STRATEGI PERUSAHAAN DALAM PENGEMBANGAN PRODUK BARU: PENELITIAN KASUS PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA Evo S. Hariandja1; Arief W. Kautsar2 ABSTRACT Article explores the practice of new product development, especially in manufacture industry in Indonesia. It involves many instruments consist of new product development strategy, development process, organization relation with new product development, and performance evaluation of the new product itself. From the research it can be known that 60% of the respondents agree that the new product development is dominated by instruction from the top-down management and 40% agreed that the new product development was done after getting agreement from external side. Keywords: company strategy, new product, manufacture
ABSTRAK Artikel bertujuan mengeksplorasi praktik pengembangan produk baru, khususnya industri manufaktur di Indonesia dengan melibatkan berbagai instrumen yang terdiri dari strategi pengembangan produk baru, proses pengembangan, hubungan organisasi dengan pengembangan produk baru, dan evaluasi kinerja produk baru itu sendiri. Hasil penelitian adalah 60% responden setuju bahwa pengembangan produk baru sangat didominasi oleh arahan manajemen level atas (top-down) dan 40% setuju bahwa pengembangan produk baru dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pihak luar. Kata kunci: strategi perusahaan, produk baru, manufaktur
1
Teknik Industri UBINUS dan anggota CIEL e-mail:
[email protected] 2 Center for Innovation, Entrepreneurship & Leadership (CIEL) School of Business and Management (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, West Java, Indonesia e-mail:
[email protected]
Strategi Perusahaan… (Evo S. Hariandja; Arief W. Kautsar)
57
PENDAHULUAN Pengembangan produk baru dianalogikan seperti mendaki puncak tebing yang tinggi dan curam, menantang, menghidupkan, dan memberdayakan pengalaman orang yang terlibat didalamnya. Untuk dapat berhasil mendaki puncak tebing tersebut, dibutuhkan sekumpulan alat, rencana yang tersusun rapi, dan tim yang saling mendukung dan bekerja sama menggunakan sekumpulan alat tersebut bilamana diperlukan pada waktunya. Pengembangan produk yang berhasil juga membutuhkan proses yang direncanakan dengan baik dan matang (Cagan & Vogel, 2002). Tim yang bervariasi dengan latar belakang disiplin ilmu yang beragam harus bekerja serentak ke arah mana produk akan dibawa dan melalui proses Fuzzy Front End untuk menciptakan produk yang memenuhi kebutuhan, keinginan, dan hasrat konsumen. Dalam perusahaan, pengembangan produk baru merupakan bagian yang terintegrasi dengan rencana strategi perusahaan. Ansoff dan Stewart membagi empat alternatif strategi pengembangan produk baru (Morse & Babcock, 2007), yaitu first-to-market, follow-the-leader, me-too, dan application engineering. Reinertsen (2005) menyatakan bahwa proses pengembangan produk menjadi lebih terspesialisasi dan dinamik serta perlu berubah ke arah yang lebih baik lagi (Hariandja, 2004). Produk yang dihasilkan oleh perusahaan selalu bergerak ke arah dinamis untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Secara keseluruhan, pengembangan produk baru merupakan mesin inti pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut piawai mengelolanya (Hariandja, 2004). Sebagaimana pasar berubah dengan cepat sesuai dengan perkembangan dan kondisi persaingan yang tidak lagi begitu mudah seperti masa yang lalu maka perusahaan di Indonesia, khususnya yang bergerak dalam industri manufaktur dituntut juga untuk bergerak lebih cepat guna memuaskan apa yang menjadi keinginan konsumen. Penelitian komprehensif yang dilakukan oleh Information Resources Inc. (IRI) di tahun 2000 menunjukkan hasil bahwa dari 21 kategori packaged goods yang diluncurkan ke pasar, 52% mengalami kegagalan (Schneider, 2004). Hasil itu membuktikan bahwa pengembangan produk baru memerlukan strategi yang tepat bersama-sama dengan aspek pendukungnya, seperti manusia, infrastruktur, budaya, dan inovasi yang berkelanjutan. Untuk mampu bertahan di pasar, perusahaan senantiasa berusaha dengan berbagai cara untuk