J-PAL, Vol. 6, No. 1, 2015
ISSN: 2087-3522 E-ISSN: 2338-1671
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir Lamongan Jawa Timur Reinier B. Hitalessy1, Amin S. Leksono2, Endang Y. Herawati3. 1
Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Universitas Brawijaya 2
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Jurusan MSP, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
3
ABSTRAK Gastropoda adalah salah satu kelas dari moluska yang diketahui berasosiasi dengan baik dengan ekosistem lamun. Komunitas gastropoda merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di padang lamun, dimana gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus (detritus feeder) dan serasah dari daun lamun yang jatuh dan mensirkulasi zatzat yang tersuspensi di dalam air guna mendapatkan makanan. Penelitian struktur komunitas dan asosiasi gastropoda dengan tumbuhan lamun di perairan pesisir Lamongan, desa Banjarwati, Jawa Timur dilakukan dari bulan September sampai Nopember 2011, dengan menggunakan metode transek linier kuadrat untuk pengambilan sampel gastropoda dan lamun. Pengambilan data dilakukan di tiga stasiun, dimana setiap stasiun dibagi menjadi tiga sub stasiun. Secara umum substrat dasar perairan berupa pasir dan lempung berpasir. Parameter fisika-kimia perairan adalah suhu 28-30OC, salinitas 31-34‰ dan nilai pH 8. Analisa data yang dilakukan meliputi komposisi spesies gastropoda, keanekaragaman, pola asosiasi serta pola penyebaran spesies gastropoda dan lamun. Dari hasil penelitian diperoleh 7 spesies gastropoda yang tergolong dalam 3 ordo, 5 famili dan 5 genus. Sedangkan untuk lamun diperoleh 4 spesies yang tergolong dalam 2 famili dan 4 genus. Nilai kepadatan dan frekuensi kehadiran tertinggi spesies gastropoda di ketiga stasiun pengamatan didominasi oleh spesies Strombus fasciatus, dengan nilai penting sebesar 54,551. Sedangkan Cymodocea rotundata adalah spesies lamun dengan nilai penting sebesar 70,121. Berdasarkan nilai indeks keragaman dan keserasian spesies, ekosistem lamun diperairan pesisir desa Banjarwati, Lamongan memiliki gastropoda dengan nilai indeks keragaman sedang dan tidak ada dominansi spesies. Pola asosiasi spesies gastropoda dan lamun di perairan pesisir desa Banjarwati, Lamongan bersifat positif dan negatif, tergantung dari proporsi jumlah spesies yang hadir pada setiap petak pengamatan serta pola penyebaran yang umumnya berkelompok. Kata kunci: asosiasi, gastropoda, komunitas, lamun.
ABSTRACT Gastropods are one class of mollusca are known to associate with the seagrass ecosystem. Gastropode community is an important component in the food chain in the seagrass beds, as a for detritus feeder. They are also a feeder for seagrass leaf litter by circulating substances suspended in the water. A research of gastropode community structure and its association with seagrass in coastal waters Lamongan, East Java, was conducted from September to November 2011, using the quadratic linear transect sampling method. Data were collected from three stations, that each was divided into three sub-stations. In general bottom substrate consisted of sand and sandy or claus. Physico-chemical parameters of waters showed temperature range between 28-30OC, salinity at 31-34 ‰ and pH at 8. Data analysis was conducted on the species composition, species diversity, as well as the association patterns gastropod. The results were obtained 7 gastropod species belonging to 3 orders, 5 families and 5 genera. As for the 4 species obtained seagrass species belonging to 2 families and 4 genera. Value of the density and frequency of gastropod species in the presence of the third highest observation stations were dominated by species of Strombus fasciatus, with critical value of 54,551. While seagrass species Cymodocea rotundata was the essential value of 70,121. Based on the value of diversity index and evenness of species, seagrass coastal waters at Banjarwati, Lamongan village has gastropod species diversity is and showed no species dominance. Generally gastropod species and species of seagrasses in coastal waters Banjarwati, Lamongan village had a pattern that is both positive and negative, depending on the proportion of the number of species present in each plot of the observations and the general distribution pattern flocking. Keywords: associations, communities, gastropode, seagrass.
Alamat Korespondensi Penulis: Reinier B. Hitalessy Email :
[email protected] Alamat : Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Pattimura
64
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
PENDAHULUAN Padang lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun dan akar sejati. Lamun umumnya hidup di perairan dangkal sampai dengan kedalaman sekitar 4 meter [1]. Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi oleh lamun seperti pasir, lumpur dan batuan. Namun padang lamun lebih sering ditemukan di perairan dengan substrat lumpur berpasir tebal di antara ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang [2]. Padang lamun dihuni oleh banyak jenis invertebrata bentik, organisme demersal serta pelagis yang menetap maupun yang tinggal sementara di ekosistem tersebut. Beberapa jenis biota yang tinggal di padang lamun untuk mencari makan dan tempat perlindungan selama masa kritis dalam siklus hidupnya, terutama saat masih anakan. Selain itu, beberapa jenis organisme lainnya adalah pengunjung yang datang setiap hari untuk mencari makan. Banyak di antara jenis-jenis biota padang lamun yang tinggal menetap maupun tinggal sementara tersebut memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, terutama jenis epibentik, misalnya berbagai kepiting, udang, keong (siput), kerang, cumi-cumi, gurita, teripang dan berbagai jenis ikan. Salah satu kelompok fauna yang umumnya ditemukan di perairan pesisir khususnya di daerah padang lamun dan hidup berasosiasi adalah gastropoda, baik yang hidup sebagai epifauna (merayap di permukaan) maupun infauna (membenamkan diri di dalam sedimen). Dalam rantai makanan, gastropoda epifauna merupakan komponen yang memanfaatkan biomassa epifit di daun lamun. Sedangkan gastropoda infauna menjadi komponen yang memanfaatkan serasah di permukaan sedimen. Dalam kehidupan manusia, banyak jenis gastropoda padang lamun yang bernilai ekonomis penting, yang dapat dikonsumsi maupun dimanfaatkan sebagai ornamental [3]. Kehadiran gastropoda sangat ditentukan oleh adanya vegetasi lamun yang ada di daerah pesisir. Kelimpahan dan distribusi gastropoda dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat, ketersediaan makanan, pemangsaan dan kompetisi. Tekanan dan perubahan lingkungan dapat mempengaruhi jumlah jenis dan perbedaan pada struktur komunitas gastropoda. Komunitas gastropoda merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di padang lamun, dimana gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus (detritus feeder) dan serasah dari daun lamun yang jatuh dan mensirkulasi zat-zat yang tersuspensi di dalam air guna mendapatkan makanan.
