Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
STRATEGI PELAKSANAAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH Oleh: Khotibul Umam, M.A1
[email protected] Abstraks Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam proses belajar mengajar adalah kurikulum yang diterapkan. Oleh karena itu faktor maju-mundurnya mutu pendidikan, salah satunya dipengaruhi oleh kurikulum yang digunakan. Pengembangan kurikulum (curriculum development) merupakan komponen yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Para ahli kurikulum memandang bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu siklus dari adanya keterjalinan, hubungan antara komponen kurikulum, yaitu antara komponen tujuan, bahan, kegiatan dan evaluasi. Maka dalam usaha melaksanakan dan mengembangkan suatu kurikulum di sekolah, harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum, Pertama, Prinsip Umum, yang meliputi; relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas. Kedua, Prinsip umum, yang meliputi; 1). Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, 2). Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, 3). Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, 4). Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran, dan 5). Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Salah satu usaha dalam mengembangkan kurikulum PAI adalah dengan menggunakan diagram Chart, dimana diagram tersebut menggambarkan bahwa seseorang dalam mengembangkan kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bisa berasal dari, 1). Visi yang dicanangkan, 2). Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut, 3). Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan IPTEK dan zaman, 4). Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya, 5). Kecenderungan era globalisasi, yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi. Kata Kunci: Strategi, Pengembangan Kurikulum, Pendidikan Agama Islam A. Pendahuluan.
1
Penulis adalah Dosen Tetap pada STAIN Jember. 111
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Menurut UU Sisdiknas Nomor 20/2003 definisi kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya. Dari pengertian kurikulum di atas, maka dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan, banyak agenda yang telah, sedang dan akan dilaksanakan seperti penataan undang-undang sistem pendidikan nasional dan berbagai perundangundangan yang lainnya. Berbagai program inovatif ikut serta memeriahkan upaya reformasi pendidikan seperti BBE (Broad Base Education) atau pendidikan berbasis luas, pendidikan berorientasi pada ketrampilan hidup (life skills), pendidikan untuk semua, kurikulum berbasis kompetensi, manajemen berbasis sekolah, pendidikan berbasis masyarakat, pembentukan dewan pendidikan daerah, pembentukan dewan sekolah, UAS (Ujian Akhir Sekolah), UAN (Ujian Akhir Nasional) sebagai alternatif dari Ebtanas, penilaian portofolio dan sebagainya. Salah satu komponen yang sering dijadikan faktor penyebab menurunnya mutu pendidikan adalah kurikulum. Kritikan cukup tajam terhadap kurikulum antara lain; kurikulum terlalu padat, tidak sesuai dengan kebutuhan anak, terlalu memberatkan anak, merepotkan guru dan sebaginya. Oleh karena itu akan banyak dilakukan inovasi dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi Pengembangan kurikulum (curriculum development) merupakan komponen yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Para ahli kurikulum memandang bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu siklus dari adanya keterjalinan, hubungan antara komponen kurikulum, yaitu antara komponen tujuan, bahan, kegiatan dan evaluasi. Keempat komponen yang merupakan suatu siklus tersebut tidaklah berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. B. Pembahasan 1. Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yang ditempuh di dalam melaksanakan pengajaran, cara di dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara di dalam mengatur kegiatan sekolah secara keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara yang belaku secara umum, maupun cara yang berlaku dalam menyajikan setiap bidang studi, termasuk metode mengajar dan alat pelajaran yang 112
Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
digunakan. Kurikulum merupakan rancangan2 pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan dan perbuatan pendidikan. Maka dalam usaha melaksanakan dan mengembangkan suatu kurikulum di sekolah, dalam tulisan ini akan dipaparkan prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum. Diantara prinsip-prinsip pengembangan kurikulum tersebut, yaitu: a). Prinsip Umum Terdapat beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Pertama, prinsip relevansi. Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevan keluar yang berhubungan dengan tujuan, isi dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Kedua, fleksibilitas, yaitu kurikulum hendaknya memilih sifat lentur (fleksibel). Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan di tempat lain bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan dan latar belakang anak. Ketiga, kontinuitas, yaitu berkesinambungan. Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang di sediakan kurikulum hendaknya berkesinambungan antara satu kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu ada komunikasi dan kerja sama antara pengembang kurikulum sekolah Dasar dengan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Sedangkan prinsip keempat, yaitu praktis maksudnya mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi. Prinsip terakhir atau yang kelima, adalah prinsip efektivitas, yaitu walaupun kurikulum tersebut harus murah, sederhana tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini
2
Rancangan ini disusun dengan maksud memberikan pedoman kepada para pelaksana
pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa, keluarga dan masyarakat. 113
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
baik secara kuantitas maupun kualitasnya3.
