STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SLB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh Asep Syahrul Mubarok NIM. 1112011000013
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/1438 H
i
ii
iii
iv
ABSTRAK Asep Syahrul Mubarok (NIM. 1112011000013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB-A). Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2016 s.d. Desember 2016. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Sementara pemeriksaan atau pengecekan keabsahan datanya menggunakan prosedur cek ulang secara cermat, ketekunan pengamatan, dan triangulasi. Sedangkan teknik analisis data melalui empat tahapan, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB-A) telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan visi misi sekolah melalui kegiatan pembelajaran dan kegiatan keagamaan di sekolah. Strategi yang digunakan oleh guru PAI tersebut meliputi strategi pembelajaran langsung, strategi pembelajaran tidak langsung, strategi pembelajaran interaktif, strategi pembelajaran pengalaman, dan strategi pembelajaran mandiri yang dilaksanakan melalui beragam metode dan teknik pembelajaran. Strategi-strategi tersebut telah membuahkan hasil yang baik pada tiga ranah capaian, yakni ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah psikomotorik (keterampilan). Dalam penerapannya, terdapat perbedaan strategi pembelajaran yang diterapkan guru PAI terhadap siswa yang satu dengan yang lainnya. Hal ini mengacu pada kondisi fisik dan psikologis siswa. Kata Kunci: Strategi Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, SLB-A
v
ABSTRACT Asep Syahrul Mubarok (NIM. 1112011000013). Learning Strategy of Islamic Education in SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. This study aims to determine learning strategy of Islamic Education in SLBA Pembina Tingkat Nasional Jakarta at senior high school degree. This research was conducted in April 2016 to Desember 2016. This research is a qualitative research that using descriptive qualitative method. The procedure of data collection were observation, interview, and documentation. While checking the validity of the data used a repeatedly check procedure, diligence observation, and triangulation. The technique of analysis through four stages, there were the collection of raw data, data reduction, data presentation, and conclusion. The result showed that learning strategies of Islamic Education in SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta at senior high school degree are good in implementation. The learning strategies are appropriate with vision and mission of school and are carried out through learning activities and religious activities in the school. The learning strategies are direct learning strategy, indirect learning strategy, interactive learning strategy, learning strategy through experience and independent learning strategy. The learning strategies produced good result in cognitive, affective, and psychomotoric aspects. There are differences in implementation of learning strategy. The differences are based on physical and psychological condition of student. Keyword: Learning Strategy, Islamic Education, SLB-A
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan nikmat sehat kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan kepada seluruh umat Islam baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak atas dukungannya dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1.
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Dr. H. Abdul Majid Khon, MA dan Hj. Marhamah Saleh, Lc., MA selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Henny Narendrani, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam pembuatan tugas skripsi ini.
4.
Tanenji, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama menempuh studi S1 di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan jurusan Pendidikan Agama Islam.
5.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam atas ilmu pengetahuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan.
vii
6.
Drs. Triyanto Murjoko, M.Pd selaku Kepala Sekolah SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang telah memberikan izin dan dukungan kepada penulis dalam penelitan ini.
7.
Drs. Hasanuddin selaku Koordinator SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penelitan ini.
8.
H. Abas Sukardi, S.Pd.I dan Maksum, S.Ag., M.Pd. selaku Guru Pendidikan Agama Islam di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang telah memberikan pengetahuan kepada penulis dalam penelitan ini.
9.
Pengelola perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas fasilitas dan layanan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Keluarga penulis, terutama kedua orang tua penulis yang telah memberikan do’a serta dukungan moril maupun materil kepada penulis. 11. Teman-teman PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2012 dan sahabat-sahabat penulis yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi amal ibadah yang baik bagi penulis dan dapat bermanfaaat bagi diri penulis sendiri, rekanrekan mahasiswa, masyarakat, dan pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 24 Januari 2017
Asep Syahrul Mubarok
viii
DAFTAR ISI SAMPUL LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ...................................iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. iv ABSTRAK.......................................................................................................... v ABSTRACT ...................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 7 C. Fokus Penelitian .................................................................................... 7 D. Perumusan Masalah .............................................................................. 8 E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8 F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................................ 10 A. Tunanetra ............................................................................................ 10 1. Pengertian Tunanetra ....................................................................... 10 2. Klasifikasi Anak Tunanetra.............................................................. 12 3. Penyebab Ketunanetraan .................................................................. 14 4. Kerakteristik Anak Tunanetra .......................................................... 16 5. Mengatasi Keterbatasan Anak Tunanetra ......................................... 21
ix
B. Strategi Pembelajaran ......................................................................... 24 1. Pengertian Strategi Pembelajaran ..................................................... 24 2. Klasifikasi Strategi Pembelajaran ..................................................... 29 3. Komponen Strategi Pembelajaran .................................................... 31 4. Prinsip Strategi Pembelajaran .......................................................... 33 5. Strategi Pembelajaran Bagi Siswa Tunanetra ................................... 35 C. Pendidikan Agama Islam (PAI) .......................................................... 38 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ................................................ 38 2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama islam ...................... 39 3. Fungsi Pengajaran Pendidikan Agama Islam .................................... 40 4. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Luar Biasa .............................. 41 D. Implementasi Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB-A................................................................................................... 43 E. Hasil Penelitian Relevan ...................................................................... 49 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 51 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 51 B. Latar Penelitian ................................................................................... 51 C. Metode Penelitian ................................................................................ 51 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 52 E. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ................................. 55 F. Teknik Analisis Data ........................................................................... 57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 58 A. Profil SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta .............................. 58 1. Identitas Sekolah ............................................................................. 58 2. Sejarah Singkat ................................................................................ 58 3. Tugas dan Fungsi ............................................................................. 60 4. Visi dan Misi ................................................................................... 60 5. Fasilitas ........................................................................................... 61
x
6. Program dan Layanan ...................................................................... 61 7. Sumber Daya Manusia ..................................................................... 62 8. Peserta Didik ................................................................................... 62 B. Pelaksanaan Pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta ................................................................................................. 63 C. Strategi Pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta ................................................................................................. 71 D. Implikasi Strategi Pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta .................................................................................. 88 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 92 A. Kesimpulan .......................................................................................... 92 B. Saran .................................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 94 LAMPIRAN ..................................................................................................... 97
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Observasi ............................................................................ 53 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Wawancara.......................................................................... 54 Tabel 4.1 Jumlah Peserta Didik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta tahun ajaran 2016-2017 ............................................................................... 63
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Seorang siswa tunanetra tampak menuntun siswa tunanetra yang lain ......................................................................................................... 67 Gambar 4.2 Suasana pembelajaran di dalam kelas .............................................. 73 Gambar 4.3 Pembelajaran al-Quran di ruang musik............................................ 76 Gambar 4.4 Siswa bertanya kepada guru mengenai al-Quran braille................... 78 Gambar 4.5 Siswa tunanetra sedang mempelajari buku braille dari guru ............ 80 Gambar 4.6 Suasana pembelajaran di kelas XI A yang hanya terdiri dari seorang siswa ................................................................................................ 82 Gambar 4.7 Siswa tunanetra “totally blind” sedang melakukan praktik shalat .... 83 Gambar 4.8 Kegiatan shalat dhuha berjamaah .................................................... 86
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara ............................................................................ 97 Lampiran 2 Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran ........................................ 132 Lampiran 3 Hasil Observasi Kegiatan Keagamaan ........................................... 153 Lampiran 4 Hasil Observasi Kegiatan Siswa .................................................... 157 Lampiran 5 RPP ............................................................................................... 158 Lampiran 6 Hasil Belajar ................................................................................. 175 Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian .............................. 177 Lampiran 8 Biodata Penulis ............................................................................. 178
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah menandatangani konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada tanggal 30 Maret 2007 di New York, Amerika Serikat. Penandatanganan tersebut merupakan bentuk komitmen dan kesungguhan negara
Indonesia
untuk
menghormati,
melindungi,
memenuhi,
dan
memajukan hak-hak penyandang disabilitas, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan hidup penyandang disabilitas. 1 Namun hingga kini, persoalan kesejahteraan hidup penyandang disabilitas tampaknya masih menjadi PR bagi pemerintah. Berdasarkan buletin terakhir mengenai situasi penyandang disabilitas yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa berdasarkan data sensus BPS tahun 2008, data Pusdatin Kementerian Sosial tahun 2012, dan Riskesdas Kementerian Kesehatan tahun 2013 merefleksikan masih rendahnya taraf kesejahteraan orang dengan disabilitas. Sedangkan data antara BPS tahun 2008 dan Pusdatin Kemensos tahun 2012 menunjukkan situasi kemiskinan yang secara umum berkemungkinan besar tidak mengalami perubahan.2 Bahkan data dari Pusdatin Kemensos tahun 2012 menunjukkan sebuah ironi sebab mayoritas orang dengan disabilitas ternyata berada pada tingkat partisipasi yang rendah dalam bidang pekerjaan. 3 Hal tersebut di atas turut diperparah dengan jumlah penyandang disabilitas yang ternyata terbilang besar. Hasil Susenas 2012 mendapati bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar
1
Pusdatin Kemenkes RI, “Situasi Penyandang Disabilitas”, dalam Nuning Kurniasih (ed.), Situasi Penyandang Disabilitas, (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014), Semester II, hal. 1 2 Franciscus Adi Prasetyo, “Disabilitas dan Isu Kesehatan: Antara Evolusi Konsep, Hak Asasi, Kompleksitas Masalah, dan Tantangan”, dalam Nuning Kurniasih (ed.), Situasi Penyandang Disabilitas, (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014), Semester II, hal. 34 3 Ibid., hal. 35
1
2
2,45% yakni berjumlah 6.515.500 jiwa. 4 Dari jumlah tersebut penyandang disabilitas terbanyak adalah penyandang yang mengalami lebih dari satu jenis keterbatasan, yaitu sebesar 39,97%, kemudian diikuti keterbatasan melihat sebesar 29,63%, keterbatasan berjalan atau naik tangga sebesar 10,26%, keterbatasan mendengar sebesar 7,87%, dan keterbatasan lainnya sebesar 12,27%.5 Angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas terbesar dengan keterbatasan tunggal adalah penyandang keterbatasan melihat. Hal ini diperkuat oleh hasil Susenas MKP 2013 yang menunjukkan bahwa keterbatasan yang banyak dialami oleh penduduk Indonesia adalah gangguan fungsi penglihatan yakni sekitar 5,6% dari persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas.6 Persoalan kesejahteraan tersebut di atas sesungguhnya berkaitan erat dengan keterbatasan yang melekat pada penyandang disabilitas. Menurut Nandiyah Abdullah kondisi keterbatasan yang mereka alami pada dasarnya akan membawa dampak kurang menguntungkan pada kondisi psikologis maupun psikososialnya. Pada gilirannya, kondisi tersebut dapat menjadi hambatan yang berarti bagi penyandang disabilitas dalam meniti tugas perkembangannya. 7 Sedangkan menurut Utfah Fatmala Rizky, keterbatasan tersebut dapat membuat mereka kalah bersaing dan cenderung menarik diri. 8 Kondisi-kondisi tersebut merupakan faktor penghambat
yang mesti
diperhatikan. Penanganan yang tepat sesungguhnya diperlukan dalam rangka tercapainya kesejahteraan bagi penyandang disabilitas. Dalam hal tersebut, peran pendidikan mutlak diperlukan. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan 4
Agus Diono, “Program Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas dan Pergeseran Paradigma Penanganan Penyandang Disabilitas”, dalam Nuning Kurniasih (ed.), Situasi Penyandang Disabilitas, (Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014), Semester II, hal. 19 5 Pusdatin Kemenkes RI, op.cit., hal. 6-7 6 Subdirektorat Statistik Kesehatan dan Perumahan, Statistik Kesehatan 2013, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2013), hal. 191-192 7 Nandiyah Abdullah, Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus, Magistra, vol. 25, 2013, hal. 7 8 Utfah Fatmala Rizky, Identifikasi Kebutuhan Siswa Penyandang Disabilitas Pasca Sekolah Menengah Atas, Indonesian Journal of Disability Studies, vol. 1, 2014, hal. 58
3
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” 9. Hal ini menunjukkan bahwa sejatinya pendidikan memiliki peran penting dalam upaya penanganan hambatan tersebut. Dalam peran pentingnya yang berkaitan dengan permasalahan di atas, tugas pendidikan tersebut banyak diserahkan pada mata pelajaran Pendidikan Agama yang mana mata pelajaran tersebut erat kaitannya dalam pembentukan kecakapan seseorang dalam berinteraksi dengan Tuhan, sesamanya, dan lingkungannya. Dengan demikian, pembelajaran Pendidikan Agama yang berkualitas mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini, penulis memfokuskan penelitian ini pada Pendidikan Agama Islam. Diantara faktor yang penting dalam tercapainya pendidikan yang berkualitas adalah strategi pembelajaran yang diupayakan dan dilaksanakan oleh guru di sekolah. Menurut Abuddin Nata, bahwa strategi pembelajaran adalah “langkah-langkah yang terencana dan bermakna luas dan mendalam serta berdampak jauh ke depan dalam menggerakkan seseorang agar dengan kemampuan dan kemauannya sendiri dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan belajar.” 10 Strategi pembelajaran juga merupakan kegiatan yang dipilih oleh pengajar dalam proses pembelajaran yang dapat membantu dan memudahkan peserta didik ke arah tercapainya tujuan pengajaran tertentu.11 Selain itu, strategi pembelajaran merupakan sejumlah rangkaian kegiatan dalam pembelajaran yang meliputi metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan. 12 Menurut Dinil Abrar Sulthani
9
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, hal. 1, diakses pada 10 Januari 2016 dari http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf 10 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), Cet. III, hal. 209 11 Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. IV, hal. 26 12 Junaedi, dkk., Strategi Pembelajaran, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), paket 1, hal. 9
4
dalam tesisnya menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merangkum semua penjelasan tentang prosedur dari awal hingga akhir pembelajaran yang meliputi metode dan teknik. 13 Dari penjelasan di atas, menurut penulis, penerapan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan suatu pembelajaran dan terciptanya pendidikan yang berkualitas. Ada banyak penelitian yang membahas tentang strategi pembelajaran dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Penelitian-penelitian tersebut memiliki dua kecenderungan utama. Pertama, penelitian yang menggali bentuk strategi pembelajaran dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah diterapkan pada sekolah tertentu. Kedua, penelitian yang menguji coba suatu bentuk strategi pembelajaran tertentu yang diterapkan pada proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah. Kecenderungan yang kedua ini jumlahnya jauh lebih banyak dari pada kecenderungan yang pertama. Sejauh pengamatan penulis terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan, penulis mendapati bahwa masih sedikit penelitian mengenai strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa dengan disabilitas. Hal ini tentu sangat disayangkan. Padahal pada temuan yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas tergolong tinggi. Informasi mengenai strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang disabilitas tentu akan dapat menambah khazanah keilmuan dan menjadi rujukan bagi segenap praktisi pendidikan untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran mereka. Penelitian ini disusun dengan maksud untuk mengekplorasi strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang disabilitas. Disabilitas yang dimaksud dalam penelitian ini difokuskan pada penyandang tunanetra. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyandang disabilitas terbesar dengan keterbatasan tunggal adalah pada penyandang tunanetra. 13
Dinil Abrar Sulthani, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Islam AlAzhar 1 Jakarta” Tesis pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2015, hal. 9
5
Sedangkan sekolah yang dipilih adalah SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta berlokasi di Lebak Bulus Jakarta Selatan. SLB-A tersebut merupakan SLB-A terbesar se-Indonesia yang dikhususkan untuk siswa dengan kebutuhan khusus tunanetra. SLB-A tersebut merupakan SLB-A yang berstatus sebagai sekolah negeri dan menaungi jejang sekolah dasar hingga menengah atas. Dibandingkan dengan SLB-A yang ada, SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta terbilang memiliki fasilitas penunjang pembelajaran yang lebih lengkap. SLB-A tersebut memiliki komitmen khusus terkait pembentukan akhlak. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam visi sekolah, yakni terwujudnya peserta didik yang berprestasi dan berakhlak mulia. Dari hasil pengamatan yang telah penulis lakukan, penulis mendapati bahwa akhlak siswa di sekolah tersebut tampak baik. Penulis sering mendapati adanya empati dari siswa terhadap siswa yang lain. Hal ini tampak pada fenomena siswa yang menuntun siswa lain di lingkungan sekolah dalam berbagai kegiatan. Selain itu, penulis mendapati adanya perilaku siswa yang menunjukkan kesopanan terhadap guru, perilaku yang menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi, dan adanya hubungan yang harmonis antar warga sekolah. Fenomena di atas merupakan fenomena yang terjadi di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Menurut penulis, hal tersebut berkaitan erat dengan pembelajaran PAI yang ada di sekolah tersebut. Sebagaimana yang diketahui bahwa Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang Agama Islam, sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. selain itu juga untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 14
14
Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Agama Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 78
6
Pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta berupaya untuk mengembangkan aspek afektif, kognitif, dan psikomotor peserta didik melalui berbagai metode dan teknik pembelajaran yang termuat dalam strategi pembelajaran. Pembelajaran PAI yang dilaksanakan di sekolah tersebut dilakukan melalui cara-cara yang bervariasi. Adakalanya dilakukan dengan cara pembelajaran yang berpusat pada guru, berpusat pada siswa, atau bersifat interaktif antara guru dengan siswa. Selain itu, adakalanya dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas dan adakalanya melalui pemberian materi atau melalui praktik secara langsung dengan menggunakan teknik khusus. Variasi dalam pembelajaran tersebut dilakukan karena adanya keragaman kondisi dan kemampuan peserta didik di sekolah tersebut. 15 Diantara metode yang dipakai dalam pembelajaran PAI adalah ceramah, kisah, tanya jawab, demonstrasi, dan resitasi. Metode-metode tersebut dilaksanakan dengan teknik yang bervariasi. Variasi tersebut diantaranya adalah pelaksanaan metode ceramah dan tanya jawab dengan disertai contoh yang diasosiasikan dengan berbagai mata pelajaran lain, yang berdasarkan pengalaman, berbentuk kisah jenaka, dan berbentuk deskriptif. Selain itu ada pula pelaksanaan metode ceramah dengan dikte dan tidak, metode demonstrasi dengan suara dan rabaan, dan teknik-teknik lainnya. 16 Perihal pelaksanaan metode dalam pembelajaran PAI tersebut, guru PAI menekankan tentang pentingnya cara yang tepat untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik sebab peserta didik yang diasuh memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan. 17 Penggunaan metode dan teknik yang tepat merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan. 18 Hal tersebut menunjukkan bahwa pemilihan strategi yang tepat sangat diperhatikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah SLB-A tersebut.
15
Hasil observasi di kelas X dan XI pada tanggal 9 dan 10 Mei 2016, serta hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 9 Mei 2016 16 Hasil observasi di kelas X dan XI pada tanggal 9 dan 10 Mei 2016, serta hasil observasi di kelas X pada tanggal 31 Agustus 2016 17 Hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 9 Mei 2016 18 Hasil wawancara dengan guru PAI pada tanggal 31 Agustus 2016
7
Dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengambil judul Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
B. Identifikasi Masalah 1.
Orang
dengan
disabilitas
di
Indonesia
masih
memiliki
taraf
kesejahteraan yang rendah. 2.
Situasi kemiskinan orang dengan disabilitas di Indonesai antara tahun 2008 dan 2012 secara umum berkemungkinan besar tidak mengalami perubahan.
3.
Mayoritas orang dengan disabilitas di Indonesia berada pada tingkat partisipasi yang rendah dalam bidang pekerjaan.
4.
Hasil Susenas 2012 mendapati bahwa jumlah penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar 2,45% yakni berjumlah 6.515.500 jiwa.
5.
Hasil Susenas MKP 2013 mendapati bahwa keterbatasan yang paling banyak dialami oleh penduduk Indonesia adalah gangguan fungsi penglihatan yakni sekitar 5,6% dari persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas.
6.
Kondisi keterbatasan yang dimiliki penyandang disabilitas dapat membawa dampak kurang menguntungkan pada kondisi psikologis maupun psikososialnya. Pada gilirannya, kondisi tersebut dapat menjadi hambatan yang berarti bagi penyandang disabilitas dalam meniti tugas perkembangannya.
7.
Kondisi keterbatasan yang dimiliki penyandang disabilitas tersebut juga dapat membuat mereka kalah bersaing dan cenderung menarik diri.
C. Fokus Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini penulis tidak mengungkap keseluruhan masalah tersebut karena adanya keterbatasan
8
konsep, waktu, dan dana untuk melakukan penelitian. Penulis membatasi fokus penelitian ini pada strategi pembelajaran dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB-A). Dengan fokus penelitian untuk mengungkap, menganalisis dan menjelaskan strategi pembelajaran yang diterapkan baik di dalam maupun di luar kelas sebagai bentuk proses pembelajaran yang mengarah pada tujuan pendidikan.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB-A)?
E. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLBA Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB-A).
F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat diantaranya: 1.
Memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran bagi dunia pendidikan secara umum dan bagi SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta secara khusus dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk siswa tunanetra jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB-A).
9
2.
Memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Menjadi
bahan
rujukan
bagi
para
pembaca
dalam
rangka
mengembangkan pembelajaran bagi siswa tunanetra. 4.
Menambah wawasan dan pengetahuan bidang pendidikan bagi penulis sehingga dapat menjadi modal untuk mempersiapkan diri sebagai calon pendidik.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tunanetra 1. Pengertian Tunanetra Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak yang mengalami gangguan penglihatan biasa disebut anak tunanetra. Tunanetra adalah salah satu jenis hambatan fisik yang berupa ketidakmampuan untuk melihat dengan baik yang dialami seseorang. Hambatan atau gangguan tersebut bisa bersifat menyeluruh (total blind) atau sebagian (low vision).1 Tunanetra tidak saja mencakup mereka yang buta tetapi juga bagi mereka yang mampu melihat namun tebatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama belajar.2 Mereka yang mengalami gangguan penglihatan tersebut pada dasarnya memerlukan pendidikan khusus walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat khusus. Dengan kata lain, tunanetra adalah seseorang yang memiliki gangguan penglihatan sehingga tidak dapat menggunakan penglihatannya secara fungsional dan dalam proses pendidikan diperlukan pelayanan khusus. 3 Dengan demikian bagi mereka yang memiliki gangguan penglihatan yang tergolong tunanetra memerlukan pendidikan khusus sebagai bentuk pemenuhan haknya atas pendidikan yang layak. Menurut Cartwright ada berbagai batasan yang berkaitan dengan tunanetra. Menurutnya batasan tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, diantaranya: a.
Menurut batasan personal, dalam hal ini batasan bagi tunanetra lebih dilihat dari bagaimana sikap individu bila berhadapan dengan
1
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), hal. 7 2 Nandiyah Abdullah, Bagaimana Mengajar Anak Tunanetra (Di Sekolah Inklusi), Magistra, vol. 24, 2012, hal. 9 3 Agustyawati dan Solicha, op.cit., hal. 8
10
11
tunanetra. Sebagian dari mereka memandang tunanetra sebagai orang yang tidak berdaya, merasa takut, karena dianggap bisa menularkan ketunanetraannya, atau merasa tidak nyaman ketika bergaul dengan orang yang tidak bisa melihat. b.
Menurut
batasan
sosiologis,
tunanetra
dilihat
dari
ketidakmampuannya dalam peran sosial yang dipelajari. Berbagai sikap dan pola tingkah laku yang merupakan ciri dari penderita tunanetra merupakan hal yang bukan dibawa sejak lahir tetapi karena diperoleh melalui proses belajar. c.
Menurut batasan legal atau administratif, yang dimaksud tunanetra total adalah mereka yang mempunyai ketajaman penglihatan tidak lebih dari 20/200 dan luas pandangan tidak lebih dari 20 derajat meski telah mendapat upaya perbaikan terhadap kemampuan penglihatannya. Artinya mereka hanya dapat melihat pada jarak 20 kaki. Sedangkan untuk ukuran penglihatan normal dapat melihat pada jarak 200 kaki.
d.
Menurut batasan pendidikan, dalam batasan ini maka ada dua kelompok. Yang pertama adalah mereka yang tergolong Buta Akademis (educationally blind) yang mencakup mereka yang tidak dapat lagi menggunakan penglihatannya untuk tujuan belajar dengan hurus awas dan harus menggunakan braille sebagai media belajarnya. Pendidikan bagi mereka ini adalah dengan memberikan kesempatan belajar melalui non-visual senses (indra selain penglihatan). Yang kedua adalah mereka yang tergolong kurang awas (the partially sighted/low vision) yang meliputi mereka dengan penglihatan yang masih berfungsi secara cukup, di antara 20/7020/200 atau mereka yang mempunyai ketajaman penglihatan normal tapi medan pandangan kurang dari 20 derajat. Pendidikan bagi
12
mereka ini dapat menggunakan sisa penglihatan dengan semaksimal mungkin. 4
2. Klasifikasi Anak Tunanetra Secara garis besar tunanetra diklasifikasikan menjadi dua macam: a.
Totally Blind (Buta Total) Adalah mereka yang tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar sama sekali. 5
b.
Low Vision Adalah mereka yang masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21 atau berdasarkan tes mereka hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter. 6 Selain dua klasifikasi besar tersebut, tunanetra juga dapat
diklasifikasikan menjadi empat, yaitu: a.
Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan 1)
Tunanetra sebelum atau sejak kelahiran, yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
2)
Tunanetra setelah lahir atau pada usia dini, yakni mereka telah memiliki kesan dan pengalaman penglihatan namun masih mudah terlupakan.
3)
Tunanetra pada usia sekolah atau masa remaja, yakni mereka yang telah memiliki kesan dan pengalaman penglihatan yang pengalaman tersebut
telah memberikan
pengaruh yang
mendalam. 4)
Tunanetra pada usia dewasa, yakni mereka yang dengan segala kesadarannya mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik.
4
Ibid., hal. 8-9 Nandiyah Abdullah, loc.cit., hal. 9 6 Agustyawati dan Solicha, op.cit., hal. 10 5
13
5)
Tunanetra usia lanjut, yakni mereka yang memiliki pengalaman penglihatan yang baik namun sebagian besar dari mereka mengalami kesulitan mengikuti latihan penyesuaian diri. 7
b.
Berdasarkan kemampuan daya penglihatan 1)
Tunanetra ringan (defective vision/low vision), yakni mereka yang memiliki hambatan penglihatan akan tetapi masih dapat mengikuti program pendidikan dan mampu melakukan kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
2)
Tunanetra setengah berat (partially sighted), yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan akan tetapi dapat mengikuti program pendidikan biasa atau membaca tulisan yang bercetak tebal dengan bantuan kaca pembesar.
3)
Tunanetra berat (totally blind), yakni mereka yang tidak dapat melihat sama sekali. 8
c.
Berdasarkan pemeriksaan klinis 1)
Tunanetra yang ketajaman penglihatannya kurang dari 20/200 dan atau bidang penglihatannya kurang dari 20 derajat.
2)
Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 dan dapat melihat lebih baik melalui perbaikan.9
d.
Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata 1)
Myopia, adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan berada dibelakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek didekatkan. Untuk membantu gangguan mata ini bisa dengan menggunakan kacamata dengan lensa negatif.
2)
Hyperopia, adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan berada di depan retina. Penglihatan akan menjadi
7
Ibid., hal. 10 Ibid., hal. 10-11 9 Ibid., hal. 11 8
14
jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu gangguan mata ini bisa dengan menggunakan kacamata dengan lensa positif. 3)
Astigmatisme, adalah penglihatan kabur yang disebabkan oleh gangguan pada kornea mata sehingga bayangan benda pada jarak jauh maupun dekat tidak berada pada retina. Untuk membantu gangguan mata ini bisa dengan menggunakan kacamata dengan lensa silindris. 10
3. Penyebab Ketunanetraan Ketunanetraan yang terjadi pada seseorang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a.
Faktor pre-natal Penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat berkaitan erat dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. 1)
Keturunan Ketunanetraan yang disebabkan oleh keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau orang tua tunanetra, ketunanetraan akibat keturunan antara lain Retinitis, Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan.
2)
Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan Ketunanetraan yang merupakan akibat dari proses pertumbuhan janin dalam kandungan dapat disebabkan oleh: a)
Gangguan saat mengandung.
b)
Penyakit yang diderita seperti TBC.
c)
Infeksi atau luka yang terjadi pada ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air yang dapat merusak mata, telinga, jantung, dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
10
Ibid., hal. 11-12
15
d)
Infeksi karena terjangkit penyakit kotor, toxoplasmosis, thracoma dan tumor.
e)
Kurangnya vitamin tertentu sehingga terjadi hilangnya fungsi penglihatan.11
b.
Faktor post-natal Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi saat atau setelah bayi lahir, diantaranya: 1)
Kerusakan pada mata atau saraf mata yang terjadi pada waktu persalinan yang dapat berupa benturan dari benda keras.
2)
Di saat persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi yang selanjutnya bayi yang terlahir akan mengalami gangguan penglihatan.
3)
Mengalami penyakit mata yang berakibat pada terjadinya ketunanetraan. Penyakit tersebut misalnya: a)
Xeropthalmia, penyakit mata sebab kekurangan vitamin A.
b)
Trachoma, penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
c)
Catarac, penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh.
d)
Glaucoma, penyakit mata sebab bertambahnya cairan dalam bola mata.
e)
Diabetik Retinopathy, penyakit mata sebab gangguan pada retina sebagai akibat dari diabetis.
f)
Macular Degeneration, penyakit yang terjadi karena daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Seseorang yang terkena penyakit ini akan kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan.
g)
Retinopathy of prematurity, penyakit yang biasa terjadi pada mereka yang terlahir prematur. Pada saat lahir
11
Ibid., hal. 12
16
mereka masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan premature biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi sehingga pada saat dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat mengakibatkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbukan kerusakan pada retina mata dan menyebabkan tunanetra total.12
4. Karakteristik Anak Tunanetra Secara
fisiologis,
anak
tunanetra
memiliki
karakteristik
sebagaimana berikut: a.
b.
Karakteristik totally blind (buta total), yaitu: 1)
Tidak mampu melihat.
2)
Tidak mampu untuk mengenali orang pada jarak 6 meter.
3)
Kerusakan nyata pada kedua bola mata.
4)
Sering meraba-raba atau tersandung saat berjalan.
5)
Mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya.
6)
Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh.
7)
Peradangan hebat pada kedua bola mata.
8)
Mata tampak bergoyang.
Karakteristik low vision, yaitu: 1)
Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.
2)
Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar.
3)
Mata tampak lain: terlihat putih di tengah mata atau terlihat berkabut pada kornea.
4)
12
Terlihat tidak menatap lurus ke depan.
Ibid., hal. 13-14
17
5)
Tampak memincingkan mata atau mengerutkan kening terutama pada cahaya terang atau pada saat mencoba melihat sesuatu.
6)
Mengalami kesulitan yang lebih pada malam hari dari pada siang hari.