Gastropoda umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu sumber protein sudah dikenal sejak lama. Bagian tubuh gastropoda yang umumnya dimanfaatkan adalah daging dan cangkangnya. Daging gastropoda dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani dan cangkangnya digunakan sebagai bahan baku dalam industri dan perhiasan [4]. Asosiasi spesies merupakan hubungan timbal balik antar spesies di dalam suatu komunitas dan dapat digunakan untuk menduga komposisi komunitas [5]. Menurut [6], ada atau tidaknya asosisai spesies dalam suatu komunitas dapat menunjukan tingkat keragaman dalam komunitas tersebut. Tingkat asosiasi spesies yang tinggi akan menunjukan keragaman spesies yang tinggi pula. Dalam suatu komunitas yang terbentuk oleh banyak spesies, beberapa spesies diantaranya akan dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran spesies lain dari komunitas tersebut. Spesies yang berkelompok dan saling berhubungan akan membentuk suatu komunitas yang dinamis, karena kehadiran atau ketidakhadiran suatu spesies sangat tergantung pada hadir atau tidak hadirnya spesies lain berinteraksi dengannya [7]. Salah satu ciri dalam suatu komunitas perairan adalah terdapat asosiasi yang jelas antara spesies yang sama maupun di antara spesies yang berbeda. Asosiasi fauna dengan lamun merupakan salah satu kajian yang paling menarik serta mudah untuk diamati oleh para peneliti di Indonesia. Ekosistem lamun yang tersebar di seluruh Kepulauan Indonesia, merupakan tempat penelitian yang sangat potensial untuk dikembangkan lebih intensif di masa yang akan datang. Tingginya tutupan vegetasi lamun di perairan memungkinkan kehadiran berbagai biota yang berasosiasi dengan ekosistem padang lamun untuk mencari makan, tempat hidup, memijah dan tempat berlindung untuk menghindari predator. Salah satu wilayah di Jawa Timur yang memiliki ekosistem lamun adalah di perairan pesisir Lamongan. Ekosistem lamun pada perairan pesisir Lamongan berada di daerah pasang surut dengan substrat yang didominasi oleh pasir dan lempung berpasir. Perairan ini sebagai salah satu kawasan pesisir, merupakan daerah yang dipenuhi dengan berbagai aktivitas manusia sehingga kemungkinan besar juga akan mempengaruhi keanekaragaman spesies gastropoda yang berasosiasi di dalamnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis-jenis gastropoda yang berasosiasi dengan spesies lamun di perairan pesisir Lamongan, sehingga dapat menjadi acuan dalam upaya pengelolaan dan pengembangan daerah pesisir pantai terutama sumberdaya ekosistem lamun dan gastropoda yang berkelanjutan. 65
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai Nopember 2011. Lokasi penelitian bertempat di perairan pesisir desa Banjarwati, Lamongan, Jawa Timur. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian
Penentuan Lokasi Penelitian Agar representatif dan mewakili tiap keadaan sekitar lokasi penelitian, maka pengambilan sampel gastropoda dilakukan pada 3 stasiun didasarkan atas perbedaan tata guna lahan serta pengaruh lingkungan tiap stasiun terhadap komunitas gastropoda. Ketiga stasiun tersebut yaitu : Stasiun 1 : hachery udang. Stasiun 2 : bengkel kapal. Stasiun 3 : pemukiman. Setiap stasiun dibagi lagi menjadi tiga sub stasiun. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam menganalisis asosiasi gastropoda dengan tumbuhan lamun. Pengambilan sampel gastropoda dan lamun menggunakan metode transek linear kuadrat [8] (Gambar 2). Stasiun-stasiun ini ditempatkan sejajar dengan garis pantai ke arah laut. Jarak antar transek adalah 100 meter,sedangkan jarak antar plot atau petak pengamatan adalah 20 meter atau disesuaikan dengan kondisi lamun.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Deskripsi Lokasi Penelitian Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak pada posisi 112° 40’ 41’’ - 112° 35’ 45’’ Bujur Timur (BT) dan 6° 51’ 54’’ - 7° 23’ 60’’ Lintang Selatan (LS). Kabupaten Lamongan memiliki luas wilayah 1.812,8 km² atau + 3.78% dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur. Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km, maka wilayah perairan laut Kabupaten Lamongan adalah seluas 902,4 km2. Batas wilayah administratif Kabupaten Lamongan adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gresik, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Jombang dan Kabupaten Mojokerto, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban (Gambar 1). Adapun wilayah pesisir dan lautan di Kabupaten Lamongan terletak pada wilayah bagian utara pesisir pulau Jawa, yang berlokasi pada dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong. Ekosistem lamun pada perairan pesisir Lamongan berada di daerah pasang surut dengan substrat yang didominasi oleh pasir dan lempung berpasir.