berada di depan para pesaingnya dengan menciptakan produk yang sangat baru, proses yang berbeda, memanfaatkan infrastruktur yang sama atau berbeda, membutuhkan keterampilan baru, meluncurkan produk turunan/derivative untuk menghemat biaya, atau dengan menciptakan produk yang tergolong radikal/breakthrough. Pengembangan produk baru tidak terlepas dari peran serta manajemen level atas dengan pola pendekatan top-down atau bottom-up tergantung bagaimana proses inovasi untuk menghasilkan produk tersebut dilakukan. Dalam menciptakan produk, inovasi memegang peran penting terutama dalam hal efek pada kebiasaan dan perilaku konsumen dengan efeknya minor atau major serta kompetensi
58
INASEA, Vol. 8 No. 1, April 2007: 58-68
dan aset komplementer perusahaan dengan sifatnya meningkatkan atau sama sekali menghancurkan. Inovasi tersebut terdiri dari incremental, major, strategic, dan radical (Markides & Geroski, 2005). Industri manufaktur Indonesia pada saat ini menghadapi tingkat persaingan dan tantangan yang besar, khususnya dalam kemampuan untuk menciptakan produk baru sebagai indikator sukses tidaknya dalam menangguk uang kas dan mempengaruhi pikiran konsumen. Jika tidak hati-hati maka peluang untuk memenangkan persaingan dapat terlepas. Keunggulan komparatif sebagai indikator keberhasilan sudah tidak lagi menjadi back-bone dalam memenangkan pertempuran di jagad bisnis yang memerlukan intensitas dan konsentrasi yang tinggi. Inovasi dan desain merupakan kunci dalam memenangkan persaingan di era ekonomi kreatif sekarang (Business Week, 2006). Inovasi dalam pengembangan produk dan jasa baru menjadi kunci bagaimana perusahaan besar dapat tetap bertahan dan juga diimbangi dengan prosesnya yang terusmenerus meningkatkan kemampuan dan kompetensi di sisi yang lain. Penelitian mengenai indikator keberhasilan pengembangan produk baru di Indonesia belum banyak dilakukan, khususnya yang meneropong industri manufaktur. Untuk itu, adalah sangat baik dan memberikan dampak yang langsung bagi perusahaan manufaktur untuk lebih banyak lagi belajar apa yang menjadi indikator utama dalam keberhasilan pengembangan produk baru. Penelitian ini dimaksudkan sebagai arena pembelajaran dan untuk memberikan kontribusi dalam hal memperbaiki daya saing Indonesia di kancah global. Fokus penelitian ini bertumpu pada strategi yang diterapkan perusahaan dalam pengembangan produk barunya. Penelitian ini berfokus pada industri manufaktur di Indonesia dengan cakupan skala dan ukurannya yang beragam mulai dari mikro, kecil, menengah, dan besar dengan bentuk kepemilikan dari BUMN, BUMD, PMDN, PMA, dan Joint Venture yang juga ditunjukkan dengan jumlah karyawan tetap, pendapatan perusahaan, aset perusahaan, serta strategi perusahaan dalam pengembangan produk baru. Kategorisasi jenis produk baru mengacu pada riset yang dilakukan Wheelwright dan Clark (1992), meliputi produk derivative, platform, dan radical. Variabel penelitian ini diukur melalui instrumen kuesioner yang telah digunakan oleh Goldense Group Inc. (2004) dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan dengan karakteristik industri manufaktur di Indonesia dan dari penelitian literatur yang berkaitan dengan pengembangan produk baru. Jumlah sampel yang diperoleh dari penelitian ini adalah 85 perusahaan. Dari 85 perusahaan itu, dikelompokkan ke dalam berbagai jenis, yaitu otomotif, elektronik, makanan/minuman, pertambangan, komunikasi, teknologi informasi (IT), farmasi, tekstil, barang konsumsi, engineering, dan lainnya. Penyebaran kuesioner, meliputi pusat kawasan industri di wilayah DKI-Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan terlebih dahulu mengadakan kontak dengan pihak yang terlibat langsung dengan proses pengembangan produk baru di perusahaan. Pihak yang berwenang dalam hal ini terdiri dari level manajer sampai dengan level
Strategi Perusahaan… (Evo S. Hariandja; Arief W. Kautsar)
59
direktur dengan bidang yang berkaitan langsung, seperti marketing, product engineering, R&D, product planning, product development, design, dan bidang yang memiliki kaitan langsung dengan pengembangan produk baru.
