Analisis Pengaruh Keterlibatan Virtual Community dalam Pengembangan Produk Baru Perusahaan: Studi Kasus Gantibaju.com dan Thinkcookcook.com Suciwati Nursiam dan Putu Wuri Handayani, S.Kom., M.Sc. Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, kini anggota komunitas dapat berbagi ketertarikan yang sama melalui internet yang kemudian dapat disebut sebagai virtual community. Bagi perusahaan, virtual community dapat dimanfaatkan dalam pengembangan produk baru untuk mendapatkan pengaruh positif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru yang difokuskan pada parameter speed to market, kualitas produk, customer needs fulfillment, dan diferensiasi produk sesuai dengan model penelitian Chan dan teori Hoyer. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat pemanfaatan dan efektivitas media sosial Facebook dan Twitter oleh perusahaan untuk membantu aktivitas pengembangan produk baru yang disesuaikan dengan aktivitas dari Shih. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu wawancara dan observasi online, kualitatif menggunakan teknik analisis data PLS-SEM, serta studi kasus dengan mengambil perusahaan Gantibaju.com dan Thinkcookcook.com sebagai perusahaan objek studi kasus. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat pengaruh positif terhadap kualitas produk, customer needs fulfillment, dan diferensiasi produk pada perusahaan Gantibaju.com dan Thinkcookcook.com. Terdapat pengaruh positif terhadap speed to market di perusahaan Thinkcookcook.com, namun tidak pada Gantibaju.com. Untuk Thinkcookcook.com, Facebook merupakan media sosial yang paling efektif untuk melakukan aktivitas pengembangan produk baru, sedangkan Gantibaju.com lebih efektif menggunakan media sosial Twitter untuk melakukan aktivitas crowdsourcing ideation, finding answers and expertise, winning over the market, dan crowdsourcing feedback. Kata Kunci— media sosial; pengembangan produk baru; PLS-SEM; studi kasus; virtual community
Virtual Community Involvement Effect in New Product Development: Case Studies of Gantibaju.com and Thinkcookcook.com ABSTRACT Along with the rapid technological advances, now community members can share similar interests through the internet, creating virtual communities. For companies, virtual communities can be utilized during a new product development to gain positive influence. This research aims to examine the effect of virtual community involvement during a new product development, focusing on parameters such as speed to market, product quality, customer needs fulfillment, and product differentiation, in accordance to the research model of Chan and Hoyer’s theory. Furthermore, this study also aims to look at the utilization and effectiveness of social media namely Facebook and Twitter by companies in assisting new product development activities in accordance to Shih’s theory. This research is conducted using quantitative methods specifically interviews and online observations, qualitative methods using PLS-SEM data analysis techniques, and case study by taking Gantibaju.com and Thinkcookcook.com as objects of the study. The results show that there is a positive influence on product quality, customer needs fulfillment, and product differentiation at Gantibaju.com and Thinkcookcook.com. Also, there is a positive influence on speed to
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
market in Thinkcookcook.com, but not on Gantibaju.com. For Thinkcookcook.com, Facebook is the most effective social media for new product development activities, while Gantibaju.com use Twitter more effectively for crowdsourcing ideation, finding answers and expertise, winning over the market, and crowdsourcing feedback. Keyword—new product development; PLS-SEM; social media; study cases; virtual community
1. PENDAHULUAN Inovasi atau pengembangan produk baru merupakan cara perusahaan untuk terus memiliki competitive advantage sehingga tidak tertinggal dari para pesaingnya (Tung, 2012). Melakukan suatu inovasi atau pengembangan produk baru yang dapat memberikan competitive advantage bukan merupakan hal yang mudah. Untuk itu, perusahaan perlu mencari cara agar hasil produknya dapat diterima dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan customer. Salah satu cara yang kerap dilakukan perusahaan, khususnya perusahaan online, adalah dengan melibatkan virtual community. Virtual community dapat dibentuk dari individu-individu yang memiliki ketertarikan yang sama, namun ada juga yang dibentuk secara resmi oleh sebuah perusahaan (Kim dkk., 2008). Virtual community yang secara resmi dikelola oleh perusahaan dapat dibentuk di berbagai media online seperti forum, blog, dan media sosial Facebook, Twitter, dan lain-lain. Pada penelitian ini akan dibahas penggunaan media sosial Facebook dan Twitter sebagai media online untuk membantu perusahaan menjalankan aktivitas pengembangan produk baru. Banyak perusahaan yang sukses karena melibatkan virtual community untuk inovasi atau pengembangan
produk
barunya,
seperti
perusahaan
t-shirt
Gantibaju.com
dan
Thinkcookcook.com. Gantibaju.com dan Thinkcookcook.com melibatkan virtual community untuk mengeluarkan produk-produk baru setiap bulannya. Virtual community pada perusahaan tersebut dapat memberikan ide pengembangan produk baru, memberikan desain t-shirt, mendiskusikan desain, dan memberikan penilaian terhadap desain. Setiap bulannya perusahaan tersebut menerima ratusan desain dari anggota virtual community untuk diseleksi dan dipilih untuk dicetak dan dijual sebagai produk baru dalam bentuk t-shirt. Selain itu, hasil penjualan produk mereka pun memuaskan karena produk yang dihasilkan dekat dengan kebutuhan pelanggan.
