperoleh pada
Outlet Secondary Clarifier
sebesar 68,92 mg/liter, telah memenuhi standar mutu untuk dapat dibuang ke pembuangan akhir / sungai. Sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh Surat Keputusan
Menteri
Kependudukan
Negara
03/MENKLH/II/1991 adalah 500 mg/liter dan
dan
Lingkungan
Hidup
No:
PT. Toba Pulp Lestari adalah 300
mg/liter.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan -
Dari data yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi penurunan kadar COD mulai dari Inlet Primary Clarifier, Outlet Primary Clarifier dan Outlet Secondary Clarifier yaitu dari 500,2 mg/liter menjadi 439,1 mg/liter menjadi 68,92 mg/liter. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan limbah cair di Deep Tank secara biologis berlangsung dengan baik.
-
Dari hasil analisis kadar COD yang terkandung dalam sampel dari Outlet Secondary Clarifier masih memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh industri itu sendiri maupun pemerintah yaitu pada industri tersebut adalah 300 mg/liter dan Surat Keputusan Menteri Kependudukan Negara dan Lingkungan Hidup No: 03/MENKLH/II/1991 adalah 500 mg/liter.
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
5.2 Saran Limbah cair yang dihasilkan dari seluruh kegiatan proses produksi, diharapkan dilakukan pengolahan limbah cair semaksimal mungkin sebelum dibuang ke sungai pembuangan, supaya tidak mencemari lingkungan serta tidak merugikan masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Alerts, G dan Sumestri, S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakrta: Kanisius.
Fengel, D dan Wegner, G. 1995. Kayu Kimia Ultrastruktur Reaksi – Reaksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sugiarto. 1993. Dasar – Dasar Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Kanisius.
Training and Development Center PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. 2000. Digester, Washing and Screening, Bleaching, Pulp Machine.
Training and Development Center PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. 2002. Handbook Effluent. Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009
Tchobanoglous, G dan Burton, F. L. 1991. Wastewater Engineering. Third Edition. New York: McGraw Hill.
www.bogorlab-wordpress.com. Analisa COD dengan Metode Spektrofotometri Visible
[email protected]. Karakteristik Limbah.
Vogel. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Rona Monica Sihaloho : Penentuan Chemical Oxygen Demand (Cod) Limbah Cair Pulp Dengan Metode Spektrofotometri Visible Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, 2008. USU Repository © 2009