b. Prinsip Khusus Terdapat beberapa prinsip khusus alam mengembangkan kurikulum. Prinsip-prinsip tersebut berkaitan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar dan penilaian. 1). Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan. Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau jangka panjang, menengah dan pendek (tujuan khusus). Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada; a) ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, b) survei tentang penadangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, c) penelitian, dan d) survei tentang manpower4. 2). Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan. Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perancana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya; a) perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengjaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana, b) isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap dan ketrampilan, dan c) unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. 3). Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar. Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut; a) apakah metode/teknik belajar mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran, b) apakah metode/teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, c) apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat, d) apakah metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotorik, e) apakah
3 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999, hlm: 150-151. 4 Man Power adalah tentang Ketenagakerjaan, maksudnya pendekatan ini bertujuan mengarahkan kegiatan-kegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja (Man Power atau Person Power). Pada tahap permulaan pembangunan dimana diperlukan banyak tenaga kerja dari segala tingkatan dan berbagai jenis keahlian, kebanyakan negara mengharapkan supaya pendidikan mempersiapkan dan menghasilkan tenaga kerja yang terampil untuk pembangunan dalam sektor pertanian, industri, perdagangan dan sebagainya, dan juga untuk calon pemimpin yang cerdas dalam profesinya. 114
Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa/guru, f) apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru, g) apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan dirumah, dan h) untuk belajar ketrampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan learning by doing disamping learning by seeing and knowing. 4). Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran. Proses belajar-mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat bantu pengajaran yang tepat, dianataranya; a) alat/media pengajaran apa yang diperlukan, b) bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul, paket belajar dan lain-lain, dan c) bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar. 5). Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Penilaian merupakan kegiatan integral dari pengajaran. Untuk itu beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya; a) dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya mengikuti langkahlangkah; merumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, baik dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik, b) dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya memperhatikan beberapa hal, diantaranya; bagaimana kelas, usia dan tingkat kemampuan kelompok yang akan di test, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan test, dan berapa banyak butir test yang perlu disusun. 2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. a). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Pengembangan kurikulum5 (curriculum development) merupakan komponen yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Para ahli kurikulum memandang bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu siklus dari adanya keterjalinan, hubungan antara komponen kurikulum, yaitu antara komponen tujuan, bahan, kegiatan dan evaluasi. Keempat komponen yang merupakan suatu siklus tersebut tidaklah berdiri sendiri, tetapi sal-
5
Salah satu tokoh pengembang kurikulum adalah Ralph W. Tyler yang menyajikan 4
langkah pengembangan kurikulum dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang harus dijawab, baik dalam mengembangkan suatu kurikulum maupun pembelajaran (instruction), diantaranya; 1) tujuan pendidikan apakah yang harus dicapai oleh sekolah?, 2) pengalaman pendidikan apakah yang mungkin diberikan/dapat diberikan dari pencapaian tujuan tersebut?, 3) bagaimana pengalaman tersebut dapat terorganisasi secara efektif?, dan 4) bagaimana kita dapat menentukan apakah tujuan tersebut telah tercapai? 115
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