7)
Pernah menjalani operasi mata dan atau mengenakan kacamata.13
Anak-anak yang mengalami hambatan penglihatan atau tunanetra memiliki perkembangan yang berbeda dengan anak-anak berkebutuhan khusus lainnya, bukan hanya dari segi penglihatan tetapi juga dari hal yang lain. Bagi peserta didik yang memiliki gangguan penglihatan sedikit ataupun tidak melihat sama sekali, ia harus mempelajari lingkungan sekitarnya dengan menyentuh dan merasakannya. Perilaku untuk mengetahui objek dengan cara mendengarkan suara dari objek yang ingin dicapai merupakan perilakunya dalam perkembangan motorik. Selain itu, untuk merasakan perbedaan dari setiap objek yang dipegangnya, anak tunanetra selalu menggunakan jari-jari sebagai indra peraba. Kegiatan ini merupakan perilakunya untuk menguasai dunia persepsi dengan menggunakan indra sensorik. Anak tunanetra sangat sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguasai dunia persepsi. 14 Dengan dominannya penggunaan indra pendengaran dan peraba maka menjadi sebuah kewajaran jika mereka mengalami kesulitan untuk memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Akibat ketunanetraan yang mereka alami, maka pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Hal tersebut berdampak pada terhambatnya perkembangan kognitif anak tunanetra. Perkembangan kognitif yang terhambat tersebut bukan saja erat kaitannya dengan kecerdasan atau kemampuan inteligensinya, tetapi berkaitan erat dengan kemampuan indra penglihatan. Kemampuan 13
Ibid., hal. 14 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hal. 114-115 14
18
indra penglihatan mereka yang mengalami gangguan tersebut memaksa mereka menggunakan indra pendengaran sebagai saluran utama penerima informasi dari luar yang berakibat pada pembentukan pengertian atau konsep suatu materi hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan. Sehingga beberapa konsep seperti warna, jarak dan waktu sulit diperkenalkan kepada mereka. 15 Kesulitan itu terutama bagi mereka yang memiliki sedikit pengalaman dengan menggunakan indra penglihatan sebab mengalami gangguan sejak usia dini atau sejak kelahiran. Meski demikian, secara psikolgis mereka memiliki indra yang superior yaitu dalam hal perabaan, pendengaran dan daya ingat. Kemampuan superior tersebut pada dasarnya tetap memerlukan indra penglihatan sebagai penyempurna bagi perkembangan kognitifnya. Menurut Lowenfeld terdapat tiga hal yang berpengaruh buruk terhadap perkembangan kognitifnya, antara lain: a.
Jarak dan beragamnya pengalaman penglihatan yang dimiliki oleh peserta didik dengan keterbatasan penglihatannya. Kemampuan ini terbatas karena mereka mempunyai perasaan yang tidak sama dengan anak yang mampu melihat.16 Mereka yang memiliki gangguan penglihatan sejak kelahiran tentu akan berbeda dengan mereka yang memiliki gangguan pada usia tertentu dimana ia telah melihat dunia sekitarnya. Mereka yang telah memiliki pengalaman penglihatan dalam hidupnya tentu akan mampu membayangkan dengan lebih baik hal-hal yang mereka dengar dan raba dari pada mereka yang tidak memiliki atau lebih sedikit pengalaman penglihatannya. Sehingga kemampuan kognitif mereka dalam memahami sesuatu disekitarnya akan berbeda.
15 16
Agustyawati dan Solicha, op.cit., hal. 15 Bandi Delphie, op.cit., hal. 115
19
b.
Kemampuan
yang
telah
didapatkan
akan
berkurang
berpengaruh terhadap pengalamannya dengan lingkungan. c.
dan
17
Peserta didik dengan keterbatasan penglihatan tidak mempunyai kendali yang sama terhadap lingkungan dan diri sendiri seperti hal yang dilakukan oleh anak awas.18 Intelegensi anak dengan keterbatasan penglihatan pada umumnya
tidak mengalami hambatan yang berarti. Samuel P. Hayes menyatakan bahwa kemampuan intelegensi anak dengan keterbatasan penglihatan tidak serta-merta menjadikan mereka berintelegensi rendah. 19 Dengan demikian meskipun mereka memiliki hambatan dalam perkembangan kognitifnya sebab gangguan penglihatan, bukan berarti mereka memiliki intelegensi yang rendah. Potensi yang mereka miliki bisa saja luar biasa. Hanya saja potensi tersebut terhambat karena gangguan penglihatan yang berdampak pada berkurangnya kemampuan kognitif yang mereka miliki. Dalam
perkembangan
komunikasi,
peserta
didik
dengan
keterbatasan penglihatan pada umumnya sangat berbeda dengan anak awas. Ada beberapa hal yang meski diperhatikan oleh guru yang berkaitan dengan perkembangan komunikasi mereka, antara lain: a.
Bahasa akan sangat berguna bagi mereka untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di lingkungan sekitar, dengan menanyakan apa yang terjadi dan selanjutnya orang lain akan dapat berbicara dengan mereka.
b.
Mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengucapkan kata pertama dibandingkan dengan anak awas.
c.
Mereka
mulai
mengombinasikan
kata-kata
ketika
perbendaharaannya mencakup 50 kata, dan menggunakan kata-kata tersebut untuk berbicara tentang kegiatan dirinya pada orang lain.
17
Ibid., hal. 115 Ibid., hal. 115 19 Ibid., hal. 116 18
20
d.
Pada umumnya mereka memiliki kesulitan dalam menggunakan dan memahami kata ganti orang.20 Dalam perkembangan sosialnya, anak tunanetra melakukan
interaksi dengan lingkungannya dengan cara melakukan sentuhan dan mendengarkan objeknya. Hal tersebut dilakukan karena tidak adanya kontak mata, penampilan ekspresi wajah yang kurang, dan kurangnya pemahaman tentang lingkungannya sehingga interaksi tersebut kurang menarik bagi lawannya. 21 Perkembangan sosial anak tunanetra sangat bergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terhadap anak tunanetra itu sendiri terutama lingkungan keluarga. Penerimaan secara realistik terhadap anak dengan segala keterbatasannya merupakan hal yang paling utama dalam menumbuhkan rasa percaya dirinya. Sikap yang ditunjukkan dengan pemberian kasih sayang yang wajar serta pemberian perlakuan yang sama dengan anak lainnya akan menjadikan mereka terbuka terhadap permasalahan yang dihadapai dan menjadi motivator tersendiri untuk menggapai masa depan. 22 Diantara cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk kasih sayang terhadap mereka adalah melalui sentuhan atau usapan. Dalam Islam perbuatan sentuhan atau usapan ini merupakan bentuk kasih sayang dan merupakan sebagian dari sunnah yang diajarkan Rasulullah, yakni dalam berlaku kepada anak yatim. Dalam Tanbihul Ghafilin dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang artinya “Barangsiapa mengusap kepala anak yatim karena kasih sayang, maka Allah mencatat baginya dengan setiap rambut yang tersentuh tangannya satu kebaikan, serta dengan setiap rambut itu Allah menghapus satu dosa darinya dan menaikkan satu derajat.”23
20
Ibid., hal. 115-116 Ibid., hal. 116 22 Agustyawati dan Solicha, op.cit., hal. 16-17 23 Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin Nasihat Bagi yang Lalai, Terj. Dari Tanbihul Ghafilin oleh Abu Juhaidah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Cet. I, jilid 2, hal. 45 21
21
Dalam perkembangan kepribadian, anak tunanetra mengalami hambatan-hambatan dengan timbulnya beberapa masalah antara lain: a.
Curiga terhadap orang lain. Hal ini sebagai akibat dari keterbatasan rangsangan visual. Anak tunanetra kurang mampu berorientasi dengan lingkuangan sehingga kemampuan mobilitasnya terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat berkembang menjadi sifat curiga kepada orang lain.
b.
Perasaan mudah tersinggung. Pengalaman sehari-hari yang selalu menumbuhkan kekecewaan menjadikan anak tunanetra yang emosional.
c.
Ketergantungan yang berlebihan. Anak tunanetra cenderung mengharapkan
pertolongan
orang
lain
dalam
mengatasi
permasalahan.24 Dalam perkembangan emosi, anak tunanetra menunjukkan gejalagejala emosi yang tidak seimbang. Kesemuanya terjadi karena keterbatasannya dalam penglihatan serta pengalaman-pengalaman yang dirasakan atau dihadapi. Emosi tersebut berupa perasaan takut, malu, khawatir, cemas, mudah marah, iri hati, serta kesedihan yang berlebihan.25
5. Mengatasi Keterbatasan Anak Tunanetra Dari karakteristik yang telah diketahui menunjukkan bahwa anakanak tunanetra memerlukan perhatian khusus dari berbagai kalangan, diantaranya guru. Para guru yang menangani anak tunanetra memerlukan kemampuan yang tepat dalam menentukan strategi pembelajaran bagi anak tunanetra. Oleh karenanya diperlukan pemahaman yang jelas mengenai isu yang komplek dalam penyusunan suatu program pembelajarannya. 26
24
Agustyawati dan Solicha, op.cit., hal. 17-18 Ibid., hal. 18 26 Bandi Delphie, op.cit., hal. 117 25
22
Pendekatan baru untuk mengajar anak tunanetra dapat dilakukan dengan
pemberian
latihan-latihan
yang
lebih
banyak
terhadap
kemampuannya. Misalnya latihan dengan menggunakan tongkat putih (white cane) agar dapat berpergian dengan aman, mandiri, dan efektif. Kegiatan latihan ini dikenal dengan orientasi mobilitas atau mobility training. Orientasi sendiri diartikan sebagai kemampuan mengetahui posisi diri berkaitan dengan objek-objek lain yang berada dalam ruang tertentu. Sedangkan mobilitas adalah kemampuan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain, objek atau lingkungan tertentu secara aman, mandiri, dan efektif. 27 Dengan demikian, latihan-latihan tersebut akan dapat membantu anak tunanetra untuk lebih aktif dalam kehidupan. Lebih jauh lagi, tujuan diberikannya program pembelajaran yang menitikberatkan pada orientasi mobilitas adalah sebagai berikut: a.
Dapat meningkatkan kemampuan reflek bersyarat sehingga proses kemampuan gerak dapat terintegrasi melalui proses pembelajaran.
b.
Agar perkembangan gerak dan pertumbuhan anak tunanetra sejalan dengan kemampuan dominan yang telah dimilliki.
c.
Agar lebih mendorong kemampuan perspektif sensomotorik.
d.
Dapat membantu kelancaran proses pembelajaran dan mampu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
e.
Agar mampu melampaui masa transisi dari kehidupan lingkungan sekolah ke arah lingkungan masyarakat.28 Selain latihan-latihan untuk meningkatkan kemampuan anak
tunanetra dalam bahasan sebelumnya, maka dibutuhkan pula komunikasi yang bersifat efektif secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi ini akan mampu menjembatani antara pencapaian tujuan pembelajaran dengan keterbatasan-keterbatasan yang dialami oleh yang bersangkutan. Kriteria komunikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
27 28
Ibid., hal. 117 Ibid., hal. 118
23
a.
Menggunakan bahasa yang tepat dan sesuai dengan situasi yang sebenarnya. Hindari penggunaan kata-kata “di sini” atau “di sana”. Gunakanlah kata-kata “di sebelah kirimu” atau “dua langkah di depanmu”.
b.
Menggunakan
analogi-analogi
atau
perbandingan
dalam
menyampaikan sesuatu agar dapat memberikan kejelasan. Misalnya “cobalah berjalan sepuluh langkah ke depan tanpa suara berisik seperti semilirnya angin di pagi hari”. c.
Menggunakan tanda-tanda khusus yang dapat ditangkap dengan baik oleh pendengaran. Misalnya, penggunaan bola plastik yang dimodifikasi dengan media bunyi gemerincing untuk memberikan arah yang dituju.
d.
Menggunakan rabaan dalam mengenali suatu model. Misalnya, di saat memberikan pengetahuan gelombang dalam pembelajaran hendaknya
menggunakan
media
yang
memiliki
cekungan
longitudinal pada sisi atas dan bawah serta dapat bergetar menirukan suara gelombang lautan saat disentuh dan digerakkan. e.
Menggunakan media prototipe untuk mengenali ukuran suatu objek sebagai model dan mengenali bagian-bagiannya. Misalnya prototipe pesawat terbang.
f.
Menggunakan manipulasi gerak dalam upaya memahami suatu gerak melalui penjelasan guru. Misalnya di saat memberikan pola gerakan “pivot” atau gerakan memutar dengan salah satu kaki yang menjadi tumpuannya yang sering dilakukan dalam permainan bola basket. Guru harus memberikan arahan gerak pada anak melalui kegiatan meraba gerak kaki guru yang sedang melakukan gerak pivot.29 Selanajutnya, untuk mengatasi keterbatasan anak tunanetra juga
dilakukan dengan menggunakan alat-alat bantu. Alat pendidikan bagi
29
Ibid., hal. 120-121
24
tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga. a.
Alat pendidikan khsusus yang meliputi reglet dan stylus, mesin tik braille, komputer dengan program braille, printer braille, kalkulator bicara, abacus, kertas braille, penggaris braille, dan kompas bicara.
b.
Alat bantu khsusus yang meliputi alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-buku dengan huruf braille, alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking books (buku bicara), kaset (suara binatang), CD, dan kamus bicara.
c. Alat peraga taktual atau audio, dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran, yang meliputi benda asli (seperti makanan, minuman, binatang peliharaan, tubuh anak itu sendiri, tumbuhan, elektronik, dan kaset), benda asli yang diawetkan (seperti binatang liar), benda asli yang dikeringkan (seperti herbarium dan insektarium), benda tiruan (seperti model kerangka manusia), gambar timbul (seperti grafik dan diagram), gambar timbul skematik (seperti benua, pulau, dan denah), peta timbul, globe timbul, papan baca, dan papan paku.30 Demikianlah diantara hal-hal yang dapat diupayakan untuk mengatasi keterbatasan bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan. Selain upaya-upaya dari keluarga, guru, dan orang-orang disekitarnya juga dapat dibantu dengan menggunakan alat-alat khusus.
B. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan yang relatif menetap yang diperoleh dari pengalaman dan latihan. Belajar selalu berkaitan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah mengarah pada hal yang lebih baik atau sebaliknya, direncanakan atau
30
Agustyawati dan Solicha, op.cit., hal. 21-22
25
tidak. Belajar adalah aktivitas yang dapat menghasilkan perubahan berupa kecakapan baru pada diri individu.31 Menurut Hintzman dalam buku Psikologi Pendidikan karya Muhibbin Syah, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat memengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi, dalam pandangan Hinztman, perubahan yang ditimbulkan dari pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila memengaruhi organisme. Sedangkan menurut Wittig, belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. 32 Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian ini, bahwa tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar. 33 Sedangkan pembelajaran sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses atau cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Secara sederhana pembelajaran adalah sebuah usaha untuk memengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Menurut Oemar Hamalik dalam Muhammad Idris Usman, pembelajaran adalah upaya mengatur lingkungan agar tercipta kondisi belajar bagi peserta didik. 34 Sedangkan menurut Abuddin Nata dapat diartikan sebagai usaha agar dengan kemauannya sendiri seseorang dapat belajar dan menjadikannya sebagai
31
Fadhilah Suralaga dan Solicha, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), hal. 94 32 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. II, hal. 88-89 33 Ibid., hal. 90 34 Muhammad Idris Usman, Model Mengajar dalam Pembelajaran: Alam Sekitar, Sekolah Kerja, Individual, dan Klasikal, Lentera Pendidikan, vol. 15, no. 2, 2012, hal. 255
26
kebutuhan hidup yang tidak dapat ditinggalkan. Dengan pembelajaran, maka akan tercipta keadaan masyarakat belajar.35 Dengan demikian dapat dipahami bahwa pembelajaran merupakan upaya mengatur suatu lingkungan agar peserta didik dapat belajar dengan kehendaknya sendiri. Pada dasarnya pembelajaran tidaklah terlepas dari kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kondisi yang diciptakan. Gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan peserta didik. Guru yang mengajar, peserta didik yang belajar dan perpaduan keduanya melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai medianya.36 Secara harfiah, kata “strategi” dapat diartikan sebagai seni melaksanakan stratagem yakni siasat atau rencana. Dalam bahasa Inggris, ada padanan kata dari “strategi” yang dianggap relevan yakni kata approach yang berarti pendekatan dan kata procedure yang berarti tahapan kegiatan. Kata strategi juga berasal dari bahasa Yunani yang berarti rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan. 37 Pada mulanya istilah strategi dipergunakan dalam militer dan merupakan
cara
penggunaan
seluruh
kekuatan
militer
untuk
memenangkan suatu peperangan. Seorang yang mengatur strategi peperangan dan berkehendak untuk memenangakan peperangan maka ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Setelah diketahui maka ia akan menyusun tindakan yang akan dilakukan baik berupa siasat peperangan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor baik dari dalam maupun luar. Dari ilustrasi tersebut dapat dipahami bahwa strategi digunakan untuk 35
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), Cet. III, hal. 205 36 Ibid., hal. 205-206 37 Muhibbin Syah, op. cit., hal. 210
27
memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.38 Strategi pada hakikatnya berkenaan dengan pencapaian tujuan dan merupakan hal yang teramat penting terutama dalam dunia pendidikan. Menurut Michael J. Lawson dalam Muhibbin Syah, strategi adalah prosedur mental yang berbentuk tatanan langkah yang menggunakan upaya ranah cipta untuk mencapai tujuan tertentu.39 Sedangkan menurut Abuddin Nata strategi adalah “langkah-langkah terencana yang bermakna luas dan mendalam yang dihasilkan dari sebuah proses pemikiran dan perenungan yang mendalam berdasarkan pada teori dan pengalaman tertentu”.40 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi adalah sejumlah langkah terencana yang bermakna luas dan mendalam yang merupakan buah pikiran untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam dunia pendidikan strategi memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pendidikan yang dikenal sebagai strategi pembelajaran. Menurut Junaedi dkk., strategi pembelajaran adalah rencana tindakan atau rangkaian kegiatan yang meliputi metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. 41 Sejalan dengan Junaedi dkk., menurut Gropper dalam Jamaludin dkk. menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah rencana untuk pencapaian tujuan pembelajaran yang terdiri atas metode dan teknik, tetapi strategi lebih luas dari metode dan teknik pembelajaran. 42 Menurut Abudin Nata, strategi pembelajaran adalah “langkahlangkah yang terencana dan bermakna luas dan mendalam serta berdampak jauh ke depan dalam menggerakkan seseorang agar dengan kemampuan dan kemauannya sendiri dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan belajar.”43 Sedangkan menurut Wina Sanjaya
38
Junaedi, dkk., Stretegi Pembelajaran, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), paket 1, hal. 8 Muhibbin Syah, op. cit., hal. 210-211 40 Abuddin Nata, op. cit., hal. 206 41 Junaedi, dkk., op.cit., hal. 9 42 Jamaludin, dkk., Pembelajaran Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hal. 105 43 Abuddin Nata, op. cit., hal. 209 39
28
strategi pembelajaran adalah “perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan.” Menurutnya pula bahwa strategi merupakan rencana yang tidak terlepas dari upaya pengimplementasian rencana tersebut yang dinamakan metode. Dalam arti lain bahwa metode digunakan untuk merealisasikan strategi pembelajaran. Dengan demikian dalam satu strategi pembelajaran dapat digunakan beberapa metode.44 Dari uraian di atas dapat di pahami bahwa strategi pembelajaran adalah langkah-langkah yang terencana dan bermakna luas dan mendalam yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terdiri dari metode dan teknik pembelajaran. Dalam hal ini strategi lebih luas dari metode dan teknik pembelajaran. Selanjutnya, metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang telah dibuat dalam kegiatan nyata agar tujuan tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan startegi pembelajaran yang telah ditetapkan. 45 Sedangkan istilah metode tidak terlepas dari istilah teknik dan taktik mengajar. Keduanya merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, yaitu cara yang harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien.
Hal ini berarti bahwa ketika seseorang hendak
menerapkan suatu metode sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi. Sedangkan taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Misalnya ada dua orang yang sama-sama menggunakan metode ceramah dalam situasi yang sama maka mereka akan melakukannya secara berbeda. 46
44
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. III, hal. 186-187 45 Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), Cet. II, hal. 205 46 Junaedi, dkk., op.cit., hal. 11-12
29
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa untuk menerapkan suatu strategi yang telah direncanakan memerlukan metode-metode. Dalam upaya pelaksanaan metode tersebut maka guru memerlukan teknik yang tepat dan taktik tertentu. Selanjutnya dalam strategi bukan hanya berkenaan dengan metode namun juga pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Kesemuanya itu merupakan hal-hal yang direncanakan dan dilaksanakan guna mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran.
2. Klasifikasi Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu: a.
Strategi pembelajaran langsung Merupakan strategi yang banyak diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan secara bertahap. Strategi ini mudah untuk direncanakan dan digunakan namun lemah dalam mengembangkan kemampuankemampuan, proses-proses, dan sikap yang diperlukan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal serta belajar kelompok. Pembelajaran langsung ini biasanya bersifat deduktif. Dengan demikian, dalam strategi ini guru menjadi pusat perhatian selama pembelajaran.
b.
Strategi pembelajaran tidak langsung Strategi
pembelajaran
ini
sering
disebut
inkuiri,
induktif,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan penemuan. Berlawanan dengan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran tidak langsung pada umumnya berpusat pada peserta didik. Jika dalam pembelajaran langsung guru berperan sebagai penceramah maka dalam pembelajaran tidak langsung guru berperan sebagai fasilitator. Guru mengelola lingkungan belajar dan memberikan kesempatan peserta didik untuk terlibat. Strategi ini memiliki
30
kelebihan-kelebihan keingintahuan
yaitu
peserta
mendorong
didik,
kerertarikan
menciptakan
alternatif
dan dan
menyelesaikan masalah, mendorong kreativitas dan pengembangan keterampilan interpersonal dan kemampuan yang lain, pemahaman yang lebih baik, dan mengekspresikan pemahaman. Sedangkan kekurangan dari strategi ini adalah memerlukan waktu yang panjang dan outcome sulit diprediksi. Strategi ini tidak cocok jika peserta didik perlu mengingat materi dengan cepat. c.
Strategi pembelajaran interaktif Pembelajaran interaktif menekankan pada diskusi dan sharing di antara peserta didik. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereaksi terhadap gagasan, pengalaman, pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk membangun alternatif berfikir dan merasakan. Kelebihan strategi ini adalah peserta didik dapat belajar dari teman dan gurunya untuk membangun keterampilan sosial dan dapat mengorganisasikan pemikiran dan membangun argumen yang rasional. Sedangakan kekurangan strategi ini sangat bergantung pada kecakapan guru dalam menyusun dan mengembangkan dinamika kelompokkelompok peserta didik.
d.
Strategi pembelajaran pengalaman (experiental) Disebut juga pembelajaran empirik yang merupakan pembelajaran berorientasi pada kegiatan induktif, berpusat pada peserta didik, dan berbasis aktivitas. Refleksi pribadi tentang pengalaman dan formulasi perencanaan menuju penerapan kepada konteks yang lain adalah faktor kritis dalam pembelajaran empirik yang efektif. Kelebihan dari strategi ini adalah meningkatkan partisipasi peserta didik, meningkatkan sifat kritis peserta didik, dan meningkatkan analisis
peserta
didik
sehingga
dapat
dapat
menerapkan
pembelajaran pada situasi yang lain. Sedangkan kekurangannya
31
adalah penekanannya hanya pada proses bukan pada hasil, keamanan siswa, biaya mahal, dan memerlukan waktu yang lama. e.
Strategi pembelajaran mandiri Merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri. Fokus strategi ini adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Belajar mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari kelompok kecil. Kelebihan dari strategi ini adalah membentuk peserta didik yang mandiri dan bertanggungjawab. Sedangkan kekurangannya adalah peserta didik yaitu pada peserta didik sekolah dasar dimana mereka belum dewasa sehingga sulit menggunakan pembelajaran mandiri. 47
3. Komponen Strategi Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu kepada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan. Menurut Junaedi, dkk. dalam buku strategi pembelajaran dijelaskan bahwa komponen-komponen strategi pembelajaran tersebut adalah: a.
Guru Guru adalah pelaku pembelajaran dan merupakan faktor yang terpenting. Ditangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi oleh komponen lain. Sebaliknya, guru dapat memanipulasi kompenen lainnya.
b.
Peserta didik Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar dalam rangka mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata sehingga tercapailah tujuan belajar.
47
Ibid., hal. 12-13
32
c.
Tujuan Tujuan merupakan dasar yang digunakan sebagai landasan untuk menentukan strategi, materi, media, dan evaluasi pembelajaran. Dalam pembelajaran, penentuan tujuan merupakan komponen utama yang harus ditentukan oleh guru.
d.
Bahan Pelajaran Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bahan pelajaran berupa materi yang tersusun sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat.
e.
Kegiatan pembelajaran Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan proses pembelajaran.
f.
Metode Merupakan
cara
yang
digunakan
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran. g.
Alat Alat dalam pembelajaran merupakan sesuatu yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan. Alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan yang dibedakan menjadi dua, yaitu alat verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa suruhan, larangan, perintah, dan lain-lain. Sedangkan nonverbal dapat berupa globe, peta, papan tulis, slide show dan lain-lain.
h.
Sumber pelajaran Sumber pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai tempat atau rujukan untuk menentukan bahan pembelajaran. Sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan kebudayaan, misalnya manusia, buku, media massa, museum, dan lain-lain.
33
i.
Evaluasi Merupakan komponen yang berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum. Selain itu berfungsi untuk menentukan perbaikan terhadap strategi pembelajaran yang telah ditetapkan.
j.
Situasi atau lingkungan Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, madrasah, dan letak madrasah), dan hubungan antar insan (misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain). Contoh dari situasi ini misalnya menurut isi materi seharusnya pembelajaran menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, diubah dengan menggunakan metode lain misalnya kliping karena kondisi masyarakat sedang tidak memungkinkan. 48
4. Prinsip Strategi Pembelajaran Prinsip-prinsip umum dalam penggunaan strategi pembelajaran adalah sebagai berikut: a.
Berorientasi pada tujuan Dalam suatu sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen utama. Segala aktivitas guru dan siswa haruslah diupayakan untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran yang dilakukan dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan. Selain itu, tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang akan digunakan oleh guru. Misalnya ketika hendak menginginkan siswa terampil menggunakan termometer maka tidak mungkin menggunakan jenis strategi penyampaian (bertutur). Demikian pula jika menginginkan siswa dapat menyebutkan hari dan tanggal proklamasi kemerdekaan, tidak akan efektif jika menggunakan strategi pemecahan masalah.
48
Junaedi, dkk., op.cit., hal. 14-15
34
b.
Aktivitas Belajar bukan sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat. Maka strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas yang dimaksud meliputi aktivitas yang bersifat fisik, psikis dan mental.
c.
Individualitas Mengajar merupakan usaha mengembangkan siswa. Walaupun guru mengajar pada sekolompok siswa, namun pada dasarnya yang ingin dicapai adalah perubahan perilaku setiap siswa. Dengan demikian yang harus diperhatikan dalam menentukan strategi pembelajaran adalah bagaimana setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran.
d.
Integritas Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa yakni mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek tersebut secara terintegrasi. 49 Selain prinsip-prinsip tersebut, ada prinsip-prinsip lain yang harus
diperhatikan dalam menentukan strategi pembelajaran yakni prinsip khusus sebagaimana dijelaskan dalam Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005: “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologi peserta didik.”50 Demikianlah prinsip-prinsip yang meski diperhatikan dalam menentukan strategi pembelajaran. Selain memperhatikan tujuan, aktivitas, individualitas dan integritas, juga harus memperhatikan prinsip interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi. 49
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 131-133 50 Ibid., hal. 133
35
5. Strategi Pembelajaran Bagi Siswa Tunanetra M. Efendi mengatakan bahwa penggunaan semua indra maupun fungsi motorik sebagai eksplorasi memiliki peranan yang sangat penting terhadap lingkungan sekitar. Diantara pancaindra yang dimiliki manusia, indra penglihatan merupakan indra terdepan yang memiliki kontribusi besar. Meskipun penglihatan memiliki peranan yang sangat vital, namun bukan berarti dengan hilangnya fungsi penglihatan manusia sama sekali tidak mempunyai kesempatan memperoleh pengalaman melalui berbagai interaksi dengan lingkungan sekitarnya, melainkan ia masih dapat mensubstitusi hilangnya indra penglihatan tersebut melalui kompensasi indra lain yang masih berfungsi, walaupun hasilnya tidak sebaik dan selengkap jika disertai dengan penggunaan indra penglihatan. Oleh karena itu, anak yang bergantung pada kemampuan indranya selain penglihatan seperti anak tunanetra akan mengembangkan pengertian tentang dunia sekitar dengan cara yang berbeda dengan anak yang dapat memanfaatkan penglihatannya. Tidak heran jika pengertian anak tunanetra terhadap suatu benda atau objek yang dikenalnya cenderung bersifat verbalistis, yakni pengenalan yang sebatas kata-kata atau suara tanpa memahami makna atau hakikat benda atau objek yang dikenalnya. 51 Selanjutnya dikatakan bahwa perabaan memiliki peran yang penting. Melalui perabaan, anak-anak tunanetra dapat langsung melakukan kontak dengan objek yang ada di sekitarnya. Urgensi perabaan bagi anak tunanetra dapat memberikan gambaran secara konkret mengenai ukuran, posisi, temperatur, berat, dan bentuk, di samping juga berguna sebagai pengganti mata dalam kegiatan membaca tulisan yang menggunakan huruf braille.52 Meskipun anak tunanetra memiliki keterbatasan dalam mengenal lingkungan sekitarnya, bukan berarti mereka memiliki kecerdasan yang 51 52
Nandiyah Abdullah, op.cit., hal. 11 Ibid., hal. 11-12
36
rendah jika dibandingkan dengan anak normal. Dari segi intelegensi, seorang ahli pendidikan tunanetra, Heyes menyimpulkan hasil penelitiannya tentang kondisi kecerdasan anak tunanetra sebagai berikut: a.
Ketunanetraan tidak secara otomatis mengakibatkan kecerdasan rendah.
b.
Mulainya ketunaneraan tidak memengaruhi tingkat kecerdasan.
c.
Anak tunanetra ternyata banyak yang berhasil mencapai prestasi intelektual yang baik, apabila lingkungan memberikan kesempatan dan motivasi kepada anak tunanetra untuk berkembang. 53 Dalam
banyak
hal, anak
berkelainan penglihatan memiliki
persamaan dengan anak-anak yang normal. Mereka mempunyai kebutuhan yang sama, yakni kebutuhan jasmani maupun rohani. Tetapi ada beberapa perbedaan kebutuhan pendidikan. Anak berkelainan penglihatan membutuhkan fasilitas yang berbeda sesuai dengan kekurangan penglihatannya agar mereka dapat mencapai tingkat perkembangan yang optimal. 54 Memperhatikan hal-hal di atas, penggunaan strategi yang tepat dalam pembelajaran bagi tunanetra menjadi hal penting yang harus diperhatikan
oleh
pendidik.
Seorang
pendidik
hendaklah
mempertimbangkan strategi apa yang akan dipakainya. Ia bisa saja menggunakan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran tidak langsung, pembelajaran interaktif, pembelajaran pengalaman, atau pembelajaran mandiri. Namun disamping itu, ia harus mampu mengembangkan strategi yang digunakan dengan penggunaan metode dan teknik tertentu yang dipertimbangkan dari keadaan siswa tunanetra yang dihadapi. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran yang didasarkan pada keberagaman kemampuan belajar mereka yang berbeda-beda. Strategi pembelajaran seperti ini 53 54
Ibid., hal. 12 Ibid., hal. 13
37
dapat diterapkan dengan efektif melalui perubahan atau penyesuaian antara kemampuan belajar mereka dengan harapan atau target, alokasi waktu, penghargaan, tugas-tugas, dan bantuan yang diberikan pada anakanak dari masing-masing kelompok yang beragam, meskipun mereka belajar dalam satu kelas yang sama, tapi mereka memperoleh materi yang berbeda.55 Apabila program dan proses belajar untuk anak tunanetra disesuaikan dengan prinsip keberagaman dari setiap kelompok anak, maka semua anak dalam satu kelas yang sama dapat mengikuti proses belajar sesuai dengan porsinya masing-masing. Siswa yang belajarnya cepat tidak harus mendapatkan materi dan alokasi waktu yang sama dengan teman sebayanya. Agar tidak membosankan mereka diberi pelajaran yang lebih tinggi dari yang lain, begitu juga bagi mereka yang dianggap kurang tidak harus diberi pelajaran yang sama dengan kelompoknya,
tapi mereka diberi
materi yang
sesuai dengan
kemampuannya supaya tidak merasa tertekan dalam belajar. Dengan kata lain, anak harus dihargai apa adanya, mereka harus merasa aman dan nyaman ketika berada di kelas. Selain itu, juga harus diciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi mereka. 56 Dengan
demikian
jelaslah
bahwa
melaksanakan
proses
pembelajaran pada anak tunanetra tidak sama dengan anak normal. Selain memerlukan pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus pula. Hal tersebut semata-mata bersandar pada kondisi yang dialami oleh anak tunanetra. Oleh karena itu dengan pendekatan dan strategi khusus dalam melaksanakan proses pembelajaran diharapkan anak tuna netra dapat:
55
a.
