STRATEGI MANAJEMEN PENGETAHUAN PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) KOTA BOGOR
MERRY MARLIYNA
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggia manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang di terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015
Merry Marliyna NIM H24110005
ABSTRAK MERRY MARLIYNA. Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor. Dibimbing oleh ANGGRAINI SUKMAWATI. Ekonomi berbasis pengetahuan menuntut setiap organisasi untuk mampu menerapkan manajemen pengetahuan pada operasionalnya termasuk dalam hal ini Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan kondisi manajemen pengetahuan serta mengetahui prioritas strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor. Pemetaan kondisi manajemen pengetahuan pada UKM di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif, sementara penyusunan prioritas di susun dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kualitas pengetahuan, kualitas proses pengelolaan, dan kualitas pembelajaran pada UKM Kota Bogor sebagian besar telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar. Hasil identifikasi prioritas alternatif strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor menunjukkan tiga alternatif yang disusun secara berurutan. Alternatif pertama adalah dengan mengembangkan kompetensi SDM. alternatif kedua adalah dengan meningkatkan pengelolaan proses organisasional. Serta alternatif ketiga dengan penerapan teknologi pada proses operasional UKM di Kota Bogor. Dimana tujuan utama penerapan strategi ini adalah sebagai upaya perbaikan berkelanjutan dengan pelaku UKM sendiri sebagai aktor utamanya. Kata kunci: AHP, analisis deskriptif, manajemen pengetahuan, strategi, UKM ABSTRACT MERRY MARLIYNA. Knowledge Management Strategy in Small and Medium Enterprises (SMEs) of Bogor City. Supervised by ANGGRAINI SUKMAWATI. Knowledge-based economy requires organization to be able to apply knowledge management in their operations, including in this case Small and Medium Enterprises (SMEs) of Bogor City. The purposes of this study are to map knowledge management and to identify knowledge management strategy priorities on SMEs of Bogor City. To mapping the conditions of knowledge management in SMEs used descriptive analysis and to prioritizing strategy used Analytical Hierarchy Process (AHP). The result showed that the quality of knowledge, quality of management processes, and the quality of learning in SMEs of Bogor City mostly already have a good base to become a learning organization. Results identification of alternative priority on SME knowledge management strategy Bogor City show three alternative arranged sequentially. The first alternative is to develop HR competencies. The second alternative is to improve the management of organizational processes. And the third alternative to application of technology in operational processes of SMEs in Bogor City. Where the main objective of this strategy is the implementation continuous improvement of SMEs as the main actor. Keywords: AHP, descriptive analysis, knowledge management, strategy, SMEs
STRATEGI MANAJEMEN PENGETAHUAN PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) KOTA BOGOR
MERRY MARLIYNA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah manajemen pengetahuan, dengan judul Strategi Manajemen Pengetahuan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM selaku pembimbing atas segala arahan dan bimbingannya. Terima kasih kepada Ibu Dra Siti Rahmawati, MPd dan Bapak Dr Eko Ruddy Cahyadi, SHut MM selaku penguji sidang skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) Kota Bogor, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, yang telah membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga dan sahabat-sahabat, atas segala doa, kasih sayang, serta kesabarannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Merry Marliyna
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitiaan TINJAUAN PUSTAKA Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Strategi Pengetahuan Manajemen Pengetahuan Penelitian Terdahulu METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Tahapan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik UKM Karakteristik Responden Analisis Kondisi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor Identifikasi Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor Implikasi Manajerial SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 3 3 3 4 4 5 7 8 8 9 10 10 11 11 14 14 15 16 18 23 25 25 25 26 28 30
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Penelitian Terdahulu Populasi UKM Kota Bogor 2013 Komponen Pemetaan Kondisi Manajemen Pengetahuan Rentang skor dan pemaknaan kualitas proses pengelolaan pengetahuan dan kualitas pembelajaran 6 Rentang skala Cronbach’s Alpa 7 Karakteristik UKM 8 Karakteristik Responden 9 Variabel kualitas pengetahuan 10 Variabel kualitas proses pengelolaan pengetahuan 11 Variabel kualitas pembelajaran 12 Prioritas dan bobot setiap level
3 7 11 12 12 14 15 15 17 17 18 20
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Perkembangan UKM Kota Bogor tahun 2009 – 2011 2 SECI Model 5 Keterkaitan Infrastruktur Pengetahuan 6 Kerangka Pemikiran 8 Tahapan Penelitian 9 Struktur AHP Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor 19
DAFTAR LAMPIRAN 1
Hasil Perhitungan AHP
29
PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak awal tahun 1990, dunia mulai memasuki era pengetahuan. Pengembangan berbagai bidang kini mulai dilakukan dengan pendekatan aset pengetahuan (asset knowledge), tidak terkecuali di bidang ekonomi. Pendekatan pengetahuan dibidang ekonomi dikenal dengan ekonomi berbasis pengetahuan. Era ekonomi berbasis pengetahuan mengacu pada peningkatan ketergantungan terhadap pengetahuan dan inovasi dalam penciptaan barang dan jasa. Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), ekonomi berbasis pengetahuan adalah dimana produksi, penggunaan distribusi pengetahuan merupakan penggerak utama pertumbuhan, penciptaan kekayaan, dan pekerjaan untuk semua industri (Al-Hawamdeh, 2003). Pengakuan pengetahuan sebagai aset strategik mendorong diperlukannya manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan (knowledge management) sendiri menjadi penting dan berperan dalam organisasi karena dapat menunjukkan inisiatif dan prosedur pengelolaan yang jelas, mudah dimengerti, dan komprehensif (Nawawi, 2012). Dewasa ini manajemen pengetahuan menjadi salah satu faktor penggerak organisasi yang kompetitif dan berdaya saing. Sehingga diperlukan adanya strategi yang mendorong terciptanya manajemen pengetahuan yang berkesinambungan. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah salah satu penggerak ekonomi di Indonesia. Sektor UKM sendiri merupakan sektor yang paling stabil dalam perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal ini terbukti pada saat krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1997/1998 dimana perkembangan UKM sedikit bahkan tidak sama sekali terkena dampak krisis ekonomi global. Selain itu, penguatan posisi UKM merupakan salah satu strategi umum Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community pada 2015. Pada tahun 2014, UKM merupakan salah satu sektor yang memiliki jumlah besar yakni sebesar 42 juta dan juga merupakan tulang punggung ekonomi domestik (Depdagri 2014). Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah UKM yang terbilang banyak. Gambar 1 menunjukkan perkembangan UKM Kota Bogor tahun 2009 – 2011. Selama periode tersebut, usaha skala menengah mengalami peningkatan jumlah secara akumulatif. Tahun 2011 jumlah usaha menengah tercatat sebanyak 1.675 usaha. Namun, pada usaha skala kecil terjadi penurunan jumlah akumulatif sebesar 3%. Meski terjadi penurunan, tetapi jumlah yang tercatat masih terbilang banyak. Hal ini karena Kota Bogor merupakan salah satu kota penyangga ibukota Indonesia yaitu Jakarta. Kondisi strategis tersebut menjadi peluang untuk memberdayakan dan mengembangkan UKM di Kota Bogor. Jumlah ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan dapat menjadi penopang perekonomian daerah. Selain itu, UKM juga mampu berperan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan meningkatan pendapatan asli daerah (Erwina, 2015).
2 Usaha Menengah Kota Bogor
Usaha Kecil Kota Bogor
1.700
5.250
1.675
5.199 1.650 5.035 4.950 4.886
Jumlah
Jumlah
5.100
1.646
1.600 1.591 1.550
4.800
1.500
4.650 2009
2010
2011
2009
2010
2011
Tahun
Tahun
Gambar 1 Perkembangan UKM Kota Bogor tahun 2009 - 2011 (Dinas Koperasi dan UKM Kota Bogor, 2011)
Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya penguatan pada sektor UKM. Upaya penguatan tersebut dimaksudkan untuk menjadikan UKM sebagai penggerak ekonomi yang kompetitif dan berdaya saing. Menciptakan UKM yang berdaya saing dapat dicapai salah satunya dengan menerapkan konsep perbaikan berkelanjutan (continouos improvement) serta mendorong UKM tersebut untuk berkembang melahirkan inovasi-inovasi pada produknya. Manajemen pengetahuan adalah salah satu strategi manajemen yang memuat kedua hal tersebut di dalamnya. Namun faktanya banyak UKM yang tidak menerapkan manajemen pengetahuan sehingga tidak terjadi akumulasi pengetahuan. Hal tersebut pada gilirannya menyebabkan UKM tidak berkembang. Maka dari itu, penelitian ini mencoba merumuskan strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu: 1. Bagaimana kondisi manajemen pengetahuan yang ada pada UKM di Kota Bogor? 2. Bagaimana strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM di Kota Bogor?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kondisi manajemen pengetahuan yang ada pada UKM di Kota Bogor. 2. Merumuskan strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM di Kota Bogor.
3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk memetakan kondisi manajemen pengetahuan yang berlangsung pada UKM di Kota Bogor. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM di Kota Bogor kedepannya.
