POLICY BRIEF Strategi Pengembangan Kapasitas Forum Anak Surakarta Untuk Meningkatkan Partisipasi Aktif Anak Dalam Perencanaan Pembangunan
Sri Yuliani, Rina Herlina Haryanti, Rahesli Humsona Mengapa Perlu Pengembangan Perencanaan Pembangunan? Indonesia adalah negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dan ikut menandatangani Deklarasi Dunia yang Layak bagi Anak (World Fit For Children/WFFC). Sebagai konsekuensi, Indonesia dituntut untuk mengembangkan kebijakan , program dan kegiatan yang diorientasikan bagi pemenuhan hak anak. Salah satunya adalah hak anak untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Salah satu program dalam kebijakan partisipasi anak adalah pembentukan wadah-wadah partisipasi anak sebagai media untuk mendengarkan dan menyuarakan aspirasi, pendapat dan harapan anak sebagai bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan yang diberi nama Forum Anak. Partisipasi anak dalam pembangunan melalui pembentukan Forum Anak merupakan manifestasi dari model kepemerintahan yang menghargai hak asasi manusia (anak). Dasar legalitas kuat bagi partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan adalah pasal 12 Konvensi Hak Anak yang menyatakan negara penandatangan konvensi berkewajiban menjamin hak anak untuk menyatakan pandangannya secara bebas mengenai semua hal yang menyangkut atau berdampak pada anak, sesuai dengan umur dan kematangan anak. Untuk itu, anak akan diberikan kesempatan untuk didengar dalam Juni 2016
Kapasitas
Forum
Anak
Dalam
urusan yudisial maupun administrasi yang berdampak pada anak, baik secara langsung maupun melalui badan perwakilan, dengan cara yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan nasional. Di tataran nasional, kebijakan partisipasi anak merupakan pelaksanaan dari amanah Undang-Undang Perlindungan Anak, khususnya pasal 4 yang menyatakan : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Menyadari pentingnya partisipasi anak, Pemerintah Kota Surakarta menetapkan Peraturan Walikota No. 18-A Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk Tehnis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota Surakarta Tahun 2013 yang didalamnya menyatakan bahwa Forum Anak sebagai unsur masyarakat yang dilibatkan dalam Musyarawah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Musyawarah perencanaan pembangunan, disingkat Musrenbang, adalah forum antar pemangku kepentingan pembangunan dalam rangka menyusun rencana pembangunan daerah (bappeda. surakarta.go.id).
Universitas Sebelas Maret
1
Masalahnya, Forum Anak yang telah terbentuk belum sepenuhnya mampu berfungsi sebagai media penyalur aspirasi kepentingan dan kebutuhan anak sehingga belum bisa berpartisipasi secara optimal dalam Musrenbang. Untuk itu perlu
dikembangkan strategi pengembangan kapasitas (capacity building) agar Forum Anak Surakarta mampu menjalankan fungsinya sebagai wadah aspirasi suara anak secara efektif dan berkelanjutan.
Partisipasi Forum Anak Dalam Perencanaan Pembangunan : Kapasitas dan Permasalahan Tujuan mendasar pembentukan Forum Anak adalah sebagai wadah bagi partisipasi anak. Partisipasi tentu saja tidak hanya dipahami sebagai keikutsertaan anak sebagai sasaran program atau kegiatan, tapi partisipasi anak secara aktif sebagai bagian dari warga negara dalam perencanaan pembangunan, dalam hal ini partisipasi aktif anak dalam Musrenbang. Pengertian ini sejalan dengan definisi Partisipasi Anak dalam Perencanaan Pembangunan sebagai tertulis dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 3-B Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pengembangan Partisipasi Anak Dalam Pembangunan di Kota Surakarta : Partisipasi Anak dalam Perencanaan Pembangunan adalah keterlibatan anak untuk mengemukakan aspirasi dan kebutuhannya (yang pada umumnya berusia di atas 9 tahun) dalam proses pengambilan keputusan melalui tahapan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dab dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat dari keputusan tersebut. Kapasitas anak untuk mengikuti Musrenbang bisa dilihat dari sejauh mana pemahaman anak tentang Musrenbang dan pentingnya Musrenbang bagi anak, serta peran Forum Anak dalam Musrenbang. Pemahaman anak akan Musrenbang sangat bervariasi. Tingkat kecerdasan anak menentukan daya serap atau kemampuan memahami makna dan arti penting Musrenbang. Mengenai peran Forum Anak dalam Musrenbang sebagian besar informan anak mengatakan keterlibatan mereka sebatas di tingkat kelurahan (Musrenbangkel) atau lingkungan (RT dan RW), hanya beberapa anak terutama ketua yang pernah terlibat di Musrenbang tingkat Kecamatan dan Kota.