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
Penelitian ini berusaha menjawab rumusan masalah mengenai pengaruh keterlibatan virtual community, yang secara resmi dibuat oleh perusahaan, dalam pengembangan produk baru yang dilihat dari parameter speed to market, kualitas produk, customer needs fulfillment, dan diferensiasi produk, bagaimana Facebook dan Twitter dapat membantu aktivitas perusahaan dalam melakukan proses pengembangan produk baru, dan bagaimana tingkat efektivitas penggunaan Facebook dan Twitter dalam pengembangan produk baru perusahaan yang dilihat dari parameter respon virtual community terhadap aktivitas pengembangan produk baru yang dilakukan di Facebook dan Twitter. 2. TINJAUAN TEORITIS 2.1 Virtual Community Virtual community adalah sekumpulan orang atau mitra bisnis yang berinteraksi didasari oleh ketertarikan yang sama. Interaksi tersebut setidaknya sebagian didukung dan atau dimediasi oleh teknologi dan dipandu oleh protokol dan norma tertentu (Porter dan Donthu, 2008). Virtual community ini dapat dibentuk atas dasar ketertarikan yang sama terhadap suatu kategori produk (mobil dan kamera), hobi (panjat tebing, musik, dan catur), atau situasi kehidupan (pensiun, penyakit, dan kehamilan) (Füller dkk., 2006). Selain itu, virtual community juga dapat dibentuk dari individu-individu yang memiliki ketertarikan yang sama namun ada juga yang dibentuk secara resmi oleh perusahaan (Kim dkk., 2008). Dalam jurnal Kim dkk. (2008), virtual community yang secara resmi dibentuk oleh perusahaan dapat dimaksudkan untuk dilibatkan dalam inovasi produk (Nambisan, 2002; Prahalad dan Ramaswamy, 2004; Sawhney dkk., 2005) atau sebagai sumber inovasi (Franke dan Shah, 2003). 2.2 Virtual Community dalam Pengembangan Produk Baru Virtual community atau online community bisa dimanfaatkan dalam setiap tahap pengembangan produk baru. Füller (2006) mengungkapkan bahwa ada tiga tahap pemanfaatan atau keterlibatan online community dalam pengembangan produk baru yaitu idea generation and concepts, design and engineering, dan test and launch. Tahap idea generation and concepts fokus pada identifikasi serta pengumpulan kesempatan, ide dan konsep baru. Pada tahap ini anggota virtual community berperan sebagai pemberi ide atau konsep produk baru. Tahap design and engineering merupakan tahap perancangan dan pembuatan produk. Pada tahap design and engineering, anggota virtual community dapat
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
berperan sebagai co-creator atau co-designer yang dapat mendesain produk. Tahap test and launch merupakan tahap pengeluaran dan penjualan produk baru. Pada tahap test and launch, anggota virtual community dapat berperan sebagai pengguna akhir atau pembeli produk. 2.3 Speed to Market Dalam lingkungan teknologi dan kebutuhan pelanggan yang cepat berubah, strategi dalam hal waktu menjadi senjata penting bagi perusahaan untuk mencapai competitive advantage. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kecepatan berhubungan positif dengan suksesnya produk baru yang dikeluarkan (Chen dkk., 2005). Pengukuran kecepatan pengembangan produk baru dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah dengan melihat waktu yang dibutuhkan antara idea generation dengan pengenalan produk yang mewujudkan ide yang telah didapatkan tersebut (Chen dkk., 2005). 2.4 Kualitas Produk Kualitas produk merupakan perlindungan terkuat sebuah perusahaan dalam melawan kompetitor (Ying, 2010). Untuk memberikan produk yang berkualitas dan dapat memenuhi perspektif pelanggan, perlu diidentifikasi beberapa dimensi kualitas produk. Garvin (1987) mengembangkan sebuah kerangka konseptual kualitas produk yang diklasifikasikan dalam 8 dimensi, yaitu performance, features, reliability, conformance, durability, serviceability, aesthetics, dan perceived quality. Performance merupakan karakterisik operasi dasar dari suatu produk. Features adalah elemen tambahan yang ditambahkan pada fitur dasar yang memberikan manfaat tambahan pada fungsi dasar itu sendiri. Reliability adalah kemungkinan sebuah produk untuk bekerja tanpa sebuah kegagalan pada periode waktu tertentu. Conformance merupakan derajat sebuah fitur dan kinerja produk dalam memenuhi spesifikasi dan standar yang telah ditetapkan. Selain itu, durability merupakan lama waktu hidup sebuah produk sebelum produk itu rusak atau diganti oleh pelanggan. Serviceability adalah kemudahan sebuah produk untuk diperbaiki, kecepatan, kesopanan dan kemampuan sebuah perusahaan untuk memperbaiki produk yang telah dijualnya pada pelanggan. Aesthetics adalah bagaimana bentuk, tekstur, bunyi, bau, atau rasa dari sebuah produk menurut pandangan atau preferensi pelanggan. Perceived quality merupakan nilai subjektif berdasarkan elemen yang tidak bisa diukur seperti reputasi, merek, iklan, atau kinerja yang telah lalu.