TINJAUAN PUSTAKA Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Definisi UKM didasarkan dalam beberapa kategori diantaranya berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah kekayaan yang dimiliki oleh usaha itu sendiri. Kemenkop UKM beserta Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mengelompokkan UKM dalam kategori jumlah kekayaan yang dimiliki. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar. Secara ringkas pengelompokkan UKM berdasarkan kriteria aset, omset, serta jumlah tenaga kerja disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Jenis Usaha Usaha Kecil Usaha Menengah
Aset (Rp) >50 Juta – 500 Juta >500 Juta – 10 Miliar
Kriteria Omzet (Rp) >300 Juta – 2,5 Miliar >2,5 Miliar -50 Miliar
Tenaga Kerja 5 – 19 orang 20 – 99 orang
Sumber: BPS dan UU RI No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Sulistyastuti yang disitasi Utama (2013) menyebutkan ada empat karakterisistik UMKM di Indonesia. Pertama, UMKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit usaha besar. Kedua, tenaga kerja yang diperlukan tidak menuntut pendidikan formal tertentu. Ketiga, sebagian besar berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. Keempat, UMKM terbukti memiliki ketahanan yang kuat ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi.
4 Strategi Menurut Solihin (2012) pada awalnya konsep strategi didefinisikan sebagai berbagai cara untuk mencapai tujuan (ways to achieve ends). Sejalan dengan perkembangan manajemen strategik, strategi tidak didefinisikan hanya sematamata sebagai cara mencapai tujuan karena strategi dalam konsep manajemen strategik mencakup juga penetapan berbagai tujuan itu sendiri yang diharapkan akan menjamin terpeliharanya keunggulan kompetitif perusahaan. Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahun untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya. Berdasarkan definisi tersebut, fokus dari manajemen strategi terletak pada integrasi manajemen, pemasaran, keuangan dan akuntansi, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Tujuan dari manajemen strategi adalah untuk memanfaatkan dan menciptakan kesempatan-kesempatan baru dan berbeda untuk hari esok, rencana jangka panjang, serta mencoba untuk mengoptimalkan hari esok tren yang terjadi hari ini (David dan David, 2015).
Pengetahuan Menurut Von Krough, Ichiyo Nonaka (2000) dan Chu Wei Choo (1998) yang disitasi Nawawi (2012) menyampaikan suatu ringkasan gagasan yang mendasari pengertian pengetahuan (knowledge) adalah sebagai berikut : a. Pengetahuan (knowledge) merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe). b. Pengetahuan (Knowledge) merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit). c. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut. d. Penciptaan inovasi yang melibatkan limalangkah utama, yaitu : (1) berbagai knowledge terpikirkan (tacit), (2) menciptakan konsep, (3) membenarkan prototype, dan (4) melakukan penyebaran knowledge tersebut. Menurut Polayi yang disitasi Nawawi (2012) dan Sangkala (2007) menyatakan bahwa ia merupakan orang yang pertama memperkenalkan pengetahuan (knowledge) yang terdiri atas dua jenis, yaitu pengetahuan terbatinkan atau pemikiran (tacit knowledge) dan pengetahuan yang sudah terekam dan termodifikasi dalam dokumen (explisit knowledge). Tacit Knowledge merupakan knowledge yang diam dalam benak manusia dalam bentuk judgement intuition, skill, nilai (value), dan belief yang sangat sulit diformulasikan dan dishare dengan orang lain. Sedangkan explicit knowledge dapat berupa formula, kaset, CD video dan audio, spesifikasi produk atau manual. Kedua jenis knowledge tersebut, oleh Nonaka dan Takeuchi (Nawawi, 2012) dapat dikonversi melalui empat jenis konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi, eksternalisasi, internalisasi, dan kombinasi. Ke empat jenis konversi ini dikenal dengan SECI Model (socialization, externalitation, combination, internalization).
5
a.
b.
c.
d.
Dalam SECI Model terjadi empat proses transfer pengetahuan, yaitu : Socialization (tacit to tacit) Tacit knowledge di bagi kepada orang lain dengan cara mengamati, mencontoh, dan melatih tanpa mengdokumentasikan dan mempublikasikan pengetahuan tersebut. Externalization (explicit to tacit) Tacit knowledge dibagikan dengan cara mendokumentasikan secara logis dan konseptual, sehingga mudah untuk dimengerti orang lain. Combination (explicit to explicit) Explicit knowledge yang sudah dimiliki dan pengetahuan eksternal dikombinasikan untuk mengembangkan explicit knowledge yang sudah ada. Internalization (explicit to tacit) Explicit knowledge yang sudah ada di pelajari dan dipraktekkan untuk mendapatkan tacit knowledge yang baru dan bermanfaat.
Gambar 2 SECI Model Manajemen Pengetahuan Manajemen pengetahuan adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima (Tiwana, 2002). Menurut Knowledge Transfer International (KTI), yang disitasi Munir (2008) mendefinsikan manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah aset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing. Menurut definisi ini, manajemen pengetahuan mampu mngajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas kolektif. Sementara The American Productivity and Quality Centre mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai strategi dan proses pengidentifikasian, menangkap, dan mengungkit pengetahuan untuk meningkatkan daya saing (Munir 2008). Pada akhirnya, manajemen pengetahuan melibatkan tiga komponen utama yang saling bersinergi. Ketiga komponen utama tersebut yaitu: faktor orang (people), faktor proses organisasi (organizational process), dan faktor teknologi (technology). Persentase untuk faktor people dan organizational process sebesar 80% dan factor technology sebesar 20% dalam infrastruktur pengetahuan. (Liebowitz 2012). Keterkaitan diantara atribut people, organizational processes, dan technology diperlihatkan pada Gambar 3.
6 a. People (Faktor Manusia) Merupakan sumber pengetahuan, orang yang terlibat adalah para pakar, para petani, para penyuluh pertanian, pemerintah, bisnis, dan masyarakat umum. b. Organizational Processes ( Faktor Proses Organisasional) Merupakan pengetahuan yang di identifikasi dan analisa sehingga akan digunakan dan dimanfaatkan c. Technology (Faktor Teknologi) Pengetahuan yang telah di identifikasi dan di analisa akan diolah dan di transfer dengan menggunakan perangkat lunak komputer (software).
Gambar 3 Keterkaitan Infrastruktur Pengetahuan (Liebowitz 2012) Gambaran kondisi manajemen pengetahuan suatu organisasi dapat diperoleh dengan melakukan audit manajemen pengetahuan. Melalui audit manajemen pengetahuan dapat diperoleh gambaran mengenai pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh organisasi/unit kerja, kesiapan organisasi memfasilitasi pembelajaran, dan kualitas-kualitas proses-proses pengelolaan pengelolaan pengetahuan. Audit manajemen pengetahuan terdiri dari tiga komponen, yaitu kualitas pengetahuan, kulaitas pembelajaran di organisasi, dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan (Munir, 2008). a. Kualitas pengetahuan, dapat diperoleh gambaran mengenai ragam kelompok pengetahuan yang dibutuhkan beserta tingkatannya, ragam kelompok pengetahuan yang sudah dimiliki beserta tingkatannya, serta ragam pengetahuan yang perlu diakuisisi, tingkatan, dan prioritasnya. b. Kualitas proses pengelolaan pengetahuan, dapat diperoleh gambaran mengenai efektivitas proses-proses pengelolaan pengetahuan di organisasi yang terdiri dari : (1) Proses akuisisi pengetahuan, (2) Proses distribusi dan berbagi pengetahuan, (3) Proses pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan, serta (4) Proses penyimpanan dan pemeliharaan pengetahuan. c. Kualitas pembelajaran, dapat diperoleh gambaran mengenai kesiapan organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran anggotanya dan otakesiapan organisasi dalam memanfaatkan hasil pembelajaran anggotanya untuk mengubah da menyempurnakan dirinya.
