STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA
YUSTIN DUWIRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dari Universitas Negeri Papua
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2010
STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA
YUSTIN DUWIRI
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2010
ABSTRAK
Yustin Duwiri. Struktur Komunitas Lamun (Seagrass) di Perairan Pantai Kampung Isenebuai dan Yariari Distrik Rumberpon, Kabupaten Teluk Wondama. Dibimbing oleh Rina A Mogea, Sabarita Sinuraya dan Jan H Nunaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun (seagrass) mencakup kelimpahan, kelimpahan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi spesies lamun di perairan pantai Kampung Isenebuai dan Yariari serta mengetahui parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, pH dan tipe substrat. Metode yang digunakan yaitu metode observasi dengan pembuatan garis transek. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu ditemukan sebanyak 7 spesies lamun pada kedua kampung, dengan Kelimpahan tertinggi di Kampung Isenebuai stasiun I adalah Cymodocea rotundata (42.95%), dan stasiun II adalah Thalassia hemprichii (65.88%). Sedangkan Kampung Yariari, kelimpahan tertinggi stasiun I adalah Thalassia hemprichii (75.42%) dan stasiun II adalah Cymodocea rotundata (34.32%). Frekuensi tertinggi di Kampung Isenebuai stasiun I adalah Cymodocea rotundata (30.86%), dan stasiun II adalah Thalassia hemprichii (31.92%). Kampung Yariari, frekuensi tertinggi stasiun I adalah Thalassia hemprichii (45.50%) dan stasiun II adalah Enhalus acoroides (39.019%). Nilai H’ (Keanekaragaman), E (Keseragaman) dan C (Dominansi) Kampung Isenebuai stasiun I adalah H’ = 1.330, C = 0.31888, E = 0.684 dan pada stasiun II adalah H’ = 0.883, C = 0.49998, E = 0.549. Sedangkan pada Kampung Yariari stasiun I adalah H’ = 0.901, C = 0.58616, E = 0.503 dan pada stasiun II, H’ = 1.426, C = 0.27112, E = 0.887. Parameter lingkungan mencakup : Tipe substrat terdiri dari lima tipe yaitu substrat lumpur berpasir, pasir halus, pasir halus dengan pecahan karang, pasir kasar dengan pecahan karang, campuran pasir,lumpur dan pecahan karang. Habitat lamun di Kampung Isenebuai dan Yariari umumnya yaitu berada pada perairan dangkal, dengan kisaran suhu yaitu 28°C - 34°C, pH 6,9 - 7 dan salinitas antara 28 - 31‰. Kata kunci : Lamun, keanekaragaman spesies, Kabupaten Teluk Wondama.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Jayapura pada tanggal 22 Januari 1987 dari orang tua Nimrod Duwiri (Ayah) dan Agustina Boneftar (Ibu/Almarhumah). Penulis memasuki taman kanak-kanak di TK Kristen Kalam Kudus Jayapura dan lulus tahun 1992. penulis memasuki pendidikan formal pada tahun 1992 di SD INPRES Ardipura III Polimak Jayapura dan tamat pada tahun 1998. Kemudian melanjutkan pada SLTP Negeri 3 Jayapura dan tamat pada tahun 2001. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Kristen YABT (Yayasan Anu Beta Tuba) Manokwari dan tamat pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Negeri Papua Manokwari di Fakultas MIPA, Jurusan Biologi. Selama
menempuh
studi,
penulis
pernah
terlibat
dalam
kegiatan
kemahasiswaan yaitu sebagai anggota BEM dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi bidang kerohanian dan sebagai asisten praktikum Biologi Umum serta Struktur dan Perkembangan Tumbuhan I. Penulis merupakan penerima beasiswa BBM tahun ajaran 2008/2009.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI……………………………………………………………..
Halaman i
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..
iii
DAFTAR TABEL………………………………………….……………..
iv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
v
I PENDAHULUAN…………………………………………………..…..
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………...
1
1.2 Perumusan Masalah...………………………………………...........
3
1.3 Tujuan..………………………………………………………........
4
1.4 Manfaat...........................................................................................
5
II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….....
6
2.1 Pengertian Komunitas dan Struktur Komunitas.............................
6
2.2 Deskripsi lamun……………………………………………….......
8
2.3 Klasifikasi Lamun……………………………………………..... .
9
2.4 Distribusi Lamun………………………………………………….
10
2.5 Peranan Lamun terhadap Lingkungan Sekitar………………….....
11
2.6 Parameter Perairan..................…………………………………....
12
2.6.1 Kecerahan…………………………………………………..
13
2.6.2 Temperatur………………………………………………....
13
2.6.3 Salinitas………………………………………………...….
13
2.6.4 Substrat (Sedimen Dasar)….………………………..….….
13
2.6.5 Kecepatan Arus..............…………………………………...
14
.III METODE PENELITIAN.................................………………………..
