STRUKTUR APUNG PADA PUSAT PENELITIAN RUMPUT LAUT DI PANTAI PONJUK, PULAU TALANGO, MADURA
ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh:
RIZAL MAISYA ARMANDA NIM. 0810653064
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG FAKULTAS TEKNIK MALANG 2013
STRUKTUR APUNG PADA PUSAT PENELITIAN RUMPUT LAUT DI PANTAI PONJUK, PULAU TALANGO, MADURA Rizal Maisya Armanda, Agung Murti Nugroho, Edi Hari Purwono Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono 167, Malang 65141, Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Pulau Talango Sumenep merupakan daerah yang berpotensi sumber daya rumput laut coklatnya (Sargassum sp), dan alga lainnya. Permintaan pasar akan Sargassum ini meningkat untuk bahan penelitian. Namun, Sargassum sp yang didapatkan adalah masih dari alam dan belum hasil budidaya, apalagi resiko terbesar adalah rusaknya ekosistem terumbu karang, maka diperlukan upaya sustainable biodiversity untuk tetap menjaga kelestarian potensi rumput laut coklat yaitu dengan upaya kegiatan penelitian dan budidaya agar tidak merusak ekosistem terumbu karang. Untuk melakukan kegiatan penelitian dan budidaya rumput laut serta mendapatkan manfaat rumput laut dari hasil penelitian, maka dibutuhkan tempat untuk melakukan kegiatan penelitian rumput laut. Pengembangan wilayah di daerah pesisir Pantai Ponjuk dapat dilakukan di perairan tanpa menyebabkan perubahan ekosistem. Cara pengembangan wilayah di pesisir pantai tanpa mengganggu ekosistem pantai dan dapat menimalisir kerusakan lingkungan, yaitu dengan menggunakan struktur apung pontoon menggunakan bahan Eco Float. Kata kunci : struktur apung pontoon, eco float, pusat penelitian, Rumput laut dan terumbu karang.
PENDAHULUAN Pengembangan wilayah pantai selalu menarik perhatian dari banyak pihak, karena pekerjaan pengembangan wilayah pantai merupakan suatu megaproyek, baik dari sisi investasi dan wujud fisik struktur yang ditangani. Oleh karena itu, para ahli di bidang struktur kini terus melakukan inovasi untuk mendapatkan sistem struktur yang mampu diaplikasikan secara efektif dari sisi pembiayaan maupun teknologi dalam rangka pengembangan wilayah pantai, tanpa mengganggu ekosistem pantai dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Salah satu system struktur yang kini secara intensif diuji coba dan dilakukan pengembangan, adalah konsep struktur terapung. Konsep struktur terapung digunakan sebagai tanah dengan luas permukaan yang luas. Konsep ini mampu bertahan saat terjadi gempa, karena strukturnya mengapung di
atas air dan dapat terhindar dari kerusakan bangunan. Desain struktur yang mampu melindungi dari bencana alam seperti gempa adalah sebuah struktur yang kokoh, tahan gempa dan berbobot ringan, serta dapat megapung di atas air. Desain struktur seperti inilah yang kini mulai dikembangkan oleh para ahli di bidang terkait, untuk memaksimalkan penggunaan lahan dan meminimalkan kerusakan yang terjadi saat gempa. Pulau Talango Sumenep merupakan daerah yang berpotensi sumber daya rumput laut coklatnya (Sargassum sp), dan alga lainnya. Permintaan pasar akan Sargassum ini biasanya banyak datang dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk melakukan penelitian terhadap kandungan Sargassum sp sebagai Nutraseutikal dan manfaat lainnya. Namun selama ini, Sargassum sp yang didapatkan adalah masih
