STRATEGI PENGUATAN BADAN USAHA MILIK PONDOK (BUMP) PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS DALAM PENINGKATAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF
MUHAMMAD MUFTI IMAM SUYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Muhammad Mufti Imam Suyanto NRP I354120165
RINGKASAN MUHAMMAD MUFTI IMAM SUYANTO. Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan IVANOVICH AGUSTA. Pondok Pesantren Al-Ikhlas selain memiliki program pendidikan formal yang terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (UNDOVA), juga memiliki program non formal yang bergerak dalam bidang Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Kegitan Usaha Ekonomi Produktif dikelola oleh Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas. BUMP adalah Badan Usaha yang dibentuk untuk menjadikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas sebagai pondok yang mandiri ekonomi dan tidak menggantungkan pada bantuan dari pemerintah atau lembaga lainnya. Perlu adanya langkah-langkah untuk penguatan BUMP tersebut, agar beberapa program non formal dengan berbagai unit-unit usaha produktif dapat berjalan berkelanjutan yang tujuan utamanya memberdayakan masyarakat. Tujuan utama dari penelitian ini adalah merumuskan strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Tujuan utama tersebut dapat dijawab melalui tujuan-tujuan spesifik penelitian ini, yaitu: Menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BUMP dalam peningkatan usaha ekonomi produktif; Menganalisis keterlibatan komunitas pesantren dalam pelaksanaan BUMP; dan Merumuskan strategi penguatan BUMP dalam peningkatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode kualitatif partisipatif dengan data kualitatif dan data kuantitatif. Metode tersebut digunakan untuk merumuskan strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan UEP. Metode analisis kualitatif yang digunakan oleh peneliti adalah analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) dari faktor-faktor internal BUMP, serta peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dari faktor-faktor eksternal BUMP di dalam pengembangan kapasitasnya dengan menggunakan matriks SWOT. UEP yang dikelola BUMP banyak yang tidak berjalan dengan baik, ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya: Kelembagaan BUMP yang masih belum memiliki legalitas operasional sehingga sangat sulit untuk mencari bantuan dana dari pihak lain; Manajemen yang masih kurang baik, ini terlihat karena belum adanya Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) dari setiap UEP dan tidak adanya struktur yang jelas dari setiap UEP; Sumberdaya Manusia (SDM) yang masih kurang profesional dalam menangani semua UEP yang ada. Program aksi penguatan BUMP meliputi tiga aspek, antara lain: Penguatan Kelembagaan BUMP; Perbaikan Manajemen BUMP; Peningkatan kapasitas SDM pengelola UEP BUMP. Kata kunci: badan usaha, ekonomi produktif, pondok pesantren.
SUMMARY MUHAMMAD MUFTI IMAM SUYANTO. Strengthening Strategy of Al-Ikhlas Islamic Boarding School-Owned Enterprises (BUMP) in Increasing Productive Economic Business. Supervised by PUDJI MULJONO and IVANOVICH AGUSTA. Al-Ikhlas Islamic Boarding School in addition to have a formal education program that consist of kindergarten to university (UNDOVA), also has a nonformal program which is engaged in the Productive Economic Business (UEP). Productive Economic Business activity managed by Al-Ikhlas Islamic Boarding School (BUMP). BUMP is a business enterprises formed to make the Al-Ikhlas Boarding School as a self-contained cottage economy and does not rely on help from the government or other institutions. So the need for measures to strengthen the BUMP, that some non-formal programs with various units can be sustainable productive enterprises whose main purpose empower communities. The main aim of this study is to formulate a strategy of strengthening BUMP in improving the Productive Economic Business (UEP). The main aim can be addressed through specific aims of this study, namely: it can be answered through the specific objectives of this study are: to analyze the factors that support and hinder BUMP in the improvement of productive economic activities; Analyzing the pesantren community involvement in the implementation of BUMP; and formulate strategies to strengthen BUMP in the improvement of Productive Economic Business (UEP). The method used in this study is a participatory qualitative methods with quantitative and qualitative data. The method used to formulate strategies to strengthen BUMP in improving the UEP. Qualitative analysis methods used by the researchers is the SWOT analysis. SWOT analysis is used to analyze the strength (Strength) and weakness (Weakness) from BUMP internal factors, as well as opportunities (Opportunities) and threats (Threats) of the external factors BUMP in the development of capacity using SWOT matrix. Many UEP that managed by BUMP have not been going well, this is due to several factors, including: Institutional BUMP who still do not have a legal operating, so it is difficult to seek financial support from other parties; Management is still not good, it looks because there are no Standar Operational Implementation (SOP) of each UEP and no a clear structure of each UEP; Human Resources (SDM) are still lacking in handling all existing UEP. BUMP strengthening action program includes three aspects, among others: BUMP Institutional Strengthening; BUMP Management Improvements; Capacity building manager of UEP BUMP Keywords: enterprises, islamic boarding school, productive economic.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGUATAN BADAN USAHA MILIK PONDOK (BUMP) PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS DALAM PENINGKATAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF
MUHAMMAD MUFTI IMAM SUYANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar pada Ujian Tesis: Dr Nurmala K. Panjaitan, MSDEA
Judul Kajian : Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif Nama : Muhammad Mufti Imam Suyanto NIM : I354120165
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Pudji Muljono, MSi Ketua
Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi Anggota Anggota
Diketahui oleh
Koordinator Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS
Tanggal Ujian: 19 September 2015
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah Strategi Penguatan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren AlIkhlas dalam Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan serta motivasi , serta Bapak Dr Ir Lala M. Kolopaking, MS dan Bapak Ir Fredian Tonny, MS selaku pengelola program yang telah banyak memberi arahan dan motivasi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr KH. Zulkifli Muhadli, SH, MM, KH. Amir Ma’ruf Husein, SPdI, MM, selaku pimpinan dan wakil pimpinan Pondok Pesantren AlIkhlas, para tenaga pengajar Pondok Pesantren Al-Ikhlas, staf PS MPM SPs IPB, serta semua pihak yang telah membantu selama penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015 Muhammad Mufti Imam Suyanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan masalah 4 Tujuan Kajian 5 Manfaat Kajian 5 Ruang Lingkup Kajian 5 PENDEKATAN TEORITIS 7 Tinjauan Pustaka 7 Pengertian Strategi 7 Peranan Strategi 10 Klasifikasi Strategi 10 Tipe-tipe Strategi 11 Konsep dan Pengertian Proses Pemberdayaan Masyarakat 13 Dimensi dan Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat 17 Bias-bias Pemberdayaan Masyarakat 19 Instrumen Proses Pemberdayaan Masyarakat 20 Konsep Kelembagaan Sosial 23 Usaha Ekonomi Produktif (UEP) 23 Legalitas Usaha 25 Bentuk – bentuk Badan Usaha 27 Analisis Lingkungan Eksternal 29 Analisis Lingkungan Internal 30 Kerangka Pemikiran 32 METODE KAJIAN 35 Lokasi dan Waktu Kajian 35 Pendekatan Kualitatif 35 Pengumpulan Data 35 Metode Pengolahan dan Analisis Data 36 38 Perancangan Penyusunan Program Metode Perancangan 38 Partisipan Perancangan 38 Proses Perancangan 38 KABUPATEN PROFIL KOMUNITAS KELURAHAN MENALA SUMBAWA BARAT 41 Letak Geografis 41 Kependudukan 42 Jumlah dan Komposisi Penduduk 42 Kepadatan Geografis dan Agraris 43 Pertumbuhan Penduduk 44 Struktur Sosial 44 Stratifikasi Sosial 44 Kelembagaan Sosial 44 Jejaring Sosial 45 Kelembagaan Ekonomi 45
Kelompok Usaha Produktif Aksesibilitas terhadap Kebijakan dan Sumberdaya Jaringan Bisnis Tokoh Bisnis Pola-pola Kebudayaan Sistem Norma dan Nilai Orientasi Nilai Budaya Pola Bersikap, Bertindak, dan Sarana Pola-pola Adaptasi Ekologi Mata Pencaharian Utama Strategi Penghidupan Masalah-masalah Sosial Deskripsi Masalah Sosial Dampak Masalah Sosial Faktor Penyebab Solusi yang Pernah Dilakukan EVALUASI PROGRAM BADAN USAHA MILIK PONDOK (BUMP) PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS DALAM PENINGKATAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF Deskripsi Program BUMP Evaluasi Program BUMP ANALISIS FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KINERJA BUMP Faktor Pendukung dan Penghambat UEP BUMP Manajemen Produksi dan Operasi Pemasaran Keuangan Sistem Informasi Manajemen Ekonomi Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan Politik, Pemerintahan, dan Hukum Teknologi Kompetitif Komunitas yang Terlibat dalam UEP BUMP Analisis SWOT BUMP Strategi Penguatan BUMP PROGRAM AKSI PENGUATAN BUMP Pemberdayaan Pembinaan Pengembangan PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
45 46 46 47 47 47 47 48 49 49 49 50 50 51 51 52
55 55 59 63 63 63 64 64 64 64 65 65 65 65 65 69 70 77 79 79 80 81 85 85 85 87
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12
Bidang-bidang kegiatan BUMP Matriks analisis SWOT Luas wilayah desa di Kecamatan Taliwang tahun 2011 Jarak desa dengan ibukota kecamatan dan ibukota Kabupaten tahun 2011 Tinggi ibukota desa dari permukaan air laut dirinci per desa di Kecamatan Taliwang pada akhir tahun 2011 Evaluasi dari masing-masing UEP BUMP Pondok Pesantren AlIkhlas Identifikasi faktor internal yang mempengaruhi BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas Identifikasi faktor eksternal yang mempengaruhi BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas Daftar faktor pendukung, faktor penghambat, komunitas yang terlibat, dan strategi penguatan UEP BUMP Matriks Analisis SWOT BUMP Jumlah santri putra dan putri Pondok Pesantren Al-Ikhlas Program Penguatan BUMP
24 38 41 42 43 59 66 67 71 72 73 84
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Elemen-elemen Dasar dari Proses Manajemen Strategi Gambar 2 Kerangka pemikiran kajian strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam meningkatkan usaha ekonomi produktif Gambar 3 Persepektif penguatan BUMP, komunitas pesantren dan pemberdayaan masyarakat sekitar
12
34 80
PENDAHULUAN Latar Belakang
Ide Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) berangkat dari kenyataan bahwa rentang kendali antara pusat kabupaten dengan masyarakat Sumbawa Barat teramat jauh, sehingga mengakibatkan lambannya pelayanan pemerintah kepada masyarakat, lambannya pemerataan pembangunan, lambannya upaya peningkatan SDM, dan lain sebagainya. Jumlah penduduk Sumbawa Barat terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tahun 2010 tercatat 114.951 jiwa terdiri dari 58.274 laki-laki dan 56.677 perempuan. Sumbawa Barat tiap tahunnya bertambah padat, hal ini terlihat dari terus meningkatnya kepadatan penduduk dari 53,57 jiwa/km2 tahun 2008 menjadi 62 jiwa/km2 di tahun 2010. Pada periode 2000-2010 laju pertumbuhan penduduk Sumbawa Barat mencapai 3,2 persen per tahun, termasuk tinggi jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di NTB. Salah satu penyebab tingginya laju pertumbuhan penduduk Sumbawa Barat karena migrasi masuk yang relatif besar terutama untuk alasan ekonomi. Beroperasinya perusahaan tambang tidak hanya menarik tenaga kerja di sektor pertambangan saja, lapangan pekerjaan di sektor pendukung seperti penyediaan makanan dan minuman juga menarik minat pencari kerja dari luar Sumbawa Barat, bahkan dari luar NTB. Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang lahir berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, mempunyai keunggulan komparatif (comparative adventage) dan keunggulan kompetitif (competitive adventage) yang cukup besar. Keunggulan-keunggulan tersebut antara lain wilayahnya cukup luas (1.849,02 km2) dengan potensi sumberdaya alam yang prospektif dikembangkan berbagai jenis komoditas, letaknya yang sangat strategis pada jalur transnasional (Bali-NTB-NNT) sebagai pintu masuk Pulau Sumbawa menuju ke Wilayah Timur Indonesia, serta penduduknya tahun 2010 sebanyak 114.754 jiwa dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2009 senilai 67,31 point (menempati nomor urut ke-3 di Provinsi NTB setelah Kota Mataram dan Kota Bima). Penyebaran penduduk Sumbawa Barat belum merata dan masih terkonsentrasi di wilayah tertentu. Kecamatan Taliwang tercatat sebagai kecamatan terpadat kedua setelah Maluk, dengan penduduk mencapai 117 jiwa per km2, sementara di setiap satu kilometer persegi wilayah Kecamatan Maluk rata-rata dihuni sekitar 129 orang. Posisi Kecamatan Maluk yang terletak di daerah lingkar tambang dan status Kecamatan Taliwang sebagai pusat pemerintahan menjadi salah satu penyebab tingginya konsentrasi penduduk di dua kecamatan. Mayoritas masyarakat terdiri dari para petani, pedagang, pegawai negeri, dan nelayan. Semenjak tahun 1997 yang lalu telah dimulai megaproyek penambangan emas dan tembaga oleh PT. Newmont Nusa Tenggara yang merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) berskala besar. Proyek penambangan tersebut seperti juga terjadi di manapun di dunia ini, secara tidak langsung telah memperparah kehidupan materialistik dan menjadi salah satu faktor merosotnya moral masyarakat. Hal itu tentu memperberat beban pekerjaan Pondok Pesantren
2 Al-Ikhlas Taliwang yang terletak +30 km dari lokasi penambangan, karena bagaimanapun, masyarakat tetap saja memandang Pondok Pesantren Al-Ikhlas Taliwang sebagai benteng moral dan keagamaan masyarakat. Berbagai usaha telah dilakukan oleh Pemerintah KSB untuk merealisasikan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetif wilayah dalam kurun waktu Tahun 2006 – 2010 (Tahap I Pembangunan Jangka Panjang KSB), sehingga pembangunan telah memberikan manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, walau disadari pula masih terdapat kekurangan dan permasalahan. Usaha pembangunan tersebut perlu terus dilanjutkan dan disempurnakan melalui berbagai kebijakan dan program yang dapat memperluas kesempatan kerja (pro job), memperbesar pertumbuhan ekonomi (pro growth) dan menanggulangi kemiskinan (pro poor) pada bebagai bidang kehidupan masyarakat di Bumi Pariri Lema Bariri. Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembangunan, pendidikan merupakan mata rantai utama yang terkait dengan solusi dari berbagai masalah kesejahteraan karena merupakan investasi panjang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai motor penggerak utama pembangunan menuju kesejahteraan. Kualitas sumber daya manusia yang unggul akan membawa implikasi langsung terhadap peningkatan daya saing sehingga mampu melakukan terobosan pemikiran yang optimal dalam usahanya untuk meningkatkan kesejahteraan, memutus rantai kemiskinan dan utamanya kebodohan. Secara umum pada periode 2005-2010 APS (Angka Partisipasi Sekolah) Sumbawa Barat mengalami kenaikan. Trend yang bisa dilihat dari APS pada periode tersebut adalah semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah APS, hal itu menunjukkan kesadaran masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi masih rendah. Tahun 2010 hampir seluruh penduduk usia 10 tahun keatas Sumbawa Barat yang telah mampu membaca dan menulis huruf latin yakni sebanyak 91,47 persen. Pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa bagi diri sendiri atau orang lain. Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi seseorang. Pekerjaan tidak hanya mempunyai nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasan dan imbalan atau upah berupa barang dan jasa (Soekanto 1990). Berdasarkan data SP 2010, penduduk usia kerja (berumur 15 tahun ke atas) di Sumbawa Barat terdapat sekitar 85.902 orang atau 74,73 persen dari total penduduk. Dari seluruh penduduk usia kerja tersebut 66,44 persen diantaranya termasuk angkatan kerja sedangkan 33,56 persen sisanya termasuk bukan angkatan kerja yaitu penduduk yang tidak melakukan aktifitas ekonomi baik karena sekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya. Tahun 2010 angkatan kerja yang bekerja mencapai 93,46 persen, dengan proporsi pekerja lakilaki sebanyak 65,61 persen dan pekerja perempuan 34,39 persen. Berdasarkan jenis kelamin, pengangguran dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan persentase masing-masing sebesar 54,17 persen dan 45,83 persen. Menurut tempat tinggal, lebih dari 73,39 persen penduduk yang menganggur bertempat tinggal di daerah perdesaan. Secara umum pada tahun 2010 sebagian besar pekerja di Sumbawa Barat bekerja pada sektor pertanian dengan persentase lebih dari 34 persen dan lebih dari 82 persen mereka yang bekerja di sektor pertanian bertempat tinggal di daerah perdesaan. Dari sisi tingkat
3 pendidikan, mayoritas (78,21 persen) pekerja di sektor pertanian mempunyai pendidikan SD ke bawah. Dilihat dari tempat tinggalnya, para pekerja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan mayoritas bekerja di sektor jasa dan perdagangan (masingmasing 32 persen dan 21 persen). Sementara mereka yang tinggal di daerah perdesaan sebagian besar (41 persen) bekerja di sektor pertanian. Bagi sebagian masyarakat pasar kerja di luar negeri menjadi alternatif karena menjanjikan penghasilan besar. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumbawa Barat yang bekerja sebagai TKI sebanyak 1.043 orang. Dilihat dari tingkat pendidikannya, penduduk yang mencari nafkah di luar negeri ini hanya menamatkan sekolah sampai jenjang SMP kebawah saja, yakni mencapai 93,48 persen. Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Kata “tradisional” dalam batasan ini tidaklah merujuk dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian, tetapi menunjuk bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar masyarakat Islam Indonesia, yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup masyarakat. (Mastuhu 1994). Mengingat umurnya sudah tua dan luas penyebaran pesantren cukup merata, dapat dipahami jika pengaruh lembaga itu pada masyarakat sekitar sangat besar. Sepanjang kelahirannya, pesantren telah memberikan kontribusi yang sangat besar sebagai lembaga pendidikan, lembaga penyiaran agama dan juga gerakan sosial keagamaan kepada masyarakat. Setelah sebelas tahun (1971-1982) menjadi santri Pondok Modern Gontor Ponorogo, Pemuda bernama Zulkifli Muhadli mendirikan Pondok Pesantren AlIkhlas setelah dua tahun melakukan persiapan untuk membangun basis masyarakat dan basis ekonomi, tepatnya tanggal 1 Februari 1984 dengan jumlah pertamanya 9 orang santri yang sebelumnya adalah murid mengajinya. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat Sumbawa tentang pondok pesantren masih sangat minim. Hal itu masih terus terjadi hingga saat ini. Pada awal dekade 1980-an telah ada sebuah Pondok Pesantren, tetapi oleh masyarakat dianggap sebagai sebuah Madrasah Diniyah saja, sehingga ketika Pondok Pesantren AlIkhlas Taliwang berdiri, masyarakat memberikan sambutan yang hangat. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Ikhlas Taliwang terasa begitu pesat, kemudian bermunculanlah beberapa Pondok Pesantren di tempat-tempat lain di pulau Sumbawa. Dengan demikian, meskipun bukan yang pertama, Pondok Pesantren Al-Ikhlas Taliwang dianggap sebagai pondok pesantren pelopor di Sumbawa, dan dianggap sebagai yang paling berkembang. Sebagai masyarakat yang berasal-usul dari Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan, masyarakat Sumbawa identik dengan masyarakat Islam, karena bila seseorang sudah murtad, maka secara otomatis tidak lagi sebagai orang Sumbawa. Dengan jiwa yang sangat terbuka, masyarakat Sumbawa memiliki daya serap yang sangat tinggi terhadap kebudayaan-kebudayaan yang ditemuinya dalam kehidupannya. Dengan demikian, pola kehidupan masyarakat cenderung modernis dan meninggalkan hal-hal yang bersifat tradisional, termasuk dalam pengamalan keagamaan. Itulah diantara faktor penyebab kurangnya jumlah santri yang belajar
4 di Pondok-Pondok Pesantren di Sumbawa, karena masyarakat Sumbawa masih lebih memprioritaskan pendidikan putra-putrinya ke sekolah-sekolah umum, meskipun mereka memberikan apresiasi dan mengakui prestasi pendidikan yang telah ditunjukkan oleh alumni Pondok Pesantren. Pondok Pesantren Al-Ikhlas selain memiliki program pendidikan formal yang terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi (UNDOVA), juga memiliki program non formal yang bergerak dalam bidang Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Kegitan Usaha Ekonomi Produktif dikelola oleh Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas. BUMP adalah Badan Usaha yang dibentuk untuk menjadikan Pondok Pesantren Al-Ikhlas sebagai pondok yang mandiri ekonomi dan tidak menggantungkan pada bantuan dari pemerintah atau lembaga lainnya. Sehingga perlu adanya langkah-langkah untuk penguatan BUMP tersebut, agar beberapa program non formal dengan berbagai unit-unit usaha produktif dapat berjalan berkelanjutan yang tujuan utamanya memberdayakan masyarakat. Sekarang muncul pertanyaan bagaimana strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan usaha ekonomi produktif?
Perumusan masalah Kelompok-kelompok merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih luas yakni komunitas, termasuk di dalamnya adalah pondok pesantren. Kehidupan kelompok setidak-tidaknya merupakan suatu pencerminan kehidupan komunitas yang lebih luas, kelompok-kelompok tersebut disadari mempunyai pengaruh terhadap pola kehidupan sehari-hari individu. Untuk dapat mengetahui dan menganalisis pertanyaan utama yang telah dibahas di atas maka dapat ditarik beberapa pertanyaan sepesifik dalam penelitian ini. Pertama, faktor apa saja yang mendukung dan menghambat BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan usaha ekonomi produktif? Dalam suatu kegiatan pengembangan masyarakat, pemahaman akan penyebab perilaku dan cara-cara mengubah atau mempengaruhi perilaku individu dalam kaitannya dengan individu lain akan bermanfaat dalam menyusun rencana kerja dan juga dalam pelaksanaannya nanti. Perilaku manusia, khususnya dalam kaitannya dengan lingkungan sosialnya adalah pusat perhatian dari psikologi sosial masyarakat. Menurut Baron dan Byrne (2004) dalam psikologi sosial penyebab perilaku sosial dan pemikiran sosial dijelaskan oleh beberapa aspek yaitu: perilaku dan karakter orang lain, proses-proses kognitif, variabel-variabel lingkungan, konteks budaya dan faktor biologis dan genetik. Berbagai penyebab inilah yang menjadikan psikologi sosial dapat dibedakan kedalam beberapa perspektif yang berbeda diantaranya adalah behavioral, cognitive, struktural dan interactionist. Setelah mengkaji peran BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas, maka pertanyaan spesifik kedua adalah bagaimana keterlibatan komunitas pesantren dalam pelaksanaan BUMP? Dengan adanya keterlibatan komunitas pesantren dalam pelaksanaan BUMP, timbul pertanyaan: bagaimana strategi penguatan BUMP untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif?
5 Tujuan Kajian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan diadakan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan utama dan tujuan spesifik. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan utama dari penelitian ini. Tujuan utama dari penelitian ini adalah merumuskan strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan usaha ekonomi produktif. Adapun tujuan utama tersebut dapat dijawab melalui tujuantujuan spesifik penelitian ini, yaitu: 1. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat kinerja BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan usaha ekonomi produktif; 2. Menganalisis keterlibatan komunitas pesantren dan masyarakat desa sekitar dalam pelaksanaan BUMP; dan 3. Merumuskan strategi penguatan BUMP dalam peningkatan usaha ekonomi produktif.
Manfaat Kajian Secara umum hasil penelitian ilmiah ini dapat memberikan kontribusi bagi para pihak terhadap pengembangan pengetahuan tentang strategi penguatan BUMP dalam peningkatan usaha ekonomi produktif. Dengan demikian, diharapkan pemerintah ikut memperhatikan kemajuan pesantren di KSB.
Ruang Lingkup Kajian Kajian ini meliputi BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat, khususnya di Kelurahan Menala Kecamatan Taliwang.
6
PENDEKATAN TEORITIS
Dalam bagian ini akan dibahas tentang tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran. Tinjauan pustaka menjelaskan beberapa hal yaitu pengertian strategi, peranan strategi, klasifikasi strategi, tipe-tipe strategi, manajemen strategi, visi, misi, dan tujuan, konsep strategi, konsep dan pengertian pemberdayaan masyarakat, dimensi dan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat, bias-bias pemberdayaan masyarakat, instrumen proses pemberdayaan masyarakat, pesantren, konsep kelembagaan sosial, usaha ekonomi produktif, legalitas usaha, bentuk-bentuk badan usaha, analisis lingkungan eksternal, analisis lingkungan internal.
Tinjauan Pustaka Pengertian Strategi Pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Istilah strategi dari bahasa yunani “strategos” atau dengan kata jamak strategi yang berarti jenderal atau perwira (state officer) dengan fungsi dan tugas yang luas. Istilah tersebut digunakan untuk mewakili 10 (sepuluh) suku di yunani yang dikenal dengan sebutan Board of Tai Strategy. Dan dalam artinya sempit Matlaff (1967) menyebut strategi sebagai The Art of General (seni jenderal). Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Marrus (2002) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selanjutnya Quinn (1999) mengartikan strategi adalah suatu bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakan-kebijakan dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu kesatuan yang utuh. Strategi diformulasikan dengan baik akan membantu penyusunan dan pengalokasian sumberdayayang dimiliki badan usaha menjadi suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan. Strategi yang baik disusun berdasarkan kemampuan internal dan kelemahan badan usaha, antisipasi perubahan dalam lingkungan, serta kesatuan pergerakan yang dilakukan oleh mata-mata musuh. Dari kedua pendapat di atas, maka strategi dapat diartikan sebagai suatu rencana yang disusun oleh manajemen puncak untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Rencana ini meliputi: tujuan, kebijakan, dan tindakan yang harus dilakukan oleh suatu organisasi dalam mempertahankan eksistensi dan menenangkan persaingan, terutama badan usaha atau organisasi harus memilki keunggulan kompetitif. Hal ini seperti yang diungkapkan Ohmae (1999) bahwa strategi bisnis, dalam suatu kata, adalah mengenai keunggulan kompetitif. Satusatunya tujuan dari perencanaan strategis adalah memungkinkan badan usaha memperoleh, seefisien mungkin, keunggulan yang dapat mempertahankan atas saingan mereka. Strategi koorperasi dengan demikian mencerminkan usaha untuk
8 mengubah kekuatan badan usaha relatif terhadap saingan dengan seefisien mungkin. Setiap badan usaha atau organisasi, khususnya jasa, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi pelanggannya. Oleh karena itu, setiap strategi badan usaha atau organisasi harus diarahkan bagi para pelanggan. Hal ini seperti yang dijelaskan Hamel dan Prahalad (1995) “bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan”. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Misalnya strategi itu mungkin mengarahkan organisasi itu ke arah pengurangan biaya, perbaikan kualitas, dan memperluas pasar. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Badan usaha perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Goldworthy dan Ashley (1996) mengusulkan tujuh aturan dasar dalam merumuskan suatu strategi sebagai berikut: 1. Ia harus menjelaskan dan menginterpretasikan masa depan, tidak hanya masa sekarang. 2. Arahan strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya. 3. Strategi harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak sematamata pada pertimbangan keuangan. 4. Ia harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. 5. Strategi harus mempunyai orientasi eksternal. 6. Fleksibilitas adalah sangat esensial. 7. Strategi harus berpusat pada hasil jangka panjang. Suatu strategi hendaknya mampu memberi informasi kepada pembacanya yang sekaligus berarti mudah diperbaharui oleh setiap anggota manajemen puncak dan setiap karyawan organisasi. Maka oleh Donelly (1996) dikemukakan enam informasi yang tidak boleh dilupakan dalam suatu strategi, yaitu: 1. Apa, apa yang akan dilaksanakan 2. Mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan yang akan dipakai dalam menentukan apa diatas 3. Siapa yang akan bertanggungjawab untuk atau mengoperasionalkan strategi 4. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mensukseskan strategi 5. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasional strategi tersebut 6. Hasil apa yang akan diperoleh dari strategi tersebut Untuk menjamin agar supaya strategi dapat berhasil baik dengan meyakinkan bukan saja dipercaya oleh orang lain, tetapi memang dapat dilaksanakan, Hatten (1996) memberikan beberapa petunjuknya sebagai berikut: 1. Strategi harus konsiten dengan lingkungan, strategi dibuat mengikuti arus perkembangan masyarakat, dalam lingkungan yang memberi peluang untuk bergerak maju. 2. Setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi, tergantung pada ruang lingkup kegiatannya. Apabila ada banyak strategi yang dibuat maka strategi yang satu haruslah konsisten dengan strategi yang lain.