Menerima kondisinya
b.
Melakukan sosialisasi dengan baik
Ehan, Program Bimbingan Belajar Bagi Anak Tunanetra di Sekolah Menengah Atas Reguler, 2016, hal. 21, (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195 707121984032- EHAN/program_bimbingan_belajar_nilai.pdf) 56 Ibid., hal. 21
38
c.
Berjuang sesuai kemampuan
d.
Memiliki keterampilan yang dibutuhkan.57
C. Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain Pendidikan Agama. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa Pendidikan Agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. 58 Sedangkan di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. 59 Berkaitan dengan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang kini dipakai dalam penyebutan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah, maka pengertiannya tidak jauh dari pengertian Pendidikan Agama Islam itu sendiri. Hanya saja Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan penyebutan dalam kurikulum 2013.
57
Nandiyah Abdullah., op.cit., hal. 14 Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Agama Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 75 59 Ibid., hal. 75-76 58
39
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Secara umum, Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang Agama Islam, sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Selain itu, Pendidikan Agama Islam juga untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia dalam kehidupan
pribadi,
bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara. 60
Berkenaan dengan tujuan tersebut maka tujuan Pendidikan Agama Islam haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai ajaran Islam dan tidak boleh bertentangan dengan etika sosial. 61 Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yaitu (1) dimensi keimanan peseta didik terhadap ajaran Agama Islam; (2) dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran Agama Islam; (3) dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dialami peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam; dan (4) dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah ada pada diri peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya sehingga ia secara sadar tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran agama Islam dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.62 Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam bukan hanya untuk membentuk seseorang yang memahami dengan penuh penghayatan atas konsep ajaran Agama Islam namun juga untuk membentuk seseorang yang dengan sadar melakukan pengamalan atas ajaran Agama Islam. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. Ash-Shaff ayat 3 yang berbunyi: 60
Ibid., hal. 78 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 136 62 Muhaimin, dkk., op.cit., hal. 78 61
40
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”63 Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup materi PAI pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu al-Quran dan Hadits, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik.64
3. Fungsi Pengajaran Pendidikan Agama Islam Fungsi Pendidikan Agama Islam di sekolah atau madrasah menurut Abdul Majid dan Dian Andayani adalah: a.
Pengembangan, yaitu untuk mengembangkan atau meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah Swt. yang telah tertanam dalam lingkungan keluarga.
b.
Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup bagi peserta didik untuk mencari kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
c.
Penyesuaian mental, yaitu untuk membekali peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik mupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d.
Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
e.
Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan sekitar atau dari budaya lain yang dapat membahayakan peserta
63
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Syaamil Al-Qur’an, 2009), hal. 551 64 Muhaimin, dkk., op.cit., hal. 79
41
didik, dan menghambat
perkembangannya menuju manusia
Indonesia seutuhnya. f.
Pengajaran, yaitu untuk memberikan ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan gaib), sistem, dan fungsionalnya.
g.
Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan bakat khusus anak-anak di bidang agama Islam sehingga bakat tersebut dapat berkembag secara optimal dan dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain. 65
4. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Luar Biasa Pendidikan Agama Islam di sekolah luar biasa merupakan usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar dapat memahami dan mengamalkan ajaran Agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life.66 Pembelajaran di Sekolah Luar Biasa mengacu pada kurikulum yang berlaku di sekolah umum. Hanya saja kurikulum pada pendidikan khusus menganut fleksibelitas kurikulum, yakni: fleksibel dalam waktu, materi, dan penilaian. Hal tersebut dikarenakan peserta didik di sekolah khusus memiliki kemampuan yang berbeda-beda sehingga kurikulum disesuaikan dengan kemampuan tersebut. Kurikulum pembelajaran agama di sekolah luar biasa secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua program yaitu program umum dan program keterampilan. Program umum berlaku untuk semua jenis pelajaran sebagaimana di sekolah umum,
sedangkan
program
keterampilan
jumlahnya
bervariasi
disesuaikan dengan kebutuhan pada tiap jenis ketunaan yang ada. 67 Mata pelajaran yang ada di sekolah luar biasa memiliki dua aspek kegiatan yaitu teori dan atau kegiatan praktek. Pokok bahasan dari tiap mata pelajaran, ada yang hanya bersifat teori dan ada yang bersifat teori 65
Abdul Majid dan Dian Andayani, op.cit., hal.134-135 Fathurrahman, Pembelajaran Agama pada Sekolah Luar Biasa, El-Hikam: Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman, vol. 7, 2014, hal. 77 67 Ibid., hal. 77-78 66
42
beserta praktek. Untuk pokok bahasan yang hanya bersifat praktek, bagaimanapun juga selalu diawali dengan penjelasan teori penjelasnya. Meskipun mereka memiliki keterbatasan, namun dalam proses kegiatan belajar mengajar siswa tetap dituntut untuk memiliki sikap atau etos kerja yang ada dalam masyarakat dan dunia kerja. 68 Berkaitan dengan materi pelajaran PAI di sekolah luar biasa, secara garis besar dikelompokkan ke dalam 4 bagian berikut: a.
Hubungan manusia dengan Allah Swt.
b.
Hubungan manusia dengan diri sendiri.
c.
Hubungan manusia dengan sesama manusia.
d.
Hubungan manusia dengan makhluk lainnya. 69 Empat komponen di atas kemudian dijabarkan pada tiap jenjang
pendidikan dalam wujud kompetensi yang ingin dicapai. 70 Pada jenjang sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), kompetensi dasar Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut: a.
Memahami ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan fungsi manusia sebagai khalifah, demokrasi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.
Meningkatkan keimanan kepada Allah sampai Qadha dan Qadar melalui pemahaman terhadap sifat dan Asmaul Husna.
c.
Berperilaku terpuji seperti husnudzan, taubat, dan raja’ dan meninggalkan perilaku tercela seperti isyrof, tabzir dan fitnah.
d.
Memahami sumber hukum Islam dan hukum taklifi serta menjelasakan hukum muamalah dan hukum keluarga dalam Islam.
e.
Memahami sejarah Nabi Muhammad pada periode Mekkah dan periode Madinah serta perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia. 71
68
Ibid., hal. 78 Ibid., hal. 79 70 Ibid., hal. 79 71 Ibid., hal. 80 69
43
D. Implementasi Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB-A Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam subbab sebelumnya, peserta didik dengan gangguan penglihatan memiliki karakteristik tersendiri sehingga seorang pendidik memerlukan cara-cara tertentu agar peserta didik dapat belajar dengan baik. Seorang pendidik pada mata pelajaran PAI harus memperhatikan strategi yang ia gunakan yakni rencana-rencana dari awal hingga akhir pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai. Strategi tersebut pada dasarnya meliputi pengimplementasian metode-metode dan teknik dalam pembelajaran. Dalam dunia pengajaran telah dikenal banyak metode. Metode-metode tersebut dapat digunakan dalam berbagai pengajaran terutama pada pengajaran Pendidikan Agama Islam. Berikut macam-macam metode dalam pembelajaran: a.
Metode Ceramah Merupakan metode yang dilakukan dengan cara menyampaikan materi secara lisan oleh guru.72 Peranan murid dalam metode ceramah adalah mendengarkan dengan cermat serta mencatat hal-hal penting yang diutarakan oleh guru.73 Metode ini termasuk metode yang paling banyak digunakan karena biaya murah dan mudah dilakukan, memungkinkan banyak materi yang dapat disampaikan, adanya kesempatan bagi guru untuk menekankan bagian yang penting, dan pengaturan kelas dapat dilakukan secara sederhana. Selain itu metode ini memiliki target pengajaran lebih banyak pada ranah kognitif. 74
b.
Metode Resitasi Merupakan metode yang dilakukan dengan cara memberikan penugasan kepada peserta didik sehingga memunculkan belajar mandiri bagi siswa. Dalam hal ini guru perlu menyadari bahwa siswa mampu untuk
72
Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta: PT Indeks, 2013), hal. 119 Jamaludin, dkk., op.cit., hal. 178 74 Abuddin Nata, op.cit., hal. 182 73
44
melaksanakan
tugas
yang
diberikan
dan
siswa
harus
mempertanggungjawabkan hasil pengerjaan tugas kepada guru.75 Metode penugasan ini memiliki manfaat antara lain dapat merangsang dan menumbuhkan kreativitas siswa, mengembangkan kemandirian, memberikan keyakinan tentang apa yang dipelajari di kelas, membina kebiasaan siswa untuk selalu mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi, membuat siswa lebih bergairah dalam belajar, membina tanggung jawab dan disiplin para peserta didik. 76 c.
Metode Tanya Jawab Merupakan metode yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada peserta didik. Pertanyaan yang dapat berupa lisan atau tertulis dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajari oleh siswa pada waktu pembelajaran sebelumnya. 77 Metode ini banyak digunakan karena dapat menarik perhatian, merangsang daya pikir, membangun keberanian, melatih kemampuan berbicara dan berfikir secara teratur.78
d.
Metode Diskusi Merupakan metode yang ditandai dengan adanya upaya untuk membangkitkan kemampuan peserta didik dalam menyampaikan pendapat, pengetahuan, pengalaman maupun wawasan suatu materi pelajaran dalam kelompok.79 Selain itu, dalam metode ini siswa mempelajari sesuatu melalui musyawarah di antara sesama mereka di bawah pimpinan atau bimbingan guru. Hal ini penting bagi kehidupan siswa dalam bermasyarakat, bukan hanya saja karena manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan seorang diri, melainkan juga karena melalui kerja sama atau musyawarah mungkin akan diperoleh suatu pemecahan masalah yang lebih baik. 80
75
Agoes Dariyo, loc.cit., hal. 119 Abuddin Nata, op.cit., hal. 186-187 77 Agoes Dariyo, loc.cit., hal. 119 78 Abuddin Nata, op.cit., hal. 183 79 Agoes Dariyo, op.cit., hal. 120 80 Jamaludin, dkk., op.cit., hal. 200 76
45
e.
Metode Demonstrasi Merupakan metode yang dilakukan dengan cara menyampaikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan atau memperlihatkan secara langsung proses dari suatu objek. Berbagai proses dari sesuatu dapat dilihat atau dihayati siswa bila guru sebagai seorang yang diminta atau salah seorang di antara siswa itu sendiri mempertunjukkannya. 81 Metode demonstrasi ini banyak digunakan dalam rangka mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pengaturan dan pembuatan sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, dan juga untuk mengetahui dan melihat kebenaran sesuatu.82
f.
Metode Eksperimen Merupakan metode yang dilakukan dengan cara menugaskan siswa untuk melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri tentang sesuatu yang dipelajari. Melalui metode eksperimen ini siswa diberikan kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri, mengamati proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Selain itu, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran atau mencoba mencari data baru yang diperlukannya, mengolah sendiri, membuktikan suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan. 83
g.
Metode Proyek Merupakan
metode
yang
dilakukan
dengan
cara
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menggunakan unit-unit kehidupan sehari-hari sebagai bahan pelajarannya, agar mereka tertarik untuk belajar. Pada metode ini dihubungkan sebanyak mungkin pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Prinsip metode ini adalah usaha yang 81
Ibid., hal. 184 Abuddin Nata, op.cit., hal. 183-184 83 Ibid., hal. 195 82
46
membahas suatu unit pelajaran ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Metode ini dapat memantapkan pengetahuan yang diperoleh siswa, menyalurkan minat, serta melatih siswa untuk menelaah suatu materi pelajaran dengan wawasan yang lebih luas. 84 h.
Metode Bercerita Merupakan metode yang dilakukan sebagaimana metode ceramah karena informasi yang disampaikan melalui penuturan atau penjelasan lisan. Dalam metode ini, guru maupun siswa dapat berperan sebagai penutur. Salah satu bentuk metode ini adalah membaca cerita. 85 Novita Siswayanti dalam karyanya yang berjuful Dimensi Edukatif pada KisahKisah Al-Quran menuturkan tentang metode ini. “Metode kisah hadir untuk mendobrak dominasi metode indoktrinasi yang cenderung membosankan dan menekan peserta didik dalam menerima pesan-pesan pendidikan. Metode kisah menyuguhkan pesan-pesan pendidikan dalam format yang digemari, sehingga mudah dicerna, bahkan dapat menembus relung pikiran dan hati mereka. Perasaan asyik dalam mengikuti alur kisah, tanpa rasa jemu, memudahkan mereka memetik manfaat dan pesan yang disampaikan.”86 Selanjutnya, Novita Siswayanti juga menuturkan: “Selain “memanjakan” pendengar atau pembaca melalui kesusastraan yang unik, menarik, dan memikat hati, dari segi pendidikan Islam, kisah mempunyai dampak edukatif yang sulit digantikan oleh bentuk bahasa lainnya. Di samping memperluas wawasan, metode pendidikan kisah dapat merangsang daya pikir, imajinasi, dan daya ingat; memberi pengalaman emosional; serta menanamkan pendidikan moral dalam format “enjoyment” dan hikmah. Termasuk dalam hal ini adalah kisah-kisah dalam alQuran.”87
i.
Metode Sosiodrama dan Bermain Peran Merupakan
metode
yang
mengarahkan
peserta
didik
untuk
mengembangkan keterampilan berbicara di depan umum, keterampilan 84
Jamaludin, dkk., op.cit., hal. 211-212 Ibid., hal. 206 86 Novita Siswayanti, Dimensi Edukatif pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, Suhuf, vol. 3, 2010, hal. 75 87 Ibid., hal. 69 85
47
memainkan peran dan mampu menghayati tokoh yang diperankan. Melalui metode ini siswa diharapkan dapat menghayati nilai-nilai, sikap, norma, tindakan, dan perilaku tokoh yang diperankan. 88 j.
Metode Studi Wisata Merupakan metode yang dilakukan dengan cara menyajikan pelajaran dengan membawa siswa ke luar untuk mempelajari berbagai sumber belajar yang terdapat di luar kelas. Metode ini sering dinilai sebagai bentuk pengajaran modern, yaitu pengajaran bukan hanya berlangsung di ruang kelas, melainkan juga di luar kelas. Pelaksanaan metode ini didasarkan pada pandangan, bahwa pendidikan yang terdapat di sekolah tidak dapat dilepaskan dari berbagai kemajuan yang terdapat di masyarakat.89 Dalam wisata, peserta didik dapat ditugaskan untuk melakukan observasi,
maupun wawancara terhadap orang-orang
professional yang ditemui. 90 k.
Metode Over Learning dan Drill Merupakan metode yang ditandai dengan adanya kegiatan pemberian materi secara berulang-ulang oleh guru dengan tujuan agar peserta didik dapat menguasai kompetensi akademik.91 Ciri khas dari metode ini adalah kegiatan pengulangan yang dilakukan berkali-kali dari suatu hal yang sama. Pengulangan ini sengaja dilakukan berkali-kali agar asosiasi antara stimulus dan respon menjadi sangat kuat dan tidak mudah dilupakan. 92
l.
Metode Studi Kasus Merupakan metode yang ditandai dengan pemberian kasus-kasus kepada siswa untuk dicarikan solusinya dengan berpedoman kepada materi pelajaran yang telah didapatkan dari guru. Siswa dapat memanfaatkan berbagai materi pengetahuan yang diperoleh selama mempelajari materi
88
Agoes Dariyo, op.cit., hal. 121 Abuddin Nata, op.cit., hal. 184-185 90 Agoes Dariyo, loc.cit., hal. 121 91 Ibid., hal. 121 92 Jamaludin, dkk., op.cit., hal. 180 89
48
pelajaran di kelas yang disampaikan oleh guru untuk dijadikan pijakan dalam menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Metode ini dapat melatih daya kreasi dan berfikir kritis siswa dalam menelaah kasus-kasus tersebut.93 m. Metode Kerja Lapangan Merupakan metode yang mengharuskan siswanya untuk melakukan suatu pekerjaan lapangan dalam periode tertentu sebagai bagian dari penerapan konsep pengetahuan yang telah dipelajari dalam materi pelajaran. Tujuan dari metode ini adalah agar siswa dapat menerapkan konsep pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik dalam melakukan suatu pekerjaan. 94 n.
Metode Brainstorming Merupakan metode pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan berbagai kemungkinan pemikiran yang disampaikan peserta didik. Berbagai pandangan dan pemikiran yang merupakan usulan peserta didik ditampung dan dievaluasi untuk memperoleh jawaban terbaik, kreatif, dan inovatif. Dalam penerapan metode ini peran aktif siswa sangat penting karena proses ini diikuti oleh semua siswa dalam kelas. 95
o.
Metode Inquiry Merupakan metode yang dilakukan dengan membuat pertanyaanpertanyaan berdasarkan materi pelajaran dengan tujuan agar peserta didik
mempelajari
dan
mengerjakan
pertanyaan
berdasarkan
pengetahuan yang telah dimiliki. 96 p.
Metode pemberian contoh atau teladan Merupakan metode yang dilakukan dengan menunjukkan contoh-contoh keteladanan terutama dari kehidupan Nabi Muhammad SAW. 97
93
Agoes Dariyo, op.cit., hal. 122 Ibid., hal. 122 95 Ibid., hal. 122 96 Ibid., hal. 123 97 Dimas Ahmad Sarbani, Metode Pengajaran Dalam Pendidikan Agama Islam, Jurnal Al Fatih, 2015, hal. 46 94
49
E. Hasil Penelitian Relevan Penulis tertarik untuk meneliti strategi pembelajaran sebagai upaya untuk mengungkapkan strategi pembelajaran PAI yang digunakan guru dalam rangka mentransferkan ilmu yang dimiliki kepada peserta didik di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Berkaitan dengan penelitian tentang strategi pembelajaran tersebut ada hasil penelitian-penelitian yang dilakukan peneliti lain yang sejalan dengan penelitian penulis, diantaranya: 1.
Skripsi yang disusun oleh Muhammad Khoddik dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Siswa SMPLB Tunarungu di SLB Yapenas Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta” tahun 2009. Dalam skripsi tersebut Muhammad Khoddik menjelaskan bahwa metode yang digunakan guru dalam menerapkan strategi pembelajarannya adalah metode ceramah, keteladanan, tanya jawab, pemberian tugas, dan drill. Sedangkan pendekatan yang
digunakan adalah individual,
kelompok,
dan
pembiasaan. Selain itu, ia juga menjelaskan tentang kendala-kendala yang dihadapi oleh guru yakni berasal dari siswa, fasilitas, dan media pembelajaran. Motivasi belajar yang rendah merupakan kendala yang berasal dari siswa. Dari segi fasilitas, kendalanya adalah pada ketersediaan buku-buku bacaan khusus dan sarana untuk praktik keagamaan. Sedangkan dari segi media pembelajaran adalah pada ketersediaan alat bantu pendengaran, pengeras suara, dan teknologi elektronik audio visual. 98 2.
Skripsi yang disusun oleh Siti Shobariyah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Kelas Akselerasi di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan” tahun 2013. Dalam skripsi tersebut Siti Shobariyah mendapati bahwa strategi pembelajaran yang digunakan guru adalah strategi pembelajaran inkuiri,
98
Muhammad Khoddik, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Siswa SMPLB Tunarungu di SLB Yapenas Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta”, Skripsi pada Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta, 2009, hal. 68-69
50
strategi pembelajaran berbasis masalah, dan strategi contextual teaching and learning. Strategi tersebut menjadikan siswa untuk lebih mengasah kemampuan berfikirnya dan merupakan faktor keberhasilan guru dalam mencapai
tujuan
pembelajaran
dan
merupakan
faktor
yang
meningkatkan semangat belajar siswa. Selain itu, penggunaan ketiga strategi tersebut telah mampu mendorong siswa untuk merealisasikan nilai-nilai ajaran agama Islam. 99 3.
Tesis yang disusun oleh Dinil Abrar Sulthani dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Islam 1 Al-Azhar Jakarta” tahun 2015. Dalam tesis tersebut Dinil Abrar mendapati bahwa guru PAI di SMA Islam 1 Al-Azhar Jakarta memahami dengan baik dan dapat menerapkan strategi pembelajaran dalam menyampaikan materi ajarnya. Bentuk strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi pembelajaran langsung, strategi pembelajaran tidak langsung, strategi pembelajaran interaktif, strategi pembelajaran melalui pengalaman, dan strategi pembelajaran mandiri. Sedangkan strategi pembelajaran yang diterapkan tersebut telah berimplikasi pada tiga aspek yakni aspek kognitif, afektif dan psikomotor.100
99
Siti Shobariyah, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Kelas Akselerasi di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan”, Skripsi pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2013, hal. 65-66 100 Dinil Abrar Sulthani, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Islam AlAzhar 1 Jakarta” Tesis pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2015, hal. 116-118
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dan waktu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang beralamat di jalan Pertanian Raya 12, RT 006, RW 04, Kelurahan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, 12440.
2.
Waktu Penelitian Waktu penelitian dari bulan April 2016 s.d. Desember 2016.
B. Latar Penelitian SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta merupakan SLB-A terbesar se-Indonesia yang dikhususkan untuk siswa dengan kebutuhan khusus tunanetra. SLB-A tersebut merupakan SLB-A yang berstatus sebagai sekolah negeri dan menaungi jejang sekolah dasar hingga menengah atas. SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta merupakan milik kementerian pendidikan dengan fasilitas pendukung seperti ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, perpustakaan, ruang guru, ruang kelas, toilet, gedung olah raga, gedung kesenian, lapangan olahraga, masjid dan mushola, gedung serba guna (aula), meeting room, kolam renang, wisma, penginapan, taman, tempat parkir bengkel dan tempat refleksi. 1
C. Metode Penelitian Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara alamiah dalam bidang tertentu untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip baru. Menurut Furchan metode penelitian adalah strategi umum dipakai dalam mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan 1
Hasil observasi pada tanggal 16 November 2015
51
52
guna menjawab persoalan yang dihadapi. 2 Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang di dalamnya mengkaji suatu fokus, dengan melibatkan pendekatan interpretatif dan naturalistik dalam bidang kajiannya. Hal tersebut berarti bahwa para peneliti dalam penelitian kualitatif mengkaji hal-hal dalam latar alami untuk mencoba memahami atau menginterpretasikan masalah atau fenomena yang berkenaan dengan makna yang dimilikinya. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak hanya mendeskripsikan data tetapi ia juga harus memberikan penafsiran atau interpretasi dan pengkajian secara mendalam pada setiap kasus dan mengikuti perkembangan kasus tersebut.3 Kegiatan pokok dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis secara intensif tentang fenomena sosial yang diteliti yaitu, halhal yang berkaitan dengan strategi pembelajaran yang diterapakan oleh guru Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra kelas X, XI, XII SMALB di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Observasi Observasi secara bahasa berarti memperhatikan dan mengikuti. Menurut John W. Creswell “observation is the process of gathering open-ended, firsthand information by observing people and places at a research site”.4 Sedangkan menurut Cartwright & Cartwright dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial karya Haris Herdiansyah, observasi merupakan suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati
2
Ihat Hatimah, dkk., Penelitian Pendidikan, (Bandung: UPI Press, 2007), hal. 81 H. Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), hal. 50 4 John W. Creswell, Educational Research (Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research), (Boston: Pearson Education, 2012), forth edition, hal. 213 3
53
serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk tujuan tertentu. Observasi digunakan untuk mencari data yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan kesimpulan. 5 Observasi juga dapat diartikan sebagai pengamatan langsung dengan menggunakan segenap panca indra terhadap suatu objek untuk mendapatkan data. 6 Dalam observasi ini penulis melakukan pengamatan pada proses belajar mengajar dalam mata pelajaran PAI di kelas ataupun di luar kelas dan aktivitas peserta didik di lingkungan sekolah sehingga akan diperoleh gambaran tentang strategi pembelajaran. Berikut ini disajikan tabel tentang kisi-kisi observasi dalam penelitian ini. Tabel 3.1 Kisi-Kisi Observasi Objek pengamatan Pelaksanaan
Indikator strategi - Kondisi ruang kelas
pembelajaran di ruang kelas
- Kegiatan pembelajaran - Alat pembelajaran - Sumber belajar - Kondisi peserta didik
Pelaksanaan
strategi - Kondisi tempat pembelajaran
pembelajaran di selain ruang - Kegiatan pembelajaran kelas
- Alat pembelajaran - Sumber belajar - Kondisi peserta didik
Implikasi strategi pembelajaran
- Kegiatan
peserta
didik
di
luar
pembelajaran - Sikap dan tingkah laku peserta didik di lingkungan sekolah
5
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), Cet. III, hal. 131 6 Ihat Hatimah, dkk., op.cit., hal. 181
54
2.
Wawancara Menurut Gorden dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial karya Haris Herdiansyah,
wawancara adalah
percakapan antara dua orang yang salah satu di antaranya bertujuan untuk untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu.7 Sedangkan menurut Menurut John W. Creswell “A qualitative interview occurs when researchers ask one or more general, open-ended and record their answers. The researcher then transcribes and types the data into a computer file for analysis”. 8 Lebih lanjut, menurut Creswell interview (wawancara) dapat dilakukan dengan one-on-one interviews (wawancara secara personal), Focus Group Interviews (wawancara sekelompok orang), Telephone Interviews (wawancara melalui telepon), dan E-Mail Interviews (wawancara melalui e-mail). 9 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada kepala sekolah, koordinator SMALBA, guru PAI, dan peserta didik di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Berikut disajikan tabel kisi-kisi wawancara dalam penelitian ini. Tabel 3.2 Kisi-Kisi Wawancara Objek penelitian Strategi
Indikator
Sumber data
- Kegiatan pembelajaran
- Kepala
pembelajaran
sekolah,
Guru PAI, peserta didik - Peran guru dalam pembelajaran - Kesesuaian
antara
- Guru PAI
strategi, - Guru PAI
materi, dan kemampuan peserta didik Pendidikan Agama - Kurikulum
7
Haris Herdiansyah, op.cit., hal. 118 John W. Creswell, op. cit., hal. 217 9 Ibid., hal. 218-219 8
- Kepala
sekolah,
55
Islam
guru PAI - Materi
pelajaran
Pendidikan - Guru PAI
Agama Islam - Kegiatan keagamaan peserta - Kepala didik
sekolah,
guru PAI, peserta didik
- Pemahaman keagamaan peserta - Kepala didik
sekolah,
guru PAI, peserta didik
- Pengamalan keagamaan peserta - Kepala didik
sekolah,
guru PAI, peserta didik
3.
Studi Dokumentasi Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek. Hal ini dilakukan guna memperoleh gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dukumen lainnya. 10 Dalam penelitian ini studi dokumentasi dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen tentang sejarah SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, proses pembelajaran, RPP, dan catatan-catatan akademik.
E. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data Dalam upaya untuk memberikan keabsahan data yang akurat maka penelitian ini menggunakan beberapa cara, diantaranya: 1.
Melakukan prosedur cek ulang secara cermat Prosedur cek ulang merupakan teknik yang efektif untuk melihat keabsahan data temuan. Diantara hal yang dapat dilakukan dalam cek
10
Haris Herdiansyah, op.cit., hal. 143
56
ulang adalah dengan cara verifikasi data temuan yakni melakukan pengecekan apakah data yang diungkapkan oleh narasumber atau subjek penelitian sesuai dengan situasi konkret yang ditemukan di lapangan. 11 2.
Ketekunan pengamatan Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol. Kemudian melakukan penelaahan secara rinci hingga pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah dapat dipahami dengan cara yang biasa. 12
3.
Triangulasi Triangulasi
merupakan
teknik
pemeriksaan
data
dengan
cara
memanfaatkan sesuatu di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.13 Triangulasi dapat dilakukan dengan tiga cara yakni triangulasi sumber, metode, dan waktu. Melalui triangulasi sumber, peneliti mencari informasi lain dari berbagai sumber tentang suatu topik yang digalinya. Misalnya setelah mendapatkan data dari wawancara kepada guru dilakukan pula wawancara kepada kepala sekolah, guru lain atau peserta didik. Selanjutnya, melalui triangulasi metode yakni dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu metode terhadap sumber yang sama. Jika triangulasi sumber dilakukan hanya dengan satu metode, misalnya wawancara, maka untuk triangulasi metode harus digunakan dengan berbagai metode yang lain. Metode lain yang bisa digunakan misalnya observasi. Selanjutnya triangulasi waktu yakni dilakukan pada waktu atau kesempatan yang berbeda-beda. Misalnya peneliti mengamati guru mengajar pada pagi hari dan pada siang hari. 14
11
Ibid., hal. 189 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi, hal. 73 13 Ibid., hal. 74 14 Nusa Putra, Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal 103-105 12
57
F. Teknik Analisis Data Analisi data yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan model analisis data mengalir. 15 Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis sebagai berikut: 1.
Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data ini peneliti membuat catatan-catatan yang dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
2.
Reduksi Data Reduksi data merupakan proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data menjadi bentuk tulisan yang akan dianalisis. 16 Proses reduksi
data
meliputi
langkah
penyeleksian,
pemfokusan,
penyederhanaan, pengabtraksian, dan pentransformasian data mentah yang telah diperoleh. 17 3.
Penyajian Data Penyajian data dalam penelitian kualitatif umumnya dilakukan dalam bentuk teks naratif yang menceritakan secara panjang lebar tentang temuan penelitian. Namun untuk teks naratif tertentu ada yang disajikan dalam bentuk gambar, bagan, dan tabel. Penggunaan gambar, bagan dan tabel tersebut
dilakukan untuk mempermudah pembaca dalam
memahami isi penelitian. 18 4.
Penarikan Kesimpulan Setelah melakukan pengumpulan data, reduksi data, dan penyajian maka langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan. Kesimpulan yang dibuat mengarah kepada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya dan mengungkapkan “what” dan “how” dari temuan penelitian. 19
15
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, op.cit., hal. 69 Haris Herdiansyah, op.cit., hal 165 17 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, op.cit., hal. 70 18 Ibid., hal 70-71 19 Haris Herdiansyah, op.cit., hal 179 16
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta 1. Identitas Sekolah Nama Sekolah
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Nama Kepala Sekolah : Drs. Triyanto Murjoko, M.Pd Alamat
: Jln. Pertanian Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan 12440
Telp.