66
Gambar 2. Transek dan plot pengambilan sampel gastropoda dan lamun tiap stasiun pengamatan
Cara Kerja Jenis kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu kegiatan dilapangan berupa pengambilan sampel dan pengukuran beberapa parameter perairan secara in situ, sedangkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: thermometer (mengukur suhu), salinometer (mengukur salinitas), kertas lakmus (mengukur pH), rol meter (mengukur jarak transek dan stasiun), ember plastik (menampung sampel), kantong plastik berlabel (tempat sampel), formalin 4 % (mengawetkan sampel), buku identifikasi (identifikasi sampel) dan alat tulis menulis.
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
Metode Pengambilan Sampel Gastropoda Pengambilan contoh gastropoda dilakukan dengan menggunakan metode transek linier kuadrat berukuran 1 x 1 m2, yang dilakukan pada saat air surut. Pada setiap stasiun ditarik garis transek tegak lurus dari garis pantai kearah laut, pada tiap-tiap jarak 20 m diletakkan transek kuadrat (Gambar 2). Gastropoda yang diambil adalah gastropoda yang menempel pada tumbuhan lamun dan permukaan sedimen. Semua gastropoda yang terdapat di dalam transek diambil dan dimasukkan ke dalam kantong plastik, selanjutnya diawetkan dalam larutan formalin 4% dan diidentifikasi dengan berpedoman pada Dharma [9]. Metode Pengambilan Sampel Lamun Kepadatan lamun diukur dengan metode transek kuadrat dengan menggunakan petak kuadrat berukuran 1 x 1 m. Pengamatan dan pengidentifikasian jenis lamun dilakukan secara langsung di lapangan di dalam plot yang sama dengan pengambilan sampel gastropoda pada setiap plot dalam transek. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Perairan Pengukuran parameter fisika-kimia perairan meliputi : suhu, salinitas dan pH dilakukan saat pengambilan sampel gastropoda dan lamun. Setelah mendapatkan hasil dari masing-masing pengukuran parameter fisika-kimia perairan, selanjutnya ditulis pada worksheet. Kemudian data tersebut diolah dan dianalisis. Asosiasi Spesies Analisa asosiasi spesies antara spesies gastropoda dengan spesies lamun menggunakan tabel kontingensi 2 x 2 dan dilanjutkan dengan uji chi-square ( X2 ) [10]. Analisa asosiasi dilakukan untuk menentukan tipe dan tingkatan asosiasinya antara spesies gastropoda dengan spesies lamun di ekosistem lamun. Pola Penyebaran Pola penyebaran spesies dalam suatu komunitas menunjukan interaksi spesies tersebut dengan lingkungan tempat hidupnya. Pola penyebaran spesies gastropoda ditentukan berdasarkan perbandingan antara jumlah total petak pengamatan dan jumlah individu suatu spesies dengan jumlah total individu spesies di setiap stasiun, dengan menggunakan indeks Morisita [11]. Analisis Data Semua variabel pengamatan dihitung dengan formula tertentu, yaitu : nilai kepadatan
dan frekuensi kehadiran spesies dihitung dengan merujuk pada [12], indeks nilai penting (INP) dihitung dengan merujuk pada [13]. Indeks keragaman (H’), indeks dominansi (D) dan indeks keserasian (e) dihitung dengan merujuk pada [14]. Asosiasi spesies antara spesies gastropoda dengan spesies lamun menggunakan tabel kontingensi 2 x 2 dan dilanjutkan dengan uji chi-square (X2) dengan merujuk pada [10]. Dan pola penyebaran spesies gastropoda dianalisa dengan menggunakan indeks Morisita (I) [11]. HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Fisika – Kimia Perairan Tabel 1. Rata-rata nilai faktor fisika-kimia perairan di tiga stasiun pengamatan No Parameter Stasiun 3 1 Suhu (0C) 2 Salinitas (0/00) 3 pH
Stasiun 1
Stasiun 2
29,0 32,0 8
30,0 34,0 8
28,0 31,0 8
Data Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu perairan pada tiga stasiun pengamatan mempunyai kisaran antara 28,00C – 30,00C . Suhu terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu 28,00C, sedangkan suhu tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 30,00C. Suhu di habitat gastropoda berkisar antara 280C - 340C, kisaran suhu yang melebihi batas toleransi dapat menyebabkan penurunan aktivitas metabolisme dan bahkan kematian pada gastropoda [15]. Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun adalah 200C – 300C. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suhu pada ekosistem lamun di perairan pesisir Lamongan berada dalam kisaran suhu optimal untuk kehidupan spesies gastropoda dan spesies lamun [16]. Umumnya spesies gastropoda dapat hidup di perairan dengan salinitas yang berkisar antara 31 0 /00 – 37 0/0 0[17]. Berdasarkan data pada Tabel 1, diketahui bahwa salinitas pada lokasi penelitian berkisar antara 31 0/00 – 33 0/00. Salinitas terendah 0 terdapat pada stasiun 3 yaitu 31 /00, sedangkan salinitas tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 33 0 /00. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas pada ekosistem lamun di lokasi penelitian berada dalam kisaran salinitas optimal untuk kehidupan spesies gastropoda. Tabel 1 menunjukkan bahwa pH air laut pada lokasi penelitian memiliki nilai pH 8. Nilai ini menunjukkan bahwa derajat keasaman ekosistem lamun di lokasi penelitian dalam keadaan yang relatif stabil. Menurut [6], bahwa nilai pH yang relatif bagi kehidupan organisme perairan termasuk gastropoda berkisar antara 7,0 – 8,5.