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
Pada penelitian ini, dimensi performance tidak dipakai karena penelitian ini mengunakan perusahaan objek studi kasus dari industri fashion. Ying (2010) berpendapat bahwa dimensi performance menunjukkan hubungan yang kurang erat dengan produk fashion. 2.5 Customer Needs Fulfillment Kebutuhan pelanggan telah menjadi perhatian penting bagi perusahaan yang berkompetisi pada pasar global. Perusahaan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada produksi yang bervolume tinggi dan rendah biaya untuk bertahan di pasar. Namun, mereka berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan meraih kepuasan pelanggan untuk tetap memiliki keunggulan di pasar. Dalam pengembangan produk baru perusahaan, pemenuhan dan pemuasan kebutuhan pelanggan menjadi sebuah indikator bahwa produk baru yang dikeluarkan sukses atau berhasil (Szymanski dkk., 2007). Hal tersebutlah yang mendasari perusahaan-perusahaan untuk mengetahui atau mengerti lebih dalam apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggannya. Untuk itu, tidak jarang perusahaan-perusahaan melibatkan pelanggannya pada pengembangan produk baru untuk menjadi sebuah sumber tepat yang membawa pada kesuksesan. 2.6 Diferensiasi Produk Diferensiasi sering dipandang sebagai sesuatu yang penting bagi perusahaan untuk meraih competitive advantage atas kompetitornya. Diferensiasi dapat diraih dengan memberikan sebuah keunikan atau dengan memiliki keunggulan dalam hal sumber daya atau pelanggan. Dalam jurnal Brenner (2001), disebutkan bahwa strategi diferensiasi pada sebuah perusahaan biasanya dilakukan dengan menawarkan nilai yang tidak dimiliki kompetitor kepada pelanggan. 2.7 Aktivitas Pengembangan Produk Baru di Media Sosial Shih (2009) mengutarakan aktivitas-aktivitas dalam tahap pengembangan produk baru yang bisa dilakukan oleh perusahaan dan virtual community untuk berkontribusi. Sebelumnya Shih (2009) menyebutkan bahwa keterlibatan virtual community dalam inovasi atau pengembangan produk baru di media sosial terdiri dari empat tahap yaitu concept generation, prototyping, commercial implementation, dan continual iteration. Pada tahap concept generation perusahaan melakukan brainstorming ide-ide baru dan kreativitas dengan virtual community. Ide-ide yang didapatkan tersebut kemudian diformulasikan menjadi sebuah konsep. Ada tiga aktivitas yang dapat dilakukan oleh perusahaan dan virtual community. Aktivitas getting inspired dari virtual community dapat dilakukan oleh perusahaan
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
dengan memonitor atau melihat kumpulan kegiatan virtual community pada suatu media online. Aktivitas crowdsourcing ideation dapat dilakukan perusahaan dengan melakukan interaksi atau percakapan dengan virtual community. Aktivitas finding answers and expertise adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam pencarian solusi dan juga ahli. Prototyping adalah tahap inovasi atau pengembangan produk baru secara terus menerus, pengujian (testing), dan iterasi pengembangan sebelum dikeluarkannya versi komersial sebuah produk. Dalam tahap ini Shih (2009) mengungkapkan dua aktivitas yang dapat dilakukan oleh perusahaan dan virtual community. Aktivitas collaboration merupakan aktivitas yang memfasilitasi virtual community untuk dapat berkolaborasi dengan anggota virtual community lainnya dalam memberikan rapor atau penilaian dari sebuah purwarupa. Aktivitas feedback channel merupakan aktivitas yang dapat dilakukan oleh virtual community maupun internal perusahaan untuk memberikan feedback terhadap sebuah purwarupa yang dimunculkan. Commercial implementation adalah tahap inovasi atau pengembangan produk baru untuk melakukan eksekusi sosial baik sebelum maupun saat penjualan produk baru. Shih (2009) mengungkapkan dua aktivitas yang dapat dilakukan perusahaan dalam tahap ini. Aktivitas winning internal buy-in merupakan aktivitas yang dapat dilakukan perusahaan dengan cara memberikan updates pada media online mengenai status proyek yang sedang dijalankan. Dengan demikian maka internal perusahaan, stakeholders, maupun investor dapat mengerti mengenai produk baru yang akan dikeluarkan dengan harapan mereka dapat mendukung pengeluaran produk baru. Pada aktivitas winning over the market, perusahaan mengomunikasikan produk baru pada pelanggan atau virtual community. Continual iteration adalah tahap pengembangan produk baru pada saat perusahaan melakukan dua aktivitas. Crowdsourcing feedback merupakan aktivitas yang dilakukan perusahan untuk mendapatkan feedback terhadap sebuah produk baru yang telah dikeluarkan dari virtual community atau pelanggan. Aktivitas polls merupakan aktivitas yang dapat dilakukan perusahaan untuk meminta suara dari pelanggan atau virtual community. Kedua aktivitas tersebut digunakan perusahaan untuk melakukan iterasi pengembangan produk selanjutnya. 2.8 Penelitian Terdahulu Chan (2010) telah melakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru terhadap speed to market. Secara jelas, penelitiannya memperlihatkan bagaimana kesudian anggota community based innovation (virtual
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
community) untuk terlibat pada setiap tahap pengembangan produk baru perusahaan dapat berpengaruh terhadap speed to market. Dalam penelitiannya, Chan (2010) menegaskan bahwa tahap pengembangan produk baru dengan melibatkan community based innovation (virtual community) dibagi menjadi tiga tahap yaitu idea generation and concepts, design and engineering, dan test and launch sesuai dengan yang dikemukakan oleh Füller (2006). Integrating CBI into NPD
Idea Generation and Concepts
Speed to Market
Design and Engineering
Testing and Launching
Gambar 1 Model Penelitian Chan (2010)
Penelitian lain dilakukan oleh Hoyer dkk. (2010). Penelitian tersebut dilakukan untuk mengeksplorasi cocreation oleh pengguna produk dan perusahaan pada pengembangan produk baru. Cocreation dalam penelitian Hoyer dkk. (2010) memiliki arti sebagai aktivitas pengembangan produk baru yang kolaboratif ketika konsumen dapat secara aktif berkontribusi dan memilih berbagai elemen dari penawaran produk baru. Penelitian yang dilakukan oleh Hoyer dkk. (2010) merumuskan sebuah degree of cocreation framework, terdiri dari tahap ideation, product development, commercialization, dan post-launch, yang menghasilkan beberapa output.
