Stress Akibat Kerja Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6
future shock • Perubahan dari masyarakat industri menuju masyarakat informasi, teknologi manual menjadi teknologi tinggi (high tech and high touch), ekonomi nasional selalu dipengaruhi perubahan ekonomi dunia dll.
• Keadaan tersebut memaksa jutaan manusia harus berbenturan secara tiba-tiba dengan kejutan-kejutan masa depan (future shock) yang sebetulnya belum siap untuk menghadapinya. Kondisi tersebut ternyata banyak meninbulkan terjadinya stress pada masyarakat.
beberapa pengertian tentang stress • Dalam bahasa teknik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian - bagian tubuh. • Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh. • Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.
Manuaba (1998) • Definisi stress adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. • Dalam kaitanya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktivitas kerja yang bersangkutan.
Heerdjan (1990), • Heerdjan (1990) menguraikan bahwa stress merupakan suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri.
Mendelson (1990) • Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, di mana stress merupakan suatu ketidak mampuan pekerja untuk menghadapi tuntutan tugas dengan akibat suatu ketidaknyamanan dalam kerja. Sedangkan respon stress merupakan suatu total emosional individu dan atau merupakan respon fisiologis terhadap kejadian yang diterimanya. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat digaris bawahi bahwa stress muncul akibat adanya berbagai stressor yang diterima oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi (strain) dalam beranekaragam tampilan.
konsep stress #1 Stress sebagai stimulus. Stress sebagai variable bebas (independent variable) menitikberatkan pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor. Sebagai contoh: petugas air traffics control merasa lingkungan pekerjaanya penuh resiko tinggi, sehingga mereka sering mengalami stress akibat lingkungan pekerjaannya tersebut.
konsep stress #2 Stress sebagai respon. Stress sebagai variable tergantung (dependent variable) memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap stressor. Sebagai contoh: seseorang mengalami stress apabila akan menjalani ujian berat. Respon tubuh (strain) yang dialami dapat berupa respon psikologis (perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stress itu sendiri) dan respon fisiologis (jantung berdebar, perut mulasmulas, badan berkeringat dll).
konsep stress #3 Stress sebagai interaksi antara individu dan lingkungannya. Stress di sini merupakan suatu proses penghubung antara stressor dan strain dengan reaksi stress yang berbeda pada stressor yang sama.
Faktor Penyebab Terjadinya Stress Faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya stress pada seseorang sangatlah sulit, oleh karena sangat tergantung dengan sifat dan kepribadian seseorang. Suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress pada seseorang tetapi belum tentu akan menimbulkan hal yang sama terhadap orang lain.
Patton (1998) Perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan karena faktor psikologis dan social yang dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktorfaktor tersebut antara lain: • Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan dll. • Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri dll. • Sosial-kognitif seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya. • Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.
Clark (1995) dan Wantoro (1999) Kaitannya dengan tugas-tugas dan pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stress kemungkinan besar lebih spesifik. Clark (1995) dan Wantoro (1999) mengelompokkan penyebab stress (stressor) di tempat kerja menjadi tiga kategori yaitu a. stressor fisik, b. psikofisik dan c. psikologis.
Cartwright et. al. (1995) #1 6 Penyebab stress akibat kerja: 1. Faktor intrinsik pekerjaan. Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan di mana sangat potensial menjadi penyebab terjadinya stress dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising , berdebu, bau, suhu panas dan lembab dll ) , stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan beresiko tinggi dan berbahaya, pemakaian tehnologi baru, pembebanan berlebih, adaptasi pada jenis pekerjaan baru dll.
Cartwright et. al. (1995) #2 2. Faktor peran individu dalam organisasi kerja. Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik. Karasek et al (1988) dalam suatu penelitian tentang stress akibat kerja menemukan bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah yang lebih tinggi serta mempunyai kecenderungan merokok yang lebih banyak dari karyawan yang lain.
Cartwright et. al. (1995) #3 3. Faktor hubungan kerja. Hubungan baik antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress. Kecurigaan antara pekerja, kurangnya komunikasi, ketidak nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja (Cooper & Payne, 1988). Tuntutan tugas yang mengharuskan seorang tenaga kerja berkerja dalam tempat terisolasi, sehingga tidak dapat berkomunikasi dengan pekerja lain (seperti; operator telepon, penjaga mercu suar, dll) juga merupakan pembangkit terjadinya stress.