PEMBAHASAN Profil Responden Jenis industri manufaktur yang tercakup dalam penelitian ini terdiri dari 22% industri makanan/minuman, 16% industri tekstil, 9% industri yang bergerak dalam bidang handicraft, 7% industri otomotif, 5% industri elektronik, dan lebih 38% bergerak dalam industri dengan kategori lain-lain, yaitu farmasi, engineering, fiber glass, sepatu, furniture, packaging, telekomunikasi, dan teknologi informasi. Cakupan industri manufaktur yang diperoleh dalam penelitian ini sudah cukup menggambarkan peta industri manufaktur di Indonesia. Dari observasi pendahuluan juga diperoleh hasil bahwa tidak semua industri manufaktur yang masuk ke dalam Directory of Industry Classification Indonesia dimasukkan ke dalam penelitian ini. Hal itu disebabkan ada beberapa perusahaan yang menjadi sampel penelitian tidak memiliki divisi dan departemen pengembangan produk, rekayasa produk, perencanaan produk, atau riset dan pengembangan. Hanya perusahaan yang memiliki divisi dan departemen tersebut saja yang dijadikan target penelitian ini. Profil ini ditunjukkan, seperti pada Gambar 1.
Otomotif 7%
Lain-lain 37%
Handicraft 9%
Farmasi 2%
Elektronik 6%
Makanan/ minuman 23%
Tekstil 16%
Gambar 1 Jenis Industri Manufaktur
60
INASEA, Vol. 8 No. 1, April 2007: 58-68
Dari pengolahan data diperoleh hasil bahwa dari ukuran perusahaan terdapat 13% perusahaan yang tergolong mikro, 30% perusahaan kecil, 36% perusahaan menengah, dan 21% perusahaan besar sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2. Kelompok data ukuran perusahaan ini sudah merepresentasikan karakteristik ukuran industri manufaktur yang terdapat di Indonesia.
Gambar 2 Ukuran Perusahaan
Dari bentuk kepemilikan perusahaan, ditunjukkan pada Gambar 3, profil responden terdiri dari PMDN 64%, PMA 20%, Joint Venture 9%, dan BUMN 5%. Dari data itu terlihat bahwa perusahaan dalam negeri menunjukkan partisipasi yang tinggi dalam penelitian ini dan tersebar sebagian besar pada kelompok perusahaan kecil, menengah, dan besar.
Gambar 3 Bentuk Kepemilikan Perusahaan
Strategi Perusahaan… (Evo S. Hariandja; Arief W. Kautsar)
61
Dari jumlah karyawan tetap, distribusi yang paling banyak ada di kisaran perusahaan dengan jumlah karyawan antara 1-250 orang dengan kontribusi 66% sedangkan perusahaan yang tergolong besar dari jumlah karyawan hanya 33% saja.
Gambar 4 Jumlah Karyawan Tetap
Gambar 5 dan 6 menunjukkan data pendapatan perusahaan di tahun 2005 dan data aset perusahaan dengan komposisi terbesar berada pada kisaran kurang dari Rp.200 juta dengan 29% sedangkan pendapatan terbesar dengan kisaran lebih dari Rp.100 milyar menyumbang 22%. Untuk aset terbesar, perusahaan hanya menyumbang sekitar 12% sedangkan kontribusi terbesar ditunjukkan oleh perusahaan dengan aset kurang dari Rp100 juta dengan 29%. Terlihat bahwa komponen pendapatan berkaitan erat dengan ukuran perusahaan.