9
3.
4.
5.
6.
7. 8.
Jangan bertentangan atau bertolak belakan, semua strategi senantiasa diserasikan satu dengan yang lain. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua sumberdaya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain. Persaingan tidak sehat antara berbagai unit kerja dalam suatu organisasi seringkali mengklaim sumberdayanya, membiarkannya terpisah dari unit kerja lainnya sehingga kekuatan-kekuatan yang tidak menyatu itu justru merugikan posisi organisasi. Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya. Selain itu hendaknya juga memanfaatkan kelemahan pesaing dan membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempati posisi kompetitif yang lebih kuat. Sumber daya adalah sesuatu yang kritis. Mengingat strategi adalah sesuatu yang mungkin, hendaknya dibuat sesuatu yang memang layak dapat dilaksanakan. Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar. Memang setiap strategi mengandung resiko, tetapi haruslah berhati-hati, sehingga tidak menjerumuskan organisasike lubang yang lebih besar. Oleh karena itu strategi hendaknya selalu dapat dikontrol. Strategi hendaknya disusn diatas landasan keberhasilan yang telah dicapai. Tanda-tanda suksesnya dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait dari para eksekutif, dari semua pimpinan unit dalam organisasi.
Sementara itu menurut Argyris, Mintzberg, Steiner, dan Miner seperti yang dikutip dalam Rangkuti (1998) menyatakan bahwa strategi merupakan respon secara terus-menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Bryson (2001) menjelaskan bahwa strategi dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, progam tindakan, keputusan atau alokasi sumberdayayang mendefinisikan bagaimna organisasi itu, apa yang dilakukan dan mengapa organisasi melakukannya. Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penyusunan strategi harus memperhatikan tujuan dan sasaran yang akan dicapai di waktu yang akan datang, selain itu suatu organisasi harus senantiasa berinteraksi dengan lingkungan dimana strategi tersebut akan dilaksanakan, sehingga strategi tersebut tidak bertentangan melainkan searah dan sesuai dengan kondisi lingkungan dan melihat kemampuan internal dan eksternal yang meliputi kekuatan dan kelemahan organisasinya. Oleh karena itu, strategi organisasi dengan merupakan perluasan misi guna menjembatani lingkungannya. Strategi itu sendiri biasanya dikembangkan untuk mengatasi isu strategis, dimana strategi menjelaskan respon organisasi terhadap pilihan kebijakan pokok. Strategi secara umum akan gagal, pada saat organisasi tidak memiliki konsisten antara apa yang dikatakan, apa yang di usahakan dan apa yang dilakukan.
10 Peranan Strategi Dalam lingkungan organisasi atau badan usaha, strategi memiliki peranan yang sangat penting bagi pencapaian tujuan, karena strategi memberikan arah tindakan, dan cara bagaimana tindakan tersebut harus dilakukan agar tujuan yang diinginkan tercapai. Menurut Grant (1999) strategi memiliki 3 peranan penting dalam mengisi tujuan manajemen, yaitu: 1. Strategi sebagai pendukung untuk pengambilan keputusan Strategi sebagai suatu elemen untuk mencapai sukses. Strategi merupakan suatu bentuk atau tema yang memberikan kesatuan hubungan antara keputusan-keputusan yang diambil oleh individu atau organisasi. 2. Strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi Salah satu peranan penting strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi adalah untuk memberikan kesamaan arah bagi badan usaha. 3. Strategi sebagai target Konsep strategi akan digabungkan dengan misi dan visi untuk menentukan di mana badan usaha berada dalam masa yang akan datang. Penetapan tujuan tidak hanya dilakukan untuk memberikan arah bagi penyusunan strategi, tetapi juga untuk membentuk aspirasi bagi badan usaha. Dengan demikian, strategi juga dapat berperan sebagai target badan usaha. Klasifikasi Strategi Seperti yang dipaparkan oleh Husein (2002) bahwa strategi badan usaha dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis badan usaha dan tingkatan tugas. Dilihat dari jenis badan usaha, ada strategi badan usaha konglomerasi yang memiliki beberapa Strategic Bussiness Unit (SBU), dan strategi badan usaha kecil dan hanya memiliki satu SBU. Sedangkan dilihat dari tingkatan tugas, strategi dapat diklasifikasikan menjadi : strategi generik (generic strategy), strategi utama/induk (grand strategy), dan strategi fungsional. 1. Strategi generik Menurut Porter (2002) strategi generik adalah suatu pendekatan strategi badan usaha dalam rangka mengungguli pesaing dalam industri sejenis. Dalam praktek, setelah badan usaha mengetahui strategi generiknya, untuk implementasinya akan ditindaklanjuti dengan langkah penemuan strategi yang lebih operasional. Kemudian Wheelen dan Hunger (2002) membagi strategi generik ini menjadi 3 macam yaitu: a. Strategi stabilitas (stability). Pada prinsipnya, strategi ini menekankan pada tidak bertambahnya produk, pasar, dan fungsifungsi badan usaha lain, karena badan usaha berusaha untuk meningkatkan efisiensi di segala bidang dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan. Strategi ini resikonya relatif rendah dan biasanya dilakukan untuk produk yang tengah berada pada posisi kedewasaan (mature). b. Strategi Ekspansi (Expansion). Pada prinsipnya, strategi ini menekankan pada penambahan atau perluasan produk, pasar, dan fungsi-fungsi badan usahanya, sehingga aktivitas badan usaha meningkat. Tetapi, selain keuntungan yang ingin diraih lebih besar, strategi ini juga mengandung resiko, kegagalan yang tidak kecil.
11 c. Strategi Penciutan (Retrenchment). Pada prinsipnya, strategi ini dimaksudkan untuk melakukan pengurangan atas produk yang dihasilkan atau pengurangan atas pasar maupun fungsi-fungsi dalam badan usaha, khususnya yang cashflow negative. Strategi ini biasanya diterapkan pada bisnis yang berada pada tahap menurun (decline). Strategi Utama 2. Strategi utama merupakan strategi yang lebih operasional dan merupakan tindak lanjut dari strategi generik. 3. Strategi Fungsional Strategi fungsional merupakan turunan strategi utama dan lebih bersifat spesifik serta terperinci tentang pengelolaan bidang- bidang fungsional tertentu, sperti bidang pemasaran, bidang keuangan, bidang SDM, bidang pelayanan, dan lain sebagainya. Tipe-tipe Strategi Ada beberapa tipe strategi menurut Koteen antara lain : 1. Corporate Strategy (strategi organisasi) Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, nilai, tujuan, nilainilai inisiatif-inisiatif strategi yang baru pembahasan-pembahasan ini diperlukan, yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa 2. Program Stategy (strategi program) Startegi ini memberikan perhatian pada implikasi-implikasi strategi dari suatu program tertentu, apa dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi. 3. Resource Support Strategy (strategi pendukung sumber daya) Strategi ini memusatkan perhatian pada maksimalisasi pemanfaatan sumberdayaessensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumberdayaitu dapat berupa tenaga, keuangan dan teknologi. 4. Institutional Strategy (strategi institusi) Fokus dari strategi institusional ialah mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif strategis (Salusu J 1996). Sedangkan menurut pendapat Rangkuti (2004), strategi dapat dikelompokkan berdasarkan 3 (tiga) tipe strategi, yaitu: 1. Strategi Manajemen Strategi manajemen meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro misalnya, strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga, strategi pengembangan produk, strategi akuisi, strategi pengembangan pasar, strategi mengenai keuangan dan sebagainya. 2. Strategi Investasi Strategi investasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi, misalnya, apakah badan usaha ini melakukan strategi pertumbuhan yang agresif atau berusaha mengadakan penetrasi pasar, strategi bertahan, strategi pembangunan kembali suatu divisi baru atau strategi diiventasi, dan sebagainya.
12 3. Strategi Bisnis Strategi bisnis ini juga disebut strategi bisnis secara fungsional karena bisnis ini berorientasi kepada fungsi-fungsi kegiatan manajemen, misalnya strategi pemasaran, strategi produksi atau operasional, strategi distribusi, strategi organisasi, dan strategistrategi yang berhubungan dengan keuangan. Manajemen Strategi Manajemen strategi meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi, serta pengendalian. Menurut Pearce dan Robinson (1997) manajemen strategi didefinisikan sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran badan usaha. Pengamatan Lingkungan
Perumusan Strategi
Implementasi Strategi
Evaluasi dan Pengendalian
Gambar 1 Elemen-elemen Dasar dari Proses Manajemen Strategi Sumber: Hunger (2002) Proses manajemen strategik menurut Pearce dan Robinson (1997) terdiri dari sembilan tugas penting, yaitu: 1. Merumuskan misi badan usaha, meliputi rumusan umum tentang maksud keberadaan (purpose), filosofi (philosophy), dan tujuan (goal). 2. Mengembangkan profil badan usaha yang mencerminkan kondisi internal dan kapabilitasnya. 3. Menilai lingkungan eksternal badan usaha, meliputi pesaing maupun faktor kontekstual umum. 4. Menganalisis opsi badan usaha dengan mencocokkan sumberdayanya dengan lingkungan ekternal. 5. Mengidentifikasi opsi yang dikehendaki dengan mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi badan usaha. 6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang strategi umum (grand strategic) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki. 7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum yang dipilih. 8. Mengimplementasikan pilihan strategi dengan cara mengalokasikan sumberdaya angggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, sumberdaya manusia, struktur, teknologi dan sistem imbalan. 9. Mengevaluasi keberhasilan proses sebagai masukan bagi pengambilan keputusan yang akan datang.
13 Manajemen strategi dapat membantu badan usaha dalam melihat ancaman dan peluang di masa depan dan memungkinkan badan usaha mengantisipasi kondisi yang selalu berubah di masa depan. Manajemen strategi merupakan suatu proses yang senantiasa berkesinambungan. Lingkungan organisasi berubah maka organisasi pun harus terus menerus dimodifikasi untuk memastikan bahwa yang diinginkan tercapai. Visi, Misi, dan Tujuan Penentuan visi dan misi merupakan langkah awal dalam proses perencanaan, sedangkan penentuan tujuan mengikuti formulasi strategi (David 2009). Ketiga komponen tersebut mempunyai hubungan yang saling menunjang serta mempunyai peran dalam pelaksanaan perencanaan strategi.Visi merupakan suatu pernyataan niat yang dirumuskan dengan seksama yang menetapkan tujuan atau keadaan masa depan yang secara khusus digunakan oleh seseorang atau sekelompok. Menurut David (2009) visi adalah pernyataan masa depan yang mungkin dan didambakan oleh kelompok. Visi diperlukan untuk memotivasi tenaga kerja secara efektif, visi bersama menciptakan perhatian bersama yang dapat mengangkat pekerja dari kebosanan kerja sehari-hari dan menempatkan mereka ke dunia baru yang penuh peluang dan tantangan. Misi adalah tujuan atau alasan mengenai keberadaan organiasi, dalam misi badan usaha yang ditetapkan apa yang ingin atau akan dicapai oleh badan usaha. Misi ini mencakup tipe, lingkungan atau karakteristik yang dikerjakan oleh badan usaha, harapan dan keinginan yang ingin dicapai (Jauch dan Gleueck 1999). Sedangkan menurut David (2009) misi akan lebih berkaitan dengan tingkah laku masa kini. Misi merupakan pernyataan alasan keberadaan suatu kelompok, pernyataan misi mengungkapkan misi jangka panjang dari suatu kelompok dalam arti kelompok ingin menjadi seperti apa dan siapa yang ingin dilayani. Visi dan misi merupakan motivator dalam kelompok terutama tenaga kerja. Misi adalah pernyataan tentang bisnis yang dijalankan oleh kelompok. Visi biasanya dapat membangkitkan semangat. Misi dapat memastikan kebulatan tujuan dalam kelompok, menyediakan standar untuk mengalokasikakan sumberdaya kelompok dan berfungsi sebagai titik pusat bagi individu dalam menyelaraskan diri dengan tujuan dan arah kelompok. Tujuan merupakan hasil akhir dari suatu kreatifitas atau kinerja. Tujuan menyatakan secara tegas apa saja yang akan dicapai dan kapan serta berapa yang harus dicapai. Tujuan badan usaha umumnya meliputi profitabilitas, efektivitas, efisiensi, pertumbuhan, kesejahteraan, pemanfaatan sumberdaya secara penuh, reputasi, kontribusi kepada karyawan melalui program kesejahteraan karyawan, kepemimpinan pasar, dan mempunyai keunggulan kompetitif yang tinggi. Konsep dan Pengertian Proses Pemberdayaan Masyarakat Proses pembangunan bersifat multidimensi begitu juga dengan bervariasinya tujuan pembangunan. Isu mengenai strategi pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan untuk saat ini tidaklah cukup. Oleh karena itu diperlukan adanya pemerataan. Hal ini disadari sebagai bentuk konsekuensi adanya permasalahan struktural di dalam pembangunan ekonomi yang juga terkait dengan masalah sosial di mana terdapat tatanan sosial yang memisahkan antara lapisan ekonomi maju dengan lapisan ekonomi kerakyatan (Kartasasmita 1996).
14 Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya untuk memperkecil ketertinggalan sektor ekonomi kerakyatan. Bagaimanapun juga, sektor ini memiliki peran di dalam meningkatkan kemampuan ekonomi nasional karena persentasenya yang lebih besar dibandingkan sektor ekonomi maju. Strategi yang dapat digunakan adalah dengan membantu rakyat agar lebih berdaya sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dalammemanfaat segala potensi yang dimilikinya. Konsep pemberdayaan tersebut mengacu pada kemampuan masyarakat memperoleh dan memanfaatkan akses atas sumberdaya yang penting sebagai upaya untuk meningkatkan tingkat pendapatan dan kesejahteraan. Dengan menciptakan dasar ekonomi yang kuat yaitu dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat, diharapkan lapisan ekonomi kerakyatan tersebut memiliki makna keterlibatan di dalam proses pembangunan (Nasdian 2002). Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Selain itu, pemberdayaan juga merupakan upaya mendorong dan memotivasi mereka untuk menentukan sendiri apa yang harus dilakukannya dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi sehingga mereka memiliki kesadaran dan kekuasaan penuh untuk membentuk hari depannya. Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, menurut Kartasasmita (1996), upaya pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga jurusan, yaitu : 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling) Setiap masyarakat pasti memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak berdaya karena jika ada, tentu saja mereka sudah punah. Pemberdayaan berarti suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan cara mendorongnya, memotivasi, serta membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilkinya. 2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) Untuk mendukung langkah pemberdayan di atas, maka diperlukan adanya penyediaan berbagai input seperti pembangunan prasarana dan sarana serta kemudahan akses terhadap berbagai peluang dan sumberdaya. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan taraf pendidikan masyarakat; penyediaan fasilitas kesehatan; kemudahan akses terhadap modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar; serta adanya lembaga-lembaga pendanaan, lembaga pendidikan dan pelatihan, serta lembaga pemasaran di tingkat lokal. 3. Memberdayakan mengandung arti melindungi mereka yang lemah Masyarakat yang lemah harus dicegah untuk semakin bertambah lemah.Oleh karena itu, diperlukan adanya pemihakan dan perlindungan bagi masyarakat yang tidak berdaya. Memberi perlindungan di sini tidak berarti mengisolasi yang lemah, akan tetapi mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta adanya tindakan eksploitasi oleh pihak yang kuat kepada yang lemah. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, agar tindakan perlindungan yang dilakukan tidak berlebihan karena ini justru akanmenyebabkan mereka semakin tergantung oleh bantuan pihak luar. Dengan demikian, proses pemberdayaan masyarakat harus melatih masyarakat untuk memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya secara optimal sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat dipertukarkan dengan pihak lain.
15 Secara konseptual, fokus proses pemberdayaan adalah bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. “ Such a definition of empowerment is centrally about people taking control of their own lives and having the power to shape their own future. “ (Shardlow dalam Adi 2003). Dengan demikian, proses pemberdayaan masyarakat adalah proses memberdayakan individu, keluarga, kelompok, ataupun komunitas dengan cara mengembangkan masyarakat dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, akan tetapi juga meliputi usaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya dan masyarakatnya. “ The empowerment approach, which is fumdamental to an alternative development, places the emphasis on autonomy in the decision making of territorially organized communities, local self reliance (but not autarchy), direct (participatory) democracy, and experiential social learning. “ (Friedmann 1992) Hal lain yang tidak kalah penting di dalam proses pemberdayaan adalah bahwa setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat akan potensi yang dimilikinya (Siregar 2002). Potensi tersebut meliputi potensi yag dimiliki di dalam diri mereka maupun potensi yang ada pada lingkungannya. Potensi tersebut dapat dijadikan suatu kekuatan yang bisa digerakkan untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhannya. Tumbuhnya kesadaran akan kemampuan diri, daya diri, peluang baru untuk memperbaiki kondisi, serta kesadaran akan arti dialog dan solidaritas antar warga dalam memenuhi kebutuhan merupakan elemen-elemen dasar keberdayaan. Siregar (2002) juga menambahkan bahwa kesadaran masyarakat tersebut dapat digunakan setiap komunitas untuk merespon adanya peluang serta tantangan sebagai akibat dari suatu perkembangan internal dan eksternal komunitas. Kesadaran yang juga tak kalah pentingnya adalah kesadaran akan potensi kemampuan diri untuk menghayati hak dan kewajiban sebagai bagian dari komunitas setempat dan komunitas yang lebih luas. Keseluruhan tesebut pada akhirnya akan membantu dalam upaya mendorong kemauan warga masyarakat untuk memikul tanggung jawab kolektif. Empowerment dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai pemberdayaan dalam Bahasa Indonesia. Maka definisi kerja pemberdayaan seharusnya dirumuskan sebagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan/daya (power) pihak-pihak yang tidak atau kurang berdaya. Harus dipahami sebagai upaya untuk : 1. Memberikan kekuatan/daya (power) kepada seseorang individu atau kelompok lain; dan 2. Membiarkan mereka menguasai dan menggunakan kekuatan/daya (power) tersebut di tangan mereka untuk tujuan dan kepentingan mereka.Pemberdayaan juga bermakna sebagai upaya distribusi-ulang (redistribusi) kekuatan/daya
16 (power) dari pihak yang memilikinya kepada pihak yang tidak atau kurang memilikinya. Karena itu, suka atau tidak suka, pemberdayaan selalu mengandung pengertian : 1. Pengurangan atau pemindahan daya (power) atau upaya melakukan disempowerment/less empowering pihak-pihak yang memiliki kekuatan/daya (power); dan 2. Penyerahan/penambahan daya (power) kepada pihak-pihak yang diberdayakan (empowerment). Hal tersebut tentu saja tidak selalu disukai oleh berbagai pihak, termasuk pihak-pihak yang mengaku diri sebagai pemberdaya. (Sembiring 2003) Menurut Chambers (1995) pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses perubahan sosial yang direncanakan, tujuannya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat agar dapat melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mengarah pada kemandirian masyarakat, partispasi jaringan kerja dan keadilan (Hikmat 2004). Pemberdayaan adalah sebuah proses yang merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugastugas kehidupannya. Menurut Suharto (2005) secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga memiliki kebebasan dalam arti bebas mengemukakan pendapat, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang diperlukan dan c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusankeputusan yang mempengaruhi mereka. Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses dan cara-cara pemberdayaan: 1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife 1995 dalam Suharto 2005). 2. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam,berbagi pengontrolan atas dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons et all. 1994 dalam Suharto 2005).
17 3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin 1987 dalam Suharto 2005) 4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport 1984 dalam Suharto 2005). Maksud pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama: 1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensi serta peluang; 2. Menyusun rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian; 3. Menerapkan rencana kegiatan kelompok; 4. Memantau proses dan hasil kegiatansecara terus menerus (monitoring dan evaluasi partisipatif). Pelaksanaan tahap–tahap di atas sering bersamaan dan lebih bersifat diulangi terus menerus. Pemberdayaan masyarakat kerapkali dilakukan melalui pendekatan kelompok dimana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan pengetahuannya (DFID 2001). Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu model pembangunan yang bertumpu pada aspek manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Cernea (1988) bahwa pada hakekatnya manusia adalah titik pangkal, pusat dan sasaran akhir dari pembangunan. Oleh karena itu manusiasudah seharusnya merupakan aspek utama dalam pembangunan. Seringkali sumberdaya keuangan dalam proyek-proyek pembangunan pedesaan merupakan masukan tunggal terbesar yang disuplai oleh sebuah proyek ke dalam suatu wilayah untuk mempercepat pertumbuhan. Tetapi pemasukan sumberdaya dari luar ke dalam suatu masyarakat pedesaan memerlukan proses yang perlu dikembangkan dari dalam dan secara berangsur-angsur dihimpun dan disesuaikan dengan kemampuan struktur sosial ekonomi untuk menghasilkan, menyerap dan menggunakan hasil surplus. Dimensi dan Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat menurut Satria (2002) dan Nasdian (2002) memiliki dua dimensi pokok yaitu dimensi kultural dan dimensi struktural. Dimensi kultural meliputi upaya untuk melakukan perubahan perilaku ekonomi, peningkatan pendidikan, sikap terhadap pengembangan teknologi, serta kebiasaan masyarakat setempat. Pemberdayaan tersebut diperlukan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan kultural seperti pola hidup yang konsumtif, rendahnya kemampuan menabung, serta adanya sikap subsisten dan resisten terhadap pendidikan formal. Sedangkan dimensi struktural meliputi upaya perbaikan struktur sosial yang memungkinkan terjadinya mobilitas sosial vertikal. Contoh dari perbaikan struktural adalah meningkatkan dan mempererat solidaritas petani dan nelayan dengan cara berhimpun dalam suatu kelompok dan organisasi yang mampu memperjuangkan kepentingan mereka (Supriatna 1997). Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberikan pendidikan (penyuluhan) kepada masyarakat serta mengupayakan adanya partisipasi aktif dan inisiatif dari
18 petani dan nelayan untuk meningkatkan keberdayaannya dalam rangka untuk meningkat kemandirian dan kesejahteraan mereka (pengembangan masyarakat). Mengingat karakteristik dan kondisi masyarakat berbeda-beda, maka proses pemberdayaan masyarakat harus disesuaikan dengan keadaan sosial, ekonomi, budaya, dan ekologi masyarakat setempat. Menurut Satria (2002) hal lain yang harus diperhatikan di dalam kegiatan pemberdayaan, adalah mengenai prinsipprinsip pemberdayaan, yaitu: 1. Tujuan Harus diperhatikan di dalam setiap kegiatan pemberdayaan bahwa tujuan dari kegiatan pemberdayaan adalah menjadikan individu, kelompok dan masyarakat memiliki kemampuan dan daya dalam memanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada di dalam dirinya untuk meningkatkan taraf kehidupannya. “ membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. “ (Payne dalam Adi, 2003). Selain itu, memberikan kemudahan bagi mereka untuk mengakses dan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang berguna untuk kepentingan mereka.Cara yang dapat dilakukan adalah mentransfer pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan, penyediaan bantuan modal dan teknologi, penyediaan sarana fisik, dan lainnya. 2. Pengetahuan dan penguatan nilai lokal Nilai lokal merupakan salah satu modal sosial yang penting untuk dikembangkan bagi kemajuan masyarakat.Pengetahuan modern bukan segalanya yang mampu mengatasi persoalan teknis maupun masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat sebab kondisi dan karakteristik nya berbeda. 3. Keberlanjutan Pemberdayan merupakan salah satu bentuk rekayasa sosial yang membutuhkan waktu relatif lama karena berkaitan dengan perubahan sosial yang bersifat struktural maupun kultural. Akan tetapi kegiatan pemberdayaan masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk proyek pemberdayaan seringkali terjebak pada paradigma proyek yang mengharuskan target secara nyata dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena memang sifat proyek yang relatif terbatas waktunya. Akibatnya, kondisi masyarakat pasca-proyek terkadang tidak diperhitungkan. 4. Ketepatan kelompok sasaran Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya penanggulangan masalah kemisikinan, diharapkan masyarakat miskin untuk membentuk kelompok. Hal ini dilakukan agar pelayanan terhadap mereka dapat terarah, interaktif serta mempermudah dalam pemupukan modal, penghimpunan tabungan dan menciptakan lapangan usaha (Supriatna, 1997).Harus diperhatikan bahwa proyek tidak hanya menyentuh kelompok elit tapi harus menyentuh seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat miskin. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai kriteria kelompok sasaran yang benar, yaitu berpenghasilan rendah, memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengakses dan mendapatkan pelayanan terhadap sumberdaya dan permodalan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
19 5. Kesetaraan jender Merupakan prinsip penting dalam mewujudkan efektifitas pemberdayaan. Bagaimanapun juga, merupakan salah satu ciri sosial masyarakat pedesaan/ pertanian yaitu kuatnya peran wanita selain dalam faktor produksi usahatani, mereka juga berperan dalam aktifitas ekonomi maupun pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan ekonomi rumah tangga.Dengan demikian, dalam proyek pemberdayaan harus memperhatikan juga peran serta wanita di dalam pelaksanaannya (Mikkelsen 1999). Bias-bias Pemberdayaan Masyarakat Walaupun pemberdayaan masyarakat merupakan alternatif strategi pembangunan yang sudah diterima oleh penentu kebijakan pembangunan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja mengalami hambatan. Menurut Kartasasmita (1996), hal ini dikarenakan adanya bias-bias terhadap konsep pemberdayaan masyarakat Adapun bias-bias pemikiran tentang konsep pemberdayaan masyarakat tersebut adalah: 1. Adanya kecenderungan berpikir bahwa dimensi rasional dari pembangunan lebih penting daripada dimensi moralnya. Dimensi material lebih penting daripada dimensi kelembagaannnya. Dan dimensi ekonomi lebih penting daripada dimensi sosialnya. Akibat dari anggapan ini ialah alokasi sumbedaya pembangunan diprioritaskan menurut jalan pikiran yang demikian. 2. Adanya paradigma yang menyatakan bahwa pendekatan pembangunan yang berasal dari atas lebih sempurna daripada pengalaman dan aspirasi pembangunan di tingkat bawah. Efeknya adalah kebijakan-kebijakan pembangunan menjadi kurang efektif karena kurang mempertimbangkan kondisi nyata kehidupan masyarakat serta karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kelompok masyarakat. 3. Berkembangnya pemikiran bahwa pembangunan masyarakat di tingkat bawah lebih memerlukan bantuan material daripada ketrampilan teknis dan manajerial. Oleh karena itu, sering terjadi pemborosan sumberdaya dan dana karena kurang mempersiapkan ketrampilan teknis dan manajerial dalam pengembangan sumberdaya manusia. Hal ini tentu saja akan menyebabkan masyarakat bawah semakin terbelakang karena tidak ada perubahan akan ketidakberdayaan mereka. 4. Adanya anggapan bahwa teknologi yang diperkenalkan dari atas selalu lebih ampuh daripada teknologi yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Anggapan yang demikian menyebabkan adanya pendekatan pembangunan yang memaksa dan menyamaratakan teknologi tertentu untuk seluruh kawasan pembangunan di tanah air. Di lain pihak, pendekatan pembangunan yang seperti ini akan mengabaikan potensi teknologi tradisional yang dengan sedikit pembaharuan mungkin akan lebih efektif dan efisien di dalam mengatasi permasalahan pembangunan di tingkat lokal (spesifik lokasi). 5. Munculnya pemikiran yang beranggapan bahwa lembaga-lembaga yang telah berkembang di kalangan rakyat cenderung tidak efektif dan efisien dalam mendukung proses pembangunan. Akibatnya, lembaga tersebut kurang diikutsertakan di dalam proses pemberdayaan padahal proses tersebut seharusnya melibatkan dan memanfaatkan lembaga lokal. Padahal dengan adanya proses pemberdayaan diharapkan lembaga tersebut dapat diperbarui dan
20 diperkuat serta diberdayakan dan bukannya memperkenalkan lembagalembaga asing yang tidak sejalan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. 6. Anggapan bahwa masyarakat lapisan bawah tidak tahu apa yang diperlukannya atau bagaimana memperbaiki nasibnya. Oleh karena itu, mereka harus dituntun dan diberi petunjuk dan tidak perlu dilibatkan dalam perencanaan meskipun yang menyangkut dirinya sendiri. Akibatnya, banyak proyek pembangunan yang salah sasaran dan tidak memecahkan masalah. Bias ini melihat masyarakat sebagai obyek pembangunan, dan bukan sebagai subyek. 7. Berkaitan dengan penjelasan di atas, adanya anggapan bahwa orang miskin disebabkan karena dia bodoh dan malas. Sehingga cara penanganannya bersifat paternalistik, yaitu memperlakukan masyarakat sebagai orang yang bodoh dan malas dan bukannya memberikan kepercayaan. Adanya cara pandang yang demikian menyebabkan masalah kemiskinan hanya dianggap sebagai masalah sosial (charity) dan bukan usaha penguatan ekonomi masyarakat miskin. 8. Adanya pemikiran yang terlalu teknis mengakibatkan dikesampingkannya modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Kurangnya pemahaman tentang sisi sosial budaya masyarakat dan kaitannya dengan pembangunan dimana hal tersebut merupakan potensi yang ada pada rakyat sebagai kekuatan pembangunan. Sebab yang lain adalah adanya ukuran efisiensi pembangunan yang salah dalam penerapannya sehingga memunculkan anggapan bahwa investasi harus selalu menghasilkan pertumbuhan dengan segera. Padahal, upaya pemberdayaan memang akan selalu menghasilkan pertumbuhan, bahkan merupakan pertumbuhan yang berkelanjutan akan tetapi umumnya memang membutuhkan jangka waktu yang lama. 9. Munculnya cara pandang yang menganggap bahwa sektor pertanian dan perdesaan adalah sektor yang tradisional, kurang produktif dan memiliki masa investasi yang panjang, sehingga sektor tersebut kurang menarik untuk diberi investasi secara besar-besaran. Berkaitan dengan hal itu juga, bermitra dengan petani dan sektor usaha kecil di bidang pertanian dan perdesaan dianggap tidak menguntungkan dan memiliki resiko yang tinggi karena skala usahanya yang kecil sehingga kualitas dan kuantitasnya dianggap kurang dapat diandalkan. 10. Terkait dengan penjelasan sebelumnya, maka muncul adanya ketidakseimbangan dalam akses terhadap sumber dana (kredit). Kegiatan investasi makin cenderung terpusat di perkotaan (industri) yang lama kelamaan akan meningkatkan arus urbanisasi. Ini tentu saja akan menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat perkotaan dan juga pedesaan. Instrumen Proses Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Koenrad Verhagen tentang LPSM di tiga negara yaitu Brazil, Thailand dan Indonesia, dirumuskan delapan instrumen untuk menilai implementasi dari kegiatan pengembangan swadaya (pemberdayaan) masyarakat (Sajogyo 1997). Delapan instrumen tersebut dinilai dapat membantu di dalam menyusun suatu program pemberdayaan sebagai upaya untuk menanggulangi kemiskinan.