Post-Launch Commercialization Product Development
Ideation Degree of Cocreation
Outcomes of Cocreation Firm-related: • Efficiency and effectiveness • Increased complexity
Customer-related: • Fit with consumer needs Gambar 2 Model Penelitian Hoyer dkk. (2010) • Relationship building engagement and satisfaction Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
Tahap pengembangan produk baru ideation adalah tahap pengumpulan ide-ide pengembangan produk baru dari virtual community, sedangkan tahap product development adalah tahap produksi perusahaan. Tahap commercialization adalah tahap pemasaran produk, sedangkan tahap post and launch adalah tahap pengembangan produk baru yang dilakukan perusahaan untuk perbaikan dan eksplorasi produk secara terus menerus. Output yang dihasilkan dari cocreation (outcomes of cocreation) terdiri dari dua jenis, yaitu output yang berhubungan dengan perusahaan (firmrelated) dan output yang berhubungan dengan pelanggan (customer-related). Outcomes of cocreation juga dibagi menjadi dua, yaitu positive outcomes dan negative outcomes. Berikut ini merupakan pembagiannya: • Positive outcomes: o Efficiency: cost reduction. o Effectiveness: closer fit to consumer needs, higher perceived product/service quality, dan better product differentiation. o Fit with customer needs. o Relationship building engagement and satisfaction. • Negative outcomes: o Increased complexity. 2.9 Pemetaan Dalam menyusun model yang akan digunakan pada penelitian ini, model penelitian yang dirumuskan oleh Chan (2010) digabungkan dengan framework dari Hoyer dkk. (2010). Penggabungan dari model dan framework tersebut didasari dari kesamaan keduanya untuk melihat hasil dan pengaruh dari keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru perusahaan. Persepsi tahap pengembangan produk baru yang digunakan pada model Chan (2010) dan Hoyer dkk. (2010) juga memiliki kesamaan. Tabel 1 Pemetaan Tahap Pengembangan Produk Baru Chan (2010) dan Hoyer dkk. (2010)
Tahap Pengembangan Produk Baru Model Chan (2010) Idea Generation and Concepts Design and Engineering Test and Launch
Tahap Pengembangan Produk Baru Framework Hoyer dkk. (2010) Ideation Product Development Commercialization dan Post-Launch
Berdasarkan kesamaan dari model Chan (2010) dan framework Hoyer dkk. (2010), maka model penelitian ini akan menggunakan model keterlibatan virtual community dalam
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
pengembangan produk baru Chan (2010) dengan ditambahkan tiga parameter outcomes of cocreation dari Hoyer dkk. (2010), yaitu kualitas produk, customer needs fulfillment, dan diferensiasi produk. Pemilihan parameter outcomes of cocreation dari Hoyer dkk. (2010) tersebut didasari dari tujuan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh positif keterlibatan virtual community yang dilihat dari perspektif perusahaan, bukan pelanggan. 2.10 Model Penelitian dan Hipotesis Model penelitian ini memiliki 11 (sebelas) variabel laten first order yang terdiri dari 10 (sepuluh) variabel eksogen atau independen dan 1 (satu) variabel endogen atau variabel dependen, serta 1 (satu) variabel laten second order. Sepuluh variabel eksogen tersebut adalah speed to market, features, durability, aesthetics, perceived quality, serviceability, conformance, reliability, customer needs fulfillment, dan diferensiasi produk. Satu variabel endogen tersebut adalah variabel keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru. Satu variabel laten second order tersebut adalah kualitas produk. Berikut ini adalah hipotesis-hipotesis yang dirumuskan berdasarkan model penelitian yang digunakan: H1: H1a: Terdapat hubungan pengaruh positif antara keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru dengan speed to market. H1b: Tidak terdapat hubungan pengaruh positif antara keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru dengan speed to market. H2: H2a: Terdapat hubungan pengaruh positif antara keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru dengan kualitas produk. H2b: Tidak terdapat hubungan pengaruh positif antara keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru dengan kualitas produk. H3: H3a: Terdapat hubungan pengaruh positif antara keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru dengan customer needs fulfillment. H3b: Tidak terdapat hubungan pengaruh positif antara keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru dengan customer needs fulfillment.
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
H4: H4a: Terdapat hubungan pengaruh positif antara keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru dengan diferensiasi produk. H4b: Tidak terdapat hubungan pengaruh positif antara keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru dengan diferensiasi produk. Speed to Market (Chan, 2010) Keterlibatan Virtual Community dalam Pengembangan Produk Baru (Chan, 2010)
Durability (Garvin, 1987)
H1 Aesthetics (Garvin, 1987) Kualitas Produk (Hoyer dkk., 2010)
Idea Generations and Concepts
Features (Garvin, 1987)
Perceived quality (Garvin, 1987) Serviceability (Garvin, 1987)
H2
Design and Engineering
Customer Needs Fulfillment (Hoyer dkk., 2010)
H3
Conformance (Garvin, 1987) Reliability (Garvin, 1987)
Testing and Launching H4 Gambar 3 Model Penelitian
Diferensiasi Produk (Hoyer dkk., 2010)
3. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara dan juga observasi langsung secara online. Pada pengumpulan data kuantitatif, peneliti akan melakukan survei secara online dengan kuesioner. 3.1 Pengukuran Semua pernyataan indikator menggunakan tipe pertanyaan skala Likert. Skala Likert yang digunakan adalah 5-level dimana angka 1 (sangat tidak setuju) dan angka 5 (sangat setuju). Pada pertanyaan kuesioner tingkat efektivitas media sosial Facebook dan Twitter sebagai media keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru perusahaan, jenis skala yang digunakan adalah skala 11 poin. Angka 0 menunjukkan ”sepenuhnya tidak...” dan angka 10 menunjukkan ”sepenuhnya...”.