: 021-7657327 / 021-7690033
NPWP
: 00.667.075.6-016.000
Akreditasi
: A
Status Gedung
: Milik Sendiri
Status Tanah
: Milik Pemerintah Pusat
Luas Bangunan
: 32767 m2
Luas Tanah
: 32767 m2
Kurikulum
: 2013 dan KTSP
2. Sejarah Singkat Sekolah Luar Biasa untuk Tunanetra Pembina Tingkat Nasional (SLB-A PTN Jakarta) merupakan lembaga pendidikan untuk tunanetra yang didirikan
oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 9
Desember 1981 dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Soeharto. Sekolah khusus ini berlokasi di kompleks perumahan anggota DPR dan Departemen Kehakiman, di Jalan Karang Tengah, Jakarta Selatan tepatnya di Jalan Pertanian Raya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan 12440. SLB-A PTN merupakan lembaga khusus tunanetra yang bertaraf nasional dan merupakan satu-satunya lembaga yang ada di Indonesia. Peresmiaannya sekaligus sebagai puncak acara kegiatan Tahun Internasional Para Cacat (TICA) PBB di tahun yang sama.
58
59
Pembangunan sekolah tersebut merupakan realisasi dari salah satu program nasional dalam usaha peningkatan mutu pendidikan anak tunanetra. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sub Direktorat Pendidikan Luar Biasa, memberikan lahan seluas 4,5 hektar guna dibangun fasilitas pendidikan luar biasa untuk kecacatan tunanetra. Bangunan di lahan seluas 4,5 hektar tersebut meliputi gedung sekolah, wisma, asrama, perumahan guru dan karyawan, gedung orientasi dan mobilitas, perpustakaan, taman bermain, resources center, dan unit percetakan braille. Tahun 1983 diangkatlah seorang Kepala Sekolah untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional, disusul dengan pengangkatan guru-guru baru, sedangkan murid belum ada karena murid yang ada di Lebak Bulus adalah murid di SLB Negeri Bagian A Jakarta dari Jln. RS Fatmawati, Cilandak. Dengan demikian maka dalam satu lokasi gedung terdapat 2 SLB yang sama-sama menangani pelayanan pendidikan bagi anak tunanetra. Tahun 1986 (November), keputusan membagi murid SLB Negeri bagian A Jakarta untuk SLB Negeri Bagian A Jakarta sendiri dan SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Atas persetujuan Ka Kanwil Depdikbud DKI Jakarta dan Ditdiknas, SLB Negeri Bagian A Jakarta secara berangsur-angsur menyerahkan murid tunanetranya kepada SLBA PTN. Sementara SLB Negeri Bagian A Jakarta secara berangsurangsur merintis menerima murid B dan C sebagai SLB Persiapan B/C. SLB-A PTN mengelola wilayah bagian utara, SLB Negeri Jakarta mengelola wilayah bagian selatan. Tahun 1987 Gedung SLB Negeri di Jln. RS Fatmawati resmi dihapus dengan SK Mendikbud No. 0358/M/1987 tertanggal 20 Juni 1987, sedangkan tanahnya dikembalikan kepada Depsos. Secara resmi pula pemindahan kegiatan SLB Negeri Bagian A Jakarta ke Lebak Bulus diterbitkan SK Mendikbud No. 0384/0/1987 tertanggal 1 Juli 1987.
60
Tahun 1992 siswa tunanetra seluruhnya ditangani SLB-A Pembina Tingkat Nasional, sedangkan SLB Negeri Bagian A Jakarta seluruhnya melayani pendidikan anak tunarungu dan tunagrahita.
3. Tugas dan Fungsi Berdasarkan SK. Mendikbud No. 0413/0/1981 tugas dan fungsi SLB-A PTN adalah: a.
Melakukan percontohan pendidikan tingkat persiapan, dasar, lanjutan dan menengah sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
b.
Mengadakan pemeriksaan psikologis, medis dan sosiologis.
c.
Melakukan kajian di bidang proses belajar mengajar di SLB dan penerapannya.
d.
Mengadakan latihan dan penyegaran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya serta penyelenggaraan pendidikan luar biasa.
e.
Melakukan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa dan masyarakat.
f.
Membina hubungan kerjasama dengan orang tua siswa dan masyarakat.
g.
Melakukan publikasi yang menyangkut pendidikan luar biasa sesuai dengan kelainannya.
h.
Melakukan urusan tata usaha rumah tangga sekolah.
4. Visi dan Misi Visi dan misi dari SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta adalah sebagai berikut: a.
Visi Terwujudnya peserta didik yang berprestasi dan berakhlak mulia.
b.
Misi 1)
Mewujudkan pembelajaran akademik yang mengacu pada standar nasional pendidikan.
2)
Mewujudkan pembelajaran non akademik yang sesuai dengan bakat dan minat peserta didik.
61
3)
Mewujudkan budaya beribadah.
4)
Mewujudkan budaya sopan.
5. Fasilitas SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta berdiri di atas tanah seluas 32767 m2. Sekolah tersebut memiliki fasilitas pendukung seperti ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, perpustakaan, ruang guru, ruang kelas, toilet, gedung olah raga, gedung kesenian, lapangan olahraga, masjid dan mushola, gedung serba guna (aula), meeting room, kolam renang, wisma, penginapan, taman, tempat parkir bengkel dan tempat refleksi.
6. Program dan Layanan a.
Pendidikan 1)
Jenjang TK A dan Intervensi Dini Pelayanan yang diberikan pada unit intervensi dini antara lain: a)
Sumber
informasi
bagi
masyarakat
luas mengenai
penanganan anak usia dini yang memiliki hambatan penglihatan. b)
Konseling
bagi
orang
tua
yang
memiliki
anak
berkebutuhan khusus. c)
Pengembangan
kemampuan
anak-anak
berkebutuhan
khusus dengan gangguan penglihatan. d)
Pusat penelitian dan pengembangan intervensi dini bagi anak berkebutuhan khusus.
e)
Konsultan bagi lembaga-lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak untuk mengembangkan pendidikan inklusif.
2)
Jenjang SDLB Jenjang SDLB sama dengan SD, baik dari segi kurikulum maupun tingkatan kelas yang ada. Lulusan SDLB dapat melanjutkan ke SMP umum atau ke SMPLB.
62
3)
Jenjang SMPLB Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum SMPLB. Lulusan SMPLB dapat melanjutkan ke jenjang SMALB atau mengikuti keterampilan untuk dapat terjun ke masyarakat.
4)
Jenjang SMALB Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum SMALB. Lulusan SMALB dibekali bebagai keterampilan untuk dapat terjun ke masyarakat.
b.
Produksi Buku Braille Menyediakan fasilitas untuk memproduksi buku braille yang meliput: buku-buku pelajaran, buku cerita dan pengetahuan umum untuk menunjang belajar siswa tunanetra di SLB maupun di sekolah umum.
c.
Perpustakaan Menyediakan buku-buku braille dan buku sumber lainnya bagi siswa tunanetra yang membutuhkan.
7. Sumber Daya Manusia Staf pengajar di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta berlatar belakang sarjana S1 dan S2 Pendidikan Khusus (PLB) dan telah berpengalaman dalam memberikan layanan pendidikan bagi tunanetra dan anak berkebutuhan khusus lainnya. Staf pengajar di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta berjumlah 41 orang yang didukung oleh 4 orang petugas tata usaha.
8. Peserta Didik Peserta didik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta adalah siswa yang mengalami hambatan penglihatan (tunanetra) baik yang buta total maupun kurang awas. Jenjang pendidikan yang dilayani yaitu Taman Kanak-Kanak (TKLB), Sekolah Dasar (SDLB), Sekolah Menengah (SMPLB dan SMALB). Selanjutnya, sejak berubahnya
63
paradigma pendidikan dari segresi ke integrasi/inklusi, SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta bekerja sama dengan sekolah regular memberikan layanan bimbingan (guru kunjung) bagi anak-anak tunanetra yang mengikuti pendidikan terpadu/inklusi di sekolah reguler di wilayah Jakarta. Berikut jumlah peserta didik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta tahun ajaran 2016-2017. Tabel 4.1 Jumlah Peserta Didik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta tahun ajaran 2016-2017 Jumlah Jenjang Pendidikan
L
P
JML
TKLB
2
4
6
SDLB
35
21
56
SMPLB
9
4
13
SMALB
8
3
11
54
32
86
Jumlah
B. Pelaksanaan Pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Pembelajaran di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMALB-A) secara umum dilaksanakan pada dua kelas paralel, yakni A dan B. Kelas A merupakan tipe kelas yang dipergunakan bagi siswa tunanetra dengan kecerdasan normal. Sedangkan kelas B dipergunakan bagi siswa tunanetra dengan kecerdasan yang tergolong di bawah rata-rata. Jadi pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMALB-A) ada kelas X A, X B, XI A, XI B, XII A, dan XII B. Pada jenjang SMALB-A terdapat total siswa sebanyak 11 orang. Kelas X A memiliki siswa sebanyak 4 orang yang terdiri dari 1 siswa perempuan dengan kategori low vision dan 3 siswa laki-laki dengan kategori totally blind namun masih dapat menerima sedikit sekali cahaya. Kelas X B memiliki
64
siswa sebanyak 2 orang dengan kategori low vision yang terdiri dari siswa perempuan dan laki-laki. Kelas XI A memiliki 1 orang siswa laki-laki dengan kategori low vision. Kelas XI B memiliki 1 orang siswa laki-laki dengan kategori totally blind. Kelas XII A memiliki siswa sebanyak 2 orang yang terdiri dari 1 siswa perempuan dengan kategori low vision dan 1 siswa lakilaki dengan kategori totally blind. Sedangkan kelas XII B memiliki 1 orang siswa laki-laki dengan kategori totally blind. Khusus untuk kelas XI B dan XII B, keduanya berada pada satu ruang kelas dan menerima pembelajaran yang sama. 1 Berkaitan dengan waktu pembelajaran pada jenjang SMALB-A, ada perbedaan antara kelas A dan B. Kelas A memiliki waktu belajar selama 40 menit dalam satu jam pelajaran. Sedangkan kelas B memiliki waktu belajar selama 35 menit dalam satu jam pelajaran. 2 Demikianlah secara umum kegiatan pembelajaran terlaksana di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Pembelajaran PAI di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada dasarnya dilaksanakan dengan mengacu pada visi misi sekolah yang telah dirumuskan. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa visi SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta adalah “Terwujudnya peserta didik yang berprestasi dan berakhlak mulia”. Visi ini menunjukkan bahwa tujuan pelaksanaan pembelajaran terutama pembelajaran PAI di sekolah tersebut berorientasi untuk mewujudkan peserta didik yang berprestasi dan berakhlak mulia yang dilaksanakan berdasarkan misi yang telah dirumuskan. Pembelajaran PAI di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta dilaksanakan dengan menggunakan dua kurikulum, yakni KTSP 2006 dan Kurikulum 2013. Dalam pengimplementasiannya, guru PAI bebas memilih antara dua kurikulum tersebut. Penggunaan dua kurikulum tersebut pada
1
Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 31 Agustus-2 Desember 2016, terlampir pada hal. 132-151 2 Ibid., hal. 132-151
65
dasarnya mengacu pada kondisi peserta didik.3 Peserta didik di sekolah tersebut memiliki kondisi fisik dan psikologis yang berbeda-beda. Ada tunenetra berat, tunenatra ringan, tunanetra dengan gangguan mental ringan dan tunanetra dengan gangguan mental berat. Sehingga ada siswa yang dapat belajar dengan baik menggunakan Kurikulum 2013 dan sebaliknya ada siswa yang mengalami kesulitan dan harus memakai KTSP 2006. Menurut Fathurrahman dalam jurnal El-Hikam dijelaskan bahwa pembelajaran di SLB mengacu pada kurikulum yang berlaku pada sekolah umum. Hanya saja menganut fleksibelitas kurikulum, yakni fleksible dalam waktu, materi, dan penilaian. Hal tersebut dikarenakan kemampuan yang berbeda-beda dari peserta didik sehingga kurikulum disesuaikan dengan kemampuan tersebut.4 Sejalan dengan hal tersebut, pengimplementasian kurikulum dalam kegiatan pembelajaran di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pun bersifat fleksibel dan mengacu pada kurikulum di sekolah umum. Jika didapati ada kesulitan dalam pengimplementasiannya maka akan disesuaikan dengan kondisi yang ada, seperti penyesuaian dalam penggunaan alat dan sumber belajar, materi, dan penilaian terhadap kondisi tersebut. Terkait dengan penilaian, peserta didik tunanetra dengan gangguan mental tetap dapat memperoleh nilai yang tinggi sebagaimana peserta didik tunanetra normal meskipun kemampuan mereka di bawah peserta didik tunanetra normal. Hal ini dikarenakan standar pencapaian kedua jenis siswa tersebut berbeda. Dalam hal ini indikator pencapaian disesuaikan dengan kemampuan siswa.5 Berkaitan dengan penyesuaian-penyesuaian tersebut, yang terpenting untuk diperhatikan adalah penyesuaian yang dapat menjadikan adanya
3
Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN, Koordinator SMALB-A, dan Guru PAI, terlampir pada hal. 97-115 4 Fathurrahman, Pembelajaran Agama pada Sekolah Luar Biasa, El-Hikam: Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman, vol. 7, 2014, hal. 77-78 5 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 107-108
66
perubahan pada diri peserta didik. Perubahan tersebut adalah dalam sikap, pengetahuan, dan praktik.6 Secara khusus, guru PAI di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta telah melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan visi misi sekolah. Hal ini berarti bahwa guru PAI telah sesuai dengan arah dan tujuan dari sekolah. Kepala Sekolah menuturkan bahwa guru PAI telah menyampaikan pelajaran sesuai dengan visi misi sekolah. Mereka juga memiliki arah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa. Hal ini terbukti dari adanya aktivitas keagamaan seperti sholat berjamaah, pembinaan rohis, dan baca al-Quran braille. 7 Pembelajaran PAI di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pun terbilang telah terlaksana dengan baik meskipun ada sedikit kekurangan pada administrasi pembelajaran. Menurut Kepala Sekolah, kekurangan tersebut dialami bagi guru-guru yang tunanetra. Meski demikian, muatan dan konten materi pembelajaran yang disampaikan tetap sesuai dengan kurikulum yang ada.8 Sedangkan Koordinator SMALB-A menyatakan bahwa pembelajaran PAI telah dilaksanakan dengan baik. selain itu Guru PAI dengan inisiatif pribadi telah menambahkan pembelajaran tambahan di luar jam belajar yang telah ditentukan seperti membaca al-Quran braille.9 Tambahan jam belajar tersebut menunjukkan adanya dedikasi yang baik dari guru PAI. Menurut siswa SMALB-A, pelajaran PAI telah disampaikan secara baik, menarik, dan mudah dimengerti. Siswa merasa senang dengan penyampaian pelajaran dari guru PAI. Tidak ada seorang siswa yang menyatakan bahwa mereka tidak merasa senang dengan hal tersebut.10 Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran PAI telah disampaikan dengan baik oleh guru PAI. Salah seorang siswa menyatakan bahwa pembelajaran PAI menyenangkan, tidak 6
Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 113 7 Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 97 8 Ibid., hal. 97-98 9 Hasil wawancara dengan Koordinator SMALB-A pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 102 10 Hasil wawancara dengan siswa SMALB-A, terlampir pada hal. 116-131
67
membosankan dan banyak bermuatan kisah-kisah yang membuatnya termotivasi dan bersedia mengamalkan suatu hal. 11 Selain merasa senang, siswa SMALB-A dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru PAI. Meski ada satu siswa yang menyatakan bahwa ia terkadang paham dan terkadang tidak, hal tersebut bukan berarti guru tidak menyampaikan pelajaran dengan baik. Sebaliknya, guru telah menyampaikan materi dengan baik sebab mayoritas siswa telah memahami apa yang disampaikan oleh guru PAI. Bahkan saat berada di luar pembelajaran mereka mengingat apa yang telah disampaikan oleh guru PAI seperti saat sholat, saat berada di lingkungan rumah, dan dalam aktivitas sehari-hari. 12 Pembelajaran
PAI
yang
telah
dilaksanakan oleh guru PAI dan terbilang baik tersebut telah memberikan banyak kontribusi dalam perkembangan peserta didik terutama dalam hal ibadah dan perilaku. Kepala
Sekolah
menuturkan
bahwa
di
sekolah tersebut siswa telah melaksanakan Gambar 4.1 : Seorang siswa tunanetra tampak menuntun siswa tunanetra yang lain (24082016)
wudhu dan sholat dengan baik bahkan sholatnya dilakukan secara berjamaah. Ada pula siswa yang hafidz al-Quran.13 Sepanjang
pengamatan yang dilakukan oleh penulis, penulis mendapati bahwa siswa SMALB-A menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik di lingkungan sekolah. Siswa terlihat santun saat berjumpa dengan guru dan bersikap baik serta akrab terhadap teman-temannya.14 Bahkan penulis sering mendapati siswa dengan kemampuan penglihatan yang lebih baik menuntun temantemannya yang memiliki kemampuan penglihatan lebih rendah.
11
Hasil wawancara dengan siswa bernama Nurul pada tanggal 1 dan 14 Desember 2016, terlampir pada hal. 116 12 Hasil wawancara dengan siswa SMALB-A, terlampir pada hal. 116-131 13 Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 98 14 Hasil observasi kegiatan siswa pada tanggal 2 September-2 Desember 2016, terlampir pada hal. 157
68
Adanya pembelajaran PAI yang baik dan telah banyak memberikan kontribusi yang luar biasa tersebut tentu tidak terlepas dari peran guru PAI dan dukungan-dukungan yang ada. Menurut Koordinator SMALB, guru PAI berperan penting dalam memahami kebutuhan-kebutuhan siswa. Bagi guru PAI yang tunanetra, mereka justru berkemungkinan bisa merasakan kebutuhan siswa tunanetra lebih baik dari guru PAI yang bukan tunanetra. 15 Pemahaman yang tepat mengenai kebutuhan-kebutuhan siswa akan dapat membuat guru tepat dalam memberikan pelajaran. Menurut Desmita dalam bukunya berjudul Psikologi Perkembangan Peserta Didik dijelaskan bahwa: “Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kegiatan belajar di sekolah pada prinsipnya juga merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhankebutuhan individu tersebut. Oleh sebab itu, seorang guru perlu mengenal dan memahami jenis dan tingkat kebutuhan peserta didiknya, sehingga dapat membantu dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka melalui berbagai aktivitas kependidikan, termasuk aktivitas pembelajaran. Di samping itu, dengan mengenal kebutuhan-kebutuhan peserta didik, guru dapat memberikan pelajaran setepat mungkin, sesuai kebutuhan peserta didiknya.”16 Dengan adanya pemahaman yang baik tentang siswa dan perlakuan yang tepat tentu akan dapat membuat perkembangan siswa optimal. Berkaitan dengan pemahaman mengenai siswa tersebut, pembelajaran PAI dilaksanakan dengan pendekatan individual. Artinya, memahami dan memperlakukan siswa secara individu, perlakuan terhadap siswa yang satu dengan yang lainnya bisa berbeda meski dalam satu kelas yang sama. Perbedaan ini dilakukan berdasarkan pada kecerdasan siswa dan faktor penyebab dibalik kecerdasan tersebut.17 Selanjutnya, pimpinan SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta sangat mendukung terhadap kegiatan pembelajaran PAI tersebut di atas. Hal ini tampak pada tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap, pelatihan, serta 15
Hasil wawancara dengan Koordinator SMALB-A pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 102 16 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. III, hal. 68 17 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 106
69
berbagai bentuk kegiatan keagamaan. Berbagai hal tersebut menunjukkan adanya komitmen dari pimpinan SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran PAI di sekolah tersebut. Berbagai sarana dan prasarana yang telah disediakan seperti sarana dan prasarana untuk kegiatan proses KBM, kegiatan ibadah, kegiatan olah raga, dan bermain merupakan fasilitas penunjang untuk terselenggaranya kualitas pendidikan yang bermutu. Sebagaimana yang ada dalam Standar Nasional Pendidikan bahwa sarana dan prasarana juga menjadi penunjang bagi penyelenggaraan pendidikan. Desmita menjelaskan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana merupakan upaya pemenuhan kebutuhan jasmaniah. Apabila
kebutuhan
jasmaniah
tidak
terpenuhi
dapat
memengaruhi
pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial peserta didik dan memengaruhi proses belajar mengajar di sekolah.18 Bentuk dukungan lain adalah pelatihan-pelatihan sebagaimana yang dituturkan
Koordinator
SMALB-A.
Pelatihan-pelatihan
tersebut
diselenggarakan oleh pemerintah maupun sekolah. Kegiatan tersebut mengajari braille dan mengajari bagaimana menangani anak tunanetra. Kegiatan tersebut dilakukan rutin setiap semester untuk meningkatkan mutu pelayanan pada anak.19 Untuk pelatihan dari pihak luar sekolah, dukungan dari sekolah adalah dengan mempersilahkan guru PAI mengikuti berbagai bentuk pelatihan yang diselenggarakan.20 Adapun bentuk dukungan yang berupa kegiatan keagamaan meliputi tadarus pagi, sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha berjamaah setiap awal bulan, pesantren ramadhan, dan kegiatan-kegiatan PHBI (Peringatan Hari Besar Islam).21 Kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut bertujuan untuk memacu siswa pada ketaatan dan ketakwaan, mengarahkan siswa pada
18
Desmita, op.cit., hal. 68-69 Hasil wawancara dengan Koordinator SMALB-A pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 101 20 Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 97 21 Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN, Koordinator SMALB-A, dan Guru PAI, serta hasil observasi kegiatan keagamaan, terlampir pada hal. 97-115 dan hal. 153-156 19
70
kebaikan dan akhlakul karimah, serta mengarahkan siswa agar kuat iman, kuat islam, mandiri, produktif, dan kreatif. Selain itu juga untuk memberikan pondasi dasar kepada siswa untuk beribadah dengan benar dan agar siswa benar-benar memahami dan merasakan secara langsung praktik-praktik keagamaan.22 Dengan demikian, siswa tidak hanya mendapatkan materi dan praktik melalui pembelajaran di dalam kelas namun juga mendapatkan penguatan melalui kegiatan-kegiatan keagamaan. Siswa akan mendapatkan pengalaman secara langsung dan pembiasaan, bukan hanya sekedar teori semata. Implementasi seperti ini merupakan bentuk pembelajaran secara konkret sebagai penyempurna pembelajaran PAI di kelas. Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan ini, siswa SMALB-A terbilang telah mengikuti dengan baik terutama kegiatan keagamaan rutin harian dan bulanan. Kepala sekolah, Koordinator SMALB-A, dan guru PAI memberikan keterangan bahwa siswa telah mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah dengan baik. 23 Siswa di SMALB-A merasakan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut memiliki manfaat. Bukan hanya sekedar penyempurna dan penguatan peribadatan, namun kegiatan tersebut dapat menjadi sarana untuk mempererat tali silaturrahim dan keakraban, serta membuat siswa senang.24 Demikianlah penuturan dari siswa SMALB-A. Dari pengamatan yang penulis lakukan memang tampak suasana kekeluargaan yang baik dalam kegiatankegiatan keagamaan di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Dalam proses pelaksanaan kegiatan keagamaan tersebut, guru PAI juga dibantu oleh guru-guru lain. Kondisi ketunanetraan pada sebagian guru PAI yang ada di sekolah tersebut tidak menjadi hambatan bagi terselenggaranya kegiatan keagamaan yang baik sebab guru selain guru PAI turut serta dalam upaya kelancaran kegiatan keagamaan tersebut, seperti turut serta dalam memfasilitasi kegiatan dan memandu jalannya kegiatan. 25 22
Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN, Koordinator SMALB-A, dan Guru PAI, terlampir pada hal. 97-115 23 Ibid., hal. 97-115 24 Hasil wawancara dengan siswa SMALB-A, terlampir pada hal. 116-131 25 Hasil wawancara dengan Koordinator SMALB-A pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 101
71
Kegiatan pembelajaran PAI dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang mendapatkan dukungan positif dari sekolah maupun dari guru-guru selain guru PAI tersebut merupakan bentuk upaya dan komitmen sekolah untuk perkembangan peserta didik yang lebih baik yang pada akhirnya untuk mewujudkan peserta didik yang berprestasi dan berakhlak mulia. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam visi sekolah. Selain itu, hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran PAI di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta tidak berhenti hanya di dalam kelas, namun juga dikembangkan di luar pembelajaran dalam bentuk amaliah dan pembiasaan.
C. Strategi Pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Peneliti melakukan wawancara, serangkaian observasi, dan studi dokumentasi untuk mengetahui strategi pembelajaran yang digunakan guru PAI. Untuk mempermudah melakukan pencarian data dan informasi di lokasi penelitian, peneliti menggunakan standar pengukuran strategi pembelajaran berdasarkan buku berjudul strategi pembelajaran karangan Junaedi, dkk. yang terdiri dari: 1) strategi pembelajaran langsung, 2) strategi pembelajaran tidak langsung, 3) strategi pembelajaran interaktif, 4) strategi pembelajaran pengalaman, 5) strategi pembelajaran mandiri. Mengacu pada standar pengukuran di atas, peneliti menemukan kelima strategi pembelajaran tersebut di lokasi penelitian. Berikut analisis peneliti dalam kelima strategi pembelajaran yang diterapkan di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang SMALB-A. 1.
Strategi Pembelajaran Langsung Dalam strategi pembelajaran langsung, guru menjadi pusat perhatian selama pembelajaran. Strategi seperti ini efektif untuk membangun keterampilan secara bertahap dan mudah direncanakan serta
72
digunakan. 26 Guru PAI di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta menggunakan strategi ini dalam pembelajarannya. Strategi pembelajaran langsung yang dilakukan oleh guru PAI ini sangat tampak pada pemberian penjelasan-penjelasan. Penjelasan guru PAI tersebut disampaikan dalam beragam cara. Hal ini tentu merupakan sesuatu yang dapat membuat pembelajaran PAI terasa menyenangkan. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa siswa merasa senang dengan pembelajaran PAI. Menurut Abudin Nata melalui metode ceramah atau menyampaikan materi melalui penjelasan langsung memungkinkan adanya kesempatan bagi guru untuk menekankan bagian penting dari materi yang disampaikan dan pengaturan kelas dapat dilakukan secara sederhana. Selain itu metode tersebut memiliki target pengajaran lebih banyak pada ranah kognitif. 27 Metode ini efektif dilakukan untuk membentuk kemampuan siswa dalam ranah kognitif dan menjelaskan secara langsung materi-materi pokok kepada siswa. Dalam pembelajaran, terkadang guru PAI tampak memberikan penjelasan dengan cara mengasosiasikan materi pelajaran PAI dengan pelajaran lain seperti biologi dan sosiologi atau hal-hal yang ada disekitar siswa.28 Pemberian asosiasi ini diberikan terutama menyangkut materi-materi yang sifatnya abstrak seperti ketauhidan yang umumnya memerlukan proses berfikir lebih untuk memahami dari pada materimateri lain. Guru PAI memberikan keterangan bahwa pada materi tauhid, siswa diminta untuk membayangkan hal-hal tentang dirinya atau membayangkan hal-hal disekitar yang ujungnya memahamkan bahwa dibalik hal-hal tersebut Allah lah yang berkuasa. 29 Pada intinya, untuk
26
Junaedi, dkk., Stretegi Pembelajaran, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), paket 1, hal. 12 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), Cet. III, hal. 182 28 Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 31 Agustus 2016, terlampir pada hal. 132 29 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 105 27
73
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan tauhid tersebut dilakukan dengan cara menghubungkan materi terhadap hal-hal disekitar yang dipahami oleh anak. Pemberian asosiasi ini tentu akan memberikan
kemudahan
dan
menambah pemahaman siswa terkait materi pelajaran PAI dalam konteks yang lebih luas. Meteri-materi yang terbilang
bersifat
abstrak
dan
memerlukan proses berfikir lebih akan mampu diserap oleh siswa dengan Gambar 4.2 : Suasana pembelajaran di dalam kelas (31082016)
baik sebab hal tersebut dikaitkan dengan hal-hal yang telah dipahami
oleh siswa. Sebagaimana yang diketahui bahwa anak tunanetra membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguasai dunia persepsi. 30 Selain itu, ada juga penjelasan guru PAI yang bersifat deskriptif. Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru PAI menjelaskannya dengan mendeskripsikan situasi dalam kondisi sebenarnya secara rinci seperti menjelaskan materi fiqih. Hal ini tentu juga dengan mempertimbangkan bahwa siswa yang diajari adalah siswa tunanetra. Deskripsi yang dilakukan guru PAI pun menekankan pada indra selain penglihatan, seperti indra peraba atau perasa dengan menyatakan kondisi rasa sejuk, suasana panas, rasa haus, rasa pahit dan lain-lain.31 Sebagaimana yang kita tahu bahwa tunanetra memiliki hambatan pada penglihatan, maka pendekatan dalam pembelajaran perlu memaksimalkan indra yang ada. Selain itu, guru PAI juga harus memperhatikan seberapa besar kemampuan persepsi siswa. Guru PAI memberikan keterangan bahwa 30
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hal. 115 31 Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 18 Oktober dan 30 November 2016, telampir pada hal. 134 dan 140
74
anak tunanetra itu memiliki IQ yang berbeda-beda.32 Dengan adanya hal ini sudah menjadi keharusan bagi guru PAI untuk mempertimbangkan cara dalam menyampaikan materi dan seberapa besar muatan materi tersebut perlu disampaikan. Beriringan dengan penyampaian penjelasan-penjelasan tersebut, guru PAI
sering
pula
memberikan dikte kepada siswa atau
mengistruksikan kepada siswa untuk mencatat hal-hal yang penting. Dikte yang diberikan guru PAI ini sifatnya berupa rangkuman materi pelajaran. Melalui hal ini, guru PAI berharap akan dapat memudahkan siswa dalam belajar sebab buku-buku braille jumlahnya terbatas dan tergolong tebal. 33 Sedangkan alat yang dipakai siswa untuk menuliskan dikte tersebut adalah reglet dan pen.34 Keduanya digunakan sebagai alat untuk menulis huruf braille. Dalam pendiktean tersebut, ada pula dikte ayat al-Quran. Pada bagian ini guru PAI menginstruksikan siswa untuk menulis ayat alQuran dengan huruf braille arab. Pada pendiktean ayat, guru PAI mendikte secara perlahan dengan menyebut huruf satu persatu dan harakatnya. Terkadang guru PAI menyebutkan kode dari huruf braille arab yang disebutkan. Pendiktean semacam ini dilakukan pada kelas A. Sedangkan untuk kelas B, pembelajaran menulis dengan menggunakan huruf braille arab masih sederhana, dalam arti belum pada penulisan ayat al-Quran. Pembelajarannya masih pada penulisan huruf hijaiyah satu persatu.35 Selain dengan dikte, guru PAI juga sering berkisah dan memberikan contoh peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Kisah yang disampaikan guru PAI beraneka ragam, yakni ada kisah tentang para nabi, para tokoh
32
Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 110 33 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 104 34 Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 31 Agustus-2 Desember 2016, terlampir pada hal. 132-151 35 Ibid., hal. 132-151
75
muslim, dan kisah hidup seseorang. Terkadang kisah-kisah tersebut disampaikan oleh guru PAI dengan cara mengaitkan kisah tersebut pada realita yang terjadi di masa sekarang yang selanjutnya menuntun siswa untuk mengambil hikmah dari hal tersebut.36 Menurut Novita Siswayanti dalam karya tulisnya yang berjudul Dimensi Edukatif pada Kisah-Kisah al-Quran dijelaskan: “Selain “memanjakan” pendengar atau pembaca melalui kesusastraan yang unik, menarik, dan memikat hati, dari segi pendidikan Islam, kisah mempunyai dampak edukatif yang sulit digantikan oleh bentuk bahasa lainnya. Di samping memperluas wawasan, metode pendidikan kisah dapat merangsang daya pikir, imajinasi, dan daya ingat; memberi pengalaman emosional; serta menanamkan pendidikan moral dalam format “enjoyment” dan hikmah. Termasuk dalam hal ini adalah kisah-kisah dalam alQuran.”37 Pemberian kisah-kisah yang inspiratif dan dikemas secara menarik tersebut tentu akan membuat siswa semangat belajar, merasa senang, dan memberikan pengalaman emosional tersendiri dalam benak siswa. Seorang siswa memberikan keterangan bahwa pembelajaran PAI banyak bermuatan kisah-kisah yang membuatnya senang, termotivasi dan bersedia mengamalkan suatu hal. 38 Berkaitan dengan contoh-contoh yang diberikan, penyajiannya berupa perilaku dalam kehidupan sehari-hari dan peristiwa di sekitar siswa, yakni yang dapat dimengerti dengan baik oleh siswa. Pemberian contoh-contoh ini dilakukan agar siswa mudah memahami materi-materi yang disampaikan. Selanjutnya, dalam berkisah dan memberikan contoh-contoh tersebut, terkadang guru PAI menyertainya dengan candaan dan nasihatnasihat. Nasihat yang diberikan yakni tentang bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari dan meninggalkan 36 37
Ibid., hal 132-151 Novita Siswayanti, Dimensi Edukatif pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, Suhuf, vol. 3, 2010,
hal. 69 38
Hasil wawancara dengan siswa bernama Nurul pada tanggal 1 dan 14 Desember 2016, terlampir pada hal. 116
76
suatu sifat buruk.39 Melihat pada hal ini, maka tampak bahwa pembelajaran PAI telah dilakukan sesuai dengan tujuannya. Guru PAI pun sering kali memberikan masukan kepada siswa. Setelah menyampaikan berbagai penjelasan, guru PAI memberikan arahan tentang bagaimana seharusnya bersikap dalam menempuh kehidupan ini. Guru PAI pun juga memberikan motivasi-motivasi kepada siswa dalam pembelajaran. 40 Hal ini bukan hanya dilakukan pada pembelajaran di dalam kelas, guru PAI juga tampak melakukannya pada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pada kegiatan shalat dhuha berjamaah di awal bulan dan kegiatan Idul Adha. Strategi pembelajaran langsung ini pun juga dilakukan oleh guru PAI dalam pembelajaran tambahan pada hari jum’at, yakni pembelajaran baca al-Quran.
