STRATEGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA DALAM PENGAJUAN AKREDITASI INSTITUSI PERGURUAN TINGGI (AIPT) Disampaikan oleh : Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec.
PANORAMA REGENCY, BATAM 5-7 September 2013
STRATEGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA DALAM PENGAJUAN AKREDITASI INSTITUSI PERGURUAN TINGGI (AIPT) Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec.1
A. Pendahuluan Universitas Islam Indonesia (UII) didirikan oleh beberapa tokoh nasional seperti Muhammad Hatta (Wakil Presiden Pertama Indonesia), Mohammad Natsir, Mohammad Roem, dan K.H. A. Wachid Hasyim, KH. Mas Mansyur pada tanggal 8 Juli 1945 atau bertepatan dengan 27 Rajab 1364 H. Awalnya, UII memiliki empat fakultas yaitu Fakultas Agama, Fakultas Hukum, Fakultas Pendidikan, dan FakultasEkonomi. Kemudian
UII terpaksa
ditutup
sementara
akibat
agresi
militer
Belanda.Pada awal 1950-an, tak lama setelah perang, UII harus memindahkan aktivitas perkuliahan di beberapa tempat di kota Yogyakarta, bahkan sempat menggunakan Kraton Yogyakarta dan rumah dosen sebagai ruang kelas. Sejak awal 1990-an sampai saat ini, UII telah mengembangkan kampus terpadu yang terletak di Kabupaten Sleman, di bagian utara Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian besar fakultas di UII telah berlokasi di lahan seluas 25 hektar ini. Sampai dengan semester ganjil 2012/2013, UII memiliki delapan fakultas dengan lima program diploma tiga, 22 program sarjana, tiga program profesi, sebelas program master, dan tiga program doktor serta lembaga-lembaga pendukung.
1
Rektor Universitas Islam Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI)
2
Pimpinan UII menyadari
bahwa,
seiring
berjalannya
waktu,
persaingan antara perguruan tinggi semakin ketat. Ketika Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) mulai melakukan akreditasi insitusi pada tahun 2008, Pimpinan UII, sebagai pimpinan universitas tertua di Indonesia, memandang perlu untuk berpartisipasi pada proses akreditasi tersebut, meskipun akreditasi insitusi pada saat itu tidak bersifat wajib. Pimpinan UII sadar betul arti pentingnya sebuah akreditasi insitusi, terutama untuk memposisikan diri di kancah persaingan antar perguruan tinggi. Selain itu, pimpinan UII ingin menunjukkan kepada stakeholder bahwa UII teruji kualitasnya secara formal oleh BAN-PT. Pada tahun 2008, UII berhasil menyelesaikan proses akreditasi dan mendapatkan akreditasi “B”. Pimpinan UII melihat capaian ini bukan hanya sebagai suatu prestasi yang perlu disyukuri dan dibanggakan tetapi juga sebagai media untuk mengevaluasi diri dan memperbaiki berbagai kekurangan yang ada. Secara umum, perbaikan ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola UII. Secara khusus, perbaikan ini bertujuan untuk mempersiapkan akreditasi insitusi periode berikutnya, yaitu periode tahun 2013. Kelemahan-kelemahan yang terdeteksi pada saat proses pengajuan akreditasi 2008 dan masukan-masukan assessor pada saat itu dijadikan sebagai bahan perbaikan tata kelola UII.
B. Strategi Universitas Islam Indonesia dalam Pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) Tahun 2013 Saat ini persaingan perguruan tinggi semakin ketat. Persaingan antar perguruan tinggi sudah bukan hanya terbatas pada lingkup
3
domestik namun juga sudah merambah pada tataran global. Karena itu, sudah barang tentu semua perguruan tinggi berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitasnya agar dapat selalu eksis di tengah persaingan yang semakin ketat tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi target tersebut adalah Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi. Saat ini, perguruan tinggi di Indonesia yang terakreditasi masih sangat sedikit. Terlebih perguruan tinggi yang terakreditasi “A”. Sebagai bentuk komitmen terhadap kualitas pendidikan, UII telah mengajukan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi sebanyak dua kali. Tahun 2008, UII mengajukan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi dan memperoleh akreditasi “B”. Kemudian tahun 2013, UII mengajukan lagi Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi dan memperoleh akreditasi “A”. Pencapaian UII tersebut tidaklah tiba-tiba melainkan by design. Artinya, Akreditasi “A” yang diperoleh UII telah disiapkan dan direncanakan dengan memperhatikan catatan dan saran dari asessor pada saat visitasi akreditasi tahun 2008. Untuk memperoleh Akreditasi “A” tidaklah mudah tetapi masih mungkin untuk diusahakan. Hanya saja, diperlukan persiapan yang matang. Terutama untuk menyelesaikan kendala-kendala yang muncul selama
proses
pengajuan
Akreditasi
Institusi
Perguruan
Tinggi.
