1
STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI PERDESAAN BERBASIS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN KAMPAR – PROVINSI RIAU
FAUZI SALEH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar- Provinsi Riau adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2010 Fauzi Saleh NRP. A. 153050045
3
ABSTRACT FAUZI SALEH Crop and Horticulture Based Rural Industrialization Strategy in Kampar Regency – Riau Province. Supervisor YUSMAN SYAUKAT and LALA M. KOLOPAKING Kampar Regency of Riau Province is potential for crop and horticulture development because it has large area to be managed and many farmers work in this sub sector. At present, farmers only manage small area of land and not managed it as intensive and efficient as agribusiness area. Farmers usually sell their harvest as fresh product not as processed goods for industry, thus there is no added value in their product. Strategy and program is needed to improve farmer welfare and income as well to improve farm production in Kampar Regency. Objectives of this research are: (a) to identify basis sector in crop and horticulture based rural industry development in Kampar Regency. (b) to identify determinant factors in crop and horticulture based rural industry development in Kampar Regency, and (c) to arrange strategy and program for crop and horticulture based rural industry development in Kampar Regency. Data collected in this research consist of primary and secondary data. Focus Group discussion method was conducted in order to gain information of problem and challenges in field. Data analysis methods being used in this research are Location Quotien (LQ) Analysis, Analytical Hierarchy Process (AHP), and SWOT Analysis. Result shows that there are four commodities in basis sector of community economy which potential for crop and horticulture based rural industry, those commodities are: rice, corn, sweet potato and pineapple. There are four aspects affecting those commodities development: 1) Human resources quality, 2) Agriculture land management, 3) Cultivation and post harvest production technology, and 4) Rural institutional function. From this research there are five aspects affecting development of rural industry, they are: 1) Human resources quality, 2) Capital, 3) Product marketing, 4) Product processing, and 5) Supporting facilities. To improve crop and horticulture based rural industry, strategy to be applied is WO strategy which is to manage weaknesses in order to utilize opportunities. Based on that strategy, several programs can be recommended to Kampar Regency government for the improvement of crop and horticulture based rural industry. Keywords: crop, horticulture, land and human resource optimization, rural industrialization.
4 RINGKASAN
FAUZI SALEH. Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar - Provinsi Riau Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING. Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, karena tersedianya sumberdaya lahan yang cukup luas dan sumberdaya manusia petani yang banyak berusaha di sub sektor ini. Sampai saat ini lahan yang potensial tersebut masih banyak yang belum dimanfaatkan petani secara optimal. Sebagian besar lahan sawah hanya ditanami padi satu kali dalam setahun dan masih banyak lahan kering yang tidak dimanfaatkan untuk tanaman pangan dan hortikultura. Usaha tani tanaman pangan dan hortikultura belum dilakukan secara intensif dan efisien dalam bentuk usaha agribisnis. Pada umumnya petani di daerah ini berusaha tani pada areal lahan yang relatif kecil dalam menghasilkan padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan untuk keperluan sendiri atau dijual dalam bentuk produk segar yang belum diolah menjadi produk hasil industri. Dengan demikian petani belum memperoleh nilai tambah yang memadai dari hasil tanaman pangan dan hortikultura yang diusahakannya. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kampar, maupun dalam penyerapan tenaga kerja dan penyediaan bahan baku bagi keperluan industri. Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Kabupaten Kampar pada tahun 2007 tercatat sebesar 60,49%, namun kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan dalam pembentukan PDRB pada tahun 2007 hanya sebesar 3,70%. Pada tahun 2007 penduduk Kabupaten Kampar yang bekerja di sektor pertanian tercatat sekitar 64,82% dari total tenaga kerja pada semua lapangan usaha utama. Dari data BPS tahun 2008 diketahui bahwa penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian di Kabupaten Kampar tercatat sebesar 43,83%. Penelitian ini bertujuan untuk (a) mengidentifikasi sektor basis dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar (b) mengidentifikasi faktor-faktor penentu pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar dan (c) menyusun strategi dan program untuk pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh masukan informasi mengenai permasalahan yang dihadapi Kabupaten, dilakukan diskusi kelompok dengan sejumlah individu stakeholder dengan menerapkan Focus Group Discussion (FGD). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Locaton Quotient (LQ) Analysis, Analytical Hierarchy Process (AHP), dan SWOT Analysis. Berdasarkan hasil analisis LQ dari data produksi pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar tahun 2008,diketahui bahwa
5 komoditas yang menjadi sektor basis dalam perekonomian masyarakat di Kabupaten Kampar adalah padi sawah, jagung, ubikayu dan nenas. Berdasarkan hasil analisis dengan metode AHP dari data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 4 aspek yang berpengaruh dalam pengembangan komoditas yang menjadi sektor basis di Kabupaten Kampar yaitu (a) kualitas sumberdaya manusia (SDM) (b) pengelolaan lahan (c) penguasaan teknologi budidaya dan pengolahan hasil pertanian dan (d) fungsi kelembagaan perdesaan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 5 aspek yang mempengaruhi pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar yaitu (a) sumberdaya manusia (SDM) (b) pembiayaan/permodalan (c) pemasaran produk (d) proses pembuatan/pengolahan produk dan (e) sarana dan prasarana pendukung ( Berdasarkan analisa SWOT terlihat bahwa Kabupaten Kampar memiliki faktor-faktor strategis internal berupa kekuatan (strengths) yaitu (a) tersedianya SDM yang cukup banyak (b) tersedianya teknologi tepat guna dan kelemahan (weaknesses) yaitu (a) sumberdaya lahan belum didukung oleh tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai (b) lembaga pendukung di perdesaan belum dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat petani (c) belum terjaminnya pemasaran hasil panen petani (d) terbatasnya permodalan (e) infrastruktur perdesaan yang yang belum memadai (f) terbatasnya kemampuan masyarakat/petani dalam penguasaan teknologi dan (g) masih kurangnya koordinasi antar berbagai instansi pemerintah dan stakeholder lainnya. Disamping itu terdapat pula beberapa faktor strategis eksternal berupa peluang (opportunities) yaitu (a) pangsa pasar yang masih terbuka baik di dalam negeri maupun di luar negeri (b) pertumbuhan ekonomi yang semakin baik telah meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat (c) masih cukup besarnya potensi pengembangan industri di sentra produksi pertanian tanaman pangan dan hortikultura (d) segmentasi pasar yang beragam (e) kebijakan pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten) yang mendukung pengembangan pertanian dan industri kecil di perdesaan (f) ekonomi global yang berangsur pulih kembali, dan (g) keamanan di dalam negeri yang terus meningkat Kemudian ancaman (threats) yaitu kemungkinan terjadinya (a)bencana alam (banjir dan kekeringan) dan (b) krisis ekonomi dunia yang dapat mempengaruhi perekonomian di dalam negeri. Dalam rangka menumbuh kembangkan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar, kebijakan strategi prioritas yang perlu ditempuh pemerintah Kabupaten Kampar dalam upaya meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar adalah strategi W-O yaitu strategi ditempuh untuk mengatasi kelemahan-kelemahan (weaknesses) yang ada selama ini agar mampu memanfaatkan peluang-peluang (opportunities) yang masih terbuka untuk pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. Kata kunci: pertanian tanaman pangan, hortikultura, optimalisasi pemanfaatan SDA dan SDM, industrialisasi perdesaan.
6
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
7
STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI PERDESAAN BERBASIS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN KAMPAR - PROVINSI RIAU
FAUZI SALEH
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
8
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc
9 Judul Tugas Akhir
: Strategi Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortilultura di Kabupaten Kampar- Propinsi Riau
Nama
: Fauzi Saleh
NRP
: A153050045
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Lala M. Kolopaking M.S. Anggota
Dr.Ir. Yusman Syaukat M.Ec Ketua
Diketahui,
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah,
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
10
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak ke 6 (enam) dari dua belas bersaudara dari pasangan Ayah H. M. Saleh Abbas dan Ibu Hj. Siti Zalecha Ali, dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 10 Oktober 1948. Pendidikan dasar ditamatkan di Sekolah Rakyat (SR) Negeri 1 pada tahun 1960 di Pekanbaru, SMP Negeri 1 Pekanbaru pada tahun 1963 dan SMU Negeri 1 Pekanbaru pada tahun 1966. Pada tahun 1974 penulis lulus dari Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Akhir tahun 2004 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah (MPD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun 1975 penulis memulai karir sebagai tenaga honorer pada Dinas Pertanian Rakyat Provinsi Daerah Tingkat I Riau. Pada tahun 1977 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Pada tahun 1978-1982 dipercaya sebagai Kepala Bagian Sarana Usaha pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Daerah Tingkat I Riau. Pada Tahun 1982-1990 dipercaya sebagai Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kampar. Pada tahun 1990-1994 dipercaya menduduki jabatan Kepala Sub Dinas Bina Produksi dan pada tahun 1994-1995 sebagai Kepala Bagian Tata Usaha pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Riau. Pada tahun 1995-1999 dipercaya menduduki jabatan Kepala Bidang Ekonomi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Riau. Pada tahun 1999-2000 dipercaya menjabat Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Selanjutnya pada tahun 2000-2003 dipercaya menduduki jabatan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau dan pada tahun 2003– 2007 dipercaya menduduki jabatan sebagai Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Riau. Penulis memasuki masa Purna Bakti pada bulan Juli 2007. Saat ini penulis bekerja pada PT. Siak Prima Nusalima, sebuah perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Siak. Penulis menikah pada tahun 1982 Rosita Prawira dan dikaruniai dua orang putra: Wahdi Fakhrozy S.T dan Johan Faladhin.
11
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia Nya, akhirnya tesis yang berjudul “Strategi Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar – Provinsi Riau” dapat penulis selesaikan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah (MMPD), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini tidak akan pernah terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr.Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing. 2. Prof, Dr. Ir.Khairil A Notodiputro, M.S. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Dr.Ir. Yusman Syaukat,M.Ec selaku Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah - Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 3. Pemerintah Provinsi Riau, atas izin dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah-Sekolah Pascasarjana IPB. 4. Rekan- rekan Mahasiswa Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana IPB, secara khusus untuk ibu mertua (Hj.Zahara Hasan) istri tercinta Hj. Rosita Prawira, anak-anak (Wahdi Fakhrozi S.T. dan Johan Faladhin), kakak-kakak dan adik-adik serta teman–temanku atas segala doa, dorongan dan segala pengorbannya selama penulis menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana IPB. Akhirnya, semoga tesis yang sederhana ini bermanfaat bagi kita semua, amin dan terima kasih. Bogor, Juli 2010 Fauzi Saleh
12
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian .........................................................................
1 3 5 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industrialisasi Perdesaan ................................................................... 2.1.1 Pengertian Industrialisasi dan Industrialisasi Perdesaan..................................................................................... 2.1.2 Pengembangan Industrialisasi Perdesaan .................................. 2.2 Industrialisasi Berbasis Pertanian ..................................................... 2.3 Agroindustri Perdesaan .................................................................... 2.3.1 Agroindustri Sebagai Penggerak Industrialisasi di Perdesaan..................................................................................... 2.3.2 Strategi dan Kebijakan Pengembangan Agroindustri Perdesaan 2.3.3 Agroindustri Sebagai Penggerak Usaha Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura ....................................................................... III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 3.3.1 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 3.4 Metode Analisis Data ....................................................................... 3.4.1 Metode Analisis Penentuan Sektor Basis ................................. 3.4.2 Metode Analisis Faktor Penentu Pengembangan Industrialisasi Perdesaan ................................................................................ 3.4.3 Perumusan Strategi dan Program Pengembangan ......................
7 7 10 15 17 17 19 25
28 31 31 31 32 33 34 40
IV. DISKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat Kabupaten Kampar ................................................ 4.2 Letak Geografis dan Batas Administrasi ......................................... 4.2.1 Letak Geografis ....................................................................... 4.2.2 Iklim dan Curah Hujan ............................................................ 4.2.3 Potensi Sumber Daya Lahan .....................................................
51 52 52 56 56
4.3 Potensi Sumber Daya Manusia ........................................................
57
13 4.3.1 Penduduk dan Ketenagakerjaan ................................................ 4.4 Prasarana Pendukung ...................................................................... 4.4.1 Transportasi .............................................................................. 4.4.2 Listrik ....................................................................................... 4.4.3 Telekomunikasi ........................................................................ 4.4.4 Air Bersih ................................................................................. 4.4.5 Fasilitas Pendukung Lainnya..................................................... 4.5 Visi Dan Misi Kabupaten Kampar ...................................................
57 59 59 59 59 59 60 60
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Sektor Basis ................................................................... 5.1.1 Komoditas Padi ........................................................................ 5.1.2 Komoditas Palawija .................................................................. 5.1.3 Komoditas Hortikultura ............................................................ 5.2 Faktor– faktor Penentu Pengembangan Komoditas Unggulan: Analisis AHP ................................................................................................ 5.2.1 Komoditas Padi Sawah ............................................................. 5.2.2 Komoditas Jagung .................................................................... 5.2.3 Komoditas Ubikayu .................................................................. 5.2.4 Komoditas Nenas...................................................................... 5.3 Perumusan Strategi dan Program ...................................................... 5.3.1 Strategi Pengembangan Industrialisasi Perdesaan ..................... 5.3.2 Program Pengembangan ..........................................................
66 66 67 70 75 75 79 82 84 86 86 94
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ....................................................................................... .... 6.2 Saran ..................................................................................................
97 98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................
100 105
14
DAFTAR TABEL Halaman 1. Skala Banding Secara Berpasangan Dalam AHP .................................... 37 2. Nilai Random Indeks .............................................................................. 39 3. Matriks IFE ............................................................................................ 43 4. Matriks EFE ........................................................................................... 44 5. Matriks Analisis SWOT ......................................................................... 45 6. Sumber dan Metode Analisis Data.......................................................... 50 7. Luas Wilayah dan Jumlah Kelurahan/Desa Menurut Kecamatan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 ........................................................ 54 8. Jumlah Desa Sangat Tertinggal, Tertinggal dan Non Tertinggal di Kabupaten Kampar pada Tahun 2007 ..................................................... 55 9. Potensi Lahan Sawah dan Lahan Kering di Kabupaten Kampar Tahun 2008 ........................................................................................... 57 10. Luas Wilayah Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Kampar Tahun 2007 ............................................................. 58
11. Jumlah Unit Pelayanan dan Sambungan Rumah PDAM Tirta Kampar Tahun 2007 .............................................................................. 60 12. Produksi Padi di Kabupaten Kampar Tahun 2008 ................................... 65 13. Hasil Analisis LQ Produksi Komoditas Padi di Kabupaten Kampar Tahun 2008 ............................................................................................ 66 14. Produksi Palawija di Kabupaten Kampar Tahun 2008 ............................ 67 15. Hasil Analisis LQ berdasarkan Produksi Komoditas Palawija di Kabupaten Kampar Tahun 2008 ............................................................. 68 16. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 ................... 71 17. Hasil Analisis LQ Berdasarkan Produksi Komoditas Buah-buahan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 ............................................................. 72
15 18. Komoditas yang Terpilih Untuk Program Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar ................................................................................ 72 19. Faktor-faktor Strategi Internal yang Berpengaruh Dalam Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar ................. 87 20. Faktor-faktor Strategis Eksternal yang Berpengaruh Dalam Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar....................... 89 21. Matriks SWOT dan Strategi Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar................................................................................ 92 22. Strategi dan Program Pengembangan Industrialisasi Perdesaan di Kabupaten Kampar................................................................................. 95
16
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar.............................................................................. 30 2. Matriks Internal- Eksternal ................................................................... 44 3. Hubungan Analisis SWOT dengan Tujuan 5 ........................................ 46 4. Peta Kabupaten Kampar- Provinsi Riau ................................................ 53 5. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Pengembangan Komoditas Padi di Kabupaten Kampar .................................................................. 76 6. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Pengembangan Komoditas Jagung di Kabupaten Kampar ............................................................ 79 7. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Pengembangan Komoditas Ubikayu di Kabupaten Kampar.......................................................... 82 8. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Pengembangan Komoditas Nenas di Kabupaten Kampar .............................................. 84
17
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Jumlah Industri di Kabupaten Kampar pada Tahun 2007 ................. 105 2. Hirarki Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ................................... 106 3. Data Pendapat Responden Komoditas Padi...................................... 107 4. Data Pendapat Responden Komoditas Jagung.................................. 109 5. Data Pendapat Responden Komoditas Ubikayu ............................... 111 6. Data Pendapat Responden Komoditas Nenas ................................... 113 7. Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Komoditas Padi ........... 115 8. Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Komoditas Jagung ....... 116 9. Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Komoditas Ubikayu .... 117 10. Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Komoditas Nenas ........ 118 11. Ruang Lingkup Sistem Pembinaan Mutu Hasil Pertanian Terpadu............. .............................................................................. 119 12. Pohon Industri Padi ......................................................................... 120 13. Pohon Industri Jagung ..................................................................... 121 14. Pohon Industri Ubikayu ................................................................... 122 15. Pohon Industri Nenas ...................................................................... 123 16. Rencana Program Pendukung Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Di Kabupaten Kampar ........................................................................ 124
BAB I
18 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka menuju tercapainya masyarakat Indonesia yang sejahtera tersebut, maka pengembangan agribisnis di tanah air merupakan suatu keharusan, karena secara nyata sektor pertanian telah mampu menjadi “stabilizer” perekonomian selama krisis yang berawal pada pertengahan tahun 1997. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Kampar, maupun dalam penyerapan tenaga kerja dan penyediaan bahan baku bagi keperluan industri. Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Kampar (tanpa Migas) atas dasar harga berlaku selama periode tahun 2005-2007 terus meningkat, yaitu 56,73% pada tahun 2005 meningkat menjadi 60,49% pada tahun 2007, sedangkan kontribusi subsektor tanaman bahan makanan terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kampar pada periode yang sama cenderung menurun, dari 5,15% pada tahun 2005 turun menjadi 3,70% pada tahun 2007. PDRB per kapita tanpa migas di Kabupaten Kampar selama periode 2005-2007 terus meningkat, dari Rp.10,96 juta pada tahun 2005 menjadi Rp.14,96 juta pada tahun 2007 (BPS, 2008). Perkembangan ini mencerminkan seberapa tinggi tingkat (level) kemakmuran yang telah dicapai oleh penduduk di Kabupaten Kampar. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian juga mempunyai peranan yang sangat strategis. Pada tahun 2006, berdasarkan data BPS Provinsi Riau (2007), penduduk Riau yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian tercatat sekitar 52,93%, sedangkan di Kabupaten Kampar tercatat sekitar 64,82% dari total tenaga kerja pada semua lapangan usaha utama. Usaha tani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar belum begitu berkembang menjadi suatu usaha agribisnis yang menghasilkan produk yang dapat menghasilkan nilai tambah dan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi petani, sehingga banyak petani yang mengalihkan usaha taninya ke usaha
19 tani perkebunan (terutama kelapa sawit) yang menurut pendapat petani lebih menjanjikan dapat memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi keluarganya. Sebenarnya Kabupaten Kampar memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura, yaitu dengan tersedianya lahan yang cukup luas dan banyaknya SDM petani yang berusaha di subsektor ini. Berbagai permasalahan dan kendala selama ini banyak dihadapi petani yang berada di perdesaan di Kabupaten Kampar, baik menyangkut infrastruktur yang masih terbatas, kesulitan dalam permodalan, terbatasnya penguasaan teknologi baik dalam usaha tani maupun pengolahan hasilnya, dan kesulitan dalam pemasaran produk yang dihasilkan. Hal demikian ini menyebabkan kegiatan perekonomian di sebagian besar daerah perdesaan di Kabupaten Kampar belum berkembang sebagaimana yang diharapkan, dan banyaknya kantongkantong kemiskinan di daerah perdesaan. Di Provinsi Riau, pada tahun 2006, terdapat sebanyak 564.900 orang penduduk miskin atau 11,85% dari total jumlah penduduk, yang di antaranya sebanyak 64.900 orang penduduk miskin atau 11,69% terdapat di Kabupaten Kampar (BPS, 2008). Data BPS mengemukakan bahwa pada tahun 2008 penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian adalah sebanyak 51,78%, sedangkan di Kabupaten Kampar tercatat sebanyak 43,83%. Industrialisasi perdesaan berbasis pertanian merupakan pilihan yang strategis untuk menggerakkan roda perekonomian dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan, hal ini disebabkan adanya kemampuan yang tinggi dari sektor agroindustri dalam penyerapan tenaga kerja, mengingat sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat massal. Proses industrialisasi perdesaan di Indonesia sangat lambat. Hal ini terlihat antara lain dari semakin senjangnya ekonomi desa-kota. Dualisme ekonomi desa-kota telah mengakibatkan kota menjadi pusat segala-galanya dan ekonomi perdesaan hanyalah pendukung ekonomi perkotaan. Lebih-lebih apabila dikaitkan dengan kebijakan di masa lalu yang lebih mendorong pengembangan industri yang kurang berbasis pada bahan lokal, menyebabkan potensi yang ada kurang dapat dioptimalkan. Berkembangnya agroindustri diharapkan akan dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat perdesaan, menyerap banyak tenaga kerja mengingat
20 sifat industri pertanian yang padat karya dan bersifat massal, disamping meningkatkan nilai tambah hasil pertanian, meningkatkan devisa dan mendorong terjadinya keseimbangan pendapatan antara sektor pertanian dan non pertanian.
1.2.
Perumusan Masalah Pada era globalisasi ini, sektor pertanian Indonesia menghadapi tantangan
yang besar baik pada saat ini maupun di masa mendatang, karena terjadi persaingan yang semakin ketat antar negara produsen komoditas komersial, termasuk tanaman pangan (padi, palawija) dan hortikultura. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya impor beberapa komoditas palawija (jagung, kedelai) dan membanjirnya buah-buahan impor ke Indonesia, termasuk ke Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau. Kondisi seperti di atas sangat memprihatinkan, karena Kabupaten Kampar sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, mengingat masih cukup luas lahan potensial yang belum dimanfaatkan secara optimal. Berbagai masalah dihadapi oleh petani dalam kegiatan usahataninya,berkaitan dengan rendahnya kemampuan petani dalam penerapan teknologi pertanian, terbatasnya permodalan petani, kurangnya dukungan infrastruktur pertanian dan terbatasnya kemampuan petani dalam pengolahan dan pemasaran hasil Selama ini hasil panen tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar pada umumnya dijual petani dalam bentuk segar dan belum diolah menjadi beraneka-ragam produk olahan hasil industri, sehingga petani belum memperoleh nilai tambah dari produk yang dihasilkan usahataninya. Pada saat panen, petani seringkali mendapat kesulitan dalam memasarkan produk yang dihasilkannya karena belum adanya industri di perdesaan
yang dapat
menampung hasil panen petani, sedangkan untuk
memasarkan ke daerah lain petani terkendala oleh infrastruktur jalan yang kondisinya kurang baik atau rusak terutama pada musim penghujan. Hal ini menyebabkan petani sering mengalami kerugian karena hasil panen petani terpaksa harus dijual dengan harga yang murah. Keadaan seperti ini menimbulkan kurangnya kegairahan petani untuk menanam komoditas tanaman pangan (padi dan palawija) dan hortikultura (buah-buahan, sayur-sayuran dan tanaman bio
21 farmaka) sehingga akan cenderung melakukan alih fungsi lahan potensial untuk tanaman pangan dan hortikultura, baik lahan sawah maupun lahan kering, untuk ditanami komoditas tanaman perkebunan (terutama kelapa sawit dan karet) yang menurut mereka mempunyai prospek yang lebih baik. Upaya pengembangan industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan dan hortikultura selama beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan oleh berbagai instansi tingkat Kabupaten Kampar maupun Provinsi Riau,seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan dan pemberian bantuan peralatan dan promosi pemasaran produk industri melalui pameran. Di samping itu, hal yang sama dilakukan pula oleh instansi vertikal seperti Balai Pengkajian dan Pengembangan Pertanian Provinsi Riau, Perguruan Tinggi (Universitas Riau) dan pihak perusahaan besar swasta dan BUMN). Namun demikian, pertumbuhan industri perdesaan yang mengolah produk pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar kurang menggembirakan. Pada tahun 2007, di Kabupaten Kampar terdapat 523 unit usaha industri dengan total investasi sebesar Rp.13.139.485.000,- terdiri dari 9 kelompok industri. Dari jumlah tersebut, terdapat 188 unit usaha industri makanan (35,95 %) dengan jumlah investasi sebesar Rp.2.496.638.000 (19,00%) dan 22 unit usaha industri minuman (4,20%) dengan jumlah investasi sebesar Rp.3.833.270 (4,20%). Dari industri makanan dan industri minuman tersebut, tercatat sebanyak 61 unit usaha industri yang berbahan baku ubi kayu (tepung gaplek, kerupuk), 26 unit industri berbahan baku sagu, 52 unit industri berbahan baku kedelai (tahu dan tempe), 27 unit industri bahan baku padi (dodol pulut/ketan, penggilingan Padi), 4 unit industri yang mengolah bahan baku dari tanaman bio farmaka (jamu obat) seperti disajikan pada Lampiran 1. Untuk mengatasi permasalahan seperti tersebut di atas, maka upaya pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar perlu disinkronkan dengan upaya pengembangan agroindustri atau pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Di satu sisi pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura secara lebih intensif dalam bentuk kegiatan agribisnis akan
22 memberikan jaminan tersedianya bahan baku bagi industri perdesaan, di sisi lain pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan
dan
hortikultura akan dapat memberikan kontribusi terhadap kelancaran pemasaran hasil panen petani. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam penelitian ini akan dikaji beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Komoditas apa yang menjadi sektor basis dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. 2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. 3) Strategi dan program apa yang harus diterapkan untuk pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi sektor basis dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. 2) Mengidentifikasi faktor-faktor penentu pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. 3) Merumuskan strategi dan program untuk pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar.
1.4. Kegunaan Penelitian
23 Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan konsep dan penentuan kebijakan dalam upaya pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Di samping itu diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah dan stakeholder di Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau dalam upaya pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis tanaman pangan dan hortikultura.