Identifikasi permasalahan partisipasi Forum Anak dan faktor penyebabnya dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 7. Identifikasi Permasalahan Partisipasi Forum Anak dalam Musrenbang No 1
Identifikasi Masalah
Analisis Penyebab
Pemahaman anak tentang Musrenbang - anak kurang percaya diri masih beragam dan tidak tahu persis apa peran mereka dan apa kaitannya dengan - kesulitan mengartikulasikan atau menyatakan pendapat atau usulan pemenuhan hak anak.
Juni 2016
Universitas Sebelas Maret
2
- sosialisasi kurang - belum ada pelatihan dan simulasi Musrenbang dari pemerintah - pembekalan oleh pembina kurang memadai 2
Kurangnya pemerintah
dukungan
dari
aparat - birokrasi pemerintah kota masih melihat pembentukan Forum Anak sebatas sebagai prasyarat, legitimasi atau formalisasi untuk memenuhi tuntutan aturan, bukan sampai memenuhi fungsi substansial Forum Anak. - dukungan politis kurang karena DPRD belum menganggap penting partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan, fokus DPRD masih pada pembangunan fisik atau infrastruktur.
3
Kurangnya kualitas pendamping atau - belum ada kelompok kerja (pokja) khusus Forum Anak. Pembina diambil pembina dari Pokja KLA. - kebanyakan pembina sudah tua, sibuk dengan urusan sendiri, kurang kompeten memahami dunia anak
4
Keluarga kurang tahu hak anak
- belum ada sosialisasi hak anak di tingkatan RT, RW dan Keluarga - belum ada program untuk anak yang mensinergikan RT, RW dan Keluarga
Analisis Hambatan Berdasarkan penyajian data hasil wawancara dapat diidentifikasi beberapa kendala yang menyebabkan pembentukan Forum Anak belum efektif. Kendala internal bersumber dari anak berupa rendahnya kesadaran akan hak-hak anak, terbatasnya kemampuan untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya dalam forum Musrenbang, dan kurang percaya diri. Juni 2016
Kendala eksternal berupa kurangnya dukungan dari pemerintah terutama dalam bentuk pelatihan atau pengembangan kapasitas yang mendukung ketrampilan dalam berkomunikasi dan pengambilan keputusan, kurangnya dukungan anggaran yang cukup, dan lingkungan sosial, politik dan budaya yang tidak mendukung anak untuk bisa berpartisipasi dalam perencanaan
Universitas Sebelas Maret
3
pembangunan. Kondisi struktur sosial politik, ekonomi dan budaya mempengaruhi persepsi orang tua dan masyarakat tentang partisipasi, hak dan potensi anak. Pemahaman orang dewasa akan hak anak selanjutnya menentukan bentuk kegiatan atau partisipasi anak. Struktur sosial politik, ekonomi dan budaya yang menganggap anak belum dewasa atau memiliki kapasitas untuk menmbuat keputusan akan menentukan figur anak (minder atau kurang percaya diri, pemalu , merasa inferior atau rendah diri). Deskripsi tentang akar penyebab belum dilibatkannya Forum Anak dalam Musrenbang di Kota Surakarta sejalan dengan pendapat Alderson (2008) dan Sinclair (dalam Brady, 2007). Kegiatan Forum Anak yang didominasi aktivitas fisik (seni dan olah raga) dan belum menampung suara anak dalam Musrenbang disebabkan oleh pemahaman dunia anak yang sebatas wilayah privat atau domestik anak, bukan ranah publik atau politik. Realitas ini membuktikan bahwa cara pandang orang dewasa (orang tua, masyarakat dan Pemerintah Daerah/Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang melihat anak/remaja sebagai anak kecil yang belum bisa mengambil keputusan publik menjadikan kebijakan dan program pembangunan menjadi adult focus (Matthew, Kirby, dan Bryson dalam Cavet dan Sloper, 2004; Griffin dalam Roche, 1999; dan Roche, 1999) Keengganan stakeholders (orang dewasa yang duduk di pemerintahan, orang tua, guru, dan masyarakat) untuk menerima atau menampung ide, gagasan, atau pendapat anak membuktikan bahwa perencanaan pembangunan masih berorientasi pada perspektif kepentingan orang dewasa. Eliminasi ide-ide anak dalam Musrenbang dan alokasi anggaran dan implementasi program yang lebih diprioritaskan pada kebutuhan orang dewasa menjadi bukti bahwa kebijakan
Juni 2016
pembangunan pro-child belum menjadi arus utama di lingkungan pemerintah.
Kesimpulan Forum Anak dibentuk sebagai wadah penyalur hak anak untuk berpartisipasi dalam pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh Konvensi Hak Anak, UU Perlindungan Anak, dan Permeneg PP No. 03 Tahun 2011 tentang Partisipasi Anak Dalam Pembangunan. Meskipun telah ada dasar legalitas yang kuat bagi partisipasi anak, namun dalam implementasinya belum semua kota melibatkan Forum Anak dalam perencanaan pembangunan. Keberadaan Forum Anak di Kota Surakarta dapat dikatakan belum efektif, karena meski telah terbentuk sejak tahun 2008 tapi sampai tahun 2015 belum banyak Forum Anak yang terlibat aktif dalam semua tahapan Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Partisipasi Forum Anak masih terbatas di Musrenbang level kelurahan. Rencana dan alokasi anggaran belum sepenuhnya menampung aspirasi yang disampaikan anak dalam Musrenbang. Ini membuktikan bahwa partisipasi anak dalam pembangunan belum dilihat sebagai manifestasi dari administrasi publik yang berbasiskan pada pemenuhan hak anak sehingga diimplementasikan menurut perspektif kepentingan orang dewasa (orang tua, masyarakat dan Satuan Perangkat Daerah/SKPD). Ada beberapa kendala untuk mengembangkan model partisipasi anak dalam pembangunan yang berbasis pada nilai-nilai pemenuhan hak anak. Kendala bersumber pada internal kondisi anak maupun lingkungan eksternal kondisi sosial politik, ekonomi dan budaya yang membentuk cara pandang orang dewasa ( aparat pemerintah, orang tua, guru, atau masyarakat umum). Kondisi internal berupa rendahnya kesadaran anak akan hak-haknya,
Universitas Sebelas Maret
4
rendahnya kemampuan berkomunikasi dan pengambilan keputusan dan rasa kurang percaya diri. Kondisi eksternal menjadi akar penyebabnya. Tatanan budaya, sosial politik dan ekonomi akan membentuk cara pandang orang dewasa tentang makna penting dan bentuk manifestasi partisipasi anak dalam pembangunan, yang selanjutnya akan mempengaruhi profil dan karakter anak.
Rekomendasi Untuk mengembangkan partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan perlu dibangun fondasinya yaitu penguatan kapasitas anak untuk bisa menyuarakan aspirasinya dalam forum perencanaan pembangunan, dan ini hanya bisa tercapai jika ada penyadaran dan penguatan kapasitas stakeholders dalam partisipasi anak, terutama orang tua, masyarakat sipil (sekolah, pembina Forum Anak, organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat/LSM) , dan negara (SKPD terkait).
Untuk itu dilakukan adalah:
langkah
yang
bisa
1) Mengembangkan kesadaran akan hakhak anak di kalangan Forum Anak dan stakeholders terkait; 2) Stakeholders perlu memahami psikologis remaja dan kebutuhannya agar dapat mengembangkan metode dan pendekatan partisipasi yang ramah anak; 3) Menyediakan panduan mekanisme partisipasi anak dalam perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang jelas dan mudah dipahami oleh anak muda; 4) Mengembangkan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi Forum Anak agar mampu menyalurkan kepentingan anak dalam perencanaan pembangunan.
Referensi : Cavet, J and Sloper, P. 2004. The participation of children and young people in decisions about UK service development. Social Policy Research Unit, University of York, Heslington, York, UK Cocburn, Tom. 2007. Partners in Power: a Radically Pluralistic Form of Participative Democracy for Children and Young People. Journal compilation 2007 National Children’s Bureau Cornforth,Christ dan Mordaunt, Jill. 2011. Organizational Capacity Building : Understanding the Dilemmas for Foundations of Intervening in Small and Medium-Sized Charities. Voluntas. International Society for Third-Sector Research and The John’s Hopkins University Day, Crispin. 2008. Children’s and Young People’s Involvement and Participation in Mental Health Care.Jurnal Child and Adolescent Mental Health Volume 13,No. 1 Hart, Roger.A., 1992. Children’s Participation : From Tokenism to Citizenship. UNICEF International Child Development Centre. Krueger, Richard A. Focus groups : A Practical Guide for Applied Research. Sage Publications. California. 1994. Juni 2016
Universitas Sebelas Maret
5
Lansdown, Gerison . 2001. Promoting Children’s Participation in Democratic Decision Making. United Nation Children’s Fund, Innocenti research Center. Florence, Italy. Miles, Matthew dan A.`Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta. 1992. Sanders, Robert dan Mace, Sam. 2006. Agency Policy and the Participation of Children and Young People in the Child Protection Process. Child Abuse Review Vol.15:89–109. Published online in Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com). Sotkasiira, Tiina., Haikkola, Lotta dan Horelli, Liisa. Building towards effective Participation : A learning-based network approach to youth participation , dalam Percy-Smith, Barry dan Thomas, Nigel. A handbook of children and young people’s participation : perspectives from theory and practice. First published 2010 by Routledge 2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Penerbit Alfabeta. Bandung. 2005 Thomas, Nigel. 2007. Towards a Theory of Children’s Participation. International Journal of Children’s Rights 15 Vis, Svein Arild, Astrid Strandbu, Amy Holtan and Nigel Thomas. 2011. Participation and health – a research review of child participation in planning and decision-making. Child and Family Social Work. Blackwell Publishing Ltd Yuliani, Sri., Sudaryanti, dan Muchtar Hadi. 2012. Pengembangan Kemitraan Pemerintah, Masyarakat, dan Swasta Berbasis Human Governance untuk Mewujudkan Kota Surakarta sebagai Kota Layak Anak. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. ---------------- 2013. Pengembangan Kemitraan Pemerintah, Masyarakat, dan Swasta Berbasis Human Governance untuk Mewujudkan Kota Surakarta sebagai Kota Layak Anak. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Kementerian Pendidikan Nasional, 2010. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi Forum Anak 2012. Bappeda Kota Surakarta. Peraturan Walikota Surakarta No.18-A Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk Tehnis Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota Surakarta Tahun 2013. Peraturan Walikota Surakarta Nomor 3-B Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pengembangan Partisipasi Anak Dalam Pembangunan di Kota Surakarta. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No.04 Th. 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Partisipasi Anak dalam Pembangunan. UU No.23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak
Juni 2016
Universitas Sebelas Maret
6