7 Penelitian Terdahulu Sebuah penelitian mengenai manajemen pengetahuan pada UKM menyatakan bahwa manajemen pengetahuan serta pengelolaan SDM menjadi kunci penting untuk meningkatkan daya saing (Kusumawijaya dan Astuti, 2012). Sementara itu, penelitian ini mencoba menganalisis strategi manajemen pengetahuan bagi UKM Kota Bogor. Penyusunan strategi tersebut dibuat berdasarkan hasil pemetaan kondisi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor tersebut. Strategi tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya saing serta memacu inovasi pada produktivitas dan operasional UKM. Tabel 2 Penelitian Terdahulu Nama Soetiarso (2006)
Judul Penerapan Knowledge Management pada organisasi : Studi Kasus di salah satu unit organisasi LIPI
Kusumawija ya dan Astuti (2012)
Perspektif MSDM dalam pengembangan UKM berbasis Knowledge Managagement Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia
Angkasa (2011)
Situmorang (2008)
Strategi UMKM dalam Menghadapi Iklim Usaha yang Tidak Kondusif
Alat Analisis studi literature dan studi banding, membuat desain riset, serta pengumpulan data melalui survei, penyebaran kuesioner dan wawancara
Metode deskriptif, dengan matriks IFE, EFE, matriks Internal External (IE), Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Analisis deskriptif kualitatif
Hasil Hasil yang diperoleh adalah dengan adanya sistem KM yang akan dikembangkan pada organisasi dapat dikembangkan pada organisasi dapat mengakomodasi kebutuhan data, informasi, dan knowledge yang dibutuhkan. Sehingga dengan mengoptimalkan fungsi knowledge center yang terintegrasi dengan sistem intranet, maka setiap pengguna dapat memperoleh dan menggunakan informasi serta knowledge yang dibutuhkan dengan mudah dan cepat. Knowledge management dan MSDM adalah kunci penting untuk meningkatkan daya saing UKM yang diciptakan dari knowledge SDM menjadi organization knowledge, sehingga dapat menjadi asset UKM. Diperoleh urutan strategi utama yang paling menarik untuk diterapkan di BIT adalah : (1) Meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan jumlah dan daya saing UKM binaan; (2) Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan teknologi dengan memanfaatkan teknologi hasil lembaga litbang; (3) Menjaga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan akses pasar untuk memanfaatkan potensi pasar (dalam dan luar negeri) bagi produk-produk UKM binaan. Strategi pemberdayaan UMKM yang dapat dilakukan adalah : 1. Peningkatan kualitas SDM 2. Kemudahan dalam perijinan usaha 3.Peningkatan permodalan 4. Peningkatan kualitas teknologi 5. Pengembangan pasar
8
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran UKM di Kota Bogor merupakan UKM yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah Kota Bogor sendiri. Penelitian mengenai strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi peningkatan daya saing UKM yang ada di Bogor. Menciptakan UKM yang berdaya saing dapat dicapai salah satunya dengan menerapkan konsep perbaikan berkelanjutan (continouos improvement) serta mendorong UKM tersebut untuk berkembang melahirkan inovasi-inovasi pada produknya. Manajemen pengetahuan adalah salah satu strategi manajemen yang memuat kedua hal tersebut di dalamnya. Penelitian ini terdiri dari dua tahap utama. Tahap pertama dari penelitian ini adalah memetakan kondisi manajemen pengetahuan yang saat ini berkembang pada UKM Kota Bogor. Pada tahap ini akan diketahui bagaimana kualitas pengetahuan, kualitas pembelajaran, serta kualitas proses pengelolaan pengetahuan yang ada pada UKM Kota Bogor. Pemetaan manajemen pengetahuan ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil dari analisis ini kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam tahap selanjutnya. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Bogor
Knowledge Management di UKM Kota Bogor
Analisis Deskriptif
Pemetaan Kondisi Knowledge Management System (Munir, 2008) : 1. Kualitas Pengetahuan 2. Kualitas Pembelajaran 3. Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan
Analisis AHP
Tiga Komponen Knowledge Management System (Liebowitz 2012) : 1. People 2. Organizational Processes 3. Technology
Implikasi Manajerial
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
9 Tahap kedua merupakan tahap penentuan strategi manajemen pengetahuan UKM Kota Bogor. Perumusan strategi menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai alat analisisnya. Pada tahap ini digunakan hasil analisis tahap pertama sebagai kriteria dalam penyusunan strategi. Sementara untuk alternatif strategi digunakan tiga komponen sistem manajemen pengetahuan dari Liebowitz (2012). Kemudian dilakukan penyusunan implikasi manajerial dengan mempertimbangkan hasil dari tahap sebelumnya. Lebih lanjut dijelaskan melalui Gambar 5.
Tahapan Penelitian Identifikasi minat penelitian dan pemilihan topik penelitian
Studi pustaka dan diskusi
Penentuan topik penelitian
2.
Penentuan rumusan masalah : Menganalisis kondisi manajemen pengetahuan serta proses pengelolaan pengetahuan yang ada pada UKM di Kota Bogor. Merumuskan strategi manajemen pengetahuan yang tepat bagi UKM di Kota Bogor.
Pra Penelitian
1.
Rancangan pengumpulan data : Identifikasi kebutuhan data, metode pengumpulan data, dan pemilihan analisis data. Data Sekunder 1. Studi literature 2. Internet 3. data dari instansi terkait
Analisis data
Pemetaan Kondisi Knowledge Management System (Munir, 2008)
Penyusunan hierarki Analytical Hierarchy Process (AHP)
Penyusunan prioritas strategi manajemen pengetahuan pada UKM Implikasi Manajerial
Gambar 5 Tahapan Penelitian
Pengumpulan dan Analisis data
Data Primer 1. Kuesioner 2. Wawancara 3. Focus Group Discussion
10
Tahapan penelitian dimulai dengan identifikasi minat yang kemudian dilanjutkan dengan pemilihan minat penelitian. Melalui diskusi serta referensi dari berbagai studi pustaka maka dipilihlah bidang yang akan menjadi basis penelitian, yakni bidang manajemen sumber daya manusia. Melihat kebutuhan serta fenomena yang terjadi dimasyarakat, maka topik yang dipilih adalah mengenai implementasi manajemen pengetahuan pada usaha kecil dan menengah dengan lingkup penelitian di wilayah Kota Bogor. Setelah ditentukan rumusan masalah, kemudian dibuat rancangan pengambilan data penelitian. Rancangan pengambilan data ini dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan data, menentukan metode yang akan digunakan serta memilih data yang akan diambil. Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri data hasil wawancara, kuesioner, serta focus group discussion. Sementara data sekunder terdiri dari data hasil study literature, internet, serta data dari instansi terkait. Pada tahap pertama dilakukan pemetaan manajemen pengetahuan di UKM dengan melakukan penyebaran kuesioner pada UKM. Bersamaan dengan itu dilakukan focus group discussion dalam rangka pembentukan hierarki strategi manajemen pengetahuan pada UKM. Kemudian dilakukan pengambilan data utuk memilih prioritas strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor. Tahapan penelitian tersebut lebih lengkap dapat di lihat pada Gambar 5.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama enam bulan yakni dari bulan November 2014 – Juni 2015. Penelitian ini dilaksanakan di UKM yang berada di wilayah Kota Bogor, Jawa Barat.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam jenis data, yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari sumber utama baik dari individu atau perseorangan. Data ini merupakan data metah yang kelak akan di proses untuk tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan (Umar, 2003). Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi lapangan, wawancara pakar, dan pendistribusian kuesioner. Instrumen kuesioner merupakan alat bantu dalam kegiatan penelitian berupa suatu daftar tertulis yang berisikan rangkaian-rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal tertentu untuk dijawab secara tertulis pula (Sumarsono, 2004). Kuesioner yang digunakan untuk memetakan manajemen pengetahuan merupakan kuesioner yang disitasi dari Munir (2008) dan Andriyani dkk (2013) yang disesuaikan dengan kondisi UKM. Kuesioner tersebut seringkali digunakan untuk mengaudit manajemen pengetahuan pada sebuah organisasi. Sementara itu, data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut menjadi bentuk-bentuk sepert tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya sehingga lebih informatif oleh pihak lain (Umar, 2003). Data sekunder
11 yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen dari pihak-pihak terkait, literatur, jurnal ilmiah, serta peneltian terdahulu yang relevan yang bersumber dari Disperindag, Dinas UMKM, dan pihak terkait lainnya.
Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel untuk analisis deskriptif dilakukan berdasarkan stratified random sampling yaitu dengan membagi sampel dalam lapisan-lapisan atau strata yang seragam dan setiap lapisan dapat diambil sampel secara acak. Stratified random sampling diambil secara proporsional sesuai jumlah sampel dalam stratum populasi dari masing-masing stratum (Sugiyono, 2012). Sementara untuk pengambilan sampel pada analisis AHP dilakukan berdasarkan non probability sampling dimana pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi. Pengambilan informasi menggunakan purposive sampling dimana sampel yang dipilih ditentukan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012). Adapun pertimbangan yang digunakan adalah kepakaran dari responden. Kriteria dari kepakaran tersebut yakni pengalaman pakar dan perjalanan kepakarannya dalam hal keterlibatan dan keterkaitan denga pengembangan UKM. Sampel yang dipilih adalah Dinas UMKM Kota Bogor, Disperindag Kota Bogor serta pelaku UKM. Penentuan sampel pada pelaku UKM di wilayah Kota Bogor menggunakan teori yang dikemukakan L.R Gay yang menyatakan bahwa besarnya sampel untuk penelitian deskriptif yaitu minimal 10% dari total populasi (Suharsaputra 2012). Tabel 3 menunjukkan jumlah populasi dan sampel minimal UKM di Kota Bogor pada bidang makanan, agro, herbal dan kerajinan. Tabel 3 Populasi UKM Kota Bogor 2013 Bidang UKM Makanan dan Minuman Agro Herbal dan Obat-obatan Kerajinan Jumlah
Populasi 65 36 26 10 137
Sampel (10%) 6 4 3 1 14
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM Kota Bogor (2013)
Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah metode untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sugiyono, 2012). Data yang diperoleh dianalisis sehingga dapat diperoleh aspek-aspek yang terkait dengan penelitian. Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistemik, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat objek tertentu.