Penggunaan
strategi
pembelajaran langsung dilakukan guru dengan memberikan penjelasan terkait Gambar 4.3 : Pembelajaran al-Quran di ruang musik (21102016)
huruf arab braille. Untuk memberikan kemudahan bagi siswa, guru PAI
tampak mengasosiasikan bentuk atau kode dari huruf braille arab dengan huruf braille latin. Selain dengan penjelasan tersebut, guru PAI juga memberikan demonstrasi kepada siswa. Demonstrasi dalam bentuk suara atau dan rabaan.41 Berkaitan dengan penggunaan strategi pembelajaran langsung ini, ada perbedaan perlakuan dari guru PAI sebab siswa yang diajari memiliki keragaman. Perbedaan tersebut ada pada kedalaman materi yang diberikan. Pemberian materi yang diberikan untuk kelas B lebih 39
Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 31 Agustus-2 Desember 2016, terlampir pada hal. 132-151 40 Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 31 Agustus-2 Desember 2016 dan studi dokumen RPP, terlampir pada hal. 132-151 dan 158-174 41 Hasil observasi kegiatan pembelajaran al-Quran pada tanggal 21 Oktober 2016, terlampir pada hal. 152
77
ringan dari pada kelas A. Hal ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Selain itu, untuk kelas B penjelasannya lebih sering diulang-ulang dari pada kelas A.42 Strategi pembelajaran langsung ini merupakan strategi yang paling banyak digunakan guru PAI dalam pembelajaran. Sedangkan metode yang tampak sering digunakan oleh guru PAI adalah metode ceramah yang dilakukan dengan pendekatan melalui penjelasan-penjelasan dan pembelajaran berpusat pada guru. Mengenai strategi langsung ini, guru PAI menekankan adanya inovasi-inovasi seperti penjelasan yang dikemas melalui beragam suara dengan model wayang dan dalang. 43 Meskipun pembelajaran lebih banyak berpusat pada guru, jika hal tersebut dapat dikemas dan disajikan dengan baik tentu tidak akan mengurangi minat siswa dalam belajar. Justru akan membuat siswa antusias mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru PAI.
2.
Strategi Pembelajaran Tidak Langsung Dalam strategi pembelajaran tidak langsung, pembelajaran berpusat pada peserta didik sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Guru mengelola lingkungan belajar dan memberikan kesempatan peserta didik untuk terlibat.44 Guru PAI di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta menggunakan strategi ini dalam pembelajarannya. Strategi pembelajaran tidak langsung ini dilakukan oleh guru PAI melalui bermacam cara. Diantara caranya adalah melalui pemberian pertanyaan atau memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya yang dilakukan terutama pada awal pembelajaran. Pemberian pertanyaan atau pemberian kesempatan untuk ini tentu akan dapat membuat siswa lebih aktif.
42
Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 112 43 Ibid., hal. 111 44 Junaedi, dkk., loc.cit., hal. 12
78
Pertanyaan-pertanyaan
yang
diberikan guru PAI mengacu pada materi yang akan disampaikan. Hal ini dilakukan untuk menjadi acuan bagi guru PAI mengenai seberapa jauh peserta didik mengetahui dan mengenal tentang materi yang akan diajarkan.45 Gambar 4.4 : Siswa bertanya kepada guru
Anak tunanetra memiliki hambatan
mengenai al-Quran braille (27092016)
pada indra penglihatannya, sehingga
memaksa mereka menggunakan indra pendengaran mereka sebagai saluran utama penerima informasi dari luar yang berakibat pada pembentukan pengertian atau konsep suatu materi hanya berdasarkan pada suara dan bahasa lisan. 46 Selain itu anak tunanetra mengalami kesulitan dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menguasai dunia persepsi. 47 Dengan adanya pertanyaan-pertanyaan di awal pembelajaran ini dapat memberikan petunjuk kepada guru tentang bagaimana materi pelajaran sebaiknya dikemas dan disampaikan kepada peserta didik. Hal ini merupakan upaya guru untuk menyelami sebarapa jauh persepsi peserta didik mengenai materi yang akan disampaikan. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan pun terkadang juga dilakukan beriringan setelah guru memberikan penjelasan mengenai materi pelajaran. Pertanyaan yang diajukan dalam hal ini erat kaitannya dengan materi yang telah disampaikan dan memiliki tujuan, salah satunya untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajari oleh siswa pada waktu pembelajaran sebelumnya. 48 Metode tanya jawab tersebut banyak digunakan karena dapat menarik perhatian, merangsang daya pikir, membangun keberanian, 45
Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 110 46 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), hal. 15 47 Bandi Delphie, loc.cit., hal. 115 48 Agoes Dariyo, Dasar-Dasar Pedagogi Modern, (Jakarta: PT Indeks, 2013), hal. 119
79
melatih kemampuan berbicara dan berfikir secara teratur.49 Hal ini tentu akan melatih kepercayaan diri siswa dalam berinteraksi di sekolah maupun di luar sekolah. Cara lain dalam strategi pembelajaran tidak langsung ini adalah dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bercerita. Selain guru memberikan cerita kepada peserta didik, guru PAI juga tampak memberikan waktu kepada peserta didik untuk bercerita. Setelah seorang siswa bercerita, guru memberikan tanggapan atas cerita tersebut.50 Dalam hal ini, bukan lagi hanya guru yang bercerita namun siswa pun juga turut bercerita. Pemberian kesempatan untuk bercerita tersebut merupakan cara untuk meningkatkan partisipasi dari siswa dan meningkatkan kualitas kepercayaan diri siswa. Dari hasil wawancara dengan siswa bernama Nurul diketahui bahwa kegiatan berbicara dan menyampaikan pesan di depan umum bisa membuat dirinya percaya diri. Selain itu, peneliti juga mendapati bahwa peserta didik tampak sangat antusias dan senang dalam pembelajaran. Dalam karya tulis yang berjudul Dimensi Edukatif pada Kisah-Kisah al-Quran, Novita Siswayanti menjelaskan: “Metode kisah hadir untuk mendobrak dominasi metode indoktrinasi yang cenderung membosankan dan menekan peserta didik dalam menerima pesan-pesan pendidikan. Metode kisah menyuguhkan pesan-pesan pendidikan dalam format yang digemari, sehingga mudah dicerna, bahkan dapat menembus relung pikiran dan hati mereka. Perasaan asyik dalam mengikuti alur kisah, tanpa rasa jemu, memudahkan mereka memetik manfaat dan pesan yang disampaikan.”51 Selanjutnya, strategi pembelajaran tidak langsung ini dilakukan dengan menginstruksikan peserta didik untuk mempelajari, memahami, dan mencatat hal-hal penting dari buku yang disediakan oleh guru dalam
49
Abuddin Nata, op.cit., hal. 183 Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 31 Agustus 2016 dan studi dukumen RPP, terlampir pada hal. 132 dan hal. 161 51 Novita Siswayanti, op.cit., hal. 75 50
80
pembelajaran. 52 Dalam hal ini, guru memberikan fasilitas buku bacaan kepada siswa yang memuat materi pelajaran yang ditulis dalam tulisan braille. Setelah itu barulah guru memberikan penjelasan-penjelasan kepada siswa. Selama pengamatan peneliti, cara seperti tersebut hanya muncul pada pembelajaran di kelas A dan tidak muncul pada pembelajaran di kelas B. Dalam keterangan yang diberikan guru PAI usai melaksanakan pembelajaran, guru PAI pernah menuturkan bahwa cara seperti
ini
efektif dilakukan jika
siswa
memiliki minat yang baik untuk belajar, jika tidak hal ini tidaklah efektif untuk dilakukan. Selain itu, cara lain yang digunakan guru Gambar 4.5 : Siswa tunanetra sedang mempelajari buku braille dari guru (18102016)
adalah
dengan
meminta
peserta
didik
memberikan contoh-contoh. Contoh-contoh yang diminta terutama berkaitan dengan
perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Jika dalam memberikan contoh siswa mengalami kesulitan maka akan dituntun oleh guru. Pemberian contoh ini erat kaitannya dengan materi-materi akhlak. 53 Hal tersebut merupakan cara agar siswa lebih memahami apa yang telah disampaikan guru. Selain itu, hal ini dapat mendorong kreativitas siswa dan sebagai sarana bagi siswa untuk mengekspresikan pemahamannya. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa strategi pembelajaran tidak langsung memiliki kelebihan-kelebihan yaitu mendorong ketertarikan dan keingintahuan peserta didik, menciptakan alternatif dan menyelesaikan masalah, mendorong kreativitas dan
52
Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 18 Oktober 2016, terlampir pada hal.
140 53
Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 105-106
81
pengembangan keterampilan interpersonal dan kemampuan yang lain, pemahaman yang lebih baik, dan mengekspresikan pemahaman. 54
3.
Strategi Pembelajaran Interaktif Pembelajaran interaktif menekankan pada diskusi dan sharing di antara peserta didik. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bereaksi terhadap gagasan, pengalaman, pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk membangun alternatif berfikir dan merasakan. Dengan pembelajaran interaktif peserta didik dapat belajar dari teman dan gurunya untuk membangun keterampilan sosial dan dapat mengorganisasikan pemikiran dan membangun argumen yang rasional. 55 Strategi pembelajaran interaktif ini digunakan guru PAI dalam pembelajaran. Strategi ini dilakukan melalui kegiatan diskusi. Guru PAI memberikan keterangan bahwa kegiatan diskusi digunakan untuk menghidupkan suasana pembelajaran. Kegiatan diskusi ini dilakukan guru PAI dengan memberikan waktu terlebih dahulu kepada siswa untuk berdiskusi yang kemudian dilanjutkan dengan pemaparan hasil diskusi. Diantara hal yang didiskusikan adalah mengenai contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari 56 Kegiatan pembelajaran melalui metode diskusi ini menjadi sarana bagi
siswa
untuk
menyampaikan
gagasannya.
Dalam
suasana
pembelajaran yang demikian, maka terjadi adanya saling bertukar pikiran dan pengalaman antar peserta didik. Pada kegiatan tersebut siswa diminta untuk berdiskusi tentang contoh-contoh nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu akan dapat menambah pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dalam kaitannya dengan kondisi yang sebenarnya. 54
Junaedi, dkk., op.cit., hal. 12 Ibid., hal. 13 56 Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 111 55
82
Kegiatan diskusi tersebut juga digunakan untuk menghidupkan suasana pembelajaran PAI. Kegiatan tersebut dapat membuat siswa tampak lebih aktif. Dalam metode ini siswa mempelajari sesuatu melalui musyawarah di antara sesama mereka di bawah pimpinan atau bimbingan guru. Hal ini penting bagi kehidupan siswa dalam bermasyarakat, bukan hanya saja karena manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan seorang diri, melainkan juga karena melalui kerja sama atau musyawarah mungkin akan diperoleh suatu pemecahan masalah yang lebih baik. 57 Mengingat jumlah siswa di masing-masing kelas yang tergolong sangat sedikit, bahkan ada kelas yang hanya diisi oleh seorang siswa, diskusi
pun
terkadang
cukup
dilakukan bersama dengan guru secara langsung. Dalam hal ini guru Gambar 4.6 : Suasana pembelajaran di
berdiskusi secara langsung dengan
kelas XI A yang hanya terdiri dari seorang
peserta
didik. 58
siswa (27092016)
duduk
yang
Dengan secara
posisi
langsung
berhadapan dengan guru, guru PAI dapat dengan mudah berdiskusi bersama siswa. Kegiatan seperti ini tampak dengan adanya kegiatan meminta pendapat dari siswa. Strategi pembelajaran interaktif ini dilakukan oleh guru PAI dalam bentuk metode diskusi. Penerapannya pun memiliki perbedaan dengan sekolah umum. Pada sekolah umum, diskusi bisa dilakukan dengan format kelompok siswa yang bermacam-macam. Sedangkan di SMALBA, mengingat jumlah siswa yang terbilang sangat sedikit, format kelompok tidak bisa dirubah sedemikian rupa. Selain itu, jika di sekolah 57
Jamaludin, dkk., Pembelajaran Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hal. 200 58 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 104
83
umum hasil diskusi terkadang disampaikan di depan kelas, di SMALB-A siswa cukup menyampaikan secara langsung di tempat duduk berdekatan dan berhadapan secara langsung dengan guru.
4.
Strategi Pembelajaran Pengalaman Strategi pembelajaran pengalaman disebut juga pembelajaran empirik yang merupakan pembelajaran berorientasi pada kegiatan induktif, berpusat pada peserta didik, dan berbasis aktivitas. 59 Melalui strategi ini partisipasi peserta didik dalam pembelajaran akan meningkat. Strategi
pembelajaran
pengalaman
ini
dilakukan oleh guru PAI melalui praktik-praktik secara
langsung.
Praktik
yang
dilakukan
terutama menyangkut materi fiqih seperti perihal ibadah. 60 Praktik semacam ini bisa dilakukan dengan beberapa cara. Cara yang dilakukan dapat berupa pendemonstrasian dari guru atau dengan
menginstruksikan
siswa
untuk
melakukan praktik, sedangkan guru mengamati Gambar 4.7 : Siswa tunanetra
dan membenarkan kesalahan siswa. 61
“totally blind” sedang melakukan praktik shalat (07092016)
Pada perlakuan pertama dapat dilakukan pada siswa dengan kategori low vision dan totally blind. Untuk siswa dengan kategori low vision
yang mereka masih memiliki sisa penglihatan, mereka diminta untuk melihat contoh praktik secara langsung dengan sisa penglihatan mereka. Sedangkan untuk siswa totally blind diminta meraba agar mengerti gerakan yang diajarkan.
59 60
Junaedi, dkk., loc.cit., hal. 13 Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 7 September 2016, terlampir pada hal.
148 61
Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 110-111
84
Pada perlakuan yang kedua dilakukan terutama pada siswa dengan kategori totally blind. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, siswa diminta guru untuk melakukan praktik secara langsung. Selanjutnya hal tersebut dilakukan dengan disertai upaya guru memandu siswa dengan menggunakan suara dan atau rabaan. 62 Jika siswa mengalami kesalahan, guru akan membenarkan kesalahan tersebut. Metode
demonstrasi
ini
banyak
digunakan
dalam
rangka
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pengaturan dan pembuatan sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannya, komponenkomponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain, dan juga untuk mengetahui dan melihat kebenaran sesuatu.63 Melalui metode demonstrasi ini siswa akan dapat mengenal secara baik gambaran dari suatu bentuk peribadatan yakni dengan melalui demonstrasi dengan pendekatan indra rabaan. Indra peraba dalam hal di atas memegang peran penting bagi suksesnya pembelajaran bagi siswa tunanetra. Siswa tunanetra memiliki gangguan pada penglihatan. Untuk dapat mengenali lingkungannya, mereka mengandalkan indra pendengaran dan rabaan. Dalam kegiatan praktik seperti tersebut di atas, indra peraba berperan penting bagi siswa dalam upaya mengenali gerakan dari guru. Demikian pun juga penting bagi guru untuk menunjukkan kepada siswa bagaimana gerakan yang benar. Menurut guru PAI, sentuhan dan rabaan ini bukan hanya sekedar sebagai penunjang untuk kegiatan praktik di dalam pembelajaran. Sentuhan juga dapat dijadikan sebagai sarana menyampaikan kasih sayang kepada siswa.64 Selain itu sentuhan dapat memberikan pengaruh
62
Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 7 September 2016, terlampir pada hal.
148 63
Abuddin Nata, op.cit., hal. 183-184 Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 111 64
85
besar dan memberikan semangat bagi siswa. Guru PAI memberikan keterangan bahwa pernah ada siswa tunanetra autis yang memiliki kebiasaan menggaruk kepala hingga berdarah yang sembuh berkat perlakuan sentuhan tersebut.65 Dalam memberi perlakuan sentuhan ini, guru PAI lebih banyak menggunakannya untuk siswa kelas B dari pada kelas A. Di dalam pembelajaran kelas B, guru tampak sering memberikan sentuhan kepada siswa. Sentuhan tersebut merupakan bentuk kasih sayang dan perhatian guru kepada siswa yang diantaranya untuk mengembalikan fokus siswa dalam pembelajaran. Dalam Islam perbuatan sentuhan atau usapan ini merupakan bentuk kasih sayang dan merupakan sebagian dari sunnah yang diajarkan Rasulullah, yakni dalam berlaku kepada anak yatim. Dalam Tanbihul Ghafilin dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. bersabda yang artinya “Barangsiapa mengusap kepala anak yatim karena kasih sayang, maka Allah mencatat baginya dengan setiap rambut yang tersentuh tangannya satu kebaikan, serta dengan setiap rambut itu Allah menghapus satu dosa darinya dan menaikkan satu derajat.”66 Jika digunakan dengan tepat, sentuhan atau usapan ini bisa menjadi sarana yang efektif untuk membuat pembelajaran lebih kondusif dan materi dapat tersampaikan dengan baik. Penggunaan strategi pembelajaran pengalaman ini tidak hanya berhenti pada tataran ibadah. Strategi ini dilakukan pula dalam praktik menulis huruf braille arab. Dalam hal ini, guru PAI menginstruksikan kepada siswa untuk menulis huruf hijaiyah sembari mengucapkan formula dari huruf yang siswa tulis. Penulisan huruf hijaiyah ini sifatnya berulang-ulang.67 Siswa diminta untuk menuliskan beberapa kali dari 65
Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 107 66 Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin Nasihat Bagi yang Lalai, Terj. Dari Tanbihul Ghafilin oleh Abu Juhaidah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Cet. I, jilid 2, hal. 45 67 Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 30 November 2016, terlampir pada hal. 134 dan 146
86
satu huruf hijaiyah. Pengulangan ini dilakukan agar siswa mengingat dengan baik dan tidak melakukan kesalahan pada pertemuan selanjutnya.68 Praktik penulisan semacam ini dilakukan terutama pada siswa kelas B. Sedangkan pada siswa kelas A penulisan braille arab sudah pada penulisan serangkaian huruf hijaiyah yang tersambung seperti penulisan ayat al-Quran. Strategi pembelajaran pengalaman ini tidak hanya terhenti pada proses pembelajaran.
Tidak
dilaksanakan
dalam
hanya sebatas pembelajaran
namun juga didukung dan dimantapkan melalui
kegiatan
keagamaan
di
sekolah.69 Kegiatan keagamaan tersebut Gambar 4.8 : Kegiatan shalat dhuha
diantara adalah kegiatan tadarus pagi,
berjamaah (02092016)
sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha
berjaamah setiap awal bulan, dan kegiatan Idul Qurban. Terkhusus untuk kegiatan Idul Qurban, siswa tidak turut serta dalam pemotongan dan pengemasan daging Qurban, namun pada saat kegiatan siswa diajak merasakan suasana yang terjadi selama prosesi penyembelihan. Hal ini tampak pada adanya guru yang menjelaskan secara deskriptif kegiatan yang tengah berlangsung. 70 Hal ini tentu akan memberikan kesan tersendiri pada benak siswa. Dalam upayanya membelajarkan peserta didik melalui pengalamanpengalaman secara langsung melalui kegiatan keagamaan tersebut, guru PAI memerlukan pendekatan-pendekatan individual terhadap siswa dan berkomunikasi dengan orang tua siswa. Arah upaya ini adalah agar siswa benar dalam melaksanakan praktik ibadah dan tidak hanya dilakukan di 68
Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 111 69 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 116 70 Hasil observasi kegiatan keagamaan pada tanggal 13 September 2016, terlampir pada hal. 155
87
sekolah, namun di rumah ia akan mengamalkan ibadah sebagaimana yang telah diajarkan di sekolah. Dalam hal ini peran orang tua di rumah sangatlah penting yakni memberikan dorongan kepada siswa agar pengamalan ibadah berjalan dengan baik.
5.
Strategi Pembelajaran Mandiri Strategi pembelajaran mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri. Fokus strategi ini adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Melalui strategi ini peserta didik dibentuk agar menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.71 Inti dari strategi pembelajaran mandiri ini adalah membentuk inisiatif agar berdasarkan kehendaknya pribadi, siswa mau untuk belajar. Guru PAI menggunakan strategi ini melalui pemberian motivasi dan penugasan. Motivasi yang diberikan guru PAI diantaranya ialah agar siswa berkenan untuk menghafalkan al-Quran secara umum melalui muatan dari Surat Abasa ayat 1-10. Surat Abasa ayat 1 sampai 10 secara khusus dipergunakan oleh guru PAI untuk mendorong siswa agar lebih giat menghafalkan al-Quran dan memunculkan keyakinan dalam benak siswa agar meyakini keharusan mencari ilmu dalam hidup. 72 Hal ini merupakan bentuk dari upaya guru PAI untuk memunculkan inisiatif siswa dalam belajar. Pemunculan keyakinan dan inisiatif ini tentu akan dapat mendorong siswa agar bersemangat dan lebih giat dalam menuntun ilmu. Lebih jauh lagi, pemberian motivasi yang dilakukan oleh guru bertujuan agar siswa dapat memiliki kepercayaan diri yang baik dan dapat hidup di tengah masyarakat dengan baik. 73 Sebagaimana yang
71
Junaedi, dkk., loc.cit., hal. 13 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 105 73 Ibid., hal. 105 72
88
diketahui bahwa anak tunanetra memiliki kecenderungan untuk menarik diri dari pergaulan karena hambatan yang mereka miliki. Selain melalui motivasi, strategi pembelajaran mandiri ini dilakukan guru dengan memberikan tugas-tugas kepada siswa. 74 Tugas yang diberikan guru PAI dapat berupa soal-soal, mencatat materi, atau belajar dan mencari informasi dari internet, digital talking book dan aplikasi khusus tunanetra.75 Tugas-tugas ini biasanya diberikan di akhir pembelajaran agar dikerjakan siswa di rumah. Selanjutnya tugas tersebut akan ditanyakan oleh guru PAI pada pertemuan selanjutnya. Hal ini merupakan bentuk konfirmasi yang dilakukan guru PAI sebagai bentuk tanggung jawab siswa atas apa yang telah ditugaskan kepada mereka. Metode penugasan atau resitasi ini memiliki manfaat antara lain dapat merangsang dan menumbuhkan kreativitas siswa, mengembangkan kemandirian, memberikan keyakinan tentang apa yang dipelajari di kelas, membina kebiasaan siswa untuk selalu mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi, membuat siswa lebih bergairah dalam belajar, membina tanggung jawab dan disiplin para peserta didik. 76
D. Implikasi Strategi Pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Berdasarkan dari pembahasan pada subbab sebelumnya telah diketahui bahwa pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang SMALB-A telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan visi misi sekolah melalui langkah-langkah atau strategi yang diterapkan oleh guru PAI. Langkah-langkah atau strategi tersebut pada dasarnya mengarah pada pembentukan 3 aspek capaian yaitu ranah kognitif (pengetahuan), ranah
74
Hasil observasi kegiatan pembelajaran pada tanggal 31 Agustus-2 Desember 2016 dan studi dokumen RPP, terlampir pada hal. 132-151 dan 158-174 75 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 106 76 Abuddin Nata, op.cit., hal. 186-187
89
afektif (sikap), dan ranah psikomotorik (keterampilan). Berikut akan diulas mengenai implikasi strategi pembelajaran pada tiga ranah tersebut. 1.
Kognitif Ranah kognitif merupakan kemampuan yang berupa kegiatan mental (otak) atau pengetahuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. 77 Pada ranah ini, kemampuan siswa SMALB-A Pembina
Tingkat
Nasional
Jakarta terbilang
baik.
Guru
PAI
memberikan keterangan bahwa dalam perihal pemahaman materi, siswa telah dapat memahami dengan baik. 78 Senada dengan hal tersebut, Koordinator SMALB-A menyatakan bahwa pemahaman keagamaan siswa baik. Sedangkan menurut Kepala Sekolah, jika disesuaikan dengan kadar kemampuan yang dimiliki oleh siswa maka mereka telah memiliki pemahaman yang cukup baik. 79 Pernyataan Kepala Sekolah tersebut memberikan indikasi bahwa pemahaman siswa berbeda-beda dan penilaian atas kemampuan tersebut memiliki standar yang berbeda-beda. Sebagaimana diketahui pada pembahasan sebelumnya bahwa di SMALB-A memiliki dua paralel kelas dan karakter siswa yang berbeda-beda. Siswa tunanetra dengan gangguan mental tetap dapat memperoleh nilai yang tinggi sebagaimana peserta didik tunanetra normal meskipun kemampuan mereka di bawah peserta didik tunanetra normal. Hal ini karena disesuaikan dengan kemampuan siswa. Selain itu, karena standar pencapaian kedua jenis siswa tersebut pun berbeda. 80 Selain itu, kemampuan kognitif yang baik ini terlihat pada keterangan yang diberikan siswa dan hasil belajar mereka. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan diketahui bahwa mereka mengingat 77
Friska Octavia Rosa, Analisis Kemampuan Siswa Kelas X pada Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik, Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika, vol. 1, 2015, hal. 24-25 78 Hasil wawancara dengan Maksum selaku guru PAI pada tanggal 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016, terlampir pada hal. 114 79 Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 99 80 Hasil wawancara dengan Abas Sukardi selaku guru PAI pada tanggal 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016, terlampir pada hal. 107-108
90
materi dan nasihat yang disampaikan oleh guru dalam aktivitas seharihari. 81 Sedangkan dari hasil belajar diketahui nilai siswa pada ranah kognitif tidak ada yang berada di bawah KKM.82
2.
Afektif Ranah afektif merupakan kemampuan siswa dalam bersikap yang tampak pada berbagai tingkah laku.83 Pada ranah ini, kemampuan siswa SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta terbilang baik. sepanjang pengamatan yang telah dilakukan, peneliti mendapati bahwa siswa SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik di lingkungan sekolah. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa siswa terlihat santun saat berjumpa dengan guru dan bersikap baik serta akrab terhadap teman-temannya. Menurut Kepala Sekolah, Koordinator SMALB-A maupun Guru PAI, siswa SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta memiliki sikap dan perilaku yang baik.84 Sedangkan berdasarkan dari keterangan siswa didapatkan jawaban bahwa mereka ada yang telah berperilaku baik, masih berusaha mengamalkannya, dan ada pula yang belum mengetahui apakah tergolong baik atau tidak.85 Jawaban-jawaban ini tidak sama sekali berisi jawaban negatif atas pertanyaan yang diajukan kepada mereka terkait berperilaku baik. Dari keterangan-keterangan tersebut dapat dipahami bahwa siswa SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta memiliki sikap dan perilaku yang baik.
81
Hasil wawancara dengan siswa SMALB-A, terlampir pada hal. 116-131 Dokumen hasil belajar PAI SMALB-A PTN Jakarta tahun ajaran 2016/2017 semester ganjil, terlampir pada hal. 175-176 83 Friska Octavia Rosa, loc.cit. hal. 24-25 84 Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN, Koordinator SMALB-A, dan Guru PAI, terlampir pada hal. 97-115 85 Hasil wawancara dengan siswa SMALB-A, terlampir pada hal. 116-131 82
91
3.
Psikomotorik Ranah psikomotorik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
keterampilan
atau
skill
yang
dimiliki
siswa
dalam
mengaplikasikan materi yang telah didapatkan. 86 Berdasarkan hasil belajar siswa, siswa SMALB-A tergolong telah memiliki kemampuan psikomotorik yang baik. Tidak ada siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM yang telah ditetapkan.87 Selain itu, terkait hal ini Kepala Sekolah juga memberikan keterangan bahwa mereka telah melakukan praktik secara baik seperti praktik wudhu dan sholat.88 Kedua hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam ranah psikomotorik terbilang baik.
86
Friska Octavia Rosa, op.cit. hal. 24 Dokumen hasil belajar PAI SMALB-A PTN Jakarta tahun ajaran 2016/2017 semester ganjil, terlampir pada hal. 175-176 88 Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2016, terlampir pada hal. 98 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan dapat peneliti simpulkan bahwa strategi pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALBA) telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan visi misi sekolah melalui kegiatan pembelajaran dan kegiatan keagamaan di sekolah. Strategi yang digunakan oleh guru PAI tersebut meliputi strategi pembelajaran langsung, strategi pembelajaran tidak langsung, strategi pembelajaran interaktif, strategi pembelajaran pengalaman, dan strategi pembelajaran mandiri yang dilaksanakan melalui beragam metode dan teknik pembelajaran. Strategistrategi tersebut telah membuahkan hasil yang baik pada tiga ranah capaian, yakni ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah psikomotorik (keterampilan). Dalam penerapannya, terdapat perbedaan strategi pembelajaran yang diterapkan guru PAI terhadap siswa yang satu dengan yang lainnya. Hal ini mengacu pada kondisi fisik dan psikologis siswa.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka ada beberapa saran dari peneliti sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pembelajaran PAI di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta pada jenjang Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB-A) harus tetap ditingkatkan dan dikembangkan lagi ke arah kualitas yang lebih baik. 2. Kepala Sekolah sebagai pimpinan dan penanggung jawab agar tetap membimbing dan memberikan kesempatan kepada guru PAI untuk terwujudnya pembelajaran yang lebih baik.
92
93
3. Guru PAI hendaklah senantiasa mendalami dan mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif sehingga capaian peserta didik dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik semakin meningkat. 4. Penelitian ini masih terbatas pada strategi pembelajaran PAI, peneliti selanjutnya bisa melakukan penelitian dengan variabel lain atau pada mata pelajaran yang lain.