21 Dari pengembangan kedelapan instrumen tersebut, maka di dapatkan gambaran tentang proses pemberdayaan masyarakat. Berikut adalah kedelapan instrumen yang dimaksud: 1. Identifikasi kelompok sasaran Setiap calon sasaran program pemberdayaan diseleksi dengan ketat untuk menjamin adanya ketepatan kelompok sasaran. Salah satu indikator yang digunakan adalah penetapan garis kemiskinan yang didasarkan pada tingkat konsumsi seperti standar Sajogyo (320 kg/orang/tahun) atau standar internasional (2100 kkal/orang/ hari) dan lainnya (Wie 1981). 2. Penelitian partisipatoris dan perencanaan usaha Agar rumusan kegiatan di dalam program pemberdayaan dapat mencapai tujuan yang diiginkan, maka diperlukan adanya penelitian yang partisipatoris atau melibatkan seluruh masyarakat (tidak terkecuali wanita) di dalam penyusunan suatu rencana kegiatan. Hal ini dilakukan agar perencanaan yang nantinya akan dilaksanakan akan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat karena telah disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, serta potensi yang dimilikinya (Mikkelsen, 2001). 3. Pendidikan dan pelatihan timbal balik Salah satu hal yang menyebabkan masyarakat menjadi tidak berdaya, terbelakang dan miskin adalah karena kurangnya pengetahuan serta ketrampilan di dalam melakukan manajemen usahanya.Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu pendidikan dan pelatihan bagi mereka.Agar pendidikan dan pelatihan yang diberikan dapat efektif, maka harus dilakukan di tempat yang dekat dengan sasaran yaitu di lokasi di mana mereka tinggal. 4. Mobilisasi dan pemberian sumberdaya secara seimbang Untuk mendukung kegiatan pendidikan dan pelatihan, maka diperlukan adanya pelayanan serta kemudahan akses terhadap sumberdaya penting seperti bantuan modal usaha.Selain itu, masyarakat juga dibimbing untuk menghimpun modal yang berasal dari mereka sendiri. 5. Konsultasi manajemen dan administrasi/ pembukuan untuk mengelola tabungan dan pinjaman keluarga Pembinaan dan pengarahan di dalam mengelola kegiatan usaha harus terus dilakukan karena dengan demikian mereka akan belajar bagaimana memanajemen usahanya. Hal yang dapat dilakukan adalah memberikan pelayanan konsultasi tentang teknik- teknik manajemen usaha serta tertib administrasi / pembukuan yang berkaitan dengan keuangan keluarga. 6. Pengembangan gerakan dan perluasan proses Kegiatan pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menjangkau sebanyakbanyaknya sasaran.Oleh karena itu, dibutuhkan adanya peran aktif dari berbagai pihak terkait untuk mendukung Gerakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan (GNPK). 7. Pengembangan keterkaitan dengan pihak ketiga (di luar LPSM dan kelompok) dengan cara membentuk jaringan Agar usaha kelompok sasaran semakin berkembang, maka diperlukan adanya pembinaan hubungan kemitraan dengan pihak lain. Pihal luar yang dimaksud adalah instansi pemerintah, lembaga pemasaran, lembaga penelitian, pengusaha, ataupun dengan kelompok yang lain.
22 8. Evaluasi terus-menerus atas strategi, metode, kerja dan kinerja, dalam upaya menciptakan mekanisme umpan balik Karena kegiatan pemberdayaan biasanya merupakan suatu proyek, maka diperlukan adanya sistem pemantauan dan evaluasi sebagai bentuk laporan terhadap birokrasi. Dari hasil monitoring dan evaluasi ini, maka dapat dipelajari jalannya proses perencanaan, pelaksanaan hingga efek dan dampak yang ditimbulkan karena adanya proyek. Dengan demikian, akan dapat dijadikan koreksi atau juga acuan bagi pelaksanaan proyek selanjutnya. Pesantren Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pesantren merupakan pendidikan yang berbasis pada pendidikan keagamaan yang diselenggarakan kelompok masyarakat yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan ajaranajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama. Istilah pesantren atau pondok sebenarnya berasal dari Bahasa Arab funduq yang artinya hotel atau asrama. (Zarkasyi 1994). Pondok pesantren biasanya diartikan sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara non-klasikal, di mana seorang kyai mengajarkan agama Islam kepada santri-santri berdasarakan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama Arab abad pertenghan. Para santri biasanya tinggal dalam pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. (LP3ES 1975). Menurut Yacub, pesantren berarti lembaga pendidikan Islam yang umumnya dengan cara non-klasikal, pengajarnya seorang yang mempunyai ilmu agama Islam melalui kitab-kitab agama Islam klasik (kitab kuning) dengan tulusan Arab dalam bahasa Melayu kuno atau dalam bahasa Arab. Kitab-kitab itu biasanya hasil karya ulama-ulama Islam (Arab) dalam zaman pertenghan. (Yacub 1993). Dhofier menyebutkan pesantren itu terdiri dari lima unsur pokok yaitu kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab Islam Klasik. (Dhofier Z 1984). Kelima elemen tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakan pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain. Sekalipun kelima elemen ini saling menunjang eksistensi sebuah pesantren, tetapi kyai memainkan peranan yang begitu sentral dalam dunia pesantren. Sedangakan Zarkasyi mendefinisikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidkan agama Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Tujuan pendidikan pesantren adalah Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula, atau abdi tetapi rasu, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengha-tengah masyarakat („izzul Islam wal Muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. (Mastuhu 1994). Ada dua bentuk kelembagaan pendidikan Islam, yaitu: Pendidikan formal dan non formal yaitu seperti pesantren tradisional, majlis taklim, sarekat tolong menolong, dan majelis kultum. Dalam pola kemajuannya, menurut Soedoko
23 Prasodjo, seperti dikutip Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam, ada lima macam pola pesantren, dari yang paling sederhana sampai yang paling maju. Pola pertama, ialah pesantren yang terdiri hanya masjid dan rumah kiai. Pola kedua, terdiri dari masjid, rumah kiai, dan pondok. Pola ketiga, terdiri atas masjid, rumah kiai, pondok, dan madrasah. Pola keempat, terdiri atas masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, dan tempat keterampilan. Pola kelima, terdiri atas masjid, rumah kiai, pondok, madrasah, tempat keterampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga, dan sekolah umum. Pola pertama dapat disebut sebagai embrio pesantren salafi-tradisional, dan yang disebut di akhir termasuk dalam pesantren modern. Di kabupaten Sumbawa Barat kelima-limanya pola pesantren tersebut ada sampai sekarang. Konsep Kelembagaan Sosial Kelembagaan sosial merupakan terjemahan dari kata social-institution. Ada pula yang menerjemahkannya sebagai pranata sosial, sebagaimana yang dijelaskan oleh Koentjaraningrat (2002), bahwa pranata sosial ialah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Sumner dalam Soekanto (2006) melihat kelembagaan masyarakat dari sudut kebudayaan yang diartikan sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Nasdian (2003) menyatakan bahwa terdapat dua perspektif mengenai kelembagaan sosial. Perspektif pertama yaitu yang memandang kelembagaan sosial maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial dimana kelembagaan bersifat lebih universal dan penting, sedangkan asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik. Perspektif yang kedua memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak, dan memandang asosiasi-asosiasi sebagai bentuk-bentuk organisasi yang konkrit. Suatu kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial, dimana kelembagaan memiliki aspek kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai dan segi struktural yang berupa berbagai peranan sosial. Kelembagaan sosial memiliki fungsi-fungsi dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya (Soekanto 2006), yaitu memberikan pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan; menjaga keutuhan masyarakat; memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control) yang berarti juga sebagai sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Sedangkan fungsi kelembagaan sosial menurut Van Doorn dan Lammers (1959) dalam Nasdian (2003) yaitu memberikan pedoman dalam berperilaku pada masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat, memberikan pegangan atau kontrol, serta memenuhi kebutuhan pokok manusia atau masyarakat. Usaha Ekonomi Produktif (UEP) Usaha Ekonomi Produktif (UEP) adalah perbuatan atau kegiatan di bidang ekonomi yang dilaksanakan oleh Rumah Tangga dan atau Kelompok Usaha
24 Ekonomi/Poktan/ Gapoktan/Koperasi/Koperasi Tani/KUD untuk meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja dan ketahanan pangan masyarakat berbasis sumberdaya lokal. Salah satu bentuk Usaha Ekonomi Produktif yang sering dijalankan adalah program KUBE (Kelompok Usaha Bersama). Program ini dijalankan secara berkelompok dengan beranggotakan 10 sampai 20 orang per kelompok. Tujuan umum dari penyelenggaraan UEP atau KUBE adalah: 1. Meningkatkan kualitas hidup PMKS. 2. Meningkatkan peran dalam proses industrialisasi, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM yang disertai penguatan kelembagaan. 3. Meningkatkan peran masyarakat sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya saing, serta peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. 4. Meningkatkan keberdayaan dan kualitas masyarakat pedesaan, sebagai salah satu modal sosial berupa jaringan kerjasama untuk memperkuat posisi tawar. 5. Peningkatan dukungan bagi pembentukan dan pengembangan Kluster Industri berbasis teknologi serta peningkatan dukungan bagi penerapan Teknologi Tepat Guna. 6. Program pengembangan komoditi unggulan daerah. Usaha ekonomi produktif (UEP) ini biasanya disesuaikan dengan potensi lingkungan dan keterampilan yang dimiliki oleh pengurus atau anggotanya. Wilayah dengan potensi pertanian seperti Jawa dan Sumatera menunjukkan adanya korelasi dengan kegiatan ekonomi produktif yang ditekuni oleh Karang Taruna melalui budidaya tanaman pangan atau palawija. Secara umum bidang-bidang kegiatan UEP yang dijalankan dapat dilihat Tabel 1 No 1 2 3 4 5 6
Bidang-bidang kegiatan BUMP Jenis Kegiatan Kerajinan, Konveksi, Olahan Pangan, Alat Perabotan, dll. Perdagangan Hasil Bumi, produk olahan, barang-barang konsumen, dll. Jasa Perbengkelan, salon, pembayaran kolektif, desain, percetakan/sablon, dll. Simpan Kelompok usaha, koperasi, arisan, iuran remaja, dll. Pinjam Peternakan Peternakan unggas, ikan, hewan peliharaan, dll. Pertanian Tanaman pangan, palawija, tanaman hias, pembibitan, dll. Produksi
Sumber: UEP Karang Taruna Karang Anyar Jakarta Pusat Kegiatan-kegiatan UEP umumnya didanai dari berbagai sumber pendanaan. Sumber atau pola pendanaan yang umum dilakukan antara lain :
25 1. Bantuan dari pemerintah atau dinas terkait melalui paket bantuan stimulan, baik yang disertai dengan pelatihan teknis maupun tidak. 2. Swadana anggota dan pengurus, dalam bentuk iuran maupun pinjaman. 3. Penyisihan dari hasil usaha sebelumnya atau dana yang disisihkan dari sumber-sumber lain. 4. Pinjaman perorangan, dari warga masyarakat, pengusaha atau sumber lain. 5. Modal usaha yang diberikan oleh mitra, baik perorangan maupun badan usaha. Agar Program UEP/KUBE dapat berjalan secara efektif, tepat sasaran dan berkesinambungan, maka perlu diperhatikan 3 strategi utama yang harus dijalankan dalam mengelola program UEP dan KUBE, ke tiga strategi tersebut adalah: 1. Pemberdayaan a. Peningkatan penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung; b. Peningkatan dukungan melalui pendekatan pembinaan Sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang memadai; c. Memprioritaskan usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan, terutama di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan; d. Memfasilitasi pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan serta bimbingan teknis manajemen usaha. 2. Pembinaan a. Mendorong terciptanya diversifikasi usaha yang kompetitif. b. Peningkatan kemampuan manajemen. c. Peningkatan dan perluasan jaringan pemasaran dan hubungan sinergitas antara industri kecil dengan industri besar. 3. Pengembangn a. Peningkatan SDM dan Kelembagaan melalui Pendidikan Latihan Ketrampilan Usaha dan Manajemen Usaha; b. Penciptaan jaringan kerjasama dan kemitraan usaha yang didukung oleh organisasi masyarakat setempat, swasta dan perguruan tinggi; c. Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan dan lembaga permodalan masyarakat lainnya. Legalitas Usaha Memulai berusaha atau membuka usaha mungkin lebih mudah, akan tetapi apabila tidak memperhitungkan aspek legalitas maka akan menjadi resiko yang besar bagi usaha yang akan dibangun. Hal ini harus Anda perhitungkan bila ingin kelangsungan usaha yang akan d i b a n g u n tetap ada, karena untuk membangun sebuah usaha membutuhkan waktu yang lama bahkan waktu yang sangat lama dan membutuhkan biaya yang tidak kecil. Untuk itu a g a r tumbuh dan berkembang dalam jangka waktu lama, maka merupakan suatu hal yang mutlak untuk mensahkan usaha tersebut pada pihak yang berwenang, dilegalisasi dan mendapatkan ijin dari pemerintah. Hal ini dimaksud agar merek, nama, logo
26 (identitas badan usaha) dilindungi dari pengambilalihan oleh pesaing yang baru muncul. Secara definisi sebuah Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Kegiatan usaha tidak dapat dilepaskan dari bentuk badan usaha dan perizinan yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Keberadaan badan hukum usaha akan melindungi badan usaha dari segala tuntutan akibat aktivitas yang dijalankannya. Karena badan hukum memberikan kepastian dalam kegiatan usaha/berusaha, sehingga kekhawatiran atas pelanggaran hukum akan terhindar, mengingat badan hukum usaha memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi. Dengan memiliki badan hukum, maka badan usaha akan memenuhi kewajiban dan hak terhadap berbagai pihak yang berkaitan dengan badan usaha, baik yang ada di dalam maupun di luar badan usaha Pendirian suatu badan hukum usaha haruslah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Ada beberapa faktor untuk memilih badan usaha yang akan dijalankan. Dalam praktiknya, pertimbangan utama pemilihan bentuk badan hukum badan usaha antara lain: 1. Keluwesan untuk beraktivitas Pertimbangan tentang luasnya bidang usaha yang akan dimasuki oleh pemilik, misalnya tanpa dibatasi oleh modal, wilayah, atau batasan lainnya. Pertimbangan keluwesan beraktivitas ini biasanya bagi mereka yang memiliki modal relatif besar dan memiliki hubungan dengan berbagai pihak yang terkait, baik pemerintah, swasta, maupun asing. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak terlalu memperhatikan keluwesan beraktivitas biasanya hanya berfokus pada bidang/wilayah tertentu saja. 2. Batas wewenang dan tanggung jawab pemilik Pertimbangan yang memperhatikan masalah tanggung jawab terhadap utang piutang badan usaha terhadap harta pribadi. Dalam hal pengembanan wewenang dan tanggung jawab, pemilik biasanya memikirkan faktor resiko yang akan dihadapi. Pada badan usaha yang jenis badan usahanya memiliki tanggung jawab tidak terbatas, apabila badan usaha mengalami resiko kerugian, maka harta pribadi ikut menjadi atas utang/kewajibannya. 3. Kemudahan pendirian Pertimbangan untuk pemilik yang ingin memulai usaha yang berskala kecil. Pemilik hanya perlu memenuhi syarat yang sederhana dan langsung dapat menjalankan usahannya. Yang menjadi pertimbangan biasanya faktor biaya dan modal yang harus dipenuhi. 4. Kemudahan memperoleh modal Kemudahan badan usaha dalam mendapatkan modal usaha, mengingat badan usaha yang dijalankan semakin besar. Kemudahan memperoleh modal ini, baik berupa modal sendiri atau modal pinjaman dari berbagai pihak seperti bank, atau bantuan dari berbagai pihak. 5. Kemudahan untuk memperbesar usaha Pertimbangan bagi mereka yang berpikir jauh ke depan dan optimis bahwa usaha yang dijalankan akan semakin besar, menjadi pertimbangan badn usaha yang akan dipilih. Badan usaha yang
27 semula kecil terpaksa mengubah badan usahanya karena usahanya makin besar dan terus mengalami perkembangan. 6. Kelanjutan usaha Pemilik berharap usaha yang dijalankan memiliki umur yang panjang. Oleh karena itu, pemilihan badan usaha untuk jangka waktu yang panjang menjadi pertimbangan guna perkembangan usaha ke depannya. Bentuk – bentuk Badan Usaha Untuk memilih badan usaha yang tepat, sesuai dengan dasar-dasar pertimbangan tersebut, perlu mengetahui definisi, peraturan perundanganperundangan yang mengatur, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing bentuk badan usaha. Berikut ini beberapa bentuk badan hokum usaha, diantaranya: 1. Badan usaha Perseorangan Pengertian: Merupakan bentuk badan usaha tanpa ada pembedaan pemilikan antara hak milik pribadi engan hak milik badan usaha (Indriyo 2004). Menurut Swasta (2002), badan usaha perseorangan adalah salah satu bentuk usaha yang dimiliki oleh seseorang dan ia bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua resiko dan kegiatan badan usaha. Dengan tidak adanya pemisahan pemilikan antara hak milik pribadi dengan milik badan usaha, maka harta benda pribadi juga merupakan kekayaan badan usaha, yang setiap saat harus menanggung utang-utang badan usaha. Peraturan Perundangan: tidak ada peraturan untuk pendirian badan usaha perseorangan, yang diperlukan hanya izin permohonan dari kantor perizinan setempat. 2. Firma (Fa) Pengertian: Merupakan persekutuan/perserikatan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama bersama, dengan tanggung jawab masing-masing anggota firma tidak terbatas. Sedangkan, laba yang diperoleh dari usaha tersebut untuk dibagi bersama-sama, begitupun sebaliknya bila terjadi kerugian, semua anggota firma ikut menanggungnya (Indriyo 2004). Sedangkan menurut Manulang (2003), persekutuan dengan firma adalah persekutuan untuk menjalankan badan usaha dengan memakai nama bersama. Jadi, ada beberapa orang yang bersekutu untuk menjalankan suatu badan usaha. Para anggota yang berkumpul merupakan anggota aktif sehingga satu badan usaha dikelola dan dimiliki oleh beberapa orang. Peraturan Perundangan: Ketentuan-ketentuan tentang Firma diatur dalam pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang bunyinya: “Perseroan di bawah firma adalah suatu persekutuan untuk menjalankan badan usaha di bawah nama bersama”. 3. Commanditaire Vennootschap (CV ) Commanditaire Vennootschap (CV ) atau Perserikatan Komanditer merupakan suatu bentuk perjanjian kerja sama untuk berusaha bersama antara orang-orang yang bersedia memimpin, mengatur badan usaha, dan memiliki tanggung jawab penuh dengan kekayaan pribadinya, dengan orang-orang yang memberikan pinjaman, dan tidak bersedia memimpin badan usaha, serta memiliki bertanggung tanggung jawab terbatas pada kekayaan yang diikutsertakan dalam badan usaha tersebut. Dengan perkataan lain Commanditaire Vennootschap (CV) adalah sebuah badan usaha yang
28 dibentuk oleh dua orang atau lebih, sehingga dalam CV, ada dua macam anggota, yaitu: anggota aktif dan anggota pasif. Anggota aktif merupakan anggota yang mengelola usahanya serta bertanggung jawab penuh terhadap utang badan usaha, sedangkan anggota pasif merupakan anggota yang hanya menyetorkan modalnya saja dan tidak ikut mengelola badan usaha, bertanggung jawab sebatas pada modal yang disetorkan saja. Peraturan Perundangan: Ketentuan-ketentuan tentang Perserikatan Komanditer (CV) diatur dalam Pasal 19 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang bunyinya: “Persekutuan secara melepas uang yang dinamakan persekutuan komanditer didirikan antara satu orang atau beberapa sekutu yang secara tanggungmenanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya pada pihak satu dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak lain”. 4. Perseroan Terbatas (PT) PT merupakan perserikatan beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan untuk mengelola usaha bersama, di mana badan usaha memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan modalnya ke badan usaha dengan cara membeli saham badan usaha Peraturan perundangan: Ketentuan-ketentuan tentang Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam UU RI Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 1 Undang-Undang tersebut menyatakan: “Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. 5. Yayasan Pengertian yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan, “Yayasan adalah badan usaha yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang soial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”. Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan. Berdasarkan undang-undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari yayasan mempunyai organ yang terditri atas: Pembina, Pengurus dan Pengawas. 6. Koperasi Kata koperasi berasal dari kata Co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa koperasi adalah suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang ekonomi, yang anggotanya adalah orang-orang atau badan hukum koperasi yang tergabung secara sukarela atas dasar persamaan hak dan kewajiban, melakukan satu macam usaha atau lebih untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan pengertian koperasi menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan”.