ing mempengaruhi satu sama lain6. Pengembangan dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam tulisan ini, diartikan sebagai, 1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI, 2) proses yang mengkaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik, dan 3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI. Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena sebagai berikut; 1) perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh di Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI, 2) perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam, 3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut, dan 4) perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya7. Berdasarkan pengertian pengembangan kurikulum PAI di atas, maka proses pengembangannya digambarkan oleh Hasan (dalam Muhaimin, 2005) dalam chart sebagai berikut: Pengembangan Kurikulum PAI IDE HASIL PROGRAM
6
PENGALAMAN
Abdul Majid & Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Kon-
sep dan Implementasi Kurikulum PAI, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, hlm: 3 7
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, hlm: 10-11 116
Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
SILABUS E
V A PERENCANAAN EVALUASI
L
U
A S IMPLEMENTASI
I
Chart tersebut menggambarkan bahwa seseorang dalam mengembangkan kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ideide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bisa berasal dari: 1. Visi yang dicanangkan. Visi (vision) adalah the statement of ideas or hopes, yakni pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka panjang. 2. Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut. 3. Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan IPTEK dan zaman. 4. Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya. 5. Kecenderungan era globalisasi, yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi. Kelima ide tersebut kemudian diramu sedemikian rupa untuk dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagai dokumen yang antara lain berisi; informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format silabus, dan komponen-komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Apa yang tertuang dalam dokumen tersebut kemudian dikembangkan dan disosialisasikan dalam proses pelaksanaannya, yang dapat berupa pengembangan kurikulum dalam bentuk satuan acara pembelajaran atau SAP, proses pembelajaran di kelas atau di luar kelas, serta evaluasi pembelajaran, sehingga diketahui tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Dari evaluasi ini akan diperoleh umpan balik (feed back) untuk digunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya.dengan demikian, proses pengembangan kurikulum menuntut adanya evaluasi secara berkelanjutan mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi itu sendiri8. Disamping itu dalam pengembangan kurikulum, terdapat dua proses utama yaitu pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan pedoman instruksional. Dalam pedoman kurikulum, beberapa hal yang berpengaruh yaitu 1) latar belakang, yang berisi
8
Ibid, hlm: 12-13. 117
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
rumusan falsafah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang menjadi sasaran, rasional bidang studi, struktur bahan pelajaran, 2) silabus, yang berisi matapelajaran secara lebih terinci yang diberikan yakni scope (ruang lingkup) dan sequence-nya (urutan pengajiannya), 3) desain evaluasi, termasuk strategi revisi atau perbaikan kurikulum, mengenai bahan pelajaran dan organisasi bahan dan strategi instruksionalnya. Sedangkan pedoman instruksional untuk tiap matapelajaran yang dikembangkan berdasarkan silabus9. Menurut Oemar Hamalik (dalam Mujamil Qomar), pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada berbagai tingkat, mulai dari tingkat kelas sampai tingkat nasional. Urutan tingkat tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut; 1) pengembangan kurikulum pada tingkat guru kelas, 2) pengembangan kurikulum pada tingkat kelompok guru dalam suatu sekolah, 3) pengembangan kurikulum pada tingkat pusat guru (teacher center), 4) pengembangan kurikulum pada tingkat daerah, dan 5) pengembangan kurikulum pada tingkat pada tingkat nasional10. b). Pokok Materi Kurikulum Pendidikan Agama Islam. a). Hubungan Manusia dengan Allah SWT. Hubungan vertikal antara insan dengan khaliq-Nya mendapatkan prioritas pertama dalam penyusunan kurikulum ini, karena pokok ajaran inilah yang pertama-tama perlu ditanamkan pada anak didik. Tujuan kurikuler yang hendak dicapai dalam hubungan manusia dengan Allah ini mencakup segi keimana, rukun Islam dan Ihsan, termasuk di dalamnya membaca Al-Qur`an dan menulis huruf Al-Qur`an. Untuk tingkat SD/MI aspek tersebut diberikan secara sederhana sesuai dengan kemampuan daya berfikir murid, sehingga aspek yang banyak berhubungan dengan masalah ghaib ini dapat difahami, diresapi oleh anak didik dan selajutnya dapat mewarnai tingkah lakunya sehari-hari. Pada jenjang SMP/MTs aspek ini diperluas pengertiannya dengan mengemukakan alasan-alasan atau dalil-dalil baik naqli maupun aqli sehingga anak didik yang telah meningkat remaja dapat menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam pikirannya mengenai segi-segi ghaib, dan selanjutnya dapat memahami alasan-alasan terdapat apa yang telah diyakininya selama ini. Sedangkan pada jenjang SMU/MA, tiap aspek dikemukakan kepada anak didik dilengkapi dengan faedah/arti dari aspek ajaran tersebut sehingga dengan demikian mereka dapat.