12 Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memetakan kondisi kualitas manajemen pengetahuan yang ada pada UKM. Analisis ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen utamanya. Pada lembar kuesioner pemetaan manajemen pengetahuan dibagi menjadi tiga komponen yaitu kualitas proses pengelolaan pengetahuan, kualitas pembelajaran, dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert (empat interval) untuk memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan bobot tertentu. Detail pembagian pertanyaan untuk setiap komponen dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komponen Pemetaan Kondisi Manajemen Pengetahuan No 1 a. b. c. d. 2 a. b. c. 3 a. b. c. d. e. f. g.
Komponen Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan Akuisisi Pengetahuan Distribusi dan Berbagai Pengetahuan Pengembangan dan Pemanfaatan Pengetahuan Pemeliharaan dan Penyimpanan Pengetahuan Kualitas Pembelajaran Pembelajaran Individu Pembelajaran Kelompok Pembelajaran Organisasi Kualitas Pengetahuan Lingkungan Bekerja Kondisi Pendukung Persepsi keadilan Hubungan dengan Atasan Kepuasan Pribadi Belajar Individual Kondisi Berbagi Pengetahuan
Butir Pertanyaan 1–4 5–8 9 – 12 13 – 16 17 – 22 23 – 25 26 – 41 42 – 46 47 – 51 52 – 56 57 – 61 62 – 66 67 – 71 72 – 76
Sumber : Munir (2008) dan Andriyani, et all (2013)
Ragam pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui kondisi kualitas manajemen pengetahuan yang terdapat pada sebuah organisasi. Melalui pertanyaan tersebut dapat diketahui seberapa baik organisasi telah memiliki karakteristik-karakteristik organisasi pembelajar atau kesiapan organisasi untuk menjadi organisasi yang mampu mengubah perilakunya sesuai dengan hasil pembelajarannya. Rentang skor yang mungkin dapat diperoleh untuk kualitas proses pengelolaan pengetahuan dan kualitas pembelajaran serta pemaknaanya dijelaskan dalam Tabel 5 (Munir, 2008). Sementara untuk kualitas pengetahuan dipetakan dengan melihat hasil penilaian berdasarkan bobot masing-masing sub komponen. Tabel 5 Rentang skor dan pemaknaan kualitas proses pengelolaan pengetahuan dan kualitas pembelajaran Skor 48 – 64 32 – 47
16 – 31
Makna Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan Organisasi telah memiliki proses-proses pengelolaan pengetahuan yang baik Organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar Organisasi perlu menyusun rencana pengembangan proses pengelolaan pengetahuan secara lebih terinci
13 Lanjutan Tabel 5 Skor 81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40
Makna Kualitas Pembelajaran Organisasi telah memiliki karakteristik organisasi pembelajaran Organisasi telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar Organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar Organisasi perlu melakukan pembenahan besar-besaran untuk menjadi organisasi pembelajar
Sumber : Munir (2008)
Analytical Hierarchy Process (AHP) Marimin (2013) menerangkan bahwa metode AHP merupakan metode untuk memformalkan pengambilan keputusan yang terdiri dari beberapa pilihan dan tiap pilihan terdiri dari beberapa pilihan dan tiap pilihan terdiri dari beberapa atribut. Beberapa atribut seringkali sulit diformalkan sehingga preferensi pengambil keputusan berupa frase harus digunakan sebagai pengganti nilai pasti pada atribut tersebut. Terdapat tiga prinsip dalam menyelesaikan persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu penyusunan hierarki, penetapan prioritas dan konsistensi logis. a. Penyusunan Hierarki Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati, yang di mulai dari permasalahan yang kompleks yang diuraikan menjadi elemen pokoknya, dan elemen pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hierarkiss. b. Penilaian Setiap Tingkat Hierarki Penilaian setiap tingkat hierarki dinilai melalui perbandingan berpasangan. Untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala 1 – 9 ditetapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen di setiap tingkat hierarki terhadap suatu elemen yang berada di tingkat atasnya. Skala dengan sembilan satuan dapat menggambarkan derajat sampai manakita mampu membedakan intensitas tata hubungan antar elemen. c. Penentuan Prioritas Untuk setiap tingkat hierarki, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk menentukan prioritas. Sepasang elemen dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antar elemen. Hubungan antar elemen dari setiap tingkatan hierarki ditetapkan dengan membandingkan elemen itu dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen pada tingkat hierarki terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, elemen pada tingkat yang tinggi tersebut berfungsi sebagai kriteria dan disebut sifat (property). Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas, atau relatif pentingnya elemen pada setiap sifat. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin di ukur (Umar, 2003). Uji validitas dilakukan pada pengujian kuesioner dengan menggunakan 30 responden. Uji validitas ditentukan
14 dengan menggunakan korelasi product moment pearson dengan menggunakan taraf nyata sebesar 5%. Adapun nilai tabel yang di dapat dengan jumlah responden 30 adalah sebesar 0,361. Pada pengujian kuesioner yang digunakan pada penelitian ini diketahui bahwa nilai t hitung yang didapat melebihi 0,361, sehingga kuesioner yang digunakan valid. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. (Umar, 2003). Uji reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik Alpa Cronbach’s. Skala alpa cronbach’s yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rentang skala Cronbach’s Alpa Cronbach’s Alpa < 0,50 0,50 – 0,60 0,60 – 0,70 0,70 – 0,80 0,80 – 1,00
Tingkat Reliabilitas Rendah Cukup Reliabel Tinggi Sangat Tinggi
Sumber : Jogiyanto (2008)
Hasil uji reliabilitas yang dilakukan diperoleh nilai 0,940 untuk uji reliabilitas secara keseluruhan. Nilai tersebut menunjukkan bahwa seluruh pernyataan yang digunakan sangat reliabel. Hal ini karena nilai yang diperoleh berada pada rentang Cronbach’s Alpa 0,80 – 1,00. Sementara untuk menguji reliabilitas pada AHP dilakukan uji konsistensi. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi harus 10% atau kurang. Jika lebih dari 10%, penilaiannya masih acak dan perlu di perbaiki (Marimin, 2013). Pada penelitian ini sendiri nilai inkonsistensi sebesar 0% sehingga proses penilaian dinyatakan konsisten.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik UKM Pada tahap pemetaan kondisi manajemen pengetahuan UKM Kota Bogor yang menjadi sampel penelitian berjumlah 24 UKM. Sampel tersebut terdiri dari 14 UKM makanan dan minuman, 3 UKM kerajinan, 3 UKM herbal dan obatobatan, serta 3 UKM agro. Dimana dari ke 24 UKM tersebut 18 UKM berskala kecil dan 6 UKM berskala menengah. Sementara pada tahap perumusan strategi prioritas sebanyak 16 responden dijadikan sampel dalam penelitian ini. Responden tersebut terdiri dari 14 UKM Kota Bogor, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, serta Disperindag Kota Bogor. Adapun proporsi sampel UKM masing-masing cluster terdiri dari 6 UKM makanan dan minuman, 4 UKM agro, 3 UKM herbal dan obat-obatan, serta 1
15 UKM kerajinan. Karakteristik UKM yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik UKM Cluster Makanan dan minuman
Kerajinan
Herbal dan obat-obatan Agro
Nama UKM UKM 1 UKM 2 UKM 3 UKM 4 UKM 5 UKM 6 UKM 7 UKM 8 UKM 9 UKM 10 UKM 11 UKM 12 UKM 13 UKM 14 UKM 15 UKM 16 UKM 17 UKM 18 UKM 19 UKM 20 UKM 21 UKM 22 UKM 23 UKM 24
Jenis Usaha Aneka sop buntut Aneka Martabak Aneka olahan durian Aneka roti unyil Aneka olahan makanan Aneka olahan surabi durian Aneka martabak Aneka sop ayam Aneka olahan surabi Aneka olahan dari kopi Aneka pia Aneka pasta Aneka olahan dari susu Aneka brownies Kerajinan tas Kerajinan batik Kerajinan mainan Berbagai varian Jamu Olahan madu Minuman herbal Pembibitan tanaman Pengolahan singkong Pembibitan tanaman hias Pembibitan anggrek
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 6 15 99 30 10 6 10 20 8 6 6 6 20 18 20 30 9 12 15 5 5 9 8 5
Kategori Kecil Kecil Menengah Menengah Kecil Kecil Kecil Menengah Kecil Kecil Kecil Kecil Menengah Kecil Menengah Menengah Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil Kecil
Sumber: Data diolah (2015)