29 Dari batasan atau definisi di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah: 1. Badan usaha yang landasan kegiatannya berdasarkan prinsi-prinsip koperasi 2. Anggotanya adalah orang-orang atau badan hukum koperasi yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama 3. Menggabungkan diri sebagai anggota secara sukarela dan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama sebagai pencerminan adanya demokrasi dalam koperasi. 4. Kerugian dan keuntungan akan ditanggung dan dinikmati bersama menurut perbandingan yang adil. 5. Pengawasan dilakukan oleh anggota. 6. Adanya sifat saling tolong-menolong (mutual aids). 7. Membayar sejumlah uang sebagai simpanan pokok dan simpanan wajib, sebagai syarat dan kewajiban anggota Analisis Lingkungan Eksternal Analisis lingkungan eksternal sebagai suatu proses yang dilakukan oleh perencanaan strategi untuk memantau sektor lingkungan dalam menentukan peluang dan ancaman bagi badan usaha. Perubahan dalam kekuatan eksternal menjadi perubahan dalam permintaan konsumen akan produk dan jasa industrial serta konsumen. Kekuatan eksternal mempengaruhi jenis produk yang dikembangkan, hakikat pemposisian dan strategi segmentasi pasar, jenis jasa yang ditawarkan, dan pilihan bisnis yang akan dibeli atau dijual. Secara langsung, kekuatan eksternal mempengaruhi baik pemasok maupun distributor. Mengidentifikasikan dan mengevaluasi peluang dan ancaman eksternal yang memampukan organisasi untuk meraih tujuan tahunan. Pengidentifikasian berbagai faktor eksternal ini diharapakan dapat memuat berbagai faktor luar yang dianggap sebagai peluang maupun ancaman bagi badan usaha dengan alasan yang kuat. Menurut David (2009), penjelasan dari setiap faktor ekternal diuraikan seabagai berikut: 1. Faktor Ekonomi Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat sangat mempengaruhi iklim berbisnis dari suatu badan usaha. Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat hendaknya bersama-sama mempertahankan bahkan meningkatkan kondisi ekonomi daerahnya menjadi lebih baik agar badan usaha dapat bergerak maju dalam usahanya. 2. Faktor Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan Kehidupan sosial masyarakat selalu berubah-ubah. Perubahan tersebut hendaknya dapat diantisipasi oleh badan usaha. Perubahan sosial, demografis, jasa, pasar, dan konsumen. Organisasi-organisasi kecil, besar, laba, dan nirlaba di semua industri dikejutkan dan ditantang oleh peluang dan ancaman yang muncul dari perubahan dalam variabel sosial, budaya, demografis, dan lingkungan. 3. Faktor Politik, Pemerintahan dan Hukum Arah kebijakan dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi pengusaha untuk berusaha. Situasi politik tidak kondusif akan berdampak negatif bagi dunia usaha begitu juga sebaliknya. Pemerintah pusat maupun
30 daerah merupakan pembuat regulasi, deregulasi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi. Faktor-faktor politik, pemerintahan dan hukum dapat mempresentasikan peluang atau ancaman utama, baik bagi organisasi besar maupun besar. 4. Faktor Teknologi Dewasa ini perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang pesat, baik di bidang bisnis yang mendukung kegiatan bisnis. Sebenarnya teknologi tidak hanya mencakup penemuan-penemuan baru saja, tetapi juga meliputi caracara pelaksanaan atau metode-metode baru dalam mengerjakan suatu pekerjaan, artinya bahwa teknologi memberikan suatu gambaran yang luas, yang meliputi mendesain, menghasilkan, dan mendistribusikan. Perubahan dan penemuan teknologi yang revolusioner memiliki dampak yang dramatis terhadap organisasi, kemajuan super konduktivitas saja yang meningkatkan daya produk-produk elektrik dengan mengurangi resistensi pada arus telah merevolusi operasi bisnis, khusunya dalam industri transportasi, utilitas, perawatan kesehatan, kelistrikan, dan komputer. 5. Faktor Kompetitif Salah satu dari audit eksternal adalah mengidentifikasi badan usaha pesaing dan menentukan kekuatan, kelemahan, kapabilitas, peluang, ancaman, tujuan, dan strategi mereka. Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang pesaing penting bagi perumusan strategi yang berhasil mengidentifikasikan pesaing utama tidak selalu mudah, karena banyak badan usaha memiliki divisi-divisi yang bersaing di industri yang berbeda, banyak badan usaha multidivisional umumnya tidak menyediakan informasi penjualan dan laba menurut divisi karena alasan kompetititf. Selain itu, badan usaha-badan usaha swasta tidak tidak menerbitkan informasi keuangan atau pemasaran. Analisis Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal badan usaha ditujukan untuk melihat sektor lingkungan dalam menentukan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki badan usaha. Faktor internal badan usaha merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi arah dan tindakan badan usaha yang berasal dari badan usaha. Analisis lingkungan internal dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsional badan usaha. Alat informasi strategi ini merupakan dasar identifikasi dan evaluasi hubungan antara fungsi-fungsi yang ada. Kekuatan kunci faktor internal meliputi manajemen sumberdaya manusia, dan organisasi, manajemen produksi dan operasi, manajemen pemasaran, manajemen keuanagan, sistem informasi manajemen. Melalui analisis internal, kekuatan dan kelemahan tersebut dapat dievaluasi sehingga badan usaha dapat memanfaatkan kekuatan dan mengatasi kelemahan yang dimilikinya. Kekuatan adalah sumberdaya, keterampilan, dan keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani dan ingin dilayani badan usaha. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keterampilan, dan kapasitas secara serius menghambat kinerja efektif badan usaha. Misi dan tujuan badan usaha juga perlu untuk melihat badan usaha. Pernyataan misi adalah jangka panjang mengenai tujuan yang membedakan sebuah bisnis dari badan usaha lain yang serupa. Penjelasan dari tiap variabel analisis internal dipaparkan sebagai berikut:
31 1. Manajemen Organisasi merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, dan wewenang serta tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya serta kemampuannya untuk menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersifat internal maupun eksternal, sangat ditentukan oleh kemampuan mengelola sumberdaya manusia secara tepat. Fungsi manajemen dalam suatu organisasi terdiri atas lima aktivitas pokok yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, penempatan staf dan pengontrolan. 2. Produksi dan Operasi Manajemen produksi dan operasi adalah kegiatan-kegiatan untuk mengatur dan mengorganisasikan penggunaan faktor produksi yang terdiri dari sumberdaya manusia (men), sumber daya alat dan mesin (machine), sumberdaya dana (money), sumberdaya bahan (material), secara efektif dan efisien untuk menciptakan atau menambah kegunaan atas suatu produk. Fungsi produksi dan operasi adalah suatu bisnis yang terdiri atas semua aktivitas yang mengubah input menjadi barang dan jasa. Manajemen produksi menangani input, transformasi dan output yang beragam dari suatu industri dan pasar ke industri dan pasar yang lain. (David 2009). 3. Pemasaran Pemasaran adalah proses mendefinisikan, mengatisipasi, menciptakan serta memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan atas suatu produk. (David 2009). Fungsi dasar pemasaran terdiri atas analisis pelanggan, penjualan produk, perencanaan produk, penetapan harga, distribusi, riset pemasaran, dan analisis peluang. Menurut Kotler (2003) pemasaran adalah suatu proses yang di dalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarakan, dan secara bebas menukarkan produksi yang bernilai dengan pihak-pihak lain. Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan kelompok. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam bidang pemasaran, yaitu pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi tentang pasar, pengendalian distributor, kondisi satuan kerja pemasaran, kegiatan promosi, harga jual produk, komitmen manajemen puncak, loyalitas pelanggan, dan kebijakan produk baru. 4. Keuangan Bidang keuangan harus dianalisis untuk melihat sebaik apa dana ditangani, dana sangat dibutuhkan dalam operasional badan usaha. Menurut David (2009) keuanagan adalah ukuran terbaik untuk posisi kompetitif dan daya tarik kesluruhan. Menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan suatu organisasi merupakan hal penting guna memformulasikan strategi secara efektif.
32 5. Sistem informasi manajemen Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis dan menyediakan landasan bagi semua keputusan manajerial. Informasi merupakan batu pertama bagi semua organisasi. Informasi mempresentasikan sumber penting keunggulan atau kelemahan manajemen kompetitif. Menilai kekuatan dan kelemahan internal sebuah badan usaha dalam sistem informasi adalah dimensi yang penting dari suatu audit internal. Tujuan sistem informasi manajemen adalah meningkatkan kinerja sebuah bisnis dengan cara meningkatkan kualitas keputusan manajerial. Kerangka Pemikiran Kerangaka pemikiran penelitian ini dimulai dari dasar teoritis yang yang meliputi: Strategi, community based education, pemberdayaan dan partisipasi, pemantauan dan evaluasi (sumatif dan formatif, legalitas badan usaha dan dasar faktual yang meliputi: Legalitas badan usaha, sumberdaya manusia (SDM), manajerial BUMP. Kemudian dijelaskan beberapa faktor pendukung dan beberapa faktor penghambat yang dapat mempengaruhi peran pesantren dalam meningkatkan usaha produktif dilanjutkan dengan rencana aksi/ strategi penguatan kelembagaan BUMP dalam upaya meningkatkan usaha produktif. Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) merupakan kabupaten yang masih muda karena umurnya baru menginjak sepuluh tahun, sehingga beberapa infrastrukutur masih banyak yang harus dibenahi dan dilengkapi, selain itu masih sangat perlu penguatan skill, ketrampilan serta daya saing bagi masyarakat KSB yang mana sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan kabupaten yang mandiri dalam berbagai aspek kehidupan, terutama peningkatan SDM. Pesantren Al-Ikhlas di Kabupaten Sumbawa Barat memiliki peran penting dalam memberdayakan masyarakat sekitar karena Pesantren Al-Ikhlas sudah ada sebelum terbentuknya KSB, dimana beberapa tokoh penting dalam pembentukan Sumbawa Barat sebagai kabupaten berasal dari Pesantren Al-Ikhlas dan Bupati pertama selama dua periode juga dari pesantren yang mana beliau juga pimpinan Pondok Pesantren Al-Ikhlas, beliau adalah Zulkifli Muhadli. Beberapa usaha yang dilakukan oleh Pesantren Al-Ikhlas dalam memberdayakan masyarakat sekitar adalah dengan cara membuka pendidikan dari mulai TK sampai dengan perguruan tinggi, yang mana perguruan tinggi yang diberi nama Universitas Cordova (UNDOVA) adalah satu-satunya universitas yang pertama di KSB, dan sudah banyak alumninya yang berkiprah di berbagai instansi pemerintahan maupun sebagai tenaga pendidik di sekolah-sekolah. Pesantren juga berperan sebagai fasilitator dalam rangka kerjasama dengan beberapa universitas lain di bidang pendidikan pascasarjana seperti yang pernah dilakukan dengan Universitas Mataram (UNRAM) maupun sekarang yang dilakukan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain itu, Pesantren Al-Ikhlas juga memiliki program non formal yang berbentuk usaha produktif untuk komunitas pesantren diantaranya: Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas, wartel, konveksi, depo air minum, kantin, toko serba ada, budidaya tanaman sayur, ternak sapi, pertanian tanaman pangan, dan budidaya ikan lele yang semua itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas pesantren dan masyarakat sekitar.
33 Beberapa format ideal yang coba diterapkan adalah dengan meningkatkan faktor pendukung yang mempengaruhi peran BUMP Pesantren Al-Ikhlas dan mencari solusi tepat untuk mengatasi faktor yang bisa menghambat BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam meningkatkan usaha ekonomi produktif. Strategi yang coba diterapkan adalah: (1) pemberdayaan yang meliputi peningkatan penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung, peningkatan dukungan melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang memadai, memprioritaskan usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pesantren dan masayarakat sekitar terutama di daerah tertinggal dan kantongkantong kemiskinan, memfasilitasi pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan serta bimbingan teknis manajemen usaha; (2) pembinaan yang meliputi mendorong terciptanya diversifikasi usaha yang kompetitif, peningkatan kemampuan manajemen, peningkatan dan perluasan jaringan pemasaran dan hubungan sinergitas antar UEP yang ada; dan (3) pengembangan yang meliputi peningkatan SDM dan kelembagaan melalui pendidikan latihan ketrampilan usaha dan manajemen usaha, penciptaan jaringan kerjasama dan kemitraan usaha yang didukung oleh organisasi masyarakat setempat, swasta dan perguruan tinggi, memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan dan lembaga permodalan masyarakat lainnya. Seperti terlihat pada Gambar 2.
34
Faktor pendukung/ Kekuatan dan Peluang:
Dasar teoritis: Strategi Community based education Pemberdayaan dan partisipasi Pemantauan dan evaluasi (sumatif dan formatif) Legalitas Badan Usaha Dasar faktual: Legaliatas Badan Usaha Manajerial BUMP SDM
Ketersediaan lahan Bantuan dari pemerintah Sistem pendidikan berasrama Partisipasi komunitas pesantren
Output/ penguatan BUMP: Rencana Aksi / Strategi Penguatan BUMP:: Peran BUMP dalam meningkatkan usaha ekonomi produktif (UEP)
Pemberdayaan Pembinaan Pengemabangan
Pesantren mandiri ekonomi Tingkat kesejahteraan masyarakat pesantren Kesempatan berpartispasi dalam pembangunan
Faktor penghambat/Kelemahan dan Ancaman: Keterbatasan tenaga ahli yang profesional Rendahnya manajerial BUMP Terbatasnya dana yang tersedia Tidak adanya regenerasi pengelola unit UEP
Gambar 2 Kerangka pemikiran kajian strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam meningkatkan usaha ekonomi produktif
METODE KAJIAN
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode kualitatif partisipatif. dengan data kualitatif dan data kuantitatif Metode tersebut digunakan untuk merumuskan strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan UEP. Pendekatan kualitatif digunakan karena dengan pendekatan kualitatif dianggap mampu memberi pemahaman mendalam, menyeluruh, rinci, dan mudah dipahami berkaitan dengan strategi peningkatan UEP yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Ikhlas serta partisipasi komunitas pesantren dalam pelaksaan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas.
Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Menala, KecamatanTaliwang, Kabupaten Sumbawa Barat. Waktu pelaksanaan kajian dilaksanakan pada tanggal 15 Februari 2014 sampai dengan 15 Juni 2015. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja. Lokasi dipilih karena di Kelurahan Menala terdapat Pondok Pesantren Al-Ikhlas yang memiliki BUMP yang belum ada di pondok pesantren lain.
Pendekatan Kualitatif Pemilihan Informan Metode pengumpulan data lapangan dalam kajian pengembangan telah dirancang. masyarakat ini dilakukan berdasarkan tujuan yang Konsentrasinya meliputi; penentuan sumber data yakni melalui pemilihan responden dari komunitas pesantren berdasarkan kebutuhan setiap jenis data yang ingin dikumpulkan. Pengumpulan Data Pengumpulan data baik berupa data primer maupun data sekunder dilakukan dari berbagai sumber. Data primer dari responden (komunitas pesantren) dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan pengamatan langsung, sedangkan data sekunder dikumpulkan/diperoleh dari berbagai sumber. Sumber-sumber data tersebut berasal dari KSB dalam Angaka 2012, PERDA RPJMD KSB 2011-2015, Profil Pesantren Al-Ikhlas, SK dan Job Description Pengurus Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Untuk memperoleh data secara objektif perlu dilakukan pengumpulan data dari informan serta data pendukung lainnya dengan menggunakan tiga teknik, yakni; Studi Dokumentasi, Wawancara Mendalam, Diskusi Kelompok.
36 1. Studi Dokumentasi Mempelajari KSB dalam Angka 2012, PERDA RPJMD KSB 2011-2015, Profil Pesantren Al-Ikhlas, SK dan Job Description Pengurus Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Data yang terkumpul melalui studi dokumentasi ini tidak mutlak digunakan seluruhnya karena sifatnya data sekunder atau sebagai data pendukung dalam menganalisis data primer yang terkumpul melalui; wawancara mendalam, diskusi kelompok. 2. Wawancara Teknik pengumpulan data informasi dilaksanakan melalui wawancara mendalam dengan tatap muka terhadap informan yakni pengurus dan anggota BUMP. 3. Diskusi Kelompok Setelah hasil wawancara terkumpul dan analisis data telah dilakukan maka diskusi kelompok dapat dilaksanakan, karena diskusi kelompok merupakan tindak lanjut hasil wawancara mendalam dan hasil analisis data yang akan dibahas bersama para tenaga pengurus dan anggota BUMP yang terdiri dari guru, santri dan masyarakat sekitar, dalam suatu pertemuan (diskusi). Pertemuan dan keikutsertaan tenaga pengajar dari berbagai lembaga yang ada di pondok pesantren dapat mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat yang dialami BUMP dalam peningkatan UEP. Dalam kesempatan yang sama pertemuan dapat merancang suatu rumusan strategi penguatan kelembagaan BUMP peningkatan UEP. Peneliti berperan ganda yaitu sebagai fasilitator diskusi dan pengamat jalannya diskusi.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Merusmuskan srategi penguatan BUMP dalam peningkatan UEP digunakan metode analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dari pengurus dan anggota BUMP (komunitas pesantren dan masyarakat sekitar) yang diamati di lapangan. Metode analisis kualitatif yang digunakan oleh peneliti adalah analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu analisis kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan strategi dalam suatu kegiatan (Rangkuti, 2000). Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) dari faktor internal BUMP, serta peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dari faktor eksternal BUMP di dalam pengembangan kapasitasnya dengan menggunakan matriks SWOT seperti pada Tabel 2. Analisis SWOT dilakukan dari, oleh dan untuk BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas pada aras Kelurahan. Strengths (kekuatan) adalah segala hal yang dibutuhkan pada kondisi yang sifatnya internal BUMP agar supaya kegiatan-kegiatan BUMP berjalan maksimal. Misalnya; kekuatan keuangan, motivasi anggota yang kuat, nama baik BUMP terkenal, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih, anggota yang pekerja keras, memiliki jaringan yang luas, dan lainnya.
37 Weaknesses (Kelemahan) adalah terdapatnya kekurangan pada kondisi internal BUMP, akibatnya kegiatan-kegiatan BUMP belum maksimal terlaksana. Misalnya; kekurangan dana, memiliki orang-orang baru yang belum terampil, belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai Badan Usaha, anggota kurang kreatif dan malas, tidak adanya teknologi dan sebagainya Opportunities (Peluang) adalah faktor lingkungan luar yang positif,yang dapat dan mampu mengarahkan kegiatan BUMP kearahnya. Misalnya; Kebutuhan lingkungan sesuai dengan tujuan BUMP, masyarakat membutuhkan perubahan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BUMP bagus, belum adanya BUMP lain yang melihat peluang tersebut, banyak pemberi dana yang berkaitan dengan isu yang dibawa oleh BUMP dan lainnya. Threats (Ancaman) adalah faktor lingkungan luar yang mampu menghambat pergerakan BUMP. Misalnya masyarakat sedang dalam kondisi apatis dan pesimis terhadap BUMP tersebut, kegiatan BUMP seperti itu sedang banyak dilakukan oleh BUMP lainnya sehingga ada banyak competitor atau pesaing, isu yang dibawa oleh BUMP sudah basi dan lainnya Berikut adalah beberapa tujuan dari analisis SWOT: 1. Mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal yang terlibat sebagai input untuk merancang proses, sehingga proses yang dirancang dapat berjalan optimal, efektif, dan efisien. 2. Untuk menganalisis suatu kondisi dimana akan dibuat sebuah rencana untuk melakukan sesuatu 3. Mengetahui keuntungan yang dimiliki perusahaan kompetittor 4. Menganalisis prospek perusahaan untuk penjualan, keuntungan, dan pengembangan produk yang dihasilkan 5. Menyiapkan perusahaan untuk siap dalam menghadapi permasalahan yang terjadi 6. Menyiapkan untuk menghadapi adanya kemungkinan dalam perencanaan pengembangan di dalam perusahaan. Pada kajian ini SWOT digunakan untuk menganalisis BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan UEP yang dilakukan secara kualitatif. Penerapan analisis SWOT dalam menganalisis BUMP adalah sebagai berikut: 1. Strategi SO: Strategi yang memanfaatkan seluruh kekuatan BUMP memanfatkan peluang yang ada di luar BUMPsemaksimal mungkin. 2. Strategi ST: Strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki BUMP untuk mengatasi ancaman dari luar terhadap BUMP. 3. Strategi WO: Strategi yang meminimalkan kelemahan BUMP untuk memanfaatkan peluang yang ada di luar BUMP. 4. Strategi WT: Strategi yang berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan BUMP serta menghindari ancaman dari luar terhadap BUMP.
38 Tabel 2
Matriks analisis SWOT
Internal Strenght/Kekuatan:
Weakness/Kelemahan:
Dituliskan beberapa kekuatan yang dimiliki
Dituliskan beberapa kelemahan yang dimiliki
Opportunity/Peluang:
Strategi SO:
Strategi WO:
Dituliskan beberapa peluanag yang mungkin dihadapi
Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Treats/Ancaman:
Strategi ST:
Strategi WT:
Dituliskan beberapa ancaman yang mungkin dihadapi
Strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Strategi yang meminimalkan kelemahan serta menghinadari ancaman
Eksternal
Sumber: Rangkuti (1997:31) Perancangan Penyusunan Program Metode Perancangan Penyusunan program pendidikan pesantren dapat dilaksanakan setelah semua hasil riset dan analisis kajian diketahui maka untuk itu rancangan yang dirumuskan harus mempertimbangkan beberapa faktor: 1. Tingkat pemahaman tentang pendidikan pesantren. 2. Tingkat penerapan strategi penguatan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas. 3. Persepsi dan penilaian santri, tenaga pengajar, dan masyarakat pesantren terhadap program yang dilakukan BUMP.
Partisipan Perancangan Semua unsur tersebut di atas akan dirancang dengan memanfaatkan partisipasi seluruh elelemen yang ada di pesantren. Proses Perancangan Penyusunan rancangan strategi penguatan kelembagaan BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam peningkatan UEP ini dilaksanakan secara terpadu antara fungsi peneliti sebagai fasilitator dalam pelaksanaan diskusi kelompok
39 yang menghadirkan responden (komunitas pesantren) dan memanfaatkan kembali stakeholders di atas. Sebagai fokus awal rancangan program akan melihat secara mendalam terhadap pendekatan pengembangan pesantren dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan pesantren. Setelah dianalisis dari tingkat pemahaman santri dan tenaga pengajar pesantren terhadap penerapan program pendidikan pesantren, tingkat penerapan strategi pengutan BUMP dalam peningkatan UEP, dan persepsi/penilaian seluruh elemen yang ada di pesantren serta masyarakat pesantren terhadap strategi penguatan BUMP dalam peningkatan UEP, kemudian akan dilihat permasalahan mana yang lebih menonjol untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi pesantren dalam program peningkatan UEP. Rancangan program yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan dari diskusi kelompok di pesantren dilakukan secara partisipatif. Bentuk rancangan program pemberdayaan masyarakat sekitar tersebut merupakan wujud dari jawaban pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan 5W + 1H. Rumusan dimaksud merupakan jawaban terhadap isi rancangan program (What), terhadap kelompok siapa dilakukan program (Whom), siapa yang berperan melakukannya (Who), dimana rencana lokasi program dilaksanakan (Where) dan saat kapan mulai diselenggarakan (When) serta bagaimana teknis pelaksanaannya (How), yang dirumuskan di dalam kerangka kerja logis yang menggambarkan tujuan akhir, manfaat, hasil, dan alat pencapaian.
40
PROFIL KOMUNITAS KELURAHAN MENALA KABUPATEN SUMBAWA BARAT Letak Geografis Kecamatan Taliwang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sumbawa Barat yang memiliki wilayah seluas 375.93 km2.. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Seteluk, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jereweh, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Seteluk dan Selat Alas dan berbatasan dengan Kecamatan Brang Ene di sebelah timur. Sedangkan Kelurahan Menala sesuai dengan Perda No. 9 Thn 2007 memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sampir, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Labuhan Lalar, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sermong, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kuang. Tabel 3
Luas wilayah desa di Kecamatan Taliwang tahun 2011 Desa
(1)
Luas Wilayah (Km2) (2)
Persentase (%) (3)
1. Batu Putih 2. Banjar 3. Lalar Liang 4. Labuan Lalar 5. Labuan Kertasari 6. Telaga Bertong 7. Kuang
27,75 36,36 45,89 24,6 46,3 24,22 24,84
8. Bugis 9. Dalam 10. Menala 11. Sampir 12. Tamekan 13. Seloto 14. Sermong 15. Arab Kenangan
20,75
5,52
23,72 20,45 23,12 21,36 27,8 8,49
6,31
0,28
0,07
Jumlah
375.93
100
Sumber : Desa se-Kecamatan Taliwang 2011
7,38 9,67 12,21 6,54 12,32 6,44 6,61
5,44 6,15 5,68 7,39 2,26
42 Kecamatan Taliwang memiliki 14 buah desa/kelurahan yaitu 7 Kelurahan dan 8 Desa. Adapun nama desa/kelurahan adalah Batu Putih, Banjar,Lalar Liang,Labuan Lalar, Labuan Kertasari, Telaga Bertong, Kuang, Bugis, Dalam, Menala, Sampir, Tamekan, Seloto, Sermong dan Arab Kenangan. Luas wilayah Kecamatan Taliwang seluas 375,93 km2 dan terdiri dari Batu Putih, Banjar, Lalar Liang, Labuan Lalar, Labuan Kertasari, Telaga Bertong, Kuang, Bugis, Dalam, Menala, Sampir, Tamekam, Seloto, Sermong, dan Arab Kenangan. Luas seluruh desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Taliwang disajikan pada Tabel 3, jarak desa dengan ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten tahun 2011 disajikan pada Tabel 4, dan tinggi ibukota desa dari permukaan air laut dirinci per desa di Kecamatan Taliwang pada akhir tahun 2011 disajikan pada Tabel 5. Tabel 4
Jarak desa dengan ibukota kecamatan dan ibukota Kabupaten tahun 2011
Desa (1) 1. Batu Putih 2. Banjar 3. Lalar Liang 4. Labuan Lalar 5. Labuan Kertasari 6. Telaga Bertong 7. Kuang 8. Bugis 9. Dalam
Jarak dari Ibukota Kecamatan (km) (2) 4 4,1 14,5 12 15 4.5 0,2 1,5 0.5
10. Menala 0,3 11. Sampir 1 12. Tamekan 4 13. Seloto 10 14. Sermong 3 15. Arab Kenangan 1.1 Sumber : Desa se-Kecamatan Taliwang 2011
Jarak dari Ibukota Kabupaten (km) (3) 4 5 15,5 12,5 15 5 1 2 1.3 1 1.5 4,5 11 3,5 1.5
Kependudukan Jumlah dan Komposisi Penduduk Jumlah penduduk tahun 2012 menurut data dari Kelurahan Menala adalah 5.425 orang yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 2.682 orang dan jumlah penduduk perempuan 2.743, sedangkan tahun 2011 adalah 5.152 orang dengan
43 jumlah penduduk laki-laki adalah 2.582 orang dan penduduk perempuan 2.570 orang. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga di Kelurahan Menala tahun 2012 adalah 1473 KK dan tahun 2011 adalah 1265 KK. Kepadatan Geografis dan Agraris Luas wilayah Desa Menala pada tahun 2011 menurut penggunaan lahannya seluas 204,5 ha atau 5.44% dengan kepadatan 300 jiwa/km2. Sebagian besar luas lahan pertanian yaitu seluas 179.96 ha, perkebunan 2.89 ha, dan pemukiman penduduk 21.65 ha. Penggunaan luas lahan Desa Menala pada tahun 2011 sebagai berikut: penggunaan lahan sawah 179,96 ha; bukan sawah 2,89 ha; dan non pertanian 21,65 ha. Dari sini dapat diketahui bahwa pemanfaatan luas wilayah Desa Menala adalah lebih banyak digunakan untuk lahan pertanian sehingga dimanfaatkan oleh penduduk desa pada sektor pertanian dengan mendapat irigasi dari 2 aliran sungai yang melintasi desa itu.