Kendala-kendala yang muncul selama proses pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi perlu dijadikan pemicu motivasi perguruan tinggi untuk lebih bekerja keras. Sebaliknya, kendala-kendala yang muncul seharusnya tidak dijadikan alasan untuk tidak mengajukan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi. Pada dasarnya, kendala yang dihadapi masing-masing perguruan tinggi selama proses pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi relatif sama. Hanya saja, cara menyelesaikannya yang berbeda. Berikut 4
ini uraian singkat terkait kendala yang sering muncul selama proses pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi: 1. Sulit mengumpulkan anggota tim Pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi bukanlah pekerjaan yang ringan. Karena itu, biasanya dibentuk tim untuk proses ini. Hanya saja tidak semua anggota tim mempunyai komitmen waktu dan komitmen kerja yang baik. Akibatnya, proses pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi berjalan tidak optimal. Padahal untuk mengajukan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi dibutuhkan kerjasama tim yang solid. Selain itu, pengawasan pimpinan juga menjadi faktor sulitnya mengumpulkan anggota tim. Sebab, beberapa anggota tim tidak datang dalam rapat koordinasi dengan alasan pimpinan tidak datang. Hal itu diperparah dengan sifat saling menggantungkan kepada orang lain dalam mengerjakan tugas. Sehingga tugas yang diselesaikan
tidak
berdasarkan
perorangan.
Padahal
fungsi
kerja
tim
dibentuknya
melainkan
tim
adalah
kerja untuk
memberikan kemudahan dalam mengerjakan tugas yang telah ditetapkan oleh tim. 2. Anggota tim yang kurang cakap dan terampil Kendala ini sangat mungkin terjadi. Sebab tidak semua anggota tim yang telah ditetapkan oleh perguruan tinggi sesuai dengan bidangnya. Akibatnya, tugas yang diberikan tidak dapat diselesaikan dengan optimal. Misalnya, ketika tim pengisian borang yang ditunjuk tidak terbiasa menulis maka hasilnya tidak akan optimal. Sebab, bahasa yang digunakan dalam mengisi
5
borang tidak sepenuhnya memperhatikan kaidah ejaan yang telah disempurnakan. Selanjutnya, ketika tim yang ditunjuk tidak menguasai materi isian borang standar 1, standar 2, standar 3, standar 4, standar 5, standar 6, dan standar 7 maka hasil yang diperoleh juga tidak optimal. Karena itu, pimpinan perguruan tinggi perlu selektif dalam menetapkan Tim Pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi sehingga sesuai dengan bidang yang ditekuninya. 3. Data yang dibutuhkan untuk AIPT menyebar sehingga sulit untuk dikumpulkan Data merupakan bagian penting dari proses pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi. Data digunakan untuk melengkapi isian borang. Sementara itu, data yang dibutuhkan tidak sedikit dan tersebar di lingkungan perguruan tinggi. Kendala ini merupakan kendala utama selama proses pengisian borang. Karena itu, dibutuhkan data collector dari masing-masing unit. Tugas data collector adalah menyiapkan data yang dibutuhkan Tim Pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi untuk keperluan pengisian borang dan visitasi Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi. 4. Penulisan tidak mengacu pada standar penilaian yang telah ditetapkan
Kendala ini dapat terjadi ketika tim mengisi borang akreditasi institusi perguruan tinggi. Kadang terdapat anggota tim yang mengisi borang sesuai dengan instinknya tanpa mengacu kepada buku standar penilaian yang telah ditetapkan. Fenomena ini terjadi karena rasa percaya diri anggota tim yang sangat tinggi. Biasanya rasa percaya diri tersebut muncul karena anggota tim
6
merasa telah melakukan apa yang ditanyakan borang dalam keseharian di kampus. Padahal itu menjadi bumerang karena isian borang yang tidak sesuai dengan kriteria buku panduan penilaian pengisian borang maka akan mengurangi bobot nilai borang. Hal ini perlu diperhatikan secara seksama oleh Tim Pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi. 5. Data base yang kurang memadai Data
Base
merupakan
salah
satu
bagian
dari
sistem
informasi. Sistem informasi merupakan salah satu bagian dari isian borang standar 6. Dalam upaya pengajuan akreditasi institusi perguruan tinggi, data base digunakan untuk menyimpan data perguruan tinggi berupa peraturan universitas, peraturan rektor, rencana strategis, rencana kerja dan anggaran tahunan, dan data lainnya. Penyimpanan data perguruan tinggi dalam data base menunjukkan bahwa sistem informasi di perguruan tinggi sangat accsesible. Aksesibelitas informasi perguruan tinggi dan keterbukaan informasi perguruan tinggi kepada public merupakan salah satu kriteria penilaian dalam akreditasi institusi perguruan tinggi. Fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa data base perguruan tinggi mempunyai peran yang penting dalam akreditasi institusi perguruan tinggi. Karena itu, jika data base yang dimiliki perguruan tinggi kurang memadai maka akan berpengaruh pada penilaian asessor. Sebab, asessor akan melakukan desk evaluasi sebelum
melakukan
visitasi
ke
perguruan
tinggi.