9
Nasution. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT Bina Aksara, 1989, hlm: 8
10
Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga, 2007, hlm: 155
118
Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
b. Hubungan Manusia dengan Manusia. Tujuan yang hendak dicapai dengan kurikulum ini mencakup segi kewajiban dan larangan dalam hubungan dengan sesama manusia, segi hak dan kewajiban di dalam bidang pemilikan dan jasa, kebiasaan hidup bersih dan sehat jasmaniah dan rohaniah dan sifat-sifat kepribadian yang baik. Pada tingkat SD/MI aspek tersebut disajikan secara sederhana, sehingga anak didik dapat memahami secara praktis dan dapat digunakannya dalam pergaulan sehari-hari baik dengan lingkungan keluarganya maupun dengan kawan-kawan dan tetangganya. Disamping itu dapat pula memahami sesuai dengan alam pikiran mereka tentang hak dan kewajiban dalam pemilikan dan jasa, tentang bagaimana tingkah laku dalam pergaulan hidup. Pada jenjang SMP/MTs dlengkapi dengan dalil naqli dan aqli sehingga dengan demikian aspek-aspek yang diajarkan mengenai pergaulan hidup dapat dilaksanakan dengan kesadaran bukan sekedar ikut-ikutan.. Sedangkan pada tingkat SMU/MA sudah bertambah banyak problem yang timbul dalam diri anak didik tentang arti dan kegunaan pokok-pokok ajaran agama Islam dalam pergaulan hidup. Oleh karena itu pada tingkat SMU/MA disajikan faedah dan arti dari tiap aspek hubungan manusia dengan manusia. c. Hubungan Manusia dengan Alam. Aspek hubungan manusia dengan alam mempunyai dua arti untuk kehidupan anak didik, yaitu 1) mendorong anak didik untuk mengenal alam. Selanjutnya mencintai dan mengambil manfaat sebanayak-banyaknya, 2) akan mengetahui keindahan dan kehebatan alam semesta, sehingga dengan hal demikian akan menambah keimanan meraka kepada Allah SWT. Pada tingkat SD/MI disajikan dan ditumbuhkan kebiasaan untuk menyayangi tumbuh-tumbuhan, hewan dan lingkungannya serta ikut memeliharanya. Menanamkan rasa syukur atas segala nikmat Allahh, menjelaskan makanan minuman yang dibolehkan dan mana yang tidak dibolehkan oleh Allah SWT. Pada tingkat SLTP/MTs penyajian materi tersebut dilengkapi dengan dalil naqli dan aqli, sehingga anak didik memahami bahwa apa yang diajarkan guru agamanya itu bukanlah pendapat mereka sendiri, melainkan bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Selanjutnya pada jenjang SMU/MA penyajiannya diperluas lagi dalam memperlengkapi dengan faedah dan arti dari tiap aspek yang diajarkan. Dengan demikian akan tertenamlah dalam sanubari anak didik suatu kesadaran dan dorongan untuk mengolah alam dan mengambil dari padanya, karena dengan mengolah alam untuk kemakmuran bukan hanya sekedar aspek duniawi saja tetapi juga 119
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
berarti menjalankan petunjuk dan perintah Illahi11. c). Faktor Penunjang Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Sistem pendidikan agama hendaknya memadukan pendekatan normatif deduktif yang bersumber pada sistem nilai yang mutlak, yaitu al-Qur`an, as-Sunnah dan hukum Allah SWT yang terdapat di alam semesta dengan pendekatan deskriptif-induktif yang dapat melestarikan aspirasi umat dan peningkatan budaya bangsa sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dengan perumusan program pendidikan yang didasarkan kepada konsep variabilitas12. Ketiga tipologi lembaga pendidikan (sistem tata nilai dan norma, sistem ide dan pola pikir, sisitem pola perilaku serta sistem produk budayanya) tersebut akhirnya merupakan kepentingankepentingan yang kurang terpadu dalam suatu sistem pendidikan Islam, sedangkan hasilnya dirasakan tidak memenuhi tujuannya. Untuk itu, secara struktural sangat diperlukan adanya organisasi, jalur dan jenjang pendidikan Islam yang mewajahi sekurangkurangnya tiga macam tipologi tersebut sehingga memungkinkan dilaksanakannya suatu program pendidikan agama Islam yang integral, sistematik, ekologik dan lentur (fleksibel)13. Pendidikan agama dilaksanakan dalam sistem pendidikan nasional dan menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan agama memerlukan hal-hal sebagai berikut; 1) paket-paker dasar materi pendidikan agama yang dapat menjadi pegangan hidup, dengan mempertimbangkan perkembangan jiwa, jenis, jenjang, jalur sekolah dan perkembangan kebudayaan bangsa, 2) guru agama yang cukup memenuhi syarat-syarat, 3) prasara dan sarana pendidikan agama yang cukup dan memenuhi syarat sesuai dengan keperluan secara proporsional, dan 4) lingkungan dan suasana yang mendorong tercapainya tujuan pendidikan agama, seperti