Karakteristik Responden Responden penelitian ini sebagian besar terdiri dari laki-laki yaitu sebesar 77%. Sebanyak 40% responden berusia 25 – 34 tahun dengan tingkat pendidikan sebagian besar SMA yakni sebanyak 47% dan pengalaman kerja responden antara 1-5 tahun sebesar 70%. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pelaku UKM relatif muda dan memiliki taraf pendidikan yang memadai. Selain pendidikan yang memadai data tersebut juga menunjukan usia yang produktif. Pada usia yang masih produktif tersebut diharapkan para pelaku UKM dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi. Karakteristik responden lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 8 Karakteristik Responden Jenis Kelamin Usia
Kategori Laki-laki Perempuan 15 – 24 tahun 25 – 34 tahun
Jumlah (Orang) 23 7 9 12
Persentase (%) 77 23 30 40
16 Lanjutan Tabel 8 Usia Jabatan
Pendidikan
Lama Bekerja
Kategori 35 – 44 tahun >45 tahun Karyawan Manajer Pemilik SD SMP SMA D3 S1 1 -5 tahun 6 -10 tahun >11 tahun
Jumlah (Orang) 3 6 8 16 6 1 2 14 4 9 21 5 4
Persentase (%) 10 20 27 53 20 3 7 47 13 30 70 17 13
Sumber: Data diolah (2015)
Analisis Kondisi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor Kualitas Pengetahuan Sebagian besar UKM di Kota Bogor telah memiliki dasar kualitas pengetahuan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari nilai persentase setuju pada setiap variabelnya yang mencapai rata-rata 67%. Persentase paling tinggi terdapat pada variabel kondisi pendukung yakni sebesar 79%. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas yang responsif terhadap saran dari karyawan berlangsung cukup baik pada UKM. Selain itu, kontribusi karyawan dianggap penting bagi perkembangan karyawan. Sehingga, UKM sering kali aktif melibatkan karyawan dalam kegiatan diskusi. Variabel kondisi berbagi pengetahuan memiliki nilai persentase setuju sebesar 72%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa selama ini komunikasi antar karyawan berjalan dengan baik. Dimana karyawan secara sukarela berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada karyawan lain meskipun akses terhadap pengetahuan tersebut tidak luas dan terbatas. Pada variabel persepsi keadilan dan hubungan dengan atasan masingmasing menunjukkan nilai 69% dan 66%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa komunikasi vertikal antara atasan dan bawahan berlangsung dengan efektif. Dukungan penuh pun diberikan kepada karyawan pada saat menghadapi permasalahan pada karyawan. Selain itu, karyawan pun merasa diperlakukan dengan baik dan wajar serta merasa puas dengan posisi dan gaji yang diberikan saat ini. Variabel kepuasan pribadi dan belajar individual memiliki nilai presentase setuju yang sama besar yaitu 65%. Persentase tersebut mengindikasikan bahwa adanya penghargaan dari UKM untuk setiap gagasan inovatif yang diberikan. Selain itu, karyawan pun dapat belajar keahlian dan pengetahuan baru di UKM tempatnya bekerja. Namun, sebagian yang lain menyatakan bahwa ambisi dan jenjang karir yang diharapkan kurang terpenuhi. Sementara itu, variabel lingkungan bekerja memiliki nilai persentase setuju yang paling rendah yaitu sebesar 56%. Karyawan merasa aman dan nyaman pada lingkungan kerja saat ini, dimana persaingan kerja pun berlangsung secara sehat dan baik. Persentase lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.
17 Tabel 9 Variabel kualitas pengetahuan No
Variabel
1 Kondisi Pendukung 2 Kondisi Berbagi Pengetahuan 3 Persepsi keadilan 4 Hubungan dengan Atasan 5 Kepuasan Pribadi 6 Belajar Individual 7 Lingkungan Bekerja Sumber: Data diolah (2015)
Sangat Setuju (SS) (%) 17 11 23 27 21 19 30
Setuju (S) (%)
Kurang Setuju (KS) (%) 3 17 7 7 14 15 10
79 72 69 66 65 65 56
Tidak Setuju (TS) (%) 1 0 1 1 0 1 4
Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian menggunakan 16 ragam pertanyaan yang dikemukakan Munir (2008), skor UKM di wilayah Kota Bogor rata-rata sebesar 46. Rentang skor yang mungkin dapat diperoleh dan pemaknaanya dijelaskan dalam Tabel 5. Dari nilai tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata UKM Kota Bogor telah memiliki beberapa karakteristik menjadi organisasi pembelajar. Tabel 10 Variabel kualitas proses pengelolaan pengetahuan No 1 2 3 4
Variabel Pengembangan dan Pemanfaatan Pengetahuan Pemeliharaan dan Penyimpanan Pengetahuan Distribusi dan Berbagi Pengetahuan Akuisisi Pengetahuan
Total Skor Sumber: Data diolah (2015)
Sangat Setuju (SS) (%) 21 14 18 27
Setuju (S) (%) 61 60 57 50
Kurang Setuju (KS) (%) 16 20 20 16
Tidak Setuju (TS) (%) 2 6 4 7
Rataan Skor
12 11 11 12 46
Pada Tabel 10, Persentase nilai setuju paling besar pada proses pengelolaan pengetahuan ini berada pada variabel pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan, yakni sebesar 61%. Hal ini menunjukkan bahwa pada sebagian besar UKM di wilayah Kota Bogor memberikan peluang kepada karyawannya untuk bereksperimen dengan pengetahuan baru. Tak hanya itu, pengalaman hasil pelatihan pun diterapkan untuk dapat meningkatkan kinerja UKM. Pada UKM tersebut juga terdapat tim-tim lintas fungsional yang bekerjasama menghasilkan solusi-solusi atas permasalahan yang dihadapi unit kerja. Variabel pemeliharaan dan penyimpanan pengetahuan memiliki nilai persentase sebesar 60%. Variabel ini menggambarkan bahwa telah ada dokumentasi untuk kegiatan yang diakukan meskipun tidak terlalu terperinci. Variabel berikutnya adalah variabel distribusi dan berbagi pengetahuan dengan persentase setuju sebesar 57%. Ini memperlihatkan bahwa pada UKM telah berlangsung aktivitas dimana karyawan senior membimbing karyawan lainnya yang masih yunior. Selain itu, karyawan juga dapat mengetahui segala informasi terkini mengenai kondisi UKM tempatnya bekerja. Variabel akuisisi pengetahuan memiliki persentase sebesar 50%. Variabel ini menggambarkan bahwa pada UKM biasanya telah memiliki perencanaan
18 pelatihan meskipun tidak berlangsung secara rutin. Pelatihan yang biasa di ikuti pun seringkali pelatihan yang diadakan oleh pihak luar, baik dari instansi terkait atau perusahaan yang menyediakan pelatihan. Kualitas Pembelajaran Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan 25 ragam pertanyaan yang dikemukakan Munir (2008), skor UKM di wilayah Kota Bogor rata-rata sebesar 76. Rentang skor yang mungkin dapat diperoleh dan pemaknaanya dijelaskan dalam Tabel 5. Berdasarkan nilai tersebut kita dapat mengetahui bahwa rata-rata UKM Kota Bogor telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar. Hal ini tercermin dari tiga sub variabel kualitas pembelajaran yakni pembelajaran individu, pembelajaran kelompok, serta pembelajaran organisasi. Tabel 11 Variabel kualitas pembelajaran No 1 2 3
Variabel
Pembelajaran Organisasi Pembelajaran Kelompok Pembelajaran Individu Total Skor Sumber: Data diolah (2015)
Sangat Setuju (SS) (%) 14 18 31
Setuju (S) (%) 71 66 61
Kurang Setuju (KS) (%) 13 13 7
Tidak Setuju (TS) (%) 2 2 1
Rataan Skor
48 9 19 76
Tabel 11, menunjukkan bahwa pembelajaran organisasi memiliki rata-rata nilai persentase sebesar 71%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kebiasaan untuk mendiskusikan kegiatan yang telah berlangsung dan menarik pelajaran dari kegiatan tersebut. Variabel pembelajaran kelompok menempati urutan kedua dengan nilai persentase setuju sebesar 66%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa komunikasi vertikal yakni komunikasi yang terjadi antara pimpinan dan bawahan berlangsung secara efektif. Hal ini juga didukung dengan bentuk struktur UKM yang sebagian besar sederhana. Meski begitu, UKM tak selalu aktif memantau perkembangan yang terjadi di lingkungan eksternal. Sehingga, tidak terjadi perbaruan keterampilan yang dimiliki UKM. Pembelajaran individu menjadi variabel yang memiliki nilai persentase setuju paling rendah, yaitu sebesar 61%. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kepercayaan antar karyawan untuk saling berbagi pengetahuan. Namun, dalam pengambilan keputusan tidak selalu dilakukan secara partisipatif serta cenderung terpusat pada pemilik UKM.
Identifikasi Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor Berdasarkan hasil studi literature, brainstorming, FGD dan depth interview yang dilakukan dengan beberapa pakar diperoleh struktur AHP dalam menentukan strategi manajemen pengetahuan UKM di Kota Bogor. Struktur AHP yang terbentuk ditunjukkan pada Gambar 6.