Sehingga
pimpinan perguruan tinggi perlu memperhatikan permasalahan ini ketika akan mengajukan akreditasi institusi perguruan tinggi.
7
Kendala selama proses pengajuan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi bukan satu-satunya hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perguruan tinggi. Pimpinan perguruan tinggi juga perlu memperhatikan beberapa hal penting yang seringkali berpotensi menjadi kelemahankelemahan perguruan tinggi. Kelemahan-kelemahan penting tersebut meliputi: 1. Rasio Dosen Tetap dengan Mahasiswa kurang proporsional. 2. Persentase Dosen Tidak Tetap dengan Dosen Tetap (Jumlah Dosen Tidak Tetap harus lebih kecil dibandingkan dengan Dosen Tetap). 3. Persentase jenjang pendidikan dosen relatif tidak seimbang, khususnya jumlah guru besar dan jumlah doktor. 4. Jumlah penelitian dosen tetap yang relatif rendah. 5. Hak paten yang dimiliki perguruan tinggi relatif sedikit. 6. Persentase kelulusan tepat waktu. Khususnya untuk jenjang pendidikan S-2 dan S-3. 7. Rata-rata lama studi lulusan untuk jenjang D-3 dan S-1. 8. Persentase dana perguruan tinggi yang berasal dari mahasiswa terlalu besar. 9. Beasiswa
yang
diberikan
oleh
perguruan
tinggi
kepada
mahasiswa, khususnya beasiswa bagi mahasiswa yang berasal dari daerah tertinggal. 10. Sarana prasarana dan sistem informasi yang kurang memadai. Berdasarkan uraian kendala-kendala yang muncul selama proses pengajuan
akreditasi
institusi
perguruan
tinggi
dan
kelemahan-
kelemahan yang berpotensi muncul di lingkungan perguruan tinggi maka perlu dirumuskan strategi untuk mengatasi perihal tersebut di atas. Berikut uraian strategi yang memungkinkan untuk dilakukan : 8
1. Perlu dibentuk tim yang solid Untuk mengajukan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi dibutuhkan sebuah tim yang solid. Tim yang solid perlu terdiri dari ketua, koordinator standar, dan satuan tugas unit. Ketua Tim bertugas untuk mengkoordinasi koordinator tiap-tiap standar. Karena
terdapat
tujuh
standar
dalam
pengajuan
akreditasi
institusi perguruan tinggi maka terdapat tujuh koordinator. Koordinator Standar bertanggung jawab penuh terhadap isian borang pada standar tersebut. Sementara untuk satuan unit bertugas untuk melacak data yang belum terdokumentasi. Selanjutnya, Tim tersebut perlu didukung tim kecil/task force yang bertugas untuk penyelarasan bahasa isian borang. Hal itu dimaksudkan untuk mengecek penggunaan bahasa supaya sesuai dengan
ejaan
yang
sudah
disempurnakan.
Sebab,
karakter
bahasan yang digunakan masing-masing anggota tim pastilah berbeda. 2. Setiap anggota tim wajib mengkosongkan kegiatan pada hari tertentu Kegiatan
ini
dilakukan
sebagai
bentuk
komitmen
tim
pengajuan akreditasi institusi perguruan tinggi. Sebab, pengajuan akreditasi institusi perguruan tinggi sangat menyita waktu. Terutama untuk pengisian borang akreditasi. Karena itu, anggota tim
pengajuan
akreditasi
institusi
perguruan
tinggi
perlu
mengedepankan keikhlasan dan kerelaan hati untuk menyediakan waktu dalam mengisi borang akreditasi. Tanpa dua hal tersebut maka hasilnya tidak akan optimal. 3. Menyiapkan keperluan visitasi akreditasi perguruan tinggi dengan baik
9
Visitasi merupakan salah satu rangkaian dalam pengajuan akreditasi institusi perguruan tinggi. Hal penting yang perlu disiapkan pada saat visitasi akreditasi adalah bukti dokumen isian borang. Artinya, apa yang dituliskan dalam borang seperti peraturan,
dokumen
admisi,
dokumen
kurikulum,
dokumen
renstra, dokumen mutu, dan lain sebagainya perlu disiapkan. Hal ini
sebagai
bentuk
antisipasi
jika
asessor
menanyakan
dokumennya.
C. Penutup Demikian paper ini disusun sebagai salah satu langkah untuk mengembangkan perguruan tinggi yang terakreditasi “A”. Akreditasi “A” perguruan tinggi tidak bisa diperoleh tanpa adanya komitmen pimpinan dan dukungan dari seluruh sivitas akademika. Oleh karena itu, dibutuhkan kesatuan persepsi dan langkah bersama dari seluruh sivitas
akademika
di
masing-masing
perguruan
tinggi
untuk
mewujudkan perguruan tinggi yang terakreditasi “A”.
10