Tabel 5
Tinggi ibukota desa dari permukaan air laut dirinci per desa di Kecamatan Taliwang pada akhir tahun 2011
Desa
Tinggi dari Permukaan Air Laut (Meter)
(1)
(2)
1. Batu Putih 2. Banjar 3. Lalar Liang 4. Labuan Lalar 5. Labuan Kertasari 6. Telaga Bertong
13 11 17 6 5 7
7. Kuang 8. Bugis 9. Dalam 10. Menala 11. Sampir 12. Tamekan 13. Seloto 14. Sermong 15. Arab Kenangan
14 12 14 15 14 19 34 18 13
Sumber : Desa se-Kecamatan Taliwang 2011
44 Luas wilayah menurut penggunaannya tahun 2012 sebanyak 538,3 ha/m2, dengan perician sebagai berikut: Luas wilayah yang digunakan untuk pemukiman sebanyak 100 ha/m2, yang digunakan untuk persawahan sebanyak 331 ha/m2, yang digunakan untuk perkebunan 47 ha/m2, untuk perkantoran 7,3 ha/m2, untuk kuburan 1 ha/m2, untuk pekarangan 52 ha/m2. Sehingga lebih dari 60 persen lahan yang ada di Kelurahan Menala digunakan untuk persawahan. Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk tahun 2012 meningakat 5 persen dari tahun 2011. Jumlah migrasi penduduk di Kelurahan Menala juga semakin meningkat setiap tahunnya. Penduduk yang datang dan pergi disebabkan oleh faktor perkawinan antara penduduk pendatang dengan penduduk asli atau sebaliknya. Pekembangan fertilisasi penduduk di Kelurahan Menala juga sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di Kelurahan Menala. Begitu juga dengan mortalitas penduduk di Kelurahan Menala. Tingkat kelahiran dan kematian di Kelurahan Menala tidak begitu tinggi, dalam satu tahun terakhir untuk kelahiran sebanyak 5 orang sedangkan jumlah kematian sebanyak 4 orang. Sedangkan untuk migrasi penduduk juga masih rendah bahkan lebih tinggi penduduk yang keluar dari pada masuk, untuk migrasi masuk sebanyak 9 orang dan migrasi keluar sebanyak 25 orang. Struktur Sosial Stratifikasi Sosial Dalam lingkungan masyarakat kita dapat melihat adanya perbedaanperbedaan yang berlaku dan diterima oleh masyarakat, perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja akan tetapi juga terjadi akibat pendidikan, kepemilikan harta kekayaan, pekerjaan yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya. Karena beragamnya orang yang ada disuatu wilayah maka disinilah akan muncul pengkelasan sosial atau pembedaan-pembedaan, orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang berstatus sosial yang rendah. Pelapisan sosial (stratifikasi sosial) komunitas Desa Menala dipengaruhi oleh tokoh yang dituakan dalam hal ini golongan keturunan dari keturunan bangsawan, kepemilikan harta kekayaan, pekerjaana, dan pendidikan. Meskipun demikian, stratifikasi sosial di Kelurahan Menala masih bersifat tradisional artinya pelapisan masyarakat Keluraham Menala masih homogen, sehingga hal ini sangat mendukung kerukunan masyarakat karena tidak terjadi pembedaan dalam hal memperoleh akses kebijakan dan sumberdaya. Ini terlihat dari aktivitas – aktivitas di dalam masyarakat Kelurahan Menala, seperti bergotong royong membangun rumah, membersihkan saluran air, dll. Meskipun terjadi mobolitas penduduk yang cukup tinggi, tetapi tidak menyebabkan terjadinya konflik horizontal di Kelurahan Menala. Kelembagaan Sosial Kelembagaan sosial merupakan suatu wadah yang dibentuk untuk mengorganisasi pola pemikiran yang terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. Biasanya kelembagaan ini mempunyai tujuan-tujuan sesuai dengan
45 kepentingan dibuatnya kelembagaan tersebut, serta mempunyai tradisi-tradisi tertulis dan tidak tertulis. Kelembagaan yang ada di Kelurahan Menala terdiri dari lembaga formal dan non formal. Lembaga formal merupakan lembaga yang diinisiasi oleh pemerintah, baik pemerintah desa maupun kecamatan, seperti RT, RW, PKK, dan LPM. Sedangkan lembaga non formal adalah lembaga yang diinisiasi oleh masyarakat, seperti LSM, Karang Taruna, Organisasi Masjid, Bumdes, Lembaga Adat Tana Samawa (LATS), Kelompok Tani dan lembaga lainnya sesuai ketentuan. Jejaring Sosial Pada dasarnya hubungan sosial satu dengan yang lainnya didasarkan pada hubungan saling membutuhkan satu sama lain. jejaring sosial yang ada di Desa Menala terjalin dari terbentuknya lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, baik lembaga formal maupun informal. Jaringan sosial yang terbentuk sangat peduli dengan masyarakat yang menghubungkan dengan budaya luar daerah, seperti halnya Lembaga Adat Tana Samawa. Secara luas memang belum begitu dikenal masyarakat karena memang lembaga ini baru dibentuk untuk mempertahankan budaya-budaya yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat yang selama ini tidak ada wadah untuk menampung aspirasi dari masyarakat. Hubungan atau jaringan sosial yang terjalin antar lembaga yang ada di wilayah tersebut adalah sangat intens dan sangat baik, ini bisa terlihat dari tingkat resistensi atau konflik yang terjadi di daerah tersebut. Hubungan yang terjalin dengan lebaga lain yang ada di luar cukup baik, dan ini terjadi karena adanya kesadran dan inisiatif masyarakat Kelurahan Menala sendiri bahwa kemajuan dan kesjahteraan itu merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Untuk lebih maksimal maka fasilitas komunikasi dan transpotasi harus mendukung proses terciptanya hubungan sosial yang baik di Kelurahan Menala. Kelembagaan Ekonomi Kelompok Usaha Produktif Perekonomian masyarakat Kelurahan Menala sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian. Sesuai dengan data dari Kelurahan Menala ada 61 persen luas wilayah yang ada di Kelurahan Menala adalah lahan persawahan, sehingga mayoritas masyarakat Kelurahan Menala menggantungkan hidup dari hasil pertanian. Sarana prasarana pendukung aktifitas pertanian yang terdapat di Kelurahan Menala adalah 1 unit Koperasi Unit Desa dan 1 unit Koperasi Simpan Pinjam yang ada merupakan koperasi berbasis rukun tetangga yang dananya bersumber dari Pemerintah Kabupataen Sumbawa Barat. Sampai saat ini koperasi tidak berkembang karena kurangnya pendampingan dari pemerintah. Selain itu ada industri kecil dan menengah yang membantu perekonomian Kelurahan Menala, antara lain: 12 unit industri makanan, 4 unit industri rumah tangga, 3 unit industri material bahan bangunan, 1 unit industri alat pertanian, 3 unit industri kerajinan, dan 6 unit rumah makan dan restoran.
46 Aksesibilitas terhadap Kebijakan dan Sumberdaya Kelurahan Menala memiliki keistimewaan dimana selain memiliki lahan sawah yang luas tetapi juga memiliki akses yang baik dengan pusat pemerintahan KSB karena jarak yang sangat dekat dan juga kediaman Bupati KSB berada di Kelurahan Menala, yang pastinya membuat fasilitas umum seperti jalan dan penerangan juga sangat baik. Pondok Pesantren Al – Ikhlas yang santri-santrinya datang dari seluruh penjuru pulau Sumbawa juga ikut mempengaruhi penyediaan fasilitas transportasi juga sangat mendukung. Kondisi yang kondusif juga merupakan faktor pendukung yang menjadikan akses masyarakat Kelurahan Menala dengan kebijakan pemerintah dan sumberdaya sangat baik. Aksesibilitas usaha-usaha yang dijalankan oleh masyarakat Desa Menala dapat berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan mudahnya mendapatkan bahanbahan utama yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha tersebut. Seperti usaha pengolahan kayu, dan pengrajin rotan masyarakat desa tidak terlalu sulit untuk mendapatkan bahan utamanya tersebut karena letak hutan tidak terlalu jauh dari Kelurahan Menala. Kemudian usaha rumahan tersebut berupa pengolahan jagung menjadi makanan ringan, untuk mendapatkan jagung juga tidak terlalu sulit karena tersedia di masyarakat desa setempat. Kemudian aksebilitas terhadap pembentukan modal usaha, Pemerintah Daerah KSB memberikan dana stimulus ekonomi baik melalui program UMKM dan KBRT untuk membantu masyarakat lokal dalam hal pembentukan modal usaha tanpa bunga, sehingga masyarakat desa dapat meningkatkan usaha mereka dengan lebih baik. Mengingat penduduk Desa Menala sebagian masih tergolong miskin dan sebagian berada di wilayah pedesaan, maka hal terbaik yang perlu dilakukan adalah meningkatkan akses petani kecil terhadap sumber daya produktif untuk meningkatkan produksi. Sehingga kebijakan pemerintah diarahkan pada upaya melakukan gerakan nasional diversifikasi konsumsi pangan berbasis pangan lokal. Jaringan Bisnis Jaringan bisnis yang ada di Kelurahan Menala tidak lepas dari aksessibilitas yang baik sehingga tokoh bisnis yang ada di Kelurahan Menala dapat melakukan peranannya dengan baik dan bisa direspon oleh masyarakat dengan baik serta cepat dirasakan oleh masyarakat secara umum. Secara tidak langsung jaringan bisnis yang baik akan mempercepat pertumbuhan masyarakat Kelurahan Menala khusunya dan masyarakat KSB umumnya. Usaha produktif yang ada di Desa Menala terbentuk tidak berkelompok akan tetapi berjalan sendiri-sendiri serta membuat jaringan sendiri. Seperti usaha pengolahan kayu yang dimiliki oleh Bapak Yames dengan nama UD. Jual Beli Emas yang mampu menjaring 10 orang karyawan serta UD. Alia yang dimiliki oleh Bapak Syarafuddin dan UD. Taruna Mesa dimiliki oleh Bapak H. A.Yani yang sama-sama bergerak di pengolahan kayu. Pengolahan kerajinan rotan juga membuat jaringan sendiri, mereka pasarkan hasil kerajinannya di masyarakat sekitar dan desa-desa tetangga. Hanya dibidang pertanian yang terbentuk kelompok yaitu kelompok tani, yang kemudian ditindak lanjuti oleh pemerintah dengan memberikan penyuluhan pertanian.
47 Tokoh Bisnis Tokoh bisnis yang berperan di Kelurahan Menala adalah para tokoh masayarakat yang memiliki banyak tanah, punya usaha produktif, seperti Bapak Yames yang memiliki UD. jual beli emas, Bapak Syarafuddin dan UD. Taruna Mesa dimiliki oleh bapak H. A.Yani yang sama-sama bergerak di pengolahan kayu, dan juga para tokoh yang memiliki jabatan penting di pemerintahan KSB seperti Bupati KSB, Dr. KH. Zulkifli Muhadli, SH, MM. yang berdomisili di Kelurahan Menala yang sekaligus sebagai pimpinan Pondok Pesantren Al – Ikhlas Taliwang. Selain itu seperti Lurah Kelurahan Menala dana jajaran perangakat desa yang memegang kendali perekonomian masyarakat Kelurahan Menala. Pola-pola Kebudayaan Sistem Norma dan Nilai Secara umum dapat dikatakan belum ada perubahan yang terjadi dalam komunitas dan kehidupan masyarakat terkait sistem norma dan budaya di Kelurahan Menala. Adat istiadat Sumbawa merupakan budaya yang masih melekat kuat di masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh adat-istiadat seperti; adat dalam perkawinan, adat dalam kelahiran anak, adat dalam pengelolaan tanah pertanian dan lain-lain. Adat yang telah turun temurun dan sampai sekarang tetap hidup ditengah masyarakat diantaranya bakelewang (gotong royong dalam kegiatan masak-memasak), tokal adat (rapat keluarga untuk perkawinan), sorong serah (kegiatan melamar pengantin wanita) dan barodak. Kegiatan basenata (gotong royong dalam memperbaiki rumah), yang ada di desa juga masih sangat kuat. Untuk lebih menjaga adat yang ada, meningkatkan partisipasi dan silaturahmi masyarakat, pemerintah desa pun telah menyusun aturan dalam bentuk peraturan desa (perdes) untuk mengatur kegiatan adat seperti Tokal adat. Hal ini dilakukan karena kegiatan tokal adat melibatkan pemerintahan desa dan masyarakat banyak. Dalam kegiatan ini, masyarakat akan menyumbang untuk membantu masyarakat yang akan melaksanakan perkawinan, dalam hal ini tidak mengenal apakah keluarga tersebut dari keluarga miskin ataupun kaya. Kepala desa sebagai pimpinan wajib dilaporkan rencana kegiatan katokal adat sehingga kepala desa dapat menentukan jadwal pelaksanaannya. Untuk tanggal resepsi diserahkan kepada pihak keluarga untuk menentukan. Dari perdes tersebut telah dibentuk pula lembaga adat dengan pemangku adat yang dibuat surat keputusan (SK) oleh kepala desa. Lembaga adat dibantu beberapa peralatan oleh pemerintah desa berupa gong genang dan rebana ode. Kegiatan kesenian kecimol (dari Pulau Lombok) dan gambus (dari Arab) dalam beberapa kali kegiatan masyarakat sering diundang untuk menyemarakkan kegiatan-kegiatan seperti sunatan atau perkawinan. Namun secara umum kegiatan kesenian tersebut belum mempengaruhi adat yang ada di Kelurahan Menala. Orientasi Nilai Budaya Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di desa secara umum dapat dikatakan cukup aktif. Kegiatan gotong royong di sekolah dan di seluruh lingkungan dusun cukup aktif diikuti oleh masyarakat.
48 Selain itu ada budaya dimana semakin tinggi kedudukan seseorang dilingkungan masyarakat maka orang tersebut akan semakin dihargai dan dihormati dilingkungannya. Kedudukan tersebut bisa di berbagai bidang, seperti bidang agama, pemerintahan, pendidikan, masyarakat serta kepemilikan harta. Seperti yang terjadi di Desa Menala, masyarakat akan menghargai seseorang bukan karena faktor pendidikan semata, tapi lebih memandang dari sisi sebagai orang yang dituakan di desa tersebut. Maksud orang yang dituakan ini adalah keturunan bangsawan, orang yang mempunyai pengaruh dan mendapat kepercayaan dari masyarakat desa tersebut karena usaha dan jasa-jasanya dalam pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat. Sebagai contoh adalah tokoh MLI, beliau merupakan salah satu penggagas berdirinya Kabupaten Sumbawa Barat, karena dipercaya oleh warga masyarakat sehingga beliau didaulat sebagai ketua adat Tana Samawa (Anorawi), selain faktor ketokohan beliau juga memaparkan bahwa stratifikasi di Desa Menala dilihat dari faktor ekonomi dan pendidikan. Pola Bersikap, Bertindak, dan Sarana Kepemimpinan seseorang yang memimpin lembaga-lembaga formal seperti Kepala Desa dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kelurahan Menala sangat mempengaruhi pola bersikap dan bertindak masyarakat. Kegiatankegiatan di desa seperti rapat-rapat desa yang dalam kegiatannya diundang oleh Kepala Kelurahan Menala cukup aktif diikuti masyarakat, namun bagi lawan politik Kepala Desa, kegiatan rapat-rapat tersebut tidak pernah mau dihadiri. Hal berbeda terjadi ketika kegiatan rapat dilaksanakan oleh BPD, seluruh masyarakat menghadiri undangan, tidak ada sikap dan tindakan masyarakat yang menunjukkan seperti yang terjadi dengan Kepala Desa. Hubungan kepala desa dan BPD cukup harmonis dan saling mendukung, sehingga kebijakan-kebijakan yang dilahirkan tidak mengalami hambatan. Setiap kegiatan yang ada di Desa Menala disambut dengan partisipasi warga masyarakat, saling tolong-menolong antar warga merupakan ciri khas warga desa untuk memupuk rasa solidaritas yang tinggi. Begitu besar rasa solidaritas yang terbentuk di Desa Menala lama-kelamaan mulai terkikis sedikit demi sedikit, hal ini dikarenakan adanya stratifikasi sosial yang ada di masyarakat desa. Warga masyarakat sudah merasa dirinya mampu dari yang lainnya dan berpendidikan tinggi maka enggan untuk mengikuti kegiatan masyarakat desa dan cenderung menarik diri, namun masih ada dari sebagian masyarakat yang melakukan kegiatan dengan partisipasi. Hal ini yang kemudian mendorong pemerintah menggunakan program untuk meningkatkan partisipasi warga masyarakat, program yang lebih menekankan masyarakat lokal yaitu program Bedah Rumah, Koperasi Berbasis RT, serta stimulus ekonomi untuk UMKM dan Koperasi. Dengan adanya program ini, hampir semua warga masyarakat merespon baik yang pro dan kontra dengan program tersebut. Selain pastisipasi yang muncul, kesejahteraan warga juga diharapkan semakin membaik. Dalam melaksanakan sebuah program peran seorang tokoh sangat membantu kelancaran berjalannya program, peran ketokohan ini yang dijadikan acuan warga untuk memegang tanggungjawab dan dijadikan sebagai orang yang dipercaya oleh warga masyarakat. Seperti pada program KBRT, ketua RT disini sebagai tokoh
49 yang memiliki tanggungjawab, kekuasaan, wewenang, dan menindak lanjuti dalam menjalankan program KBRT di wilayahnya yang dibarengi dukungan dan interaksi dari masyarakat. Masyarakat akan memposisikan tokoh pada kedudukan terdepan dalam setiap kegiatan, baik kegiatan sosial maupun kegiatan-kegiatan yang lainnya. Hal ini merupakan salah satu pola sikap dan bertindak warga masyarakat untuk menghormati dan menghargai tokoh tersebut. Pola-pola Adaptasi Ekologi Basis Ekologi dan Perubahannya Secara umum basis ekologi kehidupan masyarakat Kelurahan Menala bertumpu pada sektor pertanian. Kondisi lahan pertanian yang sebagian besar merupakan lahan persawahan menyebabkan sebagaian besar produksi hasil pertanian bisa dimanfaatkan untuk tiga kali musim tanam. Desa Menala dialiri 2 sungai yang melintasi desa dimanfaatkan warga sekitar sebagai irigasi sawah dan lahan perkebunan, tapi ada juga dari sebagian masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai pembuangan limbah mercury hasil pengolahan emas ilegal (illegal mining). Tentu saja ini akan berdampak buruk bagi warga sekitar apalagi untuk jangka panjangnya apalagi untuk kesehatan dan lingkungan sekitar. Limbah merkuri merupakan limbah yang paling berbahaya dan paling beracun, tapi hal ini tidak disadari oleh warga dan dianggap sebagai hal biasa karena mereka lebih memikirkan gimana cara untuk mendapat rupiah demi rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup dari penambangan emas yang mereka lakukan. Mata Pencaharian Utama Masyarakat Kelurahan Menala dengan lahan sawah yang sangat luas tentunya matapencaharian utamanya adalah pertanian, dengan hasil yang diperoleh dari penanaman padi pertahunnya sekitar 2-3 ton per ha (sumber dari Desa Menala), meskipun masyarakat Kelurahan Menala banyak yang menjadi pegawai di sektor – sektor pemerintahan karena letak Kelurahan Menala yang dekat dengan pusat pemerintahan Kecamatan Taliwang yang merupakan ibukota dari Kabupaten Sumbawa Barat. Oleh karena itu sistem pangan lokal difokuskan untuk mengutamakan produksi pertanian desa untuk kebutuhan pangan penduduk desa bersangkutan, memanfaatkan pertanian sebagai generator pengembangan ekonomi masyarakat dan sebagai cadangan pangan lokal. Strategi Penghidupan Kegiatan perkonomian yang dilakukan warga desa tak lebih untuk mempertahankan dan menjaga kelangsungan hidup mereka serta menjalankan roda perekomian. Dengan melakukan berbagai usaha baik bersifat rumahan maupun usaha-usaha mikro. Dengan adanya program KBRT dan juga Stimulus Ekonomi untuk UMKM dan Koperasi sangat membantu masyarakat desa untuk mengembangkan usaha-usaha kecil dan menciptakan lapangan kerja baru, sehingga akan mengurangi adanya pengangguran dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tapi sayang ada sebagian masyarakat yang tidak
50 memanfaatkan adanya program pemerintah ini dengan baik karena mereka mendapatkan dana untuk keperluan lain dan bukan diperuntukkan bagi modal usaha, sehingga banyak yang kerepotan saat pengembalian modal usaha dampak selanjutnya menjadi kredit macet. Hal ini disebabkan pengetahuan masyarakat yang kurang dan tidak adanya dampingan dari dinas terkait untuk pemanfaatan modal usaha. Lembaga koperasi yang sangat membantu masyarakat Kelurahan Menala yaitu koperasi Bulan Sabit. Koperasi ini adalah satu-satunya koperasi yang dapat berjalan dengan baik dan yang memberikan modal usaha bagi masyarakat Desa Menala untuk menjalankan perekonomian masyarakat. Selain melalui usaha-usaha kecil, banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi pencari batu emas (gelondong). Dari hasil ini masyarakat mencukupi kehidupan sehari-harinya, pencarian emas bukan lagi sebagai mata pencaharian sampingan tetapi sudah menjadi mata pencaharian bagi penduduk desa karena hasil yang diperoleh sudah bisa mencukupi kebutuhan hidup dan untuk kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Masalah-masalah Sosial Deskripsi Masalah Sosial Masalah sosial yang terjadi di masyarakat biasanya dikarenakan tidak adanya kesesuaian antara unsur-unsur sosial, kebudayaan serta masyarakat dan akan berakibat pada masyarakat sekitar. Ketidak sesuaian yang terjadi terlihat begitu nyata dalam masyarakat dengan yang realita yang ada. Menurut Stark (1975) membagi masalah social menjadi: 1. Konflik dan kesenjangan, seperti : Kemiskinan, kesenjangan, pengangguran, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan; 2. Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan; 3. Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual. Masalah sosial yang muncul di masyarakat Kelurahan Menala biasanya dikarenakan persoalan keluarga yaitu tentang hak waris, disini bisa dilihat bahwa sebenarnya egoisme individu muncul sehingga terjadi pertikaian. Hal ini bisa disebabkan juga karena pendidikan yang kurang, sehingga pengetahuan yang didapat kurang mumpuni untuk memecahkan masalah, masalah yang muncul diselesaikan dengan mengedepankan emosi dan kurang bisa menahan diri. Selain itu, Kelurahan Menala memiliki beberapa masalah sosial, diantaranya; kemiskinan; pengangguran; banyaknya lahan non produktif; jalan yang rusak;pencurian ternak; dan pengelolaan air bersih. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang terjadi di Kelurahan Menala. Secara umum ada empat hal yang menyebabkan masyarakat di Kelurahan Menala miskin, yaitu; karena keturunan; tingkat pendidikan rendah; malas; dan sumberdaya yang dimiliki terbatas. Kemiskinan karena faktor keturunan merupakan rantai yang tidak terputus dari kemiskinan yang dialami oleh generasi sebelumnya. Secara tidak langsung generasi berikutnya akan melanjutkan generasi sebelumnya yang miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang bisa dikelola, atau kalaupun ada sumberdaya yang dimiliki relatif sedikit jumlahnya. Tingkat
51 pendidikan yang rendah, secara tidak langsung pula membatasi masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga banyak penduduk yang memiliki pekerjaan tidak tetap. Pola hidup yang malas juga menjadi penyebab timbulnya kemiskinan. Banyak penduduk yang memiliki sumberdaya yang besar namun karena kehidupan yang boros, sumberdaya yang dimiliki habis dijual sehingga kehidupannya menjadi miskin. Sumberdaya yang terbatas juga menjadi penyebab kemiskinan, kondisi ini menyebabkan masyarakat hanya bisa memperoleh hasil yang terbatas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masalah penambangan liar juga menjadi masalah yang muncul ditengahtengah masyarakat Kelurahan Menala, umumnya penambang ini berasal dari penduduk lokal serta luar daerah seperti Lombok, Sumbawa Besar dan bahkan ada yang berasal dari Jawa Timur. Dampak Masalah Sosial Masalah sosial yang terjadi di Kelurahan Menala secara langsung dan tidak langsung telah menimbulkan beberapa dampak sosial, yaitu; 1. Pertikaian antar keluarga dampaknya akan terjadi kurangnya keharmonisan antar keluarga tersebut, tidak hanya itu jika berlarutlarut penyelesaiannya akan terjadi pertumpahan darah dan akan melebar lagi; 2. Masyarakat miskin berpotensi yang semakin meningkat di Kelurahan Menala mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat; 3. Angka pengangguran yang tinggi berdampak pada tingginya akan berakibat semakin tingginya angka kemiskinan dan akhirnya timbul masalah baru yaitu kriminalitas juga akan semakin tinggi, karena seseorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan yaitu mencuri, merampok, menipu, dan kejahatan lainnya. Dan jika hal ini berlangsung lebih lama maka akan menyebabkan dampak yang sangat merusak seperti kerusuhan sosial; dan 4. Penambangan liar akan berdampak yang sangat kompleks mulai dari pencemaran air, sungai, lingkungan, kesehatan, bahkan berpengaruh pada perubahan iklim. Faktor Penyebab Dalam kehidupan masyarakat desa pasti ada perubahan-perubahan yang terjadi apalagi KSB merupakan kabupaten baru yang masih melakukan pemekaran-pemekaran desa. Dalam perubahan-perubahan tersebut pasti banyak timbul masalah-masalah sosial, yang mengakibatkan pada perubahan-perubahan terhadap nilai-nilai kemasyarakatan lama dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Tiap masalah sosial yang muncul biasanya disebabkan oleh halhal yang berbeda tergantung aspek mana yang menyebabkan anggota masyarakat mulai terganggu keberadaannya. Menurut Soerjono Soekanto bahwa, masalah sosial timbul dari kekurangankekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber dari faktorfaktor berikut:
52 1. Faktor Ekonomi Pada faktor ekonomi ini akan berakibat pada terjadinya kemiskinan, kesenjangan, pengangguran dan lain-lain. 2. Faktor Biologis (dalam arti kependudukan) Faktor ini menyangkut bertambahnya penduduk dengan pesat yang dirasakan secara nasional; regional maupun lokal. Pemindahan manusia (mobilitas fisik) yang dapat dihubungkan pula dengan implikasi medis dan kesehatan masyarakat umum serta kualitas masalah pemukiman baik pedesaan maupun perkotaan, implikasi yang ditimbulkan penyakit menular, keracunan makanan, dan kesehatan tubuh. 3. Faktor Biopsikologi Dari faktor biopsikologi ini akan mengakibatkan timbulnya penyakit syaraf, bunuh diri, dan disorganisasi jiwa. 4. Faktor Budaya Pada faktor budaya akan mengakibatkan timbulnya masalah keluarga, perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik rasial dan keagamaan. Masalah sosial yang terjadi di Kelurahan Menala, disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor budaya, dan faktor biologi, diantaranya: 1. Masalah pertikaian keluarga disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah; 2. Masalah kemiskinan disebabkan oleh masih randahnya tingkat pendidikan masyarakat, keterbatasan sumberdaya yang dimiliki (faktor keturunan) dan budaya malas; 3. Masalah pengangguran disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk khususnya usia kerja tidak diikuti oleh laju pertumbuhan lapangan kerja; dan 4. Masalah penambangan liar disebabkan karena tidak adanya aturan yang melarang dengan tegas untuk para penambang liar. Solusi yang Pernah Dilakukan Masalah yang timbul saling berkait antara satu dengan yang lain seperti mengurai benang kusut yang sangat rumit untuk diselesaikan. Terkait masalah kemiskinan serta akibat yang ditimbulkan maka Pemerintah Daerah KSB telah melakukan berbagai kebijakan-kebijakan untuk mengurangi tingkat kemiskinan tersebut, yaitu kesehatan gratis, pendidikan gratis, bedah rumah, Program Stimulus Ekonomi untuk UMKM dan koperasi, serta KBRT. Kebijakan pemerintah tentang kesehatan gratis sangat diperlukan karena untuk mengakomodir kebutuhan pelayanan kesehata penduduk dan kesehata harus dapat dinikmati oleh seluruh penduduk diseluruh pelosok wilayah KSB. Kemudian kebijakan tentang kebijakan pendidikan gratis yang diupayakan pemerintah daerah untuk mengatasi berbagai masalah pendidikan yaitu ketidak merataan penduduk dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang layak serta rendahnya pencapaian tingkat pendidikan. Pendidikan merupaka hal yang penting karena dengan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat karena pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan
53 masyarakat yang berperan dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, karena proses pendidikan dapat merubah pola pikir masyarakat. Program bedah rumah ini diharapkan agar warga masyarakat mendapat rumah yang layak huni dan sasaran utamanya adalah warga masyarakat yang berpenghasilan rendah (miskin), rumah yang akan dibedah ditetapkan oleh kesepakatan bersama masyarakat pada tingkat Rukun Tetangga (RT) dan pemerintah tidak berhak mengintervensi keputusan tersebut. Kemudian kebijakan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat yaitu Program Stimulus Ekonomi untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi. Munculnya program ini dilatar belakangi oleh terbatasnya kesempatan kerja dan peluang usaha, angka angkatan kerja yang terus meningkat, karena kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat masih relatif rendah serta sulitnya UMKM dan koperasi mendapatkan dana dari perbankan untuk mengembangkan usahanya. Dari program Stimulus Ekonomi ini diharapkan kesejahteraan masyarakat jauh lebih baik dan berkelanjutan, berkurangnya angka pengangguran yang ada di masyarakat khususnya KSB serta masyarakat dapat diberdayakan melalui kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan pastisipasi warga masyarakat.
