STRATEGI SUSTAINABLE MARKETING ENTERPRISE DALAM PENGEMBANGAN WIDYAISWARA MENDUKUNG CITRA LEMBAGA KEDIKLATAN YANG DIPERHITUNGKAN ABSTRAK Widyaiswara merupakan salah satu alternatif jabatan dalam pengembangan karier aparatur penyelenggara negara. Menuntut pola pengembangan karier yang jelas, yang didukung dengan strategi dan kebijakan yang memberikan peluang Widyaiswara dalam pengembangan kapasitasnya secara optimal. Citra Lembaga Kediklatan sangat dipengaruhi oleh tingkat profesionalisme Widyaiswara. Kelembagaan dalam kediklatan merupakan wadah yang di dalamnya harus memunculkan cermin kreativitas dan inovasi seorang Widyaiswara. Widyaiswara diberikan peluang untuk dapat diberdayakan dalam mengkaji, meneliti, dan membuat konsep-konsep kebijakan yang ada serta wujud dari penerapan kebijakan tersebut. Dukungan kebijakan yang positif dalam pengembangan karier Widyaiswara dari berbagai pihak yang terkait dengan kelembagaan diklat, akan memotivasi kinerja seorang Widyaiswara untuk dituntut dapat berperan secara aktif dalam pembangunan sumberdaya manusia aparatur. Kata Kunci: pengembangan karier Widyaiswara, citra lembaga kediklatan, kebijakan yang positif.
LATAR BELAKANG Sebenarnya Badan Diklat Provinsi DIY. sudah memiliki modal atau kekuatan untuk mewujudkan Badan Diklat Provinsi DIY sebagai icon yang harus diperhitungkan, yaitu dengan dukungan Jogja dikenal sebagai daerah tujuan pendidikan. Hal tersebut memberikan makna bahwa Badan Diklat Provinsi DIY. adalah bagian dari pendidikan yang perlu disejajarkan dengan pendidikan formal yang sudah terkemuka di tingkat nasional dan internasional seperti Universitas Gadjah Mada, SMA dan SMP Favorit di Yogyakarta, atau pendidikan formal maupun non formal lainnya yang sangat banyak dijumpai di Yogyakarta. Dengan perkembangan Badan Diklat Provinsi DIY. pada sekarang ini terlihat adanya kesan seperti mengesampingkan keberadaan Badan Diklat Provinsi DIY. bahkan ada yang berniat membubarkannya tanpa melihat Visi dan Misi Pemda Provinsi DIY. dan peran kediklatan aparatur yang harus dilihat sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, hal ini tentu berdampak bagi pengembangan karier seorang Widyaiswara. Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat (1), dijelaskan bahwa Widyaiswara merupakan Pendidik yang berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Hal tersebut adalah salah satu dari upaya yang kurang positif dari sekian contoh banyaknya kebijakan yang cenderung mematahkan motivasi widyaiswara untuk maju, tingkat kepedulian top manager belum sepenuhnya mendukung keberadaan diklat, kurang adanya koordinasi dalam penyelenggaraan diklat aparatur di lingkungan Pemerintah Provinsi DIY., serta tidak adanya bantuan pendidikan lanjutan. Untuk menuju Badan Diklat Provinsi DIY. sebagai icon yang diperhitungkan di tingkat global khususnya widyaiswara, perlu segera dilakukan strategi antara lain, memberdayakan widyaiswara secara penuh dalam setiap kegiatan diklat, widyaiswara diberikan kebebasan merencanakan program pengembangan dirinya menurut alokasi anggaran yang ada, mencabut kebijakan wajib mengajar 9 jam pelajaran per bulan karena tunjangan jabatan bukan hanya untuk mengajar saja tetapi juga untuk memenuhi kewajiban dan keperluan widyaiswara sesuai ruang lingkup ketugasan widyaiswara yang lain, membentuk jejaring kerja dengan orientasi kediklatan untuk referensi pembelajaran ke dalam dan luar negeri, peningkatan TOEFL Bahasa Inggris secara kontinyu, serta mengikutsertakan