67
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
Komposisi Spesies Gastropoda dan Spesies Lamun Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh sebanyak 7 spesies gastropoda yang tergolong dalam 3 ordo, 5 famili dan 5 genus (Tabel 2). Sedangkan untuk spesies lamun diperoleh 4 spesies yang tergolong dalam 2 famili dan 4 genus (Tabel 3). Tabel 2. Komposisi spesies gastropoda yang ditemukan di perairan pesisir desa Banjarwati, Lamongan. No Ind 1 39
Spesies Strombus
Ordo
Famili
Mesogastropoda
Strombidae
Mesogastropoda
Strombidae
Mesogastropoda
Cypraeidae
Neogastropoda
Costellaridae
Neogastropoda
Costellaridae
Neogastropoda
Conidae
Archeogastropoa
Cerithidae
∑
urceus
2
Strombus
33 fasciatus 3 27
Cyprea vitellus
4 27
Vexillum plicarium
5 22
Vexillum rugosum
6 19
Conus radiatus
7 15
Cerithiun granosum
Tabel 3. Komposisi spesies lamun yang ditemukan di perairan pesisir desa Banjarwati, Lamongan. No Spesies ∑ Ind
Kelas
Famili
1 C ymodocea 108 rotundata
Angiospermae
Potamogetonaceae
2 Thalassia 107 hemprichii
Angiospermae
Hydrocharitaceae
3 Enhalus 106 acoroides
Angiospermae
Hydrocharitaceae
4 46
Angiospermae
Potamogetonaceae
Halodule uninervis
Berdasarkan komposisi spesies gastropoda (Tabel 2), dapat dikatakan bahwa di perairan pesisir desa Banjarwati, Lamongan memiliki jumlah spesies gastropoda sebanyak 7 spesies. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian di tempat lain, hasil dari penelitian gastropoda di padang 68
lamun perairan pesisir desa Banjarwati Lamongan ini termasuk sangat rendah. Penelitian [18] di Kepulauan Seribu menemukan 23 jenis. Penelitian di Teluk Gilimanuk, Bali ditemukan 35 jenis [19]. Penelitian [20] di Kepulauan Natuna Besar mendapatkan 56 jenis gastropoda. Penelitian [21] di Kepulauan Bangka Belitung menemukan 70 jenis. Penelitian [22] di Banyuglugur, Jawa Timur menemukan 39 jenis. Pada penelitian di Tanjung Merah, Sulawesi Utara ditemukan 31 jenis gastropoda [23]. Sebanyak 24 jenis gastropoda ditemukan di Teluk Ambon, Maluku [24]. Penelitian di Pulau Moti, Maluku Utara ditemukan 93 jenis [25]. Dan Penelitian di Pulau Talise, Sulawesi Utara ditemukan 182 jenis [26]. Secara umum dapat dikatakan bahwa perairan pesisir desa Banjarwati Lamongan khususnya ekosistem lamun semakin besar mendapat tekanan gangguan baik secara alamiah maupun degradasi lingkungan akibat aktivitas masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya laut yang tidak ramah lingkungan. Menurut [27], bahwa kandungan logam berat Pb pada perairan di pesisir Desa Bajarwati, di ekosistem lamun mencapai 0,029 – 0,052 mg/l. Nilai tersebut sudah melewati ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/2003 yaitu sebesar < 0,008 mg/l. Lebih lanjut menurut [28], di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah industri dan pertumbuhan penduduk, dan diperkirakan sebanyak 60 % ekosistem lamun telah mengalami kerusakan. Kepadatan Dari hasil penghitungan data spesies gastropoda pada tiga stasiun pengamatan, diketahui bahwa pada stasiun 1 spesies gastropoda dengan kepadatan tetinggi didominasi oleh spesies Strombus fasciatus sebesar 0,181 ind/m2, sedangkan spesies gastropoda dengan nilai kepadatan terendah yaitu Vexillum rugosum sebesar 0,097 ind/m2. Spesies gastropoda dengan nilai kepadatan tertinggi pada stasiun 2 adalah Strombus fasciatus yaitu 0,167 ind/m2, sedangkan kepadatan terendah terdapat pada spesies Vexillum rugosum dan Vexillum plicarium dengan nilai sebesar 0,097 ind/m2. Pada stasiun 3 spesies gastropoda dengan nilai kepadatan tertinggi adalah Conus radiatus yaitu 0,264 ind/m2, sedangkan spesies gastropoda dengan kepadatan terendah adalah Cypraea vitellus yaitu 0,097 ind/m2 (Gambar 3). Untuk spesies lamun yang ditemukan di tiga lokasi pengamatan, diketahui bahwa pada stasiun 1, spesies lamun dengan nilai kepadatan tertinggi adalah Cymodocea rotundata yaitu 0,472 ind/m2,
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
sedangkan kepadatan terendah terdapat pada spesies Enhalus acoroides yaitu 0,417 ind/m2. Untuk stasiun 2, nilai kepadatan tertinggi adalah Cymodocea rotundata dengan nilai sebesar 0,417 ind/m2, sedangkan kepadatan terendah terdapat pada spesies Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii dengan nilai sebesar 0,403 ind/m2. Spesies lamun dengan nilai kepadatan tertinggi pada stasiun 3 adalah Enhalus acoroides yaitu 0,653 ind/m2, sedangkan nilai kepadatan terendah terdapat pada spesies Cymodocea rotundata yaitu 0,611 ind/m2. 0.3
0.25
Nilai (ind/m2)