Cartwright et. al. (1995) #4 4. Faktor pengembangan karier. Perasaan tidak aman dalam pekerjaan, posisi dan pengembangan karier mempunyai dampak cukup penting sebagai penyebab terjadinya stress. Menurut Wantoro (1999) faktor pengembangan karier yang dapat menjadi pemicu stress adalah a) ketidakpastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi kerja dll. b) promosi berlebihan atau kurang: promosi yang terlalu cepat atau tidak sesuai dengan kemampuan individu akan menyebabkan stress bagi yang bersangkutan atau sebaliknya bahwa seseorang merasa tidak pernah dipromosikan sesuai dengan kemampuannya juga menjadi penyebab stress.
Cartwright et. al. (1995) #5 5. Faktor struktur organisasi dan suasana kerja. Penyebab stress yang berhubungan dengan struktur organisasi dan suasana kerja biasanya berawal dari budaya organisasi dan model manajemen yang dipergunakan. Beberapa faktor penyebabnya antara lain, kurangnya pendekatan partisipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan kantor. Selain itu seringkali pemilihan dan penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress.
Cartwright et. al. (1995) #6 6. Faktor di luar pekerjaan, Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert) sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain. Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.
#1
faktor lain yang kemungkinan besar dapat menyebabkan stress akibat kerja
1. Ancaman pemutusan hubungan kerja. Faktor ini sering kali menghantui para karyawan di perusahaan dengan berbagai alasan dan penyebab yang tidak pasti. Salah satu contoh kasus pengebomam hebat yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002 di Legian Kuta Bali merupakan kasus yang memberikan dampak negatif di bidang ketenagakerjaan di samping dampakdampak kemanusian, sosial dan ekonomi. Khusus pada bidang ketenagakerjaan, ribuan karyawan sektor pariwisata terancam pemutusan hubungan kerja akibat menurunnya turis yang datang ke Bali. Kondisi demikian sudah barang tentu menimbulkan keresahan bagi karyawan dan berakibat kepada timbulnya stress.
#2
faktor lain yang kemungkinan besar dapat menyebabkan stress akibat kerja 2. Perubahan politik nasional. Perubahan politik secara cepat berakibat kepada pergantian pemimpin secara cepat pula, diikuti dengan pergantian kebijaksanaan pemerintah yang seringkali menimbulkan pro dan kontra. Kondisi demikian tidak jarang menimbulkan kegelisahan para pegawai, akibatnya motivasi kerja menurun, angka absensi meningkat, mogok kerja dll. Keadaan tersebut juga merupakan bentuk dari adanya stress.
#3
faktor lain yang kemungkinan besar dapat menyebabkan stress akibat kerja 3. Krisis ekonomi nasional. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, seperti yang terjadi di Indonesia menyebabkan banyak perusahan melakukan efisiensi dalam bentuk perampingan organisasi. Akibatnya ribuan karyawan terancam berhenti kerja atau pensiun muda dan pencari kerja kehilangan lowongan pekerjaan. Stress dan depresi menjadi bahasa popular pada kalangan masyarakat pekerja maupun pencari kerja
Mathews (1989) Pengaruh Stress 1. Reaksi Psikologis. Stress biasanya merupakan perasaan subjektif seseorang sebagai bentuk kelelahan, kegelisahan (anxiety) dan depresi. Reaksi psikologis kepada stress dapat dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan dan perilaku (arousal). 2. Respon sosial. Setelah beberapa lama mengalami kegelisahan, depresi, konflik dan stress di tempat kerja, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan keluarga dan lingkungan social.
Mathews (1989) Pengaruh Stress 3. Respon stress kepada gangguan kesehatan atau reaksi fisiologis. Bila tubuh mengalami stress, maka akan terjadi perubahan fisiologissebagai jawaban atas terjadinya stress. Adapaun sistem di dalam tubuh yang mengadakan respon adalah diperantarai oleh saraf otonom, hypothalamic-pituitari axis dan pengeluaran katekolamin yang akan mempengaruhii fungsi-fungsi organ di dalam tubuh seperti sistem kardiovaskuler, sistem gastro intestinal dan gangguan penyakit lainnya (Wantoro, 1999).