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
3.2 Prosedur Data Pada penelitian ini, penyebaran kuesioner dimulai pada tanggal 6 Mei 2013 sampai 26 Mei 2013. Kuesioner disebar dalam ruang lingkup populasi pelanggan dan anggota virtual community yang terlibat dalam pengembangan produk baru yang berinteraksi pada akun Facebook dan Twitter perusahaan objek studi kasus. Data
yang
diperoleh
dari
kuesioner
dianalisis
menggunakan teknik Partial Least Square-Structural Equation Model (PLS-SEM) dengan tools WarpPLS 3.0 untuk membuktikan hipotesis-hipotesis yang sudah disebutkan sebelumnya. Kemudian, data yang berkaitan dengan aktivitas responden dalam pengembangan produk baru di media sosial Facebook dan Twitter akan dianalisis menggunakan pendekatan statistik deskriptif. 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Proses Bisnis Pengembangan Produk Baru Gantibaju.com Proses pengembangan produk baru Gantibaju.com merupakan bagian dari proses bisnis yang dijalankan. Pada awalnya dalam mengeluarkan dan menjual sebuah produk, Gantibaju.com terlebih dahulu menentukan tema kontes desain t-shirt yang akan diumumkan, namun tema utama yang diangkat adalah “Indonesia Banget”. Setelah tema ditetapkan maka kontes desain gambar t-shirt pun dimulai. Kontes desain gambar t-shirt dilakukan selama tiga minggu. Pada saat itu para desainer Indonesia yang merupakan virtual community mulai bisa mengirimkan desain mereka. Dalam proses penerimaan desain tersebut, Gantibaju.com langsung melakukan kurasi terhadap desain yang masuk. Kurasi dilakukan untuk melihat apakah desain yang masuk merupakan desain yang original atau tidak dan memenuhi standar yang telah ditetapkan Gantibaju.com atau tidak. Setelah proses kurasi dilakukan, maka dihasilkan desain-desain t-shirt yang telah memenuhi standar. Kemudian, setelah didapatkan desain-desain yang telah memenuhi standar, Gantibaju.com menaruh desain-desain tersebut di situs resmi Gantibaju.com untuk kemudian dipilih oleh pengguna situs. Pemilihan desain oleh pengguna situs dilakukan dengan tujuan untuk memilih desain-desain yang masuk dalam daftar calon pemenang. Dari hasil suara yang didapatkan, dipilihlah desain dengan rata-rata nilai suara tinggi. Jika desain-desain dengan ratarata nilai suara tinggi sudah didapatkan, selanjutnya penentuan pemenang berada ditangan Gantibaju.com.
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
Pemenang yang dipilih biasanya adalah sebanyak tiga desainer, dimana desain yang mereka kirimkan memiliki nilai suara dengan rata-rata tinggi dan sesuai dengan penilaian juri dari Gantibaju.com. Setelah desain pemenang didapatkan, mulailah desain tersebut dicetak ke vendor yang dimiliki Gantibaju.com. Pencetakan desain menjadi sebuah t-shirt dilakukan sebayak minimal 200 buah dengan lama waktu dua minggu. Jika semua t-shirt sudah jadi maka t-shirt tersebut siap untuk dijual kepasaran. 4.2 Proses Bisnis Pengembangan Produk Baru Thinkcookcook.com Secara umum, proses bisnis pengembangan produk baru Thinkcookcook.com sama dengan yang dilakukan oleh Gantibaju.com, hanya saja pada thinkcookcook.com pemilihan pemenang didasari dari banyaknya suara yang diberikan terhadap desain dan juga banyaknya pengguna yang membagi desain tersebut ke teman-temannya melalui Facebook dan Twitter. Pemenang yang dipilih adalah sebanyak dua pemenang, dimana pemenang tersebut akan diumumkan pada bulan berikutknya dan desain nya langsung dapat dicetak ke media t-shirt. 4.3 Analisis Data Pendekatan PLS Gantibaju.com Data valid yang didapatkan untuk perusahaan Gantibaju.com adalah 106 data. Data mentah tersebut kemudian akan diolah menggunakan metode analisis PLS-SEM dalam empat tahap dengan tools WarpPLS 3.0. Tahap-tahap tersebut adalah pembuatan path diagram, melakukan evaluasi measurement model, evaluasi structural model, dan uji hipotesis. 4.3.1 Pembentukan Path Diagram Pembuatan path diagram dalam analisis SEM menggunakan tools WarpPLS 3.0 terlebih dahulu dilakukan dengan pembuatan model variabel laten first order beserta dengan indikatornya. Setelah itu baru kemudian dilakukan penghitungan PLS terhadap model variabel laten first order tersebut. Dalam WarpPLS 3.0, setelah penghitungan PLS model first order dilakukan, hasilnya dapat disimpan dan baru kemudian model ditambahkan variabel laten second order dengan variabel laten first order sebagai indikatornya. Tahap terakhir adalah penambahan panah kausalitas sesuai dengan yang dibutuhkan. 4.3.2 Evaluasi Measurement Model Berdasarkan hasil analisis, hampir seluruh indikator memiliki loading factor yang baik karena bernilai di atas 0.7, sehingga dinyatakan valid. Namun, untuk indikator KPF1, KPA1, DFP2, dan
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
DFP 3 memiliki loading factor di bawah 0.7. Untuk itu, ketiga indikator tersebut dihapus dari model. Langkah selanjutnya adalah melihat nilai dari Average Variance Extracted (AVE). Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2, semua nilai AVE pada masing-masing variabel laten first order lebih dari 0.50, sehingga model penelitian first order dapat dikatakan lolos uji convergent validity. Selain itu, berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa semua nilai akar kuadrat AVE yang berada pada diagonal tabel bernilai lebih besar dari korelasi antar konstruksi laten, sehingga uji discriminan validity terpenuhi. Setelah uji convergent validity dan discriminant validity, langkah selanjutnya adalah melakukan uji reability. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai Composite Reliability (CR) dan Cronbach’s Alpha (CA) berada pada rentang nilai 0.698 – 1.000. Sesuai dengan teori George dan Mallery (2003), Cronbach’s Alpha yang bernilai 0.6 < CA < 0.7 dikategorikan sebagai CA questionable. Pada penelitian Putri (2012) juga dikutip bahwa pada dasarnya Cronbach’s Alpha tidak memiliki batas minimum tertentu (Gliem dan Gliem, 2003). Semakin dekat koefisien Cronbach’s Alpha dengan angka 1 maka akan semakin konsisten. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka model penelitian first order ini dapat dikatakan lolos uji reliability. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pikarti (2013), dikutip bahwa evaluasi terhadap variabel laten second order dengan pendekatan repeated indicators yang bersifat reflektif mencakup evaluasi terhadap nilai CR, CA, dan AVE dari variabel laten second order. Seperti pada Tabel 2, nilai CR (Composite Reliability) dan nilai CA (Cronbach’s Alpha) berada diatas cut off point 0.7. Selain itu, nilai AVE juga berada diatas cut off point 0.5. Adapun nilai loading factor antara ketujuh variabel laten first order yang berkaitan dengan variabel laten second order (KP) (dapat dilihat pada Lampiran 6) seluruhnya memiliki loading factor diatas 0.7, sehingga dapat dikatakan model penelitian second order lolos uji measurement model. Tabel 2 Evaluasi Measurement Model Studi Kasus 1
AVE CA CR
VCI NPD 0.768 0.698 0.869
SPETO MA 1.000 1.000 1.000
KP
CUNEFU
DFP
0.681 0.921 0.937
1.000 1.000 1.000
0.799 0.874 0.922
4.3.3 Evaluasi Structural Model Seperti pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa nilai R2 untuk variabel laten endogen SPETOMA (Speed To Market), CUNEFU (Customer Needs Fulfillment), DFP (Diferensiasi Produk), dan KP
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
(Kualitas Produk) memiliki nilai R2 di bawah rentang nilai model lemah (0.19 < R2 ≤ 0.33). Hal ini membuktikan jika model yang ada sangat lemah. Seperti yang terlihat pada Gambar 4, hampir seluruh variabel laten memiliki koefisien jalur > 0.100 dan dengan tingkat signifikansi < 0.05. Namun, ada satu jalur yang memiliki tingkat signifikansi > 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel laten keterlibatan virtual community tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel laten endogen speed to market. Berdasarkan hasil perhitungan seperti pada Gambar 4, terlihat bahwa keterlibatan virtual community memiliki dampak yang sangat lemah (sangat kecil) pada speed to market dibuktikan dengan nilai f2 0.013 yang berada di bawah rentang nilai 0.02< f 2 ≤ 0.15. Selain itu, keterlibatan virtual community memiliki dampak yang sedang atau menengah pada customer needs fulfillment yang dibuktikan dengan nilai f2 yang berada pada rentang 0.150 < f2 ≤ 0.350. Selain itu, keterlibatan virtual community memiliki dampak yang kecil pada produk diferensiasi dan kualitas produk yang dibuktikan dengan nilai f2 yang berada pada rentang 0.02 < f2 ≤ 0.150. Uji structural model yang terakhir dalah mengevaluasi nilai Q2 (koefisien Stone-Geisser) untuk mengetahui relevan prediksi yang dilakukan oleh model. Berdasarkan Q2 yang terdapat pada hasil analisis diketahui bahwa semua nilai Q2 > 0 sehingga prediksi yang dilakukan oleh model dinilai telah memiliki relevansi prediksi.
Gambar 4 Path Diagram Studi Kasus 1
4.3.4 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menentukan apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan dari evaluasi
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
model struktural dan dihubungkan dengan kondisi kenyataan yang ada. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Ringkasan Hasil Analisis Data Studi Kasus 1
Hipotesis H1 H2 H3 H4
Jalur
Β
f2
P
Hasil
VCINPD -> SPETOMA VCINPD -> KP VCINPD -> CUNEFU VCINPD -> DFP
0.11
0.013
0.38
Ditolak
0.37
0.134
<0.01
Diterima
0.42
0.173
<0.01
Diterima
0.34
0.115
<0.01
Diterima
4.4 Analisis Data dengan Pendekatan PLS Thinkcookcook.com Data valid yang didapatkan untuk perusahaan Thinkcookcook.com adalah 104 data. Data mentah tersebut kemudian diolah menggunakan metode analisis PLS-SEM dalam empat tahap dengan tools WarpPLS 3.0, sama seperti yang telah dilakukan untuk data Gantibaju.com. 4.4.1 Evaluasi Measurement Model Berdasarkan Gambar 5.16 dapat dilihat bahwa hampir semua indikator memiliki loading factor di atas 0.7. Namun, pada variabel laten KPF4 memiliki loading factor di bawah 0.7, sehingga variabel tersebut dinyatakan tidak valid dan harus dihapus dari model penelitian firtst order. Setelah mengevaluasi nilai loading factor, langkah selanjutnya adalah melihat nilai dari Average Variance Extracted (AVE). Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4, semua nilai AVE pada masing-masing variabel laten first order lebih dari 0.50, sehingga model penelitian first order dapat dikatakan lolos uji convergent validity. Selanjutnya, suatu variabel laten dinilai memenuhi discriminant validity jika akar kuadrat AVE dari variabel laten tersebut lebih besar daripada korelasi variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya (Fornell dan Larcker, 1981). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa semua nilai akar kuadrat AVE yang berada pada diagonal tabel bernilai lebih besar dari korelasi antar konstruksi laten, sehingga uji discriminant validity telah terpenuhi. Setelah uji convergent validity dan discriminant validity, langkah selanjutnya adalah melakukan uji reability. Pada Gambar 5.19 dapat dilihat bahwa nilai composite reliability dan Cronbach’s Alpha berada pada rentang nilai 0.623 – 1.000. Sesuai dengan teori Chan (1998), nilai Cronbach’s Alpha harus lebih dari 0.70, sehingga Cronbach’s Alpha indikator KPP yang bernilai 0.623 tidak dapat diterima. Namun, George dan Mallery (2003) berpendapat bahwa
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