15
3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan.…....……………………….......
15
3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………….
15
3.3 Metode Pengambilan Data...........…………………..………..........
15
3.4 Variabel Pengamatan...………………………………………........
15
3.5 Pelaksanaan Penelitian…………………………....…….................
16
3.5.1 Persiapan Awal............…………………………..................
16
i
3.5.2 Pengambilan Sampel Lamun............………...…..................
17
3.5.3 Pendataan, Identifikasi sampel dan Pembuatan Spesimen....
18
3.6 Analisis Data…………………………………………………....
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………...
21
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian..............................................................
21
4.2 Struktur Komunitas Lamun..............................................................
22
4.2.1 Komposisi dan Sebaran Lamun pada Stasiun I dan II di Kampung Isenebuai dan Yariari................................................................
22
4.2.2 Profil Sebaran Vegetasi Lamun................................................
28
4.2.3 Analisis Padang Lamun............................................................
32
4.2.3.1 Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) tiap Spesies..........................................................................
32
4.2.3.2 Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR).....................
35
4.2.3.3 Keanekaragaman (H’),Keseragaman (E) dan Dominansi Spesies (C).................................................................... 4.3 Deskripsi Parameter Lingkungan.....................................................
37 42
4.3.1 Parameter Lingkungan pada Kampung Isenebuai....................
43
4.3.2 Parameter Lingkungan pada Kampung Yariari........................
46
V PENUTUP...............................................................................................
50
5.1 Kesimpulan........................................................................................
50
5.2 Saran....................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
52
LAMPIRAN……………………………………………………………......
54
ii
DAFTAR GAMBAR 1.1. Skema Pendekatan Masalah....................................................................
Halaman 4
2.1. Morfologi Lamun (Seagrass)…..………………………………............
9
2.2 Skema Penglasifikasian Lamun (Seagrass)............................................
10
4.1 Persentase Kehadiran Individu tiap Spesies pada Stasiun I dan II Kampung Isenebuai.................................................................................
25
4.2 Persentase Kehadiran Individu tiap Spesies pada Stasiun I dan II Kampung Yariari.....................................................................................
27
4.3 Diagram Profil Penyebaran Lamun.........................................................
31
4.4 Diagram Perbandingan Nilai H’, E dan C pada kedua Kampung...........
41
4.5 Tipe Substrat pada kedua Stasiun di Kampung Isenebuai......................
45
4.6 Tipe Substrat pada kedua Stasiun di Kampung Yariari.........................
48
iii
DAFTAR TABEL 4.1. Posisi Geografis setiap Titik Pengamatan pada kedua Kampung...........
Halaman 21
4.2 Kehadiran Spesies Lamun pada Stasiun I dan II Kampung Isenebuai dan Yariari...............................................................................................
23
4.3 Nilai Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) tiap Spesies pada Stasiun I dan II Kampung Isenebuai dan Yariari.......................................
33
4.4 Nilai Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR) tiap Spesies pada Stasiun I dan II di Kampung Isenebuai dan Yariari................................................
36
4.5 Nilai Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi Spesies (C) pada Stasiun I dan II Kampung Isenebuai...........................................
38
4.6 Nilai Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi Spesies (C) pada Stasiun I dan II Kampung Yariari.............................................
39
4.7. Data Parameter Lingkungan pada kedua Kampung.................................
43
iv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Penelitian..………………………………………….............
Halaman 55
2. Pembuatan Garis Transek…………….....……………..………..…........
56
3. Denah Lokasi Pembuatan Transek Garis untuk Pengamatan Lamun di Perairan Isenebuai.....................................................................................
57
4. Denah Lokasi Pembuatan Transek Garis untuk Pengamatan Lamun di Perairan Yariari........................................................................................
58
5. Lokasi Pengamatan dan beberapa Aktifitas yang dilakukan selama Penelitian Lamun di Kampung Isenebuai dan Yariari.............................
59
6. Tujuh Spesies Lamun yang ditemukan pada Kampung Isenebuai dan Yariari
60
v
III METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan. Dengan perincian waktu yaitu
waktu persiapan dan pengambilan data lamun, berlangsung selama 2 minggu, mulai tanggal 30 September – 15 Oktober 2009 yang bertempat di Kampung Isenebuai dan Kampung Yariari, Distrik Rumberpon Kabupaten Teluk Wondama (Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran 1) kemudian waktu yang tersisa yaitu mulai dari tanggal 16 Oktober 2009 – 15 Januari 2010 dipergunakan untuk mengolah data hasil penelitian.
