Mohammad S. Rahman
STRATEGI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH Mohammad S. Rahman Pendahuluan Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan pengajar atau guru dengan peserta didik atau siswa dalam memanifestasi aktivitas pengajaran. Sifat umum pola itu berarti bahwa macam- macam dan sekuensi ( urutan ) tindakan yang dimaksud nampak di gunakan atau di peragakan guru dengan siswa atau peserta didik pada berbagai ragam event pengajaran. Dengan kata lain, konsep strategi dalam konteks ini dimaksudkan pada karakteristik abstrak serangkaian tindakan guru dan peserta didik atau siswa dalam pengajaran. Secara tersirat dibalik karakteristik abstrak itu terdapat perbedaan rasional antara strategi yang satu dengan strategi yang lainnya secara fundamental atau mendasar. Adapun serangkaian tindakan guru dan peserta didik dalam suatu event pengajaran aktual tertentu, disebut prosedur pengajaran. Pendidikan dapat dirumuskan dari sudut normatif, karena pendidikan menurut hakikatnya memang sebagai suatu peristiwa yang memiliki norma. Artinya bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik yang dalam hal ini guru atau pengajar dan anak didik yang dalam hal ini siswa atau pelajar berpegang pada ukuran, norma hidup, nilai-nilai moral, kesusilaan yang kesemuanya merupakan sumber norma di dalam pendidikan. Aspek itu sangat dominan dalam merumuskan tujuan secara umum. Oleh karena itu persoalan ini akan merupakan bidang pembahasan teori dan filsafat ilmu pendidikan. Tetapi di samping perumusan secara normatif pendidikan dapat pula dirumuskan dari sudut proses teknis, yakni terutama dilihat dari segi peristiwanya. Peristiwa dalam hal ini merupakan suatu kegiatan praktis yang berlangsung dalam suatu masa dan terikat dalam satu situasi serta terarah pada satu tujuan. Peristiwa tersebut adalah satu rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia, rangkaian kegiatan yang saling mempengaruhi. Satu rangkaian perubahan dan pertumbuhan – pertumbuhan fungsi jasmaniah, pertumbuhan watak, pertumbuhan intelek dan pertumbuhan sosial. Semua ini tercakup dalam peristiwa pendidikan. Dengan demikian pendidikan itu merupakan himpunan kultural yang sangat kompleks yang dapat digunakan sebagai perencanaan kehidupan manusia. Kemudian sebagai ilustrasi, misalnya pendidikan yang dikaitkan sebagai usaha pembentukan manusia yang bertanggung jawab, bersusila dan demokratis, adalah normatif dalam perumusannya. Sedangkan peristiwa atau proses interaksi pendidikannya adalah suatu proses teknis. Di dalam proses teknis inilah, secara spesifik sebagai gambaran berlangsungnya proses belajar mengajar dalam pengajaran. Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan kegiatan interaksi antara dua unsur manusia, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, , dengan siswa sebagai subyek pokoknya. Dalam proses interaksi antara siswa dan guru, dibutuhkan komponen – komponen pendukung antara lain ciri –ciri interaksi edukatif. Komponen – komponen tersebut dalam berlangsungnya proses belajar mengajar yang dikatakan sebagai proses teknis ini,
Mohammad S. Rahman juga tidak dapat dilepaskan dari segi normatifnya. Segi normatif inilah yang mendasari proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi masalah dalam penyelenggaraan pendidikan agama Islam di sekolah adalah : 1. Bagaimana peranan guru sebagai tenaga professional dalam strategi penyelenggaraan pendididkan agama Islam ? 2. Bagaimana peranan strategi penyelenggaraan pendidikan agama Islam dalam menciptakan suasana kondusif dalam pengajaran ? 3. Bagaimana hubungan antara strategi penyelenggaraan pendidikan agama Islam dengan suasana kondusif di dalam pengajaran. Pembahasan 1.
Guru Sebagai Tenaga Profesional dalam Strategi Penyelenggara Pendidikan agama Islam.