Cronbach’s Alpha yang bernilai > 0.5 masuk ke dalam kategori questionable. Selain itu, dalam penelitian Putri, 2012 dikutip bahwa pada dasarnya Cronbach’s Alpha tidak memiliki batas minimum tertentu (Gliem dan Gliem, 2003). Semakin dekat koefisien Cronbach’s Alpha dengan angka 1 maka akan semakin konsisten. Untuk itu, variabel laten KPP tetap digunakan dalam model penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pikarti (2013), dikutip bahwa evaluasi terhadap variabel laten second order dengan pendekatan repeated indicators yang bersifat reflektif mencakup evaluasi terhadap nilai CR, CA, dan AVE dari variabel laten second order. Seperti pada Tabel 4, nilai CR (Composite Reliability) dan nilai CA (Cronbach’s Alpha) berada diatas cut off point 0.7. Selain itu, nilai AVE juga berada diatas cut off point 0.5. Adapun nilai loading factor antara ketujuh variabel laten first order yang berkaitan dengan variabel laten second order (KP) (Lampiran 7) hampir seluruhnya memiliki loading factor diatas 0.7, namun untuk variabel laten first order lv_KPP memiliki loading factor 0.653. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pikarti (2013), dikutip bahwa indikator-indikator yang tidak memenuhi convergent validity dapat dihapus dari model (Urbach dan Ahlemann, 2010). Namun, Hair dkk. (2011) berpendapat bahwa indikator dengan nilai loading factor 0.40-0.70 boleh dipertahankan selama validitas model tetap terpenuhi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, semua evaluasi validitas terhadap CR, CA, dan AVE dari variabel laten second order telah terpenuhi dan dapat dikatakan validitas model terpenuhi, untuk itu variabel laten second order lv_KPP tetap dipertahankan. Tabel 4 Evaluasi Measurement Model Studi Kasus 2
AVE CA CR
VCI NPD 0.891 0.877 0.942
SPETO MA 1.000 1.000 1.000
KP
CUNEFU
DFP
0.622 0.897 0.920
1.000 1.000 1.000
0.699 0.892 0.921
4.4.2 Evaluasi Structural Model Seperti pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa nilai R2 untuk semua variabel laten endogen memiliki nilai R2 di bawah 0.19 yang berarti model sangat lemah. Selain itu, seperti yang terlihat pada Gambar 5, seluruh variabel laten memiliki koefisien jalur > 0.100 yang menandakan bahwa relasi antar variabel laten signifikan. Selain itu, dengan nilai α dibawah 0.05 maka menandakan bahwa semua tingkat error dibawah 5%. Berdasarkan hasil perhitungan seperti pada Gambar 5, terlihat bahwa keterlibatan virtual community memiliki dampak yang lemah (kecil) pada speed to market, kualitas produk, customer
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
needs fulfillment, dan diferensiasi produk. Hal ini dibuktikan dengan nilai f2 yang berada di antara rentang lemah (0.020 < f2 ≤ 0.150). Uji structural model yang terakhir dalah mengevaluasi nilai Q2 (koefisien Stone-Geisser) untuk mengetahui relevan prediksi yang dilakukan oleh model. Berdasarkan Q2 yang terdapat pada hasil analisis diketahui bahwa semua nilai Q2 > 0 sehingga prediksi yang dilakukan oleh model dinilai telah memiliki relevansi prediksi.
Gambar 5 Path Diagram Studi Kasus 2
4.4.3 Pembuktian Hipotesis Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menentukan apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan dari evaluasi model struktural dan dihubungkan dengan kondisi kenyataan yang ada. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Ringkasan Hasil Analisis Data Studi Kasus 2
Hipotesis H1 H2 H3 H4
Jalur VCINPD -> SPETOMA VCINPD -> KP VCINPD -> CUNEFU VCINPD -> DFP
Β 0.23
f2 0.051
P 0.01
Hasil Diterima
0.33
0.120
<0.01
Diterima
0.35
0.126
<0.01
Diterima
0.35
0.107
<0.01
Diterima
4.5 Analisis Data Gantibaju.com dan Thinkcookcook.com Menggunakan Pendekatan Statistik Deskriptif Analisis data menggunakan pendekatan statistik deskriptif bertujuan untuk melihat tingkat efektivitas penggunaan media sosial Facebook dan Twitter dalam menjalankan aktivitas pengembangan produk baru perusahaan. Tingkat efektivitas penggunaan media sosial Facebook
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
dan Twitter didapatkan dari rata-rata respon virtual community terhadap aktivitas pengembangan produk baru yang dilakukan Gantibaju.com dan Thinkcookcook.com di media sosial tersebut. Tabel 6 merupakan ringkasan hasil analisis data Gantibaju.com menggunakan pendekatan statistik deskriptif. Tabel 6 Ringkasan Hasil Analisis Data dengan Metode Statistik Deskriptif Tahap Pengembangan Produk Baru Idea Generation and Concepts
Design Engineering
and
Test and Launch
Aktivitas Getting Inspired Crowdsourcing Ideation Finding Answers and Expertise Collaboration Feedback Channel Winning Internal Buy-In Winning Over The Market Crowdsourcing Feedback Polls
Gantibaju.com Facebook Facebook 4,47≈Sedikit tidak sering 4,15≈Sedikit tidak sering 6,02≈Sedikit tahu X 4,42≈Sedikit tidak sering 5,77≈Biasa 5,65≈Biasa 4,43≈Sedikit tidak sering X
Thinkcookcook.com Twitter Twitter
X
5,15≈Biasa
X
5,89≈Biasa
5,27≈Biasa
5,55≈Biasa
7,35≈Agak tahu
6,70≈Sediki t tahu
5,87≈Biasa
X X
X 5,50≈Biasa
X X
X
X
6,83≈Sediki t tahu 5,76≈Biasa
6,37≈Sediki t tahu 6,75≈Sediki t tahu 5,62≈Biasa
5,50≈Biasa
X
X
X
5,48≈Biasa
5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru perusahaan, mengetahui pengaruh yang didapatkan perusahaan dengan melibatkan virtual community dalam pengembangan produk baru terkait dengan parameter speed to market, kualitas produk, customer needs fulfillment, dan diferensiasi produk, dan untuk mengetahui perbandingan aktivitas pengembangan produk baru perusahaan yang dapat dilakukan di Facebook dan Twitter. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat pengaruh positif terhadap kualitas produk, customer needs fulfillment, dan diferensiasi produk pada perusahaan Gantibaju.com dan Thinkcookcook.com. Selain itu, terdapat pengaruh positif terhadap speed to market di perusahaan Thinkcookcook.com, namun tidak pada Gantibaju.com. Hasil lainnya menunjukkan bahwa untuk Thinkcookcook.com, Facebook merupakan media sosial yang paling efektif untuk melakukan aktivitas pengembangan produk baru, sedangkan Gantibaju.com lebih efektif menggunakan media sosial Twitter untuk melakukan aktivitas