dari alam dan belum hasil budidaya, apalagi resiko terbesar dari pengambilan langsung ini adalah rusaknya ekosistem terumbu karang, sebab Sargassum sp yang berada di Talango hidup di sekitar karang dan substrat berlumpur. Kenapa dibutuhkannya penelitian dan budidaya rumput laut, karena rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang memiliki hasil perikanan yang berpotensial tinggi pada bidang industri. Namun sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Dan kini rumput laut sedang gencar dikembangkan sebagai bahan pangan pokok di Indonesia. Untuk melakukan kegiatan penelitian dan budidaya rumput laut serta mendapatkan manfaat rumput laut dari hasil penelitian, maka dibutuhkan tempat untuk melakukan kegiatan penelitian rumput laut. Namun, untuk melakukan pengembangan wilayah di daerah pesisir Pantai Ponjuk tidak dapat dilakukan di darat karena sebagian besar lahan merupakan permukiman warga, sehingga pengembangan dapat dilakukan di perairan tanpa menyebabkan perubahan ekosistem. Cara pengembangan wilayah di pesisir pantai tanpa mengganggu ekosistem pantai dan dapat menimalisir kerusakan lingkungan, yaitu dengan menggunakan struktur apung pontoon. Beberapa pemaparan di atas, maka munculah gagasan untuk menggunakan struktur apung pontoon pada pusat penelitian rumput laut untuk menghindari kerusakan ekosistem. METODE PERANCANGAN Setelah didapatkan konsep desain maka dilakukan proses perancangan dengan cara menerjemahkan konsep ke dalam desain akhir. Metode perancangan yang digunakan metode pendekatan ekologi, menurut Metallinou (2006), yang merupakan pendekatan ekologi pada rancangan arsitektur atau konsep rancangan bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran dan
keberanian sikap untuk memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan ekosistem di alam. Pendekatan dan konsep rancangan arsitektur ini diharapkan mampu melindungi alam dan ekosistem. Produk desain pada perancangan berupa gambar digital, yang didalamnya terdiri atas siteplan, layout plan, denah, tampak, potongan, dan detail struktur apung. Sedangkan teknik yang digunakan untuk menampilkan perancangan tersebut menggunakan gambar secara digital dengan menggunakan aplikasi Autocad dan SketchUp. Selain itu, produk desain yang dihasilkan juga berupa maket struktur bangunan apung. Metode survei deskriptif yang mengumpulkan informasi mengenai tema dan keadaan pada saat penelitian dilakukan. Dari metode tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah dari isu yang berkembang agar dapat menemukan alternatif pemecahan masalah yang nantinya digunakan dalam proses analisis berdasarkan observasi, wawancara, dan literatur baik dari buku maupun media elektronik. Metode pengumpulan data digunakan untuk mendapatkan sintesis tentang struktur apung pusat penelitian rumput laut yang akan digunakan sebagai acuan tahap perancangan selanjutnya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi lapangan berupa observasi, wawancara, diskusi, peraturan pemerintah sekitar, dan lain-lain. Proses pengumpulan data meliputi pengumpulan data primer dan sekunder. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi tapak berada di Pantai Ponjuk, Pulau Talango, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Kawasan ini berbatasan langsung dengan Selat Madura.