BAB II
24
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Industrialisasi Perdesaan
2.1.1. Pengertian Industrialisasi dan Industrialisasi Perdesaan Untuk menghindari kerancuan pengertian tentang konsep industrialisasi dan industrialisasi perdesaan perlu dikemukakan beberapa dasar pengertian yang digunakan dalam tulisan ini. Menurut Ruki, dalam Daeng (2008), banyak penafsiran yang salah kaprah dalam mendefinisikan industrialisasi. Industrialisasi sering diartikan dengan membangun industri. Padahal konsep industrialisasi adalah perubahan sosial dan ekonomi, dimana masyarakat ditransformasikan dari tahap atau keadaan pra industri ketika akumulasi modal per kapita itu rendah, ke tahap industrialisasi. Jadi, industrialisasi bukan sekedar transformasi ekonomi melainkan sebuah transformasi sosial. Sastrosoenarto (2006), juga mengemukakan hal yang sama tentang banyak terdapat kesalahpahaman mengenai industrialisasi. Bagi Indonesia
pengertian
industrialisasi tidak hanya membangun pabrik-pabrik saja, melainkan yang kita bangun adalah masyarakat industri yang luas. Hal ini mengandung makna adanya transformasi masyarakat menuju masyarakat yang sejahtera dan maju secara struktural maupun kultural, karena industrialisasi yang kita lakukan merupakan upaya terpadu dengan pengembangan sektor pertanian dalam arti yang luas utamanya upaya swasembada pangan dan pengembangan sektor jasa dalam arti luas. Selanjutnya dikemukakan bahwa dimensi struktural tampak pada upaya mengubah sikap masyarakat agraris menjadi masyarakat industri dikarenakan produk-produk pertanian sebagian besar terkait dengan sektor industri atau proses pasca panen yang memerlukan proses teknologi untuk meningkatkan nilai tambahnya. Sedangkan dimensi kultural tampak dari tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai baru, antara lain sikap tingkah laku yang rasional, etos kerja, menghargai waktu, hemat, kompetensi menata masa depan, produktivitas dan lain-lain.
25 Hartojo
(1989) mengemukakan
bahwa
industrialisasi yang pada
hakikatnya merupakan proses pembangunan masyarakat menyangkut peningkatan kualitas serta pendayagunaan potensi manusia Indonesia. Sedangkan menurut Bina UKM (2000), industrialisasi dalam arti sempit, menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non hayati dalam rangka produksi barang dan jasa. Industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik/manufaktur tetapi bisa juga meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari penggunaan mekanisasi (pemakaian sumber tenaga non hayati), demikian pula halnya dengan transportasi dan komunikasi. Menurut Damanhuri, (2010), strategi baru industrialisasi seyogianya lebih berorientasi kepada penciptaan kesempatan kerja penuh (full employment strategy) dan karena itu haruslah bertumpu kepada ekonomi berbasis luas yakni ekonomi rakyat yang terkait dengan sumber daya domestik yang umumnya berlingkup sumber daya pertanian dalam arti luas dengan asupan pelbagai teknologi tepat guna. Dalam keterbatasan skala ekonomi, pelbagai usaha UMKM dan koperasi seyogyanya diupayakan bermitra dengan pelaku ekonomi besar, baik nasional (swasta dan/atau BUMN) maupun asing sehingga terjadi alih pengetahuan, manajemen, dan teknologi yang dibutuhkan UMKM. Makna praktis industrialisasi adalah memajukan tenaga produktif menjadi lebih modern, dapat diakses secara massal, dan tinggi kualitas. Tanpa kemajuan tenaga produktif, negeri ini tidak akan punya ketahanan ekonomi menghadapi gempuran neoliberalisme. Tanpa ketahanan ekonomi, kedaulatan negeri ini terutama kedaulatan rakyatnya - berhenti sebatas cita-cita (Oktavianus, 2007) Pengertian industrialisasi perdesaan menurut Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian (2003) adalah suatu proses transformasi struktur agribisnis dari pola dispersal menjadi pola industrial. Berbeda dengan pola dispersal, dalam agribisnis pola industrial setiap perusahaan agribisnis tidak lagi berdiri sendiri atau tergabung dalam asosiasi horizontal, tetapi memadukan diri dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak dalam seluruh bidang usaha yang ada pada satu alur produk vertikal (dari hulu hingga hilir ) dalam suatu kelompok usaha.
26 Menurut Saith (1986) dalam Tambunan (1990) industrialisasi perdesaan adalah suatu bentuk transisi antara industri yang sifatnya artisan dengan industri modern, dimana industri perdesaan ini dapat berfungsi sebagai mediator (alat pertumbuhan) pada periode tertentu dan berfungsi mengakumulasi dan transfer modal dari sektor pertanian ke industri melalui mekanisme pasar (merchantile channel), sedangkan menurut Mandagi (1990), industrialisasi perdesaan mengandung pengertian yang lebih luas dan dapat didefinisikan sebagai pengembangan aktivitas-aktivitas ekonomi produktif dalam kelompok-kelompok aktivitas basis dan bukan basis, yang satu terhadap lainnya saling berkaitan. Tambunan (1989) mengemukakan bahwa di Indonesia industrialisasi perdesaan cenderung diartikan sebagai bagian dari alat pembangunan perdesaan (dengan ukuran industri kecil dan rumah tangga) dan bukan bagian industri yang berfungsi meningkatkan produktivitas ekonomi. Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam suatu negara industrialisasi dapat dikatakan berhasil jika di dalam masyarakat terjadi transformasi dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri. Selama proses industrialisasi, pendapatan per kapita masyarakat naik dan produktivitas meningkat, sehingga untuk mengamati proses industrialisasi kita tidak bisa melihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian saja, akan tetapi juga pendapatan per kapita dan produktivitas yang ada, apakah mengalami pertambahan atau tidak. Selain itu, ciri lain proses industrialisasi adalah adanya perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan, adanya pergeseran aktivitas dari produksi rumah tangga ke pabrik dan meningkatnya penggunaan alat-alat bermesin dalam pertanian yang menyebabkan aktivitas pertanian meningkat dan ketersediaan pangan bagi masyarakat perkotaan. Industrialisasi dalam arti sempit, menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber
tenaga non hayati dalam rangka produksi barang dan jasa.
Industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik/manufaktur tetapi bisa juga meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari penggunaan mekanisasi (pemakaian sumber tenaga non hayati). Demikian pula halnya dengan transportasi dan komunikasi. Prasyarat di dalam industrialisasi adalah produktivitas di sektor pertanian tinggi, pasar yang berfungsi dan pemerintah yang stabil. Hal ini dikarenakan
27 industrialisasi adalah pembangunan ekonomi yang ditekankan pada pembangunan industri yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan dan disertai dengan adanya kebijakan yang konsisten di setiap tahapannya, untuk mencapai tujuan yang lebih besar di dalam jangka panjang. Industrialisasi yang berhasil mensyaratkan adanya kenaikan yang signifikan dari produktivitas pertanian. Satu kesalahan besar dari proses industrialisasi di Indonesia adalah bahwa sektor pertanian ditinggalkan yang menyebabkan produktivitas sektor pertanian rendah. Secara konsep memang disebutkan bahwa pembangunan industri ditopang oleh pembangunan pertanian. Dapat disimpulkan bahwa industrialisasi adalah sebuah proses jangka panjang. Proses tersebut tidak bisa dilakukan secara melompat. Suatu kesalahan besar dalam industrialisasi adalah ketika suatu pemerintahan terlampau optimis, yang melompat jauh membangun industri yang sebenarnya ia tidak mendukung industri tersebut secara ekonomi dan sosial, seperti pendidikan, keterampilan, nilai-nilai yang berkembang, filosof, dan sebagainya. Kalau industri semacam itu dipaksa dibangun dia harus terus menerus dilindungi dan tidak bisa menjadi kuat.
2.1.2. Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Pembangunan yang dilaksanakan selama era orde baru telah memberikan hasil-hasil yang menakjubkan jika diukur dari parameter agregat seperti laju pertumbuhan ekonomi, pengendalian inflasi, pertumbuhan sektor industri dan swasembada beras, namun apabila diperhatikan dari segi pemerataan nikmat yang diperoleh dari pembangunan tersebut maka pembangunan yang dilakukan selama ini masih belumlah menggembirakan. Hasil pembangunan yang dilakukan selama ini dirasakan lebih banyak dinikmati oleh masyarakat perkotaan. Bahkan masih banyak penduduk pedesaan yang menurun kesejahteraan selama periode pembangunan lebih dari 20 tahun terakhir (Simatupang, 1989). Menurut Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Departemen Pertanian (2003), proses industrialisasi perdesaan di Indonesia sangat lambat, hal ini terlihat antara lain dari semakin senjangnya ekonomi desa-kota. Dualisme ekonomi desa-kota telah mengakibatkan kota menjadi pusat segalagalanya dan ekonomi perdesaan hanyalah pendukung ekonomi perkotaan. Lebih-
28 lebih apabila dikaitkan dengan kebijakan di masa lalu yang lebih mendorong pengembangan industri yang kurang berbasis pada bahan baku lokal, menyebabkan potensi yang ada kurang dapat dioptimalkan. Dalam jangka panjang apabila industrialisasi perdesaan dan dualisme ekonomi desa-kota tidak dapat diatasi maka dapat dipastikan akan muncul masalah lain yang lebih rumit, seperti: urbanisasi besar-besaran, rusaknya kultur asli bangsa seperti gotong-royong dan kekeluargaan, kriminalitas yang meningkat serta yang tidak kalah pentingnya semakin senjangnya pendapatan dalam masyarakat. Masyarakat kaya pemilik modal akan semakin kaya sementara penduduk miskin bertambah besar. Habibie (1995) dalam Hertadi (1995)1 secara implisit mengatakan, masyarakat jangan terbius dengan indikator ekonomi makro seperti
tingkat
pendapatan per kapita, DSR (debt service ratio – perbandingan antara kewajiban membayar hutang dan bunga dengan nilai ekspor non migas dalam satu tahun), serta angka-angka pertumbuhan ekonomi, tetapi cobalah kita melihat sisi mikro dari perekonomian nasional. Di situ akan terlihat sejumlah permasalahan, antara lain ada sejumlah masyarakat terutama di perdesaan yang hidup marginal alias pas-pasan. Seharusnya dalam perekonomian yang bagaimana pun orientasi kerakyatan itu tetap diperlukan. Kemiskinan di perdesaan menyebabkan mengalirnya penduduk desa ke kota. Hal ini memang akan mengurangi beban masyarakat di perdesaan dan justru bisa menghidupi desa karena sebagian hasil gaji dikirim ke desa. Tetapi menurut Habibie (1995), bukan arus urbanisasi yang menjadi solusi terhadap kemiskinan di desa. “Kita tidak harus membiarkan masyarakat desa itu sendiri yang mencari penyelesaian terhadap kesulitannya. Seharusnya kita yang pintar-pintar ini yang mencari jalan keluarnya. Sebaiknya, kita menciptakan teknologi canggih untuk bisa dipergunakan memproduksi komoditas hortikultura bernilai tinggi di perdesaan teknologi pertanian yang bermanfaat bagi masyarakat“. 1
Hertadi, 1995. Belum Seiring,Tingginya Pertumbuhan Ekonomi dengan Pemerataan Kemakmuran. Kompas , 26 Januari 1995.
29 Tambunan (1990), mengemukakan bahwa industrialisasi perdesaan dalam konteks ekonomi Indonesia haruslah dilihat dalam pengertian yang lebih luas, yakni sebagai usaha transformasi masyarakat pertanian perdesaan ke arah masyarakat yang bersifat industrial. Dalam hal ini industrialisasi perdesaan menampilkan peranan penting dalam pembentukan organisasi sosial yang bersifat industrial. Industrialisasi perdesaan sekaligus juga berfungsi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, dan hal ini dapat diukur antara lain dari segi pendapatan dan lapangan kerja baru. Secara sempit industrialisasi perdesaan bertujuan untuk menganekaragamkan (diversifikasi) ekonomi perdesaan melalui penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan, dan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat perdesaan. Nugroho,
2010, mengemukakan bahwa
Prasyarat berkembangnya
industrialisasi perdesaan, adalah diperlukan adanya suatu proses konsolidasi usahatani dan disertai dengan koordinasi vertikal agribisnis dalam suatu alur produk melalui mekanisme non pasar, sehingga karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan preferensi konsumen akhir. Dengan demikian, setiap usaha agribisnis tidak lagi berdiri sendiri atau bergabung dalam asosiasi horizontal, tetapi memadukan diri dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak dalam seluruh bidang usaha yang ada pada satu alur produk vertikal (hulu-hilir) dalam suatu kelompok usaha. Selanjutnya dikemukannya bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, maka hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam mendukung pengembangan industrialisasi pedesaan berbasis pertanian, antara lain: 1) Diperlukan suatu kebijakan yang agribisnis (hulu-hilir), sehingga
menyeluruh dalam pembangunan
nilai tambah sektor pertanian dapat
dinikmati oleh masyarakat di pedesaan, karena selama ini keberpihakan pada kegiatan yang terkait dalam industrialisasi pedesaan berbasis pertanian masih tertinggal, dibandingkan dengan kegiatan di sektor hulu. 2) Pengembangan penanganan industrialisasi pedesaan berbasis pertanian ke depan tidak dapat dilakukan secara partial, oleh karena itu pendekatan koordinasi antar kelembagaan terkait yang telah dirintis perlu ditingkatkan baik di tingkat pusat, daerah dan di lembaga penyuluhan. Koordinasi
30 tersebut dimaksudkan antara lain untuk mensinkronkan program dan pelaksanaan
perbaikan penanganan
pascapanen,
pengolahan
dan
pemasaran hasil pertanian agar dapat memberikan hasil/dampak yang maksimal. 3) Meningkatkan peran teknologi melalui penambahan jumlah alsin yang masih
sangat
terbatas. Dalam
penambahan
alsin
tersebut
perlu
memperhatikan jenis alat dan mesin yang secara teknis dan ekonomi layak untuk dikembangkan serta kondisi sosial memungkinkan. Dalam pengembangan alsin tersebut pemerintah diharapkan dapat menyediakan fasilitas kredit alsin dengan tingkat suku bunga rendah dan persyaratan lunak. 4) Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) diarahkan untuk peningkatan sikap,
pengetahuan,
keterampilan
dan pengembangan
kewirausahaan, manajemen serta kemampuan perencanaan usaha. Dengan adanya peningkatan mutu SDM diharapkan penggunaan alsin akan meningkat dan areal yang dapat ditangani akan bertambah. Peningkatan mutu SDM dilakukan
melalui pelatihan/kursus, kerjasama dengan
lembaga pelatihan seperti perguruan tinggi,magang diperusahaan yang telah maju. Sedangkan pelatihan dilakukan baik kepada petugas maupun para pengelola alsintan dan petani. 5) Kelembagaan yang menangani pascapanen/pengolahan pada umumnya lemah dalam permodalan. Untuk itu perlu diupayakan adanya skim khusus untuk alat mesin pascapanen/pengolahan dengan persyaratan yang mudah suku bunga rendah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
Menurut
Kartasasmita
(1996),
dengan
industrialisasi
perdesaan
diharapkan: 1) Berkembang cakrawala baru pembangunan pertanian. Sumber peningkatan produktivitas perdesaan adalah investasi di sektor pertanian modern yang didukung oleh investasi di bidang sumberdaya manusia seperti pendidikan dan pelatihan, sarana dan prasarana iptek. Peningkatan produktivitas perdesaan melalui pembangunan pertanian industri akan makin didorong
31 dengan tumbuhnya lembaga-lembaga perdesaan yang modern, tetapi tetap mengakar pada masyarakat perdesaan. 2) Merupakan poros utama dari proses modernisasi masyarakat perdesaan. Meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan masyarakat desa diikuti oleh peningkatan
investasi
dalam
pertanian
modern
beserta
industri
pengolahannya. 3) Pengembangan kawasan andalan dengan basis pertanian sebagai pusat pertumbuhan alternatif akan menjadikan perdesaan sebagai “kota-kota pertanian”. Perkotaan pertanian ini diharapkan dapat mengimbangi interaksi desa-kota yang diharapkan dapat mengurangi tumbuhnya zona ketidakstabilan masyarakat. 4) Di samping nilai tambah akan meningkat, industri perdesaan juga mencegah berkembangnya pengangguran terdidik di perdesaan. Bahkan menjadi pemacu daya tarik bagi tenaga terdidik untuk berkarya dan berkiprah di perdesaan. 5) Desa akan memiliki posisi tawar menawar yang lebih kuat, sehingga dapat memperkuat pula posisi nilai tukarnya.
Tujuan utama industrialisasi perdesaan sebenarnya adalah untuk mengurangi pelebaran kesenjangan ekonomi. Dalam konteks ini pertanian berbagai potensi asli daerah perlu didayagunakan melalui industrialisasi perdesaan. Fungsi industrialisasi perdesaan yang lebih luas adalah untuk: 1) Mendorong
pertumbuhan
perdesaan
dengan
diversifikasi sumber
pendapatan. 2) Meningkatkan dampak pertumbuhan permintaan di dalam atau di luar suatu daerah. 3) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. 4) Peningkatan dan pemerataan pendapatan. 5) Mendekatkan hubungan fungsional (functional linkage) antara pertanian dengan sektor urban/industri. 6) Meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan industri.
32 7) Mengurangi kemiskinan di perdesaan. 8) Mengurangi beban pertambahan tenaga kerja di sektor pertanian. 9) Meningkatkan volume ekspor.
2.2.
Industrialisasi Berbasis Pertanian Sejak Pelita I yang dimulai tahun 1969, pemerintah telah melaksanakan
industrialisasi di Indonesia. Namun tidak dapat diingkari bahwa krisis ekonomi yang dialami Indonesia selama periode 1997-1999, salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan strategi industrialisasi selama pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada sektor yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat besar, yaitu pertanian. Selama krisis terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu memiliki laju pertumbuhan yang positif, meskipun dalam persentase yang kecil. Sedangkan sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negatif di atas satu digit. Pengalaman di Negara Industri Maju, seperti negara-negara di Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang menunjukkan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan pembangunan di sektor pertanian. Sebagai contoh, Inggris mengalami revolusi industri pada abad ke 18 setelah diawali dengan revolusi pertanian yang terjadi melalui introduksi teknologi turnip. Industrialisasi di Jepang berlangsung waktu itu bersamaan dengan revolusi pertanian yang terjadi melalui reformasi agraria (restorasi meiji). Demikian juga pengalaman Taiwan pada dekade 1950 an yang menunjukkan bahwa industrialisasi berbasis pertanian melalui pengembangan industri kecil dan berlokasi di perdesaan mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan merata serta struktur ekonomi yang tangguh (Simatupang dan Syafaat, 2000). Tambunan (2001), mengemukakan bahwa krisis ekonomi yang dialami Indonesia selama periode 1997-1999, salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan strategi industrialisasi selama pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada sektor yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat besar, yaitu pertanian. Selama krisis terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu memiliki laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang
33 kecil. Sedangkan sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negatif di atas satu digit. Perkembangan industri pertanian di tanah air selama ini, dinilai belum dapat mengimbangi tuntutan pasar walaupun dari segi potensi cukup tersedia. Untuk itu, revitalisasi pertanian melalui agroindustri perdesaan adalah pilihan utama, Disadari pula bahwa melalui agroindustri di perdesaan, merupakan tugas yang sangat berat dan multi dimensional sehingga diperlukan partisipasi berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah, para pakar, lembaga masyarakat serta para praktisi di bidang pertanian dan sarana pendukungnya. Proses industrialisasi yang sedang kita laksanakan bukan berarti kita hendak
mengalihkan pertanian ke manufaktur. Kita tetap mempertahankan
pertanian, dan tidak akan meninggalkannya. Industri pertanian atau agroindustri dan jasa yang telah kita kuasai itu akan terus dikembangkan melalui teknologi tinggi agar bangsa kita tetap digaris depan bidang ini. Dan rakyat kita dapat menikmati keunggulan dan keandalannya. Namun karena rakyat kita ingin mengubah kualitas hidupnya dan kita punya peluang lagi untuk mengubah nilai tambah teori bidang pertanian dan jasa menjadi nilai tambah riil, akibat kendalakendala yang tidak mungkin diubah, maka kita harus mencari peluang di sektor lain, antara lain manufaktur, agar dengan demikian diharapkan produk-produk kita bisa masuk ke pasaran regional dan global, sehingga dapat meningkatkan cadangan devisa, kekuatan ekonomi dan ketahanan nasional (Habibie, 1997). Tujuan pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian secara umum adalah untuk mempercepat kemajuan kegiatan ekonomi perdesaan melalui pembangunan agroindustri. Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan, menyediakan bahan pangan dan bahan lain untuk kebutuhan konsumsi dan produksi, penguatan pengelolaan ekonomi lokal, serta peningkatan kapasitas lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat perdesaan. Pelaksanaan pembangunan ini harus diupayakan melalui keterkaitan ekonomi wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan. Mengacu pada hal tersebut, industrialisasi perdesaan berbasis pertanian pada intinya diarahkan pada pengorganisasian produksi hasil pertanian secara terpadu antara sektor hulu, budidaya dan sektor hilirnya melalui pembentukan
34 suatu usaha komersial (commercial business) yang berawal dari produksi benih unggul, penyediaan sarana produksi lainnya, produksi hasil pertanian, penanganan produk segar sampai pengolahan dengan pemakaian teknologi yang efisien, layak usaha (viable) dan dengan partisipasi penuh dari masyarakat pertanian di perdesaan. Karakteristik kegiatannya adalah sebagai berikut: 1) Partisipasi penuh masyarakat tani dan kelembagaan ekonomi di perdesaan. 2) Skala usaha komersial (commercial business). 3) Keterkaitan dan kesepadanan antara penangkar benih. Sentra produksi, packaging dan industri pengolahan. 4) Kelancaran
akses bagi petani
dan pengusaha terhadap pasar dan
sumberdaya pendanaan. 5) Pemakaian
teknologi
yang
efisien,
layak
usaha (viable) dan
6) Menguntungkan dengan dukungan SDM yang terampil.
Iklim usaha industrial yang menunjang seperti ketersediaan lahan, sarana dan prasarana, kemudahan ijin usaha serta penekanan biaya operasi (Anonimous, 2003).
2.3.
Agroindustri Perdesaan
2.3.1. Agroindustri Sebagai Penggerak Industrialisasi di Perdesaan Beberapa ciri yang harus dimiliki agar agroindustri dapat berperan sebagai penggerak utama industri di perdesaan adalah : 1) Berlokasi di perdesaan. 2) Terintegrasi vertikal ke bawah. 3) Mempunyai kaitan input-output yang besar dengan industri-industri lainnya. 4) Dimiliki oleh penduduk desa. 5) Padat tenaga kerja. 6) Mempergunakan tenaga kerja terutama yang tinggal di desa (penduduk desa). 7) Mempergunakan bahan baku yang diproduksi di perdesaan. 8) Produk yang dihasilkan terutama dikonsumsi penduduk desa.
35
Baharsjah (1992), mengemukakan bahwa perusahaan agroindustri harus didorong untuk tumbuh di perdesaan dengan model industri rumah tangga. Dengan demikian, sebanyak mungkin penduduk pedesaan dapat terlibat tanpa melepaskan prinsip-prinsip efisiensi termasuk skala usaha. Untuk pertimbangan efisiensi, usaha industri rumah tangga tersebut bisa saja bernaung di bawah suatu perusahaan besar dengan model PIR atau sejenisnya. Selanjutnya dikemukakan, bahwa perkembangan agroindustri yang berkelanjutan (sustainable) juga menuntut persyaratan tertentu pada sisi produksi pertanian sebagai bahan baku, yaitu : 1) Untuk menjamin jumlah bahan baku yang memenuhi suatu skala ekonomi, produksi bahan baku harus dilakukan dalam suatu hamparan yang terpadu. 2) Kelanggengan
produksi
antar
musim
sedapat
mungkin
juga
dipertahankan. Hal ini menuntut teknologi produksi maupun penyimpanan yang mampu menjaga kelanggengan tersebut.
Perhepi (1989) dalam Soekartawi (1993) mengemukakan bahwa ada berbagai aspek penghambat dalam pengembangan agribisnis di Indonesia yaitu antara lain: 1) Pola produksi beberapa komoditas pertanian terletak di lokasi terpencarpencar, sehingga menyulitkan pembinaan dan menyulitkan tercapainya efisiensi pada skala usaha tertentu. 2) Sarana dan prasarana, khususnya yang ada di luar Jawa terasa belum memadai sehingga menyulitkan untuk mencapai efisiensi usaha pertanian; 3) Akibat dari kurangnya sarana dan prasarana tersebut, maka biaya transportasi menjadi lebih tinggi; 4) Sering ditemukan adanya pemusatan agroindustri yang terpusat di kotakota besar, sehingga nilai bahan baku pertanian menjadi lebih mahal untuk mencapai lokasi agribisnis tersebut, dan 5) Sistem kelembagaan terutama di perdesaan terasa masih lemah sehingga kondisi seperti ini kurang mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis.
36 Akibat dari lemahnya kelembagaan ini dapat dilihat dari berfluktuasinya produksi dan harga komoditas pertanian. 2.3.2. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Agroindustri Perdesaan Menurut Suprapto (1991) dalam Mulyono (1996) kegiatan pengembangan agroindustri dalam pembangunan ekonomi nasional seyogyanya tetap menjadikan agroindustri sebagai leading sector karena: 1) Kegiatan agroindustri dalam
perekonomian Indonesia
merupakan
perekat bidang singgung antara sektor pertanian sektor-sektor lainnya.. 2) Agroindustri merupakan kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja 3) Agroindustri dapat memperluas lapangan kerja. 4) Kegiatan agroindustri mampu meningkatkan pendapatan petani. 5) Agroindustri sangat mengandalkan kekayaan alam yangdapat diperbaharui 6) Agroindustri mampu meningkatkan kesejahteraan para petani, dan konsumen.
Damanhuri (2002), mengemukakan agroindustri merupakan kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian pada dasarnya agroindustri meliputi pengolahan hasil pertanian, industri peralatan dan mesin pertanian, serta industri jasa di sektor pertanian. Dengan pendekatan lain, agroindustri dianggap merupakan bagian atau subsistem agribisnis yang memproses dan mentransformasi bahan-bahan hasil pertanian (bahan makanan, kayu dan serat) menjadi barang-barang setengah jadi maupun barang jadi yang langsung dapat dikonsumsi, dan barang yang dapat digunakan dalam proses produksi seperti traktor, pupuk, pestisida dan lain-lain. Agroindustri telah memperlihatkan peran yang sangat besar sebagai sektor yang mempunyai kekuatan sebagai penggerak ekonomi nasional. Namun demikian dalam pengembangan agroindustri terdapat sejumlah kendala yang antara lain adalah: 1) Rendahnya jaminan ketersediaan dan mutu bahan baku. 2) Mutu produk agroindustri yang masih belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan pasar, khususnya pasar internasional.