3.2
Obyek, Alat dan Bahan Obyek Pengamatan yaitu lamun (seagrass). Alat dalam penelitian ini adalah
alat tulis menulis, buku identifikasi (Fortes, 1990), kamera digital, GPS (Global Position System), refraktometer, termometer, penggaris, roll meter,
kuadran
1 m x 1 m, parang (alat pemotong kayu), cuter, gunting, pH meter, serta sarana transportasi berupa perahu. Bahan yang digunakan yaitu kantung spesimen, label spesimen, spidol, plakband, tali rafiah, alkohol 70% dan kayu sebagai patok.
3.3
Metode Pengambilan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
teknik observasi lapang serta pembuatan garis transek di sepanjang jalur pengamatan (eksplorasi).
3.4
Variabel Pengamatan Variabel utama yang diamati yaitu spesies-spesies lamun (seagrass) mencakup
kelimpahan spesies, keanekaragaman spesies, keseragaman spesies, dominansi spesies dan frekuensi kehadiran. Variabel penunjang yaitu faktor lingkungan berupa
15
suhu, salinitas, pH dan tipe substrat yang mempengaruhi pertumbuhan lamun (seagrass).
3.5
Pelaksanaan Penelitian
3.5.1
Persiapan Awal Pengamatan lamun dilakukan dengan pengumpulan data berdasarkan
penentuan lokasi pengambilan sampel. Lokasi penelitian berada pada dua kampung yaitu Kampung Isenebuai dan Kampung Yariari (denah lokasi pengambilan sampel lamun dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4). Tujuan dilakukan pengambilan sampel pada dua kampung yang berbeda adalah membandingkan penyebaran setiap spesies lamun pada kedua kampung. Pada setiap kampung terdiri atas dua stasiun yaitu daerah dengan tipe substrat berupa campuran pasir dan lumpur yang berada dekat muara (tipe terrigenous) serta daerah yang berada di sepanjang pesisir pantai dengan substrat berupa pasir, pecahan karang dan sebagainya. Untuk memudahkan, pengamatan dilakukan pada saat surut terendah. Sebelum melakukan pengamatan, terlebih dahulu dilakukan survei awal guna melihat distribusi lamun terkait penentuan letak garis transek. Setiap stasiun terdiri dari tiga garis transek yang masing-masing tegak lurus garis pantai ke arah laut. Setiap
stasiun menggambarkan tipe substrat yang berbeda di kedua kampung.
Panjang setiap garis transek 50 meter dan jarak antar transek 25 meter. Setiap transek terdiri dari sepuluh kuadran, masing-masing kuadran berukuran 1 m x 1 m dan jarak antar kuadran 5 meter. Dengan ukuran kuadran 1 m x 1 m, diharapkan bahwa ukuran ini dapat mencakup spesies lamun khususnya lamun dengan ukuran yang relatif besar sehingga terjadi keterwakilan data yang baik saat pangambilan data. Gambar pembuatan garis transek dapat dilihat pada Lampiran 2. Posisi geografis setiap stasiun ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Potition System). Awal peletakkan kuadran disesuaikan dengan awal ditemukan lamun pada perairan tersebut, sehingga titik awal transek dapat diletakkan dengan kisaran 0 – 20 m dari tepi pantai.
16
3.5.2
Pengambilan Sampel Lamun Pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan pada siang hari saat keadaan
air surut karena akan memudahkan pengamatan serta perhitungan sampel lamun pada jalur serta lokasi yang telah ditentukan. Selain itu juga dilakukan pengambilan data mengenai parameter lingkungan mencakup tipe substrat, suhu, pH dan salinitas. Pengambilan data parameter dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel lamun, data parameter diambil pada setiap transek. Saat pengambilan sampel pada stasiun I dan II Kampung Yariari dan stasiun I Kampung Isenebuai, perairan berada dalam kondisi surut terendah, sehingga sampel lamun langsung diidentifikasi dan dihitung dalam setiap kuadran pengamatan. Perhitungan sampel dalam kuadran pengamatan, secara tidak langsung juga dapat membantu penerapan nilai-nilai konservasi, dalam hal ini yaitu berkaitan dengan menjaga kelestarian suatu spesies dalam ekosistem. Pemanenan sampel lamun hanya dilakukan pada stasiun II Kampung Isenebuai. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu pengambilan, jarak lokasi pengambilan yang cukup jauh dan perubahan pola pasang surut yang cepat mengalami perubahan, mengakibatkan
sampel harus dipanen. Sehingga saat
pengambilan data lamun, dilakukan juga pemanenan sampel. Sampel lamun diambil langsung dengan cara memanen semua lamun yang terdapat di dalam kuadran pengamatan. Sebanyak 17 kuadran yang dipanen lamunnya. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut setiap individu lamun (beserta rhizom atau akar) dalam kuadran. Beberapa aktifitas pengambilan sampel dan perhitungan serta stasiun pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah pemanenan, sampel diisi ke dalam setiap plastik sampel yang telah diberi label berdasarkan urutan kuadran. Yang diambil hanya sampel lamun, substrat dan biota yang ikut terambil dicuci dan dilepaskan dari sampel. Semua sampel dari lapangan diidentifikasi dan dihitung di rumah.