Gambar 1.Kawasan Pantai Ponjuk Sumenep, Madura Sumber :Wikimapia.Com , 2011
Lokasi yang dipilih adalah pantai ponjuk, dikarenakan hasil rumput yang jauh lebih banyak serta adanya kegiatan persatuan nelayan sargassum terbanyak dipulau talango. Selain itu akses perahu ataupun kapal lebih mudah pencapaiannya, dikarenakan kontur pantai yang tidak telalu tajam. Pemilihan lokasi juga sudah diperhitungkan agar kapal dapat melewati untuk mencapai tapak agar tidak terbentur dengan karang. Bangunan pusat penelitian rumput laut yang dirancang ini terletak di Pantai Ponjuk, Desa Padike, Pulau Talango, Madura. Lahan tapak yang digunakan terletak di atas Laut Jawa, sehingga bangunan pusat penelitian ini terapung, luas terbangun ± 2.500 m2 dari luas total 10.000 m2 atau 1 hektar, sekitar 20% untuk lahan terbangun, dan 80% untuk lahan terbuka (perairan Laut Jawa). Pusat penelitian dibangun terapung untuk tujuan meningkatkan ekonomi dan wisata masyarakat sekitar dalam hal pengembangan rumput laut tanpa merusak ekosistem laut itu sendiri. Struktur apung menggunakan bahan Eco float yaitu modular float system terbuat dari Material High Density Polyethylene(HDPE) yang tahan terhadap sinar UV, air laut, korosi, kimiawi dan
minyak. Keunggulan dari eco float antara lain, Keamanan Permukaan pontoon yang anti slip membuat Modular Float System bebas dari bahaya tergelincir. Modular Float Sytem juga anti karat dan aman dibuat berjalan karena ponton nya yang stabil. Fleksibilitas yang dapat digunakan dimana mana dengan medan/ lapangan yang bervariasi dan dapat di ubah sewaktu-waktu sesuai dengan keinginan.Ekonomis denganbiaya pemeliharaan yang murah. Konstrusi yang Simple, mudah, dan cepat memasang dan membongkarnya. Daya tahan eco float kuat terhadap sinar UV, cuaca dingin, air laut, korosi, zat kimia dan oli, karena bahan terbuat dari HDPE. Kompresi Tinggi, lebih dari 3500 kg/sqm. Kekuatantest uji tarik denganhasil lebih dari 1950 kg/sqm yang disetujui oleh pihak berwenang test speed dengan hasil 50 mm/min. Kapasitas muatan besar hingga 350kg/m2. Pengaplikasian Eco Float dan beberapa material lain seperti Baja,Beton, dan plastik fiber HDPE sebagai pendukung, serta menggunakan sedikit asumsi pribadi yang mengacu pada beberapa studi komparasi seperti Bandara Yokosuka, karena pertimbangan kestabilan struktur. Sebagai gambaran Struktur yang dimaksud adalah sebagai berikut; Bangunan Struktur Bangunan Beton Fiber Beton Baja Eco float
Gambar 2. Gambaran susunan struktur apung kombinasi lengkap
Selain itu, alasan mengapa menggunakan metoda struktur tersebut dikarenakan analisis adanya pasang surut terlalu tajam pada saat tertentu. Pada rancang bangun bangunan pusat penelitian
rumput laut akan menggunakan empat (4) massa. Di antara massa tersebut tidak ada yang menggunakan tiang pancang dikarenakan pasang surut tersebut, selain itu juga menjaga kestabilan antar satu massa dengan massa yang lain. Agar bangunan tidak berubah arah dan goyangan akibat terjangan badai, maka dibawah struktur memakai pengikat seperti mooring pada bangunan tambang minyak lepas pantai, pada penjelasan (Semisubmersible). Hanya saja untuk pengikat struktur pontoon eco float yang akan di aplikasikan pada banguan pusat penelitian rumput laut ini memakai tekhnologi di dalam banguanan untuk menyesuaikan ketegangan tali pengikat dasar laut oleh pasang surut air yang tajam.Gambaran pasang surut.
surut dapat mencapai 8-9m dari permukaan. Sekilas gambaran ini dapat di analisa, struktur yang di gunakan hanya desain struktur pontoon terapung tanpa ada tiang pancang di setiap massa. Alasan mengapa setiap massa bangunan menggunakan struktur apung yaitu antisipasi yang terlalu tajam yang mengakibatkan pengikat diantara massa bangunan terjadi patahan yang mengakibatkan struktur tidak stabil, dengan catatan setiap massa menggunakan pengikat yang di tancapkan ke dasar laut yang menggunakan teknologi. Lahan tapak yang digunakan terletak di atas Laut Jawa, sehingga bangunan pusat penelitian ini terapung, luas terbangun ± 2.500 m2 dari luas total 10.000 m2 atau 1 hektar, sekitar 20% untuk lahan terbangun, dan 80% untuk lahan terbuka (perairan Laut Jawa).
Gambar 3.gambaran saat pasang air laut di pantai ponjuk
Pasang, pada gambar potongan diatas menggambarkan saat air laut pasang, ketinggian air dapat mencapai 18-20m dari dasar laut. Sekilas gambaran ini dapat di analisa dengan menggunakan dua (2) alternatif desain struktur. Alternatif sruktur yang pertama dapat menggunakan sturktur pancang di salah satu massa bangunan, salain sebagai pengikat juga menstabilkan struktur akibat terjangan ombak kuat. Alternatif ke dua seluruh massa menggunakan struktur pontoon apung, hanya saja harus ada pengikat agar stabil akibat gelombang, dan pasang surut air laut.
Gambar 4.gambaran saat surut air laut di pantai ponjuk
Surut, pada gambar potongan diatas menggambarkan saat air laut surut tajam. Air
Gambar 4. Site Plan
Tata letak massa dipengaruhi oleh orientasi dan zoning. Orientasi tapak menghadap daratan (utara) sehingga bangunannya pun menghadap utara. Sedangkan pengaruh zoning adalah tatanan massa yang disusun berdasarkan zona public, semi publik, privat. Massa dibedakan menjadi empat massa yaitu massa public adalah massa penerima, massa semi publik adalah massa kantor dan massa Laboratorium demplot, sedangkan massa yang keempat adalah
massa privat /laboratorium.
yaitu
massa
peneliti
Gambar 8. Potongan Tapak
Perspektif Tapak
Gambar 5. Denah
Pada tapak di pantai ponjuk ini, pola sirkulasi jalan yang digunakan adalah pola linier. Untuk menuju bangunan pengunjung dapat berjalan sembari menikmati keindahan laut. Ruang luar tapak ini merupakan laut yang di penuhi terumbu karang dan tempat budidaya rumput laut yang perlu dilestarikan, sehingga pengelolaan ruang luar di sekitar tapak meminimalisir area terbangun. Namun, beberapa area terbangun selain massa utama dan penunjang, terdapat area dermaga dan heliped di beberapa sisi tapak yang dihubungkan dengan jembatan pontoon. Contoh jembatan pontoon yang digunakan berupa eco float :
Gambar 9. Perspektif Tapak
Terlihat dari perspektif tapak terdapat dermaga apung di sisi barat dan utara bangunan, serta terdapat heliped di sisi timur bangunan. Bangunan pusat penelitian ini berpola radial yang berfilosofi tentang tetesan air yang jatuh dan menyebar. Bangunan ini menggunakan solar panel untuk menghasilkan daya listrik.
Gambar 6. Eco Float
Seperti gambar di atas jumlah pontoon eco float yang di gunakan berjumlah 4 kotak mengikuti tinggi pontoon bangunan utama Jembatan
Bangunan
Gambar 7. Konsep struktur
Gambar 10. Perspektif Bangunan
Gambar 11. Perspektif Interior - Laboratorium
Kesimpulan Pulau Talango Sumenep merupakan daerah yang berpotensi sumber daya rumput laut coklatnya (Sargassum sp), dan alga lainnya. Permintaan pasar akan Sargassum ini biasanya banyak datang dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk melakukan penelitian terhadap kandungan Sargassum sp sebagai Nutraseutikal dan manfaat lainnya. Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang memiliki hasil perikanan yang berpotensial tinggi pada bidang industri. kini rumput laut sedang gencar dikembangkan sebagai bahan pangan pokok di Indonesia. Rumput laut yang didapatkan adalah masih dari alam dan belum hasil budidaya, apalagi resiko terbesar dari pengambilan langsung ini adalah rusaknya ekosistem terumbu karang, sebab rumput laut hidup di sekitar karang yang bersubstrat lumpur. Kepentingan mengkaji hasil dari kandungan rumput laut mewadahi peneliti dengan adanya pusat penelitian. Standar sarana dan prasarana berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2007, Khusus Budidaya Rumput Laut tentang Ruang Praktik Program Keahlian Budidaya Rumput Laut. 1 2
Laboratorium basah Laboratorium kultur jaringan
3 4 5 6
Laboratorium hama dan penyakit Demplot di laut Ruang pascapanen Ruang penyimpanan
Pusat penelitian berkaitan dengan wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan penelitian,. Adanya perkembangan teknologi mempengaruhi peralatan yang digunakan dalam kegiatan laboratorium, menyangkut bentuk, ukuran, jenis, dan sifatnya. Kapabilitas suatu laboratorium dapat diartikan sebagai kemampuan dari segi kelengkapan dan kesesuaian secara khusus untuk melayani fungsi penelitian yang diwadahi. Gambar 12. Perspektif Interior