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun 3 Stasiun 1 Stasiun 2 Kepadatan Frek Kehadiran Gambar 3. Grafik kepadatan dan frekuensi kehadiran spesies gastropoda di tiga stasiun pengamatan
rotundata pada stasiun 1 dan stasiun 2. Untuk stasiun 1, frekuensi kehadiran tertinggi sebesar 0,375 ind/m2. Untuk stasiun 2, frekuensi kehadiran tertinggi sebesar 0,389 ind/m2. Tingginya frekuensi kehadiran spesies ini disebabkan karena substrat di perairan pantai desa Banjarwati umumya didominasi oleh pasir. Menurut [29], Cymodocea rotundata umumnya dapat hidup pada semua tipe substrat, tetapi lebih ditemukan melimpah pada daerah dengan substrat yang lunak dan mempunyai kandungan pasir yang tinggi. Nilai Penting Tingkat kepentingan suatu spesies dinyatakan dengan nilai penting yang menggambarkan dominansi spesies-spesies tertentu dalam suatu komunitas. Semakin besar nilai-nilai tersebut maka semakin besar pula indeks nilai penting, yang berarti semakin tingginya peranan spesies tertentu dalam komunitas. Dari hasil analisa data, diperoleh nilai penting spesies gastropoda dan spesies lamun seperti tersaji dalam (Tabel 4 dan Tabel 5). Pada stasiun 1 dan stasiun 2, terlihat bahwa spesies Strombus fasciatus adalah spesies gastropoda dengan jumlah individu terbanyak dengan indeks nilai penting tertinggi yaitu masing-masing sebesar 73,409 dan 72,092. Sedangkan untuk stasiun 3 indeks nilai penting diwakili oleh spesies Conus radiatus dengan indeks nilai penting sebesar 58,199 (Tabel 4). Tabel 4. Indeks nilai penting spesies gastropoda yang ditemukan di perairan pesisir desa Banjarwati Lamongan
Keterangan : (Stasiun 1 dan 2) : 1. Strombus urceus 2. Strombus fasciatus 3.Cypraea vitellus 4. Vexillum rugosum. 5. Vexillum plicarium (Stasiun 3) :1. Cerithium granosum 2. Strombus urceus 3. Strombus fasciatus 4.Cypraea vitellus 5. Vexillum rugosum 6. Vexillum plicarium 7. Conus radiatus
Frekuensi Kehadiran Dari hasil penghitungan data spesies gastropoda di tiga stasiun pengamatan menunjukan bahwa pada stasiun 1 dan stasiun 2, spesies gastropoda dengan nilai frekuensi kehadiran tertinggi adalah Strombus fasciatus yaitu sebesar 0,167 ind/m2, sedangkan untuk stasiun 3, frekuensi kehadiran tertinggi diwakili oleh spesies Conus radiatus yaitu 0,236 ind/m2 (Gambar 3). Pada ketiga stasiun pengamatan, spesies gastropoda dengan kepadatan tertinggi memiliki nilai frekuensi kehadiran yang tinggi pula. Tingginya nilai frekuensi kehadiran spesies-spesies tersebut disebabkan karena adanya kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi terhadap kondisi lingkungan yang ditempatinya. Secara keseluruhan, spesies lamun dengan frekuensi kehadiran tertinggi adalah Cymodocea
Nilai INP ( %) Stasiun 1 Stasiun 2
No
Spesies
Stasiun
1
Strombus fasciatus
73,409
72,092
32,383
2
Strombus urceus
64,904
63,602
55,697
3
Cyprae vitellus
60,770
63,214
30,546
4
Vexillum plicarium
52,450
51,119
41,232
5
Vexillum rugosum
48,467
49,973
33,921
6
Conus radiatus
-
-
58,199
-
-
3
7 Cerithium 48,021 granosum
Untuk spesies lamun, terlihat bahwa spesies Cymodocea rotundata mempunyai indeks nilai 69
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
penting tertinggi pada stasiun 1 dan stasiun 2, masing-masing dengan indeks nilai penting sebesar 103,375 dan 101,571. Sedangkan untuk stasiun 3, indeks nilai penting tertinggi diwakili oleh spesies Enhalus acoroides yaitu sebesar 76,612 (Tabel 5). Menurut [5], bahwa di antara spesies-spesies yang membentuk suatu komunitas, hanya beberapa spesies yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam memfungsikan keseluruhan kinerja komunitas. Sementara kepentingan relatif dari suatu spesies dalam suatu komunitas ditentukan oleh jumlah, ukuran dan produktifitasnya. Tabel 5. Indeks nilai penting spesies lamun yang ditemukan di perairan pesisir desa Banjarwati Lamongan
Keragaman spesies yang rendah di stasiun 1 dan stasiun 2 diduga disebabkan oleh keterbatasan sumberdaya makanan sehingga mengakibatkan spesies tertentu cenderung mencari lingkungan lain yang lebih sesuai. Menurut [16], bahwa rendahnya keragaman spesies akibat proses rantai makanan yang berlangsung tidak dinamis dan cenderung lebih pendek serta kurangnya asosiasi antar spesies. Keragaman spesies yang rendah pada daerah ini juga disebabkan oleh letaknya yang berdekatan dengan hachery udang dan bengkel kapal serta adanya aktivitas masyarakat pesisir yang memanfaatkan gastropoda sebagai sumber makanan dan perhiasan sehingga mempengaruhi tingkat keragaman gastropoda.
Nilai INP ( % No
Spesies Stasiun 1
Stasiun 2
2.5
Stasiun
3
1 2 3 4
Cymodocea rotundata Thalassia hemprichii Enhalus acoroides Halodule uninervis
70,121
70,015
48,695
65,151
63,700
48,673
64,728
66,285
50,974
Nilai
2 1.5 Stasiun 1 1
-
-
51,658
Stasiun 2 Stasiun 3
0.5 0
Keragaman, Dominansi dan Keserasian Spesies Gastropoda Dari penghitungan data hasil pengamatan, maka diperoleh nilai indeks keragaman (H’), indeks dominansi (D) dan indeks keserasian (e) spesies gastropoda yang disajikan dalam Tabel 6 berikut ini Tabel 6. Jumlah spesies gastropoda, indeks keragaman (H’), indeks dominansi (D) dan indeks keserasian (e) di tiga stasiun pengamatan. Stasiun
Jumlah Spesies
1 2 3
5 5 7
Jumlah Individu 49 46 87
Nilai H’
Nilai D
Nilai e
1,226 1,251 2,236
0,079 0,081 0,311
0,762 0,777 1,149
Keragaman Berdasarkan hasil yang disajikan dalam Tabel 6 dan Gambar 6, diketahui bahwa stasiun 1 memiliki nilai keragaman spesies sebesar 1,226, stasiun 2 sebesar 1,251 dan stasiun 3 sebesar 2,236. Nilai indeks keragaman (H’) tersebut menunjukan bahwa keragaman spesies gastropoda pada ketiga stasiun pengamatan tergolong sedang. Hal ini disebabkan karena proporsi atau perbandingan antara spesies dan jumlah individu spesies di ketiga lokasi pengamatan cenderung hampir sama [4].
70
1 2 3 Keragaman Dominansi Keserasian Gambar 6. Nilai keragaman, dominansi dan keserasian spesies gastropoda di tiga stasiun pengamatan Keterangan : 1. Indeks Shannon Wienner (Keragaman) 2. Indeks Simpson (Dominansi) 3. Indeks Evennes (Keserasian)
Dominansi Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 6, terlihat bahwa nilai indeks dominansi (D) pada setiap stasiun pengamatan adalah sama yaitu kurang dari satu. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat dominansi spesies walaupun ditemukan spesiesspesies tertentu yang hadir dalam jumlah yang besar. Tidak adanya dominansi spesies juga ditunjukan oleh tingginya nilai keragaman dan keserasian spesies di lokasi penelitian. Menurut [30], bahwa secara umum nilai keragaman berbanding terbalik dengan nilai dominansi. Jika nilai keragaman spesies tinggi maka nilai dominansi spesies akan rendah, dan jika nilai keragaman spesies rendah maka nilai dominansi spesies akan tinggi. Besarnya jumlah spesies pada suatu daerah menunjukan keragaman yang tinggi sehingga cenderung tidak ada spesies tertentu yang dominan. Menurut [16], semakin kecil nilai dominansi (D), maka semakin tinggi nilai
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
keragaman spesies (H’) dan keserasian spesies (e), sehingga suatu komunitas akan semakin beragam. Keserasian Hasil penelitian ini menunjukan bahwa di stasiun 1 dan stasiun 2 memiliki keserasian spesies (e) yang rendah yaitu 0,762 dan 0,777 bila dibandingkan dengan stasiun 3 yang memiliki nilai keserasian spesies yang tinggi yaitu 1,149 (Tabel 6 dan Gambar 6). Hal ini diindikasikan dengan ditemukannya spesies-spesies gastropoda dalam jumlah yang hampir sama. Tidak adanya dominansi spesies juga menyebabkan stasiun 3 memiliki nilai keserasian spesies yang tinggi. Menurut [16], keserasian spesies yang tinggi disebabkan oleh tidak adanya dominansi spesies tertentu di dalam komunitas. Selain itu, semakin rendah dominansi spesies, maka semakin tinggi keserasian spesies. Pada stasiun 1 dan stasiun 2, diperoleh nilai keserasian spesies yang kurang dari 0,8 (Tabel 6). Nilai ini menunjukan bahwa keserasian spesies di kedua stasiun ini rendah karena adanya tekanan dari faktor-faktor lingkungan. Menurut [31], nilai keserasian spesies yang rendah menunjukan adanya ketidakstabilan komunitas akibat tekanan faktor-faktor lingkungan seperti makanan dan adaptasi. Asosiasi Spesies Dari hasil analisa data asosiasi pada tiga stasiun pengamatan, terlihat adanya asosiasi positif dan asosiasi negatif antara spesies gastropoda dengan spesies lamun. Pada stasiun 1 dan stasiun 2, menunjukan adanya asosiasi positif antara spesies gastropoda dengan spesies lamun. Asosiasi positif terjadi antara kelima spesies gastropoda (Strombus urceus, Strombus fasciatus, Cypraea vitellus, Vexillum rugosum dan Vexillum plicarium) dengan tiga spesies lamun (Cymodocea rotundata, Enhallus acoroides dan Thalassia hemprichii). Asosiasi positif spesies gastropoda dengan tiga spesies lamun karena kelima spesies yang berasosiasi cenderung selalu ditemukan bersama-sama atau tidak ditemukan bersama dalam setiap petak pengamatan [5]. Asosiasi positif antara spesies gastropoda dengan spesies lamun terjadi karena lamun bukan merupakan sumber makanan tetapi hanya dimanfaatkan sebagai tempat perlindungan dari predator dan kecepatan arus yang kuat [32]. Asosiasi positif cenderung bersifat mutualistik sehingga salah satu spesies tidak merasa dirugikan oleh spesies lainnya. Pada stasiun 3, terlihat adanya asosiasi positif dan asosiasi negatif antara spesies gastropoda dengan spesies lamun. Asosiasi positif antara spesies gastropoda Cerithium granosum dengan Cymodocea rotundata dan Enhallus acoroides, spesies gastropoda Strombus urceus dengan
Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii, spesies Strombus fasciatus yang berasosiasi dengan spesies lamun Enhallus acoroides. Spesies Cypraea vitellus yang berasosiasi dengan Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii, spesies Vixellum rugosum dengan Enhallus acoroides dan Thalassia hemprichii, Vixellum plicarium dengan Thalassia hemprichii serta Conus radiatus dengan Cymodocea rotundata, Enhallus acoroides dan Thalassia hemprichii. Hasil penelitian juga menunjukan adanya asosiasi negatif antara spesies gastropoda dengan spesies lamun. Asosiasi negatif antara spesies Cerithium granosum dengan Halodule uninervis dan Thalassia hemprichhi, Strombus urceus dengan Halodule uninervis dan Enhalus acoroides, Strombus fasciatus dengan Cymodocea rotundata, Halodule uninervis dan Thalassia hemprichii. Spesies gastropoda Cypraea vitellus berasosiasi dengan Halodule uninervis dan Enhalus acoroides, Vixellum rugosum dengan Cymodocea rotundata dan Halodule uninervis. Spesies gastropoda Vixellum plicarium berasosiasi dengan Cymodocea rotundata, Halodule uninervis dan Enhalus acoroides, serta Conus radiatus dengan Halodule uninervis. Asosiasi negatif dapat terjadi karena sifat herbivorous yang dimiliki oleh spesies gastropoda tersebut, sehingga terdapat kecenderungan dimana lamun dimanfaatkan sebagai sumber makanan utamanya [33]. Asosiasi negatif juga terjadi karena adanya kompetisi atau persaingan dengan spesies lamun terhadap sumberdaya (nutrisi) dan ruang yang sama. Dalam asosiasi negatif, hubungan antara spesies cenderung bersifat merugikan sehingga salah satu spesies akan tertekan. Pola Penyebaran Gastropoda Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola penyebaran spesies gastropoda pada ekosistem lamun di perairan pesisir desa Banjarwati Lamongan adalah berkelompok. Hal ini disebabkan karena pada ke tiga stasiun pengamatan nilai Indeks Morisitanya lebih besar dari 1 ( I > 1 ). Dimana pada stasiun 1, nilai Indeks Morisita berkisar antara 1,119 – 1,857, pada stasiun 2 nilai Indeks Morisita berkisar antara 1,119 – 1,803 dan pada stasiun 3 nilai Indeks Morisita berkisar antara 1,121 – 1,738. Menurut [6], pola penyebaran berkelompok umumnya terjadi karena adanya variasi faktor lingkungan seperti ketersediaan nutrisi, jenis substrat, asosiasi dengan spesies lain, suhu, salinitas, pH dan kandungan oksigen sehingga suatu spesies cenderung untuk mencari habitat yang sesuai dengan batas toleransinya terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Selain itu, pola penyebaran berkelompok juga terjadi karena 71
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
adanya kecenderungan berkelompok berdasarkan umur, kepentingan memijah, melindungi diri dan tidak adanya persaingan [34],[35]. KESIMPULAN 1. Nilai kepadatan dan frekuensi kehadiran tertinggi spesies gastropoda di ketiga stasiun pengamatan didominasi oleh spesies Strombus fasciatus, dengan nilai penting sebesar 54,551. Sedangkan untuk spesies lamun dengan nilai kepadatan, kelimpahan dan frekuensi kehadiran tertinggi didominasi oleh spesies Cymodocea rotundata, dengan nilai penting yang mencapai 70,121. Berdasarkan nilai indeks keragaman (H’) dan keserasian spesies (e), ekosistem lamun diperairan pesisir desa Banjarwati Lamongan memiliki keragaman spesies gastropoda yang sedang dan menunjukan tidak adanya dominansi spesies (D). 2. Umumnya spesies gastropoda dan spesies lamun di perairan pesisir desa Banjarwati Lamongan mempunyai pola asosiasi yang bersifat positif dan negatif, yang tergantung dari proporsi jumlah spesies yang hadir pada setiap petak pengamatan serta pola penyebaran yang umumnya berkelompok. SARAN 1. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya ekosistem lamun dan gastropoda di perairan pesisir. 2. Perlu dilakukan usaha konservasi ekosistem lamun dan gastropoda dengan melibatkan masyarakat setempat, dalam hal pemanfaatan gastropoda sebagai sumber pangan dan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir dan meningkatkan daya tarik wisata bahari. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan artikel ini. Penulis berharap, semoga artikel ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan serta bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. DAFTAR PUSTAKA [1]. Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Cetakan Keempat. Penerbit Djambatan, Jakarta. [2]. Romimohtarto, K dan Juwana Sri. 2001. Biolog Laut : Ilmu Pengetahuan tentang Biologi Laut. Penerbit Djambatan, Jakarta. [3]. Kinch, J. 2003. Marine mollusc use among the women of Brooker Island, Louisiade Archipelago, Papua New Guinea. SPC Women in Fisheries Information Bulletin.