widyaiswara dalam diklat dan peluang studi ke tingkat yang lebih tinggi. Programprogram tersebut penting dan perlu segera dilaksanakan apabila Pemerintah Provinsi DIY. tetap ingin mempertahankan icon Jogja sebagai pusat pendidikan. PENGEMBANGAN STRATEGI PENINGKATAN KINERJA WIDYAISWARA DI BADAN DIKLAT PROVINSI DIY. Guna menjawab berbagai kondisi permasalahan dalam upaya pengembangan kinerja widyaiswara perlu dilakukan berbagai upaya strategi dengan melakukan pendekatan dengan mempergunakan model analisis Sustainable Marketing Enterprise. Pada dasarnya terdapat tiga perubahan yang mempengaruhi eksistensi suatu organisasi secara umum dan widyaiswara pada khususnya, yakni politik (political change), teknik (technical change) dan budaya (cultural change). 1. Perubahan Politik Perubahan politik membawa perubahan kepada kebijakan yang berhubungan dengan pengembangan widyaiswara. Guna mendukung upaya pengembangan widyaiswa menuju profesionalisme kompetitif diperlukan bentuk kebijakan antara lain adalah bekerja sama dengan stakeholder lainnya memfasilitasi penggunaan teknologi informasi untuk memperluas potensi pasar widyaiswara menuju ke arah global. 2. Perubahan Teknik Dalam rangka menjadikan widyaiswara menjadi professional dan kompetitif, dan
bernilai tinggi, maka kualitasnya harus ditingkatkan terutama latar belakang studi, kemampuan penyerapan teknologi informasi, penguasaan Bahasa Inggris, dan halhal lain menyesuaikan permintaan pasar dalam arti calon peserta atau lembaga yang akan mengirim peserta diklat. 3. Perubahan Budaya Pengaruh budaya melalui teknologi informasi baik media cetak maupun elektronik ternyata sangat besar terhadap kehidupan masyarakat. Upaya yang ditempuh dalam rangka menjadikan widyaiswara professional dan kompetitif yang berdaya saing adalah dengan pendekatan teori secara analisis model STV (Strategy, Tactic, Value). STV model merupakan inti dari model SME (Sustainable Marketing Enterprises) yang memiliki 3 sub model yaitu: Outlook, Architecture, dan Scorecard. Model tersebut menjelaskan bagaimana menganalisis penampilan (outlook) bagi lanskap, bagaimana merancang architecture bisnis/diklat di masa mendatang, serta bagaimana menyeimbangkan scorecard antara widyaiswara dan peserta diklat. Sub model architecture terdiri dari 3 komponen yaitu : Strategy (S), Tactic (T) dan Value (V), yang jika digabungkan dikenal sebagai STV Triangle. Masing-masing komponen dari sub model ini terdiri dari 9 elemen stratejik dari architecture (nine core elements of architecture). Upaya mewujudkan widyaiswara menjadi professional dan kompetitif di tingkat global, dalam sub model architecture perlu didesain sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Analisis model tersebut adalah sebagai berikut. 1. Analisis Penyusunan Tactic (target market-share) Analisis penyusunan taktik untuk mencapai target market terdiri dari 3 elemen yaitu : diferentiation, marketing mix, dan selling. Ketiga elemen ini perlu didesain sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. a. Diferentiation Menurut Philip Kotler terdapat 5 variabel diferentiation yaitu product, services, personnel, chanel dan image. Dalam mengembangkan widyaiswara menuju profesionalisme kompetitif diperlukan daya tarik yang akan dipasarkan, hal ini sangat dipengaruhi oleh image Jogja sebagai Pusat Pendidikan, sehingga memungkinkan untuk dapat diwujudkan, namun demikian image negatif pun berkembang widyaiswara hanya untuk mempanjang usia, masuk kantor hanya