Berbicara mengenai kedudukan guru sebagai tenaga profisional akan lebih tepat mengena secara implisit apabila diketahui terlebih dahulu tentang maksud kata “profesi “ yang merupakan kata dasar dari professional tersebut. Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental daripada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesioanal akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain secara menyreluruh. Seorang pekerja professional khususnya guru dapat dibedakan dari seorang teknisi karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesioanal juga ditandai dengan adanya dengan respon informasi yang kuat terhadap implikasi kemasyarakatan dari obyek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang guru harus memiliki persepsi filisofis dan tanggapan yang bijaksana dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Jika kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan sedangkan kompetensi seorang sebagai profesioanal kependidikan ditandai dengan serentetan diagnosis dan penyesuaian yang sifatnya terus menerus. Dalam hal ini disamping kecermatan untuk menentukan langkah . guru harus bersabar, ulet dan telaten sertatanggap terhadap setiap kondisi, sehingga di akhir pekerjaannya akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Pengetian profesi secara khusus denagn segala cirinya akan membawa konsekuensi yang fundamental terhadap program pendidikan terutama yang berkenaan dengan komponen tenaga kependidikan dalam kaitannya dengan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, guru dituntut adanya kualifikasi kemampuan yang lebih memadai. Secara garis besar tingkatan kualifikasdi professional guru sebagai tenaga profesioanal kependidikan dapat ditelaah sebagai berikut : a. Capable personal maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan serta sikap yang memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mngajar secara efektif. b. Innovator yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi. Para guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan
Mohammad S. Rahman ketrampilan serta sikap yang tepat terhadap pembaharuan dan sekaligus merupakan penyebar ide pembaharuan yang efektif. c. Developer , seorang guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas persespektifnya. Guru harus mampu melihat kedepan dalam menjawab tantangan – tantangan yang dihadapi oleh sector pendidikan sebagai suatu sistim. Dengan pencaian suatu tingkatan profisionalisme, seorang guru akan lebih memaksimalkan tugas dan tanggung jawab mereka ditengah masyarakat. Sementara itu menurut Wolmer dan Mills bahwa sebuah pekerjaan dikatakan sebagai suatu profesi apabila memenuhi kreteria – kreteria yaitu : a. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang yang luas, maksudnya memiliki pengetahuan umum yang luas dan keahlian khusus yang mendalam. b. Merupakan karier yang dibina secara organisatoris maksudnya adanya keterkaitan dalam suatu organisasi profisional, memiliki otonomi jabatan, kode etik jabatan dan merupakan karya bakti seumur hidup. c. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profisional maksudnya mendapat dukungan masyarakat, pengesahan dan perlindungan hokum, persyaratan kerja yang sehat dan jaminan hidup yang layak. 1 Selanjutnya dikemukakan pula cirri – cirri profisionalisme dibidang pkependidikan sebagai berikut : a. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan itu hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikatagorikan sebagai suatu profesi. b. Dimilikinya sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah tehnik dan prosedur yang unik. c. Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistimatis sebelum orang itu dapat melaksanakan pekerjaan professional. d. Dimilikinya mekanisme untuk menyaring sehingga orang yang berkompeten saya yang diperbolehkan bekerja. e. Dimilikinya organisasi professional untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. 2 Pemahaman profesi melalui segala bentuk cirri dan persyaratannya tersebut akan membawa konsekwensi yang fundamental terhadap program pendidikan, utamanya menyangkut tenaga kependidikan itu sendiri. Salah satu konsekwensi tersebut adalah menyangkut accountability dari program pendidikan itu. Hal ini sebagai petunjuk bahwa keberhasilan dari suatu program pendidikan tidak dapat dipisahkan dari peranan masyarakat secara keseluruhan baik sebagai sumber asal dan sumberdaya maupun sebagai pemakai hasil. Jadi kompetensi lulusan tidak semata – mata tanggung jawab pengajar atau guru akan tetapi jika ditentukan oleh pemakai lulusan serta masyarakat pada umumnya baik secara langsung maupuntidak langsung akan terkena akibat dari adanya lulusan tersebut. Hal semacam ini harus dipahami setiap unsure manusiawi yang terlibat dalam program pendidikan termasuk guru. Dengan demikian perlu disadari bahwa dengan profesi yang dimilikinya tentu masih memiliki kemampuan yang berbeda sesuai dengan kemampuan dasar individu seorang guru. Sebagai pencerminan dari perbedaan – perbedaan individual maka logis apabila dikatakan bahwa setiap guru memiliki perbedaan – perbedaan dalam hal kwalifikasi kemampuan dan 1 Sardiman AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Remaja Grafindo Persada, 1996), h. 131-132. 2 Ibid., h. 132.