94
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Nandiyah. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Magistra. 25, 2013. -------. Bagaimana Mengajar Anak Tunanetra (Di Sekolah Inklusi). Magistra. 24, 2012. Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. As-Samarqandi, Al-Faqih Abul Laits. Tanbihul Ghafilin Nasihat Bagi yang Lalai, Terj. Dari Tanbihul Ghafilin oleh Abu Juhaidah. Jakarta: Pustaka Amani, 1999. Creswell, John W. Educational Research (Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research). Boston: Pearson Education, 2012. Dariyo, Agoes. Dasar-Dasar Pedagogi Modern. Jakarta: PT Indeks, 2013. Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika Aditama, 2006. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil AlQur’an, 2009. Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Ehan, “Program Bimbingan Belajar Bagi Anak Tunanetra di Sekolah Menengah Atas Reguler”, http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA /195707121984 032-EHAN/program_bimbingan_belajar_nilai.pdf, 2016. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi. Fathurrahman. Pembelajaran Agama pada Sekolah Luar Biasa. El-Hikam: Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman. 7, 2014. Hasanuddin. Wawancara. Jakarta, 20 Oktober 2016. Hatimah, Ihat, dkk. Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI Press, 2007. Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2012. Hilmy, Muhammad. Wawancara. Jakarta, 1 Desember 2016. Idham, Firdaus. Wawancara. Jakarta, 14 Desember 2016. Imam, Septian. Wawancara. Jakarta, 14 Desember 2016.
95
Irfan, Muhammad. Wawancara. Jakarta, 1 Desember 2016. Iskandarwasssid dan Dadang Sunendar. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013. Jamaludin, dkk. Pembelajaran Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015. Junaedi, dkk. Strategi Pembelajaran. Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008. Khoddik, Muhammad, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Siswa SMPLB Tunarungu di SLB Yapenas Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta”, Skripsi pada Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2009. Tidak dipublikasikan. Legowo, Rizkie Joko. Wawancara. Jakarta, 1 Desember 2016. Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004). Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Maksum. Wawancara. Jakarta, 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016. Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Agama Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Murjoko, Triyanto. Wawancara. Jakarta, 20 Oktober 2016. Nata, Abuddin. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Prenadamedia Group, 2014. Pratiwi, Masni. Wawancara. Jakarta, 1 Desember 2016. Pusdatin Kemenkes RI. Situasi Penyandang Disabilitas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2014. Putra, Nusa. Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013. Radiya, Alfathulloh. Wawancara. Jakarta, 14 Desember 2016. Rizky, Utfah Fatmala. Identifikasi Kebutuhan Siswa Penyandang Disabilitas Pasca Sekolah Menengah Atas. Indonesian Journal of Disability Studies. 1, 2014. Rosa, Friska Octavia. Analisis Kemampuan Siswa Kelas X pada Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik. Jurnal Fisika dan Pendidikan Fisika. 1, 2015. Sabila, Nurul Alfath. Wawancara. Jakarta, 1 dan 14 Desember 2016. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2010.
96
-------. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. Sarbani, Dimas Ahmad. Metode Pengajaran Dalam Pendidikan Agama Islam, Jurnal Al Fatih. 2015. Septian, Yoggi. Wawancara. Jakarta, 24 Oktober 2016. Setyosari, Punaji. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013. Shobariyah, Siti, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Kelas Akselerasi di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan”, Skripsi pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2013. Tidak dipublikasikan. Siswayanti, Novita. Dimensi Edukatif pada Kisah-Kisah Al-Qur’an. Suhuf. 3, 2010. Subdirektorat Statistik Kesehatan dan Perumahan. Statistik Kesehatan 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2013. Subri, Riyan Faturrahmadia. Wawancara. Jakarta, 14 Desember 2016. Sukardi, Abas. Wawancara. Jakarta, 8, 9 November 2016 dan 6 Desember 2016. Sulthani, Dinil Abrar, “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Islam Al-Azhar 1 Jakarta”, Tesis pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2015. Tidak dipublikasikan. Suralaga, Fadhilah dan Solicha. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun http://kemenag.go.id/ file/dokumen/UU2003.pdf, 10 Januari 2016.
2003”.
Usman, Muhammad Idris. Model Mengajar dalam Pembelajaran: Alam Sekitar, Sekolah Kerja, Individual, dan Klasikal. Lentera Pendidikan. 15, 2012. Utami, Ananda. Wawancara. Jakarta, 1 Desember 2016. Yaumi, Muhammad. Prinsip-Prinsip Prenadamedia Group, 2013.
Desain
Pembelajaran.
Jakarta:
97
LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Informan
: Drs. Triyanto Murjoko, M.Pd
Jabatan
: Kepala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Kamis, 20 Oktober 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apa bentuk dukungan yang telah diberikan sekolah kepada guru PAI dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran? Jawaban: Yang pertama, untuk Pendidikan Agama Islam kita memberikan sesuai dengan ketentuan kurikulum. Jadi guru diharuskan melaksanakan pembelajaran sesuai jam pelajaran yang telah ditentukan. Jika dengan waktu tersebut masih kurang maka bisa melalui kegiatan pengembangan diri keagamaan yang dilakukan diluar jam pelajaran pokok tersebut. Sedangkan dukungan untuk guru PAI, dari pihak sekolah akan mempersilahkan dan memberikan kesempatan bagi guru PAI untuk meningkatkan kualitas diri melalui kegiatan yang diselenggarakan dari Kanwil Agama atau dengan komunitas guru PAI. 2. Apakah guru PAI menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan visi misi sekolah? Jawaban: Iya, sudah menyampaikan sesuai dengan visi misi sekolah bahwa akan meningkatkan keimanan dan ketakwaaan. Buktinya aktivitas sholat berjamaahnya ada, pembinaan rohisnya ada, baca Quran braillenya ada. Syarat standarnya sudah memenuhi visi misi sekolah. 3. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan guru PAI? Jawaban: Saya pikir proporsional, dilakukan sesuai dengan porsinya. Kalau kebetulan gurunya tunanetra mungkin hambatannya ada pada administrasi pembelajarannya tapi untuk konten dan muatan pembelajarannya sudah sesuai dengan kurikulum yang
98
Pendidikan Agama Islam
ada. 4. Bagaimana kontribusi yang telah diberikan guru PAI dalam perkembangan peserta didik? Jawaban: Sebenarnya untuk tingkat SMA kita mengacu pada perilaku bukan hanya sekedar kurikulum. Saya lihat sampai saat ini anak-anak di sekolah itu sholatnya baik, dilakukan secara berjamaah, tata cara kebersihannya seperti wudhunya sudah baik. Disana guru-guru turut melakukan pengawasan. Dan sholatnya itu bukan hanya sholat dhuhur tapi juga sholat dhuha. Selain itu ada juga kemampuan lain yaitu baca alQur‟an braile. Mereka bisa membaca. 5. Kurikulum apakah yang digunakan pada pembelajaran PAI? Jawaban: Kurikulum untuk guru Agama Islam itu irisan antara yang ditetapkan Kemendikbud dengan Depag. Untuk pengembangannya, guru agama yang memahami, apakah telah sesuai dengan kadarnya. Ini jenjang SMA, pokok-pokok bahasan dan pokok-pokok materinya meliputi A, B, C, D, E, F, G, H nya itu yang harus disampaikan. Acuannya seperti itu walaupun kurikulum kita adalah kurikulum SLB. Tapi kalau terkait jumlah jam pelajarannya sama dengan kurikulum sekolah umum. Berkaitan dengan kedalaman materi yang disampaikan itu guru agama yang terlibat langsung. Disesuaikan dengan kemampuan siswanya. 6. Apakah guru PAI menggunakan bahan materi yang sesuai dengan kurikulum yang digunakan? Jawaban: Iya sudah. Saya pikir kalau di agama ini terkait dengan perilaku kemudian ketaatan, ketakwaaan, dan rukun-rukun agama. Tidak seperti eksak dan sains yang harus praktik dengan menggunakan alat dan macam-macamnya. Kalau agama itu sikap dan perilaku yang saya pikir ukuran antara satu orang dengan yang lain pada umumnya sama. Ukurannya sama, tidak akan sholat dikurangi. Untuk baca al-Qur‟an kalau bisa khatam satu al-Qur‟an. Tidak ada ketentuan untuk anak SLB bacanya cuma sepuluh surat saja sudah cukup. Tidak seperti itu, bahkan di sekolah ini ada yang hafidz, ada yang tidak hafidz tapi bacanya lancar, yang hafal setengah al-Qur‟an pun ada. 7. Apa saja kegiatan keagamaan yang ada di sekolah? Jawaban: Kegiatan yang dapat dilaksanakan di sekolah biasanya ada tadarus pagi, sholat dhuha berjamaah setiap bulan, kegiatan rohis, kegitan tadarus ba‟da jum‟at, Qurban, Maulid, pesantren Ramadhan. Intinya
99
kegiatan-kegiatan yang sifatnya bimbingan kearah ketaatan dan ketaqwaan. 8. Apa tujuan dilakukannya kegiatan keagamaan tersebut? Jawaban: Memacu siswa pada ketaatan, melaksanakan sholat wajib, sholat sunnah, puasa wajib, puasa sunnahnya, kemudian mengarah pula kepada hal-hal yang baik dan akhlakul karimah. Hal itu lah yang dikembangkan. 9. Bagaimana kondisi pemahaman keagamaan peserta didik? Jawaban: Jika disesuaikan dengan kadar kemampuannya, mereka sudah memiliki pemahaman yang cukup baik. Ketika mereka mencerna suatu inti ajaran kemudian mereka menjalankan, mereka tidak bertindak macam-macam hingga menjadi ahli ceramah atau yang lain. Artinya untuk dirinya sendiri kemudian mengarah pada perilaku ketaatan itu artinya sudah sesuai dengan tujuan dari pembelajaran. 10. Apakah ada pelaporan dari guru PAI tentang perkembangan pemahaman keagamaan peserta didik? Jawaban: Kalau terkait hal itu ada evaluasi secara normatif yang dilakukan tengah semester dan akhir semester. Kalau laporan perkembangan setiap bulan tidak secara eksplisit disampaikan. 11. Bagaimanakah pengamalan keagamaan peserta didik? Jawaban: Bagus, bagus. Ada kesadaran. Saat waktunya sholat mereka semua turut melaksanakan. Itulah pengamalannya. Sholat dhuha pun juga. Ada juga yang bukan hanya pada hal tersebut, ada yang timbul secara pribadi “saya belum sholat dhuha” seperti yogi yang menjalankan sholat dhuha secara pribadi. Saya pikir pengamalannya sudah bagus dan semua guru-guru disini, bukan hanya guru agama juga memberikan bimbingan ke arah pengamalan yang baik. 12. Bagaimanakah sikap dan perilaku peserta didik? Jawaban: Sampai saat ini anak-anak kita memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam peribadatan, terhadap guru, dan terhadap teman-temannya. Sudah wajar dan sesuai dengan situasi dan keadaan anak. Tidak ada yang bertindak macam-macam. Jika dibandingkan dengan sekolah regular dalam berperilaku mungkin anak-anak kita masih menang. Tidak ada yang merokok, mereka taat, jika waktu dhuhur tiba mereka ikut sholat.
100
Mengetahui, Kepala SLB-A PTN Jakarta
Drs. Triyanto Murjoko, M.Pd
101
HASIL WAWANCARA
Informan
: Drs. Hasanuddin
Jabatan
: Koordinator SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Kamis, 20 Oktober 2016
Objek Penelitian Uraian Pertanyaan dan Jawaban Strategi 1. Apa bentuk dukungan yang telah diberikan sekolah Pembelajaran kepada guru PAI dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran? Jawaban: Kebetulan guru Agama kita di sekolah ini dari SD sampai SMA ada empat dan dari keempat itu tiga guru agama adalah tunanetra. Tunanetra itu memiliki keterbatasan, jadi dari guru-guru selain agama juga turut serta memfasilitasi dan memberikan dukungan. Kalau ada kegiatan, kita yang memandu, setelah berjalan baru kita serahkan pada guru agama. Kegiatannya seperti tadarus pagi, sholat berjamaah dhuhur, mau tidak mau kita yang bukan guru agama lebih aktif. Setelah kegiatan tersebut berjalan kita berikan dukungan pada guru agama untuk menjadi imam. Pada peringatan hari-hari besar pun juga kita yang lebih aktif meskipun guru agama yang menjadi ketuanya. Demikian dukungan yang diberikan agar kegitan berjalan lancar. Selain itu juga pada kegiatan pesantren ramadhan yang berupa pemberian materi-materi yang diakhiri dengan perlombaan sebagai bentuk evaluasinya. Kemudian juga pada kegiatan Qurban, kita memfasilitasi dan mendorong terselenggaranya kegiatan tersebut. Yang qurban dari guru-guru kita sendiri, kita patungan tujuh orang untuk satu sapi. Demikianlah, siswanya tunanetra dan gurunya juga tunenetra. Mereka memiliki keterbatasan. Namun jika berkaitan dengan materi, mereka guru agama adalah orang-orang yang berilmu. InsyaAllah pendidikan agama anak-anak berjalan baik. Selanjutnya, bentuk dukungan lain adalah pelatihanpelatihan yang diselenggarakan dari pemerintah maupun dari sekolah. Kegiatan tersebut mengajari braile dan mengajari bagaimana menangani anak tunanetra. Kegiatan tersebut rutin setiap semester untuk meningkatkan mutu pelayanan pada anak.
102
Pendidikan Agama Islam
2. Apakah guru PAI menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan visi misi sekolah? Jawaban: Tentu saja mereka telah menyampaikan sesuai dengan kurikulum dan visi misi sekolah. 3. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan guru PAI? Jawaban: Bagus. Bahkan guru-guru agama disini menambahkan pembelajaran tambahan di luar jam belajar yang telah ditentukan seperti membaca al-Quran braille. Itu atas kesadaran gurunya. Mereka mau meluangkan waktunya untuk membimbing anak-anak sampai bisa membaca al-Qur‟an braile. 4. Bagaimana kontribusi yang telah diberikan guru PAI dalam perkembangan peserta didik? Jawaban: Mungkin dikarenakan guru agama kita itu tunanetra, mereka bisa merasakan kebutuhan-kebutuhan anak karena sesama tunanetra. Mereka lebih intensif. Kemudian, anak-anak kita ini kan lebih banyak menggunakan indera telinga, jadi ada beberapa anak itu setiap harinya didengarkan pada mereka murotal dan banyak dari mereka yang hafidz. 5. Kurikulum apakah yang digunakan pada pembelajaran PAI? Jawaban: Kita pakai dua kurikulum, kurikulum 2013 dan KTSP 2006 6. Apakah guru PAI menggunakan bahan materi yang sesuai dengan kurikulum yang digunakan? Jawaban: Iya, insyaAllah sudah. 7. Apa saja kegiatan keagamaan yang ada di sekolah? Jawaban: Ada kegiatan tadarus pagi, sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha berjamaah di awal bulan, kegiatan PHBI seperti Maulid dan Idul Adha, dan pesantren di bulan ramadhan. 8. Apa tujuan dilakukannya kegiatan keagamaan tersebut? Jawaban: Tujuannya sesuai visi misi sekolah yaitu untuk meningkatkan ketakwaan, memberikan pondasi dasar kepada anak untuk beribadah dengan benar. 9. Bagaimana kondisi pemahaman keagamaan peserta didik? Jawaban: Anak-anak itu pemahaman keagamaannya bagus. 10. Apakah ada pelaporan dari guru PAI tentang perkembangan pemahaman keagamaan peserta didik? Jawaban: Ada, biasanya sebelum pembagian rapor ada rapat bersama. Itu dilakukan rutin setiap semester. 11. Bagaimanakah pengamalan keagamaan peserta didik? Jawaban: Pengamalan keagamaan anak-anak di sekolah
103
bagus. Pengamalan keagamaannya sebagaimana yang telah dijelaskan tadi, yang dijalankan melalui kegiatan keagamaan di sekolah. Tapi untuk di lingkungan luar sekolah kita belum bisa memastikan. 12. Bagaimanakah sikap dan perilaku peserta didik? Jawaban: Bagus. Di sekolah ini ada pembiasaanpembiasaan. Ada sopan santun, mengucap salam saat bertemu. Kemudian jika mereka lalai maka akan diingatkan dan diberikan wawasan.
Mengetahui, Koordinator SMALB-A PTN Jakarta
Drs. Hasanuddin
104
HASIL WAWANCARA
Informan
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Jabatan
: Guru Pendidikan Agama Islam
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Selasa dan Rabu, 8 dan 9 November 2016 serta 6 Desember 2016
Objek Penelitian Uraian Pertanyaan dan Jawaban Strategi 1. Strategi pembelajaran apa saja yang bapak gunakan dalam Pembelajaran pembelajaran PAI dan bagaimana pelaksanaannya? Jawaban: Strateginya itu anak diminta menulis dari dikte guru atau menulis secara mandiri tentang rangkuman dari pelajaran yang disampaikan. Hal ini dilakukan karena keterbatasan buku-buku braile dan tebalnya buku-buku tersebut. Dengan cara memberikan rangkuman akan memudahkan anak belajar. Selain itu, bisa dengan membacakan dan memberikan penjelasan kepada anak. Bisa pula menjelasan suatu permasalahan secara panjang lebar yang kemudian didiskusikan dengan anak dan melakukan konfirmasi apakah anak sudah mengerti atau belum. Jika sudah mengerti maka akan diminta untuk menyatakan pengertian dari apa yang telah disampaikan menurut dirinya sendiri. Yang demikian itu untuk penyampaian materi-materi secara umum. Sedangkan untuk pengajaran al-Qur‟an itu melihat terlebih dahulu seberapa jauh kemampuan anak. Jika anak itu sudah mengerti huruf per huruf dari huruf arab braile, merangkainya sudah tahu, baru diberikan contoh membaca. Setelah itu anak diminta untuk mengulang bacaan itu sendiri. Selanjutnya, karena di SMA itu tuntutannya adalah membaca, menyalin, dan memahami ayat maka yang pertama anak itu disuruh untuk menulis ayat dengan cara menyalin ayat Qur‟an sesuai dengan kurikulum. Setelah itu diperiksa apakah tulisannya sudah benar atau belum dan menyuruh untuk membaca ayat tersebut beserta artinya. Kemudian meminta anak memahami ayat tersebut, dalam arti menggiring anak untuk berpendapat terlebih dahulu. Jika pemahaman anak itu menyimpang maka akan diarahkan dan diluruskan. Demikianlah untuk teknik dalam mengajarkan al-Qur‟an. Untuk pengajaran al-Qur‟an di SLB ini, meskipun tidak
105
ada dalam kurikulum, bapak menambahkan kepada anakanak itu minimal hafal surat Abasa ayat 1 sampai 10. Alasan bapak menambahkan hal ini karena surat Abasa itu surat khas untuk tunanetra dan melalui surat itu bapak bermaksud agar belajar al-Qur‟annya lebih giat. Harapannya adalah anak-anak tunanetra lulusan sekolah ini bisa meyakini keharusan untuk mencari ilmu dalam hidup dan menjadikan surat tersebut sebagai pijakan yang kuat dalam menjalani kehidupan. Lebih jauh lagi, melalui surat tersebut bapak mencoba menanamkan motivasi dalam diri siswa agar menjadi orang tunanetra yang mengerti bahwa dia tunanetra, dan dapat memposisikan dirinya ketika berada di lingkungan umum. Harapan dari pemberian motivasi tersebut adalah agar anak percaya diri dan mau eksis. Ketika ada yang kurang simpatik dengan dirinya anak bisa berlapang dada. Hasilnya, alhamdulillah anak-anak dari SLB ini banyak yang berhasil, ada yang jadi guru, programer, motivator, qori‟ tingkat provinsi, pengisi seminar tentang al-Qur‟an, dll. Selanjutnya berkaitan dengan materi tauhid, strateginya itu anak terlebih dahulu diminta untuk membayangakan hal-hal tentang dirinya. Hal-hal tersebut diantaranya adalah hal yang berada dalam diri yang berada diluar kendali seperti gerak otonom organ jantung. Setelah itu baru kita pahamkan bahwa faktor X yang berkuasa atas hal tersebut adalah Allah. Selain itu, juga bisa dilakukan dengan membayangkan hal-hal disekitar yang ujungnya memahamkan bahwa Allah itu Maha Memelihara dan lainnya. Intinya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan tauhid itu dilakukan dengan cara menghubungkan materi terhadap hal-hal disekitar yang dipahami oleh anak. Sedangkan untuk materi fikih, strateginya itu anak low vision diminta melihat contoh praktik langsung dan anak total blind itu disuruh meraba agar mengerti gerakan yang diajarkan. Selain praktik, kita juga memahamkan kepada anak alasan-alasan dan hakikat di balik praktik ibadah yang sedemikian rupa, seperti alasan dilakukannya membasuh tangan dan wajah dalam wudhu dan hakikat membasuh wajah disertai niat yang tulus. Selanjutnya untuk materi akhlak, strateginya itu diberikan gambaran atau deskripsi dalam melakukan suatu perbuatan beserta faedah-faedah dari suatu perbuatan tersebut. Setelah itu diberikan dasarnya dari hadits yang kemudian dilanjutkan dengan meminta siswa untuk memberikan contoh lain. Terkait materi akhlak ini terkadang siswa yang telah memahami masih sulit untuk memberikan contoh. Jika
106
2.
3.
4.
5.
masih sulit memberikan contoh akan dituntun oleh guru dengan contoh-contoh yang sederhana dari kehidupan sehari-hari yang dekat dengan anak. Demikianlah strategistrategi yang dipakai. Di samping hal tersebut tidak lupa kita berikan tugas-tugas ke anak. Tugas nya dapat berupa soal-soal, mencatat materi, atau belajar dan mencari informasi dari internet, digital talking book dan aplikasi khusus tunanetra. Tujuannya biar wawasan anak lebih luas lagi. Sebenarnya, untuk pendidikan dan bimbingan agama itu tidak hanya di kelas, namun saat berada di luar kelas pun kita tetap membimbing dan mendidik mereka. Ketika dalam kegiatan keagamaan seperti sholat, jika ada yang salah akan kita arahkan dan benarkan. Dan hal yang perlu diingat bahwa untuk menghadapi anak-anak SLB itu diperlukan pendekatan-pendekatan secara individual dan idealnya seorang guru SLB itu selalu berkomunikasi dengan orang tua anak. Apakah ada perbedaan strategi yang bapak terapkan antara satu kelas dengan yang lainnya? Jawaban: Pastilah ada. Perbedaan tersebut didasarkan pada tingkat kecerdasan anak. Untuk strategi terhadap anak seperti hilmi atau irfan dengan anak seperti nurul pasti ada beda. Jadi kalau di SLB itu pada prinsipnya untuk metodologi itu harus melihat per individu anak. Peraturan SLB itu menghendaki perkelas tidak banyak siswa. Paling banyak itu 14 anak. Hal tersebut karena kita harus menerapkan metode secara individual yang berdasarkan kecerdasan anak dan faktor penyebab yang ada dibalik kecerdasan anak tersebut. Kita kalau mengajar dan telah mengetahui tentang akibat dari ketunanetraan anak maka kita akan coba terapkan metode yang sesuai dengan anak itu. Jika tidak tahu akan sulit untuk mencapai target minimalnya. Walaupun dalam satu kelas, jika kecerdasan anak-anak itu berbeda maka perlakuannya pun berbeda. Karena mereka memiliki daya tangkap yang berbeda. Bagaimana respon peserta didik dengan strategi pembelajaran yang bapak terapkan? Jawaban: Anak-anak itu responsif. Mereka senang dan menunjukkan respon yang positif. Kendala apa yang bapak hadapi dalam menerapkan strategi pembelajaran? Jawaban: Kendalanya itu secara umum tidak ada. Tapi sedikit ada kendala itu jika berhadapan dengan siswa yang malas dalam belajar dan nampak tidak punya tujuan. Bagaimana prestasi atau perkembangan peserta didik
107
6.
7.
Pendidikan Agama Islam
8.
9.
setelah diterapkan berbagai strategi pembelajaran tersebut? Jawaban: Perkembangannya bagus. Bahkan ada siswa yang dengan kesadarannya sendiri mau mengikuti pelajaran tambahan agama di hari Jumat. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran PAI di sekolah? Jawaban: Perannya itu sebagai pembimbing dan motivator. Untuk peran sebagai motivator itu ada yang mengarahkan siswa agar serius belajar, ada juga yang mengarahkan siswa agar bisa mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan bermasyarakat. Hal-hal apa saja yang bapak perhatikan dalam menerapkan suatu strategi pembelajaran? Jawaban: Pertama itu melihat kemampuan anak dalam arti kecerdasannya. Kemudian melihat pula kemampuan anak mengaplikasikan suatu hal dalam belajar, apakah anak ini modelnya tekstual atau kontekstual. Ketika anak itu tipe yang tekstual maka tidak akan saya paksakan untuk kontekstual. Selain itu, saya juga memperhatikan pendekatan yang digunakan yakni pendekatan fisik dan mental. Terkait mental, biasanya saya tanyakan dulu kabar anak, apakah ada masalah, sudah makan belum, siapa yang mengantar tadi pagi, semalam tidur jam berapa, dan lain-lain. Hal ini dilakukan ketika awal pembelajaran jika masih terasa canggung. Dalam hal fisik, biasanya saya berikan sentuhan, saya usap punggungnya. Saya meyakini bahwa sentuhan itu memiliki pengaruh yang besar dan memberikan semangat bagi anak. Pernah duhulu ada anak tunanetra autis yang memiliki kebiasaan mengaruk-garuk kepalanya sampai berdarah. Alhamdulillah dengan perlakuan sentuhan, terutama disaat dia marah, dia saat ini telah sembuh dari kebiasaannya tersebut. Kurikulum apakah yang digunakan pada pembelajaran PAI? Jawaban: Kalau saya dalam pembelajaran PAI memakai Kurikulum KTSP SLB Bagaimana pengimplementasian kurikulum tersebut dalam pembelajaran PAI? Jawaban: berkaitan dengan kurikulum KTSP yang digunakan, maka tidak memaksakan siswa untuk dapat menguasai indikator-indikator yang ada. Penguasaan indikator itu disesuaikan dengan kemampuan siswa. Siswa tunanetra yang memiliki hambatan mental dapat memperoleh nilai tinggi sebagaimana siswa normal meskipun kemampuan mereka di bawah siswa normal.
108
Sebab standar pencapaian kedua jenis siswa tersebut berbeda. Dalam hal ini indikator pencapaian disesuaikan dengan kemampuan siswa. 10. Mengapa bapak menggunakan Kurikulum KTSP tersebut? Jawaban: Penggunaan KTSP itu karena Kurikulum 2013 yang ada itu standarnya untuk anak-anak normal. Dari Depag sendiri belum mengeluarkan Kurikulum 2013 sehingga kami bebas memilih untuk menggunakan KTSP atau Kurikulum 2013. Selain itu, Anak-anak SLB yang sekarang ada itu ada kesulitan jika harus memakai Kurikulum 2013. 11. Apa saja kegiatan keagamaan yang ada di sekolah? Jawaban: Sholat dhuhur berjamaah, tadarus pagi, dhuha besama pada hari jumat di pekan pertama setiap bulan disertai pengarahan keagamaan, gebyar Ramadhan, Qurban, Halal bi Halal, dan Maulid Nabi yang berupa perlombaan dan ceramah. 12. Apa tujuan dilakukannya kegiatan keagamaan tersebut? Jawaban: Tujuannya untuk membentuk akhlakul karimah, kemandirian, dan kepercayaan diri. Selain itu agar anak dapat mencapai kuat iman, kuat islam, mandiri, produktif dan kreatif. 13. Bagaimana kondisi pemahaman keagamaan peserta didik? Jawaban: Kalau saat ini terbilang bagus. Pemahaman agama yang baik itu terbukti dari banyaknya jumlah siswa yang ikut jamaah. Saat ini bisa dilihat bahwa mushola sekolah sedang diperbesar untuk dapat menampung lebih banyak jamaah. 14. Bagaimana pengamalan keagamaan peserta didik? Jawaban: Pengamalan agamanya bagus juga. Sebagaimana yang dijelaskan tadi bahwa jumlah yang ikut sholat berjamaah banyak dan saat diminta untuk mengaji dan adzan tidak sulit. Alhamdulillah, saat ini pengamalan agama yang bagus itu bukan hanya di sekolah namun juga dirumah. InsyaAllah di rumah pun pengamalan agama anak-anak yang sekarang semakin baik. 15. Bagaimana sikap dan perilaku peserta didik? Jawaban: Kalau di SLB ini Alhamdulillah bagus, tidak ada yang terbilang kriminal. Ada juga yang perkataannya terlihat agak “ngawur”, itu bukan karena akhlaknya kurang bagus tapi itu sebenernya karena ada kelemahan pada saraf otaknya. Jadi memang harus diingatkan terus.
109
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
110
HASIL WAWANCARA
Informan
: Maksum, S.Ag., M.Pd.
Jabatan
: Guru Pendidikan Agama Islam
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Senin dan Selasa, 24 Oktober 2016 dan 13 Desember 2016
Objek Penelitian Uraian Pertanyaan dan Jawaban Strategi 1. Strategi pembelajaran apa saja yang bapak gunakan dalam Pembelajaran pembelajaran PAI dan bagaimana pelaksanaannya? Jawaban: Sebagaimana biasanya, diawali dengan doa bersama setelah itu kita tekankan kepada anak-anak agar hafal surat-surat pendek sampai adh-Dhuha dengan harapan kelak setelah lulus minimal hafal dari fatihah sampai adh-Dhuha. Setelah itu baru kita mengawali pembelajaran dengan “dipancing” agar anak mau belajar, kira-kira 15 menit, dan disertai dengan pertanyaanpertanyaan dari pelajaran yang akan diajarkan. Intinya untuk “memancing” dan membuka wawasan dia. Setalah itu, biasanya kita menampung respon dari anak-anak. Terkadang ada yang bisa jawab terkadang tidak. Kemampuan anak dalam menjawab pertanyaan di awal itu sebagai acuan bagi kita untuk mengetahui penguasaan materi. Tapi kebanyakan anak-anak tidak bisa menjawab dan tidak menguasai walaupun di jenjang seperti SMP sudah pernah di bahas. Anak tunanetra itu kan IQ nya berbeda-beda. Maka bagi anak yang memang tidak bisa menjawab sama sekali itu tidak masalah. Setelah 15 menit itu baru kita memulai materi dan pengembangannya melalui contoh-contoh realitas kehidupan yang dapat anak-anak pahami. Setelah itu baru kita menyuruh untuk mencatat, setelah mencatat kita jelaskan lagi dan kita ulang-ulang terus. Anak tunanetra itu pemahamannya tidak secepat anak normal, oleh karena itu pendekatan yang kita gunakan adalah pendekatan individual dengan menyuruh mereka memberikan contoh-contoh lain. Adapun metodologinya adalah ceramah. Kalau selain ceramah juga bisa seperti pendekatan praktik pada materi ibadah dengan teknik praktik langsung dan memberikan contoh dengan demontrasi. Disaat praktik bisa juga kita mengamati bagaimana anak-anak praktik dan selanjutnya
111
membenarkan kesalahan dan memberikan penjelasan. Tapi kalau untuk materi seperti keimanan itu memakai metode ceramah yang kemudian diberikan contoh-contoh kenyataan dalam kehidupan. Kalau terkait ibadah kita praktikkan langsung dan jika ada kesalahan kita benarkan saat itu juga. Itupun praktiknya perlu dilakukan berulangulang sebab kesalahannya masih bisa terulang keesokannya. Intinya agama itu tidak hanya disekolah namun juga di rumah. Hal ini terbukti disaat telah kita benarkan namun ternyata kurang dapat perhatian saat di rumah. Intinya dalam hal ini keluarga memegang peranan penting terkait dengan pembiasaan praktik ibadah. Kita kembali lagi pada pembahasan, jadi untuk metodologi, pendekatan, dan tekniknya itu memang simpel, tidak perlu video, proyektor dan sebagainya. Mereka itu memakai pendengaran. Mereka itu sulit untuk memvisualisasikan sesuatu. Maka kita praktikkan dan jika salah kita benarkan saat itu dan dalam praktik itu perlu ada sentuhan atau rabaan. Mereka perlu juga sentuhan kasih sayang secara individual. Berkaitan dengan metodologi, terkadang guru pun harus bisa menciptakan metodologi sendiri contohnya itu mengajar dengan model wayang dan dalang yang menggunakan bervariasi suara. Anak-anak berminat dan suka terhadap hal itu. Dengan cara tersebut materi yang disampaikan akan dapat teringat. Namun metode tersebut berlaku terhadap anak tunanetra normal. Sedangkan bagi tunanetra ganda hanya dianggap sebagai lelucon dan angin lalu. Padahal yang disampaikan melalui metode tersebut adalah materi. Kira-kira seperti itu. Selanjutnya ada metode diskusi yang mana terkadang kita memberikan instruksi kepada anak-anak untuk mencari contoh dari kehidupan ini. Untuk menghidupkan suasana pembelajaran PAI memang diantaranya dengan cara diskusi. Dalam diskusi ini kita berikan waktu 10 sampai 15 menit untuk berdiskusi kemudian kita gali informasi dari mereka. Selain itu, kita juga memberikan kepada mereka PR atau evaluasi yang berkaitan dengan materi. Selanjutnya berkaitan dengan pembelajaran al-Qur‟an kita mengajari anak-anak braile arab untuk membaca alQur‟an. Dalam hal ini kita fleksibel. Untuk anak yang sudah sampai tingkatan Qur‟an akan kita simak baca Qur‟annya dan akan kita tingkatkan seperti pelajaran tajwidnya. Namun jika masih iqra‟ akan kita tambahi. Meskipun sudah jenjang SMA, tingkat penguasaan arab braile mereka berbeda-beda. Terakhir, dari semua yang telah dijelaskan, jika dikaitkan dengan teori yang ada
112
2.