Gambar 5 Pendapatan Perusahaan Tahun 2005
62
INASEA, Vol. 8 No. 1, April 2007: 58-68
Gambar 6 Aset Perusahaan
Dari lingkup area operasi perusahaan dari sisi sales, R&D, dan manufacturing, seluruhnya berada di wilayah Indonesia dengan komposisi 54% untuk sales, 72% untuk R&D, dan 82% untuk manufaktur. Selebihnya tersebar di beberapa wilayah, seperti Amerika, Eropa, Asia, dan lainnya. Dari data itu terlihat bahwa kemampuan operasi global perusahaan di Indonesia belum terlihat signifikan tetapi dalam beberapa hal ada sebagian kecil yang sudah melakukan operasi manufaktur, sales, dan R&D di luar negeri. Data itu ditunjukkan oleh Gambar 7, 8, dan 9.
Gambar 7 Area Lingkup Sales Perusahaan
Strategi Perusahaan… (Evo S. Hariandja; Arief W. Kautsar)
63
Gambar 8 Area Lingkup R&D Perusahaan
Gambar 9 Area Lingkup Manufacturing Perusahaan
Pertama, Strategi Pengembangan Produk Baru Perusahaan. Dari keseluruhan responden, top-two-boxes 54% menyatakan setuju bahwa produk yang dikembangkan sangat baru dibandingkan produk sebelumnya. Sekitar 21% lebih tidak setuju dan perusahaan menganggap produk yang dikembangkan tidak sama sekali baru. Hal itu menunjukkan bahwa untuk dapat bersaing di pasar yang sangat kompetitif, perusahaan dituntut untuk memberikan diferensiasi terhadap produk yang dibuat perusahaan sebelumnya. Dari proses untuk membuat produk baru di perusahaan, 36% mendukung dengan proses yang berbeda, sebaliknya 20% tidak menunjukkan persetujuannya. Dari sisi permesinan untuk membuat produk baru tersebut 28% lebih mendukung untuk menggunakan mesin yang baru dan sebaliknya 54% tidak mendukung. Hal itu membuktikan bahwa tidak semua produk yang dihasilkan dan memberikan diferensiasi 64
INASEA, Vol. 8 No. 1, April 2007: 58-68
memerlukan proses dan mesin yang berbeda dari sebelumnya. Hal itu dipengaruhi oleh faktor aset, efisiensi, infrastruktur, dan dana yang dibutuhkan, dan juga tergantung pada skala perusahaan dan cakupan operasinya. Kemampuan bersaing dengan proses dan infrastruktur yang terbatas sangat berat dalam era yang kompetitif ini. Perusahaan berusaha untuk menjalankan operasinya dengan tingkat efisiensi yang tinggi tetapi di satu sisi harus bisa beradaptasi dengan kebutuhan konsumennya. Dari faktor keterampilan baru yang dibutuhkan untuk membuat produk, 56% mendukung bahwa pengembangan produk membutuhkan keterampilan yang baru untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas, berbeda, dan diterima pasar. Strategi pengembangan produk yang dilakukan oleh perusahaan, lebih 44% responden perusahaan berusaha untuk mengikuti strategi first-to-market dengan mengembangkan produk yang sama sekali tidak ada di pasar sebelumnya. Strategi itu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan usaha pemasaran untuk membuat produk yang inovatif. Jika dilihat dari strategi pengembangan produk berbasiskan turunan/derivative maka perusahaan di Indonesia cenderung mencari peluang dengan berusaha mengembangkan produk yang belum ada di pasar tetapi dengan mengikuti alur produk sebelumnya dengan platform yang sama. Strategi itu dijalankan dengan tujuan untuk menghemat biaya dan mempertahankan jaringan yang sudah ada dengan semakin banyak menggunakan komponen yang sama tetapi tetap memberikan diferensiasi (Hariandja, 2005). Dari kemampuan inovasi untuk menciptakan produk yang tergolong breakthrough/radikal, perusahaan di Indonesia masih harus belajar lebih banyak lagi dengan perusahaan global. Hasil penelitian menunjukkan hanya 24% perusahaan yang mendukung bahwa mereka