19
Strategi Management Pengetahuan pada UKM di Bogor
Kualitas Pengetahuan (0,351)
Kualitas Pembelajaran (0,338)
Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan (0,311)
Pelaku UKM (0,545)
Disperindag (0,216)
Dinas UMKM (0,239)
Melahirkan Inovasi (0,283)
Perbaikan Berkelanjutan (0,717)
Sumber Daya Manusia (0,457)
Proses Organisasional (0,282)
Teknologi (0,260)
Gambar 6 Struktur AHP Strategi Manajemen Pengetahuan pada UKM Kota Bogor Seluruh struktur AHP yang telah disusun tersebut kemudian dinilai oleh pakar. Pakar yang terlibat dalam penilaian struktur ini terdiri atas Dinas UMKM Kota Bogor, Disperindag, dan 14 pelaku UKM di wilayah Kota Bogor. Struktur hierarki disusun dalam lima level hierarki. Penyusunan tersebut didasarkan pada hal-hal yang terkait dengan tujuan. Hierarki tersebut meliputi : 1. Level Goal : Tujuan utama struktur AHP ini adalah untuk mengetahui prioritas strategi manajemen pengetahuan yang tepat pada UKM Kota Bogor. 2. Level Faktor : Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi manajemen pengetahuan ini adalah faktor-faktor yang digunakan dalam memetakan kondisi manajemen pengetahuan UKM di Kota Bogor. Ketiga faktor tersebut adalah kualitas pengetahuan, kualitas pembelajaran, serta kualitas proses pengelolaan pengetahuan. 3. Level Aktor : Aktor yang berperan dalam perkembangan UKM Kota Bogor merupakan dua kedinasan yang bertanggung dalam perkembangan Kota Bogor. Kedua kedinasan tersebut adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Dinas Koperasi dan UMKM) Kota Bogor. Selain kedua kedinasan tersebut, aktor yang berperan lainnnya adalah pelaku dari UKM itu sendiri. 4. Level Tujuan : Tujuan dari strategi ini adalah sebagai upaya perbaikan berkelanjutan (continous improvement) pada UKM atau upaya mendorong lahirnya inovasi-inovasi terbaru dari UKM.
20 5. Level Alternatif : Alternatif yang digunakan dalam strategi ini terdiri dari pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses organisasional, serta teknologi. Penilaian pakar menghasilkan prioritas pada setiap level. Perhitungan untuk menghasilkan prioritas tersebut disajikan pada Lampiran 1. Hasil prioritas beserta bobot pada setiap level faktor strategi manajemen pengetahuan UKM Kota Bogor disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Prioritas dan bobot level faktor Elemen Faktor Kualitas Pengetahuan Kualitas Pembelajaran Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan Aktor Pelaku UKM Dinas UMKM Disperindag Tujuan Perbaikan Berkelanjutan Melahirkan Inovasi Alternatif Sumber Daya Manusia Proses Organisasional Teknologi
Bobot
Prioritas
0,351 0,338 0,311
1 2 3
0,545 0,239 0,216
1 2 3
0,717 0,283
1 2
0,457 0,282 0,260
1 2 3
Sumber: Data diolah (2015)
Faktor Berdasarkan pengolahan dengan menggunakan AHP yang dilakukan pada tingkat faktor, maka diperoleh hasil prioritas dan bobot dari masing-masing faktor pada strategi manajemen pengetahuan UKM di Kota Bogor. Hasil dan bobot variabel faktor pada Tabel 12 menunjukkan bahwa faktor kualitas pengetahuan memiliki bobot paling tinggi yaitu sebesar 0,351. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor kualitas pengetahuan menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor. Hal ini karena pakar menilai ragam kelompok pengetahuan yang telah dimiliki UKM merupakan aset yang sangat penting. Pengetahuan yang dimiliki perusahaan ini dapat memberikan gambaran kondisi internal sehingga UKM mampu untuk memetakan strategi manajemen pengetahuan yang dibutuhkan. Hal ini selaras dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menunjang suatu organisasi dapat bertahan terhadap perubahan. Organisasi harus terus melakukan improvisasi terhadap perubahan dengan cara mengelola pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan menjadi pengetahuan yang lebih bermanfaat lagi. Pengetahuan memainkan peran penting dalam menentukan kemampuan inovasi perusahaan dan dalam meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerja. Pengetahuan dalam UKM dikelola secara berbeda. Pada dasarnya, pengetahuan lebih mungkin dibuat, dibagi, ditransfer, dan diterapkan melalui mekanisme di UKM (Sasono dan Rahmi, 2014). Kualitas pembelajaran menjadi prioritas kedua dengan nilai bobot 0,338. Karena struktur organisasi UKM yang masih sederhana maka pengelolaan
21 manajemen pengetahuan dan upaya peningkatan kualitas pembelajarannya masih dapat dikelola langsung oleh pemilik UKM. Meski menjadi prioritas kedua, namun pada dasarnya UKM telah memiliki dasar yang cukup baik dalam pengelolaan pembelajarannya. Hanya saja formalisasi kualitas pembelajaran ataupun manajemen pengetahuan di UKM masih belum menjadi prioritas. Sementara itu, faktor kualitas proses pengelolaan pengetahuan menjadi faktor yang paling kecil nilai bobotnya yakni sebesar 0,311. Proses-proses pengelolaan pengetahuan seperti proses akuisisi, berbagi, pemanfaatan dan penyimpanan pengetahuan telah berlangsung secara sederhana pada UKM di Kota Bogor. Namun, proses tersebut sebagian besar berlangsung pada tingkat manajemen. Sementara pada tingkat karyawan tidak berlangsung secara merata. Aktor Berdasarkan pengolahan dengan menggunakan AHP yang dilakukan pada level aktor, maka diperoleh hasil prioritas dan bobot dari masing-masing aktor pada strategi manajemen pengetahuan UKM di Kota Bogor. Hasil dan bobot variabel faktor pada Tabel 12 menunjukkan bahwa pelaku UKM memiliki bobot paling tinggi yaitu sebesar 0,545. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaku UKM menjadi aktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor. Pelaku UKM menjadi aktor utama penentu keberhasilan proses manajemen pengetahuan yang berlangsung. Pakar menganggap tanpa ada upaya dari pelaku UKM dalam mengembangkan proses manajemen pengetahuan maka strategi yang dibuat tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu perlu ada upaya kooperatif antar aktor terutama pelaku UKM dalam realisasi strategi yang dibuat. Hasil perbandingan prioritas menunjukkan Dinas UMKM menempati urutan kedua dengan nilai prioritas sebesar 0,260. Hal ini karena Dinas UMKM merupakan lembaga yang bertanggungjawab langsung terhadap pengembangan UKM di Kota Bogor. Sementara itu, Disperindag menjadi aktor yang paling kecil nilai bobotnya yakni sebesar 0,216. Karena Disperindag sendiri tidak secara langsung terlibat dengan UKM dalam upaya pengembangannya. Namun, sering kali Disperindag bekerjasama dengan Dinas UMKM dalam pengembangan UKM. Salah satu permasalahan yang tidak dapat dipecahkan sediri oleh UKM adalah kesulitan mendapatkan perijinan. Sehingga seringkali UKM mengeluarkan biaya yang relatif tinggi untuk mengatasi permasalahan ini. Hal ini dapat menghambat UKM untuk memperluas jaringan usaha yang berdampak terhadap upaya pengembangan penerapan manajemen pengetahuan (Situmorang, 2008). Perluasan usaha dapat dilakukan dengan menjalin kemitraan. Kemitraan ini dapat dijalin dengan lembaga-lembaga yang relevan seperti Dinas Koperasi dan UMKM, Disperindag, asosiasi-asosiasi bisnis, usaha sejenis, serta lembaga penelitian seperti universitas. Dengan kemitraan tersebut diharapkan UKM mampu mengakumulasi dan mengadopsi pengetahuan yang di dapat. Daya saing yang tinggi hanya ada jika ada keterkaitan antara yang besar dengan yang menengah dan kecil. Sebab hanya dengan keterkaitan produksi yang adil, efisiensi akan terbangun. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi, masing-masing pihak akan diberdayakan (Sriyana, 2010).