37 3) Sumberdaya manusia (SDM) yang masih belum profesional, tingkat pengetahuan dan kesadaran petani masih sangat terbatas dalam penerapan teknologi pengolahan hasil, kurangnya tenaga terampil (technical skill) dalam mengoperasikan alat/mesin (alsin) pengolahan hasil. 4) Sarana dan prasarana yang belum memadai, seperti belum berkembangnya workshop-workshop yang mengembangkan alat-alat pengolahan, daya beli petani terhadap teknologi pengolahan hasil rendah sehingga permintaan alsin juga relatif rendah. 5) Penerapan teknologi pengolahan yang masih belum optimal, karena keterbatasan akses informasi masyarakat tentang teknologi tersebut dan perhatian pemerintah terhadap peningkatan nilai tambah selama ini masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan upaya di bidang produksi hasil pertanian. 6) Sumber pendanaan yang terbatas dan belum tersedianya skim khusus untuk pengadaan alsin untuk usaha pengolahan hasil. 7) Pemasaran yang belum berkembang.
Disamping itu, terdapat pula peluang untuk pengembangan agroindustri di Indonesia terbuka sangat luas, hal ini dimungkinkan karena adanya dukungan faktor internal dan eksternal yang kuat. Faktor internal yang memperkuat pengembangan agroindustri adalah: 1) Besarnya jumlah penduduk yang menjadi pasar produk agroindustri. 2) Tingkat pendapatan masyarakat yang semakin meningkat mendorong permintaan akan produk pangan olahan. 3) Cukup tersedianya aneka ragam bahan baku produksi di dalam negeri. 4) Tersedianya teknologi pengolahan tepat guna, walaupun belum untuk seluruh komoditas pertanian dan seluruh jenis diversifikasi produk.
Adapun faktor eksternal yang memperkuat pengembangan agroindustri adalah: 1) Perekonomian dunia yang semakin membaik. 2) Naiknya permintaan akan produk agroindustri.
38 3) Tingginya konsumsi produk agroindustri di masyarakat negara maju.
Tujuan pengembangan agroindustri secara makro adalah meningkatkan nilai tambah hasil panen di perdesaan, baik untuk konsumsi langsung maupun untuk bahan baku agroindustri; 1) Meningkatkan jaminan mutu dan harga sehingga tercapai efisiensi agribisnis; 2) Mengembangkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan permintaan pada periode panen tertentu; 3) Sebagai wahana pengenalan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi tepat guna serta sekaligus sebagai wahana peran serta masyarakat dalam sistem agribisnis secara keseluruhan . Pengembangan agroindustri berperan sebagai suatu tahapan antara dalam proses industrialisasi nasional. Proses transformasi masyarakat yang selama ini dominan agraris membutuhkan transformasi budaya secara bertahap untuk menuju masyarakat yang berbudaya industri. Sektor pertanian dan perdesaan merupakan sektor yang paling strategis mengingat bahwa keduanya merupakan dua sisi mata uang yang mencerminkan porsi dominan masyarakat dan sumberdaya potensial. Pengembangan kedua sektor tersebut sangat berarti dalam upaya memecahkan sebagian besar masalah nasional yang dihadapi bangsa ini. Menurut Kartasasmita (1996), dalam upaya membangun pertanian di masa depan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi, selain dari teknologi budidaya pertanian, perlu ditingkatkan dan diperluas sebaran teknologinya. Dengan demikian pada sekitar tahun 2020an nanti sumberdaya manusia dan iptek yang meningkat kualitasnya, jangkauannya, penerapannya, akan menjadi sumberdaya utama untuk menjamin dan meningkatkan mutu proses produksi, mutu produk, kontinuitas suplai dan output, dan berkembangnya inovasi pertanian.
39 Pembaharuan fungsi-fungsi pertanian itu harus dikembangkan agar sesuai dengan proses pergeseran mendasar dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Selanjutnya dikemukakannya bahwa pertanian yang dilandasi oleh profesionalisme dan kompetensi para pelakunya itu haruslah pertanian yang bernafaskan industri. Pengertian industri di sini tidak berarti mendirikan pabrik-pabrik, akan tetapi pengertian yang lebih fundamental adalah membangun sikap mental dan budaya sebagaimana yang hidup di masyarakat industri yang pada intinya mempunyai ciri-ciri berikut: 1) Pengetahuan merupakan landasan utama dalam pengambilan keputusan (bukan intuisi atau kebiasaan saja). 2) Kemajuan teknologi merupakan media utama dalam pemanfaatan sumberdaya. 3) Mekanisme pasar merupakan media utama dalam transaksi barang dan jasa. 4) Efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam alokasi sumber daya, dan karena itu hemat dalam penggunaan sumberdaya. 5) Mutu dan keunggulan merupakan orientasi, wacana (discourse), sekaligus tujuan. 6) Profesionalisme merupakan karakter yang menonjol dalam setiap karya yang dihasilkan. 7) Perekayasaan harus menggantikan ketergantungan pada alam, sehingga setiap produk yang dihasilkan senantiasa sesuai dengan yang dikehendaki dalam mutu, jumlah, bentuk, rasa, dan sifat-sifat lainnya dengan ketepatan waktu.
Pada zaman orde baru, meskipun di dalam dokumen Repelita-Repelita selalu menyebut pentingnya pembangunan sektor pertanian, tetapi dalam tingkatan kongkritasinya, sektor pertanian hanyalah sebagai penyangga dari proses industrialisasi yang ternyata justru berdampak pada termarjinalkannya sektor pertanian tersebut. Arsitek pembangunan ekonomi orde baru merujuk pada konsep “trickle down effect”, yakni transformasi masyarakat Indonesia termasuk
40 memecahkan masalah kemiskinan dari sebagian besar penduduk yang bermata pencaharian di bidang pertanian diasumsikan setelah dilakukan proses industrialisasi yang berbasis teknologi modern, perkotaan bersifat manufakutur non pertanian dengan melibatkan kalangan multi national coorporation (MNC) dan negara donor dari negara industri maju. Bahkan, untuk merealisasikan proses ekonomi nasional tersebut pemerintah secara by design memilih pelaku ekonomi nasional berasal dari kalangan non pribumi yang dianggap mempunyai kesiapan modal, jaringan pemasaran, dan mental enterpreneurship. Strategi tersebut berujung pada kegagalan yang sangat fatal, karena proses industrialisasi meninggalkan sukma bangsa, yakni Indonesia sebagai negara sumberdaya Indonesia salah
alam, khususnya pertanian. Krisis satu
yang
terpenting
adalah
ekonomi yang terjadi di karena
industrialisasi
yang berjalan sejak dimulai hingga akhir tahun 1990 an tidak pernah terjadi perubahan signifikan bahwa industrialisasi tersebut sangat berbasiskan kandungan impor yang tinggi, yaitu mengutamakan industri manufaktur non pertanian. Kalaupun terdapat prioritas pembangunan, namun sektor pertanian hanyalah dimaksudkan
sebagai
penyangga
suksesnya
pembangunan industri
manufaktur. Selanjutnya dikemukakan, bahwa tadinya banyak pihak berharap setelah Indonesia masuk era reformasi akan terjadi paradigm shift dari strategi industrialisasi yang berbasiskan impor kepada industrialisasi yang bersifat resourses based dan people driven dimana proses industrialisasi lebih terkait ke hulu maupun ke hilir, umumnya kepada pertanian dalam arti luas dan berbasiskan ekonomi rakyat. Namun ternyata reformasi hanyalah menyentuh reformasi politik dengan strategi pembangunan dalam “bussines as usual”, yakni tetap bertumpu pada modal asing dan impor. Weiss
(1988)
dalam
Tambunan
(2001)
mengemukakan
bahwa
pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut, yaitu dari ekonomi tradisional yang dititikberatkan pada sektor pertanian ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor industri dengan increasing returns to scale
41 yang dinamis (relatif positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) sebagai mesin utama pertumbuhan. Menurut Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian (2003), strategi pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian dititikberatkan pada: 1) Penyebaran teknologi agroindustri yang disesuaikan dengan potensi SDA yang dimiliki daerah setempat, sehingga dapat menjadi penggerak pembangunan daerah tersebut. 2) Mengembangkan kelembagaan berupa unit pelayanan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. 3) Membantu menstimulasikan pelaku usaha agroindustri perdesaan untuk meningkatkan produktivitas dan mutu untuk mencapai keunggulan kompetitif dan meningkatkan pendapatan. 4) Memberikan pengakuan melalui penghargaan kepada pelaku usaha agroindustri yang telah berhasil meningkatkan produktivitas, produk, jasa, dan menjadi contoh bagi pengusaha agroindustri kecil dan menengah. 5) Mengembangkan pedoman dan kriteria yang dapat digunakan oleh pelaku usaha agribisnis perdesaan, pemerintah, dan organisasi lainnya dalam mengevaluasi usahanya untuk meningkatkan kualitas usahanya. 6) Menciptakan
diversifikasi
produk
hasil
pertanian
dalam
rangka
meningkatkan nilai tambah melalui penggunaan alat pengolahan hasil yang efisien dan tepat guna. 7) Mengupayakan penurunan kehilangan hasil produk pertanian melalui penerapan alat mesin pasca panen yang tepat guna. 8) Meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
pertanian
dalam
penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian.
Pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian dilakukan di sentra-sentra produksi utama dengan kelompok sasaran sebagai berikut: 1) Petani kecil yang sudah menggunakan teknologi pasca panen dan pengolahan hasil. 2) Prosesor produk pertanian.
42 3) Kelompok usaha, Koperasi usaha pengolahan hasil pertanian. 4) Aparat pembina di lapangan
2.3.3. Agroindustri Sebagai Penggerak Usaha Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura Agroindustri merupakan kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian, pada dasarnya agroindustri meliputi pengolahan hasil pertanian, industri peralatan dan mesin pertanian, serta industri jasa di sektor pertanian. Dengan pendekatan lain, agroindustri dianggap merupakan bagian atau subsistem agribisnis yang memproses dan mentransformasi bahan-bahan hasil pertanian (bahan makanan, kayu dan serat) menjadi barang-barang setengah jadi maupun barang jadi yang langsung dapat dikonsumsi, dan barang yang dapat digunakan dalam proses produksi seperti traktor, pupuk, pestisida dan lain-lain (Aziz, 1992). Ronny (2006)2, mengemukakan, Indonesia sebagai negara agraris dan maritim sudah seharusnya memprioritaskan agribisnis dan agroindustri sebagai motor pembangunan ekonomi nasional. Selanjutnya dikemukakan, bahwa paling tidak terdapat empat alasan utama yang berhubungan dengan hal tersebut, yaitu: 1) Pada era pertumbuhan ekonomi nasional rendah, agribisnis dan agro industri terbukti mampu berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional ke arah pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. 2) Terdapat sebanyak 60 persen angkatan kerja nasional, yaitu sekitar 70-80 persen jumlah penduduknya masih menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis dan agroindustri. “Karena itu pengembangan agribisnis dan
agroindustri
sebagai
komitmen
nasional
merupakan
suatu
keharusan”. 3) Pengembangan agribisnis yang berkelanjutan akan mampu memberikan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan nasional yang lebih baik,
2
Ronny Rachman Noor, Saatnya Redefinisi Politik Pembangunan Peternakan. Republika Online, Jakarta
43 terutama di perdesaan. Pemerataan pembangunan ini tentunya akan mampu meningkatkan ketahanan nasional yang lebih baik. 4) Pada keadaan krisis ekonomi seperti saat ini, diduga dalam jangka pendek hanya sektor pertanian dalam arti luas yang mampu menyediakan pangan yang cukup bagi 210 juta penduduk Indonesia. Salah satu dampak yang sangat meresahkan dari krisis ekonomi adalah semakin melonjaknya harga bahan pangan, di lain pihak daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah sangat rendah.
Ronny juga mengemukakan, bagi Indonesia pemenuhan kebutuhan pangan merupakan masalah yang sangat serius karena jumlah penduduknya yang sangat besar. Masalah keamanan pangan sangat erat hubungannya dengan stabilitas ekonomi, biaya hidup serta stabilitas politik nasional. Oleh karena itu pembangunan agribisnis dan agroindustri harus dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia agar kendala jarak dan kesulitan dalam pendistribusian produknya dapat diatasi. Sebagian dari pengadaan bahan pangan, khususnya untuk komoditas yang dibudidayakan di Indonesia, misalnya beras, jagung, gula dan berbagai buah-buahan dan sayuran masih harus diimpor. Keadaan seperti ini , selain menguras devisa akan memberikan citra negatif kepada Indonesia, karena secara tidak langsung Indonesia dianggap sebagai bangsa yang lemah dan tidak mampu mengelola sumberdaya alamnya yang melimpah dengan baik. Menurut Bakrie (2002)3, penerapan konsep agribisnis dan agroindustri yang holistik dan terpadu, harus dilakukan dalam pembangunan di sektor pertanian secara komprehensif serta terpadu. Secara hakiki, pendekatan ini mengandung arti bahwa sistem produksi, pasca panen (penanganan dan pengolahan), dan pemasaran harus secara produktif dan efisien dapat menghasilkan berbagai produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Produk-produk yang baik dalam arti kuantitas maupun kualitas hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pasar, sehingga permasalahan market glut (harga turun drastis pada saat terjadinya panen raya), yang sampai saat ini masih 3
Bakri, Aburizal ( 2003 ). Kembali Jakarta
ke Basis Pertanian
Pikiran Rakyat. Cyber Media..
44 merupakan dilema klasik sektor pertanian dapat dihindari. Untuk dapat menghasilkan berbagai produk yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi, diperlukan penerapan iptek dan manajemen profesional melalui pendekatan QCD (Quality, Cost, and Delivery) pada keseluruhan mata rantai (sistem) agribisnis, dari mulai aspek produksi. Pasca panen, transportasi dan distribusi sampai ke pemasaran.
45
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Kabupaten Kampar memiliki potensi lahan pertanian yang cukup luas
yang pada saat ini pemanfaatannya belum optimal. Usaha tani tanaman pangan dan hortikultura yang dilaksanakan petani di Kabupaten Kampar belum begitu intensif sehingga produksi yang dihasilkan masih sangat rendah. Pemasaran hasil komoditas tanaman pangan dan hortikultura pada saat panen yang sering kali tidak terjamin, menyebabkan produk yang dihasilkan petani seringkali tidak dapat dijual dengan harga yang layak, karena posisi tawar petani sangat rendah. Petani selama ini umumnya menjual produk pertanian tersebut dalam bentuk produk segar dan belum diolah menjadi berbagai macam bentuk produk olahan, sehingga petani belum mendapatkan nilai tambah dari usaha taninya. Hal ini tentu dapat menimbulkan masalah bagi petani karena fluktuasi harga tanaman pangan dan hortikultura yang sangat tinggi dan sifat dari komoditas tersebut yang tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar. Petani biasanya akan menjual hasil pertanian dengan harga yang murah pada saat panen untuk menghindari kerugian akibat rusaknya produk pada pasca panen. Hal ini menyebabkan pendapatan petani tidak stabil, sehingga mengurangi semangat untuk melaksanakan usaha tani secara intensif. Dalam pelaksanaan usaha tani tanaman pangan dan hortikultura, para petani
seringkali menghadapi berbagai masalah berkaitan dengan informasi
teknologi, kondisi infrastruktur pertanian yang kurang memadai dan belum optimalnya dukungan kelembagaan di perdesaan terhadap kegiatan usaha tani tanaman pangan dan hortikultura.
.
Peningkatan produksi pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar sebenarnya masih dapat dilaksanakan dengan menerapkan teknologi budidaya yang tepat guna sesuai dengan anjuran spesifik lokasi, diikuti dengan penanganan panen dan pasca panen yang lebih baik, serta penyempurnaan infrastruktur pertanian di perdesaan.
46 Dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka usaha tani tanaman pangan dan hortikultura harus dikelola sebagai suatu usaha agribisnis dengan memanfaatkan peluang yang ada, antara lain peluang pasar yang masih terbuka baik pasar domestik, nasional maupun pasar global (regional dan internasional). Produksi tanaman pangan dan hortikultura (buah-buahan ) tropis di masa depan cenderung meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya, hal ini di pengaruhi oleh meningkatnya tingkat pendapatan per kapita penduduk dunia, meningkatnya jumlah penduduk dunia, serta meningkatnya permintaan pasar dengan adanya perubahan perilaku masyarakat modern yang lebih menyukai mengonsumsi buah dalam keadaan segar dan produk olahan yang dikemas dengan baik dan menarik, serta higienis. Kegiatan yang dilaksanakan petani dan masyarakat perdesaan harus ditingkatkan melalui program pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Dengan pelaksanaan program ini diharapkan meningkatkan produksi pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. Produk yang dihasilkan petani akan diolah menjadi beraneka ragam produk olahan dengan kegiatan industri perdesaan yang dilaksanakan oleh Industri Rumah Tangga (IRT) maupun oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) di perdesaan. Dengan demikian diharapkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat perdesaan pada masa yang akan datang dapat lebih meningkat. Untuk pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui komoditas yang menjadi sektor basis di suatu kecamatan yang perlu dikembangkan sebagai komoditas andalan. Budidaya komoditas yang terpilih perlu lebih ditingkatkan untuk menjamin pasokan bahan baku bagi kegiatan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di daerah ini. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka kerangka pemikiran pelaksanaan kajian ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
47
Permasalahan • Produktivitas tanaman rendah • Mutu produk pertanian rendah • Penerapan teknologi rendah • Kurangnya kemampuan SDM • Kurangnya permodalan • Lemahnya kelembagaan perdesaan • Kurangnya dukungan infrastruktur
Kebutuhan Pengembangan Industrialisasi Perdesaan di Kabupaten Kampar
Pemilihan Komoditas Yang Akan Dikembangkan
Penentuan Komoditas Basis
AHP
Analisis Strategis dan Program Pengembangan Komoditas Basis
Analisis LQ Wilayah
Analisis SWOT
Strategi dan Program Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Guna Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar
48 3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kampar dengan pertimbangan
bahwa kabupaten ini sangat potensial untuk pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Pemilihan Kabupaten tersebut di atas sebagai lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan penelitian lapangan yang dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu dari bulan April sampai Mei 2009. 3.3.
Metode Penelitian
3.3.1. Teknik Pengumpulan Data Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode survei melalui wawancara dengan responden yang dipilih secara dan berjumlah. Daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan, sebelum digunakan akan dicoba lebih dahulu untuk kemudian disempurnakan sesuai kondisi lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi atau lembaga yang berkaitan dengan topik kajian, yaitu: BPS, Bappeda, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan UKM tingkat Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau. Untuk memperoleh masukan informasi mengenai permasalahan yang dihadapi pada Kabupaten Kampar dalam pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura, dilakukan dengan wawancara kelompok dari sejumlah individu stake holder dengan menerapkan metode Focus Group Discussion (FGD). Focus Group Discussion (FGD) adalah sebuah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan yang salah dari peneliti terhadap fokus masalah yang diteliti. Lebih jauh lagi teknik ini digunakan untuk
menarik
kesimpulan
terhadap
makna-makna
inter
subyektif
yang sulit dimaknakan sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh ketidaktahuan peneliti terhadap makna sesungguhnya dari orang-orang di sekitar sebuah
49 fenomena yang sedang diteliti serta sejauh mungkin peneliti menghindari diri dari dorongan subjektivitas peneliti tersebut (Bungin, 2003). Di dalam proses FGD, peneliti melibatkan berbagai pihak yang dipandang dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap persoalan yang didiskusikan, peserta yang dilibatkan dalam FGD ini terdiri dari 8–12 orang yang dipilih dari berbagai kalangan stake holder, dengan pertimbangan beberapa hal; (a) keahlian atau kepakaran seseorang dalam kasus yang akan didiskusikan; (b) pengalaman praktis dan kepedulian terhadap fokus masalah; (c) “pribadi terlibat” dalam fokus masalah; (d) tokoh otoritas terhadap kasus yang didiskusikan; (e) masyarakat awam yang tidak tahu menahu dengan masalah tersebut namun ikut merasakan persoalan sebenarnya. Untuk keperluan itu, maka peserta yang akan dipilih dalam FGD ini antara lain berasal dari Perguruan Tinggi (Universitas Islam Riau), Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi,
Balai
Pengembangan
Teknologi
Pertanian,
Badan
Koordinasi
Penyuluhan Pertanian, pelaku agrobisnis tanaman pangan dan hortikultura. Oleh karena FGD akan digunakan sebagai alat
analisis, maka secara
singkat FGD menggunakan dua tahapan utama, yaitu: 1) Tahap diskusi dengan melibatkan berbagai anggota FGD yang diperoleh berdasarkan kemampuan dan kompetensi formal serta kompetensi penguasaan fokus masalah FGD. 2) Tahap analisis hasil FG, pada tahap ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu analisis mikro dan tahap analisis makro.
3.4.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Metode penentuan sektor basis 2) Metode
analisis
faktor
penentu
pengembangan
industrialisasi
program
pengembangan
industrialisasi
perdesaan. 3) Perumusan
strategi
dan
perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura
50 3.4.1. Metode Analisis Penentuan Sektor Basis Dalam menetapkan komoditas yang menjadi sektor basis pada kecamatankecamatan di Kabupaten Kampar dilakukan analisis data yang ada dengan metode Analisis Location Quotient (LQ). Metoda analisis ini digunakan untuk mengkaji keunggulan komparatif atau basis ekonomi yang dilihat dari kontribusi masingmasing subsektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Analisis model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis dari suatu wilayah perencanaan dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Pada penelitian ini pendekatan dengan menggunakan metode LQ ini adalah dengan menganalisis jumlah produksi tanaman pangan dan hortikultura metode LQ ini dirumuskan sebagai:
LQ IJ =
Xij / Xi. …...............................................(1) Xj / X ..
dimana: LQ ij =
Indeks kuosien lokasi kecamatan i untuk komoditas j
Xij
=
Jumlah produksi masing-masing komoditas j di kecamatan i
Xi.
=
Jumlah produksi total tanaman pangan/hortikultura di kecamatan i
X.j
=
Jumlah produksi total komoditas j di Kabupaten Kampar.
X..
=
Jumlah produksi total seluruh komoditas tanaman pangan/ hortikultura di Kabupaten Kampar.
Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis dan non basis adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ >1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ < 1) berarti sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan perekonomian wilayah Provinsi Riau.
51 3.4.2. Metode Analisis Faktor Penentu Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
menjadi
penentu
dalam
pengembangan industrialisasi perdesaan di Kabupaten Kampar pengolahan data dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses
pengambilan
keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut ke dalam bagian-bagiannya, menata bagian dan variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan; lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat ( Saaty, 1993). Menurut Saaty, 1993, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu (a) prinsip menyusun hirarki (Decomposition), (b). Prinsip menentukan prioritas ( Comparative Judgement). dan (c). Prinsip konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponenkomponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteriakriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Setelah persoalan di definisikan maka perlu dilakukan decomposition , yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan
52 beberapa tujuan tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). AHP dapat digunakan dalam berbagai masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumberdaya, analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit usaha dan permasalahan kompleks lainnya.
Mayhoneys. (2008) mengemukakan bahwa secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat diringkas sebagai berikut ini: 1) Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. 2) Menyusun masalah
dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang
kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur. 3) Menyusun masalah prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama pada tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan berpasangan. 4) Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki. Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis. 5) Melakukan pengujian konsistensi hirarki. Pengujian ini bertujuan untuk menguji kekonsistenan perbandingan antara kriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki.
Permadi, 1992. mengemukakan bahwa proses hirarki secara praktis dapat dijelaskan sebagai berikut :
53 1) Mengidentifikasikan tujuan
keseluruhan hirarki
atau
yang lazim
disebut ’Goal’. Yang disebutkan di sini adalah masalah yang akan dicari pemecahan lewat model AHP. 2) Tentukan kriteria-kriteria yang diperlukan
atau kira-kira sesuai
dengan tujuan keseluruhan tersebut. Kriteria ini biasanya terdiri dari syarat-syarat atau keadaan yang kiranya dapat menunjang tercapainya sebuah ’goal’ dan biasanya dengan
hal
masih
bersifat
umum (general). Sejalan
tersebut, maka perlu dipertimbangkan kemungkinan
penambahan sub-sub kriteria di bawah setiap kriteria. Sub kriteria merupakan penjabaran
lebih detail
dari kriteria yang masih bersifat
umum tersebut dan hal ini biasanya diperlukan bagi para pengambil keputusan yang menyukai hal-hal yang lebih detail. 3) Identifikasikan alternatif-alternatif yang akan dievaluasi di bawah sub-sub kriteria
Secara lengkap, langkah-langkah dalam analisis data dengan pendekatan Analysis Hierarchy Process (AHP) adalah : 1) Mendefinisikan masalah dan menetukan solusi masalah. 2) Membuat struktur hirarki tentang strategi pengembangan komoditas 3) Membuat matriks perbandingan berpasangan Perbandingan antar elemen satu dengan yang lain digunakan untuk memperoleh gambaran pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan (elemen yang lain) setingkat di atasnya. Perbandingan didasarkan pada penilaian (judgement) dari para pengambil keputusan
dengan
memberikan penilaian tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Perbandingan sesuai tingkat kepentingan secara berpasangan dilakukan dengan kuantifikasi atas data kualitatif pada materi wawancara atau melalui kuesioner dengan nilai komparasi/ pembobotan antara nilai 1 sampai 9. Skala
1
sampai
dengan
9
merupakan
skala
yang
terbaik
dalam
mengkuantifikasikan pendapat (penilaian), yaitu berdasarkan akurasinya yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation), selengkapnya sebagaimana Tabel 1 (Saaty, 1993).
54
Tabel 1. Skala Banding Secara Berpasangan Dalam AHP Tingkat Keterangan Kepentingan 1 Kedua elemen pentingnya 3
5
7
9
2,4,6,8 Kebalikan
Penjelasan
sama Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan Elemen yang satu sedikit Pengalamam dan penilaian lebih penting daripada elemen sangat kuat mendukung satu yang lainnya. elemen dibanding dengan elemen lainnya. Elemen yang satu lebih Pengalaman dan penilaian sangat penting daripada elemen yang kuat mendukung satu elemen lain. dibanding elemen lainnya. Elemen yang satu jelas lebih Satu elemen dengan kuat penting daripada elemen yang didukung dan dominan terlihat lain. dalam praktek. Elemen yang satu mutlak Bukti yang mendukung elemen lebih penting daripada elemen yang satu terhadap yang lain yang lain. memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. • Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan • Jika untuk aktivitas ke-i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas ke-j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.