Mohammad S. Rahman kapabilitas. Seperti telah disinggung oleh penulis , bahwa kwalifikasi pada tingkat pertama tentunya merupakan dasar yang harus dimiliki oleh setiap guru untuk kemudian menuju kepada tingkat kesempurnaannya yakni inovator dan developer. Oleh karena itu ada yang beranggapan yang berperan sebagai innovator dan developer itu adalah guru senior dengan alas an mereka sudah memiliki pengalaman kerja, akan tetapi sebaliknya ada juga pendapat yang mengatakan justru dari kelompok guru mudalah yang kiranya lebih banyak mengambil peran dalam soal pembaharuan. Alasanya adalah tenaga – tenaga tersebut masih cukup potensial dan biasanya lebih responsip dalam menyikapi ide dalam pembaharuan. Persoalan ini memang sulit dijawab akan tetapi lebih realistis bila kedua pendapat tersebut mempunyai unsure kebenaran masing – masing. Yang jelas menurut penulis semuanya akan kembali kepada factor manusia atau individu dari guru yang bersangkutan baik yang berusia maupun yang masih muda. Yang perlu diingat bahwa ukuran yang tepat untuk upaya reformasi itu tidak sekedar banyaknya pengalaman kerja, tetapi persoalannya cukup komplek sebab menyangkut sikap mental dan kultur masing – masing. Dengan demikian jelaslah bahwa untuk melihat seberapa besar tingkat kwalifikasi kemampuan guru tidak dapat dipisahkan dari sikap dan prilaku guru itu sendiri. Sehubungan dengan hal itu maka perlu ditegaskan bahwa selain factor – factor pengetahuan, kecakapan, ketrampilan dan daya tanggap terhadap ide pembaharuan serta wawasan yang lebih luas sesuai dengan profesionalisme pada diri seorang guru yang sebenarnya masih memerlukan sorotan khusus dari kreteria atau nuansa yang bersifat mentalis. Faktor ini akan menyebabkan seseorang merasa senang karena terpanggil hati nuraninya untuk menjadi seorang pendidik atau guru. Dengan hati nurani yang tulus inilah seorang guru akan dapat melaksanakan kegiatan, tugas dan tanggung jawabnya sehingga dapat diwujudkan sebagai guru yang memiliki tugas yang suci dan murni didalam sanubarinya. 2. Peranan Srategi Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam Dalam Menciptakan Suasana Kondusif Dalam Pemgajaran. Dalam usaha pencapaian belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan atau kondisi belajar yang lebih kondusif . Dengan orientasi diatas akan berkaitan dengan proses ngajar mengajar. Mengajar diartikan sebuah usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan belajar itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing – masing akan saling mempengaruhi antara aspek yang satu dengan yang lain. Komponen – komponen itu antara lain tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi, guru dan siswa yang memainkan peranan dalam hubungan social tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana belajar yang tersedia. Komponen – komponen system itu saling mempengaruhi secara bervariasi sehingga setiap peristiwa belajar memiliki profil yang unik dan komplek. Masing – masing sistem profil lingkungan belajar diperuntukan tujuan – tujuan belajar yang berbeda. Dengan kata lain untuk mencapai tujuan belajar tertentu harus diciptakan sistem lingkungan belajar tertentu pula. Tujuan belajar untuk pengembangan nilai afeksi memerlukan penciptaan sistem lingkungan berbeda dengan sistem yang dibutuhkan untuk tujuan belajar pengembangan gerak serta berbagai sistem yang lain. Orientasi utama di dalam mewujudkan tujuan belajar diatas sangat dipengaruhi oleh fungsi dan peranan dari suatu strategi proses belajar yang diperankan peserta didik , serta strategi mengajar yang dilakukan oleh pendidik. Strategi belajar mengajar akan menjadi titik kulminasi didalam pemberdayaan sistem pembelajaran yang lebih komperehensif sehingga segala fonomena yang terkait dan terkandung
Mohammad S. Rahman didalamnya akan dapat dicermati dan ditelaah secara mendalam oleh komponen yang terkait didalamnya. Peranan strategi penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di dalam menciptakan suasana kondusif dalam pelaksanaan pengajaran menurut estimasi mendasar penulis adalah sangat erat, kuat dan utama serta penting yang dalam hal ini dikarenakan oleh fonomena bahwa pelaksanaan pengajaran akan berlangsung secara aman , tertib , lancar dan terkendali yang terangkum dalam suasana yang kondusif apabila eksistensi diatas dibarengi dengan suatu penerapan strategi yang mantap dan efektif baik bagi pengajar maupun peserta didik sebagai komponen dari obyek belajar. Apabila kondisi ini diciptakan dengan baik maka intereaksi edukatif akan berlangsung secara harmonis sebagai keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian aktualisasi dilapangan pengajaran secara nyata perlu suatu sistem, metode , cara tertentu agar segala delik dan langkah – langkah yang ditempuh akan