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
crowdsourcing ideation, finding answers and expertise, winning over the market, dan crowdsourcing feedback. 5.2 Keterbatasan Penelitian dan Saran Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan sebuah temuan baru bahwa keterlibatan virtual community dalam pengembangan produk baru perusahaan belum tentu berpengaruh terhadap speed to market. Hal tersebut dapat disebabkan karena faktor kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan dan adanya faktor keinginan perusahaan partner untuk memperpanjang waktu kontes. Untuk itu, pengaruh keterlibatan virtual community terhadap speed to market akan jauh lebih terasa jika perusahaan memiliki sumber daya manusia yang cukup atau banyak. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada masing-masing perusahaan studi kasus memiliki rata-rata respon virtual community terhadap aktivitas pengembangan produk baru yang berbeda di Facebook dan di Twitter. Hal tersebut dapat terjadi karena frekuensi penggunaan media sosial Facebook dan Twitter untuk melakukan aktivitas pengembangan produk baru yang tidak seimbang. Untuk itu, perusahaan sebaiknya sama-sama menggunakan kedua media sosial tersebut dengan frekuensi yang sama atau setidaknya tidak timpang. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu adanya pertanyaan kuesioner yang dapat memicu adanya subjektivitas respon. Untuk itu, penelitian selanjutnya diharapkan dapat merancang pertanyaan kuesioner dengan indikator yang jelas. Selain itu, penelitian ini juga memiliki keterbatasan jumlah responden untuk perusahaan Gantibaju.com dan Thinkcookcook.com yang tidak seimbang. Untuk itu, penelitian selanjutnya yang menggunakan beberapa perusahaan studi kasus diharapkan dapat menyeimbangkan jumlah responden untuk masing-masing perusahaan objek studi kasus agar hasil yang didapatkan setara walaupun dengan hasil yang berbeda. 6. DAFTAR REFERENSI Brenner, S. (2001). Determinants of product differentiation: A Survei. Humboldt University. Chan, H. C. (2010). Linkage Community Based Innovation and Speed to Market: The Mediating Role of New Product Development Process. International Journal of Organizational Innovation, 2(4), 49-60. Chen, J., Reilly, R. R., & Lynn, G. S. (2005). The impacts of speed-to-market on new product success: the moderating effects of uncertainty. Engineering Management, IEEE Transactions on, 52(2), 199-212. Chin, W. W. (1998). The partial least squares approach for structural equation modeling. Cohen, J. (1988). Statistical power analysis for the behavioral sciencies. Routledge.
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013
Füller, J., Jawecki, G., & Mühlbacher, H. (2006). Innovation creation by online basketball communities. Journal of Business Research, 60(1), 60-71. Garvin, D. A. (1984). What does product quality really mean. Sloan management review, 26(1), 25-43. George, D. and P. Mallery. (2003). SPSS for Windows Step By Step: A Simple Guide and Reference. 11.0 Update 4th Edition. Boston: Allyn and Bacon. Gliem, J. A., & Gliem, R. R. (2003, October). calculating, interpreting, and reporting Cronbach’s alpha reliability coefficient for Likert-type scales. Midwest Research-to-Practice Conference in Adult, Continuing, and Community Education, The Ohio State University, Columbus, OH. Harmancioglu, N., Droge, C., & calantone, R. J. (2009). Strategic fit to resources versus NPD execution proficiencies: what are their roles in determining success?. Journal of the Academy of Marketing Science, 37(3), 266-282. Hoyer, W. D., Chandy, R., Dorotic, M., Krafft, M., & Singh, S. S. (2010). Consumer cocreation in new product development. Journal of Service Research, 13(3), 283-296. Kim, J. H., Bae, Z. T., & Kang, S. H. (2008). The role of online brand community in new product development: case studies on digital product manufacturers in Korea. International Journal of Innovation Management, 12(03), 357-376. Latan, H, & Ghozali, I. (2012). Partial Least Squares Konsep, Teknik, dan Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 2.0 M3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Nambisan, S., & Baron, R. A. (2007). Interactions in virtual customer environments: Implications for product support and customer relationship management. Journal of Interactive Marketing, 21(2), 42-62. Porter, Constance Elise dan
Donthu, Naveen . (2008). Cultivating Trust and Harvesting Value in Virtual
Communitye. Management Science Vol. 54, No. , pp. 113-128. Shih, C. C. W. (2009). The Facebook era: Tapping online social networks to build better products, reach new audiences, and sell more stuff. Prentice Hall PTR. Svendsen, M. F., Haugland, S. A., Grønhaug, K., & Hammervoll, T. (2011). Marketing strategy and customer involvement in product development. European Journal of Marketing, 45(4), 513-530. Szymanski, D. M., Kroff, M. W., & Troy, L. C. (2007). Innovativeness and new product success: insights from the cumulative evidence. Journal of the Academy of Marketing Science, 35(1), 35-52. Tung, J. (2012). A Study of Product Innovation on Firm Performance. International Journal of Organizational Innovation (Online), 4(3), 84-97. Wiertz, C., & de Ruyter, K. (2007). Beyond the call of duty: why customers contribute to firm-hosted commercial online communities. Organization Studies, 28(3), 347-376. Ying, S. Y. (2010). The effect of perceived quality and perceived service quality on customer satisfaction and loyalty in fast fashion retailers. Institute of Textiles & Clothing The Hong Kong Polytechnic University.
Analisis pengaruh…, Suciwati Nursiam, Fasilkom UI, 2013