54
EVALUASI PROGRAM BADAN USAHA MILIK PONDOK (BUMP) PONDOK PESANTREN AL-IKHLAS DALAM PENINGKATAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF Deskripsi Program BUMP Salah satu dari Panca Jiwa pesantren adalah kemandirian (berdikari). Kemandirian meliputi berbagai macam aspek pesantren, salah satunya adalah aspek ekonomi. Dengan kata lain pesantren harus mampu muncukupi dan menghidupi dirinya sendiri tanpa bersandar kepada pihak lain. Lebih luas daripada itu pesantren juga diharapkan mampu menebar “berkah” untuk masyarkat yang berada di sekitar pesantren. Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) yang di bentuk tahun 2000 merupakan lembaga yang diamanati oleh pimpinan pondok untuk menggerakkan roda ekonomi dan sosial pesantren dengan membetuk unit usaha produktif dengan berbagai macam program. Diantara program yang sudah mulai lakukan antara lain: 1. Usaha kedalam yaitu usaha untuk peningkatan kesejahteraan santri dan guru-guru pondok, diataranya: Budidaya Sayur, Ternak Sapi, Budidaya Ikan Lele, Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas, Kantin, Wartel, Konveksi, Depo Air Minum, Toko Serba Ada. 2. Usaha keluar yaitu kerjasama dengan masyarakat sekitar dalam pengelolaan sawah milik pesantren, membuka lapangan kerja bagi masyarakat dengan merekrut karyawan pesantren dari masyarakat sekitar. Walaupun demikian kegiatan BUMP mengalami pasang surut dan masih perlu banyak pembenahan dan perbaikan. Penjelasan dari tiap UEP dipaparkan sebagai berikut: 1. Budidaya sayur Budidaya tanaman sayur sebenarnya sudah dimulai sejak berdirinya pondok pesantren Al-Ikhlas, seperti yang disampaikan oleh H, ia menagatakan: “...penanaman tanaman sayur sudah dilakukan santri sejak pondok berdiri, santri dididik untuk mandiri dan mencoba menanam kebutuhan-kebutuhan yang bisa ditanam, seperti cabe, tomat, terong, dan jenis-jenis tanaman sayuran lainnya.....” Akan tetapi dibudidayakan dalam skala besar yang ditanam dalam 5 petak sawah (kurang lebih 500 m2) yang terletak di belakang asrama putra (asrama Roja’) dan di belakang aula Al-Hamra pada tahun 2011 dan berjalan hanya sampai tahun 2013. Tanaman sayur yang ditanam antara lain: Kangkung darat, sawi, kacang panjang, kacang tanah, dan bayam cabut. Pendanaan budidaya sayur diinisiasi dari beberapa pengurus budidaya sayur dengan cara tiap anggota pengurus memberi sumbangan minimal 200 ribu rupiah. Uang ynag terkumpul dari 20 orang kurang lebih 4 juta rupiah, dan tersebut untu membeli segala keperluan budidaya sayur, adri mulai bibit sampai dengan perlatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Sistem pengerjaannya dilakukan oleh semua pengurus yang terdiri dari guru, santri, dan masyarakat sekitar sehingga tidak terlalu mengeluarkan biaya yang terlalu besar untuk pembiayaan pengejaan lahan yang akan ditanami. Struktur UEP budidaya sayur terdiri dari seorang ketua, wakil ketua, skretaris, bendahara
56 dan anggota senyak 16 orang. Budidaya sayur berjalan dua tahun dengan hasil yang tidak sebanding dengan modal yang sudah dikeluarkan. Penyebab utamanya adalah produk sayur yang dihasilkan masih belum bisa bersaing di pasar karena para penjual sayur sudah punya pemasok yang sudah berlangganan sebelumnya yang datang dari Sumbawa Besar maupun Lombok. Selain itu, sayur yang dihasilkan kualitasnya masih kurang bersaing dengan sayur yang dijula di pasar. Budidaya sayur akhirnya dihentikan karena melihat penanaman padi di lahan yang di tanam sayur lebih menjanjikan hasil. Meskipun hanya satu tahun dua kali panen. 2. Ternak Sapi Ternak sapi adala salah satu UEP yang dikelola BUMP. Mulai mengelola ternak sapi tahun 2005, yang disponsori oleh Perusda KSB yang memberikan bantuan sapi ternak seabnyak 40 ekor untuk pondok pesantren Al-Ikhlas, dengan sistem memberdayakan masyarakat sekitar untuk memelihara sapi tersebut dengan sistem bagi hasil yang ditentukan kesepakatan, yaitu satu kali lahir buat yang memelihara sapi dan lahir yang selanjutnya untuk pondok, beitu seterusnya. Rencananya setelah yang memelihara sudah mendapat bagian maka sapi tersebut akan dipelihara warga yang belum memelihara, sehingga terjadilah pemertaan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi hanya berjalan satu tahun sampai tahun 2006 ternak sapi tersebut gagal, hampir semua sapi tersebut dilaporkan hilang. Karena masyarakat KSB memiliki kebiasaan dengan melepas ternak sapi ke mana sapi tersebut mau. Sehingga tujuan yang sudah direncanakan yang bertujuan untuk memberdayakan pesantren dan masyarakat sekitar tidak tercapai. Pada pertenghan tahun 2015 Pondok Pesantren Al-Ikhlas mendapat bantuan dari Pemkab KSB sebanyak 12 ekor. Ternak sapi diserahakan sepenuhnya kepada pengeloala di Pondok Pesantren Al-Ikhlas dengan tetap pengawasan dari Dinas Peternakan. Pada periode yang kedua kali ini tidak seperti sebelumnya yang dititipkan kepada masayarakat sekitar akan tetapi dipilih beberapa masyarakat sekitar, dan lebih banyak melibatkan guru dan santri untuk mengelola, dengan sistem semua ternak sapai dibuatkan kandang yang memadai dan terkontorl dengan luas lahn yang digunakan sekitar 1 hektar. Ternak sapi tersebut sampai saat ini masih aktif dengan mengevaluasi beberapa hal yang bisa menyebabkan gagalnya ternak sapi. 3. Pertanian tanaman pangan UEP pertanian tanaman pangan sudah berlangsung sekitar 25 tahun, sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, dan sekarang pun masih berjalan ini dikarenakan pertanian tanaman pangan padi merupakan tanaman yang sudah biasa dilakukan oleh masayarakat KSB. Tanah yang digarap untuk pertanian tidak kurang dari 5 hektar yang dikelola oleh masyarakat sekitar pondok. Meskipun terjadi pasang surut hasil pertanian, akan tetapi baik masayarakat maupun pondok tetap mendapat keuntungan meskipun jumlahnya bervariasi. Rata-rata hasil padi pertahunnya sekitar 20 ton padi. Sistem bagi hasil tanaman padi adalah tiga bagi yang menggarap dan satu bagian untuk pondok. Sistem seperti ini berdasarkan kultur yang ada di kalangan masayarakat KSB terutama Kelurahan Menala Kecamatan Taliwang. Diantara 10 penggarap sawah pondok, ada yang menyalah gunakan kepercayaan yang diberikan pondok, diantaranya ada yang tidak jujur ketika menyetorkan hasil panennya. Hal ini menyebabakan adanya pergantian
57 penggarap tanah kepada orang yang dapat dipercaya. Pertanian tanamn pangan padi masih berjalan sampai sekarang dengan mengevaluasi beberapa hal untuk perbaikan sistem pengelolaan dan sistem pembagian hasilnya. 4. Budidaya ikan lele Budidaya ikan lele yang dikelola BUMP di Pondok Pesantren Al-Ikhlas bermula dari adanya program Pemkab KSB yang memberikan bantuan berupa bibit ikan lele beserta semua perlengkapan dan peralatan serta pakan ikan lengkap dengan proses pembuatan kolam ikannya dengan menggunakan sistem ternak ikan terpal. Budidaya ini hanya berlangsung kurang dari 1 tahun yaitu dari akhir tahun 2014 sampai dengan awal tahun 2015. Pengelola yang terlibat dalam budidaya ikan lele adalah para guru dan santri Al-Ikhlas. Luas kolam ikan lele tersebut 6 m x 8 m yang dibagi menjadi 6 kolam dengan masing-masing ukuran 2 m x 4 m dengan masing kolam diisi dengan bibit ikan sebanyak 2000 ekor ikan, jadi jumlah semuanya adalah 12000 ekor ikan lele. Rencana pemanenan ikan lele tersebut adalah setelah 3 bulan dan maksimal 4 bulan, akan tetapi dalam proses pengelolaan banyak bibit ikan yang mati yang disebabkan karena beberapa hal, salah satunya adalah penyakit dan sifat kanibal ikan lele yang memakan temannya yang lemah. Beberapa cara untuk menangani kematian ikan dilakukan akan tetapi tetap saja banyak yang mati. Air dari kolam ikan lele tersebut juga sangat mengganggu lingkungan di asrama putri, karena kolam tersebut berdekatan asrama santri putri. Budidaya ikan lele akhirnya dihentikan setelah hampir sepuluh kali panen yang hasilnya diperuntukan untuk lauk guru dan santri dan dijual di beberapa rumah makan di Taliwang mencapai 1,5 juta rupiah dengan harga jual perkilonya rata-rata 25 ribu rupiah. Rencana selanjutnya akan dikelola kembali budidaya ikan lele dengan mengevaluasi beberapa hal untuk dijadikan acuan dalam pengembangan budidaya ikan lele. 5. Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas didirikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan guru, santri dan masyarakat sekitar akan barang-barang sehari-hari yang semakin meningkat. Koperasi ini resmi menjadi KOPONTREN (Koperasi Pondok Pesantren) dan terdaftar di Dinas Koperasi pada tahun 1998. Landasan utama pendirian adalah jiwa kemadirian yang tecantum dala panca jiwa pondok, yaitu keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhwah islamiyah, kebebasan. KOPONTREN Al-Ikhlas selalu berupaya meningkatkan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan santri dan masyarakat sekitar. Struktur pengurus KOPONTREN terdiri dari: Ketua, Sekretaris, Bendahara, Staf. Struktur kepengurusan KOPONTREN sering berubah hampir setiap tahun, ini menyebabkan terjadi kurang stabilnya kegiatan yang sudah direncanakan. Perubahan struktur tersebut berhubungan denagn perubahan sruktur pengurus pondok secara keseluruhan. Dalam praktek pelaksanaannya KOPONTREN AlIkhlas membantu pelaksanaan UEP lainnya. 6. Wartel. Warung telekomunikasi (wartel) didirikan pada tahun 2005. Tujuan didirikannya wartel adalah untuk memenuhi kebutuhan santri dan masyarakat sekitar yang membutuhkan alat komunikasi jarak jauh untuk menghubungi orang
58 tua, wali santri, saudara, dll. Berkembangnya teknologi telekomunikasi dengan munculnya berbagai macam HP dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat membuat pemakai wartel berkurang khususnya masyarakat sekitar, meskipun demikian santri tetap menggunakan wartel tersebut, karena santri dilarang membawa HP di pondok. Kondisi wartel yang belum memiliki pembukuan yang baik dan rapi dan manajemen yang belum baik serta SDM yang belum menguasai betul pengoperasian wartel menjadi penyebab berhentinya UEP ini. 7. Depo Air Minum Menjadi sebuah fenomena di tempat-tempat yang terjadi kekeringan bahwa air sangat dibutuhkan di kehidupan sehari-hari, begitu juga dengan kebutuhan setia orang terhadap air minum yang perharinya minimal 8 gelas. Gagasan untuk mendirikan sentral air minum isi ulang muncul sebagai usaha dalam memenuhi kebutuhan air bagi santri-santri dan masyarakat sekitar. Depo Air Minum ini tidak berjalan lama hana berjalan kurang dari dua tahun, yaitu dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005. Bererapa kendala yang dihadapi adalah belum adanya teknisi mesin air yang bisa mengoperasikan denagn baik, terutama ketika ada kerusakan, maka membutukan tenaga servis mesin air yang terkadang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Manajemen yang masih kurang baik juga menjadi penyebab berhentinya UEP ini. 8. Kantin Kantin Pondok Pesantren Al-Ikhlas didirikan tahun 1986 untuk memenuhi kebutuhan santri yang berhubungan dengan minuman dan makanan ringan. Makanan ringan yang dijual di kantin adalah makanan yang dibuat oleh ibu-ibu guru yang sudah berkeluarga sebagai salah satu pendukung kesejahteraan guru di pondok. Kantin dikelola oleh santri yang dibimbing oleh guru dari staf pengasuhan santri. Persentase keuntungan dari penjualan jenis makanan dan minuman adalah sepuluh persen dari harga aslinya. Kantin ini berjalan sampai sekarang akan tetapi masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki yaitu manajemen yang belum baik, sistem pembukuan keuangan yang belum baik dan rapi. 9. Konveksi Salah satu usaha yang sangat potensial di pondok pesantren adalah usaha konvekis. Kebutuhan santri akan pakaian seragam baik putra maupun putri dan juga pakaian guru akan menjadi ladang besar bagi konveksi untuk mendapatkan keuntungan. Konveksi ini berdiri tahun 2007 dan bertahan sampai tahun 2008. Peralatan yang dimilki adalah bantuan pemerinatah kepada pesantren. Konveksi tidak bisa bertahan lama karena tidak adanya tenaga ahli yang dapat mengoperasikan alat-lat yang ada dan belum adanya manajemen yang baik. 10. Toko serba ada Maksud dan tujuan didirikan Toko Serba Ada (Toserba) adalah untuk mempermudah santri, guru dan masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari peralatan sekolah, peralatan kamar, peralatan pribadi, juga buku-buku pelajaran, dll. Motto Toserba ini adalah “Anda Belanja Berarti Anda Beramal”. Pengelola toko terdiri dari ketua dan staf yang dipilih langsung oleh
59 Direktur BUMP atas persetujuan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Toko ini terus berusaha untuk selalu menyediakan dan memenuhi seluruh permintaan konsumen dengan tetap mengutamakan pelayanan dengan jiwa kejujuran dan keikhlasan. Manajemen yang ada sudah mulai diperbaiki dengan sistem pembukuan yang baik dan rapi setelah memperhatikan beberapa evaluasi yang ada. Evaluasi Program BUMP Dari program usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh BUMP terdapat beberapa evaluasi yang dapat kita lihat pada Tabel 6. Program yang sudah ada banyak yang tidak berjaln dengan baik. Evaluasi program dari masingmasing UEP akan dijadikan acuan dalam menyusun strategi dalam rangka pengembangan BUMP. Tabel 6
No
Evaluasi dari masing-masing UEP BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas
Jenis UEP
Kondisi Sekarang
Evaluasi
Diperlukan perbaikan sistem irigasi, mengadakan pelatihan budidaya tanaman sayur, bekerja sama dengan Dinas Pertanian KSB dan Dinas Perdagangan Harus ada tempat ternak sapi yang memadai dan terkontrol
1
Budidaya Sayur
Tidak Aktif
2
Ternak Sapi
Aktif
3
Pertanian Tanaman Pangan
Aktif
Diperlukan kerjasama dengan Dinas Pertanian
4
Budidaya Ikan Lele
Aktif
Diperlukan mendukung
5
Koperasi Al-Ikhlas
Aktif
Harus ada SOP yang baku
6
Wartel
Tidak Aktif
7
Depo Air Minum
Tidak Aktif
8
Kantin
Aktif
9
Konveksi
Tidak Aktif
10
Toko Serba Ada
Aktif
Ponpes
pelatihan-pelatihan
yang
Harus ada pengelola yang profesional dan manajemen yang baik Harus ada pengelola yang profesional dan manajemen yang baik Diperlukan manajemen yang baik Harus ada pengelola yang profesional dan manajemen yang baik Diperlukan manajemen yang baik
Sumber: Wawancara mendalam dengan pengurus BUMP Dari Tabel 6 terlihat bahwa banyak sekali usaha ekonomi produktif yang dikelola BUMP banyak yang tidak berjalan dengan baik, ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya: 1. Kelembagaan BUMP yang masih belum memiliki legalitas operasional sehingga sangat sulit untuk mencari bantuan dana dari pihak lain.
60 2. Manajemen yang masih kurang baik, ini terlihat karena belum adanya SOP dari setiap UEP yang ada di bawah pengelolaan BUMP dan tidak adanya struktur yang jelas dari setiap UEP, ini dikarenakan pengelola yang ada selalu berganti-ganti setiap tahunnya dan belum ada sistem kaderisasi. 3. SDM yang masih kurang profesional dalam menangani semua UEP yang ada. Beberapa informan yang diwawancarai juga mengiyakan bahwa penyebab utama banyak UEP yang tidak berjalan disebabkan adalah tiga faktor diatas. Seperti hasil kutipan wawancara dengan AL (Direktur BUMP 2015), dikatakan; “......beberapa faktor...yang utamanya sumberdaya manusia, kadang SDM sudah baik tapi karena waktu pengabdia yang sudah habis dan kaderisasi yang tidak ada akhirnya tidak berjalan lagi....2. Sistem kerja/operasionalyang belum baik” Selain itu, dikatakan oleh MN (Pengurus UEP): “....Kontrol manajemen tidak ada....terus faktor amanah....terus faktor modal yang statusnya hutang....” Pengurus yang lain DSH menyatakan; “....tidak adanya tenaga terampil yang betul-betul fokus ke pengelolaan dan manejemen.....” Evaluasi dari kegiatan yang dilakukan oleh setiap UEP BUMP dapat dirinci seabagai berikut: 1. Budidaya sayur. Dalam kegiatan budidaya sayur diperlukan perbaikan sistem irigasi, mengadakan pelatihan budidaya tanaman sayur, bekerja sama dengan Dinas Pertanian KSB dan Dinas Perdagangan. 2. Ternak sapi. Kegiatan ternak sapi Harus ada tempat ternak sapi yang memadai dan terkontrol, sehinggaseluruh sapi dapat dikontrol setiap saat dan menghindari kehilangan. 3. Pertanian tanaman pangan. Diperlukan kerjasama dengan Dinas Pertanian, terutama masalah penanggulangan hama tanaman pangan. 4. Budidaya ikan lele. Diperlukan pelatihan-pelatihan yang mendukung pengelolaan budidaya ikan lele, terutama yang berhubungan tentang penyakit ikan dan penanganan ikan stres. 5. Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Harus ada Standar Operasional Pelaksanaan yang baku, sehingga koperasi dapat berjalan dengan baik. 6. Wartel. Harus ada pengelola wartel yang profesional dan manajemen yang baik. 7. Depo Air Minum. Harus ada pengelola yang profesional dan manajemen yang baik. 8. Kantin. Diperlukan manajemen yang baik, sehingga diharapkan kantin dapat menjadi sumber profit bagi BUMP. 9. Konveksi. Harus ada pengelola yang profesional dan manajemen yang baik. 10. Toko serba ada. Diperlukan manajemen yang baik dan sistem pembukuan yang baik dan rapi.
61
Evaluasi dari 10 UEP yang dikelola BUMP dibagi menjadi dua yaitu: UEP yang aktif dan UEP yang tidak aktif. UEP yang tidak aktif antara lain: Budidaya sayur, wartel, budidaya ikan lele, depo air minum, dan konveksi. UEP yang tidak aktif antara lain: Pertanian tanaman pangan, ternak sapi, koperasi pondok pesantren, kantin, dan toko serba ada. Prioritas UEP yang tidak aktif untuk diaktifkan secara berurutan antara lain: Konveksi, budidaya sayur, budidaya ikan lele, depo air minum, dan yang terakhir adalah wartel. Konveksi menjadi prioritas utama karena kebutuhan akan pembuatan seragam santri selalu ada dan konveksi akan menjadi sumber pemasukan dana bagi BUMP untuk membantu berkembangnya UEP lainnya baik yang masih aktif maupu yang sudah tidak aktif. UEP yang aktif secara keseluruhan masih harus diperbaiki dengan cara diberdayakan, dibina, dan dikembangkan. Secara berurutan prioritas UEP yang harus diperbaiki antara lain: koperasi, kantin, toko serba ada, ternak sapi, dan pertanian tanaman pangan. Alasan koperasi pondok pesantren dijadikan prioritas utama dalam perbaikan karena koperasi bisa menjadi penopang seluruh kegiatan UEP dan memungkinkan koperasi akan menjadi sumber pendanaan BUMP yang membawahi seluruh UEP yang ada.
62
ANALISIS FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KINERJA BUMP Faktor Pendukung dan Penghambat UEP BUMP Faktor pendukung dan penghambat kinerja Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) Pondok Pesantren Al-Ikhlas terdiri faktor internal dan eksternal BUMP. Faktor internal yang mendukung berupa kekuatan yang dapat merubah BUMP menajdi apa yang dicita-citakan oleh manajemen dan yang menghambat adalah kelemahan yang harus diatasi oleh BUMP agar tidak terjadi penurunan kinerja BUMP. Faktor eksternal yang mendukung adalah peluang BUMP yang harus dimanfaatkan oleh BUMP untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan dan yang menghambat adalah berupa ancaman bagi BUMP yang dapat melemahkan BUMP atau bahkan mematikan BUMP. Faktor internal dapat dianalisis dengan masing-masing fungsi UEP dalam BUMP dengan mengkaji manajemen, pemasaran, keuangan, produksi, akuntansi dan sistem informasi manajemen. Manajemen Fungsi manajemen usaha di BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas dapat dianalisis dengan mengkaji beberapa aspek sebagai berikut: 1. Perencanaan Badan Usaha Milik Pondok (BUMP) belum memiliki perencanaan tertulis baik untuk jangka pendek, maupu jangka panjang. Hal ini terlihat belum adanya pernyataan visi, misi, dan tujuan BUMP yang dirumuskan secara tertulis, jelas, dan spesifik. Hal ini menjadi PR besar apabila BUMP akan dijadikan sebagai penyokong perekonomian Pondok Pesantren Al-Ikhlas. 2. Pengorganisasian Struktur organisasi BUMP adalah tipe organisasi garis dan fungsional. Hal ini terlihat dalam menjalankan operasional BUMP dalam menjalankan operasional BUMP, Direktur BUMP menerapkan pendekatan top down dimana seluruh komando dilakukan secara langsung oleh pimpinan, adapun UEP di bawahnya hanya melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan oleh pimpinan. Pengorganisasian di BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas belum terlaksana dengan baik, hal ini dapat terlihat dari banyaknya UEP yang tidak berjalan dengan baik dan bahkan ada yang sudah tidak aktif lagi. 3. Pemberian Motivasi Pendekatan yang dilakukan oleh pimpinan BUMP bersifat top down dalam operasionalisasi BUMP, akan tetapi pihak pimpinan BUMP tidak menganggap pengurus UEP sebagai bawahan melainkan rekan kerja. Hal ini karena peran serta karyawan juga terlibat dalam keberhasilan suatu usaha. Salah satuyang dilakukan pimpinan BUMP adalah dengan cara melibatkan diri pimpinan BUMP dalam berbagai kegiatan yang dilakukan UEP dan pimpinan BUMP memberikan motivasi kepada pengelola UEP untuk bekerja dengan semangat. 4. Pengelolaan Staf BUMP menyadari bahwa sumberdaya manusia merupakan aset yang sangat penting bagi BUMP. Namun perhatian untuk meningkatkan mutu sumberdaya
64 manusia BUMP belum memadai dan tidak dilakukan secara terus menerus. Sampai saat ini pelatihan belum maksimal untuk semua pengelola UEP. Pengelola UEP tidak memiliki latar belakang pendidikan tertentu, sehingga pekerjaan yang ada dilakukan dengan learning by doing. 5. Pengendalian Pengendalian yang dilakukan oleh BUMP terjadi pada saat mendapatkan keluhan dari pengelola UEP. Keluhan ini terjadi karena masih banyak UEP yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Produksi dan Operasi BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas merupakan salah satu kelembagaan yang membawahi 10 UEP yang dalam operasinya belum didukung oleh sarana dan prasarana yang cukup, akan tetapi memiliki lua lahan yang cukup luas untuk pengembangan berbagai macam kegiatan UEP. Biaya operasional yang dibutuhkan UEP meningkat karena belum ada sarana penunjang seperti sarana transportasi, penggilingan padi,dll. Pemasaran BUMP belum melakukan strategi pemasaran dan promosi yang spesifik untuk hasil-hasil dari UEP yang menghasilkan seperti tanaman sayur, budidaya ikan lele. BUMP hanya menetapakan harga jual minimal berdasarkan harga pasar yang berlaku. Keuangan BUMP memperoleh sumber pendanaan dari koperasi pondok pesantren dalam menjalankan usahanya dan beberapa UEP mendapatkan bantuan dari pemerintah seperti ternak sapi dan budidaya ikan lele berupa bibit, peralatan, dan perlengkapan. Dana yang ada masih sangat minim, sehingga operasioanal BUMP belum berjalan dengan baik. Sistem pencatatan keuangan di BUMP belum dilakukan dengan baik, sistem pencatatan masih manual di dalam buku dan belum rapi, serta belum memanfaatkan sistem komputerisasi. Sistem Informasi Manajemen Sistem informasi manajemen adalah sistem manusia dan mesin yang terpadu (integrated) untuk menyajiakan informasi guna mendukung fungsi operasi manajemen dalam pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. BUMP belum memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dan belum menggunakan sistem informasi manajemen dengan fasilitas yang memadai. Secara keseluruhan BUMP mempunyai faktor kekuatan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan masih memiliki kelemahan yang harus diatasi BUMP. Identifikasi faktor internal BUMP dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan faktor eksternal dapat dianalisis dari masing-masing fungsi UEP dalam BUMP dengan mengkaji ekonomi, sosial budaya demografis dan lingkungan, politik pemerintahan dan hukum, teknologi, kompetitif.
65 Ekonomi Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimilki dan biasanya dalam jangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. Salah satu kendala BUMP adalah belum adanya investor dan donatur tetap untuk BUMP. Selain itu, sulitnya memperoleh pinjaman dari sumber pembiayaan (perbankan) untuk tambahan modal usaha dikarenakan belum memiliki legalitas badan usaha. Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan Meningkatnya jumlah masyarakat sekitar sebenarnya merupakan peluang untuk meningkatkan hasil dari kegiatan UEP yang dikelola oleh BUMP. Terjadi peningkatan jumlah penduduk Kelurahan Menala dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu jumlah penduduk Kelurahan Menala tahun 2012 menurut data dari Kelurahan Menala adalah 5.425 orang yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 2.682 orang dan jumlah penduduk perempuan 2.743, sedangkan tahun 2011 adalah 5.152 orang dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 2.582 orang dan penduduk perempuan 2.570 orang. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga di Kelurahan Menala tahun 2012 adalah 1473 KK dan tahun 2011 adalah 1265 KK. Meningkatnya jumlah penduduk memberikan dorongan kepada BUMP untuk meningkatakan hasil dari masing-masing UEP. Budaya masyarakat KSB yang cenderung konsumtif dan kondisi masyarakat yang lebih suka membeli daripada menanam sendiri, atau menjahit sendiri, membudidaya sendiri menjadikan peluang bagi BUMP untuk melihat kebutuhan masyarakat sekitar apalagi didukung oleh kondisi lingkungan yang kondusif. Politik, Pemerintahan, dan Hukum Kebijakan pemerintah dalam pemberian bantuan berupa bibit ikan lele, dan hewan ternak sapi, serta pemberian subsidi benih padi, pupuk, dan saprotan lainnya mempengaruhi berjalannya UEP yang dikelola BUMP. Selain itu, intervensi pemerintah dalam penetapan harga padi menyebabkan pengelola tanaman pangan padi dari masyarakat sekitar mendorong semangat para pengelola untuk terus meningkatkan hasil panennya. Keadaan yang kondusif di KSB juga memberi kenyamanan bagi BUMP untuk mengembangkan BUMP. Teknologi Perkembangan teknologi yang semakin pesat saat ini baik berupa alat maupun inovasi baru yang ada dimanfaatkan dengan baik oleh BUMP, terutama pada UEP pertanian tanaman pangan, dalam hal budidaya, panen maupun pengolahan hasil panen padi. Perkembangan teknologi tersebut yang saat ini berkembang yaitu traktor pada saat pengolahan lahan, trheaser untuk merontokkan padi setelah dipanen dan berbagai alat pengolahan lainnya. Kompetitif Belum adanya BUMP yang sejenis di KSB dari pondok-pondok pesantren lainnya. Hal ini manjadi peluang bagi BUMP untuk mengembangkan produksi dari masing-masing UEP untuk bisa dikenal masyarakat secara luas.