3.
4.
5.
maka ada strategi pembelajaran langsung, pembelajaran tidak langsung, pembelajaran interaktif, pembelajaran pengalaman, dan pembelajaran mandiri. Apakah ada perbedaan strategi yang bapak terapkan antara satu kelas dengan yang lainnya? Jawaban: Ada perbedaan. Perbedaan tersebut berdasarkan jenis kelainan anak. Jika anaknya memiliki sedikit kelainan ganda itu strateginya berbeda. Jika anaknya itu tergolong tunanetra normal itu akan lebih mudah untuk menerapkan berbagai macam strategi, pendekatan, dan metodologinya. Untuk anak kelainan ganda tadi juga berbeda metodologinya dengan anak normal. Selain itu ada penurunan tingkat kesulitan materi. Jika disamaratakan akan jadi “rancu”. Penekanannya untuk anak tunenetra ganda itu ke arah materi. Materi yang diberikan itu tingkatannya diturunkan dan diringankan. Jika materinya tidak diringankan maka tidak akan diterima anak. Kuncinya untuk anak tunanetra ganda itu selain pada materi juga pada pengulangan. Mereka memerlukan lebih banyak pengulangan. Diulang dan diulang terus. Meskipun targetnya tidak tercapai tidak apa-apa. Anak tunanetra itu tidak bisa dipaksakan, tidak seperti anak-anak di sekolah umum. Bagaimana respon peserta didik dengan strategi pembelajaran yang bapak terapkan? Jawaban: Berdasarkan pengalaman saya mengajar disini selama 16 tahun menunjukkan bahwa respon mereka bagus. Banyak orang tua murid yang ingin urusan keagamaan anaknya diserahkan ke saya. Kendala apa yang bapak hadapi dalam menerapkan strategi pembelajaran? Jawaban: Sebenarnya kendala yang dihadapi adalah kurang ada dukungan yang cukup baik dari lingkungan keluarga sehingga apa yang telah diajarkan kepada siswa melalui strategi-strategi tertentu terkadang menjadi sia-sia. Bagaimana prestasi atau perkembangan peserta didik setelah diterapkan berbagai strategi pembelajaran tersebut? Jawaban: Terkait prestasi yang ada adalah prestasi intern sekolah. Prestasinya itu berupa adanya kebiasaankebiasaan yang baik. kita sebagai guru berharap mereka memiliki prestasi tersebut, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selama di sekolah mereka terpantau baik. Bahkan saya menambahkan kebiasaan kepada mereka untuk melakukan sholat dhuha di awal pembelajaran. Namun saat di luar sekolah terutama di lingkungan rumah,
113
Pendidikan Agama Islam
prestasi meraka dalam kebiasaan-kebiasaan keagamaan masih kurang. Hal itu disebabkan masih kurangnya dukungan di lingkungan rumah dalam menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut. 6. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran PAI di sekolah? Jawaban: Yang pertama guru agama itu sebagai suri tauladan. Ia memberikan contoh kepada anak-anak. Yang kedua adalah sebagai motivator. Yang ketiga adalah penghubung anak dengan orang tua. Pada peran yang ketiga ini diharapkan agar kebiasaan baik anak di sekolah mendapatkan perhatian dan dukungan dari orang tua di rumah sehingga tercapailah tujuan dari pendidikan agama yang telah diberikan di sekolah. 7. Hal-hal apa saja yang bapak perhatikan sebelum menerapkan suatu strategi pembelajaran? Jawaban: Hal yang saya perhatikan adalah kondisi fisik dan psikologis siswa. Terkait dengan fisik, saya amati bagaimana keadaan fisiknya, apakah termasuk tunanetra ringan, tunanetra berat, atau tunanetra ganda. Terkait dengan psikologisnya, saya cari tahu intelegensi, sikap dan sifatnya. 8. Kurikulum apakah yang digunakan pada pembelajaran PAI? Jawaban: Bisa dengan menggunakan Kurikulum 2013 atau KTSP 9. Bagaimana pengimplementasian kurikulum tersebut dalam pembelajaran PAI? Jawaban: Untuk anak-anak tunanetra normal kurikulum yang digunakan ikut dengan kurikulum umum. Tapi saat mengikuti kurikulum umum, disana tidak ada cara bagaimana membaca al-Qur‟an bagi mereka. Pada kurikulum umum memang ada kurikulum al-Qur‟an tapi tunanetra kan tidak bisa menulis arab sebagaimana anakanak umum, maka pengembangan pembelajarannya adalah dengan menggunakan arab braile. Intinya untuk PAI di SLB ini kita masih memakai dari kurikulum anak normal dari sekolah umum dan yang kita pakai adalah kurikulum 2013. Jika materi yang telah ditetapkan dari kurikulum yang digunakan itu terasa berat untuk anak maka akan diturunkan tingkat kesulitannya atau diganti. Memakai KTSP pun juga tidak apa-apa. Kan itu tidak jauh beda. Yang penting anak itu ada perubahan sikap, perubahan pengetahuan, bisa memahami, praktik bagus sesuai kita. Itu sudah selesai. 10. Mengapa bapak menggunakan Kurikulum 2013 dan KTSP
114
tersebut? Jawaban: Untuk Kurikulum 2013 itu tidak baku harus dipakai. Jika anaknya mampu akan digunakan Kurikulum 2013, namun jika tidak mampu kita memakai KTSP. Anak-anak tunanetra berbeda dengan anak-anak normal. Untuk anak normal tidak ada hambatan jika memakai Kurikulum 2013, namun untuk anak yang tidak melihat bagaimana? Apalagi yang tunanetra ganda. Untuk saya pribadi, akan saya coba terlebih dahulu memakai Kurikulum 2013. Jika responnya baik akan saya lanjutkan. Jika responnya tidak baik tidak akan dilanjutkan. 11. Apa saja kegiatan keagamaan yang ada di sekolah? Jawaban: Sholat dhuha berjamaah pada minggu pertama, tadarus pagi, sholat dhuhur berjamaah, dan kegiatankegiatan PBHI. 12. Apa tujuan dilakukannya kegiatan keagamaan tersebut? Jawaban: Tujuannya adalah agar anak benar-benar memahami dan merasakan secara langsung praktik-praktik keagamaan. 13. Bagaimana kondisi pemahaman keagamaan peserta didik? Jawaban: Berkaitan dengan pemahaman keagamaan sudah banyak anak yang dapat memahami. Untuk teori anakanak itu sudah dapat memahami. Hal ini terbukti ketika diberikan soal-soal mereka bisa mengerjakan semuanya. 14. Bagaimana pengamalan keagamaan peserta didik? Jawaban: Untuk pengamalannya kita tidak bisa menilai utuh secara langsung. Untuk pengamalan di sekolah mereka mengikuti dan bisa kita lihat benar dan salahnya. Tapi untuk di rumah kita tidak bisa menilai secara langsung. Kita hanya bisa menyimpulkan jika di sekolah mereka dapat melakukan dengan baik dan luwes, bisa disimpulkan ada kebiasaan yang baik di rumah. Tapi kalau terlihat berkali-kali salah mungkin di rumah tidak mendapatkan dukungan. 15. Bagaimana sikap dan perilaku peserta didik? Jawaban: Sikap dan perilakunya baik. Untuk akhlaknya saya kira cukup bagus. Sopan santunnya bagus, mereka menyapa guru saat berpapasan, dan sangat komunikatif serta akrab dengan sesama teman.
115
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
Maksum, S.Ag., M.Pd.
116
HASIL WAWANCARA
Informan
: Nurul Alfath Sabila
Jabatan
: Siswa kelas X A SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Kamis dan Rabu, 1 dan 14 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Coba jelaskan! Jawaban: Iya. Beliau itu suka menceritakan kisah hidupnya, suka menginspirasi. Beliau itu motivator kita. Beliau suka bercerita tentang kisah hidupnya atau kisah nabi siapapun yang dapat membuat saya berfikir, memetik pelajaran dan mengamalkan suatu hal. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Iya, senang. Seneng banget 3. Mengapa kamu merasa senang diajar oleh Pak Abbas? Jawaban: Seneng, karena ngajarnya tidak tegang, kadang juga ada bercandanya, jadinya tidak bosan. Beliau memiliki kisah hidup yang menarik yang bisa memotivasi kita. 4. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Iya, paham. 5. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Iya, bermanfaat. 6. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Kegiatan sholat dhuha berjamaah, tadarrus pagi, pesantren kilat yang di dalamnya ada kegiatan dhuha, tausiyah, dan terkadang kita diminta untuk berani menyampaikan pidato kita di depan orang. Jadi agar diri kita menjadi PD. 7. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Manfaatnya itu kita semua silaturrahminya jadi tidak terputus, berbaur dengan satu sama lain dan mendapat pahala. 8. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang
117
disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Iya, ingat. Kita di rumah itu harus belajar sopan santun dengan orang tua, menghormati orang yang lebih tua, belajar mengendalikan amarah, harus membantu orang. 9. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: belajar sopan santun terhadap orang, saling bantu-membantu, husnudzan, sudah relatif diamalkan dan masih berusaha untuk diamalkan. Untuk ibadah wajib sudah. 10. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: sholat dhuha dan puasa senin kamis. Untuk tahajjud belum.
118
HASIL WAWANCARA
Informan
: Firdaus Idham
Jabatan
: Siswa kelas X A SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Rabu, 14 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Jawaban: Iya. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Lumayan. Seneng sih. 3. Mengapa kamu merasa senang diajar oleh Pak Abbas? Jawaban: Beliau memberikan motivasi. 4. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Ada yang paham, tetapi ada juga yang kurang paham. 5. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Iya, bermanfaat. Bermanfaat untuk sekarang dan yang akan datang. 6. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Kegiatan sholat dhuha berjamaah, tadarrus pagi, pesantren kilat. 7. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Manfaatnya itu mempererat silaturrahmi guru, teman-teman. Juga menambah keakraban dan mendapat pahala. 8. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Iya, ingat. 9. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Kalau berperilaku baik belum tahu, tetapi untuk ibadah wajib sudah.
119
10. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Tergantung sih. Jika sempat saya akan sholat. Untuk puasa senin kamis masih berat.
120
HASIL WAWANCARA
Informan
: Riyan Faturrahmadia Subri
Jabatan
: Siswa kelas X A SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Rabu, 14 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Jawaban: Iya. Enak didengar. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Senang sekali, bagus. 3. Mengapa kamu merasa senang diajar oleh Pak Abbas? Jawaban: Setelah belajar dapat siraman ruhani. 4. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Iya, paham. 5. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Iya. 6. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Tadarus pagi, sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha berjamaah, kegiatan Qurban, kegiatan Ramadhan. 7. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Manfaatnya biar dapat rezeki. 8. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Iya, ingat. 9. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Iya, sudah. 10. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Sholat dhuha. Untuk puasa senin kamis jarang.
121
HASIL WAWANCARA
Informan
: Alfathulloh Radiya
Jabatan
: Siswa kelas X A SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Rabu, 14 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Coba jelaskan! Jawaban: Iya. Menarik karena ada ibrah dan hikmah yang bisa diambil. Cerita yang disampaikan pak Abbas itu inspiratif. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Senang. Senang luar biasa. 3. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: InsyaAllah paham. 4. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Iya, bermanfaat. Tidak hanya bermanfaat, juga bisa memahami isi kandungan di dalam al-Qur‟an, di dalam hadits, dan di dalam perkataan para sahabat. 5. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Sholat dhuha berjamaah, sholat dhuhur berjamaah, kerohanian Islam, pesantren ramadhan, buka puasa bersama, Maulid, dan hari besar lain. 6. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Banyak kata-kata yang bisa diambil, kegiatannya positif, bermanfaat, dan ada pembelajarannya tersendiri termasuk tentang hikmah qurban. 7. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Iya ingat dan paham. 8. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Iya sudah, terutama penerapan tauhid. Jangan
122
menyembah selain Allah dan jangan mengambil sesembahan selain Allah, cukuplah Allah saja. 9. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Puasa sunnah senin kamis, sholat dhuha.
123
HASIL WAWANCARA
Informan
: Rizkie Joko Legowo
Jabatan
: Siswa kelas X B SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Kamis, 1 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Jawaban: Baik, menarik, lucu juga. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Seneng sih, tidak merasa bosan. Hanya merasa sedikit bosan, pokoknya hanya sedikit sekali. 3. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Bisa. Kalau saya kan mendengarkan waktu guru menjelaskan. 4. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Bermanfaat. Jadi mengerti dan paham tentang agama. pengetahuannya lebih luas. Saya jadi mengerti surat-surat pendek. 5. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Sholat dhuhur jamaah, sholat dhuha di awal bulan, kegiatan ramadan, qurban, dan tadarus pagi. 6. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Bisa tahu agama. Yang dulu tidak bisa baca Quran, sekarang jadi bisa. 7. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Saya masih ingat, terutama waktu sholat tidak boleh berisik. 8. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Berperilaku baik sudah tapi ibadah wajib belum. Ibadah wajib masih belajar, terkadang masih bolong.
124
9. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Sholat dhuha tapi masih jarang-jarang.
125
HASIL WAWANCARA
Informan
: Ananda Utami
Jabatan
: Siswa kelas X B SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Kamis, 1 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Jawaban: Baik. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Senang. 3. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Paham. 4. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Bermanfaat. 5. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Sholat dhuha setiap awal bulan, sholat dhuhur, ramadhan, qurban. 6. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Ingat. 7. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Sudah berperilaku baik, ibadah wajib belum lengkap. 8. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Sholat dhuha tapi jarang.
126
HASIL WAWANCARA
Informan
: Yoggi Septian
Jabatan
: Siswa kelas XI A SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Senin, 24 Oktober 2016
Objek Penelitian Uraian Pertanyaan dan Jawaban Strategi 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik Pembelajaran dan menarik? Jawaban: Lumayan menarik, kak. Gampang dimengerti penjelasannya dan terkadang pak guru suka menghibur dan bercanda. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Senang, karena selain gurunya menyenangkan pelajarannya juga menyenangkan. 3. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Kalau terkait hal itu, alhamdulillah bisa memahami. Pendidikan 4. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Menurut saya hal itu sangat bermanfaat untuk kita di dunia dan di akhirat. 5. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Membaca al-Qur‟an di pagi hari, kegiatan sholat dhuha bersama setiap bulan, mendengar tausiah-tausiah dari guru pada kegiatan ramadhan, sholat dhuhur berjama‟ah, dan kegiatan qurban. 6. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Manfaat yang saya dapatkan adalah bisa untuk memperdalam ilmu wawasan kita sehingga bisa menjadi orang yang lebih baik. 7. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Saya masih ingat dan paham terhadap apa yang diajarkan oleh guru dalam aktivitas sehari-hari. 8. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang
127
disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Kalau itu sih saya masih lebih memperdalam lagi dan mencoba berusaha untuk menjalankan semuanya. 9. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Seperti puasa senin kamis, sholat dhuha, tahajud dan witir. Itu yang sering saya lakukan.
128
HASIL WAWANCARA
Informan
: Septian Imam
Jabatan
: Siswa kelas XI B SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Rabu, 14 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Jawaban: Iya, menarik. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Iya, senang. Pak Abbas suka bercerita. 3. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Iya, paham. 4. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Bermanfaat. 5. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Tadarus pagi, sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha setiap bulan, kegiatan ramadhan, kegiatan qurban. 6. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Saya merasa senang. 7. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Iya, ingat. 8. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Iya, sudah. 9. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Sholat dhuha bersama.
129
HASIL WAWANCARA
Informan
: Muhammad Irfan
Jabatan
: Siswa kelas XII B SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Kamis, 1 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Jawaban: Baik. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Senang. 3. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Paham. 4. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Sholat dhuhur, sholat dhuha, kegiatan ramadhan, kegiatan qurban. 5. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Saya merasa senang ikut kegiatan qurban, dan dapat pengalaman. 6. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Ingat. 7. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Berperilaku baik tapi sholat masih bolong. 8. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Sholat dhuha tapi jarang.
130
HASIL WAWANCARA
Informan
: Muhammad Hilmy
Jabatan
: Siswa kelas XII A SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Kamis, 1 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Jawaban: Iya, baik dan menarik. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Iya, senang. 3. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: lumayan paham. 4. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Iya, bermanfaat. 5. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Tadarus pagi, kegiatan qurban saya ikut nyumbang, sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha bersama 6. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Dapat meningkatkan praktik ibadah, terjalinnya silaturrahim bersama teman. 7. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Iya ingat, ingat dan paham. 8. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: InsyaAllah sudah saya amalkan. 9. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Puasa arafah, sholat dhuha tapi jarang, sholat tarawih.
131
HASIL WAWANCARA
Informan
: Masni Pratiwi
Jabatan
: Siswa kelas XII A SMALB-A
Tempat wawancara
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu wawancara
: Kamis, 1 Desember 2016
Objek Penelitian Strategi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam
Uraian Pertanyaan dan Jawaban 1. Apakah bapak guru menyampaikan pelajaran dengan baik dan menarik? Jawaban: Iya, baik dan menarik. 2. Apakah kamu merasa senang ketika bapak guru memberikan materi pelajaran? Jawaban: Senang. 3. Apakah kamu dapat memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Jawaban: Iya, paham. 4. Apakah kamu merasakan bahwa pelajaran Pendidikan Agama Islam bermanfaat? Jawaban: Iya, merasakan. 5. Kegiatan keagamaan apa saja yang telah kamu ikuti di sekolah? Jawaban: Tadarus pagi, sholat dhuhur berjamaah, sholat dhuha bersama, kegiatan ramadhan. 6. Manfaat apa yang kamu rasakan dari kegiatan keagamaan di sekolah? Jawaban: Bisa mengetahui tentang ajaran Agama Islam dan memperoleh ketenangan. 7. Apakah kamu mengingat dan memahami apa yang disampaikan bapak guru saat berada pada kondisi sebenarnya? Jawaban: Iya, ingat dan paham 8. Apakah kamu mengamalkan materi pelajaran yang disampaikan oleh bapak guru? Seperti berperilaku baik, dan menjalankan ibadah wajib? Jawaban: Berbuat baik sudah, tapi menjalankan ibadahnya masih kurang. 9. Ibadah sunnah apakah yang biasa kamu lakukan? Jawaban: Sholat dhuha tapi jarang-jarang.
132
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
:XA
Waktu Pembelajaran : 31 Agustus 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 40 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas X A SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 10 x 5 m. Ruang kelas tersebut dipergunakan untuk dua rombel, yakni kelas X A dan kelas X B. Untuk rombel X A tersedia satu meja dan kursi untuk guru serta empat meja dan kursi untuk siswa. Selain itu juga ada papan keterangan kelas, kipas angin serta foto presiden dan wakil presiden. Kegiatan pembelajaran di awali dengan doa dan salam. Sebelum memulai materi guru nampak menanyakan kabar siswa dan menanyakan PR. Di awal pembelajaran guru meminta siswa untuk membaca al-Qur‟an. Kemudian barulah guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang ayat yang telah dibaca yang disertai dengan tanya jawab dan pendiktean materi-materi penting. Selama memberikan penjelasan guru nampak memberikan asosiasi dengan pelajaran lain seperti biologi dan sosiologi. Selain itu guru juga menyertai penjelasannya dengan ayat lain, cerita jenaka, cerita pengalaman pribadi, contoh-contoh dalam kehidupan, perkembangan teknologi, dan nasihat bagaimana seharusnya bertindak dalam kehidupan sebagai seorang tunanetra. Setelah memberikan penjelasan yang disertai dengan berbagai macam muatan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bercerita dan menanggapi penjelasan yang telah disampaikan. Setelah itu guru memberikan tanggapan dari apa yang telah disampaikan oleh siswa dan mencoba memberikan nasihat, motivasi dan mengajak siswa mengambil hikmah dan bersyukur atas apa yang terjadi. Setelah itu, guru
133
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
nampak memberikan penjelasan yang bersifat deskriptif dan bersifat ajakan yang kemudian dilanjutkan dengan dikte al-Qur‟an dan tanya jawab beserta penjelasan-penjelasan. Di akhir pembelajaran guru nampak memberikan motivasi dan tugas kepada siswa yang dilanjutkan dengan doa penutup. Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile, al-Qur‟an braile, guru PAI Siswa di kelas X A berjumlah empat anak dengan kategori satu anak perempuan low vision dan tiga anak laki-laki yang hanya mampu melihat sedikit cahaya. Sebelum pembelajaran dimulai siswa nampak telah duduk dan berseragam rapih. Di meja belajar siswa tersebut telah siap peralatan untuk belajar. Di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk tenang berhadapan dengan guru, memperhatikan guru dengan baik, santun terhadap guru, dan telah siap untuk menulis dengan alat tulis brailenya. Selain itu siswa juga nampak sangat antusias dan senang terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
134
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
:XA
Waktu Pembelajaran : 30 November 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 40 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas X A SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 10 x 5 m. Ruang kelas tersebut dipergunakan untuk dua rombel, yakni kelas X A dan kelas X B yang disekat dengan beberapa buah papan. Untuk rombel X A tersedia satu meja dan kursi untuk guru serta empat meja dan kursi untuk siswa. Selain itu juga ada papan keterangan kelas, kipas angin serta foto presiden dan wakil presiden. Kegiatan pembelajaran di awali dengan doa. Sebelum memulai materi guru nampak menanyakan kabar siswa, menanyakan catatan terakhir dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami. Di awal pembelajaran guru nampak mendikte ayat al-Qur‟an beserta terjamahnya. Pendiktean ayat al-Qur‟an dilakukan dengan perlahan dengan menyebut huruf satu persatu dan harakatnya dan terkadang guru menyebutkan kode braile dari huruf arab yang disebutkan. Setelah itu barulah guru meminta siswa membaca ayat secara bersama dan memberikan penjelasan kepada siswa tentang ayat yang telah dibaca. Penjelasan guru tersebut disertai dengan ayat lain, hadits, ceritacerita yang bersifat deskriptif, contoh dalam kehidupan sehari-hari, nasihat tentang bagaimana seharusnya bersikap, dan cerita nabi yang dibandingkan dengan kondisi saat ini. Penjelasan guru tersebut bersifat interaktif dimana guru bertanya jawab dengan siswa dan mempersilahkan siswa berpendapat. Di akhir pembelajaran guru nampak menutup dengan doa dan salam.