4) Melakukan Perbandingan Berpasangan Perbandingan berpasangan dilakukan dengan melakukan perbandingan antar elemen dari hasil penilaian (judgment) seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2], dimana n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan secara berpasangan. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2, dan A3 dinayatakan sebagai vektor W, dengan W = (w1, w2, w3), maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan dengan dengan A2 dapat dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen A1 terhadap A2, yakni;
55 W1 = A12 W2 Nilai wi/wj dengan i, j = 1, 2, 3, …, n didapat dari responden, yaitu pada stakeholders yang berkompeten dalam strategi pengembagan komoditas. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W (w1, w2, w3, …, wn) maka diperoleh hubungan AW = nW. Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut: [ A-nI ] W = 0, dimana I = matriks identitas. Untuk menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi atau dikoreksi, yaitu: a) Menghitung akar ciri. Untuk mendapatkan akar ciri (n) maka harus ada kondisi [A – n I ] = 0 dan n3. b) Menghitung vektor ciri Nilai vektor ciri merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini bertujuan untuk mensintesiskan penilaian (judgement) dalam penentuan prioritas. Untuk menghitung vektor ciri, maka akar ciri (n) maksimum hasil perhitungannya di atas disubstitusikan dengan persamaan: [A – n I ] = 0 dengan menggunakan normalisasi w1 + w2 + w3 = 1, sehingga bila didapatkan maksimum = 2, maka perkaliannya menjadi sebagai berikut: [ A – n I] W =0 dimana pada akhir perhitungan akan diperoleh vektor ciri w1, w2, dan w3. Vektor ini memberikan informasi berupa pilihan skenario yang paling optimal. c)
Perhitungan Indeks Konsistensi (Concictency Index/CI) Indeks konsitensi menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan, dihitung dengan menggunakan rumus: CI = λ max – n n-1
56 dimana λ max = akar ciri maksimum dan n = ukuran matriks. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui tingkat konsistensi jawaban dari responden yang akan berpengaruh terhadap validitas atau keabsahan hasil. Perhitungan Concistency Ratio (CR) dengan persamaan : CR = CI RI dimana nilai RI diperoleh dari Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Nilai Random Indeks Ukuran Matriks
Indeks Random
1 dan 2
0,00
3
0,58
4
0,90
5
1,12
6
1,24
7
1,32
8
1,41
5) Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengukur tingkat perubahan pada pembobotan suatu pilihan karena adanya suatu perubahan pilihan yang lain. Sehingga apabila terjadi adanya pergeseran subyektivitas dari stakeholders atas pembobotan pada suatu pilihan maka akan dapat mempengaruhi besarnya bobot pilihan lainnya dan berdampak terhadap proses yang akan dilakukan guna mencapai pilihan alternatif tersebut. Dengan menggunakan analisis sensitivitas ini maka dapat dilihat komponen atau unsur apa yang paling sensitif dan komponen tidak sensitif terhadap suatu perubahan bobotnya dan mengakibatkan penyesuaian terhadap proses atau kegiatan yang berada pada hirarki penyusunnya. Melalui analisis sensitivitas ini dapat diketahui prioritas mana yang paling sensitif maupun paling tidak sentitif atas perubahan penilaian (preferensi) dari stakeholders.
57
3.4.3. Perumusan Strategi dan Program Pengembangan
Untuk merumuskan strategi dan program pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar, metode analisis digunakan adalah analisis SWOT (StrengthsWeaknesses-Opportunities-Threats). Menurut David, 2002, Matriks KekuatanKelemahan-Peluang-Ancaman. Menurut
Soesilo
(2002),
Analisis
SWOT
(Strength,
Weakness,
Opportunity, Threat) atau kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah jabaran dari manajemen strategik versi Chicago dengan prinsip ”inside out”. Sebelum menjabarkan analisis SWOT dengan langkah-langkahnya, maka yang paling utama harus diputuskan adalah siapakah stakeholder utama. Penentuan ini amat sangat penting sebab dalam manajemen strategik di sektor publik, sebab dalam manajemen strategik di sektor publik, kita sering memiliki stakeholder yang banyak dan sering tujuannya pun saling bertentangan. Dalam merumuskan
strategi
yang
diperlukan untuk pengembangan
industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar telah dilakukan diskusi kelompok melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang stakeholder yang dipandang berkompeten dalam pengembangan industrialisasi perdesaan. Soesilo (2002) mengemukakan bahwa untuk menyepakati strategi yang akan dibuat dimaksud dapat dilakukan dengan cara: 1) Menjabarkan berbagai alternatif yang mungkin dipakai, 2) Menganalisa setiap alternatif dengan cara brainstrorming 3) Memilih salah satu alternatif yang terbaik. Cara melakukan brainstorming adalah dengan jalan menciptakan ide secara efektif
yaitu dengan
cara:
1) Menyebutkan masalah / tujuan, 2) Menanyakan pendapat kepada peserta, 3) Membuat usulan cepat, 4) Jangan berhenti berdebat/evaluasi.
58 Brainstorming yang dilakukan diantara stakeholder peserta diskusi kelompok sangat bermanfaat karena: 1) Dapat menampung ide baru dengan cepat, 2) Dapat membentuk sinergi dan adanya subsidi silang pemikiran, 3) Mudah dan tak terstruktur, 4) Amat efektif bila problemnya sederhana.
Menurut David, 2002, Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats-SWOT)
adalah
sebuah
alat
pencocokan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi, yaitu Strategi S0 (kekuatan-peluang), Strategi WO (kelemahanpeluang), Strategi ST (kekuatan-ancaman), dan strategi WT (kelemahanancaman). Selanjutnya David mengemukakan bahwa terdapat delapan langkahlangkah dalam membentuk Matriks SWOT, yaitu: 1) Buat daftar peluang-peluang eksternal utama. 2) Buat daftar ancaman-ancaman eksternal utama. 3) Buat daftar kekuatan-kekuatan internal utama 4) Buat daftar kelemahan internal 5) Cocokkan kekuatan internal dengan peluang internal, dan catat hasilnya pada sel Strategi SO 6) Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya pada strategi WO 7) Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya pada sel Strategi ST 8) Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya pada sel Strategi WT
Teknik –teknik perumusan strategi yang penting data diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga tahap, yaitu: 1) Tahap Input (Input Stage). Pada tahap ini berisi informasi input dasar yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi. Tahap 1 ini antara lain terdiri
59 atas Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation - EFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation – IFE) 2) Tahap Pencocokan (Matching Stage), berfokus pada penciptaan strategi alternatif yang masuk akal dengan memperhatikan faktor-faktor eksternal dan internal utama.
Tahap 2 meliputi Matriks Kekuatan-Kelemahan-
Peluang-Ancaman. 3) Tahap Keputusan (Decision Stage), melibatkan satu teknik saja
Menurut David (2002), setelah melakukan analisis faktor internal dan eksternal, selanjutnya adalah analisis matriks internal – eksternal (IE). Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yang diberi bobot pada sumbu x dan total nilai EFE diberi bobot pada sumbu y, sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Pada sumbu x matriks IE < total nilai IFE yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah,nilai 2,0sampai 2,99 dianggap sedang, dan nilai 3,0 sampai 4,0 kuat . demikian pula pada sumbu y, total nilai EFE yang diberi bobot 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi eksternal yang rendah, nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang, dan nilai 3,0 sampai 4,0 tinggi. Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategis yang berbeda. Pertama, divisi yang masuk dalam sel I, II atau IV disebut tumbuh dan bina, strategi yang dapat diterapkan adalah strategi intensif atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal). Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII terbaik dapat dikelola dengan strategi pertahanan dan dipelihara. Ketiga, divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, atau IX disebut panen atau divestasi. Organisasi yang sukses bila diposisikan dalam atau sekitar sel I Matriks IE. Hal tersebut secara keseluruhan disajikan pada Gambar 2. Matriks IFE digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama, sedangkan matriks EFE digunakan untuk pengambilan keputusan dan mengevaluasi semua informasi lingkungan eksternal meliputi peluang dan ancaman ( David, 2002), David menyebutkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyusun matriks EFE dan IFE, yaitu:
60 1) Daftarkan semua faktor-faktor eksternal dan internal yang diidentifikasi, termasuk peluang, ancaman, kelemahan dan kekuatan. 2) Berikan pembobotan untuk setiap faktor yang menunjukkan kepentingan relatif semua faktor, Setiap variabel menggunakan Skala 0,1,2. 3) Tentukan rating setiap faktor, yaitu peringkat1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis untuk menunjukkan seberapa efektif pengaruh faktor-faktor tersebut. Untuk EFE yaitu: 4= Peluang utama, 3= peluang, 2, ancaman, 2=ancaman utama. Sedangkan untuk IFE, rating 4=kekuatan utama, 3=kekuatan, 2=kelemahan dan 1=kelemahan utama. 4) Setiap rating dikalikan dengan masing-masing bobot untuk setiap variabelnya Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari bobot untuk mendapat skor pembobotan. 5) Jumlah pembobotan berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan rata=rata 2,5. Jika jumlah
skor
pembobotan
EFE1,0
menunjukkan
ketidakmampuan
memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jumlah skor 4 menunjukkan kemampuan merespon peluang maupun ancaman yang dihadapi dengan sangat baik
Tabel 3. Matriks IFE Faktor Internal Kekuatan 1. 2. Kelemahan 1. 2.
Bobot
Rating
Nilai
61
Tabel 4. Matriks EFE Faktor Internal
Bobot
Rating
Nilai
Peluang 1. 2. Ancaman 1. 2.
SKOR BOBOT TOTAL IFE Kuat 3,0-4,0 3,0
SKOR BOBOT TOTAL EFE
4,0
Tinggi 3,0-4,0
Sedang 2,0-2,99
Lemah 1,0-1,99 1,0
2,0
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3,0
Sedang 2,0-2,99 2,0
Rendah 1,0-1,99 1,0
Gambar 2. Matriks Internal- Eksternal
Analisis SWOT yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis berupa wilayah yaitu produksi di Kabupaten Kampar Sebelum melakukan analisis SWOT, maka perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang sudah
62 ditentukan yang disebut dengan analisis faktor internal dan analisis faktor eksternal. Hasil analisis faktor internal dan eksternal dilanjutkan kepada analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang ada serta menekan dampak ancaman yang timbul. Analisis SWOT memiliki
matriks dengan kuadran yang merupakan
perpaduan strategi antara faktor internal dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Matriks Analisis SWOT STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
STRATEGI S-O
STRATEGI W-O
FI FE
OPPORTUNITIES (S)
Menggunakan kekuatan Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan
dan menghindari ancaman
peluang
THREATS (t)
STRATEGI S-T
STRATEGI W-T
Menggunakan kekuatan Meminimalkan kelemahan untuk mengatasi
dan menghindari ancaman
ancaman
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat dua faktor internal yang terdiri dari strengths dan weaknesses dan dua faktor eksternal yaitu opportunities dan threats. Kedua faktor terdapat dalam analisis SWOT tersebut akan menghasilkan empat strategi, yaitu : 1) Strategi (S-O), yaitu strategi dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang 2) Strategi (S-T), yaitu strategi dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
63 3) Strategi (W-O), yaitu strategi dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang 4) Strategi
(W-T), yaitu strategi dengan meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman
Berdasarkan matriks SWOT di atas, hubungan antara analisis SWOT dengan tujuan kajian ini adalah untuk menjawab kelima dari kajian yaitu untuk merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten Kampar.
Penyusunan Strategi Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar
Faktor Eksternal
Faktor Internal
Kekuatan
Kelemahan
Peluang
Ancaman
Faktor 1
Faktor 1
Faktor 1
Faktor 1
Faktor 2
Faktor 2
Faktor 2
Faktor 2
Faktor 3
Faktor 3
Faktor 3
Faktor 3
Faktor 4
Faktor 4
Faktor 4
Faktor 4
Strategi
Strategi
Strategi
Strategi
Tujuan 3: Perumusan Strategi Pengembangan
Gambar 3. Hubungan Analisis SWOT dengan Tujuan 3
64 Analisis SWOT menurut Start dan Hovland dalam Tiara, (2010) adalah instrumen perencanaan strategi yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan eksternal dan ancaman, instrumen ini memberikan
cara
sederhana
untuk
memperkirakan
cara
terbaik
untuk
melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai , dari hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka. Menurut Albert S.Humphrey dalam Mangkoedison (2010), Analisis SWOT
(singkatan
"kelemahan",
bahasa
Inggris
dari
strengths/kekuatan,
opportunities/peluang,
dan
threats/ancaman
Weaknesses/
adalah
metode
perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT digunakan untuk membuat perkiraan strategi yang diperlukan untuk pengembangan industrialisasi perdesaan pada masa mendatang, dengan menggunakan 2 sistem analisis, yaitu: IFAS (Internal Strategy Factor Analysis System) dan EFAS (External Strategy Factor Analysis System). Dengan IFAS, akan dianalisa berbagai komponen faktor strengh (kekuatan) dan faktor weakness (kelemahan) sedangkan EFAS akan menganalisa komponen faktor opportunity
(peluang)
dan
threat
(ancaman)
yang
berpengaruh
dalam
pengembangan industrialisasi perdesaan di Provinsi Riau. Masing-masing faktor internal dan faktor eksternal tersebut diberi nilai bobot dan urgensinya. Bobot dari berbagai komponen faktor strength dan weakness memiliki nilai 1, menggambarkan bahwa komponen-komponen tersebut memiliki satu kesatuan utuh dan bobot dari berbagai komponen faktor opportunity dan threat memiliki nilai 1. Bobot suatu faktor akan lebih tinggi jika ia memiliki urgensi. Menurut
Soesilo
(2002)
Analisis
SWOT
(Strength,
Weakness,
Opportunity, Threat) atau kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah jabaran dari manajemen strategik versi Chicago dengan prinsip”inside out”. Sebelum menjabarkan analisis SWOT dengan langkah-langkahnya, maka yang paling utama harus diputuskan adalah siapakah stakeholder utama. Penentuan ini
65 amat sangat penting sebab dalam manajemen strategik di sektor publik, sebab dalam manajemen strategik di sektor publik, kita sering memiliki stakeholder yang banyak dan sering tujuannya pun saling bertentangan. Dalam merumuskan
strategi
yang
diperlukan untuk pengembangan
industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar telah dilakukan diskusi kelompok melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang stakeholder yang dipandang berkompeten dalam pengembangan industrialisasi perdesaan. Soesilo (2002) mengemukakan bahwa untuk menyepakati strategi yang akan dibuat dimaksud dapat dilakukan dengan cara: 1) Jabarkan berbagai alternatif yang mungkin dipakai, 2) Analisa setiap alternatif dengan cara brainstrorming 3) Pilih salah satu yang terbaik. Cara melakukan brainstorming adalah dengan jalan menciptakan ide secara efektif
yaitu dengan
cara:
1) Sebutkan masalah / tujuan, 2) Tanyakan pendapat kepada peserta, 3) Buat usulan cepat, 4) Jangan berhenti berdebat/evaluasi. Brainstorming yang dilakukan diantara stakeholder peserta diskusi kelompok sangat bermanfaat karena: 1) Dapat menampung ide baru dengan cepat, 2) Dapat membentuk sinergi dan adanya subsidi silang pemikiran, 3) Mudah dan tak terstruktur, 4) Amat efektif bila problemnya sederhana.
Membuat Strategi adalah mengawinkan elemen-elemen internal dengan eksternal, sehingga didapatkan 4 alternatif strategi sebagai berikut: 1) Strategi SO. Strategi ini adalah yang paling murah karena dengan bekal yang paling sedikit dapat di dorong
kekuatan yang
untuk maju (mengandalkan keunggulan komparatif).
sudah ada
66 2) Strategi ST. Strategi ini adalah yang agak lebih mahal karena bekal yang
paling sedikit
dengan
dapat diatasi ancaman yang sudah ada
untuk maju sehingga harus dilakukan mobilisasi. 3) Strategi WO . adalah strategi investasi atau devestasi yang juga
agak
lebi sulit karena orientasinya adalah memihak pada kondisi yaitu paling lemah tetapi dimanfaatkan
untuk
menangkap
peluang atau
disebut juga strategi dengan orientasi putar balik. 4) Strategi WT: adalah strategi yang paling sulit karena orientasinya adalah memihak pada kondisi yang paling lemah atau paling terancam sehingga yang dilakukan adalah mengontrol kerusakan agar tidak menjadi lebih parah (defensif).
Dalam melakukan Analisis SWOT perlu diperhatikan langkah-langkah seperti berikut: •
Langkah 1 : Pengumpulan informasi.
.
Dalam pengumpulan informasi ini perlu dibuat daftar mengenai kekuatan dan kelemahan yang ada pada saat ini maupun perkiraan pada masa akan datang. Pengumpulan informasi dapat dilakukan melalui wawancara atau brainstrorming dalam suatu diskusi kelompok diantara stakeholder. Untuk kelancaran jalannya diskusi, perlu dipersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topik bahasan. yang ingin dianalisis. Ketika memfasilitasi
sebuah
Analisis
SWOT
upayakan
untuk
menambah wawasan melalui pertanyaan yang cerdas dan menyelidik. •
Langkah 2 : Apa yang diinginkan. Buatlah daftar peluang yang ada di masa depan. Peluang adalah merupakan kekuatan potensial masa depan. Kemudian buat daftar ancaman di masa depan. Ancaman adalah merupakan kelemahan potensial di masa depan.
•
Langkah 3 : Rencana aksi. Refiew matriks SWOT dengan tujuan untuk menciptakan sebuah rencana tindakan untuk mengatasi masalah pada 4 daerah
67 Singkatnya: •
Kekuatan perlu dipelihara, dibangun untuk tetap berada di atas.
•
Kelemahan perlu diperbaiki, diubah atau dihentikan.
•
Peluang perlu diprioritaskan, ditangkap, dibangun dan dioptimalkan.
•
Ancaman perlu diatasi atau dikurangi dan dikelola dengan baik.
Pada Tabel 6 dapat dilihat hubungan antara tujuan penelitian, analisis yang digunakan, peubah-peubah yang dipakai, data yang diperlukan dan output yang diharapkan dari hasil penelitian ini.
Tabel 6. Sumber dan Metode Analisis Data No
Tujuan
Parameter
Data
1
Mengidentifikasi sektor basis dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar
Jumlah Produksi
2
Mengidentifikasi faktor-faktor penentu pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar
Bobot masing masing strategi
Hasil diskusi Kelompok dengan stake holders
AHP
3
Merumuskan strategi dan program untuk pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar
Bobot masing masing strategi
Hasil diskusi kelompok dengan stake holders
SWOT
Jumlah Produksi masingmasing komoditas tahun 2008
Analisis Location Quotient
68
BAB IV DISKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
4.1.
Sejarah Singkat Kabupaten Kampar Kabupaten Kampar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, yang
terbentuk pada tahun 1949. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah Nomor: 10/GM/STE/49 tanggal 9 Nopember 1949, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Riau yang terdiri dari Kewedanaan Pasir Pengaraian, Bangkinang dan Pekanbaru Luar Kota dengan ibukota nya di Pekanbaru. Kemudian berdasarkan Undang-undang No.12 tahun 1956 ibukota Kabupaten Kampar dipindah ke Bangkinang, dan baru terlaksana pada tanggal 6 Juni 1967. Pada awalnya Kabupaten Kampar terdiri dari 19 kecamatan dengan dua Pembantu Bupati sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau Nomor: KPTS 318/VII/1987 tanggal 17 Juli 1987. Pembantu Bupati Wilayah I berkedudukan di Pasir Pengaraian dan Pembantu Bupati Wilayah II berkedudukan di Pangkalan Kerinci. Pembantu Bupati Wilayah I mengkoordinir wilayah Kecamatan Rambah, Tandun, Rokan VI Koto, Kunto Darussalam,
Kepenuhan
dan
Tambusai.
Pembantu
Bupati
Wilayah
II
mengkoordinir wilayah Kecamatan Langgam, Pangkalan Kuras, Bunut dan Kuala Kampar. Sedangkan kecamatan lainnya yang tidak termasuk wilayah pembantu Bupati I dan II yaitu Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang, Kampar dan Siak Hulu berada langsung di bawah koordinitor Bupati Kampar. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.105 tahun 1994 dan PP No.8 tahun 1995 dan Peraturan Daerah Tingkat I Riau No. 06 tahun 1995, Kabupaten Kampar ditetapkan sebagai salah satu proyek percontohan otonomi. Guna kelancaran roda pemerintahan berdasarkaan Permendagri No.105 tahun 1994 di Kabupaten Kampar dibentuk 23 dinas-dinas daerah, sedangkan berdasarkan Undang-undang No.61 tahun 1958 hanya terdapat 5 dinas (Dinas Pertanian,
Dinas
Pendidikan
dan
Kebudayaan,
Dinas/Kesehatan, dan Dinas Pekerjaan Umum).
Dinas
Perindustrian,
69 Dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 53 Tahun 1993 Juncto Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 75 Tahun 1999 Tanggal 24 Desember 1999, maka Kabupaten Kampar resmi dimekarkan menjadi 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, dan Kabupaten Rokan Hulu. Masing-masing Kabupaten terdiri dari kecamatan, desa dan kelurahan sebagai berikut: 1) Kabupaten Kampar, terdiri dari 8 kecamatan yang meliputi 153 desa dan 8 kelurahan dengan Ibukota Bangkinang. 2) Kabupaten Pelalawan, terdiri dari 4 kecamatan yang meliputi 81 desa dan 4 kelurahan dengan Ibukota Pangkalan Kerinci. 3) Kabupaten Rokan Hulu terdiri dari 7 kecamatan yang meliputi 89 desa dan 6 kelurahan dengan Ibukota Pasir Pengaraian. Pada tahun 2007, Kabupaten Kampar terdiri dari 20 kecamatan dan 249 desa/kelurahan. Dari 249 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Kampar tersebut, sebanyak 146 desa (58,40%) merupakan desa non tertinggal dan 62 desa (25,20%) merupakan desa tertinggal, dan 41 desa (16,40%) merupakan desa
sangat
tertinggal.
4.2.
Letak Geografis dan Batas Administrasi
4.2.1. Letak Geografis Kabupaten Kampar mempunyai luas wilayah lebih kurang 11.289,28 Km2 (1.098.346 ha). Kabupaten Kampar terletak di antara 1.00’40” Lintang Utara 00.27’00 Lintang Selatan, 100 28’30” -103 14’ 30” Bujur Timur. Batas-batas daerah Kabupaten Kampar adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak - Sebelah Selatan dengan Kabupaten Kuantan Singingi. - Sebelah Barat dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Sumatera Barat. - Sebelah Timur dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan.
70
Gambar 4. Peta Kabupaten Kampar- Provinsi Riau
71 Kabupaten Kampar terdiri dari 20 kecamatan dan 249 desa/kelurahan, seperti Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Luas Wilayah dan Jumlah Kelurahan/Desa Menurut Kecamatan di Kabupaten Kampar Tahun 2008
Kecamatan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kampar Kiri XIII Koto Kampar Bangkinang Seberang Siak Hulu Kampar Tapung Tambang Bangkinang Barat Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Salo Rumbio Jaya Kampar Utara Kampar Timur Kampar Kiri Tengah Gunung Sahilan Perhentian Raja
Kabupaten Kampar
Luas Jumlah Wilayah Kecamatan (Km2) 1.485,48 1 1.595,11 1 130,88 2 1.000,33 142,89 853,00 466,70 210,18 850,00 431,40 1 1.546,57 873,25 93,77 2 176,21 77,50 82,16 99,66 343,34 365,56 159,47 -
10.983,46
8
Jumlah Desa 15 18 7 12 17 25 17 9 24 7 14 16 2 6 7 8 9 11 10 5
243
Sumber: Kampar dalam angka, 2008
Dari 249 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Kampar pada tahun 2007, sebanyak 146 desa (58,40%) merupakan desa non tertinggal, 672 desa (25,20%) merupakan desa tertinggal, dan 41 desa (16,40%) merupakan desa sangat tertinggal.
72
Tabel 8. Jumlah Desa Sangat Tertinggal, Tertinggal dan Non Tertinggal di Kabupaten Kampar pada Tahun 2007 No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kampar Kiri Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Kampar KiriTengah Gunung Sahilan XIII Koto Kampar Bangkinang Barat Salo Tapung Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Bangkinang Seberang Kampar Kampar Timur Rumbio Jaya Kampar Utara Tambang Siak Hulu Perhentian Raja Jumlah
Sangat Terting gal 5 15 11 2 3 4 1 41
Tertinggal
8 3 4 1 7 2 3 5 1 3 1 3 2 1 3 9 5 1 62
Non Tertinggal 7 9 5 7 8 1 7 3 20 11 13 3 3 15 9 6 5 4 6 4 146
Jumlah
20 24 8 11 9 19 9 6 25 14 16 4 9 17 9 7 8 17 12 5 249
Sumber: Kampar dalam angka, 2007
Di Kabupaten Kampar terdapat dua buah sungai besar dan beberapa sungai kecil, yaitu Sungai Kampar yang panjangnya 413,5 Km dengan kedalalaman ratarata 7,7 meter dan lebar rata-rata 143 meter. Sungai Kampar ini melintasi 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Kampar, yaitu XIII Koto Kampar, Bangkinang, Bangkinang Barat, Kampar, Siak Hulu dan Kampar Kiri. Sungai Siak bagian hulu yaitu panjangnya 90 Km dengan kedalaman rata-rata 8-12 meter yang melintasi Kecamatan Tapung. Sungai-sungai besar yang terdapat di Kabupaten Kampar ini sebagian masih berfungsi baik sebagai prasarana perhubungan, sumber air bersih, budidaya ikan maupun sebagai sumber energi listrik (PLTA Koto Panjang).
73
4.2.2. Iklim dan Curah Hujan Kabupaten Kampar pada umumnya beriklim tropis dengan temperatur berkisar antara 22 C-31 C dan kelembaban 89-97% dengan lama penyinaran tertinggi pada bulan Agustus yaitu selama 6 jam dan yang terendah pada bulan Oktober yaitu selama 2 jam. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Kampar pada tahun 2006 adalah 228 mm setiap bulannya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu 488 mm dan yang terendah pada bulan Juli yaitu 61 mm. Sedangkan rata-rata hari hujan setiap bulannya adalah 11 hari, dimana hari hujan terbanyak pada bulan Desember yaitu 20 hari dan paling sedikit pada bulan Juli yaitu 5 (lima) hari. Musim kemarau berlangsung antara bulan Maret-Agustus, sementara musim hujan berlangsung antara bulan September-Februari.
4.2.3. Potensi Sumber Daya Lahan Potensi sumber daya lahan sawah di Kabupaten Kampar tahun 2006 adalah seluas 11.542 ha, sedangkan lahan sawah baru dimanfaatkan seluas 6.134 ha, atau sekitar 53%. Potensi sumberdaya lahan kering di Kabupaten Kampar tahun 2006 adalah seluas 196.569 ha, dan baru dimanfaatkan seluas 111.740 ha atau sebesar 56,85%. Potensi sumberdaya lahan per kecamatan di Kabupaten Kampar pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 9.
74
Tabel 9. Potensi Lahan Sawah dan Lahan Kering di Kabupaten Kampar Tahun 2008 No.
Kecamatan
1. 2. 3.
Kampar Kiri XIIIKoto Kampar Bangkinang Seberang Siak Hulu Kampar Tapung Tambang Bangkinang Barat Tapung Hulu Tapung Hilir Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Bangkinang Salo Rumbio Jaya Kampar Utara Kampar Timur Kampar Kiri Tengah Gunung Sahilan Perhentian Raja
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Lahan Sawah Potensi
Pemanfaatan
Potensi
Pemanfaatan
Belum di manfaatkan
705 575 655
250 40 655
455 535 -
25.646 12.457 2.339
8.784 4.454 1.331
16.862 8.003 1.008
576 1.926 110 2.229 1.103 75 420 286 1.412 693 -
51 1.456 50 1.214 553 75 362 236 664 545 -
525 470 60 1.015 550 58 50 748 148 -
17.363 4.012 2.525 18.175 3.392 77.102 6.720 13,490 4.842 3.055 3.294 2.400 2.339 3.115 2.641
12.839 3.628 2.145 9.348 3.016 38.295 4.647 5.175 4.391 1.820 3.137 2.283 1.379 2.636 2.566
4.523 384 380 8.827 451 38.807 2.073 8.315. 451 1.235 157 117 960 478 75
15
-
-
6.445 5.292
5.712 2.898
733 2.394
6,151
4.629
216.643
120.484
96.159
10.780 Jumlah Sumber: Kampar dalam angka 2007
4.3.
Lahan Kering
Belum di manfaatkan
Potensi Sumber Daya Manusia
4.3.1. Penduduk dan Ketenagakerjaan a.
Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Kampar berdasarkan hasil registrasi
penduduk tahun 2007 tercatat 615.517 orang yang terdiri dari penduduk laki-laki 315.608 jiwa (51,28%) dan wanita 299.909 jiwa (48,72%). Rasio jenis kelamin perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan adalah 105. Kepadatan penduduk di Kabupaten Kampar pada tahun 2007 adalah 55 jiwa/km2. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Kampar yaitu 309 jiwa/km2, diikuti oleh Kecamatan Rumbio Jaya sebesar 197 jiwa/km2. selain itu, 5 (lima) kecamatan yang agak padat penduduknya berada di Kecamatan Kampar Utara, Bangkinang, Bangkinang Barat, Perhentian Raja dan Kampar
75 Timur, masing-masing 194 jiwa/km2, 179 jiwa/km2, 143 jiwa/km2, 124 jiwa/km2 dan 120 jiwa/km2. Sedangkan 6 (enam) kecamatan yang relatif jarang penduduknya yaitu Kecamatan Kampar Kiri Hulu (9 jiwa/km2) dan Kampar Kiri Hilir (13 jiwa/km2), Kampar Kiri Tengah (24 jiwa/km2), XIII Koto Kampar (25 jiwa/km2), Kampar Kiri (27 jiiwa/km2), dan Tapung Hilir (46 jiwa/km2).
Tabel 10. Luas Wilayah Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Kampar Tahun 2007
b.
No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kampar Kiri Kampar Kiri Hulu KamparKiri Hilir Kampar KiriTengah Gunung Sahilan XIII Koto Kampar Bangkinang Barat Salo Tapung Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Bangkinang Seberang Kampar Kampar Timur Rumbio Jaya Kampar Utara Tambang Siak Hulu Perhentian Raja
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
915,33 1.301,25 759,74 330,59 597,97 1.406,40 151,41 207,83 1.365,97 1.169,15 1.013,56 177,18 253,50 136,28 173,08 76,92 79,84 371,94 689,80 111,54
24.930 12.092 9.780 22.190 14.525 34.814 21.667 21.541 69.786 69.372 46.346 31.696 27.249 42.055 20.787 15.164 15.498 38.767 63.389 13.869
Kabupaten Kampar 11.289,28 Sumber: Kampar dalam angka 2007
615.517
Kepadatan Penduduk ( jiwa/Km2) 27 9 13 67 24 25 143 104 51 59 46 179 107 309 120 197 194 104 92 124
55
.
Ketenagakerjaan Jumlah pencari kerja di Kabupaten Kampar pada tahun 2007 tercatat
sebanyak 6.675 orang yang terdiri dari 3.654 orang laki-laki (54,74%) dan 3.021 orang perempuan (45,26%). Jumlah pencari kerja pada tahun 2006 meningkat 47,17% dibandingkan tahun 2006, yaitu dari 4.535 orang pada tahun 2006 menjadi 6.675 pada tahun 2007.
76
4.4.
Prasarana Pendukung
4.4.1. Transportasi Transportasi secara umum dapat diperlancar dengan menggunakan jalan yang sudah ada sepanjang 1.836,48 km yang terdiri dari 459,3 km jalan aspal, 849,85 km jalan kerikil, dan 527,30 km jalan tanah. Bagaimanapun juga transportasi sungai tetap memegang peranan penting untuk menghubugkan desadesa. Transportasi udara untuk mesyarakat Kampar biasanya melalui Bandara Udara Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru yang berjarak 60 km dari Bangkinang.
4.4.2. Listrik Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, industri, perkantoran, sekolah, dan Pertokoan. Kapasitas air yang disediakan oleh PDAM tersebut tercatat sebanyak 971.818 m3. Suplai kebutuhan listrik di Kabupaten Kampar disediakan oleh PLN cabang Bangkinang dengan 4 (empat) mesin diesel dengan menggunakan Pembangkit Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang dengan kapasitas 114,240 Kwh pada tahun 2001.
4.4.3. Telekomunikasi Layanan telekomunikasi di Kabupaten Kampar disediakan oleh PT. Telkom yang disediakan untuk sambungan local dan interlokal, serta telepon selular.
4.4.4.
Air Bersih Suplai Air Bersih di distribusi oleh PDAM Tirta Kampar, yang sampai
dengan tahun 2007 baru dapat melayani penduduk di 5 kecamatan seperti pada Tabel 11.
77
Tabel 11. Jumlah Unit Pelayanan dan Sambungan Rumah PDAM Tirta Kampar Tahun 2007 No
Unit Pelayanan
1
Bangkinang
2
Sambungan Rumah Awal Tahun
Sambungan Rumah Awal Tahun
Pemutusan
Tutup Sementara
Tutup Sementara
Sambungan Rumah Akhir Tahun
2.586
206
221
-
-
250
Air Tiris
433
48
9
-
-
498
3.
Kuok
127
12
5
-
-
138
4
Tambang
456
22
22
-
-
452
5
Teratak Buluh
244
-
-
-
-
243
257
-
-
1.581
Jumlah 3.846 288 Sumber: Kampar dalam angka 2007
4.4.5. Fasilitas Pendukung Lainnya Terdapat beberapa bank komersial yang beroperasi di Bangkinang dan beberapa kota lainnya, yaitu BRI, BNI, Bank Riau dan BPR. Disamping itu terdapat rumah sakit umum dan swasta di Bangkinang.
4.5.
Visi Dan Misi Kabupaten Kampar
A.
Visi Visi Kabupaten Kampar adalah “Kabupaten Kampar Negeri Berbudaya,
Berdaya dalam lingkungan Masyarakat yang Agamis Tahun 2020“, makna yang terkandung dalam visi ini adalah: 1) Seluruh komponen Kabupaten Kampar berkomitmen untuk menjadikan masyarakat yang berbudaya, dimana segala perilaku seluruh komponen masyarakat haruslah berlandaskan pemikiran logis yang berakal budi, dan menghormati serta menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat yang dianut dan berlaku dalam masyarakat Kabupaten Kampar. 2) Seluruh komponen Kabupaten Kampar memiliki kesungguhan hati untuk menjadikan masyarakat yang berdaya yaitu dapat menguasai ilmu
78 pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan guna menjadikan dirinya pesaing yang tangguh menghadapi persaingan global dan terpenuhinya kebutuhan manusia yang layak serta diperlakukan secara adil. 3) Seluruh komponen Kabupaten Kampar bertekad untuk menjadikan masyarakat yang agamis dimana dalam segala aspek kehidupan yang dijalankan selalu dilandasi nilai-nilai keagamaan dengan harapan Kabupaten Kampar dapat menjadi Serambi Mekah di Provinsi Riau.
B.
Misi Untuk merealisasikan visi tersebut, ditetapkan 6 (enam) misi Kabupaten
Kampar, yaitu:
Misi-I Mewujudkan pembangunan nilai budaya masyarakat Kampar yang menjamin sistem bermasyarakat dan bernegara untuk menghadapi tantangan global. Misi ini bermaksud: 1) Menumbuh kembangkan nilai-nilai budaya Kampar yang agamis ke dalam etika bermasyarakat dan bernegara di Kabupaten Kampar. 2) Meningkatkan etos kerja, kreativitas dan memberdayakan nilai-nilai gotong-royong
(batobo)
serta
usaha-usaha
antisipatif
menghadapi
pengaruh global. 3) Menguatkan nilai-nilai musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan konflik yang timbul dalam hidup bermasyarakat dan bernegara di Kabupaten Kampar.
Misi-II Meningkatkan manajemen dan kemampuan aparatur dalam mengelola aset daerah dan pelayanan masyarakat. Misi ini bermaksud: 1) Membangun e-government berbasis good governance yang amanah dan berkeadilan untuk mensejahterakan masyarakat Kampar. 2) Mengembangkan system manajemen dan kemampuan aparatur dalam mengelola kekayaan yang dimiliki daerah, baik sumberdaya alam,
79 teknologi, budaya, dan adat istiadatnya secara ekonomis, efisien, dan efektif, dalam upaya mewujudkaan pelayanan kepada masyarakat secara mudah, cepat, terjangkau, tepat waktu, transparan, tepat sasaran dan memenuhi kepastian hukum. 3) Untuk mewujudkan maksud di atas, perlu didukung oleh kemampuan individu aparatur pemerintah yang punya motivasi, kepercayaan diri, jujur, dan inovatif melalui pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan tuntutan tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi pemerintahan.
Misi-III Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berwawasan ke depan. Misi ini bermaksud mewujudkan: 1) Sehat jasmani dan rohani yang memiliki mentalitas dan kemampuan dalam mengembangkan diri, dan berperan dalam membangun daerahnya. 2) Dapat menguasai dan mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan perkembangan zaman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam tuntutan pembangunan daerah. 3) Berpikiran maju untuk mengembangkan diri dan memiliki wawasan ke depan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka memajukan daerah.
Misi - IV Mengembangkan ekonomi rakyat yang berbasis sumber daya lokal dengan orientasi pada agrobisnis, agroindustri dan pariwisata serta mendorong pertumbuhan investasi secara terpadu dan terkait antar swasta, masyarakat, dan pemerintah baik berskala lokal, regional, nasional maupun internasional. Misi ini bermaksud mewujudkan: 1) Pengembangan usaha produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh masyarakat berskala kecil dan menengah yang berorientasi pasar dan industri pengolahan hasil pertanian untuk mendapatkan nilai tambah. 2) Menguatkan
lembaga
dan
organisasi
ekonomi
masyarakat
yang
berorientasi pasar yang dikembangkan agar tercipta kemampuan bersaing
80 dan
bermitra
dengan
pesaing
pasar
lainnya
untuk
peningkatan
kesejahteraan dan perekonomian masyarakat. 3) Mengembangkan sistem dan jaringan data dan informasi serta promosi potensi unggulan daerah. 4) Membangun sentra perdagangan dan industri serta pariwisata yang berbasis teknologi. 5) Mendorong pertumbuhan investasi melalui pola kemitraan yang sejajar dan proporsional antar swasta, masyarakat, dan pemerintah dalam bentuk kerjasama yang harmonis dan saling menguntungkan. Untuk itu perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif dalam memacu laju pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasilnya.
Misi-V Mewujudkan pembangunan kawasan seimbang yang dapat menjamin kualitas hidup secara berkesinambungan. Misi ini bermaksud: 1) Melakukan penataan ruang atau kawasan sesuai dengan peruntukkannya secara serasi, harmonis, terpadu, dan seimbang diselaraskan dengan daya dukung lingkungannya. 2) Penataan ruang atau kawasan dalam mengantisipasi perkembangan dan kemajuan daerah harus selalu dalam kendali pemerintah agar keserasian, keharmonisan, keterpaduan, dan keseimbangan dalam kehidupan social bermasyarakat dapat terjaga dan terpelihara sehingga tidak berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
Misi-VI Mewujudkan sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa, serta taat terhadap aturan yang berlaku, menuju masyarakat agamis yang tercermin dalam kerukunan hidup beragama. Misi ini bermaksud: 1) Taat melaksanakan dan mengamalkan ajaran dan aturan agama dan menjadikannya
landasan
berbangsa, dan bernegara.
moral
dalam
kehidupan
bermasyarakat,
81 2) Menjamin keamanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Kabupaten Kampar. 3) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik aparat maupun masyarakat yang berlandaskan iman dan taqwa melalui jalur pendidikan, pelatihan, dan pembinaan. 4) Menegakkan supremasi hukum yang berkeadilan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 5) Terciptanya kedamaian hidup umat beragama baik intern umat beragama, antar umat beragama maupun antar umat beragama dengan pemerintah. 6) Menciptakan lingkungan kehidupan yang bernuansa agamis dalam berbagai aspek pembangunan.
82
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Penentuan Sektor Basis Dalam penelitian ini penentuan sektor basis komoditas pertanian tanaman
pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar dianalisis berdasarkan data jumlah produksi pada tahun 2008 yang dianalisis dengan metode Location Quotient Analysis (LQ).
5.1.1. Komoditas Padi Pada tahun 2008 produksi padi di Kabupaten Kampar tercatat 4.430.243 ton, yang terdiri dari padi sawah sebesar 2.860.794 ton (64,57%) dan padi ladang sebesar 1.569.449 ton (35,43%) dengan rincian per kecamatan seperti pada Tabel 12.
Tabel 12. Produksi Padi di Kabupaten Kampar Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kecamatan Kampar Kiri XII Koto Kampar Bangkinang Seberang Sak Hulu Kampar Tapung Tambang Bangkinang Barat Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Salo Rumbio Jaya Kampar Utara Kampar Timur Kampar Kiri Tengah Gunung Sahilan Perhentian Raja Kabupaten Kampar
Padi Sawah ( ton ) 13.725 15.040 302.640 0 724.520 57.500 271.887 368.483 0 0 0 0 0 322.263 79.920 220.818 360.448 0 0 0 2860.794
Padi Ladang ( ton ) 38.500 138.690 0 5.096 11.920 49.135 322.896 670 30.420 0 372.255 429.825 0 124.640 3.328 24.794 17.280 0 0 0 1569.449
Jumlah Padi ( ton ) 175.775 153.730 302.640 5.096 736.440 106.635 594.783 369.153 30.420 0 372.255 429.825 0 446.903 83.248 245.612 377.728 0 0 0 4430.243
83
Tabel 13. Hasil Analisis LQ Produksi Komoditas Padi di Kabupaten Kampar Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kecamatan Kampar Kiri XII Koto Kampar Bangkinang Seberang Siak Hulu Kampar Tapung Tambang Bangkinang Barat Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Salo Rumbio Jaya Kampar Utara Kampar Timur Kampar Kiri Tengah Gunung Sahilan Perhentian Raja
Padi Sawah
Padi Ladang
1,21 0,15 1,55 0,00 1,52 0,84 0,78 1,55 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,12 1,49 1,39 1,48 0,00 0,00 0,00
0,62 2,55 0,00 2,82 0,05 1,30 1,53 0,01 2,82 0,00 2,82 2,82 0,00 0,78 0,11 0,28 0,13 0,00 0,00 0,00
Hasil analisis LQ seperti pada Tabel 14 menunjukkan bahwa padi sawah merupakan sektor basis yang ditunjukkan dengan besaran angka LQ > 1 bagi perekonomian masyarakat di delapan kecamatan yaitu: Bangkinang Seberang, Bangkinang Barat, Salo, Kampar, Rumbio Jaya, Kampar Utara, Kampar Timur dan Kampar Kiri. Sedangkan Padi ladang, merupakan sektor basis bagi perekonomian masyarakat di enam kecamatan yaitu: XIII Koto Kampar, Siak Hulu, Tapung, Tambang, Kampar Kiri Hulu, dan Tapung Hilir. Dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan di Kabupaten Kampar, salah satu komoditas yang dipilih adalah padi sawah. Komoditas ini merupakan sektor basis perekonomian masyarakat, dapat ditanam dua kali dalam setahun, sehingga diharapkan dapat menyediakan bahan baku lebih banyak dan kontinyu dibandingkan padi ladang. Beraneka ragam produk dapat dihasilkan industri perdesaan berbasis komoditas padi seperti beras, tepung beras, jamur merang, makanan ternak, media tanam, kompos, sabun,
84 dan kertas,dan lain-lain sebagaimana disajikan dalam pohon industri dalam Lampiran 7 dan 12.
5.1.2. Komoditas Palawija Produksi palawija di Kabupaten Kampar pada tahun 2008 tercatat sebesar 30.918 ton terdiri dari: jagung 10.038 ton (32,47%), kacang-kacangan 2.362 ton (7,64%) dan umbi-umbian 18,517 ton (59.89%). Produksi palawija per komoditas pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Kampar pada tahun 2008 disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Produksi Palawija di Kabupaten Kampar Tahun 2008
No.
Kecamatan
1 2
Kampar Kiri XIII Koto Kampar Bangkinang Seberang Siak Hulu Kampar Tapung Tambang Bangkinang Barat Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Salo Rumbio Jaya Kampar Utara Kampar Timur Kampar Kiri Tengah Gunung Sahilan Perhentian Raja Kabupaten Kampar
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi kayu
Ubi Jalar
Jumlah
227,70 332,84
18,85 1,44
14,40 59,84
0,00 28,56
165,60 356,40
50,64 104,64
477,19 883,72
36,00 376,20 84,50 599,40 148,00 70,80 126,50 240,00 2.670,85 3.477,00 103,00 17,58 38,50 104,00 212,16
8,28 10,88 O,00 0,00 0,00 0,00 0,00 50,16 4.46,60 33,75 0,00 0,00 1,40 0,00 0,00
26,88 83,81 35,04 133,20 39,44 42,24 0,00 603,02 269,70 0,00 403,02 4,26 30,60 59,02 91,76
7,20 17,20 8,33 51,50 0,00 11,76 0,00 36,96 108,36 0,00 11,52 3,42 2,98 19,91 21,60
714,40 1.736,28 998,40 1,185,48 498,96 601,60 201,40 108,80 1.184,56 103,00 193,12 505,60 291,20 472,96 648,96
42,96 72,80 22,86 266,40 0,00 83,82 74,20 120,32 650,43 32,60 8,04 3880 19,60 26,01 0,00
835,72 2.297,17 1.149,13 2.235,98 686,40 810,22 402,10 616,56 5.330,50 3.646,35 356,00 569,66 384,28 681,90 974,48
933,30 141,44 98,70 10.038,47
28,71 2,54 0,00 602,61
237,60 39,68 48,18 1.316,29
107,88 5,20 1,39 443,77
5.076,50 414,72 125,62 15.583,56
1.140,17 146,88 32,76 2.933,93
7.524,16 750,46 306,65 30.918,63
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kampar (data diolah)
Dari data jumlah produksi palawija tersebut di atas setelah dilakukan analisis dengan metode Location Quotient Analysis menunjukkan bahwa masing-
85 masing komoditas palawija mempunyai keunggulan komparatif dan merupakan sektor basis bagi perekonomian masyarakat pada kecamatan tertentu di Kabupaten Kampar, yang ditandai oleh LQ > 1. Hasil analisis LQ untuk masing-masing komoditas palawija dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Analisis LQ berdasarkan Produksi Komoditas Palawija di Kabupaten Kampar Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kecamatan Kampar Kiri XII Koto Kampar Bangkinang Seberang Siak Hulu Kampar Tapung Tambang Bangkinang Barat Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Salo Rumbio Jaya Kampar Utara Kampar Timur Kampar Kiri Tengah Gunung Sahilan Perhentian Raja
Jagung 1,47 1,16 0,13 0,50 0,23 0,83 0,66 0,27 0,97 0,97 1,54 2,94 0,89 0,10 0,31 0,47 0,67 0,38 0,58 0,99
Kedelai 2,03 0,08 0,51 0,24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,17 4,29 0,47 0,00 0,00 0,19 0,00 0,00 0,20 0,17 0,00
K.tanah 0,71 1,59 0,76 0,86 0,72 1,40 1,35 1,22 0,00 2,30 0,18 0,00 2,66 0,18 1,87 2,03 2,21 0,74 1,24 3,69
K.hijau 0,00 2,25 0,60 0,52 0,51 1,60 0,00 1,01 0,00 4,18 1,42 0,00 2,25 0,42 0,54 2,03 1,54 1,00 0,48 0,32
Ubi kayu 0,69 0,80 1,70 1,50 1,72 1,05 1,44 1,47 0,99 0,35 0,44 0,06 1,08 1,76 1,50 1,38 1,32 1,34 1,10 0,81
Ubi jalar 1,12 1,25 0,54 0,33 0,21 1,26 0,00 1,09 1,94 2,06 1,29 0,09 0,24 0,72 0,54 0,40 0,00 1,60 2,06 1,13
Tabel 15 memperlihatkan jagung memiliki keunggulan komparatif dan sekaligus menjadi sektor basis bagi perekonomian masyarakat pada tiga kecamatan yaitu: Kampar Kiri, XIII Koto Kampar, Tapung Hulu dan Tapung Hilir sebagaimana ditunjukkan oleh nilai LQ > 1. Kedelai menjadi sektor basis pada tiga kecamatan yaitu: Kampar Kiri, Kampar Kiri Hilir dan Siak Hulu. Kacang tanah menjadi sektor basis pada 11 kecamatan yaitu: XIII Koto Kampar, Tapung, Tambang, Bangkinang Barat, Kampar Kiri Hilir, Bangkinang, Rumbio Jaya, Kampar Utara, Kampar Timur, Gunung Sahilan dan Perhentian Raja. Kacang hijau merupakan sektor basis bagi perekonomian masyarakat pada sembilan kecamatan yaitu: XIII Koto Kampar, Tapung, Bangkinang Barat, KamparKiri Hilir, Tapung Hulu, Bangkinang, Kampar Utara, Kampar Timur, dan Kampar Kiri
86 Tengah. Ubikayu merupakan sektor basis bagi perekonomian masyarakat pada 11 kecamatan yaitu: Bangkinang Seberang, Siak Hulu, Kampar, Tapung, Tambang, Bangkinang Barat, Bangkinang, Salo, Rumbio Jaya, Kampar Utara, Kampar Timur, Kampar Kiri tengah dan Gunung Sahilan. Sedangkan Ubijalar menjadi sektor basis pada tujuh kecamatan yaitu: Kampar Kiri, XIII Koto Kampar, Tapung, Bangkinang Barat, Kampar Kiri hulu, Kampar Kiri Hilir, Tapung Hulu, Kampar Kiri tengah, Gunung Sahilan dan Perhentian Raja. Dari hasil analisis LQ seperti pada Tabel 15 terlihat bahwa komoditas yang paling merata penyebarannya di Kabupaten Kampar adalah kacang tanah yaitu pada 11 kecamatan dan ubikayu pada 13 kecamatan. Namun dalam penelitian ini komoditas yang dipilih untuk pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan di Kabupaten Kampar adalah komoditas ubikayu dan Jagung. Pemilihan ubikayu dan jagung sebagai dua komoditas palawija utama untuk pengembangan industrialisasi perdesaan di daerah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa jumlah produksi ubikayu dan jagung tercatat paling besar dibandingkan dengan jumlah produksi komoditas kacang tanah dan palawija lainnya. Jagung merupakan salah satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis serta berpeluang untuk dikembangkan karena tidak hanya sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai pakan ternak. Kebutuhan jagung di dalam negeri setiap tahun terus meningkat. Kabupaten Kampar memiliki peluang yang cukup besar untuk pengembangan jagung dalam rangka mendukung program nasional untuk swasembada jagung karena masih banyak lahan potensial yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian, seperti lahan sawah irigasi, tadah hujan dan lahan kering, dapat digunakan untuk pengembangan tanaman jagung. Beraneka ragam produk yang dapat dihasilkan oleh industri perdesaan berbasis komoditas jagung seperti tepung maizena, minyak, margarin, gula,
beraneka
ragam kue, makanan ternak dan lain-lain seperti disajikan pada Lampiran 8 dan 13. Jumlah produksi ubikayu pada tahun 2008 tercatat sebesar 15.583,56 ton atau 50,40% dan jagung sebesar 10.038,47 ton atau 32,47% dari total jumlah
87 produksi palawija di Kabupaten Kampar. Ubikayu sangat dibutuhkan untuk konsumsi penduduk maupun untuk bahan baku industri baik di Kabupaten Kampar dan daerah lain di Provinsi Riau. Pada saat ini masih banyak lahan kering yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan pertanian tanaman pangan. Lahan-lahan tersebut cukup potensial untuk pengembangan ubikayu. Ubikayu termasuk komoditas yang cukup besar konstribusinya dalam sistem ketahanan pangan nasional. Komoditas ini umumnya diusahakan di lahan kering oleh petani yang lemah modal dan berpendapatan rendah. Oleh sebab itu pengembangan agribisnis ubikayu perlu terus dikaitkan dengan upaya peningkatan pendapatan petani dan ketahanan pangan. Ubikayu yang dihasilkan petani diharapkan dapat mendukung kebutuhan bahan baku industri perdesaan berbasis komoditas ubikayu. Dari ubikayu dapat dihasilkan beraneka ragam produk industri
seperti
Tepung ubikayu,
Gaplek,Tapioka, pellet,makanan ternak, makanan ringan, alkohol dan lain-lain dilihat pada pohon industri ubikayu, seperti pada Lampiran 9 dan 14.
5.1.3. Komoditas Hortikultura Komoditas hortikultura terdiri dari tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan biofarmaka. Dalam rangka penyusunan strategi dan program pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis hortikultura, penelitian ini hanya difokuskan pada komoditas buah-buahan saja. Berdasarkan data statistik pertanian, jumlah produksi buah-buahan di Kabupaten Kampar pada tahun 2008 tercatat sebesar 16.294,54 ton, terdiri dari 20 jenis tanaman buah-buahan, dengan rincian per jenis komoditas seperti pada Tabel 16. Untuk memudahkan pengolahan data, komoditas buah-buahan yang ditampilkan pada Tabel 17 dibatasi hanya enam komoditas yang jumlah produksinya paling besar saja yaitu durian, jeruk siam, nangka, nenas, rambutan dan semangka.
88
Tabel 16. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 No.
Kecamatan
Durian
Jeruk Siam
Nangka
Nenas
Rambutan
Semangka
Buah lainnya
Jumlah
1
Kampar Kiri
100,00
18,81
52,00
0,08
29,17
0,00
83,10
283,16
2
VII Koto Kampar
208,80
14,42
344,96
0,96
269,95
263,50
255,22
1.357,81
3
Bangkinang Seberang
110,08
3,40
143,36
1,30
53,27
0,00
268,24
579,65
4
Siak Hulu
99,20
3,50
560,00
0,79
7,67
346,50
189,29
1.206,95
5
Kampar
210,48
283,08
170,80
1,30
40,58
0,00
675,13
1.381,37
6
Tapung
12,64
7,89
56,80
4,08
20,00
30,00
166,37
297,78
7
Tambang
520,00
9,15
40,00
875,00
255,00
45,75
148,84
1.893,74
8
Bangkinang Barat
96,80
162,45
142,00
0,29
8,08
0,00
1.626,59
2.036,21
9
Kampar Kiri Hulu
76,24
1,52
144,80
0,35
18,82
0,00
116,78
358,51
10
Kampar Kiri Hilir
24,00
10,24
63,68
0,69
66,25
125,20
178,31
468,37
11
Tapung Hulu
40,00
595,00
32,00
2,40
400,00
1.664,00
255,59
2.988,99
12
Tapung Hilir
11,60
0,00
54,16
0,35
1,27
140,85
146,90
355,13
13
Bangkinang
2,16
3,50
70,72
0,01
3,92
244,00
17,21
341,52
14
Salo
4,16
0,00
0,00
0,00
3,67
46,20
2,11
56,14
15
Rumbio Jaya
91,04
0,00
52,00
0,03
16,67
45,00
191,55
396,29
16
Kampar Utara
73,44
3,61
52,08
2,02
79,22
0,00
308,37
518,74
17
Kampar Timur
680,00
0,00
50,48
0,60
0,00
0,00
215,61
946,69
28,40
0,00
21,12
0,00
31,25
356,50
14,38
451,65
18
Kampar Kiri Tengah
19
Gunung Sahilan
8,00
0,00
31,76
0,15
3,33
112,00
65,76
221,00
20
Perhentian Raja
6,40
0,00
28,00
0,45
4,33
63,40
52,26
154,84
2.403,44
1.116,57
2.110,72
890,85
1.312,45
3.482,90
4.977,61
16.294,54
Kabupaten Kampar
Sumber: Dinas Pertaian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kampar (data diolah)
Dari Tabel 16 di atas terlihat bahwa jumlah produksi buah-buahan yang terbesar di Kabupaten Kampar pada tahun 2008 adalah semangka yaitu sebesar 3.482 ton (21,37%), Durian 2.403 ton (14,75%), Nangka 2.110 ton (12,95%), Rambutan 1.312 ton (8,05%), Jeruk Siem 1.116 ton (6,85 %) dan nenas 890 ton (5,46 %). Daerah penghasil buah-buahan tersebar pada 20 kecamatan di Kabupaten Kampar. Hasil analisis LQ berdasarkan produksi masing-masing komoditas buah-buahan dapat dilihat pada Tabel 17.
89
Tabel 17. Hasil Analisis LQ Berdasarkan Produksi Komoditas Buahbuahan di Kabupaten Kampar Tahun 2008 No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kampar Kiri XII Koto Kampar Bangkinang Seberang Siak Hulu Kampar Tapung Tambang Bangkinang Barat Kampar Kiri Hulu Kampar Kiri Hilir Tapung Hulu Tapung Hilir Bangkinang Salo Rumbio Jaya Kampar Utara Kampar Timur Kampar Kiri Tengah Gunung Sahilan Perhentian Raja
Durian
Jeruk Siam
Nangka
Nenas
Rambutan
Semangka
2,39 1,04 1,29 0,56 1,03 0,29 1,86 0,32 1,44 0,35 0,09 0,22 0,04 0,50 1,56 0,96 4,87 0,43 0,25 0,28
0,97 0,15 0,09 0,04 2,99 0,37 0,07 1,16 0,06 0,32 2,91 0 0,15 0,00 0,00 0,10 0,00 0,00 0,00 0,00
1,42 1,96 1,91 3,58 0,95 1,47 0,16 0,54 3,12 1,05 0,08 1,18 1,60 0,00 1,01 0,78 0,41 0,36 1,11 1,40
0,00 0,01 0,04 0,01 0,02 0,25 8,45 0,00 0,02 0,03 0,01 0,02 0,00 0,00 0,07 0,07 0,01 0,00 0,01 0,05
1,28 2,47 1,14 0,08 0,36 0,83 1,67 0,05 0,65 1,76 0,04 0,04 0,14 0,81 0,52 1,90 0,00 0,01 0,86 0,35
0,00 0,91 0,00 1,34 0 0,47 0,11 0,00 0,00 1,25 2,60 1,86 3,34 3,85 0,53 0,00 0,00 3,69 2,37 1,92
Buah lainnya 0,96 0,62 1,51 0,51 1,60 1,83 2,62 2,62 1,07 1,25 0,28 1,35 0,16 0,12 1,58 1,95 0,75 0,10 0,97 0,96
Dari hasil analisis LQ berdasarkan produksi buah-buahan seperti pada Tabel 17, terlihat bahwa komoditas buah-buahan seperti durian, semangka, rambutan dan nenas merupakan sektor basis dalam perekonomian masyarakat pada beberapa kecamatan di Kabupaten Kampar. Durian menjadi sektor basis dalam perekonomian masyarakat di Kecamatan Kampar Kiri, XIII Koto Kampar, Bangkinang Seberang, Kampar, Kampar Kiri Hilir, Rumbio Jaya, dan Kampar Timur. Jeruk Siam menjadi sektor basis di Kecamatan Kampar, Bangkinang Barat dan Tapung Hulu. Nangka menjadi sektor basis di Kecamatan Kampar Kiri, XIII Koto Kampar, Bangkinang Seberang, Siak Hulu, Tapung, Bangkinang Barat, Kampar Kiri Hulu, Tapung Hilir, Bangkinang, Rumbio Jaya, Gunung Sahilan dan Perhentian Raja. Nenas memiliki keunggulan dan menjadi sektor basis di Kecamatan Tambang. Rambutan menjadi sektor basis dalam perekonomian masyarakat di Kecamatan Kampar Kiri, XIII Koto Kampar, Bangkinang
90 Seberang, Kampar Kiri Hilir dan Kampar Utara. Sedangkan semangka menjadi sektor basis di Kecamatan Siak Hulu, Kampar Kiri Hilir, Tapung Hulu, Tapung Hilir, Bangkinang, Salo, Kampar Kiri Tengah, Gunung Sahilan dan Perhentian Raja. Dalam kajian ini, komoditas nenas dipilih sebagai komoditas yang penting dikembangkan dalam program pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis hortikultura di Kabupaten Kampar. Pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa nenas ditanam pada lokasi yang lebih terkonsentrasi pada satu kecamatan di Kecamatan Tambang, yaitu kecamatan yang dipersiapkan sebagai wilayah Agropolitan di Kabupaten Kampar. Komoditas nenas merupakan sektor basis dalam perekonomian masyarakat setempat. Areal penanaman nenas dekat dengan jalan negara yang menghubungkan Pekanbaru-Bangkinang, sehingga sangat memudahkan dalam kelancaran transportasi untuk pemasaran produksi yang dihasilkan petani. Berbeda dengan komoditas durian dan rambutan yang berbuah secara musiman, perkebunan nenas berproduksi sepanjang tahun sehingga diharapkan dapat memasok buah dalam jumlah yang cukup besar untuk kebutuhan bahan baku industri perdesaan berbasis hortikultura di Kabupaten Kampar. Selama ini masyarakat/petani hanya menjual hasil panen dalam bentuk buah segar kepada pedagang yang datang ke lokasi perkebunan nenas, sehingga petani tidak memperoleh nilai tambah dari produk yang dihasilkannya. Pembinaan dan bimbingan teknis kepada masyarakat di daerah ini dalam pengolahan buah nenas menjadi berbagai produk olahan telah dilakukan oleh berbagai instansi terkait antara lain oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, namun kegiatan industri perdesaan berbasis nenas belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan banyaknya kendala yang dihadapi petani dalam pelaksanaan pengembangan usaha industri perdesaan. Mengingat besarnya potensi produksi nenas yang dihasilkan petani di daerah ini, sebenarnya berbagai macam produk dapat dihasilkan oleh industri rumah tangga (IRT) dan industri kecil (IK) di kecamatan ini dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk hasil pertanian untuk memperbaiki kesejahteraan petani. Produk-produk yang dapat dihasilkan oleh industri perdesaan berbasis komoditas nenas dapat dilihat pada pohon
91 industri nenas, seperti buah dalam kaleng, acar, manisan, sirup, selai, dan makanan ternak seperti disajikan pada Lampiran 10 dan 15. Bina UKM (2000) mengemukakan bahwa dari berbagai jenis produk olahan berbasis hortikultura yang sudah diekspor sekarang ini, nenas olahan tergolong produk ekspor yang masih dapat ditingkatkan produk dan usahanya, karena berbagai alasan, yaitu: 1) Permintaan produk nenas di luar negeri cukup besar, sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan per kapita. 2) Beberapa pemasok utama industri pesaing di luar negeri, seperti Taiwan dan Hawaii, mengalami kekurangan pasokan bahan baku karena semakin sulitnya mendapatkan lahan yang sesuai untuk pengembangan nenas. 3) Iklim untuk pengembangan budidaya dan industri pengolahan nenas di Indonesia sangat sesuai dan sumber bahan baku yang melimpah belum ditangani dengan baik. 4) Potensi lahan untuk budidaya nenas cukup tersedia di luar Jawa seperti pulau Sumatera (Lampung, Sumatera Utara dan Riau), Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. 5) Dalam rangka otonomi daerah, dua diantara propinsi potensial di atas sudah bertekat untuk menjadi provinsi utama sentra agribisnis Indonesia berorientasi ekspor, sehingga pengembangan agroindustri nenas sangat memungkinkan.
Dari hasil analisis LQ tersebut dapat disimpulkan bahwa komoditas yang penting untuk dikembangkan dalam rangka pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar adalah seperti pada Tabel 18.
92
Tabel 18. Komoditas yang Terpilih Untuk Program Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar No. 1.
Komoditas
Kecamatan
Tanaman Pangan * Padi - Padi Sawah
Kampar, KamparTimur, Bangkinang Barat, Salo, Bangkinang Seberang
* Palawija
2.
-
Jagung
XIII Koto Kampar, Tapung Hulu,Tapung Hilir
-
Ubikayu
SiakHulu, Tapung, Tapung Hulu
Hortikultura * Buah-buahan -
5.2.
Nenas
Tambang
Faktor– faktor Penentu Pengembangan Komoditas Unggulan: Analisis AHP
5.2.1. Komoditas Padi Sawah Dalam penelitian ini, dikaji 4 aspek yang mempengaruhi pengembangan produksi padi di Kabupaten Kampar, yaitu: teknologi, lahan, sumberdaya manusia (SDM ) dan kelembagaan. Dari data yang dianalisis dengan metoda Analytical hierarchy Process (AHP) diperoleh hasil bahwa aspek yang sangat berpengaruh dalam pengembangan tanaman padi di Kabupaten Kampar berturutturut adalah 1) lahan (0,40); 2) SDM (0,30); 3) teknologi (0,20); dan 4) Kelembagaan (0,10), seperti dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Gambar 5.
93
Gambar 5. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Pengembangan Komoditas Padi di Kabupaten Kampar 1)
Aspek Teknologi Dalam aspek teknologi, responden berpendapat bahwa faktor yang
dominan mempengaruhi produksi padi di daerah ini adalah penggunaan pupuk (0,067) diikuti oleh penggunaan benih (0,053), pengendalian hama dan penyakit tanaman (0,04), penanganan panen (0,027), dan pengaturan tata air (0,013). Penggunaan benih padi yang dipandang dapat meningkatkan produksi padi adalah benih padi varietas hibrida (0,027) dan varietas unggul nasional (0,018) dibandingkan penggunaan benih padi lokal (0,009). Rata-rata responden berpendapat bahwa penggunaan pupuk yang berpengaruh dalam pengembangan tanaman padi adalah pupuk organik (0,044) dibandingkan dengan pupuk buatan atau pupuk anorganik (0,022). Dalam pengendalian hama/penyakit tanaman, upaya pengendalian hama/penyakit terpadu (integrated pest control) (0,027) pada tanaman padi dipandang lebih penting dibandingkan dengan pengendalian hama/penyakit secara tradisional/konvensional (0,013). Penanganan panen dan pasca panen secara tradisional (0,018) diniliai responden lebih menguntungkan dibandingkan dengan secara mekanis (0,009). Pengelolaan tata air secara teknis (0,009) pada areal persawahan sangat berpengaruh terhadap produksi padi dan
94 pengembangan komoditas padi sawah dibandingkan dengan pengelolaan tata air secara non teknis (0,004).
2)
Aspek Lahan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada aspek lahan, faktor
kesesuaian lahan (kesuburan, pH tanah, dan tipelogi lahan) dengan nilai rata-rata (0,2) jauh lebih penting dalam pengembangan komoditas padi sawah dibandingkan luas lahan garapan (0,133) dan status kepemilikan lahan (0,067). Faktor kesuburan lahan (0,133) dinilai responden
lebih penting
pengaruhnya terhadap pengembangan komoditas padi sawah di Kabupaten Kampar dibandingkan dengan tipologi lahan (0,067). Hal ini berkaitan dengan jenis tanah di Kabupaten Kampar yang sebagian besar keasaman tanah tinggi (pH rendah) dan tergolong jenis tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) yang umumnya miskin unsur hara (seperti nitrogen, phosphor, dan kalium), yang sangat dibutuhkan tanaman padi. Berkaitan dengan luas garapan sawah, responden menilai bahwa lahan sawah yang digarap lebih luas yaitu > 2 hektar (0,053) dan 1-2 hektar (0,04) lebih besar pengaruhnya pengembangan komoditas padi sawah dibandingkan dengan luas garapan yang lebih sempit yaitu 0,5-1 hektar (0,027) dan 0,5 hektar (0,013). Pada umumnya luas lahan sawah diusahakan petani (yang sebagian besar adalah petani wanita) di Kabupaten Kampar relatif sempit (> 0,5 ha dan 0,5-1 hektar) dengan petakan sawah yang kecil-kecil. Dalam hal status kepemilikan lahan sawah, responden menilai bahwa usaha tani padi sawah pada lahan milik sendiri (0,033) akan lebih besar pengaruhnya dalam pengembangan padi sawah dibandingkan dengan menggarap lahan dengan cara menyewa
(0,022) atau
dengan sistem bagi hasil (0,011). Hal ini dapat dipahami bahwa petani yang menggarap lahan yang disewa atau dengan sistem bagi hasil, tidak menggarap lahan sawah secara intensif mengingat biaya sarana produksi (benih, pupuk dan obat-obatan/pestisida) harus ditanggung sendiri.
95
3)
Aspek Sumberdaya Manusia Dalam aspek sumberdaya manusia, kualitas SDM petani sangat besar
pengaruhnya dalam pengembangan komoditas padi sawah di Kabupaten Kampar. Usaha tani padi sawah di daerah ini pada umumnya dilakukan oleh kaum perempuan yang sebagian besar berpendidikan rendah atau tidak tamat SD. Sesuai dengan budaya setempat yang menganut sistem matrialchaat yaitu lahan sawah secara turun temurun diwariskan kepada garis keturunan perempuan. Oleh karena itu pengolahan lahan sawah dikerjakan oleh kaum perempuan secara berkelompok dengan sistem gotong royong yang dikenal dengan nama batobo. Rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya kemampuan tenaga kaum perempuan dalam pengolahan lahan menyebabkan usahatani padi sawah di daerah ini belum dilaksanakan secara intensif dan masih banyak lahan sawah yang ditanami satu kali dalam setahun atau dengan indeks pertanaman (IP)-100. Dalam penelitian ini, responden berpendapat bahwa peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pendidikan formal (0,2) dan Pendidikan non formal (0,1) Dalam upaya pengembangan komoditas padi, diperlukan SDM dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Petani dengan tingkat pendidikan SLTA atau Perguruan Tinggi akan lebih mudah menerapkan inovasi teknologi maju dalam usaha tani padi dibandingkan dengan petani yang berpendidikan lebih rendah (SD atau SMP). Petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
memiliki
kemampuan teknis dan manajerial untuk menjadikan kegiatan usaha tani menjadi kegiatan agribisnis. Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam usaha tani padi dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan,
pelatihan,
magang dan kursus. Menurut responden kegiatan penyuluhan tersebut adalah pelatihan (0,08); magang (0,06); kursus (0,04) dan penyuluhan (0,02).
4)
Aspek Kelembagaan Kelembagaan Kelompok tani (0,017) dinilai lebih besar perannya dalam
pengolahan hasil panen padi dibandingkan dengan kelembagaan lainnya yang ada di perdesaan, seperti Koperasi (0,011) dan perusahaan mitra (0,006). Dalam pemasaran hasil panen padi, peran pedagang pengumpul (0,044) yang secara langsung mendatangi lokasi persawahan dan desa dipandang lebih penting
96 dibandingkan dengan tauke (0,022) yang ada di kota/kecamatan. Hal ini berkaitan dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menjual hasil panen ke tempat tauke yang berada di luar desanya.
5.2.2. Komoditas Jagung Untuk mengetahui faktor-faktor penentu dalam pengembangan komoditas jagung di Kabupaten Kampar, maka pada penelitian ini, dikaji 4 (empat) aspek yang mempengaruhi pengembangan produksi jagung di Kabupaten Kampar, yaitu teknologi, lahan, sumberdaya manusia (SDM) dan kelembagaan. Dari data yang dianalisa dengan metode analytical hierarchy process (AHP) diperoleh hasil bahwa aspek yang sangat berpengaruh dalam pengembangan tanaman jagung di Kabupaten Kampar berturut-turut adalah 1) lahan (0,40);
2) SDM (0,30);
3)teknologi (0,20); dan 4) kelembagaan (0,10), seperti disajikan pada Lampiran 4 dan Gambar 6.
Gambar 6. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Pengembangan Komoditas Jagung di Kabupaten Kampar
97
1) Aspek Teknologi Dalam aspek teknologi, hasil kajian ini menunjukkan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi produksi jagung di daerah ini adalah penggunaan benih (0,08) diikuti oleh penggunaan pupuk (0,06), pengendalian hama dan penyakit tanaman (0,04) dan penanganan panen (0,02). Benih yang dipandang dapat meningkatkan produksi jagung adalah benih jagung varietas hibrida (0,04) dan varietas unggul nasional (0,027) dibandingkan penggunaan benih jagung lokal (0,013). Rata-rata responden berpendapat bahwa penggunaan pupuk yang berpengaruh dalam pengembangan tanaman jagung adalah pupuk buatan atau pupuk anorganik (0,04) dibandingkan pupuk organik (0,02), terutama dikaitkan dengan kesulitan dalam pengadaan pupuk organik dalam jumlah yang besar. Pengendalian hama/penyakit terpadu (0,027) dinilai lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengendalian yang dilakukan secara konvensional (0,013). Sedangkan penanganan pasca panen secara mekanik (0,013) dinilai lebih baik dibandingkan dengan cara tradisional (0,007).
2) Aspek Lahan Hasil kajian ini juga menunjukkan bahwa pada aspek lahan, faktor kesesuaian lahan (kesuburan, pH tanah dan tipologi lahan) dalam pengembangan jagung dengan nilai rata-rata (0,2) jauh lebih penting dibandingkan luas lahan garapan petani (0,133) dan status kepemilikan lahan (0,067). Faktor kesuburan lahan (0,133) dinilai lebih penting dibandingkan dengan tipologi lahan (0,067). Pengolahan lahan dengan luas garapan 1-2 hektar (0,04), 1-2 hektar atau > 2 hektar dinilai lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan lahan yang digarap dengan luas yang lebih sempit
yaitu < 0,5 hektar (0,013). Sedangkan lahan
dengan status milik petani (0,033) dinilai lebih besar pengaruhnya dalam pengembangan komoditas jagung dibandingkan dengan lahan yang di sewa (0,022) maupun dengan sistem bagi hasil (0,011). Hal ini berkaitan dengan besarnya penghasilan yang dapat diperoleh petani. Petani yang menggarap lahan milik sendiri dapat melaksanakan kegiatan usahatani secara lebih intensif, dibandingkan dengan petani yang bertani dengan sistem sewa tanah atau sistem bagi hasil, karena biasanya pemilik lahan hanya mau menerima pembagian hasil
98 bersih dari setiap musim panen, dan tidak mau mengeluarkan biaya untuk kegiatan usaha tani, seperti untuk pembelian sarana produksi dan alat-alat pertanian serta biaya untuk pengolahan dan pemasaran hasil panen.
3) Aspek Sumberdaya Manusia Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam aspek sumberdaya manusia, pendidikan formal (0,2) dinilai lebih besar pengaruhnya dalam pengembangan tanaman padi di Kabupaten Kampar dibandingkan pendidikan informal (0,1). Dalam upaya pengembangan jagung menjadi kegiatan agribisnis yang lebih menguntungkan, diperlukan SDM dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, baik teknis maupun manajerial. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa SDM dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi seperti perguruan tinggi (0,08) dan SLTA (0,06) lebih besar pengaruhnya dalam pengembangan komoditas jagung dibandingkan SDM dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, yaitu SLTP (0,04) dan SD (0,02). Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk menyerap inovasi baru, seperti kemampuan dalam penguasaan teknologi baru di bidang budidaya, pengolahan hasil pertanian, kemampuan untuk akses ke sumber-sumber informasi pertanian, lembaga keuangan (perbankan) dan pemasaran hasil panen. Mengingat petani yang berusaha tani jagung di Kabupaten Kampar, pada umumnya berpendidikan rendah (tamat SD atau tidak tamat SD) perlu dilakukan bimbingan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani / kelompok tani. Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam usaha tani padi dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan, magang dan studi banding. Berdasarkan hasil kajian ini ternyata kegiatan magang (0,04) dan pelatihan (0,03) dinilai lebih penting dan besar pengaruhnya dalam pengembangan komoditaas jagung di Kabupaten Kampar dibandingkan kegiatan penyuluhan (0,02) yang dilakukan tenaga penyuluh dan kursus (“Coaching”) singkat (0,01).
4) Aspek Kelembagaan Dalam kajian ini responden menilai bahwa faktor kelembagaan informal (0,067) yang ada di perdesaan lebih besar perannya dalam membantu pemasaran
99 hasil panen jagung dibandingkan dengan kelembagaan formal (0,033). Peran pedagang tauke (0,044) dalam pemasaran jagung dinilai jauh lebih penting dibandingkan peran pengumpul (0,022).
5.2.3. Komoditas Ubikayu Dari data yang dianalisis dengan metoda Analysis Hierarchy Process (AHP) diperoleh hasil bahwa aspek yang sangat
berpengaruh dalam
pengembangan tanaman ubikayu di Kabupaten Kampar berturut-turut adalah: 1) lahan (0,40), 2) SDM (0,30), 3) teknologi (0,20), dan 4) kelembagaan (0,10),
Gambar 7. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Pengembangan Komoditas Ubikayu di Kabupaten Kampar 1) Aspek Teknologi Dalam aspek teknologi, responden berpendapat bahwa faktor yang dominan mempengaruhi produksi ubikayu di daerah ini adalah penggunaan pupuk (0,08) diikuti oleh penggunaan benih (0,06), pengendalian hama dan penyakit
Kelemb. Informal 0,033 Pengumpul : 0,022
Touke : 0,011
Kelompok Tani : 0,022
Koperasi : 0,011
Perusahaan : 0,033
PENYULUHAN : 0,02
Kelemb. Formal 0,067
PEND. NONFOR : 0,1 MAGANG : 0,04
PELATIHAN : 0,03
KURSUS : 0,01
PERG TINGGI : 0,06
PEND. FORMAL : 0,2 SLTA : 0,08
SLTP : 0,04
SD : 0,02
Bagi Hasil : 0,022
KEPEMILIKAN 0,067 Sewa : 0,011
Milik : 0,033
LUAS > 2Ha : 0,053
LUAS 1 Ha : 0,04
LUAS 1000m : 0,027
LUAS < 5000M : 0,013
LUAS 0,133
KESESUAIAN 0,2 KESUBURAN : 0,133
TIPOLOGI : 0,067
PASCAPANEN 0,020 TRADISIONAL : 0,007
MEKANISM : 0,013
PHP 0,04 KONVENSIONAL : 0,013
PHT : 0,027
AN ORGANIK : 0,053
UNGGUL NAS : 0,010
ORGANIK : 0,027
HIBRIDA : 0,030
LOKAL : 0,02
BIBIT 0,060
PUPUK 0,080
seperti terlihat pada Lampiran 5 dan Gambar 7.
100 tanaman (0,04) dan penanganan panen (0,02). Benih/bibit ubikayu yang dipandang dapat meningkatkan produksi adalah benih ubikayu varietas lokal (0,02) dibandingkan penggunaan benih/bibit ubikayu varietas unggul nasional (0,01). Rata-rata responden berpendapat bahwa penggunaan pupuk yang berpengaruh dalam pengembangan tanaman ubikayu adalah pupuk buatan atau pupuk kimia (0,053) dibandingkan pupuk organik (0,027), terutama dikaitkan dengan kesulitan dalam pengadaan pupuk organik dalam jumlah yang besar. Dalam upaya pengamanan tanaman ubikayu dari gangguan hama/penyakit, Pemberantasan Hama/penyakit Terpadu (PHT) (0,027) lebih penting dilakukan dibandingkan pengendalian secara konvensional (0,013). Penanganan pasca panen ubikayu menurut responden lebih baik dilakukan secara mekanis (0,013) dibandingkan cara tradisional (0,007).
2) Aspek Lahan Pada aspek lahan, faktor kesesuaian lahan (0,2) dan luas lahan (0,133), jauh lebih penting dibandingkan status kepemilikan lahan (0,067).
3) Aspek Sumberdaya Manusia Dalam aspek peningkatan kualitas SDM, pendidikan formal (0,2) lebih penting dalam pengembangan tanaman padi di Kabupaten Kampar dibandingkan pendidikan informal (0,1). Dalam upaya pengembangan tanaman ubikayu, diperlukan SDM dengan tingkat pendidikan SLTA (0,08) dinilai lebih penting dibanding SDM dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi (0,06), SLTP (0,04) dan SD (0,02). Dalam kajian ini responden menilai bahwa kegiatan yang penting dilakukan dalam pengembangan tanaman ubikayu adalah magang (0,04); pelatihan (0,03) dan penyuluhan (0,02). Kegiatan ini lebih penting dilaksanakan dibandingkan kegiatan kursus yang singkat (0,01).
4) Aspek Kelembagaan Dalam aspek kelembagaan, responden menilai bahwa kelembagaan formal (0,067) seperti Perusahaan Mitra dan koperasi lebih penting perannya mendukung
pemasaran
produksi
yang
dihasilkan
petani
dibandingkan
101 kelembagaan informal (0,033) seperti kelompok tani. Di samping itu peran pedagang pengumpul (0,022) dipandang lebih penting dalam pemasaran hasil produksi petani dibandingkan dengan touke (0,011).
5.2.4. Komoditas Nenas Dalam penelitian ini, juga dikaji 4 aspek yang mempengaruhi pengembangan produksi nenas di Kabupaten Kampar yaitu: teknologi, lahan, sumberdaya manusia (SDM ) dan kelembagaan. Dari data yang dianalisa dengan metode Analysis Hierarchy Process (AHP) diperoleh hasil
bahwa aspek yang sangat berpengaruh dalam
pengembangan tanaman nenas di Kabupaten Kampar berturut-turut adalah: 1)lahan (0,40), 2) SDM (0,30), 3) teknologi (0,20) dan 4) kelembagaan (0,10), seperti terlihat pada Lampiran 6 dan Gambar 8.
Gambar 8. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Pengembangan Komoditas Nenas di Kabupaten Kampar
102
1) Aspek Teknologi Dalam aspek teknologi, responden berpendapat bahwa faktor yang dominan mempengaruhi produksi nenas di daerah ini adalah penggunaan pupuk (0,067), diikuti oleh penggunaan benih/bibit (0,053), pengendalian hama dan penyakit tanaman (0,04), penanganan panen (0,027) dan pengaturan tata air/drainase (0,013). Benih/bibit nenas yang dipandang dapat meningkatkan produksi
adalah benih varietas unggul nasional/hibrida (0,036) dibandingkan
penggunaan benih nenas lokal (0,018). Rata-rata responden berpendapat bahwa penggunaan pupuk yang berpengaruh dalam pengembangan tanaman nenas adalah pupuk buatan atau pupuk anorganik (0,044) dibandingkan pupuk organik (0,022), terutama dikaitkan kesulitan dalam pengadaan pupuk organik dalam jumlah yang besar. Dalam upaya pengamanan tanaman nenas dari gangguan hama/ penyakit, Pemberantasan hama/penyakit secara mekanis (0,027) lebih penting dilakukan dibandingkan pengendalian secara konvensional (0,013). Penanganan pasca panen nenas, menurut responden lebih baik dilakukan dengan cara di packing (0,018) dibandingkan dengan cara tanpa di packing (0,009).
2) Aspek Lahan Pada aspek lahan, faktor kesesuaian lahan (0,2), luas tanah (0,133), dan diikuti oleh status kepemilikan lahan (0,067). Dalam hal kesesuaian lahan, yang lebih penting adalah kesuburan lahan (0,133) dibandingkan dengan tipologi lahan (0,067). Luas lahan untuk pengembangan tanaman nenas ini yang lebih baik adalah > 2 ha (0,053) dan 1-2 ha (0,04) dibandingkan dengan lahan dengan luas 0,5–1 ha (0,027) dan yang kurang dari 0,5 ha (0,013). Lahan milik sendiri (0,033) dinilai lebih baik dipakai untuk penanaman nenas dibandingkan dengan sistem sewa (0,022) dan sistem bagi hasil (0,011).
103
3) Aspek Sumberdaya Manusia Hasil kajian ini menunjukkan bahwa SDM yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam usaha tani komoditas nenas yang diperoleh melalui pendidikan formal (0,2) menurut penilaian responden lebih penting dalam pengembangan tanaman nenas di Kabupaten Kampar dibandingkan SDM yang hanya mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan informal (0,1). Dalam upaya pengembangan tanaman nenas, diperlukan SDM dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (0,08) dan SLTA (0,06) dinilai lebih penting dibanding SDM dengan tingkat pendidikan SLTP (0,04) dan SD (0,02). Dalam kajian ini responden menilai bahwa kegiatan yang penting dilakukan untuk pengembangan tanaman nenas adalah magang (0,04) dan pelatihan (0,03). Kegiatan ini lebih penting dilaksanakan dibandingkan kegiatan kursus yang singkat (0,02) dan penyuluhan (0,01) yang dilakukan oleh tenaga penyuluh.
4) Aspek Kelembagaan Dalam aspek kelembagaan, responden menilai bahwa kelembagaan informal (0,067) seperti lebih penting perannya mendukung pemasaran produksi yang dihasilkan petani dibandingkan kelembagaan formal (0,033), di samping itu peran pedagang pengumpul (0,044) dipandang lebih penting dalam pemasaran hasil panen petani dibandingkan dengan tauke (0,022).
5.3.
Perumusan Strategi dan Program
5.3.1. Strategi Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Untuk menyusun strategi pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor strategis internal (internal strategy factor) meliputi faktor kekuatan (strength) dan faktor kelemahan (weakness) serta faktor-faktor strategi eksternal (external strategy factor) yang meliputi factor peluang (opportunity) dan faktor ancaman (threat), melalui pendekatan yang lazim dikenal sebagai analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threat).
104 Dari penilaian responden terhadap 18 faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar, setelah dilakukan analisa SWOT diketahui beberapa faktor strategis
internal yang berpengaruh dalam
pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura seperti pada Tabel 19.
Tabel 19. Faktor-faktor Strategi Internal yang Berpengaruh Dalam Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar Faktor-faktor Strategis Internal
Bobot
Urgensi
Bobot Urgensi
0,04 0,04 0,08
3,55 3,36
0,14 0,13 0,27
Sumberdaya Lahan Lembaga Pendukung Pemasasran Hasil Permodalan Infrastruktur Penguasaan teknologi Koordinasi
0,13 0,14 0,13 0,13 0,13 0,13 0,13
2,64 2,64 3,36 3,27 2,73 3,36 2,45
0,35 0,36 0,44 0,42 0,36 0,44 0,32
Jumlah (W) Jumlah (S+W)
0,92 1,00
A. Kekuatan (Strength)-S: 1. Sumberdaya Manusia 2. Teknologi Tepat Guna yang tersedia Jumlah (S) B. Kelemahan (Weakness)- W
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Faktor-faktor
internal
yang
berpengaruh
2,69 2,96 terhadap
pengembangan
industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura tersebut adalah:
A. Kekuatan (Strength) Dari jawaban responden dapat diidentifikasikan faktor-faktor kekuatan internal yang bersifat strategis, yaitu:
105 1) Sumberdaya manusia (SDM) masyarakat/petani cukup banyak jumlahnya di perdesaan yang dapat dibina untuk menghasilkan berbagai komoditas pertanian dan menumbuh kembangkan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura. 2) Teknologi tepat guna yang dihasilkan oleh berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi cukup banyak dan tersedia untuk dikembangkan di Kabupaten Kampar.
B. Kelemahan (Weakness) Faktor kelemahan internal yang bersifat strategis yang diidentifikasikan dari jawaban responden adalah sebagai berikut: 1) Sumberdaya lahan yang masih tersedia cukup luas yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. 2) Lembaga pendukung, seperti lembaga permodalan (perbankan dan lembaga perkreditan desa) terbatas jumlahnya sehingga belum dapat memberikan pelayanan dengan baik kepada masyarakat/petani yang membutuhkan bantuan kredit untuk pengembangan berbagai usaha di perdesaan. 3) Pemasaran hasil berbagai komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang dihasilkan petani dan produk industri pengolahannya yang belum terjamin. 4) Permodalan yang dimiliki masyarakat/petani untuk pengembangan usaha tani maupun kegiatan industri pengolahan hasil pertanian di perdesaan sangat terbatas, dan akses masyarakat/petani kepada sumber permodalan (lembaga keuangan) juga terbatas. 5) Infrastruktur seperti jalan dan jembatan, listrik, telekomunikasi, air bersih masih terbatas, sehingga seringkali merupan faktor penghambat dalam pengembangan berbagai kegiatan ekonomi di perdesaan. 6) Penguasaan teknologi di kalangan masyarakat/petani di perdesaan sangat terbatas, baik dalam pelaksanaan kegiatan usaha tani maupun industri pengolahan hasil pertanian.
106 7) Koordinasi berbagai instansi pemerintah dan stakeholder lainnya dalam pembinaan masyarakat/petani di perdesaan masih kurang dan belum berjalan seperti yang diharapkan. Pembinaan belum dilakukan secara terpadu.
Di samping faktor strategis internal, dari kajian ini diketahui pula faktorfaktor strategis eksternal seperti pada Tabel 20.
Tabel 20. Faktor-faktor Strategis Eksternal yang Berpengaruh Dalam Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar Faktor-faktor Strategis Eksternal
Bobot
Urgensi
Bobot Urgensi
0,08 0,07
3,09 3,00
0,25 0,21
0,07
3,18
0,21
0,07 0,07
2,55 3,09
0,18 0,24
0,07 0,07
2,18 2,64
0,16 0,18
A. Peluang (Opportunity)-O: 1. Pangsa Pasar yang masih terbuka. 2. Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat 3. Potensi industri berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura 4. Segmentasi konsumen beragam 5. Kebijakan Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten) 6. Ekonomi global (persaingan pasar) 7. Keamanan
Jumlah (O)
0,50
1,43
B. Ancaman (Threat)-T 1. Bencana Alam 2. Krisis ekonomi
0,25 0,25
2,64 2,45
0,66 0,16
Jumlah (T)
0,50
0,,82
Jumlah(O+T)
1,00
2,25
A. Peluang (Opportunities)
107 Beberapa faktor peluang eksternal yang bersifat strategis dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1) Pangsa pasar berbagai produk pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta produk industri pengolahan hasil pertanian masih terbuka, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 2) Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, berdampak kepada meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat terhadap berbagai produk pertanian dan produk industri pengolahan hasil pertanian. 3) Potensi industri berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura cukup besar di perdesaan, terutama di daerah sentra produksi, yang setiap musim tanam menghasilkan berbagai komoditas untuk keperluan bahan baku bagi industri pangan maupun industri hilir lainnya di perdesaan. 4) Segmentasi konsumen beragam merupakan peluang untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian dan diversifikasi produk yang dihasilkan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura. 5) Kebijakan pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten) untuk membina dan mengembangkan kegiatan pertanian dan industri kecil di daerah perdesaan merupakan peluang untuk pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultra. 6) Ekonomi global yang berangsur pulih kembali akan membuka peluang pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura. 7) Keamanan di dalam negeri yang dari tahun ke tahun terus meningkat dapat menciptakan iklim yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura.
B. Ancaman (Threats) Faktor-faktor
ancaman
eksternal
yang
bersifat
strategi
dapat
diidentifikasikan sebagai berikut: 1) Bencana alam yang dapat terjadi akibat anomali iklim seperti kekeringan akibat kemarau panjang dan banjir akibat curah hujan yang di atas normal
108 akan mengancam keberhasilan panen berbagai komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta dapat menghambat penyediaan bahan baku yang di perlukan industri di perdesaan. 2) Krisis ekonomi yang melanda dunia dapat berdampak terjadinya krisis ekonomi di dalam negeri. Hal ini akan menghambat perkembangan ekonomi di perdesaan.
Dari hasil analisis SWOT tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor kekuatan (strength) yang mempengaruhi pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar lebih sedikit
dibandingkan
faktor
kelemahan
(weakness).
Namun
peluang
(opportunities) yang dimiliki lebih banyak dibandingkan dengan ancaman (threat). Dengan demikian, pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar berada pada kuadran II dengan prioritas utama strategi yang ditempuh adalah memanfaatkan secara optimal peluang yang ada dan berupaya mengatasi kelemahan yang dimiliki. Secara lebih rinci strategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar dapat dilihat pada Tabel 21.
109
Tabel 21. Matriks SWOT dan Strategi Pengembangan Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Kampar
Kekuatan (Strength) – S 1. SDM di perdesaan cukup 2. Teknologi Tepat Guna cukup tersedia
Kelemahan (Weakness) - W 1. Pemasaran hasil kurang terjamin 2. Penguasaan teknologi kurang 3. Permodalan kurang 4. Infrastruktur yang kurang memadai
STRATEGI: S – O
STRATEGI: W – O
1. Meningkatkan kualitas SDM dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) yang meningkat 2. Meningkatkan penerapan Teknologi Tepat Guna dan memanfaatkan pertumbuhan ekonom yang terus meningkat
1. Meningkatkan pemasaran hasil dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) yang meningkat 2. Meningkatkan penguasaan teknologi tepat guna dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) yang meningkat 3. Meningkatkan permodalan petani dan pelaku bisnis industri perdesaan dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) yang meningkat 4. Meningkatkan infrastruktur dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) yang meningkat.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Peluang (Opportunity) – O 1. Pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) terus meningkat 2. .Potensi industri berbasis tanaman pangan dan hortikultura
Ancaman (Threat) - T 1. Bencana alam 2. Krisis ekonomi
STRATEGI: S – T 1. Mengembangkan kreativitas SDM Pertanian dan industri perdesaan untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi 2. Mengembangkan teknologi tepat guna menghadapi ancaman krisis ekonomi
STRATEGI: W – T 1. Meningkatkan kegiatan pemasaran hasil pertanian dan industri perdesaan di tengah krisis ekonomi yang melanda petani 2. Mengembangkan inovasi teknologi tepat guna dengan biaya murah untuk mengatasi krisis ekonomi 3. Mengembangkan program bantuan permodalan di bidang pertanian dan industri di tengah krisis ekonomi yang melanda petani 4. Meningkatkan infrastruktur di perdesaan untuk mengatasi krisis ekonomi
110 Rumusan strategi dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar sesuai dengan hasil interaksi SO–WO–ST-WT adalah sebagai berikut:
Strategi W-O 1) Meningkatkan pemasaran dan hortikultura
pangan
baik dalam bentuk segar maupun hasil olahan dan
memanfaatkan pertumbuhan terus
hasil produk pertanian tanaman
ekonomi
(daya beli masyarakat) yang
meningkat dan potensi pengembangan industri berbasis tanaman
pangan dan hortikultura yang cukup besar 2) Meningkatkan penguasaan teknologi di bidang pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian dalam upaya menghasilkan produk-produk berkualitas dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) yang terus meningkat dan potensi pengembangan industri berbasis tanaman pangan dan hortikultura yang cukup besar. 3) Meningkatkan
permodalan
dan memanfaatkan yang
petani
pertumbuhan
dan
pelaku
ekonomi (daya
industri perdesaan beli masyarakat)
terus meningkat dan potensi pengembangan industri berbasis
tanaman pangan dan hortikultura yang cukup besar. 4) Meningkatkan
infrastruktur
pertumbuhan ekonomi
(daya
perdesaan beli
dan
masyarakat)
memanfaatkan yang
terus
meningkat dan potensi pengembangan industri berbasis tanaman pangan dan hortikultura yang cukup besar.
Strategi S-O 1) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) yang terus meningkat dan potensi pengembangan industri berbasis tanaman pangan dan hortikultura yang cukup besar. 2) Meningkatkan penerapan teknologi tepat guna yang tersedia dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi (daya beli masyarakat) yang terus
111 meningkat dan potensi pengembangan industri berbasis tanaman pangan dan hortikultura yang cukup besar.
Strategi W-T 1) Mengembangkan kegiatan pemasaran hasil pertanian dan industri perdesaan di tengah krisis ekonomi yang berdampak pada petani dan masyarakat kecil di perdesaan. 2) Mengembangkan inovasi teknologi tepat guna dengan biaya murah untuk menghadapi krisis ekonomi yang berimbas kepada bidang pertanian. 3) Mengembangkan program bantuan permodalan di bidang pertanian di tengah krisis ekonomi yang berdampak pada petani dan pelaku industri perdesaan. 4) Meningkatkan infrastruktur perdesaan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi yang berdampak pada perekonomian masyarakat di perdesaan. .
Strategi S-T 1) Mengembangkan kreativitas SDM pertanian untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi yang berdampak pada lemahnya perekonomian masyarakat di perdesaan. 2) Mengembangkan pemanfaatan teknologi tepat guna di tengah krisis ekonomi yang berdampak pada lemahnya perekonomian masyarakat di perdesaan.
5.3.2. Program Pengembangan Berdasarkan visi Kabupaten Kampar seluruh komponen di daerah ini telah menetapkan tujuan pembangunan daerah ini adalah untuk menjadikan “Kabupaten Kampar Negeri Berbudaya, Berdaya dalam Lingkungan Masyarakat Agamis Tahun 2020”. Untuk merealisasikan visi tersebut Kabupaten Kampar mempunyai 6 (enam) misi yang dua diantaranya adalah (a) misi III yaitu meningkatkan
kualitas
sumberdaya
manusia,
menguasai
teknologi
dan
berwawasan ke depan dan (b) misi IV yaitu mengembangkan ekonomi rakyat yang berbasis sumber daya lokal dengan berorientasi pada agribisnis, agroindustri,
112 dan pariwisata, serta mendorong pertumbuhan investasi secara terpadu dan terkait antar swasta, masyarakat dan pemerintah baik berskala lokal, regional, nasional, dan internasional. Sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Kampar tersebut dan mengacu pada strategi yang dirumuskan dari hasil penelitian ini, maka programprogram yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Kampar dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura, antara lain adalah seperti disajikan pada Lampiran 16. Sedangkan strategi dan program pengembangan industrialisasi perdesaan di Kabupaten Kampar secara umum disajikan dalam Tabel 22.
Tabel 22.
No 1
Strategi dan Program Pengembangan Industrialisasi Perdesaan di Kabupaten Kampar
Visi & Misi 2 Visi Kabupaten Kampar adalah “Kabupaten Kampar Negeri Berbudaya, Berdaya dalam lingkungan Masyarakat yang Agamis Tahun 2020“ Masyarakat yang berdaya yaitu : Menguasai IPTEK Pesaing yang tangguh menghadapi persaingan global
Komoditas 3 Padi Sawah
Jagung Misi III Kabupaten Kampar Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta
Lokasi
Faktor Penentu 5
Strategi 6
7
• Kec. Kampar • Kec Kampar Timur • Kec. Bangkin ang Barat • Kec. Salo • Kec. Bangkin ang Seberang
• Kualitas SDM • Lahan • Teknologi • Kelembagaa n
• Meningkatkan SDM dan memanfaatkan pangsa pasar yang terbuka • Meningkatkan penerapan TTG (Teknologi tepat Guna) dan mengembangkan inovasi teknologi (irigasi, darinase) untuk mengantisipasi bencana alam • Memberdayakan lembaga perdesaan
• Program peningkatan kualitas SDM • Program pengembangan TTG (Teknologi tepat Guna) • Program penanggulangan bencana alam • Program pengembangan kelembagaan perdesaan
• Kec. XIII Kota Kampar • Kec. Tapung Hulu • Kec. Tapung Hillir
• Kualitas SDM • Lahan • Teknologi • Permodalan • Pemasaran
• Meningkatkan SDM dan memanfaatkan pangsa pasar yang terbuka • Meningkatkan penerapan TTG (Teknologi tepat Guna) • Meningkatkan
• Program peningkatan kualitas SDM • Program pengembangan TTG (Teknologi tepat Guna) • Program pengembangan
4
Program
113
No 1
Visi & Misi
Komoditas
2 3 berwawasan ke depan . Misi IV Kabupaten Kampar Mengembangkan ekonomi rakyat Ubi Kayu yang berbasis sumber daya lokal dengan orientasi pada agrobisnis, agroindustri dan pariwisata serta mendorong pertumbuhan investasi secara terpadu dan terkait antar swasta, masyarakat, dan pemerintah baik berskala lokal, regional, nasional maupun Nenas internasional Misi V Kabupaten Kampar Mewujudkan pembangunan kawasan seimbang yang dapat menjamin kualitas hidup secara berkesinambungan
Lokasi 4
Faktor Penentu 5
Strategi
Program
6 permodalan petani dan industri perdesaan
7 permodalan petani • Program pengembangan pasar produk pertanian
• Lahan • Kualitas SDM • Teknologi
• Meningkatkan SDM dan memanfaatkan pangsa pasar yang terbuka • Meningkatkan penerapan TTG (Teknologi tepat Guna) • Meningkatkan permodalan petani dan industri perdesaan
• Program peningkatan kualitas SDM • Program pengembangan TTG (Teknologi tepat Guna) • Program pengembangan permodalan petani • Program pengembangan pasar produk pertanian
• Kec. • Kualitas SDM Tambang • Lahan • Teknologi • Pemasaran
• Meningkatkan SDM dan memanfaatkan pangsa pasar yang terbuka • Meningkatkan penerapan TTG (Teknologi tepat Guna) • Meningkatkan permodalan petani dan industri perdesaan
• Program peningkatan kualitas SDM • Program pengembangan TTG (Teknologi tepat Guna) • Program pengembangan permodalan petani • Program pengembangan pasar produk pertanian
• Kec. Siak Hulu • Kec. Tapung • Kec. Tapung Hulu
114
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Simpulan Berdasarkan hasil kajian pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis
pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar Provinsi Riau dan berpedoman pada tujuan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura penting dilakukan di Kabupaten Kampar dalam upaya peningkatan produksi pendapatan dan kesejahteraan petani tanaman pangan dan hortikultura, meningkatkan nilai tambah hasil–hasil pertanian dan mengembangkan wilayah sentra produksi pertanian menjadi kluster industri perdesaan di Kabupaten Kampar. 2) Komoditas tanaman pangan dan hortikultura yang merupakan sektor basis dalam perekonomian masyarakat dan potensial dikembangkan untuk mendukung upaya pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar adalah padi sawah, jagung, ubikayu dan nenas. 3) Terdapat beberapa faktor internal yang strategis yang berpengaruh dalam pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar meliputi (a) kekuatan (strengths) yaitu sumberdaya manusia, tersedianya teknologi tepat guna, dan komitmen pemerintah untuk membantu petani dan masyarakat miskin di perdesaan. (b) kelemahan (weaknesses) yaitu sumberdaya lahan yang cukup luas, lembaga pendukung di perdesaan yang masih lemah, belum terjaminnya pemasaran produk pertanian, terbatasnya permodalan petani, infrastruktur yang belum memadai, terbatasnya kemampuan petani pelaku bisnis industri perdesaan dalam penguasaan teknologi dan kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah, swasta dan stakeholder lainnya dalam pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Di samping itu terdapat pula faktor eksternal
115 strategis meliputi (a) peluang (opportunities) yaitu pangsa pasar yang masih terbuka, pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat berdampak kepada meningkatnya daya beli masyarakat, potensi yang cukup besar untuk pengembangan industrialisasi perdesaan, segmentasi konsumen yang beragam, komitmen pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk membina dan mengembangkan kegiatan pertanian dan industri di perdesaan, ekonomi global yang berangsur-angsur pulih/membaik, keamanan di dalam negeri yang terus meningkat, dan kebijakan ekonomi pemerintah yang membatasi jumlah pelabuhan yang diizinkan sebagai pintu masuk komoditas impor produk pertanian seperti buah-bahan (b) tantangan (threats) yaitu bencana alam dan krisis ekonomi. 4) Kabupaten Kampar
memiliki potensi yang cukup besar untuk
pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura, dengan mengutamakan pengembangan komoditas basis pada kecamatan yang merupakan sentra produksi komoditas padi, jagung, ubikayu dan nenas.
6.2.
Saran
1) Pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Kampar perlu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas
sumberdaya
manusia,
meningkatkan
akses
masyarakat perdesaan ke lembaga keuangan, sumber teknologi dan informasi pemasaran dalam upaya mendukung terwujudnya industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura penting dilakukan di Kabupaten Kampar. 2) Pemerintah
Kabupaten
Kampar
diharapkan
dapat
mendukung
pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura seperti padi sawah, jagung, ubikayu dan nenas yang merupakan sektor basis dalam perekonomian masyarakat dan potensial dikembangkan dalam upaya pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar dengan dukungan dana APBD Kabupaten Kampar, memfasilitasi penyediaan dana dari pemerintah pusat (APBN) dan Provinsi Riau (APBD Provinsi Riau), dan
bantuan dari
116 perusahaan besar baik BUMN, BUMD dan swasta, disamping dana yang disalurkan melalui perbankan. 3) Pemerintah Kabupaten Kampar diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh stakeholder terkait untuk mewujudkan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar, dengan mengatasi kelemahan-kelemahan (weaknesses) yang ada selama ini agar mampu memanfaatkan peluang-peluang (opportunities) yang masih terbuka untuk pengembangan industri perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar. 4) Dalam rangka mewujudkan pengembangan industrialisasi perdesaan di Kabupaten Kampar perlu ditetapkan strategi dan program pengembangan yang mencakup pengembangan komoditas yang menjadi sektor basis dalam
perekonomian
masyarakat,
pemberdayaan
masyarakat,
pengembangan industri perdesaan yang berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura dengan penetapan kluster industri, membangun dan merehabilitasi infrastruktur perdesaan. Untuk maksud tersebut perlu dilakukan studi lebih lanjut berupa studi kelayakan (feasibility study) dan detail engeenering design untuk mendukung pengembangan industrialisasi perdesaan berbasis pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kampar.
DAFTAR PUSTAKA
117
Andri, Kuntoro Boga , 2006.
Perspektif
Pembangunan
Wilayah. Inovasi
online. Vol.6/XVIII/Maret 2006. Jakarta.
Baharsjah, Syarifudin, 1992. Peranan dan Pembangunan Agribisnis
di
Sektor
Prospek Agribisnis dalam
Pertanian.
dan Agroindustri
Dalam
Pengembangan
di Indonesia.Departemen Pertanian
Jakarta.
Bina UKM, 2000. Prospek Industri Nenas/Nanas Pertimbangan Strategis Maju Bersama UKM http://binaukm.com. [8 Mei 2010]. in Usaha Perkebunan, Usaha Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik, 2009.Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/ Kota di Indonesia 2004-2008. Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar, 2007, Kampar dalam angka 2007, Bangkinang
Daeng, Salamuddin (Ed). 2008. Industri: “Apa dan Bagaimana Indonesia”. http://www.globaljust.org/index.php?option=com_content&task=view&i d=178&Itemid=136. [12 Jan 2009].
Damanhuri, Didin
S., 2002.
IPB
dalam
Perspektif
Negara
Industri
Modern. Republika. 30 September 2002. Jakarta.
-----------, 2010. ACFTA,
Program
darurat
dan
strategi
industrialisasi.http//:Batavia,co.id/node/1175482 [04 Maret 2010]
David, Fred R. 2009. Manajemen Strategis: Konsep. Salemba Empat. Jakarta.
baru
118 [Deptan] Departemen Pertanian RI, 1992. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi bagi Pedesaan dalam rangka Pengembangan Agro Industri, Dalam Pengembangan Agribisnis dan Agro Industri di Indonesia. Jakarta.
------------, 2006. Rencana strategis Departemen Pertanian 2005-2009. Jakarta.
[Disperindag] Dinas Perindustian dan Perdagangan Provinsi Riau, 2008. Kebijakan Disperindag dalam upaya mendukung pengembangan Agro Industri di Provinsi Riau, Pekanbaru
[Distan] Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kampar, 2009. Statistik Pertanian Tahun 2008, Bangkinang.
[Dit.IAK.] Direktorat Industi Agro dan Kimia, 2009. Roadmap
Industri
Pengolahan Buah. Departemen Perindustrian. Jakarta.
[Ditjen.BP2HP]Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian..2003. Pedoman Umum Industrialisasi Perdesaan Berbasis Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.
Habibie, B.J., 1997. Pembangunan sumberdaya berorientasi nilai tambah, Dalam Raharjo, M.Dawam, 1997. Wawasan dan Visi Pembangunan Abad-21 . Intermasa, Jakarta.
Hartojo, 1989. Ilmu - Ilmu Sosial Pada Era Industrialisasi Dalam Konteks Pembangunan Nasional. Documentation. Diponegoro University Press, Semarang
. Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan
Untuk
Rakyat,
Memadukan
119 Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES , Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia, Menuju Negara Industri Baru 2030.Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Mandagi, Johanes. W. T,
1990.
Industrialisasi
sumber - sumber
pembangunan
lepas
wilayah
landas di
Pedesaan
:
Mengkaji
menuju tahapan pembangunan
Propinsi
Sulawesi
Utara.
Dalam
Sayogyo dan Tambunan, M (Ed.) (1990). Industrialisasi Pedesaan, Pusat Pertanian
Studi Bogor
Pembangunan dan
Lembaga
Ikatan
Sarjana
Penelitian Ekonomi
Institut Indonesia
Cabang Jakarta.
Mayhones, 2008. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP).E:\metode AHP.htm. [20 October 2008].
Maykoedison, 2010. Albert S. Humphrey and Analisis SWOT. http://maykoedison. wordpress.com. [01 Agustus 2010].
Nugroho, Lingga Rizki, 2010. Pengembangan Industrialisasi Pedesaan Berbasis Pertanian. http//:blog.ub.ac.id/link768. [29 Mei 2010].
Oktavianus,Dominggus, 2007.Industrialisasi Nasional dan cita-cita kemakmuran. http://old.nabble.com/-sastra-pembebasan-Re:morbilis.start. [26 Februari 2010].
Permadi S., Bambang. 1992. “AHP”. Pusat Antar Universitas-Studi EkonomiUniversitas Indonesia. Jakarta.
Raharjo, M.Dawam. 2000. Pembangunan Pertanian Jalan. Indonesia-News. KMP. Jakarta.
di
Persimpangan
120 Saaty, Thomas L, 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
Sa’id, E.Gumbira.1996. Upaya Pengembangan Agroindustri Terpadu di Pedesaan. Majalah Ilmiah Analisis Sistem No.7 Tahun III, 1996. Kedeputian Bidang Analisis Sistem Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
Sayogyo,
1989. Pembangunan Industrialisasi.
Dalam
Pertanian
dan
Sayogyo
Pedesaan
dan
dalam Rangka
Tambunan, M.
1990.
Industrialisasi Pedesaan. Jakarta.
Simatupang, Pantjar.1989. Agroindustri sebagai penggerak industri di Pedesaan. Dalam
Sayogyo dan Tambunan, M. ( Ed. ). 1990. Industralisasi
Pedesaan. Jakarta.
----------, dkk. 2001. Sektor Pertanian sebagai Andalan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bulletin Agro Ekonomi I (4) 2001 : 1-7.
Soeharjo, A.1989.Peranan Agroindustri dalam memperbaiki pendapatan dan menciptakan
lapangan
kerja
di
pedesaan. Dalam Sayogyo dan
Tambunan, M (Ed.) 1990. Industrialisasi pedesaan. Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Intitut Pertanian Bogor dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Jakarta.
Soekartawi. 1991.
Agribisnis,
Teori
dan
Aplikasinya.
Manajemen
PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Soesilo, Nining I, 2002. Manajemen Strategik Di Sektor Publik. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.
121 Tambunan, Mangara . 1989.
Industrialisasi Pedesaan (IP) dalam Perspektif
Ekonomi Nasional. Dalam Sayogyo dan Tambunan, M.,1990.(Ed.). Industrialisasi Pedesaan. Pusat Studi Lembaga Penelitian Pertanian Bogor
dan
Institut
Ikatan Sarjana Ekonomi Cabang Jakarta.
--------------- 1989. Memorandum bersama tentang industrialisasi perdesaan. Dalam
Sayogyo dan tambunan, M , 1990. (Ed.). Industrialisasi
Pedesaan. Pusat studi Pembangunan lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor dan Ikatan Satjana Ekonomi Indonesia Cabang Jakarta.
Tambunan, Tulus.T.H.,2001.Industrialisasi di Negara sedang berkembang, Kasus Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Tiara.S,Mega,2010.Softskill Mananajemen Strategi.http://wartawarga.gunadarma. ad.id. [06 Juni 2010].
Widodo, HG.Suseno Triyanto .1996. Ekonomi Indonesia, Fakta dan Tantangan dalam Era Liberalisasi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
122
Lampiran 1. Jumlah Industri di Kabupaten Kampar Pada Tahun 2007 No.
Kelompok Industri
Unit Usaha
1 I. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 II. 1 2 3 4 5 III. 1 2 3 4 5 6 7 IV. 1. V. 1 VI 1. 2. VII. 1 VII. 1.
2 Industri Makanan Tepung Gaplek Roti dan Kue Gula Merah Tebu Gula Merah Aren Gula Merah kelapa Sagu Tempe Tahu Kerupuk Dodol Pulut Usaha Mie Gilingan padi Pengolahan Kopi Pengasapan Ikan Pengalengan Ikan Industri Minuman Es Batu Lemon Pengolahan Madu Jamu Obat Air Mineral Industri Kayu dan Hasil Hutan Perabot Kusen Peti Kemas Pengerjaan Kayu Penggergajian Kayu Pengetaman Kayu Ukir Kayu Industripercetakan dan penerbitan Percetakan Industri karet dan Barang dari Karet Karet Industri Arang Briket Tempurung Industri Pakan Ikan Ternak Pakan Ikan Industri Pupuk Pupuk
3
Jumlah
Sumber: Kampar dalam Angka 2007
Tenaga Kerja 4
Investasi (Rp.000) 5
Produksi (Rp.000) 6
5 44 1 1 26 26 52 17 3 10 1 1 1
28 268 5 8 178 180 238 109 15 68 3 8 20
158.812 303.578 15.000 36.250 169.994 195.915 166.040 72.250 277.800 51.000 25.000 25.000 1000.000
1.016.882 6.806.112 15.000 200.337 4.610.059 4.848.465 9.678.227 3.321.661 613.701 2.033.766 114.750 540.000 18.000
2 3 4 3 10
10 32 30 25 181
122.770 150.000 32.000 13.500 3.515.000
106.753 615.100 123.852 46.629 13.335.133
75 64 3 37 69 37 2
486 505 18 8.040 3.182 1.354 221
695.100 383.000 102.247 1.001.250 591.911 188.852 18.000
14.463609 15.415382 571883 7.1383851 4.039779 36.626.359 400.000
8
114
490.150
2.216.382
2
232
1.335.400
103.703.454
1 2
100 6
640.000 78.000
209.552 420.252
12
123
1.226.666
1.834.538
1
5
40.000
385.000
523
15.792
13.139.485
245.770.002
123
Lampiran 2. Hirarki Strategi Pengembangan Industri Perdesaan Berbasis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
1
Lampiran 3. Data Pendapat Responden Komoditas Padi
PHP
P.PANEN
LOKAL
Unggul Nas
HIBRIDA
Teknis
Non Teknis
P.0RGANIK
P.KIMIA
PHT
Konvensional
Mekanis
Trad
KESESUAIAN
LUAS
STATUS
8
PUPUK
7
TATA AIR
6
BIBIT
5
LEMBAGA
4
SDM
3
LAHAN
2
TEKNOLOGI
1
1
Responden 1
Widyaswara
1
4
3
2
5
4
3
2
1
1
2
3
1
2
2
1
2
1
2
1
3
2
1
2
Responden 2
Widyaswara
3
1
4
2
2
3
5
4
1
1
3
2
2
1
2
1
2
1
2
1
3
1
2
3
Responden 3
Disperindag
3
4
2
1
5
4
3
1
2
1
2
3
2
1
2
1
2
1
2
1
3
2
1
4
Responden 4
Disperindag
1
3
4
2
4
5
3
2
1
3
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
3
1
2
5
Responden 5
Diskop&UKM
1
3
2
4
1
4
2
3
5
3
2
1
2
1
1
2
1
2
1
2
1
2
3
6
Responden 6
Dosen UIR
3
1
4
2
5
4
3
1
2
1
2
3
2
1
2
1
2
1
2
1
3
1
2
7
Responden 7
setbakorluh
3
2
4
1
4
5
3
2
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
2
1
3
2
1
8
Responden 8
Bappeda
2
4
3
1
2
3
4
5
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
2
1
3
2
1
9
Responden 9
Balitbang
2
4
3
1
5
4
3
2
1
1
3
2
2
1
2
1
2
1
2
1
3
1
2
10
Responden 10
setbakorluh
2
4
3
1
5
4
3
2
1
1
3
2
2
1
2
1
2
1
2
1
3
2
1
11
Responden 11
Distan TPH
3
4
2
1
4
5
3
2
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
2
1
3
2
1
Average
3.09
1.64
3.82
4.09
3.18
2.36
1.55
1.36
2.27
2.36
1.91
1.09
1.91
1.09
1.91
1.09
1.91
1.09
2.82
1.64
1.55
Pekerjaan
3.09
Nama Responden
2.18
No
Data Analisis
2
4
3
1
4
5
3
2
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
3
2
3
2
1
Keterangan:
Ranking : 1 = Tidak Penting ,
2 = Kurang Penting , 3 = Penting , 4 = Sangat Penting
2
Lampiran 3. Data Pendapat Responden Komoditas Padi (lanjutan)
1 - 2 HA
> 2 Ha
MILIK
SEWA
BG HSL
P.FORMAL
P.INFORMAL
SD
SMP
SMA
PERG TINGGI
KURSUS
PELATIHAN
MAGANG
PENYULUHAN
LEMB FORMAL
LEMB INFORMAL
POKTQN
MITRA PRSHN
KOPERASI
PENGUMPUL
PENGECER
1
2
1
2
3
4
3
1
2
1
2
1
2
3
4
1
4
3
2
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
1
2
1
2
1
2
3
4
1
3
4
2
1
2
3
1
2
1
2
2
1
1
2
4
3
3
1
2
2
1
1
2
3
4
1
3
2
4
1
2
2
3
1
2
1
1
2
1
2
3
4
1
2
3
2
1
1
2
3
4
4
3
2
1
2
1
3
1
2
1
2
2
1
4
3
2
1
1
2
3
2
1
4
3
2
1
4
3
1
2
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
2
3
4
1
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
2
3
4
1
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
4
2
3
3
1
2
2
1
1
2
3
4
2
4
1
3
2
1
3
2
1
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
1
3
2
4
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
1
2
2
1
1
2
3
4
2
4
3
1
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
1
2
2
1
1
2
3
4
1
2
4
3
2
1
3
1
2
1
2
2.91
3.55
2.64
1.45
1.91
1.82
1.18
1.27
2.09
2.91
3.73
1.91
3.18
2.73
2.18
1.82
1.18
2.91
1.27
1.82
1.09
1.91
17
0,5 - 1 ha
16
2.27
15
< 0,5 ha
14
1.27
13
KESUBURAN
12
1.82
11
TIPOLOGI
10
1.18
9
1
2
1
2
3
4
3
2
1
1
2
1
2
4
3
2
4
3
1
1
2
3
1
2
1
2
3
Lampiran 4. Data Pendapat Responden Komoditas Jagung
PHP
PANEN
LOKAL
NASIONAL
HIBRIDA
P.ORGANIK
P.KIMIA
PHT
KONVENSIONA L
MEKANIS
TRADISIONAL
KESESUAIAN
LUAS
STATUS
7
PUPUK
6
BENIH
5
LEMBAGA
4
SDM
3
LAHAN
2
TEKNOLOGI
1
1
Responden 1
Widyaswara
3
2
4
1
4
3
2
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
3
2
1
2
Responden 2
Widyasawara
2
1
4
3
3
1
4
2
1
3
2
2
1
2
1
2
1
3
1
2
3
Responden 3
Disperindag
3
4
1
2
4
3
2
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
3
2
1
4
Responden 4
Disperindag
1
4
2
3
4
3
2
1
1
2
3
1
2
2
1
2
1
2
3
1
5
Responden 5
Diskop&UKM
4
1
2
3
4
3
2
1
1
3
2
1
2
2
1
2
1
3
2
1
6
Responden 6
Dosen UIR
3
4
1
2
4
3
1
2
3
1
2
1
2
2
1
2
1
3
1
2
7
Responden 7
Set.Bakorluh
3
2
4
1
4
3
2
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
2
3
1
8
Responden 8
Bappeda
2
3
4
1
4
3
2
1
2
3
1
1
2
2
1
1
2
3
2
1
9
Responden 9
Balitbang
3
2
4
1
3
1
2
4
1
2
3
1
2
2
1
2
1
2
3
1
10
Responden 10
Set.Bakorluh
2
4
3
1
4
3
2
1
3
2
1
2
1
2
1
2
1
3
2
1
11
Responden 11
Distan TPH
2
4
3
1
4
3
2
1
1
2
3
1
2
2
1
2
1
3
2
1
Average
2.91
1.73
3.82
2.64
2.09
1.45
1.45
2.18
2.36
1.45
1.55
2.00
1.00
1.91
1.09
2.73
2.09
1.18
Pekerjaan
2.82
Nama Responden
2.55
No
Data Analisis
2
4
3
1
4
3
2
1
1
2
3
1
2
2
1
2
1
3
2
1
Keterangan :
Ranking : 1 = Tidak Penting ,
2 = Kurang Penting , 3 = Penting , 4 = Sangat Penting
4
Lampiran 4. Data Pendapat Responden Komoditas Jagung (lanjutan)
1 - 2 HA
> 2 Ha
MILIK
SEWA
BAGI HASIL
PD FORMAL
PD INFORMAL
SD
SMP
SMA
PERG TINGGI
KURSUS
PELATIHAN
MAGANG
PENYULUHAN
LEMB FORMAL
LEMB INFORMAL
POKTAN
MITRA PRSHN
KOPEERASI
TOUKE
PENGUMPUL
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
2
4
3
1
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
1
2
1
2
3
4
3
4
2
1
1
2
2
3
1
1
2
2
1
1
2
3
4
3
1
2
1
2
1
2
4
3
1
2
3
4
1
2
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
1
2
3
1
2
1
2
3
4
4
3
2
1
1
2
3
1
2
1
2
2
1
1
2
3
4
3
1
2
2
1
1
2
3
4
2
4
3
1
1
2
3
1
2
1
2
2
1
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
2
3
4
1
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
2
4
3
1
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
1
2
1
2
4
3
1
2
3
4
2
1
1
3
2
2
1
1
2
2
3
4
1
3
2
1
2
1
1
2
4
3
1
2
3
4
1
2
2
1
3
1
2
1
2
1
2
3
4
3
1
2
1
2
1
4
3
2
3
2
4
1
1
2
3
2
1
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
1
2
4
3
2
1
1
3
2
2
1
3.09
3.73
2.82
1.73
1.45
1.55
1.45
1.00
2.18
3.27
3.55
2.00
2.91
3.09
2.00
1.45
1.55
2.45
1.64
1.91
1.18
1.82
16
0,5 - 1 ha
15
2.09
14
< 0,5 ha
13
1.09
12
KESUBURAN
11
1.73
10
TIPOLOGI
9
1.27
8
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
1
3
4
2
1
2
3
1
2
1
2
5
Lampiran 5. Data Pendapat Responden Komoditas Ubikayu
PHP
PANEN
LOKAL
NASIONAL
HIBRIDA
P.ORGANIK
P.KIMIA
PHT
KONVENSIONA L
MEKANIS
TRADISIONAL
KESESUAIAN
LUAS
STATUS
7
PUPUK
6
BENIH
5
LEMBAGA
4
SDM
3
LAHAN
2
TEKNOLOGI
1
1
Responden 1
Widyaswara
3
2
4
1
4
3
2
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
3
2
1
2
Responden 2
Widyaswara
2
1
4
3
3
1
4
2
1
2
3
2
1
2
1
2
1
3
1
2
3
Responden 3
Disperindag
2
4
1
3
1
4
2
3
3
2
1
2
1
1
2
2
1
2
3
1
4
Responden 4
Disperindag
1
4
2
3
1
4
3
2
2
3
1
1
2
2
1
2
1
1
2
3
5
Responden 5
Diskop&UKM
4
1
2
3
1
4
3
2
1
3
2
1
2
2
1
2
1
3
2
1
6
Responden 6
Dosen UIR
3
4
2
1
3
2
1
4
3
2
1
1
2
2
1
1
2
1
3
2
7
Responden 7
Set.Bakorluh
3
2
4
1
4
3
2
1
1
2
3
2
1
2
1
2
1
2
3
1
8
Responden 8
Bappeda
1
4
3
2
1
4
3
2
2
3
1
1
2
2
1
2
1
3
2
1
9
Responden 9
Balitbang
1
4
3
2
2
4
3
1
3
2
1
1
2
1
2
1
2
2
3
1
10
Responden 10
Set.Bakorluh
2
4
3
1
4
3
2
1
3
2
1
2
1
2
1
2
1
3
1
2
11
Responden 11
Distan TPH
3
4
2
1
4
3
2
1
1
2
3
1
2
2
1
2
1
3
2
1
Average
2.73
1.91
2.55
3.18
2.45
1.82
1.91
2.27
1.82
1.45
1.55
1.82
1.18
1.82
1.18
2.36
2.18
1.45
Pekerjaan
3.09
Nama Responden
2.27
No
Data Analisis
2
4
3
1
3
4
2
1
2
3
1
1
2
2
1
2
1
3
2
1
6
Keterangan: Ranking : 1 = Tidak Penting , 2 = Kurang Penting , 3 = Penting , 4 = Sangat Penting Lampiran 5. Data Pendapat Responden Komoditas Ubikayu (lanjutan)
1 - 2 HA
> 2 Ha
MILIK
SEWA
BAGI HASIL
PD FORMAL
PD INFORMAL
SD
SMP
SMA
PERG TINGGI
KURSUS
PELATIHAN
MAGANG
PENYULUHAN
LEMB FORMAL
LEMB INFORMAL
POKTAN
MITRA PRSHN
KOPEERASI
TOUKE
PENGUMPUL
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
3
2
4
1
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
1
2
1
2
1
2
3
4
2
3
4
1
1
2
2
3
1
1
2
1
2
1
2
3
4
3
1
2
2
1
2
3
4
1
1
2
3
4
2
1
2
1
3
2
1
1
2
1
3
4
2
2
1
3
1
2
2
4
3
1
1
4
2
3
1
2
3
1
2
1
2
1
2
1
2
4
3
3
1
2
2
1
1
2
3
4
1
3
4
2
1
2
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
2
3
1
4
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
3
4
2
1
2
1
3
1
2
1
2
2
1
1
2
3
4
3
1
2
1
2
2
3
4
1
1
3
2
4
2
1
1
2
3
2
1
1
2
1
3
4
2
3
2
1
1
2
1
3
4
2
1
3
2
4
1
2
3
1
2
2
1
1
2
1
2
3
4
3
1
2
2
1
1
3
4
2
4
1
3
2
1
2
3
2
1
1
2
1
2
1
3
4
2
3
2
1
2
1
1
2
3
4
1
2
4
3
2
1
2
1
3
2
1
3.36
3.36
2.91
1.45
1.64
1.64
1.36
1.27
2.55
3.36
2.82
1.82
2.73
2.82
2.64
1.55
1.45
2.55
1.36
2.09
1.36
1.64
16
0,5 - 1 ha
15
2.27
14
< 0,5 ha
13
1.00
12
KESUBURAN
11
1.91
10
TIPOLOGI
9
1.09
8
1
2
1
2
3
4
3
1
2
2
1
1
2
4
3
1
3
4
2
2
1
3
1
2
1
2
7
Lampiran 6. Data Pendapat Responden Komoditas Nenas
BIBIT
TATA AIR
PUPUK
PHP
P.PANEN
LOKAL
HIBRIDA
TEKNIS
NON TEKNIS
P.0RGANIK
P.KIMIA
MEKANIS
TRADISIONAL
PACKING
TRADISIONAL
KESESUAIAN
LUAS
STATUS
1
Responden 1
Widyaswara
3
2
4
1
5
4
3
2
1
1
2
2
1
2
1
2
1
2
1
3
2
1
2
Responden 2
Widyaswara
2
1
4
3
4
1
2
5
3
1
2
1
2
2
1
2
1
2
1
3
1
2
3
Responden 3
Disperindag
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
Responden 4
Disperindag
3
2
4
1
5
4
3
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
2
1
1
2
3
5
Responden 5
Diskop&UKM
4
1
2
3
3
2
4
3
1
1
2
2
1
1
2
2
1
2
1
2
3
1
6
Responden 6
Dosen UIR
4
2
3
1
5
1
4
2
3
1
2
2
1
1
2
2
1
2
1
2
3
1
7
Responden 7
Set.Bakorluh
3
2
4
1
5
4
3
2
1
1
2
2
1
2
1
2
1
2
1
2
3
1
8
Responden 8
Bappeda
1
4
3
2
5
3
4
1
2
2
1
2
1
1
2
1
2
1
2
3
2
1
9
Responden 9
Balitbang
1
4
3
2
1
5
4
3
4
2
1
2
1
1
2
2
1
2
1
2
3
1
10
Responden 10
Set.Bakorluh
2
4
3
1
5
4
3
2
1
1
2
2
1
2
1
2
1
2
1
3
2
1
11
Responden 11
Distan TPH
3
4
2
1
5
4
3
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
2
1
3
2
1
4.30
3.20
3.30
2.40
1.80
1.20
1.80
1.90
1.10
1.40
1.60
1.90
1.10
1.90
1.10
2.40
2.30
1.30
8
LEMBAGA
7
1.60
6
SDM
5
3.20
4
LAHAN
3
2.60
2
TEKNOLOGI
1
3
4
1
5
3
4
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
2
1
3
2
1
Nama Responden
Pekerjaan
2.60
No
Average Data Analisis
Keterangan:
2
Ranking : 1 = Tidak Penting ,
2 = Kurang Penting , 3 = Penting , 4 = Sangat Penting
8
Lampiran 6. Data Pendapat Responden Komoditas Nenas (lanjutan)
> 2 Ha
MILIK
SEWA
BAGI HASIL
P.FORMAL
P.INFORMAL
SD
SMP
SMA
PERG TINGGI
KURSUS
PELATIHAN
MAGANG
PENYULUHAN
POKTAN
MITRA PRSHN
KOPERASI
PENGUMPUL
PENGECER
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
3
4
2
1
2
1
3
2
1
1
2
1
2
1
2
3
4
3
1
2
1
2
1
2
3
4
2
3
4
1
1
2
2
3
1
1
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2
1
2
3
4
3
1
2
2
1
1
2
3
4
2
3
1
4
1
2
2
1
3
2
1
1
2
1
2
3
4
3
1
2
2
1
1
2
3
4
2
4
3
1
1
2
2
1
3
2
1
1
2
1
2
3
4
1
2
3
2
1
1
2
3
4
2
3
4
1
1
2
3
1
2
2
1
1
2
1
2
3
4
3
2
1
2
1
1
2
3
4
2
4
3
1
2
1
3
1
2
1
2
1
2
1
3
4
2
3
1
2
1
2
4
3
2
1
1
2
3
4
1
2
2
1
3
2
1
1
2
1
2
3
4
3
2
1
1
2
1
3
4
2
2
3
2
4
1
2
2
1
3
2
1
1
2
1
2
3
4
3
1
2
1
2
1
3
4
2
3
2
4
1
1
2
2
1
3
2
1
2
1
1
3
4
2
3
2
1
2
1
1
2
3
4
3
1
4
2
2
1
1
3
2
1
2
3.60
2.80
1.50
1.70
1.60
1.40
1.30
2.30
3.10
3.30
2.20
2.90
3.00
2.00
1.30
1.70
2.20
1.50
2.30
1.60
1.40
1
2
1
2
3
4
3
1
2
2
1
1
2
3
4
2
3
4
1
1
2
2
1
3
2
1
LEMB FORMAL LEMB INFORMAL
1 - 2 HA
1
3.20
17
0,5 - 1 ha
16
2.20
15
< 0,5 ha
14
1.00
13
KESUBURAN
12
1.90
11
TIPOLOGI
10
1.10
9
9