66 Tabel 7 No 1
Identifikasi faktor internal yang mempengaruhi BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas Faktor Internal
Manajemen 3
2
Produksi dan Operasi
3
Pemasaran
4
Keuangan
5
Sistem informasi manajemen
Objek Kajian
Keterangan
Jenis UEP
BUMP belum memiliki visi dan misi yang khusus dan tertulis Pembagian tanggung jawab kerja yang belum berjalan maksimal sesuai dengan sruktur Struktur Organisasi sering berubah-ubah Manajemen SDM yang masih lemah Belum adanya SOP bagi tiap-tiap UEP BUMP Sarana dan prasarana belum lengkap Peralatan yang cukup memadai Lahan yang cukup luas
Kelemahan
Semua UEP
Kelemahan
Semua UEP
Kelemahan
Semua UEP
Kelemahan
Semua UEP
Kelemahan
Semua UEP
Kelemahan
Semua UEP
Kekuatan
Konveksi
Kekuatan
Belum memiliki legalitas operasional BUMP Belum melakukan strategi pemasaran dan promosi
Kelemahan
Pertanian tanaman pangan, budidaya sayur, budidaya ikan lele, ternak sapi BUMP
Dana yang ada masih minim Sistem pembukuan keuangan yang masih belum baik dan rapi Belum memiliki sistem informasi manajemen yang baik
Kelemahan
Budidaya sayur, Budidaya ikan lele Semua UEP
Kelemahan
Semua UEP
Kelemahan
Semua UEP
Kelemahan
Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan informan kunci
67 Secara umum identifikasi faktor eksternal BUMP memberikan gambaran peluang dan ancamanbagi BUMP. Faktor eksternal yang menjadi peluang maupun ancaman bagi BUMP dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8
No 1
2
3
Identifikasi faktor eksternal yang mempengaruhi BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas
Faktor Eksternal Ekonomi
Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan Politik, Pemerintahan dan Hukum
4
Teknologi
5
Kompetitif
Objek Kajian Belum adanya investor Sulitnya memperoleh pinjaman dari lembaga perbankan Meningkatnya jumlah masyarakat sekitar Budaya konsumtif masyarakat Lingkungan yang kondusif di KSB Kebijakan pemerintah dalam pemberian bibit ikan lele, sapi, dan pemberian subsidi pada benih, pupuk, dan saprotan lainnya
Keterangan
Jenis UEP
Ancaman Ancaman
Semua UEP Semua UEP
Peluang
Semua UEP
Peluang
Semua UEP
Peluang
Semua UEP
Peluang
Budidaya sayur, budidaya ikan lele, pertanian tanaman pangan, ternak sapi Pertanian tanaman pangan Semua UEP
Intervensi pemerintah Peluang dalam penetapan harga gabah/beras Perkembangan teknologi Peluang yang semakin meningkat Belum adanya BUMP Peluang sejenis di KSB
Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan informan kunci Secara umum ada UEP yang masih aktif dan ada juga yang sudah tidak aktif. UEP yang sudah tidak aktif penyebabnya adalah masih lemahnya BUMP, baik dari segi kelembagaan, manajemen, maupun SDM pengelolanya. Pada Tabel 9 terlihat BUMP masih sangat lemah, sehingga banyak UEP tidak aktif dan sebagian hanya berjalan 1 samapi 2 tahun saja. Faktor pendukung berkembangnya UEP BUMP meliputi faktor ketersediaan fasilitas dan lahan, adanya konsumen tetap dari guru dan santri. Sedangakan faktor penghambat berkembangnya UEP BUMP meliputi beberapa hal yang berhubungan dengan legalitas BUMP, belum adanya SOP dari tiap-tiap UEP BUMP, manajemen yang masih kurang baik, dan kurangnya tenaga ahli yang mampu menangani tiap-tiap UEP BUMP. Secara terperinci faktor pendukung dan penghambat berkembangnya UEP BUMP antara lain sebagai berikut:
68 1. Budidaya sayur Faktor yang mendukung berkembangnya kegiatan budidaya sayur adalah ketersediaan lahan yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan budidaya sayur dengan memilih lahan yang cocok untuk budidaya sayur. Sedangkan beberapa faktor yang menghambat berkembangnya budidaya sayur adalah sistem irigasi yang belum memadai, karena budidaya sayur sangat membutuhkan sistem irigasi yang memadai, faktor penghambat lainnya adalah pengetahuan dari pengelola tentang tanaman sayur masih kurang, budidaya tanaman sayur sebagai pilihan kedua setelah tanaman padi, bibit dan dan peralatan yang mendukung budidaya sayur sulit didapatkan di KSB, kualitas sayur yang dihasilkan masih belum standar sayur yang ada di pasar, selain itu dukungan pemerintah masih kurang. 2. Ternak sapi Kegiatan ternak sapi sangat berpotensi untuk berkembang karena didukung dengan lahan yang sangat cocok untuk membuat kandang yang khusus yang dapat menjaga keamanan ternak sapi dan menghindari adanya kehilangan. Ternak sapi juga memiliki faktor yang dapat menghambat berkembang kegiatan ternak sapi, yaitu faktor kebiasaan masyarakat KSB yang melepas sapinya tanpa dikandang di tempat yang khusus, dan inilah yang menyebabkan kegiatan ternak sapi periode pertama (2005-2006) yang dikelola oleh masyarakat sekitar banyak yang hilang. 3. Pertanian tanaman pangan Kegiatan pertanaian tanaman pangan khususnya padi sangat didukung tersedianya lahan dan pengelolaannya relatif mudah, serta hasilnya menjanjikan. Pertanian tanaman pangan juga memiliki hambatan yaitu harga pupuk non subsidi pemerintah sangat tinggi. 4. Budidaya ikan lele Faktor pendukung untuk berkembangnya adalah adanya lahan yang cocok untuk budidaya ikan lele, selain itu mendapat dukungan dari pemerintah berupa bantuan bibit ikan lele, peralatan, serta pakannya. Sedangkan faktor penghambat budidaya ikan lele adalah masih minimnya pengetahuan pengelola tentang penyakit ikan, dan cara menghilangklan bau air kolam ikan, karena pelatihan yang diberikan oleh Dinas Perikanan hanya pada proses awal mulai budidaya ikan lele. 5. Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas didukung dengan adanya guru dan santri yang secara otomatis menjadi anggota Koperasi Pondok Pesantren AlIkhlas apabila sudah menjadi santri dan guru di Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Sedangkan yang menghambat berkembangnya Koperasi Pondok Pesantren AlIkhlas adalah struktur yang berubah-ubah setiap tahunnya karena adanya pergantian kepengurusan Pondok Pesantren Al-Ikhlas, pergantian pengurus koperasi tidak melalui rapat anggota tahunan koperasi akan tetapi bergantung pada pergantian kepengurusan pondok. 6. Wartel Wartel Pondok Pesantren Al-Ikhlas berpotensi untuk berkembang karena didukung oleh pelanggan tetap sudah ada yaitu dari santri, baik putra maupun putri, karena seluruh santri dilarang membawa HP di pondok, sehingga untuk menghubungi orang tua mereka akan menggunakan wartel yang ada. Akan
69 tetapi perekembangan wartel terhambat oleh tidak adanya pengelola yang profesional, artinya yang betul-betul mengetahui sistem wartel dan belum adanya manajemen yang tepat. 7. Depo Air Minum Faktor yang mendukung berkembangnya DepoAir Minum adalah selain tempat dan peralatan yang sudah tersedia adalah memiliki konsumen yang tetap yaitu selain guru dan santri juga masyarakat sekitar. Sedangkan faktor yang menghambat adalah tidak adanya pengelola yang profesional untuk menjalankan usaha tersebut, selain itu masih belum memiliki sistem manajemen yang baik. 8. Kantin. Kantin adalah salah satu UEP yang memiliki potensi untuk berkembang karena kantin memiliki konsumen yang tetap yaitu santri, baik putra maupun putri, karena didukung dengan disiplin pondok yang melarang santri membeli makanan selain di kantin milik pondok. Akan tetapi yang masih menghambat untuk berkembangnya kantin adalah karena sistem keuangan yang belum rapi, belum ada sistem pelaporan keungan mingguan, bulanan. Sehingga ketika laporan pertanggung jawaban tahunan sering terjadi kesalahan dalam penulisan pengeluaran, pemasukan, serta saldo dari kantin tersebut. 9. Konveksi Konveksi adalah salah satu UEP yang tidak banyak ditemukan di Kelurahan Menala terutama di lingkungan pondok, sehingga banyak guru maupun guru jika ingin membuat baju ataupun yang lainnya harus pergi ke Taliwang. Konveksi yang ada di Pondok Pesantren sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang karena memiliki pelanggan tetap dari guru maupun santri, terutama baju seragam santri yang selama ini masih membuat di konveksi yang ada di Taliwang bahkan ada yang dibuat di Jawa. Selain itu faktor pendukung lainnya adalah Pondok Pesantren Al-Ikhlas telah memiliki peralatan konveksi yang memadai. Akan tetapi konveksi hanya berjalan satu tahun dikarenakan adanya faktor yang menghambat untuk berkembangnya konveksi yaitu belum adanya tenaga ahli yang dapat mengoperasikan peralatan yang ada. 10. Toko serba ada Faktor pendukung untuk berkembangnya Toserba Pondok Pesantren Al-Ikhlas adalah adanya konsumen tetap baik dari guru, santri, maupun masyarakat sekitar. Sedangkan faktor yang menghambat berkembangnya Toserba adalah karena manajemen keuangan masih kurang baik, ini dikarenakan pengelola Toserba yang berganti-ganti sesuai dengan pergantian kepengurusan pondok.
Komunitas yang Terlibat dalam UEP BUMP Komunitas yang terlibat langsung dalam UEP BUMP adalah santri, guru, serta masyarakat sekitar pondok seperti yang terlihat pada Tabel 9 Peranan guru lebih dominan daripada santri dalam pengelolaan UEP BUMP. Guru terlibat dalam pengelolaan UEP BUMP sekaligus juga sebagai konsumen dari UEP
70 BUMP. Sedangkan santri lebih banyak terlibat sebagai konsumen tetap, meskipun ada beberapa santri yang dianggap memiliki kemampuan diberi kepercayaan untuk membantu guru dalam mengelola UEP BUMP. Selain guru dan santri ada juga masyarakat sekitar yang terlibat dalam UEP BUMP baik sabagai pengelola maupun menjadi konsumen dari UEP BUMP. Adanya Guru, santri, dan masyarakat sekitar sebenarnya adalah salah satu potensi yang sangat menjanjikan apabila guru, santri, dan masyarakat yang terlibat sebagai pengelola memiliki kapasitas yang cukup untuk menangani UEP BUMP. Khususnya para guru yang menjadi pengelola sering terkendala dengan tidak adanya regenerasi. Hal ini disebabkan karena guru yang ada di pesantren adalah didominasi dengan guru pengabdian yang rata-rata hanya satu tahun mereka akan meninggalkan pesantren. Masyarakat sekitar Pondok pesantren Al-ikhlas secara tidak langsung ikut diberdayakan oleh program yang dijalankan oleh BUMP. Sejak program ternak sapi masyarakat sudah dijadikan mitra pondok pesantren dalam hal pengelolaan ternak sapi dan juga pertanian tanaman pangan yang sudah dimulai sejak tahun1990. Hal ini menggambarkan adanya pemberdayaan masyarakat sekitar yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Selain itu, masyarakat sekitar juga ikut diberdayakan dengan program formal Pondok Pesantren Al-Ikhlas yang meliputi Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan perguruan tinggi. Analisis SWOT BUMP Analisis SWOT BUMP seperti pada Tabel 10 dilakukan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman BUMP yang selanjutnya akan digunakan dalam merumuskan strategi penguatan BUMP dalam peningkatan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Dari analisis SWOT BUMP pada Tabel 9. didapatkan adanya kekuatan BUMP, kelemahan BUMP, peluang BUMP, dan ancaman terhadap BUMP, secara terperinci sebagai berikut: 1. Kekuatan BUMP. Beberapa kekutan BUMP antara lain: 1) Ketersediaan lahan yang cukup Pondok Pesantren Al-Ikhlas memiliki tanah yang sudah bersertifikat sangat luas, jumlah tanah yang dimiliki pondok seluas 3.000.000 m2, yang semuanya sudah bersertifikat, dari tanah yang dimiliki, berupa bangunan 7.770 m2, halaman/taman 2.600 m2, lapangan olah raga 1.520 m2, lahan kering 2.500.000 m2, dan 488.110 m2 lain-lain. Data tersebut terlihat tanah yang dimiliki pondok sangat potensial untuk pengembangan UEP yang dilakukan oleh BUMP yaitu yang berupa tanah kering, baik untuk pertanian, peternakan maupun untuk UEP lainnya. Ini menjadi kekuatan BUMP untuk meningkatkan UEP yang ada.
Tabel 9
No
Daftar faktor pendukung, faktor penghambat, komunitas yang terlibat, dan strategi penguatan UEP BUMP
Jenis UEP
Tahun Operasi
Kondisi Sekarang
Faktor Pendukung
1
Budidaya Sayur
2011 - 2013
Tidak Aktif
Ketersediaan cukup memadai
lahan
2
Ternak Sapi
Aktif
Tempat ternak cukup memadai
yang
3
Pertanian tanaman pangan Budidaya ikan lele
2005 – 2006/ 2015 Sekarang 1990 Sekarang
Aktif
2014 - 2015
Tidak Aktif
Pengelolaannya relatif mudah, hasilnya menjanjikan Ketersediaan lahan, bibit, peralatan, dan pakan
1998 Sekarang
Aktif
Anggotanya santri dan guru
2005 - 2006
Tidak Aktif
Pelanggan tetap sudah ada (santri)
2004 - 2005
Tidak Aktif
Aktif
Aktif
Konsumen tetap sudah ada (santri dan masyarakat) Konsumen tetap sudah ada (santri) Konsumen tetap dan peralatan yang memadai Konsumen tetap sudah ada
4
5
6
Koperasi Ponpes Ikhlas Wartel
Al-
7
Depo Minum
Air
8
Kantin
9
Konveksi
1986 Sekarang 2007 - 2008
10
Toko Ada
1998 Sekarang
Serba
Tidak Aktif
seluruh
Faktor Penghambat
Komunitas yang Terlibat
Strategi Penguatan
Sistem irigasi yang belum memadai, pengetahuan tentang tanaman sayur rendah, pilihan kedua setelah menanam padi, bibit dan peralatan sulit didapatkan di KSB, kualitas hasil belum baik, kurangnya dukungan pemerintah Masyarakat lebih suka melepas ternak sapinya
Guru, Santri, dan Warga Sekitar
Memperbaiki sistem irigasi, mengadakan pelatihan budidaya tanaman sayur, bekerja sama dengan Dinas Pertanian KSB dan Dinas Perdagangan
Guru dan Warga Sekitar
Menyiapkan tempat ternak sapi yang memadai dan terkontrol
Harga pupuk non subsisdi pemerintah sangat tinggi
Warga Sekitar
Menjalin kerjasama dengan Dinas Pertanian
Rendahnya pengetahuan tentang penyakit ikan dan cara menghilangkan bau air kolam ikan Struktural yang berubah-ubah setiap tahun
Guru dan Santri
Mengadakan pelatihan-pelatihan yang mendukung
Guru dan Santri
Membuat SOP setiap UEP yang baku
Tidak adanya pengelola yang profesional dan manajemen yang baik Tidak adanya pengelola yang profesional dan manajemen yang tepat Manajemen yang masih kurang baik Tidak adanya tenaga profesional
Guru dan Santri
Menyiapkan pengelola yang profesional dan manajemen yang baik
Guru dan Santri
Menyiapkan pengelola yang profesional dan manajemen yang baik
Guru dan Santri
Manajemen kurang baik
Guru dan Santri
Membuat sistem manajemen yang baik Menyiapkan pengelola yang profesional dan manajemen yang baik Membuat sistem manajemen yang baik
keuangan
masih
Guru dan Santri
71
72 Tabel 10 Matriks Analisis SWOT BUMP
Strenght/Kekuatan: 1. Ketersediaan lahan yang cukup 2. Sistem pendidikan berasrama 3. Partisipasi komunitas pesantren 4. Memiliki konsumen tetap 5. Motivasi pengurus BUMP kuat
Weakness/Kelemahan: 1. Keterbatasan tenaga ahli yang profesional 2. Lemahnya manajerial BUMP 3. Terbatasnya sarana dan prasarana produksi 4. Terbatasnya dana yang tersedia 5. Tidak adanya regenerasi pengelola unit UEP 6. BUMP masih belum dikenal masyarakat 7. Legalitas kelembagaan BUMP belum ada
Opportunity/Peluang: 1. Program BUMP sesuai dengan kebutuhan komunitas pesantren 2. Bantuan dana dari pemerintah dan donatur lainnya 3. Belum ada BUMP sejenis di Kabupaten Sumbawa Barat
Strategi SO: S1:O2 S4:O1 S5:O3
Strategi WO: W3:O2 W5:O3
Treat/Ancaman: 1. Komunitas pesantren dalam kondisi pesimis terhadap BUMP 2. Berpotensi kelembagaan BUMP bermasalah karena belum memiliki legalitas
Strategi ST: S5:T1 S4:T2
Strategi WT: W2:T1 W6:T2
Internal
Eksternal
73 2) Adanya sistem pendidikan berasrama Pondok Pesantren Al-Ikhlas sejak awal berdirinya yaitu 1 Februari 1984 sudah menerapkan sistem asrama, artinya santri/ah 24 jam kehidupan ada di pondok/asrama, ini merupakan potensi yang besar dalam rangka peningkatan UEP dimana santri/ah selain menjadi pelaku dalam UEP juga menjadi konsumen tetap dari UEP yang ada. Ini memungkinkan berkembangya UEP yang dikelola BUMP. Meskipun setiap tahun jumlahnya berubah-ubah, akan tetapi jumlahnya selalu diatas 300 santri/ah. Seperti terlihat pada Tabel 10 Untuk jumlah santri/ah tahun 2015 adalah 311 santri/ah. Tabel 11 Jumlah santri putra dan putri Pondok Pesantren Al-Ikhlas
No 1 2 3 4 5 6 7
Kelas I II I KH III IV V VI
Putra 30 28 2 30 14 19 10 Total
Putri 42 33 4 37 29 23 10
Jumlah 72 61 6 67 43 42 20 311
Keterangan
Setara SMP
Setara SMA
Sumber: Data Santri dan Santriah Pondok Pesantren Al-Ikhlas 2015 1) Partisipasi komunitas pesantren baik Dalam dunia pendidikan pesantren dikenal dengan istilah sam‟an wa to‟atan kepada kyai dan guru, artinya santri/ah akan mendengarkan dengan baik dan akan melaksanakan apa yang disampaikan oleh kyai dan gurunya, karena mereka percaya guru dan kyainya akan memberikan pendidikan yang terbaik buat mereka. Oleh karena itu hal ini menjadi potensi yang sangat baik dalam hal partisipasi komunitas pesantren terhadap peningkatan kegiatan UEP yang dikelola BUMP. 2) Memiliki konsumen tetap Pondok Pesantren Al-Ikhlas selain santri dan santriahnya berasrama, gurunya juga seabagian besar tinggal di dalam lingkungan pondok, sehingga menjadikan komunitas pesantren sebagai konsumen dari UEP bukan hanya dari santri tapi juga dari guru dan dapat dikatakan guru dan santri adalah konsumen tetap dari UEP. Kondisi seperti ini mendukung berkembangnya UEP tanpa harus mencari konsumen. 3) Motivasi pengurus BUMP kuat Motivasi dari pengurus BUMP kuat, ini tebukti adanya semangat dari pengurus untuk tetap membangun kembali UEP yang sudah tidak aktif, sebagi contoh usaha ternak sapi dikelola kembali
74 yang sebelumnya sempat tidak aktif. Meskipun masih menjadi kekurangannya adalah keterbatasan keahlian yang dimiliki pengurus dalam mengeloala UEP, yang mengharuskan memerlukan beberapa pelatihan yang menunjang. 2. Kelemahan BUMP Beberapa kelemahan BUMP antara lain: 1) Keterbatasan tenaga ahli yang profesional Kuantitas tenaga ahli jika tidak dibarengi dengan kapasitas yang mendukung, maka tidak cukup untuk menjadikan BUMP eksis dan berkelanjutan. Buktinya banyak UEP yang sudah tidak aktif, disebabkan karena masih rendahnya pengetahuan dari pengelola UEP yang sudah ada, baik secara akademis maupun secara teknis. Secara akademis banyak yang belum bisa menyusun Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) dari UEP, dan secara teknis masih banyak yang belum mengetahui secara mendalam cara menjalankan UEP yang dikelola. 2) Rendahnya manajerial BUMP Manajerial dalam suatu organisasi atau Badan Usaha adalah hal yang sangat penting, tanpa adanya manajerial yang baik maka tidak akan mungkin organisasi atau Badan Usaha akan berjalan dengan baik. Berapapun tenaga ahlinya, atau berapapun dana yang dimiliki, atau berapapun lahan atau fasilitas yang dimilki, jika tidak ada manajerial atau sistem manajemen yang baik niscaya organisasi atau Badan Usaha tersebut tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Begitu juga, seperti yang terjadi di BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas belum adanya manajerial yang baik, ini terbukti tidak ada SOP untuk BUMP dan tidak adanya sitem pembukuan yang baik, serta tidak adanya dokumentasi dari perkembangan BUMP. Sehingga, bisa dikatakan BUMP berjalan asal jalan saja, tidak terarah dan tidak terorganisir dengan baik, pada akhirnya beberapa UEP dari BUMP tidak aktif. 3) Terbatasnya sarana dan prasarana produksi Sarana dan prasarana produksi yang dimiliki BUMP masih sangat terbatas, diantaranya: Masih belum memiliki pabrik penggilingan padi, yang sebenarnya apabila BUMP memiliki penggilingan padi maka akan sangat menguntungkan BUMP, karena hasil dari pertanian tanaman pangan padi setiap tahun panen dua kali dan rata-rata pertahun hasilnya mencapai 20 ton, selain itu pabrik penggilingan padi juga bisa melayani masayarakat sekitar yang akan menggilingkan padinya. Sarana yang sangat perlu juga adalah sarana tranportasi yang khusus dipakai untuk keperluan BUMP, baik untuk keperluan pertanian, untuk mengangkut pupuk dan hasil panen, maupun untuk pemasaran hasil panen, ataupun untuk keperluan UEP lainnya, seperti untuk pengangkutan pakan ternak sapi, dan lain sebagainya. Sarana yang juga yang tidak kalah pentingnya dimiliki adalah adanya kantor khusus untuk BUMP yang bisa mengontrol seluruh kegiatan UEP yang ada, sehingga seluruh kegiatan UEP akan
75
4)
5)
6)
7)
terkontrol dan kantor tersebut bisa dijadikan tempat mengadakan rapat-rapat pengurus BUMP. Terbatasnya dana yang tersedia Tidak bisa dipungkri, bahwa operasional suatu Badan Usaha juga sedikit banyaknya bergantung dengan kondisi keuangan suatu Badan Usaha tersebut, jika keuangannya baik maka sangat mendukung jalannya operasional Badan Usaha secara normal, tapi apabila keuangannya tidak baik, maka bisa menghambat jalannya operasional Badan Usaha, atau dapat dikatakan jalannya operasionalnya tidak normal. Hal ini juga yang dialami oleh BUMP, dimana dana yang tesedia sangat terbatas, sehingga sangat sulit untuk mengembangkan UEP yang ada. Banyak yang sudah dibangun, akan tetapi banyak yang tidak berjalan dengan baik, bahkan ada yang sudah tidak aktif. Salah satu satu sulitnya mendapatkan dan bantuan untuk BUMP adalah karena belum ada legalitas untuk BUMP. Sehingga bantuan itu sering dengan mengats namakan Yayasan Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Hal ini memungkinkan adanya penggunaan yang tidak semuanya bisa diserap oleh UEP. Tidak adanya sistem regenerasi pengelola unit UEP yang baik Sistem regenerasi pada suatu Badan Usaha sangat penting untuk kelangsungan kegiatan yang dijalankannya, apalagi pengelola UEP BUMP Pondok Pesantren yang setiap tahun ada pergantian pengelola UEP, karena yang jadi pengelola sebagian besar adalah guru pengabdian yang memilki masa wajib pengabdiannya hanya satu tahun, sehingga banyak yang sudah berjalan dengan baik akan tetapi ditinggal oleh pengelolanya akhirnya UEP tidak berjalan dengan baik, maka sudah seharusnya ada sistem regenerasi yang baik, yaitu apabila ditinggal pengelola yang lama, maka pengelola yang baru dapat menjalankan kegiatan yang sudah berjalan dengan baik dapat dipertahankan bahkan bisa ditingkatkan. BUMP masih kurang terkenal secara luas Suatu Badan Usaha akan dikenal oleh banyak orang, tentunya harus melakukan sesuatu yang belum dilakukan oleh Badan Usaha lainnya, salah satu dengan membuat beberapa promosi atau iklan yang menguntungkan Badan Usaha tersebut. BUMP hampir tidak pernah membuat sesuatu yang bisa membuat BUMP lebih dikenal oleh masyarakat secara luas. Sehingga BUMP hanya dikenal oleh komunitas pesantren saja. Sehingga menebabakan kurang berkembangnya BUMP. Belum adanya legalitas kelembagaan BUMP Hal terpenting dari suatu lembaga Badan Usaha adalah harus adanya legalitas Badan Usaha tersebut. Karena itu merupakan salah satu syarat berjalannya Badan Usaha tanpa akan menimbulkan suatu masalah dikemudian hari, dan juga kan lebih dikenal oleh masyarakat secara luas. Karena legaliats adalah jati diri dari suatu Badan Usaha. Salah satu kelemahan terbesar BUMP karena belum adanya legalitas BUMP. Sehingga bantuan dana dari pemerintah ataupun dari donatur
76 lain yang seharusnya bisa didapatkan oleh BUMP tidak dapat didapatkan karena terkendala legalitas BUMP tersebut. 3. Peluang BUMP. Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain: 1) Program BUMP sesuai dengan kebutuhan komunitas pesantren Tujuan awal dari pembentukan BUMP adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan komunitas pesantren, sehingga dalam pembentukan UEP disesuaikan dengan kebutuhan komunitas pesantren. Hal ini merupakan peluang yang sangat besar bagi BUMP untuk menjalankan UEP yang ada, karena pasti apa yang diproduksi, yang ditawarkan atau yang dihasilkan dari UEP akan bisa langsung dipasarkan apada konsumen karena sesuai dengan kebutuhan komunitas pesantren. 2) Adanya bantuan dana dari pemerintah dan donatur lainnya Bantuan berupa dana maupun fasilitas yang mendukung berkembangnya suatu UEP yang memiliki tujuan untuk memberdayakan masyarakat dipastikan akan mendapat dukungan dari pemerintah maupun dari donatur lainnya. Begitu juga UEP yang dikelola oleh BUMP yang memiliki tujuan untuk membedayakan masyarakat, terutama masyarakat pesantren. BUMP memiliki peluang yang sangat besar untuk mendapat bantuan dana apabila BUMP sudah memiliki legalitas Badan Usahanya. 3) Belum ada BUMP sejenis di Kabupaten Sumbawa Barat Kegiatan UEP di Kabupaten Sumbawa Barat tidak terhitung jumlahnya, akan tetapi tetapi yang dikelola oleh Badan Usaha seperti yang dibentuk oleh Pondok Pesantren dengan nama BUMP belum ada. Ini bisa menjadi peluang yang harus dimanfaatkan oleh Pondok Pesantren untuk mengembangkan dan meningkatkan UEP yang ada. 4. Ancaman BUMP. Ancaman yang dihadapi oleh BUMP adalah sebagai berikut: 1) Komunitas pesantren dalam kondisi pesimis terhadap BUMP Kondisi dimana partisipasi komunitas pesantren baik, akan tetapi sikap pesimis dari mereka muncul dengan status BUMP yang belum legal, dan ini menjadi masalah besar apabila BUMP tidak segera melegalkan BUMP. 2) Berpotensi kelembagaan BUMP bermasalah karena belum memiliki legalitas Persoalan yang mendasar dari BUMP adalah belum adanya legalitas BUMP yang memungkinkan adanya masalah di kemudian hari. Karena Indonesia adalah Negara Hukum maka segala sesuatu harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Begitu pula dengan suatu Badan Usaha juga sesuai dengan undang-undang yang berlaku maka harus ada legalitasnya. Apabila tidak ada legalitasnya maka akan dinyatakan melanggar dan ilegal yang berpotensi diberhentikan operasi BUMP dalam menjalankan UEP yang dikelola.