Untuk itu, konsep struktur merupakan solusi pembangunan di laut tanpa merusak ekosistem dan biota lau serta lingkungan sekitarnya. Struktur yang digunakan yaitu tipe pontoon, struktur yang mengapung (terletak) di permukaan laut dan struktur yang fleksibel dibandingkan dengan jenis lain dari struktur lepas pantai. Pontoon juga dikenal dalam literatur sebagai tikar skarena rancangan kecil yang berdimensi panjang. Oleh karena itu, pontoon merupakan struktur apung yang cocok karena tidak merusak ekosistem terumbu karang dan rumput laut di Pantai Ponjuk, Desa Padike, Talango, Madura. Selain itu, alasan mengapa menggunakan metoda struktur tersebut dikarenakan analisis adanya pasang surut terlalu tajam pada saat tertentu. Pada rancang bangun bangunan pusat penelitian rumput laut akan menggunakan empat (4) massa. Di antara massa tersebut tidak ada yang menggunakan tiang pancang dikarenakan pasang surut tersebut. Selain itu, juga menjaga kestabilan antar satu massa dengan massa yang lain. Agar bangunan tidak berubah arah dan goyangan akibat terjangan badai, maka dibawah struktur memakai pengikat seperti mooring pada bangunan tambang minyak lepas pantai. Hanya saja untuk pengikat struktur pontoon eco float yang akan di aplikasikan pada banguan pusat penelitian rumput laut ini memakai tekhnologi di dalam bangunan untuk menyesuaikan ketegangan tali pengikat dasar laut oleh pasang surut air yang tajam. Bahan struktur yang di gunakan yaitu memakai Eco float yang sudah ada uji tes dan standarnya dengan menggunakan asumsi sendiri dari beberapa analisa dan percobaan. Kelemahan dari bahan ini, pada belum diketahui kestabilan yang pasti jika menggunakan asumsi sendiri saat surut terjauh seperti penjelasan di bawah;
Bangunan Struktur Bangunan Beton Fiber Beton Baja Eco float
Gambar 13. Penjelasan bahan struktur
Yang di kotak warna merah saat terjadi surut akan terlihat ke permukaan yang membuat tekanan air terhadap pontoon ini berkurang mengakibatkan jembatan tidak seimbang ketinggiannya.
Gambar 14. Ukuran dan Bahan struktur
DAFTAR PUSTAKA Aditya S., Putu. 2009. Semisubmersible. (online) (http://putukebarongan.blogspot.com/2 009/10/semisubmersible.html) Diakses November 2012 Amiluddin, NM. 2007. Kajian Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii yang Terkena Penyakit Ice-Ice di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2012. Susunan dan Macam Ekosistem. (online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Ekosiste m). Diakses Oktober 2012
Anonim. 2010. Kondisi Lingkungan Yang Mempengaruhi Budidaya Rumput Laut. (online). (http://cararahasiaini.blogspot.com/201 0/01/kondisi-lingkungan-yangmempengaruhi.html) Diakses Oktober 2011 Anonim. 2010. Pusat Penelitian di Bali. (www.Archdaily.com ) Diakses Oktober 2011 Anonim. 2012. Anjungan Lepas Pantai. (online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Anjungan _lepas_pantai) Diakses Desember 2012 Anonim. 2011. Ark Hotel, Hotel Anti Bencana Buatan Rusia. (online). (http://bintangkarang.blogspot.com/20 11/01/ark-hotel-hotel-anti-bencanabuatan.html) Diakses Oktober 2011 Anonim. 2011. Metode Pembuatan Struktur Terapung (floating structure). (online). (http://infobangunan.com/artikel/38bangunan/78-metode-pembuatanstruktur-terapung-floatingstructure.html). Diakses Oktober 2011 Anonim. 2012. Semi Sub-mersible. (online). (http://en.wikipedia.org/wiki/Semisubmersible) Diakses November 2012 Anonim. 2012. Very Large Floating Structure. (online). (http://en.wikipedia.org/wiki/Very_lar ge_floating_structure) Diakses November 2012 Atmadja, W.S., A.Kadi, Sulistijo dan R. Rachmat. 1996. Pengenalan jenis-jenis rumput laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi – LIPI, Jakarta : 180 hal. B-Foam. 2011. Teknik Penambatan Rumah Terapung. (online) (http://www.bfoam.com/article-2012-teknikpenambatan-rumah-terapung.php). Diakses November 2012 Campbell NA, Reece JB. 2009. Biology. USA: Pearson Benjamin Cummings. Page. 415-419.