22 Di negara-negara maju, peran pemerintah hanya dalam regulasi, dimana negara menciptakan regulasi yang membantu UKM menjalankan bisnis. Berbeda dengan negara maju, peran pemerintah dalam negara-negara berkembang lebih mendalam. Peran pemerintah dalam pengembangan UKM tidak hanya dalam bidang regulasi, tetapi juga mengembangkan potensi yang dimiliki oleh UKM menjadi keunggulan kompetitif (Sasono dan Rahmi, 2014). Oleh karena itu, meski pelaku UKM menjadi aktor paling utama, tetapi keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan pada UKM tidak terlepas dari peran serta pemerintah sebagai regulator. Tujuan Berdasarkan pengolahan dengan menggunakan AHP yang dilakukan pada level tujuan, maka diperoleh hasil prioritas dan bobot dari masing-masing tujuan pada strategi manajemen pengetahuan UKM di Kota Bogor. Hasil dan bobot variabel alternatif pada Tabel 12 menunjukkan bahwa perbaikan berkelanjutan memiliki bobot paling tinggi yaitu sebesar 0,717. Hal ini mengindikasikan bahwa perbaikan berkelanjutan menjadi tujuan yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor. Ini karena para pakar terutama pelaku UKM menganggap masih memerlukan upaya perbaikan pada berbagai bagian di UKM. Upaya efisiensi dan efektivitas operasional menjadi fokus utama dari tujuan ini. Karena UKM yang bisa bertahan baik di pasar domestik dan global adalah UKM yang efisien dan menghasilkan produk-produk berkualitas tinggi (Setiarso, 2006). Sebagian besar UKM memiliki sistem dan prosedur yang sederhana yang memungkinkan fleksibilitas, keputusan rantai yang singkat, pemahaman yang lebih baik dan respon yang lebih cepat untuk kebutuhan pelanggan daripada organisasi yang lebih besar. Walaupun karakteristik ini mendukung pengembangan UKM, mereka menerima tekanan besar untuk mempertahankan daya saing di dalam negeri maupun pasar global. Karena persaingan global, kemajuan teknologi dan perubahan kebutuhan konsumen, paradigma kompetitif akan terus berubah. Perubahan tersebut mendorong perusahaan untuk bersaing secara simultan di sepanjang dimensi yang berbeda seperti desain dan pengembangan produk, manufaktur, distribusi, komunikasi dan pemasaran (Nurcholis, 2012). Kemudian tujuan berikutnya adalah melahirkan inovasi dengan nilai bobotnya yakni sebesar 0,283. Hasil ini karena pelaku UKM cenderung belum berani mengambil resiko terutama dalam hal inovasi produk. Inovasi produk dianggap terlalu beresiko seperti kemungkinan penerimaan konsumen, siklus hidup produk, keuntungan yang didapat, serta kecocokan dengan UKM tersebut. Kekhawatiran itulah yang membuat UKM lebih memilih tetap berada pada zona nyamannya dari pada melakukan inovasi. Di lain pihak, inovasi dibutuhkan oleh organisasi untuk dapat maju dan berkembang. Banyak UKM yang tidak memiliki instrumen untuk mengelola proses inovasi dalam perusahaan mereka. Oleh karena itu, UKM harus menyesuaikan beberapa aspek dari sistem manajemen inovasi seta proses untuk memastikan bahwa inovasi jangka panjang dan keberhasilan kompetitif dapat dicapai (Sasono dan Rahmi, 2014).
23 Alternatif Berdasarkan pengolahan dengan menggunakan AHP yang dilakukan pada level alternatif, maka diperoleh hasil prioritas dan bobot dari masing-masing alternatif pada strategi manajemen pengetahuan UKM di Kota Bogor. Hasil dan bobot variabel alternatif pada Tabel 12 menunjukkan bahwa SDM memiliki bobot paling tinggi yaitu sebesar 0,457. Hal ini mengindikasikan bahwa SDM menjadi alternatif yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor. Ini karena berhubungan dengan salah satu karakteristik UKM yaitu padat karya. Sehingga pengelolaan dan pengembangan SDM menjadi alternatif prioritas dalam strategi manajemen pengetahuan pada UKM di Kota Bogor. Kemudian setelah itu disusul oleh proses organisasional sebagai alternatif kedua dengan nilai bobot sebesar 0,282. Proses organisasional yang efektif dan efisien akan mampu mendorong UKM untuk mengembangkan manajemen pengetahuan yang ada pada UKM. Selaras dengan hasil tersebut, Kautsar (2011) menyatakan bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi manajemen pengetahuan dapat diimplementasikan pada UKM adalah faktor manusia dan budaya. Manusia sebagai pelaku dan subjek utama UKM harus dapat menerima, menyadari, memahami dan kemudian melaksanakan manajemen pengetahuan secara tersistematis. Sedangkan budaya yang mempengaruhi implementasi manajemen pengetahuan pada UKM adalah budaya knowledge sharing atau berbagi pengetahuan. Tanpa didukung oleh keduanya, maka implementasi manajemen pengetahuan tidak dapat berjalan dengan baik. Sementara itu, teknologi menjadi alternatif yang paling kecil nilai bobotnya yakni sebesar 0,260. Hal ini karena UKM yang bersifat padat karya cenderung tidak terlalu banyak menggunakan teknologi yang kompleks dalam operasionalnya. Syarif (2006) yang disitasi Situmorang (2008) dari hasil penelitiannya di lima propinsi contoh menginformasikan bahwa rata-rata teknologi produksi yang digunakan tergolong teknologi tradisional. Teknologi tersebut belum mampu meningkatkan produktivitas dan memperbaiki kualitas produk. Implikasi Manajerial Peningkatan Kualitas Pengetahuan Peningkatan pada kualitas pengetahuan UKM dapat dilakukan dengan peran aktif UKM tersebut dengan upaya peningkatan kapasitas pengetahuan pada bidangnya masing-masing. Mendokumentasikan berbagai kegiatan operasional menjadi sebuah database dapat dijadikan UKM untuk mengakumulasi pengetahuan yang ada dalam UKM tersebut. Hasil dokumentasi pada akhirnya akan dapat memperlihatkan karakteristik secara spesifik dari UKM itu sendiri. Peningkatan kualitas pengetahuan tidak hanya berasal dari internal UKM saja tetapi juga dapat berasal dari lingkungan eksternal. Upaya peningkatan kualitas pengetahuan dari sumber eksternal memerlukan peranan instansi terkait seperti Dinas UMKM dan Disperindag. Upaya tersebut diantaranya perluasan jaringan usaha bagi UKM, pengumpulan UKM komunitas yang sesuai dengan bidangnya, serta menjalin kerjasama dengan lembaga riset seperti perguruan tinggi. Upaya tersebut mampu mempercepat proses akumulasi pengetahuan dan perluas jaringan
24 transfer pengetahuan. Sehingga, proses peningkatan kualitas pengetahuan pada UKM menjadi lebih cepat dan tepat sasaran karena sesuai dengan kebutuhan UKM tersebut. Integrasi Antar Aktor Dalam rangka penerapan manajemen pengetahuan pada UKM di wilayah Kota Bogor, setiap aktor harus saling mendukung dan bekerja secara terintegrasi satu sama lain. Namun, keberhasilan penerapan strategi sendiri terletak pada pelaku UKM itu sendiri terkait dengan posisinya sebagai subjek sekaligus objek dalam tujuan penelitian ini. Adanya prioritas-prioritas utama penerapan strategi manajemen pengetahuan tersebut, maka keputusan atau kebijakan yang diambil diharapkan dapat lebih fokus. Sehingga didapat hasil maksimal dari penerapan strategi tersebut. Pengembangan Kemitraan Akumulasi pengetahuan juga dapat terjadi tidak hanya dengan menjalin kemitraan tetapi juga dengan mengaktifkan kembali komunitas-komunitas UKM yang telah terbentuk. Adanya komunitas-komunitas UKM tersebut memberikan fasilitas pada UKM untuk berbagi pengetahuan dengan UKM yang sejenis. Dengan begitu mempermudah UKM untuk mendapatkan pengetahuan spesifik yang sesuai dengan bidangnya. Peningkatan Kualitas SDM Peningkatan kualitas SDM merupakan aktivitas sentral yang menentukan keberhasilan UKM. Namun terindikasi bahwa hanya pendidikan formal tidak dapat menjamin peningkatan pengetahuan SDM pada UKM. Hal ini karena motivasi yang tumbuh sebagian berasal dari keterpaksaan akibat tidak mendapat lapangan kerja yang sesuai. Sehingga, SDM pada UKM seringkali tidak memiliki keterampilan dan profesionalitas yang mumpuni. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendikan non formal untuk mengembangkan kualitas SDM pada UKM. Mengikutsertakan dalam pelatihan dapat menjadi salah satu cara meningkatkan kualitas SDM pada UKM. Peningkatan Akses Teknologi Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan UKM adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM, pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke lokasi-lokasi UKM dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-asosiasi UKM dengan perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk pengembangan teknologi UKM (Sriyana, 2010). Upaya pengelolaan pengetahuan yang telah dipaparkan akan membantu UKM untuk dapat melakukan perbaikan secara berkesinambungan yang pada akhirnya mendorong UKM untuk melakukan dan berani mengambil resiko untuk berinovasi. Selain itu, pengetahuan yang didapat akan mampu meningkatkan kualitas pengetahuan SDM pada UKM. Sehingga, SDM pada UKM tersebut mampu mengelola proses organisasional dan menerapkan teknologi secara profesional.