77 Strategi Penguatan BUMP 1. Strategi SO Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki BUMP untuk memanfaatkan peluang yang bisa didapatkan oleh BUMP. Strategi SO yang dikaji antara lain: S1:O2, S4:O1, S5:O3. 1) Strategi S1:O2 Strategi ini adalah strategi yang menggunakan kekuatan BUMP yaitu ketersediaan lahan yang cukup untuk memanfaatkan peluang yaitu adanya bantuan dana dari pemerintah dan donatur lainnya. Ketersediaan lahan yang cukup memungkinkan untuk menjalankan UEP yang sedang dijalankan maupun yang sedang direncanakan memiliki peluang yang sangat besar untuk memperoleh bantuan dana dari mana saja, baik pemerintah maupun donatur lainnya. 2) Strategi S4:O1 Strategi S4:O1 adalah strategi yang menggunakan kekutan BUMP yaitu BUMP memiliki konsumen tetap dapat memanfaatkan peluang bahwa yang program yang dilakukan oleh BUMP sesuai dengan kebutuhan konsumen. Konsumen yang tetap apabila didukung dengan produksi dari UEP BUMP yang sesuai dengan kebutuhan mereka, maka hal ini akan menjadi strategi yang sangat tepat untuk meningkatkan keberlanjutan program yang dijalankan BUMP. 3) Strategi S5:O3 Strategi ini adalah strategi yang menggunakan kekuatan BUMP berupa motivasi pengurus BUMP yang tinggi untuk menjalankan BUMP dengan memanfaatkan peluang yang ada, yaitu belum adanya BUMP sejenis di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Motivasi yang tinggi adalah modal yang dapat digunakan untuk dapat mengembangkan BUMP menjadi lebih baik lagi untuk menjadikan BUMP sebagai satu-satunya BUMP yang dapat menjadi contoh di aras kabupaten, dan peluangnya sangat besar karena belum ada BUMP sejenis di KSB. 2. Strategi WO Strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan yang dimiliki BUMP untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi WO yang dikaji anatara lain: W3:O2, W5:O3. 1) Strategi W3:O2 Strategi W3:O2 adalah strategi yang meminimalkan kelemahan BUMP yaitu terbatasnya dana dengan memanfaatkan bantuan dari pemerintah dan donatur lainnya. Dana yang terbatas harus bisa dimanfaatkan seefisien mungkin, kemudian keterbatasan dana tersebut menjadi peluang untuk mendapatkan bantuan dana dari pemeritah dan donatur lainnya. Bantuan dana akan menyehatkan beberapa UEP yang sedang lemah atau yang sudah tidak aktif. 2) Strategi W5:O3 Strategi W5:O3 adalah strategi yang menimalkan kelemahan BUMP yaitu bahwa BUMP masih belum dikenal secara luas untuk
78 dapat mengambil peluang yang ada, yaitu belum adanya BUMP sejenis di KSB. Menjadikan BUMP dikenal secara luas maka BUMP akan berpeluang menjadi BUMP pertama yang bisa menjadi contoh di KSB. 3. Strategi ST Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki BUMP untuk menghindari ancaman yang akan berdamapak negatif pada BUMP. Strategi ST yang dikaji antara lain: S5:T1, S4:O2. 1) Strategi S5:T1 Strategi ini adalah strategi yang menggunakan kekuatan BUMP yaitu adanya motivasi pengurus yang kuat untuk menghindari ancaman yang dihadapi BUMP yaitu sikap pesimis dari komunitas pesantren terhadap perkembangan BUMP. Motivasi yang tinggi dari pengurus BUMP akan mengurangi rasa pesismistis dari konsumen pesantren. 2) Strategi S4:T2 Strategi ini adalah strategi yang menggunakan kekuatan BUMP berupa adanya konsumen yang tetap untuk menghindari ancaman berupa potensi BUMP akan bermasalah di kemudian hari karena belum memiliki legaltas Badan Usaha. Hal terburuk apabila terjadi masalah pada BUMP yang berhubungan dengan masalah legalitas Badan Usaha maka dengan memiliki konsumen yang tetap maka tidak akan berpengaruh besar pada proses berjalannya kegiatan UEP yang dilakukan oleh BUMP. 4. Strategi WT Strategi WT adalah strategi yang meminimalkan kelemahan BUMP untuk menghindari ancaman yang akan dihadapi BUMP. Strategi WT yang dikaji antara lain: W2:T1, W6:T2. 1) Strategi W2:T1 Strategi ini adalah strategi yang memimalkan kelemahan BUMP yaitu berupa lemahnya manajerial BUMP untuk menghidari kondisi komunitas pesantren yang pesimis terhadap BUMP. Hal ini berarti menuntut perabaikan manajerial BUMP agar tidak terjadi kondisi komunitas pesantren yang pesimis terhadap BUMP. 2) Strategi W6:T2 Strategi W6:T2 adalah strategi yang meminimalkan kelemahan BUMP berupa belum adanya legalitas BUMP untuk menghindari ancaman berupa potensi BUMP akan bermasalah di kemudian hari karena belum memiliki legalitas Badan Usaha. BUMP yang belum memiliki legalitas harus berupaya semaksimal mungkin agar tidak terjadi masalah, yaitu dengan cara mulai menyusun rencana pembuatan legalitas Badan Usaha.
PROGRAM AKSI PENGUATAN BUMP Program aksi penguatan BUMP dapat dilihat pada Tabel 12 meliputi tiga aspek, antara lain pemberdayaan, pembinaan, dan pengembangan. Pemberdayaan UEP yang dikelola oleh BUMP hampir semuanya memerlukan program pemberdayaan di segala bidangnya, terutama UEP yang sudah tidak aktif lagi. Beberapa program pemberdayaan yang harus dilakukan oleh BUMP antara lain: 1. Peningkatan penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung Peningkatan penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung sangat diperlukan untuk menjadikan BUMP adalah badan usaha yang berdaya. Salah satu infrastruktur yang diperlukan oleh UEP adalah adanya kantor khusus BUMP yang menjadi pusat informasi dan kordinasi antar UEP, selain itu seperti untuk beberapa UEP yang memerlukan gudang peralatan seperti UEP budidaya ikan lele, budidaya sayur, ternak sapi perlu dibuatkan gudang agar peralatan dan barang yang dibutuhkan terjaga dan menghhindari kehilangan. Di samping itu, diperlukan jaringan pendukung dalam rangka mengoptimalkan seluruh kegiatan yang dilakukan UEP BUMP. 2. Peningkatan dukungan melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang memadai UEP yang aktif maupun yang sudak tidak aktif membutukan peningkatan dukungan melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster seperti konveksi danternak sapi dengan disertai dukungan penyediaan infrastruktur, pembuatan sumur bor untuk persediaan minuman ternak sapi dan tanaman sayur, pembuatan ruangan khusus untuk konveksi, dll. 3. Memprioritaskan UEP yang memiliki potensi sebagai sumber pemasukan besar bagi BUMP dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pesantren dan masyarakat sekitar, terutama di daerah tertinggal dan kantongkantong kemiskinan. Komunitas pesantren dan masyarakat sekitar perlu diberdayakan dengan cara pengembangan sektor ekonomi. Salah satu yang dilakukan BUMP adalah mendukung pengembangan ekonomi baik bagi pesantren maupun masyarakat sekitar. Pondok pesantren dalam rangka memberdayakan komunitas pesantren dan masyarakat sekitar sudah membentuk UEP yang dikelola oleh BUMP dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hampir semua UEP lebih difokuskan untuk keberdayaan komunitas pesantren, akan tetapi khususnya pertanian tanaman pangan padi dan ternak sapi melibatkan masyarakat sekitar dalam rangka memberdayakan masyarakat sekitar. Pertanian tanaman pangan inilah yang sudah sangat mengakar di masyarakat sekitar. Program pemberdayaan masyarakat sekitar terlihat pada Gamabar 3. 4. Memfasilitasi pelatihan Budaya Usaha dan Kewirausahaan serta bimbingan teknis manajemen usaha
80
Komunitas Pesantren
Masyarakat Sekitar
Gambar 3 Persepektif penguatan BUMP, komunitas pesantren dan pemberdayaan masyarakat sekitar Pondok Pesantren Al-Ikhlas dalam memberi penguatan dengan cara memfasilitasi pelatihan Budaya Usaha dan Kewirausahaan serta bimbingan teknis manajemen usaha kepada semua pengelola UEP yang dianggap sebagi salah satu kelemahan BUMP selama ini. Pelatihan dan bimbingan teknis manajemen ini akan menjadikan BUMP dapat menutupi kelemahan yang selama ini menjadi kendala berkembangnya BUMP. Pembinaan Pembinaan adalah strategi yang dipakai untuk meneruskan usaha yang sudah ada dengan memperbaiki berbagai macam fasilitas, hasil, manajemen, dan sumberdaya. Strategi pembinaan yang akan dilakukan BUMP untuk meningkatkan kinerja, hasil, dan manajemen, serta sumberdaya adalah dengan 3 cara, antara lain: 1. Mendorong terciptanya diversifikasi usaha yang kompetitif. BUMP harus memikirkan penganeka ragaman produk (diversifikasi) dari hasil usaha yang dijalankan UEP, sehingga memungkinkan produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasaran. Sebagai contoh adalah budiday sayur.
81 Budidaya sayur yang beraneka ragam akan lebih bisa msuk di pasaran dibandingkan kalau hanya satu jenis yang dibudidayakan. 2. Peningkatan kemampuan manajemen. Kemampuan manajemen dari seluruh pengelola UEP harus ditingkatkan untuk menunjang perkembangan UEP yang ada. Hal ini tentunya harus dimulai dari bagaimana perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengawasannya. Manajemen yang baik harus memiliki standar operasional yang menjadi acuan dalam menjalankan kegiatannya. Jika hal ini sudah berjalan, maka peningkatan kemampuan manajemen perlu dilakukan. Manajemen BUMP harus diperbaiki karena manajemen yang baik akan menjadikan BUMP akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Di antara definisi yang memberikan gambaran tentang proses pelaksanaan manajemen yang di rumuskan oleh G.R Terry: “Manajemen adalah proses yang khas terdiri dari perencanaan, pengoganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan tenaga manusia dan sumber daya yang lainnya”. Apabila BUMP manajemennya baik, maka akan dapat membuat SOP dari tiap-tiap UEP yang ada. Dimulai dari bagaimana perencanaan BUMP terhadap program yang akan dijalankan, kemudian bagaimana BUMP mengorganisasi semua UEP yang ada, setelah itu BUMP melaksanakan program yang sudah direncanakan, dan yang tidak boleh ditinggalkan adalah bagaimana BUMP mengawasi seluruh kegiatan dari tiap-tiap BUMP. 3. Peningkatan dan perluasan jaringan pemasaran dan hubungan sinergitas antara industri kecil dengan industri besar Beberapa UEP yang masih aktif tentunya perlu dilakukan peningkatan dan perluasan jaringan pemasaran dan hubungan sinergitas antara UEP yang ada di pesantren dengan UEP yang ada di masyarakat, baik pada aras kelurahan maupun kecamatan, bahkan kabupaten. Tujuannya adalah untuk meningkatkan wawasan, pengalaman, serta pengetahuan tentang banyak hal yang berhubungan dengan pemasaran, manajemen. Hal ini akan mempengaruhi peningkatan kinerja BUMP untuk dapat menjadi badan usaha yang berkelanjutan. Pengembangan Strategi Pengembangan adalah strategi yang mengedepankan usaha-usaha yang sudah ada tetapi masih kurang maksimal maka perlu dikembangkan menjadi usaha-usaha yang lebih kompetitif di pasaran dan dapat melihat peluang yang ada untuk mengembangkan produk dari usaha-usaha yang dilakukan oleh UEP yang dikelola oleh BUMP. Strategi pengembangan BUMP dilakukan dengan tiga program, antar lain: 1. Peningkatan SDM dan Kelembagaan melalui Pendidikan Latihan Ketrampilan Usaha dan Manajemen Usaha Peningkatan SDM yang ada akan berhubungan dengan peran pengelola UEP yang ada, hampir seluruh pengelola UEP berpran ganda, baik yang berhubungan dengan BUMP maupun berhungan dengan kegiatan yang lainnya pada sektor formal yang berhubungan dengan pendidikan. Salah satu cara dalam menyelesaikan konflik peran adalah dengan cara meningkatkan
82 SDM yang ada agar mampu berperan ganda dan memiliki kemampuan untuk selalu membagi waktunya dengan baik, karena tidak bisa dihindari adanya konflik peran di Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Salah satu tujuannya adalah SDM yang ada bukan hanya bisa pada salah satu bidang saja, tetapi bisa di berbagai bidang. Selain itu, perlu dilakukan penjadwalan yang ketat agar semua kegiatan bisa berjalan tanpa harus ada yang dikorbankan. BUMP perlu meningkatkan daya-daya yang dapat menjadikan pengelola UEP BUMP memiliki skill atau kapasitas yang dibutuhkan untuk menjalankan semua UEP BUMP (Machendrawaty dan Safei 2001). Daya-daya tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Daya tubuh, yang memungkinkan pengelola memiliki antara lain kemampuan dan keterampilan teknis dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengelola UEP BUMP. 2) Daya kalbu, yang memungkinkan pengelola mampu memiliki kemampuan moral, estetika, etika, serta mampu berkhayal, beriman, dan merasakan kebesaran Ilahi. 3) Daya akal, yang memungkin pengelola memiliki kemampuan mengembangkan ilmu dan teknologi. 4) Daya hidup, yang memungkin pengelola memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, mempertahankan hidup, dan menghadapi tantangan. Apabila daya-daya tersebut dibangun dengan benar maka akan menjadi aset dalam rangka menyediakan sumber daya manusia yang produktif yang dapat mengelola UEP BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya-daya tersebut dengan memperbanyak pelatihan-pelatihan, peningkatan pendidikan pesantren, dan memperluas jaringan. Selain itu perlu ditingkatkan kelembagaan BUMP yang berhubungan dengan legalitas badan usaha maupun yang berhubungan dengan sruktur kepengurusan yang ada. Selama ini kepengurusan BUMP belum bisa menciptakan regenerasi yang dapat meneruskan usaha-usaha yang dikelola BUMP. Peningkatan SDM dan kelembagaan dilakukan memalui pelatihan-pelatihan yang mendukung, seperti pelatihan ketrampilan usaha, manajemen usaha, dll. Penguatan Kelembagaan BUMP yang harus segera dilakukan adalah dengan cara membuat legalitas BUMP. Legalitas BUMP adalah merupakan unsur yang terpenting, karena legalitas merupakan jati diri yang melegalkan atau mengesahkan BUMP sehingga diakui oleh masyarakat. Dengan kata lain, legalitas BUMP harus sah menurut undang-undang dan peraturan, di mana BUMP dilindungi atau dipayungi dengan berbagai dokumen hingga sah di mata hukum pada pemerintahan yang berkuasa saat itu. Keberlangsungan BUMP dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah keberadaan unsur legalitas dari BUMP. Faktor legalitas ini berwujud pada kepemilikan izin usaha yang dimiliki. Dengan memiliki izin maka kegiatan usaha yang dijalankan tidak disibukkan dengan isu-isu penertiban atau pembongkaran. Dua jenis jati diri yang melegalkan BUMP yaitu nama BUMP dan Surat Iziin Usaha Perdagangan (SIUP) BUMP. Penjelasan dari nama BUMP dan SIUP BUMP adalah sebagai berikut:
83 1) Nama BUMP Nama BUMP dapat diberi dengan cara (a) berdasarkan nama yang sudah disetujui oleh Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ikhlas; (b) berdasarkan jenis usaha yang dilakukan BUMP; dan (3) berdasarkan tujuan didirikan BUMP. BUMP juga dapat diberi nama dengan cara (a) pembauran nama BUMP dengan nama Pondok Pesantren AlIkhlas; (b) pembauran bentuk BUMP dengan nama Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Nama BUMP ini harus disahkan, dimulai sejak dibuatnya akta pendirian di depan notaris, diumumkan di Berita Negara dan didaftarkan dalam daftar perusahaan. Apabila tidak ada keberatan dari pihak lain, maka nama BUMP telah legal untuk digunakan oleh BUMP tersebut. Sedangkan bila ada pihak yang menyangkal, lalu pihak tersebut mengajukan keberatan tertulis kepada Menteri Perdagangan yang kemudian akan diberitahukan kepada perusahaan yang bersangkutan. Jika alasan keberatan pihak lain tadi dapat diterima, maka menteri akan membatalkan pendaftaran yang berarti tidak mengesahkan nama BUMP. 2) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) BUMP wajib memiliki SIUP apabila ingin melakukan kegiatan perdagangan, yaitu surat izin yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk kepada BUMP untuk melaksanakan kegiatan usaha perdagangan secara sah. Untuk memperoleh SIUP, BUMP wajib mengajukan Surat Permohonan Izin (SPI), yaitu daftar isian yang memuat perincian data BUMP dan kegiatan usaha BUMP, dan BUMP juga wajib membayar sejumlah uang sebagai biaya administrasi. SIUP dikeluarkan berdasarkan domisili BUMP atau penanggung jawab BUMP. 2. Penciptaan jaringan kerjasama dan kemitraan usaha yang didukung oleh Organisasi Masyarakat setempat, Swasta dan Perguruan Tinggi Peningkatan SDM dan kelembagaan saja tidak cukup untuk menjadikan BUMP berjalan berkelanjutan. Karena untuk berjalan berkelanjutan BUMP harus menciptakan jaringan kerjasama dan kemitraan usaha kepada UEP lain ada di masayarakat yang didukung oleh Ormas yang ada, swasta, dan perguruan tinggi. 3. Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan dan lembaga permodalan masyarakat lainnya. Salah satu faktor tidak berjalannya beberapa UEP yang dikelola BUMP adalah karena minimnya modal. Oleh karena itu, BUMP harus memperluas jaringan untuk mendapatkan sumber permodalan tambahan khususnya perbankan dan lembaga permodalan lainnya. Modal dalam sutu usaha sangat penting untuk menggerakkan seluruh kegiatannya, meskipun bukan hal yang paling utama, karena hal yang paling utama adalah SDM yang mau bersungguh-sungguh untuk menjalankanUEP yang ada.
84 Tabel 12 Program Penguatan BUMP No 1
2
Program Inti Pemberdayaan
Pembinaan
Program Aksi Peningkatan penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung Peningkatan dukungan melalui pendekatan pembinaan Sentra-sentra produksi/Klaster disertai dukungan penyediaan Infrastruktur yang memadai Memprioritaskan Usaha Mikro/Sektor Informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pesantren dan masyarakat sekitar, terutama di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan Memfasilitasi pelatihan Budaya Usaha dan Kewirausahaan serta bimbingan teknis manajemen usaha Mendorong terciptanya diversifikasi usaha yang kompetitif.
Peningkatan kemampuan manajemen Peningkatan dan perluasan jaringan pemasaran dan hubungan sinergitas antara Industri Kecil dengan Industri besar.
3
Pengembangan Peningkatan SDM dan Kelembagaan melalui Pendidikan Latihan Ketrampilan Usaha dan Manajemen Usaha Penciptaan jaringan kerjasama dan kemitraan usaha yang didukung oleh Organisasi Masyarakat setempat, Swasta dan Perguruan Tinggi Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya Perbankan dan Lembaga Permodalan Masyarakat lainnya
Sasaran Semua UEP Semua UEP
Semua UEP
Semua UEP
UEP pertanian tanaman pangan, budidaya sayur Semua UEP Semua UEP
Semua UEP
Semua UEP
Semua UEP
PENUTUP Simpulan 1. Adanya faktor pendukung dan penghambat kinerja BUMP dalam peningkatan usaha ekonomi produktif. Faktor pendukungnya antara lain ketersediaan lahan yang cukup, sistem pendidikan berasrama, partisipasi komunitas pesantren, memiliki konsumen tetap, motivasi pengurus BUMP kuat, program BUMP sesuai dengan kebutuhan komunitas pesantren, bantuan dana dari pemerintah dan donatur lainnya, belum ada BUMP sejenis di Kabupaten Sumbawa Barat. Faktor penghambatnya antara lain keterbatasan tenaga ahli yang profesional, lemahnya manajerial BUMP, terbatasnya sarana dan prasarana produksi, terbatasnya dana yang tersedia, tidak adanya regenerasi pengelola unit UEP, BUMP masih belum dikenal masyarakat , legalitas kelembagaan BUMP belum ada 2. Komunitas yang terlibat langsung dalam UEP BUMP adalah santri dan guru, masyarakat sekitar baik sabagai pengelola maupun menjadi konsumen dari UEP BUMP. 3. Strategi penguatan BUMP melalui program aksi antara lain pemberdayaan, pembinaan, dan pengembangan. Saran 1. Semua pihak yang terlibat dalam BUMP harus mempunyai komitmen untuk memajukan BUMP dengan selalu meningkatkan kapasitas di UEP masingmasing. 2. Pihak yang berwenang di BUMP, terutama Direktur BUMP agar secepatnya membuat legalitas BUMP. 3. Diperlukan regenerasi pengelola BUMP. 4. Diharuskan adanya perbaikan manajemen BUMP dengan membuat SOP pada tiap-tiap UEP BUMP.
86
DAFTAR PUSTAKA Adi IR. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta [ID]: Lembaga Penerbit [FEUI]. Anonymous. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB Press. Baron RA, Byrne DE. 2005. Psikologi Sosial. Jilid 2. Edisi Kesepuluh. Alih Bahasa: Ratna Djuwita. Jakarta [ID]: Erlangga. Bryson JM. 2001. Perencanaan Strategic Bagi Organisasi Sosial. Jakarta [ID]: Pustaka Pelajar Cameron KS, Quinn R. 2006. Diagnosing and Changing Organization Culutre: Based on The Competing Values Framework. Reading [GB]: Addison Wesley. Cernea MM. 1998. Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan: Variabelvariabel Sosiologi di dalam Pembangunan Pedesaan. Jakarta [ID]: Penerbit UI Press. Chambers. 1995. ”Poverty and livelihood; Whose Reality Counts?” dalam Kartasasmita G. 1996. Pembangunan Untuk rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta [ID]: Cides David. 2006. Manajemen Strategik. Jakarta [ID]: PT Prenhallindo. David. 2009. Strategic Management: Manajemen Strategis Konsep. Edisi kedua belas. Jakarta [ID]: Salemba Empat. Forum Inovasi. 2002. Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. http://www.forum-inovasi.or.id. 7 September 2013. Friedmann J. 1992. Empowerment the Political of Alternatif Development. Cambridge [GB]: Blackwell Publishers, Three Cambridge Center Gibson, Ivacevich, Donelly. 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta [ID]: Bina Rupa Aksara. Goldworthy LF, Ashley DB. 1996. Modelling Project Performance for Decision Making. Jounal of Contruction Engineering and Manajement September: 265-273. Grant RM. 1999. Analisis Strategi Kontemporer: Konsep, Teknik, dan Aplikasi. Edisi Kedua. Jakarta [ID]: Erlangga. Hamel G, Prahalad C. 1990. The core competence of the corporation. Harvad Business Review: 68, 79-91. Hatten KJ. 1996. Effective Strategic Manajement. Engelwoods Cliff [US]: Printice Hall. Hikmat H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung [ID]: Humaniora Utama Press. Hunger JD. 2002. Manajemen Strategis. Yogyakarta [ID]: Penerbit Andi. Husein U. 2002. Metode Riset Bisnis. Jakarta [ID]: PT Gramedia. Ife J dan Tesoriero F. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Terjemahan Sastrawan Manulang dkk. Yogtakarta [ID]: Pustaka Pelajar. Indriyo G. 2004. Pengantar Bisnis. Yoyakarta [ID]: [BPFE]. Jauch L dan Glueck. 1999. Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta [ID]: Penerbit Erlangga. Kabupaten Sumbawa Barat dalam Angka 2012.
88 Kartasasmita G. 1996. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta [ID]: Balai Pustaka. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta [ID]: PT Rineka Cipta. Kotler P. 2003. Manajemen Pemasaran. Jakarta [ID]: PT Prenhallindo. Kotler P. 2007. Manajemen Pemasaran. Jakarta [ID]: PT Indeks Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam. Bandung [ID]: Mizan. Machendrawaty N, Safei AA. 2001. Pengembangan Masyarakat Islam. Bandung [ID]: PT Remaja Rosdakarya. Manulang. 2003. Manajemen Personalia. Bogor [ID]: PT Ghalia Indonesia. Mardikanto T, Poerwoko S. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung [ID]: Alfabeta. Marrus SK. 2002. Desain Penelitian Manajemen Strategik. Jakarta [ID]: Rajawali Press. Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta [ID]: INIS. Matlaff M. 1967. The Strategy Gets Organization. New York [USA]: Oxford University Press. Mikkelsen B. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta [ID]: Yayasan Obor Indonesia. Nasdian FT. 2002. Pemberdayaan dan Partisipasi Warga Komunitas. Jakarta [ID]: PT Pustaka. Nasdian FT. 2005. Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Bogor [ID]: [DKPM FEMA IPB]. Nasdian FT. 2013. Pengembangan Masyarakat. Bogor [ID]: IPB Press. Ohmae K. 2004. An Integration of Marketing Strategis. Journal Marketing. October. Porter ME. 2002. Keunggulan Bersaing: Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Jakarta [ID]: Bina Rupa Aksara Profil Pondok Pesantren Al-Ikhlas 2015. Pusat Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta [ID]: Pusat Bahasa Rangkuti F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta [ID]: PT Gramedia. Sajogyo T. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Bogor [ID]: [LPSB-IPB] Sembiring. 2003. Pelatihan Partisipatif CFCD, Community Development. Jakarta. Siregar DD. 2002. Optimalisasi Pemberdayaan Harta Kekayaan Negara. Jakarta [ID]: Gramedia Pustaka Utama. Soekanto S. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID]: PT Raja Grafindo Persada. Soetrisno L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta [ID]: Kanisius. Suharto E. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerja Sosial. Bandung [ID]: Refika Aditama. Sumarto, Hatifah Sj. 2004. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta [ID]: Yayasan Obor Indonesia. Supriyatna T. 1997. Birokrasi, Pemberdayaan, Pengentasan Kemiskinan. Bandung [ID]: Humaniora Utama Press.
89 Wie TK. 1981. Pemerataan Kemiskinan Ketimpangan. Jakarta [ID]: Sinar Harapan. Zarkasyi AS. 2005. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta [ID]: PT. Raja Grafindo Persada. Zarkasyi AS. 2005. Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Pesantren Gontor. Ponorogo [ID]: Trimurti Press.
90
91
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 17 Maret 1983. Anak keempat dari pasangan Kusnari dan Carminah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah, UNIDA Gontor, lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2015. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari kerjasama anatara Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan PT NNT. Pengalaman pekerjaan penulis: (1) Pengajar di Pondok Modern Darussalam Gontor (2004-2011); (2) Direktur TMI ( setingkat SMP dan SMA) di Pondok Pesantren Al-Ikhlas (2011-sekarang); (3) Dosen Bahasa Arab di Universitas Cordova (2011-sekaranag); (4) Pembimbing Bahasa Arab dan Inggris di Pondok Pesantren Al-Ikhlas (2011-sekarang) (5) Penyuluh Agama Islam di Kabupaten Sumbawa Barat (2012-sekarang); (5) aktivitas lainnya sekarang aktif membantu pelaksanaan kegiatan program BUMP Pondok Pesantren Al-Ikhlas terutama bidang pertanian dan peternakan.