memberikan gambaran suatu keberhasilan dari berbagai aspek dan lingkupnya. Bagaimanapun juga dengan kegiatan proses belajar mengajar yang dilaksanakan tidak sistematis akan menyebabkan kekacauan nuansa pelaksanaannya. Dan paling tidak gambaran adanya interaksi antara peserta didik dan pengajar tidak berjalan secara harmonis karena kurang atau tidak didasari oleh suatu konsistensi di dalam pembelajaran. Strategi belajar dapat ditelaah bahwa kegiatan yang dilakukan oleh siswa dipenuhi dengan berbagai sistematika tertentu baik metode, cara dan sistemnya berkonotosi terhadap penciptaan situasi dan kondisi yang baik dan aman dalam memahami , meresapi dan menghayati norma-norma materi pelajaran yang disajikan oleh guru atau pengajar begitu juga dengan komponen terakhir ini, dapat menuangkan strategi yang baik sehingga benar – benar terjadi interaksi positip diantara kedua komponen tertsebut. Bila hal ini teraktualisasi dan terlaksana dengan baik maka suasana belajar mengajar berlangsung secara terkendali sesuai dengan tuntunannya yang akhirnya dapat diwujudkan suatu tujuan yang menunjukkan eksistensi yang sangat tinggi. Hubungan Antara Strategi Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam dengan Suasana Kondusif Di dalam Pengajaran Pengajaran merupakan sub set dari sauatau pendidikan atau pengajaran disekolah termasuk dalam kontek dalam ruang pendidikan. Kegiatan pengajaran berarti kegiatan pendidikan , tetapi bukan sebaliknya. Pencapaian tujuan pengajaran adalah dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Demikianpun kegiatan pengajaran dengan sendirinya ada dalam ikatan situasi dan tujuan pendidikan. Interaksi pengajaran yang terikat oleh situasi dan tujuan pendidikan disebut interaksi edukatif. Terjadinya interaksi edukatif dalam pengajaran sangat ditunjang oleh nuansa yang terjadi dalam belajar mengajar dari segala lingkupnya yang paling penting dan utama menyangkut tentang methode system dan cara yang diterapkan masing – masing komponen dalam pembelajaran tersebut baik bagi peserta didik sebagai obyek belajar maupun pendidik sebagai orang yang memberikan pengajaran dalam hal transfer ilmu pengetahuan. Pada fenomena diatas akan dapat dilihat begitu eratnya hubungan yang terjadi antara stragegi penyelenggaraan pendidikan agama islam dengan situasi benar – benar aman tertip dan terkendali dalam pelaksanaan pengajaran. Hubungan antara stretegi penyelenggaraan agama islam dengan penciptaan suasana kondusif dalam penyelenggaran dalam proses pengajaran yakni dengan mengefektifkan suatu system belajar mengajar akan dapat terpola suatu mekanisme pengajaran yang efektiv pula. Melalui peranan dan hubungan strategi penyelenggaraan pendidkan agama islam dalam menciptakan situasi dan suasana yang kondusif dalam pengajaran itu akan dapat terimplementasi secara akurat mengenai perwujudan suatu insan
Mohammad S. Rahman muda yang mempunyai bobot intelektual yang memadai sehingga akan terbentuk pula generasi penerus harapan bangsa dimasa akan dating, khususnya dalam melestarikan norma – norma dan nilai – nilai pendidikan secara luas dan menyeluruh. Penutup Menurut analisa penulis, ada dua titik pandang yang berbeda mengenai strategi. Yang pertama yakni menekankn dari segi yang sifatnya umum dan merupakan pra pelaksanaan sesuatu, sedangkan yang kedua yakni lebih menekankan segi operasioanalitas secara spesifik. Sisi perbedaan ini pada hakikatnya hanya terletak pada segi waktu. Ada yang menunjuk strategi sebagai awal rangcangan atau prapelaksanaan dan ada pula yang menunjuk pada tahap pelaksanaannya itu atau prosedur pelaksanaannya. Untuk itulah dalam kegiatan pengajaran sangat dituntut suatu fenomena berfikir yang lebih koperensif terhadap setiap pengajar untuk menerapkan suatu strategi yang tepat. Sehingga tujuan pengajaran akan dapat memenuhi sasaran yang tepat. Perlu diingat bahwa strategi penyenggaraan agama islam akan lebih optimal apabila didukung oleh pola atau strategi yang diterapkan siswa dalam belajar. Apabila kondisi dapat diwujudkan akan bertemulah titik kulminasi yang mantap antara strategi belajar dan strategi pengajar, sehingga pada akhirnya akan dapat terbentuk suatu mekanisme pembelajaran yang mapan. Daftar Pustaka Ahmadi, Abu. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung ; CV. Armico, 1985. Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. III; Jakarta: Bumi Akara, 1994. Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1988. Mappanganro, Implemantasi Pendidikan Islam di Sekolah. Ujung Pandang ; Yayasan Ahkam, 1996. Nawawi, Hadari . Pendidikan Dalam Islam, Cet. I; Surabaya : Al-Ikhlas, 1993. Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Remaja Grafindo Persada, 1996. Zuharini, H. Dkk. Metodik Khusus Pedidikan Agama, Surabaya : Usaha Nasional , 1983.