menghasilkan produk yang tergolong radikal ke pasar dan sebaliknya 43% tidak mendukung hal itu. Hal itu menunjukkan bahwa proses inovasi berjalan tidak terlalu cepat dan masih memerlukan bentuk dan wahana yang kondusif. Kenyataan itu mengharuskan perusahaan manufaktur di Indonesia harus lebih banyak lagi berperan dengan mencoba sesuatu yang baru dibandingkan yang sudah ada. Clark dan Fujimoto (1991) menyatakan bahwa pengembangan produk yang efektif tidak dicapai secara sederhana hanya dengan meningkatkan biaya R&D, bertumpu pada teknologi radikal, atau memperkenalkan alat dan teknik baru tetapi merupakan pola konsistensi menyeluruh dari sistem pengembangan total mencakup struktur organisasi, keterampilan teknis, proses penyelesaian masalah, kultur, dan strategi. Konsistensi itu bukan hanya bekerja dalam arsitektur sistem yang luas tetapi juga dalam tingkatan kerja yang rinci. Pengembangan produk baru tidak lepas dari pola kepemimpinan yang terdapat di perusahaan dan kultur yang berkembang di dalamnya. Kepemimpinan yang kuat dapat memberikan visi, misi, dan arah yang jelas dalam pengembangan produk baru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengembangan produk baru, 60% selalu diarahkan oleh pihak top manajemen dan hanya 12% yang menyatakan bahwa jarang diarahkan oleh top manajemen. Untuk usulan pengembangan produk baru, 40%
Strategi Perusahaan… (Evo S. Hariandja; Arief W. Kautsar)
65
responden selalu mendapatkannya dari pihak luar. Dari penelitian ini, menunjukkan hasil bahwa masih jarang arahan pengembangan produk baru berawal dengan pola bottom-up tetapi usulan pihak luar dalam hal ini bukan hanya konsumen tetapi dapat pihak lain yang terlibat dengan perusahaan memegang porsi yang cukup signifikan. Dalam era ekonomi kreatif sekarang ini, sumber ide berasal dari berbagai lapisan. Keterlibatan semua pihak dalam pengembangan produk baru harus menjadi concern semua bagian di dalam perusahaan, baik itu dengan pola top-down, bottom-up, peer-to-peer, inside-out, ataupun outside-in. Dilihat dari tujuan perusahaan dalam mengembangkan produk baru, 19% untuk memenuhi permintaan konsumen, 16% untuk meningkatkan kualitas, 15% untuk menciptakan pasar yang baru, 13% untuk melakukan diversifikasi produk, aplikasi dari teknologi baru dan mengurangi biaya produksi hanya 10%, sedangkan mengikuti tren industri hanya 9%, seperti dipaparkan pada Gambar 10. Hasil penelitian ini mendukung kenyataan yang terjadi pada era kompetitif sekarang bahwa memenuhi permintaan konsumen menjadi tujuan perusahaan untuk dapat bertahan hidup. Sesuai dengan pernyataan Peter Drucker bahwa esensi suatu bisnis adalah pelanggan, pelanggan, dan pelanggan. Hal itu sangat sejalan dengan pernyataan Peter Drucker tersebut. Aplikasi dari teknologi baru 10% Lainnya 1% Mengikuti tren di dalam industri 9%
Memenuhi permintaan konsumen 19%
Meningkatkan kualitas Mengurangi 16% biaya produksi 10%
Memperpanjang siklus hidup 7% Menciptakan pasar baru 15%
Melakukan diversifikasi produk 13%
Gambar 10 Tujuan Pengembangan Produk Baru
Pengembangan produk baru membutuhkan biaya yang tidak sedikit dibandingkan dengan biaya untuk aktivitas lain, seperti pemasaran, produksi, retensi konsumen, dan lain-lain. Begitu juga dengan industri manufaktur Indonesia. Tabel 1 menunjukkan alokasi anggaran yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk aktivitas R&D. Lebih dari 63% perusahaan di Indonesia menghabiskan anggaran R&D hanya sekitar 9% 66
INASEA, Vol. 8 No. 1, April 2007: 58-68