135
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile, al-Qur‟an braile, guru PAI Siswa di kelas X A berjumlah empat anak dengan kategori satu anak perempuan low vision dan tiga anak laki-laki yang hanya mampu melihat sedikit cahaya. Sebelum pembelajaran dimulai siswa nampak telah duduk dan berseragam rapih. Di meja belajar siswa tersebut telah siap peralatan untuk belajar. Di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk tenang berhadapan dengan guru, memperhatikan guru dengan baik, santun terhadap guru, dan telah siap untuk menulis dengan alat tulis brailenya. Selain itu siswa juga nampak sangat antusias dan senang terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
136
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
: XI A
Waktu Pembelajaran : 27 September 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 40 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas XI A SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 10 x 5 m. Ruang kelas tersebut dipergunakan untuk dua rombel, yakni kelas XI A dan kelas IX. Untuk rombel XI A tersedia dua meja dan dua kursi yang saling berhadapan sebagai tempat untuk siswa dan guru. Selain itu juga tersedia papan tulis dan kipas angin. Kegiatan pembelajaran di awali dengan doa dan salam. Sebelum memulai materi guru nampak memberikan appersepsi. Di awal pemberian materi guru nampak menyampaikan materi dengan ceramah yang disertai pertanyaan kepada siswa. Ceramah dari guru disertai pula dengan contohcontoh yang menunjukkan perbandingan, disertai cerita pengalaman yang dideskripsikan dengan menekankan pada indera rabaan dan pendengaran, disertai cerita kasus yang sedang terjadi, disertai dengan nasihat-nasihat dan disertai dengan perumpamaan-perumpamaan. Selain itu guru juga nampak menceritakan kisah keteladanan Nabi dan menuntun siswa untuk mengambil hikmah. Untuk pemantapan, guru nampak mengaitkan kisah keteladanan tersebut dengan aktivitas sehari-hari yang kemudian memberikan nasihat kepada siswa bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, guru juga mengaitkan materi-materi tersebut dengan ayat alQuran. Selama pembelajaran, guru juga nampak memberikan motivasi agar siswa berkenan untuk menghafalkan al-Quran, memberikan tips untuk menghilangkan sifat buruk, meminta pendapat siswa terkait materi yang telah disampaikan, dan
137
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
memberikan kesempatan atau meminta kepada siswa untuk mencatat hal-hal penting dengan huruf braile yang selanjutnya diikuti dengan membaca catatan yang telah dibuat. Pada akhir pembelajaran, guru nampak menutup kegiatan pembelajaran. Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile dan guru PAI Siswa di kelas XI A berjumlah satu anak dengan kategori low vision. Sebelum pembelajaran dimulai siswa nampak telah duduk dan berseragam rapih. Di meja belajar siswa tersebut telah siap peralatan untuk belajar. Selain itu siswa nampak membaca alQuran braile dengan tenang di tempat duduknya. Di saat pembelajaran hendak dimulai siswa nampak antusias bertanya kepada guru tentang al-Quran braile. Sedangkan di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk tenang berhadapan dengan guru, memperhatikan guru dengan baik, santun terhadap guru dan telah siap untuk menulis dengan alat tulis brailenya.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
138
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
: XI A
Waktu Pembelajaran : 4 Oktober 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 40 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas XI A SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 10 x 5 m. Ruang kelas tersebut dipergunakan untuk dua rombel, yakni kelas XI A dan kelas IX. Untuk rombel XI A tersedia dua meja dan dua kursi yang saling berhadapan sebagai tempat untuk siswa dan guru. Selain itu juga tersedia papan tulis dan kipas angin. Kegiatan pembelajaran di awali dengan doa dan salam. Sebelum memulai materi guru nampak memberikan appersepsi. Di awal pemberian materi guru nampak mendikte siswa dan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dari guru yang diikuti dengan cerita tentang kepribadian tokoh Islam. Guru juga nampak menceritakan kisah keteladanan Nabi yang kemudian dikaitkan dengan kejadian masa sekarang, dan memberikan contoh suatu sifat yang kemudian memberikan nasihat untuk meninggalkan sifat tersebut. Selain itu, dalam pembelajaran guru juga memberikan penjelasanpenjelasan yang diawali dengan pertanyaanpertanyaan terlebih dahulu. Pada akhir pembelajaran, guru menutup kegiatan pembelajaran dengan salam. Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile dan guru PAI Siswa di kelas XI A berjumlah satu anak dengan kategori low vision. Sebelum pembelajaran dimulai siswa nampak telah duduk dan berseragam rapih. Di meja belajar siswa tersebut telah siap peralatan untuk belajar. Di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk tenang berhadapan dengan
139
guru, memperhatikan guru dengan baik, santun terhadap guru dan telah siap untuk menulis dengan alat tulis brailenya.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
140
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
: XI A
Waktu Pembelajaran : 18 Oktober 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 40 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas XI A SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 10 x 5 m. Ruang kelas tersebut dipergunakan untuk dua rombel, yakni kelas XI A dan kelas IX. Untuk rombel XI A tersedia dua meja dan dua kursi yang saling berhadapan sebagai tempat untuk siswa dan guru. Selain itu juga tersedia papan tulis dan kipas angin. Kegiatan pembelajaran di awali dengan salam. Sebelum memulai materi guru nampak menanyakan kabar siswa dan menyuruh siswa untuk membaca buku braile guru dan mencatat hal-hal yang penting. Setelah cukup lama, guru kemudian mendiktekan materi kepada siswa dan memberikan penjelasan. Penjelasan guru terkadang bersifat deskriptif yang menekankan pada indera peraba seperti rasa sejuk, panas, rasa haus, rasa pahit, dan lain-lain. Selain itu, penjelasan guru juga disertai dengan contohcontoh dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dipahami oleh siswa dan disertai dengan nasihatnasihat. Sebelum pembelajaran berakhir guru nampak memberikan tugas kepada siswa. Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile dan guru PAI Siswa di kelas XI A berjumlah satu anak dengan kategori low vision. Sebelum pembelajaran dimulai siswa nampak telah duduk dan berseragam rapih. Di meja belajar siswa tersebut telah siap peralatan untuk belajar. Di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk
141
tenang berhadapan dengan guru, memperhatikan guru dengan baik, santun terhadap guru, dan telah siap untuk menulis dengan alat tulis brailenya. Selain itu siswa juga nampak antusias dan senang terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
142
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
: XI A
Waktu Pembelajaran : 25 Oktober 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 40 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas XI A SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 10 x 5 m. Ruang kelas tersebut dipergunakan untuk dua rombel, yakni kelas XI A dan kelas IX. Untuk rombel XI A tersedia dua meja dan dua kursi yang saling berhadapan sebagai tempat untuk siswa dan guru. Selain itu juga tersedia papan tulis dan kipas angin. Kegiatan pembelajaran di awali dengan doa dan salam. Sebelum memulai materi guru nampak menanyakan kabar siswa. Di awal pembelajaran guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang sejarah yang dikaitkan dengan kondisi sekarang. Setelah itu guru mendiktekan materi kepada siswa untuk dicatat yang kemudian dilanjutkan dengan pengecekan catatan oleh siswa secara mandiri. Kemudian setelah itu guru kembali mendikte dan memberikan penjelasan-penjelasan yang diikuti dengan kisah keteladanan, cerita pengalaman, contoh-contoh permasalahan yang terjadi pada masa ini, dan memberikan nasihat tentang bagaimana bersikap dan berperilaku di masa sekarang ini sebagai tunanetra. Setelah itu guru memberikan tugas kepada siswa dan pembelajaran pun ditutup oleh guru. Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile dan guru PAI Siswa di kelas XI A berjumlah satu anak dengan kategori low vision. Sebelum pembelajaran dimulai siswa nampak telah duduk dan berseragam rapih. Di meja belajar siswa tersebut
143
telah siap peralatan untuk belajar. Di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk tenang berhadapan dengan guru, memperhatikan guru dengan baik, santun terhadap guru, dan telah siap untuk menulis dengan alat tulis brailenya. Selain itu siswa juga nampak antusias dan senang terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
144
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
: XII A
Waktu Pembelajaran : 2 Desember 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 40 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas XII A SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 5 x 4 m. Di dalam ruang kelas tersebut tersedia tiga pasang meja dan kursi, dua kipas angin serta foto presiden dan wakil presiden. Kegiatan pembelajaran di awali dengan salam. Sebelum memulai materi guru nampak menanyakan tugas dan memberikan arahan untuk UAS. Pada saat pembelajaran guru nampak memberikan penjelasan secara interaktif yang disertai dengan penyampaian ayat-ayat al-Qur‟an, contoh dalam kehidupan sehari-hari, nasihat tentang bagaimana seharusnya bersikap, cerita pengalaman dan sedikit mengungkit kebiasaan buruk yang masih dilakukan oleh siswa yang diungkapkan dengan candaan. Di akhir pembelajaran guru nampak menutup dengan doa dan salam. Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile, guru PAI Siswa di kelas XII A berjumlah dua anak dengan kategori satu anak perempuan low vision dan satu anak laki-laki totally blind. Sebelum pembelajaran dimulai saat guru telah berada di dalam kelas siswa perempuan nampak telah duduk dengan baik dan berseragam rapih. Sedangkan siswa laki-laki masih berada di luar kelas. Di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk tenang berhadapan dengan guru, memperhatikan guru dengan baik, dan nampak sangat antusias dan senang terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Selain itu siswa-siswa tersebut nampak
145
responsif terhadap apa yang disampaikan oleh guru.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
146
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
:XB
Waktu Pembelajaran : 30 November 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 35 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas XI dan XII B SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 10 x 5 m. Ruang kelas tersebut dipergunakan untuk dua rombel, yakni kelas XI XII B dan kelas VIII yang disekat dengan beberapa buah papan. Untuk rombel XI XII B tersedia tiga pasang meja dan kursi. Selain itu juga ada papan keterangan kelas, kipas angin serta foto presiden dan wakil presiden. Pada hari tersebut kelas XI XII B dipergunakan pula untuk pembelajaran kelas X B. Kegiatan pembelajaran di awali dengan doa. Sebelum memulai materi guru nampak menanyakan kabar siswa. Di saat pembelajaran guru nampak menginstruksikan kepada siswa lakilaki untuk mempersiapkan peralatan menulis dan belajar menulis braile arab. Sedangkan kepada siswa perempuan guru nampak mengajak ngobrol ringan, memberikan penjelasan-penjelasan ringan, dan bertanya jawab. Sembari belajar menulis huruf braile arab, siswa laki-laki juga mendengarkan penjelasan-penjelasan guru. Dalam belajar menulis braile arab, guru nampak juga memberikan instruksi kepada siswa untuk mengucapkan kodekode dari braile arab dan menulis secara berulangulang. Ketika ada kesalahan guru terlihat membenarkan siswa dan memberikan ancaman dan tepukan yang bersifat candaan. Selain itu guru nampak memberikan penjelasan terkait kode huruf braile arab yang diasosiasikan dengan huruf braile latin. Dalam proses belajar menulis tersebut, siswa masih nampak perlu bantuan untuk memasang reglet. Setelah selesai guru menginstruksikan siswa
147
Alat pembelajaran Sumber belajar
Kondisi siswa
untuk mengoreksi tulisan yang telah dibuat. Guru pun juga turut mengoreksi tulisan siswa. Dalam pembelajaran di kelas X B ini guru nampak memberikan perlakuan yang berbeda kepada masing-masing siswa. Namun ada kalanya guru memberikan penjelasan dan nasihat kepada keduanya serta meminta pendapat mereka. Di akhir pembelajaran guru nampak menyuruh siswa untuk menjalankan sholat dhuhur di mushola. Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile, buku pedoman membaca dan menulis al-Qur‟an braile, guru PAI Siswa kelas X B berjumlah dua anak dengan kategori low vision. Sebelum pembelajaran dimulai siswa nampak telah berseragam rapih namun belum siap dengan alat tulisnya. Siswa nampak diberikan instruksi untuk mempersiapankan alat tulis. Di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk tenang berhadapan dengan guru dan memperhatikan guru dengan baik.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
148
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
: XI dan XII B
Waktu Pembelajaran : 7 September 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 35 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang musik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
Deskripsi Hasil Pengamatan Pembelajaran al-Quran bertempat di ruang musik. Ruang tersebut bersifat kedap suara dan dilengkapi dengan berbagai perlengkapan musik dan tempat duduk. Kegiatan pembelajaran di awali dengan doa. Sebelum memulai materi guru nampak menanyakan kabar siswa. Dalam pembelajaran guru nampak menanyakan aktivitas sehari-hari siswa dan banyak memberikan penjelasan yang disertai arahan-arahan untuk melaksanakan ibadah wajib serta cerita-cerita dalam aktivitas seharihari. Selain memberikan penjelasan-penjelasan guru nampak memandu siswa untuk mempraktikkan ibadah sholat dengan panduan yang disertai rabaan. Ketika ada kesalahan guru nampak membernarkan siswa. Selama pembelajaran guru juga nampak sering memberikan sentuhan kepada siswa dan membangkitkan fokus siswa sebab terkadang siswa kehilangan fokus dan berkata hal-hal aneh. Di akhir pembelajaran guru nampak mempersilahkan siswa untuk menjalankan sholat dhuhur di mushola. Setelah itu guru nampak membereskan peralatan tulis siswa. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile, guru PAI Siswa kelas XII B berjumlah satu anak dengan kategori buta total. Di saat pembelajaran berlangsung siswa tersebut nampak beberapa kali nampak mengeluarkan kata-kata aneh saat pembelajaran. Sedangkan siswa kelas XI B berjumlah satu anak dengan kategori buta total
149
namun masih dapat melihat sedikit cahaya.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
150
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas
: XI dan XII B
Waktu Pembelajaran : 30 November 2016 Lama Pembelajaran
: 3 x 35 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang kelas XI dan XII B SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi ruang kelas
Kegiatan pembelajaran
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
Deskripsi Hasil Pengamatan Luas ruang kelas kurang lebih 10 x 5 m. Ruang kelas tersebut dipergunakan untuk dua rombel, yakni kelas XI XII B dan kelas VIII yang disekat dengan beberapa buah papan. Untuk rombel XI XII B tersedia tiga pasang meja dan kursi. Selain itu juga ada papan keterangan kelas, kipas angin serta foto presiden dan wakil presiden. Kegiatan pembelajaran di awali dengan doa. Sebelum memulai materi guru nampak menanyakan kabar siswa. Di awal pembelajaran guru nampak menginstruksikan kepada siswa untuk menulis. Selanjutnya guru mendikte materi kepada siswa. Dikte yang dilakukan guru terbilang pelan dan bersifat materi-materi pokok dan ringkas yang disertai dengan penjelasan dan cerita tentang aktivitas sehari-hari. Pada proses dikte tersebut guru nampak beberapa kali memasangkan reglet siswa. Setelah mendikte, guru menyuruh siswa membaca dan memeriksa apa yang telah ditulis dan guru nampak membenarkan hal-hal yang salah. Setelah itu guru nampak memberikan penjelasan yang disertai tanya jawab dan memberikan PR kepada siswa. Di akhir pembelajaran guru nampak menyuruh siswa untuk menjalankan sholat dhuhur di mushola. Setelah itu guru nampak membereskan peralatan tulis siswa. Buku tulis braile, reglet dan pen. Buku pelajaran PAI dalam tulisan braile, guru PAI Siswa kelas XII B berjumlah satu anak dengan kategori buta total. Di saat pembelajaran berlangsung siswa tersebut nampak beberapa kali
151
nampak mengeluarkan kata-kata aneh saat pembelajaran. Sedangkan siswa kelas XI B berjumlah satu anak dengan kategori buta total namun masih dapat melihat sedikit cahaya.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
152
HASIL OBSERVASI KEGIATAN PEMBELAJARAN
Nama Pengajar
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam (Pembelajaran Al-Quran)
Waktu Pembelajaran : 21 Oktober 2016 Lama Pembelajaran
: 60 menit
Tempat Pembelajaran : Ruang musik SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Indikator Pengamatan Kondisi tempat pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
Alat pembelajaran Sumber belajar Kondisi siswa
Deskripsi Hasil Pengamatan Pembelajaran al-Quran bertempat di ruang musik. Ruang tersebut bersifat kedap suara dan dilengkapi dengan berbagai perlengkapan musik dan tempat duduk. Pembelajaran di awali dengan persiapan dan doa. Setelah itu siswa diminta menghafalkan huruf arab braile terlebih dahulu yang kemudian diminta untuk membaca al-Quran braile. Selama siswa membaca, guru menyimak dan jika ada kesalahan guru akan membimbing siswa dengan rabaan yang disertai demonstrasi. Selama pembelajaran al-Quran berlangsung guru juga nampak memberikan asosiasi-asosiasi terkait huruf braile arab yang diasosiasikan dengan huruf braile latin. Hal ini diberikan untuk memudahkan siswa mengingat huruf braile arab. Al-Quran braile dan guru PAI Di saat pembelajaran berlangsung siswa nampak duduk tenang berhadapan dengan guru, memperhatikan guru dengan baik, dan santun terhadap guru.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
153
HASIL OBSERVASI KEGIATAN KEAGAMAAN
Nama Kegiatan
: Kegiatan Sholat Dhuha Berjamaah
Waktu Observasi
: 2 September 2016
Tempat Pelaksanaan : Mushola SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Deskripsi Kegiatan
:
Kegiatan sholat dhuha berjamaah merupakan kegiatan rutin setiap bulan yang dilakukan pada hari Jum‟at pukul 7 pagi hingga 8 pagi pada pekan pertama. Kegiatan tersebut secara umum diperuntukkan bagi seluruh siswa dari jenjang SD hingga SMA di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Pada rangkaian kegiatan tersebut, bukan hanya sebatas melaksanakan sholat dhuha berjamaah, namun juga diikuti dengan pemberian motivasi dan materi keagamaan yang bersifat interaktif, dzikir dan doa bersama. Selain itu juga ada sesi bagi siswa untuk memberikan demonstrasi hafalan di hadapan siswa lain.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
154
HASIL OBSERVASI KEGIATAN KEAGAMAAN
Nama Kegiatan
: Kegiatan Tadarus Pagi
Waktu Observasi
: 2 dan 7 September 2016
Tempat Pelaksanaan : SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Deskripsi Kegiatan
:
Kegiatan tadarus pagi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan untuk meningkatkan keimanan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur‟an. Kegiatannya meliputi tadarus al-Qur‟an yang dilaksanakan kurang lebih selama 10 sampai 15 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Kegiatan tersebut secara umum diperuntukkan bagi seluruh siswa dari jenjang SD hingga SMA dan secara khusus ada siswa yang membaca al-Qur‟an di ruang guru dengan menggunakan pengeras suara.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
155
HASIL OBSERVASI KEGIATAN KEAGAMAAN
Nama Kegiatan
: Kegiatan Penyembelihan Hewan Qurban
Waktu Observasi
: Selasa, 13 September 2016
Tempat Pelaksanaan : SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Deskripsi Kegiatan
:
Kegiatan penyembelihan hewan qurban merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta dalam rangka memperingati hari raya Idul Adha. Kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh elemen sekolah. Kegiatan tersebut diawali terlebih dahulu dengan kegiatan sholat dhuha bersama yang dilanjutkan dengan tausiyah, doa dan lantunan takbir dari guru dan siswa. Setelah itu, dilaksanakanlah prosesi penyembelihan dan siswa diajak untuk mendekat ke tempat penyembelihan disertai lantunan takbir. Beriringan dengan hal tersebut, guru menjelaskan kepada siswa tunanetra tentang gambaran kondisi yang sedang terjadi. Setalah penyembelihan usai, siswa diberikan materi keagamaan melalui ceramah di mushola. Sedangkan sejumlah guru dan staff sekolah mempersiapkan daging qurban untuk dapat dibagikan.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
156
HASIL OBSERVASI KEGIATAN KEAGAMAAN
Nama Kegiatan
: Kegiatan Sholat Dhuhur Berjamaah
Waktu Observasi
: 18 Oktober 2016
Tempat Pelaksanaan : Mushola SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta Deskripsi Kegiatan
:
Kegiatan sholat dhuhur berjamaah merupakan kegiatan rutin yang dilakukan sebagai bentuk praktik ibadah secara langsung dan pembiasaan bagi siswa yang dilakukan di awal waktu dhuhur. Kegiatan tersebut secara umum diperuntukkan bagi seluruh siswa dari jenjang SD hingga SMA di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Kegiatan tersebut bukan hanya dipandu oleh guru Pendidikan Agama Islam, namun juga oleh guru-guru selain guru Pendidikan Agama Islam. Dalam kegiatan tersebut guru-guru bahu-membahu untuk mengatur, memandu dan membenarkan siswa dengan bermacam cara yang diantaranya adalah menuntun siswa, membenarkan arah kiblat siswa, dan mengkondisikan keadaan mushola agar tetap tenang. Setelah kegiatan sholat berjamaah selesai, guru memimpin dzikir dan doa, serta memberikan tausiah singkat.
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
157
HASIL OBSERVASI KEGIATAN SISWA
Subjek Pengamatan
: Siswa SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Waktu Observasi
: 2 September – 2 Desember 2016
Tempat Observasi
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
Indikator Pengamatan Kegiatan peserta didik di luar pembelajaran
Sikap dan tingkah laku peserta didik di lingkungan sekolah
Deskripsi Hasil Pengamatan Di luar pembelajaran, banyak kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan siswa yang meliputi kegiatan keagamaan maupun nonkeagamaan. Kegiatan harian yang ada meliputi kegiatan tadarus Qur‟an di pagi hari dan kegiatan sholat dhuhur berjamaah di siang hari. Meski kegiatan tadarus pagi diperuntukkan untuk seluruh siswa, namun ada pula siswa yang tidak turut serta. Pada kegiatan sholat dhuhur berjamaah, sebelum dan setelah sholat dilaksanakan nampak beberapa siswa dan guru melaksanakan sholat sunnah qobliyah dan ba‟diyah. Sedangkan kegiatan bulanan diantaranya meliputi kegiatan sholat dhuha bersama dan kegiatan kepramukaan. Dalam keseharian, terkadang nampak pula siswa SMALB melaksanakan ibadah sholat dhuha di mushola dengan kemauannya sendiri. Selama pengamatan, siswa SMALB menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik di lingkungan sekolah. Siswa terlihat santun saat berjumpa dengan guru dan bersikap baik dan akrab saat bersama dengan temantemannya.
158
PERANGKAT PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Satuan Pendidikan
: SMALB A
Kelas/Semester
: X/ 1
Nama Guru
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
NIP/NIK
: 195704121989031001
Sekolah
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
K UR IK UL UM T INGK AT S AT UAN PE ND ID IK AN (KT SP)
159
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester
: X/1
Standar Kompetensi
:
1.
Memahami
ayat-ayat
manusia dan
Al-Qur‟an
tentang
tugas-nya sebagai khalifah di
bumi. Kompetensi Dasar
: 1.1. Membaca QS. Al-Baqarah: 30, QS. AlMukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5. 1.2. Menyebutkan arti QS. Al-Baqarah: 30, QS. AlMukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5. 1.3. Menampilkan perilaku sebagai khalifah di muka bumi seperti yang terkandung dalam QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5.
Alokasi Waktu
: 6 x 40 Menit (2 x pertemuan)
Indikator 1. Mampu membaca QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. AzZariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5 dengan baik dan benar. 2. Mampu mengidentifikasi tajwid QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 1214, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5. 3. Mampu mengartikan masing-masing kata yang terdapat dalam QS. AlBaqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. AlHajj: 5. 4. Mampu mengartikan ayat QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5.
160
5. Mampu menjelaskan kandungan QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5. 6. Mampu memahami makna dan tugas khalifah seperti terkandung dalam QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. AlHajj: 5. 7. Mampu mengidentifikasi perilaku khalifah dalam QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5. 8. Mampu mempraktikan perilaku khalifah sesuai dengan QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5.
Tujuan Pembelajaran Mampu memahami isi kandungan QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 1214, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5 dan melaksanakan tugas sebagai khalifah di muka bumi.
Karakter yang diharapkan Dapat dipercaya, rasa hormat, dan perhatian, tekun, tanggungjawab, berani, ketulusan, peduli dan jujur
Materi Pembelajaran 1. QS Al Baqarah: 30 2. QS. Al-Mukminun: 12-14 3. QS. Az-Zariyat: 56 4. QS. Al-Hajj: 5
Metode Pembelajaran 1. Demonstrasi 2. Ceramah 3. Resitasi 4. Tanya jawab 5. Diskusi
161
6. Kisah
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
1. Kegiatan awal a. Mengkondisikan kelas, salam, do‟a dan mendata kehadiran siswa. b. Peserta didik sama-sama membaca surat pendek selama 5-10 menit. c. Apersepsi dan motivasi.
2. Kegiatan Inti Eksplorasi Siswa mendengarkan dan mengamati uraian guru berkaitan dengan bahan ajar yang disajikan. Elaborasi a. Siswa melafalkan QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5 dengan harakat dan mahraj yang benar secara klasikal, kelompok, dan individu. b. Siswa diperkenalkan tentang hukum bacaan yang ada pada QS. AlBaqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. AlHajj: 5. c. Siswa melafalkan QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5 dengan menyampaikan hukum bacaan yang benar. d. Siswa mempresentasikan arti masing-masing ayat dan isi kandungan ayat. Sedangkan siswa lain menyimak dan menanggapinya. e. Siswa diberikan kesempatan oleh guru untuk bercerita yang berkaitan dengan isi kandungan QS. Al-Baqarah: 30, QS. Al-Mukminum: 12-14, QS. Az-Zariyat: 56 dan QS. Al-Hajj: 5. Konfirmasi a. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui. b. Guru bersama-sama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman dan memberikan penguatan dan kesimpulan.
162
3. Kegiatan penutup a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk menulis QS. Az-Zariyat: 56. b. Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan doa dan salam.
Alat/sumber belajar a. Buku Pendidikan Agama Islam b. Al-Qur‟an Braille c. Pengalaman Guru
Penilaian 1.
Tes Tertulis
2.
Tes Baca al-Quran
Jakarta, 15 Desember 2016
163
PERANGKAT PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Satuan Pendidikan
: SMALB A
Kelas/Semester
: XI / 1
Nama Guru
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
NIP/NIK
: 195704121989031001
Sekolah
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
K UR IK UL UM T INGK AT S AT UAN PE ND ID IK AN (KT SP)
164
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester
: XI/1
Standar Kompetensi : 3. Meningkatkan keimanan kepada rasul-rasul Allah. Kompetensi Dasar
: 3.1 Menjelaskan tanda-tanda beriman kepada rasul-rasul Allah. 3.2 Menunjukkan contoh-contoh perilaku beriman kepada rasul-rasul Allah. 3.3 Menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan kepada rasul-rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Alokasi Waktu
: 6 x 40 menit (2 x pertemuan)
Indikator 1. Mampu menjelaskan tanda beriman kepada rasul-rasul Allah. 2. Mampu mengidentifikasi tanda-tanda beriman kepada rasul-rasul Allah. 3. Mampu menjelaskan sikap beriman kepada rasul-rasul Allah. 4. Mampu menjelaskan contoh-contoh perilaku beriman kepada rasul-rasul Allah. 5. Mampu mengidentifikasi contoh-contoh beriman kepada rasul-rasul Allah. 6. Mampu mengidentifikasi sifat-sifat mulia para rasul Allah. 7. Mampu menunjukkan perilaku yang mencerminkan beriman kepada rasulrasul Allah. 8. Mampu meneladani sifat mulia rasul-rasul Allah. 9. Mampu mengaplikasikan sifat-sifat para rasul Allah dalam kehidupan seharihari.
Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat menjelaskan tanda-tanda beriman kepada rasul-rasul Allah.
165
2. Siswa dapat menunjukkan contoh-contoh perilaku beriman kepada rasul-rasul Allah. 3. Siswa dapat menampilkan perilaku yang mencerminkan keimanan kepada rasul-rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter Siswa yang Diharapkan Dapat dipercaya, rasa hormat, perhatian, tekun, tanggung jawab, berani, ketulusan, peduli, dan jujur.
Materi Ajar 1. Tanda-tanda beriman kepada rasul-rasul Allah. 2. Contoh-contoh perilaku beriman kepada rasul-rasul Allah. 3. Perilaku yang mencerminkan keimanan kepada rasul-rasul Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Metode Pembelajaran 1. Ceramah 2. Resitasi 3. Tanya jawab 4. Diskusi
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Awal a. Mengkondisikan kelas, salam, doa, dan mendata kehadiran siswa. b. Siswa membaca surat pendek selama 5-10 menit. c. Apersepsi dan motivasi. 2. Kegiatan Inti Ekplorasi Siswa mendengarkan dan mengamati uraian guru berkaitan dengan bahan ajar yang disajikan.
166
Elaborasi a. Guru mengawali dengan mengajukan beberapa pertanyaan. b. Guru menunjuk seorang siswa yang sudah pernah mengetahui tentang sifat-sifat para rasul Allah untuk memberikan opininya di bawah bimbingan guru. c. Guru menjelaskan tentang sifat-sifat para rasul Allah. Konfirmasi a. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui. b. Guru bersama-sama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman dan memberikan penguatan dan kesimpulan. 3. Kegiatan Penutup a. Guru meminta agar siswa mengambil hikmah yang terkandung dalam sifat-sifat para rasul Allah. b. Guru meminta kepada siswa untuk meneladani sifat-sifat para rasul Allah. c. Guru memberikan PR kepada siswa berupa soal-soal. d. Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan doa dan salam.
Alat/Sumber Belajar 1. Buku Pendidikan Agama Islam 2. Al-Quran Braile 3. Pengalaman guru
Penilaian 1. Tes Tertulis 2. Tes Sikap (angket)
167
Jakarta, 15 Desember 2016
168
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester
: XI/1
Standar Kompetensi : 4. Membiasakan berperilaku terpuji. Kompetensi Dasar
: 4.1 Menjelaskan pengertian taubat dan raja„. 4.2 Menampilkan contoh-contoh perilaku taubat dan raja„. 4.3 Membiasakan perilaku bertaubat dan raja„ dalam kehidupan sehari-hari.
Alokasi Waktu
: 6 x 40 menit (2 x pertemuan)
Indikator 1. Mampu menjelaskan pengertian taubat. 2. Mampu menjelaskan syarat-syarat bertaubat. 3. Mampu menjelaskan pengertian raja‟. 4. Mampu menjelaskan kenapa kita harus berharap kepada Allah. 5. Mampu menunjukkan contoh-contoh perilaku taubat. 6. Mampu menunjukkan contoh-contoh perilaku raja‟. 7. Terbiasa berperilaku bertaubat dan raja‟ dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat menjelaskan pengertian taubat dan raja„. 2. Siswa dapat menunjukkan contoh-contoh taubat dan raja„. 3. Siswa dapat menampilkan perilaku bertaubat dan raja„ dalam kehidupan sehari-hari.
169
Karakter Siswa yang Diharapkan Dapat dipercaya, rasa hormat, perhatian, tekun, tanggung jawab, berani, ketulusan, peduli, dan jujur.
Materi Ajar 1. Pengertian taubat dan raja„. 2. Contoh-contoh perilaku taubat dan raja„.
Metode Pembelajaran 1. Ceramah 2. Resitasi 3. Tanya jawab 4. Diskusi
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Awal a. Mengkondisikan kelas, salam, doa, dan mendata kehadiran siswa. b. Siswa membaca surat pendek selama 5-10 menit. c. Apersepsi dan motivasi. 2. Kegiatan Inti Ekplorasi Siswa mendengarkan dan mengamati uraian guru berkaitan dengan bahan ajar yang disajikan. Elaborasi a. Guru mengawali dengan mengajukan beberapa pertanyaan. b. Guru menunjuk seorang siswa yang sudah pernah mengetahui tentang perilaku taubat dan raja„ untuk memberikan opininya di bawah bimbingan guru. c. Guru menjelaskan tentang perilaku taubat dan raja„. Konfirmasi a. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui.
170
b. Guru bersama-sama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman dan memberikan penguatan dan kesimpulan. 3. Kegiatan Penutup a. Guru meminta kepada siswa untuk mengamalkan perilaku taubat dan raja„. b. Guru memberikan PR kepada siswa berupa soal-soal. c. Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan doa dan salam.
Alat/Sumber Belajar 1. Buku Pendidikan Agama Islam 2. Al-Quran Braile 3. Pengalaman guru
Penilaian 1. Tes Tertulis 2. Tes Sikap (angket)
Jakarta, 15 Desember 2016
171
PERANGKAT PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Satuan Pendidikan
: SMALB A
Kelas/Semester
: XII / 1
Nama Guru
: H. Abas Sukardi, S.Pd.I
NIP/NIK
: 195704121989031001
Sekolah
: SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
K UR IK UL UM T INGK AT S AT UAN PE ND ID IK AN (KT SP)
172
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester
: XI/1
Standar Kompetensi : 6. Memahami perkembangan Islam di Indonesia. Kompetensi Dasar
: 6.1 Menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia. 6.2 Menyebutkan contoh peristiwa perkembangan Islam di Indonesia. 6.3 Mengetahui hikmah dari perkembangan Islam di Indonesia
Alokasi Waktu
: 6 x 40 menit (2 x pertemuan)
Indikator 1. Mampu menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia. 2. Mampu menjelaskan manfaat dari sejarah perkembangan Islam di Indonesia. 3. Mampu menyebutkan beberapa contoh peristiwa perkembangan Islam di Indonesia. 4. Mampu menjelaskan manfaat dari contoh peristiwa perkembangan Islam pada abad pertengahan.
Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia. 2. Siswa dapat menunjukkan contoh peristiwa perkembangan Islam di Indonesia.
Karakter Siswa yang Diharapkan Dapat dipercaya, rasa hormat, perhatian, tekun, tanggung jawab, berani, ketulusan, peduli, dan jujur.
173
Materi Ajar 1. Perkembangan Islam di Indonesia. 2. Contoh-contoh peristiwa perkembangan Islam di Indonesia.
Metode Pembelajaran 1. Ceramah 2. Resitasi 3. Tanya jawab 4. Diskusi
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Awal a. Mengkondisikan kelas, salam, doa, dan mendata kehadiran siswa. b. Siswa membaca surat pendek selama 5-10 menit. c. Apersepsi dan motivasi. 2. Kegiatan Inti Ekplorasi Siswa mendengarkan dan mengamati uraian guru berkaitan dengan bahan ajar yang disajikan. Elaborasi a. Guru mengawali dengan mengajukan beberapa pertanyaan. b. Guru menunjuk seorang siswa yang sudah pernah mengetahui tentang perkembangan Islam di Indonesia untuk memberikan opininya di bawah bimbingan guru. c. Guru menjelaskan tentang perkembangan Islam di Indonesia. d. Guru mengaitkan peristiwa perkembangan Islam masa lalu di Indonesia dengan keadaan yang terjadi pada masa sekarang. Konfirmasi a. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui. b. Guru bersama-sama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman dan memberikan penguatan dan kesimpulan.
174
3. Kegiatan Penutup a. Guru memberikan PR kepada siswa berupa soal-soal. b. Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan doa dan salam.
Alat/Sumber Belajar 1. Buku Pendidikan Agama Islam 2. Al-Quran Braile 3. Pengalaman guru
Penilaian 1. Tes Tertulis
Jakarta, 15 Desember 2016
175
HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMALB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA 2016/2017
Mata Pelajaran Guru Pengampu Kelas Semester Tahun Pelajaran No.
: : : : :
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI H. Abas Sukardi, S.Pd.I XA Ganjil 2016/2017
NAMA SISWA
KOMPETENSI
KKM
1
Alfathulloh Radiya
75
2
Firdaus
3
Nurul Alfath Sabila
4
Ryan Fathurrahmadia S.
Pengetahuan Keterampilan Pengetahuan Keterampilan Pengetahuan Keterampilan Pengetahuan Keterampilan
Mata Pelajaran Guru Pengampu Kelas Semester Tahun Pelajaran NO
: : : : :
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI H. Abas Sukardi, S.Pd.I XB Ganjil 2016/2017
NAMA SISWA
1
Ananda Utami
2
Rizkie Joko Legowo
Mata Pelajaran Guru Pengampu Kelas Semester Tahun Pelajaran NO 1
: : : : :
NILAI ANGKA 86 86 80 80 80 80 76 75
KOMPETENSI
KKM
Pengetahuan Keterampilan Pengetahuan Keterampilan
70
NILAI ANGKA 70 70 70 75
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI H. Abas Sukardi, S.Pd.I XI A Ganjil 2016/2017
NAMA SISWA Yoggi Septian
KOMPETENSI
KKM
Pengetahuan Keterampilan
70
NILAI ANGKA 90 90
176
Mata Pelajaran Guru Pengampu Kelas Semester Tahun Pelajaran
: : : : :
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI H. Abas Sukardi, S.Pd.I XI B & XII B Ganjil 2016/2017
NO
NAMA SISWA
KOMPETENSI
KKM
1
Imam Septian Bahrudin
70
2
Muhammad Ifan
Pengetahuan Keterampilan Pengetahuan Keterampilan
Mata Pelajaran Guru Pengampu Kelas Semester Tahun Pelajaran NO
: : : : :
NILAI ANGKA 71 71 90 90
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI H. Abas Sukardi, S.Pd.I XII A Ganjil 2016/2017
NAMA SISWA
KOMPETENSI
KKM
1
Muhammad Hilmy
75
2
Mazni Pratiwi
Pengetahuan Keterampilan Pengetahuan Keterampilan
NILAI ANGKA 80 75 75 75
Mengetahui, Guru Pendidikan Agama Islam
H. Abas Sukardi, S.Pd.I
177
178
BIODATA PENULIS
Asep Syahrul Mubarok, lahir di Kelurahan Kauman, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur pada hari Sabtu 26 Maret 1994. Ayah bernama Dadang Iskandar dan Ibu bernama Lilis Ratnaningsih. Pendidikan Penulis dimulai pada tahun 1998 hingga 2000 di TK YP Bakti Purbosuman. Kemudian, penulis melanjutkan ke jenjang sekolah dasar di SD Ma‟arif Ponorogo dari tahun 20002006. Setelah itu, penulis melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di SMP Negeri 2 Ponorogo dari tahun 2006-2009 dan di SMA Negeri 1 Ponorogo dari tahun 2009-2012. Di masa menempuh pendidikan jejang sekolah menengah atas, penulis aktif berorganisasi sebagai bendahara Rohis Al-Kautsar SMA Negeri 1 Ponorogo periode 2010/2011 dan Ketua Forum Komunikasi Pelajar Muslim Ponorogo periode 2010/2011. Selanjutnya, pendidikan terakhir penulis ditempuh di Strata 1 (S1) mulai tahun 2012 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam. Selama menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis aktif berorganisasi sebagai Koordinator Syiar Komda FITK LDK Syahid tahun 2013, Koordinator Kesekretariatan LDK Syahid tahun 2014, dan anggota Div. Hadroh HIQMA tahun 2013-2014.