72
[4]. Cappenberg, H. A. W. 1996. Komunitas Moluska di Padang Lamun Teluk kotania Seram Barat. Balitbang sumberdaya Laut, Puslitbang-Oseanologi, LIPI – Ambon. Perairan Maluku dan Sekitarnya, Vol. 11 (1996). [5].Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Universitas Indonesia, Jakarta. [6]. Nybakken, J. W. 2000. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan dari Marine Biology and Ecology oleh Eidman, M. koesoebiono. PT. Gramedia, Jakarta. [7]. Campbell, Neil. A, Jane, B. Reece, Lawrence. E, Mitchell. 2004. Biology. Edisi ke-5. Jilid 3. Erlangga, Jakarta. [8]. Stodart, O. R. and R. E. Johannes. 1978. Plotes and Transect Methods. Ed. Johannes Publication. [9]. Dharma, B. 1992. Siput dan Kerang Indonesia. PT Sarana Graha. Jakarta. [10]. Ludwig, J. A. and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology a Rimer on Methode and Computing. A Willey Interscience Publication, Canada. [11]. Bakus, J. Gerard. 1990. Quantitative Ecology And Marine Biology, Departemen of Biological Sciences University of Southern California Los Angeles. A. A. Balkema / Rotterdam. [12]. Krebs, C. J. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Second Edition. Harper and Row, New York. [13]. Ambalika, I. 2005. Asosiasi Gastropoda Di Ekosistem Padang Lamun Perairan Pulau Lepar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. (Skripsi) Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. [14]. Odum, E. P. 1975. Ecology ; The Link Between The Natural And Social Sciences, 2nd Edition. Holt, Rinehart and Winston. [15]. Ruswahyuni dan susilowati, 1991. Hubungan Tekstur Dasar Perairan Dengan Distribusi Bivalvia Secara Vertikal di Pantai Bondo, Jepara, LEMLIT-UNDIP, semarang. 52 hal. [16]. Odum, E. P. 1971. Foundamental of Ecological. W. B. Sounders Company. Philadelphia. [17]. Hutabarat, S dan S. M. Evans., 2000. Pengantar Oseanografi, Universitas Indonesia-Press, Jakarta. [18]. Cappenberg,H.A.W., dan M.G.L. Panggabean. 2005. Moluska di Perairan Terumbu Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, P2OP2B LIPI, Jakarta- Bogor 37: 69–80. [19]. Cappenberg, H.A.W., A. Aziz dan I. Aswandy. 2006. Komunitas Moluska di Perairan Teluk
Struktur Komunitas Dan Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun (Hitalessy, et al.)
Gilimanuk, Bali Barat. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, P2O-P2B LIPI, JakartaBogor 40: 53–64. [20]. Mudjiono. 2006. Telaah komunitas moluska di rataan terumbu perairan Kepulauan Natuna Besar, Kabupaten Natuna. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 35(2): 151-166. [21]. Mudjiono, 2007. Sebaran dan kelimpahan komunitas fauna moluska di sekitar perairan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam: Aziz et al. (eds.). Sumberdaya Laut dan Lingkungan Bangka Belitung2003 – 2007, P2O – LIPI, Jakarta: 195-206. [22]. Arbi, U.Y. 2008. Moluska di ekosistem mangrove Tambak Wedi, Selat Madura, Surabaya, Jawa Timur. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 34(3): 411-425. [23]. Mudjiono. 2009. Sebaran, kelimpahan dan komposisi jenis fauna moluska di daerah pertumbuhan lamun (seagrass meadow) perairan Tanjung Merah, Bitung, Sulawesi Utara. Seminar Nasional Moluska 2- Bogor, 11-12 Februari 2009: II.226-235. [24]. Islami, M.M. dan Mudjiono 2009. Komunitas moluska di perairan Teluk Ambon, Provinsi Maluku. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 35 (3): 353-368. [25]. Arbi, U.Y. 2011a. Komunitas gastropoda di padang lamun perairan Pulau Moti, Maluku Utara. Perairan Maluku dan Sekitarnya – P2O LIPI (Terbitan Khusus): 157-168. [26]. Arbi, U.Y. 2011b. Struktur komunitas moluska di padang lamun perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 37(1): 71-89. [27]. Permana, R. S. 2006. Studi Kandungan Logam Berat Pb Pada Lamun (Enhalus acoroides) Di Pesisir Desa Banjarwati, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Artikel Publikasi Ilmiah, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. [28]. Fahruddin, 2002. Pemanfaatan, Ancaman dan Isu- isu Pengelolaan Ekosistem Padang Lamun. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. [29]. Setyono, D. E. J. 1985. Mengenal Lamun dan Lingkungan. Lonawarta. No. 3. LIPI. Lembaga Oseanografi Nasional. Stasiun Penelitian Ambon. [30]. Clark, K. R. and R. M. Warwick. 1994. Changein Marine Communities : An Approach to Statistical Analysis and Interpretation. Plymouth Marine Laboratory. [31]. Natan, J dan S. A. Khouw. 2002. Studi Komparatif Struktur Komunitas Limpet Pada Zona Intertidal Pantai Berbatu Desa Oma, Pulau Haruku dan Desa Ohoiwait, Pulau Kei
[32].
[33].
[34].
[35].
Besar. Ichthyos. Fakultas Perikanan, Universitas Pattimura, Ambon. Azkab, M. H. 1988. Pertumbuhan dan Produksi Lamun, Enhalus acoroides di Rataan Terumbu di Pari Pulau Seribu. P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi, Budidaya, Oseanografi, Geologi dan Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta. Nasri, 2006. Pola Asosiasi Makrozoobentos Dan Interaksinya Pada Padang Lamun di Perairan Pulau Barrang Caddi Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanddin, Makassar. Hetty dan Kurniaty, 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Suatu Bahasa Tentang KaidahKaidah Ekologi dan Penerapannya. Raya Grafindo Persada, Jakarta. Mariska, I. 2007. Penentuan Pola Sebaran Makrozoobentos Berdasarkan Kedalaman Di Perairan Teluk Labuange, Kabupaten Barru. (Skripsi) Ilmu Kelautan. FIKP-Unhas, Makassar.
73