dari penjualan tahunannya. Hal itu berdampak pada introduksi produk baru hanya sebatas produk turunan saja, jarang yang dapat menghasilkan produk yang sifatnya radikal yang sangat sarat dengan teknologi dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Produk baru dengan kategori radikal, global, diferensiasi yang berbasiskan teknologi dan tren masa depan belum menjadi bagian dari industri manufaktur Indonesia. Diperlukan komitmen, konsistensi, koherensi untuk mencapai kinerja produk baru yang sukses dan mumpuni. Tabel 1 Alokasi Anggaran R&D (Persentase dari Penjualan Tahunan) Rata2 alokasi dana R&D (%)
%
0-4%
31.76%
5-9%
31.76%
10-14%
20.00%
15-19%
7.06%
>=20%
5.88%
Tidak menjawab
3.53%
PENUTUP Hasil penelitian menunjukkan bahwa fokus pengembangan produk baru di industri manufaktur Indonesia adalah pada pemenuhan kebutuhan konsumen sebagai faktor kunci dengan aplikasi strategi yang bertumpu pada pengembangan produk baru kategori turunan dengan anggaran yang relatif tidak terlalu besar dibandingkan dengan penjualan tahunan perusahaan serta arahan top level manajemen yang signifikan. Untuk menghasilkan produk radikal, memiliki diferensiasi yang jelas, sarat dengan teknologi, membutuhkan anggaran riset dan pengembangan yang besar serta komitmen dan konsistensi yang dibarengi dengan penciptaan lingkungan organisasi yang kondusif dan inovatif dan kolaborasi dengan pihak universitas sebagai pusat riset dan institusi pemerintah. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi, hendaknya penelitian lanjutan melibatkan juga perusahaan di luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dengan sampel industri manufaktur yang beragam. Sebagai perbandingan, diperlukan juga penelitian lanjutan pada industri jasa di Indonesia untuk melihat perbedaan indikator yang digunakan dalam pengembangan produk baru dari sisi strategi, proses, organisasi, dan evaluasi kinerjanya.
Strategi Perusahaan… (Evo S. Hariandja; Arief W. Kautsar)
67
DAFTAR PUSTAKA Cagan, J. and C.M. Vogel. 2002. Creating Breakthrough Product: Innovation from Product Planning to Program Approval. Prentice-Hall. Clark, K. B. and T. Fujimoto. 1991. Product Development Performance: Strategy, Organization, and Management in the World Auto Industry. Harvard Business School-Press. Eppinger, S. D. and Anil R. Chitkara. 2006. “The New Practice of Global Product Development.” MIT-Sloan Management Review, Vol. 47 No.4 pp. 22-30. Goldense Group Inc. 2004. Product Development Metrics Survey. Hariandja, Evo. 2006. “Membangun Brand Image yang Powerful: Perspektif Dinamik.” BranDNA, Vol. 1 No.5 pp.50-51. _______. 2005. “Platform Produk: Keseimbangan Commonality dan Distinctiveness.” SWA-Sembada, Vol. 21 No.6 pp.66. _______. 2004. “Dinamika Sistem Pengembangan Produk Baru.” SWA-Sembada, Vol. 21 No.16 pp.71. Markides, C.C. and Paul A. Geroski. 2005. Fast Second: How Smart Companies Bypass Radical Innovation to Enter and Dominate New Markets. Jossey-Bass. Morse, L. C. and Daniel L. Babcock. 2007. Managing Engineering and Technology. 4th Ed. Pearson Prentice-Hall International. Reinertsen, D. “Let It Flow: How Lean Product Development Sparked a Revolution.” Industrial Engineer, Vol. 37 No.6 pp. 40-45 (2005). Roberts, E.B. 2002. Innovation: Driving Product, Process, and Market Change. JosseyBass Schneider, J. and Jeanne Yocum. 2004. New Product Launch: 10 Proven Strategies. Stagnito Communications, Inc. Wheelwright, S. C. and K. B. Clark. 1992. Revolutionizing Product Development. The Free Press
68
INASEA, Vol. 8 No. 1, April 2007: 58-68