25
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada penelitian ini diketahui bahwa kualitas pengetahuan, kualitas proses pengelolaan, dan kualitas pembelajaran pada UKM Kota Bogor sebagian besar telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar. Hasil identifikasi prioritas alternatif strategi manajemen pengetahuan pada UKM Kota Bogor dengan menggunakan AHP terdiri dari tiga alternatif yang disusun secara berurutan. Alternatif pertama adalah dengan mengembangkan kompetensi SDM. alternatif kedua adalah dengan meningkatkan pengelolaan proses organisasional. Setelah itu, alternatif ketiga adalah dengan penerapan teknologi pada proses operasional UKM di Kota Bogor. Hasil analisis menunjukkan bahwa tujuan utama dalam penerapan strategi manajemen pengetahuan adalah sebagai upaya perbaikan berkelanjutan dari UKM. Pelaku UKM merupakan aktor yang paling berperan dalam penerapan strategi tersebut. Dimana strategi tersebut harus memperhatikan bagaimana upaya peningkatan kualitas pengetahuan yang ada di UKM sebagai faktor utamanya. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan, berikut adalah beberapa saran yang direkomendasikan: a. Setiap aktor harus saling mendukung dan bekerja secara terintegrasi satu sama lain. Dimana, keberhasilan penerapan strategi terletak pada pelaku UKM itu sendiri. b. Peningkatan kualitas pengetahuan UKM dapat dilakukan dengan peran aktif UKM tersebut dengan upaya peningkatan kapasitas pengetahuan baik yang bersumber dari internal maupun eksternal UKM. c. Akumulasi pengetahuan juga dapat terjadi tidak hanya dengan menjalin kemitraan tetapi juga dengan mengaktifkan kembali komunitas-komunitas UKM yang telah terbentuk. d. Peningkatan kualitas SDM merupakan aktivitas sentral yang menentukan keberhasilan UKM. e. Peningkatan akses teknologi bagi pengembangan UKM adalah dengan memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi untuk lebih berorientasi pada peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM
26
DAFTAR PUSTAKA Al-Hawamdeh, S. 2003. Knowledge Management, Cultivating Knowledge Profesional. Great Britain (UK) : Chandos Publishing (Oxford) Limited. Andriyani R, Nasution H, Buchari. 2013. Audit Pengelolaan Pengetahuan Berdasarkan Persepsi Karyawan Departemen Produksi di PT XYZ. EJournal Teknik Industri FT USU 3(3) : 1-7. Angkasa, Wisman I. 2011. Strategi dan Kelayakan Pengembangan Lembaga Intermediasi untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Studi Kasus Balai Inkubator Teknologi di Pusiptek Serpong. [tesis]. Bogor [ID] : IPB David RF, David RF. 2015. Strategic Management, Concept and Cases, A Competitive Advantage Approach, Fifteenth ed. South Carolina (USA) : Pearson [Depdagri] Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Menuju ASEAN Economic Community 2015. [Depkop] Departemen Koperasi. 2011. Statistik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Tahun 2010-2011. Jakarta (ID) : Kemenkop UKM dan BPS. hlm 1-2. [diunduh 2015 Feb 01]. Tersedia pada http://www.depkop.go.id/phocadownload/data_statistik/statistik_UKM/nar asi_statistik_umkm%202010-2011.pdf [Dinkop UMKM] Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor. 2011. Buku Profil UMKM Kota Bogor. Bogor (ID) : Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor. Erwina. 2015. Perancangan dan Evaluasi Balance Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Bogor. [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Jogiyanto HM. 2008. Metodelogi Penelitian Sistem Informasi. Yogyakarta (ID) : Andi Offset. Kautsar I. 2011. Knowledge Management Sebagai Keunggulan Kompetitif Pada Usaha Kecil Menengah (UKM) : Implementasi Dan Hambatannya.[tesis] Bogor [ID] : Manajemen Bisnis – Institut Pertanian Bogor. Kusumawijaya IK, Astuti PD. 2012. Persfektif MSDM dalam Pengembangan UKM berbasis Knowledge Management [Tesis]. Di dalam : Prosiding Seminar dan Konferensi Nasional Manajemen Bisnis, Memberdayakan UMKM dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Menghadapi Persaingan Global; 2012 Mei 26; Kudus [ID] : Badan Penerbit Universitas Muria Kudus. Marimin, Djatna T, Suharjito, Hidayat S, Utama DN, Astuti R, Martini S. 2013. Teknis dan Analisis Pengambilan Keputusan Fuzzy Dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID) : IPB Pr. Munir N. 2008. Knowledge Management Audit, Pedoman Evaluasi Kesiapan Organisasi Mengelola Pengetahuan. Jakarta (ID) : PPM Sekolah Tinggi Manajemen. Nawawi I. 2012. Knowledge Management, Teori dan Aplikasi dalam Mewujudkan Daya Saing Organisasi Bisnis dan Publik. Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia.
27 Nurcholis L. 2012. Peranan Praktek Manajemen dalam Membangun Keunggulan Bersaing dan Kinerja melalui Pengembangan Strategi Dinamis. Majalah Ilmiah Informatika Vol. 3(2). Liebowitz J. 2012. Beyond Knowledge Management, What Every Leader Should Know. USA : CRC Pr Sangkala.2007. Knowledge Management. Jakarta (ID) : Raja Grafindo Persada. Sasono E, Rahmi. 2014. Manajemen Inovasi pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jurnal STIE Semarang Vol. 6 (3). Situmorang J. 2008. Strategi UMKM dalam Menghadapi Iklim Usaha yang Tidak Kondusif. Infokop Vol. 16 : 87-101. Setiarso B. 2006. Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge-Management) dan Modal Intelektual ( Intellectual Capital) Untuk Pemberdayaan UKM) Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia; 3-4 Mei 2006; Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung Soetiarso B. 2006. Penerapan Knowledge Management Pada Organisasi : Studi Kasus di Salah Satu Unit Organisasi. [diunduh 2014 Des 10]. Tersedia pada http://www.unej.ac.id/files/pdf2/bse-ksni.pdf. Solihin I. 2012. Manajemen Strategik. Jakarta (ID) : Erlangga Sriyana J. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Studi Kasus di Kabupaten Bantul. Simposium Nasional 2010 : Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung (ID) : Alfabeta. Suharsaputra U. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung (ID) : Refika Aditama Sumarsono S. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID) : Graha Ilmu. Tiwana A. 2002. The Knowledge Management Toolkit Orchestrating it, Strategy and Knowledge Platform. New Jersey (USA) : Prentice Hall Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama Utama DDT. 2013. Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis Ekonomi Kreatif di Kota Semarang [Skripsi]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro Semarang. UU RI No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.Tersedia dari: http://www.who.int /mediacentre/ factsheets/ fs117/en/ index.html.
28
LAMPIRAN
29 Lampiran 1 Pengolahan AHP Pengolahan vertikal terhadap aktor
Bobot Aktor
0,338
Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan 0,311
0,561
0,545
0,527
0,545
0,211
0,212
0,225
0,216
0,228
0,243
0,248
0,239
Kualitas Pengetahuan
Kualitas Pembelajaran
VP Faktor
0,351
Pelaku UKM Disperindag Dinas UMKM
Faktor
Pengolahan vertikal terhadap tujuan Aktor
Pelaku UKM
Disperindag
Dinas UMKM
VP Aktor
0,545
0,216
0,239
Bobot Tujuan
Perbaikan Berkelanjutan
0,748
0,718
0,645
0,717
Melahirkan Inovasi
0,252
0,282
0,355
0,283
Pengolahan vertikal terhadap alternatif Aktor
Perbaikan Berkelanjutan
Melahirkan Inovasi
VP Aktor
0,717
0,283
Sumber Daya Manusia
0,484
0,390
0,457
Proses Organisasional
0,286
0,273
0,282
Teknologi
0,230
0,337
0,260
Bobot Tujuan
30 RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Merry Marliyna, lahir di Kota Garut pada tanggal 12 April 1993 dari pasangan Sukirno dan Wasrikah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dengan seorang adik perempuan bernama Marlyn Hendian. Penulis memulai pendidikan di SDN I Malangbong pada tahun 1999. Pendidikan formal dilanjutkan di SMPN I Malangbong pada tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 9 Garut. Pendidikan lebih tinggi dilanjutkan pada tahun 2011 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam beberapa kegiatan organisasi. Awal masuk perkuliahan penulis tercatat sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) yang kemudian menjadi bendahara HIMAGA pada tahun 2012-2013. Pada tahun yang sama penulis merupakan anggota dari Divisi Seni Peran Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Gentra Kaheman. Tahun 2012, penulis aktif pada organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) wilayah FEM sebagai sekretaris Komisi III. Pada Tahun 2013 meneruskan pada organisasi yang sama dan memegang amanat sebagai Sekretaris Umum DPM FEM IPB. Pada tahun 2013 penulis terpilih sebagai anggota Divisi Organization and Development pada Human Resource (HR) Clinic yang merupakan organisasi mahasiswa yang bergerak di bidang manajemen sumberdaya manusia. Tak hanya itu, penulis juga aktif pada komunitas Future Leader for Anti Corruption (FLAC) Regional Bogor yang merupakan komunitas yang bergerak mempersiapkan generasi-generasi muda anti korupsi lewat berbagai media yang menyenangkan diantaranya media dongeng. Tahun 2015, penulis aktif sebagai anggota UKM Beladiri Tapak Suci IPB yakni salah satu UKM pencak silat di IPB. Serta pada tahun 2014, penulis merupakan Auditor Internal Lembaga Kemahasiswaan IPB.