Mathews (1989) Pengaruh Stress 4. Respon Individu. Pengaruhnya sangat tergantung dari sifat dan kepribadian seseorang.. Dalam menghadapi stress, individu dengan kepribadian introvert akan bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian ekstrovert. Seseorang dengan kepribadian fleksibel atau luwes akan mengalami ketegangan yang lebih besar dalam suatu konflik, dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian rigid.
Pencegahan dan Pengendalian Stress Akibat Kerja Sauter, et a.l (1990) dikutip dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memberikan rekomendasi cara untuk mengurangi stress akibat kerja : 1. Beban kerja baik fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yanag bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban yang terlalau ringan. 2. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.
Pencegahan dan Pengendalian Stress Akibat Kerja 3. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan kemanpuan keahlian. 4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara tenaga kerja yang satu dengan yang lain, tenaga kerja-supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi akan membuat situasi yang nyaman. 5. Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk meningkatkan karier dan pengembangan usaha.
Cartwright et al (1995) dikutip dari Elkin dan Rosch (1990) Cara mengurangi stress akibat kerja secara lebih spesifik yaitu: 1. Redesain tugas-tugas pekerjaan 2. Redesain lingkungan kerja 3. Menerapkan waktu kerja yang fleksibel 4. Menerapkan manajemen partisipatoris 5. Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier 6. Mengalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan (goals) 7. Mendukung aktivitas social 8. Membanagun tim kerja yang kompak 9. Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil
untuk mengurangi terjadinya stress 1. Menghilangkan faktor penyebab stress, khususnya yang berasal dari tasks, organisasi kerja dan lingkungan kerja. 2. Memposisikan pekerja pada posisi yang seharusnya (The right man on the right place).
3. Mengembangkan stuktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi masyarakat pekerjanya. 4. Menjamin perasaan aman setiap pekerja.
Kepustakaan : • Clark, D.R. 1996. Workstation Evaluation and Design. Dalam: Battacharya, A. & McGlothlin, J.D. eds. Occupational Ergonomic. Marcel Dekker Inc. USA: 279-302. • Cartwright, S., Cooper, C.L., and Murphy, L.R. 1995. Diagnosing a Healhty Organisation A Protective Approach to Stress in The Workplace. American Psychological Assosiation. Wasington. 15: 217-229. • Cooper, C.L., and Payne, R., 1988. Causes, Coping and Consequences of Stress at Work. New York, Wiley. • Heerdjan, S. 1990. Stress Sebagai Penghambat Produktivitas kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta. Vol XXIII (3):3238. • Karasek, R.A., Theorell, T., dan Schwartz, J.E. 1988. Job Characteritics in Relation to The Prevalence of Myocardinal Infaration in The U.S. Health Examination Survey. American Journal of Public Health, 78: 682-684.
Kepustakaan : • Levi, L. (1991) Stress. Dalam: Parmeggiani, L. Edt.. Encyclopedia of Occcupational Health and Safety. ILO.Geneva. • Mendelson, G., 1990. Occupational Stress. Dalam: Journal of Occupational Health and Safety. Aust NZ, 6(3):175-180. • Manuaba, 1998. Stress and Strain. Dalam: Bunga Rampai Ergonomi Vol I. Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja Universitas Udayana Denpasar. • Mathew, J., 1989. Stress and Burnout. Dalam: Health and Safety at Work. Australia Trade Union Safety Representatives Handbooks. New South Wales. Australia. 16: 408-415. • Patton, P., 1998. Emotional Intelegence di Tempat Kerja. ed. Julia Tahitoe. Jakarta. • Sauter, S.L., Murphy, L.R. and Hurrell, J.J., 1990. A National Strategy for The Prevention of Work-Related Psychological Disorders. American Psychologist. 45:146-1158. • Wantoro, B. 1999. Stress Kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta. Vol XXXII (3): 3-9.
sekian • terimakasih