pada waktu mengajar dan langsung dapat honor, dan sebagainya. Oleh karena itu untuk mengurangi image negatif dan mengembangkan image positif maka perlu brand image kepada target market bahwa Badan DIklat Provinsi DIY. mempunyai widyaiswara yang professional dan kompetitif. Brand image ini dapat dilakukan dengan lealet, penulisan buku, penulisan literature di media cetak dan elektronik yang menyebutkan keberadaan Widyaiswara Gunung Sempu di dalamnya. Upaya diferentiation dilakukan dengan meningkatkan kualitas kompetensi widyaiswara dengan strategi pemberdayaan widyaiswara secara maksimal dalam
setiap kegiatan diklat, dengan demikian muncul kreativitas dan inovasi hasil pemikiran bersama terhadap kegiatan diklat sebagai sesuatu hal yang unik dan beda dengan produk diklat lembaga lain. b. Marketing Mix The marketing mix menurut Philip Kotler (2003) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan suatu perusahaan untuk mencapai tujuan pemasaran pada target pasar yang telah ditetapkan. Mc Curthy (dalam Kotler, 2003) mengklasiikasikan seperangkat tool tersebut kedalam 4 kelompok yaitu : 1) Product; produk dalam analogi widyaiswara adalah hasil proses pembelajaran yang dihasilkan semestinya berkualitas dan bermutu. Hasil transfer ilmu akan membawa kesan kepada peserta untuk menceritakan kepada calon peserta lain. Kesan yang menyenangkan dari sisi penyampaian materi, serta manfaat dari sisi pengetahuan dan ketrampilan merupakan salah satu tanggungjawab widyaiswara yang mempunyai semangat untuk maju dan berdaya saing tinggi. 2) Price; dalam arti mutu widyaiswara akan menentukan penampilan widyaiswara di depan peserta diklat aparatur. Kompetensi, latar belakang studi, dan referensi pengalaman yang memadai akan menentukan tingkat harga atau standar dan persaingan di pasaran, oleh karena itu dengan mengusahakan dan memprioritaskan pengembangan widyaiswara dalam upaya menuju profesionalisme diperlukan dukungan anggaran yang memadai dan meningkatkan motivasi berprestasi bagi widyaiswara. 3) Place; merupakan tempat-tempat atau lokasi yang potensial untuk penawaran diklat dan sarana pengembangan profesionalisme widyaiswara. Lokasi yang kaya akan sumberdaya alam dan PAD yang tinggi mejadi lahan penawaran dan lokasi studi banding setiap kegiatan kediklatan, walaupun tidak menutup kemungkinan lokasi atau daerah yang lain. Widyaiswara perlu menentukan lokasi yang tepat dalam pengembangan profesionalismenya dalam hal tempat studi lanjutan, maupun tempat diklat yang baik. 4) Promotion; promosi sebagai bagian integral dari marketing merupakan hal yang mutlak dilakukan, sebab tidak mungkin suatu produk diklat maupun widyaiswara akan dikenal apabila diminati peserta dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu promosi dalam bentuk lealet atau melalui media cetak dan elektronik, serta web site mutlak diperlukan. Kemajuan teknologi sekarang ini dapat digunakan semaksimal mungkin untuk mempromosikan setiap kegiatan diklat yang diampu oleh widyaiswara, seperti kontak telepon, direct mail, internet, televisi, media cetak, dan lain-lain. Selain itu juga perlu membuat baliho, lealet, dan brosur yang disebarkan ke tempat strategis, serta mengikuti pameran dan pengiriman duta ke beberapa rapat koordinasi, kunjungan dalam dan luar negeri, sebagai untuk penetrasi pasar dalam lingkup kediklatan. 4) Selling Elemen terakhir dari tactic adalah selling, pengertian selling tidak semata-mata
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks