1
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL STUDI KASUS DI KELURAHAN CURUG MEKAR, KOTA BOGOR
RISNA WIDIASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
2
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal : Studi Kasus Di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Januari 2008
Risna Widiastuti NRP 153044195
3
RINGKASAN RISNA WIDIASTUTI, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal : Studi Kasus di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor. (Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR sebagai Ketua, LUKMAN M. BAGA sebagai anggota komisi pembimbing).
Dalam rangka menanggulangi kemiskinan perkotaan diperlukan adanya penanganan secara sunguh-sungguh. Seiring dengan dinamika masyarakat pemerintah harus merubah paradigma pembangunan melalui pola pembangunan partisipasi, yaitu menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai subjek atau aktor pembangunan. Selain itu pembangunan haruslah berorientasi pada kemampuan sosial keluarga miskin. Untuk mengetahui program strategi pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis kelembagaan lokal di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor, maka perlu di lakukan hal-hal sebagai berikut, diantaranya : (1) Mengidentifikasi kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar. (2) Mempelajari pemberdayaan kelembagaan lokal yang bertujuan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar. (3) Menelaah dan memilah fungsi kelembagaan lokal yang berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar. Harapan yang diinginkan yakni kelembagaan lokal memiliki komitmen, berkelanjutan, memahami peran dan fungsi dalam melakukan manajemen kelembagaan lokal sebagai tahap awal penyusunan visi misi penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar. Metoda Perancangan Program menggunakan analisa Road Map yakni dengan membagi periodisasi dalam dua fase. Fase pertama adalah fase pemahaman kolektif para subjek atau stakeholder penanggulangan kemiskinan. Fase kedua adalah fase penyusunan visi dan misi penanggulangan kemiskinan, melakukan monitoring dan evaluasi serta suatu harapan dirasakannya manfaat kelembagaan. Perumusan strategi menggunakan analisa SWOT. Input analisa SWOT adalah identifikasi faktor internal dan eksternal, tahap pencocokan dan pemanduan melalui metoda paired comparison, penentuan bobot, penentuan
4
rating dan penentuan skor yakni hasil kali antara bobot dan rating. Identifikasi apa kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar menggunakan Content Analysis serta melakukan pembobotan sederhana dengan menggunakan kategori permasalahan kemiskinan tinggi, sedang dan rendah terhadap kuesioner yang diajukan pada 18 kepala keluarga miskin. Untuk memperkaya identifikasi faktor internal dan eksternal perlu diketahui kesamaan persepsi subjek program melalui metoda partisipatif Diskusi Kelompok Terarah. Secara umum pendekatan penelitian adalah Deskriptif-Kualitatif dengan menekankan pada aspek empiris tanpa mengesampingkan data kuantitatif. Pengumpulan data meliputi Observasi, Studi Dokumentasi, termasuk Data Primer dan Data Sekunder terhadap responden keluarga miskin melalui penentuan Purposive Sampling dari Sampling Frame yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian ini dapat menjadi salah satu bagian kajian bagi kelembagaan lokal menuju pengelolaan kelembagaan lokal secara mandiri dan otonom, agar dapat mengambil peran dan fungsi dalam penanggulangan kemiskinan perkotaan sekaligus memperkaya pemahaman akan dinamika kehidupan khususnya keluarga miskin.
5
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
6
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL : STUDI KASUS DI KELURAHAN CURUG MEKAR, KOTA BOGOR
RISNA WIDIASTUTI
Tugas Akhir Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
7
Judul Tugas Akhir
:
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal : Studi Kasus di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor
Nama Mahasiswa
:
Risna Widiastuti
Nomor Registrasi Pokok
:
A153044195
DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING
Dr. Ir. Aris Munandar, MS Ketua
Ir. Lukman M. Baga, MAEc Anggota
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec.
Prof. Dr. Ir. Khairil. A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 28 Januari 2008
Tanggal Lulus :
8
PRAKATA Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Kajian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Pokok Bahasan yang dipilih berjudul “Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal : Studi Kasus di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor“. Beranjak dari keinginan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam menanggulangi kemiskinan yang masih menjadi prioritas Kota Bogor, penulis menuangkannya dalam kajian ini. Banyak kajian sebelumnya yang telah mengangkat topik yang sama, yaitu Penanggulangan Kemiskinan atau Pengentasan Kemiskinan. Namun demikian, kajian ini masih bermakna dan membawa manfaat. Kemiskinan hanya dapat ditangani dengan komitmen, kerja keras dan kebersamaan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Aris Munandar dan Bapak Lukman M. Baga atas bimbingannya selama pengajaran dan penyusunan kajian ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu Dosen dan staf administrasi Institut Pertanian Bogor atas dukungannya. Penulis sampaikan pula penghormatan yang tinggi kepada Ayah, Ibu, Mertua, suami tercinta Munir Wahyudi, kakak-kakak dan adik-adik tersayang atas ketulusan kasih sayang dan motivasinya, juga tidak lupa atas kebersamaan dalam cita dan transfer pikiran positif bersama rekan-rekan Angkatan V Bogor dengan semangat kebersamaan dan berkelanjutan untuk mengimplementasikan ilmu yang diperoleh dalam berbagai bentuk aktualisasi. Ucapan terimakasih pula penulis sampaikan tidak terhingga kepada Bapak H. Diani Budiarto, Bapak. Indra M. Roesli, Hj. Euis Rochayati, seluruh alumnus Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri juga pada tim Kelurahan Curug Mekar akan ilmu zuhud tersebut. Besar harapan penulis kajian ini bermanfaat untuk meningkatkan suksesi Penanggulangan Kemiskinan khususnya penerapan Local Institutions dan Governance Reform Pemerintah Daerah Kota Bogor. Bogor, Januari 2008
Risna Widiastuti
9
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor dari ayah R. Tata Darmawan Sastrawinata dan Ibu Neneng Yuhena pada 02 Oktober 1980. Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pengadilan I Kota Bogor Tahun 1993, selanjutnya meneruskan pendidikan menengah pada Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Kota Bogor Tahun 1995. Pada Tahun 1998 penulis menamatkan sekolah lanjutan atas pada Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 2 Kota Bogor. Selang satu tahun kemudian penulis diterima sebagai Praja pada Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Departemen Dalam Negeri dan lulus pada Agustus Tahun 2003. Keinginannya untuk menuntut ilmu mengantarkannya bergabung bersama rekan mahasiswa Strata - 2 Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sejak masa kerja Oktober Tahun 2003, penulis ditempatkan pada Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor dan pada September 2006 penulis ditempatkan sebagai Sekretaris Lurah Kelurahan Curug Mekar sampai tahun 2008. Penulis menikah dengan Munir Wahyudi, SE, MM pada 16 Januari 2007 dan bertekad ingin terus mengaktualisasikan diri dan memberikan sumbang pikiran bagi program pembangunan, suksesi Penanggulangan Kemiskinan khususnya penerapan Local Institutions dan Governance Reform Pemerintah Daerah Kota Bogor.
10
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
I.
II.
PENDAHULUAN.........................................................................................
1
1.1.
Latar Belakang...................................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah...........................................................................
3
1.3.
Tujuan dan Manfaat Kajian ...............................................................
9
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
10
2.1.
Kemiskinan........................................................................................
10
2.1.1.
Pengertian Kemiskinan ......................................................
11
2.1.2.
Aspek Kemiskinan .............................................................
12
2.1.3.
Ragam, Macam dan Pembedaan atas Kemiskinan.............
14
2.1.4.
Faktor-Faktor Kemiskinan .................................................
15
2.1.5.
Kategori Waktu dalam Konteks Kemiskinan.....................
16
Pemberdayaan....................................................................................
17
METODOLOGI KAJIAN.............................................................................
19
3.1.
Kerangka Pemikiran ..........................................................................
19
3.2
Lokasi dan Waktu Kajian ..................................................................
20
3.2.1.
Lokasi Kajian .....................................................................
20
3.2.2.
Waktu Kajian .....................................................................
21
Metode Penelitian ..............................................................................
21
3.3.1.
Desain, Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling ..............
21
3.3.2.
Metode Pengumpulan Data ................................................
23
3.3.3.
Metode Pengolahan dan Analisis Data ..............................
24
Metode Perancangan Program...........................................................
28
3.4.1.
Analisis SWOT ..................................................................
28
3.4.2.
Analisis Road Map.............................................................
35
2.2. III.
3.3.
3.4.
11
IV.
V.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN..........................................
38
4.1.
Visi dan Misi .....................................................................................
38
4.2.
Program .............................................................................................
38
4.3.
Batas Wilayah Kelurahan Curug Mekar............................................
40
4.4.
Bidang Pemerintahan dan Pelayanan ................................................
40
4.5.
Kondisi Fisik Kelurahan Curug Mekar .............................................
41
4.6
Potensi Sumberdaya Manusia............................................................
42
4.7.
Potensi Kelembagaan Kelurahan.......................................................
46
POTENSI INTERNAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELURAHAN CURUG MEKAR ...............................................................
47
5.1.
Pemberdayaan Bidang Pendidikan ....................................................
47
5.1.1.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) .................................
47
5.1.2.
Taman Kanak-Kanak Yayasan Penyantun Cijahe / YPC ..
48
Pemberdayaan Bidang Kesehatan .....................................................
48
5.2.1.
Kebidanan ..........................................................................
48
5.2.2.
Kader Posyandu .................................................................
49
5.3.
Pemberdayaan Bidang Keagamaan ...................................................
49
5.4.
Pemberdayaan Bidang Ekonomi .......................................................
51
5.5.
Pemberdayaan Bidang Fisik/Sarana melalui Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) / CSR.............
52
5.5.1.
PT. Inti Innovaco................................................................
52
5.5.2.
Radar Bogor .......................................................................
52
5.5.3.
Warga Mampu ...................................................................
52
5.5.4.
Pertamina............................................................................
53
POTENSI EKSTERNAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELURAHAN CURUG MEKAR ...............................................................
55
6.1.
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Kota Bogor ...................
55
6.1.1.
Visi dan Misi ......................................................................
55
6.1.2.
Kebijakan ...........................................................................
55
Kegiatan dalam Aspek Fasilitas Pendidikan .....................................
56
6.2.1.
56
5.2.
VI.
6.2.
Sekolah Dasar Negeri Gratis..............................................
12
6.2.2.
Kartu Bebas Biaya Sekolah (KBBS)..................................
57
Kegiatan dalam Aspek Fasilitas Kesehatan.......................................
58
6.3.1.
Program Pelayanan Rujukan Keluarga Miskin ..................
58
6.3.2.
Pelayanan Keluarga Berencana Keluarga Miskin..............
58
6.3.3.
Pemberdayaan Beras Miskin..............................................
59
Kegiatan dalam Aspek Fisik atau Sarana Lingkungan melalui Rumah Tidak Layak Huni .................................................................
61
6.5.
Fasilitas Pelayanan Pemerintahan .....................................................
62
6.6.
Kegiatan dalam Aspek Ekonomi .......................................................
63
6.6.1
PROKSIMANTAP.............................................................
63
6.6.2.
Pengembangan Budi Daya Kambing Peranakan Etawa (PE, Domba dan Pengolahan Produk Samping Peternakan ..........................................................................
64
Kegiatan Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi Keluarga Miskin (KUBE GAKIN).....................
65
Pelatihan Ketenagakerjaan 12 Paket bagi Keluarga Miskin ................................................................................
66
Pemberdayaan Usaha Makanan Minuman Keluarga Miskin ................................................................................
66
Tanggung Jawab Sosial Badan Amil Zakat dan Shodaqah (BAZ) Kota Bogor ........................................................................................
67
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ......................................................
69
7.1.
Hasil Content Analysis.......................................................................
69
7.1.1.
Kecenderungan Kata Kunci dalam Batasan Kemiskinan...
69
7.1.2.
Kecenderungan Frekuensi dalam Batasan Kemiskinan .....
71
7.1.3.
Pemetaan Kebutuhan Keluarga Miskin..............................
71
7.2.
Kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar............................................
72
7.3.
Hasil Diskusi Kelompok Terarah ......................................................
74
7.3.1.
Kemitraan...........................................................................
74
7.3.2.
Potensi-potensi Internal dalam Pemberdayaan ..................
75
7.3.3.
Kesepakatan dalam Kemitraan...........................................
75
7.3.4.
Perumusan Program dan Kegiatan Kelembagaan Lokal....
78
6.3.
6.4.
6.6.3. 6.6.4. 6.6.5. 6.7.
VII.
VIII PERUMUSAN ALTERNATIF MASYARAKAT MISKIN
STRATEGI PEMBERDAYAAN PERKOTAAN BERBASIS
80
13
KELEMBAGAAN LOKAL DI KELURAHAN CURUG MEKAR KOTA BOGOR............................................................................................. 8.1.
8.2.
8.3.
IX
X.
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal .........................................
81
8.1.1.
Identifikasi Faktor Internal.................................................
81
8.1.2.
Identifikasi Faktor Eksternal ..............................................
84
Tahap Pencocokan dan Pemanduan ..................................................
87
8.2.1.
Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal dan Eksternal.......
87
8.2.2.
Penentuan Rating Faktor Internal dan Eksternal................
88
8.2.3.
Penentuan Skor atau Nilai Terbobot Faktor Internal dan Eksternal.............................................................................
89
Tahap Pencocokan melalui Matriks SWOT ......................................
95
8.3.1.
Strategi Strengths – Opportunities (S-O) ...........................
97
8.3.2.
Strategi Weakness – Opportunities (W-O)......................... 100
8.3.3.
Strategi Strengths – Threats (S-T) ..................................... 101
8.3.4.
Strategi Weakness – Threats (W-T) ................................... 103
PROGRAM STRATEGI DAN MAPPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL DI KELURAHAN CURUG MEKAR, KOTA BOGOR............................................................................................. 105 9.1.
Program Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor ................................................................................................. 105
9.2.
Mapping Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor.......... 112
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 118 10.1. Kesimpulan........................................................................................ 118 10.2. Saran .................................................................................................. 120
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 122 LAMPIRAN............................................................................................................. 126
14
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman Teks
1.
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, 2006 .......... 13
2.
Data Primer yang Diteliti dan Sumber Data................................................ 23
3.
Data Sekunder yang Diteliti dan Sumber Data ........................................... 24
4.
Skoring Terendah dan Tertinggi.................................................................. 27
5.
Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah ........................ 30
6.
Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Ekternal Wilayah ....................... 31
7.
Bentuk Matriks IFE ..................................................................................... 31
8.
Bentuk Matriks EFE.................................................................................... 34
9.
Matriks SWOT ............................................................................................ 35
10. Jenis dan Jumlah Pelayanan Kelurahan Curug Mekar Tahun 2005............ 41 11. Data Sarana Pendidikan Kelurahan Curug Mekar Tahun 2006 .................. 43 12. Peruntukan Dana Kartu Bebas Biaya Sekolah (KBBS) Tahun 2006 .......... 57 13. Karakteristik Sosio Demografis 18 Rumah Tangga Miskin ....................... 80 14. Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal......................... 87 15. Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal ...................... 88 16. Matriks Internal Factor Evaluations (IFE Matrix) ..................................... 89 17. Matriks Eksternal Factor Evaluations (EFE Matrix).................................. 93 18. Matriks SWOT ............................................................................................ 96
15
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1.
Level Kewenangan dalam Pengambilan Keputusan ..................................
4
2.
Daya Dukung Pedesaan atau Kelurahan ....................................................
5
3.
Kerangka Pemikiran ................................................................................... 19
4.
Indikator Penelitian .................................................................................... 20
5.
Jumlah Rumah Menurut Unsur Rumah...................................................... 42
6.
Penduduk Menurut Pendidikan .................................................................. 42
7.
Penduduk Berdasarkan Jumlah Jenis Kelamin Tahun 2005 ...................... 44
8.
Struktur Penduduk di Kelurahan Curug Mekar Tahun 2005 ..................... 45
9.
Struktur Organisasi PAUD Al-Barokah ..................................................... 47
10. Alur Kebijakan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan....................... 56 11. Skema Pelayanan Kesehatan Dasar Keluarga Miskin................................ 58 12. Mekanisme Penyaluran Alat Kontrasepsi Berdasarkan Permintaan .......... 59 13. Mekanisme Penyaluran Beras Miskin........................................................ 60 14. Skema Kegiatan Pemberdayaan Beras Miskin........................................... 61 15. Skema Penanganan Rumah Tidak Layak Huni .......................................... 62 16. Alur Pelaksanaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi Keluarga Miskin......................................................................................................... 66 17. Matriks Instrumen Strategi Terhadap Bahasa Program ............................. 109 18. Arsitektur Strategik Pemberdayaan Kelembagaan Lokal .......................... 113
16
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman Teks
1.
Beberapa Pengertian Kemiskinan ............................................................... 126
2.
Forum Focuss Group Discussion (FGD) .................................................... 131
3.
Content Analysis (CA) Eksplorasi Definisi Kemiskinan ............................ 132
4.
Memutuskan Parameter Konsep Kemiskinan ............................................. 136
5.
Quesioner CA Untuk Pemetaan Kebutuhan................................................ 138
6.
Frekuensi dan Persentase Frekuensi, Intensitas Skoring dan Unit yang 139 diharapkan Berubah atas Pemetaan Kebutuhan ..........................................
7.
Kuesioner..................................................................................................... 143
8.
Pemberdayaan Kelurahan Curug Mekar, 2005-2006 .................................. 148
9.
Matriks Potensi Indikator Kegiatan Kelembagaan Kelurahan Curug 149 Mekar, 2005-2006 .......................................................................................
10. Matriks Potensi Indikator Kegiatan APBD, 2006-2007.............................. 151 11. Matriks Potensi Indikator Kegiatan Kelembagaan Kelurahan Curug 154 Mekar, 2005-2006 dan APBD, 2006-2007 ................................................. 12. Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Internal dan Eksternal .......... 157
17
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kemiskinan merupakan isu sentral dan global. Sachs, (2005) 1 dalam
Kompas (2005) menyampaikan bahwa jumlah orang miskin di dunia mencapai 1.100.000.000 orang. Kemiskinan ekstrim yang terjadi menyebabkan 8.000.000 hingga 11.000.000 orang meninggal setiap tahun dan hal tersebut berarti 20.000 orang meninggal setiap harinya. Program-program dan intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan ekstrim diantaranya Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4NK), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra - Kukesra), Program
Pengembangan
Kecamatan
(PPK),
Program
Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT). Sejumlah
indikator
kemiskinan
dikembangkan
berbagai
sektor,
departemen dan instansi dalam memperhatikan program dan intervensi tersebut. Demikian banyaknya indikator kemiskinan di satu sisi menunjukkan besarnya perhatian berbagai pihak terhadap masalah kemiskinan, tetapi di sisi lain menimbulkan berbagai kerancuan dan mengarah pada suatu ketidakselarasan antar program.
1
Kompas, Jumat 8 Agustus 2005 “Jefrrey Sachs Vs Kemiskinan”.
18
Akibatnya, beberapa pihak menilai antar program tersebut didalam prakteknya bukan menghasilkan sinergi, tetapi justru menimbulkan dampak saling melemahkan
atau
kontraproduktif
(Saefuddin,
2003).
Bahkan
strategi
pembangunan yang diterapkan tidak mempengaruhi apapun bagi kesejahteraan, sebaliknya, malah membuat masyarakat semakin sengsara (Strahm, 1999). Terdapat beberapa pandangan yang memberikan alasan penyebab program kurang berdampak dalam mengurangi kemiskinan. Pertama, Namba (2003) berpandangan bahwa program kurang mempertimbangkan aspek ekosistem suatu wilayah. Padahal kemiskinan yang disebabkan situasi ekosistem persoalannya makin kompleks dan lebih sulit diatasi. Kedua, Soemardjo (2003) menggunakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia sebagai pendekatan pembangunan, kemiskinan artinya sama dengan ketidaksejahteraan, dimana pada tingkat yang paling dasar kesejahteraan manusia yang beradab tersebut, paling tidak, manusia harus dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu kecukupan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Apabila kebutuhan dasar tersebut terpenuhi, merupakan kondisi tingkat aman pertama dalam kesejahteraan manusia, dan belum beranjak pada tingkatan sejahtera secara keseluruhan (ADB, 1999). Ketiga,
masih
lemahnya
kesinambungan
penyediaan
dana
dan
pengembangan kualitas sumber daya masyarakat, sehingga masyarakat tidak berkembang keswadayaanya untuk menjadi mandiri bahkan beberapa kasus ditemukan timbulnya persepsi pada sasaran program, bahwa yang namanya program bantuan adalah sesuatu yang disamakan dengan hibah (Saefuddin, 2003). Keempat, Nasdian (2005) menambahkan bahwa di satu sisi upaya pengembangan sumber daya manusia miskin memerlukan relevansi dengan pembangunan
19
kelembagaannya pula. Masih dalam kondisi yang sama, faktanya perilaku manusia itu sendiri yang tenyata kurang kondusif bagi upaya mewujudkan kesejahteraan mereka bersama, baik secara individu, keluarga maupun masyarakat, sehingga menyebabkan mereka sangat beragam dalam mewujudkan tingkat kesejahteraannya.
1.2.
Perumusan Masalah Paradigma kemiskinan bergeser menjadi subject to subject (Nasdian,
2005). Artinya bahwa dalam penanganan kemiskinan perlu lebih melibatkan penduduk miskin sebagai subjek pembangunan dan diharapkan penanggulangan kemiskinan nantinya dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat (Muchtar, 2006). Selanjutnya kesejahteraan memerlukan beberapa perhatian. Pertama ruang lingkup masyarakat adalah sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Kedua kemandirian merupakan bentuk sistem kerjasama yang bersifat interdependen, sinergis dan bersistem. Ketiga kemiskinan memiliki dimensi dinamis dan berkelanjutan secara mandiri. Keempat krisis ditempatkan sebagai sesuatu yang mengganggu dan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam lingkup luasan dan waktu yang secara substansial membahayakan dan menjauhkan dari pencapaian kesejahteraan dan kelima kesejahteraan yang adil diartikan tercapainya keseimbangan antara kesempatan, kontribusi dan imbalan yang dapat diraih oleh setiap pihak dalam bermasyarakat.
20
Uphoff (1986) membedakan istilah ’local’ berdasarkan atas kewenangan dalam pengambilan keputusan sebagaimana pada Gambar 1. terlihat bahwa level kewenangan dalam pengambilan keputusan sebuah kelembagaan lokal pada lingkup garis putus-putus, yakni locality level, Community Level, dan Group Level. International Level National Level Regional (State or provincial) level District Level Sub Distric Level (e.g. taluk in india or thana in bangladesh
Community Level (a relatively self contained, socio-economic-residential unit) Group Level (a self-identified set of persons having some common interest; May be a small residential group like a hamlet, or neighborhood, An occupational group, or some ethnic, caste, age, sex or other grouping)
LOCALLEVELS
Locality Level (a set of communties having cooperative/commercial relations; This level may be the same as the sub distric level Where the sub district center is a market town)
Household level Individual Level
Gambar 1.
Level Kewenangan dalam Pengambilan Keputusan
Sumber : Uphoff, 1986
Gambar 1 menunjukan urutan terdiri atas international level, national level, regional/state level (Provinsi/Kota/Kabupaten), distric level (Kecamatan), sub distric level (Desa/Kelurahan), termasuk diantaranya locals level yakni locality level (dusun), community level (rukun warga), group level (rukun tetangga) hingga household level (keluarga batih) dan tingkatan terkecil yakni individual level (individu). Area aktivitas institusi lokal dalam suatu desa atau kelurahan di bagi ke dalam beberapa fungsi. Fungsi tersebut terdiri dari 7 (tujuh) unit fungsi yakni
21
infrastruktur pedesaan, manajemen sumber daya alam, manajemen sumber daya manusia, pengembangan teknologi dan pemanfaatannya, teknologi pertanian, pengembangan sektor non pertanian, dan fasilitasi kredit. Pada Gambar 2. terlihat bahwa institusi lokal dibedakan atas administrasi lokal, pemerintahan lokal, keanggotaan dalam organisasi, kelompok usaha, kelompok jasa dan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, barang dan atau jasa.
Natural Resource Management
Tecnology Generation / Dissemination
Agricultural Improvement Rural Infrastructure
NonAgricultural Improvement Human Resource Development
Gambar 2.
Credit
Daya Dukung Pedesaan atau Kelurahan
Sumber : Uphoff, 1986
Departemen Dalam Negeri, (2003) 2 membagi potensi kelurahan/desa kedalam empat lingkup, diantaranya potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, potensi kelembagaan, dan potensi sarana dan prasarana. Selanjutnya potensi kelembagaan kelurahan terbagi atas lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan, lembaga politik, lembaga ekonomi, lembaga pendidikan dan lembaga keamanan maka melalui rujukan normatif tersebut penulis mencoba
2
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 414.3/316/PMD tanggal 17 Februari 2003 tentang Sistem Pendataan Profil Desa dan Profil Kelurahan. Propinsi Jawa Barat. 2005
22
mengelompokannya dan mempelajari kelembagaan tersebut didalam wilayah Kelurahan Curug Mekar. Variabel kajian pembangunan daerah meliputi definisi kemiskinan perkotaan. Salah satu instansi yang mengulas kemiskinan perkotaan adalah Departemen Pekerjaan Umum. Ditjen Cipta Karya, (2006) mengatakan bahwa ulasan mengenai penanggulangan kemiskinan perkotaan lebih menekankan pada permasalahan kebutuhan fisik dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan sosial serta permasalahan ekonomi produktif. Kemiskinan perkotaan memiliki beberapa bentuk kegiatan diantaranya penyaluran bantuan langsung masyarakat (BLM), untuk membiayai kegiatan sosial kemasyarakatan, pendayagunaan, dan pengembangan prasarana dan sarana lingkungan serta pengembangan ekonomi lokal. Selanjutnya, kemiskinan perkotaan dalam sudut pandang Kota Bogor merupakan permasalahan yang menjadi prioritas pembangunan. Kemiskinan masuk dalam empat besar permasalahan yang dihadapi Kota Bogor 2004 - 2009. Variabel kajian pembangunan daerah mencakup lingkup Kelurahan di Kota Bogor dan Kelurahan Curug Mekar merupakan satu dari 68 Kelurahan di Kota
Bogor.
Kelurahan
Curug
Mekar
merupakan
kelurahan
sasaran
penanggulangan kemiskinan dalam konteks kewilayahan. Kelurahan Curug Mekar memiliki kontribusi 1,27% dari 41.487 kepala keluarga miskin Kota Bogor. Data kemiskinan Kota Bogor (BPS, 2006). Artinya 526 kepala keluarga miskin menempati juga 20% dari hampir 2.000 jumlah kepala keluarga Kelurahan Curug
23
Mekar. Indikator tersebut akan memberikan predikat ’Kelurahan Miskin’ 3 bagi Kelurahan Curug Mekar. Paradigma baru studi kemiskinan sedikitnya mengusulkan empat hal yang perlu dipertimbangkan (Suharto, 2003). Pertama, kemiskinan sebaiknya dilihat tidak hanya dari karakteristik keluarga miskin secara statis, melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan keluarga miskin dalam merespon kemiskinannya. Kedua, indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya tidak tunggal, melainkan indikator komposit dengan unit analisis keluarga atau rumah tangga. Ketiga, konsep kemampuan sosial (sosial capabilities) dipandang lebih lengkap daripada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi sekaligus dinamika kemiskinan, keempat, pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada beberapa key indicators yang mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh mata pencaharian (livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic need fulfillment), mengelola aset (asset management), menjangkau sumber-sumber (access to social capital) serta kemampuan dalam menghadapi guncangan dan tekanan (cope with shocks and stresses). Makmun (2003), menyatakan bahwa kondisi lokalitas perlu dipahami sebagai hal yang khusus karena berkaitan dengan penyusunan kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya – upaya penanggulangan kemiskinan secara lebih objektif dan tepat sasaran. Maka
3
Kelurahan Miskin adalah kelurahan yang persentase jumlah penduduk miskinnya mencapai lebih atau sama dengan 20 persen dari total penduduk kelurahan yang bersangkutan. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 414.3/316/PMD tanggal 17 Februari 2003 tentang Sistem Pendataan Profil Desa dan Profil Kelurahan.
24
pertanyaan spesifik penelitian adalah bagaimanakah gambaran kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar ? Pada dasarnya rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan bersumber pada sistem kelembagaan sosial, terutama pada masyarakat yang memiliki sistem kelembagaan lokal dengan kontrol sosial yang ketat. Dalam situasi seperti itu pada umumnya masyarakat memperlihatkan partisipasi internal yang tinggi. Partisipasi ini menunjuk pada wujud kesetiaan terhadap norma yang berlaku dalam sistem sosial. Keadaan ini sudah tentu dapat menyebabkan rendahnya partisipasi, apabila program-program tertentu menurut pandangan mereka tidak selaras dengan sistem norma dan kelembagaan yang ada (Soekartawi, Abdurrahman dan Mustafa, 2002). Penanganan kemiskinan perlu lebih banyak melibatkan penduduk miskin sebagai subjek pembangunan dan diharapkan kemiskinan nantinya dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat (Muchtar, 2006). Aspek penting yang perlu dilakukan oleh dan dengan pemberdayaan kelembagaan lokal adalah dalam menentukan atau mengevaluasi ketidaksejahteraan atau kemiskinan (poverty assesments) (Saefuddin, 2003). Pertanyaan spesifik penelitian berikutnya adalah mempelajari pemberdayaan kelembagaan lokal mana sajakah yang berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar ? Juoro (1985) berpandangan bahwa pembangunan merupakan suatu strategi yang dirancang guna memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi keluarga miskin maka usaha untuk memeratakan pendapatan dituntut adanya perbaikan kelembagaan. Soekartawi (1990) mengungkapkan aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi secara keseluruhan, tetapi juga segi
25
ekonomi desa/kelurahan. Berkaitan ulasan dimuka maka pertanyaan yang akan dipaparkan pada penelitian ini adalah bagaimanakah fungsi kelembagaan tersebut berjalan dan bagaimana kelembagaan tersebut mengambil peran dalam penanggulangan kemiskinan ? Identifikasi kemiskinan merupakan aspek penting yang perlu dilakukan oleh lembaga lokal. Kelembagaan lokal juga merupakan sebuah wahana penting dalam proses belajar masyarakat. Eksistensi, fungsi dan kesiapannya merupakan salah satu tahapan dalam penanggulangan kemiskinan. Identifikasi kemiskinan, aktivitas pemeduli kelembagaan lokal, strategi dan mapping dalam Road Map merupakan persiapan kelembagaan dalam mengoperasionalisasikan tahapan penanggulangan kemiskinan. Maka yang menjadi pertanyaan pokok dalam kajian ini adalah bagaimanakah rancangan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis kelembagaan lokal di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor ?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Kajian Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan sebelumnya maka beberapa
hal yang menjadi tujuan dalam kajian ini adalah : 1. Mengidentifikasi apa kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar. 2. Mempelajari pemberdayaan kelembagaan lokal yang berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar. 3. Menelaah fungsi kelembagaan lokal yang berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar.
26
Berdasarkan tujuan kajian dimuka besar harapan penulis kajian pembangunan daerah ini dapat bermanfaat bagi : 1. Pemerintah, Masyarakat dan Organisasi Non Pemerintah Memberi masukan kepada Pemerintah, Masyarakat dan Organisasi Non Pemerintah dalam memahami masyarakat miskin. 2. Penulis : Sebagai bentuk aktualisasi diri dan wahana akademis menerapkan ilmu yang diperoleh dan dalam memahami dinamika kehidupan kehidupan, khususnya penanggulangan kemiskinan secara swadaya.
27
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan
untuk mengakses sumberdaya–sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, (Makmun, 2003). Berikut adalah beberapa karakteristik kemiskinan : 1. Dinas Sosial, (2005) : kemiskinan adalah pertama, mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Kedua, mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Ketiga, mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada disekitar garis kemiskinan. 2. BKKBN : Pertama, tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya. Kedua, seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari. Ketiga, seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja, sekolah dan bepergian. Keempat, bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah. Kelima, tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. 3. BPS : Suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2.100 kalori perkapita per hari. 4. Bank Dunia : Keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan $2/hari.
28
2.1.2.
Aspek Kemiskinan Empat dimensi pokok kemiskinan (lokal maupun nasional)
menurut
Makmun (2003) pertama, kurangnya kesempatan (lack of opportunity), kedua rendahnya kemampuan (low of capabilities), ketiga kurangnya jaminan (low-level of security) keempat ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Selanjutnya Narhetali (2003) mengutip hasil penelitian tentang kemiskinan yang dilakukan Yeates dan Mc. Laughin (Bank Dunia, 2000) yang menyatakan bahwa orang miskin mempunyai penekanan yang berbeda dari pembuat kebijakan tentang hal-hal yang dipersepsi sebagai dimensi kemiskinan. Selain tingkat pendapatan, konsumsi, pendidikan dan kesehatan, kaum miskin juga menekankan faktor psikologis seperti kepercayaan diri, ketidakberdayaan (powerlessness) serta pengucilan fisik dan sosial sebagai sumber kemiskinan. Dengan demikian secara jelas terlihat bahwa bagi orang, kelompok, komunitas, masyarakat miskin, ternyata peningkatan pendapatan bukanlah satu-satunya hal yang amat penting, tetapi perlakuan humanis penuh harga diri, self-respect juga merupakan sesuatu yang amat bernilai. Sumardjo (2003) mengatakan bahwa terdapat dua kategori kondisi masyarakat yaitu kategori kondisi fenomena kehidupan masyarakat miskin karena ketidakmampuannya meraih aset usaha produktif, yang kedua kondisi fenomena kehidupan masyarakat miskin karena ketidakberdayaannya secara ekonomi, fisik atau ketidakberdayaan mental atau kategori the poorest of the poor. Sumodiningrat (2002) menyebutkan bahwa masyarakat miskin secara umum dapat ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan (powerlessness).
29
Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan tersebut menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat. Ciri-ciri orang miskin menurut Salim, (1980) yaitu umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal atau keterampilan; tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri; tingkat pendidikan rata-rata rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar; kebanyakan tinggal di perdesaan, umumnya menjadi buruh tani atau pekerja kasar diluar pertanian; kebanyakan yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan (skill) atau pendidikan. Meskipun banyak terminologi mengenai kemiskinan, tetapi secara umum dapat dinyatakan bahwa istilah kemiskinan selalu menunjuk pada sebuah kondisi yang serba kekurangan. Kondisi serba kekurangan tersebut bisa diukur secara objektif, dirasakan secara subjektif, atau secara relatif didasarkan pada perbandingan dengan orang lain, sehingga melahirkan pandangan objektif, subjektif dan relatif tentang kemiskinan. Menurut Nurkse (1953) menjelaskan bahwa aspek-aspek kemiskinan penduduk yang meliputi aspek sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama disebabkan oleh terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi tampak pada terbatasnya pemilikan faktor produksi, upah rendah daya tawar petani rendah, rendahnya tingkat tabungan dan lemah mengantisipasi peluang-peluang kesempatan berusaha yang ada.
30
Berdasarkan aspek psikologi, kemiskinan terjadi terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas dan rasa terisolir. Sedangkan dari aspek politik terkait dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan. Soemardjo (2003) menyampaikan salah satu cara mengidentifikasi kemiskinan adalah metode garis kemiskinan yaitu suatu tolok ukur yang menunjukkan ketidakmampuan penduduk melampaui ukuran garis kemiskinan atau suatu ukuran yang didasarkan pada kebutuhan atau pengeluaran konsumsi minimum, misalnya konsumsi pangan dan konsumsi nonpangan (perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang dan jasa). Tabel 1 memberikan contoh bahwa ukuran tersebut terdiri atas makanan dan bukan makanan perkotaan pada garis total Rp 175.324 Sejalan pada batasan yang dikemukakan UNDP 1997 dalam Cox, (2004) bahwa seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan.
Tabel 1.
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, 2006 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Daerah/Tahun
Makanan
Bukan Makanan
Total
Jumlah Penduduk Miskin (juta)
Persentase Penduduk miskin
Perkotaan Februari 2005
103.992
46.807
150.799
12.40
11.37
Maret 2006
126.527
48.797
175.324
14.29
13.36
84.014
33.245
117.259
22.70
19.51
103.180
28.076
131.256
24.76
21.90
Perdesaan Februari 2005 Maret 2006 Kota+Desa
31
Februari 2005 Maret 2006
91.072
38.036
129.108
35.10
15.97
114.619
38.228
152.847
39.05
17.75
Sumber : BPS, 2006
2.1.3. Ragam, Macam dan Pembedaan atas Kemiskinan Nurkse (1953) membedakan kemiskinan menjadi tiga pengertian. Pertama, Kemiskinan Absolut dimana hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum (pangan, sandang, kesehatan, papan). Kedua, Kemiskinan Relatif dimana seseorang yang telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Dan ketiga, Kemiskinan Kultural yang berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Max Neef dalam Zikrullah (2000), mengungkapkan sekurang-kurangnya ada enam macam kemiskinan yang perlu dipahami oleh pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap penanganan kemiskinan, yaitu : a. Kemiskinan Subsitensi, penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal; b. Kemiskinan Perlindungan, lingkungan buruk, (sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah; (c) kemiskinan pemahaman, kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya akses informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran akan
32
hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan terbatasnya kesadaran akan hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan; c. Kemiskinan Partisipasi, tidak ada akses dan kontrol atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas; d. Kemiskinan Identitas, terbatasnya pembauran antara kelompok sosial, terfragmentasi dan e. Kemiskinan Kebebasan, stress, rasa tidak berdaya, tidak aman baik ditingkat pribadi maupun komunitas. Hendrakusumaatmaja (2002) berpendapat bahwa gejala kemiskinan dapat dicirikan oleh tiga hal. Pertama, rendahnya penguasaan aset dimana skala usaha tidak efisien dan mengakibatkan produktivitas menjadi rendah. Kedua, rendahnya kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kepemilikan atau penguasaan aset dan ketiga, rendahnya kemampuan dalam mengelola aset.
2.1.4. Faktor-Faktor Kemiskinan Akar kemiskinan di Indonesia tidak hanya harus dicari dalam budaya malas bekerja keras. Keseluruhan situasi yang menyebabkan seseorang tidak dapat melaksanakan kegiatan produktifnya secara penuh harus diperhitungkan. Faktor–faktor kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin juga termasuk faktor eksternal. Faktor eksternal misalnya kebijakan pembangunan yang keliru temasuk dalam faktor eksternal serta korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi
33
anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin juga termasuk faktor eksternal. Makmun (2003) berpendapat faktor kemiskinan secara internal lebih banyak melibatkan faktor sumberdaya manusianya. Sulekale (2003) menambahkan dengan faktor keterbatasan wawasan, kurangnya keterampilan, kesehatan yang buruk dan etos kerja yang rendah. Lantas secara eksternal, kemiskinan merupakan kondisi yang lebih kompleks karena satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi misalnya etos kerja yang rendah dari penduduk asli dihadapkan pada etos kerja tinggi penduduk pendatang apabila dalam prosesnya mengalami interaksi fungsional dan berkepanjangan akan memunculkan gejala kemiskinan. Isu kemiskinan yang berkenaan dengan hal ini adalah terjadinya kesenjangan penguasaan aset ekonomi antara pendatang dengan penduduk asli (Namba, 2003). Faktor-faktor internal juga dapat dipicu munculnya oleh faktor eksternal. Kesehatan masyarakat yang buruk adalah pertanda rendahnya gizi masyarakat. Rendahnya gizi masyarakat adalah akibat dari rendahnya pendapatan dan terbatasnya sumber daya alam. Selanjutnya, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah akibat dari kurangnya pendidikan. Hal yang terakhir ini juga pada gilirannya merupakan akibat dari kurangnya pendapatan. Kurangnya pendapatan merupakan akibat langsung dari keterbatasan lapangan kerja. Krisis ekonomi berimplikasi pada turunnya investasi, Putus Hubungan Kerja (PHK) naik akibat faktor produksi mengalami efisiensi, kerugian PHK adalah daya beli turun karena tidak ada pendapatan, maka dampak terbesar adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) turun (faktor internal). Rupiah turun
34
berimplikasi pada penurunan produksi barang (faktor eksternal). Dan seterusnya begitu, berputar-putar dalam proses saling terkait.
2.1.5. Kategori Waktu dalam Konteks Kemiskinan Makmun (2003) menyatakan bahwa kemiskinan dapat bersifat : 1. Persistent Poverty yakni kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun umumnya menimpa wilayah yang memiliki sumber daya alam yang kritis dan atau terisolasi; 2. Cyclical Poverty yakni kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan; 3. Seasonal Poverty yakni kemiskinan musiman seperti yang terjadi pada usaha tani tanaman pangan dan nelayan; 4. Accidental Poverty yakni kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
2.2.
Pemberdayaan Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang lahir sebagai
bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Pranaka dan Moeljarto (1996) berpendapat bahwa konsep pemberdayaan mulai tampak ke permukaan sekitar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an atau akhir abad ke-20.
35
Pemberdayaan masyarakat sebagai strategi pembangunan digunakan dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia. Perspektif pembangunan ini menyadari betapa pentingnya kapasitas manusia dalam rangka meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan nonmaterial melalui redistribusi modal atau kepemilikan. Sebagai suatu strategi pembangunan, pemberdayaan didefinisikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri dari lingkungannya (Payne, 1997). Ife (1995) memberikan batasan pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka, menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka. Bersinggungan dengan hal tersebut Sutrisno (2000) menjelaskan dalam perspektif pemberdayaan, masyarakat diberi wewenang untuk mengelola sendiri dana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain, disamping mereka harus aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan. Perbedaannya dengan pembangunan partisipatif adalah keterlibatan kelompok masyarakat sebatas pada pemilihan, perencanaan, pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai oleh pemerintah.
36
III.
3.1.
METODOLOGI KAJIAN
Kerangka Pemikiran Saefuddin (2003) menegaskan bahwa aspek penting yang perlu dilakukan
oleh dan dengan pemberdayaan kelembagaan lokal adalah dalam menentukan atau mengevaluasi ketidaksejahteraan atau kemiskinan (poverty assesments). Dalam mengidentifikasi kemiskinan dengan cara mengambarkan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar akan membantu fungsi kelembagaan lokal, sebagaimana Makmun (2003) bahwa kondisi lokalitas perlu dipahami sebagai hal yang khusus karena berkaitan dengan penyusunan kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya–upaya penanggulangan kemiskinan secara lebih objektif dan tepat sasaran. Secara skematis, kerangka pemikiran tersaji pada Gambar 3.
Kemiskinan/ Miskin ??
Status Quo Kondisi Saat Ini
Pemberdayaan Kelembagaan Lokal 1. Mempelajari 2. Menelaah/Memilah 3. Kemitraan 4. Kekuatan 5. Kesepakatan pelaku
Gambaran Kemiskinan
REVIEW Perubahan yang harus dilalui Untuk mencapai kondisi yang diinginkan
Analisa Lingkungan Internal
Analisa Lingkungan Eksternal
Kompetensi dan Peran
Peluang Troika
STRATEGI Yang harus dikembangkan Untuk mencapai kondisi yang diinginkan
Strengths-Opportunities Weakness-Opportunities Strengths-Threats Weakness-Threats
Road Map : Pendekatan Arsitektur Strategik
Lingkup Penelitian
1. Keterlibatan pelaku (Norma, bentuk, dll) 2. Adaptasi Sebuah Arsitektur Strategik
Arsitektur Strategik Program Kerja/ Strategi/ Aktivitas Fase 1 Pemahaman Kolektif Subjektor Implementasi Fase 2 Visi Misi, Manfaat Lembaga
37
Gambar 3.
Kerangka Pemikiran
Gambar 4. menunjukan struktur penelitian yang meliputi tahap input, proses dan output yang dibutuhkan dalam penelitian. PEMBERDAYAAN BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN T1
Input
Proses
Output
T4
• Konsep, Batasan, Teori Kemiskinan • Menggunakan Indikator Komposit BPS • Data Sekunder, Observasi / Dokumentasi • Kuesioner 18 gakin
• Data Sekunder • Observasi • Dokumentasi Dalam Kerangka Konseptual: • Aspek Kemiskinan
• Output Tujuan 2 / T 2 Output. • Pemkot : TPK • Pelaku (Server Data) • Gakin
• Output Tujuan 3 / T 3 Output
Content Analysis (CA) : • Langkah 3 CA (Frekuensi dan Parameter) • 93 Kategori dalam Batasan Kemiskinan. • 190 jumlah kata kunci
• Tabulasi Data dengan memperhatikan aspek kemiskinan dan value pemberdayaan.
Focuss Group Discussion (FGD) dengan memperhatikan : • Kelompok Sasaran • Memahami Karakteristik • Mencermati Kriteria • Peran Kelembagaan • Nilai yang dianut • Kemitraan
• IFE dan EFE Analysis • Analysis SWOT • Analisis Road Map
Identifikasi Kemiskinan dalam kerangka konseptual: • Permasalahan Kemiskinan dengan kategori ‘sedang’ • Kemiskinan Relatif • Cyclical Poverty (Memberikan Identitas)
Menemukenali : • Eksistensi Lembaga • Aspek tujuan lembaga • Kemitraan yang terjadi • Karakteristik/Kriteria Pemanfaat • Fase yang berlangsung (perintisan, penumbuhan atau penguatan)
Matriks potensi internal dan eksternal penanggulangan kemiskinan perkotaan
Pemberdayaan berbasis Kelembagaan Lokal dalam beberapa aktivitas
Gambar 4.
3.2.
T3
T2
Indikator Penelitian
Lokasi dan Waktu Kajian
3.2.1. Lokasi Kajian Kajian ini dilaksanakan di Kelurahan Curug Mekar. Cakupan kegiatan Kajian Pembangunan Daerah ini adalah potensi internal kelembagaan yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan. Pemilahan daerah kajian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut antara lain : (1) Kelurahan Curug
38
Mekar memiliki kecenderungan berpredikat ’Kelurahan Miskin’ (Depdagri, 2003), (2) Ketersediaan dan kemudahan memperoleh data kajian. 3.2.2. Waktu Kajian Waktu Kajian mulai bulan September 2006 s/d Mei 2007.
3.3.
Metode Penelitian Penelitian ini bermaksud mendapatkan gambaran nyata kelembagaan lokal
sebagai basis penanggulangan kemiskinan perkotaan, secara sistematis dan faktual di lapangan, serta kecenderungan pencapaian hasil program, oleh karena itu jenis penelitian ini adalah deskriptif - kualitatif dan evaluatif sifatnya. Penelitian ini menyajikan gambaran secara detail dari sebuah situasi dan atau social setting (Newman, 1997) sesuai dengan Danim (2002) pada pendekatan kualitatif, data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata (kata kunci), gambar dan bukan angka-angka. Kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang. Data dimaksud meliputi transkip wawancara, catatan dan lapangan, foto-foto, dokumen pribadi, nota dan catatan lain-lain. Atas alasan itulah dipilihnya pendekatan kualitatif-deskriptif.
3.3.1. Desain, Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling Kemiskinan yang akan digambarkan dalam penelitian ini adalah kemiskinan menurut keluarga miskin. Gambaran kemiskinan diperoleh dengan mengajukan kuesioner dengan sifat tertutup artinya telah disediakan jawaban pasti. Variasi jawaban memperlihatkan intensitas gambaran kemiskinan yakni
39
dalam kondisi tingkat permasalahan kemiskinan ’tinggi’, ’sedang’ dan ’rendah’. Kuesioner penelitian sebagai data primer diperoleh setelah peneliti merangkum keseluruhan kata kunci dalam telaahan pustaka definisi kemiskinan dengan menggunakan 6 (enam) parameter metode Content Analysis (CA). Kemiskinan tidak hanya merupakan aspek permasalahan dalam sudut pandang keluarga miskin. Pemerintah, kelompok pemerhati dan masyarakat mampu sebagai pelaksana yang memiliki kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan juga memiliki pendapat. Manajemen penanggulangan kemiskinan mengisyaratkan mutlak adaya proses looping dalam memahami kemiskinan. Untuk itulah pandangan stakeholder penanggulangan kemiskinan dirumuskan dalam analisis SWOT. Informan dalam penelitian ini dilakukan secara beragam yakni purposive sampling (sampling bertujuan). Artinya sampel dipilih dari sampling frame yaitu keluarga miskin yang telah diidentifikasi dan ditetapkan oleh Kelurahan. Keluarga miskin diberikan pilihan menggambarkan kemiskinan versi mereka secara pribadi (digunakan data 18 keluarga miskin yakni satu keluarga miskin per RT). Stratified
Random
Sampling
digunakan
untuk
melakukan
tahap
pemanduan IFE dan EFE Matriks kepada tingkatan sektor pelaksana upaya penanggulangan kemiskinan dengan pertimbangan informan mengetahui secara baik pelaksanaan program. Enam informan adalah Bapeda, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Bagian Sosial, Kecamatan dan kelurahan. Sedangkan informan Focus Group Discussion direkam pada saat rembug warga tingkat RW berlangsung yakni dihadiri Bapeda, Forum BKM tingkat Kota, Forum LPM
40
tingkat Kota, Kelurahan, BKM tingkat kelurahan, LPM tingkat kelurahan, Tokoh Masyarakat dan Perwakilan Warga Miskin.
3.3.2. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui bentuk kuesioner terstruktur, dan tahapan identifikasi, tahapan pencocokan dan pemanduan dan tahap pencocokan melalui matriks SWOT serta tahap mapping strategy dengan menggunakan Road Map Analysis. Tabel 2. menunjukan data primer yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian yakni kuesioner untuk memperoleh identitas kemiskinan, kuesioner menyusun dan penentuan paired comparison, nilai bobot dan nilai rating. Selanjutnya pengayaan terhadap tahap masukan identifikasi faktor internal dan eksternal melalui FGD serta kuesioner identifikasi faktor SWOT, serta tahap pemanduan melalui IFE dan EFE Matriks. Tabel 2.
Data Primer yang Diteliti dan Sumber Data
No 1.
Jenis Data/Informasi
Sumber Data
Kuesioner identifikasi kemiskinan Kategori Soal (92)
18 Kepala Keluarga Miskin
Kata Kunci (190) Parameter Pemetaan Kebutuhan (6) 2.
Kuesioner penentuan paired comparison, nilai bobot, nilai rating Faktor Internal :
Kepala/perwakilan Bapeda,
Kekuatan
Kepala/perwakilan Dinas Pendidikan,
Kelemahan Faktor Eksternal : Peluang Ancaman
Kepala/perwakilan Dinas Kesehatan, Kepala/perwakilan Bagian Sosial,
41
Camat/perwakilan Kecamatan dan Lurah/perwakilan Kelurahan.
3.
Diskusi/wawancara terbuka melalui metode FGD Pengayaan terhadap masukan faktor strategis : Faktor Internal : Kekuatan Kelemahan
Bapeda, Forum BKM tingkat Kota, Forum LPM tingkat Kota, Kelurahan, BKM tingkat kelurahan, LPM tingkat kelurahan, Tokoh Masyarakat dan Perwakilan Warga Miskin
Faktor Eksternal : Peluang Ancaman
Berikut adalah Tabel 3. Menunjukan jenis data dan sumber data sekunder yang diperlukan dalam menunjang tujuan dalam kerangka dan struktur penelitian.
Tabel 3.
Data Sekunder yang diteliti dan Sumber Data
No
Jenis Data
1.
Studi Pustaka Kemiskinan Pengertian Aspek Ragam, Macam dan Pembedaan Faktor-faktor Konteks Kategori Waktu Penyebab Kemiskinan
2.
Sumber Data Sulekale, 2003 ; Nasdian, 2005 ; Muchtar, 2003 ; Saefuddin, 2003 ; BPS, 2006 ; Suharto, 2003 ; Makmun, 2003 ; Soekartawi dan Mustafa, 2002 ; Juoro, 1985 ; UU32/2003 ; BPS, 2006 ; BKKBN ; Bank Dunia ; Dinas Sosial ; Sajogyo, 1987 ; UNDP ; Nurkse, 1953 ; Max Neef dalam Zikrullah, 2000 ; Namba, 2003 ; Hendrakusumaatmaja, 2002 ; Yeates & Mc. Laughin, 2000.
Data Kedinasan/lembaga APBD RKA Dinas Dokumen-dokumen Catatan-Catatan di Lapang
Tim PKP Daerah Kota Bogor, Bapeda, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Bagian Sosial, Kecamatan dan Kelurahan
PAUD, TK YPC, Kader Posyandu, DKM, PT. Inti Innovaco, Radar Bogor, Pertamina
42
3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu : reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan sebagaimana menurut Miles, Huberman dan Yin dalam Suprayogo & Tobroni (2001). Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Penyajian data adalah kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif yang dibantu dengan matrik, grafik, jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang diperoleh.
a. Content Analysis (CA) Tujuan kajian dalam penelitian ini salah satunya adalah mengidentifikasi apa kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar. Untuk itu penulis perlu mengetahui dan mengeksplorasi berbagai istilah dan batasan dalam kemiskinan yang dituliskan oleh para peneliti. Restrukturisasi kemiskinan terbagi dalam dua hal yakni mendapatkan frekuensi kata kunci tertinggi dan yang kedua yakni mendapatkan kata kunci yang dapat dijadikan karakteristik kemiskinan. Pada akhirnya untuk memperoleh identifikasi kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar karakteristik kemiskinan tersebut akan disusun dalam bentuk kuesioner dan diajukan pada 18 kepala keluarga miskin dari sampling frame yang telah ditetapkan oleh pihak kelurahan.
43
Kuesioner CA selalu mengajukan pertanyaan pasti mengenai data seperti menghasilkan hasil yang terukur untuk menghasilkan informasi deskriptif atau memvalidasi temuan penelitian lain. Mendefinisikan parameter CA adalah teknik untuk membuat pengaruh secara sistematik dan objektif serta mengidentifikasi karakter khusus (Holsti, 1968). Lebih sederhana CA dapat digunakan untuk menganalisis secara sistematis dimensi yang muncul dalam bentuk tulisan (Henderson, 1991). Menurut Berg (1998) banyak penulis merasa bahwa CA berarti bentuk bagian perhitungan yang berorientasi positif. Penggunaan CA juga harus memilih antara atau membandingkan dua jenis CA. Identifikasi pengkodean pada penelitian menurut Cohen (1960) meliputi : 1. Mendefinisikan “kata kunci” yang akan direkam (contoh: pendidikan); 2. Mendefinisikan kategori dan sub kategori dalam hal penelitian yang tekait dengan “pendidikan” ; 3. Menghitung frekuensi pengulangan ; 4. Membuat kata kunci berikutnya (contoh : pemanfaatan) ; 5. Mendefinisikan kategori dan subkategori dalam penelitian yang terkait dengan pemanfaatan; dan mengulangi untuk kata kunci selanjutnya. Tahap selanjutnya CA digunakan untuk menggali kondisi kemiskinan di lokasi. Penelitian eksplorasi ini menggunakan metode kuesioner kepada kepala keluarga miskin yang meliputi faktor internal kemiskinan. CA merefleksikan hubungan erat interaksi antara ilmu sosial dan psikologi (Berelson, 1952). 1) analisis eksplorasi definisi kemiskinan dengan objek analisis pengertian, aspek, ragam, macam dan pembedaan, faktor-faktor konteks kategori waktu, penyebab kemiskinan dari telaahan pustaka.
44
2) memutuskan parameter-parameter konsep kemiskinan meliputi pemetaan kebutuhan kondisi sarana dan prasarana, pemetaan kebutuhan pengembangan usaha produktif, dan pemetaan kegiatan sosial dan sumber daya manusia. 3) Posting dari masing-masing parameter definisi kemiskinan yakni dengan mengumpulkan kata kunci yang sama, menghitung jumlah kata kunci yang muncul. 4) memutuskan ketepatan parameter berdasarkan frekuensi sub definisi kemiskinan yakni dengan menghitung frekuensi yang paling dominan dari setiap parameter. 5) analisis hasil yakni dengan mengetahui urutan terbesar frekuensi dalam sebuah parameter (menghitung total frekuensi dalam setiap parameter).
b. Analisis Identifikasi Kemiskinan Analisa tujuan satu yakni mengevaluasi permasalahan kemiskinan, mengidentifikasikannya dengan menguji 18 responden kepala keluarga miskin, sebagaimana skoring pada Tabel 4. berikut : Tabel 4.
Jml
Skoring Terendah dan Tertinggi
Nomor Urut Kategori
Kategori
Jumlah Kriteria
Skor Tertinggi
Pemetaan Kebutuhan Kondisi Sarana dan Prasarana 23 Kategori … 33 69 Pemetaan Kebutuhan Pengembangan Usaha Produktif 2 Kategori … 7 6 Pemetaan Kebutuhan Pengembangan Kegiatan Sosial dan Sumber Daya manusia 14 Kategori … 18 42 Pemetaan Kebutuhan Dasar 13 Kategori … 54 39 Pemetaan Kebutuhan Nilai Antropologi
Skor Terendah 23 2 15 13
45
34 Kategori … Pemetaan Kebutuhan Historis Geografis/Klimatologi 6 Kategori … 92 TOTAL
67
103
34
11 190
16 275
6 93
Kategori tersebut terdiri dari intensitas permasalahan kemiskinan tinggi, sedang dan rendah dengan total skor 4.950 dari 18 responden sampling frame dengan kategori hasil sebagai berikut : 1. Permasalahan kemiskinan tinggi apabila nilai skornya lebih dari 3.960 (80% dari nilai skor maksimal 4.950). 2. Permasalahan kemiskinan sedang apabila nilai skornya antara 2.970 – 3.960 (60% - 80% dari nilai skor maksimal 4.950). 3. Permasalahan kemiskinan rendah apabila nilai skornya kurang dari 2.970 (kurang dari 60% nilai skor maksimal 4.950). ai = jumlah skor jawaban variable ke-i ai =
Xi ∑ Xi i=1
Xi = jumlah skor jawaban kategori ke-i i = 1,2,3,…, n n = jumlah responden
c. Diskusi Kelompok Terarah Diskusi Kelompok terarah atau Focus Group Discussions (FGD) bertujuan untuk menyamakan persepsi merumuskan program dan kegiatan, sehingga selain dapat tergali potensi-potensi yang ada di Kelurahan Curug Mekar dalam juga dapat menjadi landasan dalam mendukung pemberdayaan (penguatan manajemen) kelembagaan lokal. Serangkaian FGD meliputi topik-topik bahasan sebagai berikut 1. Kemitraan ;
46
2. Potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan Kelurahan Curug Mekar untuk mendukung pemberdayaan (penguatan manajemen) kelembagaan lokal; 3. Kesepakatan antar pelaku penanggulangan kemiskinan. 4. Perumusan program dan kegiatan yang akan dilakukan kelembagaan lokal.
3.4.
Metode Perancangan Program Perancangan strategi menggunakan analisis SWOT
dan tahap akhir
mapping yakni output strategi dipetakan kedalam beberapa aktivitas kelembagaan.
3.4.1. Analisis SWOT SWOT terdiri dari dua faktor strategis yakni internal berisi kekuatan dan kelemahan serta eksternal berisi peluang dan ancaman. Sebagai bagian dari analisis SWOT dan sebagai bagian dari langkah pengembangan strategi maka digunakan teknik Snow Card atau Snow Ball (Nutt dan Backoff, 1987) dimana teknik ini akan digunakan empat kali untuk fokus kepada pertanyaan sebagai berikut : 1. Peluang eksternal terpenting apakah yang dimiliki organisasi ? 2. Ancaman ekstenal terpenting apakah yang dihadapi organisasi ? 3. Apa kekuatan internal terpenting organisasi ? 4. Apa kelemahan internal terpenting organisasi? Kemudian keempat daftar dibahas, diperbandingkan dan diperhadapkan baik untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan segera maupun untuk mempersiapkan identifikasi isu strategis pada langkah selanjutnya (Bryson, 2005).
47
Internal Strategy Faktor Analysis System (IFAS) merupakan analisis internal. Bobot dari berbagai komponen faktor strength dan weakness memiliki nilai satu. Sedangkan External Strategy Faktor Analysis System (EFAS) merupakan analisis eksternal (Opportunity and Threat) memiliki dua elemen pertama lingkungan sosial memuat PEST (politik, ekonomi, sosial dan teknologi). Kedua lingkungan tugas yang terkait langsung dengan misi organisasi. Bobot dari berbagai komponen faktor opportunity dan faktor threat memiliki nilai satu, bobot suatu faktor akan lebih tinggi jika ia memiliki urgensi (Syaukat, 2005) 4.
a. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE - EFE) Matriks evaluasi faktor internal dan eksternal (Internal Faktor Evaluation - EFE Matrix dan External Faktor Evaluation - EFE Matrix) merupakan alat bantu dalam merangkum dan mengevaluasi informasi eksternal yang meliputi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan persaingan. Tahapan pencocokan dan pemanduan penting dilakukan untuk melengkapi nilai bobot dan nilai rating kedua faktor strategis. Pembobotan ditempatkan pada kolom kedua matriks IFE dan matriks EFE, sedangkan rating ditempatkan pada kolom ketiga matriks IFE dan matriks EFE. Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan mengajukan identifikasi faktor internal dan eksternal dengan menggunakan metode Paired Comparison (Tripomo dan Udan, 2005). Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu
4
Yusman Syaukat. 2005. Handouts Metodologi Kajian Pembangunan Daerah. IPB. Bogor.
48
internal dan eksternal. Berikut Tabel 5. adalah bentuk penilaian bobot faktor stategis internal wilayah dengan menggunakan skala 1, 2 dan 3 total dan bobot.
Tabel 5.
Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah
Faktor Strategis Internal
A
B
C
...
Total
Bobot
A B C ... Total Sumber : Tripomo dan Udan, 2005
Untuk menentukan bobot setiap variabel digunakan skala 1, 2 dan 3. skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan rumus : ai = Bobot variable ke-i ai =
Xi
∑ Xi
i=1
Xi = Nilai Variabel ke-i i = 1,2,3,…, n n = jumlah variabel
49
Berikut Tabel 6. adalah bentuk penilaian bobot faktor stategis internal wilayah dengan menggunakan skala 1, 2 dan 3 total dan bobot. Tabel 6.
Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah
Faktor Strategis Eksternal
A
B
C
...
Total
Bobot
A B C ... Total Sumber : Tripomo dan Udan, 2005
Setelah melakukan tahapan pencocokan dan pemanduan yakni dengan menentukan nilai bobot dan nilai rating, maka kolom 2 dan kolom 3 matriks IFE dan EFE telah dapat memasuki tahap IFE Matrix pada Tabel 7. dan EFE Matrix pada Tabel 8.
Tabel 7.
Bentuk Matriks IFE
Key Internal Factors
Weight (Bobot)
Rating
Weight Score (Nilai Terbobot)
Strengths : Weakness : Total
1.00
Sumber : Tripomo dan Udan, 2005 Langkah-langkah membentuk matriks IFE pada Tabel 7. adalah sebagai berikut. 1. Menuliskan faktor internal utama yang diidentifikasi dari audit internal, termasuk faktor kekuatan dan kelemahan organisasi.
50
2. Memberikan bobot untuk setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukkan seberapa penting keberhasilan faktor tersebut dalam pemetaan kebutuhan yang bersangkutan. Jumlah seluruh bobot untuk setiap faktor harus sama dengan 1,0. 3. Memberikan rating untuk setiap faktor. Nilai 4 menunjukkan bahwa kondisi organisasi pada suatu faktor sangat kuat, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi organisasi pada suatu faktor sangat lemah. 4. Melakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai terbobot. 5. Melakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot bagi organisasi. Jumlah total nilai terbobot dapat bervariasi dari yang terendah (1,0) sampai dengan yang tertinggi (4,0) dengan nilai rata-rata 2,5. Nilai dibawah 2,5 menunjukkan bahwa organisasi lemah secara internal, sedangkan nilai diatas 2,5 menunjukkan bahwa organisasi memiliki posisi yang kuat secara internal. Tahapan-tahapan untuk membentuk suatu matriks EFE adalah : 1. Membuat daftar faktor eksternal yang diperoleh dari proses identifikasi situasi organisasi, yaitu berupa faktor peluang dan ancaman yang diduga akan muncul dan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi-organisasi tersebut. 2. Memberikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukkan tingkat penting relatif dari faktor eksternal tersebut. Peluang sering diberi bobot lebih tinggi dari ancaman, tetapi ancaman juga dapat diberi bobot yang tinggi jika sangat
51
serius atau sangat mengancam. Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan kepada semua faktor harus sama dengan 1,0. 3. Memberikan rating setiap faktor untuk menunjukkan seberapa efektif strategi organisasi saat ini untuk merespon faktor tersebut. Nilai 4 menunjukkan bahwa kondisi organisasi saat ini sangat sesuai untuk mengantisipasi peluang/ancaman pada setiap faktor. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi organisasi saat ini diperkirakan tidak mampu menangani peluang/ancaman pada faktor tersebut. Pemberian rating mengacu pada kondisi organisasi sedangkan pemberian bobot mengacu kepada pentingnya suatu faktor pada pemetaan kebutuhan. 4. Melakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai terbobot (weighted score). 5. Melakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot bagi organisasi. 6. Kemungkinan total jumlah nilai terbobot tertinggi adalah 4,0 dan kemungkinan terendah adalah 1,0. Rata-rata total jumlah nilai terbobot adalah 2,5. Total nilai sama dengan 4,0 menunjukkan bahwa organisasi merespon sangat baik untuk setiap peluang dan ancaman, yaitu memaksimalkan peluang dan meminimumkan ancaman yang ada. Berikut adalah Matriks EFE pada Tabel 8. mencapai total nilai sama dengan 1.
52
Tabel 8.
Bentuk Matriks EFE
Key External Factors
Weight (Bobot)
Rating
Weight Score (Nilai Terbobot)
Opportunities : Threats : Total
1.00
Sumber : Tripomo dan Udan, 2005
b. Analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT) Analisis
dengan
menggunakan
matriks
SWOT
bertujuan
untuk
mengidentifikasikan alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan feasible dan sesuai untuk dilaksanakan (Tripomo dan Udan, 2005). Salah satu alasasan perlunya dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan matriks IFE dan EFE adalah penentuan analisis SWOT dilakukan setelah mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada. Unsur-unsur SWOT meliputi strength (S) yang berarti mengacu pada keunggulan kompetitif dan kompetisi lainnya; weakness (W) yang merupakan hambatan yang membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi, opportunities (O) yang menggambarkan kondisi yang menguntungkan atau peluang yang membatasi penghalang, dan threats (T) yang berhubungan dengan kondisi yang dapat menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan. Matriks SWOT ini mengembangkan empat tipe strategi yaitu : SO (kekuatan-peluang – strength-opportunities), WO (kelemahan-peluang – weakness-opportunities), ST
53
(kekuatan-ancaman – strength-threats) dan WT (kelemahan-ancaman – weaknessthreats). Berikut adalah Tabel 9. Matriks SWOT.
Tabel 9.
Matriks SWOT Internal
Eksternal (O)pportunities - Peluang
(T)hreats - Ancaman
(S)trength - Kekuatan
(W)eakness - Kelemahan
STRATEGI S - O Mengatasi Kelemahan dengan manfaatkan peluang STRATEGI S - T Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
STRATEGI W - O Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI W - T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Tripomo dan Udan, 2005
3.4.2. Analisis Road Map Road Map dalam Pendekatan Analisis Dampak Kemiskinan dan Sosial menurut Anis dan Arulpragassan (2001) lebih merupakan upaya pembangunan suatu model konseptual yang dapat menjelaskan posisi dan kebijakan strategis sehingga dapat ditempuh oleh semua stakeholder. Road Map memuat 10 unsur diantaranya : 1. Selalu mengajukan pertanyaan pasti ; 2. Mengidentifikasi keterlibatan institusi/kelompok pemeduli ; 3. Memuat hubungan timbal balik ; 4. Menilai fungsi suatu institusi/kelompok pemeduli ; 5. Merangkum keseluruhan data dan informasi ; 6. Menganalisa dampak yang muncul ; 7. Wahana dalam mendesain perencanaan dan transparansi kepentingan ; 8. Mengukur resiko yang muncul ;
54
9. Sarana/alat fungsi pengawasan dan evaluasi ; 10. Memberikan umpan balik terhadap kebijakan. Mapping dapat dilakukan dengan membuat skema ilustrasi untuk memudahkan operasionalisasi kerangka kerja konseptual. Mapping dapat berupa langkah-langkah (stage) dapat juga berupa bentangan jangka waktu menjajar secara horisontal dan beberapa parameter yang dibentangkan secara vertikal. Parameter tersebut diantaranya isu ’issues’, landasan/pijakan logis ’computational platforms’, konsep/desain, metode analisis ’concepts/tools from computer science’, tantangan keilmuan ’scientific challenges’, dan tujuan ’goals’. Mapping dapat juga dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tujuan ’goals’. Kerangka kerja konseptual kemudian dijabarkan kedalam 4 (empat) parameter yakni ringkasan naratif (narrative summary), observasi (observation), perhitungan melalui metode analisis (means of verification), asumsi/resiko (risks/assumptions), sedangkan kategori yang digunakan adalah tujuan (goals), peruntukan (purpose), keluaran (output) kesatu, kedua, ketiga, keempat
dan
seterusnya. Perencanaan strategik melalui pendekatan arsitektur strategik/mapping menurut Yoshida (2006), dapat disusun dengan cara : 1. Menganalisis kesenjangan (gap analysis) yang terjadi antara kapabilitas internal organisasi (ditunjukan dengan audit kinerja) dengan sasaran masa depan yang ingin dicapai oleh organisasi. Setelah mendapatkan hasil analisis kelayakan kesenjangan, organisasi kemudian menyusun arsitektur strategik yang disebut ”peta” untuk meminimalisir kesenjangan yang ada dengan memuat beberapa tindakan yang bersifat umum. Hal ini berguna agar mampu
55
menyusun langkah adaptif yang fleksibel dalam menghadapi perubahan di masa mendatang. 2. Pada dasarnya, pendekatan kedua ini menggunakan komponen yang hampir sama dengan pendekatan pertama dalam menyusun arsitektur strategik. Pada pendekatan ini, arsitektur strategik disusun dengan memperhatikan beberapa unsur. Unsur tersebut diantaranya isi dan misi organisasi, analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi, melakukan ”pengintipan terhadap masa depan yang akan dihadapi” atau industry foresight, mengetahui dan memahami tantangan organisasi, dan sasaran yang akan dicapai.
56
IV.
4.1.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Visi dan Misi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir
periode perencanaan. Rumusan umum keadaan yang diinginkan Kelurahan Curug Mekar yakni ”Kelurahan yang aman dan tertib menuju masyarakat sejahtera”. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mencapai visi. Adapun rumusan umum upaya-upaya yang akan dilaksanakan Kelurahan Curug Mekar yakni : 1. Menumbuh kembangkan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap norma dan etika serta peraturan perundang-undangan; 2. Mendorong
dan
menumbuh
kembangkan
rasa
kegotongroyongan,
kesetiakawanan sosial dan kepedulian terhadap lingkungan; 3. Memberdayakan kegiatan sektor informal untuk meningkatkan ekonomi keluarga yang mandiri.
4.2.
Program Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah atau lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Program Kelurahan Curug Mekar : 1. Pembinaan mental dan rohani ; 2. Pembinaan staf ;
57
3. Penyuluhan kesehatan lingkungan ; 4. Penyuluhan kesadaran masyarakat terhadap kepatuhan untuk memiliki identitas dan bukti otentik lainnya ; 5. Intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan ; 6. Pembinaan perlindungan masyarakat ; 7. Pemberian dukungan terhadap organisasi kepemudaan dalam mendukung pembangunan kemasyarakatan ; 8. Memberdayakan usaha kecil, sektor informal dan ekonomi kerakyatan. Kegiatan adalah indikasi anggaran yang jelas dan terukur untuk memperoleh manfaat atau benefit yang terukur. Kegiatan memiliki indikator input/masukan, output/keluaran. Berdasarkan data sekunder beberapa kegiatan yang dilaksanakan Kelurahan Curug Mekar adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan pelayanan kepada warga masyarakat secara cepat dan tepat ; 2. Mengadakan penyuluhan kesehatan lingkungan dan penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue ; 3. Membantu memfasilitasi pemberian santunan dan zakat ; 4. Memberikan penyuluhan kepada warga masyarakat tentang pentingnya kepemilikan identitas diri dan surat-surat penting yang sah lainnya ; 5. Mendorong peningkatan aktivitas peribadatan dan kegiatan sosial keagamaan di setiap RW ; 6. Mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan Beras Miskin ; 7. Melaksanakan operasi sisir (sweeping/inspeksi mendadak di masyarakat/razia) Pajak Bumi dan Bangunan serta kependudukan ;
58
8. Memfasilitasi dan mengkoordinasikan program pemerintah dalam hal penanggulangan/pengentasan kemiskinan ; 9. Memfasilitasi tenaga kerja atau pengangguran untuk dibinan dan disalurkan kepada perusahaan melalui instansi terkait ; 10. Meningkatkan usaha ekonomi karakyatan melalui UEK-SP ; 11. Mengantisipasi kejadian/musibah yang diakibatkan oleh bencana alam ; 12. Membina kesejahteraaan ibu dan anak serta dasa wisma.
4.3.
Batas Wilayah Kelurahan Curug Mekar Kondisi Kelurahan Curug Mekar dalam konteks kewilayahan penting
disampaikan sebagai bahan dalam mengidentifikasi kemiskinan dari aspek fisik maupun lingkungan serta masukan bagi penyebab kemiskinan internal. Kelurahan Curug Mekar merupakan 1 dari 68 kelurahan di Kota Bogor dan keberadaannya berada di bagian Barat atau tepatnya pada Kecamatan Bogor Barat. Garis batas Kelurahan Curug Mekar adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Curug, sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kedung Waringin dan Kelurahan Cibadak, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Cilendek Barat dan Kelurahan Cilendek Timur, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Semplak. Keseluruhan wilayah tersebut merupakan kawasan sektor pemukiman (Bapeda, 2005).
4.4.
Bidang Pemerintahan dan Pelayanan
59
Berikut Tabel 10. adalah jumlah capaian jenis pelayanan Kelurahan Curug Mekar selama tahun 2005. 5 Tabel 10. Jenis dan Jumlah Pelayanan Kelurahan Curug Mekar Tahun 2005 Jenis Pelayanan
Jumlah Pelayanan
1. Kartu Tanda Penduduk
1.814 Pelayanan
2. Kartu Keluarga
1.088 Pelayanan
3. Pelayanan Umum
562 Pelayanan
4. Pengantar Akta Kelahiran
45 Pelayanan
5. Keterangan Lahir Baru
93 Pelayanan
6. Keterangan Kematian
38 Pelayanan
7. Pengantar Pindah/Datang
142 Pelayanan
8. Keterangan Datang
442 Pelayanan
9. Pengantar Nikah
111 Pelayanan
10. Pengantar Numpang Nikah 11. Pengantar Surat Keterangan Catatan Kepolisian
35 Pelayanan 145 Pelayanan
12. Ijin Domisili Usaha
75 Pelayanan
13. Keterangan Pensiun
25 Pelayanan
14. Keterangan Haji 15. Keterangan Tidak Mampu 16. Ijin Rame-rame
0 Pelayanan 264 Pelayanan 23 Pelayanan
Sumber : Kelurahan Curug Mekar, 2005
Rukun Warga (RW) berjumlah 10 dan Rukun Tetangga (RT) berjumlah 56. Kelurahan Curug Mekar terhadap Kecamatan Bogor Barat adalah 0,05 untuk proporsi RW yakni dari 186 RW dan 0,07 untuk proporsi RT yakni dari 717 RT.
5
Berita Daerah Kota Bogor Tahun 2006 Nomor 2 Seri C. Peraturan WaliKota Bogor No. 8 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 6 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bogor No. 12 tahun 2002 tentang Retribusi Biaya Cetak Pelayanan Kependudukan.
60
4.5.
Kondisi Fisik Kelurahan Curug Mekar Ketinggian 0 - 200 dpl, Kemiringan lereng termasuk landai 2 - 15%, luas
wilayah 104 ha, jenis tanah latosol coklat kemerahan. Kedalaman efektif tanah yakni agak dalam pada 20 - 75 cm seluas 96,91 ha dan sangat dalam pada > 100 cm seluas 7,09 ha. Kepekaan tanah terhadap erosi menempati urutan kedua yakni agak peka di hampir seluruh wilayah atau 104 ha. Tekstur tanah halus seluas 7,09 ha dan kasar seluas 96,91 ha. Geologi dengan aliran andesit 84,50 ha dan kipas alluvial 19,50 ha. Sedangkan hidrologi termasuk dalam golongan muda seluas 88,20 ha dan muda irigasi seluas 15,80 ha, dengan curah hujan 3500-4000 mm/tahun pada luas wilayah 101,60 ha. Sedangkan kondisi rumah, jumlah rumah dan menurut unsur rumah disajikan pada Gambar 5. berikut ini.
Permanen 2139
2094
Ada Kamar Tidur 2156
2124
Ada Dapur Ada Kamar Mandi Ada Kak us
1877
2033
2153
Ada Sarana Air Bers ih Ada Lis trik
Gambar 5.
Jumlah Rumah menurut Unsur Rumah
Sumber : BPS, 2006 (diolah)
4.6.
Potensi Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dominan dalam
pelaksanaan pembangunan, baik sebagai subjek pembangunan. Namun demikian,
61
potensi sumber daya manusia tidak hanya dilihat dari segi kuantitasnya saja. Jumlah usia produktif yang relatif banyak harus diimbangi dengan kualitas yang baik pula. Kualitas penduduk suatu wilayah dicermikan oleh tingkat pendidikan di wilayah tersebut sebagaimana Gambar 6. berikut ini.
Penduduk Menurut Pendidikan 2377
2500
BS
O r a n g
2000
BT-SD
1696
SD
1500
1237
SLTP
1035 1000
SLTA
754
707
DI/II/III
510
500
174
DIV/S1 S2/S3
0 Pe ndidika n
Gambar 6.
Penduduk Menurut Pendidikan
Sumber : Kelurahan Curug Mekar, 2005 (diolah)
Kelurahan Curug Mekar (2005) merekam data penduduk menurut tingkat pendidikan yakni kategori belum sekolah sebanyak 1035 orang, Belum Tamat SD sebanyak 707 orang, Tamat SD sebanyak 1696 orang, SLTP sebanyak 1237 orang, SLTA sebanyak 2377 orang, Diploma I, II dan III sebanyak 510 orang, Diploma IV dan S1 sebanyak 754 orang, S2 dan S3 sebanyak 174 orang. Berdasarkan uraian tersebut, secara umum tingkat pendidikan penduduk di wilayah Kelurahan Curug Mekar tergolong relatif rendah. Permasalahan pendidikan merupakan aspek yang penting yang perlu mendapat prioritas. Bidang pendidikan penting untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang mampu berdaya saing dan memiliki pengetahuan yang baik.
62
Berikut adalah sarana pendidikan yang mencakup layanan pemerataan akses pendidikan untuk Kelurahan Curug Mekar tahun 2005 dalam Tabel 11.
Tabel 11. Data Sarana Pendidikan di Kelurahan Curug Mekar Tahun 2006 No
Nama Sekolah
Lokasi
Tahun Pendirian
1
PAUD Al – Barokah
RT 001 RW 003
2003
2
TPA Al – Huda
RT 002 RW 001
1992
3
TPA Al – Hikmah
RT 001 RW 004
2000
4
TPA Ar – Rohman
RT 005 RW 006
2000
5
TPA Nurul Huda
RT 002 RW 007
2001
6
TK YPAC
RT 002 RW 001
2000
7
TK Melati
RT 006 RW 002
2004
8
SDN Curug 3
RT 001 RW 005
9
SDN Cijahe
RT 006 RW 002
10
SLTP Harapan Siswa
RT 007 RW 007
11
SMU Negeri 10
RT 001 RW 009
1984 2002
Sumber : Kelurahan Curug Mekar, 2006
Kelurahan Curug Mekar (2005) mencatat jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin yakni 5.346 orang laki-laki atau 54 % dan 4.503 orang perempuan atau 46 % dari keseluruhan jumlah penduduk yang mencapai 9.849 orang sebagaimana Gambar 7. berikut ini.
63
RASIO GENDER JUMLAH PENDUDUK
4503; 46% 5346; 54%
Laki-laki
Gambar 7.
Perempuan
Penduduk Berdasarkan Jumlah Jenis Kelamin Tahun 2005
Sumber : Kelurahan Curug Mekar, 2005 (diolah) Secara umum, baik jenis kelamin perempuan maupun laki-laki sebagian besar menyebar pada kelompok umur nol sampai dengan sembilan belas tahun yaitu rata-rata sebesar 6,66 % per kelompok umur. Penduduk usia produktif yaitu penduduk yang berusia 15 sampai dengan 64 tahun berjumlah 6.718 atau 68,20%. Sementara, penduduk usia tidak produktif yaitu yang berumur nol sampai dengan 14 tahun dan lebih dari 64 tahun berjumlah 3.131 atau 31,79 % sebagaimana piramida penduduk Gambar 8. berikut ini.
64
Gambar 8.
Struktur Penduduk di Kelurahan Curug Mekar tahun 2005
Sumber : Kelurahan Curug Mekar, 2005 (diolah)
Penyajian piramida penduduk pada Gambar 7. dimaksudkan untuk memvisualisasi struktur penduduk kategori kelamin, kelompok usia dengan jumlah penduduk sebanyak 9.849 orang., kelompok usia produktif dan kelompok usia tidak produktif tahun 2005. Berdasarkan struktur penduduk tersebut dapat dihitung nilai rasio beban tanggungan (RBT). Nilai RBT merupakan perbandingan antara penduduk bukan usia produktif dengan penduduk usia produktif. Tingginya angka RBT merupakan indikasi dari beratnya beban tanggungan penduduk usia produktif untuk menanggung penduduk usia tidak produktif. Kelurahan Curug Mekar bernilai RBT berdasarkan total penduduk adalah 0,46 yang berarti bahwa terdapat 46 orang penduduk bukan usia produktif per 100
65
orang penduduk usia produktif pada sektor perdagangan/jasa, pegawai negeri sipil (PNS), tentara nasional Indonesia (TNI), kepolisian republik Indonesia (POLRI), pegawai swasta, buruh dan lain-lain.
4.7.
Potensi Kelembagaan Kelurahan Unsur dinas diantaranya BABINSA dari KORAMIL 0604 Bogor Barat,
BABINKAMTIBMAS dari POLSEKTA Bogor Barat, PUSKESMAS semplak, PLKB dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor. Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Perangkat RW dan RT, Usaha Ekonomi Kelurahan Simpan Pinjam (UEK-SP), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM-Mekar Mandiri), Karang Taruna, Panitia Kemitraan, Dewan Kerohanian dan atau Masjid (DKM) yakni Mesjid 6 unit, Musholla 11 unit, Masdrasah 22 unit, Majlis Taklim 10 Unit.
66
V.
5.1.
POTENSI INTERNAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELURAHAN CURUG MEKAR
Pemberdayaan Bidang Pendidikan
5.1.1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) PAUD merupakan salah satu kegiatan yang berawal dari bantuan luar, namun pada prosesnya, masyarakat sendirilah yang memutuskan pembentukan PAUD sebagai salah satu kebutuhan bidang pendidikan. Artinya terjadi proses pemberdayaan, karena PAUD merupakan kegiatan yang dilaksanakan dari warga mampu, oleh warga mampu, untuk anak-anak keluarga miskin. PAUD Al-Barokah memiliki target group terarah pada anak-anak keluarga miskin usia dini kisaran usia 3-6 tahun yakni usia bertumbuh dan berkembang. PAUD menggunakan tenaga pengajar beristilah tutor. Berikut Gambar 9. adalah struktur kepengurusan PAUD Al-Barokah. Penanggung Jawab Camat UPTD Dikdas UPTD Dinas Kesehatan Lurah LPM PKK RW /RT Tokoh Masyarakat
Pembina Teknis Penilik PLS
Kelembagaan PKBM
Pengelola Syape’I Haryadi
Tutor Komariyah Hj. Tuswati Milasari
Pembina Teknis Penilik PLS
Gambar 9.
Struktur Organisasi PAUD Al-Barokah
Sumber : Kelurahan Curug Mekar, 2006
67
5.1.2. Taman Kanak-Kanak Yayasan Penyantun Cijahe/YPC Yayasan Penyantun Cijahe (YPC) berawal dari kegiatan mengaji atau Tempat Pengkajian Al-Quran/TPA. TPA tersebut sudah berjalan lebih dari 20 tahun. Proses pemberdayaan yang terjadi benar-benar mengakar pada tatanan nilai budaya terlebih agama. Pengembangan organisasi dilakukan sesuai dengan tuntutan kondisi lingkungan.
Apabila
dicermati
YPC
berkembang
sesuai
dengan
fase
pengembangan, seakan YPC memiliki visi dan misi yang tertulis secara jelas sehingga dipahami para pelaksana. Menurut pengakuan ketua pengurusYPC, YPC berjalan hingga saat ini hanya berdasarkan pada ayat-ayat suci Al Quran, bahwa anak yatim/piatu merupakan tanggung jawab bersama umat manusia. Pada saat ini fase yayasan telah masuk kedalam fase penguatan dan menuju exit strategy. YPC telah legal dan tercatat dalam akta notaris, hingga dapat dikatakan YPC memiliki legalitas dalam menyalurkan dan menerima bantuan dari donatur yayasan secara tetap/transparan.
5.2.
Pemberdayaan Bidang Kesehatan
5.2.1. Kebidanan Pemberdayaan bidang kesehatan tidak telepas dari aktor sosial anggota masyarakat dan Bidan merupakan wadah profesional yang menjadi penggerak kader posyandu. Proses pemberdayaan yang terjadi adalah terdapat transfer keilmuan diantara bidan dan kader posyandu.
68
Kelurahan Curug Mekar terdapat 2 orang bidan. Bidan merupakan wadah profesional yang keberadaannya ada di tengah-tengah masyarakat. Pelibatan bidan dalam penanggulangan kemiskinan secara lokalitas sangat membantu warga miskin khususnya kaum ibu yakni kemudahan dalam mendapatkan pelayanan ibu hamil (bumil) yang memerlukan bantuan pra kehamilan maupun pasca kehamilan.
5.2.2. Kader Posyandu Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) tersebar merata di 10 RW dan melayani segenap lapisan masyarakat khususnya warga miskin. Kegiatan posyandu diantaranya Pelaksanaan Pengobatan Anti Filariasis, Penyuluhan Keluarga Berencana (KB), Penyelenggaraan Imunisasi, Pemberian Vaksinasi, Pengobatan, Penyediaan Dana Sehat. Proses pemberdayaan yang berlangsung adalah adanya transfer keilmuan antara bidan, tenaga puskesmas terhadap kader posyandu. Pengembangan kualitas SDM kesehatan berbasis kewilayahan kepada para kader posyandu terjadi. Lembaga penggerak dalam tubuh Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga/PKK turut mengembangkan struktur posyandu artinya proses pelembagaan yang berlangsung adalah merangsang tumbuhnya regenerasi. Pemberdayaan bidang keshatan pada tahun 2006 mencapai swadaya murni warga Rp 2.400.000,00 dalam bentuk kegiatan fogging (pemberantasan nyamuk dalam bentuk pengasapan). Fogging berlokasi di RW 008. Berikutnya pada tahun 2007 berlokasi di RT 006/001 mencapai swadaya Rp. 500.000,00.
69
5.3.
Pemberdayaan Bidang Keagamaan Kegiatan keagamaan di Kelurahan Curug Mekar merupakan kegiatan rutin
tahunan dalam rangka menyambut Peringatan Hari Besar Islam (PHBI). Selama tahun 2005 tercatat beberapa item kegiatan yang dilaksanakan oleh warga dengan sumber dana swadaya. Kepanitiaan, penyerapan dana dan pengelolaan berada pada masingmasing pengurus Dewan Kerohanian Masjid (DKM) di setiap RW. Kegiatan PHBI 2005 mencapai dana swadaya murni sejumlah Rp. 54.000.000,00 di indikasikan untuk 18 kegiatan PHBI. Pada tahun yang sama dilaksanakan kegiatan peringatan 1 Muharam 1426 H dilakukan di semua RW dan terindikasi pada 9 kegiatan dan mencapai swadaya murni Rp. 16.000.000,00. Selanjutnya kegiatan penataan fisik sarana keagamaan pembangunan Musholla Nur Shobbah berlokasi di RT 007/008 dengan volume bangunan 8 m x 6 m mencapai jumlah swadaya murni Rp. 45.000.000,00. Kegiatan fisik berikutnya adalah penambahan lokal Masjid Al Mukaromah berlokasi di 005/001 bervolume 8 m x 6 m mencapai jumlah swadaya murni Rp. 85.000.000,00. Pada tahun 2006 beberapa kegiatan keagamaan yang bersumber dari swadaya murni adalah pengajian musholla Al Istiqomah berlokasi di RW 008 mencapai Rp. 4.000.000,00 di setiap hari rabu. Kegiatan berikutnya adalah santunan anak yatim berlokasi di RT 002/004 mencapai Rp 4.500.000,00. Kemudian santunan kaum dhuafa berlokasi di RT 002/004 mencapai Rp. 6.000.000,00. Kemudian santunan anak yatim berlokasi di RT 007/008 mencapai swadaya murni Rp 500.000,00.
70
Pada tahun 2006 kegiatan PHBI terindikasi kedalam 18 kegiatan di 9 RW mencapai dana swadaya murni Rp. 54.000.000,00. Selanjutnya pengajian rutin di Kelurahan Curug Mekar setiap bulannya mencapai dana swadaya murni Rp 6.000.000,00. Selanjutnya melanjutkan pembangunan Musholla Nur Shobba mencapai swadaya murni Rp.6.500.000,00. Selanjutnya pembangunan musholla berlokasi di RT 004/002 bervolume 4 m x 6 m mencapai dana swadaya murni Rp 48.000.000,00. Kegiatan lainnya adalah pemasangan atap carbonat dan pemasangan lantai keramik di musholla Al Istiqomah berlokasi di RT 006/008 bervolume 8 m x 7 m mencapai Rp 30.000.000,00. Selanjutnya perluasan masjid Al Mukarramah berlokasi di RT 005/001 bervolume 8 m x 8 m mencapai Rp 85.000.000,00. Tabel 5.1. adalah keseluruhan swadaya murni, pemberdayaan kelembagaan lokal, CSR dan partisipasi warga Kelurahan Curug Mekar.
5.4.
Pemberdayaan Bidang Ekonomi Pemberdayaan bidang ekonomi yakni dengan dibentuknya Usaha
Ekonomi Kelurahan Simpan Pinjam (UEK-SP). UEK-SP terdiri atas satu orang ketua dan dua orang pendamping. Pengurus UEK-SP dipilih oleh warga dan atau representasi hasil musyawarah warga dengan masa kepengurusan 1 (satu) hingga 3 (tiga) tahun. Kegiatan UEK-SP diantaranya adalah pemberian modal bergulir dengan sasaran warga miskin yang dengan alasan ekonomi berkendala terhadap permodalan, nama kegiatan tersebut adalah Kelompok Usaha Bersama Ekonomi
71
Keluarga Miskin Mandiri (KUBE-GAKIM). Tahun 2006-2007 sasaran keluarga miskin adalah sebanyak 79 Kepala Keluarga dan untuk tahun 2007-2008 sebanyak 43 Kepala keluarga miskin.
5.5.
Pemberdayaan Bidang Fisik/Sarana melalui Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR)
5.5.1. PT. Inti Innovaco Corporate Social Responsibility (CSR) Kelurahan Curug Mekar salah satu diantaranya disponsori oleh PT. INTI INNOVACO. Sasaran adalah berfungsinya fasilitas umum, bantuan tersebut terekam pada tahun 2006 yakni rehabilitasi jalan longsor berlokasi di RW 008 bervolume 20 m x 5 m dan mencapai Rp 75.000.000,00. Bantuan fasum berikutnya adalah perbaikan jembatan berlokasi di RW 008 bervolume 6 m x 2 m mencapai Rp 25.000.000,00.
5.5.2. Radar Bogor Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial Kelurahan Curug Mekar lainnya disponsori oleh RADAR BOGOR. Sasaran dari pada bantuan tersebut adalah berfungsinya fasilitas umum warga berupa Mandi Cuci Kakus/MCK berlokasi di RT 001/001 dan mencapai jumlah total pembangunan Rp 30.000.000,00.
5.5.3. Warga Mampu
72
Warga mampu di Kelurahan Curug Mekar mengadakan kegiatan pengaspalan jalan yang berlokasi di RT 001/006 bervolume 3 m x 150 m mencapai Rp 45.000.000,00 pada tahun 2006. Kegiatan lainnya adalah menghargai nilai-nilai perjuangan kemerdekaan RI ke 61 mencapai 28.000.000,00 pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 mencapai dana swadaya murni Rp 50.000.000,00. Warga mampu Kelurahan Curug Mekar memberikan partisipasi bantuan beras bagi warga miskin dilakukan oleh RW 010 untuk warga miskin yang tersebar di 21 RT dalam 10 RW. Bantuan tersebut mencapai 5.170 Kg atau 5,17 Ton beras bernilai lebih dari Rp 5.170.000,00. Keamanan menjadi salah satu perhatian warga yakni dengan dibuatnya Pos Keamanan berlokasi di RT 006/008 bervolume 3 m x4 m mencapai Rp 8.000.000,00 Nilai estetika lainnya adalah pengecatan Kanstin sepanjang jalan KH.Abd.Bin.Muh.Nuuh bervolume 2000 m mencapai swadaya murni Rp. 12.000.000,00 pada tahun 2005.
5.5.4. Pertamina Sekolah Dasar Negeri Cijahe Curug menerima bantuan CSR Pertamina berupa bantuan fisik pembanguan ruang komputer dan perpustakaan. Bantuan tersebut diperoleh atas kerjasama antara orang tua murid siswa yang tergabung dalam komite sekolah, perangkat sekolah dasar, kelurahan, LPM Kelurahan Curug Mekar.
73
Berdasarkan
potensi
internal
sarana
dan
prasarana
pendukung
penanggulangan kemiskinan Kelurahan Curug Mekar dan data sekunder yang diperoleh di lapang, dapat diperoleh informasi bahwa aksi kelembagaan lokal dalam konteks penanggulangan kemiskinan memiliki beberapa hal penting diantaranya : 1. Terdapat kelompok sasaran/kelompok pemanfaat. 2. Mendekati
permasalahan
dengan
memahami
karakteristik
kelompok
pemanfaat. 3. Mencermati criteria kelompok penerima manfaat. 4. Berperan masing-masing dalam penanggulangan kemiskinan dalam berbagai bentuk kegiatan/bantuan. 5. Menanamkan nilai-nilai luhur asas-asas, tradisi dan budaya lokal. 6. Menyelesaikan program dengan menyelenggarakan fungsi manajemen pendampingan dan pengawasan. 7. Keterlibatan Dinas/Instansi Partisipasi dan proses pelembagaan yang berlangsung menunjukan bahkan tanpa visi misi yang tertulis, organisasi tetap berupaya melaksanakan fungsinya dan berporos sesuai dengan bidangnya masing-masing. Beberapa lembaga merupakan bentukan dan bantuan dari luar, namun pada pelaksanaanya kebutuhan warga menjadi titik awal proses pemberdayaan, bahwa lembaga muncul apabila dibutuhkan dan dikehendaki oleh warga. Partisipasi yang terjadi adalah upaya aktor sosial dalam mengartikulasikan kebutuhan pembangunan tersebut, melembagakan diri dan menjadi bagian dari suatu sistem kelembagaan di Kelurahan Curug Mekar. Keseluruhan partisipasi
74
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. yang telah dilengkapi hasil observasi di lapang dan penelitian terhadap data sekunder.
75
VI.
6.1.
POTENSI EKSTERNAL PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELURAHAN CURUG MEKAR
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Kota Bogor
6.1.1. Visi dan Misi Prioritas pembangunan pengentasan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar tidak terlepas dari indikator kinerja penanggulangan kemiskinan Kota Bogor. Indikator tersebut adalah Visi dan Misi, maka Visi Kota Bogor dalam menanggulangi kemiskinan adalah ”Maksimal Toleransi 8% Keluarga Miskin pada Tahun 2009 di Kota Bogor” dengan kondisi yang diharapkan : 1. Toleransi jumlah keluarga miskin yang belum berdaya hanya 8%, 2. Keluarga yang sudah di intervensi dibina terus supaya berdaya yaitu memenuhi pendapatan Rp. 150.000,00/kapita/bulan, cukup pangan minimal 2 kali sehari atau 210 kalori, mampu menyekolahkan anak usia sekolah, mampu berobat ke puskesmas, dan ber-KB, lantai minimal semen dengan MCK. Misi penanggulangan kemiskinan Kota Bogor terfokus pada dua aspek yakni meningkatkan kualitas hidup penduduk miskin dan meningkatkan kemitraan para pelaku penanggulangan kemiskinan.
6.1.2. Kebijakan Untuk mencapai visi dan misi dalam menanggulangi kemiskinan di Kota Bogor, dikembangkan Kebijakan Makro Strategis dan Kebijakan Mikro Strategis. Kebijakan makro strategis adalah Peningkatan kapasitas penduduk miskin agar dapat produktif untuk memperoleh hak-hak ekonomi, sosial, politik dan keamanan
76
; Perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin ; Penajaman wilayah dan kelompok sasaran keluarga miskin untuk penanggulangan kemiskinan keluarga ; dan Perlindungan sosial bagi masyarakat miskin terutama yang tidak produktif. Kebijakan Mikro Strategis adalah Program Upaya Kesehatan ; Program Pendidikan Dasar dan Pra Sekolah ; Program Pendidikan Luar Sekolah ; Program Pemberdayaan
Ekonomi
Rakyat
;
Program
Pengembangan
Pelayanan
Kesejahteraan Rakyat ; dan Program Peningkatan Kualitas Manajemen Pelayanan Sosial. Berikut Gambar 10. alur kebijakan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan (Bapeda, 2006). Makro Strategi (Strategi Utama) : RENSTRA
Makro Operasional (Program Utama) Program Prioritas dan Program Dasar
Mikro Strategi (Program) Program Penanggulangan Kemiskinan&Peningkatan Sarana dan Prasarana Lingkungan Kemiskinan
Anggaran APBD
Mikro Operasional
Gambar 10. Alur Kebijakan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Sumber : Pemerintah Kota Bogor, 2006
6.2.
Kegiatan dalam Aspek Fasilitas Pendidikan
6.2.1. Sekolah Dasar Gratis
77
Sekolah Dasar Negeri atau Madrasah Ibtidayah atau sekolah gratis 6 adalah lembaga yang melayani masyarakat di bidang pendidikan untuk jenjang Sekolah Dasar Negeri atau Madrasah Ibtidayah yang tidak melakukan pungutan biaya apapun. Keberpihakan terhadap warga miskin merupakan salah satu tujuan Sekolah Gratis. Sekolah Gratis bertujuan untuk membantu masyarakat dari keluarga miskin untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (Pasal 2 ; d). Pembiayaan dan penggunaan diperuntukan pada operasional sekolah, buku siswa, seragam olahraga dan batik untuk peserta didik kelas 1, kesejahteraan guru dan biaya lainnya sesuai Perda (Pasal 9 ; 2).
6.2.2. Kartu Bebas Biaya Sekolah (KBBS) Dalam bidang pendidikan kegiatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan disalurkannya Kartu Bebas Biaya Sekolah (KBBS). Kegiatan KBBS WAJARDIKDAS Sembilan Tahun yaitu kegiatan kartu bebas biaya sekolah wajib belajar pendidikan dasar untuk keberlangsungan pendidikan dasar bagi anak usia 7-12 tahun yang belum dan tidak sekolah (Drop Out). Perutukan dana KBBS adalah sebagaimana Tabel 12. mencapai Rp 590.000,00 berikut ini. Tabel 12. Peruntukan Dana Kartu Bebas Biaya Sekolah (KBBS) Tahun 2006
6
Pakaian seragam anak sekolah
:
Rp
30.000,00
Pakaian Seragam Khusus Sekolah
:
Rp
30.000,00
Berita Daerah Kota Bogor Tahun 2006 No. 14 Seri E. Peraturan WaliKota Bogor Nomor 29 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) gratis Tahun 2007.
78
Pakaian Pramuka
:
Rp
30.000,00
Pakaian Olah Raga
:
Rp
40.000.00
Sepatu Sekolah
:
Rp
40.000,00
Tas Sekolah
:
Rp
40.000,00
Alat Tulis Sekolah
:
Rp
60.000,00
Buku Pelajaran/Bacaan
:
Rp
100.000,00
Ongkos/Transport ke Sekolah
:
Rp
260.000,00
Sumber : Dinas Pendidikan, 2006
79
6.3.
Kegiatan dalam Aspek Fasilitas Kesehatan
6.3.1. Program Pelayanan Rujukan Keluarga Miskin (JKPM). Bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan melayani semua kasus rujukan bagi keluarga miskin ke rumah sakit. Bentuk pelayanan rujukan keluarga miskin yaitu pasien keluarga miskin akan dirujuk ke rumah sakit, maka yang bersangkutan harus memiliki identitas Kota Bogor (KK/KTP) serta kartu keluarga miskin atau dilengkapi Surat Keterangan Tidak Mampu dari kelurahan dengan diketahui oleh kecamatan (Dinas Kesehatan, 2006). Dalam skema pada Gambar 11.
KARTU ASKES
YANKES DASAR : DI PUSKESMAS, PUSLING dan POSYANDU : 1 Kali per minggu di daerah binaan Intensif; untuk pengobatan; pelayanan KB; Pelayanan KIA; Pelayanan Gigi, Gizi dan Pemeriksaan Laboratorium Dasar
VALIDASI SASARAN MISKIN SEHAT
S K T M YANKES RUJUKAN DI RUMAH SAKIT Kedaruratan yang mengancam nyawa; Faktor Penyulit Ibu Hamil
Gambar 11. Skema Pelayanan Kesehatan Dasar Keluarga miskin Sumber : Dinas Kesehatan, 2006
6.3.2. Pelayanan Keluarga Berencana Keluarga Miskin Kegiatan pelayanan keluarga berencana keluarga miskin (KB Keluarga miskin) adalah kegiatan pemberian bantuan kontrasepsi implan, dan kontrasepsi suntik serta pelayanan KB MO.
80
Keluarga miskin dapat memperoleh pelayanan kontrasepsi pada Rumah Sakit Salak dan Rumah Sakit Polwil serta 41 klinik yang berada di Kota Bogor. Sedangkan pelayanan KB MO, kandukcapil bekerjasama dengan RS Atang Sanjaya. Penyaluran alat kontrasepsi ke 41 klinik tersebut melalui pelayanan rutin dan safari melalui pos alat KB Desa (PAKBD). Pos alat KB Desa adalah pos pembinaan bagi akseptor PIL dari keluarga miskin. Berikut Gambar 12. adalah mekanisme penyaluran alat kontrasepsi berdasarkan permintaan (Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, 2006).
Kasubag Tata Usaha Bendahara Barang Kab/Kota
Kasie Kependudukan
K L I N I K
Pelayanan Di KKB
Peserta KB Baru Peserta KB Lama
K B
P K B K
Peserta KB Baru Peserta KB Lama
P P K B D
Peserta KB Lama
Jenis Alat Kontrasepsi
Jenis Alat Kontrasepsi
Jenis Alat Kontrasepsi
PIL, UID, SUNTIK, IMPLANT, KONDOM
PIL, UID, SUNTIK, KONDOM
PIL, KONDOM
Gambar 12. Mekanisme Penyaluran Alat Kontrasepsi Berdasarkan Permintaan Sumber : Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, 2006
6.3.3. Pemberdayaan Beras Miskin Tujuan Beras Miskin (RASKIN) adalah memberikan bantuan beras bersubsidi kepada keluarga miskin untuk memenuhi sebagian kebutuhan pangannya dengan jumlah dan harga tertentu, dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga, sehingga secara bertahap keluarga tersebut
81
mampu meningkatkan kesejahteraannya yang pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan energi karbohidrat melalui komoditi beras. Sasaran beras miskin adalah tepenuhinya sebagian kebutuhan kalori dan gizi melalui beras bagi keluarga miskin yang terdiri dari KPS-Alek dan KS-1 Alek sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan sosial rumah tangga. Setiap keluarga miskin yang telah ditetapkan berhak memperoleh beras minimal 5 Kg/keluarga miskin/bulan dan maksimal 10 Kg/ keluarga miskin/bulan dengan harga Rp 1.000,00/Kg netto. Penentuan data sasaran beras miskin adalah berdasarkan Pendataan Sosial Ekonomi setiap tahunnya atau PSE-05 untuk beras miskin 2006. Penentuan pagu beras miskin Kota Bogor ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat, pagu kecamatan ditetapkan oleh Walikota/Bupati, sedangkan pagu Kelurahan ditetapkan oleh Camat untuk pelaksanaan 8 bulan setiap tahunnya (Bagian Sosial, 2006). Mekanisme dan skema Pemberdayaan Beras Miskin pada Gambar 13. dan Gambar 14. berikut ini.
82
KPS Alek dan KS-1 Alek Berdasarkan data kantor Kependudukan dan Catatan Sipil
Rumah Tangga Miskin Berdasarkan data BPS
Keluarga Miskin berdasarkan Lembaga Kemasyarakatan
Musyawarah Kelurahan (Aparat Kelurahan, Lembaga Kemasyarakatan, Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, Tokoh Masyarakat dan Perwakilan Gakin)
Berita Acara Musyawarah Kelurahan yang berisi Daftar Keluarga Penerima Manfaat
Pembuatan Surat Permintaan Alokasi (SPA)
Berita Acara di Umumkan di Papan Pengumuman Kelurahan
Pemberian Kartu Raskin dari Bulog Sub Divre Cianjur ke Kelurahan
Gambar 13.
Pemberian Kartu Raskin dari Lurah
Mekanisme Penyaluran Beras miskin
Sumber : Bagian Sosial, 2006 Penetapan Sasaran oleh Walikota R T R W L U R A H
Beras di Titik Distribusi RW
Sasaran Penerima Seleksi Objektif
Distribusi Beras ke Kelurahan
PERINDAGKOP
Gambar 14. Skema Kegiatan Pemberdayaan Beras Miskin Sumber : Bagian Sosial, 2006
6.4.
Kegiatan dalam Aspek Fisik atau Sarana Lingkungan melalui Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)
83
Kegiatan pemugaran RTLH terbagi kedalam tiga karakteristik yaitu kondisi rumah rusak parah, kondisi rumah rusak sedang dan kondisi rumah yang masih berlantaikan tanah. Bantuan yang diberikan tergantung dari karakteristik rumah tersebut. Rumah dengan kondisi rusak parah akan diberikan stimulan dana sebesar Rp 2.000.000,00 per rumah. Rumah dengan kondisi rusak sedang (tidak memiliki jamban tetapi masih memiliki lahan membangun) akan diberikan bantuan berupa penyediaan jamban keluarga untuk masing-masing rumah. Sedangkan bagi rumah yang masih berlantaikan tanah, akan diberikan stimulan sebesar Rp. 400.000,00 per rumah (Dinas Tata Kota dan Permukiman, 2006). Karakteristik penting sebagai langkah nyata bahawa keluarga miskin dilihat berdasarkan indikator kompositnya, dan di intervensi sesuai dengan kebutuhannya.
Terdapat
upaya
subsidi
silang
bagi
yang
benar-benar
membutuhkan dan prioritas. Berikut Gambar 15. skema penanganan rumah tidak layak huni.
Cek Keadaan Rumah
Petugas Pendamping
Musyawarah Kelurahan/ Sosialisasi
• LPM • Tenaga Terampil • Gakin
KSO antara tenaga terampil dan dibale
Diketahui LPM dan Lurah
Penyaluran Dana Stimulan
RAB Rp. 2jt
Pelaksan aan Perbaikan
Gotong Royong Masyarakat
PEMANTAUAN DAN PENDAMPINGAN OLEH PETUGAS DIBALE
Gambar 15. Skema Penanganan Rumah Tidak Layak Huni Sumber : Dinas Tata Kota dan Permukiman, 2006
Rumah Sehat
84
6.5.
Fasilitas Pelayanan Pemerintahan Penanggulangan kemiskinan melalui pelayanan KK, KTP, Surat
Keterangan Tinggal Sementara, dan Surat Keterangan Tempat Tinggal didukung oleh Pemerintah Kota Bogor (2006) 7. Penerbitan KTP bagi pemohon keluarga miskin dengan menunjukkan surat keterangan tidak mampu atau menjadi anggota ASKES keluarga miskin tidak dipungut retribusi (pasal 7 ; j). Penyelenggaraan pencatatan dan penerbitan aktaakta kependudukan untuk pencatatan kelahiran bagi keluarga miskin yang (meskipun) terlambat melaporkan pencatatan kelahiran tidak dikenakan retribusi dengan cara menunjukkan kartu asuransi kesehatan keluarga miskin dan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan (pasal 16 ; f.5).
6.6.
Kegiatan dalam Aspek Ekonomi
6.6.1. PROKSIMANTAP Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan merupakan kegiatan lanjutan dari program Pengembangan Agribisnis Perkotaan yang berwawasan Lingkungan tahun 2002, Pengembangan Pertanian Organik tahun 2003. Proksimantap merupakan usulan masyarakat melalui sarembang sekaligus merupakan salah satu kegiatan dalam mendukung tercapainya JABAR Organik 2008 serta Go Organik 2010 (Tingkat Nasional).
7
Peraturan WaliKota Bogor Nomor 8 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2002 tentang Retribusi Biaya Cetak Pelayanan Kependudukan.
85
Kelompok sasaran yang akan melaksanakan kegiatan optimalisasi proksimantap ini adalah petani yang tergolong keluarga miskin yang tedaftar dalam register kemiskinan di 15 kelurahan (enam kecamatan). Jumlah petani yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini adalah 400 keluarga miskin dengan karakteristik sebagai petani pemilik, petani penggarap serta buruh tani. Luas lahan dalam kegiatan ini 140 ha dengan komoditi berupa padi maupun jambu biji. Bantuan tersebut berupa sarana produksi (penyediaan pupuk kompos galuga, pupuk cair, penyediaan stater micro biologi), dana talangan gabah, bantuan stimulan alat untuk padi (bokashi, mesin pengering gabah, perbaikan rumah produksi jus jambu, cup sealer, cup plastik) serta biaya operasional. Pendampingan yang dilaksanakan berupa bimbingan teknis dilapangan, bimbingan
pembukuan
keuangan
dan
teknis
budidaya.
Pendampingan
dilaksanakan oleh Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) dan Badan Keswadayaan Masyarakat Kota Bogor serta petugas teknis Dinas Agribisnis Kota Bogor. Manfaat yang diharapkan dapat dirasakan oleh petani penerima bantuan kegiatan proksimantap adalah pengetahuan dan keterampilan petani mengenai pertanian organik dapat meningkat serta pendapatan petani dapat meningkat menjadi Rp. 800.000,00/bulan. Sedangkan manfaat yang diharapkan dapat dirasakan oleh Kota Bogor pada umumnya adalah pencemaran akibat penggunaan pupuk an organik dapat terkendali (minimal 50%) dan ketergantungan akan beras dari daerah lain dapat berkurang.
86
6.6.2. Pengembangan Budi Daya Kambing Peranakan Etawa (PE), Domba dan Pengolahan Produk Samping Peternakan. Salah satu upaya peningkatan usaha produktif bagi keluarga miskin adalah budidaya kambing peranakan etawa (PE), domba dan pengolahan produk samping peternakan. Kambing Peranakan etawa merupakan hasil persilangan kambing etawa dari india dengan kambing lokal jawa yang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai penghasil susu dan daging dengan harga yang cukup tinggi di pasaran, dan susunya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Sedangkan domba merupakan ternak lokal yang sangat mudah dipelihara oleh masyarakat dan memiliki harga di pasaran yang cukup tinggi, khususnya pada hari Raya Idul Adha sekaligus merupakan peluang bagi peningkatan pendapatan keluarga miskin. Kepada penerima bantuan keluarga miskin diberikan pinjaman seekor domba/kambing PE jantan dan dua ekor domba/kambing PE betina. Bantuan lain adalah bantuan pembuatan kandang, bantuan mineral block sebagai suplemen pakan, stimulan pakan berupa bibit rumput unggul dengan satuan stek. Pelaksana program adalah Dinas Agribisnis, sedangkan kelurahan dan LPM setempat bertindak sebagai saksi. Manajemen pemeliharan/maintenance berupa vaksinasi antrax per enam bulan, pemberian vitamin dan obat cacing yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Sedangkan sosialisasi di tahap awal dilakukan penyuluhan cara beternak sekaligus menambah pengetahuan dan keterampilan petani, dengan melibatkan stakeholder diantaranya, Keluarga miskin, Dinas Agribisnis, kelompok pemerhati dan Institut Pertanian Bogor.
87
6.6.3. Kegiatan Pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi Keluarga Miskin (KUBE GAKIN) Kelompok Usaha Bersama adalah himpunan keluarga miskin terdiri dari 5-20 keluarga miskin. Himpunan ini terbentuk, tumbuh dan berkembang atas prakarsa sendiri, saling terkait antara yang satu dengan yang lain dan tinggal dalam satu wilayah tertentu dengan tujuan meningkatkan produktivitas anggotanya dan meningkatkan relasi sosial. Kegiatan pemberdayaan KUBE GAKIN merupakan upaya meningkatkan pendapatan keluarga miskin yang terkait dengan lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro tersebut dibentuk oleh masyarakat pada tingkat kelurahan, bergerak dalam usaha simpan pinjam dan merupakan chanelling program KUBE (Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, 2006). Berikut Gambar 16. alur pelaksanaan KUBE GAKIN.
Inventarisasi masalah dan potensi Evaluasi GAKIN
Inventarisasi Usaha dan Aturan Kelompok Kriretia dan Pemilihan Ketua PERTEMUAN KELOMPOK
Validasi
Pendapatan
Penyetoran Cicilan
Penandatanganan Penagihan Perguliran Dana
Pemantauan (Pencatatan/Pelaporan) Pendampingan
Gambar 16. Alur Pelaksanaan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi Keluarga Miskin Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, 2006
88
6.6.4. Pelatihan Ketenagakerjaan 12 Paket bagi Keluarga Miskin Pengembangan sumber daya manusia miskin salah satunya adalah upaya peningkatan kemampuan jasa keluarga miskin.
Kegiatan tersebut meliputi
kejuruan diantaranya menjahit, automotif, Sablon, tata rias, teknisi listrik, elektronik, pembuatan sepatu dan sandal serta bordir. (Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, 2006).
6.6.5. Pemberdayaan Usaha Makanan dan Minuman Keluarga Miskin Pelatihan makanan dan minuman bagi keluarga miskin diberikan dengan 2 (dua) sistem yaitu pemberian teori melalui ceramah singkat, diskusi dan tanya jawab/diskusi kelompok dan praktek tentang penerapan sanitasi dan hygiene, cara produksi makanan yang baik, tata cara sertifikasi produk halal dan cara pembuatan manisan atau kue. Selanjutnya keluarga miskin akan diberikan peralatan dan bantuan modal kerja, sehingga mereka segera dapat melakukan kegiatan usaha perdagangan di sektor makanan dan minuman (Diperidagkop, 2006). Tujuan dari pelatihan makanan dan minuman bagi keluarga miskin adalah meningkatkan keterampilan keluarga miskin dan menciptakan lapangan usaha baru bagi keluarga miskin yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan keluarga miskin.
6.7.
Tanggung Jawab Sosial Badan Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh (BAZ) Kota Bogor
89
Badan Amil Zakat (BAZ) 8 Kota Bogor memiliki 7 (Tujuh) kegiatan diantaranya Beasiswa, Pengobatan Gratis/TUBATIS, Dana Berputar/TAREKAT, Tunjangan
Guru
Ngaji/TUKESGA,
Sarana
Agama/DABANGDA,
Dana
Dakwah/BASARMA, Dana Sosial/SSK. Kelurahan Curug Mekar mendapatkan 1 unit bantuan beasiswa jenjang Pendidikan SD/MI untuk 1 orang anak yang bersekolah di SDN Curug Mekar sejumlah Rp 60.000,00. Sedangkan untuk beasiswa SMP/MTs berupa 1 unit bantuan beasiswa berlokasi di SMP Harapan Siswa sebesar Rp. 90.000,00. Selanjutnya untuk beasiswa SMU/MA/SMK berupa 1 unit bantuan beasiswa berlokasi
di
SMAN
10
sebesar
Rp.
120.000,00.
Tunjangan
Guru
Ngaji/TUKESGA memperoleh 1 unit di TPA Nurul Huda berjumlah Rp 150.000,00. Berdasarkan uraian Bab VI. intervensi kegiatan yang dilaksanakan pemerintah lebih komprehensif dan jelas indikatornya. Visi dan Misi penanggulangan kemiskinan disusun secara sistematis. Selain itu proses pembangunan telah diartikulasikan dalam bahasa program perencanaan dan penganggaran dan disahkan representasi warga dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Berdasarkan uraian Bab V. kegiatan yang dilaksanakan kelembagaan local kurang komprehensif dan kurang tersusun secara sistematis Berbasis kewilayahan pada kondisi nyata di lapang, terdapat beberapa intevensi yang diterima oleh keluarga miskin di Kelurahan Curug Mekar. Intervensi ini sebagaimana matriks potensi internal Kelurahan Curug Mekar memiliki karakteristisk komposit target 8
Riz – Q: Media Badan Amil Zakat Kota Bogor. Edisi 6, Februari 2007. Hal 20-24.
90
kegiatan. Lampiran 8. adalah matriks potensi internal eksternal Kelurahan Curug Mekar yang dapat dijadikan tahap masukan identifikasi factor internal eksternal menuju analisa SWOT.
91
VII.
7.1.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Hasil Content Analysis Berdasarkan hasil olahan beberapa konsep/batasan kemiskinan yang
dikutip dari peneliti maupun lembaga yang berperan strategis dalam penanggulangan kemiskinan, dapat ditemukan suatu kecenderungan yang mengarah pada kriteria yang sangat melekat dalam menanggulangi kemiskinan. Beberapa pengertian tersebut merupakan penjabaran dari 10 (sepuluh) batasan kemiskinan, dan memiliki kriteria sebagai kata kuncinya. Pada Lampiran 1. akan ditemukan komponen kata kunci, komponen tersebut mencakup 190 (seratus sembilan puluh) jumlah dari kriteria/kata kunci sebagai tahapan awal poverty assesment dengan menggunakan istilah-istilah dalam kajian teoritis.
7.1.1. Kecenderungan Kata Kunci dalam Batasan Kemiskinan Kata kunci dalam batasan kemiskinan menginformasikan kecenderungan pemihakan pendidikan sebesar 12 (dua belas) kriteria yang mencakup 10 batasan aspek kemiskinan. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan selain merupakan urutan pertama kata kunci dalam kajian teoritis namun juga merupakan upaya pertama untuk menyiasati kemiskinan. Berturut-turut dapat ditelaah dengan seksama bahwa urutan kata kunci kedua berikutnya adalah kesehatan. Kata kunci kesehatan merupakan kata kunci yang dominan dalam dimensi. Hal ini mengisyaratkan dengan jumlah kata kunci 11 (sebelas) unit, terdapat kecenderungan untuk menyiasati kemiskinan melalui kata kunci kesehatan.
92
Urutan berikutnya (urutan ke- ; jumlah kriteria) adalah berturut turut (3 ; 6) untuk 4 kategori kemiskinan yakni daya tawar menawar, ekonomi, pangan, dan sandang. (4 ; 5) untuk 2 kategori kemiskinan yakni interaksi sosial, dan papan. (5 ; 4) untuk 6 kategori kemiskinan yakni diskriminatif, fatalisme, harga diri, ketidaksamaan kesempatan dan sumber daya alam terbatas dan keterampilan (skill). ( 6 ; 3) untuk 11 kategori kemiskinan yakni 175.324 Rp/kapita/bulan, 5.900 Rp/kapita/hari, apatis, curiga, etos kerja, kebijakan pembangunan, lantai, martabat, mental, pendapatan/upah dan takut. (7 ; 2) untuk 12 kategori kemiskinan yakni akses informasi, bencana alam, dinamis dan multidimensional, eksploitasi, malas, modal/akses permodalan, sanitasi, SDA kritis, SDA terisolasi, terisolasi, tenaga kerga miskin produktif dan wawasan. Kategori berikutnya adalah (8 ; 1) untuk 52 kategori kemiskinan yakni 2100 kalori/kapita/hari, akses fasilitas, akses kesempatan (termasuk lapangan pekerjaan), beribadah, budaya, cuaca, dinding rumbia, gaji $1/9.000 perhari, gaya hidup, hak tanah, humanis, interdependensi, jaminan, kebiasaan hidup, kemampuan, pembangunan,
kemandirian,
kesempatan,
ketidakseimbangan
keterampilan,
kemampuan,
ketidakmerataan
ketidaksiapan,
konsumsi,
konsumsi beras perkapita perkotaan 360 kg, korupsi, motivasi, nilai/norma, objektif, penguasaan aset rendah, pengucilan fisik, pengucilan sosial, pola ekonomi, polusi, produktivitas rendah, relatif, rendah diri, rendahnya kemampuan mengelola aset, rendahnya kemampuan meningkatkan penguasaan aset, sampah, sumber daya pembangunan, self respect, semangat, skala usaha inefisien, stress, struktur kelembagaan sosial, subektif, tabungan, teknologi, terfragmentasi, tidak aman, tidak bebas, tidak produktif, dan transportasi. Untuk jumlah kategori yang
93
nol merupakan hal yang diabaikan karena observasi di lapang menunjukkan ketidakketerkaitan atau kategori yang overlapp. Keseluruhan kategori tersebut mencapai jumlah 92 kategori. Berikut disajikan dalam bentuk tabulasi data olahan 12 peneliti dan 5 lembaga yang berperan sebagai leading sector penanggulangan kemiskinan.
7.1.2. Kecenderungan Frekuensi dalam Batasan Kemiskinan Frekuensi dalam batasan kemiskinan penulis golongkan dalam 4 besar yakni berturut turut frekuensi 6,34% sebanyak 1 kategori untuk pendidikan. Frekuensi 5,79% sebanyak 1 kategori untuk kesehatan. Selanjutnya frekuensi 3,16% sebanyak 2 kategori untuk sandang dan pangan. Frekuensi selanjutnya adalah 2,11% untuk 4 kategori yakni papan, ketidaksamaan kesempatan, alasan keterbatasan sumber daya alam dan minimnya keterampilan.
7.1.3. Pemetaan Kebutuhan Keluarga Miskin Pemetaan kebutuhan keluarga miskin terbagi dalam pemetaan kondisi sarana dan prasarana 3 besar berturut-turut yakni : 1. Frekuensi 12,12% untuk ketidaksamaan kesempatan, 2. Frekuensi 9,09% untuk kebijakan pembangunan yang kurang atau bahkan tidak mendukung penanggulangan kemiskinan, kondisi fisik keluarga miskin dengan kondisi lantai rumah tempat tinggal.
94
3. Frekuensi 6,06% untuk akses informasi atau keterbatasan informasi, bencana alam, modal atau akses permodalan meliputi persyaratan memperoleh prasarana ekonomi dan terakhir sanitasi.
Pemetaan kebutuhan keluarga miskin melalui pengembangan usaha produktif diantaranya : 1. Frekuensi 85,71% untuk ekonomi meliputi permodalan dalam bentuk in cash/in kind, komoditi makanan beras, gula pasir, minyak kelapa, telur dan mie instant, komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, sedangkan daerah perkotaan berupa biaya listrik, angkutan dan minyak tanah 9. 2. Frekuensi 14,29% untuk pola ekonomi meliputi inflasi, investasi, rate rupiah.
7.2.
Kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar Berdasarkan data primer hasil kuesioner 18 kepala keluarga miskin, dapat
diperoleh informasi berdasarkan data pada Lampiran 4. sebagai berikut : 1. Secara umum data primer dari 18 kuesioner responden sampling frame keluarga miskin, teridentifikasi bahwa permasalahan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar tergolong pada permasalahan kemiskinan yang sedang yakni skor 3.437 atau 69,43% antara 2.970 – 3.960 (60%-80% dari nilai skor maksimal 4950). Kemiskinan sedang memiliki arti kepala keluarga miskin dan anggota rumah tangga miskin berusia produktif masih memiliki potensi untuk dikembangkan keswadayaannya. Keswadayaan kepala keluarga miskin 9
Berita Resmi Statistik No.47/IX/1 September 2006
95
dan anggota rumah tangga miskin memerlukan orientasi produksi atau berorientasi
pendapatan.
Implikasi
dari
kemiskinan
sedang
adalah
kelembagaan lokal perlu melakukan pengembangan fungsi dan peran dalam pendampingan. 2. Pemetaan kebutuhan Kelurahan Curug Mekar berdasarkan olahan data primer pada 18 kuesioner sampling frame responden keluarga miskin bahwa yang kurang mendukung penanggulangan kemiskinan berturut-turut adalah pemetaan kebutuhan pengembangan usaha produktif (bermakna evaluatif) skor sebesar 108 atau 100%, pemetaan kebutuhan dasar sebesar skor 637 atau 90,74%. Pemetaan berikutnya adalah pengembangan kegiatan sosial dan sumber daya manusia skor sebesar 665 atau 87,96% dan pemetaan terakhir yang kurang mendukung penanggulangan kemiskinan adalah pemetaan kebutuhan kondisi sarana dan prasarana skor sebesar 1.012 atau 81,48%. 3. Kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar termasuk kedalam kemiskinan relatif yang ditandai dengan frekuensi 0,93% (1,00% atau skor kuesioner sebanyak 54 untuk kategori 175.324/Kapita/Bulan dan 0,870% atau skor kuesioner sebanyak 47 untuk kategori Rp 5.900/Kapita/Hari. Kemiskinan relatif memiliki indikasi adanya kesenjangan kepala berserta anggota rumah tangga miskin terhadap penduduk sekitar dalam wilayah Kelurahan Curug Mekar. Kesenjangan tersebut terjadi dalam ukuran makanan dan non makanan yang dikonsumsi dalam garis kemiskinan sebagaimana diulas dimuka pada Bab II. 4. Kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar termasuk kedalam Cyclical Poverty yang ditandai dengan frekuensi 1,00% (1,00% atau skor kuesioner sebanyak 54 untuk kategori pola ekonomi meliputi inflasi, investasi, rate rupiah).
96
Cyclical poverty memiliki ketergantungan yang kuat terhadap pola dan siklus ekonomi secara keseluruhan. Implikasi cyclical poverty bagi kelembagaan lokal Kelurahan Curug Mekar yakni bahwa kelembagaan lokal perlu melakukan fungsi distribusi secara aktif.
7.3.
Hasil Diskusi Kelompok Terarah Diskusi Kelompok Terarah (FGD) melibatkan 3 unsur yakni, unsur
pengambil dan perumus kebijakan penanggulangan kemiskinan yakni Tim Penanggulangan Kemiskinan Kota Bogor, unsur pelaksana yakni kelurahan sebagai server data dan subjek program yakni perwakilan masyarakat miskin. Diskusi Kelompok Terarah direkam oleh penulis pada saat rembug warga tingkat RW yakni pada tanggal 06 Mei 2007. Rembug warga bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pembangunan tingkat RW. Kebutuhan pembangunan tersebut merupakan tahapan dalam menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kelurahan. Berikut hasil diskusi kelompok terarah :
7.3.1. Kemitraan Kemitraan yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan perkotaan terdiri atas 3 (tiga) unsur yakni pemerintah/governance, warga masyarakat mampu/civil society, swasta/private sector/corporate. Kelembagaan/instansi pemerintah/governance ditemukan sebanyak 7 yakni Dinas Sosial, Dinas Tata Kota dan Permukiman, Kecamatan, Kantor
97
Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Daerah. Kelembagaan lokal di lingkungan Kelurahan Curug Mekar ditemukan sebanyak 8 unit diantaranya kelembagaan PKBM-PAUD, Kelembagaan Yayasan Penyantun Cijahe, lembaga profesi bidan, posyandu, Dewan Kerohanian Masjid (DKM), Musholla, Majlis Taklim, kelembagaan ekonomi Usaha Ekonomi Kelurahan-Simpan Pinjam (UEK-SP). Warga masyarakat mampu/civil society, swasta/private sector/corporate ditemukan tiga unit diantaranya PT. Inti Innovaco, Radar Bogor, Pertamina.
7.3.2. Potensi-potensi Internal dalam Pemberdayaan Potensi Kelurahan Curug Mekar yang dapat mendukung pemberdayaan (penguatan) manajemen kelembagaan lokal 15 diantaranya peran aktor sosial dalam tubuh kelembagaan, independen, terstruktur maupun yang terorganisir ’menjemput bola’ bantuan, 80 % warga Kelurahan Curug Mekar adalah warga mampu, 30 orang kader posyandu, 10 orang tokoh masyarakat bidang agama,16 orang karang taruna, 2 orang bidan untuk kategori sarana kesehatan, satu orang dokter umum praktek/swasta, satu orang dokter umum praktek swasta, 3 unit cooporate kategori CSR, 10 unit posyandu, 3 unit posbindu, 4 unit UKGMD, satu unit BKB, satu unit BKL, 2 unit PAUD, satu unit Panitia Kemitraan.
7.3.3. Kesepakatan dalam Kemitraan
98
1. Dari sisi Pemerintah Kota Bogor yakni perwakilan Tim Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Kota Bogor. Arah daripada proses pemberdayaan dalam tubuh kelembagaan tidak lain adalah sebuah harapan masyarakat yang mandiri dalam merencanakan dan melaksanakan pengembangan lingkungan permukimannya, mewujudkan ’gerakan bersama’ para pelaku penanggulangan kemiskinan. Bukan hanya pengentasan kemiskinan bahkan cita-cita menuju kehidupan dan penghidupan yang lebih baik pun dapat tercapai. Arah tersebut memerlukan kesepakatan, komitmen, sehingga apabila tujuan/arah pemberdayaan berbasis kelembagaan lokal telah terpenuhi, maka merupakan modal awal penyusunan visi penanggulangan kemiskinan perkotaan. Kesepakatan dalam kemitraan dan kaitannya dengan proses pemberdayaan itu sendiri merupakan bagian dari proses penanggulangan kemiskinan, karena penanggulangan kemiskinan tidak cukup visi atau gerakan bersama saja tetapi suatu yang terencana, bertahap, berkesinambungan dan berkelanjutan. Kemitraan yang sedang terjadi apabila terkait dengan programprogram pengentasan kemiskinan di Kota Bogor, tidak lain merupakan outcome
dari
partisipasi
warga
dalam
musyawarah
perencanaan
pembangunan. Dalam hal volume sasaran keluarga miskin) kelompok masyarakat yang aktif akan lebih banyak peluang mendapatkan kegiatan menuju pengentasan kemiskinan. Jadi faktor kuncinya adalah partisipasi kelompok masyarakat.
99
2.
Dari sisi pelaku dan pelaksana program yakni aparat Kelurahan Curug Mekar Kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar bukanlah kategori sangat miskin, bahkan istilah ’miskin’ saja masih belum tepat. selama 20 tahun tidak pernah ada warga yang memakan ’nasi aking’ ataupun keluarga yang kekurangan utilitas dasar rumah tangga lebih parah lagi pun tidak pernah ada warga yang meninggal karena kelaparan. Pada saat ini kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar lebih tepat dengan istilah ’kecemburuan sosial’ atau rasa iri yang muncul apabila ada keluarga yang mendapat bantuan. Sejak lebih dari 20 tahun, swadaya warga untuk ’perelek’ 10 sangat tinggi. Di setiap pagar sebuah rumah tangga beras ukuran ’botan’ 11 selalu di koordinir setiap minggunya, untuk kemudian disalurkan pada yang membutuhkan. Menurut pendapat tokoh masyarakat, pada saat ini kegiatan yang berproses seakan hanya menjadi kepentingan pemerintah, proses tersebut ditandai dengan dibentuknya berbagai lembaga, tim, kepanitiaan, dan lainlain. Nilai keagamaan warga sangat tinggi, kecintaan terhadap sarana ibadah merupakan prioritas. Sampai saat ini pun, setiap keluarga menyumbangkan Rp 5.000,00/bulan untuk rehabilitasi masjid. Dan yang menarik terdapat warga miskin yang menyumbang meski dalam keterbatasan ekonomi (Rp 5.000,00 setara dengan 5 Kg Program Pemberdayaan Beras Miskin per bulannya). Menurut pengakuan keluarga miskin, keluarga miskin
10
‘Perelek’ sebutan untuk sirkulir beras dari rumah ke rumah warga mampu yang di lakukan oleh ketua RT dan DKM untuk keluarga yang membutuhkan bantuan pangan. 11 ‘Botan’ adalah ukuran takaran beras yang dianjurkan.
100
percaya terhadap pengelolaan dana yang dilakukan oleh Dewan Kerohanian Masjid.
3. Dari sisi subjek program yakni masyarakat miskin Dari sisi keluarga miskin, kemiskinan yang terjadi memiliki arti yang sama dengan upaya kelangsungan hidup, upaya menekan biaya pemeliharaan, serta upaya menjauhkan diri dari musibah. Ketiga hal tersebut merupakan hal yang sangat melekat dalam kondisi hidup sehari-hari kepala dan anggota rumah tangga miskin. Kegiatan yang lebih banyak berperan dan dirasakan manfaatnya dalam kehidupan keluarga miskin adalah Program Pemberdayaan Beras Miskin. Setiap bulannya keluarga miskin mengambil jatah beras di Ketua Rukun Warga. Mekanisme pelaksanaan kemitraan tidak terlepas dari partisipasi kelompok masyarakat dalam pembangunan. Keluarga miskin tidak dilibatkan secara langsung. Hanya saja keluarga miskin mengakui beberapa kegiatan telah mengintervensi kondisi kemiskinan keluarga miskin Tokoh masyarakat yakni aktor sosial yang amanah meliputi ketua Rukun Tetangga (RT) dan Ketua Rukun Warga mengambil alih fungsi partisipasi. Keluarga miskin mengakui posisi tawar para tokoh masyarakat dan aktor sosial yang amanah lebih baik dan lebih sistematis dalam memberikan pendapat.
7.3.4. Perumusan Program dan Kegiatan kelembagaan lokal
101
Melalui hasil pemetaan kebutuhan kelembagaan setidaknya terdapat beberapa catatan yang penting dilakukan dalam tubuh kelembagaan lokal diantaranya pengembangan manajerial kelembagaan lokal yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian (pengkaderan), fasilitasi stakeholder dan pemeliharaan. Perubahan fungsi dan peran yang dilakukan oleh aktor sosial memerlukan kegiatan yang dapat mempermudah pola kerja penanggulangan kemiskinan yang pada akhirnya akan mempermudah upaya menemukan contact person untuk memulai fungsi koordinasi penanggulangan kemiskinan secara kelembagaan lokal. Khusus bagi lembaga keuangan, transformasi perubahan peran sebagaimana fungsi kelembagaan, perlu dilakukan asistensi dan advokasi dari fasilitator. Upaya lain yang harus dilakukan adalah pembangunan komitmen dari para pelaku kelembagaan lokal dalam menyongsong visi dan misi penanggulangan kemiskinan secara swadaya dengan memanfaatkan peluang eksternal.
102
VIII. PERUMUSAN ALTERNATIF STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL DI KELURAHAN CURUG MEKAR KOTA BOGOR
Berdasarkan hasil analisis keragaan melalui kajian teoritis, data empiris serta cross-check untuk menguji konsistensi dan objektivitas persepsi pihak-pihak yang terkait di lapangan, disusun suatu rangkuman rumusan alternatif hasil kajian keragaan internal dan eksternal. Perumusan tersebut terdiri dari tiga tahap yakni identifikasi faktor internal dan eksternal ; tahap pencocokan dan pemaduan yang berfokus
pada perumusan alternatif strategi yang layak dengan mencocokan
faktor internal dan eksternal ; serta tahap keputusan. Karakteristik sosio demografis rumah tangga miskin penulis peroleh melalui olah kuesioner. Olahan kuesioner tersebut meliputi karakteristik rata-rata jumlah keluarga, persentase kepala rumah tangga perempuan, rata-rata umur kepala rumah tangga dan rerata lama sekolah sebagaimana terlihat dalam tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik Sosio Demografis 18 Rumah Tangga Miskin NO
Karakteristik
Keterangan
1
Rata-rata jumlah keluarga
2
% Kepala rumahtangga perempuan
10 %
3
Rata-rata umur kepala rumah tangga
48,69 Tahun
4
Rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga
Sumber : Kota Bogor, 2006 (Diolah)
4-5 Individu
6 Tahun
103
Berdasarkan Tabel 13. rata-rata rumah tangga miskin memiliki jumlah anggota keluarga 4 - 5 individu. Persentase kepala rumah tangga perempuan adalah 10 % artinya setiap 18 rumah tangga miskin terdapat 2 kepala rumah tangga perempuan, sedangkan kemampuan perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup relatif lebih sulit dibandingkan kepala keluarga laki-laki. Ratarata umur kepala rumah tangga adalah 48 tahun yakni berada pada kategori umur produktif. Rata rata lama sekolah kepala kepala rumah tangga miskin adalah lulusan sekolah dasar.
8.1.
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
8.1.1. Identifikasi Faktor Internal a. Kekuatan (Strength) 1. Kelurahan Curug Mekar memfokuskan pembangunan di 21 Rukun Tetangga. Secara penyusunan program, pemetaan wilayah dapat lebih difokuskan pada 21 RT. Rumah tangga miskin teridentifikasi tersebar pada 21 Rukun Tetangga dari keseluruhan jumlah Rukun Tetangga di Kelurahan Curug Mekar yang mencapai jumlah 56 Rukun Tetangga. 2. Terdapat unit kelembagaan (RT/RW) yang bertindak sebagai fasilitator. Aktor sosial secara sadar memfasilitasi suatu kebutuhan dan secara tidak sadar telah memberikan dampak pemenuhan kebutuhan dalam salah satu komponen penanggulangan kemiskinan. Peran aktor sosial lebih dikarenakan keinginan untuk membantu baik dalam hal penyediaan sarana dan prasarana. Hal tersebut dapat terekam dari beberapa pendampingan yang dilakukan meskipun
104
masih berupa mediasi, advokasi ataupun fasilitasi. Contoh penyediaan sarana ruang komputer dan perpustakaan yang dinikmati oleh siswa SD Cijahe. SD Cijahe merupakan SD yang banyak menampung anak-anak keluarga miskin. 3. Terdapat unit kelembagaan yang telah mapan. Sebagaimana Tabel 19. terdapat lembaga-lembaga yang telah mapan dan berperan dalam penanggulangan kemiskinan. Salah satu contoh lembaga tersebut adalah Dewan Kerohanian Masjid (DKM) selain berperan dalam pembinaan dan peningkatan kualitas kehidupan beragama namun juga turut berfungsi sebagai lembaga penyalur, penerima dan melaksanakan kegiatan ”perelek”. Kegiatan tersebut dilakukan guna membantu meringankan beban masyarakat miskin dalam hal pangan beras, dan berjalan lebih dari 20 tahun. 4. Terdapat potensi sumber daya alam khususnya sumber daya air. Potensi sumber daya alam yang kondusif dalam penanggulangan kemiskinan, meskipun kebijakan tata ruang kota mengalihkan fungsi ruang dari pertanian menjadi lingkungan perumahan. Selain itu skor 115 diperoleh dari 18 responden artinya bahwa permasalahan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar bukan disebabkan bencana alam maupun bencana sosial bahkan dirasakan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar kecil kemungkinan disebabkan oleh potensi sumber daya alam yang kritis. Selain itu salah satu keunikan dari Kelurahan Curug Mekar adalah masih berfungsinya mata air yang telah digunakan selama berpuluh-puluh tahun hingga saat ini. 5. Pendelagasian fungsi dalam struktur unit-unit kelembagaan. Manajemen dalam tubuh kelembagaan meskipun bernuansa sektoral namun memudahkan dalam operasionalisasi kegiatan. Fungsi yang terdapat dalam
105
salah
satu
yakni
kegiatan
PAUD
melaksanakan
fungsi
penerima,
pendampingan. 6. Terdapat nilai-nilai agama yang menjadi filosofi berdirinya unit lembaga. Terdapat nilai-nilai yang dianut oleh lembaga lokal salah satunya yakni Yayasan Penyantun Cijahe. Bersumberkan pada surat Al Quran, YPC melaksanakan fungsi penyaluran, penerima, pendampingan dan pelestarian serta telah keluar dari fase penumbuhan. YPC telah tercatat dalam akta notaris. 7. Adanya keinginan anggota keluarga miskin lepas dari masalah kemiskinan. Terkait dengan point 2 kekuatan, meskipun hampir orang tua siswa SD Cijahe adalah berasal dari keluarga kurang mampu, namun 80 % siswa diterima di SMP Negeri, termasuk beberapa diantaranya melakukan kegiatan ekonomi produktif atau bergerak dalam sektor jasa buruh. Tingkat pengembalian 62% untuk perguliran dana ekonomi produktif.
b. Kelemahan (Weakness) 1. Daya dukung aktor sosial masih bernuansa sektoral. Daya dukung aktor sosial masih bernuansa sektoral dikarenakan kesadaran penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh sangat terbatas. Akibatnya peran aktor sosial masih berkutat pada inisiasi dan fasilitasi kegiatan belum sebagai kontrol sosial atau fungsi pelestarian. 2. Belum terdapat suatu pedoman yang mengintegrasikan semua potensi kelembagaan lokal.
106
Gerakan bersama antara lembaga yang telah memasuki berbagai fase, melakukan beberapa fungsi akan menjadi kurang optimal karena target sasaran tidak ditetapkan secara terukur, dan peran dalam penanggulangan kemiskinan menjadi overlapp. Satu sisi lembaga lokal berperan dalam pendidikan anak usia dini selain itu yayasan berperan baik dalam mendidik anak usia dini maupun santunan anak yatim/piatu. 3. Pelaksanaan
multisektoral
banyak
melibatkan
stakeholder,
sehingga
menyulitkan koordinasi. Kemiskinan yang multidimensional, mencakup berbagai aspek yang beragam akan sangat melatarbelakangi selera aktor sosial maupun lembaga lokal. Dalam konteks penanggulangan kemiskinan koordinasi sangat diperlukan sebagai wahana integratif antar lembaga. 4. Pelaksanaan
multisektoral
memunculkan
perbedaan
dalam
kerangka
pengorganisasian yang akhirnya berdampak pada pola kerja, format pelaksanaan dan format pelaporan. 5. Masih terdapat persepsi hibah di sebagian rumah tangga miskin. Persepsi masyarakat tentang bantuan hibah, akibatnya program dana bergulir rendah persentase pengembaliannya.
8.1.2. Identifikasi Faktor Eksternal a. Peluang 1. Bank data adalah Badan Pusat dan Statistik.
107
Pemerintah Kota Bogor sejak tahun 2006 menetapkan menggunakan data komposit keluarga miskin BPS. 2. Kebijakan pemerintah daerah. Terdapat kebijakan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara lebih berkelanjutan. Sebagaimana visi, misi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dan contoh kegiatan dalam Lampiran 8. matrik potensi indikator kegiatan APBD (terdapat petunjuk teknis penanggulangan kemiskinan) dan intervensi kegiatan penanggulangan kemiskinan bagi Kelurahan Curug Mekar dan matriks kegiatan potensi eksternal dan internal penanggulangan kemiskinan perkotaan di Kelurahan Curug Mekar. 3. Posisi strategis Kelurahan Curug Mekar. Posisi strategis Kelurahan Curug Mekar yang memudahkan untuk memperoleh akses informasi dan bantuan baik secara lokatif dekat sekali dengan pusat pelayanan tingkat kecamatan, pelayanan kesehatan serta relatif dekat dengan pelayanan tingkat Kota Bogor. 4. Perkembangan teknologi yang memudahkan aktivitas. Perkembangan teknologi informasi yang berkembang baik sektor swasta maupun sektor pemerintah dengan dibentuk website tingkat kecamatan dan masjid on line. Perkembangan teknologi juga merupakan peluang dalam melakukan fungsi koordinasi, yang tidak terbatas waktu dan wilayah. 5. Tanggung jawab sosial. Adanya peluang dalam bentuk tanggung jawab sosial bersama atau bina lingkungan oleh pihak swasta atau Corporate. (Lampiran 8. matriks kegiatan
108
potensi eksternal dan internal penanggulangan kemiskinan perkotaan di Kelurahan Curug Mekar). 6. Telah dibentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TPK-D). TPKP melaksanakan manajemen penanggulangan kemiskinan tingkat Kota Bogor dimulai pada tahun 2006. Tim penanggulangan kemiskinan Kota Bogor telah melakukan pengembangan sebagai proses looping dari permasalahan kemiskinan. b. Ancaman 1. Penguasaan aset ekonomi oleh pendatang. Ancaman yang berkenaan adalah terjadinya kesenjangan penguasaan aset ekonomi. Interaksi fungsional yang berkepanjangan antara penduduk pendatang yang memiliki etos kerja yang tinggi dengan penduduk asli yang mempunyai etos kerja yang rendah akan memunculkan gejala kemiskinan. Meskipun terdapat beberapa sikap yang memandang baik kehadiran penduduk pendatang atau dengan kata lain terdapat suatu pandangan bahwa tidak semua pendatang menghadirkan permasalahan bagi warga lokal. 2. Kebijakan yang kurang mendukung optimalisasi kemandirian swadaya lokal. Ancaman yang dihadapi adalah bahwa kebijakan pemerintah telah mengurangi sedikit kemandirian lokal. 3. Era globalisasi yang menuntut daya saing yang tinggi. Visi Kota Bogor sebagai kota jasa yang nyaman menuntut kesiapan sumber daya manusia secara lebih terampil. Satu keuntungan sektor jasa adalah penggunaan teknologi yang dipergunakan tidak terlalu tinggi.
109
4. Ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan nasional. Berdasarkan hasil olahan kuesioner bahwa kemiskinan relatif dan tipe cyclical poverty erat sekali dengan kondisi ekonomi, politik dan keamanan nasional. Terdapat suatu pandangan dikotomi 12 antara politik dan ekonomi, yakni bila politiknya buruk maka ekonominya buruk, sebaliknya bila ekonominya baik maka politiknya baik.
8.2.
Tahap Pencocokan dan Pemanduan Tahap pencocokan dan pemanduan dilakukan dengan terlebih dahulu
mengidentifikasi faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Pada tahap identifikasi, penulis menggunakan keragaan teoritis, hasil olahan sampling frame yakni keluarga miskin yang telah ditetapkan.
8.2.1. Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal dan Eksternal Penentuan bobot faktor internal diperoleh dengan menggunakan metode paired comparation kepada 6 responden dengan memberikan pilihan skala 1, 2 dan 3 sebagaimana terlihat pada Tabel 14.
Tabel 14.
Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal
Faktor Strategis Internal Kekuatan 12
Resp1
Resp2
Resp3
Resp4
Resp5
Resp6
Rata-rata 0,536
Dikotomi seperti mata uang logam dapat diartikan satu sama lain (dua hal yang berbeda dan dapat dibedakan) namun tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
110
Wilayah Sasaran
0,087
0,083
0,087
0,068
0,054
0,076
0,076
Peran Aktor Sosial
0,061
0,076
0,064
0,049
0,062
0,068
0,063
Lembaga Mapan
0,080
0,072
0,087
0,068
0,062
0,080
0,075
Lingkungan Kondusif
0,098
0,091
0,117
0,110
0,112
0,117
0,108
Struktur Lembaga Lokal
0,080
0,080
0,080
0,068
0,077
0,061
0,074
Nilai Budaya dan Agama
0,064
0,049
0,064
0,091
0,073
0,068
0,068
Motivasi Keluarga Miskin
0,068
0,072
0,064
0,083
0,077
0,068
0,072
Kelemahan
0,464
Sektoralisme Aktor Sosial
0,083
0,083
0,091
0,083
0,092
0,095
0,088
Belum Terdapat Pedoman
0,080
0,087
0,087
0,091
0,092
0,083
0,087
Lemahnya Koordinasi
0,091
0,095
0,072
0,102
0,088
0,083
0,089
Sistem Adm Antar lembaga
0,095
0,091
0,080
0,102
0,088
0,091
0,091
Terdapat Persepsi Hibah
0,114
0,121
0,106
0,083
0,123
0,110
0,110
1
1
1
1
1
1
1
Untuk mengetahui nilai terbobot masing-masing faktor, maka digunakan perhitungan dengan total nilai terbobot adalah satu untuk kedua faktor strategis baik internal maupun eksternal. Jumlah rata-rata faktor strategis internal kekuatan adalah 0,536 sedangkan jumlah rata-rata faktor strategis internal kelemahan adalah 0,464, total nilai terbobot adalah satu.Berikut Tabel 15. merupakan tahap masukan kolom 2 matriks Eksternal Faktor Evaluation Matriks (EFE - Matriks). Untuk mengetahui nilai terbobot masing-masing faktor, maka digunakan perhitungan dengan total nilai terbobot adalah satu untuk kedua faktor strategis baik internal maupun eksternal. Rata-rata faktor strategis peluang adalah 0,523 sedangkan rata-rata faktor strategis ancaman adalah 0,464, total nilai terbobot adalah satu.
111
Tabel 15.
Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal
Faktor Strategis Eksternal
Resp1
Resp
Resp3
Resp4
Resp5
Resp6
Peluang
Rata-rata 0,523
Bank Data
0,078
0,094
0,078
0,078
0,089
0,094
0,085
Kebijakan Pemerintah Daerah
0,083
0,072
0,072
0,094
0,083
0,094
0,083
Posisi Strategis Kelurahan
0,133
0,106
0,117
0,117
0,072
0,061
0,101
Perkembangan Teknologi
0,111
0,122
0,111
0,094
0,122
0,106
0,111
Tanggung Jawab Sosial
0,089
0,089
0,100
0,056
0,072
0,089
0,082
Tim ‘Looper’ Kemiskinan
0,050
0,050
0,056
0,078
0,067
0,061
0,060
Penguasaan Aset Ekonomi
0,122
0,111
0,111
0,117
0,128
0,117
0,118
Kebijakan yang kurang keliru
0,117
0,117
0,117
0,139
0,128
0,133
0,125
Era Globalisasi
0,117
0,128
0,128
0,122
0,128
0,122
0,124
Ketidakstabilan Ekonomi
0,100
0,111
0,111
0,106
0,111
0,122
0,110
1
1
1
1
1
1
1
Ancaman
0,477
8.2.2. Penentuan Rating Faktor Internal dan Eksternal Penentuan rating faktor internal dan eksternal diperoleh dengan mengajukan pilihan pertanyaan untuk menyatakan intensitas pendapat terhadap suatu faktor. Intensitas pendapat responden ditentukan berdasarkan pilihan skala 1, 2, 3 dan 4 yakni mulai dari skala tidak penting hingga skala penting. Intensitas pendapat responden ditentukan berdasarkan pilihan skala 1, 2, 3 dan 4 yakni mulai dari skala tidak penting hingga skala penting. Masing-masing ratarata rating faktor strategis internal kekuatan dan kelemahan adalah 24,3 dan 9,65 dengan nilai total rata-rata 34. Sedangkan Masing-masing rata-rata rating faktor strategis eksternal peluang dan ancaman adalah 21 dan 6 dengan nilai total ratarata 29.
8.2.3. Penentuan Skor atau Nilai Terbobot Faktor Internal dan Eksternal a.
Matriks IFE
112
Penentuan skor nilai terbobot pada Matriks IFE dilakukan dengan melakukan perkalian bobot dan rating. Berikut Tabel 16. nilai terbobot.
Tabel 16. Internal Factor Evaluation Matriks (IFE - Matriks) Faktor Strategis Internal
Bobot
Rating
Nilai Terbobot
Lingkungan Kondusif
0,11
2,66
1,83 0,29
Struktur Lembaga Lokal
0,07
3,83
0,28
Nilai Budaya dan Agama
0,07
3,83
0,26
Motivasi Keluarga Miskin
0,07
3,66
0,26
Lembaga Mapan
0,07
3,33
0,25
Wilayah Sasaran
0,08
3,33
0,25
Peran Aktor Sosial
0,06
3,66
0,23
Sektoralisme Aktor Sosial
0,09
2,33
0,89 0,21
Belum Terdapat Pedoman
0,09
2,16
0,19
Sistem Adm Antar lembaga
0,09
2,00
0,18
Terdapat Persepsi Hibah
0,11
1,66
0,18
Lemahnya Koordinasi
0,09
1,50
0,13
Total
1
34
2,72
Kekuatan
Kelemahan
Matrik evaluasi faktor intenal (IFE) merupakan hasil dari identifikasi faktor-faktor strategis internal berupa kekuatan dan kelemahan yang berpengaruh terhadap penanggulangan kemiskinan perkotaan di Kelurahan Curug Mekar. Dari hasil IFE Matriks Tabel 16. diperoleh total skor (nilai terbobot) untuk faktor strategis internal sebesar 2,72. Jumlah total nilai terbobot faktor strategis internal elemen kekuatan yakni 1,83 sedangkan jumlah total nilai terbobot faktor strategis internal elemen kelemahan yakni 0,89 dan apabila jumlah total nilai terbobot faktor strategis internal lebih dari rata-rata yakni 2,5 maka menunjukkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan perkotaan di Kelurahan Curug Mekar secara internal telah mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahannya.
113
Kekuatan utama yang dimiliki adalah elemen kekuatan keempat yakni terdapat potensi sumber daya alam yang kondusif dalam penanggulangan kemiskinan. Permasalahan kemiskinan bukan disebabkan bencana alam maupun bencana sosial. Kelurahan Curug Mekar memiliki potensi sumber daya air yang dapat menunjang upaya penanggulangan kemiskinan yakni terdapat 3 (tiga) titik besar potensi mata air yang berada pada RT 001/001, RT 003/002 dan RT 006/009. Elemen keempat memiliki skor 0,287. Kekuatan kedua adalah elemen kekuatan kelima yakni memiliki struktur yang jelas dalam sebuah lembaga yang memudahkan operasionalisasi penanggulangan kemiskinan meskipun masih bernuansa sektoral di Kelurahan Curug Mekar dengan skor 0,284. Kekuatan ketiga adalah elemen kekuatan ketujuh yakni terdapat keinginan keluarga miskin untuk lepas dari permasalahan kemiskinan dengan skor 0,265. Beberapa aspek yang menjadi perhatian misalnya aspek pendidikan, bahwa meskipun orang tua siswa SD Negeri Cijahe merupakan keluarga miskin tetapi 80% siswanya diterima pada SMP Negeri (Dinas Pendidikan, 2006). Aspek lain misalnya ekonomi produktif, bahwa tingkat pengembalian kegiatan KUBE adalah sebesar 0,62% atau sebanyak 49 lancar tingkat pengembaliannya artinya terdapat keinginan mengentaskan kemiskinan secara berkelanjutan dari sisi keluarga miskin. Kekuatan keempat adalah elemen kekuatan keenam yakni terdapat nilai nilai luhur yang dianut oleh lembaga lokal selain Dewan Kerohanian Masjid terdapat pula yayasan yang bersumberkan pada kitab suci Al Quran, dimana sudah menjadi kewajiban warga mampu untuk membantu kaum dhuafa. Skor 0,262.
114
Kekuatan kelima adalah pemetaan wilayah sasaran yang telah jelas yakni 21 RT dari 56 RT di Kelurahan Curug Mekar, dapat dikatakan cakupan pelayanan upaya penanggulangan kemiskinan dapat difokuskan pada ke 21 RT tersebut sehingga data base secara lokatif telah ditentukan pada batas wilayah tertentu saja dengan skor 0,253. Kekuatan keenam adalah elemen kekuatan ketiga yakni terdapat lembaga yang telah mapan seperti DKM, LPM dan lembaga/yayasan yang telah mengalami fase exit strategy dengan mencatatkan lembaga melalui akta notaris dengan skor 0,248. Kekuatan elemen terakhir adalah peran aktor sosial dengan skor 0,023. peran aktor sosial dalam hal ini adalah kegiatan sektoral berupa mediasi, advokasi dan fasilitasi. Disamping kekuatan, kelemahan yang dimiliki Kelurahan Curug Mekar dalam upaya penanggulangan kemiskinan perkotaan adalah berturut turut sebagai berikut. Kelemahan utama adalah elemen kelemahan pertama yakni daya dukung aktor sosial masih bernuansa sektoral dengan skor 0,205. Aktor sosial cenderung kurang memiliki arahan penanggulangan kemiskinan secara menyeluruh. Kegiatan yang dilakukan bersifat jangka pendek yakni selesai ketika telah menghasilkan output. Kelemahan ini berdampak pada lemahnya fungsi pelestarian dan kontrol sosial secara berkelanjutan. Selain itu dapat dikatakan bahwa aktor sosial belum memahami posisinya yang sangat strategis terhadap upaya penanggulangan kemiskinan secara keseluruhan. Kelemahan kedua adalah elemen kelemahan kedua yakni belum terdapat suatu pedoman yang mengintegrasikan semua potensi kelembagaan lokal dengan skor 0,188. Pedoman akan bermakna strategis bagi siapapun yang menjadi
115
stakeholdernya termasuk pedoman aktor sosial untuk mengintegrasikan diri secara keseluruhan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perkotaan secara berkelanjutan. Kelemahan ketiga adalah elemen kelemahan kelima yakni masih terdapat persepsi hibah dengan skor 0,182. indikator persepsi hibah adalah masih terdapat tingkat pengembalian kurang lancar dalam usaha ekonomi produktif (Kantor Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan, 2006) Kelemahan keempat adalah elemen kelemahan keempat yakni pelaksanaan multi sektoral penanggulangan kemiskinan memberikan indikasi perbedaan dalam kerangka pengorganisasian yang akhirnya akan berdampak pula pada pola kerja, format pelaksanaan dan format evaluasi. Skor 0,182. Kelemahan terakhir yakni elemen kelemahan ketiga yakni pelaksanaan multisektoral banyak melibatkan stakeholder sehingga menyulitkan koordinasi dengan skor 0,133.
b.
Matriks EFE Matrik evaluasi faktor eksternal (EFE) merupakan hasil dari identifikasi
faktor-faktor strategis eksternal berupa peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap penanggulangan kemiskinan perkotaan di Kelurahan Curug Mekar. Dari hasil EFE Matriks Tabel 17. diperoleh total skor (nilai terbobot) untuk faktor strategis eksternal sebesar 2,79. Jumlah total nilai terbobot faktor strategis eksternal elemen peluang yakni 1,79 sedangkan jumlah total nilai terbobot faktor strategis eksternal elemen ancaman yakni 0,99 dan apabila jumlah total nilai terbobot faktor strategis internal lebih dari rata-rata yakni 2,5 maka menunjukkan
116
bahwa upaya penanggulangan kemiskinan perkotaan di Kelurahan Curug Mekar secara eksternal telah mampu memanfaatkan peluang yang dimiliki untuk mengatasi ancamannya.
Tabel 17. External Factor Evaluation Matrix (EFE - Matriks) Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Skor 1,79
Peluang Perkembangan Teknologi
0,11
3,17
0,35
Kebijakan Pemerintah Daerah
0,08
4,00
0,33
Posisi Strategis Kelurahan
0,10
3,17
0,32
Tanggung Jawab Sosial
0,08
3,67
0,30
Bank Data
0,09
3,17
0,27
Tim ‘Looper’ Kemiskinan
0,06
3,67
0,22 0,99
Ancaman Kebijakan Kurang Mendukung
0,13
2,17
0,27
Penguasaan Aset Ekonomi
0,12
2,17
0,25
Era Globalisasi
0,12
2,00
0,25
Ketidakstabilan Ekonomi
0,11
2,00
0,22
Total
1
29
2,79
Peluang utama adalah elemen peluang keempat yakni peluang perkembangan teknologi informasi yang memudahkan format maupun akses bantuan terlebih posisi kelurahan yang secara lokatif dekat sekali dengan berbagai pusat pelayanan pemeritahan umum. Skor 0,352. Peluang kedua adalah elemen peluang kedua yakni kebijakan pemerintah daerah Kota Bogor dengan skor 0,33. Kebijakan pemerintah daerah Kota Bogor adalah merancang manajemen penganggulangan kemiskinan perkotaan tingkat Kota Bogor untuk dapat mengintegrasikan sebagian potensi anggaran tehadap upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Bogor secara menyeluruh.
117
Peluang ketiga adalah elemen peluang ketiga yakni posisi strategis Kelurahan Curug Mekar yang memudahkan perolehan akses informasi dan bantuan baik secara lokatif dekat sekali dengan pusat pelayanan kecamatan, pelayanan puskesmas serta relatif dekat dengan pelayanan pemerintahan umum tingkat Kota Bogor. Peluang keempat adalah elemen peluang kelima yakni terdapat tanggung jawab sosial dengan skor 0,302 seperti halnya organisasi BAZ maupun
BUMN
(Pertamina,
Telkom)
yang
terus
menerus
melakukan
pengembangan manajemen. Peluang kelima adalah elemen peluang kesatu yakni telah disepakatinya data kemiskinan melalui Badan Pusat dan Statistik. Skor 0,269. Peluang keenam atau elemen terakhir adalah elemen peluang keenam yakni telah dibentuknya Tim Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan yang melaksanakan fungsi manajemen penanggulangan kemiskinan tingkat Kota Bogor yang dimulai pada tahun 2006. Skor 0,221. Selain peluang ancaman dalam upaya penanggulangan kemiskinan perkotaan adalah ancaman pertama yakni elemen ancaman kedua kebijakan yang kurang mendukung optimalisasi kemandirian swadaya lokal dengan skor 0,271. Ancaman kedua yakni elemen ancaman kesatu dengan skor 0,254 untuk persaingan antar penduduk lokal dan pendatang. Dengan beralihnya fungsi ruang pertanian menjadi ruang permukiman bagi ruang Kelurahan Curug Mekar maka akan meningkatkan konsumsi rumah tangga menjadi tinggi, konsekuensinya adalah muncul berbagai peluang usaha. Apabila interaksi fungsional tersebut berkepanjangan terlebih etos kerja penduduk lokal lemah akan mengancam gejala kemiskinan. Ancaman ketiga yakni era globalisasi yang menuntut daya saing yang tinggi dengan skor 0,248. Ancaman keempat atau ancaman terkhir yakni
118
ketidakstabilan kondisi politik dan kondisi keamanan nasional yang akan berimplikasi pada kondisi ekonomi yakni skor 0,220. Berikut adalah matriks EFE pada Tabel 18.
8.3.
Tahap Pencocokan melalui Matriks SWOT Tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi menggunakan
teknik matriks kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman (SWOT). Matriks SWOT ini bersandar pada informasi yang diturunkan dari tahap input untuk mencocokan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. 1. S–O yakni gunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. 2. W–O yakni atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. 3. S–T yakni gunakan kekuatan internal untuk mengurangi atau menghindari dampak ancaman eksternal. 4. W–T yakni kurangi kelemahan internal dan hindari ancaman eksternal.
119
Tabel 18. Matriks SWOT
Internal
1. 2. 3. 4.
5. 6. Eksternal
7.
(S)trength – Kekuatan Potensi sumber daya alam. Struktur dalam kelembagaan. Nilai-nilai luhur dalam kelembagaan. Keinginan keluarga miskin untuk lepas dari permasalahan kemiskinan. Terdapat lembaga yang telah mapan. Pemetaan wilayah sasaran telah jelas. Peran aktor sosial.
(W)eakness – Kelemahan 1. 2.
3.
4. 5.
(O)pportunities – Peluang
STRATEGI S – O (SI,S2,S4,O2,O4,O6) 1. Perkembangan 1. Menciptakan kapasitas teknologi. kelembagaan dengan unit fungsi 2. Kebijakan pemerintah pengelolaan sumber daya mata air. daerah. (S2,S3,S5,S6,O2,O3,O4) 3. Posisi strategis 2. Mengarahkan kapasitas Kelurahan Curug kelembagaan dalam hal Mekar. pengembangan fase pemberdayaan 4. Tanggung jawab yang difasilitasi oleh pemerintah, sosial. corporate dan civil society. 5. Bank data adalah (S2,S3,S7,O2,O3,O6) Badan Pusat dan 3. Meningkatkan dengan cara Statistik. memperluas keterlibatan peran 6. Telah dibentuknya Tim serta/partisipasi masyarakat dalam Penanggulangan perencanaan pembangunan. Kemiskinan Perkotaan. (S1,S2,S3,S4,S5,S6,O1,O2,O5,O6) 4. Mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah, corporate dan civil society. (S1,S4,S7,O2,O3,O4,O5,O6) 5. Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia melalui fasiltasi input serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang. (T)hreats – Ancaman STRATEGI S – T (S6,S7,T1,T3,T4) 1. Kebijakan yang kurang 10. Meningkatkan pembangunan yang mendukung bertumpu pada kemampuan optimalisasi manusia dengan melindungi dan kemandirian swadaya mencegah dari persaingan yang lokal. tidak sehat dan atau eksploitasi. 2. Penguasaan aset (S6,S7,T1,T2,T3,T4) ekonomi penduduk 11. Memelihara dengan cara pendatang. meningkatkan kesadaran sebagai 3. Era globalisasi yang manusia beragama (berpikir positif) melalui sikap teladan. menuntut daya saing yang tinggi. 4. Ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan nasional.
6.
7.
8.
9.
Daya dukung aktor sosial masih bernuansa sektoral. Belum terdapat suatu pedoman yang mengintegrasikan semua potensi kelembagaan lokal. Pelaksanaan multisektoral memunculkan perbedaan dalam kerangka pengorganisasian. Masih terdapat persepsi hibah. Pelaksanaan multisektoral banyak melibatkan stakeholder, sehingga menyulitkan koordinasi. STRATEGI W – O (W2,W3,W4,O2,O3,O6) Memperbaiki mekanisme perencanaan pembangunan yang difasilitasi oleh pemerintah. (W1,W2,W3,W4,O2,O3,O4, O6) Memperbaiki kapasitas potensi kelembagaan melalui pendampingan (fasilitasi, mediasi dan advokasi) yang difasilitasi oleh pemerintah/pemeduli. (W3,O3,O4) Menentukan contact person untuk memulai koordinasi unit pemerhati penanggulangan kemiskinan. (W2,W6,O2,O4,O5,O6) Menciptakan fungsi sektor non pertanian yang difasilitasi oleh pemerintah/pemeduli.
STRATEGI W – T (W1,W2,W3,W4,W5,T1,T2, T3,T4) 12. Memberikan dukungan/ kepercayaan/ (menerima) suasana/iklim yang terjadi sebagai dampak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. (W1,W2,W3,W4,W5,T1,T2, T3,T4) 13. Memahami bahwa kemiskinan merupakan fenomena relatif yang dapat terjadi di segala wilayah maupun di setiap tingkatan peradaban dunia.
120
8.3.1. Strategi Strengths - Opportunities (S-O) Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal untuk memperoleh keuntungan dalam pelaksanaan upaya penanggulangan kemiskinan perkotaan di Kelurahan Curug Mekar. Adapun alternatif yang dihasilkan : 1. Menciptakan kapasitas kelembagaan dengan unit fungsi pengelolaan sumber daya mata air. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal seperti pemetaan wilayah telah jelas. Konsentrasi pembangunan dapat diprioritaskan pada 21 rukun tetangga yang tertimpa krisis moneter 1997-1998 silam. Kekuatan lain adalah peran aktor sosial bahwa aktor sosial dapat menjadi penggerak menuju penciptaan unit fungsi pengelolaan sumber daya mata air. Pada sub bab 8.1.1. potensi mata air belum dikelola oleh masyarakat sehingga apabila dikelola akan membawa manfaat bagi masyarakat miskin yang hidup di daerah marginal. Sebagaimana fenomena topografis bahwa kehidupan perbatasan atau wilayah marginal sangat rentan dengan kemiskinan dan kurang terintervensi bantuan. Peluang eksternal yang akan dimanfaatkan adalah kebijakan pemerintah daerah, perkembangan teknologi dan telah terbentuknya tim penanggulangan kemiskinan yang melakukan looping sebagai upaya pemerintah memahami dimensi kemiskinan. 2. Mengarahkan
kapasitas kelembagaan dalam hal pengembangan fase
pemberdayaan yang difasilitasi oleh pemerintah, corporate dan civil society. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal seperti
121
peran aktor sosial, terdapat lembaga yang telah mapan, terdapat struktur dalam kelembagaan dan terdapat nilai-nilai luhur dalam kelembagaan. Peluang eksternal yang akan dimanfaatkan adalah kebijakan pemerintah daerah, posisi strategis Kelurahan Curug Mekar dan perkembangan teknologi. Adapun fase tersebut meliputi Pertama, Fase Perintisan meliputi lembaga penggerak, lembaga fasilitator, lembaga pendamping, dan lembaga inkubator. Kedua, Fase Penumbuhan meliputi lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi, lembaga asosiasi dan jaringan, lembaga supervise dan audit. Ketiga, Fase Penguatan meliputi pengembangan informasi dan teknologi dan networking, lingkage program dengan bank umum, likuiditas dan penjamin, wholeseller bmt. 3. Meningkatkan dengan cara memperluas keterlibatan peran serta/partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal seperti peran aktor sosial, terdapat lembaga yang telah mapan dan adanya kekuatan berupa keinginan keluarga miskin untuk lepas dari permasalahan kemiskinan. Peluang eksternal yang akan dimanfaatkan adalah kebijakan pemerintah daerah, posisi strategis Kelurahan Curug Mekar dan telah terbentuknya tim penanggulangan kemiskinan yang melakukan looping sebagai upaya pemerintah memahami dimensi kemiskinan. 4. Mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah, corporate dan civil society. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal seperti pemetaan wilayah telah jelas. Konsentrasi pembangunan dapat diprioritaskan pada 21
122
rukun tetangga yang tertimpa krisis moneter 1997-1998 silam. Kekuatan lain adalah peran aktor sosial, terdapat lembaga yang telah mapan, potensi sumber daya alam, struktur dalam kelembagaan dan terdapat nilai-nilai luhur dalam kelembagaan. Peluang eksternal yang akan dimanfaatkan adalah sejak tahun 2006 pemerintah Kota Bogor akan mengacu pada data Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Peluang lain yang akan dimanfaatkan adalah kebijakan pemerintah daerah, terdapat tanggung jawab sosial perusahaan/corporate serta peluang telah terbentuknya tim penanggulangan kemiskinan yang melakukan looping sebagai upaya pemerintah memahami dimensi kemiskinan. 5. Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia melalui fasiltasi input serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan internal seperti pemetaan wilayah telah jelas. Konsentrasi pembangunan dapat diprioritaskan pada 21 rukun tetangga yang tertimpa krisis moneter 1997-1998 silam. Kekuatan lain adalah potensi sumber daya alam atau manusia dan adanya kekuatan berupa keinginan keluarga miskin untuk lepas dari permasalahan kemiskinan. Peluang eksternal yang akan dimanfaatkan adalah kebijakan pemerintah daerah, posisi strategis Kelurahan Curug Mekar, perkembangan teknologi, terdapat tanggung jawab sosial perusahaan/corporate serta peluang telah terbentuknya tim penanggulangan kemiskinan yang melakukan looping sebagai upaya pemerintah memahami dimensi kemiskinan.
123
8.3.2. Strategi Weakness - Opportunities (W-O) Strategi W-O merupakan strategi yang disusun untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Beberapa alternatif yang dihasilkan adalah : 6. Memperbaiki mekanisme perencanaan pembangunan yang difasilitasi oleh pemerintah. Strategi ini diformulasikan untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Beberapa kelemahan yang dimiliki organisasi adalah belum terdapat suatu pedoman yang mengintegrasikan semua potensi kelembagaan lokal, pelaksanaan multisektoral banyak melibatkan stakeholder sehingga menyulitkan koordinasi dan pelaksanaan multisektoral memunculkan perbedaan dalam kerangka pengorganisasian. Karena kerangka organisasi menunjukan fungsi dan peran yang ada. Peluang eksternal yang akan dimanfaatkan adalah kebijakan pemerintah daerah, posisi strategis Kelurahan Curug Mekar, perkembangan teknologi, terdapat tanggung jawab sosial perusahaan/corporate serta peluang telah terbentuknya tim penanggulangan kemiskinan yang melakukan looping sebagai upaya pemerintah memahami dimensi kemiskinan. 7. Memperbaiki
kapasitas
potensi
kelembagaan
melalui
pendampingan
(fasilitasi, mediasi dan advokasi) yang difasilitasi oleh pemerintah/pemeduli. Strategi ini diformulasikan untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Beberapa kelemahan yang dimiliki organisasi adalah daya dukung aktor sosial masih bernuansa sektoral, belum terdapat suatu pedoman yang mengintegrasikan semua potensi kelembagaan lokal, pelaksanaan multisektoral banyak melibatkan stakeholder sehingga menyulitkan koordinasi
124
dan pelaksanaan multisektoral memunculkan perbedaan dalam kerangka pengorganisasian. Karena kerangka organisasi menunjukan fungsi dan peran yang ada. Peluang eksternal yang akan dimanfaatkan adalah kebijakan pemerintah daerah, posisi strategis Kelurahan Curug Mekar, perkembangan teknologi dan peluang telah terbentuknya tim penanggulangan kemiskinan yang melakukan looping sebagai upaya pemerintah memahami dimensi kemiskinan. 8. Menentukan contact person untuk memulai koordinasi unit pemerhati penanggulangan kemiskinan. Strategi ini diformulasikan untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Kelemahan yang dimiliki organisasi adalah pelaksanaan multisektoral banyak melibatkan stakeholder sehingga menyulitkan koordinasi. Peluang eksternal yang akan dimanfaatkan adalah posisi strategis Kelurahan Curug Mekar yang relative berdekatan dan perkembangan teknologi melalui hubungan telekomunikasi. 9. Menciptakan fungsi sektor non pertanian yang difasilitasi oleh pemerintah. Strategi ini diformulasikan untuk memanfaatkan peluang eksternal berupa kebijakan
pemerintah
daerah,
dan
peluang
telah
terbentuknya
tim
penanggulangan kemiskinan yang melakukan looping sebagai upaya pemerintah memahami dimensi kemiskinan.
8.3.3. Strategi Strengths - Threats (S-T) Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk mengurangi atau menghindari dampak ancaman eksternal bagi upaya
125
penanggulangan kemiskinan perkotaan Kelurahan Curug Mekar. Beberapa alternatif strategi S-T yang dihasilkan antara lain : 10. Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia dengan melindungi dan mencegah dari persaingan yang tidak sehat dan atau eksploitasi. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan untuk mengurangi atau menghindari dampak ancaman eksternal. Kekuatan yang dapat dimanfaatkan adalah terdapat nilai-nilai luhur dalam kelembagaan dan keinginan keluarga miskin untuk lepas dari permasalahan kemiskinan. Ancaman eksternal yang akan dihindari adalah persaingan antara penduduk lokal terhadap pendatang, era globalisasi yang menuntut daya saing tinggi serta ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan nasional. 11. Memelihara dengan cara meningkatkan kesadaran sebagai manusia beragama (berpikir positif) melalui sikap teladan. Strategi ini diformulasikan untuk menggunakan kekuatan untuk mengurangi atau menghindari dampak ancaman eksternal. Kekuatan yang dapat dimanfaatkan adalah terdapat nilai-nilai luhur dalam kelembagaan dan keinginan keluarga miskin untuk lepas dari permasalahan kemiskinan. Ancaman eksternal yang akan dihindari adalah persaingan antara penduduk lokal terhadap pendatang, kebijakan yang kurang mendukung optimalisasi kemandirian swadaya lokal, era globalisasi yang menuntut daya saing tinggi serta ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan nasional. Sehingga apabila kebiasaan berfikir positif yang dicontohkan melalui sikap teladan dapat terselenggara maka sikap masyarakat akan kondusif terhadap lingkungan komunitas.
126
8.3.4. Strategi Weakness - Threats (W-T) Strategi W-T merupakan strategi yang diusulkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Alternatif strategi W-T yang direkomendasikan adalah sebagai berikut : 12. Memberikan dukungan/kepercayaan/(menerima) suasana/iklim yang terjadi sebagai dampak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Kelemahan internal yang terlibat adalah daya dukung aktor sosial masih bernuansa sektoral, belum terdapat suatu pedoman yang mengintegrasikan semua potensi kelembagaan lokal, pelaksanaan multisektoral banyak melibatkan stakeholder, sehingga menyulitkan koordinasi, pelaksanaan multisektoral memunculkan perbedaan dalam kerangka pengorganisasian bahkan pada sebagian warga miskin masih terdapat persepsi hibah. Ancaman eksternal yang akan dihindari adalah persaingan antar penduduk lokal dan pendatang, kebijakan yang kurang mendukung optimalisasi kemandirian swadaya local, era globalisasi yang menuntut daya saing yang tinggi dan mengindari ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan nasional. 13. Memahami bahwa kemiskinan merupakan fenomena relatif yang dapat terjadi disemua wilayah maupun disegala tiap tingkatan peradaban dunia. Kelemahan internal yang terlibat adalah daya dukung aktor sosial masih bernuansa sektoral, belum terdapat suatu pedoman yang mengintegrasikan semua potensi kelembagaan lokal, pelaksanaan multisektoral banyak melibatkan stakeholder, sehingga menyulitkan koordinasi, pelaksanaan multisektoral memunculkan perbedaan dalam kerangka pengorganisasian bahkan pada sebagian warga miskin masih terdapat persepsi hibah.
127
Ancaman eksternal yang akan dihindari adalah persaingan antar penduduk lokal dan pendatang, kebijakan yang kurang mendukung optimalisasi kemandirian swadaya lokal, era globalisasi yang menuntut daya saing yang tinggi dan mengindari ketidakstabilan kondisi politik dan keamanan nasional.
128
IX. PROGRAM STRATEGI DAN MAPPING PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN PERKOTAAN BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL DI KELURAHAN CURUG MEKAR, KOTA BOGOR
Penyusunan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis kelembagaan lokal di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor merupakan penjabaran strategi SWOT. Pada bab 3.4.2. Analisa Road Map telah diulas bagaimana mapping begitu bermanfaat sebagai upaya pembangunan model konseptual.
Pembangunan
model
konsptual
tersebut
secara
transparan
menjelaskan posisi dan kebijakan strategis sehingga dapat ditempuh oleh semua stakeholder penanggulangan kemiskinan. Untuk mengetahui posisi dan kebijakan strategis yang dapat ditempuh oleh unit kelembagaan lokal di Kelurahan Curug Mekar, maka perlu dirunut kedalam beberapa Sub Bab berikut ini.
9.1.
Program Strategi Pemberdayaan Masyararakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar Program secara umum diartikan sebagai sebuah instrumen kebijakan yang
berisi satu atau lebih kegiatan yang pada pelaksanaannya mencerminkan peran dan fungsi unit-unit stakeholder untuk mencapai sasaran dan tujuan hingga terkoodinasi dengan matang. Dunia
yang
senantiasa
berubah
mengakibatkan
perubahan
pada
lingkungan organisasi. Perubahan lingkungan organisasi harus diantisipasi dengan memilih strategi dan aksi yang tepat yang akan diimplementasikan agar dapat survive. Peter Drucker dalam Yoshida (2006) mengatakan bahwa perubahan pada dasarnya terbagi 2 (dua) golongan besar. Pertama, perubahan yang dapat
129
diprediksi kemudian disebut peluang. Kedua, adalah perubahan yang sama sekali tidak dapat diprediksi kemudian disebut resiko (uncertainty). Resiko meliputi perubahan yang tidak diketahui dan bersifat tidak pasti (unknown uncertainty) serta perubahan yang tidak dapat diketahui (unknowable uncertainty). Berdasarkan uraian paragraf diatas, kesepakatan dalam manajemen kelembagaan lokal memerlukan transformasi pemahaman kolektif para subjek program penanggulangan kemiskinan (termasuk keluarga miskin) yang berawal dari sikap dan keinginan konvensional atau status quo menjadi satu paham dalam menyusun visi dan misi penanggulangan kemiskinan. Transformasi perubahan yang harus dilalui untuk mewujudkan suksesi program (visi) salah satunya adalah perlu dilakukan review kondisi saat ini. Analisa kondisi saat ini yang telah dilakukan melalui metode dan analisis sampling adalah review terhadap kondisi kemiskinan dan kelembagaan itu sendiri. Review terhadap kelembagaan meliputi review proses kelembagaan dan review proses manajerial yang menjadi lingkup 13 output SWOT. Review proses kelembagaan meliputi kebiasaan yang melembaga dan proses kelembagaannya itu sendiri (Lampiran 9, 10 dan 11). Review proses manajerial meliputi upaya perbaikan mekanisme/kapasitas kelembagaan, upaya menciptakan kapasitas/aktivitas (Bab I, Hal. 5, Paragraf 1), upaya meningkatkan distribusi, partisipasi dan fasilitasi dengan menanfaatkan peluang troika (governance, private sector dan civil society), upaya pembinaan dengan cara mengarahkan dan memelihara serta terakhir adalah bentuk pemahaman/menerima keadaan. Berikut adalah tahapan perubahan yang harus dilalui kelembagaan local untuk mewujudkan/menyusun visi pemberdayaan
130
berbasis kelembagaan local, diantaranya 1) Review Proses Kelembagaan (meliputi kebiasaan yang melembaga dan proses pelembagaan). 2) Review Proses Manajerial
(meliputi
Perbaikan
mekanisme/kapasitas,
Menciptakan
kapasitas/aktivitas, Meningkatkan distribusi, partisipasi, fasilitasi, Mengarahkan, memelihara dan Pemahaman leader unit-unit kelembagaan lokal). Transformasi perubahan adalah merupakan proses awal yang perlu dilalui oleh kelembagaan lokal agar dapat memberi manfaat. Saefuddin (2005) mengatakan bahwa kelembagaan lokal atau stakeholder yang terlibat baik dalam arti organisasi, norma, tata aturan, hingga individu lokal akan memberikan manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah : a. Consistency yakni peningkatan pemahaman terhadap dinamika aspek-aspek kultural, sosial, ekonomi dan politik yang berkaitan dengan aspek-aspek keterjaminan sosial itu sendiri. b. Reality yakni menjamin strategi pengembangan yang dilakukan benar-benar merefleksikan kondisi nyata yang ada di masyarakat, realistis dan dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. c. Sustainability
yakni mendorong tumbuhnya rasa memiliki sehingga lahir
tanggung jawab untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan sistem. d. Stimulations yakni membangun kapasitas sosial untuk mengembangkan program yang mungkin pada awalnya dibangun atas bantuan dari luar. Penyusunan program terlebih dahulu menetapkan lingkup program yang akan digunakan sebagai parameter. Aplikasi arsitektur strategik salah satunya dicontohkan oleh divisi aliran uang sebuah organisasi di Indonesia. lingkup program tersebut diantaranya penetapan tahapan pengembangan manajerial,
131
tahapan perubahan struktur organisasi, tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi dan tahapan membangun komitmen guna mencapai visi. Program tahapan pengembangan manajerial kelembagaan Kelurahan Curug Mekar yang dibutuhkan pada saat kajian diantaranya mencakup kegiatan collecting atau mendata kuantitas aktor sosial dan atau kuantitas pimpinan kelembagaan lokal, recapitulation of activities atau mendata kegiatan manajerial sesuai dengan bidang/lingkup kerja, activity management atau mengelompokkan jumlah manajemen kegiatan yang telah terdata, contact person atau menentukan personil
kontak
untuk
memulai
fungsi
koordinasi,
coordination
atau
melaksanakan fungsi koordinasi dan terakhir hasil dari coordination adalah local institutional management atau manajemen kelembagaan lokal yakni berangkat dari satu persepsi dalam melaksanakan fungsi manajemen di Kelurahan Curug Mekar dan melaksanakan peran kelembagaan dalam penanggulangan kemiskinan. Program tahapan perubahan struktur organisasi kelembagaan diantaranya mencakup kegiatan pembenahan hierarchy atau struktur hirarki/banyak jenjang, functional atau struktur fungsional/sedikit jenjang, banyak kelompok kerja serta upaya pembenahan perubahan kedua jenis struktur tersebut dalam matrix organization atau matriks organisasi. Program tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi sebagaimana Makmun (2003) meliputi hasil audit maupun evaluasi terhadap kelembagaan lokal yang dilakukan oleh pemerintah. Adopsi peran dan kompetensi tersebut diantaranya berjenjang mulai dari peran dan kompetensi sebagai creditor atau lembaga kredit, deliverator atau lembaga penyaluran, receiver atau lembaga
132
penerima, assistance atau pendampingan meliputi fasilitasi, mediasi, dan advokasi dan terakhir peran dan kompetensi sustainabilitor atau lembaga pelestarian. Adopsi program tahapan membangun komitmen guna mencapai visi (dalam divisi aliran uang) diantaranya awareness atau pembangunan kesadaran, understanding atau pemahaman, engagement atau komitmen awal, positive perception atau membangun persepsi positif, testing atau melakukan penilaian, action atau mulai bersikap reaktif, dan terakhir adopsi komitmen atau commitment. Berikut adalah instrumen kebijakan 13 output strategi SWOT dalam adopsi bahasa program sebagaimana Gambar 17. matrik yang menyilanghubungkan kedua konsep tersebut. Menciptakan kapasitas kelembagaan dengan unit fungsi pengelolaan sumber daya mata air Mengarahkan kapasitas kelembagaan dalam hal pengembangan fase pemberdayaan yang difasilitasi oleh pemerintah, corporate dan civil society.
Program tahapan pengembangan manajerial
Meningkatkan dengan cara memperluas keterlibatan peran serta/partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah, corporate dan civil society.
Program tahapan perubahan struktur organisasi kelembagaan
Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia melalui fasiltasi input serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang. Memperbaiki mekanisme perencanaan pembangunan yang difasilitasi oleh pemerintah.
Perubahan yang harus dilalui untuk mewujudkan visi
Memperbaiki kapasitas potensi kelembagaan melalui pendampingan (fasilitasi, mediasi dan advokasi) yang difasilitasi oleh pemerintah/pemeduli. Menentukan contact person untuk memulai koordinasi unit pemerhati penanggulangan kemiskinan.
Yang harus di kembangkan untuk mencapai visi
Menciptakan fungsi sektor non pertanian yang difasilitasi oleh pemerintah/pemeduli. Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia dengan melindungi dan mencegah dari persaingan yang tidak sehat dan atau eksploitasi.
Program tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi
Memelihara dengan cara meningkatkan kesadaran sebagai manusia beragama (berpikir positif) melalui sikap teladan. Memberikan dukungan/ kepercayaan/ (menerima) suasana/iklim yang terjadi sebagai dampak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Memahami bahwa kemiskinan merupakan fenomena relatif yang dapat terjadi di segala wilayah maupun di setiap tingkatan peradaban dunia.
program tahapan membangun komitmen guna mencapai visi
Gambar 17. Matriks Instrumen Strategi terhadap Bahasa Program
133
Berdasarkan Tabel 20. Matriks SWOT atau 13 strategi diantaranya terdiri dari 5 strategi S – O, 4 strategi W – O, 2 Strategi S – T, dan 2 Strategi W – T, peran dan kompetensi kelembagaan dalam Lampiran 8. serta uraian adopsi parameter bahasa program pada Bab IX. dimuka, dapat diusulkan 4 program Pemberdayaan Masyarakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar yang diusulkan diantaranya : a. Program Tahapan Pengembangan Manajerial Program tahapan manajerial merupakan program bagi para pengambil keputusan suatu lembaga. Beberapa hasil obesrvasi di lapang menunjukan kebutuhan tahapan pengembangan manajerial kedalam beberapa aktivitas berikut : 1. Collecting atau mendata kuantitas aktor sosial dan atau kuantitas pimpinan kelembagaan lokal; 2. Recapitulation of Activities atau mendata kegiatan manajerial sesuai dengan bidang/lingkup kerja; 3. Activity Management atau mengelompokkan jumlah manajemen kegiatan yang telah terdata; 4. Contact Person atau menentukan personil kontak untuk memulai fungsi koordinasi; 5. Coordination atau melaksanakan fungsi koordinasi; 6. Local Institutional Management atau Manajemen Kelembagaan Lokal yakni berangkat dari satu persepsi dalam melaksanakan fungsi manajemen di Kelurahan Curug Mekar dan melaksanakan peran kelembagaan.
134
b. Program Tahapan Perubahan Struktur Organisasi Kelembagaan Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahapan program ini adalah : 1. Hierarchy atau Struktur Hirarki/banyak jenjang; 2. Functional atau Struktur Fungsional/sedikit jenjang, banyak kelompok kerja; 3. Matrix Organization atau Matriks Organisasi. c. Program Tahapan Perubahan Peran dan Kompetensi Organisasi Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahapan program ini adalah : 1. Creditor atau lembaga kredit; 2. Deliverator atau lembaga penyaluran; 3. Receiver atau lembaga penerima; 4. Assistance atau pendampingan meliputi fasilitasi, mediasi, dan advokasi; 5. Sustainabilitor atau pelestarian. d. Program Tahapan Membangun Komitmen Guna Mencapai Visi Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahapan program ini adalah : 1. Awareness atau Pembangunan Kesadaran; 2. Understanding atau Pemahaman; 3. Engagement atau Komitmen Awal; 4. Positive Perception atau Membangun Persepsi Positif; 5. Testing atau Melakukan Penilaian; 6. Action atau Mulai Bersikap Reaktif; 7. Commitment atau Komitmen.
135
9.2.
Mapping Pemberdayaan Masyararakat Miskin Perkotaan Berbasis Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar Mapping merupakan sebuah penjabaran kerangka kerja konseptual yang
dijabarkan berdasarkan ilustrasi skema dan parameter (World Bank, 2001) maupun stage (Microsoft, 2007). Berdasarkan uraian 3.4.2. Analisa Road Map dan penelitian (studi kasus) di Kelurahan Curug Mekar maka melalui 13 output SWOT yang dilakukan, terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian penulis. Perhatian penulis cenderung pada pemetaan pendekatan kedua (Yoshida, 2006) yakni membagi kedalam periodisasi strategi dan menetapkan sasaran yang akan dicapai. Sasaran yang akan dicapai adalah agar kelembagaan dapat memberi manfaat dan sekaligus sebagai salah satu tahapan persiapan dalam menyusun visi misi penanggulangan kemiskinan. Informasi framework of time disajikan dalam bentuk gambar arsitektur strategik/mapping pada sumbu X dan hal-hal yang harus di kembangkan untuk mencapai visi pada sumbu Y. Secara ringkas, tahapan tersebut dapat digambarkan pada sebuah alur/mapping fase pemahaman para subjek program (termasuk keluarga miskin) melalui pendekatan arsitektur strategik seperti tampak pada Gambar 18. Arsitektur Strategik Pemberdayaan Kelembagaan Lokal berikut ini.
136
Fase I Pemahaman Kolektif para Subjek/Stakeholder Program Penanggulangan Kemiskinan High/ Tinggi/ Kekuatan
Fase II Penyusunan Visi Misi Monitoring dan Evaluasi
CHANGE MANAGEMENT PROCESS
Based on Capacity Building
Subject to subject
(partisipasi, sikapteladan, fasilitasi, nilai budaya/agama)
PEMBERDAYAANKELEMBAGAAN LOKAL
Action
commitment
Testing
Tahapan Membangun Komitmen Guna Mencapai Visi
Tahapan Perubahan Peran dan Kompetensi Organisasi
Persepsi Hibah
Positive Perception
sustainabilitor
Pemahaman engagement
Fasilitator, mediator, advocator,
Mengarahkan, Memelihara Peningkatan Distribusi, Partisipasi,Fasilitasi
Understanding
Menciptakan Kapasitas/ Fungsi Menciptakan Kapasitas
receiver awareness Subject to object
Benefits of Local Institutional Management : 9 Consistency 9 Reality 9 Sustainable 9 Stimulations
Local Institutional Management
Perbaikan Mekanisme/Kapasitas deliverator
Review Proses Fungsi Manajerial
Coordination
Matrix Organization
Proses Pelembagaan creditor
Contact Person
Kebiasaan yang Melembaga Review Proses Pemberdayaan
Activity Management
Functional
Tahapan Perubahan Struktur Organisasi
Recapt activities Status Quo
Low/ Rendah/ Kelemahan
Collecting Hierarchy
Tahapan Pengembangan Manajerial
Time Frame : three Years
Gambar 18.
Arsitektur Strategik Pemberdayaan Kelembagaan Lokal
Three years
Sumbu X (horisontal) merupakan rentang waktu yang dipersiapkan kelembagaan lokal (framework of time). Sumbu Y (vertikal) merupakan ukuranukrua yang harus dikembangkan untuk mencapai pemahaman kondisi yang diharapkan terjadi. Ukuran tersebut adalah partisipasi, sikap teladan, fasilitasi, nilai baik budaya maupun agama. Bagian yang ditandai dengan anak panah mengarah keatas secara diagonal merupakan perubahan pemahaman kolektif para subjek/stakeholder program penanggulangan kemiskinan yang harus dilalui kelembagaan lokal (termasuk troika pembangunan) guna memulai penyusunan visi. panah melengkung di bagian bawah tanda panah diagonal, terutama yang berada paling dekat dengan tanda panah, adalah program tahapan pengembangan manajerial. Panah melengkung lainnya di bagian bawah tanda panah diagonal, yang berada di bagian lebih luar, menandakan program tahapan perubahan struktur organisasi. Panah melengkung yang berada paling dekat dengan panah diagonal di bagian atas menunjukkan program tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi. Sedang panah melengkung di bagian atasnya lagi yaitu tanda panah yang berada di bagian sebelah luar, menunjukkan program tahapan membangun komitmen guna mencapai kondisi yang diharapkan (visi). Secara umum, mapping strategi pemberdayaan berbasis kelembagaan lokal memerlukan dua perubahan yang dilakukan. Perubahan tersebut terbagi dalam dua fase. Fase pertama yakni fase pemahaman kolektif para subjek/stakeholder program penanggulangan kemiskinan yang berdurasi tiga tahun. Angka tiga tahun di sarankan karena lembaga pemberdayaan dalam tubuh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Voting tiga tahun sekali atau masa bhakti selama tiga tahun. Pada
masa ini kelembagaan melakukan program secara bertahap hingga tiga tahun. Masa tiga tahun akan sangat membantu ketua lembaga dalam upaya melakukan konsolidasi tim. Fase kedua yakni fase perkembangan lanjutan yang dilaksanakan selama tiga tahun berikutnya, dimana dapat mulai dirumuskan visi misi hingga monitoring dan evaluasi. Bahkan program yang diusulkan akan menopang dirasakannya manfaat fungsi kelembagaan, yakni consistency, reality, sustainable dan stimulations. Pada fase pertama kelembagaan lokal diusulkan untuk melakukan review terhadap kondisi kelembagaan saat ini atau konvensional atau status quo dimana setiap stakeholder terlanjur tenggelam pada individualisme peran masing-masing. Review ini diusulkan untuk mengkaji ulang proses pemberdayaan, meliputi kebiasaan yang melembaga, dan proses kelembagaan itu sendiri. Tingkatan perubahan selanjutnya adalah mengkaji ulang proses fungsi manajerial, meliputi lingkup pertama upaya perbaikan mekanisme perencanaan (dengan peluang fasilitasi troika), upaya memperbaiki kapasitas potensi kelembagaan (dengan peluang pendampingan troika). Lingkup kedua yakni menciptakan kapasitas fungsi (fungsi sektor non pertanian, fungsi pengelolaan sumber daya alam/mata
air).
Lingkup
ketiga
menciptakan
kapasitas
fungsi
(fungsi
kelembagaannya). Lingkup keempat yakni meningkatkan distribusi, partisipasi dan fasilitasi (dengan peluang troika). Lingkup kelima mengarahkan dan memelihara hingga lingkup keenam sampai pada pemahaman menuju penyusunan visi misi kelembagaan lokal. Pembenahan yang diusulkan adalah pertama, collecting yakni aktivitas mendata kuantitas aktor sosial dan atau kuantitas pimpinan kelembagaan lokal.
Kedua, Recapitulation of Activities atau mendata kegiatan manajerial sesuai dengan bidang/lingkup kerja. Ketiga, Activity Management atau mengelompokkan jumlah manajemen kegiatan yang telah terdata. Keempat Contact Person atau menentukan personil kontak untuk memulai fungsi koordinasi. Kelima, Coordination atau melaksanakan fungsi koordinasi. Kelima Local Institutional Management atau Manajemen Kelembagaan Lokal yakni berangkat dari satu persepsi dalam melaksanakan fungsi manajemen di Kelurahan Curug Mekar dan melaksanakan membagi peran kelembagaan. Dengan demikian, pada tahap ini kelembagaan lokal terintegrasi dan terbagi dalam berbagai peran. Usulan pembenahan lainnya adalah yang berkaitan dengan tahapan struktur organisasi kelembagaan lokal. Tahapan pertama yang diusulkan adalah struktur hierarki yang dibentuk oleh troika penanggulangan kemiskinan dirubah menjadi struktur fungsional. Kenyataan bahwa setiap muncul suatu program akan memunculkan satu bentuk struktur hirarki kegiatan. Faktanya, ’orang yang sama dengan baju yang berbeda-beda’. Pilihan migrasi dari struktur hirarki (banyak jenjang) menuju struktur organisasi matriks (sedikit jenjang, banyak kelompok kerja) didasari pada alasan bahwa struktur matriks akan membuat organisasi kelembagaan lokal menjadi lebih fleksibel. Fleksibilitas yang terjadi akan memudahkan aktivitas yang nantinya dilakukan. Seiring dengan program tahapan pengembangan manajerial dan program tahapan perubahan struktur organisasi, diusulkan juga program tahapan perubahan peran dan kompetensi organisasi. Sebagai catatan, peran dan kompetensi organisasi harus terefleksi jelas pada peran dan kompetensi individu dalam tubuh kelembagaan lokal.
Peran yang berjalan selama ini salah satu faktanya, menggambarkan bahwa lembaga pemberdayaan berporos pada lembaga kredit creditor. Peran dan kompetensinya berubah menjadi deliverator atau lembaga penyaluran yakni penyalur bantuan/agen pemerintah di kelurahan. Peran deliverator bertambah lagi dengan peran dan kompetensi receiver atau lembaga penerima. Peran receiver bertambah lagi dengan peran dan kompetensi assistance atau lembaga pendampingan yang meliputi kegiatan fasilitasi, mediasi, dan advokasi dan terakhir peran dan kompetensi assistance bertambah lagi dengan peran dan kompetensi sustainabilitor atau lembaga pelestarian. Komitmen
dalam
menanggulangi
kemiskinan
juga
membutuhkan
perjalanan yang tidak pendek dan melelahkan. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran penuh untuk berubah. Maka program yang selanjutnya diusulkan adalah diperlukan pergerakan paradigma. Komitmen tersebut adalah pergerakan (continuum)
menuju
pembangunan
kesadaran
(awareness),
pemahaman
(understanding), dan komitmen awal (engagement). Hal tersebut dilanjutkan dengan membangun persepsi positif (positive perception), melakukan penilaian (testing), mulai bersikap reaktif (action). Inilah proses perubahan yang sebenarnya (change management process) menuju kelembagaan lokal yang secara mandiri dalam menanggulangi kemiskinan. Arti mandiri adalah merupakan bentuk sistem kerjasama yang bersifat interdependen, sinergis dan bersistem. Existing conditions kemiskinan, telaahan teroritis melalui kata kunci, strategi
output
SWOT,
program
review,
tahapan
perubahan,
tahapan
pembangunan dan tahapan pengembangan kelembagaan lokal merupakan titik langkah awal di dalam menanggulangi kemiskinan.
X.
10.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil kajian mengenai analisis
identifikasi kemiskinan dan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis kelembagaan lokal adalah sebagai berikut : 1. Secara umum Kelurahan Curug Mekar mempunyai potensi internal kelembagaan lokal yang dapat difasilitasi pengembangan peran dan fungsinya baik oleh pemerintah, swasta maupun kelompok pemeduli. Potensi internal kelembagaan tersebut terutama terdapat pada : (1) Lingkungan dan wilayah Kelurahan Curug Mekar yang kondusif sebagai prasyarat penanggulangan kemiskinan. (2) Proses pemberdayaan yang datang dari bantuan luar menjadi kekayaan organisasi dan struktur kelembagaan lokal. (3) Kelembagaan lokal menjunjung tinggi nilai budaya terlebih agama. Pengembangan manajerial kelembagaan lokal merupakan prasyarat yang perlu dilalui guna mencapai persepsi dalam manajemen kelembagaan lokal. Peran dan fungsi kelembagaan lokal masih merupakan manajemen kegiatan. Hal tersebut menyebabkan kurang cermatnya subsidi silang sasaran antar Rukun Warga. Akibatnya, upaya pemberdayaan masyarakat miskin belum berdampak secara keseluruhan. 2. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis kelembagaan lokal menekankan pada strategi yang
bertujuan untuk menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Peluang eksternal tersebut terbuka dalam hal fasilitasi, mediasi dan advokasi yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun kelompok pemeduli. (Strategi W - O) Hasil analisis matriks IFE menunjukan bahwa basis kelembagaan lokal masih memiliki kondisi internal yang lemah, yaitu belum mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan. Kelemahan utama yang dihadapi adalah masih lemahnya para aktor sosial yang bergerak sektoral, serta belum terdapat suatu pedoman bersama. Hasil analisis EFE menunjukan bahwa basis kelembagaan lokal telah mampu memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman. Peluang terbesar yang dimiliki adalah perkembangan teknologi, kebijakan pemerintah daerah Kota Bogor yang memprioritaskan upaya penanggulangan kemiskinan, posisi strategis Kelurahan Curug Mekar, serta adanya tanggung jawab sosial. 3. Berdasarkan analisis identifikasi kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar, adalah sebagai berikut : (1) Karakteristik kepala rumah tangga miskin yang masih berada dalam kisaran usia produktif berimplikasi pada fungsi dan peran kelembagaan lokal. Kelembagaan lokal perlu melalukan peran dan fungsi pendampingan. Pendampingan dilakukan agar keswadayaan keluaga miskin dapat
berorientasi
produksi
atau
pendapatan.
(2)
Terkait
dengan
teridentifikasinya kemiskinan relatif dan cyclical poverty di Kelurahan Curug Mekar maka hal tersebut berimplikasi pula pada pengembangan fungsi dalam
kelembagaan lokal. Kelembagaan lokal perlu melakukan fungsi distribusi secara aktif dan selektif (skala prioritas). Berdasarkan diskusi kelompok terarah, teridentifikasi bahwa kemiskinan yang terjadi memiliki arti yang sama dengan upaya kelangsungan hidup rumah tangga miskin, upaya menekan biaya pemeliharaan, serta upaya menjauhkan diri dari musibah. Ketiga hal tersebut memerlukan suatu bentuk kegiatan yang berorientasi hasil. Salah satu bentuk kegiatan yang berorientasi hasil adalah pemetaan kebutuhan fisik dan prasarana lingkungan. Berdasarkan analisa tersebut maka pola pemberdayaan yang baik dilaksanakan dalam jangka pendek adalah pemberdayaan bidang fisik dan prasarana. Alasan lain perlu dilakukannya kegiatan pemberdayaan fisik dan lingkungan adalah terkait dengan kondisi sosio demografis kepala rumah tangga miskin pada kisaran umur 49 tahun. Implikasi pada basis kelembagaan adalah bahwa fungsi kelembagaan yakni sebagai fungsi penerima peluang. Konsekuensinya adalah perlu dilibatkannya kepala keluarga miskin kelompok usia tersebut kedalam bentuk kegiatan padat karya, karena kepastian memperoleh pendapatan merupakan hal termudah yang dapat dilakukan kelompok usia tersebut.
10.2.
Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, beberapa saran yang dapat direkomendasikan antara lain : 1. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan yang berbasis kelembagaan
lokal
pemberdayaan
tersebut
sebaiknya
memperhatikan
karakteristik sosio demografis rumah tangga miskin. 2. Upaya peningkatan peran dan fungsi kelembagaan harus memperhatikan sumberdaya yang terdapat di Kelurahan Curug Mekar. Selain itu, pemerintah pusat maupun daerah sebaiknya meningkatkan fasilitasi pengembangan kelembagaannya pula baik sarana maupun prasarana. 3. Dokumen perencanaan yang muncul sebagai kebutuhan masyarakat harus difasilitasi oleh pemerintah daerah karena terkait dengan kemitraan yang berproses. Selain itu dokumen perencanaan diperlukan sebagai suatu alat yang komprehensif, integratif dan transparan hingga menjadi alat komunikasi yang efektif bagi pelaksana, antar pelaksana, tingkatan pelaksana dan generasi penerus. 4. Upaya lain yang harus dikembangkan adalah komitmen manajerial dan political will dari pemerintah pusat maupun daerah. Kemiskinan memerlukan penanganan jangka pendek maupun jangka panjang. Kelembagaan lokal di Kelurahan Curug Mekar teridentifikasi mandiri. Namun kemandirian yang dimiliki hanya berperan sejauh membantu pemenuhan kebutuhan dasar atau kelangsungan hidup keluarga miskin di Kelurahan Curug Mekar. 5. Upaya menciptakan iklim yang kondusif berupa pemotongan rantai kemiskinan melalui strategi pendidikan merupakan amanat yang harus diciptakan oleh pemerintah. Seiring berprosesnya strategi pendidikan,
diperlukan juga berprosesnya politik dan berprosesnya ekonomi yang kondusif. Penciptaan lapangan kerja selayaknya relevan dengan keberhasilan program strategi pendidikan itu sendiri. 6. Upaya pembangunan kesehatan juga merupakan hal penting. Pembangunan kesehatan merupakan upaya pencegahan penyebab kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
[ADB] Asian Development Bank. 2007. Asian Development Bank. Handbook on Poverty and Social Analysis. Section I : Overview of Poverty and Social Analysis in ADB Operations : Issues in Theory and Practice. http://www.adb.org/Documents/Handbooks/Poverty_Social/Sectio n3.pdf [9 Juli 2007] Azis, M. 2006. Atasi Kemiskinan: P2KP Tekankan Keswadayaan Masyarakat. http://jurnalcelebes.com/view.php?id=1589&jenis=jurnal_Sultra [4 April 2007] [Bapeda] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. Kota Bogor Dalam Angka 2005. Pemerintah Daerah Kota Bogor ______. 2005. Rencana Strategis Kota Bogor 2005-2009. Pemerintah Daerah Kota Bogor [Bappenas] Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2006. Kajian Pembangunan Ekonomi Desa Untuk Mengatasi Kemiskinan. Direktorat Jendral Permukiman dan Perumahan Bappenas Republik Indonesia. Berelson, B. 1952. Content Analysis in Communication Reasearch. Glencoe, III. Canada Free Press. Berg, B.L. 1998. Qualitative Reasearch Methods for The Social Sciences. Toronto : Allyn and Bacon. Bryson. J.M. 2005. Perencanaan Strategis : Bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Crocker, L and J. Algina, 1986. Introduction to Classical and Modern Test Theory. Orlando, Florida. Harcourt Brace Jovanovich. Cox. 2004. Poverty Alleviation Programs In The Asia – Pasific Region, Seminar, 3rd March. Jakarta. David, R.F. 2006. Strategic Manajement: Concept and Cases, 10th Ed. New Jersey : Pearson Education – Prentice Hall. Departemen Dalam Negeri. 2006. Panduan Operasional Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Khusus Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET – P2KP). Direktorat Jenderal Cipta Karya. Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Halim, H.S. 2006. Penerapan Konsep Ekowisata untuk Meningkatkan Daya Saing Pariwisata Pesisir di Kabupaten Pandeglang. Bogor : Institut Pertanian Bogor. [Disertasi] Henderson, K. 1991. Dimensions of Choice: A Qualitative Approach to Recreation, Parks, and Leisure Reasearch. Venture. State College. Australia.
Hendrakusumaatmaja, S. 2002. Pembangunan Ekonomi Lokal dan Regional. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Holsti, O.R.. 1968. Content Analysis. In. G. Linzey and E. Aaronson (eds) The Handbook of Social Psychology. Reading, MA: Addison-Wesley. UK. Ife, J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives – Vision, Analysis and Practice, Australia, Longman, Pty Ltd. Korten, D.C. 2002. Menuju Abad Ke – 21, Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Landish, J.R. and G.G. Koch, 1977. The Measurement of Observer Agreement for Categorical Data. Biometrics. Genewa,. Switzerland. 33: 159174Wheelock, A., W. Haney, and D. Bebell, 2000. What can Student Drawings Tell Us About High-Stakes Testing in Massachusetts? TCRecord.org.http://www.tcrecord.org/Content.asp?ContentID=10643.[2 7 Mei 2005] Makmun. 2003. Gambaran Kemiskinan dan Action Plan Penanganannya. Dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 2: Juni, 2003. Marfiani, T. 2007. Analisis Potensi Ekonomi dan Strategi Pembangunan Ekonomi di Bogor Barat. Dalam Kajian Pembangunan Daerah. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Microsoft. 2007. Towards 2020 Science : a Draft Road Map. http://research.microsoft.com/towards2020science/downloads/T20 20S_ReportA4.pdf [9 Juli 2007] [MP]. 2007. Strengthening Performance Management in Government Project Memorandum, January 2007. http://www.mp.gov.in/planning/spb/international-aidedProjects/pmpsu/Pro%20 memo.pdf [9 Juli 2007] Nasdian, F.T. 2005, Paradigma subject to object menjadi subject to subject, dengan ‘memberi kail’ atau memberdayakan lebih dari sekedar ‘memberi ikan’. handouts Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Mubyarto, A. 2003. Kemiskinan, Pengangguran dan Ekonomi Indonesia. http://www.ekonomipancasila.org/artikel_17.htm [4 April 2007] Muchtar. 2006. Strategi Pemberdayaan Berbasis Kelembagaan Lokal dalam Penanganan Kemiskinan Perkotaan: Kasus Implementasi P2KP di Desa Sukadanau. http://www.depsos.go.id/Balatbang/Puslitbang%20UKS/pdf/Muchtar.pdf.[ sep 22, 2006 [4 April 2007] Namba, A. 2003. Pendekatan Ekosistem dalam Penanggulangan Kemiskinan: Refleksi Penaggulangan Kemiskinan di Sulawesi Tengah. Bogor : Narhetali, E. 2003. Kemiskinan yang Berkelanjutan. Kompas, Rabu, 3 Maret 2003.
Nurkse, Ragnar. 1953 Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. http://www.kimpraswil.go.id.publik/P2KP/Des/memahami99.htm [4 April 2007] Pemerintah Kota Bogor. 2006. Register Keluarga Miskin Binaan Tahun 2006. Bogor. Sekretariat Daerah Kota Bogor ______. 2006. Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Bogor Tahun 2006 – 2009. Bogor. Sekretariat Daerah Kota Bogor. Pranaka, A.M.W., dan Moeljarto, V. 1996. Pemberdayaan (Empowerment). Pemberdayaan, Konsep, dam Implementasi. Jakarta, CSIS. Saaty, T.L., dan L.G. Vargas, 1994. Decision Making in Economic, Political, Social, and Technology Environments. The Analytic Hierarchy Process. University of Pittsburg. USA. dalam Marimin, 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta. Gasindo.. Sachs, J. 2005. The End of Poverty : How We Can Make It Happen in Our Lifetime, , Foreword By Bono. England. Penguin Group. Sekretariat Daerah Kota Bogor. 2006. Berita Daerah Kota Bogor Tahun 2006 No. 14 Seri E. Peraturan Walikota Bogor Nomor 29 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) gratis Tahun 2007. Pemerintah Daerah Kota Bogor. ______ .2005. Hasil Rapat Kerja Daerah. Kota Bogor. ______ .2006. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Kota Bogor: Tim Penanggulangan Kemiskinan Kota Bogor. April, 2006. Strahm, H.R. 1999. Kemiskinan Dunia Ketiga, Penerjemeh Rudy Bagindo, dkk. Jakarta: Pustaka Cisendo. Soekartawi, 1990. Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan Dengan Pokok Bahasan Khusus Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta. Rajawali Pers,. ______, Abdurrahman dan Mustafa. 2002. Masalah Pengembangan Kelembagaan Pedesaan dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan. http://www.immugm.org/pulic_html/article.php?story=200309111948081 23 [4 April 2007] Suharto, Pandu., dan Makmun. 1992. Sebuah Pengalaman dalam Mengurangi Kemiskinan di Daerah Pedesaan. Dalam Majalah Pengembangan Perbankan. Edisi Juli – Agustus. Suharto, E. 2003. Paradigma Baru Studi Kemiskinan. http://www.immugm.org/public_html/article.php?story=20030911194808 123 [16 April 2007] Sulekale, D.D. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah. http://www.ekonomirakyat.org/edisi_14/artikel_2.htm [16 April 2007] Sumodiningrat, Gunawan. 2002. Sinkronisasi Program Kemiskinan. Lembaga Pengabdian Masyarakat. UGM.
Penaggulangan
Suprayogo dan Tobroni, I. 2001. Metodologi Peneletian Sosial – Agama. Bandung. Remaja Rosdakarya. Syaukat, Y. 2006. Metode Kajian Pembangunan Daerah, Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tripomo, Tedjo dan Udan. 2005. Manajemen Strategy. Bandung. Rekayasa Sains.. The World Bank. 2001. Anis Ahmad Dani (SDV) dan Jehan Arulpragassam (PRMPR). An Approach to Poverty and Social Impact Analysis (PSIA) Road Map. The World Bank.19 April 2001. [ 9 Juli 2007] ______. http://siteresources.worldbank.org/INTPRS1/Resources/AttackingPoverty-Course/Attacking-Poverty-Course/oct02 5a.pdf [ 9 Juli 2007] [UNEP]. 2002. Poverty and Ecosystems : a Conseptual Framework, May 2002. http://www.unep.org/DPDL/PDF/unep_concept_paper.pdf [ 9 Juli 2007] Uphoff, N. 1986. Local Institutional Development, Analyzing Options for Local Institutional Development. West Hartford. Press. Yoshida, D.T. 2006. Arsitektur Strategik : Sebuah Solusi Meraih Kemenangan dalam Dunia yang Senantiasa Berubah. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo. Zikrullah, Y.A. 2000. Struktur Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan. Media Partisipatif – P2KP, No. 07 Edisi Oktober.
Lampiran 1. Beberapa Pengertian Kemiskinan Tabel 1. SUMBER
DESKRIPSI
KRITERIA
Makmun, (2003)
Masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya–sumberdaya pembangunan.
•
Sumber Daya Pembangunan
Makmun, (2003)
Tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti : Pendidikan, sarana dan prasarana transportasi dlsb
• •
Pendidikan Transportasi
BPS, (2005)
Suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori perkapita per hari.
•
2100 kalori / kapita / hari
BKKBN, (2005)
Keluarga Miskin Pra sejahtera : 1. Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, 2. Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan 2x sehari, 3. seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja / sekolah dan bepergian, 4. Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah, 5. Tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.
• • • • •
Beribadah Makan 1x sehari Pakaian Lantai tanah Berobat
Bank Dunia, (2005)
Keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan $1/hari
•
Gaji $1 / 9.000 per hari
Kemiskinan adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan ; mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan ; mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada disekitar garis kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat didasarkan pada kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.
• • • • •
Pangan Sandang Papan Kesehatan Pendidikan
•
konsumsi beras per kapita perkotaan 360 Kg
kemiskinan adalah konsep yang cair, tidak pasti dan multidimensional
•
Dinamis, Multidimensional
•
175.324 Rp/Kapita/Bulan 5.900 Rp/Kapita/Hari
Dinas Sosial, (2005)
Sajogyo, (1987)
UNDP, (1997)
seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya (hanya) berada dibawah garis kemiskinan menunjuk pada sebuah kondisi yang serba kekurangan. Kondisi serba kekurangan tersebut bisa diukur secara objektif, dirasakan secara subjektif, atau secara relative didasarkan pada perbandingan dengan orang lain, sehingga melahirkan pandangan objektif, subjektif dan relative tentang kemiskinan.
• • • •
Objektif Subjektif Relatif
Tabel 2. SUMBER Nurkse, (1953)
ASPEK sosial
ekonomi
psikologi
politik
DESKRIPSI
KRITERIA
terbatasnya interaksi sosial
Interaksi Sosial
penguasaan informasi
Akses Informasi
terbatasnya pemilikan faktor produksi,
Alam=SDA TK=Jumlah Miskin Produktif Modal=Akses Permodalan Skill=Keterampilan
upah rendah
Upah
daya tawar petani rendah,
Daya tawar menawar
rendahnya tingkat tabungan lemah mengantisipasi peluang-peluang kesempatan berusaha yang ada
Tabungan Ketidaksiapan
rasa rendah diri
Rendah Diri
fatalisme,
Fatalisme
malas
Malas
rasa terisolir
Terisolir
kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan
Akses Fasilitas Akses Kesempatan
diskriminatif
Diskriminatif
posisi lemah dalam proses pengambil keputusan
Daya tawar menawar
Tabel 3. SUMBER
Nurkse, (1953)
RAGAM
Absolut
Relatif
Kultural
Subsitensi Max Neef dalam Zikrullah, (2000)
Perlindungan
Pemahaman
Partisipasi
DESKRIPSI
hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum : pangan, sandang, kesehatan, papan dan kemiskinan.
seseorang yang telah hidup diatas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. penghasilan rendah
KRITERIA 175.324 Rp/Kapita/Bulan 5.900 Rp/Kapita/Hari Pangan Sandang Papan Kesehatan Pendidikan 175.324 Rp/Kapita/Bulan 5.900 Rp/Kapita/Hari
Malas
Upah
jam kerja panjang
Eksploitasi waktu
perumahan buruk
Lantai Luas Lantai (<8m2/orang) Dinding rumbia
fasilitas air bersih mahal
Sungai / air hujan
lingkungan buruk (sanitasi, sarana pembuangan sampah dan polusi)
Sanitasi Sampah polusi
kerja buruk,
eksploitasi
tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah
Hak Tanah
kualitas pendidikan formal buruk
Pendidikan
terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran akan (kemampuan, potensi untuk mengupayakan perubahan)
Akses Informasi
tidak ada akses dan kontrol atas proses
Daya tawar menawar
pengambilan keputusan menyangkut nasib diri dan komunitas Identitas Kebebasan
terbatasnya perbauran antara kelompok sosial
Interaksi Sosial
terfragmentasi
Terfragmentasi
stress
Stress
rasa tidak berdaya
Tidak bebas
tidak aman
Tidak aman
Tabel 4. SUMBER
Makmun, 2003
Sulekale, 2003
FAKTOR
DESKRIPSI
KRITERIA
Internal
Lebih banyak melibatkan faktor sumberdaya manusianya
Wawasan Keterampilan Kesehatan Etos Kerja
Eksternal
Merupakan kondisi yang lebih kompleks karena satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi
Interdependensi Multidimensional
Internal
Eksternal
Keterbatasan wawasan
Wawasan
Kurangnya keterampilan
Keterampilan
Kesehatan yang buruk
Kesehatan
Etos kerja yang rendah
Etos Kerja
Kebijakan pembangunan yang keliru
Kebijakan Pembangunan
Korupsi
Korupsi
Tabel 5. SUMBER Makmun, (2003)
WAKTU
DESKRIPSI
Persistent Poverty
Kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun umumnya menimpa wilayah yang memiliki sumber daya alam yang kritis dan atau terisolasi Kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan Kemiskinan musiman seperti yang terjadi pada usaha tani tanaman pangan dan nelayan. Kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
Cyclical Poverty Seasonal Poverty Accidental Poverty
KRITERIA SDA Kritis SDA Terisolasi
Pola Ekonomi Cuaca Bencana Alam Dampak kebijaksanaan
Tabel 6. SUMBER Makmun, 2003
Makmun, 2003
FAKTOR
KRITERIA
Kultural
Disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya
Gaya Hidup Kebiasaan Hidup Budaya
Struktural
Kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan hasilnya belum terbagi rata Keadaan kepemilikan sumber daya yang tidak merata Kemampuan masyarakat yang tidak seimbang
Ketidakmerataan Pembangunan
Ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha maupun memperoleh pendapatan
Ketidaksamaan Kesempatan
Kondisi historis lain : pendidikan turun, kesehatan turun, lapangan tenaga kerja turun, terisolasi, motivasi turun, dan kurangnya kesadaran untuk lepas dari kungkungan kemiskinan yang menghimpit
Pendidikan Kesehatan Lapangan Kerja Terisolasi Motivasi Semangat
yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan maupun lembaga yang ada di masyarakat sehingga dapat menghambat peningkatan produktivitas dan mobilitas masyarakat yaitu kemiskinan yang berhubungan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif di masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk yaitu kemiskinan yang ditunjukan oleh kondisi alam maupun geografis yang tidak mendukung , misalnya daerah tandus, kering, maupun keterisolasian daerah. terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam.
Kebijakan/ aturan
Struktural
Kultural
Alamiah
Nurkse, 1953
DESKRIPSI
Alamiah
Struktural
terjadi karena lembaga –lembaga yang ada dimasyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin.
Ketidakmerataan SDA Ketidakseimbangan Kemampuan
Nilai/norma Pendidikan Kesehatan SDA Kritis SDA Terisolasi
SDA Terbatas Teknologi Bencana Alam Struktur kelembagaan sosial
Tabel 7. SUMBER
GEJALA
PEMICU GEJALA
KRITERIA
Namba, (2003)
kesenjangan penguasaan aset ekonomi antara pendatang dengan penduduk asli
interaksi fungsional yang berkepanjangan antara penduduk pendatang dengan penduduk asli penduduk pendatang yang memiliki etos kerja tinggi dengan penduduk asli yang memeliki etos kerja rendah
Etos Kerja
Tabel 8. SUMBER Hendrakusumaatmaja, (2002)
DESKRIPSI
KRITERIA
Rendahnya penguasaan aset dimana skala usaha tidak efisien dan mengakibatkan produktivitas menjadi rendah.
• • •
Penguasaan aset rendah Skala usaha inefisien Produktivitas rendah
Rendahnya kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kepemilikan atau penguasaan aset.
•
Rendahnya kemampuan meningkatkan penguasaan aset
Rendahnya kemampuan dalam mengelola aset.
•
Rendahnya kemampuan mengelola aset
Tabel 9. SUMBER Makmun, 2003
Yeates dan Mc. Laughin dalam Bank Dunia (2000)
kompas, 5 Maret 2003
DESKRIPSI
KRITERIA
kurangnya kesempatan (lack of opportunity) rendahnya kemampuan (low of capabilities) kurangnya jaminan (lowlevel of security) ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment)
Kesempatan
menurut pembuat kebijakan (tingkat pendapatan, konsumsi, pendidikan, kesehatan)
Pendapatan Konsumsi Pendidikan Kesehatan
menurut kaum miskin lebih pada faktor psikologis (ketidakberdayaan, pengucilan fisik dan pengucilan sosial)
Pangan Sandang Papan Kesehatan Pendidikan Ekonomi Interaksi social Ekonomi Daya tawar menawar Diskriminatif
jelas perlakuan humanis penuh harga diri, selfrespect merupakan sesuatu yang amat bernilai
Humanis Harga Diri Self-respect
Kemampuan Jaminan Pangan Sandang Papan Kesehatan Pendidikan Ekonomi Interaksi sosial Ekonomi Daya tawar menawar
Diskriminatif Takut Curiga Apatis Fatalistik Mental Martabat Harga diri
Takut Curiga Apatis Fatalistik Mental Martabat Harga diri Pengucilan Fisik Pengucilan Sosial
Tabel 10. SUMBER
DESKRIPSI
Makmun, 2003
ketidakberdayaan/ ketidakmampuan (powerlessness) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need deprivation)
Pangan Sandang Papan Kesehatan Pendidikan
ketidakberdayaan/ ketidakmampuan (powerlessness) Melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness)
Ekonomi
ketidakberdayaan/ ketidakmampuan (powerlessness) Menjangkau sumber daya sosial dan ekonomi (inacceribility)
Interaksi social Ekonomi
ketidakberdayaan/ ketidakmampuan (powerlessness) Menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik (vulnerability)
Daya tawar menawar Diskriminatif Takut Curiga Apatis Fatalistik
ketidakberdayaan/ ketidakmampuan (powerlessness) Membebaskan diri dari mental budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor) Umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal atau keterampilan ;
Mental Martabat Harga diri
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri ;
Kemandirian
Tingkat pendidikan rata-rata rendah, tidak samapai tamat sekolah dasar ; Kebanyakan tinggal di perdesaan, umumnya menjadi buruh tani atau pekerja kasar diluar pertanian ;
Pendidikan
Kebanyakan yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan (skill) atau pendidikan.
Tidak produktif (<15 tahun) Keterampilan Pendidikan
(Salim, 1980)
KRITERIA
Alam=SDA TK=Jumlah Miskin Produktif Modal=Akses Permodalan Skill=Keterampilan
Buruh Tani Pekerja Kasar
Lampiran 2. Forum Focuss Group Discussion (FGD) Sebelum kita berdiskusi perlu persamaan persepsi mengenai kemiskinan dan permasalahannya di kelurahan curug mekar. Kemiskinan di kelurahan curug mekar termasuk kedalam kemiskinan relatif, oleh karena itu kemiskinan kelurahan curug mekar dapat penulis katakan relatif terhadap penghasilan baik penghasilan/kapita/bulan/hari dari keseluruhan warga Kelurahan Curug Mekar pada umumnya.( 0,93%). Kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar termasuk kedalam Cyclical Poverty (1,00%) factor yang berpengaruh adalah inflasi, investasi, rate rupiah. Agenda Existing Conditions kemiskinan kelurahan curug mekar. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua, terimakasih atas kehadiran bapak ibu dalam acara diskusi bersama ini. Dalam kesempatan ini, ijinkan saya menyampaikan hasil beberapa analisa permasalahan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar. Bapak dan ibu, permasalahan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar termasuk permasalahan kemiskinan dalam kategori sedang (69,43%). Apa pendapat bapak dan ibu terhadap hal tersebut?. Agenda Pemetaan Kebutuhan Permasalahan Kemiskinan Pemetaan kebutuhan diperoleh berdasarkan frekuensi parameter kebutuhan melalui metoda content analysis. Pemetaan kebutuhan tersebut berturut-turut adalah pengembangan usaha produktif, pemetaan kebutuhan dasar, pengembangan kegiatan sumber daya manusia dan pemetaan kebutuhan kondisi sarana dan prasarana. Apa pendapat bapak dan ibu terhadap hal tersebut?. Agenda Pemberdayaan Kelembagaan Lokal di Kelurahan Curug Mekar Pihak Pemerintah Kota Bogor. Bagaimanakah proses pemberdayaan dalam kelembagaan lokal? Kemitraan apakah yang sedang berproses? Pelaksana di Kelurahan Curug Mekar. Siapakah mitra yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan perkotaan ? apa sajakah proses pemberdayaan dalam kelembagaan lokal atau kelembagaan lokal itu sendiri? Subjek Program. Apa sajakah yang lebih banyak berperan membantu/mengurangi beban keluarga miskin?
Perumusan Program dan Kegiatan Kelembagaan Lokal
Lampiran 3. Content Analysis Eksplorasi Definisi Kemiskinan (Langkah 1) No
Kriteria
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
175.324 Rp/Kapita/Bulan 2100 kalori / kapita / hari 5.900 Rp/Kapita/Hari Akses Fasilitas Akses Informasi Akses Kesempatan=Lapangan Kerja Apatis Bencana Alam Beribadah Budaya Buruh Tani Cuaca Curiga Daya tawar menawar Dinamis, Multidimensional Dinding rumbia Diskriminatif Ekonomi eksploitasi Etos Kerja Fatalisme Gaji $1 / 9.000 per hari Gaya Hidup Hak Tanah Harga diri Humanis
Tabel 1 v v v
Tabel 2
Tabel 3 vv
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
vv v v v
v
v
vv
v
vv vv
v v
vv vvvv
v vv
vv
v
vvv v
v
v
v v v vv
v
v
v v v vv vv
v
v v v v
Jumlah Kriteria 3 1 3 1 2 1 3 2 1 1 0 1 3 6 2 1 4 6 2 3 4 1 1 1 4 1
1 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
2 Interaksi social Interdependensi Jaminan Kebiasaan Hidup Kebijakan Pembangunan Kemampuan Kemandirian Kesehatan Kesempatan Keterampilan Ketidakmerataan Pembangunan Ketidaksamaan Kesempatan Ketidakseimbangan Kemampuan Ketidaksiapan Konsumsi konsumsi beras per kapita perkotaan 360 Kg Korupsi Lantai Malas Martabat Mental Modal=Akses Permodalan Motivasi Nilai/norma Objektif Pangan Papan
3
4 v
5 v
6
7
8
9
10
11 vv
12 v
v v v
v
v v v
vv
v
vv
vv
vvv v
v v v
v vv v
vv
v v v v v v
vv v vv vv
v v v
vv vv
v v
v v v v vv v
v v
13 5 1 1 1 3 1 1 11 1 1 1 4 1 1 1 1 1 3 2 3 3 2 1 1 1 6 5
1 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
2 Pendapatan=upah Pendidikan Penguasaan aset rendah Pengucilan Fisik Pengucilan Sosial Pola Ekonomi polusi Produktivitas rendah Relatif Rendah Diri Rendahnya kemampuan mengelola aset Rendahnya kemampuan meningkatkan penguasaan aset Sampah Sandang Sanitasi SD Pembangunan SDA Kritis SDA Terbatas SDA Terisolasi Self-respect Semangat Skala usaha inefisien Skill=Keterampilan Stress Struktur kelembagaan sosial Subjektif Sumber Daya Pembangunan
3
4 v
vv
5 v vv
6
7
8
9
10
vv
11 v vvv
12 vvv
v v v v v v v v v v v v vv
vv
vv
v
v v v v
v vv v
v v
v v v
vv
v
v v v
13 3 12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 2 1 2 4 2 1 1 1 4 1 1 1 0
1 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
2 Sungai / air hujan Tabungan Takut Teknologi Terfragmentasi Terisolasi Tidak aman Tidak bebas Tidak produktif (<15 tahun) TK=Jumlah Miskin Produktif Transportasi Wawasan kriteria kemiskinan
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13 0 1 3 1 1 2 1 1 1 2 1 2
v vv
v
v v v
v v v v v
v v 22
18
29
vv 12
6
23
1
5
46
28
190
Lampiran 4. Memutuskan Parameter Konsep Kemiskinan (Langkah 2) Versi Pemerintah Kota Bogor No Urut Kategori
Jumlah Kategori
Kondisi Sarana dan Prasarana
pengembangan usaha produktif
Memutuskan Parameter pengembangan kegiatan sosial dan sumber daya manusia
Kebutuhan Dasar
1
3
3
2
1
1
3
3
3
4
1
1
5
2
2
6
1
1
Nilai Antropologi
7
3
8
2
9
1
10
1
11
0
12
1
13
3
3
14
6
6
15
2
16
1
17
4
18
6
19
2
2
20
3
3
21
4
22
1
23
1
24
1
25
4
Historis Geografis/ Klimatologi
3 2 1 1 0 1
2 1 4 6
4 1 1 1 4
26
1
1
27
5
28
1
1
5
29
1
1
30
1
31
3
1
32
1
1
33
1
1
34
11
35
1
3
11 1
36
1
37
1
1
1
38
4
4
39
1
1
40
1
1
41
1
1
42
1
1
43
1
44
3
45
2
2
46
3
3
47
3
48
2
1 3
3 2
49
1
1
50
1
1
51
1
1
52
6
6
53
5
5
54
3
3
55
12
56
1
12 1
57
1
1
58
1
59
1
60
1
61
1
62
1
1
63
1
1
64
1
65
1
66
1
67
6
68
2
2
69
1
1
70
2
2
71
4
4
72
2
73
1
74
1
75
1
1
76
4
4
77
1
78
1
79
1
80
0
81
0
82
1
83
3
84
1
85
1
86
2
87
1
1 1 1 1
1 1 1 6
2 1 1
1 1 1 0 0 1 3 1 1 2 1
88
1
89
1
90
2
91
1
92
1 1 2 1
2
2
198
No
NUK
JK
33
7
18
54
67
11
23
2
14
13
34
6
Kategori
Pilihan Jawaban
1
Terkait dengan Pemetaan Kebutuhan Kondisi Sarana dan Prasarana 1
4
1
…
…
…
23
91
1
Terkait dengan Pemetaan Kebutuhan Pengembangan Usaha Produktif 24
18
6
25
59
1
Terkait dengan Pemetaan Kebutuhan Pengembangan Kegiatan Sosial dan Sumber Daya manusia 26
11
0
…
…
…
39
92
2
Terkait dengan Pemetaan Kebutuhan Dasar 40
1
3
…
…
…
52
67
6
Terkait dengan Pemetaan Kebutuhan Nilai Antropologi
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Total
53
7
3
…
…
…
86
88
1
Terkait dengan Pemetaan Kebutuhan Historis Geografis/ Klimatologi 87
12
1
…
…
…
92
86
2
Keterangan :
1=responden ke 1 yang menyatakan ada/tidaknya potensi, 2=responden ke 2 yang yang menyatakan ada/tidaknya potensi, 3=responden ke 3 yang menyatakan ada/tidaknya potensi, 4=responden ke 4 yang yang menyatakan ada/tidaknya potensi, dst.
Lampiran 5. Quesioner CA untuk Pemetaan Kebutuhan
Lampiran 8. Pemberdayaan Kelurahan Curug Mekar, 2005-2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Jenis Kegiatan Pembuatan Pos Keamanan Pembangunan Musholla Nur Shoba Pengecatan Kanstin Penambahan Lokal Masjid Al Mukarromah Penyelenggaraan HUT RI Peringatan Hari Besar Islam Peringatan 1 Muharram 1426 H Pengajian di Musholla Al Istiqomah Santunan Anak Yatim Santunan Kaum Dhuafa Santunan Anak Yatim Fogging Penyelenggaraan HUT RI 61 Peringatan Hari Besar Islam Pengajian di Tingkat Kelurahan Lanjutan Pemb. Musholla Nur Shobah Rehabilitasi Jalan Longsor Perbaikan Jembatan Pembangunan Musholla Atap Carbonat/Keramik M. Al Istiqomah Perluasan Masjid Al Mukarromah Pengaspalan Jalan Pembuatan Tu rap
Sumber : LPM Kelurahan Curug Mekar, 2006
Lokasi
Volume
006/008 007/008 Jl KH.Abd. 005/001 10 RW 10 RW 10 RW 000/008 002/004 002/004 007/008 000/008 10 RW 18 Keg 10 RW 007/008 000/008 000/008 004/002 006/008 005/001 001/006 001/001
3mx3m 8mx 6m 2000m 8mx 6m 7 Keg 18 Keg 9 Keg 8mx 6m 20mx5m 6mx2m 4mx6m 8mx7m 8mx8m 3mx150m
Waktu Pelaksanaan 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006
Sumber Dana Swadaya Lain-lain 8.000.000,00 0,00 45.000.000,00 0,00 12.000.000,00 0,00 85.000.000,00 0,00 28.000.000,00 0,00 54.000.000,00 0,00 16.000.000,00 0,00 4.000.000,00 0,00 4.500.000,00 0,00 6.000.000,00 0,00 500.000,00 0,00 2.400.000,00 0,00 50.000.000,00 0,00 54.000.000,00 0,00 6.000.000,00 0,00 6.500.000,00 0,00 0,00 75.000.000,00 0,00 25.000.000,00 48.000.000,00 0,00 30.000.000,00 0,00 85.000.000,00 0,00 45.000.000,00 0,00 0,00 30.000.000,00
Keterangan
Setiap Rabu
Setiap Bulan CSR PT Inti I CSR PT Inti I
CSR Radar Bogor
Lampiran 9. Matriks Potensi Indikator Kegiatan Kelembagaan Kelurahan Curug Mekar, 2005-2006 Aspek 1 Pendidikan
Kesehatan
Keagamaan
Lembaga 2
Kegiatan
Sasaran/ Pemanfaat
Karakteristik Pemanfaat
3 PAUD
4 Gakin Alasan Ekonomi
5 Usia Balita
YPAC
TK TKA
Gakin Alasan Ekonomi
Yatim Piatu
Keperawatan
Kebidanan
Gakin Alasan Ekonomi
Posyandu
Pengkaderan
DKM Musholla Majlis Taklim
PHBI Pembangun Pengajian Santunan
PKBM
Kriteria Kelompok 6
Bentuk Kegiatan
Kriteria Kegiatan
Pendampingan/ Pengawasan
Unsur
7 Integrative Methods
8 Bermain Bercerita Bernyanyi Bercakap-cakap Darmawisata Bermain peran
9 Tutor : Menghargai hak anak Menyenangkan Menggembirakan Mengembangkan potensi
3-6 Th 6-12 Th 12-15 Th 15-18 Th
Integrative Methods Pendidikan Beasiswa
Bermain Bercerita Bernyanyi Bercakap-cakap Darmawisata Bermain peran Membaca/Mengkaji Menyantuni
Tutor : Menghargai hak anak Menyenangkan Menggembirakan Mengembangkan potensi
PLS Akta Notaris
Perempuan
Bumil
Pra Nikah Kehamilan Bersalin
Pengetesan Pemeriksaan Persalinan
Puskesmas
DKK
Gakin Alasan Ekonomi
Bayi Balita Perempuan
0-3 Th 3-6 Th Bumil
Pelayanan
Pendataan Penyuluhan Pengobatan
Kader : Berjiwa sosial Memahami Karakter Warga
DKK
Gakin Alasan Ekonomi Alasan Ekonomi
Muslim/at Yatim Piatu
Bapak2 Ibu2 Remaja 6-18 Th
Fisik Non Fisik : Beasiswa P. Keimanan
Merekonstruksi Membangun Membaca/Mengkaji Menyantuni
3-6 Th
10 PLS
Aspek
Lembaga
Kegiatan
Sasaran/ Pemanfaat
Karakteristik Pemanfaat
Kriteria Kelompok
Bentuk Kegiatan
Kriteria Kegiatan
Pendampingan/ Pengawasan
Unsur
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ekonomi
UEK-SP
Kube Gakim
Gakin Alasan Ekonomi
Usia Produktif
15-64 Th
Pola ekonomi Bersubsidi
Diantara anggota kel Harus memiliki : 1. Azas Solidaritas 2. Azas Partisipasi 3. Azas Kemampuan 4. Azas Kemitraan 5. Azas Pemerataan
2 orang warga mampu
masyarakat
Fisik
Private Sector
Fasum
Warga Lokal
-
-
Rehabilitasi Jalan Longsor
20 m x 5 m
-
PT Inti I.
Jembatan
6mx2m
-
PT Inti I.
Private Sector
Fasum
Warga Lokal
-
-
MCK
2 Unit
Radar Bogor
Civil Society
Raskin
Gakin
Segala Usia
-
Hibah
Pemberian Beras
-
CS / Warga Mampu
Private Sector
Fasum
SD
Sarana Edukatif
-
Imbal Swadaya
Ruang Perpustakaan Ruang Komputer
-
Pertamina
Lampiran 10. Matriks Potensi Indikator Kegiatan APBD Kota Bogor, 2006-2007
Aspek 1 Pendidikan
Kesehatan
Lembaga/ Instansi
Kegiatan
Sasaran/ Pemanfaat
2 Disnas Pendidikan
3 SD Gratis
4
Disnas Pendidikan
KBBS
Gakin Alasan Ekonomi
Dinas Kesehatan
JKPM
KB Gakin
Karakteristik Pemanfaat
6
Bentuk Kegiatan
Kriteria Kegiatan
7-12 Th
7 Bantuan Subsidi Silang
8 Operasional Sekolah Buku Siswa Seragam Sekolah Seragam Batik Kls 1 Kesejahteraan Guru
Anak Usia Sekolah Dasar
7-12 Th
Hibah
Seragam Sekolah Seragam Khusus Seragam Pramuka Seragam OR Sepatu Sekolah Tas Sekolah Alat Tulis Sekolah Buku Pelajaran Transport
Gakin Alasan Ekonomi
Segala usia
Segala Usia
Hibah Kartu Gakin
1 kali per minggu pengobatan Pelayanan KB Pelayanan KIA Pelayanan Gizi Pemerik. Lab Dasar
Gakin Alasan Ekonomi
Pasutri
Usia Menikah
Pelayanan
Kontrasepsi Implan Kontrasepsi Suntik KB MO
Siswa/i Gakin
5 Anak usia SD
Kriteria Kelompok
Pendampingan/ Pengawasan 9 Guru PNS Guru Honorer Guru Bantu
Unsur 10
41 Klinik Kandukcapl RS Atang S.
Kegiatan
Sasaran/ Pemanfaat
Karakteristik Pemanfaat
Kriteria Kelompok
Aspek
Lembaga
1
2 Dinas Sosial
3 Beras Miskin
Gakin
KPS Alek KS-1 Alek
-
Fisik / Sarana Lingkungan
Dinas Tata Kota dan Permukiman
RTLH
Gakin
Rusak Parah Rusak Sedang Lantai Tanah
Pemerintahn Kependuduk
Kecamatan Kandukcapil
KK KTP SKTS SKTT
Gakin
Ekonomi
Dinas Agribisnis
Proksimantap
PE Domba Peng Produk
4
5
6
Bentuk Kegiatan
Pendampingan/ Pengawasan
Kriteria Kegiatan
7 Subsidi Harga Beras
8 10 Kg/KK/Bulan
-
9
-
Imbal Swadaya Stimulan
Pemugaran
-
Kelompok Usia
>17 Th Usia Menikah
Hibah Subsidi Silang Retrb
Penerbitan Kartu Identitas
-
Gakin
Petani
Pemilik Penggarap Buruh
Hibah Sarana Produksi
Pupuk Kompos Galuga Pupuk Cair Stater Micro Biologi Dana Talangan Gab Rumah Produksi Cup Sealer Cup Plastik Biaya Operasional
Bingnis Lapangan Bingnis Pembukuan Bingnis Budi Daya
Gakin
Petani
Peternak
Imbal Swadaya
Pinjaman PE Pembuatan Kandang Mineral Block Suplemen Pakan Bibit Rumput
IPB Kelompok Pemerhati
Unsur 10 Warga Mampu
Pakem Dinas Tomas
KTNA IPB BKM
Aspek
Lembaga
1
2 Dinas Tenaga Kerja dan Sosial
CSR
Kegiatan
Kriteria Kelompok
Gakin
5 Usia Produktif
15-65 Th
7 Pinjaman Bersubsidi
8 Pinjaman Modal Rp 300.000,-
9 Warga Mampu
12 Paket Pelatihan
Gakin
Usia Produktif
15-65 Th
Pelatihan
Menjahit Automotif Sablon Tata Rias Teknisi Listrik Elektronik Sepatu Sandal Bordir
Kelompok Pemerhati Pengajar/Pelatih
Dinas PerinDustrian dan Perdagangan
Usaha MaKanan dan Minuman
Gakin
Usia Produktif
15-65 Th
Pelatihan
Makanan Minuman
BAZ
Beasiswa
Gakin Usia Sekolah
Usia SD Usia SMP Usia SMA
-
Hibah
Dana Pendidikan
4
6
Bentuk Kegiatan
Pendampingan/ Pengawasan
Karakteristik Pemanfaat
3 KUBE
Sasaran/ Pemanfaat
Kriteria Kegiatan
-
Unsur 10 UEK-SP
Lampiran 11. Matriks Potensi Indikator Kegiatan Kelembagaan Kelurahan Curug Mekar dan APBD Kota Bogor Aspek 1 Pendidikan
Kesehatan
Keagamaan
Lembaga 2
Kegiatan
Sasaran/ Pemanfaat
Karakteristik Pemanfaat
Kriteria Kelompok
Kriteria Kegiatan
7 Integrative Methods
8
Pendampingan/ Pengawasan
4 Gakin Alasan Ekonomi
5 Usia Balita
YPC
TK TKA
Gakin Alasan Ekonomi
Yatim Piatu
3-6 Th 6-12 Th 12-15 Th 15-18 Th
Integrative Methods Pendidikan Beasiswa
Bermain Bercerita Bernyanyi Bercakap-cakap Darmawisata Bermain peran Membaca/Mengkaji Menyantuni
Tutor : Menghargai hak anak Menyenangkan Menggembirakan Mengembangkan potensi
PLS Akta Notaris
Keperawatan
Kebidanan
Gakin Alasan Ekonomi
Perempuan
Bumil
Pra Nikah Kehamilan Bersalin
Pengetesan Pemeriksaan Persalinan
Puskesmas
DKK
Posyandu
Pengkaderan
Gakin Alasan Ekonomi
Bayi Balita Perempuan
0-3 Th 3-6 Th Bumil
Pelayanan
Pendataan Penyuluhan Pengobatan
Kader : Berjiwa sosial Memahami Karakter Warga
DKK
DKM Musholla Majlis Taklim
PHBI Pembangun Pengajian Santunan
Gakin Alasan Ekonomi Alasan Ekonomi
Muslim/at Yatim Piatu
Bapak2 Ibu2 Remaja 6-18 Th
Fisik Non Fisik : Beasiswa P. Keimanan
Merekonstruksi Membangun Membaca/Mengkaji Menyantuni
3-6 Th
9 Tutor : Menghargai hak anak Menyenangkan Menggembirakan Mengembangkan potensi
Unsur
3 PAUD
PKBM
6
Bentuk Kegiatan
10 PLS
Aspek
Lembaga
Kegiatan
1
2
3
Ekonomi
Sasaran/ Pemanfaat 4
Karakteristik Pemanfaat 5
Kriteria Kelompok
Bentuk Kegiatan
Kriteria Kegiatan
6
7
8
Pendampingan/ Pengawasan 9
Unsur 10
UEK-SP
Kube Gakim
Gakin Alasan Ekonomi
Usia Produktif
15-64 Th
Pola ekonomi Bersubsidi
Diantara anggota kel Harus memiliki : 1. Azas Solidaritas 2. Azas Partisipasi 3. Azas Kemampuan 4. Azas Kemitraan 5. Azas Pemerataan
2 orang warga mampu
masyarakt
Dinas Sosial
Beras Miskin
Gakin
KPS Alek KS-1 Alek
-
Subsidi Harga Beras
10 Kg/KK/Bulan
-
Warga Mampu
Fisik / Sarana Lingkungan
Dinas Tata Kota dan Permukiman
RTLH
Gakin
Rusak Parah Rusak Sedang Lantai Tanah
-
Imbal Swadaya Stimulan
Pemugaran
-
Pakem Dinas Tomas
Pemerintahn Kependuduk
Kecamatan Kandukcapil
KK KTP SKTS SKTT
Gakin
Kelompok Usia
>17 Th Usia Menikah
Hibah Subsidi Silang Retrb
Penerbitan Kartu Identitas
-
Ekonomi
Dinas Tenaga Kerja dan Sosial
KUBE
Gakin
Usia Produktif
15-65 Th
Pinjaman Bersubsidi
Pinjaman Modal Rp 300.000,-
Warga Mampu
UEK-SP
Aspek
Lembaga
Kegiatan
1
2
3
Fisik
Private Sector
Fasum
Sasaran/ Pemanfaat 4 Warga Lokal
Karakteristik Pemanfaat 5 -
Kriteria Kelompok 6 -
Bentuk Kegiatan
Kriteria Kegiatan
7
8
Pendampingan/ Pengawasan 9
Unsur 10
Rehabilitasi Jalan Longsor
20 m x 5 m
-
PT Inti I.
Jembatan
6mx2m
-
PT Inti I.
Private Sector
Fasum
Warga Lokal
-
-
MCK
2 Unit
Radar Bogor
Civil Society
Raskin
Gakin
Segala Usia
-
Hibah
Pemberian Beras
-
CS / Warga Mampu
Private Sector
Fasum
SD
Sarana Edukatif
-
Imbal Swadaya
Ruang Perpustakaan Ruang Komputer
-
Pertamina
Lampiran 12. Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Internal dan Eksternal Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Internal Faktor Strategis Internal
Rating
Rata-rata
Kekuatan
Resp1
Resp2
Resp3
Resp4
Resp5
Resp6
Wilayah Sasaran
3
4
3
3
3
4
3,33
Peran Aktor Sosial
4
3
4
4
4
3
3,66
Lembaga Mapan
4
4
3
3
2
4
3,33
Lingkungan Kondusif
2
3
2
2
4
3
2,66
Struktur Lembaga Lokal
3
4
4
4
4
4
3,83
Nilai Budaya dan Agama
4
4
4
3
4
4
3,83
Motivasi Keluarga Miskin
4
3
3
4
4
4
3,66
Sektoralisme Aktor Sosial
3
2
1
2
3
3
2,33
Belum Terdapat Pedoman
2
1
3
4
2
1
2,16
Lemahnya Koordinasi
1
1
2
1
2
2
1,50
Sistem Adm Antar lembaga
2
3
1
2
3
1
2,00
Terdapat Persepsi Hibah
1
2
2
2
1
2
1,66
Total
33
34
32
34
36
35
34
Kelemahan
Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Eksternal Faktor Strategis Eksternal
Ratarata
Rating
Peluang
Resp1
Resp2
Resp3
Resp4
Resp5
Resp6
Bank Data
4
2
3
4
3
3
3
Kebijakan Pemerintah Daerah
4
4
4
4
4
4
4
Posisi Strategis Kelurahan
2
3
3
3
4
4
3
Perkembangan Teknologi
4
4
2
3
3
3
3
Tanggung Jawab Sosial
4
3
4
4
3
4
4
Tim ‘Looper’ Kemiskinan
3
4
3
4
4
4
4
Penguasaan Aset Ekonomi
3
2
2
3
1
2
2
Kebijakan yang kurang keliru
3
2
2
1
3
2
2
Era Globalisasi
2
3
1
1
2
3
2
Ketidakstabilan Ekonomi Total
2
4
1
2
2
1
2
31
31
25
29
29
30
29
Ancaman