11
Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm: 134-137
12
Variabilitas, adalah suatu proses perumusan tujuan dan penyusunan kurikulum atau
silabus yang didasarkan pada kepentingan lulusan (output oriented) yang bervariasi karena adanya interaksi antara tujuan normatif dan deskriptif dengan varietas kepentingan yang berlandaskan kepada adanya perbedaan latar belakang budaya yang meliputi sistem tata nilai dan norma, sistem ide dan pola pikir, sistem pola perilaku serta sistem produk budayanya. 13
Yusuf Amir Faisal. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1995,
hlm: 117 120
Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
situasi sekolah, masyarakat dan peraturan perundang-undangan14. Selama ini pelaksanaan pendidikan agama di sekolah sudah banyak dilakukan pembaharuan maupun perbaikan. Terlihat perbaikan-perbaikan itu sudah menyentuh berbagai aspek, mulai dari kurikulum, bahan pelajaran, alat, pendekatan meupun tenaga pengajarnya. Hasilnya jelas, walaupun belum memenuhi tuntutan dan keinginan kita bersama. Kekurangan itu misalnya masih seringnya kita mendengar anak-anak yang sudah tamat SMP/MTs, SMU/MA bahkan Perguruan Tinggi yang masih belum terbiasa melakukan shalat lima waktu, puasa pada bulan ramadlan, membaca al-Qur`an dan sejenisnya. C. Penutup Dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah/madrasah harus mendapatkan penanganan yang serius, karena bagaimanapun pendidikan Islam merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Banyak sekali unsur yang mempengaruhi keberhasilan dalam sistem pendidikan di sekolah/madrasah. Dimana antara unsur satu dengan yang lainnya sangat berhubungan. Salah satu komponen yang menentukan dalam keberhasilan proses pembelajaran pendidikan adalah kurikulum yang digunakan. Begitu juga sebaliknya faktor yang menjadikan penyebab menurunnya mutu pendidikan salah satunya adalah kurikulum. Untuk itu para pelaku pendidikan terutama guru, harus mampu memahami dan menguasai kurikulum yang digunakan. Untuk itu beberapa usaha dalam rangka untuk mengembangkan kurikulum, terutama kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) telah banyak dilakukan dalam rangka untuk menjawab ketertinggalan kualitas pendidikan Islam. Untuk itu keberhasilan perubahan kurikulum di sekolah dan madrasah khususnya, sangat bergantung pada guru dan kepala sekolah, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan serta menggerakkan berbagai komponen dan dimensi sekolah Islam yang lain. Selama ini Pengembangan kurikulum PAI di sekolah/madrasah, ternyata telah mengalami perubahanperubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena sebagai berikut, yaitu; 1) metode hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaranajaran Islam, dikembangkan kepada pemahaman tujuan, makna
14
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1996, hlm: 27-28 121
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI, 2) perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam, 3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut, dan 4) perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya Daftar Pustaka Daradjat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Faisal, Yusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Majid, Abdul & Dian Andayani. 2006. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nasution. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT Bina Aksara. Sukmadinata, Nana Syaodih. 1999. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Qomar, Mujamil. 2007. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
122
Khotibul Umam, Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
123