17
3.5.3
Pendataan, Idenfikasi Sampel dan Pembuatan Spesimen. Setelah pencucian, sampel langsung diidentifikasi, diawetkan dan dihitung.
Identifikasi sampel mengacu pada buku Fortes (1990). Pembuatan spesimen dilakukan guna mengantisipasi kekeliruan dalam mengidentifikasi. Pengawetan sampel dilakukan menggunakan alkohol 70% dengan cara memasukkan sampel lamun yang telah dicuci bersih ke dalam plastik atau toples berukuran sedang atau kecil (sesuai ukuran lamun), lamun yang diawetkan cukup 2-3 individu saja untuk setiap spesies. Selain pengawetan, sampel juga dihitung berdasarkan spesiesnya, yaitu setiap spesies yang berada dalam semua kuadran pengamatan. Data perhitungan jumlah spesies dipisahkan berdasarkan stasiun yang ada. Data lamun tersebut dianalisis lebih lanjut di Laboratorium Biologi UNIPA.
3.6
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel serta
gambar. Untuk menggambarkan komunitas padang lamun dan penyebarannya pada setiap lokasi pengamatan dimana analisis data yang akan ditampilkan meliputi : 1. Kepadatan Spesies (Odum, 1998) Jumlah individu tiap spesies Kepadatan spesies (Ki)
=
Luas wilayah contoh (m2)
(4.1)
Kepadatan tiap spesies Kepadatan Relatif (KR)
=
x 100% Kepadatan keseluruhan spesies
2. Frekuensi Spesies (Fachrul, 2007) Frekuensi spesies (F), yaitu peluang suatu spesies ditemukan dalam titik sampel yang diamati. Frekuensi spesies lamun dihitung dengan rumus :
18
Fi =
Pi ∑P
(4.2)
Dengan : Fi = Frekuensi spesies ke-i Pi = Jumlah petak sampel tempat ditemukan spesies ke-i ∑P = Jumlah total petak sampel yang diamati Frekuensi Relatif (FR), yaitu perbandingan antara frekuensi spesies ke-i dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies. Frekuensi Relatif lamun dihitung dengan rumus : FR = Fi x 100% ∑F Dengan : FR = Frekuensi Relatif Fi = Frekuensi spesies ke-i ∑F = Jumlah frekuensi untuk seluruh spesies 3. Indeks Keanekaragaman Spesies (Diversity Index) menggunakan Index ShannonWiener (Odum, 1998) H’ = -
S
∑ ( Pi ln Pi)
dimana Pi = ni/N
(4.3)
i =1
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman spesies Pi = Proporsi jumlah individu spesies ke-i ni = Jumlah individu suatu spesies dalam komunitas N = Jumlah individu keseluruhan spesies dalam komunitas Dimana kriteria penilaian : Jika nilai H’< 1 maka keanekaragaman spesiesnya rendah, jika 1< H’ < 3 maka keanekaragaman
spesies sedang dan bila H’ > 3 maka keanekaragaman
spesiesnya tinggi.
19
4. Keseragaman Spesies (Evennes Index) Odum (1998) E = H’/ln S
(4.4)
Keterangan : E = Indeks keseragaman spesies H’= Indeks keanekaragaman spesies S = Jumlah spesies Nilai E berkisar antara 0-1, bila E mendekati 0 maka keseragaman spesies dalam komunitas rendah, yang mana jumlah individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda. Dan bila E mendekati 1 maka keseragaman dalam spesies seragam atau tidak terlalu jauh perbedaannya. 5. Indeks Dominasi Spesies (Odum,1998) C = ∑ (ni/N)2
(4.5)
Keterangan : C = Indeks dominansi ni = Jumlah individu suatu spesies dalam komunitas N = Jumlah individu keseluruhan spesies dalam komunitas Dimana kriteria penilaiannya: Jika C mendekati 0, maka tidak terdapat spesies yang mendominasi, jika C mendekati 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya.
20