Chiara, Joseph De., Crosbie, Michael J. 2001. Time Saver Standard for Building Types. McGraw-Hill Danial, Meddy. 2010. Struktur Terapung Sebagai Pengganti Reklamasi. (online). (http://meddydanial.wordpress.com/) Diakses Oktober 2011 Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta. Hlm. 13-15 Indomigas. 2008. Offshore. (online). (http://indomigas.wordpress.com/offsh ore/) Diakses Desember 2012 ITB. 2004. Ekosistem sebagai lingkungan hidup manusia. Jamal Basmal, Yunizal dan Tazwir, 1999. Pengaruh Perlakuan Pembuatan Semi Refined Alginate Dari Rumput Laut Coklat (Turbinaria ornata) Segar Terhadap Kualitas Kalsium Alginat. Prosidings Pra Kipnas VII Forum Komunikasi I Ikatan Fikologi Indonesia (IFI). Serpong Gedung DRN, Puspitek, 8 September 1999. Halaman : 97 – 109. Kadi, A., Atmadja WS. 1988. Rumput Laut Jenis Algae. Reproduksi, Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Jakarta: Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 101 hlm. Keputusan Menteri Negara Kependudukan Dan Lingkungan Hidup Nomor: Kep-02/Menklh/I/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan Mather, Angus (1995). Offshore Engineering, Witherby & Company Ltd. ISBN 1-85609-078-7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2007 Khusus Budidaya Rumput Laut tentang Ruang Praktik Program Keahlian Budidaya Rumput Laut. Rasyid, A. 2009. Perbandingan Kualitas Natrium Alginat Beberapa Jenis Algae
Coklat. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 35 (1) : 57-64. Rinaldy, A. 2012. Jenis-jenis Bangunan Lepas Pantai. (online) (http://rinaldyaulia.blogspot.com/2011/ 01/jenis-jenis-bangunan-lepaspantai.html) Diakses November 2012 Sanggapramana. 2011. Very Large Floating Structure. (online) (http://sanggapramana.wordpress.com/ 2011/08/25/very-large-floatingstructure/). Diakses November 2012 Taghuci A., Tomoi T. 2001. A Stamp of Approval to Mega-Float Airport Feasibility "Mega-Float Airport Investigation Committee within Ministry of Land, Infrastructure and Transport of Japan has compiled their Final Report". (online). (http://www.mlit.go.jp/english/maritim e/mega_float.html) Diakses November 2012 TGA. Endah Susanti. 2003. Pusat pengembangan IPTEK. D.I. Jogjakarta TGA. Suharso. 1998. Puslitbang Teknologi Informasi. Surabaya Wahyuddin, Mohamad. 2010. Konstruksi Kapal. (online). (www.konstruksikapal.html) Diakses Oktober 2011 Watanabe E., C M Wang, T Utsunomia dan T Moan. 2002. Very Large Floating structures : Application, analysis and design. National University of Singapore. Yunizal. 1999. Teknologi Ekstraksi Alginat dari Rumput Laut Coklat. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut.