PRAKTIK BAIK SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI
Strategi Penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi
Strategi Penerapan SPMI : Dari Mental Turun Ke TI Addy Suyatno Hadisuwito * *Universitas Mulawarman, Dosen / Lektor
Abstract STRATEGI PENERAPAN SPMI: DARI MENTAL TURUN KE TI Addy Suyatno Hadisuwito*) Bangga. Perguruan Tinggi di Indonesia mulai mendapat tempat di hati penduduk dunia. Tak hanya di kampus-kampus besar terlihat warga negara asing mondar-mandir, tetapi di kampus-kampus yang belum begitu terkenalpun mulai nampak adanya aktifitas masyarakat manca negara belajar di Indonesia. Capaian itu bukan tanpa sebab, beberapa tahun terakhir mahasiswa Indonesia sering mengharumkan nama bangsa dalam berbagai ajang kompetisi tingkat dunia. Juara olympiade sains, robot, mobil cepat, debat, penelitian tumbuhan dan tanaman obat, dan banyak lagi karya dan prestasinya mendunia. Namun hukum alam selalu berlaku, layaknya roda berputar suatu saat ada di atas dan saat yang lain berada di bawah. Kompetisi dunia mengakibatkan negara-negara lain juga berambisi untuk memajukan perguruan tinggi masing-masing dengan mencontoh bagaimana Indonesia bisa mencapai tingkatan itu. Dan pada saat yang sama, mungkin saja Indonesia sedang terlena dengan prestasi yang sudah dicapai dan lupa cara menjaga capaian hebat itu. Hal itu betapa pentingnya mengapa mutu perlu dijaga. Sejalan pergantian waktu, dosen yang dulu aktif sudah mulai sibuk dengan pekerjaan tambahan sehingga waktunya berkurang untuk mengembangkan keahliannya, mahasiswa yang dulu aktif sudah lulus, pejabat yang bertugas menemukan talenta-talenta muda sudah berganti posisi, dosen-dosen senior yang hebat sudah pensiun, dan seluruh dinamika terjadi akan menghasilkan sesuatu yang sulit diprediksi. Bisa makin bermutu, atau bahkan sebaliknya menjadi kurang bermutu. Masalah Klasik Menjamin mutu perguruan tinggi sesungguhnya tak terlalu sulit, karena perguruan tinggi merupakan pendidikan orang dewasa dengan sumber daya manusia di dalamnya yang tergolong menengah ke atas. Namun jika hingga saat ini masih saja mengalami kesulitan mengimplementasikan, menunjukkan adanya permasalahan krusial yang belum terselesaikan pada sumber masalahnya.
Dengan asumsi bahwa Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di Perguruan Tinggi sudah disusun dan dilengkapi dengan Sumber Daya Manusianya, Standard baku prosedurnya, pendanaannya, fasilitasnya, tetapi masih saja belum berjalan sesuai harapan. Keluhan mahasiswa dari tahun ke tahun masih saja sama. Masalah yang dihadapi oleh dosen juga cenderung belum menemui solusi yang memuaskan. Lalu apa sumber masalah yang mengakibatkan sistem penjaminan mutu pendidikan belum berjalan sesuai harapan? Sumber masalahnya adalah tentang mental. Tidak semua anggota dalam tim kerja penjamin mutu memahami pentingnya menjaga kualitas pendidikan. Masih ada sebagian personal yang memandang bahwa kemajuan perguruan tinggi tidak berdampak pada karir dan kepentingannya, sehingga kampus mau maju atau tidak tetap saja bernasib sama. Salah satu masalah dalam penerapan SPMI di Perguruan Tinggi adalah pemilihan personal yang profesional dan konsisten menjalankan aturan. Di Perguruan Tinggi berbeda dengan instansi lain, dimana ada dosen dan pegawai. Dosen sebaga tenaga pendidik memiliki tugas pokok dan fungsi mengajar, melakukan penelitian, dan melaksanakan pengabdian. Sementara pegawai, memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan kegiatan administrasi, tata kelola, dan pemeliharaan sesuai dengan bagian masing-masing. Dalam implementasinya, sebagian dosen pada waktu tertentu mendapatkan tugas tambahan untuk menduduki jabatan. Namun di saat yang lain kembali menjadi dosen biasa pada saat tidak menjabat lagi. Bagi dosen, menjadi atasan dan bawahan bergantian sangat dimungkinkan. Hal ini tidak terjadi pada pegawai biasa. Dampak dari tidak berlakunya sistem penjenjangan karir bagi dosen ini yang mengakibatkan tidak konsistensi dalam pengelolaan lembaga yang bertugas menangani penjaminan mutu. Bagi dosen yang telah mengakhiri masa jabatannya, belum tentu melakukan regenerasi kepada dosen lain yang akan menjabat. Periodisasi jabatan inilah yang berdampak putusnya kebijakan baik. Akibatnya, pejabat baru akan melahirkan kebijakan baru. Selain masalah-masalah tersebut, masalah lain dalam menerapkan SPMI antara lain penggunaan teknologi informasi yang belum optimal, dan tidak ada reward dan punishment dimana instansi tidak memberikan penghargaan kepada civitas akademika yang berprestasi dan sebaliknya tidak memberi sanksi bagi pelanggar aturan yang mengakibatkan semuanya berjalan seperti apa adanya. Masalah yang sangat krusial di beberapa perguruan tinggi adalah menjalankan sistem penjaminan mutu dengan manual tanpa menggunakan teknologi informasi. Akurasi data, konsistensi data, kecepatan akses informasi, dan keseragaman data menjadi kendala. Beberapa faktor mengapa SPMI belum diimplementasikan berbasis teknologi informasi, antara lain belum adanya alat (sistem) yang dikembangkan, belum adanya tenaga kerja yang dapat mengembangkan sistem, tidak semua staf dan tim kerja penjamin mutu memiliki kemampuan teknologi informasi, dan masih ada yang beranggapan bahwa teknologi informasi tidak aman untuk menjaga informasi yang bersifat rahasia. Perubahan Mental Penerapan SPMI di Perguruan Tinggi membutuhkan konsistensi dalam menjalankan aturan dan tidak terpengaruh pada gangguan-gangguan pada saat diberlakukan. Sejumlah langkah strategis yang perlu dilakukan untuk menjamin terjaganya mutu di Perguruan Tinggi. Dan hal itu harus diawali dengan perubahan mental, dimana setiap bagian dari perguruan tinggi memiliki pemahaman yang sama tentang kepentingan menjaga kualitas pendidikan di perguruan tinggi untuk kemajuan bersama. Langkah strategis pertama yang harus dilakukan adalah melakukan restrukturisasi kelembagaan,
dimana Lembaga Penjamin Mutu langsung dibawah kendali Rektor. Diberi kewenangan penuh dan memberikan kebebasan untuk melakukan lompatan-lompatan dalam memperbaiki kebiasaan buruk yang terjadi. Restrukturisasi harus merubah model tata kelola yang selama ini terhalang oleh birokrasi dan administrasi disusun menjadi lebih sederhana. Dibutuhkan sejumlah dasar hukum yang kuat agar lembaga penjamin mutu memiliki kekuatan dalam mengendalikan aktifitas berkaitan dengan kualitas pendidikan. Setelah restrukturisasi, kemudian pemilihan pimpinan dan pengelola lembaga yang akan menjalankan kegiatan sehari-hari. Agar fokus pada tugas pokok dan fungsinya, direkomendasikan berasal dari pegawai (tenaga kependidikan) yang profesional, memiliki kemampuan manajerial, dan memiliki pemahaman di bidang pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Pimpinan dan pengelola Lembaga Penjamin Mutu harus diisi oleh orang-orang berkompeten, berintegritas, dan memiliki visi yang kuat tentang kualitas pendidikan. Perubahan mental yang dapat diambil hikmahnya dalam pemilihan sumber daya manusia ini adalah ketepatan dalam memilih personal yang memiliki komitmen kuat dan visi besar untuk tampil dengan gagasan, ide, dan inovasinya. Dan sebaliknya, bagi personal yang tidak memiliki kemampuan dan kapabilitas memberikan kesempatan kepada orang yang lebih mampu menjamin kualitas. Bagi pimpinan perguruan tinggi, perubahan mental yang dibutuhkan adalah melepaskan kepentingan soal pejabat dari pendukungnya atau menjaga kepentingan perpanjangan periode kepemimpinannya. Titik ini paling krusial karena mempertaruhkan jabatan untuk kepentingan yang lebih besar. Tak ada salahnya membentuk tim untuk melakukan fit and proper test kepada calon-calon pengelola jaminan mutu. Karena pimpinan dan pengelola Lembaga Penjamin Mutu adalah jabatan karir, maka sangat dimungkinkan penjenjangan. Periodisasi pimpinan dibatasi dengan evaluasi setiap dua tahun. Pengganti pimpinan lembaga penjamin mutu dapat saja dilelang dengan prioritas dari kepala-kepala bagian atau divisi di dalam lembaga itu sendiri. Hal ini untuk menjamin keberlangsungan kebijakan dan habitualisme yang sudah terbangun sejak awal di lembaga. Jika terpaksa harus menghadirkan personal baru dari luar lembaga penjamin mutu, maka harus memiliki visi yang kuat. Seluruh kegiatan dan hal-hal yang berkaitan dengan sistem penjaminan mutu telah disusun Standard Baku Prosedurnya (Standard Operating Procedure) beserta format, formulir, kuesioner, bentuk pelaporan, dan detail berkas yang berkaitan. Semua SOP disusun dalam satu pedoman dasar dan dipublikasikan berbasis teknologi informasi agar dapat dipahami oleh seluruh civitas akademika. Perubahan mental yang harus dilakukan adalah menyamakan persepsi bahwa setiap orang harus melakukan operasional berbasis pada SOP yang berlaku. Seluruh aktifitas dilaksanakan sesuai standard baku operasional, memiliki batas waktu (target) penyelesaian, mengutamakan kepuasan, menjaga konsistensi layanan, dan mengurangi potensi kesalahan. Menjadi hal yang lazim jika suatu masalah yang dihadapi belum diatur dalam peraturan atau SOP, maka pimpinan mengambil kebijakan untuk menyelesaikannya. Pengambilan kebijakan dalam menyelesaikan masalah cenderung bersifat subyektif dan memenuhi kepentingan sesaat. Setiap menghadapi permasalahan seharusnya segera diselesaikan dengan membuat SOP yang baru dan konsisten menjalankannya jika masalah yang sama akan muncul kembali. Potensi penyimpangan prosedur merupakan salah satu penyebab penurunan mutu. Pimpinan dan staff Lembaga Penjamin Mutu harus mengikuti pelatihan secara berkala untuk menjaga kemampuan dan mencari sumber inovasi yang baru. Pelatihan yang perlu dilakukan adalah tentang manajemen mutu, manajemen resiko, dokumentasi dan pengarsipan, teknologi informasi, dan pendampingan akreditasi. Peraturan yang berlaku dan SOP yang telah disusun tidak akan berfungsi dengan baik
jika tidak ada motivasi untuk konsisten menjalankan. Dibutuhkan reward dan punishment kepada seluruh pegawai di lingkungan Lembaga Penjamin Mutu dan unit-unit kerja yang ada di lingkungan Perguruan Tinggi. Pemberian penghargaan dan sanksi ini harus diatur juga dalam SOP agar transparan, terukur, dan tidak melahirkan masalah baru. Dari Mental Turun ke TI Perubahan-perubahan mental saja belum cukup untuk menjadikan sistem penjaminan mutu internal berjalan sesuai harapan jika tidak didukung dengan implementasi berbasis teknologi informasi. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan sistem informasi penjaminan mutu. Sistem yang dikembangkan harus berbasis jaringan internet untuk mempermudah pengumpulan data dan akses data. Sistem dilengkapi dengan formulir dan format data yang lengkap dan seragam, serta memiliki fasilitas pengelompokan (query) sesuai kebutuhan pengguna. Fitur teknologi informasi yang dibutuhkan adalah sistem informasi yang mendukung mutu akademik meliputi proses belajar mengajar, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Bidang akademik merupakan kunci pada sistem administrasi perkuliahan. Implementasi Sistem Informasi Akademik sangat dibutuhkan, meliputi proses perencanaan kuliah mahasiswa (KRS), evaluasi hasil pembelajaran mahasiswa (nilai), informasi hasil evaluasi (KHS dan transkrip nilai), pembimbingan proses KRS, digitalisasi materi perkuliahan (modul dan handout) yang dapat diakses melalui portal. Pada aktifitas belajar mengajar dibutuhkan aplikasi presensi seluruh aktifitas berbasis sidik jari, mulai dari kehadiran dosen dan pegawai hingga perkuliahan mahasiswa menggunakan fasilitas biometrik untuk menghindari kecurangan kehadiran. Setiap dosen mengajar harus melakukan input data materi pengajaran pada sistem, kemudian mahasiswa memberi respon melalui sistem yang sama secara tertutup. Pihak pengelola fakultas atau jurusan diberi hak akases untuk menilai. Dosen wajib mengupdate data penelitian dan pengabdian pada masyarakat melalui sistem informasi pada saat memiliki penelitian atau pengabdian terbaru. Demikian juga jika melakukan kegiatan workshop, lokakarya, kuliah umum, seminar, sertifikasi, atau kegiatan akademis yang lain harus dilaporkan melalui sistem. Informasi ini dipadukan dengan Sistem Informasi Kepegawaian yang juga digunakan untuk analisis karir, pangkat, dan jabatan. Karya ilmiah harus dipublikasikan melalui ejournal agar dapat termanfaatkan untuk kepentingan umum. Di bidang kemahasiswaan, dengan mengacu pada data Sistem Informasi Akademik dapat dikembangkan Sistem Informasi Kemahasiswaan. Kemudian untuk mengetahui perkembangan alumni juga segera mengimplementasikan sistem tracer alumni untuk mengetahui informasi keberadaan alumni, dunia kerja alumni, menjaga jaringan antar alumni, membuka peluang kerjasama, dan mengetahui kebutuhan pendidikan dari pengalaman lulusan. Sistem anggaran juga harus memiliki sistem informasi keuangan dimana perencanaan anggaran harus diinput dalam sistem, realisasi belanja selalu dilaporkan setiap saat, pelaporan keuangan terupdate, dan kontrol penggunaan anggaran dilakukan setiap saat. Format laporan dan pertanggung jawaban keuangan dibuat standard, terinci, dan mengikuti kaidah-kaidah peraturan perundangan yang berlaku. Layanan administrasi kepada mahasiswa, staff, dan dosen harus dikembangkan berbasis teknologi informasi. Penerbitan surat keterangan, surat masuk dan surat keluar, penerbitan Surat Keputusan, dan kegiatan administrasi lain harus berbasis sistem informasi. Dan seluruh aktifitas administrasi
terrekam dan dapat diakses oleh pimpinan dan pihak berkepentingan setiap saat. Seluruh sistem informasi yang dikembangkan harus mengacu pada data yang sama dan terkendali dalam Pangkalan Data (Database) dan dikendalikan dalam Sistem Informasi Terpadu. Hal ini untuk memudahkan pihak-pihak yang membutuhkan dapat mengakses data kapan saja dengan mudah, akurat, dan terkini. Penutup Menjamin mutu bukan kepentingan pimpinan Perguruan Tinggi saja, tetapi juga mahasiswa, orang tua, pegawai, dan dosen. Perlu perubahan pola pikir (mental) untuk merubah keadaan yang biasabiasa menjadi luar biasa. Dalam hukum alam, bagi pihak yang merasa tidak nyaman dan masih ingin berada pada zona nyaman akan keberatan. Namun Perubahan Mental untuk memberikan kesadaran semua pihak menjalankan aturan yang berlaku menjadi kunci dalam sukses atau tidaknya proses penjaminan mutu. Setelah perubahan mental, kemudian mengimplementasikan seluruh aktifitas manajerial sistem penjaminan mutu internal berbasis teknologi informasi. Sistem-sistem informasi dirancang, dikembangkan, dan secara konsisten diberlakukan meliputi Sistem Informasi Akademik, Sistem Informasi Keuangan, Sistem Informasi Kepegawaian, Sistem Informasi Kemahasiswaan, Sistem Informasi Tracer Studi, Sistem Informasi Layanan Administrasi, Sistem Informasi Pengelolaan Publikasi Ilmiah (e-journal), sistem penilaian kinerja secara otomatis dapat dilakukan dengan mengacu pada data yang telah dimasukkan pada semua sistem, dan publikasi informasi kampus melalui website dan media sosial. Sebagai langkah akhir dari strategi penerapan SPMI adalah melibatkan seluruh civitas akademika untuk terlibat dalam teknologi informasi. Setiap pengguna (mahasiswa, staff, dosen, pimpinan, dan masyarakat umum) diberikan akses dengan kewenangan tertentu. Dan seluruh pihak memiliki kesepakatan yang sama, yaitu konsisten pada aturan yang diberlakukan. Muara dari sistem penjaminan mutu sesungguhnya adalah pengakuan dari masyarakat dan pemerintah dari usaha menjaga komitmen kualitas pendidikan untuk melaksanakan pengajaran yang berkualitas, memberikan layanan yang berkualitas, menghasilkan lulusan yang berkualitas, memberikan kontribusi pemikiran dalam bentuk penelitian yang berkualitas, memberikan sumbangsih kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang berkualitas, dan semuanya itu dibuktikan dengan Akreditasi yang baik. *) Addy S. Hadisuwito, Pemerhati SPMI, Dosen Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Mulawarman, HP. 08132-9222229, email:
[email protected]